0
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI KOTA DEPOK
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Nadia Khairunnisa Andhika NIM H44090082
ABSTRAK NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Tehadap Produksi Padi di Kota Depok. Di bawah bimbingan RIZAL BAHTIAR. Meningkatnya aktivitas pembangunan dan pertumbuhan penduduk mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan lahan yang tersedia jumlahnya tetap sedangkan kebutuhan penduduk terus bertambah sehingga ketersediaan lahan semakin terbatas. Seperti halnya pembangunan yang meningkat di Kota Depok yang mengurangi luas lahan sawah sebesar 815 hektar dalam periode 2001 hingga 2012 dengan total laju penyusutan sebesar 0.80 persen. Alih fungsi lahan sawah yang terjadi di tingkat wilayah dipengaruhi oleh luas bangunan dan juga PDRB non pertanian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan yakni luas lahan dan pengalaman bertani. Dampak alih fungsi lahan tersebut yakni hilangnya 4848.5345 ton produksi padi atau rata-rata kehilangan sekitar 449.87 ton per tahun. Dimana nilai produksi yang hilang sebesar Rp19 794 138 000 atau Rp1 799 468 000 per tahun. Sehingga terdapat selisih antara kebutuhan akan konsumsi pangan penduduk dengan produksi beras di wilayah depok yakni sebesar 384.63 ton/hari dimana kebutuhan konsumsi penduduk sebesar 396.67 ton/hari sedangkan rata-rata produksi beras yang dihasilkan sebesar 12.04 ton/hari. Kata Kunci : Alih Fungsi Lahan Sawah, Dampak Alih Fungsi Sawah, Konsumsi Beras, Produksi Beras
ABSTRACT NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA. The Influence of Variable Threatening Wetland Conversion and its Impact on Rice Production in Depok. Supervised by RIZAL BAHTIAR. Increasing construction activity and population growth will indicate the occurrence of agricultural land conversion. This is because the amountof land availablearefixed, whilehuman needscontinue to increaseso that the availability of landwill belimited. As well as increased development in Depok, reducing the land area of 815 hectares of paddy fields in the period 2001 to 2012 with a total rate of depreciation of 0.80 percent. Paddy fields conversion has occurred at the level of the area affected by the building area as well as non-agricultural GDP. While the factors that influence farmers decisions in making the land conversion and land farming experience. The impact of land use change is the loss of 4848.5345 tons of rice production is lost or an average loss of about 449.87 tonnes per year. Meanwhile, the value of lost production amounted to Rp19794138,000 or Rp1799468000 per year. Resulting in a difference between the need for food consumption for rice production which amounted to 384.63 tons / day where the average production of rice by 12.04 tons / day, while consumption amounted to 396.67 tons / day. Keywords : Wetland Conversion, Rice Consumption, Rice Production, The Impact of Conversion
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI KOTA DEPOK
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Judul Skripsi
Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok Nama
Nadia Khairunnisa Andhika
NIM
H44090082
Disetujui oleh
~t> ~
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
..
o
OCT 2013
Judul Skripsi
: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok
Nama
: Nadia Khairunnisa Andhika
NIM
: H44090082
Disetujui oleh
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas akhir studi Program Sarjana (S1) Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Disamping itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis berterima kasih kepada Ayah (Ir. Yusli Karmain), Ibu (Rina Haerani), dan Adik (Aldi Firhand A.) atas dukungan serta doa yang tiada henti diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga diberikan kepada Ibu Etty dan Ibu Lelly dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Bapak Nasrullah dari Badan Penyuluhan Pertanian Kota Depok yang telah membantu dalam pengumpulan data saat penelitian serta kepada rekan-rekan ESL 46 (Lungit Shriwinanti, Vidya, Genyas, Nova, Qyqy) dan keluarga besar PSM IPB Agria Swara (Yovita, Stefany, Dini, Firdha) atas kebersamaan, saran, doa, dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2013
Nadia Khairunnisa Andhika
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
1 4 6 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
8
2.1 Sumberdaya Lahan ................................................................................. 2.2 Alih Fungsi Lahan .................................................................................. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian ........ 2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan ................................................................... 2.5 Penelitian Terdahulu ..............................................................................
8 10 12 13 14
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 20 3.1 Kerangka Teoritis ................................................................................... 20 3.2 Kerangka Operasional ............................................................................ 21 IV. METODE PENELITIAN .......................................................................... 25 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 4.3 Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 4.4 Metode Analisis Data ............................................................................. 4.4.1 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan .................................................. 4.4.2 Analisis Linier Berganda .............................................................. 4.4.3 Analisis Regresi Logistik .............................................................. 4.4.4 Analisis Estimasi Dampak Produksi .............................................
25 25 26 26 27 28 31 34
V. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 35 5.1 Gambaran Umum Wilayah Depok ......................................................... 5.2 Gambaran Umum Kecamatan Limo ...................................................... 5.3 Karakteristik Umum Responden ............................................................ 5.3.1 Tingkat Usia .................................................................................. 5.3.2 Tingkat Pendidikan ....................................................................... 5.3.3 Jumlah Tanggungan ...................................................................... 5.3.4 Lama Bertani ................................................................................. 5.3.5 Luas Lahan Sawah ........................................................................
35 38 40 41 41 42 43 44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 46 6.1 Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kota Depok ................................. 6.2 Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi di Tingkat Wilayah ............... 6.3 Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi di Tingkat Petani ................... 6.4 Dampak Alih Fungsi Terhadap Produksi Padi ....................................... 6.5 Dampak Alih Fungsi Terhadap Ketersediaan Pangan ...........................
46 50 54 58 60
VII. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 63 7.1 Simpulan ................................................................................................ 63 7.2 Saran ....................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65 LAMPIRAN ...................................................................................................... 69 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 80
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Nasional pada Tahun 2012... 2 Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 3 Matriks Metode Analisi Data ........................................................................ 4 Data Penggunaan Lahan di Kota Depok Tahun 2009 ................................... 5 Mata Pencaharian Penduduk Kota Depok tahun 2011.................................. 6 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, dan Kepadatannya di Kecamatan Limo Tahun 2009………………………… .................................................. 7 Keadaan Penduduk di Kecamatan Limo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 ................................................................................................... 8 Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Depok Tahun 20012012 ............................................................................................................... 9 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah ............................................................................ 10 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Mengalihfungsikan Lahan Sawah ..................................................... 11 Pekerjaan Sampingan Petani Kecamatan Limo, Depok ................................ 12 Pekerjaan Petani Setelah Alih Fungsi Lahan Sawah di Kecamatan Limo, Depok ............................................................................................................ 13 Produktivitas Padi Sawah di Kota Depok pada Periode 2001-2012 ............. 14 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi di Kota 15 Depok Tahun 2001-2012 .............................................................................. 16 Estimasi Produksi Beras di Kota Depok Periode 2001-2012 ....................... 17 Estimasi Kebutuhan Konsumsi Beras Penduduk Depok Tahun 2001 -2012
2 15 27 36 38 39 40 47 50 55 57 58 59 60 61 61
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Land Rent Sebagai Sisa Surplus Ekonomi Setelah Biaya Produksi Dikeluarkan ................................................................................................... 2 Diagram Alur Pikir ......................................................................................... 3 Tingkat Usia Responden ................................................................................ 4 Tingkat Pendidikan Responden ...................................................................... 5 Jumlah Tanggungan Responden ..................................................................... 6 Pengalaman Bertani Responden ..................................................................... 7 Lahan Sawah Responden................................................................................ 8 Laju Luasan Sawah di Kota Depok Tahun 2001-2012 .....................……….
21 24 41 42 43 44 45 46
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuisioner Penelitian ....................................................................................... 71 2 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah ........................................................................... 75 3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Melakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ............................................................................ 78
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam dan sumberdaya yang melimpah. Beragamnya kekayaan yang dimiliki ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian negara secara menyeluruh. Banyak sektor seperti bidang pertanian, pertambangan, industri, serta pariwisata yang berperan dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Sektor-sektor inilah yang selama ini dapat dikembangkan secara optimal dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sektor pertanian memiliki peran yang penting dalam kegiatan perekonomian nasional seperti dalam hal menyerap tenaga kerja, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi lainya. Menurut Kuznets (1966),
sektor
pertanian
mengkontribusikan
terhadap
pertumbuhan
dan
pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu : 1.
Kontribusi Produk contohnya menyediakan bahan baku untuk industri manufaktur seperti: industri tekstil, makanan, minuman, dan lain-lain.
2.
Kontribusi pasar contohnya pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi
3.
Kontribusi faktor produksi menyebabkan penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surpus modal dan sektor pertanian ke sektor lain.
4.
Kontribusi devisa pertanian sebagai sumber paling penting bagi surplus neraca perdagangan melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor. Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6.23 persen
dibandingkan dengan tahun 2011. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi tidak terkecuali pada sektor pertanian dengan laju pertumbuhan sebesar 3.97 persen. Walaupun peran pertanian memiliki arti penting bagi pembangunan nasional dan terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, namun laju pertumbuhannya tidak sebesar sektor-sektor lainnya. Dapat dilihat pada tabel 1
2
laju pertumbuhan tertinggi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 9.98 persen diikuti oleh Sektor Perdagangan sebesar 8.11 persen. Tabel 1 Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Nasional pada Tahun 2012 Laju Sumber Lapangan Usaha Pertumbuhan Pertumbuhan 2012 (persen) 2012 (persen) 1. Pertanian, Peternakan, 3.97 0.51 Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 1.49 0.11 3. Industri Pengolahan 5.73 1.47 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 6.40 0.05 5. Konstruksi 7.50 0.49 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.11 1.44 7. Pengangkutan dan Komunikasi 9.98 0.98 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa 7.15 0.69 Perusahaan 9. Jasa-Jasa 5.24 0.49 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB tanpa migas
6.23 6.81
6.23 -
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)
Kontribusi sektor pertanian terhadap total pertumbuhan PDB berdasarkan sumber pertumbuhan sebesar 0.51 persen sedangkan kontribusi terbesar pada Sektor Industri Pengolahan sebesar 1.47 persen. Selanjutnya diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang memberikan sumber pertumbuhan masing-masing 1.44 persen dan 0.98 persen. Sektor pertanian mulai tersingkirkan perannya jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti sektor industri maupun perdagangan yang memberikan output lebih tinggi bagi perekonomian nasional daripada sektor pertanian. Para investor pun lebih tertarik menanamkan modal kepada sektor non pertanian. Masih kurangnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan nasional mendorong perubahan penggunaan lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian. Salah satu faktor kurangnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan nasional yakni adanya alih fungsi lahan yang semakin meningkat khususnya di pulau jawa yang merupakan wilayah utama pertanian di Indonesia. Secara spasial, struktur perekonomian di Indonesia masih di dominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB
3
sebesar 57.51 persen dan Jawa Barat termasuk penyumbang terbesar di Pulau Jawa sebesar 13. 91 persen (BPS 2012). Menurut Sitorus (2011), pembangunan ekonomi cenderung meningkatkan permintaan lahan di luar sektor pertanian, sehingga memacu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian terutama di daerah dengan ketersediaan lahan terbatas. Hal ini termasuk Jawa Barat sebagai salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi dengan segala aktivitas produksi namun lahan yang tersedia sangatlah terbatas sehingga mendorong terjadinya alih fungsi lahan. Salah satu wilayah di Jawa Barat yang mengalami alih fungsi penggunaan lahan akibat kegiatan produksi atau pembangunan adalah Kota Depok. Kota Depok mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam pembangunannya. Hal ini disebabkan oleh letak wilayahnya yang strategis, dekat dengan pusat pemerintahan DKI Jakarta yang berkembang sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,
dan
perekonomian.
Meningkatnya
laju
urbanisasi
serta
perkembangan sektor non pertanian di Kota Depok menjadi salah satu indikator dalam perkembangan pembangunan kota yang mendorong alih fungsi penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi ketersediaan lahan yang ada. Pertambahan jumlah penduduk memerlukan lahan yang lebih luas tidak saja dipergunakan untuk pemukiman tetapi juga perluasan kegiatan-kegiatan perekonomian lainnya guna menunjang kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya tersebut. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Depok mencapai 1 736 565 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 879 325 jiwa dan penduduk perempuan 857 240 jiwa dengan sex ratio sebesar 103. Sedangkan kepadatan penduduk Kota Depok berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 10 101 jiwa/km². Pertambahan penduduk yang mempengaruhi luasan lahan yang tersedia dapat mendorong perubahan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang tidak terbatas. Menurut Utomo (1992), alih fungsi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Nilai dan
4
harga lahan di sekitar daerah perkotaan yang semakin tinggi menyebabkan adanya pergeseran aktivitas ekonomi dan penguasaan lahan oleh pihak pengembang atau para investor sehingga arahan pengembangannya pun sebisa mungkin disesuaikan dengan keinginan pihak pengembang tersebut (Marliza 2008). 1.2 Perumusan Masalah Lahan merupakan modal penting yang diperlukan dalam produksi pertanian. Namun pengembangan sektor ekonomi semakin mendorong perubahan sumberdaya lahan ke penggunaan yang memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Perubahan penggunaan lahan pertanian yang terjadi biasanya menjadi kawasan pemukiman, industri, maupun perdagangan. Alih fungsi penggunaan lahan tersebut dapat bersifat permanen atau bersifat sementara. Jika berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri maka lahan ini bersifat permanen, namun jika berubah menjadi kawasan perkebunan maka alih fungsi lahan ini bersifat sementara karena pada tahun-tahun berikutnya dapat dijadikan lahan pertanian lainnya. Alih funsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya daripada alih fungsi lahan sementara (Utomo 1992). Kecenderungan alih fungsi lahan yang tinggi selama ini terasa pada sebagian besar kota-kota di Pulau Jawa dimana laju urbanisasi dan pengembangan sektor non pertanian meningkat. Salah satunya terjadi pada kota depok dengan urbanisasi dan pengembangan sektor non pertanian juga meningkat. Sumberdaya lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8915.09 ha (44.31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok. Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10106.14 ha (50.23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0.93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan oleh meningkatnya pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44.31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun
5
tahun 2005 mencapai 10 013.86 ha (49.77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3.59 % dari data tahun 2000.¹ Kedepannya pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok pada tahun-tahun selanjutnya akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang semakin menyempit jika semakin tinggi permintaan akan kebutuhan lahan non pertanian. Penyempitan yang paling parah akan terjadi pada lahan sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. Alih fungsi lahan sawah merupakan ancaman yang lebih serius terhadap ketahanan pangan dibandingkan dengan gangguan produksi lain seperti serangan hama/penyakit maupun kekeringan, karena dua hal yakni: (1) kegiatan alih fungsi lahan relatif sulit dihindari karena merupakan suatu proses alami yang terkait dengan kelangkaan lahan, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, dan (2) dampak alih fungsi lahan sawah terhadap penurunan produksi padi cenderung bersifat permanen, karena lahan sawah yang sudah dialihfungsikan ke penggunaan non pertanian tidak pernah berubah kembali menjadi lahan sawah. Meningkatnya alih fungsi penggunaan lahan pada Kota Depok diakibatkan oleh adanya beberapa faktor yang ditimbulkan oleh masyarakat sekitar Depok maupun beberapa pihak terkait misalnya para investor maupun pengembang, pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan laju penduduk yang menyebabkan permintaan terhadap lahan untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial meningkat. Peningkatan permintaan ini mendorong harga lahan termasuk Kota Depok menjadi semakin mahal. Menurut Isa (2004), faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian adalah: 1)
Faktor kependudukan
2)
Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian
3)
Faktor sosial budaya
4)
Faktor ekonomi
5)
Degradasi lingkungan
6)
Otonomi daerah
¹ Kondisi Geografis Kota Depok. http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1162. Diakses pada tanggal 13 febuari 2013
6
7)
Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum. Pada dasarnya alih fungsi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan
pembangunan. Namun perlu adanya pengendalian peningkatan kebutuhan lahan akibat tingginya aktivitas pembangunan sehingga lahan tidak menjadi langka dan perlu adanya keseimbangan antara pembangunan dengan kualitas lingkungan. Pengendalian ini akan mengurangi dampak negatif yang terjadi akibat alih fungsi lahan sehingga kualitas lingkungan tidak lagi dikorbankan demi kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Alih fungsi penggunaan lahan tersebut selain menimbulkan dampak terhadap berkurangnya kapasitas produksi beras yang mengancam ketahanan pangan, juga menimbulkan masalah ketenagakerjaan dibidang pertanian, hilangnya aset pertanian yang telah dibangun dengan biaya yang mahal serta menimbulkan masalah lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut beberapa masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Berapa laju alih fungsi lahan sawah di Kota Depok?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di Kota Depok?
3.
Bagaimana dampak alih fungsi lahan sawah terhadap produksi padi dan nilai produksi padi di Kota Depok? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Menghitung laju alih fungsi lahan di Kota Depok.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah secara makro dan mikro di Kota Depok.
3.
Mengestimasi dampak alih fungsi lahan sawah di Kota Depok. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi : 1.
Peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dipelajari selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
7
2.
Pemerintah dan para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan penggunaan lahan yang dialihfungsikan dan melakukan perbaikan tata guna lahan di Jawa Barat pada umumnya dan Kota Depok pada khususnya.
3.
Petani pemilik lahan sebagai informasi yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk mengalihfungsikan lahan pertanian mereka
4.
Para civitas akademisi sebagai bahan tambahan dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini diperlukan batasan agar penelitian lebih terarah dan
peneliti dapat lebih fokus dalam melakukan pengamatan. Adapun ruang lingkup sebagai batasan-batasan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini dilakukan di Kota Depok, Jawa Barat.
2.
Studi kasus yang dilakukan untuk mengetahui faktor dan dampak alih fungsi lahan terhadap petani dilakukan di Kecamatan Limo.
3.
Lahan pertanian yang dianalisis terbatas pada lahan sawah dan hasil produksinya berupa padi atau gabah.
4.
Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dilihat dari faktor makro di tingkat wilayah dan faktor mikro yang mempengaruhi keputusan petani.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Lahan Lahan merupakan bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi. Lahan termasuk sumberdaya alam yang memiliki arti penting bagi masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan
keberadaannya.
Sumberdaya
lahan
sangat
penting
untuk
kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, industri, tempat tinggal, jalan, rekreasi, dan daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2011) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Menurut Utomo et al. (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami
utama yang melandasi kegiatan kehidupan, memiliki dua fungsi dasar, yaitu: 1.
Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain.
2.
Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. Jayadinata (1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori yaitu:
1.
Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas.
2.
Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat
3.
Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.
9
Fungsi lahan yaitu digunakan untuk pemukiman, perkebunan, industri, perkotaan maupun pedesaan, serta sebagai nilai budaya dan kelestarian lingkungan. Kategori lahan berupa nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan nilai sosial. Ketiga kategori tersebut menunjukan bahwa alasan setiap individu menggunakan lahan dipengaruhi oleh tujuan yang berbeda-beda. Menurut Saefulhalim R (1995) bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks. Oleh karena itu upaya pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal memerlukan alokasi penggunaan lahan yang efisien. Lahan pertanian merupakan bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya sawah, kebun buah dan sayuran, perikanan, maupun peternakan, dll. Lahan sawah merupakan bidang lahan yang dipergunakan untuk usaha pertanian yang secara fisik memiliki permukaan yang rata dan digenangi air serta dibatasi oleh pematang. Lahan sawah lebih banyak digunakan untuk produksi padi. Dalam menanam padi diperlukan genangan air pada periode tertentu dalam pertumbuhannya sehingga sawah harus mampu menyangga genangan air untuk kelangsungan produksi padi. Sistem pengairan lahan sawah merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan sistem pertanian. Selama ini sistem pengairan sawah irigasi teknis menjadi sistem pengairan yang paling banyak digunakan. Pada sistem pengairan ini keberadaan air masih sangat melimpah dan air akan terus menerus ada walaupun pada musim kemarau. Macam-macam sistem pengairan sawah yakni: 1.
Sawah Irigasi Teknis Merupakan sistem pengairan sawah yang pengairannya terukur dan terarah
yang dimulai dari sumber air hingga petak sawah karena terdapat jaringan irigasi dan bangunan permanen. Sehingga dapat meminimalkan kehilangan air akibat penguapan. 2.
Sawah Irigasi Setengah Teknis
10
Merupakan sistem pengairan sawah dengan jaringan irigasi yang tidak permanen secara keseluruhan, sehingga penguapan masih akan terjadi. Kurang terukurnya sistem ini serta tidak memiliki pintu air. 3.
Sawah Sederhana Sawah dengan bangunan jaringan irigasi menggunakan peralatan seadanya
atau dengan sederhana sehingga tidak hemat air. 4.
Sawah Irigasi Desa Sistem pengairan sawah yang memanfaatkan pompa untuk menaikkan air
tanah atau air sungai permanen untuk mengairi lahan pertanian yang ada di sekitarnya. 5.
Sawah Tadah Hujan Sistem pengairan sawah yang bergantung pada curah hujan yang ada pada
daerah lahan sawah tersebut. Sistem pengairan ini memanfaatkan musim penghujan. Perkembangan pemanfaatan lahan pada sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang berlahan subur. Pada wilayah-wilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasaranaprasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati 1995) dalam Anugerah F (2005). 2.2 Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin
11
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Utomo et al. 1992). Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, antara lain: 1.
Konversi gradual berpola sporadik; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi.
2.
Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.
3.
Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
4.
Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.
5.
Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.
6.
Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.
7.
Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi. Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi lahan lebih besar terjadi
pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non-pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi
12
maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan. Isu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian sudah merupakan isu umum
yang terjadi hampir
di semua kota besar atau kota
metropolitan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hal ini umumnya terjadi di wilayah sekitar perkotaan akibat dukungan perkembangan sektor industri dan jasa. Dalam kasus lahan pertanian perkotaan isu ini sudah merupakan fenomena yang terjadi akibat mengakomodir kawasan perumahan dan fasilitas sosial dan ekonomi lainnya. Kebijakan tata ruang kota dapat menjadi aspek legal terjadinya alih fungsi lahan tersebut, namun disisi lain fenomena ini bisa juga merupakan suatu pelanggaran dalam implementasi Rencana Tata Ruang di perkotaan yang telah ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Kustiawan (1997) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu: 1.
Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.
2.
Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3.
Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Ilham et al (2004) dalam Butar-Butar (2012) menyatakan konversi lahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1.
Faktor sosial atau kependudukan. Berkaitan erat dengan peruntukan lahan bagi pemukiman atau perumahan secara luas. Khususnya pertambahan penduduk di kota, kenaikan itu disebabkan oleh kelahiran alamiah dan urbanisasi.
13
2.
Kegiatan ekonomi dan pembangunan. Merupakan kegiatan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
3.
Penggunaan
jenis
teknologi.
Seperti
penggunaan
pestidida
dapat
menyebabkan rusaknya potensi lahan yang dikenai dan berakibat lebih jauh pada penurunan potensi lahan. 4.
Kebijaksanaan pembangunan makro. Kebijaksanaan ini akan mempengaruhi terhadap pemilihan investasi yang ditanam dan akan mempengaruhi konversi lahan. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar terdapat
dua faktor penyebab konversi, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam skala makro yakni pada tingkat wilayah misalnya pada kabupaten atau kota, konversi lahan sawah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-pertanian yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta nilai tukar petani yang rendah. Dalam skala mikro, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan yang menarik. Pajak lahan yang tinggi juga cenderung mendorong petani melakukan konversi. Faktor pendorong konversi yang tidak kalah pentingnya khususnya di Pulau Jawa adalah adanya kesempatan membeli lahan di tempat lain yang lebih murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan untuk lahan sawah (Ashari 2003). Penelitian ini merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan, yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor mikro meliputi tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, harga bibit, luas lahan petani, dan hasil panen. Sedangkan faktor makro terdiri dari luas bangunan, kontribusi PDRB non pertanian, pengaruh investor, dan perubahan panjang aspal. 2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan Menurut Furi (2007) Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja
14
masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non-pertanian (sektor informal). Alih fungsi lahan sawah menimbulkan dampak bagi petani maupun pihakpihak yang terlibat secara langsung maupun tidak. Utamanya terjadi pengurangan produksi padi yang berdampak langsung kepada konsumsi dan juga penghasilan petani. Disamping itu ada pula dampak positif bagi peningkatan pembangunan kota bagi pemerintah maupun investor. Namun perhitungan dari kerugian maupun manfaat yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan tidak bisa dihitung secara pasti karena beberapa dari kerugian dan manfaat alih fungsi lahan sulit untuk diukur. Menurut Nuryati (1995) dalam Anugerah K (2005), masalah yang timbul akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah adalah terancamnya swasembada beras yang telah dicapai dengan susah payah. Di samping itu alih fungsi lahan sawah ini mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya adalah penurunan produksi pangan lokal atau nasional yang secara tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDRB, penurunan laju daya serap tenaga kerja sektor pertanian, terbengkalainya investasi irigasi dan terdapat dampak alih fungsi terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan kumpulan dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan maupun dampaknya. Pada penelitian terdahulu terdapat variabelvariabel independen yang digunakan antara lain, jumlah penduduk, pembangunan perumahan, jumlah industri dan PDRB. Tabel 2. merupakan kumpulan dari penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
Utama
(2006)
dengan
judul
“Analisis
Faktor–Faktor
yang
Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Sawah di Kabupaten Cirebon”. Persamaan berupa identifikasi yang akan dilakukan terkait laju alih
15
fungsi lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan, serta menghitung produksi dan nilai produksi padi yang hilang akibat alih fungsi lahan. Perbedaannya dengan penelitian ini yakni faktor-faktor yang dianalisis tidak hanya berupa keseluruhan secara makro tetapi juga secara mikro yang dipengaruhi oleh keputusan petani, mengestimasi hilangnya produksi dan nilai produksi padi, serta mengestimasi perbandingan antara produksi beras dan juga konsumsi yang dibutuhkan penduduk terhadap beras.
3. 4.
1. 2.
5.
3. 4.
Misbahul Munir, 2008, 1. Menganalisis faktor-faktor yang 1. Pengaruh Konversi Lahan berhubungan dengan pengambilan 2. Pertanian terhadap tingkat keputusan petani untuk mengkonversi 3. Kesejahteraan Rumahtangga lahan pertanian. Petani 2. Menganalisis pengaruh konversi lahan 4. pertanian terhadap tingkat kesejahteraan 5. rumahtangga petani.
1. 2.
3
2
1
Pengarang, Tahun dan Judul Tujuan Fanny Anugerah K, 2005, 1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola Analisis Faktor-Faktor yang konversi lahan sawah selama sepuluh Mempengaruhi Konversi Lahan tahun terakhir di wilayah Kabupaten Sawah ke Penggunaan Non Tangerang. Pertanian di Kabupaten 2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan Tangerang. sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupate n Tangerang. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang. Dicky fajar Utama, 2006, 1. Mengetahui besaran dan laju konversi Analisis Faktor–Faktor yang lahaan sawah ke penggunaan non sawah Mempengaruhi Konversi Lahan di Kabupaten Cirebon. Sawah ke Penggunaan Non 2. Mengetahui pola konversi lahan sawah Sawah di Kabupaten Cirebon yang terjadi dan mengetahui dampak ekonomi konversi lahan sawah. 3. Menganalisis faktor–faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di kabupaten Cirebon.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No.
16
Metode Hasilnya Analisis deskriptif 1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Analisis estimasi dampak Tangerang pada tahun 1994-2003 sebesar konversi lahan 5407 ha dengan laju sebesar 2.44% per Metode Location Quotieny (LQ) tahun. Analisis surplus pendapatan dan 2. Rata-rata lahan sawah yang terkonversi tenaga kerja. selama 1994-2003 yaitu sebesar 3588.11 ton Analisis regresi linier berganda. per tahun dan kehilangan nilai produksi sebesar Rp48 439 427 500. 3. Hasil perhitungan LQ berdasarkan indikator pendapatan menunjukan sektor pertanian merupakan sektor basis dan mampu memberikan nilai surplus. Analisis deskriptif 1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Analisis kuantitatif estimasi Cirebon pada tahun 1990-2004 sebesar 5872 dampak konversi lahan sawah ha atau sekitar 391.47 ha per tahun. Analisis regresi 2. Konversi lahan sawah yang terjadi Analisis operasional mengakibatkan kehilangan peluang produksi padi sebesar 42209.08 ton dengan nilai sebesar Rp78 086 798 000. 3. Faktor–faktor yang mempengaruhi adalah kepadatan penduduk, produktivitas lahan sawah, kontribusi PDRB non pertanian dan pertumbuhan panjang jalan aspal. Metode penelitian survey 1. Ada hubungan antara faktor internal dan Analisis deskriptif korelasional eksternal petani dengan pengambilan Analisis kuantitatif dan keputusan untuk mengkonversi lahan. 2. Konversi lahan berpengaruh positif terhadap kualitatif tingkat kesejahteraan rumahtangga petani Uji statistik non-parametrik khususnya di Desa Candimulyo. Dalam hal Teknik pengolahan data ini, petani tersebut akan lebih sejahtera setelah mengkonversikan lahan mereka
16
4
3.
Desi Irnalia Astuti, 2011, 1. Mengidentifikasi laju konversi lahan di 1. Laju konversi lahan (parsial dan 1. Keterkaitan Harga Lahan Kecamatan Cisarua. kontinu) Terhadap laju Konversi Lahan 2. Menganalisis keterkaitan harga lahan 2. Metode korelasi pearson Pertanian di Hulu Sungai terhadap laju konversi lahan pertanian di 3. Analisis korelasi berganda Ciliwung Kabupaten Bogor Kecamatan Cisarua. 3. Mengkaji faktor–faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan di hulu sungai. 2.
3.
menjadi pertambangan pasir dan batu. Akan tetapi, jika dilihat sisi negatifnya, petani tersebut pada hakekatnya menghancurkan lingkungan sendiri. Tipe konversi lahan yang terjadi di Desa Candimulyo tergolong ke dalam tipe konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (Social Problem driven land conversion); pola konversi yang terjadi karena adanya motivasi untuk berubah dari masyarakat, meninggalkan kondisi lama dan bahkan keluar dari sektor pertanian (utama). Tren laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua tahun 2001-2010 terus mengalami peningkatan. Konversi lahan tertinggi pada tahun 2006, ada pertambahan jumlah objek wisata dan jumlah penduduk. Tingkat konversi lahan untuk pertanian dan pemukiman masaing–masing sebesara 2.28% dan 3.94%. Harga lahan di tingkat Kecamatan Cisarua pada tahun 2001-2010 berhubungan positif terhadap konversi lahan. Laju konversi semakin tinggi karena kenaikanharga lahan di kecamatan cisarua lebih murah dibandingkan dengan daerah asal mayoritas pembeli yaitu Jakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk pada tingkat rumah tangga dalam mengkonversi lahan adalah lahan, jumlah tanggungan, pendapatan dan luas lahan yang dimiliki saat sebelum dijual.
17
17
6
5
18
Anneke Puspasari, 2012, 1. Mengkaji laju alih fungsi lahan pertanian Faktor-Faktor yang di Kecamatan Karawang Timur Mempengaruhi Alih Fungsi 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pada tingkat wilayah dan Lahan Pertanian dan petani. Dampaknya terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus 3. Menganalisis dampak alih fungsi lahan terhadap pendapatan petani di Desa De sa Kondangjaya, Kecamatan Kondangjaya Karawang Timur, Kabupaten
1. 2. 3. 4. 5.
Berdasarkan nilai inflasi lahan yang terjadi diketahui bahwa besarnya nilai peningkatan harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah setelah dilakukan pengembangan bandara berkisar antara 17 % sampai 67 % dari harga sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar sebelum dilakukan pengembangan bandara adalah jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat, status jalan dan topografi lahan. Variabel tersebut mempengaruhi harga lahan secara nyata pada taraf nyata 10 %. Hal tersebut berdasarkan hasil model double log dengan R2 sebesar 70.30 %. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan setelah dilakukan pengembangan bandara adalah luas lahan, jarak bidang tanah ke bandara dan jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat. Variabel tersebut mempengaruhi harga lahan secara nyata pada taraf nyata 10 %. Hal tersebut berdasarkan hasil model double log dengan R2 sebesar 69.20 %. 1. Alih fungsi lahan yang terjadi pada tahun Analisis deskriptif Analisis laju alih fungsi lahan 2006-2011 sebesar 0.47%. Analisis regresi linear berganda 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Analisis regresi logistik industri, proporsi luas lahan sawah,tingkat Uji beda rata-rata usia, pendapatan dan pengalaman bertani. 3. Rata-rata pendapatan Rp1 421 512.03 menjadi Rp1 299 796.30 setelah terjadinya laju alih fungsi lahan.
3.
Febriastuti, 2011, Analisis yang 1. Menganalisis perbandingan harga lahan di 1. Adjustment harga dan analisis 1. Mempengaruhi Harga Lahan di Kecamatan Tanjungpinang Timur deskriptif Sekitar Bandara Raja Haji sebelum dan setelah adanya 2. Analisis regresi double log dan Fisabilillah Kepulauan Riau pengembangan Bandara Raja Haji analisis deskriptif (Kasus: Harga Lahan di Fisabilillah. Kecamatan Tanjungpinang 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang 2. Timur, Tanjungpinang, mempengaruhi harga lahan di sekitar Kepulauan Riau) Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau sebelum dan setelah dilakukan pengembangan.
18
7
4. Menganalisis dampak alih fungsi lahan pertanian di Desa Kondangjaya.
Elvira G.V.Butar-Butar, 2012, 1. Menganalisis faktor-faktor yang 1. Analisis Faktor-Faktor Konversi mempengaruhi konversi lahan sawah Lahan Sawah Irigasi Teknis di irigasi teknis ke penggunaan non-sawah 2. Provinsi Jawa Barat di Provinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat.
Karawang)
Metode inferensia dengan analisis regresi linier berganda metode statistika deskriptif
4. Dampak alih fungsi lahan sawah terhadap lingkungan tidak terlalu dirasakan, sebab responden kurang peduli terhadap lingkungan. 1. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis adalah laju pertumbuhan PDRB industri dan laju pertumbuhan panjang jalan. 2. Dampak yang ditimbulkan dari adanya konversi lahan sawah adalah berkurangnnya jumlah produksi padi sebesar 1 308 420.30 ton dan nilai produksi padi sebesar Rp2 008 252 301. Serta penyerapan tenaga kerja yang hilang dengan pola tiga kali tanam adalah sebesar 48.26 juta atau 4.8 juta setiap tahun. Sedangkan upah tenaga kerja yang hilang dengan asumsi upah tenaga kerja setiap tahun Rp25 000 adalah sebesar Rp 6.53 miliar atau Rp 0.6 miliar setiap tahun.
19
19
20
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Teoritis
Sumberdaya lahan menjadi asset penting bagi pembangunan dan memiliki fungsi luas dalam kebutuhan manusia.
Segala
kegiatan
perekonomian
membutuhkan lahan sebagai input tetap utama pada aktivitas produksi komoditas pertanian maupun non-pertanian. Namun semakin tinggi permintaan kebutuhan lahan untuk aktivitas manusia maka akan semakin membatasi penggunaan lahan yang tersedia. Ketersediaan lahan yang terbatas ini akan memacu peningkatan harga lahan sehingga terjadi persaingan kepentingan dalam penggunaan lahan. Meningkatnya harga lahan akan mempengaruhi biaya produksi dan opportunity cost pada sektor pertanian karena harga lahan menentukan penggunaan lahan dengan kemampuan untuk membayar lahan yang akan digunakan. Pada lahan yang awalnya berupa lahan pertanian kini menjadi lahan yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan menarik para investor untuk mengubah penggunaannya menjadi sektor non pertanian sehingga jumlah lahan pertanian mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Persaingan dalam penggunaan lahan tersebut ditentukan oleh besarnya nilai sewa ekonomi lahan (land rent). Nilai sewa ekonomi lahan akan berbeda-beda pada setiap wilayah tergantung pada penggunaan lahan tersebut. Land rent merupakan salah satu konsep yang penting untuk dipelajari menurut ilmu ekonomi sumberdaya lahan. Menurut Thalib (1998), sewa ekonomi lahan adalah keuntungan dari faktor produksi lahan yang merupakan selisih dari pendapatan minimumnya dalam suatu sistem produksi. Sedangkan menurut Barlowe (1978) yang mendefinisikan land rent sebagai nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Nilai land rent diperoleh dari total produksi yang dikurangi oleh biaya produksi pada suatu petak lahan.
21
MC Biaya Produksi MR=AR
N P
R
AC
S
Biaya Produksi
L
M
Sumber: Barlowe, 1978
Output
Gambar 1 Land Rent Sebagai Sisa Surplus Ekonomi Setelah Biaya Produksi Dikeluarkan Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa land rent diperoleh dari LMRN-LMSP=NPSR dimana LMRN merupakan nilai total produksi yang dihasilkan dan LMSP adalah biaya produksi. Selain itu land rent juga dipengaruhi oleh lokasi penggunaan lahan. Semakin dekat lokasi lahan dari pusat pemerintahan maupun pusat kegiatan (industri atau aksesibilitas) maka lahan tersebut akan semakin besar nilai sewa ekonomi lahannya. Adapun di beberapa daerah menggunakan zonasi sebagai penentuan nilai sewa ekonomi lahan. Pada dasarnya penentuan zonasi juga ditentukan oleh lokasi penggunaan lahan. Nilai sewa ekonomi lahan pada zona 1 biasanya memiliki nilai yang besar karena berada di dekat pusat kegiatan. Pada zona selanjutnya akan semakin rendah nilainya karena semakin menjauhi pusat kegiatan dan keramaian. Hal ini disebabkan oleh semakin jauh jarak dari pusat kegiatan maka akan semakin membutuhkan biaya transportasi untuk mencapai pusat kegiatan tersebut. 3.2
Kerangka Operasional
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena dibutuhkan dalam setiap kegiatan pertanian, industri, pemukiman, sarana publik, rekreasi, perdagangan, maupun dalam aktivitas pembangunan kota. Perlu adanya perencanaan dan arah kebijakan yang tepat agar dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara optimal demi
22
terwujudnya pembangunan kota sehingga tercipta kesejahteraan dengan meningkatnya perekonomian. Ketimpangan akan terjadi ketika pembangunan tidak menjalankan perencanaan sebagaimana mestinya dan tanpa kebijakan yang pasti karena pada sektor pertanian akan menjadi bagian yang tersisihkan ketika terjadi pembangunan kota. Pembangunan yang tidak disertai dengan arah kebijakan yang pasti akan mengancam keberadaan lahan pertanian yang semakin beralih fungsi menjadi sektor non pertanian guna menunjang peningkatan perekonomian suatu kota atau daerah. Perkembangan pemanfaatan lahan pada sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekonomi rendah. Pada wilayahwilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk sehingga menuntut pemerintah kota atau daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian cenderung untuk berkembang di wilayah ini. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian ini disebabkan oleh beberapa faktorfaktor baik secara makro maupun mikro. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat wilayah atau secara makro disebabkan oleh bertambah luasnya bangunan, meningkatnya laju PDRB non pertanian, pertumbuhan panjang aspal, maupun meningkatnya jumlah industri. Selain itu faktor yang mempengaruhi pada tingkat petani atau secara mikro yakni luas lahan yang dimiliki petani, harga lahan, hasil panen, tingkat pendidikan, harga benih, lama menetap, dan pengalaman bertani. Secara tidak langsung faktor makro maupun faktor mikro yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan ini saling terkait satu sama lain sehingga perlu adanya kebijakan secara keseluruhan yang dapat memberikan solusi serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi akibat adanya alih fungsi lahan pertanian. Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian semakin tergeserkan sehingga jumlah produksi padi mengalami penurunan dan berimbas pada krisis pangan pada makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Krisis pangan
23
yang terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian ini akan mengurangi hasil produksi petani sehingga meningkatkan impor bahan pangan dari negara lain, kenaikan harga pangan dalam negeri, dan juga mengurangi pendapatan bagi petani. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya kelaparan dan meningkatkan kemiskinan di tengah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah. Dampak lain yang merugikan petani yakni perubahan kepemilikan terhadap lahan. Petani yang awal mulanya merupakan pemilik lahan, perlahan-lahan hanya menjadi penggarap lahan milik orang lain, buruh tani, ataupun beralih pekerjaan lain. Berkurangnya produksi pertanian dan hilangnya nilai produksi juga berdampak kepada pemenuhan konsumsi penduduk. Skema pengaruh harga lahan terhadap laju alih fungsi lahan beserta faktorfaktor yang mempengaruhinya dan juga dampak yang terjadi terhadap produksi padi ditampilkan secara sederhana dalam Gambar 2.
24
Sumberdaya Lahan Pembangunan Kota
Pertumbuhan Penduduk
Kebutuhan Lahan
Non Pertanian
Pertanian
Alih Fungsi Lahan
Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dampak Ekonomi Pertanian
Makro
Mikro
Penurunan Jumlah Produksi Padi
Regresi Linier
Regresi Logistik
Estimasi Dampak Produksi
Rekomendasi Kebijakan Gambar 2. Diagram Alur Pikir
25
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini secara umum dilakukan di Kota Depok. Pemilihan Kota Depok sebagai lokasi Penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Dasar pertimbangan pemilihan Kota Depok sebagai daerah untuk pengambilan data penelitian karena kota ini ditetapkan sebagai penyangga DKI Jakarta menurut rencana wilayah dan tata ruang yang menjadikan kota ini sebagai kota pusat pemukiman, kota perdagangan, serta kota pendidikan. Hal ini mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan menjadi pemukiman maupun pertokoan. Kota Depok ini memiliki perkembangan pembangunan kota yang cukup pesat dikarenakan wilayahnya yang strategis sehingga laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat setiap tahunnya, akibat natalitas maupun migrasi yang mempengaruhi tata guna lahan. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Limo. Dasar penentuan pengambilan sampel karena kecamatan tersebut termasuk salah satu kecamatan yang terjadi alih fungsi pertanian menjadi pemukiman. Selain itu saat ini lahan pertanian di Kecamatan Limo termasuk daerah yang akan dibebaskan lahannya dan dijadikan jalan tol dalam beberapa tahun kedepan. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan selama bulan April hingga Mei 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pemilik lahan baik melalui kuesioner maupun wawancara secara mendalam. Data primer meliputi
data
mengenai
faktor-faktor
yang
menjadi
alasan
petani
mengalihfungsikan lahannya, dampak alih fungsi pertanian terhadap petani, serta data lainnya yang digunakan dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari BPS Kota Depok, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, BPP Kota Depok, Kecamatan Limo dan dinas-dinas terkait lainnya. Data sekunder digunakan untuk mengetahui laju konversi lahan
26
dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di tingkat wilayah. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series dari tahun 2001-2012, meliputi data luas lahan wilayah, luas sawah, produktivitas pertanian, jumlah penduduk, pertumbuhan panjang jalan aspal, pertumbuhan PDRB, jumlah industri serta data-data lain yang di anggap mendukung dalam menjawab pertanyaan penelitian yang diperoleh dari pemerintah dan aparat di Kota Depok. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan kepada petani pemilik lahan sekaligus penggarap yang mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan dilakukan secara snowball sampling atau penarikan sampel bola salju yang merupakan bentuk dari non probability sampling method. Metode ini dipilih karena jumlah populasi maupun anggota populasi yang akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Cara pengambilan sampel dengan
metode
ini
dilakukan
dengan
mencari
sampel
pertama
dan
mewawancarainya. Setelah itu peneliti juga mencari informasi kepada sampel pertama tersebut tentang sampel selanjutnya yang akan diwawancarai sesuai dengan kriteria yang diinginkan, dan begitu seterusnya. Responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik lahan sekaligus penggarap yang pernah mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan. Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara mendalam dengan bantuan kuesioner kepada responden. Responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang. Penetapan sampel ini didasarkan pada pendapat Gujarati (2006) yang menyatakan bahwa rata-rata sampel dari besaran sampel yang terdiri dari sekurang-kurangnya 30 responden akan mendekati normal. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel yang mudah dipahami dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang akan dilakukan dapat dilihat dalam tabel 3 di bawah ini:
27
No 1 2
3
4
Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data Tujuan Penelitian Sumber Data Mengidentifikasi laju alih fungsi lahan di Kota Depok Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah Kota Depok Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat petani
Data sekunder Data Sekunder
Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Mengestimasi dampak terjadinya Data primer alih fungsi lahan pertanian. (wawancara menggunakan kuesioner) Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis
Metode Analisis Data Persamaan laju alih fungsi lahan Analisis regresi linier berganda
Analisis regresi logistik Analisis estimasi produksi dan nilai produksi secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan melalui program Microsoft Office Excel 2007, Statistical Program and Service Solution 20 , dan Eviews 7. 4.4.1 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan Dalam menentukan laju alih fungsi lahan, dibutuhkan identifikasi wilayah yang berupa luas lahan sawah per tahunnya. Setelah itu menentukan tahun awal terjadinya alih fungsi lahan dengan adanya perubahan luasan saat sebelum hingga sesudah terjadinya alih fungsi lahan. Selanjutnya, mengkalkulasi perbandingan luasan lahan per tahun sehingga bisa terlihat perbandingan luas lahan sebelum terjadi alih fungsi lahan hingga terjadinya alih fungsi lahan. Laju alih fungsi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju alih fungsi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009) dalam Astuti (2011). Dalam penelitian ini, laju alih fungsi lahan hanya menggunakan perhitungan laju alih fungsi lahan secara parsial. Analisis dengan persamaan ini dapat melihat persentase laju konversi lahan yang terjadi di Kota Depok setiap tahunnya dari tahun 2001 hingga 2012. Laju konversi lahan tertinggi selama 12 tahun dapat dilihat dengan menggunakan metode seperti ini.
28
Laju konversi parsial:
V=
x 100% ....................................................................................(4.1)
dimana: V
= Laju konversi lahan (%)
Lt
= Luas lahan saat ini/ tahun ke-t (ha)
Lt-1
= Luas lahan tahun sebelumnya (ha) 4.4.2 Analisis Linier Berganda Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh alih
fungsi lahan adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Analisis regresi adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel peubah bebas atau independent (X) dengan variabel peubah tak bebas atau dependent (Y). Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat konversi lahan di tingkat wilayah adalah : 1.
Luas Bangunan (X1) Luas bangunan merupakan jumlah luasan bangunan per hektar. Sebagian besar alih fungsi lahan pertanian diubah menjadi bangunan-bangunan baik dalam bentuk pemukiman, industri, maupun sarana prasarana lainnya. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan menambah permintaan akan tempat tinggal. Hal ini akan mendorong peningkatan luasan bangunan untuk pemukiman sehingga menurunkan luasan lahan pertanian.
2.
PDRB non pertanian (X2) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non pertanian merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi pada sektor di luar pertanian. Semakin besar pertumbuhan ekonomi pada sektor non pertanian suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke arah sektor jasa, perdagangan, manufaktur, dan sektor non pertanian lainnya. Sehingga penggunaan lahan pun akan tergeser dari lahan untuk pertanian menjadi non pertanian.
29
3.
Perubahan Panjang Jalan Aspal (X3) Meningkatnya luasan panjang aspal pada suatu wilayah merupakan salah satu cara untuk meningkatkatkan aksesibilitas. Dengan meningkatnya perubahan panjang aspal, diduga akan meningkatkan penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan. Persamaan model regresi linier berganda antara peubah – peubah diatas
dapat dirumuskan sebagai berikut : Ln Y= α + Ln (β1X1) + Ln(β2X2) + Ln(β3X3) + ε ...............................................(4.2) Tanda yang diharapkan : βi > 0 Dimana : Y
= Penurunan lahan pertanian akibat konversi lahan
α
= Intersep
Xi
= Faktor – faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan
βi
= Koefisien regresi
ε
= Error Term Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu
prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini. Prediksi dalam hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati kebenaran. Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda. Sifat hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat. Metode regresi linier berganda memiliki beberapa asumsi. Asumsi model regresi dikaitkan dengan pengujian parameter model dimana pengujian dikatakan sah jika asumsi pengujian dipenuhi. Asumsi tersebut menyangkut sifat dari distribusi residual. Residual harus menyebar di sekitar 0, memiliki varians konstan
30
(identik) dan independen (tidak berkorelasi satu sama lain). Salah satu syarat untuk mencapai ini yaitu data tidak bersifat time series. Regresi linier berganda dibutuhkan kondisi antar variabel X tidak saling berkorelasi (independent). Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Menurut Sutandi (2009), model yang baik haruslah memenuhi beberapa uji asumsi pelanggaran, seperti: 1.
Kriteria Ekonomi Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi akan dilihat tanda dan besaran tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi, namun, apabila kriteria tersebut tidak memenuhi standar ekonomi maka model tersebut tidak dapat dikatakan baik secara ekonomi.
2.
Kriteria Statistik dan Ekonometrika Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah pada model tersebut residual terdistribusi normal atau tidak. Model yang baik harus mempunyai residual yang terdistribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah dengan membuat histrogram normalitas. Nilai probality yang lebih besar dari taraf nyata α = 10% menandakan residual terdistribusi secara normal. b. Uji Multikolinieritas Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini berarti bebas uji asumsi
31
pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran. c. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah Homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi Homoskedastisitas adalah Heteroskedastisitas. Masalah Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan variabelvariabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji gletser lebih besar dari α =10% maka tidak terdapat Heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi. Selain itu, cara mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Uji ini dilakukan dengan meregresikan residual dengan lag residual dan semua regresor. Dari hasil regresi tersebut akan diperoleh koefisien determinasi (Prob. Chi-Square) untuk mengetahui autokorelasi. Jika nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 10% maka tidak ada permasalahan autokorelasi. 4.4.3 Analisis Regresi Logistik Analisis regresi logistik digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan sawah. Menurut Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam parameter maupun dalam variabel. Juanda (2009), memaparkan bahwa model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut …………………...…..(4.3)
32
Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....). Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi : ……………………………………………………..…………..(4.4) Peubah (Pi / 1 - Pi ) dalam persamaan 4.4 diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML). Dengan persamaan logaritma natural, maka : …………………………………………..(4.5) Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut : …………….(4.6) Dimana: Z
= Peluang tidak konversi lahan (0) dan konversi lahan (1)
α
= Intersep
Xi
= Faktor –faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan
βi
= Koefisien regresi
ε
= Error Term Faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi lahan
adalah: 1.
Luas Lahan (ha) Luas lahan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Hal ini akan mempengaruhi penghasilan petani dan berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk melakukan alih fungsi atau tidak terhadap lahan sawahnya. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, diduga petani cenderung menjual lahannya.
2.
Lama Bertani (tahun) Semakin lama pengalaman bertani pada seorang petani, maka keahlian dalam bertani akan semakin tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi petani dengan cenderung mempertahankan lahannya.
33
3.
Hasil Panen (ton/ha) Semakin tinggi hasil panen akan memberikan tingkat pengembalian yang besar, sehingga akan mendorong petani untuk mempertahankan lahannya. Dengan mempertahankan lahannya, diharapkan petani akan mendapat pengasilan yang besar sehingga terjadi penurunan alih fungsi lahan.
4.
Lama Menetap (tahun) Semakin lama petani tinggal di suatu wilayah, maka petani akan cenderung mempertahankan lahannya.
5.
Jumlah Tanggungan (Jiwa) Semakin banyak jumlah tanggungan anggota keluarga petani, maka akan semakin banyak pula kebutuhan yang harus ditanggapi. Hal ini mempengaruhi petani dalam membuat keputusan sehingga tekanan untuk melakukan alih fungsi lahan akan meningkat. Petani cenderung melakukan alih fungsi lahan untuk mencukupi kebutuhannya. Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan
pengujian untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang dilakukan dengan menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing – masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.
Odds Ratio Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadinya sukses (y=1) terhadap peluang kejadian terjadinya gagal (y=0) (Nachrowi et all ,2002). Pada dasarnya odds ratio digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat dalam model logit. Odds ratio dapat didefinisikan sebagai berikut :
dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa
(Z=1) dan 1-P menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa. 2.
Likelihood Ratio Likelihood Ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum yang digunakan untuk menguji peranan variabel secara serentak (Hosmer dan Lemeshow 2002). Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai Likelihood Ratio adalah Uji G dengan rumus seperti:
34
……………………………….………………………….(4.7) Dimana l0 merupakan nilai likelihood tanpa variabel penjelas dan li merupakan nilai likelihood model penuh. Statistik uji G akan mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G > chi-square maka H0 ditolak. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada βj ≠ 0, dengan pengertian lain, model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. 4.4.4 Analisis Estimasi Dampak Produksi Kerugian yang timbul dari alih fungsi lahan pertanian diantaranya berupa hilangnya peluang memproduksi dan pendapatan usaha tani yang seharusnya dapat tercipta dari lahan sawah yang hilang. Dalam penelitian ini, diasumsikan satu tahun produksi mempunyai pola tanam dua kali dan asumsi selanjutnya adalah produktivitas seluruh jenis irigasi dan masa tanam yang sama dalam satu tahun. Menurut Utama (2006), nilai produksi sawah yang hilang dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
dimana: NQ
= Nilai produksi padi sawah yang hilang (Rp/ton)
Pt
= Harga komoditi padi sawah yang ditanam (Rp)
Qt
= Produksi padi sawah yang hilang per tahun (ton/tahun)
t
= Tahun data (tahun)
dimana: Qi
= Produksi padi sawah yang hilang per tahun (ton/tahun)
dimana: Si
= Luas lahan sawah yang terkonversi (ha)
Hi
= Produktifitas usaha tani padi sawah per tahun (ton/ha) .
35
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Depok Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6º 19’00’’-6º 28’00’’ Lintang Selatan dan 106º43’00’’ - 106º55’30’’ Bujur Timur. Bentang alam Depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah-perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50–140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya yang landai kurang dari 15 persen dengan ketinggian 717 m dpl. Kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kota Depok berupa tanah alluvial dan latosol. Temperatur suhu wilayah rata-rata 24.3° C - 33° C dan kelembaban udara rata-rata 82 %. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Depok, wilayah ini termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau bulan April – September dan musim penghujan antara bulan Oktober – Maret. Kondisi iklim di daerah Depok relatif sama yang ditandai oleh perbedaan curah hujan yang cukup kecil. Curah hujan di Kota Depok terdiri dari: 1.
1500 – 2000 mm/thn, terjadi di bagian utara wilayah Kota Depok
2.
2000 – 2500 mm/thn, terjadi di bagian utara wilayah Kota Depok
3.
2500 – 3000 mm/thn, terjadi di bagian tengah wilayah Kota Depok
4.
3000 – 3500 mm/thn, terjadi di wilayah selatan – timur Kota Depok Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi.
Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong gede Kabupaten Bogor.
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung sindur Kabupaten Bogor.
36
Sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, Kota Depok mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 km² yang di sekitarnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169.68 Ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar. Tabel 4 Data Penggunaan Lahan di Kota Depok Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Penggunaan Lahan Industri Instalasi Pemerintah Kawasan Militer Kebun Campuran Kolam Kuburan Lapangan Pendidikan Tinggi Perdagangan dan Jasa Perkantoran dan Jasa Permukiman Swadaya Permukiman Terstruktur Sawah Lain-lain Jumlah
Luas (ha) 514.79 236.84 159.52 7312.20 276.45 104.30 1705.82 198.06 201.56 11.32 5375.56 1833.58 19617.59 411.41 20.029,00
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok (2009)
Berdasarkan data penggunaan lahan tersebut dapat dilihat bahwa Kota Depok didominasi oleh penggunaan sawah seluas 19 617.59 Ha atau sekitar 97.95% dari total luas wilayah, selan itu juga masih banyak terdapat kebun campuran yang luasannya mencapai 7312.20 Ha atau sekitar 36.51% dari total luas wilayah. Permukiman swadaya juga cukup berkembang hasil analisis dan perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan dominan ruang di Kota Depok di dominasi oleh lahan terbangun yaitu sebesar 10461.99 ha atau sekitar 52.30 % dari luas wilayah Kota Depok. Dari penggunaan lahan terbangun yang paling besar digunakan untuk pemanfaatan lahan permukiman dengan nilai luas lahan sebesar 9540.64 ha atau sebesar 48.57% dari luas lahan Kota Depok. Kawasan Permukiman yang terdapat di Kota Depok meliputi kawasan permukiman terstruktur/teratur yang biasa di bangun oleh pengembang atau deplover dan kawasan perumahan non struktur atau disebut juga kawasan permukiman perkampungan dan umumnya di bangun secara perorangan.
37
Menurut Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor 135/SK.DPRD/03/1994 tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 7 Juli 1997 Nomor 135/Kep.Dewan 06/DPRD/1997 tentang Persetujuan Atas Pembentukan Kotamadya Dati II Depok dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat ditetapkan dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, tuntutan masyarakat akan pelayanan prima dari pemerintah dan volume kegiatan penyelenggaraan pemerintahan pada akhir tahun 2009 Kota Depok pemekaran wilayah kecamatan yang semula 6 kecamatan menjadi 11 kecamatan. Adapun pemekaran ini dituangkan dalam Perda Kota depok No. 8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009. Wilayah yang mengalami pemekaran ada 5 kecamatan terdiri atas Kecamatan Tapos merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Bojongsari pemekaran dari Kecamatan Sawangan, Kecamatan Cilodong pemekaran dari Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cipayung pemekaran dari kecamatan Pancoranmas dan Kecamatan Cinere pemekaran dari kecamatan Limo. Dengan demikian Kota Depok memiliki 11 kecamatan, 63 kelurahan, 871 Rukun warga (RW) dan 4856 Rukun Tetangga (RT).
38
Jumlah Penduduk di Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 961 876 jiwa dan penduduk perempuan 936 691 jiwa. Saat ini sebagian besar penduduk bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Mata pencaharian penduduk Kota Depok dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Mata Pencaharian Penduduk Kota Depok tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah (jiwa)
Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Perburuan Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas, dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi
8
Lembaga keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
9
Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan Total
Presentase(%)
32 020
1.90
6 381 211 370 8 446 105 846 602 693 116 118
0.38 12.54 0.50 6.28 35.75 6.89
123 577
7.33
479 567 1 686 018
28.44 100.00
Sumber: Sakernas (2011) 5.2 Gambaran Umum Kecamatan Limo Kecamatan Limo merupakan salah satu kecamatan dari 11 kecamatan yang ada di Kota Depok. Secara umum topografi wilayah Kecamatan Limo Kota Depok merupakan dataran rendah dengan elevansi sekitar 50 mdpl. Kemiringan lereng antara 8-15% (lereng landai) yang sesuai untuk pengembangan perkotaan dan pertanian. Suhu rata-rata di Kecamatan Limo berkisar antara 28-30 derajat celcius dengan curah hujan rata-rata 225 mm/th. Letak geografis wilayah Kecamatan Limo berada di sebelah utara Kota Depok dengan batas-batas sebagai berikut: •
Sebelah Utara
: Kecamatan Cinere
•
Sebelah Selatan
: Kecamatan Pancoran Mas
•
Sebelah Timur
: Daerah Khusus Ibu kota Jakarta dan Kecamatan Beji
•
Sebelah Barat
: Kabupaten Tangerang dan Kecamatan Sawangan
39
Luas wilayah Kecamatan Limo adalah sebesar 1448 hektar yang terdiri dari lahan sawah seluas 100.2 hektar ( sawah irigasi teknis sebesar 31 ha, sawah irigasi setengah teknis sebesar 46 ha, dan sawah irigasi sederhana sebesar 23.2 ha) dan lahan
kering
seluas
1314.4
hektar.
Luas
lahan
kering
terdiri
dari
pekarangan/bangunan seluas 1305.6 hektar, ladang seluas 8.8 hektar, tanah basah/empang/kolam seluas 16.4 hektar, serta tanah untuk fasilitas umum berupa kuburan seluas 17 hektar. Berdasarkan pemekaran wilayah Kecamatan di Kota Depok yang dituangkan dalam Perda Kota Depok No.8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009, Kecamatan Limo yang semula memiliki 8 Kelurahan kini menjadi empat Kelurahan yakni Kelurahan Limo, Kelurahan Meruyung, Kelurahan Grogol, dan Kelurahan Krukut. Kelurahan Cinere, Gandul, Pangkalanjati baru, serta Pangkalanjati lama bergabung kedalam Kecamatan Cinere. Jumlah penduduk keseluruhan yang berada di 85 Rukun Warga (RW) dan 404 Rukun Tetangga (RT) yang ada di Kecamatan Limo sebesar 126 490 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 48 jiwa/km². Jumlah penduduk, luas wilayah masing-masing kelurahan dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan dan Kepadatannya di Kecamatan Limo Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelurahan Meruyung Grogol Krukut Limo Cinere Gandul Pangkalanjati baru Pangkalanjati lama Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 11 724 15 617 13 341 17 810 23 582 20 967
Luas (km2) 288 450 265 526 359 289
Kepadatan (jiwa/km2) 41 35 50 34 66 73
7 027
150
47
16 422 126 490
286 2 613
57 48
Sumber: Kecamatan limo dalam angka (2009)
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Limo sebagian besar bergerak pada sektor perdagangan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
40
Tabel 7 Keadaan Penduduk di Kecamatan Limo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis mata pencaharian Petani Pemilik tanah Buruh Tani Pengusaha besar Pengrajin Industri Buruh Industri Buruh Bangunan Buruh Pertambangan Pedagang Angkutan Pegawai NS/TNI/POLRI Pensiun (PNS/ABRI)
Jumlah (jiwa) 5899 5901 9552 2448 8116 506 2662 9153 6013 4333 1182
Sumber : Kecamatan Limo
Mata pencaharian penduduk yang bergerak pada sektor pertanian cukup banyak di wilayah Kecamatan Limo dengan jumlah petani pemilik tanah sebesar 5899 jiwa dan buruh tani dengan jumlahnya lebih banyak daripada petani pemilik lahan sebesar 5901 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan lahan di Kecamatan Limo sebagian besar dimiliki oleh warga diluar Kecamatan Limo bahkan diluar Depok yakni pemilik yang berasal dari wilayah Bogor maupun Jakarta. Namun jumlah penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian ini semakin menurun setiap tahunnya akibat jumlah lahan pertanian terutama lahan sawah terus berkurang sehingga banyak penduduk yang beralih profesi. Kecamatan Limo termasuk salah satu wilayah yang terus menerus mengalami alih fungsi lahan termasuk alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.
Adanya
peningkatan
pembangunan
wilayah
setiap
tahunnya
menyebabkan maraknya alih fungsi lahan di Kecamatan Limo. Bertambahnya pemukiman penduduk serta pembangunan tol cinere-jagorawi menyebabkan peningkatan alih fungsi lahan pertanian. Sebagian besar alih fungsi lahan sawah menjadi tol yang akan dibangun berada pada Kelurahan Krukut dan Kelurahan Grogol di Kecamatan Limo. 5.3 Karakteristik Umum Responden Karakteristik responden pada penelitian ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan pada 35 orang yang termasuk dalam petani yang melakukan alih fungsi lahan sawah dan tidak melakukan alih fungsi lahan sawah. Karakteristik
41
umum tersebut terdiri dari tingkat usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama bertani, dan luas lahan yang dimiliki. 5.3.1 Tingkat Usia Tingkat pengalaman
usia
menggambarkan
dalam
menentukan
perilaku
keputusan.
kemampuan Semakin
bekerja
tua
dan
seseorang
menggambarkan kemampuan tubuhnya semakin melemah dan tidak produktif lagi dalam bekerja. Tingkat usia responden yang melakukan alih fungsi lahan sawah dan yang tidak melakukan alih fungsi sawah dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber: Data Primer (diolah) Gambar 3. Tingkat Usia Responden Berdasarkan gambar diatas diperoleh bahwa sebagian besar responden yang melakukan alih fungsi lahan adalah petani dengan sebaran usia lebih dari 61 tahun sebesar 42 persen dan pada usia antara 51 – 60 tahun sebesar 38 persen. Sisanya adalah responden yang memiliki usia 50 tahun ke bawah. Sedangkan petani yang tidak melakukan alih fungsi lahan sebagian besar berusia 30 – 40 tahun dengan persentase sebesar 37 persen.dan sebaran usia 51 – 60 tahun sebesar 27 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar petani yang melakukan alih fungsi lahan sawah memiliki usia cukup tua jika dibandingkan dengan besarnya petani yang tidak melakukan alih fungsi lahan sawah. Dengan demikian kegiatan bertani akan berkurang sehingga mempengaruhi petani untuk menjual lahannya dan melakukan alih fungsi lahan sawah. 5.3.2 Tingkat Pendidikan Tingkat
pendidikan
menentukan
cara
berpikir
seseorang
dalam
menentukan keputusan dan dalam bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan
42
seseorang maka akan menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan serta mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.
Sumber: Data Primer (Diolah) Gambar 4.Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa responden di Kecamatan Limo memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Responden yang melakukan alih fungsi lahan sebagian besar tidak sekolah dengan persentase 46 persen dan 33 persen tamat SD (Sekolah Dasar). Sedangkan responden yang mencapai tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SLTA(Sekolah Lanjut Tingkat Atas) masing-masing sebesar 13 persen dan 8 persen. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan sehingga selain sulit bagi mereka untuk bersekolah karena pendapatan namun di lain pihak beberapa kurang menyadari pentingnya menempuh pendidikan. Responden yang tidak melakukan alih fungsi lahan, tingkat pendidikan tertinggi juga tidak bersekolah sebesar 55 persen dan tamat SD sebesar 27 persen. Sisanya tamat SLTA sebesar 18 persen. 5.3.3 Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan menentukan sesorang dalam mengambil keputusan karena dengan semakin banyaknya tanggungan yang dimiliki berarti semakin mempengaruhi petani untuk mendapatkan pendapatan yang lebih banyak dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Salah satu cara yakni melakukan
43
alih fungsi lahan atau dengan mejual lahannya kepada investor apabila penghasilannya sebagai petani tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Sumber: Data Primer (Diolah) Gambar 5. Jumlah Tanggungan Responden Berdasarkan gambar di atas responden dalam penelitian ini memiliki tanggungan jiwa dalam keluarga dengan jumlah besar. Sebanyak 38 persen responden yang melakukan alih fungsi lahan memiliki jumlah tanggungan lebih dari 5 orang dan 33 persen dengan jumlah tanggungan 1 – 2 orang. Sisanya memiliki jumlah tanggungan sebanyak 3 – 4 orang sebesar 29 persen. Sedangkan responden yang tidak melakukan alih fungsi paling banyak memiliki tanggungan sebesar 3 - 4 jiwa dengan persentase sebesar 5 persen dan 27 persen dengan jumlah tanggungan 1- 2 jiwa. Sisanya 18 persen memiliki tanggungan lebih dari 5 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak tanggungan yang dimiliki kepala keluarga, semakin banyak kebutuhan dalam sebuah keluarga. Sehingga semakin banyak biaya yang ditanggung petani, semakin mudah petani untuk menjual lahannya untuk mencukupi kebutuhannya. 5.4.4 Lama Bertani Sebagian besar petani di Kecamatan Limo sudah menjadi petani dari kecil dan pekerjaan petani dilakukan secara turun temurun. Lama bertani menunjukkan seberapa lama petani telah melakukan kegiatan pertanian.
44
Sumber: Data Primer (Diolah) Gambar 6. Pengalaman Bertani Responden Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa pada responden yang melakukan alih fungsi lahan sawah sebagian besar telah melakukan kegiatan bertani selama lebih dari 41 tahun sebanyak 50 persen dan bertani selama 31 – 40 tahun sebanyak 29 persen. Sisanya 13 persen dan 8 persen telah melakukan kegiatan bertani selama 21 – 30 tahun dan 10 – 20 tahun. Sedangkan pada responden yang tidak melakukan alih fungsi lahan sebagian besar ( 37 persen) telah melakukan kegiatan bertani selama 10 – 20 tahun dan selama 31 – 40 tahun sebanyak 36 persen. Kegiatan bertani ini telah mereka lakukan dari usia muda untuk ikut membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Sebagian besar petani di Kecamatan Limo melakukan kegiatan bertani utamanya untuk konsumsi seharihari. 5.4.5 Luas Lahan Sawah Luas lahan sawah yang dimiliki oleh petani yang melakukan alih fungsi lahan dan yang tidak melakukan alih fungsi lahan umumnya bervariasi. Kisaran luas yang dimiliki dari 0.1 hektar hingga 4 hektar dengan rata-rata kepemilikan seluas 0.95 hektar. Dari luas lahan tersebut sebagian besar dialihfungsikan, sisanya digarap oleh petani yang awalnya memiliki lahan sawah tersebut setelah dijual kepada investor atau pengembang.
45
Sumber: Data Primer (Diolah) Gambar 7. Luas Lahan Sawah Responden Berdasarkan gambar diatas luas lahan yang menjadi milik petani sebelum melakukan alih fungsi tergolong tinggi. Responden yang melakukan alih fungsi memiliki luas lahan lebih dari 0.6 hektar sebesar 83 persen dan sisanya memiliki luas lahan sebesar 0.3 – 0.5 hektar engan persentase 17 persen. Dengan memiliki lahan yang luas, menyebabkan petani leluasa untuk menjual lahannya dan melakukan alih fungsi lahan. Sedangkan bagi responden yang tidak melakukan alih fungsi cenderung memiliki luas lahan yang rendah sekitar 0.1 – 0.2 dengan persentase sebanyak 4 persen dan 36 persennya seluas 0.3 – 0.5 hektar. Sementara lebih dari 0.6 hekar hanya dimiliki oleh 18 persen responden.
46
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kota Depok Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kota Depok hampir terjadi setiap tahun. Alih fungsi lahan ini terutama terjadi pada lahan sawah yang beralih fungsi penggunaannya menjadi pemukiman, pertokoan, maupun sarana prasarana seperti jalan tol, dll. Laju alih fungsi lahan dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Sumber: Dinas Pertanian Kota Depok 2012 (diolah) Gambar 8. Laju Luasan Sawah di Kota Depok Tahun 2001 – 2012 Gambar 8 menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan jumlah luasan sawah di Kota Depok. Laju luasan sawah berfluktuatif dari tahun ke tahun. Selama periode 2001-2012 laju luasan sawah relatif menurun, sedangkan pada tahun 2006 mengalami peningkatan luasan sawah meskipun jumlah penambahan lahan sawah tidak seberapa besar jika dibandingkan penurunan luasannya. Menurut Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, luasan sawah yang bertambah pada tahun 2006 bukanlah hasil dari pencetakan sawah baru. Luasan yang bertambah sebesar 50 hektar di Kota Depok merupakan penemuan lahan yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan terdata pada tahun 2006. Hingga saat ini Dinas Pertanian dan
47
Perikanan Kota Depok sedang merencanakan pembelian lahan baru yang kelak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan juga merencanakan LP2B yakni Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kondisi pertanian di wilayah Kota Depok. Penurunan luasan lahan sawah paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 369.53 hektar. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut terjadi pembebasan lahan untuk pemukiman secara meluas di beberapa wilayah Depok. Secara umum pada sebelas tahun terakhir terjadi penurunan luas lahan sebesar 815 hektar atau sekitar 74.09 hektar per tahun. Dengan adanya alih fungsi lahan tersebut, Luas lahan sawah di Kota Depok berubah dari 1332 hektar pada tahun 2001 menjadi 517 hektar pada tahun 2012. Laju penyusutan luas lahan sawah selanjutnya bisa dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8 Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Depok Tahun 2001- 2012
Tahun
Luas Sawah (ha)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Luas Sawah Terkonversi (ha)
1332.00 1332.00 1287.00 1287.00 917.47 972.10 972.50 972.00 932.00 932.00 805.00 517.00 Total rata-rata
0 45 0 370 (55) (0.4) 1 40 0 127 288 815 74
Laju Penyusutan Luas Sawah (%) 0.00 -0.03 0.00 -0.29 0.06 0.00 0.00 -0.04 0.00 -0.14 -0.36 -0.80 -0.07
Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok (diolah)
Pada tabel tersebut nilai laju penyusutan luas sawah yang bertanda negatif menunjukkan bahwa terjadi penyusutan lahan sawah akibat alih fungsi lahan. Nilai positif menggambarkan adanya lahan yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah baru pada tahun tersebut. Laju penyusutan lahan sawah di Kota Depok bisa dikatakan cukup besar, yaitu dengan total sekitar -0.80 persen atau sebesar 815
48
hektar. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama sebelas tahun terakhir lahan sawah di Kota Depok telah mengalami penyusutan sebesar 0.80 persen atau sebesar 815 hektar. Penyusutan luas lahan sawah sudah dimulai pada tahun 2003 dimana lahan berkurang sebesar 45 hektar atau mengalami penyusutan sebesar 0.03 persen dari 1332 hektar lahan sawah menjadi 1287 hektar. Pada tahun 2005 terjadi alih fungsi sawah terbesar dengan luas lahan sebesar 370 hektar dari luas lahan sebesar 1287 hektar menjadi 917.47 hektar atau terjadi penyusutan luas lahan sebesar 0.29 persen. Peningkatan jumlah luasan sawah di Kota Depok bertambah sebesar 55 hektar pada tahun 2006. Lahan tersebut meningkat 0.06 persen dari tahun sebelumnya dimana sebelumnya memiliki luas 917.47 hektar menjadi 972.10 hektar. Pada tahun 2007 juga terjadi penambahan luas sawah sebesar 0.4 hektar. Secara keseluruhan dari tahun 2001 hingga 2012 terjadi penyusutan luas lahan sawah di Kota Depok dengan rata-rata sebesar -0.07 persen atau sebesar 74 hektar. Penurunan luasan sawah membuktikan bahwa terjadinya pembangunan di sektor non pertanian yang dilakukan pada lahan sawah produktif. Sebagian besar lahan yang dialihfungsikan dijadikan sebagai perumahan atau pemukiman penduduk. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No 5 Tahun 1974 bahwa lokasi pembangunan kompleks perumahan oleh perusahaan sedapat mungkin menghindari lahan pertanian subur dan mengutamakan tanah yang kurang produktif. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur maupun Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan belum bisa mengatasi permasalahan yang ada saat ini. Peraturan dan undang-undang tersebut belum diaplikasikan
secara
optimal
oleh
pemerintah
kota
setempat.
Dalam
mengimplementasikan kebijakan dan peraturan sepertinya pemerintah memiliki banyak kendala dimana satu sisi perlu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kota untuk mencukupi kebutuhan penduduk dalam sektor pemukiman, perdagangan, maupun jasa. Namun di satu sisi lain pemerintah harus tetap mempertahankan lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk.
49
Dalam proses alih fungsi lahan sawah di Kota Depok sering kali terjadi ketimpangan kepentingan oleh beberapa aktor-aktor terkait, yaitu pemerintah, petani, pengembang atau investor. Pemerintah sebagai pemberi izin yang memberikan izin terhadap pembangunan sesuai dengan peraturan yang ada terkait tata ruang wilayah. Petani sebagai pemilik lahan sebagian besar merasa dirugikan akibat adanya perubahan penggunaan lahan dan pengembang atau investor menjadi pihak yang diuntungkan dengan adanya pembangunan pemukiman. Adanya bujukan dari pihak-pihak tertentu yang memaksa petani untuk menjual lahannya ataupun terdapat perlakuan kecurangan dari beberapa pihak tersebut yang diam-diam merusak fasilitas penunjang kegiatan bertani agar petani merasa rugi terus menerus dalam bertani dan akhirnya menjual lahan sawahnya. Adanya keterpaksaan inilah yang pada akhirnya merugikan petani. Saat ini sebagian besar lahan sawah di Kota Depok dimiliki oleh pihak swasta dan pihak yang berada diluar wilayah Depok. Akan tetapi masih banyak lahan belum mengalami pembangunan menjadi perumahan, dll. Lahan tersebut tetap dibiarkan oleh pemiliknya untuk digarap oleh petani dengan syarat bagi hasil. Penetapan sistem bagi hasil ini dilakukan secara kekeluargaan sehingga beberapa petani tidak merasa kerugian seutuhnya karena masih dapat menggarap lahan yang tadinya sudah dijual kepada pihak swasta. Namun suatu saat lahan tersebut akan dibangun menjadi perumahan dan disaat itu pula petani berhenti untuk menggarap lahan tersebut dan mencari lahan baru atau kehilangan pekerjaan. Akan dibangunnya jalan tol Antasari-Cijago, menambah pengurangan lahan sawah di Kota Depok. Sampai saat ini sekitar 50 hektar lahan akan dijadikan jalur tol tersebut dan sekitar 8 hektar diantaranya merupakan lahan sawah. Wilayah Kecamatan Limo menjadi salah satu pusat pembangunan jalan tol dimana Kelurahan Krukut, Limo dan Grogol termasuk diantaranya. Kelurahan Krukut direncanakan menjadi perputaran jalan sehingga membutuhkan pembebasan lahan yang banyak di daerah tersebut dalam pembangunan jalan tol. Hal ini diprediksi ke depannya akan semakin mengurangi luasan lahan sawah di Kota depok jika pemerintah tidak segera menetapkan luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
50
Dengan semakin mudahnya jalur transportasi di Kota Depok memicu banyak investor untuk berinvestasi di bidang property. 6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah Alih fungsi lahan pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor yang mempengaruhi alih fungsi pertanian yang terjadi di Kota Depok berasal dari faktor makro dan juga faktor mikro. Faktor makro merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah, dalam penelitian ini di Kota Depok. Faktor mikro merupakan faktor-faktor alih fungsi lahan pertanian yang disebabkan oleh keputusan petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi dalam skala makro di tingkat wilayah adalah luas bangunan, PDRB non pertanian, dan panjang aspal. Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah menggunakan analisis regresi linear berganda. Data yang digunakan dalam menentukan model tersebut merupakan data time series tahun 2001 – 2012. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian (pemukiman, industri, dan sarana prasarana lainnya) dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini: Tabel 9 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah Variable Luas Bangunan PDRB Non Pertanian Panjang Aspal Intersep
Coefficient
Std. Error
-0.809538
t-Statistic
Prob.
VIF
0.361049
-2.242185
0.0552*)
1.262481
-0.511389
0.07585
-6.742073
0.0001*)
1.190605
0.195839
0.171448
1.142262
0.2864
1.154679
8.733347
2.124867
4.110068
0.0034
0.850518
F-statistic
15.17278
Adjusted R-squared
0.794463
Log likelihood
20.68808
Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat
0.001153 1.512855
R-squared
Sumber: Badan Pusat Statistika (diolah) Keterangan : *) nyata pada taraf 10 persen
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini baik. Berdasarkan tabel diperoleh koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0,850518. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 85.05 persen dan
51
sisanya 14.95 persen diterangkan oleh variabel lain diluar model. Nilai Adjusted R-square yang diperoleh sebesar 79.45 persen. Nilai peluang uji F (Prob Fstatistic) yang diperoleh sebesar 0.0011 atau sebesar 0.11 persen, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen. Hal tersebut memiliki arti bahwa dari hasil estimasi regresi minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Probabilitas setiap variabel independen dapat digunakan untuk melihat signifikan atau tidaknya pengaruh setiap variabel independen tersebut terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel variabel-variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah yakni luas bangunan dan PDRB non pertanian. Variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata pada taraf α= 10 persen. Sedangkan variabel Perubahan panjang aspal tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas sawah. Model yang dihasilkan dari regresi linear tersebut cukup baik, karena memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik, yaitu model tidak memiliki sifat multikolinearitas, normalitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Pembuktian multikolinearitas dalam model menggunakan nilai VIF dengan kriteria apabila nilai VIF yang dihasilkan dibawah 10 maka dapat disimpulkan bahwa didalam model tersebut tidak mengalami multikolinearitas. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa luas bangunan dan PDRB non pertanian memiliki nilai VIF dibawah 10 atau berkisar antara 0 sampai 5. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada variabel yang memiliki permasalahan multikolinearitas. Untuk membuktikan asumsi normalitas maka digunakan nilai probabilitas pada histogram of normality test. Dalam model ini nilai probabilitasnya sebesar 0.411904 atau 41.19 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen atau 0.10 (0.411904 > 0.10), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model ini residual menyebar secara normal atau tidak terjadi permasalahan normalitas. Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0.1651 atau sebesar 16.51 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 10 persen atau 0.10 (0.1651 > 0.10), sehingga
52
model ini tidak memiliki permasalahan autokorelasi. Pada model ini juga tidak terdapat permasalahan heterokedastisitas, karena dari hasil uji Glejser diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0.0721 atau 7.21 persen. Nilai tersebut juga lebih besar dari taraf α = 10 persen atau 0.10 (7.21 > 0.10), sehingga pada model ini tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas. Berikut adalah model hasil estimasi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tingkat wilayah: Y = 8.733347– 0.809538
X1 – 0.511389
X2 + 0.195839
X3 + ε
Berdasarkan hasil estimasi model regresi dapat dilihat bahwa koefisien luas bangunan berpengaruh negatif (-) terhadap penurunan luas lahan sawah nilai probabilitas luas lahan bangunan 0.0552 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (0.0552 < 0.10). Hal ini berarti bahwa luas bangunan berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0.81 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan 1 persen luas bangunan maka akan diikuti penurunan luas lahan sawah sebesar 0.81 persen (ceteris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa luas bangunan berkorelasi negatif terhadap luas lahan sawah. Luas bangunan berbanding lurus terhadap peningkatan permintaan kebutuhan akan luas lahan. Adanya peningkatan luas bangunan menyebabkan kebutuhan akan lahan meningkat. Kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat mengancam keberadaan lahan yang bersifat tetap sehingga terjadi alih fungsi terutama lahan pertanian. Meningkatnya lahan terbangun yang menggeser fungsi lahan pertanian otomatis mengubah pola ekonomi masyarakat pedesaan Depok yang dominan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian tergeser akibat adanya pembangunan perumahan maupun industri baru. Sebagian besar penduduk yang mendiami kawasan perumahan tersebut merupakan penduduk pendatang, begitu pula banyaknya buruh pabrik yang didatangkan dari luar depok mengakibatkan sebagian besar penduduk asli Kota Depok termarjinalkan dan pindah ke daerah pinggiran Kota Depok karena tidak mampu bersaing dengan pendatang ataupun lahan yang dimilikinya telah dijual dan pindah ke wilayah pinggir kota yang lebih murah harga lahannya. Atas hal tersebut maka perubahan
53
struktur masyarakat pertanian berubah menjadi masyarakat yang bergerak di bidang jasa perdagangan dan industri. Variabel PDRB non pertanian memiliki hubungan yang berpengaruh negatif (-) dan berpengaruh nyata terhadap penurunan luas sawah dimana nilai probabilitas PDRB non pertanian sebesar 0.0001 atau 0.01 persen, lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (0.0001 < 0.10). Sedangkan koefisien variabel PDRB non pertanian adalah sebesar -0.511389. Hal ini berarti setiap peningkatan kontribusi PDRB non pertanian sebesar 1 persen maka akan diikuti oleh penurunan luas lahan sawah sebesar 0.51 persen (Ceteris Paribus). Variabel PDRB non pertanian sesuai dengan hipotesis awal yang disebutkan bahwa semakin meningkat nilai PDRB non pertanian maka semakin meningkat penurunan luas lahan sawah. Laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun peningkatannya tidak seberapa jika dibandingkatan dengan laju PDRB sektor non pertanian. Kontribusi suatu sektor terhadap PDRB sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah yang akan diimplementasikan. Pemerintah akan memprioritaskan sektor yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB sehingga terjadi proses struktural ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan
yang
beragam
dari
masing-masing
sektor
dalam
PDRB
menyebabkan terjadinya pergeseran peranan masing-masing sektor. Hal ini membutuhkan realokasi sumberdaya di sektor tersebut termasuk sumberdaya lahan sebagai salah satu faktor produksi sehingga mengakibatkan alih fungsi lahan terutama lahan pertanian semakin meningkat. Variabel panjang jalan aspal memiliki hubungan yang positif (+) namun tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah dimana nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 10 persen atau 0.10 (0.2864 > 0.10). Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa perubahan panjang aspal memiliki korelasi negatif terhadap penururunan luas lahan sawah dan berpengaruh nyata. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perubahan panjang jalan aspal di Kota
Depok
belum
tentu
membutuhkan
lahan
luas
yang
sampai
mengalihfungsikan lahan sawah. Perubahan luasan jalan aspal di Kota Depok berfluktuatif setiap tahunnya, namun pembangunannya tidak banyak mengganggu luasan sawah yang ada.
54
6.3 Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Tingkat Petani Alih fungsi lahan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat wilayah namun juga dipengaruhi oleh keputusan petani sendiri. Faktor mikro yang dipengaruhi oleh keputusan petani disebabkan karena lahan yang dialihfungsikan merupakan milik petani sehingga keputusan petani menjadi peranan dalam alih fungsi lahan di suatu wilayah. Ketika petani memutuskan untuk menjual lahannya kepada investor atau pengembang, saat itulah lahan berganti kepemilikan dan lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan. Faktor ini dianalisis untuk melihat apa penyebab petani menjual lahan kepada investor sehingga lahan tersebut dapat dialihfungsikan. Studi kasus dalam penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani dilakukan di Kecamatan Limo. Sebanyak 35 responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik lahan yang terdiri dari 24 responden merupakan petani yang menjual lahannya sedangkan 11 responden merupakan petani yang tidak menjual lahannya. Keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki, tingkat pendidikan petani, harga benih, jumlah tanggungan, dan lama bertani. Dalam menentukan faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan alih fungsi lahan digunakan metode analisis regresi logistik dengan memasukkan variabel independen ke dalam variabel dependen. Adapun variabel independen yang mempengaruhi petani mengalihfungsikan lahannya yakni luas lahan yang dimiliki, tingkat pendidikan petani, harga benih, jumlah tanggungan, dan lama bertani. Sedangkan variabel dependen yang digunakan terdapat dua kemungkinan. Bagi responden yang tidak mengalihfungsikan lahannya diberi nilai 0 (Y=0) dan bagi reponden yang melakukan ali fungsi lahan diberi nilai 1 (Y=1). Hasil pengolahan data menggunakan metode enter disajikan pada tabel 10 berikut ini:
55
Tabel 10 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Mengalihfungsikan Lahan Sawah Coefficie nt -0.350
Sig. 0.086*)
Exp (β) 1.419
Pengalaman Bertani (X2)
-0.256
0.065*)
1.292
Hasil Panen (X3)
-0.014
0.641
1.015
Lama menetap (X4)
0.128
0.274
0.880
Jumlah Tanggungan (X5)
-0.288
0.416
1.334
4.185
0.251
0.015
Variable Luas Lahan (X1)
Constant
Keterangan Berpengaruh Nyata Berpengaruh Nyata Tidak Berpengaruh Nyata Tidak Berpengaruh Nyata Tidak Berpengaruh Nyata (-)
Sumber : Data Primer (Diolah) Keterangan: *nyata pada taraf 10 persen
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik yang dapat dilihat pada lampiran 3, diperoleh nilai Sig pada Omnimbus test sebesar 0.007. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen (0.007< 0.10), artinya variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menjual lahan. Dari hasil analisis juga didapat nilai Cox & Snell R Square sebesar 0.368 dan Nagelkerke R Square sebesar 0.517. Nilai Nagelkerke R Square yang lebih besar dari Cox & Snell R Square menunjukan kemampuan kelima variabel independen dalam menjelaskan varian alih fungsi lahan sebesar 51.7 persen dan terdapat 48.3 persen faktor lain di luar model yang menjelaskan variabel dependen. Nilai Sig pada Hosmer and Lemeshow Test yang diperoleh adalah sebesar 0.452. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu α= 10 persen (0.452 > 0.10), artinya model yang dibuat dapat diterima dan pengujian hipotesis dapat dilakukan. Selanjutnya nilai overall percentage pada classification table yang diperoleh sebesar 80.0 persen. Nilai tersebut menunjukan bahwa dari 35 data yang ada terdapat 28 data yang tepat pengklasifikasiannya. Hal ini menunjukan bahwa model yang dihasilkan baik. Model yang diperoleh dari hasil analisis regresi logistik adalah sebagai berikut: Y = 4.185– 0.350 X1 – 0.256 X2 - 0.014 X3 +0.128 X4 - 0.288 X5
56
Berdasarkan model yang didapatkan dapat dilihat dari 5 variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam alih fungsi lahan sawahnya di Kecamatan Limo, hanya 2 variabel yang yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya alih fungsi lahan sawah di tingkat petani. Variabel yang berpengaruh signifikan tersebut adalah luas lahan yang dimiliki petani dan lama bertani. Signifikan atau tidaknya pengaruh suatu variabel independen dilihat dari nilai Sig. < α (taraf nyata yang digunakan). Variabel luas lahan yang dimiliki petani memiliki nilai Sig. sebesar 0.086 yang berarti bahwa variabel independen ini berpengaruh nyata terhadap peluang terjadinya alih fungsi lahan tingkat petani pada taraf nyata α= 10 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-0.350) dan nilai Exp (β) atau odds ratio sebesar 1.419 menunjukkan peluang terjadinya alih fungsi lahan semakin kecil. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya luas kepemilikan lahan maka peluang petani untuk mengalihfungsikan lahan sawah 1.419 kali dibandingkan tidak melakukan alih fungsi lahan. Petani yang memiliki luas lahan yang besar cenderung mempertahankan lahannya sehingga peluang terjadinya alih fungsi lahan kecil. Sedangkan petani yang memiliki sedikit lahan cenderung untuk menjual lahannya Hal ini diduga berhubungan dengan pendapatan yang didapatkan oleh petani. Dengan luasnya lahan yang dimiliki petani diduga semakin banyak pula perolehan hasil produksi petani dibandingkan dengan petani yang memilki lahan yang lebih sempit. Hasil panen pada lahan yang sedikit tidak sebanding biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi padi yang dilakukan oleh petani. Secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi penerimaan petani dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga petani yang memiliki sedikit luasan lebih memilih untuk menjual lahannya untuk mencukupi kebutuhan ataupun membeli lahan yang lebih murah. Variabel lain yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan sawah di tingkat petani adalah lamanya bertani atau pengalaman bertani. Variabel ini memiliki nilai Sig. sebesar 0.065 menunjukkan bahwa variabel pengalaman bertani berpengaruh nyata pada taraf α = 10 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (0.256) dan nilai exp (β) atau odds ratio sebesar 1.292 menunjukkan peluang petani mengalihfungsikan lahan semakin kecil. Petani yang lebih banyak
57
pengalaman bertani memiliki peluang mengalihfungsikan lahan sawah 1.292 kali lebih rendah daripada tidak melakukan alih fungsi lahan. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang memiliki banyak pengalaman dalam bertani akan cenderung mempertahankan lahan yang dimilikinya. Petani dengan banyak pengalaman dalam bertani memiliki keahlian di bidang pertanian yang lebih banyak sehingga berusaha mempertahankan lahan sawahnya dibandingkan harus menjual lahannya dan bekerja pada sektor lain. Sebagian petani yang lebih berpengalaman dalam bertani menjadikan kegiatan bertani sebagai kegemaran. Bertani tidak lagi hanya menjadi hal yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tapi juga dimanfaatkan oleh petani sebagai mengisi waktu luang dan hobi. Berdasarkan 24 responden yang melakukan alih fungsi lahan, beberapa diantaranya memiliki pekerjaan sampingan selain menjadi petani pemilik lahan. Pekerjaan tersebut yang menjadi pemenuh kebutuhan pendapatan petani ketika pendapatan sebagai petani tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Berikut pekerjaan sampingan petani di Kecamatan Limo, Depok: Tabel 11. Pekerjaan Sampingan Petani Kecamatan Limo, Depok Pekerjaan Sampingan Tidak Ada Ojek Pedagang Ternak Lainnya Jumlah
Presentase 37.50 4.17 25.00 16.67 16.67 100%
Sumber: Data Primer (diolah)
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Kecamatan Limo tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sehingga pendapatan mereka bergantung kepada hasil tani untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Dengan adanya pekerjaan sampingan petani ini secara tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan petani ketika telah melakukan alih fungsi lahan untuk keberlangsungan pemenuhan kebutuhan hidup. Ketika petani memutuskan untuk melakukan alih fungsi lahan, pendapatan yang diperoleh minimal harus seimbang dengan kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Sehingga petani tidak merugi dalam mencukupi kebutuhan
58
keluarga yang ditanggungnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan dalam pangan menjadi yang paling penting sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Tabel 12. Pekerjaan Petani Setelah Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Limo, Depok Pekerjaan Tidak Bekerja Buruh Pedagang Penggarap Sampingan Jumlah
Presentase (%) 16.67 25.00 4.17 33.33 20.83 100
Sumber: Data Primer (diolah)
Bedasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani Kecamatan Limo beralih profesi menjadi penggarap setelah melakukan alih fungsi lahan. Petani tersebut menggarap lahan sawah yang awalnya menjadi milik mereka dan telah berganti kepemilikan. Dalam proses perubahan fungsi lahan, petani diperbolehkan menggarap lahannya hingga pembangunan akan mulai dilakukan. Selain itu petani juga diperbolehkan untuk menggarap lahan lain yang juga menanti proses pembangunan. Biasanya lahan tersebut akan digunakan oleh pengembang untuk dijadikan perumahan. Sekitar 25 persen petani lainnya bekerja sebagai buruh bangunan maupun buruh tani dan 16.67 persen petani belum memiliki rencana untuk alih profesi. 6.4 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi Alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah akan berakibat secara langsung terhadap produksi padi dan juga nilai produksi padi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Menurunnya jumlah luasan sawah yang ada pada suatu wilayah yang disebabkan oleh alih fungsi lahan akan menurunkan hasil produksi maupun nilai produksi padi apabila tidak diiringi oleh usaha peningkatan faktor-faktor lain yang menunjang proses produksi, misalnya ketersediaan irigasi maupun penerapan teknologi yang lebih baik. Jumlah produksi yang hilang dipengaruhi oleh luas lahan sawah yang dialihfungsikan, produktivitas lahan sawah, dan pola tanam yang diterapkan. Luas lahan sawah yang dialihfungsikan merupakan jumlah luasan sawah yang dialihfungsikan setiap tahunnya.
59
Asumsi pada penelitian ini pada luas lahan sawah yang dialihfungsikan tersebut tidak ada gagal panen. Produktivitas lahan sawah merupakan hasil panen per hektar lahan sawah. Pada penelitian ini jenis sawah diasumsikan sama termasuk jenis irigasi maupun jenis padi yang ditanam. Diasumsikan pola tanam yang diterapkan sebanyak dua kali dalam satu tahun untuk seluruh luasan sawah. Tabel 13. Produktivitas Padi Sawah di Kota Depok pada Periode 2001-2012 Tahun
Produktivitas Padi Sawah (ton/ha/tahun)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
5.36 4.82 5.45 4.96 5.65 5.40 6.22 6.24 6.36 6.33 6.35 6.42 5.80
Pertumbuhan Produktivitas Padi Sawah per tahun -0.54 0.63 -0.49 0.69 -0.25 0.82 0.02 0.12 -0.03 0.02 0.07 0.096
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Berdasarkan tabel diatas, rata-rata produktivitas padi sawah per tahun selama periode 2001-2012 adalah 5.80 ton/ ha dengan pertumbuhan produktivitas rata-rata per tahun sebesar 0.096. Dengan asumsi yang telah dikemukakan, total produksi padi yang hilang selama dua belas tahun terakhir adalah sebesar 4,848.53 ton dengan rata-rata kehilangan sekitar 449.87 ton per tahun. Apabila diasumsikan harga 1 ton gabah kering giling (GKG) adalah Rp4 000 000, kehilangan nilai produksi padi menjadi ton 4 848.53 x Rp4 000 000/ton = Rp19 794 138 000 atau sekitar 19.8 milyar rupiah. Sedangkan rata-rata yang hilang per tahunnya sebesar 1 799 468 000 atau sekitar 1.8 milyar rupiah. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
60
Tabel 14. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi di Kota Depok Periode 2001-2012 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Rata-rata
Produktivitas padi sawah (ton/ha/tahun) 5.36 4.82 5.45 4.96 5.65 5.40 6.22 6.24 6.36 6.33 6.35 6.42
Luas Lahan Terkonversi (ha) 0.00 -45.00 0.00 -369.53 54.63 0.40 -0.50 -40.00 0.00 -127.00 -288.00 -815.00 -74.09
Produksi yg Hilang (ton) 0 -245.25 0 -2087.84 295.002 2.49 -3.12 -254.40 0 -806.45 -1848.96 -4948.5345 -449.867
6.5 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketersediaan Pangan Dampak alih fungsi lahan sawah terhadap produksi padi dan nilai produksi padi juga mempengaruhi konsumsi penduduk Kota Depok. Alih fungsi lahan sawah di Kota Depok akan terus mengancam ketahanan pangan di wilayah tersebut. Permasalahan kecukupan pangan ini menjadi salah satu tolok ukur kesejahteraan penduduk. Konsumsi penduduk akan bahan pangan tidak bisa dikurangi apabila pertumbuhan penduduk terus meningkat namun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan. Estimasi dampak alih fungsi lahan terhadap ketersediaan pangan dapat dilakukan dengan membandingkan hasil produksi per tahunnya di wilayah Kota Depok dan Jumlah konsumsi penduduk. Hasil produksi beras didapatkan dari produksi gabah/ton yang kemudian dikonversi menjadi beras sebesar 75.02 persen. Sedangkan besar kebutuhan beras penduduk didapatkan dari konsumsi beras penduduk Depok yang diasumsikan sebesar 97 kg/jiwa/tahun dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Depok. Data jumlah penduduk Depok diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Depok dan data luas panen, produktiitas, maupun luas panen, didapatkan dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok.
61
Berdasarkan hasil estimasi tersebut, diperoleh selisih yang besar antara konsumsi pangan penduduk Depok terhadap produksi beras yakni sebesar 384.63 ton/hari dimana rata-rata produksi beras sebesar 12.04 ton/hari sedangkan kebutuhan konsumsi sebesar 396.67 ton/hari. Tabel 15 Estimasi Produksi Beras di Kota Depok Periode 2001-2012 Tahun
Luas Panen (ha)
Produktivitas (ton/ha)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1675 1675 1180 861 1289 901 913 848 840 825 857 529
5.36 4.82 5.45 4.96 5.65 5.4 6.22 6.24 6.36 6.33 6.35 6.42
Produksi gabah (ton) 8978.00 8073.50 6431.00 4270.56 7282.85 4865.40 5678.86 5291.52 5342.40 5222.25 5441.95 3396.18
Produksi Gabah per hari 24.60 22.12 17.62 11.70 19.95 13.33 15.56 14.50 14.64 14.31 14.91 9.30 Rata-rata
Produksi Beras (ton)/hari 18.45 16.59 13.22 8.78 14.97 10.00 11.67 10.88 10.98 10.73 11.19 6.98 12.04
Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok (diolah)
Tabel 16 Estimasi Kebutuhan Konsumsi Beras Penduduk Depok Tahun 2001-2012 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Penduduk (jiwa) 1 204 687 1 247 233 1 335 734 1 369 457 1 374 522 1 420 480 1 470 002 1 503 677 1 536 980 1 736 565 1 813 612 1 898 567
Konsumsi Beras (kg/jiwa/tahun) 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Konsumsi Beras (kg/jiwa/hari) 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 Rata-rata
Kebutuhan Beras (ton/hari) 320.15 331.46 354.98 363.94 365.28 377.5 390.66 399.61 408.46 461.5 481.97 504.55 396.67
Selisih (ton/hari) -301.7 -314.86 -341.76 -355.16 -350.32 -367.5 -378.99 -388.73 -397.48 -450.76 -470.79 -497.57 -384.63
62
Pada perhitungan tersebut diasumsikan produksi tanaman padi di Kota Depok tidak terdistribusi keluar wilayah. Namun masih terdapat kekurangan hasil produksi untuk konsumsi penduduk Kota Depok. Sehingga kekurangan tersebut harus ditutupi supply dari wilayah luar seperti Karawang, Purwakarta, dan Cianjur. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Depok belum dapat mewujudkan kedaulatan pangan untuk pemenuhan konsumsi penduduknya yang berasal dari hasil produksi wilayahnya. Konsumsi pangan saat ini yang masih bergantung pada wilayah
lain
untuk
mencukupi
konsumsi
penduduk
akan
mengancam
keberlanjutan ketahanan pangan Kota Depok. Hal tersebut dikarenakan wilayahwilayah pasokan beras untuk Kota Depok pun rentan terhadap alih fungsi lahan. Sehingga apabila wilayah penyuplai pasokan beras tersebut melakukan alih fungsi lahan, kebutuhan akan konsumsi penduduk Kota Depok tidak akan terpenuhi di masa mendatang. Salah satu cara Pemerintah Kota Depok untuk menurunkan konsumsi beras masyarakat Kota Depok perkapita perhari yakni mencanangkan program One Day No Rice. Program ini pernah dihimpun oleh pemerintah setempat pada tahun 2012 di Balai Kota secara bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat sekitar Depok. One Day No Rice juga dapat meningkatkan penggunaan bahan makanan hasil potensi lokal, mengurangi ketergantungan bahan konsumsi impor, menjaga kestabilan harga bahan kebutuhan pokok lainnya, serta menjadi salah satu upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal untuk mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, dan berimbang.
63
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perubahan laju luasan lahan sawah di Kota Depok yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 20012012 laju luasan sawah relatif menurun dengan total laju alih fungsi lahan sawah sebesar 0.80 persen atau sekitar 815 hektar. Alih fungsi terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 370 hektar. Sebagian besar alih fungsi dilakukan karena meningkatnya pembangunan pemukiman penduduk. Berdasarkan analisis linear berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di tingkat wilayah Kota Depok adalah luas bangunan dan PDRB non pertanian. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan sawah yakni luas lahan dan pengalaman bertani. Berdasarkan analisis dampak produksi, didapatkan produksi yang hilang akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah di Kota Depok sebesar 4848.53 ton dengan nilai produksi yang hilang sebesar Rp19 794 138 000 atau sekitar 19.8 milyar rupiah. Sehingga terjadi selisih antara kebutuhan konsumsi beras penduduk terhadap produksi beras di Depok yakni sebesar 384.63 ton/hari dengan rata-rata produksi beras sebesar 12.04 ton/hari sedangkan kebutuhan konsumsi sebesar 396.67 ton/hari. 7.2 Saran 1.
Jumlah penduduk di Kota Depok haruslah ditekan baik melalui program KB atau emigrasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi permintaan pemukiman akibat tingginya laju pertumbuhan penduduk.
2.
Pentingnya peran pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan dan peraturan secara konsisten dalam mempertahankan lahan pangan produktif sehingga alih fungsi lahan pertanian bisa dikurangi.
3.
Perlu dilakukan penetapan luasan lahan pertanian perkotaan yang menjadi lahan pertanian abadi di Kota Depok. Sehingga dapat dimanfaatkan demi menunjang peningkatan hasil produksi khususnya pada tanaman pangan.
64
4.
Gerakan One Day No Rice di Kota Depok perlu dilakukan secara kontinu untuk mencapai kedaulatan pangan. Selain itu, penyuluhan mengenai pangan alternatif juga perlu dilaksanakan agar masyarakat tidak selalu bergantung kepada beras. Sehingga dapat mengurangi kebutuhan terhadap beras .
65
DAFTAR PUSTAKA Anugrah F. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Pengguna non Pertanian di Kabupaten Tangerang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ashari. 2003. Fenomena Konversi Lahan Sawah di Pulau Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Astuti D. 2011. Keterkaitan Harga Lahan Terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2009. Indonesia Dalam Angka Tahun 2009. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kota Depok. 2001. Kota Depok dalam Angka Tahun 2001. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2003. Kota Depok dalam Angka Tahun 2003. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2004. Kota Depok dalam Angka Tahun 2004. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2006. Kota Depok dalam Angka Tahun 2006. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2007. Kota Depok dalam Angka Tahun 2007. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2008. Kota Depok dalam Angka Tahun 2008. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2009. Kota Depok dalam Angka Tahun 2009. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2010. Kota Depok dalam Angka Tahun 2010. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2012. Kota Depok dalam Angka Tahun 2012. Kerjasama BAPEDA Kota Depok dengan BPS Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2008. Kecamatan dalam Angka Tahun 2008. Kota Depok, Depok. -------------------------------------------- 2009. Kecamatan Limo dalam Angka Tahun 2008. Kota Depok, Depok.
66
Barlowe R. 1978. Land Resources Economics: The Economics of Real Estate. Prentice-Hall, New Jersey. Butar-butar EGV. 2012. Analisis Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok. 2011. Naskah Akademis RTRW Kota Depok. Kota Depok, Depok. Febriastuti. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar bandara Raja Haji Fisabilillah Kepulauan Riau. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Furi, D.R. 2007. Implikasi Konversi Lahan terhadap Aksesibilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa. Skripsi. Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gujarati D. 2002. Basic Econometrics. Mc Graw Hill. Singapore. Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Erlangga, Jakarta. Hadianto A. 2009. Pemodelan Harga Bidang Tanah pada Berbagai Tipologi Kawasan di DKI Jakarta dan Bogor. Executive Summary, Prosiding Seminar. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta. Ilham N, Yusman Syaukat dan Supena Friyatno. 2009. Perkembangan dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah serta Dampak Ekonominya. Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial ekonomi Pertanian Bogor, Bogor. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Isa, I. 2004. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Badan Pertanahan Nasional, Jakarta. Jayadinata JT. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah Edisi Ketiga. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Kustiawan A. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Pulau Jawa. Prisma No 1. Tahun XXVII. Januari 1997. LP3ES, Jakarta.
67
Marliza O. 2008. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran DKI Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Munir M. 2008. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nachrowi ND, Hardius U. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika. Rajawali Pers, Jakarta. [P4W] Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. 2012. Kajian Penyusunan Pertanian Perkotaan Kota Depok. Kerjasama P4W LPPM IPB dengan Dinas Pertanian dan Perkotaan Kota Depok, Bogor. Puspasari A. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saefulhalim RS, Lutfi IN. 1995. Kebijaksanaan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi Teknis. Makalah Seminar Pengembangan Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor 26-27 September 1995. Sihaloho M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitorus MT. Felix. 2002. Lingkup Agraria. Dalam menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. Yayasan Akatiga, Bandung. Sitorus S. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sujarto D. 1985. Beberapa Pengertian Tentang Perencanaan Fisik. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Thalib, N. 1998. Analisis Pembangunan Pertanian: Studi Kasus Dati II Kabupaten Cianjur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Utama D. 2006. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan non Sawah di Kabupaten Cirebon. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Utomo M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan.Universitas Lampung, Lampung.
68
Yunus H. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar dlm jurnal tatakota daerah karina et all, Yogyakarta.
69
LAMPIRAN
70
71
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Hari/Tanggal ……………….. Nomor Responden
: ………………………………………...…………...
Nama Responden
: ……………………………………………………..
Alamat Responden
: …………………………………………………….. ………………………………………………………
Nomor Telepon/HP
: …………………………………………………….
Kuesioner ini digunakan sebagai acuan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam skripsi “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Depok, Jawa Barat” oleh Nadia Khairunnisa Andhika, Mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan objektif, lengkap, dan teliti. Kerahasian informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I berikan terjamin dan tidak untuk dipublikasikan, serta tidak terkait dengan kepentingan politik pihak mana pun. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin
:L/P
2. Usia
: ………….. tahun
3. Pendidikan Terakhir
: a. Tidak Sekolah
c. SD/Sederajat
d. Perguruan Tinggi/Sederajat
b. SLTA/Sederajat e. SMP/Sederajat
4. Status Perkawinan
: a. Menikah b. Belum Menikah
5. Pekerjaan
: a. Wirausaha b. Pedagang c. PNS/Swasta d. Buruh
e. Petani
f. Lainnya ………
6. Tinggal di lokasi sejak
: ………
...…... Tahun
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Tingkat Pendapatan 7. Jumlah anggota keluarga : ………………………………..Orang 8. Jumlah tanggungan
: ..………………………………Orang
9. Apakah ada anggota keluarga yang sudah bekerja? Ya
( ) berapa orang?
72
Tidak ( ) (lanjut ke pertanyaan no 12) 10. Apakah anggota keluarga yang bekerja ikut membantu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga? Ya ( ) Tidak ( ) 11. Berapa total sumbangan dari anggota keluarga yg bekerja terhadap kebutuhan keluarga? Rp …………./bulan 12. Berapa total pendapatan rumah tangga dalam sebulan? Rp……………../bulan 13. Apakah dari pendapatan tersebut dapat mencukupi kebutuhan keluarga (terutama dalam memperoleh konsumsi)? Ya ( ) Tidak ( ) 14. Apakah ada hubungan dalam pendapatan dan alasan anda menjual lahan? ( ) Ya, alasan ………………………………… ( ) Tidak, alasan ……………………………… Kepemilikan Lahan 15. Bagaimana status lahan yang anda miliki? Sewa ( ) Milik ( ) Gadai ( ) 16. Berapa luas lahan yang anda miliki? ……………….…………………… ( ha ) 17. Apakah ada bagian dari lahan yang dikonversi? Ya ( ) Tidak ( ) 18. Berapa persentase lahan yang dikonversi dari lahan yang dimiliki? …...........% 19. Berapa harga lahan per m² saat anda menjual lahan anda? Rp ….…………./m² 20. Berapa harga lahan di sekitar saat itu? Rp …………./m² 21. Apakah harga jual lahan anda lebih rendah/tinggi daripada harga jual lahan di sekitar? 22. Apakah harga jual lebih rendah/lebih tinggi dari harga yang anda harapkan? 23. Apa alasan anda menjual lahan yang anda miliki? 24. Berapa total pendapatan anda sebelum mengkonversi lahan?Rp ….……/bulan Hasil Pertanian 25. Hasil panen sebelum terjadi konversi No 1 2 3
Jenis Tanaman
Hasil (kg/ha)
Harga (Rp/kg)
73
26. Setelah terjadi konversi No Jenis Tanaman Hasil (kg/ha) 1 2 3 27. Harga Benih : Rp....................../kg 28. Harga Pupuk
: Rp....................../kg
29. Harga Tanah
: Rp....................../m²
30. Pengairan yang digunakan: a.Tadah hujan
Harga (Rp/kg)
b. Irigasi
31. Berapa jarak pengairan dengan lahan sawah ........................... km 32. Berapa harga setiap pengairan sawah? Rp ............../m3 Faktor Eksternal 33. Apakah ada dari tetangga yang memiliki lahan pertanian di sekitar lahan yang mengkonversi lahan pertaniannya? Ya( )
Tidak( )
34. Jika ada, berapa orang? 35. Apakah tindakan warga lain mempengaruhi anda untuk menjual lahan anda? ( ) Ya,
Alasan ……………………….
( ) Tidak, Alasan ………………………. 36. Apakah ada pengusaha di bidang non pertanian yang mempengaruhi agar mengkonversi lahan? Ya( )
Tidak( )
37. Jika ada, berapa kali pengusaha tersebut datang menemui anda? 38. Apakah pemerintah Kota Depok mendukung pengembangan pertanian disini? 39. Apa bentuk dukungan pemerintah tersebut? Kependudukan 40. Apakah anda merupakan penduduk asli daerah ini? Ya
( ) (langsung ke pertanyaan nomor 44)
Tidak ( ) 41. Jika tidak, anda berasal dari mana? 42. Apa alasan anda pindah ke daerah ini? 43. Apa alasan anda bertahan menetap di sini? 44. Apakah alasan anda menjual lahan berkaitan dengan lama anda menetap disini? Ya ( )
Tidak ( )
45. Alasannnya: …………………………………………
74
C. Kesejahteraan Keluarga Responden No. Indikator Kesejahteraan
46
Pengeluaran konsumsi per hari
47
Pendapatan per bulan
48
Kepemilikan Rumah
49
Luas Tanah
50 51
Dinding rumah Lantai rumah
52
Perabotan (elektronik)
53
Kendaraan
54
Pendidikan anak
55
Jumlah kebutuhan dalam mengkonsumsi beras
Keterangan a. < Rp 10.000 b. Rp 10.000 – Rp 20.000 c. > Rp 20.000 a. < Rp 5.000.000 b. Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 c. > Rp 10.000.000 a.Pribadi b.Sewa/kontak c.Rumah saudara a. < 105 m² b. 150 m² - 300 m² c. >300 m² a. Bambu/triplek b.Tembok a. Tanah b. Semen/keramik a. Televisi b. Radio tape c. Kulkas d. Kipas angin e. AC f. Computer g. Telepon h. Telepon seluler i. Parabola j. Rice Cooker k. Setrika a. Tidak punya b. Motor c. Mobil 1. Anak pertama : 2. Anak kedua : 3. Anak ketiga : ………………….. kg/bulan
75
Lampiran 2 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah Dependent Variable: LHNSWH Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 07:22 Sample: 2001 2012 Included observations: 12 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDRBNONPER LUASBANG PJGASPAL C
-0.511389 -0.809538 0.195839 8.733347
0.075850 0.361049 0.171448 2.124867
-6.742073 -2.242185 1.142262 4.110068
0.0001 0.0552 0.2864 0.0034
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.850518 0.794463 0.052854 0.022349 20.68808 15.17278 0.001153
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.996012 0.116583 -2.781346 -2.619711 -2.841190 1.512855
Variance Inflation Factors Date: 07/02/13 Time: 07:23 Sample: 2001 2012 Included observations: 12 Variable
Coefficient Variance
Uncentered VIF
Centered VIF
PDRBNONPER LUASBANG PJGASPAL C
0.005753 0.130356 0.029394 4.515059
1198.273 9245.060 4064.805 19394.60
1.190605 1.262481 1.154679 NA
4
Series: Residuals Sample 2001 2012 Observations 12 3
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.000000 0.009869 0.063368 -0.105459 0.045074 -0.895990 3.580230
Jarque-Bera Probability
1.773929 0.411904
1
0 -0.125
-0.100
-0.075
-0.050
-0.025
0.000
0.025
0.050
0.075
76 Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
2.553302 5.869695 3.365591
Prob. F(3,8) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.1286 0.1181 0.3386
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 07:23 Sample: 2001 2012 Included observations: 12 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PDRBNONPER LUASBANG PJGASPAL
-0.176824 0.009744 0.030719 -0.002458
0.105280 0.003758 0.017889 0.008495
-1.679550 2.592837 1.717238 -0.289383
0.1316 0.0320 0.1243 0.7796
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.489141 0.297569 0.002619 5.49E-05 56.74612 2.553302 0.128585
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.001862 0.003125 -8.791020 -8.629384 -8.850863 2.177325
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
3.726965 6.995020 4.977531
Prob. F(3,8) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.0607 0.0721 0.1734
Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 07:24 Sample: 2001 2012 Included observations: 12 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PDRBNONPER LUASBANG PJGASPAL
-1.214318 0.095763 0.243985 -0.072223
0.854636 0.030508 0.145216 0.068958
-1.420860 3.138990 1.680150 -1.047357
0.1931 0.0138 0.1314 0.3255
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.582918 0.426513 0.021258 0.003615 31.61755 3.726965 0.060714
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.033765 0.028072 -4.602924 -4.441289 -4.662768 2.400357
77 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.286846 3.602217
Prob. F(2,6) Prob. Chi-Square(2)
0.3427 0.1651
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 07:24 Sample: 2001 2012 Included observations: 12 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDRBNONPER LUASBANG PJGASPAL C RESID(-1) RESID(-2)
0.062237 0.254278 0.027375 -1.615152 -0.046489 -0.957253
0.088833 0.384479 0.166826 2.322684 0.561571 0.597990
0.700612 0.661357 0.164095 -0.695382 -0.082784 -1.600786
0.5098 0.5329 0.8750 0.5128 0.9367 0.1605
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.300185 -0.282995 0.051056 0.015640 22.82971 0.514738 0.758469
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000000 0.045074 -2.804952 -2.562499 -2.894717 2.073368
78
Lampiran 3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Melakukan Alih Fungsi Lahan Sawah Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak konversi
0
konversi
1 Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square
Step 1
df
Step
16,080
5
,007
Block
16,080
5
,007
Model
16,080
5
,007
Model Summary Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 1
27,494a
,368
,517
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Sig.
Chi-square 6,784
df
Sig. 7
,452
79 Classification Tablea Observed
Predicted Y Tidak Konversi
Step 1
Y
Percentage Correct
Konversi
Tidak Konversi
7
4
63.6
Konversi
3
21
87,5
Overall Percentage
80,0
Variables in the Equation B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
x1
-,350
,204
2,954
1
,086
1,419
x3
-,256
,139
3,404
1
,065
1,292
x4
-,014
,031
,218
1
,641
1,015
x5
,128
,117
1,196
1
,274
,880
x6
-,288
,354
,662
1
,416
1,334
Constant
4,185
3,646
1,317
1
,251
,015
Step 1a
80
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1991 sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir.Yusli Karmain dan Ibu Rina Haerani. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Percontohan 02 Cideng, Jakarta Pusat. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis bersekolah di SMAN 3 Jakarta dan lulus di tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa program studi mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi maupun kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota divisi Campus Social Responsibility pada Resources and Environtmental Economics Association (REESA) periode 2010-2011, selain itu penulis menjabat sebagai Bendahara Umum PSM IPB Agria Swara pada periode yang sama, dan pada tahun 20112012 penulis diberi amanah menjadi Presidium PSM IPB Agria Swara. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis yakni juara 2 lomba Paduan Suara Tingkat Perguruan Tinggi di Universitas Tarumanegara pada tahun 2010 dan juga pada tahun 2011. Prestasi terbaik yang pernah penulis peroleh yaitu mengikuti “ The 4th International Harald Andersen Chamber Choir Competition” di Helsinki, Finlandia pada tahun 2012.