FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU POST PARTUM TIDAK MEMBERIKAN ASI DI BPS HJ. SRI HARIJATI, Amd.Keb. MLIRIP JETIS MOJOKERTO
JUNIATUL CHUMAIROH NIM. 11002066
Subject : Ibu Post Partum, ASI Description : Angka pemberian ASI saat ini masih belum memenuhi target sesuai harapan, karena masih banyak ibu yang memberikan susu formula pada bayinya dengan berbagai alasan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu post partum tidak memberikan ASI. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskiptif. Rancang bangun penelitian yang digunakan adalah study kasus. Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu post partum tidak memberikan ASI. Populasi yaitu 30 ibu yang tidak memberikan ASI. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling tipe simpel random sampling didapatkan 28 responden. Penelitian dilakukan di BPS Hj. Sri Harijati, Amd.keb Mlirip Jetis Mojokerto pada tanggal 14-15 Mei 2014. Pengolahan data dilakukan dengan cara editing, coding, scoring dan tabulating. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memberikan MPASI sebanyak 17 responden (60,7%), sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang ASI sebanyak 23 responden (82,1%), sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 15 responden (46,4%), sebagian besar responden pernah menerima penyuluhan tentang ASI dari tenaga kesehatan sebanyak 15 responden (78,6%), sebagian besar responden takut mengalami perubahan fisik jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%), sebagian besar responden percaya dengan budaya dalam pemberiam ASI sebanyak 18 responden (64,3%) dan sebagian besar responden percaya dengan mitos buruk jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%). Berdasarkan penelitian pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah dikarenakan kurangnya pengetahuan yang cukup tentang pemberian ASI eksklusif kepada anak, tidak pernah menerima penyuluhan dari tenaga kesehatan, takut mengalami perubahan fisik, percaya dengan budaya dan mitos yang negatif. Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan kinerjanya dalam memberikan konseling tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif.
ABSTRACT The number of breastfeeding was still not match with the target as expected. This study was conducted to determine the factors affecting post-partum mothers don't give breast milk. This type of research was descriptive. The design of the study was case study. The variables in this study were the factors affecting post partum mothers don't give breastfeeding. The population was 30 mothers who did not breastfeed. The sampling technique used in this study was a non-probability sampling the type of simple random sampling obtained 28 respondents. The study was conducted in BPS Hj. Sri Harijati, Amd.keb Mlirip Jetis Mojokerto on 14-15 May 2014. Processing of data used editing, coding, scoring and tabulating. The results showed the majority of respondents give complementary feeding as many as 17 respondents (60.7%), most of the respondents have enough knowledge about breastfeeding by 23 respondents (82.1%), most respondents do not work as many as 15 respondents (46.4 %), the majority of respondents had received counseling on breastfeeding from health professionals as many as 15 respondents (78.6%), most respondents fear of experiencing physical changes if breastfeeding by 15 respondents (53.6%), most respondents believe the culture in breast milk give as many as 18 respondents (64.3%) and the majority of respondents believe the bad to the myth of breastfeeding by 15 respondents (53.6%). Based on research to the women who are not exclusively breastfed was because of lack of sufficient knowledge about exclusive breastfeeding to the child, never received counseling from health workers, fear of physical changes, believing with negative cultures and myths. It is expected that health workers improve their performance in providing counseling on the importance of exclusive breastfeeding.
Keywords: Mother Post Partum, Breastfeeding Contributor
: 1. Nurul hidayah, M.Kep. 2. Farida Wijayanti, S.ST
Date
: 5 Juni 2014
Type Material : Laporan Penelitian Permanen link : Right (CCL, MIT, Open document, dll) Summary
:
LATAR BELAKANG Resolusi World Heald Assembly (WHA) tahun 2001 menegaskan bahwa tumbuh kembang anak secara optimal merupakan salah satu hak asasi anak, modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi didalam kandungan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) (Prawirohardjo 2009). Air susu ibu (ASI) memberikan nutrisi optimal bagi bayi baru lahir, memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi serta memperbaiki hubungan antara ibu dan bayi, bayi harus segera diberikan pada ibu agar segera terjadi kontak kulit
sebagai upaya untuk memberikan kehangatan pada bayi dan memberi kesempatan sedini mungkin bagi bayi untuk memulai menyusu yang pada umumnya terjadi antara 1 jam setelah persalinan (Prawirohardjo, 2009). ASI adalah susubuatan alam yang lebih baik dari pada susu buatan manapun karena mengandung benda penangkis (kolostrun mengandung 15 kali lebih banyak dari pada ASI), suci hama, segar, murah, tersedia setiap waktu, dengan susu yang sebaik-baiknya untuk diminum (Prawirohardjo, 2007). Pemberian ASI harus dianjurkan pada setiap ibu yang melahirkan karena ASI yang pertama atau kolostrum mengandung anti body yang dapat mencegah infeksi pada bayi dan ASI merupakan susu yang paling baik untuk pertumbuhan dan tidak mungkin bayi akan menjadi gemuk berlebihan karena lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam saluran pencernaan (Prawirohardjo, 2007). Di Inggris, berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000, sebanyak 30% ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan sebanyak 58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi usia 410 minggu (Novianda, 2011). Menurut data SDKI 1997-2007, di Indonesia hampir semua anak pernah memperoleh ASI (96%), namun persentase pemberian ASI semakin menurun dengan bertambahnya umur (Fikawati dan Syafiq, 2010). Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia pada tahun 2003, diketahui bahwa angka pemberian Asi turun dari 49% menjadi 39%, sedangkan penggunaan susu formula meningkat tiga kali lipat. Informasi tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Kerja Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (BKPP-ASI), dr. Dien Sanyoto Besar, Sp.A. Penyampaian informasi ini terkait pembahasan rancangan peraturan pemerintah mengenai pemasaran pengganti ASI (RPP PASI) Nuryati (2008). Target pencapaian indikator tahunan Standart pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Provinsi Jawa Timur tentang pemberian ASI pada tahun 2009 sebesar 47,5%. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto tahun 2009 cakupan pemberian ASI mencapai 3,281 atau 18,64%. Sedangkan pemberian susu formula mencapai 13,802 atau 78,42%. Data dari kesehatan Kabupaten Mojokerto cakupan ASI ekslusif mencapai 5.060 atau 56,05% dari 9.027 jumlah bayi yang ada. Berdasarkan studi pendahuluan di BPS Hj. Sri Harijati, Amd.Keb. Pada tanggal 5 maret sampai 10 maret 2014 terdapat 10 ibu post partum 3 atau 30% ibu yang memberikan ASI, sisanya 7 atau 70% memberikan susu formula. Pada negara yang berkembang seperti saat ini kenyataannya masih banyak para ibu yang memberikan susu formula pada bayinya dengan alasan ASI belum keluar dan dengan alasan sedang bekerja pada saat itulah bayi diberi susu botol, padahal anatomi puting susu dan dot sangat lain dari situlah dapat dilihat cara menghisap bayi dalam menyusu dengan cukup kuat dan pada dot akan mengalir dengan isapan yang ringan, hal ini menyebabkan bayi malas menyusu pada ibunya (Prawiroharjo, 2007). Ada beberapa faktor yang membuat sebagian ibu post partum tidak menyusui anaknya. pertama, gencarnya kampanye produsen susu dan makanan pengganti ASI, serta berhasilnya upaya para distributor dalam mendistribusikannya, sehingga para ibu tergerak untuk mempercayainya. kedua, kurangnya kesadaran ataupun pengetahuan para ibu terhadap pemberian makanan kepada anak. ketiga ketiadaan perhatian yang sungguh-sungguh dari para ahli kesehatan untuk menggalakkan kebiasaan menyusui anak. keempat kurangnya
program kesejahteraaan sosial yang terarah, yang di jalankan oleh beberapa instansi pemerintahan di negara-negara berkembang. Dari keempat faktor tersebut, banyak kalangan berpendapat bahwa faktor yang paling dominan adalah promosi yang terlampau gencar dan muluk-muluk dari pihak produsen susu. Inilah yang menjadikan para ibu post partum terpengaruh untuk menggantikan asi sebagai makanan utama bayi dengan susu formula (Dwi Sunar Prasetyono hal 11-12, 2009). Untuk mengatasi hal ini perlu informasi tentang pemberian ASI Eksklusif pada ibu-ibu yang menyusui, mengingat manfaat yang besar apabila ibu memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan memberikan konseling tentang ASI Eksklusif dan meningkatkan pengetahuan ibu menyusui agar memberikan bayinya ASI Eksklusif. Selain itu memberi motovasi ibu yang bekerja untuk tetap memberi ASI Eksklusif pada bayinya dan memberi tahu ibu cara menyimpan ASI yaitu agar memerah susunya terlebih dahulu sebelum berangkat bekerja dan meletakkan susunya dilemari pendingin atau diletakkan pada suhu kamar. Berdasarkan faktor-faktor diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI dan mengungkap kesalahan dari setiap faktor dan paradigma atau pandangan ibu yang salah tentang ASI sehingga ibu memberikan ASI pada bayinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif.Rancang bangun penelitian dalam penelitian ini adalah survei.Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu post partum tidak memberikan ASI. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu semua ibu yang tidak memberikan ASI yang berada di BPS Hj.Sri Harijati, Amd.keb Mlirip Jetis Mojokerto sebanyak 30 orang dengan sampel sebanyak 28 responden.Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling tipe simple random sampling.Penelitian dilaksanakan di BPS Hj. Sri Harijati, Amd.keb Mlirip Jetis Mojokerto pada tanggal 14-15 Mei 2014. Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data terutama pengumpulan data, apakah menggunakan angket atau kuesioner, observasi, wawancara atau Skala Likert.Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah chek list dan kuesioner yang dibagikan responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian didapatkan bahwa Karekteristik responden berdasarkan usiadi BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014. Didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (78,6%). Karekteristik responden berdasarkan pendidikan di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014. Didapatkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMP-SMA sebanyak 22 responden (82,1%). Data Khusus responden berdasarkan pemberian ASI di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memberikan MP-ASI sebanyak 17 responden (60,7%). Distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang ASI di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis
Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang ASI sebanyak 23 responden (82,1%). Karekteristik responden berdasarkan pekerjaan di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 15 responden (46,4%). Karekteristik responden berdasarkan petugas kesehatan di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden pernah menerima penyuluhan tentang ASI dari tenaga kesehatan sebanyak 15 responden (78,6%). Karekteristik responden berdasarkan estetika di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden takut mengalami perubahan fisik jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%). Karekteristik responden berdasarkan budaya di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden percaya dengan budaya dalam pemberian ASI sebanyak 18 responden (64,3%). Karekteristik responden berdasarkan mitos di BPS Ny. Hj Sri Harijati, Amd. Keb.Desa Mlirip kec Jetis Kab.Mojokerto, pada tanggal 14 – 15 Mei 2014.Didapatkan bahwa sebagian besar responden percaya dengan mitos buruk jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan MP-ASI sebanyak 17 responden (60,7%). Pemberian ASI Eksklusif adalah Model kebiasaan ibu menyusui dalam pemberian ASI meliputi teknik atau cara menyusui, pemberian ASI lama dan frekuensi menyusui (Depkes RI, 2008). ASI dalam istilah kesehatan adalah dimulai dari proses laktasi. Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia.Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh alami (Kristiyansari, 2009: 1). Menurut Erin Darmayanti (2012) terdapat mitos-mitos tentang pada budaya masyarakat Madura, antara lain: ASI harus dibuang dulu sebelum menyusu. Alasannya, ASI yang keluar adalah ASI lama (basi), bayi harus diberi pisang atau nasi kepal/ulek agar tak kelaparan, bayi harus diberi susu lebih kental agar cepat gemuk, bayi boleh diberi air tajin sebagai pengganti susu/pelarut susu (Darmayanti, 2012). Sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi yang negatif, hal ini dikarenakan adanya tradisi atau budaya keluarga yang menghambat yaitu terdapat budaya yang menganjurkan untuk memberikan makanan pendamping ASI kepada bayi, sehingga ibu memberikan ASI tetapi juga memberikan makanan pendamping ASI. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang ASI sebanyak 23 responden (82,1%). Pengetahuan ibu merupakan hasil dari’’tahu’’dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa atau raba dengan sendiri (Notoadmodjo,2003). Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian ASI esklusif, fungsi ASI esklusif dan ASI dapat
meningkatkan daya tahan tubuh sengatlah penting. Tetapi banyak ibu tidak mengetahui hal tersebut dan resiko yang akan timbul apabila tidak memberikan ASI secara esklusif kepada bayi enam bulan. Pengetahuan yang cukup tentang pemberian ASIpada bayi yang dimiliki oleh responden didapatkan dari pengalaman yang telah dialami oleh responden baik secara langsung maupun bantuan dari orang lain, sehingga banyak responden yang tidak memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mengerti tentang manfaat ASI bayi bagi, dapat dilihat dari jawaban responden yang paling banyak menjawab benar tentang manfaat ASI bayi bayi diantaranya yaitu sebagai nutrisi bagi bayi, meningkatkan daa tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan. Selain itu masih ada responden yang memili pengetahuan kurang disebabkan karena responden yang belum mendapatkan informasi secara lengkap tentang pemberian ASI, dan dapat dilihat dari jawaban responden paling sedikit responden yang menjawab dengan benar tentang budaya di tempat ibu menganjurkan untuk memberikan makanan tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan dan bayi yang diberi ASI akan mengalami kegemukan. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 15 responden (46,4%). Merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.Pekerjaan yang dilakukan ibu ada yang berada dirumah, di tempat bekerja tidak tersedia tempat penitipan anak, jarak lokasi bekerja yang jauh da kebijakan cuti melhirkan yang kurang mendukung.Sehingga sebelum bekerja ibu sering memberikan makanan tambahan dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah mulai terbiasa (Notoatmojo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian alasan ibu tidak meberikan ASI eksklusif dikarenakan ibu yang bekerja mengatakan di tempat kerjanya tidak ada tempat menyusui, sedangkan ibu yang tidak bekerja mengatakan tidak memberikan ASI eksklusif karena repot mengasuh rumah tangga, dan bersih-bersih dirumah. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah menerima penyuluhan tentang ASI dari tenaga kesehatan sebanyak 15 responden (78,6%). Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang yang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan. Pada umunya para ibu mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan,oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan untuk memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan ASI esklusif, manfaat ASI esklusif dapat meningkatkan daya tahan tubuh, dan resiko tidak memberikan ASI pada bayi kecil (Roesli,2005) Berdasarkan hasil penelitian responden mengatakan belum pernah menerima penyuluhan tentang ASI sehingga pengetahuan menjadi kurang yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif dan kebanyakan responden mengkombinasi dengan susu formula dan pisang yang beranggapan anaknya biar cepat gemuk. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden takut mengalami perubahan fisik jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%).
Merupakan suatu keindahan, Estetika menyusui terdapat pada keindahan payudara.Bagi seorang wanita, payudara merupakan bagian tubuh yang sangat penting.Payudara merupakan penanda kekhasan seorang wanita, tempat produksi ASI, fungsi estetika (keindahan) dan sexual (dengan jutaan simpul syaraf yang bisa menghantarkan impuls ke otak dan memacu gairah sexual).Banyak wanita khususnya ibu-ibu yang beranggapan bahwa menyusui dapat memepengaruhi atau merubah bentuk payudara secara permanen.Sebenarnya yang merubah bentuk payudara adalah kehamilan, bukan hanya menyusui. Kehamilan menyebabkan dikeluarkan hormon-hormon dan menyebabkan terbentuknya air susu yang mengisi payudara. Payudara yang sudah pernah terisi air susu akan berbeda bentuknya dengan payudara yang belum pernah terisi oleh air susu. Oleh karena itu banyak ibu lebih memilih untuk tidak mempunyai bayinya secara esklusif (Roesli,2005) Berdasarkan hasil penelitian banyak responden mengatakan takut mengalami perubahan fisik jika memberikan ASI seperti takut gemuk, bentuk payu darah yang turun dikarenakan mereka kurang mengerti pentinnya ASI untuk bayinya. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden percaya dengan budaya dalam pemberian ASI sebanyak 18 responden (64,3%). Budaya adalah hasil cipta manusia didalam budaya dan terkandung kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat, kebiasaan diperoleh dari budaya yang mengandung nilai-nilai kepercayaan tentang segala sesuatu. Menurut The American Herritage Dictionori (2005) mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola prilaku yang dikirimkan melalai kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Menurut Kientj aranigrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Banyak ibu-ibu yang mempunyai kebiasaan malu-malu serta sembunyisembunyi menyusui bayinya karena meraka menggap menyusui tidak sopan. Hal ini mempengaruhi tabiat gadis-gadis disekitarnya untuk bernuat sama, dan menyusui anak merupakan sesuatu hal yang dihindari. Selain hal tersebut berbagai mitos juga menyebar di kalangan masyarakat yang mengatakan berpantangan makanan seharusnya tidak dimakan oleh ibu yang sedang menyusui seperti ikan dengan anggapan ASI akan berbau amis sehingga bayi tidak menyukainya. Anggapan tersebut tidak benar karena ikan mengandung banyak protein dan tidak akan mempengaruhi rasa pada ASI (UNICEF dan WHO, 2004) (Siregar,2004). Berdasarkan hasil penelitian kebanyakan responden percaya pada budaya yang masih melekat menyusui di temapat umum merupakan hal yang tabu sehingga mereka lebih memilih memberikan susu formula jika berpergian. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden percaya dengan mitos buruk jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%). Menurut Roesli (2004) banyak mitos tentang menyusui membuat ibu menjadi kurang percaya diri untuk memberi ASI kepada bayinya. Mitos tersebut tidak berelasan dan membuat ibu menjadi memeilih berhenti untuk menyusui dan memilih memberi susu formula sebagai alternatif. Mitos-mitos tersebut antara lain
yaitu:Menyusui menyebabkan kesukaran menurunkan berat badan, menyusui merubah bentuk payudara, ASI belum keluar pada hari-hari pertama sehingga perlu ditambah dengan susu formula, Ibu bekerja tidak dapat memberikan ASI esklusif, payudara kecil tidak menghasilkan cukup ASI, ASI yang pertama keluar harus dibuang karena kotor, Bayi tidak cukup dapat ASI karena minum banyak, ibu kurang gizi,kualitas ASI kurang baik. Hasil penelitian menunjukan masih banyak responden yang percaya dengan mitos menyusui ASI dapat menyebabkan kegemukan dan gizi ASI masih kurang sehingga banyak responden memadukan ASI dengan susu formula. SIMPULAN 1. Sebagian
besar responden memberikan MP-ASI sebanyak 17 responden (60,7%). 2. Sebagian besar responden memberikan MP-ASI sebanyak 17 responden (60,7%), sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang ASI sebanyak 23 responden (82,1%), sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 15 responden (46,4%), sebagian besar responden pernah menerima penyuluhan tentang ASI dari tenaga kesehatan sebanyak 15 responden (78,6%), sebagian besar responden takut mengalami perubahan fisik jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%), sebagian besar responden percaya dengan budaya dalam pemberiam ASI sebanyak 18 responden (64,3%) dan sebagian besar responden percaya dengan mitos buruk jika memberikan ASI sebanyak 15 responden (53,6%). REKOMENDASI 1. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan petugas kesehatan atau bidan lebih meningkatkan kinerjanya dalam memberikan konseling tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif dan mengembangkan program yang telah ada menjadi lebih berkembang sehingga mampu menjadi suatu pelayanan yang sesuai diharapkan. 2. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat mencari informasi melalui media cetak atau elektronik tentang pemberian ASI Ekslusif pada bayi sehingga dapat meningkatkan pengetahuaannya dan dapat memberikan ASI Eksklusif pada bayi dengan cara yang benar. 3. Bagi Lahan Penelitian Dapat memberikan fasilitas kesehatan yang optimal sesuai dengan standart yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan seperti pojok ASI (ruang untuk menyusui). 4. Bagi Institusi Pendidikan Instutusi dapat menambah sumber kepustakaan dan bacaan khususnya tentang motivasi ibu terhadap pemberian ASI eklusif pada bayi.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Alamat Korespondensasi : Alamat rumah : Dsn. Begagah RT/RW 001/002 Ds. Kemiri Sewu Kec. Pandaan Kab. Pasuruan Email :
[email protected] No. Telp : 085755787977