VOL. 4, NO. 1, MARET 2010
ISSN: 1978 - 3116
JEB VOL. 4, NO. 1, MARET 2010: 1-69
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK THE BODY SHOP Putri Nazma Maharani MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGKAT BUNGA DI INDONESIA Algifari PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN YANG AKAN MENJELANG PENSIUN DI PT. KRAKATAU STEEL CILEGON Deassy Ekoningtyas PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA MOTIVASI MAHASISWA SERTA DAMPAKNYA PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN, DAN KEPUASAN MAHASISWA Dilha Ayu Paramita MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN KOMPARASI NILAI TUKAR HARD CURRENCIES Heni Kusumawati M. Hadi Suparyono IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN WANITA PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN Mardatillah
JEB
VOL. 4
NO. 1
Hal 1-69
MARET 2010
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) EDITOR IN CHIEF Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL BOARD MEMBERS Baldric Siregar STIE YKPN Yogyakarta
Soeratno Universitas Gadjah Mada
Dody Hapsoro STIE YKPN Yogyakarta
Wisnu Prajogo STIE YKPN Yogyakarta
MANAGING EDITORS Sinta Sudarini STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL SECRETARY Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta PUBLISHER Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1406 Fax. (0274) 486155 EDITORIAL ADDRESS Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id O e-mail:
[email protected] Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit. JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK THE BODY SHOP Putri Nazma Maharani 1-20 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGKAT BUNGA DI INDONESIA Algifari 21-29 PENGARUH STRES KERJATERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN YANGAKAN MENJELANG PENSIUN DI PT. KRAKATAU STEELCILEGON Deassy Ekoningtyas 31-42 PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA MOTIVASI MAHASISWA SERTA DAMPAKNYA PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN, DAN KEPUASAN MAHASISWA Dilha Ayu Paramita 43-50 MENENTUKANACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN KOMPARASI NILAI TUKAR HARD CURRENCIES Heni Kusumawati M. Hadi Suparyono 51-61 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN WANITA PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN Mardatillah 63-69
ISSN: 1978-3116 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 1-20
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK THE BODY SHOP Putri Nazma Maharani E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This study examined the model development causal that can predict the green purchase intention on The Body Shop as green cosmetic. This study tested the influence of collectivist orientation, ecological knowledge, and ecological affect on green purchase intention. The data are collected by using questionnaires. The analysis of 150 respondents all of those are women who visit Ambarukmo Plaza. The result, based on analysis using structural equation modeling, indicated that the model tested had an acceptable fit. The finding implied that the relationship of collectivist orientation would increase ecological affect. Ecological affect significantly influence on green purchase intention. The implication of this research is relevant to academicians and practitioners in assisting them to explain of how the collectivist orientation and ecological affect influence green purchase intention. Keywords: green cosmetic, collectivist orientation, ecological knowledge, ecological affect, green purchase intention, structural equation modelling
PENDAHULUAN Kompleksitas isu lingkungan yang berkembang berdasarkan studi literatur tentang pemasaran lingkungan mengindikasi adanya pergeseran fokus
penekanan permasalahan, pendekatan teori, pengukuran instrumen, kategori obyek penelitian, desain penelitian, dan metode pengujiannya. Pergeseran perkembangan studi pemasaran lingkungan ini terjadi seiring dengan perubahan era paradigma bisnis, masyarakat dan keterkaitan dengan lingkungan (Junaedi, 2006). Pergeseran fokus permasalahan yang dapat dijelaskan dengan kajian literatur menunjukkan adanya evolusi berkaitan dengan kepedulian lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi evolusi kepedulian lingkungan antara lain karena fokus permasalahan lingkungan menjadi permasalahan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, teknikal atau sistem legalitas, permasalahan lingkungan yang bersifat lokal menjadi isu-isu global, sikap yang menganggap bisnis merupakan suatu permasalahan berubah menjadi bisnis sebagai bagian dari solusi permasalahan, dan faktor yang terakhir, yaitu cara pandang terhadap lingkungan yang lebih memfokuskan pada hubungan dinamik antara masyarakat bisnis dengan lingkungannya (Peattie, 1995). Studi tentang konsumsi yang mendasarkan pada keperilakuan mulai dilakukan setelah tahun 1990an yang lebih memfokuskan pada perilaku pasca beli konsumen, misalnya produk kemasan yang dapat didaur ulang, kertas yang dapat didaur ulang, deterjen yang ramah lingkungan, produk yang tidak dieksperimenkan pada binatang, aerosol yang tidak merusak lapisan ozon, bahan pangan organik, produk hemat energi, dan kosmetik hijau (Schlegelmilch et al., 1996; Johri dan Sahasakmontri, 1998; Ardianti, 2008).
1
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Teori keperilakuan dalam penelitian pemasaran lingkungan yang digunakan setelah tahun 1990-an lebih memfokuskan pada model struktural sikap tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif (Kalafatis et al., 1999; Chan, 1999). Ketiga komponen tersebut merupakan konstruksi model dari ilmu psikologi yang mendasari terbentuknya dimensi sikap. Namun berdasarkan temuan kajian literatur empiris mengungkap adanya hubungan yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku pada lingkungan, walaupun telah secara luas diteliti dengan kategori obyek penelitian, latar dan, desain penelitian serta metode pengujian yang berbeda-beda (Martin dan Simintras, 1995). Permasalahan lain yang memberi kontribusi ketidakkonsistenan hubungan sikap-perilaku adalah pilihan kategori produk sebagai obyek penelitian. Produk yang ramah lingkungan cenderung dipandang sebagai pilihan yang dapat diterima lingkungan sosial, sehingga lebih cenderung mencerminkan perilaku daripada niat untuk berwawasan lingkungan (Follows dan Jobber, 2000). Indikasi ini menunjukkan perlunya pendekatan spesifikasi obyek penelitian yang diamati. Kajian literatur empiris yang mengadopsi perspektif model sikap tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan konatif (Schifman dan Kanuk, 2004) mengungkap adanya beragam variabel prediktor untuk menjelaskan sikap terhadap kepedulian lingkungan. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap perilaku yang berwawasan lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu demografi, pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan perilaku (Chan, 1999; Chan dan Lau, 2000; Chan, 2001; Laroche et al., 2001; Follows dan Jobber, 2000). Perkembangan literatur pemasaran berwawasan lingkungan mengindikasi bahwa pengetahuan dalam riset perilaku konsumen merupakan konstrak yang relevan yang mempengaruhi seluruh tahap dalam proses pengambilan keputusan (Assael, 1998). Sikap kesadaran pada lingkungan terbentuk karena nilai-nilai yang diyakini pada suatu situasi yang spesifik dan digunakan oleh konsumen untuk memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan (Homer dan Kahle, 1988). Secara teoritis, nilai dapat mempengaruhi perilaku seseorang karena nilai akan berpengaruh terhadap perilaku dengan dimediasi oleh sikap. Nilainilai individu yang berpengaruh pada perilaku konsumen dibagi menjadi nilai yang berorientasi
2
individualis dan nilai yang berorientasi kolektivis (Sagy et al., 1999; Cukur et al., 2004). Studi literatur yang bertujuan membandingkan antarnegara atau antarkota mengungkap bahwa nilainilai budaya suatu masyarakat tertentu akan berpengaruh pada perilaku pembelian yang mempertimbangkan dampak pada lingkungan sosial (Chan dan Lau, 2000; Fotopoulos dan Krystallis, 2002). Berdasarkan permasalahan yang dihadapi negaranegara berkembang dalam meningkatkan pemasaran lingkungan, maka studi tentang pemasaran lingkungan menjadi isu relevan untuk dikaji lebih lanjut. Studi literatur empiris mengindikasi penelitian di negara berkembang relatif belum banyak dilakukan karena tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap isu-isu lingkungan. Salah satu isu lingkungan yang berkaitan dengan perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan adalah tentang perilaku konsumen dalam mengkonsumsi kosmetik hijau. Perbaikan mutu kehidupan dan gaya hidup sehat, telah mendorong masyarakat di berbagai negara dan mendorong gerakan gaya hidup sehat dengan tema global kembali ke alam (back to nature). Gerakan ini didasari bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam adalah baik dan berguna serta menjamin adanya keseimbangan. Kosmetik hijau telah menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi gaya hidup sehat ini. Kosmetik hijau sebagai produk yang ramah lingkungan sesuai untuk menjelaskan kesadaran konsumen akan ekologi dan lingkungan serta konsumen yang sadar kesehatan. Kesadaran lingkungan bukan hanya ideologi saja tetapi juga permasalahan “market competition” yang mempengaruhi perilaku konsumen. Pengetahuan konsumen penting diketahui untuk rantai penawaran secara keseluruhan dan khususnya untuk para pengecer (Junaedi, 2006). The Body Shop sebagai kosmetik hijau mengarahkan bisnisnya melalui pendekatan triple bottom lines yaitu profit, people, dan planet. Dengan demikian, profit bukan satu-satunya sumber energi bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Tanpa memperhitungkan people (aspek sosial) dan planet (aspek lingkungan), sebuah perusahaan tidak akan pernah dapat melanjutkan hidupnya. The Body Shop, sebuah perusahaan kosmetik yang didirikan Dame Anita Roddick, mempunyai misi mendedikasikan bisnisnya untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan ke
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
arah yang lebih baik. Nilai-nilai yang diimplementasikan adalah 5 core values, yaitu against animal testing, support community trade, activate self esteem, defend human right, dan protect our planet (Hutomo, 2006). Berdasarkan kompleksitas isu lingkungan yang semakin berkembang maka studi ini akan mengkaji model alternatif perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan dan dapat diprediksikan pada latar penelitian yang berbeda. Penelitian ini akan mengembangkan model kausal yang dapat memprediksi niat pembelian konsumen dari produk kosmetik hijau yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan menggunakan konteks Yogyakarta. Berdasarkan model kausal tersebut, penelitian ini berusaha menjelaskan fenomena adanya konsumen yang sadar akan lingkungan dan membuktikan faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli mereka pada produk-produk yang ramah lingkungan. Studi pemasaran lingkungan ini mencoba untuk memahami hubungan antara sikap yang dapat memprediksi niat beli konsumen pada produk ramah lingkungan. Dengan mengadopsi perspektif model sikap tiga komponen (Schifman dan Kanuk, 2004) maka pengetahuan ekologikal (Laroche et al., 2001), afek ekologikal (Chan, 1999), dan niat melakukan pembelian produk ramah lingkungan dapat dipandang sebagai komponen kognitif, afektif, dan konatif pada hubungan antara sikap-perilaku terhadap lingkungan. Lingkup penelitian ini adalah bidang pemasaran dan perilaku konsumen. Bidang pemasaran merupakan dasar perencanaan dan pelaksanaan strategi bauran pemasaran khususnya untuk strategi produk. Strategi ini adalah strategi dalam usaha menciptakan niat beli hijau. Perilaku konsumen cenderung melihat sisi internal dan eksternal konsumen, dimana keputusan pembelian suatu merk merupakan sebuah proses pengambilan keputusan yang beragam. Proses pengambilan keputusan pembelian kosmetik hijau merupakan proses pengambilan keputusan yang cukup kompleks karena melibatkan banyak faktor pertimbangan, seperti risiko yang berkaitan dengan kinerja, keuangan, risiko fisik, psikologis, dan waktu. Penelitian ini menganalisis -niat konsumen dalam pembelian produk The Body Shop sebagai kosmetik hijau di Yogyakarta. Penelitian ini juga dibatasi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi niat beli hijau konsumen seperti orientasi kolektivis, pengetahuan
ekologikal, dan afek ekologikal (Chan, 2001; Laroche et al., 2001; Chan dan Lau, 2000). MATERI DAN METODE PENELITIAN Perilaku manusia sangat kompleks dan untuk mempelajarinya dibutuhkan perhatian yang cukup serius. Perilaku pembeli sendiri (konsumen) akan timbul jika kebutuhan yang terangsang menimbulkan keinginan di dalam diri konsumen. Keinginan ini mengarahkan perilaku tindakan yang semula timbul dapat dikurangi. Perilaku konsumen menurut American Marketing Association yang dikutip oleh Dharmmesta (1993), diartikan sebagai interaksi yang dinamis antara kesadaran pengertian (cognition), perilaku, dan peristiwa lingkungan yang mendorong manusia melakukan aspek pertukaran tentang kehidupan mereka. Berdasarkan pengertian tersebut maka terdapat paling sedikit tiga hal penting, yaitu 1) perilaku konsumen itu bersifat dinamis; 2) perilaku konsumen melibatkan interaksi antara perasaan dan kesadaran, perilaku, dan peristiwa-peristiwa lingkungan; dan 3) perilaku konsumen itu melibatkan pertukaran. Ketiga hal tersebut tersirat bahwa perilaku konsumen itu sangat kompleks dan selalu berubah-ubah baik secara individual, kelompok, maupun keseluruhan. Perilaku konsumen bukanlah suatu perkara yang kecil karena setiap anggota masyarakat merupakan konsumen. Perilakunya sangat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan sebagai lembaga yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginannya seperti diungkapkan oleh Dharmmesta (1993), tujuan dari suatu bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan konsumen. Konsumen dapat dikembangkan dan dipertahankan melalui strategi pemasaran. Keberhasilan bisnis tergantung pada kualitas pemasaran dan kualitas strategi pemasaran tergantung pada pemahaman, layanan, dan cara mempengaruhi konsumen untuk mencapai tujuan organisasi. Kegiatan pembelian yang dilakukan oleh konsumen hanyalah merupakan salah satu tahap dari keseluruhan proses mental dan kegiatan-kegiatan fisik lain yang terjadi dalam proses pembelian pada suatu periode waktu tertentu, serta pemenuhan kebutuhan tertentu. Banyak peranan atau faktor yang mempengaruhi setiap tahap dalam proses pembelian,
3
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
baik ekstern maupun intern. Perusahaan harus memahami apa yang terjadi dalam tiap tahap dari proses pembelian, sehingga dapat menyusun kegiatan pemasarannya atas dasar tahap-tahap tersebut. Secara realistis dalam menganalisis perilaku konsumen, harus dipelajari pula lingkungan sosial, psikologi individu, dan lembaga-lembaga lain yang mempengaruhi dan membatasi setiap tahap perilaku konsumen dalam proses pembeliannya (Assael, 1998). Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada dasarnya, proses pengambilan keputusan semua
orang adalah sama (mulai dari pengenalan kebutuhan sampai evaluasi perilaku purna beli), namun tidak semua situasi pembelian melalui tahap tersebut (Assael, 1998). Tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan konsumen terdiri dari lima tahap, yaitu 1) mengidentifikasi masalah (kebutuhan dan keinginan); 2) melakukan pencarian alternatif yang dapat mengatasi masalah (alternatif barang dan jasa); 3) mengevaluasi alternatif-alternatif pemecahannya (mengevaluasi barang dan jasa yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan); 4) mengambil keputusan atau memilih alternatif melakukan pembelian; dan 5) mengevaluasi seberapa jauh alternatif yang sudah dipilih itu dapat mengatasi masalah (perilaku purna beli).
Lingkungan
Proses Interpretasi
Cognitive processes
Perhatian Pemahaman
Ingatan
Pengetahuan, arti, dan kepercayaan
Pengetahuan, arti, dan kepercayaaan
Proses Integrasi
Sikap dan Keinginan Pengambilan Keputusan
Perilaku
Sumber: Peter dan Olson (2005). Gambar 1 Model Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen
4
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen akan melibatkan konsepkonsep keperilakuan yang penting. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut baik itu intern ataupun ekstern. Perusahaan ataupun organisasi yang memasarkan produknya harus dapat memahami faktor-faktor tersebut yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memasarkan produknya. Gambar 1 menyajikan suatu model pengambilan keputusan konsumen yang menonjolkan ketiga ciri interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan. Konsumen harus menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi di lingkungan sekitarnya. Dalam proses ketiga hal tersebut menciptakan pengetahuan, arti, dan kepercayaan baru tentang lingkungan serta posisi ketiga hal tersebut di dalamnya. Proses interpretasi mensyaratkan eksposur pada informasi dan melibatkan dua proses kognitif yang terkait dengan perhatian dan pemahaman. Perhatian mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang harus diabaikan. Sedangkan pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan arti subyektif dari informasi dan oleh karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan personal. Pengetahuan, arti, dan kepercayaan seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 dapat diartikan bahwa ketiga hal tersebut dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan digunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi menyangkut bagaimana konsumen mengkombinasikan berbagai jenis pengetahuan 1) untuk membentuk evaluasi produk, objek lain, serta perilaku dan (2) untuk membentuk pilihan diantara beberapa perilaku alternatif, seperti pembelian.
Dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks, konsumen akan mengevaluasi beberapa merk secara menyeluruh dan mendetail. Dalam hal ini konsumen akan mencari informasi sebanyakbanyaknya serta akan mengevaluasi beberapa merk alternatif yang ada. Oleh karena itu, proses yang digunakan oleh konsumen untuk menilai produk dari sudut pandang kebutuhannya juga betul-betul dipertimbangkan. Dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks melibatkan evaluasi yang dilakukan oleh konsumen terhadap merk setelah pembelian, kepuasan konsumen, dan evaluasi pasca pembelian. Beberapa kondisi seperti kemudahan untuk mengakses pencarian informasi merupakan salah satu yang mendukung proses pengambilan keputusan yang kompleks. Dimana proses pengambilan keputusan yang kompleks tidak akan terjadi apabila keputusan harus dibuat secara cepat (Assael, 1998). Kondisi lainnya untuk pengambilan keputusan yang kompleks adalah tersedianya informasi yang cukup untuk mengevaluasi merk-merk alternatif. Namun demikian, dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks dibutuhkan kemampuan untuk memproses informasi oleh konsumen. Riset tentang decision making telah mengidentifikasi lima tahap proses keputusan, yaitu 1) pengenalan masalah; 2) pencarian informasi; 3) mengevaluasi alternatif merk yang ada; (4) pemilihan; dan 5) hasil pemilihan yang dilakukan. Bagi konsumen yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks, maka tahap-tahap tersebut dapat diartikan ke dalam 1) pemunculan kebutuhan; 2) pemrosesan informasi yang dilakukan oleh konsumen; 3) evaluasi merk, 4) pembelian; dan (5) evaluasi pasca pembelian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 2. Consumer information processing
Need arrousal
Feedback
Post purchase evaluation
Purchase
Brand evaluation
Sumber: Assael (1998).
Gambar 2 Basic Model of Complex Decision Making
5
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Pengambilan keputusan yang kompleks hanyalah merupakan salah satu jenis pengambilan keputusan yang tidak akan terjadi setiap waktu. Jika pilihan itu berulang konsumen belajar dari pengalaman yang lampau dan dengan sedikit atau tanpa pembuatan keputusan membeli merk yang paling memuaskan. Brand loyalty semacam ini merupakan hasil kepuasan yang berulang dan suatu komitmen yang kuat terhadap brand tertentu. Dalam setiap kasus, pembelian itu penting bagi konsumen. Konsumen menetapkan brand loyalty berdasarkan kepuasannya pada waktu pembelian yang lampau. Sebagai hasilnya, pencarian informasi dan evaluasi merk terbatas atau tidak ada karena konsumen telah memutuskan untuk membeli lagi merek yang sama (Assael, 1998). Pada pembuatan keputusan yang kompleks, konsumen mengevaluasi merk-merk dengan cara menyeluruh dan mendetail. Lebih banyak informasi yang dicari dan lebih banyak merk yang dievaluasi daripada di dalam situasi pembuatan keputusan tipe yang lain. Pembuatan yang kompleks itu agaknya paling banyak terjadi untuk kategori produk tertentu, seperti 1) produk yang berharga tinggi; 2) produk yang diasosiasikan dengan resiko performace (produkproduk kedokteran, mobil dan sepeda motor); 3) produk yang kompleks (CD player, personal computer, specialty goods (peralatan oleh raga dan perabot rumah tangga); dan 4) produk yang diasosiasikan dengan one’s ego (pakaian, kosmetik). Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan konsumen dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan yang ditimbulkan oleh stimulus. Dengan kata lain, seseorang merasa terlibat atau tidak terhadap suatu produk ditentukan oleh apakah dia merasa penting atau tidak dalam pengambilan keputusan pembelian produk. Pemenuhan kebutuhan konsumen merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemasar. Dengan terjadinya krisis lingkungan menuntut adanya peningkatan kepedulian sosial dan pengetahuan lingkungan bagi konsumen. Dengan demikian akan mempengaruhi pertumbuhan perilaku konsumen yang bertanggungjawab pada lingkungan. Oleh karena itu, pada saat ini perhatian pemasar harus banyak dicurahkan pada pemasaran lingkungan. Implikasi yang paling signifikan dari kondisi tersebut bagi pemasar barang dan jasa konsumen adalah bahwa tindakan
6
konsumen didasarkan atas nilai-nilai konsumen melalui kekuatan keputusan pembelian mereka (Dharmmesta, 1997). Di sini peran konsumen menjadi suatu hal yang esensial. Konsumen yang memutuskan untuk melakukan suatu pembelian produk tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Pada umumnya suatu peristiwa konsumsi dipandang sebagai proses ekonomik, namun pada kenyataannya konsumsi juga merupakan suatu proses sosial dan budaya yang diindikasikan melalui simbol-simbol (Peattie, 1995). Dalam era pemasaran baru, produk-produk dievaluasi tidak hanya berdasarkan kinerja atau harganya, namun juga berdasarkan tanggungjawab sosial konsumen. Dengan kata lain, nilai suatu produk mencakup aspekaspek keramahan lingkungan dari produk itu sendiri beserta kemasannya. Konsumen yang menghendaki produk yang berdampak minimal pada lingkungan disebut pelanggan hijau atau green customer. Berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris, Skotlandia dan Wales, konsumen hijau dapat diklasifikasikan menjadi konsumen berat, menengah, dan ringan. Konsumen hijau menurut Fotopoulos dan Krystallis (2002b) dibedakan menjadi konsumen yang tidak sadar (unaware consumers), konsumen yang sadar tetapi bukan pembeli (aware non-buyers), dan konsumen yang sadar dan membeli (aware buyers). Beberapa penelitian berupaya untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen yang berwawasan lingkungan yang berkaitan dengan implikasi pemasaran (Chan, 1999; Vlosky et al., 1999; Chan & Lau, 2000; Kalafatis et al., 1999; Follows & Jobber, 2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001; Laroche et al., 2001; Fotopoulos & Krystallis, 2002). Studi-studi tersebut mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian lingkungan dan perilaku pembelian yang berwawasan lingkungan. Temuan penelitian mengindikasi bahwa terdapat kecenderungan kepedulian lingkungan yang kuat dan konsumen lebih memilih produk-produk yang ramah lingkungan. Meningkatnya permintaan produkproduk ramah lingkungan ini ditanggapi beberapa perusahaan dengan baik, walaupun masih banyak perusahaan yang belum mempedulikan permasalahan pemasaran lingkungan. Revolusi pemasaran hijau terjadi karena terbukti bahwa 30 sampai 40 persen degradasi lingkungan dikarenakan oleh aktivitas perilaku konsumsi rumah tangga (Chan, 1996). Hal ini
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
menunjukkan bahwa jika konsumen memperlihatkan sikap yang positif terhadap isu-isu lingkungan maka akan memiliki perilaku konsumsi yang mengarah pada kesadaran lingkungan. Studi tentang sikap dan perilaku konsumen pada kepedulian lingkungan telah dilakukan oleh Chan (1999) di Cina. Studi tersebut menghasilkan temuan bahwa kepedulian lingkungan masyarakat Cina masih rendah walaupun mereka sangat ingin menanggulangi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Untuk mendukung pergerakan revolusi hijau di Cina, para pemasar dan pemerintah perlu mendorong kepedulian lingkungan dalam bentuk komitmen aktual konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Dalam studi yang dilakukan Chan dan Lau (2000) dengan latar China mengindikasi bahwa pengetahuan ekologikal masyarakat Cina dan niatnya untuk melakukan pembelian produk ramah lingkungan juga relatif rendah. Studi tersebut bertujuan untuk menentukan pengaruh nilai budaya, afeksi ekologikal, dan pengetahuan ekologikal terhadap perilaku pembelian hijau konsumen Cina. Nilai budaya masyarakat Cina ternyata hanya berpengaruh pada afek ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan ekologikal. Dengan menggunakan model persamaan struktural untuk mengukur signifikansi afeksi ekologikal dan pengetahuan ekologikal pada niat beli hijau dan pembelian aktual hijau menunjukkan hubungan positif yang kuat. Hasilnya menyatakan bahwa tingkat pengetahuan konsumen Cina rendah dan perilaku pembelian hijau minimal. Perilaku pembelian konsumen yang berwawasan lingkungan juga diteliti oleh Follows dan Jobber (2000) dengan menggunakan produk popok bayi
Consumer values orientasi kolektivis
sekali pakai yang tidak ramah lingkungan dengan popok kain tradisional yang lebih ramah lingkungan. Penelitiannya bertujuan untuk mengembangkan model yang dapat memprediksi pembelian dari suatu jenis produk ramah lingkungan yang spesifik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai suatu produk akan berpengaruh pada sikap konsumen pada produk tersebut dan pada akhirnya akan berpengaruh pada niat dan perilaku pembelian. Konsekuensi individual yang berimplikasi personal dari pertimbangan konsumsi ditemukan sebagai hal penting dalam memprediksi niat beli seperti konsekuensi lingkungan dari suatu produk. Studi tersebut secara empiris menguji nilai-nilai tipologi sebagai dasar untuk menjelaskan pembentukan sikap konsumen yang bertanggung jawab sosial. Berdasar studi tentang perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan sebelumnya, maka studi ini merupakan studi empiris pengembangan model perilaku konsumen yang ramah lingkungan dengan obyek penelitian yang spesifik pada produk tertentu, dalam konteks studi ini adalah produk The Body Shop sebagai kosmetik hijau. Instrumen pengukuran variabel-variabel lingkungan dalam studi ini dioperasionalisasikan sebagai sikap pada niat yang spesifik untuk produk The Body Shop dengan latar konsumen Yogyakarta sehingga dapat dihasilkan temuan hubungan nilai-sikap yang konsisten. Tinjauan literatur studi ini berdasarkan pada rerangka konseptual hubungan antara nilai-nilai konsumen, kognitif, afektif, dan niat pembelian yang berkaitan dengan kesadaran lingkungan konsumen. Gambar 3 berikut ini menjelaskan rerangka hubungan antarvariabel-variabel tersebut.
Cognitive pengetahuan ekologikal
Affective afek ekologikal
Intention to purchase niat beli hijau
Sumber: Chan (1999), Chan dan Lau (2000), Chan (2001).
Gambar 3 Hubungan Antara Nilai Konsumen, Kognitif, Afektif, dan Niat Beli Konsumen Hijau
7
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Model penelitian berikut ini merupakan pengembangan hasil sintesis beberapa model penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Chan, 1999; Chan & Lau, 2000; Chan, 2001). Pengembangan model ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel orientasi nilai, pengetahuan lingkungan, dan afek lingkungan pada komitmen melakukan pembelian The Body Shop sebagai produk ramah lingkungan.
afek ekologikal
H5 (+)
W
H1 (+) W
W
H3 (+)
niat beli hijau
H2 (+) W
orientasi nilai kolektivis
W
pengetahuan ekologikal
H4 (+)
Sumber: Chan (1999), Chan (2001), Chan dan Lau (2000).
Gambar 4 Model Penelitian Perilaku Konsumen yang Berwawasan Lingkungan Sikap terbentuk berdasarkan nilai-nilai yang diyakini pada suatu situasi yang spesifik dan digunakan oleh konsumen untuk memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan (Homer & Kahle, 1988). Nilainilai konsumen ini bersifat lebih stabil namun lebih abstrak dibandingkan dengan sikap maupun tindakan seorang konsumen. Secara teoritis, nilai dapat mempengaruhi perilaku seseorang karena nilai adalah kognisi yang paling abstrak, namun nilai akan berpengaruh terhadap perilaku dengan dimediasi oleh sikap. Menurut Hofstede (2005), orientasi sosial merupakan kepercayaan seseorang mengenai pentingnya individu dibandingkan kelompok di mana orang tersebut berada. Dua kutub yang berlawanan dalam orientasi sosial adalah individualisme dan kolektivisme. Individualisme merupakan keyakinan budaya bahwa seseorang harus didahulukan. Sebaliknya, kolektivisme merupakan keyakinan bahwa
8
kelompok harus didahulukan. Kolektivisme mencerminkan konsumen yang suka bekerja sama, senang membantu orang lain, dan lebih mempertimbangkan tujuan kelompok daripada tujuan individual. Kelompok konsumen kolektivistis ini akan mendukung adanya program ramah lingkungan. Orientasi nilai konsumen yang berkaitan dengan budaya masyarakat Indonesia masih belum banyak dieksplorasi. Namun, dari tinjauan teoritis menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya suatu masyarakat tertentu akan berpengaruh pada perilaku pembelian yang mempertimbangkan dampak pada sosial lingkungan (Chan & Lau, 2000; Fotopoulos & Krystallis, 2002). Konsumen yang memutuskan untuk melakukan suatu pembelian produk tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Dengan demikian, walaupun afek ekologikal dan pengetahuan ekologikal sebagai indikator kepedulian konsumen pada lingkungan tetapi keduanya merupakan dua variabel berbeda yang bersifat independen (Martin & Simintras, 1995). Namun studi yang dilakukan McCarty dan Shrum (1994) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada orientasi nilai konsumen terhadap sikap konsumen menggunakan produk-produk daur ulang. Seorang individu yang memperhatikan produk daur ulang diharapkan memiliki nilai-nilai yang kuat sehingga memahami perilaku yang ramah lingkungan dengan mempertimbangkan pengaruhnya. Sedangkan menurut Chan dan Lau (2000), orientasi nilai kealamiahan manusia ini akan mengarahkan pada pengaruh yang positif terhadap afek ekologikal, pengetahuan ekologikal, dan komitmen untuk melakukan pembelian produk yang ramah lingkungan. Berdasar penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa orientasi nilai konsumen akan meningkatkan afek ekologikal dan pengetahuan ekologikal konsumen sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh positif pada afek ekologikal. H2: Orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal. Studi yang dilakukan Chan (2001) menguji hubungan antara konstraks variabel ekologikal yang dikembangkan berdasarkan kerangka kognitif-afektifkonatif. Chan menjelaskan bahwa pengetahuan lingkungan seorang konsumen akan mempengaruhi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
respon afektif secara positif yang mengarahkan pada respon konatif, yaitu perilaku yang bertanggungjawab sosial. Niat berperilaku diindikasikan dengan komitmen verbal sedangkan perilaku diindikasikan dengan komitmen aktual. Konsisten dengan bukti empiris yang mendukung hubungan positif antara afek ekologikal dan perilaku, mengindikasi bahwa orang dengan sedikit pengetahuan pada lingkungan kebanyakan masih menunjukkan emosional yang tinggi. Ini berarti mengindikasi bahwa orang lebih emosional dengan lingkungan daripada dengan kemampuan pengetahuannya (Chan & Lau, 2000). Berdasarkan argumen tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Semakin tinggi pengetahuan ekologikal akan meningkatkan afek ekologikal konsumen. Dalam literatur ilmu keperilakuan terdapat hubungan asosiasi positif antara pengetahuan dan perilaku, namun temuan-temuan empiris tentang perilaku pembelian produk ramah lingkungan mengindikasi bahwa hubungan antara pengetahuan ekologikal dan perilaku masih bersifat inkonklusif (Martin & Simintras, 1995; Laroche et al., 2001). Hasil temuan empiris pengaruh pengetahuan konsumen terhadap niat dan perilaku konsumen masih kontroversional. Menurut temuan Maloney dan Ward (1973) yang dikutip Laroche et al. (2001) melaporkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan lingkungan dengan perilaku ekologikal, namun penelitian Chan (1999) menemukan bahwa pengetahuan ekologikal merupakan prediktor yang signifikan dari perilaku konsumen untuk bertanggung jawab pada lingkungan. Berdasarkan argumen tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Semakin tinggi pengetahuan ekologikal konsumen akan semakin meningkatkan niat beli konsumen pada produk-produk ramah lingkungan. Tinjauan literatur empirik menunjukkan adanya konsistensi hubungan positif antara afek ekologikal (rasa emosional konsumen terhadap lingkungan) dan niat pembelian produk yang ramah lingkungan (Chan, 1999; Chan & Lau, 2000). Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat lebih emosional terhadap dampak sosial lingkungan daripada terhadap pengetahuan lingkungan. Berdasarkan argumen tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5:
Semakin tinggi afek ekologikal akan semakin meningkatkan niat beli konsumen pada produkproduk ramah lingkungan. Populasi penelitian ini adalah wanita pengunjung Plaza Ambarukmo dengan tingkat pendidikan minimal lulus SMA yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti menetapkan responden wanita karena sebagian besar produk The Body Shop adalah untuk wanita. Plaza Ambarukmo dipilih karena merupakan tempat di mana terdapat satu-satunya outlet The Body Shop di Yogyakarta sehingga pengunjungnya diharapkan mewakili masyarakat Yogyakarta yang mengenal produk The Body Shop. Kriteria minimal lulus SMA karena tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan (Ardianti, 2008). Berdasarkan populasi yang ada maka peneliti menentukan sampel dengan metode nonprobability sampling, yaitu tidak semua unsur populasi memperoleh kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Metode nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode convenience dengan memilih anggota populasi yang paling mudah ditemui sebagai responden (Sekaran, 2003). Selain menggunakan teknik convenience sampling, penulis juga meng-gunakan teknik purposive sampling yaitu prosedur untuk mendapatkan unit sampel menurut tujuan penelitian (Kuncoro, 2003). Kriteria yang digunakan dalam penyampelan adalah bahwa responden penelitian ini merupakan pengunjung Plaza Ambarukmo dan bertempat tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik (Kuncoro, 2003). Data dinyatakan dalam skala interval yaitu data yang diukur dengan jarak di antara dua titik yang sudah diketahui. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari responden dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dipandang memiliki relevansi dengan topik yang akan diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survey yaitu dengan menggunakan pertanyaan atau kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada responden yang berjumlah 150 orang untuk ditanggapi dan diisi kemudian diserahkan kembali secara langsung pula
9
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
kepada peneliti dengan tujuan meningkatkan jumlah pengembalian kuesioner. Penelitian ini menguji variabel yang terbagi dalam variabel independen, variabel intervening/ mediasi dan variabel dependen. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen secara positif ataupun negatif dan dapat mengakibatkan perubahan pada variabel dependen (Kuncoro, 2003). Orientasi kolektivis sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Variabel pengetahuan ekologikal dan afek ekologikal sebagai variabel mediasi, yaitu variabel yang muncul di antara waktu variabel independen bekerja untuk mempengaruhi variabel dependen dan berpengaruh terhadap variabel dependen (Kuncoro, 2003). Variabel dependen adalah variabel utama yang akan diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah niat beli hijau. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner untuk memperoleh data dari responden yang kemudian diukur dengan skala interval 5 poin. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Chan, 2001; Chan dan Lau, 2000) yang telah disesuaikan dengan produk yang dipilih dalam penelitian ini. Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan instrumen penelitian dalam mengukur hal-hal yang seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan factor analysis, sedangkan validitas yang diuji adalah construct validity. Menurut Hair et al. (1998) factor score e” 0,3 dipertimbangkan sebagai batas minimal, factor score ± 0,4 dipertimbangkan lebih penting dan jika factor score e” 0,5 diterima secara signifikan. Pada penelitian ini digunakan factor score e” 0,5 atau batas penerimaan secara signifikan. Responden yang digunakan dalam pengujian ini sebanyak 30 responden. Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian validitas sampel kecil.
10
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Sampel Kecil 1 OK1 OK2 OK3 PE1 PE2 PE3 PE4 PE5 PE6 PE7 AE1 AE2 AE3 AE4 AE5 NBH1 NBH2 NBH3
Component 2 3
4 .541
.506 .508 .830 .758
.624 .613 .717 .752 .780 .879 .739 .945 .941 .877
Berdasarkan hasil rotasi terlihat bahwa hanya item pertanyaan afek ekologikal dan niat beli hijau yang hasilnya mengelompok pada satu komponen. Item pertanyaan lain tidak mengelompok. Hal itu mungkin dikarenakan ukuran sampel yang dihitung jumlahnya sedikit atau item pertanyaan yang disertakan terlalu banyak. Namun karena ini merupakan pengujian pada sampel kecil, maka item-item tersebut akan tetap disertakan pada pengujian sampel besar. Reliabilitas dari suatu pengukuran mencerminkan apakah suatu pengukuran terbebas dari kesalahan sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten pada kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing butir dalam instrumen (Sekaran, 2003). Dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha dan item to total correlation. Menurut Sekaran (2003), terdapat pedoman dalam pengujian koefisien Cronbach’s Alpha dan uji reliabilitas, jika koefisien Cronbach’s Alpha kurang dari 0,60 menandakan tingkat reliabilitas yang kurang baik, Cronbach’s Alpha 0,60 sampai dengan 0,80 menandakan tingkat reliabilitas yang baik. Semakin besar nilai koefisien Cronbach Alpha, maka instrumen penelitian dan data yang diperoleh memiliki konsistensi yang baik, handal dan dapat dipercaya. Sedangkan item to total correlation masing-masing butir harus lebih besar dari 0,5. Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian reliabilitas sampel kecil.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Sampel Kecil
Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa hanya variabel niat beli hijau yang nilai Cronbach’s Alpha menunjukkan angka lebih besar dari 0,60 dan Corrected Item to Total Correlation lebih besar dari 0,5. Instrumen selain niat beli hijau belum reliabel, hal tersebut mungkin dikarenakan ukuran sampel yang dihitung jumlahnya sedikit atau item pertanyaan yang disertakan terlalu banyak. Namun karena ini merupakan pengujian pada sampel kecil, maka item-item tersebut akan tetap disertakan pada pengujian sampel besar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). SEM merupakan teknik multivariate yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk mengestimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et al., 1998). Analisis statistik ini mengestimasi beberapa persamaan regresi yang terpisah, tapi saling berhubungan secara bersamaan (simultaneously). Dalam analisis ini terdapat beberapa variabel dependen dan variabel dependen ini bisa menjadi variabel independen bagi variabel dependen yang lain. Pada penelitian ini digunakan AMOS untuk menganalisa hubungan model struktural yang diusulkan.
Hair et al. (1998) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 5 (lima) langkah yaitu 1) pengembangan model berdasar teori. Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dipilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritris untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam model merupakan deduksi dari teori; 2) menyusun diagram jalur dan persamaan struktural. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antara kontruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstruk laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest; 3) memilih jenis input matrik dan estimasi model yang diusulkan. Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariat lainnya. SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/ kovarian atau matrik korelasi. Data mentah observasi individu dapat dimasukkan dalam program AMOS,
11
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
tetapi program AMOS akan mengubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Matrik kovarian memiliki kelebihan daripada matrik korelasi dalam memberikan validitas perbandingan antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda. Namum demikian interpretasi hasil lebih sulit jika menggunakan matrik kovarian oleh karena nilai koefisien harus diinterpretasikan atas dasar unit pengukuran konstruk. Matrik korelasi memiliki range umum yang memungkinkan membandingkan langsung koefisien dalam model; 4) menilai identifikasi model struktural. Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi 1) adanya nilai standard error yang besar untuk satu atau lebih koefisien; 2) ketidakmampuan program untuk invert information matrik; 3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif; 4) adanya nilai korelasi yang tinggi (>0,90) antarkoefisien estimasi. Jika diketahui ada problem identifikasi maka ada tiga hal yang harus dilihat, yaitu 1) besarnya jumlah koefisien yang diestimasi relatif terhadap jumlah kovarian atau korelasi, yang diidentifikasikan dengan nilai degree of freedom yang kecil; 2) digunakannya pengaruh timbal balik atau resiprokal antarkonstruk (model non-recursive); dan 3) kegagalan dalam menetapkan nilai tetap pada skala konstruk; 5) menilai kriteria Goodness-of-Fit Langkah yang harus dilakukan sebelum menilai kelayakan dari model struktural adalah menilai apakah data yang akan diolah memenuhi asumsi model persamaan struktural. Goodness-of-Fit mengukur kesesuaian input observasi (matrik kovarian atau korelasi) dengan prediksi dari model yang diajukan (proposed model). Ada tiga jenis ukuran goodness-offit yaitu 1) absolute fit measures; 2) incremental fit measures; dan 3) parsimonious fit measures. Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus
12
dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di crossvalidated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima. HASIL PENELITIAN Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 150 orang. Dari seluruh kuesioner yang disebar tersebut, peneliti mendapatkan jumlah pengembalian kuesioner sebanyak 150 dengan demikian respon rate dalam penelitian ini adalah 100%. Adapun karakteristik responden adalah wanita pengunjung Plaza Ambarukmo dengan tingkat pendidikan minimal lulus SMA yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Distribusi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Usia < 20 tahun 20-30 tahun > 30 tahun Total
Frekuensi 26 115 9 150
Persentase 17,33% 76,67% 6% 100%
Persentase terbesar usia responden adalah berusia 2030 tahun, yaitu sebesar 76,67% berarti responden yang menjadi konsumen produk The Body Shop sebagian besar adalah mahasiswa dan karyawan berdasarkan kategori umur kelompok tersebut. Pengukuran validitas dilakukan dengan analisis faktor untuk meyakinkan bahwa pengukuran mengukur apa yang seharusnya diukur. Ukuran kevalidan dilihat dari nilai Keyser-Meyer-Olkin (KMO) kurang lebih sebesar 0,5. Dalam pengujian awal nilai KMO sebesar 0,744. Setelah dilakukan rotasi, dapat dilihat bahwa itemitem pertanyaan dalam satu variabel sudah mengelompok pada satu komponen. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa seluruh item pertanyaan pada variabel yang sama telah mengelompok pada satu komponen yang sama.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Tabel 4 Rotated Component Matrix 1 OK1 OK2 OK3 PE1 PE2 PE3 PE4 PE5 PE6 PE7 AE1 AE2 AE3 AE4 AE5 NBH1 NBH2 NBH3
Component 2 3
4 .779 .800 .647
.689 .749 .681 .597 .768 .744 .8569
Reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner sebagai indikator dari variabel atau konstruk. Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 5. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten. Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Hal ini dapat dilihat dari Cronbach’s Alpha (á) yang nilainya di atas 0,6 berkisar antara 0,635 sampai dengan 0,926. Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, diketahui bahwa item-item yang valid dan reliabel adalah OK1, OK2, OK3, PE1, PE2, PE3, PE4, PE5, PE6, PE7, AE1, AE2, AE3, AE4, AE5, NBH1, NBH2, dan NBH3.
.639 .778 .781 .742 .604 .910 .926 .900
Sumber: Data olahan.
Tabel 5 Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar
Sumber: Data olahan.
13
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
0.022994
E2 W
AE
0.052342
1
0.050654
E3
W
E1
0.282319
W
E5
W
1 W
1
AFEK EKOLOGIKAL
OK
W
NBH
W
W
0.314315
0.808499
W
W
ORIENTASI NILAI KOLEKTIVIS
W
NIAT BELI HIJAU W
1 W
E6
PENGETAHUAN EKOLOGIKAL W
1 W
1
0.411004
PE
E7
W
0.037899
E4
Gambar 5 Model Struktural Sebelum melakukan pengujian model struktural dengan SEM, terlebih dahulu dipenuhi beberapa asumsi, yaitu 1) uji kecukupan sampel. Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 sampel. Menurut Ghozali (2005), dengan model estimasi menggunakan Maximum Likelihood (ML) minimum diperlukan sampel 100. Oleh karena itu, jumlah sampel telah memenuhi asumsi kecukupan sampel; 2) uji
normalitas. Menurut Ghozali (2005), evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical skewness value sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio skewness value di bawah harga mutlak 2,58. Hasil output normalitas data terlihat pada Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6 Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data olahan.
14
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Pada Tabel 6, sebagian besar nilai critical ratio untuk skewness dan kurtosis menunjukkan nilai yang lebih besar dari ± 2,58 (C.R. e” ± 2,58). Ini berarti sebagian besar nilai critical ratio pada skewness maupun kurtosis tidak normal, sehingga tidak memenuhi asumsi normalitas data pada level á = 0,01, baik secara univariate maupun multivariate. Oleh karena itu, maka data tidak terdistribusi normal. Asumsi normalitas secara multivariat yang tidak dapat dipenuhi dalam pengujian SEM dalam penelitian ini dapat diabaikan dan analisis dapat tetap dilanjutkan, karena data yang digunakan adalah data yang dimasukkan apa adanya, yang didapat dari data primer sehingga memungkinkan adanya respon dari setiap individu yang sangat beragam; 3) evaluasi terhadap kriteria Goodness-of Fit dari model struktural yang telah diestimasi, disajikan dalam Tabel 7 berikut ini: Pada pengujian ini, goodness-of-fit yang digunakan adalah absolute fit measures sehingga nilai
yang dilihat sebagai tolok ukurnya adalah nilai CMIN/ DF, GFI, dan RMSEA. Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa nilai Chi-Square menunjukkan angka 1,450 tetapi indeks ini tidak menjadi satu-satunya dasar untuk menentukan model tersebut fit atau tidak. Nilai CMIN/ DF, GFI, dan RMSEA sudah dapat memenuhi nilai yang disyaratkan (cut-off value) sebagai syarat fit sebuah model struktural. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model tersebut fit. PEMBAHASAN Untuk menguji hipotesis yang diajukan dapat dilihat hasil koefisien standardized regression (Ghozali, 2005). Hubungan kausalitas dikatakan signifikan apabila nilai parameter estimasi kedua konstruk memiliki nilai C.R. e” ± 2,326 dan C.R. e” ± 1,645 pada tingkat signifikansi á = 0,01 dan á = 0,05. Tabel 8 berikut merupakan hasil perhitungan regression weight.
Tabel 7 Hasil Goodness-of-Fit
Sumber: Data olahan.
Tabel 8 Regression Weight
Sumber: Data olahan. *) Tingkat Signifikansi 1%
15
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Pada hipotesis 1, nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara orientasi nilai kolektivis pada afek ekologikal adalah 2,379 atau C.R. e” ± 2,326. Ini berarti signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 1%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis tidak berpengaruh positif pada afek ekologikal ditolak, sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis berpengaruh positif pada afek ekologikal diterima. Hal ini konsisten dengan McCarty dan Shrum (1994) dan Chan dan Lau (2000). Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa orientasi nilai kolektivis akan meningkatkan afek ekologikal konsumen. Chan dan Lau (2000) beragumentasi bahwa orientasi nilai kealamiahan manusia akan mengarahkan pada pengaruh yang positif terhadap afek ekologikal sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi orientasi nilai kolektivis akan dapat meningkatkan afek ekologikal konsumen. Pada hipotesis 2, nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara orientasi nilai kolektivis pada pengetahuan ekologikal adalah -0,196 atau C.R. d” ±1,645. Ini berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 5%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis tidak berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal diterima, sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa orientasi nilai kolektivis berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal ditolak. Hal ini tidak konsisten dengan Chan dan Lau (2000) yang menegaskan bahwa orientasi nilai kealamiahan manusia berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal. Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi orientasi nilai kolektivis maka tidak akan berpengaruh pada pengetahuan ekologikal konsumen. Tidak signifikannya hipotesis ini kemungkinan karena tingkat kesadaran masyarakat di negara berkembang relatif rendah terhadap isu-isu lingkungan (Chan, 1999). Nilai budaya masyarakat ternyata hanya berpengaruh pada afek ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan ekologikalnya. Pada hipotesis 3, nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara pengetahuan ekologikal pada afek ekologikal adalah 1,532 atau C.R. d” ±1,645. Ini berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 5% sehingga hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan ekologikal tidak signifikan
16
berpengaruh pada afek ekologikal. Hal ini tidak konsisten dengan Chan (2001) dan Chan dan Lau (2000) yang menegaskan bahwa pengetahuan ekologikal berpengaruh positif pada afek ekologikal. Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi pengetahuan ekologikal tidak akan berpengaruh pada afek ekologikal konsumen. Tidak signifikannya hipotesis ini kemungkinan karena karakteristik responden. Konsumen cenderung memilih setuju atau sangat setuju ketika menghadapi pertanyaan mengenai pengetahuan ekologikal walaupun tidak paham. Pada hipotesis 4, nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara pengetahuan ekologikal pada niat beli hijau adalah -0,419 atau C.R. d” ±1,645. Ini berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 5%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa pengetahuan ekologikal tidak berpengaruh positif pada niat beli hijau diterima, sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa pengetahuan ekologikal berpengaruh positif pada niat beli hijau ditolak. Hal ini tidak konsisten dengan Chan (1999) yang menegaskan bahwa pengetahuan ekologikal berpengaruh positif pada niat beli terhadap produk-produk ramah lingkungan. Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi pengetahuan ekologikal tidak akan berpengaruh pada niat beli hijau. Tidak signifikannya hipotesis ini kemungkinan karena karakteristik responden. Pada hipotesis 5, nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara afek ekologikal pada niat beli hijau adalah 3,979 atau C.R. e” ± 2,326. Ini berarti signifikan pada tingkat signifikansi sebesar 1%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ho yang menyatakan bahwa afek ekologikal tidak berpengaruh positif pada niat beli hijau ditolak, sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa afek ekologikal berpengaruh positif pada niat beli hijau diterima. Hal ini konsisten dengan Chan (1999) dan Chan dan Lau (2000) yang menegaskan bahwa afek ekologikal berpengaruh positif pada niat pembelian produk yang ramah lingkungan. Analisis lebih lanjut dapat diuraikan bahwa semakin tinggi afek ekologikal, maka semakin tinggi niat beli hijau konsumen. Ada konsistensi hubungan positif antara afek ekologikal (rasa emosional konsumen terhadap lingkungan) dan niat pembelian produk yang ramah lingkungan (Chan, 1999; Chan & Lau, 2000) sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih emosional
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
terhadap dampak sosial lingkungan daripada terhadap pengetahuan lingkungan. afek ekologikal
3,979*
W
2,379*
W
W
-0,196
niat beli hijau
1,532 W
orientasi nilai kolektivis
W
pengetahuan ekologikal
0,419
Gambar6 Model Persamaan Struktural Akhir Setelah melakukan analisis Stuctural Equation Modeling, model penelitian yang diajukan mengalami perubahan. Orientasi nilai kolektivis tidak signifikan berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal, pengetahuan ekologikal tidak signifikan berpengaruh positif pada afek ekologikal, dan pengetahuan ekologikal tidak signifikan berpengaruh positif pada niat beli hijau. Sedangkan 2 hipotesis yang lain dari 5 hipotesis yang diajukan dinyatakan signifikan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menguji model yang menggambarkan hubungan antara orientasi nilai kolektivis, pengetahuan ekologikal, afek ekologikal, dan niat beli kosmetik hijau di Yogyakarta. Jumlah keseluruhan variabel dalam penelitian ini adalah 4 variabel, yang terdiri dari satu variabel independen yaitu orientasi nilai kolektivis; 2 variabel mediasi yaitu pengetahuan ekologikal dan afek ekologikal; serta 1 variabel dependen yaitu niat beli hijau. Model struktural diterima sebagai model penelitian karena menunjukkan indeks goodness-of-fit yang memenuhi persyaratan berdasarkan cut-off-value yang direkomendasikan
sehingga dapat disimpulkan bahwa model secara keseluruhan dapat menjelaskan data yang sesungguhnya mengenai pola hubungan antar konstruk penelitian. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS, maka hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 hipotesis yang diajukan adalah diterima secara signifikan. Dua hipotesis yang signifikan tersebut adalah H 1 orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh positif pada afek ekologikal dan H5 afek ekologikal berpengaruh positif pada niat beli hijau. Sedangkan 3 hipotesis yang tidak signifikan adalah H2 orientasi nilai kolektivis konsumen berpengaruh positif pada pengetahuan ekologikal, H 3 pengetahuan ekologikal berpengaruh positif pada afek ekologikal konsumen, dan H4 pengetahuan ekologikal konsumen berpengaruh positif pada niat beli hijau. Tidak diterimanya H 2 dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat di negara berkembang relatif rendah terhadap isu-isu lingkungan (Chan, 1999). Nilai budaya masyarakat ternyata hanya berpengaruh pada afek ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan ekologikal mereka. H3 dan H4 juga tidak signifikan karena karakteristik responden. Konsumen cenderung memilih setuju atau sangat setuju ketika menghadapi
17
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
pertanyaan mengenai pengetahuan ekologikal walaupun tidak memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hal itu menjadi tidak merepresentasikan tingkat pengetahuan ekologikal responden yang sebenarnya. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut, yaitu 1) penelitian ini hanya menggunakan pengunjung Plaza Ambarukmo sebagai subyek penelitian sehingga tidak dapat mewakili populasi secara umum. Di samping itu, penelitian ini tidak memperhatikan perbedaan individu seperti jender, tingkat pendapatan, perbedaan jenis pekerjaan atau jenis pendidikan, dan area domisili; 2) penelitian ini hanya dapat memberikan penjelasan untuk produk kosmetik hijau saja, padahal produk ramah lingkungan saat ini telah banyak diproduksi oleh produsen, seperti bahan pangan organik, deterjen yang ramah lingkungan, dan yang lainnya. Implikasi Manajerial Penelitian ini memiliki manfaat bagi pengembangan strategi pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat lebih emosional terhadap dampak sosial lingkungan daripada terhadap pengetahuan lingkungan. Pemasar produk kosmetik hijau dapat menyusun strategi yang efektif untuk menciptakan niat beli hijau dengan pendekatan afektif atau emosional. Pemasar hendaknya memformulasikan strategi promosi baik above atau below the line. Hal tersebut perlu dilakukan karena di Indonesia sendiri, produk hijau belum begitu dikenal oleh konsumen. Pemasar juga sebaiknya memperluas cakupan distribusi dengan cara memasarkan produk kosmetik hijau di salon kecantikan serta menggunakan saluran pemasaran katalog pos dan internet. Penawaran produk kosmetik hijau di Indonesia masih relatif rendah. Oleh karena itu, perlu adanya sertifikasi dari lembaga yang telah terakreditasi bagi produk kosmetik hijau. Sertifikasi merupakan isu kunci yang terpenting dan aspek inilah yang sangat diperlukan oleh produsen produk ramah lingkungan saat ini karena tingginya tuntutan konsumen akan adanya jaminan bahwa produk yang akan dibeli adalah benar-benar ramah lingkungan. Undang-undang
18
Perlindungan sebaiknya dibuat sedemikian rupa untuk menghindari klaim ramah lingkungan yang tidak didasarkan pada data teknis ilmiah sehingga klaim produk hijau tidak menyesatkan konsumen. Dengan demikian, komitmen perilaku berwawasan lingkungan bukan hanya tanggung jawab perusahaan namun lebih pada stakeholder secara keseluruhan. Saran Berdasarkan simpulan penelitian, maka saran peneliti adalah 1) penelitian selanjutnya dapat memperluas kelompok dan kriteria subyek penelitian; 2) mengembangkan model penelitian perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan dengan keunikan latar dalam pemilihan obyek penelitian yang berbeda; dan 3) memasukkan variabel-variabel demografi yang dapat mengungkap fenomena tentang perilaku konsumen yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Ardianti, T. Nadya. 2008. Analisis Perilaku Konsumen Kota Bogor terhadap Produk Kosmetika Hijau, Tesis Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB (tidak dipublikasikan). Assael, Henry. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action, 6th ed. Cincinnati, Ohio: South Western College Publishing. Boulding, William; Kalra, Ajay; Staelin, Richard; and Zeithaml A. Valarie. 1993. “A Dynamic Process Model of Service Quality,” Journal of Marketing Research, Vol. 30, No. 1, p.7-27. Chan, T.S. 1996. “Concerns for Environmental Issues and Consumer Purchase Preferences: A TwoCountry Study,” Journal of International Consumer Marketing, Vol. 9, No. 1, p. 43-55. Chan, Ricky Y.K. 1999. “Environmental Attitudes and Behavior of Consumers in China: Survey Findings and Implications,” Journal of International Consumer Marketing, Vol. 11, No. 4, p. 25-52.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT KONSUMEN DALAM ............... (Putri Nazma Maharani)
Chan, Ricky Y.K. and Lorett B. Y. Lau. 2000. “Antecedents of Green Purchases: A Survey in China,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 17 No. 4, pp.338-357. Chan, Ricky Y.K. 2001. “Determinants of Chinese Consumers’ Green Purchase Behavior,” Psychology & Marketing, Vol. 8, No. 4, April, pp. 389-413. Cukur, Cem Safak, Maria Rosario T. De Guzman and Gustavo Carlo. 2004. “Religiosity, Values, and Horizontal and Vertical Individualism- Collectivism: A Study of Turkey, the United States and the Philippines,” The Journal of Social Psychology, Vol. 144, No. 6, December, pp. 613239. Dharmmesta, S. Basu. 1993. “Perilaku Belanja Konsumen Era 90’an dan Strategi Pemasaran,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, September, h.29-40. Dharmmesta, S. Basu. 1997. “Pergeseran Paradigma Dalam Pemasaran: Tinjauan Manajerial dan Perilaku Konsumen,” Kelola, No. 15/VI, hal. 1223. Dharmmesta, S. Basu. 1999a. “Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan Bagi Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3, h. 73-88. Dharmmesta, S. Basu. 1999b. “Riset Konsumen dalam Pengembangan Teori Perilaku Konsumen dan Masa Depannya,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 1, h. 60-70. Follows, Scott B. and David Jobber. 2000. “Environmentally responsible purchase behaviour: a test of a consumer model,” European Journal of Marketing, Vol. 34, No. 5/6, pp.723-746. Fotopoulos, Christos and Athanasios Krystallis. 2002a. “Purchasing motives and profile of the Greek organic consumer: a countrywide survey,” British Food Journal, Vol. 104, No. 9, pp.730-765.
Fotopoulos, Christos and Athanasios Krystallis. 2002b. “Organic product avoidance, Reasons for rejection and potential buyers’ identification in a countrywide survey,” British Food Journal, Vol. 104, No. 3/4/5, pp.233- 260. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analsis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, F. Joseph Jr.; Anderson, E. Rolph; Tatham, L. Ronald and Black, C. William. 1998. Multivariate Data Analysis, 5th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hofstede, Geert and Gert Jan Hofstede. 2005. Cultures and Organizations, 2nd ed. New York: McGrawHill. Homer, Pamela M. and Lynn R. Kahle. 1988. “A Structural Equation Test of the Value-AttitudeBehaviour Hierarchy”, Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 54, No. 4, pp. 638646. Hutomo, D. Suzy. 2006. “This is The Body Shop,” Published Online in (http://www.menlh.go.id/ serbaserbi/csr/This%20is%20TBS%20speech%20-%20Suzy%20Hutomo%20%2023%20Aug%2006.pdf) Jiuan, T.S., Jochen Wirtz, Kwon Jung and Kau Ah Keng. 2001. “Singaporeans’ Attitudes towards work, pecuniary adherence, materialism, feminism, environmental consciousness, and media credibility”, Singapore Management Review, 23, 1, pp. 59-86. Johri, Lalit M. and Kanokthip Sahasakmontri. 1998. “Green Marketing of cosmetics and toiletries in Thailand”, The Journal of Consumer Marketing, Vol. 15 No. 3, pp. 265-281. Junaedi, Shellyana. 2006. Pengaruh Orientasi Nilai, Afek dan Pengetahuan Ekologikal pada Komitmen Pembelian Produk yang Berwawasan Lingkungan: Studi Perilaku Konsumen Pangan
19
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 1-20
Organik, Disertasi Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Kalafatis, Stavros P., Michael Pollard, Robert East and Markos H. Tsogas. 1999. “Green Marketing and Ajzen’s Theory of Planned Behaviour: A Crossmarket Examination,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 16 No. 5, pp.441-460. Kotler, Philip and Keller, L. Kevin. 2006. Marketing Management, 12th ed. Upper Saddle River, N.J.: Pearson Education, Inc. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga. Laroche, Michel, Jasmin Bergeron and Guido BarbaroForleo. 2001. “Targeting Consumers Who are Willing to Pay More for Environmentally Friendly Products,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 18, No. 6, pp. 503-520. Martin, Bridget and Antonis C. Simintiras. 1995. “The impact of green product lines on the environment: does what they know affect how they fell?,” Marketing Intelligence & Planning Vol. 13 No. 4, pp. 16-23. Mowen, John C. and Michael Minor. 1998. Consumer Behavior, 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall. Peattie, Ken. 1995. Environmental Marketing Management, Meeting the Green Challenge, Pitman Publishing. Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2005. Consumer Behavior and Marketing Strategy, 7th ed. New York: McGraw-Hill Book Company. Purwani, Khusniyah dan Dharmmesta, S. Basu. 2002. “Perilaku Beralih Merek Konsumen dalam Pembelian Produk Otomotif,” Jurnal Bisnis dan Ekonomi Indonesia, Vol. 17, No. 3, h. 288303. Sagy, Shifra, Emda Orr and Dan Bar-On. 1999. “Individualism and Collectivism in Israeli Society:
20
Comparing Religious and Secular High-School Students”, Human Relation, Vol. 52, No. 3, Maret, pp. 327-348. Schifman , Leon G. and Leslie Lazar Kanuk 2004. Consumer Behavior, 8th ed. Prentice Hall, Inc. Schlegelmilch, Bodo B. Greg M. Bohlen and Adamantios Diamantopoulos. 1996. “The Link Between Green Purchasing Decisions and Measures of Environmental Consciousness,” European Journal of Marketing, Vol. 30 no. 5, pp.35-55. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 4th ed. New York: John Willey & Sons, Inc. Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozanne and Renee J. Fontenot. 1999. “A conceptual model of US consumer willingness-to-pay for environmentally certified wood products,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 16, No. 2, pp. 122- 136.
ISSN: 1978-3116 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 21-29
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGKAT BUNGA DI INDONESIA Algifari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT With regard to the importance of the rate of interest and inflation in economy, this research aim at developing Vector Autoregressive model by using high-frequency data of interest rate and inflation in Indonesia. Granger Causality Test is used to test causality relationship between interest rate and inflation. The studied period is January, 2005 – August, 2009. The results show that in Indonesia’s economy, the rate of interest is the cause of inflation and vice versa. The best VAR model based on this research is four lag length. Keywords: VAR Model, Interest Rate, Inflation
PENDAHULUAN Laju inflasi dan tingkat bunga merupakan dua indikator ekonomi makro yang penting dalam perekonomian. Tingkat bunga merupakan indikator ekonomi di pasar barang-barang konsumsi, sedangkan laju inflasi merupakan indikator ekomomi di pasar modal. Laju inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1982). Laju inflasi merupakan variabel penting karena laju inflasi yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan sebagian masyarakat karena merugikan konsumen yang memiliki penghasilan tetap. Dengan inflasi (kenaikan harga), penghasilan riilnya akan turun
sehingga kemampuannya memenuhi kebutuhan hidup (daya beli) juga akan berkurang. Bank sentral selalu berusaha agar laju inflasi pada level yang rendah dan stabil. Dengan laju inflasi yang rendah dan stabil akan dapat meminimalisir dampak buruk kenaikan harga bagi kesejahteraan masyarakat dan sekaligus dapat memudahkan perusahaan untuk membuat perencanaan bisnis. Kenaikan harga-harga (inflasi) dapat terjadi melalui dua sebab, yaitu kenaikan biaya (cost push) dan kenaikan permintaan (demand pull) (Setyowati dkk, 2002). Kenaikan harga bahan bakar minyak dan kenaikan tarif listrik merupakan contoh peristiwa yang dapat menaikkan biaya produksi. Untuk mempertahankan tingkat keuntungan yang diharapkan, pengusaha akan menaikkan harga. Kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa dalam perekonomian dapat terjadi, misalnya adanya kenaikan gaji pegawai negeri. Kenaikan gaji dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Jika penawaran barang tidak dapat seketika mengimbangi kenaikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, maka harga-harga akan naik. Setiap negara memiliki kebijakan (cara) untuk mengendalikan laju inflasi. Keberhasilan kebijakan yang dipilih oleh suatu negara dalam rangka mengendalikan laju inflasi tidak otomatis akan berhasil jika diterapkan di negara lain. Demikian juga halnya dengan perbedaan waktu dan kondisi perekonomian. Kebijakan pengendalian laju inflasi tidak selalu berhasil pada waktu dan atau kondisi ekonomi yang berbeda. Pengendalian laju inflasi di Indonesia saat ini dilakukan
21
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
dengan menggunakan inflation targeting framework (ITF). Laju inflasi pada tahun tertentu ditentukan oleh pemerintah bersama dengan Bank Indonesia sebagai target laju inflasi pada tahun tersebut. Hal ini dimaksudkan agar ada kepastian bagi pengusaha maupun masyarakat sebagai konsumen untuk menghindari risiko akibat dari kenaikan harga-harga (inflasi). Tugas utama Bank Indonesia adalah menjamin stabilitas harga (inflasi yang terkendali). Untuk mengendalikan harga-harga, Bank Indonesia dapat melaksanakan kebijakan moneter melalui berbagai instrumen, di antaranya melalui tingkat bunga. Ketika laju inflasi bergerak cenderung melebihi target inflasi, Bank Indonesia menaikan tingkat bunga Sertifikan Bank Indonesia (SBI). Bank Indonesia tidak mungkin secara mandiri mampu menciptakan stabilitas harga. Pemerintah juga perlu memiliki komitmen yang kuat untuk mengendalikan harga. Pemerintah memiliki kemampuan dalam mengendalikan harga-harga melalui kebijakan fiskal. Instrumen kebijakan fiskal yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah pajak dan belanja pemerintah. Ketika harga-harga cenderung meningkat, pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga tersebut dengan menaikan pajak atau dapat juga dengan cara mengurangi belanja pemerintah. Tingkat bunga adalah variabel ekonomi makro yang paling penting di antara variabel-variabel ekonomi makro. Tingkat bunga merupakan harga yang menghubungkan antara masa kini dan masa depan (Mankew, 2007). Tingkat bunga juga merupakan variabel penghubung antara pasar barang (sektor riil) dan pasar uang (sektor moneter). Pada pasar barang, tingkat bunga berpengaruh terhadap investasi perusahaan. Tingkat bunga merupakan biaya meminjam uang. Tingkat bunga yang tinggi berarti biaya meminjam uang tinggi. Jika biaya meminjam uang tinggi berakibat menurunnya minat perusahaan meminjam uang untuk kegiatan investasi. Dengan kata lain, jika tingkat bunga tinggi, maka investasi yang terjadi dalam perekonomian rendah. Sedangkan pada pasar uang, tingkat bunga berpengaruh terhadap permintaan uang kas oleh masyarakat. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan permintaan uang kas rendah, sebaliknya tingkat bunga yang rendah menyebabkan permintaan uang kas oleh masyarakat tinggi.
22
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa laju inflasi dan tingkat bunga merupakan variabel yang penting dalam perekonomian. Apakah laju inflasi dan tingkat bunga memiliki hubungan kausalitas? Jika kedua variabel tersebut memiliki hubungan kausalitas, apakah laju inflasi menyebabkan tingkat bunga? Atau tingkat bunga menyebabkan laju inflasi? Penelitian ini bertujuan menemukan model Vector Autoregressive (VAR) laju inflasi dan tingkat bunga di Indonesia. Model VAR laju inflasi dan tingkat bunga yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk membuat ramalan tentang tingkat bunga dan laju inflasi di Indonesia. MATERI DAN METODE PENELITIAN Sampai saat ini masih sering muncul pertanyaan tentang hubungan pengaruh antara laju inflasi dan tingkat bunga. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah laju inflasi menentukan tingkat bunga? Atau tingkat bunga yang menentukan laju inflasi? Dalam logika ekonomi dapat dijelaskan bahwa tingkat bunga akan menentukan laju inflasi. Tingkat bunga yang relatif rendah dapat mendorong investasi, Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan dalam perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan harga-harga (inflasi). Pengaruh tingkat bunga terhadap inflasi juga dapat terjadi melalui proses kenaikan biaya produksi. Bagi perusahaan, tingkat bunga merupakan biaya modal (meminjam uang). Modal adalah salah satu dari faktor produksi dalam suatu proses produksi. Jika harga faktor produksi naik, berarti biaya produksi akan naik. Untuk mempertahankan tingkat keuntungan tertentu perusahaan akan menaikkan harga. Hubungan antara laju inflasi dan tingkat dapat juga dijelaskan dari sisi lain, yakni laju inflasi akan berpengaruh terhadap suku bunga. Laju inflasi yang relatif tinggi mendorong bank sentral mengambil kebijakan moneter untuk mengantisipasi inflasi tinggi tersebut. Salah satu instumen kebijakan moneter dalam mengendalikan laju inflasi adalah tingkat bunga (rediscount policy). Jadi dalam konteks ini laju inflasi menentukan tingkat bunga. Persamaan Fisher dapat pula digunakan untuk menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dengan laju inflasi. Tingkat bunga yang diperoleh dari mendepositokan uang di bank merupakan pendapatan
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
yang diperoleh pemilik uang. Namun demikian, tingkat bunga yang dihasilkan dari deposito tersebut tidaklah menggambarkan kenaikan nilai uang yang sesungguhnya, karena dalam masa periode deposito terjadi perubahan harga. Misalnya dalam masa periode deposito terjadi kenaikan harga (inflasi), maka sebenarnya kenaikan nilai uang yang didepositokan adalah sebesar tingkat bunga dikurangi laju inflasi. Jadi misalnya tingkat bunga deposito sebesar 8% per tahun dan laju inflasi sebesar 5% per tahun, maka kenaikan nilai uang yang didepositokan hanya sebesar 3% per tahun. Tingkat bunga nominal yang sudah dikurangi laju inflasi adalah tingkat bunga riil. Jika tingkat bunga nominal diberi simbol i, tingkat bunga riil diberi simbol r, dan laju inflasi diberi simbol p, maka persamaan Fisher adalah i = r + p. Berdasarkan persamaan Fisher ini dapat dilihat hubungan antara tingkat bunga dengan laju inflasi, yaitu kenaikan harga (inflasi) dapat menaikkan tingkat bunga. Pengaruh inflasi terhadap tingkat bunga dapat pula dijelaskan dengan efek Fisher yang menyatakan bahwa kenaikan 1% laju inflasi menyebabkan kenaikan 1% tingkat bunga nominal (Mankew, 2009). Hubungan antara laju inflasi dengan tingkat bunga juga diperoleh dari berbagai hasil penelitian empiris. Data perekonomian Amerika dalam rentang waktu tahun 1954 hingga tahun 2005 menunjukkan hubungan yang searah antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Artinya laju inflasi (diukur dari indeks harga konsumen) yang tinggi mengarah pada tingkat bunga (menggunakan tingkat bunga deposito tiga bulanan) yang tinggi. Penelitian lain menggunakan data tingkat bunga dan laju inflasi rata-rata di 77 negara selama periode 1996-2004. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh simpulan adanya korelasi positif antara laju inflasi dengan tingkat bunga (Mankew, 2009). Penelitian tentang hubungan kausalitas antara laju infasi dan tingkat bunga dilakukan oleh Almelia dan Utomo (2006). Dalam penelitian tersebut dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga deposito berjangka bank umum di Indonesia. Salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat bunga deposito berjangka bank umum adalah laju inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data laju inflasi dan tingkat suku bunga triwulanan tahun 1999 sampai dengan tahun
2003. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat bunga deposito berjangka bank umum di Indonesia. Ernawati dan Llewlyn (2002) melakukan penelitian tentang hubungan kausalitas antara tingkat bunga dengan laju inflasi di Indonesia. Data yang digunakan adalah tingkat bunga nominal dan laju inflasi tahun 1995 sampai dengan tahun 2001. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang searah dan signifikan antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Purnomo (2004) melakukan penelitian tentang hubungan kausalitas antara tingkat bunga dengan laju inflasi di Indonesia. Penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa tingkat bunga berpengaruh terhadap laju inflasi, namun gagal membuktikan laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga. Gul dan Ekinci (2006) melakukan penelitian bertujuan menguji hubungan kausalitas antara laju inflasi dengan tingkat bunga pada perekonomian Turki. Penelitian tersebut menggunakan tingkat bunga nominal bulanan dari Bank Sentral Turki dan laju inflasi bulanan dalam periode Januari 1984 sampai dengan Desember 2003. Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan searah antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Berdasar hasil penelitian tersebut tingkat bunga menyebabkan laju inflasi, namun laju inflasi tidak mengebabkan tingkat bunga. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian oleh Nezhad dan Zarea (2007) pada perekonomian Iran yang menggunakan data laju inflasi dan tingkat bunga pada periode 1959-2002. Pengujian terhadap hubungan kausalitas antara laju inflasi dan tingkat bunga menggunakan Uji Kausalitas Granger Toda-Yamamoto dan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL approach). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh tingkat bunga terhadap laju inflasi, namun tidak sebaliknya. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat model hubungan antara laju inflasi dengan tingkat bunga, tanpa diawali dengan argumentasi variabel mana yang merupakan variabel dependen (dipengaruhi) dan variabel mana yang merupakan variabel independen (mempengaruhi). Model yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara laju inflasi dengan tingkat bungan adalah model vector autoregressive (VAR). Jika laju inflasi diberi simbol P dan tingkat bunga diberi simbol
23
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
R, maka model VAR antara kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Pt adalah laju inflasi pada periode t dan Pt-j merupakan laju inflasi pada periode sebelumnya. Rt adalah tingkat bunga pada periode t dan Rt-j merupakan tingkat bunga pada periode sebelumnya. µ merupakan stochastic error terms atau di dalam istilah model VAR disebut impuls, inovasi, atau shok (Gujarati, 2003). Sebelum melakukan pencarian model VAR antara laju inflasi dan tingkat bunga terlebih dahulu dilakukan pengujian stasioneritas data. Karena salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam model VAR adalah bahwa data yang diamati harus stasioner. Untuk menguji stasioneritas data digunakan Uji Augmented Dickey-Fuller (Uji ADF). Formulasi umum Uji ADF adalah sebagai berikut:
Yt adalah bariabel yang diamati pada periode t, Yt-1 adalah nilai variabel Y pada satu periode sebelumnya. b1 adalah konstanta, b2 adalah koefisien tren, ai adalah koefisien variabel lag Y, m adalah panjangnya lag, dan e t adalah white noise error terms. Hipotesis nol menyatakan bahwa d = 0, artinya Yt memiliki unit root. Jika data suatu variabel memiliki unit root, maka dapat disimpulkan bahwa data variabel tersebut tidak stasioner. Persyaratan berikutnya untuk membangun modal VAR adalah variabel yang diamati memiliki hubungan kausalitas. Untuk menguji hubungan kausalitas antara Y dan X dimulai dari hipotesis nol yang menyatakan bahwa X tidak menyebabkan Y. Nilai uji F dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:
24
SSE penuh diperoleh dari hasil regresi Yt = SaiYt-1 +SbiXt+ et. SSE terbatas diperoleh dari hasil regresi Yt = SaiYti + et. N adalah banyaknya observasi, k banyaknya 1 parameter pada regresi penuh, dan q banyaknya parameter pada regresi terbatas. Jika hasil pengujian menolak hipotesis nol, maka dapat disimpulkan bahwa X menyebabkan Y. Penelitian ini menggunakan data tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia 3 bulanan dan laju inflasi bulanan dari Januari 2005 sampai dengan Agustus 2009. Laju inflasi dihitung dari persentase perubahan Indeks Harga Konsumen Indonesia. Data penelitian ini diperoleh dari Laporan Bank Indonesia, Statistik Indonesia, dan berbagai sumber lain untuk melengkapi data yang dibutuhkan. HASIL PENELITIAN Penggunaan model VAR untuk memperoleh model peramalan membutuhkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dari variabel yang diamati, yaitu 1) setiap variabel yang diamati harus stasioner dan 2) antarvariabel yang diamati harus memiliki hubungan kausal. Dengan demikian, sebelum membentuk model VAR antara tingkat bunga dengan laju inflasi, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap stasioneritas data laju inflasi dan tingkat bunga dalam periode waktu pengamatan dan juga dilakukan pengujian terhadap hubungan kausalitas antara laju inflasi dan tingkat bunga. Pengujian terhadap stasioneritas data laju inflasi dan tingkat bunga selama periode pengamatan menggunakan Uji Augmented Dickey-Fuller (Uji ADF). Pada Uji ADF, rumusan hipotesis nol menyatakan bahwa variabel yang diamati memiliki unit root yang berarti variabel tersebut tidak stasioner. Hipotesis nol akan ditolak jika nilai statistik Uji ADF lebih besar daripada nilai kritisnya. Keputusan menolak hipotesis nol dalam Uji ADF menunjukkan bahwa variabel yang diamati tidak memiliki unit root yang berarti tersebut stasioner. Hasil pengolahan data untuk variabel laju inflasi dan tingkat bunga menggunakan program aplikasi statistik EViews seperti yang terdapat pada Tabel 1 berikut ini:
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Tabel 1 Uji Unit Root Variabel Laju Inflasi: Augmented Dickey_Fuller test statistic Test critical value: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic -2.521031 -2.609324 -1.947119 -1.612867
Prob.* 0.0126
Variabel Tingkat Bunga Augmented Dickey_Fuller test statistic Test critical value: 1% level 5% level 10% level
-2.363961 -2.608490 -1.946996 -1.612934
0.0188
Hasil pengujian stasioneritas laju inflasi menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan laju inflasi memiliki unit root ditolak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai tes statistik ADF = -2,521031 yang lebih besar dari pada nilai kritis pada tingkat signifikansi 5%, yaitu -1,947119. Demikian juga dengan nilai Prob. = 0,0126 lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang digunakan, yaitu 5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laju inflasi dalam periode pengamatan berfifat stasioner. Hasil pengujian stasioneritas tingkat bunga menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tingkat bunga memiliki unit root ditolak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai tes statistik ADF = -2,236961 yang lebih besar daripada nilai kritis pada tingkat signifikansi 5%, yaitu -1,946996. Demikian juga dengan nilai Prob. = 0,0188 yang lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang digunakan, yaitu 5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat bunga dalam periode pengamatan bersifat stasioner. Pengujian berikutnya yang harus dilakukan sebelum membentuk model VAR antara laju inflasi dan tingkat bunga adalah menguji hubungan kausalitas antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Pengujian dilakukan menggunakan Uji Kausalitas Granger, di mana rumusan hipotesis nol menyatakan bahwa variabel satu tidak berpengaruh terhadap variabel lainnya. Hasil pengujian akan menolak hipotesis nol jika nilai probability lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang digunakan. Pengolahan data dilakukan menggunakan program aplikasi statististik EViews. Penggunaan kelambanan (lag) di mulai dari lag = 2. Hasil perhitungan
menggunakan EViews ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Uji Kausalitas Granger Lag 2 Null Hypothesis:
Obs
R does not Granger Cause P P does not Granger Cause R
54
F-Statistic Probability 2.22563 7.59246
0.11880 0.00134
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan tingkat signifikansi 5%, hipotesis nol yang menyatakan bahwa tingkat bunga (R) tidak berpengaruh terhadap laju inflasi (P) diterima, karena nilai probability lebih besar daripada tingkat signifikansi 5%. Ini berarti pada tingat signifikansi 5% tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap laju inflasi. Sedangkan hipotesis nol yang menyatakan bahwa laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga ditolak pada tingkat signifikansi 1%, karena nilai probability = 0,00134 lebih kecil daripada tingkat sihnifikasi yang digunakan, yaitu 1%. Ini berarti laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga. Pada model VAR mensyaratkan bahwa antarvariabel yang diamati memiliki hubungan kausalitas. Untuk tujuan itu penggunakan kelambanan dinaikan menjadi 3, hasil perhitungan menggunakan EViews seperti pada Tabel 3 berikut ini:
25
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
Tabel 3 Uji Kausalitas Granger Lag 3 Null Hypothesis:
Tabel 5 Uji Kausalitas Granger Lag 5
Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 53 P does not Granger Cause R
5.43993 7.95725
0.00275 0.00022
Null Hypothesis:
Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 51 P does not Granger Cause R
6.04927 5.67069
0.00029 0.00048
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 5%, hipotesis nol yang menyatakan bahwa tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap laju inflasi ditolak. Dengan demikian, tingkat bunga berpengaruh terhadap laju inflasi. Hipotesis nol yang menyatakan bahwa laju inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat bunga ditolak. Ini berarti pada tingkat signifikansi 5% dapat disimpulkan laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat bunga. Pengujian hubungan kausalitas Granger dengan kelambanan (lag) = 3 menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Pada bagian awal telah dinyatakan bahwa tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membuat model VAR antara laju inflasi dengan tingkat bunga. Model tersebut diharapkan dapat digunakan untuk membuat ramalan. Tentu saja model peramalan yang diperoleh diharapkan merupakan model VAR yang paling baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan indentifikasi terhadap beberapa kemungkinan kelambanan (lag) yang dapat digunakan. Untuk tujuan itu dilakukan uji hubungan kausalitas Granger dengan tingkat kelambanan yang lebih tinggi daripada yang sudah digunakan sebelumnya, yaitu 3. Uji hubungan kausalitas Granger dengan tingkat kelambanan 4 dan 5 diperoleh hasil pemrosesan data seperti pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut ini:
Keputusan pada pengujian menggunakan tingkat kelambanan (lag) = 4 dan tingkat kelambanan (lag) = 5 adalah menolak hipotesis nol pada tingkat signifikasi 1%. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara laju inflasi dan tingkat bunga pada kedua tingkat kelambanan tersebut.
Tabel 4 Uji Kausalitas Granger Lag 4
Tabel 6 Adjusted R-squared, AIC, dan SC
Null Hypothesis:
Obs F-Statistic Probability
R does not Granger Cause P 52 P does not Granger Cause R
8.07048 5.93176
6.0E-05 0.00068
PEMBAHASAN Berdasar hasil pengujian hubungan kausalitas Granger, tingkat kelambanan yang menunjukkan hubungan kausalitas antara variabel tingkat bunga dan laju inflasi adalah lag 3, lag 4, dan lag 5. Berarti model VAR antara laju inflasi dan tingkat bunga dapat dibuat menggunakan kelambanan 3, 4, dan 5. Untuk memilih mana model VAR yang terbaik untuk melakukan peramalan dapat dilihat dari Adjusted R-squared, Akaike Criterion (AIC), dan Schwarz Criterion (SC). Model VAR yang baik adalah model VAR dengan Adjusted R-square yang paling tinggi. Jika menggunakan AIC dan SC, model VAR yang baik adalah model VAR yang memiliki SIC dan SC yang rendah. Hasil perhitungan Adjusted R square, AIC, dan SC pada model VAR antara laju inflasi (P) dan tingkat bunga (R) menggunakan kelambanan atau lag = 3, lag = 4, dan lag = 5 seperti pada Tabel 6 berikut berikut ini:
Ukuran
Lag = 3
Lag = 3
Lag = 3
Adjusted R-square AIC AC
0,1986 3,1563 3,4174
0,3542 2,9916 3,3293
0,3240 3,0858 3,5025
Berdasar hasil perhitungan modal VAR dengan lag 3 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,1986. Model VAR dengan lag 4 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3542 lebih tinggi daripada model VAR dengan lag 3.
26
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Perbandingan model VAR dengan lag 3 dan dengan lag 4 berdasarkan nilai IAC dan SC juga terlihat bahwa pada model VAR lag 3 besarnya nilai AIC = 3,1563 dan SC = 3,4174 lebih tinggi daripada nilai IAC dan nilai SC pada model VAR lag 4, yaitu AIC = 2,9916 dan SC = 3,3293. Berdasar perbandingan ukuran Adjusted Rsquare, IAC, dan SC tersebut dapat disimpulkan model VAR dengan lag 4 lebih baik daripada model VAR dengan lag 3. Sekarang model VAR dengan lag 4 dibandingkan dengan model VAR dengan lag 5. Berdasar hasil perhitungan modal VAR dengan lag 4 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3542. Model VAR dengan lag 5 memiliki nilai Adjusted R-square = 0,3240 lebih rendah daripada model VAR dengan lag 4. Perbandingan model VAR dengan lag 4 dan dengan lag 5 berdasarkan nilai IAC dan SC juga terlihat bahwa pada model VAR lag 4 besarnya nilai AIC = 2,9916 dan SC = 3,3293 lebih kecil daripada nilai IAC dan nilai SC pada model VAR lag 5, yaitu AIC = 3,0858 dan SC = 3,5025. Berdasarkan perbandingan ukuran Adjusted Rsquare, IAC, dan SC tersebut dapat disimpulkan model VAR dengan lag 4 lebih baik daripada model VAR dengan lag 5. Nilai t- statistik pada model VAR dengan lag 4 lebih banyak yang signifikan dibandingkan dengan model VAR dengan lag 3 dan dengan lag 5. Berdasarkan perbandingan signifikansi dari koesifien regresi pada masing-masing model maka dapat disimpulkan model VAR dengan lag 4 lebih baik daripada model VAR dengan lag 3 dan model VAR dengan lag 5. Persamaan regresi estimasi model VAR dengan lag 4 berdasarkan hasil perhitungan adalah sebagai berikut: P = 0.2709*P(-1) - 0.3827*P(-2) - 0.2443*P(-3) + 0.0403*P(-4) - 0.6989*R(-1) + 5.5043*R(-2) 7.4894*R(-3) + 2.7125*R(-4) + 0.7250 R = 0.0940*P(-1) - 0.0591*P(-2) - 0.0590*P(-3) + 0.0035*P(-4) + 1.5137*R(-1) + 0.00256*R(-2) 0.7410*R(-3) + 0.1929*R(-4) + 0.3059
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model Vector Autoregressive (model VAR) antara laju inflasi dan tingkat bunga. Topik ini menarik karena sampai sekarang masih sering muncul kontroversi hubungan antara kedua variabel tersebut. Beberapa argumentasi yang menggunakan logika ekonomi menyatakan bahwa laju inflasi dapat mempengaruhi tingkat bunga, namun di sisi lain dapat juga dinyatakan tingkat bunga berpengaruh terhadap laju inflasi. Adanya hubungan pengaruh dua arah ini menyebabkan kesulitan dalam mengamati perilaku laju inflasi dan tingkat bunga menggunakan persamaan struktural untuk tujuan peramalan. Karena persamaan struktural mengharuskan variabel yang diamati memiliki hubungan pengaruh yang searah. Oleh karena itu model yang cocok untuk meramal pada variabel yang memiliki hubungan dua arah adalah model VAR. Namun demikian, untuk memperoleh model VAR yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya adalah data yang diamati harus stasioner dan antarvariabel yang diamati memiliki hubungan kausalitas. Berdasar analisis terhadap data obdervasi diperoleh beberapa simpulan , yaitu 1) variabel laju inflasi dan tingkat bunga bersifat stasioner selama periode pengamatan. Dengan demikian, persyaratan stasioneritas data dalam model VAR dapat terpenuhi; 2) pengujian menggunakan Uji Kausalitas Granger menunjukkan bahwa laju inflasi dan tingkat bunga memiliki hubungan kausalitas mulai kelambanan atau lag 3 dan berakhir pada lag 9. Namun pada bagian pembahasan hanya mencantumkan lag 5. Hal ini disebabkan mulai lag 5 nilai Adjusted R-square mulai menurun dan nilai Akaike Criterion (AIC) dan nilai Schwarz Criterion (SC) mulai meningkat; 3) berdasarkan pertimbangan nilai Adjusted R-square, AIC, SC, dan signifikansi uji t-statistik dapat diketahui bahwa model VAR yang terbaik adalah menggunakan kelambanan atau lag 4, karena memiliki Adjusted Rsquare yang paling tinggi dan nilai AIC dan SC yang paling rendah. Model VAR yang baik yang diperoleh dari hasil penelitian ini digunakan untuk membuat ramalan laju inflasi atau tingkat bunga adalah:
27
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 21-29
Model 1: P = 0.2709*P(-1) - 0.3827*P(-2) - 0.2443*P(-3) + 0.0403*P(-4) - 0.6989*R(-1) + 5.5043*R(-2) 7.4894*R(-3) + 2.7125*R(-4) + 0.7250 Berdasar model VAR pada Model 1, misalnya ingin membuat ramalan laju inflasi pada bulan Agustus. Data yang diperlukan adalah laju inflasi dan tingkat bunga SBI 3 bulanan pada bulan Juli, Juni, Mei, dan April. Model 2: R = 0.0940*P(-1) - 0.0591*P(-2) - 0.0590*P(-3) + 0.0035*P(-4) + 1.5137*R(-1) + 0.00256*R(-2) 0.7410*R(-3) + 0.1929*R(-4) + 0.3059
[BI] Bank Indonesia. 2009. http://www.bi.go.id/web/ id/Moneter. Inflation Targeting. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. http://www.bps.go.id. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia. Boediono. 1982. Ekonomi Makro: Seri Sinopsis. BPFE UGM. Yogyakarta. Enders, Walter. 1995. Applied Econometric Time Series. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Berdasar model VAR pada Model 2, misalnya ingin membuat ramalan tingkat bunga pada bulan Agustus. Data yang diperlukan adalah laju inflasi dan tingkat bunga SBI 3 bulanan pada bulan Juli, Juni, Mei, dan April.
Ernawati, Neny dan Llewelyn, Richard. 2002. “Analisa Pergerakan Suku Bunga dan Laju Ekspektasi Inflasi untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia”. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4, No. 2: 98 – 107.
Saran
Gul, Ekrem dan Ekinci, Aykut. 2006. “ The Causal Relationship Between Nominal Interest Rates and Inflasion”. Scientific Journal od Administrative Development, Vol. 4: 54-69.
Model VAR yang diperoleh dari penelitian ini untuk membuat ramalan laju inflasi dan tingkat bunga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama yang berasal dari model VAR sendiri yang tidak mendasarkan pada teori, sehingga model yang diperoleh bukan model struktural, sehingga kemanfaatannya hanya sebatas membuat ramalan dan kurang cocok untuk analisis kebijakan. Periode penelitian dalam penelitian ini juga relatif pendek, yaitu 5 tahun. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan model VAR sebaiknya dilengkapi dengan hasil penelitian menggunakan model struktural dan menggunakan waktu penelitian yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA Algifari. (2000). “Analisis Regresi”. Edisi 2, BPFE. Yogyakarta. Almilia, Luciana Spica dan Utomo, Anton Wahyu. 2006. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka pada Bank
28
Umum di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis ANTISIPASI. Vol. 10. No. 1.
Gujarati, Domar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition New York: McGraw Hill. Johnston, J and Dinardo, J. 1997. Econometric Methods. Fourth Editions. New York: McGraw Hill Companies, Inc. Mankew, N. Gregory. Macroeconomics. Sixth Edition, Worth Publisher, New York. Nachrowi, D Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penebit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nezhad, Manzour Zarra dan Zarea, Ruhollah. 2007. “Investigating the Causality Granger Relationship between the Rate of Interest and Inflation ini Iran”. Journal of Social Science 3 (4): 237-244.
MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE LAJU INFLASI DAN TINGAKAT...................... (Algifari)
Purnomo, Didit. 2004. “Kausalitas Suku Bunga Domestik dengan Tingkat Inflasi di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 5. No. 2: 50-56. Setyowati, Endang dkk. 2004. Ekonomi Makro Pengantar. Edisi 2. Bagian Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta.
29
ISSN: 1978-3116 PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 31-42
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN YANG AKAN MENJELANG PENSIUN DI PT. KRAKATAU STEEL CILEGON Deassy Ekoningtyas E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research test influence of stress work to motivation work and employees performance to before pension in PT. Krakatau Steel Cilegon. Respondent is employees of PT. Krakatau Steel Cilegon which before a period of/to pension. Data collecting at this research is conducted with method of survey, that is by propagating questioner contain allotted question directly to responder to be able to answer to and filled is matching with the one which known and felt by respondent. Is later; then returned directly to researcher. Eighty six cuisine able to be used, to be processed with Multiple Regression Analysis to test influence of independent variable to dependent variable in this research of data processed by using SPPS 14. This research yield finding. First of stress have an effect on negativity to motivation. Both of stress has an effect on negativity to performance. Third of motivation have an effect on positive to performance. Fourth of motivation and stress have an effect on positive to employees performance. Keywords: stress, motivation, performance, a period to pension
PENDAHULUAN Manusia tidak terlepas dari aktivitas bekerja. Ada yang bekerja bertujuan mencari uang, mengisi waktu luang,
mencari identitas, dan sebagainya. Apapun alasan manusia bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Maslow (Atkinson, 1999) kebutuhan manusia secara garis besar dapat dibagi menjadi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Manusia bekerja tidak hanya untuk mendapatkan upah, tetapi juga untuk mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orangorang dalam lingkungannya. Akan tetapi kesenangan ini menjadi berkurang ketika orang tersebut memasuki masa pensiun. Rumke (Sadli,1991) menyatakan bahwa usia 55-65 tahun merupakan usia pensiun. Di Indonesia, seseorang memasuki masa pensiun ketika seseorang berusia 55 tahun. Pada saat itu, seseorang kehilangan pekerjaannya, peran sosialnya di masyarakat, kekuasaan, fasilitas, dan materi. Berkaitan dengan keadaan tersebut Kroeger (1982) mengatakan bahwa pensiun adalah salah satu titik balik yang signifikan dalam karier seseorang selama hidupnya atau setidak-tidaknya untuk mayoritas orang dewasa yang telah menghabiskan seluruh atau sebagian besar hidup mereka dalam bekerja. Pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam perkembangan hidup individu yang ditandai dengan terjadinya perubahan sosial. Perubahan ini harus dihadapi oleh para pensiunan dengan penyesuaian diri terhadap keadaan tidak bekerja, berakhirnya karier di bidang pekerjaan, berkurangnya penghasilan, dan bertambahnya banyak waktu luang yang kadang-kadang terasa sangat mengganggu (Kimmel, 1974). Beverly (Hurlock, 1999)
31
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat mendatangkan kepuasan karena uang, jabatan, dan memperkuat harga diri. Oleh karena itu, sering terjadi orang yang pensiun bukannya dapat menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang mengalami problem serius kejiwaan maupun fisik. Parnes dan Nessel (Corsini, 1987 dalam Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi yang mana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan yang lebih jelas dan lengkap oleh Corsini (Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya. Dengan kata lain, masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang dari situasi bekerja ke situasi tidak bekerja. Di Indonesia, seseorang dapat dikatakan memasuki masa pensiun jika kurang lebih mencapai usia 50 tahun dan memiliki masa kerja untuk pensiun ± 20 tahun. Selama ini yang menjadi patokan untuk memasuki masa pensiun adalah faktor usia yang dianggap mulai kurang produktif. Usia produktif manusia terbatas sehingga setiap karyawan pasti akan mengalami masa pensiun. Beragam tanggapan karyawan dalam menghadapi masa pensiun ini, namun tidak sedikit yang mengalami stres kerja. Stres kerja dialami oleh karyawan yang kurang dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri atau lingkungannya. Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang mengakibatkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, interpersonal, dan intelektual (Selye dalam Hardjana, 1994). Luthans (1995) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, di antaranya adalah karyawan yang mendekati masa pensiun. Sebelum pensiun sebaiknya karyawan menyusun perencanaan untuk menghadapi pensiun,
32
karena pensiun dianggap sebagai perubahan ke status baru. Dalam memasuki masa transisi ini seseorang sudah menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun. Bekal-bekal yang ada dalam dirinya yang didapatkan selama bekerja dijadikan modal untuk tetap berkarier. Hal itu yang membuat seseorang yang akan pensiun mempunyai motivasi untuk tetap melaksanakan tugas-tugasnya untuk menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi tempat bekerja. Kinerja seorang karyawan akan baik apabila mempunyai keahlihan yang tinggi dan bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian sehingga mempunyai harapan untuk masa depan yang lebih baik di masa pensiun. Berdasarkan penjelasan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) apakah stres berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja; 2) apakah stres berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan; 3) apakah motivasi kerja berpengaruh signifikan pada kinerja karyawan; dan 4) apakah stres dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan stress kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan menjelang pensiun di PT. Krakatau Steel Cilegon. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu memberikan informasi tambahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia industri tentang stres kerja yang ada hubungannya dengan motivasi kerja dan kinerja karyawan sehingga dapat dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi stres kerja pada karyawan yang akan pensiun, memberikan masukan kepada penelitian-penelitian selanjutnya berkenaan dengan stres kerja yang dihubungkan dengan motivasi dan kinerja karyawan yang akan menjelang pensiun, dan untuk menambah wawasan masyarakat umum atau bagi organisasi perusahaan yang berminat terhadap permasalahan-permasalahan industri dan yang masih peduli dengan nasib karyawan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Stres didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik atau psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Stres kerja
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, interpersonal, dan intelektual (Selye dalam Hardjana, 1994). Luthans (2002) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan yang berbeda pada setiap individu. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stress kerja tersebut orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir, dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja, karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja, seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau kerjasama, dan kesulitan dalam masalah tidur. Hans Selye (Gibson, 1996:339) membagi stres menjadi dua, yaitu stres negatif (distres) dan stres positif (eustres). Stres negatif adalah karyawan yang akan pensiun merasa kehilangan jabataan setelah pensiun, merasa tidak berdaya, minder, dan mengakibatkan rasa segan untuk bertemu dengan teman-temannya. Di sisi lain, stres positif dalam hal ini karyawan yang akan pensiun mengupayakan untuk mengantisipasi kehidupan setelah pensiun dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang positif seperti mencari aktivitas pengganti atau mulai menyesuaikan kembali gaya hidup. Menurut Hardjana (1994), gejala stres dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut 1) emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain, mudah bermusuhan dan menyerang; 2) fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, keringat berlebihan, perubahan selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan
jantung, dan kehilangan energi; 3) interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain; dan 4) intelektual, yaitu mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Menurut Turner dan Helms (Eliana, 2003) ada beberapa hal yang menjadi sumber stres menjelang pensiun, yaitu 1) masalah keuangan, pendapatan keuangan akan menurun drastis. Hal ini akan mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus dibiayai. Hal ini menimbulkan stres tersendiri bagi seorang suami karena merasa perannya sebagai kepala keluarga tertantang; 2) berkurangnya harga diri yang menurut Bengston (Eliana, 2003), harga diri seorang pria biasanya dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perasaan memiliki, mampu, dan berharga. Ketiga hal tersebut sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam lingkungan pekerjaaan; 3) berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan. Kontak dengan orang lain membuat pekerjan semakin menarik. Bahkan pekerjaan itu sendiri dapat menjadi reward sosial bagi beberapa pekerja misalnya seorang sales, resepsionis, customer service yang meraih kepuasan ketika berbicara dengan pelanggan. Selain kontak sosial, orang juga membutuhkan dukungan orang lain berupa perasaan ingin dinilai, dihargai, dan dianggap penting. Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari teman sekerja, atasan, bawahan, dan sebagainya. Tentunya ketika memasuki masa pensiun, waktu bertemu dengan rekan sekerja menjadi berkurang; 4) hilangnya makna suatu tugas. Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya. Dalam hal ini tidak dapat dikerjakan saat seseorang itu mulai memasuki masa pensiun; 5) hilangnya kelompok referensi yang dapat mempengaruhi self image. Biasanya seseorang menjadi anggota suatu kelompok bisnis tertentu ketika masih aktif bekerja. Tetapi ketika sudah pensiun, secara langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan
33
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
hilang. Hal ini akan mempengaruhi seseorang untuk kembali menilai dirinya lagi; dan 6) hilangnya rutinitas. Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam kerja. Tidak semua orang menikmati jam kerja yang panjang seperti ini, tetapi tanpa disadari kegiatan panjang selama ini memberikan sense of purpose, rasa aman, dan pengertian bahwa ternyata berguna. Ketika menghadapi masa pensiun, waktu ini hilang, orang mulai merasakan diri tidak produktif lagi. Luthans (2002:185) menyatakan bahwa motivasi yang ada dalam setiap individu berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal muncul karena adanya kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri individu, kemudian mempengaruhi pikiran, dan mengarahkan perilakunya. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi pikiran seseorang yang akan mengarahkan perilakunya yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Gitosudarmo (1986:77), motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan terdapat dua macam yaitu motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan yang sering disebut insentif dan motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, dan pendekatan manusiawi. Notivasi finansial dan non finansial yang bersifat negatif dapat berupa tidak diberikannya reward (tidak menerima bonus karena kinerjanya tidak memenuhi standar), teguran, dan hukuman. Berdasarkan penjelasan tersebut maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Stres berpengaruh signifikan terhadap motivasi karyawan menjelang pensiun. Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Menurut Simamora (1995:500) kinerja adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan. Kinerja adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Soeprihantono (Koesmono, 2005), mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan
34
selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Timpe (Mangkunegara, 2005) mengatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu 1) faktor internal, yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, meliputi sikap, kepribadian, fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel personal lainnya dan 2) faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari lingkungan yang meliputi perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Menurut Jersip (1975) yang dikutip oleh As’ad dalam Hardini (2001), menyatakan bahwa usaha untuk menentukan ukuran tentang sukses dalam suatu pekerjaan amatlah sulit, karena sering kali pekerjaan itu begitu komplek sehingga sulit ada ukuran output yang pasti, misal pekerjaan administratif. Menurut Flippo (1984), pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui penilaian mutu/ kualitas kerja yang berkaitan dengan ketepatan, keterampilan, ketelitian, dan kerapian pelaksanaan pekerjaan. Kuantitas kerja berkaitan dengan pelaksanaan tugas regular dan tambahan. Ketangguhan berkaitan dengan mengikuti petunjuk/perintah yang ada, kebiasaan mengikuti peraturan keselamatan yang baik, inisiatif, dan ketepatan waktu kehadiran. Sikap menunjukkan seberapa jauh wewenang dan tanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan serta bagaimana tingkat kerja sama dengan teman dan atasan dalam penyelesaian pekerjaana. Berdasarkan penjelasan tersebut maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: stres berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan menjelang pensiun. Parnes dan Nessel (Corsini, 1987 dalam Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi yang mana individu telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan yang lebih jelas dan lengkap oleh Corsini (Eliana, 2003) mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan. Masa pensiun bukanlah berakhirnya era berkarya melainkan membuka
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
lahirnya kehidupan yang tidak kehilangan arti yang mungkin lebih bermakna dalam aktivitas dan peran masing-masing. Banyak peran yang dapat dimainkan saat pensiun tiba. Peran itu dapat bersifat menyenangkan diri sendiri maupun keluarga. Untuk diri sendiri dapat dengan mengembangkan hobbynya sedangkan untuk keluarga dapat berbagi waktu dan pengalaman Berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup (Schawrz dalam Hurlock, 1999). Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai, dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa pensiun, dapat berubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi dapat juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi. Karena karyawan yang memasuki masa pensiun sering kali merasa malu karena menganggap dirinya sebagai pengangguran sehingga menimbulkan perasaanperasaan minder, rasa tidak berguna, tidak dikehendak, dan terlupakan. Berbeda dengan ketika orang masih bekerja, dirinya merasa terhormat dan masih berguna. Selain itu pada waktu masih bekerja seseorang mendapatkan bermacam-macam fasilitas materiil, sedangkan setelah pensiun semua fasilitas kerja tidak ada lagi. Menurut Hartini (dalam Safaria, 2008) reaksi sikap terhadap masa pensiun ada tiga bentuk, yaitu 1) menerima, kemungkinan disebabkan karena individu telah mempersiapkan diri menghadapi pensiun dan merasa wajar merasakannya; 2) terpaksa menerima, kemungkinan disebabkan karena merasa dirinya masih produktif dan terpaksa mempersiapkan diri untuk pensiun meskipun tidak diinginkannya; dan 3) menolak, disebabkan dirinya tidak mengakui bahwa dirinya harus pensiun. Masa pensiun dibagi menjadi dua, yaitu secara sukarela dan berdasarkan pada peraturan. Ketika Indonesia memasuki masa krisis moneter, banyak perusahaan goyah sehingga harus menciutkan sejumlah pegawai dengan diberikan sejumlah imbalan. Kepada karyawan diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan tetap bekerja atau mengundurkan diri. Kondisi seperti ini termasuk pensiun yang dilakukan secara sukarela. Pensiun yang dijalani berdasarkan aturan dari perusahaan adalah pensiun yang kerap kali
dilakukan oleh satu perusahaan berdasarkan aturan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dalam hal ini kehendak individu diabaikan, apakah masih sanggup atau masih ingin bekerja kembali. Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan untuk mengetahui bagaimana penyesuaian seseorang ketika memasuki masa pensiun, Atchley (1983 dalam Eliana, 2003) mengemukakan beberapa fase proses pensiun, yaitu 1) fase pra pensiun, yang dibagi menjadi dua yaitu remote dan near. Pada remote phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh. Fase ini dimulai pada saat orang pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, orang mulai sadar akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuain diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai memberikan program persiapan masa pensiun; 2) fase pensiun, masa pensiun ini terbagi dalam empat fase besar, dimulai dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah honeymoon, maka perasaan yang muncul ketika memasuki fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi. Kegiatan ini tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi dan merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, dan aturan tertentu (Jacob, 1989 dalam Eliana, 2003). Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistis mengenai alternatif hidup. Setelah mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai
35
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
pemilihan aktivitas dan merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya; 3) fase pasca masa pensiun, biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidakmampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seseorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung. Berdasarkan penjelasan tersebut maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H3: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan yang akan menjelang pensiun. H4: Stres kerja dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan menjelang pensiun Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Krakatau Steel yang akan menjelang pensiun. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan gambaran yang lebih representatif dan mengurangi tingkat kesalahan terhadap nilai populasinya, sehingga total populasinya atau sensus lengkap lebih mendekati nilai sesungguhnya. Sampel penelitian ini sebanyak 86 orang didasarkan pada pendapat Roscoe (dalam Sekaran, 2003) bahwa ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 telah mencukupi untuk digunakan dalam penelitian. Metode pengambilan sample dengan menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel dengan kriteria tertentu agar sampel yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian (Sekaran, 2003). Responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1) karyawan yang akan pensiun dan telah bekerja maksimal 25 tahun; 2) umur karyawan antara 51-56 tahun; dan 3) akan pensiun sekurang-kurangnya lima tahun ke depan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyampaikan lansung kuesioner kepada responden. Penyebaran kuesioner dimulai pada tanggal 12 November 2008 – 28 November 2008. Sampai batas pengumpulan data dari 86 kuesioner yang disebar semua kuesioner kembali. Semua responden bersedia mengisi kuesioner. Ini dapat diartikan bahwa responden tersebut bersedia berpartisipasi dan kemungkinan merasa mempunyai kepentingan pribadi dengan hasil penelitian ini.
HASIL PENELITIAN Berdasarkan data 86 responden tersebut dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Jumlah 74 12 86
Persentase 86 % 14% 100 %
Berdasarkan Tabel 1 tampak responden penelitian didominasi pria. Tabel 2 Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia Usia
Frekuensi
Persentase
51 52 53 54 55 56 Total
18 6 10 5 22 25 86
20,93 % 6,9% 11,6 % 5,8 % 25,58% 29,17% 100 %
Tabel 3 Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan SMA D3 S1 Jumlah
Frekuensi
Persentase
70 12 4 86
81% 14% 5% 100%
Berdasarkan Tabel 3, tampak responden terbanyak adalah berpendidikan SMA.
36
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Tabel 4 Klasifikasi Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja
Frekuensi
Persentase
25 26 27 28 29 30 Total
12 12 9 13 18 22 86
13,9% 13,9% 10,5% 15,2% 20,9% 25,6% 100%
Berdasarkan Tabel 4, tampak dari lamanya masa kerja responden, responden dinilai telah memiliki pengalaman dalam bekerja yang cukup lama sehingga dapat memberikan gambaran mengenai stres kerja terhadap motivasi dan kinerja karyawan menjelang pensiun. Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Pengujian dilakukan dengan menganalisis valid tidaknya sub variabel yang digunakan sebagai pengukuran. Pada dasarnya, validitas dibedakan menjadi tiga macam, yaitu validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk (Sekaran, 2003). Pengujian validitas yang dilakukan adalah uji validitas konstruk dengan metode analisis faktor. Berdasarkan hasil uji analisis faktor diketahui bahwa item pernyataan dalam variabel stres pada aspek emosional terdapat satu item yang gugur yaitu item nomor 1, pada aspek fisikal semua item valid, pada aspek intelektual yang gugur item nomor 4, 7, dan 9, pada aspek interpersonal semua item valid, pada variabel
motivasi terdapat item yang gugur yaitu item nomor 7, 8, dan 11, dan pada variabel kinerja terdapat item yang gugur yaitu item nomor 1, 2, dan 9. Uji reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang dinyatakan valid. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua item pernyataan dinyatakan valid. Oleh karena itu, dapat diikutsertakan dalam pengujian reliabilitas. Menurut Ghozali (2006), suatu variabel dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien Cronbach‘s Alpha lebih besar atau sama dengan 0.6. Jika nilai alpha <0,6 maka hal ini mengidentifikasikan ada beberapa responden yang menjawab tidak konsisten dan harus dilihat satu persatu jawaban responden yang tidak konsisten. Menurut Sekaran (2003), nilai Alpha antara 0,8 sampai dengan 1,0 dikategorikan reliabilitas baik. Berdasarkan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa ke tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu variabel stres kerja, motivasi kerja, dan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil kuesioner yang diterima, berikut ini ditunjukkan kisaran teoritis dan aktual, mean, range, dan standar deviasi hasil penelitian. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata jawaban responden terhadap pertanyaan yang mewakili emosional memiliki nilai minimum 1 dan maksimum 4, dengan nilai mean 2,29. Untuk fisikal memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum 3 dengan mean 2,11. Untuk intelektual memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum 3 dengan mean 2,15. Sedangkan untuk interpersonal memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum 4 dengan mean 2,18. Variabel emosional memiliki nilai mean yang paling tinggi dibanding dengan nilai mean fisikal, intelektual, dan interpersonal. Stres akan berpengaruh
Tabel 5 Analisis Deskriptif Variabel Independent (X), Variabel Intervening (Z), dan Variabel Dependent(Y)
EM AF INTLK INTRP MT K Valid N (listwise)
N Range 86 3 86 2 86 2 86 2 86 3 86 2 86
Minimum Maximum Mean 1 4 2.29 1 3 2.11 1 3 2.15 1 4 2.18 2 5 4.11 3 5 3.84
Std. Deviasi .438 .458 .574 .665 .620 .616
37
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
terhadap hubungan dengan orang lain, karena gejala ini akan nampak pada individu yang mulai mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati berubah-ubah, dan mudah depresi. Variabel motivasi memiliki skor minimum 2 dan skor maksimum 5, dengan nilai mean 4,11 yang hampir mendekati nilai maksimumnya. Ini berarti, motivasi memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang akan menjelang pensiun di PT. Krakatau Steel Cilegon menunjukkan skor terendah 3 dan tertinggi 5, artinya karyawan PT. Krakatau Steel Cilegon memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Hal ini dilakukan dengan menggunakan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10, maka terdapat multikolinearitas, sedangkan jika nilai VIF < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas (Ghozali, 2006). Sebelum melakukan uji asumsi klasik selanjutnya, peneliti melakukan uji multikolineritas untuk memilih mana variabel yang layak untuk model regresi. Adanya multikolinearitas mengakibatkan koefisien regresinya tidak tertentu atau standard errornya tidak terhingga, dan akan menimbulkan bias dalam spesifikasi. Berdasarkan pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa semua variabel telah memenuhi persyaratan ambang toleransi. Nilai VIF semua variabel bebas diatas 1 dan di bawah 10. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hubungan multikolinearitas di antara variabel bebas dalam model regresi tersebut. Untuk pengujian otokorelasi diperoleh hasil nilai Durbin Watson (DW) semua variabel lebih besar dari batas atas (du) 1,75 dan kurang dari 4-du (4- 1,75) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya atau varians antarvariabel independen tidak sama. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heteroskedastisitas. Gujarati (2003) mengemukakan bahwa uji Glejser dapat dipakai untuk melihat ada tidaknya indikasi terjadinya ketidaksamaan varians dari residual dari setiap observasi. Jika varians dari residual
38
dari satu pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedasitas dan jika varians berbeda maka model regresi itu dapat dikatakan heteroskedastisitas. Indikasi terjadinya heteroskedastisitas ditunjukkan dengan nilai signifikansi. Apabila nilai signifikansi variable independen lebih kecil daripada nilai signifikansi yang ditentukan (0,05) berarti terjadi heteroskedastisitas. Namun, apabila signifikansi variabel independen lebih besar dari nilai signifikansi yang ditentukkan (0,05) berarti tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas dari variabel emosional (X1) sebesar 0,082, fisikal (X2) sebesar 0,000, intelektual (X3) sebesar 0,080, dan interpersonal (X4) sebesar 0,057. Semuanya lebih besar daripada 0,05 sehingga hasilnya tidak signifikan dan dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut tidak ada masalah heterocesdaticity (error identity). Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Hasil pengujian normalitas dengan One-Sample kolmogorov-Smoirnov dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas karena nilai Asymp Signnya 0,963 lebih besar daripada 0,05 sehingga asumsi normalitas dalam penelitian ini terpenuhi sehingga analisis dapat dilanjutkan. PEMBAHASAN Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel terikat motivasi (Z) mampu dijelaskan oleh variabel bebasnya stres yang tediri dari emosional (X1), fisikal (X2), intelektual (X3), dan interpersonal (X4).
Tabel 6 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Adjusted Model 1
R .596a
R Square .356
Std. Error of R Square .324
the Estimate .510
a. Predictors: (Constant), INTRP, INTLK, AF, EM b. Dependent Variable: MT
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa angka R square sebesar 0,356, dapat diartikan bahwa variasi keempat variabel independen yang terdiri dari variabel (X1) emosional, (X2) fisikal, (X3) intelektual, dan (X4) interpersonal mampu menjelaskan sebesar 35,6% sedangkan sisanya 64,4% dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak tercakup dalam model atau variabel lain yang tidak diteliti. Berdasarkan uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 11,181 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk mengetahui apakah keempat dimensi variabel stres (emosional (X1), variabel fisikal (X2), variabel intelektual (X3), dan variabel interpersonal (X4) secara bersama-sama mempunyai hubungan dengan motivasi (Z). Uji signifikansi secara parsial dengan menggunakan uji t berfungsi untuk mengetahui pengaruh dimensi stres yang terdiri dari variabel emosional (X1), variabel fisikal
(X2), variabel interpersonal (X3), dan variabel intelektual (X4), secara parsial/individu terhadap motivasi. Berdasarkan uji t diperoleh hasil sebagai berikut: Stress (X) secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja (Z). Sedangkan koefisien regresi parsial â sebesar -0,239 menunjukkan besarnya perubahan motivasi kerja (Z) yang disebabkan oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas kesalahan adalah sebesar 5%. Hal ini membuktikan bahwa variabel emosional secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi. Artinya apabila emosional yang terjadi dirasakan terlalu berat maka akan dapat meningkatkan stres kerja dan motivasi menurun. Sebaliknya, variabel emosional sebagai penyebab stres kerja dapat dipecahkan dengan baik, paling tidak kondisi emosional dapat dikontrol sehingga stres kerja akan berkurang dan motivasi kerja karyawan
Tabel 7 Hasil Uji F
ANOVA b Sum of Model Squares df Mean Square 1 Regression 11.628 4 2.907 Residual 21.060 81 .260 Total 32.688 85 a. Predictors: (Constant), INTRP, INTLK, AF, EM b. Dependent Variable: MT
F 11.181
Sig. .000a
Tabel 8 Hasil Uji t
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 6.470 .385 EM -.239 .136 -.169 AF -.497 .129 -.367 INTLK -.174 .098 -.161 INTRP -.179 .093 -.192 a. Dependent Variable: MT
t 16.824 -1.759 -3.853 -1.773 -1.928
Sig. .000 .082 .000 .080 .057
39
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
juga akan meningkat. Nilai koefisien sebesar 82%, artinya emosional mempunyai pengaruh terhadap motivasi. Koefisien fisikal β -0,497 menunjukkan besarnya perubahan motivasi kerja yang disebabkan oleh perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Nilai probabilitas 0%, artinya kondisi ini dapat dipahami oleh masing-masing karyawan yang akan menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal tidak akan menyebabkan motivasi menurun. Hasil perhitungan nilai probabilitas kesalahan sebesar 80% menunjukkan bahwa intelektual secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja. Besarnya perubahan motivasi kerja yang disebabkan oleh perubahan aspek intelektual ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial β -0,174 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah antara variabel intelektual dengan motivasi. Kontribusi variabel interpersonal dalam menjelaskan variasi motivasi kerja adalah sebesar 57%. Sedangkan perubahan motivasi kerja disebabkan oleh perubahan intrepersonal sebesar -0,179 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah antara variabel interpersonal dengan motivasi. Stres (X) secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan . Sedangkan koefisien regresi parsial â sebesar -0,274 menunjukkan besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas kesalahan adalah sebesar 5%. Nilai koefisien sebesar 41%, artinya emosional mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. Koefisien fisikal β -0,346 menunjukkan besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Nilai probabilitas 7%, artinya kondisi ini dapat dipahami oleh masing-masing karyawan yang akan menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal tidak akan menyebabkan kinerja karyawan turun. Hasil perhitungan nilai probabilitas kesalahan sebesar 19% menunjukkan bahwa intelektual secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan aspek intelektual ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial β -0,229
40
dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah antara variabel intelektual dengan kinerja karyawan. Kontribusi variabel interpersonal dalam menjelaskan variasi kinerja karyawan adalah sebesar 4%. Sedangkan perubahan kinerja karyawan disebabkan oleh perubahan interpersonal sebesar 0,265 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah antara variabel interpersonal dengan kinerja karyawan. Stress (X) secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan . Sedangkan koefisien regresi parsial â sebesar -0,103 menunjukkan besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan variabel emosional dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Nilai probabilitas kesalahan adalah sebesar 5% membuktikan bahwa variabel emosional secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya apabila emosional yang terjadi dirasakan terlalu berat maka akan meningkatkan stres kerja dan kinerja menurun. Sebaliknya, variabel emosional sebagai penyebab stres kerja dapat dipecahkan dengan baik, paling tidak kondisi emosional dapat dikontrol sehingga stres kerja akan berkurang dan kinerja karyawan juga akan meningkat. Nilai koefisien sebesar 26,3%, artinya emosional mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. Koefisien fisikal β 0,10 menunjukkan besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan fisikal dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Nilai probabilitas 91,1%, artinya kondisi ini dapat dipahami oleh masing-masing karyawan yang akan menjelang pensiun, sehingga perubahan fisikal tidak akan menyebabkan turunnya kinerja karyawan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan positif atau searah antara variabel intelektual dengan kinerja karyawan. Hasil perhitungan nilai probabilitas kesalahan sebesar 30% menunjukkan bahwa intelektual secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Besarnya perubahan kinerja karyawan yang disebabkan oleh perubahan aspek intelektual ditunjukkan oleh koefisien regresi parsial â -0,104 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA DAN ............... (Deassy Ekoningtyas)
atau tidak searah antara variabel intelektual dengan kinerja karyawan. Kontribusi variabel interpersonal dalam menjelaskan variasi kinerja karyawan adalah sebesar 30%, sedangkan perubahan kinerja karyawan disebabkan oleh perubahan interpersonal sebesar 0,137 dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan negatif atau tidak searah antara variabel interpersonal dengan kinerja karyawan, sedangkan kontribusi variabel motivasi dalam menjelaskan variasi kinerja karyawan yang akan menjelang pensiun adalah 0,000. Perubahan kinerja karyawan disebabkan oleh perubahan motivasi sebesar 0,717 dengan asumsi variabel yang lain kostan. Koefisien regresi ini menunjukkan hubungan positif atau searah antara variabel motivasi dengan kinerja karyawan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis dapat ditarik simpulan sebagai berikut 1) pengujian yang dilakukan terhadap hipotesis pertama memberikan hasil yang tidak memdukung hipotesis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel stres yaitu variabel fisikal secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja ditunjukkan oleh probabilitas kesalahan 0,00. Jadi, hanya ada satu variabel stres yaitu variabel fisikal yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi. Sedangkan ketiga variabel independen lainnya yang terdiri dari emosional, intelektual, dan interpersonal tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi, yang ditunjukkan oleh probability kesalahan lebih dari 0,05; 2) hasil penelitian hipotesis kedua berhasil mendukung penelitian, yaitu stres mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Besarnya perubahan stres yang dijelaskan oleh variabel kinerja sebesar38,6% (R2 = 0,386); 3) hasil penelitian ini berhasil mendukung hipotesis ketiga penelitian, yaitu bahwa variabel motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Besarnya pengaruh variabel motivasi terhadap kinerja karyawan ditunjukkan oleh probability kesalahan sebesar 0,00; dan 4) hasil penelitian hipotesis keempat menunjukkan
bahwa variabel stres dan motivasi secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan. Besarnya perubahan kinerja karyawan yang akan menjelang pensiun dijelaskan oleh variabel stres dan motivasi sebesar 72,2% (R2 = 0,722). Hal ini berarti model regresi yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan variansi kinerja karyawan dengan baik. Implikasi Berdasarkan hasil pengujian, terbukti bahwa stres akan berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Untuk itu, manajemen PT. Krakatau Steel Cilegon perlu melakukan tindakan yang dapat menurunkan tingkat stres bagi karyawannya menjelang pensiun seperti memberikan tunjangan kesehatan dan penyediaan fasilitas perumahan. Implikasi untuk pihak manajemen PT. Krakatau Steel pada khususnya dan untuk dunia usaha pada umumnya untuk lebih memperhatikan masalah stres menjelang pensiun sehingga motivasi dan kinerja karyawan dapat di tingkatkan. Saran Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik maka perlu menambahkan dan memperjelas indikator masing-masing variabel yang digunakan. Indikator yang lengkap akan tercermin dalam kuesioner, sehingga akan mempermudah responden dalam menjawab setiap pertanyaan yang di ajukan. Hasil penelitian ini, baik variabel stres (X) yang diteliti maupun jumlah respondennya masih sangat terbatas sehingga diharapkan peneliti selanjutnya yang sejenis, hendaknya memperbanyak jumlah variabel yang akan diteliti dan jumlah responden yang dijadikan populasi sehingga hasil penelitiannya lebih tergeneralisasi. Saran untuk PT. Krakatau Steel, stres dapat diturunkan dengan cara memberikan assesment untuk menentukan arah minat karyawan agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif, kemudian dibina, dan dibekali dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan baru yang nantinya terpakai pada saat pensiun.
41
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 31-42
DAFTAR PUSTAKA Atkinson, R. L. Atkinson, R.C. and Hilgard, E.R. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Cooper, C.L & Payner. 1994. Causes Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd Eliana, Rika. 2003. Summary of Citing Internet Sites. Konsep Diri Pensiun. Diakses tanggal 29 Februari 2008.
Luthans, Fred. 2002. Organizational Behavior, Ninth Edition. Singapore: McGraw-Hill International Editions.
Flippo, Edwin B. 1984. Personal Management. Sixth Edition. McGraw-Hill, Inc
Mangkunegara, A. P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. (Cetakan Keenam). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang: BPUD.
Reksohadiprojo, Sukanto dan Handoko, T. Hani, 1996. Organisasi Perusahaan: Teori, Strukutur, dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE.
Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnely, James H. 1996. Organizations: Behavior, Structure, Process. Irwin: Illinois
Safaria, Triantoro. 2008. Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa pensiun. Binaedupsikologi_center.com
Gitosudarmo, Indriyo. 1986. Prinsip Dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. 3rd
Hardjana, A. M. 1994. Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius.
Edition. John Willey and Sons: New York.
Hardini, Sri. 2001. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Yogyakarta. Helmi, Avin Fadilla. 1995. Stress Manajemen Untuk Karyawan Purna Karya. http:/ avin.staf.ugm.ac.id/data/karyailmiah/ stressmanajemen_avin.pdf Hurlock, B. Elizabeth. 1999. A life Span Approach. Five Edition. New York. Mc Graw Hill. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
42
Koesmono, Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur. http://puslit.petra.ac.id/-puslit/journals.
Suranta, Sri. 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan Bisnis dengan Motivasi Karyawan dan Pengendalian Tugas sebagai Variabel Pemoderasi. Tesis S-2 (Tidak diplubikasikan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Soekemi. 2002. Pengaruh Kepemimpinan Iklim Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Klaten. Tesis Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, tidak dipublikasikan
ISSN: 1978-3116 PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 43-50
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA MOTIVASI MAHASISWA SERTA DAMPAKNYA PADA PEMBELAJARAN, PEMBERDAYAAN, DAN KEPUASAN MAHASISWA Dilha Ayu Paramita E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research examined the influence of teacher transformational leadership to students’ motivation and its impact to students’ learning, empowerment, and satisfaction. Participants of this research are graduate students consisting of master of management students (MM), master of accounting students (MAKSI), and accounting professional education (PPA) in STIE YKPN. Data collection procedure uses questionnaire and was processed with structural equation modelling that enables simultaneous data processing with mediating variable. There are several important results. First, teacher transformational leadership has positive influence to students’ motivation. Second, students’ motivation has positive influence to students’ learning. Third, students’ motivation has positive influence to students’ satisfaction. And fourth, students’ motivation has positive influence to students’ empowerment. Keywords: teacher transformational leadership, empowerment, motivation, satisfaction, students’ learning.
PENDAHULUAN Perkembangan dunia yang pesat dewasa ini harus diimbangi dengan kemajuan dunia pendidikan tinggi yang didisain sedemikian rupa agar perguruan tinggi
tidak tertinggal dengan perkembangan dunia. Pendidikan tinggi harus mampu menciptakan caloncalon tenaga siap latih untuk memasuki dunia kerja melalui peran pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi yang mampu menjadi agen perubahan. Keberadaan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) harus mampu memberikan kepuasan kepada mahasiswanya. Kepuasan mahasiswa dapat diartikan sebagai perbandingan antara harapan yang diinginkan mahasiswa tentang layanan dosen yang didukung oleh sarana prasarana dengan yang mahasiswa rasakan setelah mendapatkan layanan. Suatu bidang yang sedang berkembang di dalam penelitian komunikasi instruksional adalah pengaruh kepemimpinan dosen pada hasil pembelajaran. Richmond dan McCroskey (1992) seperti dikutip dalam Noland (2005), menyatakan bahwa ruang kelas adalah suatu organisasi. Oleh karena itu, beberapa penelitian telah menguji hubungan antara gaya dosen dan hasil pembelajaran. Penelitian tersebut menghasilkan teori organisasional pada konteks instruksional. Penelitian ini akan memperluas penelitian sebelumnya dengan menambahkan pemahaman pada efek kepemimpinan transformasional pada hasil pembelajaran. Di dalam kelas, dosen berperan sebagai pemimpin. Pounder (2003) menyatakan kepemimpinan transformasional sebagai suatu teori yang dapat diaplikasikan untuk konteks instruksional. Penelitiannya menghasilkan hubungan yang positif dengan kepemimpinan transformasional dosen, termasuk di antaranya perkembangan kapabilitas pelajar untuk menggunakan
43
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
ide-ide dan informasi, perkembangan kemampuan pelajar untuk berpikir kritis dan mengukur ide-ide, dan perkembangan kemampuan pelajar untuk secara kritis menguji situasi dan menghasilkan pendekatan baru untuk memecahkan permasalahan. Kepemimpinan transformasional akan memiliki pengaruh positif pada motivasi mahasiswa, dan motivasi mahasiswa akan mempunyai pengaruh positif pada kepuasan, pemberdayaan, dan pembelajaran mahasiswa. Sifat pemimpin atau dosen transformasional akan mempengaruhi motivasi mahasiswa melalui kharisma yang dimiliki seorang dosen transformasional. Dosen yang berkarisma lebih mudah memotivasi mahasiswanya sehingga pemimpin atau dosen transformasional mempunyai hubungan positif dengan student motivation. Barelson dan Steiner seperti dikutip dalam Koortz (2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan, menggerakan, mengarahkan, atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Kepemimpinan transformasional melibatkan pengembangan hubungan yang lebih dekat antara pemimpin dan pengikut. Dosen transformasional akan lebih mudah untuk memotivasi mahasiswanya. Teknikteknik atau perilaku tertentu dapat mempengaruhi pemberdayaan mahasiswa, seperti memberikan motivasi kepada mahasiswa sehingga motivasi mahasiswa secara positif mempengaruhi pemberdayaan mahasiswa. Apabila komunikasi yang terjalin antara dosen dan mahasiswa dalam kepemimpinan transformasional berjalan sangat baik, dosen berusaha melayani mahasiswanya baik di dalam kelas yaitu selama proses belajar mengajar berlangsung atau bahkan di luar kelas setelah proses belajar mengajar selesai. Sikap tersebut akan dapat memotivasi mahasiswa untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaannya dalam konteks belajar sehingga mahasiswa yang termotivasi akan menciptakan kepuasan bagi mahasiswanya. Motivasi mahasiswa mempunyai hubungan positif dengan kepuasan mahasiswa. Pemimpin atau dosen transformasional selalu menekankan pada kedekatan dengan mahasiswanya yang berarti komunikasi dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut menunjukkan adanya keterbukaan antara mahasiswa dan dosen sehingga mahasiswa merasa mudah dalam menjalankan proses belajarnya dan mahasiswa akan
44
termotivasi untuk belajar. Mahasiswa yang termotivasi akan tertarik untuk belajar. Motivasi mahasiswa mempunyai hubungan positif dengan student learning. Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut 1) apakah perilaku transformasional dosen berpengaruh positif pada motivasi mahasiswa; 2) apakah motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa; 3) apakah motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pemberdayaan mahasiswa; dan 4) apakah motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara perilaku transformasional dosen terhadap motivasi mahasiswa, serta dampaknya pada pembelajaran mahasiswa, pemberdayaan mahasiswa, dan kepuasan mahasiswa. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi akademisi, yaitu hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan mengenai pengaruh antara perilaku transformasional terhadap motivasi mahasiswa, dan pengaruh motivasi mahasiswa terhadap pembelajaran mahasiswa, pemberdayaan, dan kepuasan mahasiswa. Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai tipe kepemimpinan yang dapat meningkatkan pemberdayaan, pembelajaran, motivasi, dan kepuasan mahasiswa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan mengenai kriteria-kriteria tipe dosen yang membantu proses belajar mahasiswa di dalam kelas. MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut Bass dan Avolio (1994), kepemimpinan transformasional memiliki ciri-ciri pokok yang dikenal dengan sebutan “4I (Four I’s)” yaitu idealized influence (II), inspirational motivation (IM), intellectual stimulation (IS), dan individualized consideration (IC). Idealized Influence (II) menggambarkan ciri kepemimpinan atasan yang mampu mempengaruhi bawahan secara komunikatif terhadap pentingnya komitmen bersama dan pentingnya tekad yang tangguh untuk mencapai tujuan perusahaan. Inspirational motivation (IM) menggambarkan ciri kepemimpinan atasan yang mampu mengkomunikasikan visi dalam perusahaan dan menggunakan simbol-simbol dan ritual
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
organisasi untuk menumbuhkan inspirasi bawahan dalam bekerja agar bawahan mampu memanfaatkan peluang dan berani mengambil risiko. Atasan mampu mengkomunikasikan masa depan dengan penuh optimis, merumuskan dan menetapkan target pencapaian tugas, dan meyakinkan bawahan bahwa target pekerjaan dapat dicapai. Intellectual stimulation (IS) menggambarkan ciri kepemimpinan atasan yang mampu mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara-cara kerja yang sering dilakukan, merangsang dan memikirkan kembali cara-cara kerja baru, membiasakan bawahan untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dengan pendekatan dan cara-cara baru, mengembangkan kemampuan bawahan untuk melihat permasalahan dengan pemikiran yang berbeda, mendorong keberanian bawahan untuk menyampaikan pandangan dan gagasan-gagasannya, dan membiasakan bawahan untuk memecahkan masalah secara mandiri, kritis, kreatif, dan inovatif. Intellectual stimulation tidak selalu hanya satu arah. Para pengikut dapat menstimulasi pemimpin apabila ada keterbukaan antara pemimpin dan pengikut. Individual consideration (IC) menggambarkan ciri kepemimpinan atasan yang menekankan perhatian kepada bawahan melalui sentuhan pribadi, memperlakukan bawahan sebagai individu yang memiliki kelebihan dan keterbatasan, bersedia untuk mendengarkan keluhan dan kecemasan bawahan, berupaya agar bawahan mampu berkembang, menghargai pandangan dan menumbuhkan keyakinan bahwa mampu melakukan pekerjaan dengan sukses, mengakui dan memberi apresiasi terhadap kontribusi bawahan, serta menghargai kontribusi bawahan terhadap kemajuan dan kesuksesan perusahaan. Motivasi mahasiswa terdiri dari dua bentuk motivasi yaitu motivasi keadaan dan motivasi sifat (Frymer & Shuman, 1995). Motivasi keadaan tergantung pada situasi dan waktu. Motivasi sifat yaitu motivasi yang dirasakan mahasiswa terhadap kursus, tugas, atau bidang tertentu pada waktu tertentu. Perbedaan antara kedua motivasi tersebut penting bagi dosen karena dapat menempatkan dosen untuk mempengaruhi mahasiswa baik menggunakan bentuk motivasi keadaan atau menggunakan bentuk motivasi sifat. Berdasarkan penelitian Thomas dan Velthouse (1990) mengenai pemberdayaan di tempat kerja, mengkonseptualisasikan pemberdayaan menjadi empat
dimensi yaitu kebermaknaan, kompetensi, dampak, dan pilihan. Dimensi kebermaknaan membandingkan nilai suatu tugas dengan keyakinan dan nilai-nilai individu. Semakin besar kesesuaian antara tugas, keyakinan, dan nilai-nilai seseorang maka tugas tersebut semakin bermakna. Jika mahasiswa menganggap tugas yang diberikan oleh dosen sesuai dengan keyakinan dan nilainya, maka akan merasa diberdayakan dan dimotivasi. Dimensi kompetensi mengacu pada tingkat dimana individu merasa mampu menyelesaikan tugas yang dihadapi. Frymier et al. (1996) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara self esteem dengan kompetensi. Para pemimpin transformasional mempunyai kontribusi yang besar untuk dapat memberdayakan individu melalui individualized consideration dan inspirational motivation. Dimensi dampak adalah tingkat dimana individu mempunyai persepsi bahwa pencapaian suatu tujuan tertentu akan mempengaruhi tujuan pribadinya yang lebih besar (Thomas & Velthouse, 1990). Misalnya, jika seorang mahasiswa mempunyai tujuan memperoleh skor TOEFL yang baik, maka menganggap bahwa mengikuti kursus TOEFL akan memiliki dampak yang besar pada tujuannya. Secara teoritis, semakin besar dampak yang dipersepsi seseorang, semakin tinggi pemberdayaan dan motivasinya (Frymier et al, 1996). Dimensi pilihan adalah tingkat dimana individu merasa bahwa dirinya memegang kendali atas tujuan-tujuan yang akan dicapai dan metode-metode yang akan dilakukan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Semakin besar pilihan yang diberikan kepada individu, maka individu tersebut merasa semakin diberdayakan (Thomas & Velthouse, 1990). Pembelajaran mahasiswa menurut Sidlinger dan McCroskey (1997) mempunyai dua bentuk yaitu afektif dan kognitif. Pembelajaran afektif didefinisikan sebagai perkembangan sikap positif mahasiswa terhadap mata pelajaran yang sedang diajarkan yaitu mahasiswa akan terus termotivasi belajar mata pelajaran tertentu walaupun kelas untuk mata pelajaran tersebut telah berakhir. Pembelajaran kognitif menutut Messman dan Jones-Corley (2001) seperti dikutip dalam Noland (2005) didefinisikan sebagai penerimaan, penyimpanan, transfer, dan penerapan pengetahuan. Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul di dalam individu yang menggerakan dan mengarahkan perilaku.
45
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
Emosi positif yang dirasakan mahasiswa di dalam kelas karena adanya interaksi antara dosen dengan mahasiswanya oleh Myrs (2002) dikonseptualisasikan sebagai kepuasan mahasiswa. Interaksi yang dimaksud dalam konsep ini adalah adanya komunikasi antara dosen dengan mahasiswa. Dengan adanya komunikasi antara dosen dengan mahasiswa ini tidak hanya akan mempermudah mahasiswa dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya, tetapi juga mengakibatkan mahasiswa menjadi puas. Pemimpin atau dosen transformasional akan mempengaruhi motivasi mahasiswa melalui kharisma yang dimiliki seorang pemimpin transformasional. Pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakan bawahannya. Dengan demikian, pemimpin yang berkharisma akan lebih mudah memotivasi bawahannya, sehingga pemimpin atau dosen transformasional mempunyai hubungan positif dengan motivasi mahasiswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Perilaku transformasional dosen berpengaruh positif pada motivasi mahasiswa. Motivasi diidentifikasi sebagai variabel perantara yang penting antara perilaku pengajar dengan pembelajaran siswa (Jaaspar & Cooper, 1999) seperti dikutip dalam Noland (2005). Sorensen (1989) seperti dikutip dalam Noland (2005) menyimpulkan bahwa keterampilan komunikasi pengajar, seperti penyampaian, kesegeraan, kejelasan, dan tata urutan, memiliki kemungkinan besar dalam meningkatkan pembelajaran afektif mahasiswa. Pentingnya pembelajaran afektif akan tampak ketika dilihat sebagai penyebab pembelajaran kognitif (Rodriguez et.al, 1996). Afektif mahasiswa sering menimbulkan pembelajaran kognitif karena ketertarikan, motivasi, dan keterlibatan mahasiswa meningkat ketika pembelajaran afektif meningkat (Rodriguez et.al, 1996). Hubungan tersebut merupakan kesempatan besar bagi pengajar transformasional untuk memotivasi mahasiswa melalui keterampilan komunikasi yang dimiliki pengajar transformasional yang memiliki hubungan dekat dengan mahasiswanya sehingga dapat meningkatkan pembelajaran mahasiswa. Motivasi mahasiswa mempunyai hubungan positif dengan pembelajaran mahasiswa. Berdasarkan penjelasan
46
tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa. Kepuasan mahasiswa dikonseptualisasikan sebagai emosi positif yang dirasakan mahasiswa di dalam kelas karena adanya interaksi antara dosen dengan mahasiswanya. Dosen transformasional akan dapat memotivasi mahasiswa untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaannya dalam konteks belajar sehingga mahasiswa yang termotivasi akan mempunyai emosi positif dan dapat menciptakan kepuasan bagi mahasiswa. Motivasi mahasiswa mempunyai hubungan positif dengan kepuasan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H3: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa. Perilaku transformasional dosen secara positif mempengaruhi pemberdayaan mahasiswa melalui individual consideration dan inspirational motivation. Individualized consideration adalah pemimpin atau dosen yang memperlakukan mahasiswanya secara berbeda-beda namun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi mahasiswanya yang menyukai tantangan. Sikap tersebut akan dapat memotivasi mahasiswanya untuk bekerja dalam konteks belajar sehingga mahasiswa merasa diberdayakan. Jadi motivasi mahasiswa secara positif mempengaruhi pemberdayaan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H4: Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pemberdayaan mahasiswa. Responden penelitian ini adalah mahasiswa pasca sarjana STIE YKPN yang terdiri dari mahasiswa Magister Manajemen (MM), Magister Akuntansi (MAKSI), dan Pendidikan Profesional Akuntansi (PPA) Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 80 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu menggunakan kuesioner berisi daftar pernyataan yang dibagikan secara langsung kepada responden untuk ditanggapi dan diisi kemudian dikembalikan secara langsung kepada peneliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya dilakukan sekali atau disebut sebagai cross-sectional
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
study (Sekaran, 2000). Dalam penelitian ini yang dimaksud perilaku transformasional dosen adalah perilaku yang menekankan perhatian kepada mahasiswanya melalui sentuhan pribadi, memperlakukan mahasiswa sebagai individu yang memiliki kelebihan dan keterbatasan, bersedia untuk mendengarkan keluhan dan kecemasan mahasiswa, berupaya agar mahasiswanya mampu berkembang, menghargai pandangan dan menumbuhkan keyakinan bahwa mampu melakukan pekerjaan dengan sukses, mengakui dan memberi apresiasi terhadap kontribusi mahasiswa, serta menghargai kontribusi mahasiswa di dalam proses belajar. Motivasi mahasiswa terdiri dari dua bentuk motivasi yaitu motivasi keadaan dan motivasi sifat (Frymer & Shuman, 1995). Motivasi keadaan tergantung pada situasi dan waktu. Motivasi sifat dirasakan mahasiswa terhadap kursus, tugas, atau bidang tertentu pada waktu tertentu. Chiles dan Zorn (1995) berpendapat bahwa pemberdayaan sebagai wujud dari partisipasi karyawan, keterlibatan, dan produktivitas karyawan. Dalam konteks instruksional, pemberdayaan sebagai wujud dari partisipasi mahasiswa di dalam kelas, keterlibatan, dan produktivitas mahasiswa selama proses belajar mengajar di dalam kelas. Mottet & Beebe (2004) seperti dikutip dalam Noland (2005) membedakan
antara pembelajaran afektif dan kognitif. Pembelajaran afektif terjadi saat mahasiswa memutuskan untuk melakukan pembelajaran sendiri. Afektif juga dibagi dalam beberapa bagian yaitu afektif bagi pengajar dan afektif pada isi pelajaran. Afektif bagi pengajar difokuskan pada sikap mahasiswa terhadap pengajar sedangkan afektif bagi isi pelajaran memfokuskan pada sikap mahasiswa terhadap pelajaran yang bersangkutan (Chesboro & McCroskey, 2001) seperti dikutip dalam Noland (2005). Kepuasan mahasiswa dikonseptualisasikan sebagai emosi positif yang dirasakan mahasiswa di dalam kelas karena adanya interaksi (komunikasi) antara dosen dengan mahasiswanya (Myrs, 2002). HASIL PENELITIAN Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan struktural untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen yaitu perilaku transformasional dosen terhadap variabel dependen yaitu motivasi, pemberdayaan, pembelajaran, dan kepuasan mahasiswa. Pengujian fit model dilakukan dengan melihat tiga jenis nilai fit, yaitu absolute fit measures, incremental fit measures, dan parsimonious fit measure. Kriteria penerimaan model ditentukan berdasarkan seberapa sedikit kriteria fit yang
Tabel 1 Kriteria Penerimaan Model
Absolute Fit Chi square; df; probability GFI RMR RMSEA Incremental Fit AGFI NFI CFI TLI Parsimonious Fit CMIN/DF (subject to sample size)
Kriteria tidak signifikan (Hair et al, 1998) > 0,9 (Hair et al, 1998) < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005) < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005) > 0,8 (sharma, 1996) 0,9 (Hair et al, 1998) 0,9 (Hair et al, 1998) 0,9 (Hair et al, 1998) 1-2 over fit 2-5 liberal limit (Arbuckle, 2005)
47
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
dilanggar. Setelah pengujian fit model dilakukan dan model yang ada dapat diterima, hipotesis akan diuji dengan melihat ada atau tidaknya significant path pada panah hubungan antarvariabel yang ada. Hipotesis akan didukung jika ada significant path pada panah hubungan yang ada. Analisis faktor dilakukan untuk menguji validitas item-item pernyataan. Analisis faktor dilakukan secara terpisah untuk tiap variabel perilaku transformasional dosen, motivasi mahasiswa, kepuasan mahasiswa, pembelajaran mahasiswa, dan pemberdayaan mahasiswa. Jumlah sampel sebanyak 80 memadai untuk dilakukan analisis faktor yang dapat dilihat dari nilai Keyser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy seperti yang tampak pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Pengujian Nilai KMO Variabel
Nilai KMO MSA
Transformasional Dosen Motivasi mahasiswa Kepuasan mahasiswa Pemberdayaan mahasiswa Pembelajaran mahasiswa
0,6 0,5 0,7 0,8 0,6
Ukuran reliabilitas konstruk ditentukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha masing-masing variabel. Hasil uji reliabilitas untuk berbagai variabel mengungkapkan bahwa seluruh variabel sudah memenuhi kriteria reliabilitas yang dikemukakan Nunnally (1967) seperti dikutip Churchill (1979) yaitu ukuran reliabilitas 0,50 atau 0,60 sudah dapat dianggap memadai untuk suatu studi eksploratori walaupun masih dalam kategori low reliability. Nilai Cronbach’s Alpha dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengujian reliabilitas Variabel
Cronbach’s Alpha
Keterangan
0,57 0,862 0,55 0,633 0,509
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Perilaku Transformasional Dosen Pemberdayaan mahasiswa Pembelajaran mahasiswa Kepuasan mahasiswa Motivasi mahasiswa
PEMBAHASAN
Tabel 4 Pengujian Fit Model Absolute Fit Chi square; df; probability GFI RMR RMSEA Incremental Fit AGFI NFI CFI TLI Parsimonious Fit CMIN/DF (subject to sample size)
48
Kriteria tidak signifikan (Hair et al 1998) > 0,9 (Hair et al 1998) < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005) < 0,08 upper limit <0,1 (Arbuckle, 2005)
Nilai Fit 15,664 6 0,016 0,932 0,006
Keterangan Kurang baik Baik Baik
0,057
Baik
> 0,8 (sharma 1996) > 0,9 (Hair et al 1998) > 0,9 (Hair et al 1998) > 0,9 (Hair et al 1998)
0,830 0,804 0,862 0,77
Baik Baik Baik Kurang baik
1-2 over fit 2-5 liberal limit (Arbuckle, 2005)
2,611
Baik
PENGARUH PERILAKU TRANSFORMASIONAL DOSEN PADA ..................... (Dilha Ayu Paramita)
Hasil pengujian model dengan melihat nilai-nilai absolute fit menunjukkan bahwa, secara umum model mempunyai goodness of fit yang baik sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan model yang ada. Pengujian hipotesis tentang pengaruh perilaku transformasional dosen terhadap motivasi, pemberdayaan, pembelajaran, dan kepuasan mahasiswa dilakukan dengan melihat adanya significant path dalam model. Jika terdapat significant path, maka hipotesis tersebut akan didukung. Hasil analisis menunjukan bahwa perilaku transformasional dosen berpengaruh positif pada motivasi mahasiswa (β=0,478; P<0,01). Hasil analisis ini mendukung hipotesis pertama yang menyatakan perilaku transformasional dosen berpengaruh positif pada motivasi mahasiswa. Hipotesis kedua yang menyatakan motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa, dalam penelitian ini didukung (β=0,812; P<0,01). Hasil analisis menunjukkan bahwa motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa (β=0,766; P<0,01). Hasil ini mendukung hipotesis ketiga yang menyatakan motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa. Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh positif antara motivasi mahasiswa dengan pemberdayaan mahasiswa (β=0,517; P<0,01) sehingga mendukung hipotesis keempat yang menyatakan motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pemberdayaan mahasiswa.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut 1) adanya pengaruh positif perilaku transformasional dosen pada motivasi mahasiswa, artinya semakin tinggi perilaku transformasional dosen maka motivasi mahasiswa akan meningkat; 2) motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa, artinya semakin tinggi motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula pembelajaran mahasiswa; 3) motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa, artinya semakin tinggi motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula kepuasan mahasiswa; dan 4) adanya pengaruh positif motivasi mahasiswa pada pemberdayaan mahasiswa, artinya semakin tinggi motivasi mahasiswa maka semakin tinggi pula tingkat pemberdayaan mahasiswa. Saran Penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh praktisi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menempatkan pengajar transformasional di dalam kelas untuk mendukung proses belajar mengajar agar lebih efektif. Penelitian ini juga dapat dijadikan wacana bagi dosen untuk menerapkan perilaku mengajar
Tabel 5 Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis H1 : Perilaku transformasional dosen berpengaruh positif pada motivasi mahasiswa H2 : Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pembelajaran mahasiswa. H3 : Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada kepuasan mahasiswa. H4 : Motivasi mahasiswa berpengaruh positif pada pemberdayaan mahasiswa.
Standardized Estimate
Standard Critical Error Ratio
Probability
Keterangan
0,478
0,176
2,723
0,006
Didukung
0,812
0,152
5,349
0,00
Didukung
0,766
0,145
5,269
0,00
Didukung
0,517
0,132
3,918
0,00
Didukung
49
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 43-50
transformasional baik selama proses belajar mengajar berlangsung dan setelah proses belajar mengajar di kelas selesai atau pada saat di luar kelas untuk meningkatkan motivasi, kepuasan, pemberdayaan, dan pembelajaran mahasiswa. Penelitian ini tidak lepas dari beberapa keterbatasan dan kelemahan. Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan instrumen penelitian untuk mengukur motivasi mahasiswa. Karena instrumen penelitian untuk mengukur motivasi mahasiswa diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung kepada beberapa responden dengan pertanyaan yang sama yang dibuat peneliti. Jawaban dari wawancara dengan responden oleh peneliti disimpulkan kemudian dikelompokan menjadi beberapa item pernyataan untuk mengukur motivasi mahasiswa. Validitas untuk beberapa bagian kuesioner tersebut kurang baik khususnya untuk perilaku transformasional dosen dan motivasi mahasiswa. Hal ini menyebabkan beberapa variabel kehilangan beberapa item sehingga pengukuran untuk variabel perilaku transformasional dosen dan motivasi mahasiswa tidak dapat dilakukan secara utuh. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki instrumeninstrumen penelitian yang terkait dengan perilaku transformasional dosen dan motivasi mahasiswa.
Frymier, A.B., Shulman, G.M., & Houser, M.L. 1996. “The Development of a Learner Empowerment Measure”. Communication Education, 45, 181-199. Koontz, Harold, Cyril O’donell & Heinz Weihrich. 2001. Manajemen, Jakarta: Penerbit Erlangga. Myers, S. A. 2002. “Perceived Aggressive Instructor Communication and Student State Motivation, Learning, and Satisfaction”. Communication Reports. 15, 113-121. Noland, Aaron. 2005. The Relationship between Teacher Transformational Leadership and Student Outcomes, Thesis, Master of Arts Department of Communication Miami University. Pounder, J.S. 2003. “Employing Transformational Leadership to Enhance the Quality of Management Development Instruction”. Journal of Management Development, 22, 1-13. Ohio. Rodriguez, J., Plax, T.G., & Kearney, P. 1996. “Clarifying The Relationship Between Teacher Nonverbal Immediacy and Student Cognitive Learning: Affective Learning as the Central Causal Mediator”. Communications Education. 45, 293305.
DAFTAR PUSTAKA Bass and Avolio, J. Bruce. 1994. Improving Organizational Effectiviness Though Transformational Leadership, New Dehli: Sage Publication. Churchill, G.A. 1979. “A Paradigm for Developing Better Measures of Marketing Constructs”. Journal of Marketing Research, February: 64-73.
Sidelinger, R.J., & McCroskey, J.C. 1997. “Communication Correlates of Teacher Clarity in The College Classroom”. Communication Research Reports. 14, 1-10.
Chiles, A.M., Zorn, T.E. 1995. “Empowerment in Organizations: Employees’ Perceptions of the Influences on Empowerment”. Journal of Applied Communication Research, 23, 1-25.
Thomas, K., W., & Velthouse, B. A. 1990. “Cognitive Elements of Empowerment: An‘Interpretive’ Model of Intrinsic Task Motivation”. Academy of Management Review, 15, 666-681.
Frymier, A.B. & Shulman, G.M. 1995. “What’s in it for me? Communication Education. 44, 40-50.
50
Sekaran, U. 2000. Research Methods for Bussines: A Skill Building Approach, 3rd ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.
ISSN: 1978-3116 MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 51-61
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN KOMPARASI NILAI TUKAR HARD CURRENCIES Heni Kusumawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
M. Hadi Suparyono E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Policy of exchange rate system determines the movement of exchange rates. Although US$ values continue to weaken and begin to be leaved, Indonesia still makes US$ as a reference to manage the exchange rate and become a tool of intervention in foreign exchange markets. Therefore, this study tried to compare the value of some hard currencies that probably better than US$ as a reference for the rupiah. This research is a comparative study that compares the exchange rate some hard currencies. To be compared, currency values are expressed in the SDR in relative rate index. The statistical test of two means with 95% confidence level or á = 5% is used as tool of analisys. The study concluded that the value of US$ tends to weaken, while other hard currency that tends to strengthen. Statistical test of two means shows that the is better thanUS$. Thus, the rather serves as a reference value of the rupiah than US$. Keywords: exchange rates, hard currency, foreign exchange market, the relative rate index
PENDAHULUAN Tokoh sosialis ternama, John Lenin telah mengingatkan dunia tentang arti penting matauang bagi stabilitas
negara dengan pertanyaan bahwa “the fastest way to destroy a society is to destroy its money” (Friedman, 2002). Pernyataan tersebut dikenal dengan Lenin’s Dictum yang dapat diartikan sebagai cara tercepat untuk menghancurkan suatu tatanan masyarakat adalah dengan merusak matauangnya. Secara historis, bangsa Indonesia pernah membuktikan kebenaran Lenin’s Dictum, yaitu pada saat krisis moneter yang melanda Asia tahun 1997-1998. Krisis moneter yang menekan nilai rupiah merusak seluruh tatanan ekonomi. Keadaan yang terus memburuk, seperti sistem perbankan ambruk sehingga banyak bank yang harus dilikuidasi, inflasi sangat tinggi, banyak perusahan bangkrut dan tutup, angka pengangguran dan kemiskinan melonjak, menyebabkan krisis ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Berbagai unjuk rasa turun ke jalan dilakukan untuk menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Secara resmi, Soeharto pun menyatakan mundur dari jabatannya pada tanggal 20 Mei 1998, dan runtuhlah rezim Orde Baru yang dibangun selama lebih dari 30 tahun. Belajar dari Lenin’s Dictum dan pengalaman krisis tahun 1997-1998, maka Indonesia perlu menata sistem moneter sehingga rupiah menjadi matauang yang kuat dan stabil. Sejak dunia mengakui kemerdekaan Indonesia dan rupiah mulai diperdagangkan di pasar uang legal, nilai tukar rupiah terikat dengan US$. Hal ini karena berdasarkan Konferensi Bretton Woods, US$ berfungsi sebagai
51
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
matauang dunia. Seluruh negara yang meratifikasi Konferensi Bretton Woods diwajibkan mematok nilai tukar matauangnya dalam US$ dan menjaga nilai tersebut agar tetap pada rentang +1% melalui intervensi pada pasar uang. Sistem ini disebut dengan Bretton Woods System berdasarkan fixed exchange rate system. Menjelang dekade 1970-an terjadi perubahanperubahan struktural yang menyebabkan Bretton Wood System melemah. Perubahan-perubahan struktural itu adalah 1) beberapa matauang selain US$ menjadi convertible dapat ditukar dengan emas secara langsung. Matauang negara-negara di Eropa barat mulai convertible pada akhir 1958 dan Yen Jepang mulai convertible pada tahun 1964; 2) berkembangnya pasar-pasar matauang internasional; dan 3) menurunnya hegemoni Amerika Serikat atas perekonomian dunia yang diikuti dengan melemahnya nilai US$. Perang Vietman di awal tahun 1970-an menyebabkan inflasi merambat naik. US$ dicetak dalam jumlah besar di Washington untuk membiayai perang dan program-program sosial. Dalam waktu 6 bulan di tahun 1971, US$22 milyar aset out dari Amerika Serikat. Untuk meresponnya, pada tanggal 15 Agustus 1971 Presiden Nixon mengeluarkan dekrit bahwa nilai US$ tidak lagi terikat dengan emas. Sejak saat itu, runtuhlah Bretton Wood System dan sistem kurs dunia bergeser dari fixed exchange rate menjadi floating exchange rate. Dengan runtuhnya Bretton Wood System, dunia tidak lagi terikat oleh US$. Setiap negara bebas menetukan standar nilai tukar matauangnya. Adapun Indonesia saat ini masih mengaitkan nilai tukar rupiah dengan US$, sehingga US$ tetap menjadi alat intervernsi pada pasar valuta asing. Menurut Yoshiaki (2002) kebijakan penentuan sistem nilai tukar juga menentukan pergerakan nilai tukar. Demikian halnya acuan nilai tukar juga turut menentukan pergerakan nilai tukar, sebagaimana yang telah dijadikan dasar pada Konferensi Bretton Woods tahun 1944. Pasca krisis tahun 1997-1998 nilai tukar rupiah relatif stabil terhadap US$, namun tidak berarti bahwa sistem moneter Indonesia sudah optimal. Faktanya saat ini terdapat beberapa hard currencies yang memiliki nilai relatif stabil dan cenderung menguat dibanding matauang lainnya. Selain US$, mata uang tergolong hard currencies di antaranya Euro, Pound Sterling, Yen, dan Franc Swis. Matauang-matauang tersebut masing-
52
masing memiliki peranan cukup luas dalam perekonomian dunia. Boleh jadi, hard currencies tersebut lebih baik daripada US$ sehingga layak dijadikan acuan bagi nilai tukar Rupiah. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan adalah apakah perbandingan perkembangan nilai tukar valuta-valuta kuat di dunia (hard currencies) yaitu US$, Pound Sterling, dan Yen dapat menjadi acuan dalam menentukan nilai tukar terhadap Rupiah. Matauang dengan perkembangan nilai tukar terbaik akan direkomendasikan sebagai acuan dalam menentukan nilai tukar rupiah. Asumsi yang mendasari adalah Rupiah dapat mempertahankan nilainya terhadap matauang acuan tersebut sementara matauang tersebut terus menguat, sehingga nilai tukar rupiah juga ikut menguat terhadap matauang lainnya. Lingkup pembahasan dilakukan dengan analisis untuk menentukan matauang terbaik sebagai acuan nilai tukar rupiah. Penelitian ini tidak membahas kebijakankebijakan teknis yang digunakan untuk menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap valuta acuan tersebut. MATERI DAN METODE PENELITIAN Pasar valuta asing (valas) merupakan pasar internasional bagi transfer lintas negara antar matauang. Pada pasar valas transaksi dilakukan oleh lembagalembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing. Secara keseluruhan, pasar valas beroperasi selama 24 jam per hari. Berdasarkan saat terjadi serah terima valas dan pembayaran, pasar valas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu 1) spot market, yaitu pasar yang memperjualberikan mata uang dan serah-terima dilakukan pada saat itu juga atau segera. Kurs yang digunakan disebut dengan spot rate; 2) forward market, yaitu pasar yang memperjualbelikan matauang dengan kurs yang ditetapkan saat ini, namun serahterima dilaksanakan pada masa mendatang sesuai dengan tanggal yang disepakati. Kurs yang digunakan disebut dengan forward rate. Berbeda dengan pasar pada umumnya, pada pasar valas uang menjadi komoditas selain sebagai alat pembayaran, sehingga sulit mencapai double coincidence of want. Oleh karena itu, retail customer saja tidak cukup sebagai pelaku di dalam pasar valas, namun juga melibatkan pihak lain. Pihak-pihak yang terlibat di dalam pasar valas, yaitu 1) retail customers, yaitu
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
pembeli dan penjual eceran. Kesulitan yang dihadapi oleh retail customers adalah double coincidence of wants, yaitu sulitnya menemukan rekan transaksi yang tepat baik jenis maupun jumlah valasnya. Oleh karena itu, retail customers membutuhkan commercial banks; 2) commercial banks, yaitu bank yang membeli dan menjual valas kepada retail customers. Kesulitan yang dihadapi oleh commercial bank adalah ketika kelebihan atau kekurangan valas, sehingga membutuhkan correspondence banks; 3) correspondence banks, yaitu bank yang melayani commercial banks untuk membuka rekening jangka pendek yang dapat disetori maupun ditarik sewaktu-waktu apabila kelebihan maupun kekurangan dana. Correspondence banks juga mengalami kesulitan kelebihan ataupun kekurangan valas, sehingga membutuhkan foreign exchange brokers; 4) foreign exchange brokers, yaitu pihak yang mempertemukan correspondence bank yang kelebihan valas dengan correspondence bank yang kekurangan valas. Brokers tidak terlibat dalam transaksi dan menerima komisi dari pihak-pihak yang melakukan transaksi; 5) central bank yang berfungsi sebagai wasit, di samping menjaga kelancaran mekanisme dan keseimbangan pasar valas juga melindungi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam pasar valas, serta melindungi kepentingan ekonomi nasional dari imbas yang mungkin ditimbulkan oleh pasar valas. Penelitian sebelumnya (Leduc, Sylvain, 2001) menganalisis perbedaan mekanisme sistem nilai tukar berdasarkan perjanjian Bretton Woods (tahun 19441971) dan sistem nilai tukar fleksibel (flexible exchangerate system, setelah tahun 1999) terhadap pertumbuhan sektor industri di beberapa negara seperti Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Perubahan nilai tukar mempunyai dampak sedikit mengejutkan terhadap perekonomian, terutama pada output, ekspor neto, konsumsi masyarakat, maupun investasi. Pada masa Great Depression, sebaiknya suatu negara menggunakan nilai tukar tetap dengan standar emas. Penelitian ini memberikan kontribusi bahwa tipe atau metode sistem nilai tukar yang digunakan tergantung pada situasi ekonomi setiap negara untuk memilih dan menggunakan sistem nilai tukar tersebut. Worasinchai, Lugkana (2005), memberikan kontribusi dalam penelitiannya untuk menguji dampak pergerakan nilai tukar (floating exchange rate system) terhadap volume ekspor beberapa industri di Thailand,
seperti perhiasan, tekstil, otomotif, makanan, dan industri software pada Juli 1999 sampai dengan April 2004. Hasil penelitian memberikan implikasi bahwa depresiasi (apresiasi) terhadap Bath Thailand akan meningkatkan (menurunkan) nilai ekspor pada industri software, sedangkan perubahan nilai tukar tidak berdampak secara signifikan terhadap volume ekspor pada industri-industri lainnya yang diuji. Latar belakang situasi perekonomian setiap negara yang berbeda, memberikan dorongan bagi peneliti untuk membandingkan penggunaan nilai tukar beberapa negara yang mempunyai hubungan dagang atau bisnis khususnya terhadap Indonesia. Dominasi terhadap penggunaan matauang tertentu akan memperkuat peran matauang tersebut sebagai alat tukar dalam transaksi perdagangan antarnegara bahkan dapat disebut sebagai matauang berkekuatan internasional. Dollarisasi merupakan proses negara-negara di luar Amerika Serikat yang menjadikan US$ sebagai matauang resmi. Sebagai contoh, Panama telah menggunakan US$ di samping Balboa Panama sebagai alat pembayaran sah sejak 1904 dengan tingkat kurs 1:1. Ecuador (2000), Elsavador (2001), dan Timor Timur (2000) mengadopsi US$ secara independen. Negaranegara bentukan Amerika Serikat di kepulauan Pasifik termasuk Palau, Micronesia, dan Kepulauan Marshall memilih untuk tidak menerbitkan matauangnya sendiri tetapi menggunakan US$ sejak 1944. Di beberapa negara seperti Peru dan Uruguay, US$ diterima secara umum meskipun tidak secara resmi diterima sebagai alat pembayaran sah. Di perbatasan Meksiko dan area turis, US$ diterima sebagai alat pembayaran kedua. Beberapa toko di perbatasan Kanada-Amerika Serikat juga menerima US$. Di Kamboja, US$ beredar bebas dan lebih diminati daripada Riel Kamboja untuk pembayaran dalam jumlah besar. Setelah invasi, US$ diterima di Afganistas sebagai alat pembayaran sah. Sejak diperkenalkan, Euro telah menjadi matauang terluas kedua yang digunakan sebagai cadangan devisa setelah US$. Proporsi Euro sebagai cadangan devisa meningkat dari 17,9% pada tahun 1999 menjadi 26,5% pada tahun 2008. Dalam hal ini, Euro mewarisi status dari Mark Jerman. Peningkatan Euro sebagai cadangan devisa tidak secara bertahap. Lebih dari 4,4% lonjakan terjadi pada tahun 2002 sebagai dampak dikenalkannya uang kertas dan koin pada tahun yang sama dan juga karena kepekaan masyarakat
53
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
internasional. Euro berpotensi akan menjadi cadagan devisa terbesar menggantikan US$. Greespan memberikan pendapatnya pada September 2007, bahwa sangat mungkin terjadi bahwa Euro akan menggantikan US$ sebagai cadangan devisa terbesar dunia. Di luar zone, terdapat 23 negara yang bukan persemakmuran negara-negara Eurozone, namun memiliki matauang yang dipatok secara langsung dengan Euro, termasuk 14 negara di benua Afrika menggunakan Franc CFP, Franc CFA, dan Dirham Maroko, 2 wilayah kepulauan Afrika (Franc Komoro dan Escudo Cape Verdean), 3 wilayah Perancis Pasifik dan negara Balkan lainnya, Bosnia dan Hezegovina. Kecuali Bosnia dan Herzegoniva (yang sebelumnya mematok matauang dengan Mark Jerman) serta Cape Verde (yang sebelumnya mematok matauangnya dengan Escudo Portugis), seluruh negara non-Uni Eropa ini telah mematok matauangnya menggunakan Frank Perancis sebelumnya. Dengan mematok matauang terhadap matauang yang digunakan secara umum diyakini sebagai langkah aman, terutama bagi negara dengan ekonomi lemah sebagaimana Euro yang terlihat stabil, mencegah inflasi, dan meningkatkan investasi asing dikarenakan stabilitasnya. Beberapa negara di Uni Eropa yang mematok matauangnya dengan Euro, mengindikasikan bahwa negara-negera tersebut akan bergabung dengan Eurozone. Sterling digunakan sebagai cadangan devisa di berbagai belahan dunia dan menduduki peringkat ketiga setelah US$ dan Eero. Persentase Sterling sebagai cadangan devisa dunia terus meningkat disebabkan stabilitas perekonomian dan pemerintahan
Inggris, nilai kurs yang menguat secara bertahap, dan memiliki tingkat bunga relatif lebih tinggi dibanding matauang besar lainnya seperti US$, Euro, dan Yen. Hal ini dipandang sebagai kebangkitan kembali popularitas Sterling. Analis mengatakan bahwa kebangkitan kembali ini disebabkan oleh perdagangan yang dilakukan para investor karena Sterling memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi daripada Euro. Sebelum tahun 2006, Yen merupakan mata uang terbesar ketiga yang digunakan sebagai cadangan devisa dunia. Namun, sejak tahun 2006 perekonomian Inggris berkembang pesat sehingga Pound semakin kuat dan menggeser posisi Yen. Saat ini Yen digunakan sebagai cadangan devisa terbesar keempat setelah US$, Euro, dan Pound Sterling. Penelitian ini membandingkan perkembangan nilai tukar hard currencies, yaitu US$, Euro, Yen, dan Pound Sterling. Adapun periode yang diteliti adalah selama enam tahun dari bulan April 2002 sampai dengan April 2008. Periode tersebut dipilih karena merupakan periode yang menurut peneliti stabil meskipun terjadi shock di tahun 2005, tetapi situasi kembali normal pada tahun 2006 hingga awal 2008. Oleh karena perbandingan hanya dapat dilakukan pada obyek sejenis, maka nilai tukar US $, Euro, Yen, dan Pound Sterling dinyatakan dalam Special Drawing Right (SDR per currency). Selain itu karena keempat valuta tersebut memiliki tingkat nilai tukar yang berbeda-beda terhadap SDR. Nilai tukar dinyatakan dalam indeks kurs relatif dengan periode 2002:4 sebagai periode dasar. Tujuannya untuk menyatakan nilai setiap periode dalam persentase terhadap periode dasar.
Tabel 1 Komposisi Cadangan Devisa Dunia Matauang
1999
2000
2001
2002
2003
US$
70.9% 70.5% 70.7% 66.5% 65.8% 65.9% 66.4% 65.7% 64.1% 64.0%
Euro
17.9% 18.8% 19.8% 24.2% 25.3% 24.9% 24.3% 25.2% 26.3% 26.5%
Sterling
2.9%
2.8%
2.7%
2.9%
2.6%
3.3%
3.6%
4.2%
4.7%
4.1%
Yen
6.4%
6.3%
5.2%
4.5%
4.1%
3.9%
3.7%
3.2%
2.9%
3.3%
Swiss Franc
0.2%
0.3%
0.3%
0.4%
0.2%
0.2%
0.1%
0.2%
0.2%
0.1%
Lainnya
1.6%
1.4%
1.2%
1.4%
1.9%
1.8%
1.9%
1.5%
1.8%
2.0%
Sumber: ECB, The Accumulation of Foreign Reserves.
54
2004
2005
2006
2007
2008
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa time series dengan periode bulan 2002:4 sampai dengan 2008:4. Data utama nilai tukar mata uang diperoleh dari International Financial Statistic, International Monetary Fund. Untuk melengkapi kajian, data pelengkap diperoleh dari berbagai sumber. Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan nilai tukar mata uang yang dinyatakan dalam SDR per currency kemudian dinyatakan dalam indeks kurs relatif dengan rumus:
HASIL PENELITIAN Berdasarkan Gambar 1, nampak nilai kurs US$ terhadap SDR cenderung melemah. Penguatan nilai dollar hanya terjadi pada tahun 2005. .80
.76
.72
.68
Dimana St adalah nilai indeks kurs relatif pada pediode t S (E)t adalah kurs SDR per currency pada periode t S (E)o adalah kurs SDR per currency pada periode dasar Nilai keempat valuta kemudian diplot dalam grafik visual, sebagai media perbandingan awal antar valuta. Berdasarkan hal ini, diketahui mata uang dengan perkembangan nilai tukar paling ekstrim. Mata uang tersebut kemudian dibandingkan dengan US$ karena selama ini Rupiah mengaitkan nilai terhadapnya. Alat uji analisis yang digunakan dalam perbandingan ini adalah uji statistik dua rata-rata dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5%. Oleh karena sampel penelitian besar (lebih dari 30) maka hipotesis diuji dengan distribusi Z (distribusi normal). Ho: Ha: α = 5%, dengan nilai kritis Z = 1,64 Adapun nilai Z dihitung dengan rumus:
Apabila nilai Z lebih kecil daripada Z kritis, maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga nilai US$ lebih rendah daripada nilai valuta ekstrim (signifikan). Apabila nilai Z lebih dari atau sama dengan Z kritis, maka H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga nilai US$ tidak berbeda dengan nilai valuta ekstrim.
.64
.60 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: International Financial Statistics, IMF. Gambar 1 Kurs SDR per USD (2002:4 – 2008:4) Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan nilai US$ dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Perkembangan Nilai Dollar dalam SDR Periode April 2002 – April 2003 April 2003 – April 2004 April 2004 – April 2005 April 2005 – April 2006 April 2006 – April 2007 April 2007 – April 2008 April 2002 – April 2008
Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs % 0.789 0.723 0.689 0.659 0.680 0.656 0.789
0.723 0.689 0.659 0.680 0.656 0.616 0.616
-0.066 -0.034 -0.029 0.020 -0.024 -0.040 -0.173
-8% -5% -4% 3% -3% -6% -22%
Sumber: Data diolah. Berdasarkan Tabel 2, nampak nilai US$ mengalami penurunan terhadap SDR dari waktu ke waktu. Pada tahun 2002-2003, US$ melemah SDR0.066, tahun 2003-2004 melemah SDR0.034, tahun 2004-2005
55
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
melemah SDR0.029, tahun 2006-2007 melemah SDR 0.024, dan tahun 2007-2008 melemah SDR0.040. Penguatan hanya terjadi pada tahun 2005, yakni SDR0,020 dari SDR0,659 pada bulan April 2005 menjadi SDR0,680 pada bulan April 2006. Selama 6 tahun sejak April 2002 – April 2008, nilai US$ kehilangan SDR0.173 atau 22%. Adapun nilai US$ terhadap SDR dalam indeks kurs relatif adalah sebagai berikut: 100
1.00 0.95 0.90 0.85 0.80
96
0.75
92
0.70 2002
2003
2004
2005
2006
2007
88
Sumber: International Financial Statistics, IMF. 84
Gambar 3 Kurs SDR per EUR (2002:4 – 2008:4)
80 76 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: Data diolah.
Gambar 2 Indeks Kurs Reatif SDR per USD (2002:4 – 2008:4) Berdasarkan Gambar 3, nampak selama periode April 2002 – April 2008 nilai Euro cenderung selalu menguat terhadap SDR. Sempat melemah di awal tahun 2005 kemudian hampir tidak ada pergerakan sampai akhir 2005 dan kembali menguat pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.
Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan nilai Euro dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Perkembangan Nilai Euro dalam SDR Periode April 2002 - April 2003 April 2003 - April 2004 April 2004 - April 2005 April 2005 - April 2006 April 2006 - April 2007 April 2007 - April 2008 April 2002 - April 2008
Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs % 0.711 0.804 0.823 0.854 0.852 0.893 0.711
0.804 0.823 0.854 0.852 0.893 0.957 0.957
0.094 0.019 0.031 -0.002 0.040 0.064 0.246
13% 2% 4% -0% 5% 7% 35%
Sumber: Data diolah. Berdasarkan Tabel 3, nampak nilai Euro selalu menguat terhadap SDR dari waktu ke waktu. Pada tahun 2002-2003 menguat SDR0.094, tahun 2003-2004 menguat SDR0.019, tahun 2004-2005 menguat SDR0.031, tahun 2006-2007 menguat SDR 0.040 dan tahun 2007-2008 melemah SDR0.064. Nilai Euro sempat melemah tipis, yaitu SDR0,002 dari SDR0,854 pada bulan April 2005 menjadi SDR0,852 pada bulan April
56
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
2006. Selama 6 tahun sejak April 2002 – April 2008, nilai Euro menguat 35% atau SDR0,246. Adapun nilai terhadap SDR dalam indeks kurs relatif adalah sebagai berikut:
Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan nilai Pound Sterling dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Perkembangan Nilai Pound Sterling dalam SDR
140
Periode
130
Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs %
April 2002 - April 2003 April 2003 - April 2004 April 2004 - April 2005 April 2005 - April 2006 April 2006 - April 2007 April 2007 - April 2008 April 2002 - April 2008
120
110
1.149 1.153 1.221 1.261 1.229 1.309 1.149
1.153 1.221 1.261 1.229 1.309 1.211 1.211
0.004 0.068 0.039 -0.031 0.079 -0.097 0.062
0% 6% 3% -2% 6% -7% 5%
100
Sumber: Data diolah. 90 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: Data diolah.
Gambar 4 Indeks Kurs Reatif SDR per EUR (2002:4 – 2008:4) Berdasarkan Gambar 5, nampak selama periode 2002-2008 nilai Pound Sterling cenderung menguat secara gradual terhadap SDR, meskipun melemah secara drastis pada akhir tahun 2007.
Berdasarkan Tabel 4, nampak nilai Pound Sterling menguat terhadap SDR dari waktu ke waktu. Pada tahun 2002-2003 menguat SDR0.004, tahun 2003-2004 menguat SDR0.068, tahun 2004-2005 menguat SDR0.039, tahun 2006-2007 menguat SDR 0.079. Pound sterling sempat melemah SDR0,031 atau 2% pada tahun 2005-2006 dan SDR0,097 atau 7% pada tahun 2007-2008. Selama 6 tahun sejak April 2002 – April 2008, nilai pound menguat SDR0,062 atau 5% dari SDR1,149 menjadi SDR1,211. Adapun nilai pound terhadap SDR dalam indeks kurs relatif adalah sebagai berikut:
1.36
116
1.32
112
1.28
108 1.24
104 1.20
100
1.16
96
1.12 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 5 Kurs SDR per GBP (2002:4 – 2008:4)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 6 Indeks Kurs Reatif SDR per GBP (2002:4 – 008:4)
57
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
Berdasarkan gambar 7, nampak selama periode April 2002 – April 2008 nilai Yen cenderung melemah SDR.
melemah 4% dari SDR0,00616 menjadi SDR0,000592. Adapun nilai Yen terhadap SDR dalam indeks kurs relatif adalah sebagai berikut:
.0066
108 .0064
104 .0062
100
.0060 .0058
96
.0056
92
.0054
88 .0052 2002
2003
2004
2005
2006
2007
84 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: International Financial Statistics, IMF.
Gambar 8 Indeks Kurs Reatif SDR per JPY (2002:4 – 2008:4)
Gambar 7 Kurs SDR per JPY (2002:4 – 2008:4) Apabila disajikan dalam tabel, nampak perkembangan nilai Yen dalam SDR dari waktu ke waktu seperti pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Perkembangan Nilai Yen dalam SDR Periode April 2002 - April 2003 April 2003 - April 2004 April 2004 - April 2005 April 2005 - April 2006 April 2006 - April 2007 April 2007 - April 2008 April 2002 - April 2008
PEMBAHASAN Berdasarkan Gambar 9, nampak selama enam tahun memiliki perkembangan nilai tukar paling cepat, adalah Euro menguat 35%, disusul Pound Sterling menguat 5%, kemudian Yen Jepang melemah 4%, serta US$ yang melemah 22%
Kurs Awal Kurs Akhir Margin Kurs % 0.00616 0.00604 0.00625 0.00623 0.00595 0.00549 0.00616
0.00604 0.00625 0.00623 0.00595 0.00549 0.00592 0.00592
-0.00012 0.00021 -0.00002 -0.00028 -0.00046 0.00043 -0.00025
-2% 3% 0% -4% -8% 8% -4%
140 130 120 110
USD EUR GBP JPY
100
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan Tabel 5, nampak nilai Yen relatif melemah terhadap SDR dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002-2003 melemah SDR0.00012, tahun 2004-2005 melemah SDR0.000002, tahun 2005-2006 melemah SDR 0.00028 dan tahun 2006-2007 melemah SDR0.00046. Yen sempat menguat signifikan, yakni SDR0,00021 pada tahun 2003-2004 dan SDR0,00043 pada tahun 2007-2008. Selama 6 tahun sejak April 2002 – April 2008, nilai Yen
58
90 80 70 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: Data diolah.
Gambar 9 Nilai Mata Uang dalam Indeks Kurs Relatif
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
Oleh karena memiliki perkembangan nilai paling ekstrim, maka akan dibandingkan perbedaaan rataratanya dengan US$ sehingga dapat dianalisis, apakah keduanya memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan atau tidak.
Selama enam tahun dari April 2002 s.d. April 2008, observasi yang dilakukan terhadap perkembangan nilai US$ masing-masing sebanyak 73 observasi. US$ memiliki rata-rata 86,88 dengan standar deviasi 4,84; sementara memiliki rata-rata 118,40 dengan standar
12 Series: SDR_USD Sample 2002:04 2008:04 Observations 73
10 8 6 4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
86.87740 86.17663 100.0000 77.08787 4.838364 0.561176 3.115942
Jarque-Bera Probability
3.872401 0.144251
2 0 80
85
90
95
100
Gambar 10 Deskriptif Statistik Nilai Dollar 16 Series: SDR_EUR Sample 2002:04 2008:04 Observations 73
12
8
4
0 100
110
120
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
118.4061 117.9875 135.3153 100.0000 7.523841 -0.172527 3.140092
Jarque-Bera Probability
0.421843 0.809838
130
Gambar 11 Deskriptif Statistik Nilai Euro
59
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 51-61
deviasi 7,52. Matauang yang diperbandingkan adalah US$, dalam hal ini Rupiah mengaitkan nilai terhadapnya, dibanding Euro yang memiliki perkembangan nilai paling ekstrim. Alat uji yang digunakan adalah uji statistik dua rata-rata dengan tujuan untuk mengetahui apakah Euro memiliki nilai lebih baik daripada US$ secara signifikan. Hipotesis: H0 : Ha : Tingkat kepercayaan á = 5%, dengan nilai kritis z = 1,64 (uji satu sisi)
SDR0,173/USD; 2) Euro merupakan mata uang yang memiliki perkembangan nilai paling pesat. Selama enam tahun, sejak April 2002 sampai dengan April 2008, nilai Euro menguat 35% terhadap SDR, sementara Pound Sterling menguat 5%, Yen melemah 4%, dan US$ melemah 22%; 3) menggunakan uji statistik dua ratarata, nilai Euro memiliki rata-rata lebih baik daripada US$ secara signifikan dengan tingkat kepercayaan á = 5%; dan 4) tidak tepat apabila Rupiah mengaitkan nilainya terhadap US$ yang cenderung melemah terhadap valuta-valuta lainnya sehingga Rupiah juga cenderung melemah terhadap valuta-valuta lainnya. Nilai rupiah akan menjadi lebih baik apabila mengaitkan nilai terhadap Euro yang memiliki kecenderungan menguat terhadap valuta-valuta lainnya Saran
Nilai Z -30,11 lebih kecil daripada nilai kritis 1,64, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, US$ dan Euro memiliki rata-rata nilai tidak sama, tepatnya Euro memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada US$ Amerika SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan sebagai berikut 1) US$, dimana rupiah mengaitkan nilai terhadapnya, cenderung melemah dibandingkan valutavaluta di dunia yang diwakili oleh SDR. Selama enam tahun, sejak April 2002 sampai dengan April 2008, nilai US$ melemah 22% dari SDR0,789/USD menjadi
60
Berdasarkan simpulan yang diperoleh, peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai berikut 1) kepada pengambil kebijakan dalam hal ini otoritas moneter, untuk mempertimbangkan kembali pengaturan nilai Rupiah yang didasarkan pada US$ karena US$ cenderung melemah dibanding valuta-valuta lain di dunia; 2) kepada pelaku bisnis di pasar uang, untuk menyimpan aset jangka panjang dalam bentuk Euro daripada valuta lainnya karena memiliki perkembangan nilai paling baik selama periode April 2002 sampai dengan April 2008, yaitu menguat 35% terhadap SDR; dan 3) kepada akademisi, untuk mengadakan penelitian lanjutan dengan memperhatikan indikator ekonomi lainnya, seperti inflasi, perdagangan dan GDP, sehingga diperoleh simpulan yang lebih baik dalam rangka menjadikan Rupiah sebagai mata uang yang lebih stabil dan lebih kuat.
MENENTUKAN ACUAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN ............... (Heni Kusumawati dan M. Hadi Suparyono)
DAFTAR PUSTAKA Anderson, David R. et al., 2002. Statistics for Business and Economics, 18th ed., South-Western, Ohio. Appleyard, Denis R. et al.,1995. International Economics, 2nd ed., Richard D. Irwin, Inc. Baillie, Richard T. and Patrick Mc Mahon. 1989. The Foreign Exchange Market: Theory and Econometric Evidence, Cambridge University Press. Friedman, Milton. 2002. Capitalism and Freedom, the University of Chicago Press, Chicago. Hanafi, Mamduh M. 2003. Manajemen Keuangan Internasional, BPFE, Yogyakarta. IMF: International Finacial Statistics.
Subagyo, Pangestu. 2004. Statistika Terapan, Aplikasi pada Perencanaan dan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung. Supranto, J. 1971. Metode Riset, Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Woransinchai, Lugkana. 2005. The Impact of Floating Thai Baht on Export Volumes: A Case. ______________. “Study of Major Industries in Thailand”. Journal of American Academy of Business, Cambridge, Vol . 7.
______2006. Report for Selected Country Groups and Subjects, 14 September 2006. Iqbal, Muhaimin. 2007. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar & Dirham, Spritiual Learning Center –Dinar Club, Depok. Krugman, Paul R. and Maurice Obstfeld. 1997. International Economics Theory and Policy, 4th ed., Addospm-Wesley Longman, Inc.. Leduc, Sylvain. 2001. “Who Cares About Volatility? A Tale of Two Exchange-Rate System”. Business Review-Federal Reserve Bank of Philadelphia. First Quarter. Mankiw, N. Gregory. 2003. Macoreconomics, 5th ed., Worth Publiser, New York. Pearce, David W., et al. 1992. The MIT Dictionary of Modern Economics, 4th ed., The Macmillah Press, Great Britain. Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus: Makroekonomi, Edisi ke-14, Penerbit Erlangga, Jakarta.
61
ISSN: 1978-3116 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
Vol. 4, No. 1 Maret 2010 Hal. 63-69
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI DOSEN WANITA PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI BALIKPAPAN Mardatillah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Madani Jalan Kapten Tendean Nomor 60 Gunung Pasir, Balikpapan 76121 Telelpon +62 542 423305, 733024, Fax. +62 542 425380 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The women in Indonesia more better than before, especially in education sector. But many women doesn’t have a change to get her needs. This research using descriftive quantitative analysis in University of Balikpapan. All subject is women. The result of this study are as follows (1) all variables need have effect to achieve motivation and (2) biological and actualization needs have effect to achieve motivation than the other need. Keywords: kebutuhan, motivasi berprestasi, dosen wanita
PENDAHULUAN Perguruan Tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan tempat yang terbaik bagi wanitawanita Indonesia dalam mengembangkan dirinya tanpa melupakan keluarganya. Pekerjaan dosen bagi wanita merupakan salah satu pilihan terbaik untuk mengaktualisasikan dirinya terhadap ilmu yang dimiliki. Namun demikian, wanita sebagaimana juga laki-laki memiliki kebutuhan-kebutuhan berupa psikis dan fisik. Jika dalam mengaktualisasikan ilmunya sebagai dosen seorang wanita belum mampu memenuhi kebutuhankebutuhannya maka mungkin pencapainnya motivasi berprestasi sebagai dosen sangat rendah. Padahal
wanita sebagaimana pria memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi yang terbaik di bidang pendidikan sebagai dosen. Motivasi berprestasi merupakan pemberi semangat dalam bekerja keras jika disertai dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya. Ini penting agar kemampuan yang dimiliki dalam meningkatkan produktivitas kerja tidak sia-sia belaka hanya karena tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya secara psikis maupun fisik. Kebutuhan-kebutuhan di sini bermakna adanya kebutuhan yang diuraikan dalam kehidupan seseorang, yaitu adanya tahapan-tahapan kebutuhan yang harus dilewati seseorang dalam memuaskan berbagai kebutuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) kebutuhan-kebutuhan yang mempengaruhi motivasi berprestasi; 2) apakah kebutuhan faal secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi; 3) apakah kebutuhan rasa aman secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi; 4) apakah kebutuhan sosial secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi; 5) apakah kebutuhan harga diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi; 6) apakah kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi; dan 7) faktor mana di antara faktor-faktor tersebut yang berpengaruh secara dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan.
63
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
Djuwita (2004) yang meneliti tentang pengaruh strategi pengembangan dosen perguruan tinggi dan motif berprestasi terhadap produktivitas kerja menemukan hasil bahwa strategi pengembangan dosen dan motif berprestasi tergolong ke dalam kategori cukup tinggi. Hasil pengujian statistik per subvariabel dan strategi pengembangan dosen yaitu sasaran, implementasi, dan evaluasi berpengaruh sebesar 50,9% terhadap produktivitas kerja. Sedangkan subvariabel dari motif berprestasi yaitu dorongan dan aktivitas berpengaruh sebesar 54,5% terhadap produktivitas kerja. Adapun strategi pengembangan dosen secara total berpengaruh positif sebesar 24,96% terhadap produktivitas kerja dan motif berprestasi berpengaruh positif sebesar 42,96% terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian, strategi pengembangan dosen dan motif berprestasi secara bersama berpengaruh positif terhadap produktivitas dosen PTS, yaitu sebesar 67,92%. Penelitian lain dilakukan oleh Kusuma (2004) tentang studi korelasi antara kecerdasan adversity dan motivasi berprestasi dengan kinerja kepala sekolah di lingkungan Yayasan BPK Penabur Jakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa kecerdasan adversity dan motivasi berprestasi kepala sekolah memiliki pengaruh pada kinerja kepala sekolah yang dikelola oleh BPK Penabur Jakarta. Oleh karena makin tinggi kecerdasan adversity dan motivasi berprestasi, maka makin tinggi pula kinerja yang dapat dicapai. Subarjo (2002) dalam penelitiannya ingin melihat adanya pengaruh motivasi berprestasi dan kesiapan menerima perubahan terhadap kinerja pegawai. Hipotesis penelitiannya terbukti dengan adanya pengaruh yang cukup signifikan sebesar 57,46% yang mengindikasikan bahwa kinerja pegawai dikembangkan melalui motivasi berprestasi dan kesiapan menerima perubahan. Sedangkan pengaruh motivasi berprestasi sendiri terhadap kinerja pegawai sebesar 48,58% dan 44,35% adalah pengaruh kesiapan menerima perubahan terhadap kinerja pegawai. Motivasi menurut Duncan dalam Purwanto (1995) berarti setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Vroom dalam Purwanto (1995), motivasi mengacu pada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Hoy dan Miskel
64
(Purwanto, 1995) mengemukakan bahwa motivasi sebagai kekuatan yang kompleks, dorongan, kebutuhan, pernyataan ketegangan, atau mekanismemekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan pribadi. Teori motivasi berprestasi dikemukakan oleh McCelland (Winardi, 2001). Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang, situasi, serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilan, dan nilai insentif yang terlekat pada tujuan. McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja yaitu 1) kebutuhan akan prestasi, 2) kebutuhan akan afiliasi, dan (3) kebutuhan akan kekuatan (Hasibuan, 2001). Menurut McClelland (Winardi, 2001), motivasi prestasi seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Murray dalam Winardi (2001) merumuskan kebutuhan akan prestasi sebagai keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Orang yang termotivasi untuk berprestasi memiliki tiga macam ciri umum, yaitu 1) mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerjanya timbul karena upaya-upayanya sendiri dan bukan karena faktor-faktor lain seperti misalnya kemujuran; dan 3) menginginkan lebih banyak umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalannya dibandingkan yang berprestasi rendah (Winardi, 2001). Manifestasi dari motivasi berprestasi terlihat pada beberapa ciri perilaku seperti 1) mengambil tanggungjawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya; 2) mencari umpan balik tentang perbuatannya; 3) memilih risiko yang moderat dalam perbuatannya; dan 4) berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif. Hasil penelitian tentang motivasi berprestasi menunjukkan pentingnya menetapkan target atau standar keberhasilan. Karyawan dengan ciri-ciri motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki keinginan bekerja yang tinggi. Karyawan lebih mementingkan kepuasan pada saat target telah tercapai
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini bukan berarti tidak mengharapkan imbalan, melainkan menyukai tantangan. Ada tiga macam kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yaitu 1) kebutuhan berprestasi yang meliputi tanggungjawab pribadi, kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik, dan mengambil risiko sedang; 2) kebutuhan berkuasa yang meliputi persaingan dan mempengaruhi orang lain; dan 3) kebutuhan berafiliasi yang meliputi persahabatan, kerjasama, dan perasaan diterima. Dalam lingkungan pekerjaan, ketiga macam kebutuhan tersebut saling berhubungan karena setiap karyawan memiliki semua kebutuhan tersebut dengan kadar yang berbeda. Seseorang dapat dilatihkan untuk meningkatkan salah satu dari tiga faktor kebutuhan ini. Menurut Maslow (Munandar, 2001) seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang paling dasar kemudian memenuhi kebutuhan yang selanjutnya. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama tetapi kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah dianggap sebagai motivator yang lebih kuat dalam berperilaku. Maslow (Munandar, 2001) juga menekankan bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan seseorang maka semakin tidak penting mempertahankan hidup dan semakin lama pemenuhannya dapat ditunda. Berikut ini berbagai kebutuhan menurut Maslow (Munandar, 2001), yaitu 1) kebutuhan fisiologikal (faal), yaitu kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal tubuh manusia, seperti makan, minum, dan udara segar. Kebutuhan ini menjadi kebutuhan dasar atau primer. Jika tidak dipenuhi maka individu akan terhenti eksistensinya; 2) kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kebutuhan ini muncul dalam bentuk ‘rasa asing’ sewaktu memasuki daerah baru atau asing; 3) kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki, dan kekeluargaan. Sebagai manusia sosial, kebutuhan ini dirasakan sebagai bagian dari kebutuhan manusia yang selalu berinteraksi satu dengan yang lain; 4) kebutuhan harga diri meliputi faktor eksternal yaitu seperti menyangkut reputasi, diakui, status, dipuji, diakui keberadaannya, dan kehormatan sedangkan faktor internal yakin kebutuhan berupa kepercayaan diri, kompetensi, dan harga diri; dan 5) kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk
merealisasikan potensi-potensi diri. Menurut Edwards (1959) yang dikutip oleh Ruch (1972) dalam As’ad (2001) kebutuhan-kebutuhan yang dapat mempengaruhi motivasi individu, dapat diklasifikasikan menjadi 15 kebutuhan yang nampak pada manusia dengan kekuatan-kekuatan yang berbeda-beda yakni 1) achievement, yaitu kebutuhan lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi; 2) deference, yaitu kebutuhan mengikuti pendapat orang lain, mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan orang lain, dan menyesuaikan diri dengan adat istiadat; 3) order, yaitu kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur, yang berhubungan dengan kerapian, mengorganisasi secara detail terhadap pekerjaannya, dan melakukan kebiasaan sehari-hari secara teratur; 4) exhibition, yaitu kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain dan berusaha untuk menjadi pusat perhatian. Nampak dalam tindakan dan cara bicaranya menyebabkan dirinya diperhatikan orang lain; 5) autonomy, yaitu kebutuhan untuk mandiri, tidak tergantung dengan orang lain atau tidak mau diperintah orang lain; 6) affilllation, yaitu kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain, setia terhadap orang lain, berpartisipasi dalam kelompok, dan suka menulis surat kepada teman-teman; 7) intraception, yaitu kebutuhan untuk memahami orang lain dan mengetahui tingkah laku orang lain; 8) succorance, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan bantuan orang lain, simpati, dan kasih sayang dari orang lain; 9) dominance, yaitu kebutuhan untuk bertahan pada pendapatnya, menguasai, memimpin, dan menasehati orang lain; 10) abasement, yaitu kebutuhan yang menyebabkan individu merasa berdoa apabila ada kesalahan, merasa perlu diberi hukuman apabila tindakannya tidak benar; 11) nurturance, yaitu kebutuhan untuk menolong orang lain bila dalam kesusahan, simpati, dan berbuat baik terhadap orang lain; 12) change, yaitu kebutuhan untuk membuat pembaharuan-pembaharuan, tidak menyukai hal yang monotom, senang berpergian, dan membuat pertemuan dengan orang lain; 13) endurance, yaitu kebutuhan yang menyebabkan individu bertahan pada suatu pekerjaan sampai selesai dan tidak suka diganggu apabila bekerja; 14) heterosexuality, yaitu kebutuhan yang mendorong aktivitas sosial individu dalam
65
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
mendekati lawan jenisnya, mencintai lawan jenisnya, dan ingin dianggap menarik oleh lawan jenisnya; dan 15) aggression, yaitu kebutuhan mengkritik pendapat orang lain, membantah pendapat orang lain, menyalahkan orang lain, dan senang terhadap kekerasan. Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisik dan psikis seperti yang diungkapkan oleh Maslow. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan erat hubungannya dengan motivasi berprestasi. Semakin terpenuhnya kebutuhan para dosen maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi. Jadi dapat diduga adanya pengaruh kebutuhan-kebutuhan terhadap motivasi berprestasi para dosen.
penelitian. Namun demikian, hanya sekitar 40 orang yang jawabannya dapat dianalisis. Teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif dengan melakukan kuantifikasi data dari data kualitatif menjadi kuantitatif dengan menggunakan skala likert. Kemudian dilanjutkan dengan bantuan piranti lunak SPSS versi 12 untuk dilakukan analisis regresi linier berganda. Hipotesis dalam penelitian adalah: H1: Kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan. H2: Faktor aktualisasi diri mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan.
MATERI DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN Untuk pencapaian tujuan dan menjawab hipotesis, peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X), yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mempengaruhi kinerja dosen wanita yang terdiri dari faal (X1), rasa aman (X2), sosial (X3), harga diri (X4), dan aktualisasi diri (X5) sedang variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi dosen wanita. Penelitian ini dilakukan di beberapa PTS di Balikpapan, Kalimantan Timur. Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh dosen wanita baik dosen tetap maupun dosen tidak tetap yang berjumlah 75 orang. Penelitian ini menggunakan metode total sampling yaitu semua populasi penelitian dijadikan responden
Untuk melakukan pengujian hipotesa pertama yang menyatakan bahwa faktor-faktor kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan dilakukan uji F dengan cara melakukan perbandingan antara nilai F hitung dengan F tabel seperti tampak pada Tabel 1: Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat nilai F hitung sebesar 9,740 sedangkan besarnya F tabel dengan level of confidence (á) 5% adalah sebesar 2,34. Ini menunjukan bahwa F hitung > F tabel, sedangkan
Tabel 1 Hasil Uji F (ANOVA) ANOVA b Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3296.487 2961.288 6257.775
df 4 35 39
Mean Square 824.122 84.608
a. Predictors: (Constant), ACTUALIS, BIOLOGIC, SAFETY, SOCIAL b. Dependent Variable: MOTIVASI
Sumber: Data olahan.
66
F 9.740
Sig. .000a
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
besarnya probabilitas menunjukan 0,000 (<0,05). Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan faktor-faktor yaitu faktor-faktor kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan dapat dibuktikan kebenarannya (diterima). Untuk mengetahui faktor mana di antara faktor-faktor yang terdapat pada variabel bebas tersebut yang mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan maka dalam hipotesis kedua dinyatakan bahwa faktor aktualisasi diri mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan. Untuk melaksanakan pengujian dan pembuktian hipotesis kedua ini digunakan uji t atau uji parsial dengan membandingkan antara t hitung yang diperoleh melalui analisis SPSS dengan t tabel pada tingkat signifikansi (á) 5% melalui uji dua sisi. Berdasarkan hasil output SPSS, apabila nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel diperoleh hasil bahwa terdapat satu variabel bebas yang paling dominan mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu kebutuhan aktualisasi diri dengan t hitung sebesar 2,711 yang lebih besar daripada t tabel (1,66). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan variabel kebutuhan aktualisasi diri mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi terbukti kebenarannya.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan faktor-faktor kebutuhan biologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan dapat dibuktikan kebenarannya (diterima). Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), motivasi adalah proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Menurut Terry (Hasibuan, 2005) motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang merangsang untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda. Berdasarkan segi aktif atau dinamis, motivasi itu tampak sebagai usaha positif dalam menggerakan, mengerahkan, dan mengarahkan daya dan potensi tenaga kerja agar berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasar segi pasif atau statis motivasi akan tampak sebagai suatu kebutuhan dan sekaligus sebagai suatu perangsang untuk dapat menggerakan, mengarahkan, dan mengerahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan. Hipotesis kedua yang menyatakan variabel kebutuhan aktualisasi diri mempunyai pengaruh dominan terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan terbukti kebenarannya dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya seperti
Tabel 2 Hasil Uji t Coefficientsa Model 1
(Constant)
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B
Std. Error
63.215
12.671
biologic
.465
.171
safety
.230
social actualis
Beta
t
Sig.
4.989
.000
.484
2.711
.010
.173
.202
1.328
.193
-.351
.267
-.266
-1.316
.197
1.040
.322
.563
3.228
.003
a. Dependent Variable: motivasi
67
JEB, Vol. 4, No. 1, Maret 2010: 63-69
kebutuhan faal, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan harga diri. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan pendapat Fernald dan Fernald (1999) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu dapat dipengaruhi oleh pengakuan dan prestasi di samping oleh faktor lain seperti keluarga, budaya, konsep diri, dan peran jenis kelamin. Dalam penelitian ini kebutuhan pengakuan dari orang lain direfleksikan dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hasil penelitian membuktikan bahwa di samping pemenuhan kebutuhan biologis, motivasi berpestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan sangat dipengaruhi oleh aktualisasi diri. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Mardatillah dan Rahmatillah K. (2008) yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh secara bermakna (sebesar 91,1%) terhadap motivasi berprestasi pada karyawan dan dosen di lingkungan Akademi Akuntansi Balikpapan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jika ingin meningkatkan motivasi berprestasi dosen PTS maka kunci dasarnya adalah meningkatkan pemenuhan kebutuhan biologis dan aktualisasi diri. Sesuai dengan kaidah/hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang paling dasar, jika kebutuhan ini telah terpenuhi maka individu akan berusaha memenuhi kebutuhan pada jenjang selanjutnya. SIMPULAN DAN SARAN
terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan. Saran Karena faktor-faktor kebutuhan biologis dan aktualisasi diri merupakan variabel yang paling dominant terhadap motivasi berprestasi, maka dalam rangka meningkatkan motivasi berprestasi kedua variabel ini perlu pemenuhan dan atau perlu ditingkatkan sehingga motivasi berprestasi akan meningkat pula. Selain juga perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang upaya peningkatan motivasi berprestasi dengan berbagai upaya dan hubungannya dengan peningkatan kinerja dosen wanita pada PTS di Balikpapan.
DAFTAR PUSTAKA As’ad,M. 1995. Psikologi Industri. Edisi 4. Penerbit Liberty.Yogyakarta. Djuwita, T.M. 2004. Pengaruh Strategi Pengembangan Dosen Perguruan Tinggi dan Motif Berprestasi Terhadap Produktivitas Kerjanya (Suatu Studi Pada Tenaga Edukatif di Lingkungan Kopertis Wilayah IV Jawa Barat). Disertasi. Program Pasca Sarjana Bimbingan Konseling UPI. Bandung.
Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut 1) variabel kebutuhan biologis (X1), kebutuhan rasa aman (X2), kebutuhan sosial, r (X3), kebutuhan harga diri (X4), dan kebutuhan aktualisasi diri (X5) secara bersamasama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi dosen wanita pada PTS di Balikpapan. Hal ini dapat dilihat dapat dilihat nilai F hitung sebesar 9,740. sedangkan besarnya F tabel dengan level of confidence (á) 5% adalah sebesar 2,34. Kondisi ini menunjukan bahwa F hitung>F tabel, sedangkan besarnya probabilitas menunjukkan 0,000 (< 0,05) dan 2) faktor kebutuhan biologis dan aktualisasi diri mempunyai pengaruh yang paling dominan
68
Fernald, L.D & Fernald, P.S. 1999. Introduction to Psychology (5th Edition), A.I.T.B.S. Publishers and Distributors, Indiana. Hasibuan, M. 2001. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Bandung: Bumi Aksara. Kusuma, IH. 2004. “Studi Kolerasional Antara Kecerdasan Adversity dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Kepala Sekolah di Lingkungan Yayasan BPK Penabur Jakarta”. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 02. Maret Th. III: 1734.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN YANG MEMPENGARUHI ............... (Mardatillah)
Kreitner, R dan Kinicki, A. 2005. Organization Behavior. Fifth Edition, International Edition, Mc Graw-Hill Company, Inc. Mardatillah & Rahmatillah K. 2008. Pengaruh Kecerdasan EQ Terhadap Motivasi Berprestasi pada Dosen dan Karyawan di Lingkungan AAB. Hasil Penelitian DIPA Kopertis Wilayah XI Kalimantan (tidak dipublikasikan). Balikpapan Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Purwanto, M Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Santoso, S. 2003. SPSS Versi 12. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Elex Media Komputindo. Jakarta. Subarjo, 2002. “Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Kesiapan Menerima Perubahan Terhadap Kinerja Pegawai pada Pusdiklat Pegawai Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi”. Jurnal Manajemen Publik dan Bisnis. Vol. 1, No. 2. Desember 2002. Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
69
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum. Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Puspitasari, Christiana Rini, pp. 67-75, Dampak Ekonomi Pembangunan Perumahan Casa Grande di Kabupaten Sleman Terhadap Masyarakat di Luar Perumahan, Tahun 2000-2005 (Studi Kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Estikasari, Ni Nengah Ami Estikasari, pp. 77-86, Pengaruh Pendukung Online pada Web Site Penyedia Layanan Telekomunikasi dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 87-97, Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Prajogo, Wisnu, pp. 99-103, Interpersonal Network: Keterkaitannya dengan Personality dan Kinerja Berdasarkan Sudut Pandang Social Resources Theory Algifari, pp. 105-112, Analisis Pertumbuhan Ekspor Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Supriyanto, Y, pp. 113-118, Kontroversi Penggunaan Risk-Adjusted Discount Rates (RADR) untuk Mendiskontokan Cash Flows dalam Capital Budgeting Vol. 1, No. 3, Nopember 2007 Anatan, Lina dan Fahmy Radhi, pp. 119-133, The Effect of Environmental Factors, Manufacturing Strategy and Technology on Operational Performance: Study Amongst Indonesian Manufacturers Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 135-146, Triple-R Strategy of Reformation—Revitalization, Reflection, and Realization: in Memory of 10 Years of Reformation and 100 Years of National Awakening [2008] Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 147-160, Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005 Astuti, Kurnia dan Budiono Sri Handoko, pp. 161-173, Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman Fachrunnisa, Olivia, pp. 175-186, Identifikasi Pentingnya Komunikasi Nonverbal di Organisasi Purnamawati, Astuti, pp. 187-192, Pengukuran Tingkat Keunggulan Komparatif Barang Ekspor Indonesia Vol. 2, No. 1, Maret 2008 Maryatmo, R., pp. 1-8, Strategi Bisnis Eceran (Studi Kasus di Yogyakarta) Windayani, Santi, pp. 9-28, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi Kinerja dalam Penganggaran Prajogo, Wisnu, pp. 29-35, Pengaruh Proactive Personality pada In-Role dan Extra-Role Performance (Kasus pada Sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta) Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher, pp. 37-49, Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating Raharjo, Achmad, pp. 51-55, Prospek Pengembangan Industri Komponen dan Perakitan Otomotif di Kabupaten Sleman
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Fatmawati, Sri, pp. 57-65, Pemerataan Kepemilikan Saham dan Keadilan: Kebijakan Pemecahan Saham Vol. 2, No. 2, Juli 2008 Dominanto, Nedi Nugrah, pp. 67-75, Perbedaan Sikap Terhadap Iklan, Merek, Dan Niat Beli Konsumen pada Iklan dengan Fear Appeal Tinggi dan Rendah pada Partisipan Wanita Suparmono, pp. 77-94, Analisis Optimasi Faktor Produksi Budidaya Udang Galah di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Fajar, Siti Al, pp. 95-100, Model Kepemimpinan Baru dalam Mengelola Diversitas Angkatan Kerja dalam Rangka Meraih Keunggulan Bersaing Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 101-113, Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006 Fatmawati, Sri, pp. 115-126, Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang Indonesia Manoppo, Yosua Pontolumiu, pp. 127-144, Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Risiko yang Dipersepsikan, dan Harapan Konsumen pada Loyalitas Pelanggan dan Komplain Pelanggan pada Salon Kecantikan “X” yang Ada di Yogyakarta Vol. 2, No. 3, Nopember 2008 Anwar, Andlie Liano, pp. 145-158, Analisis Pengaruh Pendukung Online Website Layanan Operator Seluler pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Operator Seluler di Indonesia Edy, pp. 159-174, Pengaruh Budaya Organisasional dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat “Rumah Sakit Mata Dr. YAP” Yogyakarta dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Pemediasi Sukmawati, Ferina, pp. 175-194, Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu Rosalina, Willy Lutfiani, pp. 195-216, Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Rosidi, Abidarin, pp. 217-232, Iklan Industri Kecil Melalui Word Wide Web (WWW) di Daerah Istimewa Yogyakarta: Masalah Efektifitas Isi dan Desain Iklan
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Badrudin, Rudy, pp. 233-246, Dampak Krisis Keuangan Amerika Serikat terhadap Perdagangan Internasional Indonesia Vol. 3, No. 1, Maret 2009 Sari, Dessy Puspita, pp. 1-10, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat Pembelian Ulang Konsumen Soeroso, Amiluhur, pp. 11-19, Manfaat Ekonomi Konservasi Barang Pusaka Kebudayaan: Kasus Gedung Peninggalan De Javasche Bank Yogyakarta Wijaya, N.H. Setiadi, pp. 21-30, Sumberdaya Manusia (SDM) Pembelajar: Menggapai Kinerja dan Daya Saing Organisasi yang Lebih Tinggi Sarwoko, pp. 31-39, Pengaruh Blok-Blok Perdagangan Bebas Regional terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia: Menggunakan Model Gravitasi, Tahun 2003-2007 Arista, Fany dan Baldric Siregar, pp. 41-60, Peran Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa Depan Sayono, Jusup Agus, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan Hartoyo, pp. 61-80, Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kepemilikan, Penggunaan, Pembayaran, dan Peluang terjadinya Gagal Bayar dalam Bisnis Kartu Kredit Vol. 3, No. 2, Juli 2009 Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 81-89, Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia Handayani, Asri Wening, pp. 91-105, Pola Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Membeli Rumah di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2008 Badrudin, Rudy, pp. 107-117, Dampak Kegiatan Investasi terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah Wijaya, Tony, pp. 119-131, Model Empiris Perilaku Berwirausaha Usaha Kecil Menengah di DIY dan Jawa Tengah Mustholihah, Siti, pp. 133-143, Peran Dana Penguatan Modal dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Paluruan, Astrid Rona Novianty dan Baldric Siregar, pp. 145-166, Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Laporan Keuangan Dimoderasi oleh Akrual Diskresioner Jangka Pendek dJangka Panjang Vol. 3, No. 3, Nopember 2009 Utama, Agung dan Fahmy Radhi, pp. 167-174, Pengaruh Penerapan Total Quality Management dan Just In Time Terhadap Kinerja Operasional dan Keunggulan Kompetitif Badrudin, Rudy dan Ina Hamsinah, pp. 175-185, Aspek Keseimbangan Pasar pada Fenomena Kenaikan Tiket Angkutan Umum Kereta Api pada Masa Lebaran Tahun 2009 Fatihudin, Didin dan Noto Adam, Misrin Hariyadi, serta Iis Holisin, pp. 187-191, Model Pengembangan dan Peningkatan Pendapatan Home Industry Sepatu/Sandal Melalui Peningkatan Modal, Keterampilan, dan Perluasan Pasar di Kemasan Krian Sidoarjo Algifari, pp. 193-201, Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 203-223, Kinerja Pasar dan Informasi Akuntansi sebagai Pembentuk Portofolio Saham Astutik, Lya Dwi dan Nur Fadjrih Asyik, pp. 225-237, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Nasabah dalam Penggunaan Automatic Teller Machine (ATM) Bersama pada PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Surabaya
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 4, No. 1, Maret 2010
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 O Fax. (0274) 486155 e-mail:
[email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 4, No. 1, Maret 2010
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.