FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIKUM PADA RS DI PROVINSI GORONTALO Dewi Ratna Ningsih Hasan, Zuhriana K. Yusuf, Rhein Djunaid1 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG E-mail :
[email protected] ABSTRAK Dewi Ratna Ningsih Hasan, 2014 “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo”. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu-IlmuKesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes dan Pembimbing II Rhein Djunaid, S.Kep, Ns, M.Kes Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi pada pasien diabetes melitus.jika tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi bahkan kematian. Proses penyembuhan ulkus diabetikum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah usia, manajemen perawatan luka, nutrisi, infeksi dan merokok.Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara umur, manajemen perawatan luka, nutrisi, infeksi dan merokok dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo Desain penelitian menggunakan metode observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional study.Populasi dalam penelitian ini adalah pasien ulkus diabetikum. Sampel dalam penelitian ini menggunakan Accidental Sampling yaitu sebanyak 30 responden.Hasil Uji statistic mengunakan uji Fisher’s Exact dengan tingkat signifikasi P=<0,05. Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo diperoleh nilaip=0,000 untuk variabel umur, nilai p=0,019 untuk variabel manajemen perawatan luka, nilai p=0,000 untuk variabel nutrisi, nilaip=0,001 untuk variable infeksi dan p=0,284 untuk variable merokok. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara umur, manajemen perawatan luka, nutrisi, infeksi dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo dan tidak ada hubungan antara merokok dengan proses penyembuhan ulkus diabeticum pada RS di Provinsi Gorontalo.Saran agar perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam perawatan pasien ulkus diabetikum sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Kata Kunci:Ulkus Diabetikum
Pustaka : 21 (2002-2013)2
11
Dewi Ratna Ningsih Hasan. 8414 10 116. Jurusan Ilmu Keperawatan. FIKK UNG. dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes. Rhein Djunaid, S.Kep, Ns. M.Kes.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi cenderung terjadi, ganggren dapat berkembang dan terdapat resiko tinggi perlu dilakukannya amputasi tungkai bawah hal ini di akibatkan oleh gangguan neurologis (neuropati) dan vaskuler pada tungkai(Morison, 2012). Dalam sebuah analisis yang dilakukan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus pada tahun 2000 berjumlah 171 juta orang dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 366 juta pada tahun 2030. WHO menyebutkan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus akan meningkat pada tahun 2030 yaitu India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta). Dari angka tersebut dapatdiprediksi jumlah pasien yang mengalami ulkus diabetikum dengan tingkat resiko 25% mencapai 5,3 juta jiwa (Prihaningtyas, 2013). Menurut Federasi Diabetes Internasional(FDI), diabetes merupakan penyebab kematian urutan ketujuh di dunia dimana setiap detik 1 orang meninggal dunia karena diabetes dan pada tahun 2011 sebesar 4,6 juta pasien diabetik meninggal dunia. Menurut Handayani (2010 dalam Falanga, 2005) “ulkus diabetik kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi bahkan kematian. Proses penyembuhan ulkus diabetikum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah usia, manajemen perawatan luka, nutrisi, merokok dan infeksi. Perawatan luka diabetik harus memperhatikan perubahan usia penderita karena semakin tua usia seseorang akan semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung hal ini dipengaruhi oleh perbedaan penggantiankolagen yang mempengaruhi penyembuhan luka (Maryunani, 2013). Menurut Handayani (2010 dalam Bryant & Nix, 2007) bahwa “Manajemen perawatan luka adalah salah satu teknik yang harus diketahui oleh perawat, hal ini berpengaruh terhadap proses penyembuhan karena pemilihan bahan balutan dan penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat, penggunaan antibiotik topikal dan larutan pembersih luka yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan luka. Teknik perawatan luka dapat berupa perawatan luka baik secara lokal maupun sistemik. Perawatan lokal dapat
berupa tindakan necrotomy, debridemendan jenis dressingluka yang digunakan. Perawatan sistemik dapat berupa pemberian nutrisi parenteral dan insulin subkutan”. Status nutrisi berpengaruh terhadap proses penyembuhan karena zat makanan yang masuk ke dalam tubuh seperti protein, vitamin B dan C, mineral, dan zinc
sangat
dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi, proliferasi, fibroblas,sintesa kolagen dan remodeling luka. Merokok juga berpengaruh terhadap penyembuhan luka karena hal ini mengurangi oksigenasi jaringan dan menimbulkan efek merugikan pada proses penyembuhan luka (Misnadiarly, 2005). Penelitian terkait dengan penelitian yang akan di lakukan penulis adalah penelitian yang di lakukan oleh Handayani (2013). Penelitian ini di lakukan di RSUD Poso Sulawesi Tengah.Dengan subyek penelitian adalah pasien ulkus diabetik dan jumlah sampel 30 orang. Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara nutrisi, manajemen perawatan luka dan usia dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum (Handayani, 2013). Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, diabetes melitus dengan komplikasi ulkus diabetik berada pada urutan ke enam dari sepuluh penyakit utama pada pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian akibat ulkus berkisar 17-23%, angka amputasi berkisar 15-30% dan angka kematian 1 tahun post amputasi sebesar 14,8% (Departemen Kesehatan RI, 2011). Berdasarkan survey awal peneliti penderita penyakit diabetes melitus di Gorontalo sangat tinggi.Pada tahun 2012 dari bulan januari sampai desember sebanyak 4789 orang. Dan pada tahun 2013 dari bulan januari sampai oktober 4114 orang (Dinkes Gorontalo, 2013). Berdasarkan data yang didapatkan dari RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe pada tahun 2011 jumlah pasien yang telah mengalami ulkus 168 orang dari 449 orang pasien diabetes melitus, dan pada tahun 2012 menjadi 646 orang di mana pasien ulkus mencapai 186 orang. Penderita diabetes melitus di RSUD Toto Kabila juga menunjukan peningkatan, pada tahun 2011 berjumlah 93 orang dimana pasien yang telah mengalami ulkus berjumlah 20 orang dan 1 orang di lakukan tindakan amputasi, sedangkan pada tahun 2012 jumlah pasien ulkus mencapai 29 orang dari total pasien diabetes melitus berjumlah 113 orang.Sedangkan jumlah pasien ulkus diabetik berdasarkan data rekam medik RS Islam adalah 55 orang. Berdasarkan data-data dan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan DenganProses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo.
1. Tujuan Penelitian 1.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo. 1.2. Tujuan Khusus 1. Menganalisis Hubungan umur dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo 2. Identifikasi faktor management perawatan luka yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo 3. Identifikasi faktor nutrisi yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo 4. Identifikasi faktor infeksi yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo 5. Identifikasi faktor merokok yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Prof. Dr. H. AloeiSaboe, RSUD Toto Kabila, dan RS Islam ProvinsiGorontalo. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulandaritanggal 11 Februarisampai 11 April tahun 2014. 2.2. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional study dengan maksud untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan dependent dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2012). 2.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
2.3.1.
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulnnya (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita ulkus diabetikumi pada RS di ProvinsiGorontalo.
2.3.2.
Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling yaitu dengan mengambil sampel yang ada/ tersedia pada waktu itudaritanggal 11 februarisampai 11 april(Notoatmodjo, 2012). Sampeldalampenelitianiniharusmemenuhikriteriainklusidaneksklusiyaitu: 1) Inklusi : 1. Pasien diabetes mellitus dengankomplikasiulkusdiabetik 2. Pasiendalamkeadaansadar 3. Pasienbersediamenjadirespondendalampenelitian. 2) Eksklusi : Pasien diabetes melitus yang tidak di sertaidengankomplikasiulkus diabetic danPasienPikun.
3. Tehnik Analisa data 3.1. Analisa Univariat Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen dan dependen untuk memperoleh gambaran karakteristik menggunakan tabel distribusi frekwensi. 3.2. Analisa Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu mencari hubungann antara variabel independen dan variabel dependen yang diuji dengan menggunakan uji statistik Fisher’s Exactdengan menggunakan program SPSS. Batas kemaknaan yang di gunakan adalah (α) 0,05dengan interpretasi sebagai berikut 1. Di katakana hubungan bermakna secara statistic jika p-value < 0,05 2. Di katakana hubungan tidak bermakna secara statistic jika p-value > 0,05 UjiFesher’s Exact digunakan karena terdapat nilai Expectasi dalam cell di bawah batas normal dari 5 yaitu (0,2,3dan4).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran UmumLokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di tiga RS Provinsi Gorontalo yaitu RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe di ruangan G2 Atas Interna, dan G3 Atas, RS Islam Gorontalo dan RSUD Toto Kabila. Mulai tanggal 11 Februari sampai dengan 11 April 2014. 4.2. Gambaran Umum Responden Selama proses penelitian dilakukan, jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 30 responden yang menderita ulkus diabetikum yang bersedia dan menandatangani surat persetujuan. Pengambilan sampel dilakukan dengan caraAccidental Sampling yaitu dengan mengambil sampel yang ada/ tersedia pada waktu itu. Dan untuk Pengumpulan data pada respondendilakukan dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang diisi oleh responden dan alat bantu lembar observasi yang diisi oleh peneliti. Yang di mana peneliti membagikan kuesioner kepada responden, untuk variabel usia, menageman perawatan luka, status nutrisi, dan merokok. Sedangkan untuk variabel proses penyembuhan ulkus dan infeksi di dapatkan dari hasil observasi keadaan luka
4.3. Analisis Univariat a. Umur Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Proses PenyembuhanUlkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo Frekuensi No Umur Jumlah % 1 2
< 55 > 55
11 19
36,7 63,3
30 100,0 Total Sumber : Data Primer tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.4 menunjukan bahwa pasien ulkus yang berumur <55 sebanyak 11 responden (36,7%) dan pasien yang berumur >55 sebanyak 19 responden (63,3%).
b. Management Perawatan Luka Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Menagement Perawatan Luka Pada RS Di Provinsi Gorontalo No 1 2
Menagement Perawatan Luka
Sesuai Tidak Sesuai Total Sumber : Data Primer 2014
Frekuensi Jumlah 20 10 30
% 66,7 33,3 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa menagement perawatan luka pada pasien Ulkus Diabetik yang tidak sesuai sebanyak 10 responden (33,3%), dan menagement perawatan luka yang sesuai sebanyak 20 responden (66,7%). c. Nutrisi Tabel 4.6 Distribusi Nutrisi Responden Dalam Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo Frekuensi No Nutrisi Jumlah % 1 Nutrisi Baik 19 63,3 2 Nutrisi Kurang 11 36,7 30 100,0 Total Sumber : Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa pasien ulkus diabetik yang nutrisinya baik yaitu sebanyak 19 responden (63,3%), dan nutrisi kurang sebanyak 11 responden (36,7%). d. Infeksi Tabel 4.7 Distribusi Derajat Infeksi Responden Dalam Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo Frekuensi No Infeksi Jumlah % 1 Infeksi 16 53,3 2 Tidak Infeksi 14 46,7 30 100,0 Total Sumber : Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa pasien ulkus diabetic yang mengalami infeksi sebanyak 16 responden (53,3%) dan yang tidak infeksi sebanyak 14 responden (46,7%).
e. Merokok Tabel 4.8 Distribusi Merokok Responden Dalam Proses Penyembuhan Ulkus DiabetikumPada RSDi Provinsi Gorontalo Frekuensi No Merokok Jumlah % 1 Merokok 18 60,0 2 Tidak Merokok 12 40,0 30 100,0 Total Sumber : Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa pasien ulkus diabetic yang merokok sebanyak 18 responden (60,0%) dan yang tidak merokok sebanyak 12 responden (40,0%). f. Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik Tabel 4.9 Distribusi Responden Terhadap Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik Pada RS Di Provinsi Gorontalo Frekuensi Proses Penyembuhan No Ulkus Diabetik Jumlah % 1 Cepat 16 53,3 2 Lambat 14 46,7 30 100,0 Total Sumber : Data Primer 2014 Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa pasien ulkus diabetic yang mengalami proses penyembuhan cepat sebanyak 16 responden (53,3%) dan yang mengalami proses penyembuhan lambat sebanyak 14 responden (46,7%). 4.4.Analisis Bivariat Berdasarkan kerangka konsep, analisa bivariat menguji hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen adalah usia, menagemen perawatan luka, nutrisi, infeksi, dan merokok dan variabel dependen adalah proses penyembuhan ulkus diabetikum. Uji bivariat ini menggunakan uji statistik Fisher’s Exact dengan menggunakan taraf kesalahan α = 5 % (0,05). Tabel 4.10 Hubungan antara Umur Responden dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo Proses Penyembuhan Total Umur P Lambat Cepat N % N % N % < 55 tahun 0 0 11 36,7 11 36.7 ≥ 55 tahun 0,000 14 46,7 5 16,7 19 63.3 Total 14 46,7 16 53,3 30 100 Sumber : Data Primer 2014
Dalam penelitian ini responden yang berumur ≥55 tahun yang proses penyembuhan lambat sebanyak 14 responden (46,7%) dari 30 responden hal ini disebabkan karena pada lansia jumlah dan ukuran fibroblas menurun, begitu pula motilitas, proliferasi dan kemampuan responhormon dan faktor-faktor pertumbuhan sehingga akan memperlambat proses penyembuhan luka. dan yang mengalami proses penyembuhan cepat sebanyak 5 responden (16,7%) dari 30 responden. Penyembuhan yang cepat pada umur ≥ 55 dapat terjadi apabila responden mengetahui hal-hal apa yang dapat membantu proses penyembuhan lukanya, seperti mengkonsumsi makanan sesuai anjuran dokter dan tetap rutin melakukan perawatan luka. Sedangkan pada umur <55 tahun yang proses penyembuhan lambat sebanyak 0 responden (0%) dari 30 responden, dan yang mengalami proses penyembuhan cepat sebanyak 11 responden (36,7%) dari 30 responden. Hal tersebut dikarenakan kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitu juga dengan defisiensi imun, dan sistem kardiovaskuler yang memungkinkan proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Usia merupakan faktor yang sangat berhubungan dengan proses deganeratif yang berarti penurunan fungsi pada system tubuh manusia. Menurut Feldman (dalam Denny, 2012) dimanausia 50-65 tahun merupakan usia dimana manusia akan mengalami kemunduran kesehatan, Epidermis menjadi lebih tipis, dermis menjadi atropi dan terjadi penurunan vaskularisasi. Turgor kulit menurun karena berkurangnya kolagen dan produksi elastic fibrin. Kolagen menjadi lebih tipis, ditambah lagi dengan penurunan jaringan adiposa sehingga membuat kulit berkerut. Hal ini juga sesuai dengan teori manajemen luka yaitu terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik kulit sepanjang rentang kehidupan, yang disertai perubahan fisiologi normal berkaitan dengan umur yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang mempengaruhi predisposisi cedera dan mekanisme penyembuhan luka(Morison,2012). Hasil yang sama terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Carville (2007) yang dijelaskan dalam Norman (2004) yang berpendapat bahwa pada usia pertengahan dan usia lanjut terjadi kemunduran sistemik sehingga terjadi perubahan epidermis, dermis, turgor kulit dan kolagen. Perubahan yang sangat berarti pada penyembuhan luka adalah penurunan jumlah dan fungsi fibroblas serta hormonhormon pertumbuhan yang diperlukan untuk penyembuhan luka. Menurut asumsi peneliti dari sebagian responden yang mengalami proses penyembuhan ulkus diabetic di tiga rumah sakit yaitu RSUD Prof.Dr.H.Aloei Saboe, RSUD Toto kabila dan RS Islam Gorontalo ternyata umur ≥55 tahun mengalami proses penyembuhan luka yang lambat daripada responden yang berumur <55 tahun. Hal ini disebabkan umur ≥55 tahun kulit mengalami perubahan sebagai akibat dari kemunduran fungsi sistemik. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya penurunan elastisitas kulit, penurunan sistem imun, persepsi sensori, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit yang berhubungan dengan usia, yang dapat memperlambat penyembuhan luka seiring dengan bertambahnya usia melalui berbagai mekanisme seperti karena pengaruh paparan lingkungan. Untuk itu sangatlah diperlukan dukungan keluarga dalam memberikan semangat seperti
minum obat tepat waktu, melakukan diet sesuai anjuran dokter, rutin melakukan pemeriksaan, sehingga pasien merasa diperhatikan dan dibutuhkan.
Tabel 4.11 Hubungan antara Manajemen Perawatan Luka Responden dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo Manajemen perawatan luka Sesuai Tidak sesuai Total
Proses penyembuhan Lambat Cepat N % N % 6 20,0 14 46,7 8 26,7 2 6,7 14 46,7 16 53,3
Total N % 20 66,7 10 33,3 30 100
P
0,019
Sumber: Data Primer 2014 Didapatkan dari 14 responden (46,7%) yang manajemen perawatan luka sesuaimengalami proses penyembuhan cepat dari total 30 responden. Hal ini karena management perawatan luka yang baik dan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan akan dapat membantu proses penyembuhan luka karena perawatan yang rutin dapat mencegah terjadinya infeksi seperti luka mengeluarkan bau busuk, adanya push serta bengkak. Dan 6 reponden (20,0%) mengalami proses penyembuhan yang lambat. Berdasarkan kuesioner yang diberikan,penyembuhan yang lambat pada 6 orang responden yang management lukanya sudah sesuai di sebakan karena faktor yang lain seperti responden nutrisinya tidak sesuai, dimana responden tetap mengkonsumsi makanan dan minuman yang sudah dianjurkan untuk dikurangi. Sedangkan menajemen perawatan luka yang tidak sesuai terdapat 8 responden (26,7%) yang mengalami proses penyembuhan lambat dari 30 respondenHal ini disebabkan karena perawat dalam melakukan perawatan luka tidak sesuai dengan prosedur menajemen yang sudah di tetapakan di masing-masing Rumah Sakit. hal tersebut juga sejalan dengan jawaban dari 10 reponden dari 30 total responden yang menjawab bahwa perawat tidak rutin melakukan perawatan luka sesuai jadwalnya serta 1 reponden dari 30 responden menjawab perawat tidak melakukan tehnik balutan yang tepat dan 2 responden (6,7%) yang mengalami proses penyembuhan cepat dari 30 responden penelitian. Hal ini disebakan karena faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka bukan hanya management perawatan lukanya, tetapi nutrisi juga sangat penting karena makanan yang mengandung protein nabati, protein hewani, vitamin B, C, akan sangat membantu proses regenerasi luka sehingga luka akan mengalami penyembuhan yang cepat. Tujuan manajemen perawatan luka diabetik adalah menciptakan suasana lembab, mencegah terjadinya komplikasi, mempercepat proses pemulihan luka, meningkatkan sirkulasi aliran darah karena ulkus yang tidak dirawat dengan tehnik yang sesuai akan berpengaruh pada proses penyembuhan luka yang selanjutnya mengakibatkan amputasi bahkan kematian (Morison, 2012) Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Purbianto (2007) yang membandingkan antara perawatan luka dengan menggunakan metode TIME dan standar perawatan di RS. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
penyembuhan ulkus pada kedua kelompok dimana rata-rata selisih penyembuhan ulkus didapatkan (p value=0,022, α=0,05). Hal ini juga mengindikasikan terdapat faktor lain yang berperan terhadap penyembuhan luka diantaranya adalah usia, nutrisi, vaskularisasi dan status psikologis. Menurut asumsi peneliti manajemen perawatan luka yang berpedoman pada protap perawatan ulkus diabetik dengan metode manajemen TIME penting dan harus sesuai untuk dilakukan karena dengan metode perawatan yang berbeda dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Yang meliputi 10 item penilaian yaitu mencuci tangan sebelum merawat luka, memakai sarung tangan sekali pakai, membuka balutan secara perlahan untuk menghindari terjadinya perdarahan/trauma pada luka, pengkajian pada luka untuk mengkaji adanya infeksi, mencuci luka, melakukan debridemen untuk mengangkat atau membuang jaringan mati, memperhatikan keadaan tepi luka, memilih topikal terapi dan balutan yang tepat yaitu metode moisture balance, melakukan teknik pembalutan yang tepat, menyarankan untuk mengurangi tekanan berlebihan pada luka. Disarankan kepada pasien ataupun keluarga pasien agar mempelajari dan meminta diajarkan bagaimana tata cara perawatan luka yang baik dan benar sesuai prosedur dan standar rumah sakit dari perawat. Sehingga pasien ataupun keluarga bisa lebih mandiri dalam melakukan perawatan luka. Tabel 4.12 Hubungan Antara Nutrisi Responden Dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo
Nutrisi Kurang baik Baik Total
Proses penyembuhan Lambat Cepat N % N % 11 36,7 0 0 3 10,0 16 53,3 14 46,7 16 53,3
Total N 11 19 30
% 36,7 63,3 100
P
0,000
Sumber: Data Primer 2014
Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukan bahwa responden yang nutrisinya kurang baik sebanyak 11 responden (36,7%)dari 30 responden yang diteliti mengalami proses penyembuhan yang lambat,Hal ini disebabkan karena kepatuhan responden dalam diet DM masih sangat kurang. Terbukti dari jawaban responden mengenai larangan mengkonsumsi makanan/ minuman yang mengandung kadar gula tinggi ada 16 orang responden dari total 30 orang responden yang masih tetap mengkonsumsi, dan larangan tentang makanan yang berlemak ada 21 responden dari 30 responden masih tetap mengkonsumsi. dan 0 (0%) yang mengalami proses penyembuhan cepat. Sedangkan yang nutrisinya baik sebanyak 16 responden (53,3%) mengalami proses penyembuhan yang cepat dari 30 responden. Hai ini terjadi karena responden patuh dalam diet yang di anjurkan seperti patuh dalam mengkonsumsi makanan yang nutrisinya baik, mengurangi makanan/minuman yang kandungan gulanya tinggi, dan mengurangi mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak berlebih. Karena kepatuhan diet
DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sesitivitas reseptor insulin dan memperbaiki system koagulasi darah. Dan 3 responden (10,0%) mengalami proses penyembuhan yang lambat dari 30 responden yang ikut serta dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena faktor lain seperti perawatan luka responden yang tidak rutin sehingga luka menjadi tempat pertumbuhan bakteri dan menjadi infeksi akibantnya luka mengalami proses penyembuhan yang lambat. Hal ini sesuai dengan teori National pressure ulcer advisory panel (2001) menyebutkan bahwa nutrisi merupakan faktor yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Bentuk-bentuk nutrisi yang dibutuhkan tersebut adalah energi, protein, vitamin C, zinc dan vitamin A. Dengan mengetahui status nutrisi membuat para klinisi dapat menentukan penanganan ulkus yang baik dan proaktif serta dapat mengidentifikasi faktor-faktor non nutrisi yang mempengaruhi proses penyembuhan ulkus diabetik serta memberikan intervensi nutrisi yang sesuai kebutuhan. Hasil yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2013), tentang faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan ulkus diabetic, dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan p=0,034.bahwa ada hubungan yang signifikan antara nutrisi dengan proses penyembuhan pada pasien ulkus diabetikum Menurut asumsi peneliti, nutrisi sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka. Zat makanan seperti Asam amino sangat penting sebagai bahan dasar untuk revaskularisasi, proliferasi fibroblas, sintesis kollagen dan pembentukan limpatik. Dimana dapat dijumpai pada daging, ikan, ayam dan produk susu.Serta protein, vitamin, mineral dan zinc juga sangat diperlukan.Dan untuk mempercepat proses perbaikan dan regenerasi jaringan diperlukan diet yang seimbang dan zat-zat yang dibutuhkan pada proses penyembuhan luka. Karena nutrisi yang baik akan mempercepat proses penyembuhan luka, sebaliknya nutrisi yang tidak baik akan memperlambat proses penyembuhan luka. Oleh karena itu responden perlu diberi pengetahuan dan motivasi sehingga pasien ulkus diabetik mau mengkonsumsi sayuran, buah-buahan dan menghabiskan makanan yang disediakan. Pemberian makanan yang bervariasi, namun masih dalam koridor makanan yang sehat dan tepat bagi pasien diabetes, merupakan salah satu cara yang dapat memotivasi pasien menghabiskan makanan yang disediakan.
Tabel 4.13 Hubungan antara Infeksi Responden dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo
Infeksi Infeksi Tidak Infeksi Total
Proses penyembuhan Lambat Cepat N % N % 12 40,0 4 13,3 2 6,7 12 40,0 14 46,7 16 53,3
Total N 16 14 30
% 53,3 46,7 100
P
0,001
Sumber: Data Primer 2014
Dalam penelitian ini responden yang mengalami proses penyembuhan lambat akibat infeksi ada 12 responden (40,0%) dari 30 responden,Hal ini sesuai dengan lembar observasi yang digunakan peneliti dalam menilai derajat infeksi pasien terdapat 16 responden yang mengalami infeksi dari 30 orang responden. dan jika dikaitkan dengan menagement luka terjadinya infeksi pada luka pasien di sebabkan karena perawatan luka yang tidak sesuai jadwalnya sehingga luka menjadi tempat yang tepat untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini tentu saja membutuhkan ketelitian perawat karena pasien membutuhkan penanganan yang tepat seperti pengkajian yang meliputi faktor penyebab, karakteristik luka, riwayat penyakit, dan perawatan luka sehingga luka akan mengalami proses penyembuhan yang cepatdan mencegah resiko terjadinya amputasi maupun kematian pada pasien. dan 4 responden (13,3%) yang mengalami proses penyembuhan cepat. Hal ini disebabkan karena ditunjang dengan perawatan lukanya yang rutin dan nutrisi yang baik. Sedangkan responden yang lukanya tidak infeksi dan mengalami proses penyembuhan cepat ada 12 responden (40,0%) hal ini tentu saja terjadi, karena luka yang tidak infeksi, perawatan lukanya yang rutin, dan nutrisi yang sangat baik serta melakukan diet DM akan sangat membantu proses penyembuhan luka. Dan 2 responden (6,7%) yang lambat dari 30 responden penelitian. Hal ini terjadi karena selain faktor infeksi, banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka seperti penyembuhan luka pada lansia dimana pada lansia terjadi kemunduran sistemik sehingga terjadi perubahan epidermis, dermis, turgor kulit dan kolagen yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka, selain itu juga nutrisi juga sangat memperngaruhi proses penyembuhan luka dan melakukan diet DM sesuai anjuran dokter. Karena apabila responden tidak memperhatikan status nutrisinya sendiri akan membuat para klinisi tidak dapat menentukan penanganan ulkus yang baik dan proaktif serta tidak dapat mengidentifikasi faktor-faktor non nutrisi yang mempengaruhi proses penyembuhan ulkus diabetik sehingga luka akan mengalami proses penyembuhan yang lambat. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Jensen & Sussman (2007), bahwa infeksi dapat menghambat proses penyembuhan luka. Karena adanya Biofilm yang di hasilkan oleh bakteri aerob Staphylococcus atau Streptococcus serta bakteri anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy dan Clostridium septikum pada dasar luka dapat menghambat aktifitas fagositosis. Akibatnya proses inflamasi akan berlangsung lebih lama.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Khoirul (2012) tentang faktor penghambat proliferasi luka juga menjelaskan bahwa infeksi adalah faktor yang sangat penting yang dapat menghambat proses penyembuhan luka, Menurut asumsi peneliti infeksi sangat berpengaruh pada proses penyembuhan luka, karena luka yang telah terinfeksi akan mengalami pembengkakan di sekitar area luka, adanya push dan luka akan mengeluarkan bau yang sangat busuk, hal ini tentu saja membutuhkan perawatan yang lebih baik. Infeksi juga dapat terjadi jika kadar glukosa darah dalam tubuh tinggi sehingga luka menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Untuk itu perlu dilakukan monitor glukosa darah secara ketat dan tetap melakukan diet DM sesuai anjuran dokter. Dan infeksi juga dapat terjadi selama persiapan perawatan, selama perawatan, dan setelah perawatan luka yang tidak dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik . Sehingga perawat yang akan melakukan management perawatan luka harus sesuai dengan aturan yang sudah di tetapkan. Tabel 4.14 Hubungan Antara Merokok Responden Dengan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Pada RS Di Provinsi Gorontalo
Merokok Tidak merokok Merokok Total
Proses penyembuhan Lambat Cepat N % N % 4 13,3 8 26,7 10 33,3 8 26,7 14 46,7 16 53,3
Total N 12 18 30
% 40,0 60,0 100
P
0,284
Sumber: Data Primer 2014
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden tidak merokok yang mengalami proses penyembuhan lambat adalah sebanyak 4 responden (13,3%) sedangkan proses penyembuhan cepat adalah sebanyak 8 responden (26,7,3%) dan responden yang merokok yang mengalami proses penyembuhan lambat adalah sebanyak 10 responden (33,3%) sedangkan yang mengalami proses penyembuhan cepat adalah sebanyak 8 responden (26,7%). Hasil uji statistik dengan menggunakan Fisher’s Exact diperoleh nilai p= 0,284. Karena nilai p<0,05 dikatakan bermakna, maka tidak ada hubungan antara merokok dengan proses penyembuhan pada pasien ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo. Hasil analisis dari 30 responden dengan menggunakan uji Fisher’s Exact seperti terlihat pada tabel 4.14 didapatkan p=0,284. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan proses penyembuhan pada pasien ulkus diabetikum. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Morison (2012) dalam manajemen luka dan Maryunani (2013) dalam perawatan luka modern, dimana merokok adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan ulkus diabetic.
Kandungan Nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.Sehingga mengurangi perfusi dan oksigenasi jaringan dan menimbulkan efek merugikan pada proses penyembuhan luka. Akan tetapi penelitian yang mendukung hasil dari peneliti adalah penelitian case control di California oleh Casanno (2010) yang dikutip oleh WHO pada penderita Diabetes melitus dengan komplikasi ulkus diabetic merokok akan dapat mempengaruhi penyembuhan luka jika seorang perokokmengkonsumsi rokok ≥ 15 batang perhari sehingga akan menghambat proses penyembuhan luka. Kontraksi kolagen dan kontraksi luka berkurang pada perokok, karena produksi fibronektin yang berkurang. Sehingga Merokok mengurangi pembentukan jaringan granulasi akibatnya luka akan mengalami proses penyembuhan lambat Menurut asumsi peneliti, hasil yang tidak sama ini dikarenakan responden yang ikut serta dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah bukan perokok aktif. Dimana rokok yang di konsumsi seseorang sehingga dapat menimbulkan efek yang berbahaya dalam hal ini khususnya penderita ulkus diabetic sehingga luka mengalami proses penyembuhan lambat apabila seseorang tersebut perokok aktif. Selain itu juga walaupun penderita diabetes dengan komplikasi ulkus diabetic merokok jika faktor-faktor lain seperti menajemen perawatan luka sangat baik, nutrisi terpenuhi dengan baik dan luka tidak mengalami infeksi proses penyembuhan luka akan cepat. 5.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu: 1. Ada hubungan antara umur dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RSdi Provinsi Gorontalo. Dengan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p= 0,000 2. Ada hubungan antara manajemen perawatan luka dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RSdi Provinsi Gorontalo. Dengan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p= 0,019 3. Ada hubungan antara nutrisi dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo.Dengan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p = 0,000 4. Ada hubungan antara infeksi dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorontalo. Dengan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p=0.001 5. Tidak ada hubungan antara merokok dengan proses penyembuhan ulkus diabetikum pada RS di Provinsi Gorotalo. Dengan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p=0,284
SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Agar dapat memberikan informasi bagi perawat pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam perawatan pada pasien ulkus diabetikum sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. 2. Bagi Responden Dapat digunakan sebagai bahan informasi agar lebih menyadari tentang pentingnya perawatan dan pengobatan ulkus diabetikum untuk mencegah amputasi dan kematian. 3. Bagi Institusi Dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dengan menambahkan faktor-faktor lain seperti status penyakit, oksigenasi dan perfusi jaringan, obat yang dikonsumsi, dan status psikologis yang berhubungan dengan proses penyembuhan pada pasien ulkus diabetikum.
DAFTAR RUJUKAN Agustin, N. (2011). Faktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Ulkus Diabetik Di Poli Klinik Khusus Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang: Fakults Keperawatan Universitas Andalas. Ariyanti. (2012). Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Ulkus Kaki Diabetes Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jakarta: Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Arora, A. (2008). Lima Langkah Mencegah Dan Mengobati Diabetes. Jakarta: PT Bhuana Hal 12-34. Depkes, R. (2011). Perawatan Penyakit Dalam Dan Bedah. Jakarta: Depkes. Handayani. (2010). Pengaruh Pengelolaan Depresi Dengan Latihan Pernafasan Yoga Terhadap Perkembangan Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum Di Rumah Sakit Pemerintah Aceh. Depok: Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Kekuhusuan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. Handayani, S. (2013). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Proses Penyembuhan Pada Pasien Ulkus Diabetikum Di RSUD Poso Sulawesi Tengah. Poso: Skripsi Program Sarjana Keperawatan Universitas Batara Guru. Lestari. (2012). Hubungan Psikososial Dan Penyuluhan Gizi Dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUP Fatmawati. Depok: Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Gizi Universitas Indonesia. Maryunani. (2013). Perawatan Luka Modern (Woundcare). Jakarta: IN Media. Misnadiarly. (2005). Permasalahan Kaki Diabetes Dan Upaya Penanggulangannya. Http://horison kaki Diabetik Htm: Di Akses Tanggal 8 Desember 2013. Morison. (2002). Manajemen Luka. Jakarta: EGC Hal 14-22. Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Prihaningtyas. (2013). Hidup Sehat Manis Dengan Diabetes. Yogyakarta: Media Persindo Hal 5. Purwanti. (2013). Analisis Faktor-faktor Resiko Terjadi Ulkus Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD DR. Moewardi. Tesis. Depok Program Magister Ilmu Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. Rini, H. (2008). Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Epidemiologi: Universitas Diponegoro.
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Gorontalo. (2013). Profil Kesehatan Bagian Rekam Medik: Gorontalo. Senuk. (2013). Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus Di Poliklinik RSUD Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Jurnal Penelitian JKM Vol 1 Nomor 1 Agustus 2013. Di Akses Tanggal 20 Januari 2014. Suddarth, B. d. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 8. EGC. Watkins, P. (2003). ABC Of Diabetes London. BMJ Publhing Group. Witanto. (2008). Gambaran Umum Perawatan Ulkus Diabetikum Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jurnal Penelitian JKM Vol 9 No 1 Juli 2008 : 34-39. Di Akses Tanggal 26 November 2013.