Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Limbah Konstruksi Pada Bangunan Gedung Terhadap Peningkatan Kinerja Biaya Lugas Trias Pamungkas Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Industri konstruksi merupakan salah satu industri yang memainkan peranan penting dalam hal pembangunan ekonomi nasional, namun industri konstruksi juga menjadi motor pembangunan sarana dan prasarana fisik ini seringkali menimbulkan permasalahan lingkungan dalam proses pelaksanaannya. Limbah konstruksi menjadi salah satu keluaran dari industri konstruksi yang berkontribusi dalam kerusakan lingkungan dan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kinerja biaya kontraktor. Sedangkan, biaya menjadi salah satu daya saing perusahaan penyedia jasa konstruksi yang saat ini telah memasuki era persaingan global. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan limbah konstruksi yang dapat mengurangi dampak-dampak tersebut dan justru dapat meningkatkan manfaat bagi lingkungan maupun pihak-pihak yang terlibat dalam industri konstruksi, secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh pengelolaan limbah konstruksi pada pembangunan gedung terhadap peningkatan kinerja biaya. Enam faktor dari pengelolaan limbah konstruksi yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja biaya adalah menggunakan kembali limbah beton, perencanaan pengurangan limbah besi, menggunakan kembali limbah besi, memesan barang sesuai gambar atau desain, merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran, dan menggunakan kembali limbah kayu.
Factors in Buildings Construction Waste Management Affecting Cost Performance Improvement Abstract Construction industry is one of industries playing important role in national economic development, yet this physical facilities and infrastructures development motor generates environmental problems in the execution phase frequently. Construction waste is one of the outputs from construction industries that contributes to environmental damages and provides negative impacts to people and contractor cost performance whereas cost performance is one of the company strength making it survives in this competitive environmental and global competition era. Thus, it is necessary to manage construction waste because waste construction management is able to reduce the negative impacts of construction waste and to increase benefits either for environment or stakeholder involved in the construction industry, directly or indirectly. This research is conducted to see the influence of buildings construction waste management to cost performance improvement. Six construction waste management factors influencing cost performance improvement are reusing concrete waste, reinforcement steel waste reducing plan, reusing reinforcement steel, ordering material as per drawing or design, planning building dimension as standard material dimension, and reusing timber waste. Keywords : construction waste management, cost performance
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pendahuluan Industri konstruksi merupakan salah satu produsen limbah yang jumlahnya cukup besar. Lu (1999) menyatakan, di Cina, setiap 10.000 m2 dari area konstruksi akan memproduksi 500-600 ton limbah padat [1]. Motete et. al. (2003) memaparkan bahwa keberadaan limbah konstruksi berpengaruh negatif terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, seperti berkurangnya keuntungan kontraktor dan mengganggu kesehatan [2]. Secara umum, industri konstruksi di Indonesia masih bergelut dengan permasalahan ketidakefisienan dalam pelaksanaan proses konstruksinya sehingga menimbulkan pemborosan (waste) yang berdasarkan data yang diperoleh dari Lean Construction Institute pemborosan pada industri konstruksi mencapai 57 % [3]. Metode pembuangan limbah konstruksi yang paling sering dilakukan di Indonesia adalah pembuangan puing-puing bongkaran menggunakan truk [4]. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan limbah konstruksi yang tepat untuk meminimalisasi pengaruh negatif dari limbah konstruksi tersebut serta memperoleh manfaat yang maksimal. Industri konstruksi memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan taraf hidup masyarakat [5]. Davy Sukamta (2009) menyatakan, bagi pengusaha konstruksi dimana bisnisnya didasarkan pada adanya proyek, keuntungan menjadi hal utama dalam bisnisnya karena keberlangsungan perusahaan tergantung dari keuntungan proyek [6]. Bagi sebuah perusahaan, peningkatan efisiensi akan menjadi daya saing yang akan meningkatkan citra baik perusahaan. Terlebih, saat ini industri jasa konstruksi telah memasuki era persaingan global. Meskipun biaya pembuangan limbah konstruksi hanya menunjukkan angka 0,5 % dari nilai keseluruhan proyek, namun menerapkan pengelolaan limbah konstruksi dapat meningkatkan keuntungan hingga 5 % [7].
Guthrie (1999) menyatakan, keuntungan dari melaksanakan
pengelolaan limbah yang terdiri dari pengurangan limbah dan pelaksanaan kegiatan daur ulang pada industri konstruksi sangatlah besar, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan [8]. Penelitian ini dilaksanakan untuk mencari tahu aktivitas atau faktor-faktor apa saja yang terdapat dalam pengelolaan limbah dalam suatu proyek bangunan gedung yang akan meningkatkan kinerja biaya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Tinjauan Teoritis Pemanfaatan berbagai jenis material bangunan dalam proses konstruksi oleh kontraktor menyisakan material dalam jumlah yang relatif besar. Berdasarkan Oladiran (2008), salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah penggunaan sumber daya yang melebihi apa yang diperlukan untuk proses konstruksi. Menurut Craven et. al. (1994), aktivitas konstruksi menimbulkan berbagai jenis limbah sebesar ± 20-30 % dari keseluruhan limbah di Australia. Rogoff dan Williams (1994) menyatakan bahwa ± 29 % limbah padat di Amerika Serikat berasal dari limbah konstruksi [9]. Limbah secara umum didefinisikan oleh Waste Management Licensing Regulation sebagai substansi ataupun suatu objek dimana pemiliknya memiliki keinginan untuk membuangnya atau perlu untuk dibuang [10]. Limbah didefinisikan oleh Serpell dan Alarcon (1998) sebagai segala material hasil sampingan manusia dan kegiatan industri yang tidak memiliki nilai sisa [11]. Menurut Franklin Associates dalam jurnal EPA, limbah konstruksi merupakan material yang sudah tidak digunakan yang merupakan hasil dari suatu proses konstruksi, perbaikan atau perubuhan dari suatu struktur, dan menurut Tchobanoglous, Thiesen, dan Eliassen, limbah konstruksi adalah limbah yang berasal dari konstruks, pembuatan model kembali, dan perbaikan dari suatu tempat tinggal individu, bangunan komersial dan struktur lainnya [12]. Oktaviani (2005) menggolongkan limbah ke dalam 4 jenis yaitu [13]: a. Limbah alami (natural waste) Limbah yang muncul pada kondisi dimana apabila dilakukan upaya reduksi limbah justru meningkatkan biaya. b. Limbah langsung (direct waste) Limbah yang biasanya terbentuk saat penyimpanan material, pemindahan material, maupun pada saat pengerjaan. c. Limbah tidak langsung Limbah yang biasanya terjadi dalam hal pembelian bahan atau material. Kerugian bukan secara fisik namun dalam hal pembayaran bahan atau material tersebut.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
d. Limbah konsekuensi Limbah yang merupakan konsekuensi dari adanya kerusakan-kerusakan yang memerlukan perbaikan sehingga kontraktor harus mengeluarkan biaya ekstra. Gavilian dan Bernold (1994) menyatakan bahwa aktivitas dalam proses konstruksi yang berpotensi menimbulkan limbah dapat diklasifikasikan menjadi enam, yaitu perencanaan, pengadaan, pemindahan material, operasi, residu, dan aktivitas lain [14]. Material konstruksi dalam sebuah proyek dapat dibedakan menjadi dua yaitu material permanen dan material sementara. Material permanen merupakan material yang dibutuhkan oleh kontraktor untuk membentuk bangunan dan sifatnya melekat tetap sebagai elemen bangunan. Sedangkan material sementara adalah material yang dibutuhkan oleh kontraktor dalam membangun proyek, tetapi tidak akan menjadi bagian dari bangunan setelah digunakan [15]. Beberapa material yang sering digunakan dalam konstruksi bangunan gedung dan menghasilkan limbah adalah: a. Baja tulangan Baja tulangan sifatnya sangat dominan dalam pembangunan proyek konstruksi. Hal ini dikarenakan baja tulangan berperan dalam membentuk struktur beton bertulang sebagai struktur utama dalam sebuah bangunan [16]. Selain itu, besi memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Besi tulangan yang sudah tidak digunakan lagi dapat didaur ulang atau digunakan kembali oleh karenanya besi tulangan masih memiliki nilai sisa. b. Beton Beton merupakan salah satu material bangunan yang paling banyak dijumpai dalam konstruksi bangunan. Salah satu alasan banyaknya penggunaan beton adalah kemudahannya untuk membentuk dan melakukan finishing. Apabila beton memiliki sisa, maka beton dapat digunakan untuk pekerjaan lain seperti pembuatan kanstin, pembuatan tahu beton untuk kepentingan pengecoran, maupun pembuatan ornamen arsitektural [17]. c. Mortar Mortar merupakan campuran antara semen, air, dan pasir. Dalam proses konstruksi, mortar digunakan untuk pekerjaan pasangan bata merah, pasangan pondasi batu kali, dan plesteran penutup dinding. Mortar berpotensi besar untuk menghasilkan limbah konstruksi mengingat karakter pembuatannya, yaitu dengan mencampur material semen,
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
pasir, dan kapur di suatu tempat dan kemudian didistribusikan menggunakan ember ke lokasi pekerjaan untuk digunakan pada berbagai jenis pekerjaan. Aktivitas pencampuran, transportasi dan pelaksanaan pekerjaan inilah yang berpotensi menimbulkan limbah [18]. d. Tiang Pancang Penggunaan tiang pancang yang dicetak di pabrik dalam sebuah bangunan sangat bergantung pada kedalaman tanah keras di lapangan. Namun dalam pelaksanaannya, kedalaman tanah keras sangat dimungkinkan bervariasi. Variasi inilah yang menyebabkan terjadinya pemotongan tiang pancang prafabrikasi yang menimbulkan limbah konstruksi dengan jumlah yang relatif besar [19]. e. Tanah Sebuah bangunan seringkali tidak dibangun pada lahan yang siap dikerjakan. Artinya, sebelum memulai proses pelaksanaan konstruksi, diperlukan pembersihan lahan untuk menghilangkan segala sesuatu yang dapat memengaruhi kekuatan bangunan seperti membuang lapisan humus pada tanah. Selain itu, proses pengerjaan struktur bawah memerlukan penggalian tanah sehingga tanah menjadi salah satu material limbah yang perlu dikeluarkan dari areal proyek. f. Bekisting Beton digunakan pada pembangunan berbagai struktur dengan berbagai bentuk. Untuk membentuk beton agar sesuai dengan rancangan, diperlukan cetakan atau yang sering disebut dengan bekisting. Bekisting ini merupakan sebuah unsur yang sangat penting dalam pengecoran beton. Bekisting haruslah terbuat dari material yang dapat digunakan berulang kali, mudah dibongkar pasang dan dipindahkan, rapat air, dan berdaya lekat rendah terhadap beton [20]. Salah satu material yang banyak digunakan dalam bekisting adalah kayu dan triplek. Bekisting yang tidak digunakan kembali kemudian menjadi limbah konstruksi. g. Keramik Keramik sudah umum digunakan di setiap bangunan sebagai penutup dinding atau penutup lantai. Seringkali, dalam pemasangan keramik diperlukan ukuran yang tidak tersedia di pasaran sehingga keramik yang ada di pasar harus dipotong sesuai dengan kebutuhan. Pemotongan keramik ini akan menghasilkan limbah konstruksi.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pengelolaan limbah konstruksi secara hierarkial dapat digambarkan melalui diagram berikut ini:
Gambar 1. Hierarki Pengelolaan Limbah Konstruksi
Sumber: Yuan; Shen, 2010 [21]
Berdasarkan diagram piramida di atas, dapat dipaparkan dampaknya terhadap lingkungan. Semakin ke atas, maka dampak terhadap lingkungannya akan semakin kecil. Reduce atau mengurangi mengacu pada pengurangan sumber limbah dan optimalisasi sumber daya. Cara ini merupakan cara pencegahan sebelum limbah menjadi masalah fisik [22]. Dengan melakukan identifikasi aktivitas proses konstruksi yang menghasilkan limbah pada tahap perencanaan akan menurunkan potensi timbulnya limbah pada tahap konstruksi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara [23]: a.
Perencanaan yang didasarkan pada ukuran standar material yang ada di pasaran untuk semua material bangunan yang akan digunkaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya limbah yang dihasilkan dari sisa pemotongan material.
b.
Perencanaan ruang didasarkan pada aspek fleksibilitas. Hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya limbah bila terjadi perubahan perencanaan.
Reuse atau menggunakan kembali limbah merupakan pemindahan kegunaan suatu barang ke kegunaan lain [24]. Reuse mengacu pada membalik bagian dari aliran limbah untuk digunakan berulang pada tujuan yang sama [25]. Cara ini merupakan cara yang paling baik setelah mengurangi limbah tetap menghasilkan limbah.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Recycle atau daur ulang limbah konstruksi merupakan pemisahan dan pendaurulangan material limbah yang dapat ditingkatkan nilainya yang timbul saat proses konstruksi atau renovasi. USEPA (1995) mendefinisikan mendaur ulang dengan memisahkan, mengumpulkan, memproses, memasarkan, dan menggunakan material yang sebenarnya akan dibuang [26]. Proses daur ulang masih langka untuk dilakukan di dalam sebuah proyek konstruksi. Oleh karenanya, pada penelitian ini tidak mencantumkan variabel recycle atau daur ulang beserta sub variabelnya. Limbah yang tetap muncul meskipun telah melalui proses-proses pengelolaan limbah konstruksi seperti mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang, akan dikeluarkan dari lokasi proyek. Biasanya, limbah-limbah ini dibuang ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) menggunakan kendaraan truk. Mengeluarkan limbah dari lokasi proyek berarti juga mengeluarkan uang. Pilihan lain untuk mengeluarkan limbah dari lokasi proyek adalah memberikan limbah tersebut secara cuma-cuma atau menjualnya kepada orang lain seperti pemulung atau organisasi pengepul limbah untuk mereka dapat gunakan kembali atau daur ulang. Kinerja biaya merupakan hasil dari suatu pengendalian biaya selama masa pelaksanaan proyek. Dimana pengendalian biaya merupakan suatu proses monitoring status terkini terhadap anggaran biaya pelaksanaan dan perubahan yang terjadi terhadap rencana anggaran pelaksanaan [27]. Salah satu perbedaan antara proyek yang menerapkan pengelolaan limbah konstruksi dengan yang tidak menerapkan adalah pada kemungkinan terjadinya peningkatan kinerja biaya proyek. Macozoma (2000) mengatakan, biaya limbah mempengaruhi daya saing kontraktor, membuatnya sulit bertahan hidup dalam lingkungan yang kompetitif [28]. Timbulan limbah berarti pengurangan pendapatan bagi kontrakor akibat biaya ekstra pada biaya overhead dan keterlambatan pelaksanaan yang menimbulkan produktivitas yang lebih rendah [29]. Egan (1998) mengatakan, satu langkah untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi di industri konstruksi adalah dengan mengurangi limbah di seluruh tahapan proses konstruksi [30].
Metode Penelitian Strategi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Kerlinger (1996) mengatakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan baik pada populasi besar
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
maupun yang kecil, namun data yang dipelajari merupakan data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis [31]. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian menggunakan kuesioner pada pakar dan responden mengenai faktor apa saja dalam aspek pengelolaan limbah yang akan mempengaruhi peningkatan kinerja biaya. Kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna (Riduwan, 2006, 99) [32]. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) atau variabel yang menjadi sebab atas adanya perubahan adalah aspek pengelolaan limbah konstruksi. Variabel ini kemudian diturunkan menjadi 36 sub variabel yang menggambarkan kegiatan-kegiatan apa saja yang ada dalam pengelolaan limbah konstruksi. Sedangkan variabel terikat (Y) atau variabel yang menjadi akibat atas adanya variabel bebas dalam penelitian ini adalah kinerja biaya. Tabel 1. Variabel Penelitian No
Variabel
X1
Reuce
Sub - No X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15
X2
X3
Reuse
Disposal
X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25
Sub Variabel Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran Menyimpan material dengan baik agar tidak mengalami kerusakan Melakukan estimasi penggunaan material dengan akurat Memilih metode konstruksi yang tepat Menggunakan bahan bekisting dari plasterboard Perencanaan pengurangan limbah beton Perencanaan pengurangan limbah besi Penggunaan container sebagai kantor proyek Memesan barang (dengan mempertimbangkan ukuran) yang dapat meminimalkan pemotongan/ pembuangan Meminta pemaketan/ pengemasan yang minimal Menggunakan kembali limbah kayu Menggunakan kembali limbah puing-puing bongkaran Menggunakan kembali limbah besi tulangan baja Menggunakan kembali limbah kertas atau plastik Menggunakan kembali limbah bata, keramik, genteng Menggunakan kembali limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer Menggunakan kembali limbah sisa tanah galian Menggunakan kembali limbah kelebihan agregat Menggunakan kembali limbah beton menjadi cansteen Penggunaan air secara berulang Menjual limbah kayu Menjual limbah puing puing bongkaran Menjual limbah besi tulangan atau baja Menjual limbah kertas atau plastik Menjual limbah bata, keramik, genteng
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Ref. 2,5 2,5 2 2 1,3 1,3,4 1,3,4 1,3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1,3,4 5 5 5 5 5
Tabel 1. (Sambungan) No
X3
Variabel
Disposal
Sub - No X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33
X35 X36
Sub Variabel Menjual limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer Menjual limbah sisa tanah galian Menjual limbah kelebihan agregat Memberi dengan cuma-cuma limbah kayu Memberi dengan cuma-cuma puing-puing bongkaran Memberi dengan cuma-cuma limbah besi tulangan atau baja Memberi dengan cuma-cuma limbah kertas atau plastik Memberi dengan cuma-cuma limbah bata, keramik, genteng Memberi dengan cuma-cuma limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer Memberi dengan cuma-cuma limbah sisa tanah galian Memberi dengan cuma-cuma limbah kelebihan agregat
Y1
Peningkatan kinerja biaya
X34
Y
Kinerja Biaya
Ref. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6,7,8
Sumber: Olahan Sendiri
Keterangan: 1. PP Guideline 2. Wulfram Ervianto (2012) 3. Bayu Adikusumo (2010) 4. Suratman (2010) 5. Oktaviani Fransisca (2003) 6. Asiyanto (2005) 7. Imam Suharto (1997) 8. PMBOK fouth edition (2008) Dalam kuesioner penelitian ini akan digunakan skala pengukuran nominal dan ordinal. Skala pengukuran nominal digunakan pada saat melakukan validasi pakar pada tahap 1. Sedangkan skala ordinal digunakan pada penyebaran ke responden pada tahap 2. Skala nominal hanya dapat dibedakan berdasarkan sifat fisiknya, yaitu ya atau tidak. Dengan skala ordinal, dapat dimungkinkan variabel yang ada disusun menurut peringkatnya masing-masing, mulai dari yang paling lemah hingga yang paling kuat pengaruhnya. Skala pengukuran ordinal yang digunakan untuk variabel X pada penelitian ini bertingkat yang terdiri dari : 1 = Tidak ada pengaruh (0%); 2 = Kurang Berpengaruh (0% - <1%); 3 = Cukup Berpengaruh (1% - <2%); 4 = Berpengaruh (2% - <3%); 5 = Sangat Berpengaruh (≥3%), sedangkan untuk variabel Y terdiri dari 1 = Buruk (Adanya peningkatan biaya proyek); 2 = Tidak Berpengaruh (Tidak ada perubahan biaya proyek);
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
3 = Sedang (Ada pengurangan biaya proyek sebesar < 1 %); 4 = Baik (Ada pengurangan biaya proyek sebesar 1-3 %); 5 = Sangat baik (Ada pengurangan biaya proyek sebesar > 3 %) [33]. Untuk menganalisis data yang didapatkan dari responden, digunakan analisis statistik dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji validitas, uji korelasi, analisis faktor, analisis regresi dan uji model. Analisis dilakukan untuk melihat tingkat pengaruh dari setiap sub variabel yang ada dalam pengelolaan limbah konstruksi terhadap peningkatan kinerja biaya serta mendapatkan faktor-faktornya yang dominan.
Hasil Penelitian Pengumpulan data tahap 1 atau validasi pakar ini merupakan langkah pertama dalam proses pengambilan data. Proses ini akan memastikan bahwa variabel dan subvariabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai untuk dilakukan penelitian. Pakar dalam penelitian ini berjumlah 5 orang dan berasal dari berbagai instansi dengan pengalaman minimal 17 tahun sehingga dapat dipastikan bahwa pakar-pakar ini telah memahami dengan sangat baik bagaimana sebuah proyek berlangsung. Berdasarkan pakar atas seluruh variabel penelitian, tidak ada satu variabel pun yang dihilangkan namun beberapa variabel mengalami perubahan tata bahasa agar mudah dimengerti oleh responden yang lebih sering berada di proyek. Variabel dan sub variabel penelitian yang telah dikonsultasikan kepada pakar pada proses sebelumnya, kemudian disebarkan kepada para responden yang ada pada proyek-proyek konstruksi gedung bertingkat. Sebanyak 48 kuesioner disebarkan di proyek-proyek yang ada di area Jabodetabek melalui penyebaran langsung di lokasi proyek maupun via telepon. Dari sebanyak 48 kuesioner tersebut, hingga batas akhir pengumpulan kuesioner yang telah penulis tentukan terkumpul 40 kuesioner yang setara dengan pengembalian 83,33 % dari seluruh kuesioner yang disebarkan. Responden memiliki pendidikan terakhir vokasi, sarjana, maupun pascasarjana dengan pengalaman bekerja di atas 5 tahun, dan memegang jabatan project manager atau setara, construction manager atau setara, site manager atau setara, dan site engineer atau quantity surveyor atau quality control atau setara. Dari data-data yang didapatkan dari para responden, dilakukan analisis statistik yang mana uji validitas dan uji korelasi bersifat mengeliminasi sehingga 5 sub variabel yaitu X3, X4, X5, X15, dan X16 dinyatakan tidak valid dan 3 sub variabel yaitu X2, X8, dan X17 dinyatakan tidak berkorelasi. 8 Sub variabel ini kemudian tidak diikutsertakan pada uji statistik berikutnya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Selanjutnya dilakukan analisis faktor untuk melihat apakah seluruh variabel hasil analisa korelasi saling
berhubungan
(inter-dependent
antar
variabel)
sehingga
akan
menghasilkan
pengelompokkan dari banyak variabel menjadi hanya beberapa variabel baru atau faktor agar mudah untuk dikelola. Setelah analisis faktor, kemudian dilaksanakan analisis regresi. Analisis regresi dilakukan untuk mempelajari bagaimana eratnya hubungan antara satu atau beberapa variabel independen (X) dengan satu variabel dependen (Y). Variabel-variabel yang telah melalui analisa faktor menjadi input analisis regresi. Analisis menggunakan bantuan program SPSS 20. Analisis dilakukan berkali-kali (literasi) hingga muncul 6 variabel pada modelnya, sesuai dengan jumlah komponen analisa faktor.
Gambar 2. Grafik Scatterplot untuk Semua Responden
Sumber: Olahan SPSS 20
Maka berdasarkan metode di atas, persamaan regresi linear yang dihasilkan adalah: Y = f(x) Y = 1,078 + 0,086X19 + 0,216X7 + 0,315X13 + 0,202X9 + 0,117X1 - 0,108X11 Dimana:
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Y
= Besaran peningkatan kinerja biaya
X19
= Menggunakan kembali limbah beton menjadi cansteen, car stop, dan paving block
X7
= Perencanaan pengurangan limbah besi dengan bar bending schedule
X13
= Menggunakan kembali limbah besi tulangan baja
X9
= Memesan barang dengan ukuran sesuai gambar atau desain (cutting list)
X1
= Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran
X11
= Menggunakan kembali limbah kayu
Uji model yang dilakukan berupa uji koefisien determinasi atau R2 – Test, Uji F (F-Test), Uji t (t – Test), dan Uji Autokorelasi (Durbin-Watson Test). Analisa regresi yang telah dilakukan menghasilkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,694. Nilai ini telah melebihi 0,50 sehingga dapat dikatakan bahwa model di atas mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 69,4 %. Sedangkan 30,6 % sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model tersebut. Nilai F yang akan diuji F test sebesar 13,842. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai F dari tabel dengan tingkat signifikansi 5 %. Dengan mengetahui nilai untuk F dari tabel F untuk regression = 6 dan residual = 28, maka didapatkan Ftabel sebesar 2,45. Oleh karena itu, model ini memiliki nilai Ftest > Ftabel sehingga Ho ditolak atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari pengelolaan limbah konstruksi terhadap peningkatan kinerja biaya. Nilai t untuk subvariabel X7, X13, dan X9 berada di atas nilai ttabel atau thitung > ttabel, serta nilai sig. < 0,05. Oleh karena itu disimpulkan bahwa variabel-variabel X di atas memiliki kontribusi dan mempengaruhi terhadap nilai Y. Untuk subvariabel X19, X1, dan X11 memiliki thitung < ttabel, serta nilai sig. > 0,05 maka subvariabel tersebut tidak memiliki kontribusi terhadap Y. Dari analisis regresi dihasilkan nilai DW sebesar 2,226. Sedangkan melalui tabel DW dengan signifikansi 5 % dan jumlah data (n) serta jumlah variabel independen (k) diperoleh nilai dL sebesar 1,222 dan dU sebesar 1,726. Karena 2,226 > dU maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif dan (4 – d) = 1,774 > dU maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi negatif.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pembahasan Besi tulangan merupakan salah satu limbah yang masih memiliki nilai sisa yang tinggi. Besi tulangan ini sangat baik untuk dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Tingkat penggunaan kembali besi tulangan sangatlah tinggi [34]. Persentase limbah tulangan rata-rata untuk seluruh jenis bangunan berkisar sekitar 5,3% [35]. Di lapangan, penggunaan limbah tulangan ini terbagi menjadi dua, yakni untuk produk dan untuk temporary facilities. Untuk penggunaan yang berkaitan dengan produk, besi tulangan bekas ini digunakan menjadi pengaku panel precast dan lefting hook. Sehingga tulangan bekas ini akan menjadi bagian dari bangunan yang dibangun. Selain itu, tulangan bekas dapat digunakan kembali menjadi bagian-bagian dari temporary facilities yang sangat dibutuhkan di proyek. Limbah jenis ini digunakan untuk dudukan lampu proyek, tempat sampah, railing, dan sebagainya. Dengan penggunaan kembali limbah baja ini, maka tidak diperlukan pembelian material khusus untuk pengaku panel precast maupun lefting hook-nya serta temporary facilities yang dapat diperoleh dari limbah-limbah yang ada. Dengan begitu, terdapat cost saving yang akan meningkatkan kinerja biaya kontraktor. Dalam sebuah konstruksi beton bertulang yang sudah awam digunakan di industri konstruksi, selain diperlukan beton juga diperlukan besi tulangan yang menjadi perkuatan beton itu sendiri. Diperlukan besi tulangan dalam jumlah yang besar untuk konstruksi sebuah bangunan. Material besi tulangan memakan biaya yang cukup besar mengingat harga yang cukup mahal dengan kebutuhan yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penjadwalan khusus yang menghitung kebutuhan besi tulangan dalam sebuah konstruksi atau yang disebut dengan bar bending schedule (BBS). Dengan dibuatnya BBS ini, dapat dilakukan penghematan penggunaan besi tulangan. Dalam BBS ini, dapat diketahui bahwa besi digunakan untuk apa saja dan kapan saja. Besi tulangan yang mengalami pemotongan akan memiliki sisa potongan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain dalam proyek yang tertulis dalam BBS itu sendiri. Dengan begitu, limbah sisa potongan besi tulangan akan menjadi sangat minimal. Sebelum adanya BBS, menurut wawancara terhadap pakar, sisa potongan-potongan besi tulangan biasanya akan diambil oleh pekerja konstruksi untuk kemudian dijual sehingga pekerja tersebut mendapatkan keuntungan. Hal ini sangatlah merugikan proyek. Oleh karena itu, dengan BBS hal ini dapat diminimalisasi. Limbah besi tulangan menjadi minimal sehingga akan mengurangi biaya
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
pembelian besi tulangan dan pembuangannya. Dengan begitu, keuntungan dan kinerja biaya kontraktor akan meningkat. Beton merupakan salah satu material yang menjadi komponen struktural maupun non struktural. Penggunaan beton yang mudah serta kekuatannya membuat beton menjadi salah satu komponen bangunan yang selalu ada dalam setiap proyek. Tingkat penggunaan kembali limbah beton mencapai 0,90 dari 1,00 dikarenakan salah satunya adalah pertimbangan limbah sehingga memesan beton lebih 5 % hingga 10 % [36]. Berdasarkan wawancara dengan pakar, pada dasarnya pada setiap proyek selalu berusaha untuk mengurangi limbah beton ini salah satunya adalah meminimalisasi wastage dalam pemesanan beton hingga mencapai 0 % serta juga mempertimbangkan bahwa di dalam struktur beton itu sendiri masih terdapat besi tulangan sehingga akan mengurangi volume beton. Tetapi tak dapat dielakkan bahwa limbah beton ini sering kali muncul. Dalam proyek, limbah beton ini digunakan kembali menjadi komponenkomponen non-struktural misalnya car stop. cansteen, dan paving block. Dengan digunakannya kembali limbah beton, maka meminimalisasi pembuangan ke TPA yang akan membuat biaya pembuangan juga minimal. Dengan begitu, kinerja biaya proyek akan meningkat. Dengan memesan barang dengan ukuran sesuai gambar atau desain atau cutting list berarti mengurangi pemotongan di lokasi proyek. Mengurangi pemotongan material di lokasi proyek akan membawa proyek meminimalisasi limbah konstruksinya. Di lapangan, penggunaan cara ini dilakukan biasanya dalam bentuk kerjasama ke pabrik-pabrik atau manufaktur dari material yang akan digunakan dalam proyek. Salah satu contohnya adalah pemesanan wiremesh atau jaringan baja tulangan. Wiremesh dipesan sesuai dengan kebutuhan di dalam proyek misalkan untuk pengecoran plat lantai. Selain itu masih terdapat banyak hal lain yang dapat dilakukan dalam metode ini, seperti pemesanan baja untuk struktur yang sudah dipotong sesuai kebutuhan di proyek sehingga tinggal dilakukan proses perakitan atau assembling di lapangan. Begitu juga untuk keperluan kabel. Kabel dipesan sesuai dengan panjang yang dibutuhkan di proyek sehingga tidak perlu dilakukan pemotongan-pemotongan lagi yang akan menimbulkan limbah. Dengan mengurangi limbah, maka semakin berkurang biaya untuk membuang limbah yang mencakup biaya transportasi dan biaya pembuangan ke TPA sehingga kinerja biaya proyek atau pendapatan
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
kontraktor akan meningkat dan kontraktor akan memiliki daya saing yang lebih tinggi serta memiliki citra yang baik dalam aspek kelestarian lingkungan. Salah satu penyebab munculnya limbah konstruksi yang berkaitan dengan desain adalah kurangnya pengetahuan mengenai dimensi material di pasaran [37]. Dengan merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi di pasaran maka tidak diperlukan potongan-potongan yang akan mengakibatkan timbulnya limbah. Meskipun berdasarkan tanggapan pakar, pada dasarnya desain yang sesuai dengan keinginan owner sulit dikalahkan oleh pertimbangan lainnya seperti aspek ekologi, salah satunya pengelolaan limbah konstruksi. Dengan begitu, desain bangunan tidak serta merta menyesuaikan dengan program pengurangan limbah konstruksi. Namun bukan berarti cara ini tidak dapat dilakukan untuk pengurangan jumlah limbah. Di lapangan, penggunaan cara ini lebih ditekankan pada penggunaan besi tulangan dengan cara overlap. Dengan cara ini, besi tidak perlu dipotong-potong melainkan hanya disambung secara overlap. Selain itu, merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material di pasaran juga digunakan untuk pemasangan cladding. Desain arsitektural disesuaikan dengan dimensi material yang ada. Hal ini berlaku juga untuk penggunaan marmer dan keramik penutup lantai. Dengan begitu, limbah konstruksi dapat diminimalisasi sehingga tidak perlu melakukan pembuangan secara berkala ke TPA yang mengeluarkan biaya transportasi dan pembuangannya. Kayu di dalam proyek digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya keperluan formwork atau bekisting. Tingkat penggunaan kembali limbah kayu ini cukup tinggi hingga mencapai 0,80 dari 1,00 [38]. Limbah kayu merupakan salah satu limbah yang mudah untuk digunakan kembali untuk berbagai keperluan, salah satunya adalah temporary facilities. Sama halnya dengan pendapat pakar, bahwa limbah kayu di dalam proyek sering digunakan untuk pekerjaan fasilitas sementara seperti perbaikan-perbaikan yang membutuhkan kayu, bedeng pekerja, tempat duduk, dan tempat sampah. Biasanya, untuk mengurangi jumlah limbah kayu digunakanlah material bekisting yang lebih tahan lama dan kuat, seperti baja atau alumunium sehingga juga menjadi ramah lingkungan. Dengan berkurangnya jumlah limbah kayu, yang di dalam proyek biasanya sangat besar jumlahnya, maka berkurang pula biaya pembuangan ke TPA sehingga meningkatkan keuntungan kontraktor dan kinerja biayanya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Tabel 2. Kegiatan Reduce dan Reuse Material
Besi Tulangan
Beton
Kayu
Lain-lain
Reduce (mengurangi) Melaksanakan bar bending schedule, pemesanan wiremesh, penggunaan besi tulangan dengan cara overlap, Mempertimbangkan waste hingga 0% dan volume besi tulangan yang mengurangi volume beton -
Reuse (menggunakan kembali) Produk: pengaku panel precast dan lefting hook; Temporary facilities: dudukan lampu proyek, tempat sampah, dan railing Digunakan kembali menjadi komponenkomponen non-struktural misalnya car stop, cansteen, dan paving block Digunakan untuk temporary facilities dan perbaikan-perbaikan yang membutuhkan kayu, bedeng pekerja, tempat duduk, dan tempat sampah
Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material di pasaran untuk pemasangan cladding, penggunaan marmer dan keramik penutup lantai, pemesanan kabel sesuai dengan panjang yang diperlukan dalam proyek
-
Sumber: Olahan Sendiri
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui tahapan-tahapan penelitian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat enam faktor dominan dari pengelolaan limbah konstruksi yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja biaya proyek yaitu menggunakan kembali limbah beton menjadi cansteen, car stop, dan paving block, perencanaan pengurangan limbah besi dengan bar bending schedule, menggunakan kembali limbah besi tulangan baja, memesan barang dengan ukuran sesuai gambar atau desain (cutting list), merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran, dan menggunakan kembali limbah kayu.
Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah: a.
Memperbanyak jumlah responden dan proyek agar didapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.
b.
Melakukan studi kasus pada beberapa proyek dengan karakteristik yang sama agar diperoleh besaran atau persentase peningkatan kinerja biaya akibat dilakukannya pengelolaan limbah konstruksi.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
c.
Melakukan penelitian lanjutan yang meneliti keuntungan dari pengelolaan limbah konstruksi seperti peningkatan produktivitas dan kualitas.
Daftar Referensi [1]
W. Lu, H. Yuan, J. Li, J. Hao, X. Mi, Z. Ding. An Empirical Investigation of Construction and Demolition Waste Generation Rates in Shenzhen City, South China. Elsevier. 2010
[2]
Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 132.
[3]
M. Abduh. Konstruksi Ramping Untuk Mencapai Konstruksi Yang Berkelanjutan. Seminar Nasional “Sustainability dalam Bidang Material, Rekayasa, dan Konstruksi Beton”, ITB, 4 Desember 2007. hal. 213.
[4]
Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. hal. 63.
[5]
L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a Hong Kong Survey. Griffith University, 2002.
[6]
Suratman. 2010. Pengaruh Penerapan Green Construction Terhadap Kinerja Biaya Proyek Di Lingkungan PT. PP (Persero) Tbk. Tesis. Universitas Indonesia.
[7]
Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia.
[8]
L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a Hong Kong Survey. Griffith University, 2002.
[9]
Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 131.
[10] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [11] Tam, Vivian W.Y., Tam, C.M. A Review on the Viable Technology for Construction Waste Recycling. Elsevier. 2006. [12] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [13] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
[14] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 133. [15] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 135. [16] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 136. [17] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 140. [18] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 141. [19] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 133. [20] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 106. [21] Yuan, Hongping., Shen, Liyin.. Trend of the Research on Construction and Demolition Waste Management. Elsevier. (2010) [22] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan. An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012. [23] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 144. [24] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [25] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan. An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012. [26] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan. An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012. [27] Project Management Institute, (2008). A Guide to the Project Management Body of Knowledge, 4th Edition. [28] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
[29] Skoyles, E.R. and Skoyles, J.R. (1987). Waste prevention on site. London: Mitchell [30] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012 [31] Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. hal. 49. [32] Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. hal. 99. [33] Suratman. 2010. Pengaruh Penerapan Green Construction Terhadap Kinerja Biaya Proyek Di Lingkungan PT. PP (Persero) Tbk. Tesis. Universitas Indonesia. [34] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010. [35] L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a Hong Kong Survey. Griffith University, 2002. [36] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010. [37] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012 [38] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013