ISSN 1693-3443
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEROKOK PADA ANAK DI LINGKUNGAN INDUSTRI ROKOK (Studi Pada Anak-anak usia 11-12 tahun di Desa Gondosari Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus) 1
Perawati,1 Trixie Salawati1 Syaifudin Ali Anwar1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
Abstrak Latar belakang: Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada anak
diantaranya ialah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan Dari beberapa perusahaan rokok yang tersebar di Kudus salah satunya adalah perusahaan PR Sukun. Perusahaan PR Sukun berada di Desa Gondosari Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Banyak dari orang tua anak-anak yang diwawancarai bekerja di PR Sukun sehingga rokok bukanlah hal asing bagi anak-anak tersebut. Selanjutnya dari wawancara juga terungkap bahwa beberapa dari anak-anak tersebut juga mengaku pernah merokok. Tujuan: Untuk mengidentifikasi perilaku merokok anak di Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Subyek penelitian ini adalah semua anak-anak yang tinggal di lingkungan industri rokok, laki-laki yang berusia sekitar 11-12 tahun dengan latar belakang yang hampir sama.Subyek penelitian pendukungnya adalah salah satu orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat setempat. Hasil: Sebagian besar informan baik yang merokok maupun yang tidak merokok tahu bahwa rokok itu bahaya,. Semua anak baik yang merokok dan tidak merokok tidak setuju dengan anak-anak yang merokok, Kebanyakan dari mereka, merokok karena ajakan teman. Sedangkan anak-anak yang tidak merokok kebanyakan menyatakan bukan karena alasan kesehatan, tetapi karena merasa merasa belum cukup umur sehingga tidak pantas merokok dan takut dimarahi orang tua. Simpulan: Anak-anak yang merokok, merokok karena diajak oleh teman, namun ada juga yang ingin merokok karena melihat bapaknya merokok. Sedangkan anak-anak yang tidak merokok kebanyakan menyatakan bukan karena alasan kesehatan, tetapi karena merasa merasa belum cukup umur sehingga tidak pantas merokok dan takut dimarahi orang tua. sehingga ada juga yang mengatakan ingin merokok ketika dewasa nanti. Kata kunci: Perilaku, Rokok, Anak
43
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014
ISSN 1693-3443
FACTORS AFFECTING THE SMOKING BEHAVIOR IN CHILDREN IN THE MANUFACTURE OF CIGARETTES (Studies in children aged 11-12 years in the village of Gebog Kudus District Gondosari ) Abstract Background: Factors that influence smoking behavior among children is parental influence, the influence of friends, personality factors and the influence of advertising. From several tobacco companies spread over one of them is PR Sukun. PR Sukun located in the Village Gondosari Sub district Gebog, District Kudus. Many of the parents of children who were interviewed worked in PR Sukun that smoking is not unfamiliar to the children. Furthermore, from the interviews also revealed that some of the children were also admitted to smoking. Objective: To identify children in the village Gondosari, Sub District Gebog, District Kudus Method: Type of research is a qualitative study with a phenomenological approach. The subjects of this study were all children who live in the cigarette industry, men aged around 11-12 years old with a background that is almost sama.Subyek research supporters are parents of children who smoke and local community leaders. Result: Most informants either smoking or non-smokers know that smoking is dangerous,. All children both smoking and non smoking do not agree with kids who smoke, most of them, smoking the invitation of a friend. While the kids who do not smoke many states not because of health reasons, but because he felt that was not old enough inappropriate smoke and fear of being scolded parents.Conclusion: Children who smoke, smoke because invited by a friend, but there is also a wish to smoke because he saw his father smoked. While the kids who do not smoke many states not because of health reasons, but because he felt that was not old enough inappropriate smoke and fear of being scolded parents. so there is also a saying like smoke when I grew up. Key word: Behavior, smoking, children
PENDAHULUAN Perilaku merokok pada usia anak mengalami peningkatan, demikian pula perilaku merokok pada usia remaja dan dewasa muda. Menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2010 terjadi kecenderungan peningkatan umur mulai merokok pada usia yang lebih muda. Dalam Riskesdas tahun 2007 disebutkan umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,2%, pada usia 10-14 tahun sebesar 10,3%, sedangkan data Riskesdas tahun 2010 umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun mengalami kenaikan menjadi 1,7%, dan pada usia 10-14 tahun naik menjadi sebesar 17,5 %.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja diantaranya ialah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.2 Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi
44
yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB). Dari beberapa perusahaan rokok terbesar yang ada di Kudus salah satunya adalah perusahaan PR Sukun. Perusahaan PR Sukun berada di Desa Gondosari Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Dimana PR Sukun banyak memperkerjakan warga yang tinggal di sekitar kawasan PR SK tersebut Hasil studi pendahuluan dengan cara observasi dan wawancara terhadap beberapa anak-anak di daerah Desa Gondosari didapatkan beberapa fakta yang sangat menarik, yaitu bahwa PR Sukun memiliki kontribusi terhadap pengembangan desa tersebut antara lain berupa dana, pekerjaan, sembako dan lain-lain. Banyak dari orang tua anak-anak yang diwawancarai bekerja di PR Sukun sehingga rokok bukanlah hal asing bagi anak-anak tersebut. Selanjutnya dari wawancara juga terungkap bahwa beberapa dari anak-anak tersebut juga mengaku pernah merokok.
ISSN 1693-3443 METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu metode yang menggunakan proses berfikir yang dimulai dengan mengumpulkan data, selanjutnya data dari hasil penelitian yang terkumpul ditarik kesimpulan secara umum.3 Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling artinya didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti menurut tujuan penelitian. Pada purposive sampling diambil berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. 4 Subyek penelitian ini adalah semua anak laki-laki yang tinggal dilingkungan industri rokok, yang berusia sekitar 11-12 tahun dengan latar belakang yang hampir sama. Variabel terikat pada penelitian ini adalah Kebiasaan Merokok Anak usia 11-12 tahun di wilayah kawasan industri rokok tentang rokok, sedangkan variabel bebasnya adalah pengetahuan anak usia 11-12 tahun di wilayah kawasan industri rokok tentang rokok, sikap Anak usia 1112 tahun di wilayah kawasan industri terhadap rokok. Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian serta sifat-sifat objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan terhadap subyek yaitu: FGD, Observasi dan Wawancara. FGD adalah salah satu teknik dalam pengumpulan data kualitatif, dimana sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang moderator atau fasilitator mengenai suatu topik. Observasi yang dilakukan yaitu mengamati secara langsung terhadap berbagai aktivitas subyek terutama yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu observasi terhadap kegiatan dan perilaku para informan, observasi terhadap lingkungan para informan, dan lain-lain. Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara tidak berstruktur dengan teknik indepth interview, yaitu suatu teknik wawancara yang berusaha mengetahui lebih mendalam tentang pengetahuan dan sikap, serta perilaku anak yang tinggal di lingkungan indutri rokok terhadap perilaku merokok. Indepth interview dilakukan terhadap 4 informan yaitu 2 orang anak yang merokok, 1
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 orang tua anak yang merokok, serta 1 orang tokoh masyarakat. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan informan. Data Sekunder adalah data yang diambil tidak langsung dari sumbernya yaitu berupa data yang sudah tersedia. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data kantor desa, yaitu profil Desa Gondosari. Informan adaah data yang diambil langsung tanpa perantara dari sumbernya/informan dengan cara wawancara mendalam dan FGD. Uji validitas dan reliabilitas penelitian ini diuji melalui: perpanjangan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru, trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori yang ada dan menggunakan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari informasi lisan maupun tertulis dan pengalaman seseorang. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari dari fakta atau kenyataan dengan melihat dan mendengar radio, TV, dan sebagainya. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan dari fikiran kritis. Pengetahuan sangat penting karena pengetahuan dapat membentuk tindakan seseorang (overt behavior).5 a. Pengetahuan bahaya rokok Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kebanyakan dari informan tidak begitu mengetahui dan mengerti bahaya rokok bagi kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil FGD dan wawancara mendalam terhadap informan baik yang merokok maupun tidak merokok, dimana mereka hanya mengetahui bahwa rokok membahayakan kesehatan dan dapat menimbulkan banyak penyakit, seperti
45
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 yang tercantum dalam pesan kesehatan yang ada dibungkus rokok atau iklan-iklan yang sering mereka liat dan mereka dengar. Kurangnya pengetahuan dan informasi tersebut di karenakan hampir semua informan mendapatkan informasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan terutama bahayanya terhadap anak-anak hanya dari internet, koran, TV dan radio. Sedangkan orang tua dan pihak sekolahnya tidak pernah memberikan informasi secara jelas. Hal inilah yang memungkinkan anak-anak tersebut untuk terus merokok. Berdasarkan wawancara mendalam terhadap orang tua anak yang merokok, dan tokoh masyarakat dapat diketahui bahwa ternyata mereka tidak begitu mengerti tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan anak. Ternyata orang tua maupun tokoh masyarakat hanya mampu menyebutkan bahaya merokok sesuai dengan yang biasa mereka dengar dan mereka baca, dimana sifatnya hanya pengetahuan umum. Bahkan orang tua anak yang merokok menjawab pertanyaan peneliti dengan cara membaca pesan kesehatan yang terdapat dibungkus rokok yang dipegangnya. Orang tua dan tokoh masyarakat merupakan hasil reinforcing faktor bagi perilaku anak. Anak-anak masih sangat membutuhkan bimbingan orang tua. Sehingga apabila orang tua tidak membimbing/ mengedukasikan anakanaknya akan menyebabkan ketidak tahuan terhadap pengetahuan anaknya tentang rokok. Selain itu juga, apabila pengetahuan orang tua terhadap rokok kurang, maka pengetahuan anaknya juga kurang. b. Pengetahuan tentang kandungan rokok Berdasarkan hasil FGD dan wawancara mendalam diperoleh data bahwa sebagian besar informan baik anak yang merokok dan anak yang tidak merokok hanya mampu menyebutkan nikotin sebagai kandungan rokok. Walaupun ada beberapa dari informan yang dapat menyebutkan tembakau dan cengkeh sebagai kandungan rokok.
46
ISSN 1693-3443 Jawaban serupa juga ditemukan pada saat wawancara mendalam kepada orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat, dimana mereka juga hanya mampu menyebutkan nikotin sebagai kandungan rokok. Kandungan rokok bukan hanya nikotin saja. Masih ada tar, karbon monoksida, karena masih ada 4000 bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen.6 Rokok juga tidak dapat terpisah dari bahan baku pembuatannya yaitu tembakau. Di Indonesia tembakau dengan ditambah cengkih dan bahan-bahan lainnya dicampur untuk membuat rokok. Komponen dari gas asap rokok ini mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi dan kanker (karsinogen). Kandungan racun pada rokok ini diantaranya yang sangat populer antara lain adalah tar, nikotin dan karbon monoksida.7 Nikotin itu sendiri merupakan alkalid toksis yang terdapat dalam tembakau. Apabila diserap melalui paruparu akan masuk kedalam otak dan dapat melewati barrier otak sehingga diedarkan keseluruh bagian otak, setelah beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15-20 menit pada waktu penghisapan terakhir. Hal inilah yang menyebabkan efek bifasik dari nikotin pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan blokade gangbionik setelah eksitasi sepintas.7 c. Pengetahuan tentang akibat dari rokok Beberapa informan dari anak-anak yang tidak merokok serta tokoh masyarakat mengetahui akibat dari rokok, yaitu berpengaruh terhadap kesehatan diri sendiri dan orang-orang disekitarnya. Namun mereka tidak mampu memberikan penjelasan lebih detil mengenai mengapa rokok itu berpengaruh terhadap kesehatan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan informan yang lainnya sama sekali tidak mengetahui jika efek bahaya yang ditimbulkan dari merokok itu bukan hanya berpengaruh terhadap kesehatan diri
ISSN 1693-3443 sendiri, namun juga terhadap kesehatan orang lain disekitarnya. Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui bahwa rokok dapat menimbulkan penyakit pada perokok saja. Rokok dapat menimbulkan penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung, bukan hanya merugikan bagi kesehatan si perokok itu sendiri tetapi juga orang disekitarnya yang terkena asap rokok. Setiap kali menghirup asap rokok, entah sengaja atau tidak sengaja berarti juga menghisap lebih dari 4000 macam racun. Merokok atau orang yang terpapar asap rokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi kedalam rongga mulut dan tentunya paru-paru, semakin besar terpapar asap rokok semakin besar pulang peluang kerusakan DNA. Semakin besar kerusakan DNA maka semakin besar pula risiko terkena penyakit kanker dan serangan jantung.8 Orang yang terpapar asap rokok ini biasa disebut sebagai perokok pasif. Resiko perokok pasif ini lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan perokok pasif terhadap zat-zat berbahaya sangat rendah dibandingkan dengan perokok aktif.9 d. Pengetahuan tentang tempat-tempat yang diperbolehkan untuk merokok Adanya tempat-tempat yang diperbolehkan merokok dan tempat-tempat yang tidak diperbolehkan merokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan dari lingkungan yang tercemar asap rokok, karena setiap kali menghisap asap rokok, entah sengaja atau tidak sengaja berarti juga menghisap lebih dari 4000 macam racun.6 Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, yaitu mewajibkan semua tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan merupakan kawasan bebas rokok.10
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 Hasil dari jawaban-jawaban informan yang sebagian besar belum mengetahui dimana tempat-tempat yang boleh merokok dan tidak boleh merokok. Selama ini anak yang merokok mengamati orangtuanya yang juga kebanyakan merokok, lebih banyak merokok di dalam rumah seusai makan atau pada saat sedang santai dan berkumpul sama keluarga. Sehingga beberapa dari mereka mengatakan bahwa rumah merupakan tempat yang diperbolehkan untuk merokok. Hal tersebut sesuai pula dengan yang diungkapkan oleh orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat. Orang tua anak yang merokok serta tokoh masyarakat mengatakan sering merokok di rumah pada saat santai dan seusai makan. Bahkan kadang-kadang juga di tempat kerja atau sembarang tempat jika mereka sedang mempunyai keinginan merokok. Sesuai dengan salah satu aspek dari Perilaku hidup bersih dan sehat yang menjadi kebutuhan dasar derajat kesehatan masyarakat yaitu bahwa tidak ada anggota keluarga yang merokok,11 dengan kata lain rumah juga merupakan tempat yang tidak diperbolehkan merokok. Beberapa informan lain menyebutkan tempat yang di perbolehkan untuk merokok diantaranya di sawah, lapangan dan dikebun yang merupakan area terbuka dan di perbolehkan untuk merokok. Namun berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa informan yang merokok ini dapat menyebutkan tempattempat yang boleh merokok karena sesuai dengan pengalaman pribadinya. Informan anak yang merokok ini melakukan aktivitas merokok diluar rumah, karena orang tua mereka telah melarang mereka merokok. Meskipun orang tuanya telah melarang anak mereka merokok, namun karena orang tua tetap merokok, maka anak-anak tersebutpun tetap merokok secara sembunyi-sembunyi, seperti di lapangan sekolah, sawah dan kebun agar tidak ketahuan orang tua dan gurunya. Sedangkan hasil wawancara mendalam dengan orang tua dan tokoh
47
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 masyarakat sangat bertolak belakang dengan ungkapan informan anak yang merokok. Orang tua dan tokoh masyarakat sama sekali tidak tahu tempat-tempat yang boleh merokok dan tempat-tempat yang tidak boleh merokok. Pada saat ingin merokok, mereka akan merokok di sembarang tempat sesuai dengan keinginannya tanpa memperdulikan tempat, suasana dan waktunya. Hal ini menunjukkan bahwa informan yang menjadi subjek penelitian ini masih sangat kurang pengetahuan baik tentang bahaya rokok dan kandungan rokok maupun akibat rokok dan tempattempat yang diperbolehkan untuk merokok. Padahal sesuai dengan salah satu faktor pembentuk perilaku, seseorang adalah faktor pendorong (predisposing factor). Salah satu unsur dari faktor pendorong adalah pengetahuan. Sehingga pengetahuan seseorang tentang rokok dapat mempengaruhi perilakunya untuk menerima atau menolak rokok.5 Kurangnya pengetahuan anak-anak yang merokok dan tidak merokok mengenai bahaya merokok ini tidak terlepas dari pengaruh peranan orang tua dalam mendidik dan mengawasi aktivitas anak-anaknya. Orang tua memang memiliki pengaruh besar terhadap sikap dan perilaku anak-anaknya. Hal ini dikarenakan orang tualah yang paling sering berinteraksi dengan anak-anak sehingga merekalah yang akan menjadi teladan pertama bagi anak-anak. Menurut peneliti sebelumnya, seorang anak memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku orang tuanya, anak yang merokok biasanya juga memiliki orang tua yang merokok juga. Anak menjadi tidak asing dengan rokok, bau rokok, dan perilaku merokok keluarganya.12 Ada juga orang tua mereka yang tidak merokok melarang mereka untuk tidak merokok karena menganggap mereka masih terlalu kecil, tanpa memberikan pengetahuan tentang bahaya rokok dan kandungan berbahaya dalam rokok. Hal ini
48
ISSN 1693-3443 dikarenakan orang tua tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok dan kandungan rokok, sehingga ada salah satu anak yang tidak merokok menyatakan akan merokok jika sudah dewasa. Hal ini terungkap dalam FGD dengan anak yang tidak merokok. Perilaku seseorang terhadap rokok ditentukan oleh pengetahuannya. Hal ini dikarenakan pengetahuan bukanlah faktor satu-satunya faktor yang membentuk perilaku seseorang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang yaitu faktor pendorong (predisposing factor) yaitu diantaranya adalah sikap, keyakinan, tradisi, dan sebagainya. Selanjutnya faktor pemungkin (enabling factor) dalam hal ini adalah sarana dan prasarana yaitu keberadaan pabrik rokok sehingga rokok yang mudah didapat dan dijangkau oleh anak-anak. Selain itu adapula faktor penguat (reinforcing factor) yaitu contoh perilaku yang didapat dari orang tua, tokoh masyarakat, orang-orang dilingkungan serta teman-temannya.5 Menurut beberapa penelitian teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam tahapan seseorang menjadi perokok, dalam penelitian itu juga disebutkan bahwa sebagian besar siswa sekolah dasar mulai merokok karena ajakan teman sebayanya. Selain teman sebaya, orang tua juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku merokok anak.13 Seorang anak memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku orang tuanya, anak yang merokok biasanya juga memiliki orang tua yang merokok juga. Anak menjadi tidak asing dengan rokok, bau rokok, dan perilaku merokok keluarganya.9 Berdasarkan observasi, banyak sekali orang yang merokok meskipun mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya dan kandungan rokok. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik bukan jaminan seseorang untuk tidak merokok. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sukaenah yang juga menyatakan
ISSN 1693-3443 bahwa pengetahuan yang baik tidak diiringi dengan perilaku yang baik pula terhadap rokok.14
2. Sikap Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setujutidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).5 a. Sikap terhadap anak yang merokok Semua Informan baik yang merokok maupun yang tidak merokok mengatakan tidak setuju jika anak-anak merokok. Pernyataan ini juga diperkuat orang tua anak yang merokok. Beliau mengatakan tidak setuju jika anak-anak merokok dan melarang anaknya merokok. Demikian juga dengan tokoh masyarakat tidak setuju jika anak-anak merokok. Walaupun informan yang merokok mengatakan tidak setuju atau menolak jika anak-anak merokok, pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan perilaku mereka yang ternyata masih terus saja merokok. Hal ini disebabkan karena mereka sudah terlanjur jadi perokok walaupun sebagian besar informan menyatakan ingin sekali berhenti merokok namun sangat sulit untuk berhenti merokok. Mereka mengaku telah mengalami kecanduan, sehingga kesulitan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Nikotin merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah, nikotin membuat pemakainya kecanduan.14 Pernyataan ini dipertegas juga dari hasil wawancara mendalam dengan anak yang merokok, orang tua anak yang merokok serta tokoh masyarakat. Dimana mereka, mengaku tidak setuju dengan anak yang merokok, namun mereka sendiri masih merokok karena merasa sulit untuk berhenti dan sudah kecanduan. b. Sikap terhadap keberadaan pabrik rokok Salah satu yang mempengaruhi perilaku adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasanana merupakan faktor pemungkin
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 dalam perilaku merokok. Keberadaan pabrik rokok di sekitar tempat tinggal merupakan salah satu faktor pemungkin dalam perilaku merokok. Hal tersebut dapat dilihat pada jawaban informan dimana semua informan menyatakan senang dengan adanya pabrik rokok dilingkungannya. Mereka beranggapan bahwa pabrik rokok ini sangat berperan penting bagi masyarakat, baik kesejahteraan masyarakat maupun pembangunan desa mereka. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sebuah perusahaan selalu mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Sebuah perusahaan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan adanya dukungan dari masyakarat sekitarnya. Oleh karena itu perlu dipertanyakan seberapa jauh pabrik rokok ini dapat memberikan nilai manfaat bagi masyarakat disekitarnya. Menurut pengakuan informan, sebagian besar orang tuanya bekerja dipabrik rokok, ada yang sebagai buruh pabrik, ada yang di bagian administrasi. Berdasarkan konfirmasi dari orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat, mereka bekerja di pabrik rokok tersebut. Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa antara pabrik rokok dan masyarakat di sekitarnya saling tergantung karena mempunyai hubungan timbal balik serta menguntungkan kedua belah pihak. Masyarakat membutuhkan pabrik rokok sebagai mata pencahariannya, sedangkan pabrik rokok mendapatkan sumber daya manusia yaitu karena mampu menyerap dan menampung tenaga kerja yang berasal dari wilayah sekitarnya, sehingga pabrik rokok perlu memperhatikan kebutuhankebutuhan yang diperlukan oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Informan juga menyebutkan bahwa selain lapangan pekerjaan ternyata pabrik rokok juga sering memberikan bantuan seperti pemberian beasiswa pendidikan, pemberian makanan pada hari raya dan hajatan, serta pemberian hewan kurban. Sehingga mereka tidak setuju jika pabrik
49
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 rokok ini ditutup. Hal ini terungkap dalam FGD pada anak yang tidak merokok. Berdasarkan observasi di sekitar pabrik rokok, kebanyakan masyarakat sekitarnya mempunyai perilaku merokok. Sangat mudah sekali menjumpai para perokok aktif di wilayah sekitar pabrik rokok ini, dari orang-orang dewasa sampai anak-anak dibawa umur. Dengan keberadaan pabrik rokok tersebut, masyarakat serta anak-anak disekitar pabrik rokok sepertinya sangat mengenal rokok. Rokok bukanlah hal asing bagi mereka, apalagi di sepanjang jalan di sekitarnya banyak sekali terlihat baliho, poster-poster rokok. Selain berupa iklan, ada juga berbentuk seperti gapura-gapura dan tugu di persimpangan jalan. Hal inilah yang merupakan faktor terjadinya perilaku merokok pada anak-anak yang tinggal di sekitar lingkungan pabrik rokok. Keberadaan pabrik rokok tersebut, merupakan salah satu faktor pemungkin bagi anak-anak untuk merokok, karena mereka lebih mudah mendapatkan rokok selain itu harganya juga relatif murah sehingga terjangkau untuk dibeli oleh anak-anak. c. Sikap terhadap peringatan pada bungkus rokok Berdasarkan hasil FGD terhadap anak-anak yang merokok dan anak-anak yang tidak merokok dapat diketahui bahwa mereka setuju dengan adanya pesan kesehatan yang ada di kemasan bungkus rokok. Demikian pula hasil wawancara mendalam dengan orang tua perokok dan tokoh masyarakat yang juga merupakan perokok, mereka menyetujui adanya peringatan dibungkus rokok tersebut. Namun apabila peringatan tersebut diganti dengan gambar suatu penyakit yang diakibatkan oleh rokok, ada seorang informan yang tidak merokok mengatakan tidak setuju jika pesan kesehatan yang berupa kalimat peringatan tersebut diganti dengan gambar karena merasa takut atau ngeri. Pada setiap bungkus rokok yang dijual dalam bungkusan atau kemasan
50
ISSN 1693-3443 kertas umumnya juga disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker, paru-paru atau serangan jantung. Walaupun pada kenyataannya pesan tersebut hanya tinggal hiasan karena jarang dipatuhi.6 Hal ini mungkin dikarenakan tidak ada gambar-gambar yang ‘mengerikan’ pada bungkus rokok. Seperti gambar penyakit yang diakibatkan oleh rokok yaitu katarak, kanker lidah dan tenggorokan, kanker hidung, kerusakan gigi (karies), kanker paru-paru, jantung, kanker perut dan lambung, kanker ginjal kanker pancreas, kanker kantung kemih, kanker leher rahim, penyakit jantung, dan osteoporosis.7 WHO dalam hasil sidang ke 56 pada bulan Mei 2003 yang dihadiri oleh 192 negara mengadopsi Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) dan menjadi hukum international sejak tanggal 27 Februari 2005, mewajibkan pencantuman gambar dalam setiap bungkus rokok. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang jelas bagi perokok tentang akibat merokok. Dengan cara tersebut diharapkan para perokok akan mengurangi konsumsi rokok tiap harinya. Walaupun pemerintah Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan FCTC, tetapi Indonesia tidak mau menandatangani dokumen FCTC hingga akhir batas waktu 31 Mei 2003. Sehingga Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia yang tidak menandatangani FCTC.15 Hal ini mungkin disebabkan Pemerintah Indonesia mendapat tekanan dari pabrik rokok, sehingga aturan FCTC itu belum diberlakukan. d. Sikap terhadap peraturan merokok Berdasarkan hasil FGD dengan anak-anak yang merokok dan anak-anak yang tidak merokok diketahui bahwa sebagian besar informan yang merokok dan tidak merokok mengatakan setuju jika ada peraturan merokok. Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yang
ISSN 1693-3443 dibuat pemerintah mewajibkan semua tempat umum serta sarana pelayanan kesehatan, proses belajar-mengajar kegiatan ibadah, dan angkutan umum pada dasarnya merupakan kawasan bebas rokok.10 Namun peraturan pemerintah ini belum tersosialisasi dengan baik, Hal ini sangat jelas terlihat karena di tempattempat umum seperti tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak, halte, terminal, airport dan angkutan umum, masih banyak ditemui orang-orang yang merokok. Oleh karena itu, peraturan pemerintah ini harus lebih serius diinformasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat. Peraturan ini sangat berguna untuk pengendalian pencemaran udara serta perlindungan terhadap orang-orang disekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif) dari asap rokok, daripada meyakinkan seseorang untuk berhenti merokok, lebih baik menegaskan dalam bentuk peraturan yang mewajibkan adanya Kawasan Tanpa Rokok (KTR), adalah tempat yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Sedangkan tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam KTR. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Selain itu upaya ini penting untuk meyakinkan industri rokok dan masyarakat bahwa ada hak bagi orangorang yang tidak merokok untuk menghirup udara sehat, bersih, dan bebas asap rokok.16 Kudus merupakan kabupaten yang memiliki industri rokok terbesar di Indonesia, sehingga kota ini mendapat julukan sebagai kota kretek. Dengan demikian dapat diketahui bahwa industry rokok ini memberikan kontribusi dan peranan yang sangat besar terhadap pengembangan dan pembangunan serta
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 PDRB kudus.17 Sehingga Kudus merupakan salah satu kabupaten yang sampai saat ini tidak berani mengeluarkan peraturan yang tegas tentang rokok, walaupun pemerintah telah mengeluarkan aturan yang jelas terhadap rokok. Hal ini mungkin disebabkan Pemerintah Kudus mendapatkan tekanan dari para industry rokok tersebut yang dapat mempengaruhi PDRB Kabupaten Kudus. Hal diatas didukung pula oleh pernyataan informan yang terdiri dari orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat, mereka merasa keberatan jika ada peraturan merokok yang menjadikannya tidak bisa merokok dengan leluasa karena orang tua anak yang merokok juga merupakan perokok. Hal ini disebabkan karena beliau sudah sangat kecanduan terhadap rokok sehingga, dia merasa tersiksa dengan adanya peraturan tersebut. Sikap egois seperti ini yang sering diperlihatkan oleh para perokok. Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka dengan nikmatnya menghisap batang rokok, tak mau peduli terhadap orang sekitarnya yang merasa terganggu dengan asap dan bau rokok yang dihisapnya. Hal ini sangat meresahkan masyarakat yang tidak merokok (perokok pasif), meskipun mereka tidak mengungkapkannya secara terang-terangan. Selain tentang peraturan pemerintah, peneliti juga mempertanyakan rokok dalam pandangan agama. Namun hasil wawancara mendalam dengan orang tua anak yang merokok dan tokoh masyarakat, mereka mengatakan bahwa dalam agama tidak ada larangan merokok. bahkan tokoh masyarakat pernah menanyakan hal tersebut kepada yang paham agama. e. Mitos terhadap rokok itu keren, gagah, dewasa, macho, menjadikan banyak teman dan lain-lain Banyak anak merokok pertamatama karena coba-coba atau mengikuti teman-temannya. Rokok dan budaya ikutikutan menjadi semacam uji nyali untuk
51
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 masuk ke jenjang yang lebih tinggi dalam pergaulan, karena perokok dikalangan anak-anak selalu dijadikan sebagai alat ukur pergaulan. Sehingga timbullah istilah semacam mitos yaitu anak-anak yang tidak merokok dituduh tidak gaul, tidak macho, banci, dan lain-lain. Dengan demikian tidak heran jika semakin banyak anak-anak mulai merokok dan berkeliaran dengan menghisap sebatang rokok. Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata mitos tidak diyakini oleh informan. Sebagian besar informan anakanak yang merokok mengatakan tidak sependapat dengan istilah tersebut. Mereka tidak pernah menganggap orang yang tidak merokok itu banci, apalagi memandang dirinya keren, macho, dan lain-lain. Mereka menyakini bahwa merokok hanya untuk kesenangan dan dapat menambah kedewasaan. Walaupun ada salah satu anak yang menyebutkan bahwa rokok bisa punya banyak teman, tapi pernyataan ini tidak diyakininya karena informan ini merasa punya banyak teman bukan karena rokok. Sedangkan informan anak-anak yang tidak merokok, menganggap merokok itu tidak keren bahkan terkesan seperti orang yang nakal. Mereka mengatakan masih punya banyak teman, walaupun mereka tidak merokok. Anak-anak merokok karena kemauan sendiri disebabkan ingin menunjukkan bahwa dirinya dewasa. Alasan ini merupakan asumsi konsep diri yang kurang tepat, informan merasa dewasa jika ngerokok. Pemikiran seperti ini berkaitan dengan pola fikir mau jadi seperti apa saya ini. Seperti apakah anak itu membayangkan dirinya bila dilihat orang lain.18 Informan anak yang merokok tidak mampu menjelaskan lebih lanjut arti dewasa bagi dirinya. Bila anak menganggap dirinya bisa terlihat lebih dewasa dengan merokok, jelas anak tersebut menginginkan agar dianggap macho atau keren walaupun informan tidak mengatakan demikian. Pemikiran ini dapat dikaitkan dengan konsep sikap seperti yang
52
ISSN 1693-3443 dikemukakan oleh Allport. yaitu : 1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek; 3) kecenderungan untuk bertindak (tends to behave).5 Jika kita cermati konsep sikap yang dikemukakan oleh allport, dengan melihat sosok yang diangap ideal, maka anak pun akan mengikuti/ menirunya. Tak dapat dipungkiri, sosok-sosok “macho” dan “keren” yang menenteng rokok banyak dijumpai dikeseharian anak, baik itu di film maupun gameholic dan ironisnya sering dijadikan panutan seorang anak. Untuk yang satu ini, orang tua harus memberikan pengetahuan seperti apa sih menjadi anakanak yang baik. Salah satu cara paling mudah adalah dengan menampilkan figur orang tua yang pasti nantinya juga akan ditiru anak. Namun kenyataannya ayah informan ini juga perokok, mungkin contoh inilah yang diadopsi informan, sehingga karena ayahnya merokok maka anak akan ikut merokok.
3. Perilaku Permulaan untuk merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modeling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok.19 Sejalan dengan pernyataan di atas, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan sosial dan individu, artinya perilaku merokok selain dari faktor diri sendiri juga dipengaruhi faktor lingkungan.20 a. Usia pertama kali anak merokok Berdasarkan informasi informan yang merokok usia rata-rata pertama kali merokok informan berkisar usia 10 tahun. Pada usia ini anak bersifat amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. Anak-anak pada usia ini juga gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama.21 Artinya mereka lebih ingin mencoba dan mengetahui seperti apa rasa rokok dan merokok seperti orang-orang dewasa disekitar mereka.
ISSN 1693-3443 Kebiasaan merokok berdasarkan penelitian dimulai saat usia 11-13 tahun. Demikian juga yang dikemukakan Smet yang menyatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar 11-13 tahun dan pada umum individu pada usia tersebut merokok sebelum berusia18 tahun. Data WHO juga semakin mempertegas bahwa jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja.22 Penelitian di Surakarta yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Surveys pada murid kelas satu sampai kelas tiga SMP yang berjumlah 2.194 orang, menunjukkan sekitar 87% mencoba merokok di rumah dan 90% nya juga mencoba merokok di luar rumah. Satu dari enam siswa di Surakarta mengenal rokok dari ajakan temannya sendiri.23 Menurut pengakuan informan, mereka melakukan aktivitas merokok bersama teman-temannya yang juga perokok. Biasanya seusai jam pulang sekolah pada sore hari, dan juga saat-saat tidak sekolah. Mereka biasa berkumpul disekolah atau di lapangan dekat sekolah mereka. Pada saat tidak ada guru karena takut dimarahi dan dihukum oleh guru. Mereka lebih banyak merokok selain di lapangan sekolah mereka juga kadang merokok disawah atau kebun. Mereka merokok secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh guru ataupun orang tua mereka. Berdasarkan informasi dari orang tua anak yang merokok, diketahui bahwa orang tua tidak mengetahui jika anaknya merokok. Orang tua hanya sekali melihat anaknya merokok saat di rumah dan langsung dimarahi. Sejak saat itu orang tua tidak pernah melihat anaknya merokok lagi. Sehingga beliau tidak mengetahui berapa batang yang dihabiskan anaknya tersebut dalam sehari. Saat diwawancara, informan mengatakan sering juga melihat anak-anak kecil di lingkungannya merokok, namun informan tidak menyadari apabila anaknya sendiri juga merokok. Beliau juga tahu anaknya sering pergi dan berkumpul bersama teman-temannya tapi
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 tidak tahu apa yang dilakukan anaknya diluar rumah saat berkumpul dengan teman-temannya. Hal tersebut juga diakui oleh tokoh masyarakat dimana tokoh masyarakat mengakui beberapa kali melihat anak-anak itu berkumpul dan bermain bersama. Keakraban mereka sangat terlihat saat mereka bercanda karena mereka sering lewat bersama-sama sambil bersepeda di depan tokoh masyarakat ini. Tapi beliau tidak mengetahui apa yang dilakukan anakanak tersebut selain bermain sepeda. Walaupun sering melihat anak-anak yang lain di sekitarnya merokok namun beliau tidak pernah melihat anak-anak yang dimaksud juga merokok. Kondisi seperti ini membuktikan bahwa kurangnya perhatian dan orangorang sekitar sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Anak-anak menjadi tidak terkontrol dan terawasi kegiatannya dan pergaulannya. Sehingga anak-anak salah pergaulan dan mereka semakin leluasa melakukan kebiasaan merokok. Hasil observasi peneliti selama di sana, tepatnya di pinggiran jalan raya, di warung-warung, ataupun di gang-gang, banyak sekali melihat entah sendiri atau segerombolan anak kecil yang tengah asyik mengisap rokok, meskipun mereka tidak selalu terlihat setiap saat, alias samarsamar. Namun tidak ada satupun dari orang-orang dewasa di sekitarnya yang melihat perilaku anak tersebut menegur atau menasihatinya. Semua orang seakan tidak perduli dengan keadaan itu. Walaupun mereka terlihat berbicara namun tidak lebih hanya sekedar sapaan sebagai orang yang dikenal dan setelah itu berlalu. b. Alasan merokok Anak usia 11-12 tahun adalah usia yang sangat mudah terpengaruh lingkungannya. Karena pada usia ini, anak gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersamasama,6 sehingga usia ini sangat mudah terpengaruh. Pada usia ini pula adalah masa yang rentan aksi coba-coba termasuk memulai mencoba rokok dengan alasan
53
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 yang teramat sederhana, demi gaya teman berperan penting dalam perkembangan anak. Selain pengaruh teman, adanya persepsi positif tentang rokok juga merupakan motivasi anak untuk mengetahui rasa dari rokok tersebut. Sebagian besar alasan anak-anak mulai mencoba merokok adalah coba-coba dan sebagian kecil karena dipaksa teman. Mereka merasa merokok adalah cara menandai sebuah kematangan dan kedewasaan usia. Berdasarkan hasil FGD dengan anak-anak yang merokok, sebagian besar informan mengaku merokok karena diajak teman, dan perasaan ingin mencoba karena melihat sebagian besar orang-orang di sekitarnya merokok terutama orangtuanya. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa mereka merokok agar terlihat dewasa. Sedangkan informan yang tidak merokok mengaku tidak merokok bukan karena alasan kesehatan. Kebanyakan dari informan mengaku bahwa mereka merasa belum pantas karena masih kecil dan takut dimarahi orang tuanya. Bahkan ada salah satu anak yang tidak merokok berniat akan merokok jika dia sudah cukup umur. Pernyataan tersebut dipertegas dengan ungkapan orang tua anak yang merokok serta tokoh masyarakat pada saat wawancara mendalam. Mereka mengatakan bahwa alasan merokok awalnya coba-coba kemudian menjadi ketagihan sehingga menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan. Rokok bagi mereka sudah seperti teman, sehingga dalam sehari mereka bisa menghabis 1-2 bungkus rokok. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang terlihat saat wawancara berlangsung, mereka memang tidak berhenti-henti menghisap rokok, seakanakan hanya rokoklah yang ada disana, tanpa mempedulikan orang lain yang ada di dekatnya. Berdasarkan hasil observasi peneliti, banyak sekali alasan yang melatar belakangi anak menjadi perokok. Salah satunya adalah karena gencarnya media dalam mengiklankan rokok, baik
54
ISSN 1693-3443 di media televisi, radio, surat kabar harian, dan papan reklame. Jadi, bukan karena iklan yang menarik atau karena hal lainnya maka anak-anak menjadi tertarik dengan rokok. Murahnya harga rokok juga merupakan pemicu anak untuk merokok, untuk diketahui harga per bungkus rokok bermerk di sana berkisar 7000 rupiah keatas. Namun ternyata selain rokok bermerk yang dijual dalam bentuk kemasan, terdapat juga rokok yang dijual bebas di warungwarung yang dihasilkan dari industri rumah tangga yang harganya jauh lebih murah sehingga sangat mudah terjangkau oleh anak-anak, per bungkus berkisar 3000 rupiah. Di Indonesia belum ada aturan tentang batasan umur untuk membeli rokok. Sehingga hal ini menyebabkan pemilik warung memberikan begitu saja rokok yang dibeli oleh pembeli, meskipun pembeli tersebut masih berusia anak-anak. Padahal seharusnya, pemilik warung tidak memberikan atau menjual rokok kepada anak-anak. Namun kebanyakan pemilik warung tersebut takut akan kekurangan pembeli sehingga menyebabkan kerugian pada warung mereka. Dengan kecenderungan harga rokok yang murah dan terjangkau oleh uang saku anak-anak tidak heran jika rata-rata rokok yang dihabiskan anakanak yang merokok perhari adalah 4 batang. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengatakan bahwa anakanak memperoleh uang untuk membeli rokok dari uang saku yang diberikan orangtuanya. Pada usia tersebut seorang anak masih mendapatkan uang dari kedua orangtuanya. Anak- anak memiliki tempat-tempat khusus yang digemarinya untuk merokok yaitu rumah,sekolah dan tempat bermain. Sebagian melakukan aktivitas merokok pada sore atau malam hari. Ketersediaan waktu, sumber dana dan tempat mendorong seseorang melakukan aktivitas merokok.12 c. Keinginan untuk berhenti merokok
ISSN 1693-3443 Kesadaran berhenti merokok para perokok (smoker) masih sangat rendah. Selain niatan si perokok, rendahnya keinginan tersebut juga dipengaruhi situasi dan kondisi lingkungan. Untuk mendorong masyarakat berhenti merokok memang tidak mudah. Banyak faktor yang mempengaruhinya, dari diri sendiri hingga lingkungan. Lingkungan berperan besar mendorong perokok stop merokok. Tapi yang lebih penting lagi adalah niatan si perokok sendiri, karena tanpa ada niatan kuat akan sulit berhenti. Hampir semua perokok ingin berhenti. Tetapi ini bukan perkara mudah. Pemicu keinginan merokok bisa bermacam-macam, dan tiba-tiba datangnya. Pada saat itu, orang yang sudah berhenti merokok selama 3 bulan sekalipun bisa kembali merokok. Demikian pula menurut pengakuan sebagian besar informan dari anak-anak yang merokok, mereka mengaku ingin berhenti merokok, seperti yang dikemukakan oleh salah satu informan anak yang merokok, yaitu mengaku ingin berhenti karena ingin berprestasi mengikuti sepak bola, dimana pemain sepak bola memiliki larangan untuk merokok. Hal ini berarti di dalam diri mereka sebenarnya tidak ada keinginan untuk benar-benar menjadi seorang perokok. Namun jika keinginan tidak diiringi dengan tindakan sama saja perbuatan yang sia-sia, karena perubahan perilaku seseorang itu didasari dari dorongan diri sendiri. Jika dorongan itu tidak ada maka seseorang tidak akan bisa berubah. Selain dari diri sendiri, lingkungan dan orang tua juga turut berperan penting.13 Berdasarkan hasil observasi dan pengakuan orang tua anak yang merokok, beliau adalah seorang perokok aktif, telah bertahun-tahun beliau menikmati dan merasakan efek dari rokok. Sehingga beliau sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk berhenti merokok. Hal serupa juga dialami oleh tokoh masyarakat, dulu beliau pernah punya
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 keinginan berhenti, tapi tidak pernah berhasil. Perilaku merokok ini menjadi sebuah kebiasaan perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa ada motif yang bersifat positif maupun negatif. Merokok dilakukan tanpa ada tujuan tertentu, seperti sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.20 Sulitnya berhenti merokok ini tidak dapat dipisahkan dari sifat adiktif yang dimiliki nikotin. Berbagai studi menunjukkan bahwa nikotin memiliki efek candu yang setara dengan obatobatan ‘keras’ seperti heroin atau kokain, Nikotin yang terdapat di dalam rokok mempengaruhi tubuh seseorang untuk terus mengonsumsi rokok.20 Efek candu ini lah yang dirasakan para informan. Pada penelitian sebelumnya, bahwa motif perilaku merokok seseoran secara umum terbagi menjadi dua, yaitu faktor psikologis yang meliputi kebiasaan, reaksi emosi yang positif, reaksi untuk penurunan emosi, alasan sosial, kecanduan dan ketagihan, serta faktor biologis.20 Sedang peneliti lain menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja diantaranya ialah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.2 Hal inipun dipertegas bahwa faktor perilaku merokok adalah pengaruh orang tua, teman, kepribadian.13 Demikian pula halnya dengan penelitian ini, faktor yang menentukan perilaku merokok pada anak-anak karena melihat orang tuanya merokok, ajakan teman untuk merokok serta dari kepribadiannya yang ingin tampak kelihatan dewasa, dan keren serta ke arah rasa keinginan mencari kesenangan. Selain itu anak-anak memiliki tempattempat khusus yang digemarinya untuk merokok yaitu rumah, lapangan di sekolah dan kebun. Hampir semua anakanak melakukan aktivitas merokok diluar rumah pada sore hari.
55
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus pada tanggal 9 Juni sampai dengan 22 Juni 2012 diperoleh kesimpulan, Sebagian besar responden baik yang merokok maupun yang tidak merokok tahu bahwa rokok itu bahaya, tetapi tidak mampu memberikan penjelasan lebih detil/lanjut tentang bahaya dari rokok. Mereka mendapatkan informasi dari TV, radio, internet, serta orang tua. Baik anak yang merokok maupun anak yang tidak merokok tak setuju bila anak-anak merokok. Alasan anak yang merokok tetap merokok karena mereka sudah terlanjur jadi perokok. Kebanyakan dari mereka, merokok karena ajakan teman. Anak-anak yang merokok biasanya mereka merokok seusai jam pulang sekolah di lingkungan sekolah atau lapangan secara bersama-sama. dari mereka yang merokok mengatakan ada yang bisa menghabiskan sampai 10 batang perhari dan awal mula mereka merokok karena diajak oleh teman, namun ada juga yang ingin merokok karena melihat bapaknya merokok. Sedangkan anakanak yang tidak merokok kebanyakan menyatakan bukan karena alasan kesehatan, tetapi karena merasa merasa belum cukup umur sehingga tidak pantas merokok dan takut dimarahi orang tua. sehingga ada juga yang mengatakan ingin merokok ketika dewasa nanti. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka penulis menyarankan, Orang tua harus lebih aktif dalam memberi informasi kepada anaknya tentang bahaya rokok dan pengawasan perilaku anak agar tidak merokok. Petugas kesehatan harus lebih aktif memberikan informasi tentang rokok pada anak-anak, bagi industri rokok harus mempunyai tanggung jawab sosial terhadap efek terhadap anak-anak. REFERENSI 1. Wijaya A.M. 2011. data dan situasi rokok (cigarette) Indonesia terbaru. Website:http://www.infodokterku.com/index .php?option=com_content&view=article&id =143:data-dan-situasi-rokok-cigaretteindonesia-terbaru&catid=40:data&Ite. Diakses 18 Januari 2012.
56
ISSN 1693-3443 2.
3. 4.
5.
6. 7. 8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Mu’tadin zainun. 2002. Ada Apa Dengan Merokok. Website:Http://Mu’tadin.www.epsikologi.com.Html. Diakses 10 April 2012 Moleong, L. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Adit. 2002. Bye..Bye..Smoke. Jakarta: PT. TriEks Trimacindo. Sukendro Suryo. 2007. Filosofi Rokok: Sehat Tanpa Berhenti Merokok. Jaya. Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Rizma, Jakarta. Komasari,D dan Helmi,AF. 2002. FaktorFaktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal psikologi, UGM 2. Yogyakarta: UGM Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Nomor 19 tahun 2003 yaitu tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Nomor 2269/MENKES/PER/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Alamsyah, Rika M. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi kebiasaan Merokok dan Hubungannya dengan Status penyakit Peridontal Remaja. Disertasi Program Pasca Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Medan : IKM USU. Amelia Adisti. 2009. Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-laki. Medan: Fakultas Psikologi USU. http://repository.usu.ac.id. didownload 18 Januari 2012 Sukaenah. 1993. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Murid Sekolah Dasar Kelas V dan VI Tentang Rokok di Jakarta. Skripsi. Jakarta : FK UI. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI). FCTC. 2011.
ISSN 1693-3443
16.
17.
18.
19.
http://www.tcscindo.org/html/data_fact_she et.php, diakses pada 28 Agustus 2012. Pusat Promosi Kesehatan. 2010. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Profil kudus. 2011. Website: http://www.kuduskab.go.id/index.php. Diakses 29 Maret 2012 Sitepoe, Mangku. 2004. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Widiasana. Rochadi, K. 2004. Hubungan Konformitas dengan perilaku Merokok pada Remaja sekolah SMUN di 5 wilayah DKI Jakarta. Disertasi Program Pasca Program Studi Ilmu
J. Kesehat. Masy. Indones. 9(1): 2014
20. 21.
22.
23.
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sirait,M.A dkk. 2001. Perilaku merokok di Indonesia. Jurnal FKM, Medan : USU. Dahlan Djawad. 2010. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. Indri Kemala Nasution. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan: Fakultas Psikologi USU. Global Youth Tobacco Survey. 2008. http://www.healthmetricsandevaluation.org/ ghdx/record/cook-islands-global-youthtobacco-survey-2008, diakses pada 28 agustus 2012.
57