FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG
OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG
OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
: Ika Virnaristanti
Nomor Registrasi Pokok
: H14084011
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Tanti Novianti, SP, M.Si. NIP 132 206 249
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor,
September 2008
Ika Virnaristanti H14084011
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ika Virnaristanti lahir pada tanggal 3 September 1972 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Penulis Anak Pertama dari empat bersaudara dari pasangan Idris dan Rohana. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Taman Puspa kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 6 Banjarmasin pada tahun 1985 dan lulus pada tahun 1988. Setelah lulus dari SMP penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Banjarmasin. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan di Akademi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus tahun 1994. Setelah lulus penulis bekerja di BPS Propinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 1997, penulis berkesempatan melanjutkan sekolah ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan lulus tahun 1999. Setelah lulus penulis bekerja di BPS Jakarta. Pada tahun 2008 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Management di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS-IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia_nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG” . Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelas sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, semangat dan dorongan sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada : 1. Tanti Novianti SP,M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Syamsul Hidayat Pasaribu,M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik serta saran-saran dalam penulisan skripsi ini. 3. Suami tercinta, Ahmad Riswan Nasution, dalam menyelesaikan skripsi.
atas bantuan dan dorongannya
Skripsi ini tak akan mungkin ada tanpa
dukungan suami saya. 4. Ibunda Rohana dan anak-anakku Risa, Mira dan Azman atas pengertian serta doa yang tiada henti-hentinya. 5. Seluruh dosen dan anggota tata usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh teman-teman yang telah memberikan bantuan, dorongan dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada Bapak/Ibu dan teman-teman sekalian.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf atas segala kekurangan.
Semoga hasil dari skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bogor, September 2008
Ika Virnaristanti H14084011
RINGKASAN IKA VIRNARISTANTI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Indonesia mempunyai posisi yang dominan dalam perdagangan rotan dunia dengan menghasilkan 80 persen bahan baku rotan dunia. Selain di Indonesia tanaman produk rotan dapat juga dijumpai di Philipina, Thailand, Malaysia, India, Vietnam, Madagaskar dan Mexico. Dipasaran internasional harga ekspor rotan mentah dan setengah jadi Indonesia jauh lebih rendah dibanding dengan harga ekspor hasil industri mebel & kerajinan rotan. Indonesia mempunyai potensi dalam mengembangkan industri mebel dan kerajinan rotan karena mempunyai pasokan bahan baku rotan yang besar dan memiliki banyak tenaga kerja. Potensi ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, karena tingkat keterampilan dari tenaga penghasil masih rendah dan kurangnya penguasaan atas selera konsumen, sehingga kalah bersaing dengan negara lain yang juga pengekspor mebel dan kerajinan rotan. Dewasa ini, peningkatan pengusahaan rotan lebih dititikberatkan kepada peningkatan nilai tambah secara maksimal di samping peningkatan volume produksi. Pemerintah pun telah membuktikan tekad dan kesungguhannya untuk merangsang perkembangan industri pengolahan rotan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan, melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan SK No.274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan. Namun kebijakan ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga disesuaikan melalui Keputusan Menteri Perdagangan No. 179/Kp/VI/92 tentang Ketentuan Ekspor Rotan. Keputusan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan ketentuanketentuan ekspor rotan sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas. Implikasi kebijakan yang pertama menyebabkan volume penawaran bahan baku meningkat dan cenderung melimpah, sehingga produksi meningkat dan produsen bisa memenuhi permintaan pasar baik domestik maupun luar negeri. Jepang tercatat sebagai negara teratas yang menyerap mebel dan kerajinan rotan Indonesia, setelah itu diduduki oleh Amerika Serikat dan Jerman. Tahun 1987, Jepang menyerap 75,15 persen ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia dan tahun 1996 Jepang menyerap 37,01 persen. Namun pada tahun 1997 dan 1998 nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan ke Jepang sangat rendah, yang disebabkan terjadinya krisis ekonomi baik di Asia maupun di Indonesia dan kemungkinan disebabkan adanya kebijakan pemerintah membuka ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Pada periode 1999 sampai dengan tahun 2006, impor Jepang terhadap mebel dan kerajinan rotan terus berfluktuasi dan menurun. Tahun 1999 nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan sebesar 17,04 persen dan tahun 2006 hanya sebesar 9,40 persen dari total ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menjelaskan perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan ke Jepang, (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang, (3) Menganalisis besarnya faktor-faktor tersebut terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
sekunder deret waktu mulai dari tahun 1986 sampai tahun 2006. Dalam upaya menjawab tujuan di atas, pada penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Metode analisis deskriptif dimaksudkan untuk menjawab tujuan (1) dan analisis regresi linear berganda digunakan menjawab tujuan penelitian (2) dan (3). Berdasarkan hasil analisis deskriptif, perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang pada periode 1986-1996 terus meningkat. Tahun 1998 anjlok menjadi 12,6 juta US$ disebabkan krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah membuka ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Kemudian tahun 1999 sampai dengan tahun 2006 ekspor ke Jepang berfluktuasi dan menurun disebabkan produsen kekurangan bahan baku dan belum bisa mengikuti perkembangan selera masyarakat Jepang. Selanjutnya dengan memperhatikan hasil analisis regresi linear berganda, dapat disimpulkan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi secara nyata oleh produksi domestik mebel dan kerajinan rotan, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan perkapita Indonesia, pendapatan per kapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang dan dummy (kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah). Dengan menggunakan alat analisis yang sama, ditemukan faktor yang paling besar berpengaruh terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang adalah pendapatan perkapita Jepang sebesar 10,73 persen, harga sebesar 2,47 persen, dan produksi 0,76 persen, serta dummy kebijakan melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi 0,49. Secara keseluruhan, dari semua variabel independen yang diteliti, memiliki pengaruh sebesar 93,33 persen terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Untuk mempertahankan ketersediaan bahan baku untuk industri mebel dan kerajinan rotan, perlu melakukan pembudidayaan tanaman rotan. Disamping itu, kebijakan pembatasan ekspor rotan mentah dan setengah jadi perlu diteruskan untuk mengamankan persediaan bahan baku industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri. Adapun upaya untuk meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan rotan, pemerintah bersama dengan pengusaha mebel dan kerajinan rotan bekerjasama untuk terus meningkatkan daya saing produk tersebut. Daya saing hasil mebel dan kerajinan rotan di pasaran internasional dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan inovasi desain produk hasil industri mebel dan kerajinan rotan. Inovasi desain dilakukan melalui riset terhadap produk yang disukai konsumen berbagai negara, dan mengikuti berbagai pameran internasional.
DAFTAR ISI halaman DAFTAR ISI..............................................................................................................
i
DAFTAR TABEL......................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................................
9
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional .......................................................
9
2.1.2 Ekspor ................................................................................................
11
2.1.3 Produksi Domestik.............................................................................
11
2.1.4 Harga..................................................................................................
12
2.1.5 Pendapatan .........................................................................................
12
2.1.6 Jumlah Penduduk...............................................................................
13
2.1.7 Kebijakan Ekspor Rotan Indonesia....................................................
13
2.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................................
15
2.3 Hipotesis .......................................................................................................
17
2.4 Penelitian Terdahulu .....................................................................................
18
III. METODE PENELITIAN 3.1
Sumber Data ............................................................................................
20
3.2
Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................
20
3.3
Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .........................................
21
3.4
Metode Analisis .......................................................................................
21
IV.
3.4.1 Analisis Deskriptif .....................................................................
21
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda ............................................
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang..............................................................................................
34
4.2 Estimasi Model Regresi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang ..................................................................
39
4.2.1 Pengujian Ekonometrik.............................................................
40
4.2.2 Ujian Statistik ...........................................................................
43
4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan ke Jepang .........................................................
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .............................................................................................
49
5.2 Saran .......................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
51
LAMPIRAN...............................................................................................................
52
DAFTAR TABEL Nomor
halaman
Tabel 1. Perbandingan Harga dan Nilai Ekspor Rotan Mentah dan Setengah Jadi dengan Hasil Industri Mebel dan Kerajinan Rotan, 2000 s.d. 2006................................................................
2
Tabel 2. Nilai Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 1986-2006 (US$)........................................
5
Tabel 3. Format tabel Anova ...................................................................................
31
Tabel 4. Nilai dan Volume Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Ke Jepang, Tahun 1986-2006 ...................................................................
35
Tabel 5. Volume Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang Menurut Jenis Tahun 1986-2006 (Kg)......................................
38
Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi ...............................................................................
41
Tabel 7. Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................................
42
Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas.....................................................................
42
Tabel 9. Hasil Estimasi Model Regresi ...................................................................
43
DAFTAR GAMBAR Nomor
halaman
Gambar 1 Kurva Perdagangan Internasional ...........................................................
10
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................................
16
Gambar 3. Daerah Keputusan Ho Ditolak ..............................................................
29
Gambar 3. Hasil Uji Normalitas ..............................................................................
41
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
halaman
1. Pangsa Pasar Indonesia di 5 Negara Tujuan Utama Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Tahun 2003 .....................
52
2. Ekspor Kerajinan Rotan Indonesia Ke Jepang Dibandingkan Negara-Negara di ASEAN Tahun 2002-2006, US$ ................................
53
3. Perkembangan Volume Ekspor ke Jepang, Produksi Domestik, Harga Jual Ekspor Hasil Industri Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Th.1986-2006............................................................................
54
4. GDP Perkapita Indonesia, GDP Perkapita Jepang, Penduduk Indonesia dan Penduduk Jepang , Th. 1986-2006.................... 55 5.
Hasil Uji Klein ........................................................................................... 56
I. PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini mengacu pada perekonomian terbuka, dimana dalam kondisi ini setiap negara akan melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Tujuan dari suatu negara melakukan perdagangan adalah meningkatkan kesejahteraan dari negara-negara yang melakukan
perdagangan atau
meningkatkan welfare dari negara tersebut. Indonesia dikenal mempunyai sumber alam yang melimpah, karena itu struktur ekspor Indonesia pada awalnya sebagian besar dari sumber alam yang dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu migas (minyak dan gas) dan non migas. Salah satu ekspor non migas Indonesia adalah rotan. Rotan merupakan salah satu komoditas hasil hutan nonkayu yang cukup penting dan potensial. Secara ekonomi, produk rotan cukup memberikan kontribusi yang berarti bagi Indonesia dan mempunyai posisi yang dominan dalam perdagangan rotan dunia dengan menghasilkan 80 persen bahan baku rotan dunia. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat serta relatif seragam bentuknya. Di Indonesia, rotan tumbuh secara alami dan tersebar di Daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/tahun. (Biro Humas Deperindag, 2008). Rotan merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis. Selain di Indonesia tanaman produk rotan dapat juga dijumpai di Philipina, Thailand, Malaysia, India, Vietnam, Madagaskar dan Mexico. Namun potensi terbesar saat ini untuk produk rotan terdapat di Indonesia. Untuk meningkatkan daya guna rotan, maka dalam pemanfaatannya harus diolah terlebih dahulu, baik secara sederhana maupun dengan peralatan modern. Oleh karena
2 itu kokohnya industri hasil hutan menjadi salah satu tujuan dari kegiatan pengusahaan hutan. Dewasa ini, peningkatan pengusahaan rotan lebih dititikberatkan kepada peningkatan nilai tambah secara maksimal di samping peningkatan volume produksi. Pemerintah pun telah membuktikan tekad dan kesungguhannya untuk merangsang perkembangan industri pengolahan rotan, misalnya melalui berbagai regulasi yang berkesinambungan. Di pasaran internasional harga ekspor rotan mentah dan setengah jadi Indonesia jauh lebih rendah dibanding dengan
harga ekspor hasil industri mebel & kerajinan
rotan. Apabila memperhatikan perbandingan harga ekspor kedua komoditas tersebut, ekspor hasil industri mebel & kerajinan rotan lebih menguntungkan. Disamping itu, industri kerajinan rotan tidak memerlukan investasi yang besar dan teknologi yang canggih, tetapi mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tabel 1. Perbandingan Harga dan Nilai Ekspor Rotan Mentah dan Setengah Jadi dengan Hasil Industri Mebel dan Kerajinan Rotan, 2000 s.d. 2006
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Nilai Ekspor Harga Ekspor Nilai Ekspor Harga Ekspor Rotan Rotan Mentah & Industri Mebel & Industri Mebel & Mentah & Setengah Setengah Jadi Kerajinan Rotan Kerajinan Rotan (US$) (US$/ kg) (US$) Jadi (US$/ kg)
0,6211 0,5815 0,5978 0,6285 0,6514 0,8149 0,8692
9.117.708 12.864.936 13.303.572 20.566.115 22.128.374 14.871.104 18.786.010
2,6701 2,5337 2,3304 2,2985 2,4717 2,5641 2,6924
311,888,525 288,213,421 299,421,211 311,153,147 331,724,430 297,508,058 300,673,851
Sumber : Badan Pusat Statistik, (diolah kembali)
Indonesia mempunyai potensi dalam mengembangkan industri mebel dan kerajinan rotan karena mempunyai pasokan bahan baku rotan yang besar dan memiliki banyak tenaga kerja. Potensi ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, karena
3 tingkat keterampilan dari tenaga penghasil masih rendah dan kurangnya penguasaan atas selera konsumen, sehingga kalah bersaing dengan negara
lain yang juga
pengekspor mebel dan kerajinan rotan. Terlihat pada Lampiran 1 tentang pangsa pasar ekspor Indonesia di lima negara tujuan utama, Indonesia kalah bersaing dengan Cina, Malaysia dan Vietnam. Begitu juga bila kita bandingkan dengan negara-negara di ASEAN, pangsa pasar ekspor kerajinan rotan Indonesia ke Jepang kalah bersaing dengan Philipina dan Vietnam pada Lampiran 2.
1.6 Perumusan Masalah Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia, sementara industri pengolahan rotan belum berkembang. Akibatnya, nilai ekspor hasil industri pengolahan rotan masih jauh dibanding ekspor rotan mentah. Untuk meningkatkan nilai
ekspor hasil industri pengolahan rotan,
pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk regulasi diantaranya larangan ekspor rotan mentah. Pada tahun 1986 Menteri Perdagangan mengeluarkan SK No.274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan. Sejak saat itu, industri pengolahan rotan nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300 perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri (Taiwan dan Eropa) yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Cirebon (Budiani, 2005). Kebijakan tata niaga ekspor yang semula untuk menumbuhkembangkan industri rotan di dalam negeri dalam kenyataannya di satu pihak telah memperoleh hasilnya, sementara di pihak lain ketentuan pelarangan tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga kebijaksanaan pelarangan ekspor sampai dengan
4 tahun 1992, harus disesuaikan melalui kebijakan penghapusan larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi yaitu Keputusan Menteri Perdagangan No. 179/Kp/VI/92 tentang Ketentuan Ekspor Rotan. Keputusan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan ekspor rotan sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas, sesuai dengan kesepakatan GATT (General Aggreement on Tariff and Trade), bahwa hambatan non tarif hendaknya dikonversikan kedalam tarif. Untuk itu, pelarangan ekspor kelompok rotan bahan mentah dan barang setengah jadi dihapuskan atau dibebaskan dari larangan ekspor dengan ketentuan dikenakan pajak ekspor. Pada Tabel 2 terlihat nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan tahun 1986 sampai dengan 1991
mengalami perkembangan yang cukup pesat sesuai dengan tujuan
pemerintah melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi, sehingga meningkatkan produksi industrinya.
Adanya kebijakan tersebut menyebabkan volume penawaran
bahan baku meningkat dan cenderung melimpah, sehingga produksi meningkat dan produsen bisa memenuhi permintaan pasar baik domestik maupun luar negeri. Daya saing ekspor mebel dan kerajinan rotan semakin kuat karena ketersediaan bahan baku yang melimpah dan murah.
5
Tabel 2 Nilai Ekspor (US $) Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 1986-2006 Tahun 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jepang 3.631.439 38.320.832 72.838.065 71.355.478 95.112.925 119.941.336 117.527.396 120.719.017 133.754.603 133.746.734 107.039.608 57.928.862 12.567.320 49.920.583 56.589.393 52.548.803 47.588.496 46.864.063 38.991.356 34.723.334 28.249.068
Amerika Serikat 1.583.547 4.312.901 13.095.028 29.883.868 38.045.533 39.920.716 37.277.192 45.631.576 50.093.244 43.962.972 38.832.329 23.830.654 11.599.250 49.615.875 56.056.050 54.517.003 61.079.136 53.902.806 52.521.325 51.160.304 52.454.016
Jerman 374.189 792.036 2.213.001 5.444.919 10.329.540 19.332.309 29.792.817 41.672.274 36.517.587 42.777.197 38.211.835 17.634.228 8.025.613 37.851.686 38.479.877 32.988.688 28.931.162 29.652.165 28.400.864 41.049.351 40.202.659
Lainnya 2.028.713 7.568.848 23.212.930 47.771.792 74.934.332 92.811.433 104.744.601 122.280.546 123.462.279 140.859.384 151.477.937 95.521.465 28.584.809 155.559.501 160.763.205 148.158.927 161.822.417 180.734.113 211.810.885 170.575.069 179.768.108
Total 7.617.888 50.994.617 111.359.024 154.456.057 218.422.330 272.005.794 289.342.006 330.303.413 343.827.713 361.346.287 335.561.709 194.915.209 60.776.992 292.947.645 311.888.525 288.213.421 299.421.211 311.153.147 331.724.430 297.508.058 300.673.851
% Jepang 47,67 75,15 65,41 46,20 43,55 44,10 40,62 36,55 38,90 37,01 31,90 29,72 20,68 17,04 18,14 18,23 15,89 15,06 11,75 11,67 9,40
Sumber : Badan Pusat Statistik, (data diolah)
Ekspor mebel dan kerajinan rotan berada di posisi terendah pada tahun 1998, yaitu sebesar 60,8 juta US$, hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi dan adanya kebijakan pemerintah yang membuka ekspor rotan bulat tanpa pajak. Ketika keran ekspor rotan mentah dibuka, Cina, Vietnam, Kamboja dan Filipina langsung membeli rotan dari Indonesia. Akibatnya para petani rotan memilih untuk mengekspor bahan baku rotan daripada memenuhi industri dalam negeri. Hal ini berdampak pada pasokan rotan mentah dalam negeri berkurang dan sehingga pengrajin kesulitan mendapatkan bahan baku yang pada gilirannya mendorong peningkatan harga.
6 Kemudian ekspor mebel dan kerajinan rotan berkembang kembali, walaupun tidak sebesar periode 1986-1991. Ekspor mebel dan kerajinan rotan terus berfluktuasi, pada tahun 2006, nilai ekspor rotan hanya sebesar 300,7 juta US$, yaitu naik 1,06 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Selama 1986 sampai dengan 1996, Jepang tercatat sebagai negara teratas yang menyerap mebel dan kerajinan rotan Indonesia, setelah itu diduduki oleh Amerika Serikat dan Jerman. Masyarakat Jepang sangat menyukai beragam mebel dan kerajinan rotan, karena bentuknya yang indah.
Di Amerika Serikat mebel dan kerajinan rotan
disukai karena memberi kesan dekat dengan alam. Di negara-negara Eropa mebel dan kerajinan rotan diminati karena masyarakat Eropa menyukai gaya eksotis dari wilayah Timur yang dicerminkan dalam bentuk furniture untuk mengisi dan melengkapi kafekafe dan perhotelan. Tahun 1987, Jepang menyerap 75,15 persen ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia dan tahun 1996 Jepang menyerap 37,01 persen. Namun pada tahun 1997 dan 1998 nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan ke Jepang sangat rendah, disebabkan terjadinya krisis ekonomi baik di Asia maupun di Indonesia dan kemungkinan adanya kebijakan pemerintah membuka ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Pada periode 1999 sampai dengan tahun 2006, impor Jepang terhadap mebel dan kerajinan rotan terus berfluktuasi dan menurun.
Tahun 1999 nilai ekspor mebel dan
kerajinan rotan sebesar 17,04 persen dan tahun 2006 hanya sebesar 9,40 persen dari total ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia. Penelitian pada komoditi mebel dan kerajinan rotan ke Jepang penting dilakukan, karena nilai ekspor komoditi ini mula-mula besar kemudian menurun, padahal pemintaan mebel dan kerajinan rotan di Jepang cukup besar.
Agar ekspor
7 mebel dan kerajinan rotan tetap eksis, maka menganalisis aliran perdagangan rotan ke negara tujuan utama seperti Jepang penting dilakukan, sehingga dapat diketahui faktorfaktor penyebab nilai ekspor berfluktuasi. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan
ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke
Jepang? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara siginifikan terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang? 3. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang?
1.7 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menjelaskan perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan ke Jepang 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang 3. Menganalisis besarnya faktor-faktor tersebut terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia
1.8 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia, khususnya ke Jepang.
8 2. Bagi produsen dan eksportir produk rotan, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dan informasi dalam perdagangan nasional maupun internasional. 3. Bagi pengambil kebijakan dan pihak terkait lainnya, hasil penelitian ini memberi masukan untuk menyusun strategi meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan rotan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
2.2.1
Teori Perdagangan Internasional Pengertian terpenting dalam ekonomi internasional secara keseluruhan
adalah gagasan tentang adanya keuntungan perdagangan (gains from trade) yaitu jika suatu negara menjual barang dan jasa kepada negara lain maka manfaatnya hampir pasti diperoleh kedua belah pihak. Perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk mengekspor berbagai macam barang yang produksinya menggunakan sebagian besar sumber daya yang melimpah di negara yang bersangkutan serta mengimpor berbagai barang yang produksinya menggunakan sumber-sumber daya yang tergolong cukup langka di negara tersebut (Krugman & Obstfeld, 2000). Terdapat berbagai alasan dilakukannya perdagangan internasional. Perdagangan terjadi pada dua negara yang mempunyai perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan permintaan disebabkan oleh perbedaan pendapatan dan selera, sedangkan perbedaan penawaran disebabkan oleh perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi dan tingkat teknologi. Tanpa adanya perdagangan internasional, harga-harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara merupakan refleksi atau pencerminan dari keunggulan komparatif yang dimilikinya, yang selanjutnya merupakan landasan bagi berlangsungnya hubungan dagang yang menguntungkan antara kedua belah pihak. Harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium ketika perdagangan internasional telah berlangsung akan tercipta melalui proses yang cukup lama.
10 Artinya, harga itu tidak tercipta begitu saja melainkan baru tercipta setelah hubungan dagang antar kedua negara berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, sehingga tersedia cukup waktu bagi kekuatan penawaran dan permintaan untuk bertemu dan menentukan harga tersebut.
Guna mengungkap proses
penentuan harga komoditi relatif dalam kondisi ekuilibrium (yakni setelah hubungan dagang berlangsung), maka dilakukan upaya pemahaman melalui analisis keseimbangan parsial (yakni dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran).
PX/PY
Panel A Pasar di Negara 1 untuk Komoditi X
PX/PY
PX/PY Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X P3
Sx
Ekspor B
A’ B’
B’
E
Dx
A’
A Dx
0
X 0
E’
Impor
D P1
Sx
S E’
P2
Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X
X 0
X
Sumber : Salvatore (2000)
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional
Gambar 1 memperlihatkan, karena Px/Py lebih besar daripada P1, maka Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (panel A) sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel B mengalami peningkatan. Di lain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka Negara 2
11 mengalami kelebihan kelebihan permintaan untuk komoditi x (di panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D mengalami kenaikan (lihat panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. Dengan demikian P2 merupakan Px/Py atau harga relatif equilibrium setelah berlangsungnya perdagangan di antara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil dari P2, maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X, selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga lambat laun akan sama dengan P2.
2.1.2 Ekspor Ekspor adalah seluruh barang yang keluar dari wilayah Republik Indonesia baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. Ekspor dinilai pada harga FOB (Free On Board) yaitu harga sampai barang dimuat di kapal.
2.1.3
Produksi Domestik Menurut Sukirno (2002), suatu negara dapat mengekspor barang-barang
yang dihasilkannya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan dan tidak dapat diproduksi sendiri. Faktor lain adalah kemampuan dari negara pengekspor barang-barang yang bersaing di pasaran luar negeri. Dengan demikian, jika produksi domestik meningkat dan telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri, maka akan mendorong peningkatan ekspor barang tersebut.
12
2.1.4
Harga Menurut Lipsey (1995) harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi
berhubungan secara negatif. Artinya, jika harga semakin rendah maka jumlah yang diminta akan semakin tinggi, dengan faktor lain tetap. Sebaliknya harga yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan jumlah yang ditawarkan, semakin besar harga komoditi maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan.
2.1.5
Pendapatan Nopirin (2000) menyatakan permintaan akan suatu barang ditentukan oleh
pendapatan. Kita dapat menduga bahwa ada hubungan antara pendapatan suatu negara dengan pembelian barang luar negeri (impor). Jika pendapatan naik, maka pembelian barang dan jasa dapat mengalami kenaikan. Peningkatan pendapatan biasanya ikut meningkatkan konsumsi komoditi yang bersangkutan. Bila komoditi tersebut tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri, maka upaya pemenuhannya dapat dicapai dengan mengimpor komoditi tersebut dari negara lain. Ekspor bagi Indonesia dapat diartikan sebagai impor bagi negara-negara lain di dunia. Impor yang dilakukan suatu negara antara lain ditentukan oleh kesanggupan barang-barang yang diproduksi di negara lain untuk bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan di negara itu. Jika pendapatan negara tersebut berubah maka dengan sendirinya impor akan berubah, yaitu makin tinggi pendapatan suatu negara maka makin tinggi pula impor yang akan dilakukan (Krugman & Obstfeld, 2000).
13
2.1.6 Jumlah Penduduk Pertumbuhan populasi dari sisi permintaan akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik. Pertambahan permintaan domestik pada negara eksportir akan menurunkan jumlah ekspor yang dilakukan oleh negara tersebut (Salvatore, 2000).
2.1.7
Kebijakan Ekspor Rotan Indonesia Industri rotan termasuk industri yang mendapat perhatian besar dari
pemerintah selaku penentu kebijakan karena merupakan penghasil devisa negara. Pemerintah mengeluarkan kibijakan-kebijakan berhubungan dengan industri rotan baik terhadap ketersediaan bahan baku maupun terhadap pemasaran rotan. Kebijakan pemerintah dalam mengatur tata niaga rotan adalah: (a) Keputusan Menteri Perdagangan No. 492/Kp/VII/79 tentang Larangan Ekspor
Rotan Asalan Dari Seluruh Indonesia, bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri ekspor barang jadi rotan di dalam negeri, semakin meluasnya kesempatan kerja serta meningkatnya penerimaan devisa negara. Untuk mencapai tujuan tersebut maka bahan baku rotan olahan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh industri di dalam negeri sehingga nilai tambah produk ekspor rotan dapat dinikmati oleh industri di dalam negeri. Dengan kebijakan tersebut maka rotan asalan dari seluruh Indonesia diharapkan tidak dapat dimanfaatkan oleh industri pesaing di luar negeri yang mempunyai ketergantungan bahan baku rotan dari Indonesia. Rotan asalan dalam keputusan tersebut adalah rotan tidak dikerjakan yang telah dirunti tapi belum dicuci, belum diasap dan belum dibelerang (unwashed). (b) Keputusan Menteri Perdagangan No. 274/Kp/X/86 tentang Tata Niaga Rotan,
14 merupakan penyempurnaan kebijakan tata niaga sebelumnya dengan tujuan memperluas kesempatan kerja dan pencapaian hasil devisa yang sebesarbesarnya. (c) Kebijakan tata niaga ekspor yang semula untuk menumbuhkembangkan industri rotan di dalam negeri dalam kenyataannya di satu pihak telah memperoleh hasilnya, sementara di pihak lain ketentuan pelarangan tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga kebijaksanaan pelarangan ekspor sampai dengan tahun 1992, harus disesuaikan melalui kebijakan penghapusan larangan ekspor rotan yaitu Keputusan Menteri Perdagangan No. 179/Kp/VI/92 tentang Ketentuan Ekspor Rotan. Keputusan tersebut bertujuan untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan ekspor rotan sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas. Untuk itu, pelarangan ekspor kelompok rotan bahan mentah dan barang setengah jadi dihapuskan atau dibebaskan dari larangan ekspor dengan ketentuan dikenakan pajak ekspor. (d) Pada tahun 1998 pemerintah memperbolehkan ekspor rotan bulat tanpa pajak ekspor
dengan
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.440/MPP/Kep/9/1998 (e) Pemerintah kembali mengatur ekspor rotan mentah untuk mengatasi kekurangan bahan baku industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri dengan
Surat
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.355/MPP/KEP/5/2004. Kebijakan ini mengatur ekspor rotan. Rotan yang berasal dari hutan alam dilarang untuk diekspor. Rotan yang berasal dari tanaman budidaya meliputi jenis rotan sega dan rotan irit yang sudah dirunti,
15 digosok, dicuci, diasap dan rotan bulat yang sudah dipoles halus, termasuk rotan setengah jadi dapat untuk diekspor. (f) Kebijakan pengaturan ekspor rotan mentah hanya bertahan setahun, pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No 12/M-DAG/PER/6/2005 yang mengijinkan rotan asalan dan rotan setengah jadi untuk diekspor.
2.2 Kerangka Pemikiran Operasional Hasil mebel dan kerajinan rotan Indonesia sudah sangat terkenal di dunia internasional. Permintaan dunia terhadap produk tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Tujuan ekspor utama mebel dan kerajinan rotan Indonesia yaitu negara Jepang, Amerika Serikat Jerman, dan negara Eropa lainnya. Ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang tahun 1986 sampai dengan 1996 sangat besar, namun sejak tahun 1998 berfluktuasi dan menurun disebabkan terjadinya krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah memperbolehkan ekspor rotan mentah dan setengah jadi tanpa pajak dan melemahnya daya saing komoditi tersebut di negara Jepang. Penetapan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak konsisten pada
ekspor rotan dapat mempengaruhi perkembangan industri mebel dan kerajinan rotan. Dalam periode 1986 sampai dengan 2005, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berbeda, menyebabkan ketidakstabilan pasokan bahan rotan untuk industri.
16
Industri mebel dan kerajinan Rotan Indonesia Ekspor hasil mebel dan kerajinan rotan Indonesia fluktuatif
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi domestik Harga jual ekspor GDP perkapita Indonesia GDP perkapita Jepang Penduduk Indonesia Penduduk Jepang 7. Kebijakan ekspor rotan
Ke Jepang
Potensi Jepang sebagai negara importir mebel dan kerajinan rotan dari Indonesia
Analisis Regresi Berganda
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang
Strategi meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan rotan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, variabel ekonomi yang digunakan untuk menggambarkan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dalam penelitian ini meliputi variabel produksi domestik, harga jual ekspor mebel dan kerajinan rotan, GDP perkapita Indonesia, GDP perkapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang, dan dummy yang menjelaskan kebijakan ekspor rotan mentah.
Analisis ekspor mebel dan
kerajinan rotan menggunakan analisis regresi berganda. Model diestimasi dengan metode kuadrat terkecil untuk melihat faktor mana yang berpengaruh nyata pada variabel dependen. Dengan menggunakan estimasi koefisien model juga untuk mengetahui apakah pengaruh yang diberikan dari tiap variabel independen
17 signifikan dan sesuai dengan hipotesis penelitian. Berdasarkan hasil analisis tersebut, akan ditawarkan strategi untuk meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang.
2.3 Hipotesis Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh produksi rotan domestik dan pengaruhnya positif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh harga ekspor dan pengaruhnya positif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh GDP Perkapita Konstan Indonesia dan pengaruhnya negatif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh GDP Perkapita Konstan Jepang dan pengaruhnya positif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia dan pengaruhnya negatif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh jumlah penduduk Jepang dan pengaruhnya positif. o Volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor rotan mentah dan pengaruhnya positif.
18
2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian Sunenti (2005) tentang analisis aliran perdagangan dan faktor faktor yang mempengaruhi ekspor mebel rotan Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder.
Model analisis yang digunakan gravity model, yang
menjelaskan terjadinya aliran perdagangan rotan dari titik produksi dan konsumsi. Berdasarkan hasil analisis maka yang berpengaruh pada ekspor mebel rotan adalah pendapatan per kapita negara tujuan, biaya transportasi ke negara tujuan dan nilai tukar terhadap dollar Amerika. Budiani (2005) meneliti tentang perkembangan ekspor produk rotan Indonesia ke negara tujuan utama ditinjau dari kebijakan larangan ekspor rotan mentah.
Data yang digunakan adalah data sekunder.
Hasil analisis regresi
berganda menghasilkan variabel produksi, nilai tukar rupiah terhadap yen, Gross Domestic Product dan kebijakan berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor produk rotan Indonesia ke Jepang. Untuk ekspor produk rotan Indonesia ke Amerika Serikat secara signifikan dipengaruhi oleh variabel produksi, nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor dan kebijakan pemerintah. Untuk ekspor produk rotan Indonesia ke Jerman secara signifikan dipengaruhi oleh variabel produksi, Gross Domestic Product dan harga ekspor, sedangkan kebijakan pemerintah tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Junaidi (2007) tentang analisis dampak kebijakan ekspor rotan mentah terhadap keragaan industri kecil dan menegah produk jadi rotan di Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisis keragaan usaha yang meliputi volume produksi, omzet, pendapatan, produktifitas, rasio
19 penggunaan input dan analisis nilai tambah Metode Hayami. Berdasarkan analisis diperoleh bahwa secara umum kebijakan tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap bagi keragaan industri kecil dan industri menengah mebel dan kerajinan rotan di Cirebon. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penelitian terdahulu adalah pada subsektor industri yang dianalisis, yaitu industri mebel dan kerajinan rotan. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah terletak pada variabel yang diteliti. Penelitian ini menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dengan metode regresi linear berganda dimana volume ekspor mebel dan kerajinan rotan sebagai variabel terikat, dan variabel bebasnya adalah volume produksi domestik, harga ekspor, GDP perkapita penduduk Jepang, GDP perkapita penduduk Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang serta kebijakan pemerintah tentang larangan ekspor rotan mentah.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder deret waktu mulai dari tahun 1986 sampai tahun 2006 untuk analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Data tersebut diperoleh dari beberapa publikasi yaitu : 1.
Data nilai ekspor produk rotan Indonesia dan volume ekspor produk rotan Indonesia yang diperoleh dari publikasi Statistik Ekspor Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1986 sampai tahun 2006.
2.
Data produksi (output) produk rotan Indonesia dari publikasi Industri Besar dan Sedang, Badan Pusat Statistik (BPS).
3.
Data besarnya Gross Domestic Product Perkapita Indonesia dan Jepang atas dasar harga konstan yang diperoleh dari International Financial Statistic tahun 1986 sampai 2006.
4.
Data jumlah penduduk Indonesia dan Jepang diperoleh dari International financial Statistic.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membatasi pada rotan dalam bentuk barang jadi, yaitu berupa mebel, kursi, lampit, keranjang rotan dan hasil kerajinan rotan lainnya. Industri mebel dan kerajinan rotan yang dianalisis berdasarkan harmonized system (HS) dengan kode: HS460212000: lampit of rattan; HS460210200: basketwork and the like of rattan; HS940150100: seats of rattan; HS940190300: parts seats of rattan; HS940380100: furniture of rattan.
21
3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data Dalam penelitian ini akan dilihat perkembangan ekspor produk rotan Indonesia selama periode 1986 sampai 2006. Data ekspor produk rotan Indonesia dikumpulkan berdasarkan publikasi Statistik Ekspor Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1986 sampai tahun 2006. Variabel yang digunakan untuk kebutuhan analisis regresi linear berganda meliputi volume ekspor industri mebel dan kerajinan rotan Indonesia, produksi domestik mebel dan kerajinan rotan Indonesia, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia dan Gross Domestic Product (GDP) perkapita konstan Indonesia dan Jepang,
jumlah penduduk Indonesia dan Jepang. Seluruh data tersebut
dikumpulkan dan diurutkan menurut periodenya. Pengolahan data dilakukan di komputer dengan bantuan Microsoft Ofice 2003: excel, penghitungan analisisnya dengan bantuan paket program SPSS versi 11.5 dan Eviews 3.1.
3.4 Metode Analisis Dalam upaya menjawab tujuan penelitian yang disampaikan sebelumnya, pada studi ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda.
3.4.1 Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif adalah suatu cara analisis langsung melalui penyajian tabel dan grafik. Disamping itu analisis deskriptif juga memanfaatkan data-data yang tersedia seperti persentase, rata-rata, dan ukuran statistik lainnya. Analisis deskriptif pada penelitian ini dimaksudkan untuk menginterpretasikan perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Melalui
22 deskripsi ini dapat diketahui gambaran umum perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke negara Jepang dari tahun 1986 sampai 2006.
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda Metode analisis kedua yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan melakukan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Analisis ini bertujuan untuk mengestimasi dan atau meramalkan nilai variabel dependen didasarkan pada nilai variabel independen (Gujarati, 1993). Dalam regresi berganda, variabel tidak bebas Y, tergantung kepada dua atau lebih
variabel
independen
X.
Garis
regresi
merupakan
garis
yang
menghubungkan rata-rata distribusi Y dengan seluruh kemungkinan nilai-nilai X. Variabel independen (X) adalah peubah yang nilainya dapat ditentukan. Variabel tidak bebas (Y) adalah suatu variabel sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada variabel independen. Untuk mengetahui besarnya sumbangan (pengaruh) dari variabel X terhadap perubahan variabel Y dapat dilihat dari koefisien determinasi (Coeficient of Determination) atau R2. Variabel Boneka (Dummy Variable) adalah variabel yang menjelaskan ada atau tidak adanya kualitas dengan membentuk variabel buatan yang mengambil nilai 1 atau 0. Dalam penafsiran fungsi, sejauh yang menyangkut analisis regresi, metode yang sering digunakan adalah “metode kuadrat terkecil biasa” (Method of Ordinary Least Square, OLS,) sehingga dengan metode ini akan dihasilkan estimator yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
23 Analisis berganda digunakan untuk melihat pengaruh produksi, harga ekspor, Gross Domestic Product Perkapita atas dasar harga konstan Indonesia dan Jepang, jumlah penduduk Indonesia dan Jepang, serta kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor rotan mentah terhadap nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Lebih lanjut, model regresi linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang yaitu: LN _ EXPt = β O + β1 LN _ PRODt + β 2 LN _ HRGt + β 3 LN _ GDPI t + β 4 LN _ GDPJ t + β 5 LN _ PDDI t + β 6 LN _ PDDI t + β 7 Dt + ε t .................................................. (1) dimana: β0
= Konstanta
LN_EXPt
= Logaritma natural volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang (ton)
LN_PRODt
= Logaritma natural produksi atas dasar harga konstan (juta Rp)
LN_HRGt
= Logaritma natural harga (US$/Kg)
LN_GDPIt
= Logaritma natural GDP perkapita Indonesia (ribu Rp)
LN_GPPJt
= Logaritma natural GDP perkapita Jepang (ribu JPY)
LN_PDDIt
= Logaritma natural jumlah penduduk Indonesia (juta jiwa)
LN_PDDJt
= Logaritma natural jumlah penduduk Jepang (juta jiwa)
Dt
= 1: Kebijakan larangan ekspor rotan mentah berlaku (1986-1992) 0: Kebijakan larangan ekspor rotan mentah dicabut (1993-2006)
εt
= random error
3.4.2.1 Asumsi-asumsi Regresi Dalam metode kuadrat terkecil (OLS) harus didasarkan pada asumsi regresi linear normal klasik. Dimana asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
24
a. Asumsi kenormalan Asumsi kenormalan data merupakan asumsi yang paling mendasar dalam analisis regresi berganda. Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa kesalahan pengganggu (εi) mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ2. Untuk memenuhi kriteria kenormalan data sebagai langkah awal dalam analisis regresi perlu dilakukan uji kenormalan data. Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan uji plot peluang kenormalan data (normal probability plot). Kriteria uji ini adalah melakukan perbandingan nilai distribusi kumulatif data awal dengan nilai kumulatif dari distribusi normal (cummulative normal distribution). Data yang memenuhi kriteria kenormalan akan mengikuti pola garis lurus. b. Asumsi Non Autokorelasi Autokorelasi menjelaskan adanya korelasi atau hubungan yang erat antar sisaannya. Asumsi non autokorelasi artinya kesalahan pengganggu yang satu (εi) tidak berkorelasi dengan kesalahan pengganggu yang lainnya (εj). Autokorelasi umumnya lebih mungkin terjadi pada model regresi yang menggunakan data time series. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat digunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM. Apabila nilai probabilitas obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka hasil estimasi tersebut tidak mempunyai masalah dalam autokorelasi. Hipotesis pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM sebagai berikut: H0 : tidak ada autokorelasi antara pengganggu (εi) H1 : ada autokorelasi antara pengganggu (εi)
25 Apabila terjadi autokorelasi, maka salah salah satu cara agar asumsi non autokorelasi dapat terpenuhi adalah dengan mentransformasi data. c. Asumsi Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas
adalah
kondisi
ketika
kesalahan
pengganggu
mempunyai varian yang berbeda dari pengamatan yang satu ke pengamatan yang lain. Pelanggaran asumsi ini disebut heteroskedastisitas (Heteroscedasticity) yang merupakan kasus ketika kesalahan pengganggu (εi) mempunyai varian yang berbeda. Konsekuensi terjadinya kasus heteroskedastisitas adalah pendugaan dari model yang diperoleh tidak lagi efisien baik untuk sampel kecil maupun untuk sampel besar. d. Asumsi Non Multikolinearitas Multikoliniearitas (multicolliniearity) merupakan hubungan erat atau sangat erat yang terjadi antara beberapa variabel independen atau terjadi korelasi yang tinggi antara variabel independen. Adanya multikolinearitas sempurna akan menyebabkan varian dari parameter tidak terdefinisikan. Hal ini akan mengakibatkan pengujian terhadap parameter tidak dapat dilakukan. Dalam hal multikolinearitas tidak sempurna, varians menjadi besar sekali dan membuat interval kepercayaan semakin lebar sehingga kemungkinan pengambilan keputusan semakin besar. Salah satu cara untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas adalah dengan melihat besarnya nilai korelasi antara variabel independen. Tidak terjadi multikolinearitas biasanya nilai korelasi antar variabel independen dibawah 95 persen (Gujarati, 1993). Multikonieritas dapat terjadi bila R2 yang diperoleh tinggi, tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada
26 taraf uji tertentu dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai dengan teori. Dengan cara lain
yaitu Uji Klein menyatakan bahwa apabila nilai koefisien
korelasi Ri2 tidak lebih besar dari R2, maka multikolinieritas dapat diabaikan.
3.4.2.2 Kriteria Pengujian Analisis Regresi Berganda Dengan terpenuhinya asumsi regresi linear klasik tersebut maka dengan menggunakan teknik analisis metode kuadrat terkecil biasa (OLS) akan diperoleh penaksir tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Selanjutnya model tersebut diuji dengan memakai beberapa kriteria penilaian yang meliputi: a. Koefisien Determinasi (R2) Besaran R2 dikenal sebagai koefisien determinasi dan merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan suai (goodness of fit) garis regresi. Koefisien Determinasi mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi. Biasanya akan ada beberapa ei positif dan beberapa ei negatif, apa yang kita harapkan adalah bahwa residual ini di sekitar garis regresi sekecil mungkin, koefisien determinasi R2 merupakan ukuran ikhtisar yang mengatakan seberapa baik garis regresi sampel mencocokkan data. Dua sifat R2 adalah : 1.
R2 merupakan besaran non negatif.
2.
Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1.
Dari nilai R2 dapat diketahui berapa persen peranan variabel tidak bebas dapat menjelaskan variebel bebas secara bersama-sama. Semakin dekat nilai R2 dengan angka 1 maka semakin kuat model tersebut dalam menerangkan variabel
27 tidak bebasnya. Sebaliknya, bila nilai R2 mendekati angka 0 maka semakin lemah model tersebut dalam menerangkan variabel tak bebasnya. Koefisien determinasi (koefisien penentuan) merupakan ukuran untuk mengetahui kesesuaian atau ketepatan hubungan antara variabel dependen atau tidak bebas (Y) dengan variabel independen atau bebas X (X1,X2 ,…,Xk) dalam suatu persamaan regresi. Dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan kemampuan variabel bebas X menerangkan atau menjelaskan variabel Y. Semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik
kemampuan
variabel X menerangkan atau menjelaskan variabel Y. Koefisien determinasi (R2) ditentukan dengan menghitung proporsi varian yang diterangkan persamaan regresi terhadap Varian Total
R2 =
JKR Jumlah kuadrat regresi = .............................................................. JKT Jumlah kuadrat total
(2)
atau n
R2 = 1 −
∑ et JKT − JKS = 1 − i =1 ........................................................................ JKT n
(3)
Keterangan: JKS=jumlah kuadrat sisaan Dalam membandingkan dua model regresi atau lebih menggunakan R2, maka harus diperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam model. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien determinasi alternatif yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted). Istilah ‘disesuaikan’ berarti disesuaikan dengan derajat bebasnya (degree of fredom). Sifat penting R2 adalah bahwa nilai tadi merupakan fungsi yang tidak pernah menurun (noncreasing function) dari banyaknya variabel penjelas yang
28 ada dalam model, seiring dengan meningkatnya jumlah variabel penjelas, R2 hampir-hampir selalu meningkat dan tidak pernah menurun. Dengan cara lain bisa dinyatakan, suatu tambahan variabel X tidak akan menurunkan R2. Koefisien determinasi yang disesuaikan dirumuskan dengan : n
R
2 adj
( n − 1) JKS = 1− = 1− ( n − k ) JKT
∑e i =1 n
t
(n − k )
∑e i =1
2 t
........................................................
(4)
( n − 1)
di mana: n = jumlah observasi k = banyaknya variabel bebas termasuk konstanta
Adjusted R2 memasukkan derajat bebas agar kekaburan (ilusi) yang ditimbulkan oleh penambahan variabel bebas dalam model dapat dihilangkan. Regresi yang menggunakan variabel bebas lebih dari dua, sebaiknya menggunakan Adjusted R2 . Pengujian signifikansi terhadap model secara simultan (bersama-sama) dimaksudkan untuk melihat kemampuan seluruh variabel bebas mampu menjelaskan keragaman variabel tidak bebas Y. b. Langkah-langkah pengujian: 1. Menyusun Hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah kemampuan variabel bebas menjelaskaan variabel tidak bebas, apabila variabel bebas tidak dapat mempengaruhi variabel bebas dianggap nilai keofisiennya sama dengan nol, sehingga berapapun nilai variabel bebas tidak akan berpengaruh terhadap variabel bebas. H0: β1 = β2 = …. βk = 0 H1: β1 ≠ β2 ≠ …. βk ≠ 0 (minimal ada 1 X yang mempengaruhi Y)
29
2. Menentukan Daerah Kritis Untuk uji ini digunakan Tabel – F. Daerah kritis ditentukan oleh nilai Tabel – F dengan derajat bebas pembilang pada kolom yaitu (k – 1) dan derajat bebas penyebut pada baris yaitu (n-k) dengan taraf nyata α , dimana n= jumlah sampel dan k = banyaknya variabel bebas dan tidak bebas. Sedangkan taraf nyata
α untuk uji 1 arah ini biasa dipakai 1 persen, 5 persen atau lainnya. 3. Menentukan Nilai F– hitung F =
R 2 ( k − 1) ......................................................................................... (1 − R 2 ) ( n − k )
(5)
dimana R2 adalah koefisien Determinasi 4. Menentukan Daerah Keputusan Menentukan wilayah H0 dan H1 serta membandingkan dengan nilai Fhitung untuk mengetahui apakah menerima H0 atau menerima H1 Fhit > Fα ; (k-1); (n-k)
Ho ditolak
α ; (k-1);(n-k) Gambar 3. Daerah keputusan Ho ditolak 5. Menentukan Keputusan Jika nilai F - hitung lebih besar dari nilai F – Tabel, maka terima H1 atau Tolak Ho. Berarti terdapat cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima H1. Kesimpulan: Variabel bebas secara simultan dapat menerangkan variabel tidak bebas, berarti model tersebut dapat digunakan.
30 Dalam pengujian koefisien regresi (model) secara simultan dapat menggunakan cara lain yaitu: Uji F dengan Tabel ANOVA. Analisis Varians atau
ANOVA adalah merupakan alat atau peranti yang dapat menggambarkan hubungan antara koefisien korelasi, koefisien determinasi dan kesalahan baku pendugaan. Untuk mengukur kesalahan baku kita menghitung error atau selisih Y ˆ dengan Yˆ atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan e = Y − Y atau dalam ˆ bentuk lain Y = Y + e . Dimana Y adalah nilai sebenarnya, Yˆ adalah nilai regresi
dan e adalah error atau kesalahan. Apabila kita membicarakan keragaman total
(
)
2
ˆ terhadap Y yaitu Y − Y , maka keragaman tersebut terdiri dari dua unsur komponen yaitu : a) keragaman dari komponen yang dapat dijelaskan yaitu komponen regresi Y
(
)
2 dan nilai keragamannya dilambangkan dengan Yˆ − Y .
b) keragaman dari komponen yang tidak dapat dijelaskan yaitu komponen error
(
)
ˆ2 yang dilambangkan dengan Y − Y . Keragaman total terhadap Y biasa disebut dengan SST/JKT (sum square total/jumlah kuadrat total), untuk keragaman regresi dengan SSR/JKR (sum square regression/jumlah kuadrat regresi) dan keragaman error dengan SSE/JKS (sum square error/jumlah kuadrat sisaan).
Secara umum rumus untuk menghitung JKR dan JKS adalah : k
k
k
i =1
i =1
i =1
JKR = b1 ∑ X 1Y + b2 ∑ X 2Y + ... + bk ∑ X k Y ................................................. sedangkan
(6)
31
n
(
JKS = ∑ Yi − Yˆ i =1
)
2
...........................................................................................
(7)
atau dapat dihitung dengan rumus : n
JKS = ∑ yi 2 − JK R , dimana i =1
n
∑y i =1
2
i
merupakan jumlah kuadrat-kuadrat total 2
⎛ n ⎞ ⎜ ∑ yi ⎟ n n 2 2 dikoreksi, yang besarnya adalah ∑ yi = ∑ yi − ⎝ i =1 ⎠ ............................ n i =1 i =1
(8)
JKR dan JKS masing-masing memiliki derajat kebebasan (db), maka untuk mencari kuadrat tengah (mean square) adalah dengan cara membagi JKR dan JKS dengan masing-masing derajat kebebasannya, dapat ditulis dengan rumus : KTR =
JKR JKS ............................................. , dan KTS = db db
(9)
Dari kuadrat tengah tersebut diatas dibentuk statistik F dengan rumus : Fhitung =
KTR ....................................................................... KTS
(10)
maka format tabel ANOVA dapat disusun sebagai berikut :
Tabel 3. Format tabel Anova
SK Regresi ( x1… xk )
df/db SS/JK k JKR = 2 ∑ Yˆ − Y
Error/Sisaan
n-k1
Total
(
n-1
) JKS = ∑ (Y − Yˆ )
2
JKT 2 ∑ (Y − Y )
=
MS/KT JKR/db JK Sisaan/db
Fhit KTR KTS
Fα Fα; k;n-k-i
32
c. Pengujian Parameter
Pengujian parameter bertujuan untuk mengetahui tingkat keberartian parameter yang digunakan dalam model. Apabila hipotesisnya ditolak, maka model tersebut signifikan secara statistik. 1. Uji –F (overall test)
Uji F ini dilakukan untuk mengetahui keberartian model secara bersamasama dengan pengujian hipotesis sebagai berikut: Ho : β1 = β2 = β3 =…..= βk = 0 artinya secara simultan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas. H1 : ada βi ≠ 0 ; i = 1,2,3….kartinya minimal satu variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas. Statistik uji: n
Fhit
JKR ( k − 1) = = JKS ( n − k )
∑y i =1 n
t
( k − 1)
2 t
(n − k )
∑e i =1
..................................................................
(11)
dengan k = banyaknya variabel independen termasuk intersep n = banyaknya observasi keputusannya: F-hit > Fá (k-1)(n-k), maka Ho ditolak.
2. Uji-t (Partial test)
Uji t untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas dengan pengujian hipotesis: Ho : βi = 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas ke-i terhadap variabel tak bebas )
33 H1: βi ≠ 0 (ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-i terhadap variabel tak bebas) Statistik uji: t hit =
βi ....................................................................................... se ( β i )
dimana se(βi) = standard error βI kriteria pengujian : jika thit > t α/2;(n−κ) atau thit < - t α/2;(n−κ), maka H0 ditolak
(12)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang
Indonesia dikenal sebagai pensuplai rotan terbesar di dunia karena merupakan pemasok 80 persen kebutuhan rotan dunia (Biro Humas Depperindag, 2008). Pada tahun 1986 dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 274/Kp/X/86 tentang larangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi dari seluruh wilayah Indonesia. Tata Niaga Rotan tersebut dikeluarkan dengan tujuan memperluas kesempatan kerja, mendapatkan nilai tambah, dengan cara memacu industri dalam negeri dan untuk pencapaian hasil devisa yang sebesar-besarnya. Sehingga Indonesia mampu mengekspor produk jadi rotan berupa mebel dan kerajinan rotan ke berbagai negara. Rotan memiliki keunikan yang khas dari sifatnya, yaitu mudah diolah, kuat dan berpenampilan menarik, serta bergesernya selera konsumen dari barangbarang non rotan ke barang-barang yang menggunakan bahan baku rotan. Hampir seluruh produk mebel dan kerajinan rotan ditujukan untuk ekspor. Besarnya peran ekspor mebel rotan bukan hanya ditengah ekonomi normal, dalam kondisi ekonomi sulit pun ekspor industri ini sangat menguntungkan. Oleh karena itu, ditengah merosotnya nilai rupiah, ekspor mebel rotan sangat menguntungkan bagi pengusaha dan negara. Mebel dan kerajinan rotan sangat diminati banyak negara sehingga nilai ekspornya cukup tinggi. Meskipun permintaan mebel kayu masih berada diatas mebel rotan, tetapi dengan keterbatasan bahan baku kayu, mebel rotan seharusnya bisa diangkat sebagai primadona mebel untuk ekspor.
35 Industri rotan terkonsentrasi di Medan dan Tangerang.
empat kota yaitu Cirebon, Surabaya,
Sentra industri rotan terbesar terdapat di Cirebon,
menguasai 40 persen dari seluruh ekspor rotan Indonesia. Dari sentra industri rotan di Cirebon, setiap bulan mengekspor rata-rata 400-500 peti kemas mebel dan kerajinan rotan. Tujuan ekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, negara-negara di Eropa dan Timur Tengah 1 . Tabel 4. Nilai dan Volume Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang, Tahun 1986-2006
Tahun 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Nilai Ekspor (US$) 3.631.439 38.320.832 72.838.065 71.355.478 95.112.925 119.941.336 117.527.396 120.719.017 133.754.603 133.746.734 107.039.608 57.928.862 12.567.320 49.920.583 56.589.393 52.548.803 47.588.496 46.864.063 38.991.356 34.723.334 28.249.068
Volume Ekspor (Kg)
% Nilai ekspor ke Jepang thd total ekspor Indonesia
700.575 7.392.836 17.633.333 17.229.073 31.593.763 30.021.396 29.517.434 36.765.640 37.652.510 35.677.595 25.366.116 13.679.128 3.676.679 18.752.571 18.643.797 18.248.881 17.550.253 18.106.218 15.187.389 12.055.143 9.110.042
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah kembali)
1
Kompas: Produk Rotan, Potensi yang Terabaikan, Jakarta, 7 November 2003
47,67 75,15 65,41 46,20 43,55 44,10 40,62 36,55 38,90 37,01 31,90 29,72 20,68 17,04 18,14 18,23 15,89 15,06 11,75 11,67 9,40
36 Tujuan utama ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia adalah negara Jepang, selain Amerika Serikat, Jerman.
Dapat dilihat pada Tabel 4, mulai tahun
1986 sampai dengan tahun 1996, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia. Bila dilihat besaran nilainya, ekspor ke Jepang terus mengalami peningkatan mulai tahun 1986 sebesar 3,6 juta US$, dan tertinggi pada tahun 1995 yaitu sebesar 133,7 juta US$. Kemudian pada tahun 1996 mulai terjadi penurunan, nilai ekspornya sebesar 107 juta US$, dan tahun 1998 anjlok menjadi 12,6 juta US$, hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya krisis di Asia dan di Indonesia. Pada tahun 1999 sampai dengan 2006 nilai ekspor ke Jepang semakin menurun. Di sentra industri mebel dan kerajinan rotan seperti Cirebon dan Medan kekurangan bahan baku, hal ini disinyalir terjadi karena adanya ekspor rotan mentah dan setengah jadi baik legal maupun ilegal besar-besaran ke negara pesaing utama seperti Cina, Malaysia dan Vietnam, sehingga produsen tidak bisa memenuhi permintaan pengusaha Jepang 2 . Persentase ekspor ke Jepang dibandingkan total ekspor mebel dan kerajinan rotan ke dunia berfluktuasi. Persentase terbesar, yaitu pada tahun 1987, Jepang menyerap 75,15 persen ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia. Sejak tahun 1998 sampai dengan 2006 ekspor mebel dan rotan ke Jepang mengalami penurunan. Tahun 1998 hanya menyerap 20,68 persen dari total ekspor, sampai pada titik terendah tahun 2006 yang menyerap 10, 06 persen. Hal ini dimungkinkan karena produsen kekurangan bahan baku untuk memenuhi
2
AMKRI, Informasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia, Jakarta, Oktober 2008
37 permintaan Jepang dan produsen tidak bisa mengikuti perkembangan model terbaru serta belum bisa menyesuaikan dengan selera masyarakat Jepang. Jepang merupakan negara maju yang memiliki potensi pasar sangat besar bagi komoditas ekspor Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 127 juta dan pendapatan perkapita yang tinggi, yakni lebih dari US$36 ribu , serta adanya 4 musim dimana pada setiap musimnya memerlukan produk yang spesifik, menjadikan Jepang sebagai incaran banyak negara pengekspor di dunia. Karakteristik konsumen Jepang sangat ekslusif, tidak sama seleranya per individu, disamping itu pemerintah Jepang juga sangat melindungi kesehatan dan keselamatan warga dan lingkungannya. Oleh karena itu para eksportir harus mampu menyesuaikan produknya dengan selera mereka dan memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah. Konsumen Jepang sangat menyukai beragam mebel dan kerajinan rotan dari Indonesia, seperti seperangkat kursi tamu dari rotan, lampit, keranjang. Mereka menyukainya karena bentuknya yang indah, anyamannya kuat dan modelnya yang sesuai dengan selera pasar di negara tersebut. Untuk memasuki pasar jepang, para eksportir harus benar-benar dapat memahami selera konsumen di negara itu. Untuk itu ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, konsumen Jepang sangat memperhatikan kualitas produk dan kerapihannya.
Kedua,
konsumen Jepang sangat memperhatikan segi fashion dan selalu mencari model terbaru.
38
Tabel 5. Volume Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang Menurut Jenis Tahun 1986-2006 (Kg)
Tahun
Lampit
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
546.001 4.519.826 6.980.788 3.043.116 8.890.154 3.842.774 2.938.085 1.451.421 2.338.415 1.713.542 1.319.042 344.481 372.315 351.020 639.595 528.623 496.551 398.057 170.444
Keranjang
Kursi
17.250 14.142 802.994 416.874 885.046 2.153.661 929.647 4.128.474 1.023.865 7.732.463 1.179.817 8.406.891 1.230.933 5.614.336 1.690.793 7.044.016 2.087.816 8.579.020 1.656.662 10.469.859 1.354.937 7.382.394 741.297 4.964.165 204.018 1.609.246 3.363.323 8.146.125 1.690.894 8.816.045 1.501.447 8.359.569 1.397.134 8.978.338 1.252.673 10.381.261 1.876.618 6.639.142 775.297 5.511.206 575.351 4.289.791
Bag. Dari Kursi 150 9.157 18.697 83.754 87.580 55.845 65.743 59.596 65.821 8.478 26.996 11.213 21.596 5.835 7.980 29.816 29 7.675
Mebel
Total
123.182 1.652.992 7.604.681 9.109.139 13.863.527 16.504.334 19.678.235 26.513.667 24.587.663 21.771.711 15.301.265 7.602.189 1.479.887 6.870.507 7.491.428 7.851.262 6.648.414 6.074.198 6.493.510 5.768.640 4.244.900
700.575 7.392.836 17.633.333 17.229.073 31.593.763 30.021.396 29.517.434 36.765.640 37.652.510 35.677.595 25.366.116 13.679.128 3.676.679 18.752.571 18.643.797 18.248.881 17.550.253 18.106.218 15.187.389 12.055.143 9.110.042
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah kembali) Tabel 5 memperlihatkan jenis mebel dan kerajinan rotan yang diekspor ke Jepang. Pada tahun 1986 sampai dengan 1990, jenis produk yang disukai adalah kerajinan rotan, yang sebagian besar berupa lampit rotan. Besarnya ekspor lampit rotan pada periode ini mampu mengangkat kesejahteraan pengrajin rotan di Kalimantan selatan yang merupakan produsen utama lampit rotan. Namun ekspor lampit rotan terus menurun, kemungkinan hal ini terjadi karena selera masyarakat Jepang berubah, tidak suka lagi duduk lesehan di atas lampit rotan.
39 Pada tahun 1991 konsumen Jepang lebih menyukai kursi dan mebel rotan, ekspor kursi dan mebel rotan merupakan yang terbesar dari pada jenis lain. Pada periode 1991 sampai dengan 2006 nilai ekspor kursi dan mebel rotan paling besar, kursi dan mebel rotan tetap merupakan produk yang paling disukai oleh masyarakat Jepang. Kursi dan mebel rotan sangat cocok dengan keadaan di Jepang yang sering terjadi gempa, karena ringan mudah dipindahkan, sehingga tidak membahayakan pemiliknya. 4.2
Estimasi Model Regresi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang, pada penelitian ini menggunakan persamaan regresi berganda. Dalam menghitung
(estimasi) persamaan regresi berganda
menggunakan metode kuadrat terkecil. Estimasi model ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dapat ditulis sebagai berikut: ln_ expt = −363, 21 + 0, 76 ln_ prodt + 2, 47 ln_ hrgt − 4, 79 ln_ gdpit + 10, 72 ln_ gdpjt +10, 42 ln_ pddit + 76,82 ln_ pddjt + 0, 49dt + et ..............................................
(13)
dimana: b0
= Konstanta
ln_expt = Logaritma natural volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang (ton) ln_prodt = Logaritma natural produksi atas dasar harga konstan (juta Rp) ln_hrgt = Logaritma natural Harga (US$/Kg) ln_gdpit = Logaritma natural GDP perkapita Indonesia (ribu Rp) ln_gppjt = Logaritma natural GDP perkapita Jepang (ribu JPY) ln_pddit = Logaritma natural jumlah penduduk Indonesia (juta jiwa) ln_pddjt = Logaritma natural jumlah penduduk Jepang (juta jiwa)
40 D1t
= 1: Kebijakan larangan ekspor rotan mentah 0: sebaliknya
et
= random error Pada analisis model regresi, pemilihan variabel yang akan dimasukkan
dalam model menggunakan metode Enter. Metode ini adalah metode pemilihan variabel anggota dimana semua variabel dimasukkan dalam persamaan regresi tanpa adanya pemilihan anggota regresi.
4.2.1 Pengujian Ekonometrik
Dalam analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar persamaan regresi yang dihasilkan akan handal untuk digunakan dalam memprediksi. Dengan demikian, sebelum melakukan analisis regresi pada bagian berikut lebih dulu dilakukan pengujian asumsi-asumsi ekonometrik. a. Uji Normalitas
Tujuan dari pengujian kenormalan ini untuk mengetahui apakah data yang dipergunakan menyebar normal atau tidak. Ada atau tidaknya normalitas yaitu dengan melihat nilai koefisien Jarqu-Bera. Bila nilai koefisien Jarqu-Bera lebih besar pada taraf nyata yang digunakan, maka hasil estimasi tersebut tidak mempunyai masalah normalitas. Dari hasil uji diperoleh nilai Jarqu-bera sebesar 0,2407 dengan probabilita 0,8866, sehingga hipotesa menyatakan model empiris mempunyai residual yang berdistibusi normal dapat diterima pada taraf nyata 5 persen.
41 10 S eries: Residuals S ample 1986 2006 Observations 21
8
6
4
Mean Median Maximum Minimum S td. Dev. S kewness K urtosis
-1.51E -13 0.043705 0.424105 -0.344851 0.174284 0.135652 3.448921
Jarque-B era P robability
0.240744 0.886591
2
0 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Gambar 4. Hasil Uji Normalitas b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilihat dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM. Apabila nilai probabilitas obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka hasil estimasi tersebut tidak mempunyai masalah dalam autokorelasi. Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test) F-statistic:
0,315132
Probability:
0,584879
Obs*R-squared:
0,537369
Probability:
0,463525
Berdasarkan output eviews, estimasi model regresi menghasilkan nilai probabilitas 0,463 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Dengan demkian dapat disimpulkan asumsi non autokorelasi terpenuhi atau tidak terjadi autokorelasi yang serius. c. Uji Multikolinearitas
Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa hanya variabel ln_pddi dengan ln_pddj yang
cukup tinggi sebesar -0,813
42 (korelasi < 85 persen).
Uji Klein menyatakan bahwa apabila nilai koefisien
korelasi lebih kecil r dari R2 yaitu 0,933, maka multikolinieritas dapat diabaikan. Dengan memperhatikan nilai korelasi diantara variabel independen dan membandingkannya dengan nilai R2 dapat ditarik kesimpulan tidak terjadi kasus multikolinieritas pada model regresi. Tabel 7. Hasil Uji Multikolinearitas dt
ln_prodt ln_hrgt lnx_gdpit
ln_gdpjt
ln_pddit
ln_pddjt
1,000
-0,508
0,316
-0,236
-0,007
0,001
0,408
ln_prodt
-0,508
1,000
-0,518
0,446
-0,521
0,474
-0,678
ln_hrgt
0,316
-0,518
1,000
-0,579
0,218
-,184
0,557
lnx_gdpit
-0,236
0,446
-0,579
1,000
-0,590
0,020
-0,380
ln_gdpjt
-0,007
-0,521
0,218
-0,590
1,000
-,176
0,109
ln_pddit
0,001
0,474
-0,184
0,020
-0,176
1,000
-0,813
ln_pddjt
0,408
-0,678
0,557
-0,380
0,109
-0,813
1,000
dt
d. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dapat diuji dengan menggunakan White Heteroskedasticity. Uji dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas obs*R-squared dan membandingkannya dengan nilai taraf uji.
Pada output eviews, dapat dilihat bahwa probabilitas obs*R-
squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa asumsi homoskedastisitas telah terpenuhi. Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas (White Heteroskedasticity Test)
F-statistic:
0.742710
Probability:
0.690232
Obs*R-squared:
11.06653
Probability:
0.523226
43
4.2.2 Uji Statistik
Dari hasil pengujian asumsi-asumsi diatas, diperoleh bahwa estimasi model terbebas dari masalah normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Langkah selanjutnya melakukan analisis regresi dengan melakukan uji statistik. Tabel 9. Hasil Estimasi Model Regresi Variable C Ln_Prodt Ln_Hrgt Ln_Gdpit Ln_Gdpjt Ln_Pddit Ln_Pddjt Dt R-squared: Adjusted R-squared: F-statistic: Prob(F-statistic):
Coefficient -363.2101 0.758111 2.471527 -4.970950 10.72704 -10.42524 76.81792 0.493689 0.956648 0.933305 40.98161 0.000000
Std. Error t-Statistic 153.1416 -2.371727 0.223986 3.384644 0.547355 4.515403 1.293233 -3.843815 2.518420 4.259433 5.548299 -1.878998 37.18200 2.065998 0.249771 1.976570
Prob. 0.0338 0.0049 0.0006 0.0020 0.0009 0.0828 0.0594 0.0697
Sumber: data diolah signifikan pada taraf nyata (α) = 10 persen
a. Uji F
Berdasarkan hasil uji F diperoleh hasil F hitung sebesar 40,98 dengan probabilitas sebesar 0,00. Untuk nilai F tabel dicari pada tabel F dengan v1 adalah 6 dan v2 adalah 14 diperoleh nilai F tabel sebesar 2,79. Memperhatikan hasil tersebut dimana nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel dan nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata 5 persen, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah menolak Ho (Ho: koefisien variabel independen tidak signifikan). Hasil pengujian ini membuktikan secara statistik semua variabel independen dalam model regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen.
44
b. Uji t
Berdasarkan uji signifikansi dengan menggunakan uji-t, untuk semua koefisien persamaan regresi diperoleh nilai prob lebih kecil dari 10 persen. Dengan memperhatikan aturan keputusan menolak Ho, maka semua koefisien persamaan regresi yaitu produksi, harga, GDP Indonesia, GDP Jepang, Jumlah penduduk Indonesia, Jumlah penduduk Jepang, dan kebijakan pemerintah signifikan pada taraf uji 10 persen. c. Uji Goodness of fit (R2)
Koefisien determinasi adalah sebesar 0,957 dan koefisien determinasi yang disesuaikan adalah sebesar 0,933.
Karena persamaan regresi menggunakan
banyak variabel independen, maka koefisien yang digunakan untuk menjelaskan persamaan ini adalah koefisien determinasi yang disesuaikan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perubahan atau variasi dari variabel produksi, harga, GDP Perkapita Indonesia, GDP perkapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang, dan kebijakan pemerintah dapat menjelaskan 93,3 persen variasi volume ekspor. Sementara itu, 6,7 persen variasi perubahan volume ekspor disebabkan oleh variabel lain atau faktor lain diluar model regresi.
4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang.
Nilai Produksi domestik memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Nilai koefisien Produksi
sebesar 0,758 yang berarti kenaikan nilai produksi
sebesar 1 persen (dengan asumsi variabel lain tidak berubah) akan meningkatkan nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang 0,758 persen. Uji
45 ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien produksi domestik adalah positif, berarti sesuai dengan hipotesis. Teori ekonomi menyebutkan pasar luar negeri dapat menjadi pasar potensial bagi produksi domestik, sehingga apabila produksi domestik meningkat akan mendorong melakukan perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor). Variabel harga ekspor mebel dan kerajinan rotan berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai koefisien harga ekspor sebesar 2,47 yang berarti apabila harga ekspor naik sebesar 1 persen (dengan asumsi variabel lain konstan), maka nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang akan mengalami kenaikan sebesar 2,47 persen persen. Uji ekonomi menujukkan bahwa tanda koefisien harga ekspor adalah positif yang sesuai dengan hipotesis awal penelitian dan teori ekonomi. Jika harga komoditi di pasar internasional meningkat maka akan mendorong para eksportir untuk meningkatkan produksinya karena harga yang diterima eksportir lebih besar. Variabel pendapatan per kapita Jepang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai koefisien pendapatan per kapita Jepang sebesar 10,73. Angka ini dapat dimaknai apabila pendapatan per kapita Jepang naik sebesar 1 persen (dengan asumsi variabel lain konstan), maka volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang akan mengalami peningkatan sebesar 10,73 persen. Uji ekonomi menujukkan bahwa tanda koefisien pendapatan per kapita Jepang adalah positif yang sesuai dengan hipotesis awal. Temuan ini sesuai dengan pendapat Nicholson (1999) yang mengatakan apabila pendapatan bertambah,
maka secara tidak langsung bagian dari pendapatan yang akan
dibelanjakan juga akan bertambah. Akibatnya jumlah barang yang bisa dibeli juga
46 meningkat. Apabila terjadi kenaikan pendapatan per kapita riil Jepang maka permintaan terhadap mebel dan kerajinan rotan Indonesia akan meningkat. Variabel pendapatan per kapita Indonesia berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai koefisien pendapatan per kapita Indonesia sebesar 4,97. Angka ini dapat dimaknai apabila pendapatan per kapita Indonesia naik sebesar 1 persen (dengan asumsi variabel lain konstan), maka permintaan domestik akan naik. Permintaan domestik mendorong volume ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang akan mengalami penurunan sebesar 4,97 persen. Uji ekonomi menujukkan bahwa tanda koefisien pendapatan per kapita Indonesia adalah negatif yang sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyebutkan apabila pendapatan perkapita negara pengekspor mengalami peningkatan, maka jumlah permintaan barang dari dalam negeri akan mengalami kenaikan mengakibatkan ekspor barang tersebut akan turun. Variabel jumlah penduduk Indonesia berpengaruh pada pada taraf nyata 10 persen. Uji ekonomi menujukkan bahwa tanda koefisien jumlah penduduk Indonesia adalah negatif yang sesuai dengan hipotesis.
Teori ekonomi
menyebutkan apabila jumlah penduduk Indonesia meningkat maka permintaan domestik dari produk mebel dan kerajinan rotan akan meningkat, sehingga menyebabkan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang menurun. Variabel jumlah penduduk Jepang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai koefisien jumlah penduduk Jepang sebesar 76,82. Uji ekonomi menujukkan bahwa tanda koefisien jumlah penduduk Jepang adalah positif yang sesuai dengan hipotesis awal penelitian dan teori ekonomi. Teori
47 ekonomi menyebutkan apabila jumlah penduduk Jepang mengalami peningkatan maka permintaan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang juga meningkat.
Dummy berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hipotesis menyatakan larangan ekspor rotan mentah mendorong peningkatan nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan. Variabel dummy menunjukkan tanda positif 0,49. Angka ini artinya ketika ada kebijakan larangan ekspor rotan mentah mengakibatkan nilai ekspor ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang mengalami penambahan sebesar 0,49 ton.
Temuan ini sesuai dengan hipotesis
atau tujuan pemerintah ketika melarang ekpor rotan mentah dan setengah jadi, yaitu untuk mengembangkan industri mebel dan kerajinan rotan, meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan. Kebijakan pemerintah yang melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi (bahan baku rotan) sangat berperan dalam meningkatkan produksi industri mebel dan kerajinan rotan. Adanya kebijakan tersebut menyebabkan volume penawaran bahan baku rotan dalam negeri menjadi meningkat dan cenderung melimpah yang menyebabkan semakin rendahnya harga bahan baku di dalam negeri, sehingga produksi meningkat dan produsen bisa mengekspor hasil industri mebel dan kerajinan rotan ke berbagai negara. Selanjutnya apabila larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi (bahan baku rotan) dicabut, akan menyebabkan harga bahan baku dalam negeri menjadi semakin mahal dan langka, yang akan berpengaruh pada menurunnya produksi industri mebel dan kerajinan rotan, sehingga produsen tidak bisa memenuhi permintaan pasar luar negri, terutama ekspor ke Jepang. Pencabutan
48 larangan ekspor bahan baku rotan akan menimbulkan biaya sosial yang cukup besar berupa penurunan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang terlibat pada industri mebel dan kerajinan rotan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perkembangan ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang pada periode 1986-1996 terus meningkat. Tahun 1998 anjlok menjadi 12,6 juta US$ disebabkan krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah membuka ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Kemudian tahun 1999 sampai dengan tahun 2006 ekspor ke Jepang berfluktuasi dan menurun disebabkan produsen kekurangan bahan baku dan belum bisa mengikuti perkembangan selera masyarakat Jepang. 2. Ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi secara nyata oleh produksi domestik mebel dan kerajinan rotan, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan perkapita Indonesia, pendapatan per kapita Jepang,
jumlah penduduk Indonesia, jumlah
penduduk Jepang dan dummy (kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah). 3. Variabel yang paling besar berpengaruh terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang adalah pendapatan perkapita Jepang sebesar 10,73 persen, harga sebesar 2,47 persen,
produksi 0,76 persen dan dummy
kebijakan melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi 0,49. Secara keseluruhan, dari semua variabel independen yang diteliti, memiliki pengaruh sebesar 93,33 persen terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang.
50
5.2 Saran
1. Kebijakan pembatasan ekspor rotan mentah dan setengah jadi perlu diteruskan untuk mengamankan persediaan bahan baku industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri. 2. Strategi untuk meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan rotan, pemerintah bersama dengan pengusaha mebel dan kerajinan rotan bekerjasama untuk terus meningkatkan daya saing produk tersebut. Daya saing hasil mebel dan kerajinan
rotan
di
pasaran
internasional
dapat
dilakukan
dengan
meningkatkan kualitas dan inovasi desain produk hasil industri mebel dan kerajinan rotan. Inovasi desain dilakukan melalui riset terhadap produk yang disukai konsumen berbagai negara, dan mengikuti berbagai pameran internasional. 3. Melakukan pembudidayaan tanaman rotan agar ketersediaan bahan baku industri tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI). 2007. Informasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia, Jakarta Bank Indonesia. 2007. Statistik Ekonomi Indonesia: Jakarta Badan Pusat Statistik (1986-2006), Statistik Ekspor Indonesia, Jakarta Badan Pusat Statistik (1986-2005), Industri Besar dan Sedang, Jakarta Budiani, S, 2005, Perkembangan Ekspor Produk Rotan Indonesia ke Negara Tujuan Utama. Skripsi. STIS. Jakarta Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Erlangga: Jakarta Junaidi, E. 2007. Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Rotan Mentah Terhadap Keragaman Industri Kecil dan Menengah Produk Jadi Rotan di Kabupaten Cirebon. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor Kompas 7 November 2003: Produk Rotan, Potensi yang Terabaikan. Jakarta. http: //Kompas.com. Diakses Agustus 2008 Krugman dan Obstfeld. 2000. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Edisi Kelima. Indeks. Jakarta Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Jilid I. Edisi ke-10. Binarupa Aksara: Jakarta. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta. Nicholson W. 1999. Toeri Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Nopirin, 2000, Teori Ekonomi Makro. Erlangga : Jakarta Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid I. Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta . Sukirno, S. 2002. Pengantar Ekonomi Makro. Budi Karya : Jakarta Sunenti, 2005. Analisis Aliran Perdagangan dan faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel Rotan di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pangsa Pasar Indonesia di 5 Negara Tujuan Utama Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Tahun 2003
No
Tujuan Utama
Pemasok
1
Amerika Serikat
1. Indonesia 2. Cina 3. Kamboja 4. Malaysia 5. Vietnam 6. Myanmar Lainnya Total
Jumlah kg 18.304.100 14.332.350 13.881.229 12.137.844 10.095.960 9.512.300 16.895.147 95.158.930
2
Jepang
1. Malaysia 2. Indonesia 3. Cina 4. Taiwan 5. Kamboja 6. Hongkong Lainnya Total
23.337.416 18.170.509 11.223.234 10.145.168 5.451.520 4.868.000 167.649 73.363.496
31,81 24,77 15,30 13,83 7,43 6,64 0,23 100,00
3 Belanda
1. Cina 2. Indonesia 3. Vietnam 4. Malaysia 5. Kamboja Lainnya Total
14.049.300 11.943.936 9.261.104 3.495.000 3.402.950 19.735.871 61.888.161
22,70 19,30 14,96 5,65 5,50 31,89 100,00
4 Jerman
1. Cina 2. Vietnam 3. Indonesia 4. Kamboja Lainnya Total
16.752.195 15.310.678 14.324.328 5.187.215 2.860.143 54.434.559
30,77 28,13 26,31 9,53 5,25 100,00
5 Inggris
1. Cina 2. Kamboja 3. Belanda 4. Indonesia Lainnya Total
11.127.175 11.057.160 10.988.140 10.932.816 1.340.352 45.445.643
24,48 24,33 24,18 24,06 2,95 100,00
Sumber : ASMINDO, 2004
Pangsa Pasar % 19,24 15,06 14,59 12,76 10,61 10,00 17,75 100,00
52 Lampiran 2. Ekspor Kerajinan Rotan Indonesia Ke Jepang Dibandingkan Negara-Negara di ASEAN Tahun 2002-2006, US$
Asal Negara 2002 2003 2004 2005 2006 Indonesia 7.386.973 5.720.112 7.021.314 4.941.010 3.871.216 Brunei Darussalam 583 Malaysia 100.862 Myanmar 5.208 16.811 Philipines 13.111.787 11.528.086 9.291.899 10.547.910 8.849.304 Singapore 3.810 157 7.732 Thailand 812.587 542.938 624.878 609.113 443.905 Vietnam 12.252.165 12.856.557 11.484.125 Sumber: ASEAN, 2008
53 Lampiran 3. Perkembangan Volume Ekspor ke Jepang, Produksi Domestik, Harga Jual Ekspor Hasil Industri Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia Tahun 1986-2006
Tahun
Volume Ekspor Ke Jepang (ton) 1986 700,6 1987 7392,8 1988 17633,3 1989 17229,1 1990 31593,8 1991 30021,4 1992 29517,5 1993 36765,6 1994 37652,5 1995 35677,6 1996 25366,1 1997 13679,1 1998 3676,7 1999 18752,6 2000 18643,8 2001 18428,9 2002 17550,3 2003 18106,2 2004 15187,4 2005 14525,0 2006 14003,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008
Produksi Domestik AD Konstan Juta Rp 17945 41038 103936 106950 126755 148522 183161 220133 230728 204891 186133 165988 149362 205545 139092 196987 255416 301681 286059 175780 170021
Harga Ekspor US$/Kg 2,94 4,25 4,16 3,34 2,95 3,16 3,33 3,26 3,33 3,53 3,88 3,28 2,86 2,63 2,67 2,53 2,33 2,30 2,47 2,56 2,69
54 Lampiran 4. GDP Perkapita Indonesia, GDP Perkapita Jepang, Penduduk Indonesia dan Penduduk Jepang Tahun 1986-2006
Tahun
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
GDP Perkapita Indonesia Ribu Rp 4379,1 4497,0 4660,0 4908,3 5243,4 5512,6 5770,8 6063,3 6416,0 6833,9 7255,8 7482,4 6403,5 6359,5 6775,0 6927,4 7142,7 7385,5 7655,5 7987,1 8319,2
GDP Perkapita Jepang Ribu JPY 2980,6 3078,9 3273,3 3433,1 3599,6 3705,5 3728,4 3725,5 3756,3 3820,1 3916,4 3968,5 3876,8 3864,0 3966,8 3964,7 3966,8 4015,5 4122,4 4201,6 4303,6
Sumber : Internasional Financial Statistics, 2008
Penduduk Indonesia Juta Jiwa 168,3 172,0 175,6 179,1 179,8 182,9 186,0 189,1 192,2 195,3 198,3 201,4 204,4 207,4 205,1 207,9 210,7 213,6 216,4 219,2 222,1
Penduduk Jepang Juta Jiwa 121,4 122,0 122,5 123,0 123,4 123,9 124,4 124,8 125,1 125,4 125,7 126,0 126,3 126,6 126,8 127,1 127,4 127,6 127,7 127,8 127,7
55 Lampiran 5 Hasil Uji Klein Regression Variables Entered/Removed(b) Variables Variables Entered Removed DUMMY, LN_HRG, LN_GDPJ, LN_GDPI, . LN_PDDI, LN_PDDJ(a ) a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_PROD Model 1
Method
Enter
Model Summary Adjusted R Std. Error of Square the Estimate R R Square .942(a) .887 .838 .260949 a Predictors: (Constant), DUMMY, LN_HRG, LN_GDPJ, LN_GDPI, LN_PDDI, LN_PDDJ Model 1
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
DUMMY, LN_PROD, LN_GDPI, LN_PDDI, LN_GDPJ, LN_PDDJ(a )
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_HRG
Model Summary
Model 1
R .860(a)
R Square .740
Adjusted R Square .629
Std. Error of the Estimate .109309
a Predictors: (Constant), DUMMY, LN_PROD, LN_GDPI, LN_PDDI, LN_GDPJ, LN_PDDJ
Regression Variables Entered/Removed(b)
56
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPJ, LN_PDDI, LN_PDDJ(a )
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_GDPI
Model Summary Adjusted R Std. Error of Square the Estimate R R Square .960(a) .950 .923 .046070 a Predictors: (Constant), DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPJ, LN_PDDI, LN_PDDJ Model 1
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPI, LN_PDDI, LN_PDDJ(a )
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_GDPJ
Model Summary
Model 1
R .959(a)
R Square .949
Adjusted R Square .921
Std. Error of the Estimate .023173
a Predictors: (Constant), DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPI, LN_PDDI, LN_PDDJ
Regression Variables Entered/Removed(b)
57
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPI, LN_GDPJ, LN_PDDJ(a )
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_PDDI
Model Summary Adjusted R Std. Error of Square the Estimate R R Square .915(a) .909 .905 .010355 a Predictors: (Constant), DUMMY, LN_PROD, LN_HRG, LN_GDPI, LN_GDPJ, LN_PDDJ Model 1
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
LN_PDDI, LN_HRG, LN_PROD, DUMMY, LN_GDPI, LN_GDPJ(a )
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: LN_PDDJ
Model Summary
Model 1
R .917(a)
R Square .913
Adjusted R Square .901
Std. Error of the Estimate .001570
a Predictors: (Constant), LN_PDDI, LN_HRG, LN_PROD, DUMMY, LN_GDPI, LN_GDPJ
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model
Variables Entered
Variables Removed
Method
58 1 LN_PDDJ, LN_HRG, LN_PROD, LN_GDPI, LN_GDPJ, LN_PDDI(a)
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: DUMMY
Model Summary Adjusted R Std. Error of Square the Estimate R R Square .925(a) .856 .795 .232 a Predictors: (Constant), LN_PDDJ, LN_HRG, LN_PROD, LN_GDPI, LN_GDPJ, LN_PDDI Model 1