FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGARAN BELANJA MODAL DI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2005-2014 Andi Rustandi Rega Mulya Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Jln. Siliwangi No.24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 e-mail:
[email protected] ABSTRACT This study aims to identification the economic growth, interest, and inflation influence to the budget of capital expenditure in Tasikmalaya city at the period of 2005-2014.The descriptive method be used is secondary data method from Statistics office Agency Tasikmalaya, Central Bank and Finance Ministry website. The research model is regression equation of data analysis techniques using ordinary least squares (OLS) by the application program Eviews8. The results showed that the economic growth and interest have positive correlate and no significant to capital expenditure, while inflation has negative correlate and no significant to capital expenditure of Tasikmalaya City Government. Overall of Economic growth, interest rate and inflation are no significant influence to capital expenditure of Tasikmalaya City Government. Be concluded on the period 2005-2014 that the rate of economic growth, interest rates and inflation to influence small contribution effect to capital expenditures in Tasikmalaya is that 46.35% by influence is obvious less. Keywords: Capital Expenditures, Economic Growth, Interest Rate, Inflation. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, dan inflasi berpengaruh terhadap anggaran belanja modal di Kota Tasikmalaya pada periode tahun 2005-2014. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya, Bank Indonesia dan dari website resmi Kementerian Keuangan. Model penelitian berupa persamaan regresi dengan teknik analisis data menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan program aplikasi Eviews8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga berpengaruh positif dan tidak signifikan, sedangkan inflasi berpengaruh negatif juga tidak signifikan terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya. Secara keseluruhan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi berpengaruh dan tidak signifikan terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya. Disimpulkan bahwa pada periode tahun 2005-2014 laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi pengaruhnya berkontribusi kecil terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya hanya 46,35% dengan pengaruhnya kurang nyata. Kata Kunci : Belanja Modal, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga, Inflasi
1
2
I.
PENDAHULUAN
Belanja modal menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi yang bersumber dari APBD. Tujuan belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya untuk meningkatkan pertumbuhan serta pembangunan perekonomian daerah dengan berorientasi pada peningkatan fasilitas layanan publik dan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat sehingga menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Dalam pemanfaatan aset tetap tersebut ada fasilitas pelayanan publik yang bersinggungan langsung dengan yang dipakai oleh masyarakat misalnya seperti, jalan, jembatan, trotoar, gedung olahraga, stadion, joging track, halte dan rambu-rambu lalu lintas dan ada juga yang tidak langsung dimanfaatkan oleh publik seperti gedung pemerintahan. Pada pertumbuhan belanja daerah di Kota Tasikmalaya dicoba diamati pada tahun 2012-2014. Pada tahun 2012 belanja daerah sebesar Rp. 659.236.000.000, belanja operasional Rp. 613.150.000.000 dan belanja modal sebesar Rp 40.094.000.000. Diikuti pada tahun 2013 belanja daerah sebesar Rp. 786.074.000.000, belanja operasional Rp. 715.000.000.000 dan belanja modal sebesar Rp. 70.974.000.000. Sedangkan, pada tahun 2014 belanja daerah Rp. 426.500.000.000, belanja operasional Rp. 390.258.000.000 dan belanja modal sebesar Rp 36.242.000.000. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan belanja modal di Kota Tasikmalaya tertinggi 77,01 % pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 70.974.000.000. sedangkan terendah −48,91% pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 36.242.000.000. Perkembangan realisasi belanja belanja modal di Kota Tasikmalaya tahun 2012−2014 mengalami fluktuasi. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor makro ekonomi daerah yang diduga mempengaruhi besar kecilnya belanja modal diantaranya pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi merupakan, perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Tingkat suku bunga, merupakan presentase dari modal yang dipinjam dari pihak luar atau tingkat keuntungan yang didapatkan oleh penabung di bank atau tingkat biaya yang dikeluarkan oleh investor yang menanamkan dananya pada saham. Inflasi memiliki pengertian suatu proses meningkatnya harga-harga umum dan terus menerus. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,89% , tingkat suku bunga 5,75%, tingkat inflasi 3, 87%. Diikuti pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,92%, tingkat suku bunga 7,50% dan tingkat inflasi 6,89% sedangkan tahun 2014 laju petumbuhan ekonomi 6,16% tingkat suku bunga 7,75% dan tingkat inflasi 8,09%. Perkembangan Laju petumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikan tertinggi ketiga sektor tersebut terjadi pada tahun 2013-2014 yaitu laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,24% , tingkat suku bunga 0,25% dan inflasi 1,25%. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan belanja modal mengalami kenaikan, sejalan dengan kenaikan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan tingkat inflasi di Kota Tasikmalaya pada periode 2012-2013. Oleh karena itu, diduga adanya kontribusi dari perkembangan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, dan tingkat inflasi di Kota Tasikmalaya terhadap perkembangan belanja modal. 1.1 Identifikasi Masalah “ Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap anggaran belanja modal di Kota Tasikmalaya tahun 2005-2014?”
3 1.2 Tujuan Penelitian “Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap anggaran belanja modal di Kota Tasikmalaya tahun 2005-2014” II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya.(Sadono Sukirno, 1994;10).
Tingkat Suku Bunga Menurut Sukirno (1994:377), pembayaran atas modal yang dipinjam dari pihak lain dinamakan bunga. Bunga yang dinyatakan sebagai persentase dari modal dinamakan tingkat suku bunga. Berarti tingkat bunga adalah persentase pembayaran modal yang dipinjam dari lain pihak. Tingkat bunga yaitu sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai harga ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti (Boediono 1985:75). Jadi tingkat suku bunga merupakan persentase dari modal yang dipinjam dari pihak luar atau tingkat keuntungan yang didapatkan oleh penabung di Bank atau tingkat biaya yang dikeluarkan oleh investor yang menanamkan dananya pada saham.Adapun pengertian suku bunga (interest rate) (dalam Samuelson dan Nhordaus, 1992, p.500 ) Inflasi Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan.Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu.Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi.(Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapatdikatakan akan menyebabkan inflasi. Belanja Modal
Belanja Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah aset atau kekayaan organisasi sektor publik, yang selanjutnya akan menambah anggaran operasional untuk biaya pemeliharaannya (Nordiawan,2006:50). Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Termasuk di dalamnya adalah pengeluaran biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah.Belanja Modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, serta peralatan dan aset tidak berwujud.
4
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal Proses pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat (BPS,2008). Hasil penelitian yang dilakukan Justin yifu lin & zhiqiang liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Dini Arwati dan Novita Hadiati (2013) menunjukan hasil yang berbeda yaitu Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap pegalokasian anggaran belanja modal. Berlandaskan teori dan argumen di atas dapat dismpulkan bahwa dengan adanya kebijakan otonomi daerah mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Belanja Modal
Menurut Yusuf Saputra Eman, 2004 autonomus investment atau invstasi otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan dalam pendapatan nasional maupun tingkat bunga, jadi tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Noor, (2015:42) Autonomus Investment merupakan investasi yang terjadi secara otomatis sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup seseorang sekelompok orang atau suatu organisasi bahkan negara. Oleh karena itu maka tingkat suku bunga berperan tidak terlalu dominan terhadap investasi publik. Pengaruh Inflasi terhadap Belanja Modal
Inflasi selain menentukan tingkat harga secara keseluruhan akan berdampak juga pada daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi. Baik itu konsumsi individu maupun lingkup pemerintah dalam pengeluarannya (government expenditure). Bagi masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah dengan upah atau gaji cenderung tetap mereka akan menurukan daya beli karena hargaharga setiap komoditi di pasar akan meningkat. Berbeda dengan mereka yang mempunyai investasi seperti tanah, gedung dan bangunan akan mendapatkan keuntungan dari harga beli sebelumnya. Tingkat inflasi juga mempunyai pengaruh negatif pada tingkat investasi publik (autonomous investment) atau belanja modal hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang hargaharga relatif. Desain Penelitian Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan di lakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar desain penelitian pemikiran yang sistematis :
Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Suku Bunga Inflasi
Belanja Modal
5
Hipotesis H0: Diduga pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi secara parsial berpengaruh terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya. Ha: Diduga pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya. III.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Objek penelitian Objek penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, dan inflasi sebagai variabel independen dan belanja modal sebagai variabel dependen. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah Kota Tasikmalaya pada periode tahun 2005-2014. Operasionalisasi Variabel Variabel bebas (Independent Variabel) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi di Kota Tasikmalaya. Variabel Terikat (Dependent Variable) yang merupakan perhatian pertama adalah Belanja Modal di Kota Tasikmalaya Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu pengumpulan informasi mengenai suatu gejala yang ada pada saat penelitian dilakukan. Prosedur pengumpulan data mengunakan studi kepustakaan dan penelitian dokumenter. Dalam hal ini penulis memperoleh data sekunder atau runtun waktu (time series) ,dimana data pertumbuhan ekonomi dan inflasi diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya, tingkat suku bunga dari Bank Indonesia dan belanja modal dari website resmi Kementrian Keuangan. Model Penelitian dan Teknik Analisis Data Statistik Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan regresi. Penulis mendefinisikan permasalahan yang diteliti dalam sebuah fungsi matematika sebagai berikut: BM=f (LPE,i,TI) Dimana : Log BM =β0 + β1LPE+ β2 i+ β3TI+ e Dimana : BM : Belanja Modal /BM (dalam satuan Rupiah) LPE : Laju Pertumbuhan Eonomi (dalam satuan persen) i : Tingkat suku Bunga (dalam satuan Persen) TI : Tingkat Inflasi (dalam satuan Persen) β0 : Intercept β1,β2,β3 : Koefisien e : error term Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Ordinary Least Square (OLS) dengan uji hipotesis yang dilakukan seperti Uji t-statistik, Uji f-statistik dan Koefisien Determinasi juga Uji Asumsi Klasik yang dilakukan adalah Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, Uji Heteroskedastisitas dan Uji Normalitas.
6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pengolahan data dilakukan menggunakan regresi linear berganda dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan modelnya yaitu: Log BM = β0 + β1LPE + β2 i + β3 TI + e Hasil Pengolahan Data Regresi (OLS): Dependent Variable: LOG(BM) Method: Least Squares Date: 02/12/16 Time: 19:08 Sample: 2005 2014 Included observations: 10 Variable
Coefficient
Std. Error
C LPE I TI
10.26994 1.170668 1.370876 -0.366735
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.463548 0.195321 1.175598 8.292179 -13.25302 1.728196 0.260141
t-Statistic 8.993541 1.159994 0.655900 0.259799
Prob. 1.141924 1.009202 2.090067 -1.411610
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.2970 0.3518 0.0816 0.2078 24.76284 1.310531 3.450605 3.571639 3.317831 2.421788
Sumber: Pengolahan data eviews8
Uji signifikasi parameter individual t-Statistik Hasil pengujian t-statistik parsial dari model regresi linier simultan (bersama) dari penelitian yang dilakukan sebagaimana tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji t Pengaruh LPE, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi terhadap Belanja Modal di Kota Tasikmalaya Periode Tahun 2005-2014 Variabel LPE Tingkat suku Bunga Inflasi Sumber : Pengolahan Data Eviews 8
Prob(t-statistik)
Signifikansi
0.3518 0.0816 0,2078
Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
Pada level of significance 5% bahwa variabel bebas laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat belanja modal, ditunjukkan probalbilitasnya lebih dari 0,05. Secara parsial pengaruh Laju Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal memiliki koefisien positif (1,170668) dan tidak signifikan terhadap belanja modal, yang maknanya kenaikan koefisien laju pertumbuhan ekonomi sebanyak 1 persen akan menaikan rasio tingkat belanja modal sebesar 1,170668 persen. Laju pertumbuhan ekonomi dinilai tidak signifikan (Prob. 0,3518 > 0,05).
7 Pengaruh tingkat suku bunga terhadap belanja Modal adalah positif (koefisien korelasi 1,370876) dan tidak signifikan terhadap belanja modal. (Prob. 0,816 > 0,05). Pengaruh inflasi terhadap belanja modal adalah negatif (koefisen korelasi -0.366735) dan tidak signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Inflasi adalah tidak signifikan (Prob. 0,2078 > 0,05). Uji Signifikasi F-Statistik Pengujian bertujuan apakah terdapat pengaruh yang signifikan (secara bersama-sama) antara Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi terhadap Belanja Modal. Hasil perhitungan diperoleh Fhitung adalah 1,728196 pada kriteria Ftabel dengan taraf nyata 5% yang besarnya 4.78. Berdasarkan hasil perhitungan, 1.728196<4.78 yang artinya bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi terhadap belanja modal di Kota Tasikmalaya periode tahun 2005-2014 secara bersama-sama adalah tidak signifikan. Koefisien Determinasi (R2) Diperoleh R2 sebesar 0,463548, angka ini mendefinisikan bahwa laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan inflasi dapat menjelaskan perubahan Belanja Modal (BM) sebesar 46,35% dan sisanya 53.65% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Pada analisis Correlogram of Residuals bahwa model regresi terjadi multikol, ditunjukkan oleh nilai correlations tiap variabelnya lebih dari 0,85. Kemudian diatasi menggunakan perbaikan regresi, hasilnya dibandingkan antara nilai Correlations awal dengan Correlations hasil perbaikan. Tabel 4.2 Perbandingan nilai Correlations regresi awal dengan Correlations regresi perbaikan laju pertumbuhan penduduk, tingkat suku bunga, inflasi Hasil pendeteksian awal (terjadi mutlikol) sebagai berikut: LPE LPE 1.000000 I -0.836923 TI -0.816093
I -0.836923 1.000000 0.954884
Hasil pendeteksian setelah perbaikkan (juga masih terjadi multiklol) sebagai berikut: LPE I LPE 1.000000 -0.672001 I -0.672001 1.000000 TI -0.637244 0.911479
TI -0.816093 0.954884 1.000000
TI -0.637244 0.911479 1.000000
Ternyata masih terjadi multikolinearitas untuk hubungan Inflasi dengan Tingkat Interest (lebih dari 0,85). b. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan korelasi antar variabel dalam suatu model, adapun hasilnya sebagai berikut:
8
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.534169 2.107866
Prob. F(2,4) Prob. Chi-Square(2)
0.6229 0.3486
Sumber : Pengolahan data eviews 8
Pada nilai degree of freedom (df) sebesar 6 dengan menggunakan α = 5% diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 18,548 kemudian dibandingkan dengan nilai Obs*Rsquared Breusch-Godfrey (BG) test, regresi yang diperoleh hasilnya sebesar 2,107866 dimana nilai Obs*Rsquared Breusch-Godfrey (BG) test lebih kecil dibandingkan nilai χ2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi persamaan bebas dari gejala autokolerasi. c. Uji Heteroskedastisitas Diggunakan Uji white dalam mendeteksi gejala heteroskedastisitas, dan diperoleh hasil tertera pada Tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4 Hasil White Heteroskedasticity test Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi tahun 2005-2014
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS Sumber : pengolahan data eviews 8
0.880324 3.056337 1.420292
Prob. F(3,6) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.5023 0.3830 0.7008
Pada α = 5% dan nilai degree of freedom (df) sebesar 6 diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 18.548 dibandingakn dengan nilai Obs* R-squared White Heteroskedasticity Test sebesar 3.056337, maka dinyatakan bahwa hasil regresi tersebut terbebas dari gejala heteroskedastisitas karena nilai Obs*R squared White Heteroskedasticity Test lebih kecil dibandingkan dengan nilai χ2 tabel. d. Uji Normalitas Hasil pengujian normalitas data diperoleh sebagaimana Gambra 4.1 berikut: 5
Series: Residuals Sample 2005 2014 Observations 10
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
4.30e-15 0.128195 1.153537 -2.149032 0.959871 -1.029266 3.581690
1
Jarque-Bera Probability 0 -2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Sumber : Pengolahan data eviews 8 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
1.5
1.906632 0.385461
9 Pada gambar 4.1, merupakan normalitas data penelitian menggunakan Histogram Normality Test dengan membandingkan nilai Jarque-Bera lebih kecil dari χ2 tabel sebesar 18.548. pada pengujian ini nilai JarqueBera sebesar 1,906632 lebih kecil dari nilai χ2 tabel sebesar 18.548, sehingga dapat dinyatakan bahwa data yang digunakan pada periode penelitian yang dilakukan adalah berdistribusi normal. 4.2 Pembahasan Hasil pengolahan penelitian diinterpretasikan bahwa pengaruh Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi terhadap Belanja Modal di Kota Tasikmalaya selain pengaruhnya tidak cukup kuat (hanya 46,35%), juga pengaruhnya secara bersama maupun parsial ternyata tidak cukup nyata. Penentuan besaran belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah Kota Tasikmalaya relatif mengabaikan (kurang memperhatikan) besaran maupun perkembangan eksisting Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi. Diperkirakan pada penentuan besarnya belanja modal lebih memprioritaskan semata kebutuhan belanja peralatan pada kepentingan mendukung pelayanan publik maupun investasi otonom pemerintah daerah Kota Tasikmalaya. Kebijakan belanja modal yang urgen mungkin akan tetap dilakukan sesuai perencanaan anggarannya sehubungan kebijakannya untuk tujuan utama meningkatkan asset fasilitas pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya belanja modal untuk penyediaan infrastruktur atau sarana prasarana publik secara umum misalnya bidang pendidikan, bidang kesehatan maupun kepentingan untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat yang sifatnya menjadi sebuah standar yang harus dipenuhi. Peneliti lebih jauh menganalisis bahwa terdapat suatu fenomena menarik saat mana Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi di Kota Tasikmalaya sebagai variabel makro ekonomi daerah ternyata berkontribusi kurang nyata/penting/berarti bagi keputusan kebijakan pemerintah pada penetapan belanja modal daerah. Walau demikian Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Suku Bunga ternyata besaran perkembangannya masih sejalan dengan besaran pengembangan belanja modal, sedangkan realitas untuk perkembangan inflasi kotribusinya bertolak belakang dengan perkembangan belanja modal di Kota Tasikmalaya. Dalam artian inflasi meningkat akan menurunkan belanja modal. Hal ini akan berkonsekuensi kepada upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan publik, jika terjadi kenaikan inflasi akan sedikit (karena tidak terlalu nyata) berdampak menurunnya kuantitas maupun kualitas belanja modal daerah. Model regresi yang dibangun relatif refresentatif karena menggunakan data normal (hasil Jarque-Bera test.), tidak terjadi korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan t-1 (hasil Breusch-Godfrey test), serta homoskedastis dengan terbukti tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (White-test). Hanya saja masih terjadi multikolineritas khususnya antara Inflasi dengan Tingkat Suku Bunga walau sudah dilakukan perbaikan. Sebagai klarifikasi bahwa pada kebijakan moneter, Bank Sentral (Bank Indonesia) pada kapasitasnya dapat mengintervensi tingkat suku bunga melalui politik diskonto dalam rangkan mengendalikan tingkat inflasi, yaitu saat inflasi tinggi dapat dilakukan kebijakan pengetatan uang (tight money policy). Sehingga rasionalitasnya bahwa multikolinearitas pasti terjadi saat mendudukan inflasi dan suku bunga sebagai variable bebas. Sebagai analisis akhir, peneliti menyatakan bahwa hipotesis yang telah disusun sebelumnya dapat diterima/sesuai, yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga atau inflasi berpengaruh terhadap belanja modal baik itu secara parsial maupun secara bersama.
10 V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1) Pada periode tahun 2005 s.d. 2014, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi pengaruhnya kontribusinya kecil terhadap Belanja Modal di Kota Tasikmalaya (46,35%) dan pengaruhnya kurang nyata. 2) Tendensi penetapan keputusan menentukan besarnya belanja modal lebih memprioritaskan pada kepentingan peningkatan penyediaan infrastruktur masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas di bidang pendidikan, bidang kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. 5.2 Saran Peneliti merekomendasikan beberapa saran diantaranya: 1. Untuk Bappeda Kota Tasikmalaya, bahwa penyusunan Rencana Strategis dan Rencana Operasional ke depan untuk penetapan besarnya Belanja Modal dapat mempertimbangkan progres variabel makro ekonomi daerah Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi sehingga kepastian capaian belanja modal baik barang maupun jasa relatif terukur secara riil baik standar kualitas dan kuantitasnya. 2. Untuk Dinas Ciptakarya Kota Tasikmalaya, bahwa perkembangan ekonomi daerah Kota Tasikmalaya akan membawa konsekuensi tidak hanya terhadap berapa besar dan banyaknya kebutuhan pengadaan infrastruktur bagi kepentingan masyarakat pada umumnya, namun perlu diperhatikan pula bagaimana bentuk penataannya dan sebarannya agar berkeadilan.
Daftar Pustaka Boediono, (1985), Ekonomi Moneter, edisi 3, BPFE : Yogyakarta. Dini dan Novita Hadiati.2013.Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli daerah dan Dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal(Pada pemerintah daerah Kabupaten/kota di propinsi Jawa Barat).SMANTIK : Semarang Eman, yusuf saputra. 2009. Fungsi investasi http://ekonomikelasx.blogspot.co.id/2009/04/fungsiinvestasi.html Lin,Justin Yifu dan Zhiang Liu,2000.Fiscal Decentralization and economic Growth in China, Economic Development and Cultural Change Chicago vol.49 Hal 1-21
Noor, Henry Faiza. 2015. Ekonomi Publik Edisi 2. PT indeks: Jakarta Barat Nopirin, Ph.D, 1987.Ekonomi Moneter. BPEE : Yogyakarta Nordiawan, Deddi.2006.Akuntansi Sektor Publik.Salemba Empat : Jakarta Samuelson P.A & Nordhaus, W.D 1992. Ekonomi edisi 12 jilid 2. Jakarta: Penerbit erlanggga
Sukirno, sadono.1994. pengantar teori makro. Jakarta: Raja grafindo. Badan Pusat Statistik. 2005. Data dan Informasi Inflasi, dan laju pertum buhan ekonomi Kota Tasikmalaya. BPS. Kota Tasikmalaya-Indonesia. _____. 2005. Jawa Barat Dalam Angka 2005.BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2006 Jawa Barat Dalam Angka 2006. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2007. Jawa Barat Dalam Angka 2007.BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2008. Jawa Barat Dalam Angka 2008.BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2009. Jawa Barat Dalam Angka 2009.BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2010. Jawa Barat Dalam Angka 2010. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia.
11
_____. 2011. Jawa Barat Dalam Angka 2011. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2012. Jawa Barat Dalam Angka 2012. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia. _____. 2014. Jawa Barat Dalam Angka 2014. BPS. Kota Tasikmalaya Indonesia _____. 2005. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2005.BPS 2005.BPS. _____. 2006. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2006.BPS. _____. 2007. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2007.BPS. _____. 2008. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2008.BPS. _____. 2009. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2009.BPS. _____. 2010. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS2010.BPS. _____. 2011. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2011.BPS. _____. 2012. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2012.BPS. _____. 2013. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2013.BPS _____. 2014. Data Inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya 2004.BPS 2014.BPS