FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP NEGERI “X” DI KOTA BOGOR TAHUN 2014
Eneng Vini Widianti, Tri Yunis Miko Wahyono
Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Merokok merupakan masalah kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian. Jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Selain itu, usia memulai kebiasaan merokok di Indonesia relatif tergolong muda. Penelitian ini berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok Siswa SMP Negeri “X” di Kota Bogor Tahun 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor-faktor (umur, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, ketersediaan rokok, keterjangkauan terhadap rokok, perilaku merokok keluarga, perilaku merokok teman, perilaku merokok guru, dan paparan iklan rokok) dengan perilaku merokok remaja di SMP Negeri “X” Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 250 siswa. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat ukur penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 23,2% responden pernah merokok, 38,1% berjenis kelamin laki-laki dan 12,4% berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil uji khai kuadrat terdapat empat variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku merokok pada siswa SMP Negeri “X” Kota Bogor diantaranya jenis kelamin dengan OR 4,342, keterjangkauan terhadap rokok dengan OR 0,242, ketersediaan rokok dengan OR 3,624 dan perilaku merokok teman dengan OR 5,559. Dengan tingkat kepercayaan 95% untuk semua variabel.
Factors Associated with Smoking Behavior SMP Negeri "X" Students in the city of Bogor in 2014 ABSTRACT Smoking is a public health concern because it lead to variety of illnesses and even death. The number of smokers in Indonesia from year to year tends to increase. In addition, age started smoking in Indonesia is relatively young. This study entitled Factors Associated with Smoking Behavior Junior High School "X" Students in the city of Bogor in 2014. Purpose of this study was to determine the relationship between the factors (age, sex, knowledge, attitudes, cigarette availability, affordability of cigarettes, family smoking behavior, smoking behavior of friends, teachers smoking behavior and exposure to cigarette advertising) with adolescent smoking behavior in Junior High School "X" Bogor. This research is a quantitative study using cross-sectional design. The sample in this study amounted to 250 students. This study used a questionnaire as a measure of research. The results of this study showed that 23,2% of respondents had ever smoked 38,1% were male and 12,4% female. Based on the test results khai squares are four variables have a significant association with smoking behavior in students of SMP Negeri "X" Bogor including sex
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
with OR 4,342, affordability of cigarettes with OR 0,242, availability of cigarettes with OR 3,624 and smoking behavior of friends with OR 5,559. With a confidence level of 95% for all variables.
Keywords: Adolescence, Cigarette, Smoking Behavior
Pendahuluan Jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Indonesia menempati urutan ketiga setelah Cina dan India dengan jumlah perokok terbanyak di seluruh dunia (Menkokesra, 2012). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 rerata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3 %. Jawa Barat adalah provinsi kedua dengan jumlah perokok terbanyak di Indonesia setelah Kepulauan Riau, dengan perokok setiap hari 27,1 % dan kadang-kadang merokok 5,6 % (Kemenkes RI, 2013). Bogor merupakan satu-satunya kota di Jawa Barat yang sudah mempunyai kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, hal itu tidak membuat jumlah perokok di kota Bogor menurun. Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Jawa Barat tahun 2013 proporsi perokok terbanyak adalah di kota Bogor dengan perokok setiap hari sebesar 32% (Kemenkes RI, 2013). Menghisap rokok dikalangan remaja sudah menjadi trend akhir-akhir ini, banyak sekali dijumpai remaja-remaja yang berkumpul bersama sambil asik menghisap rokok. Bila kebiasaan merokok dikalangan remaja dibiarkan begitu saja, maka akan tertanam di benak para remaja bahwa merokok sudah menjadi mode dan gaya hidup remaja. Remaja yang mulai merokok dapat menjadi kecanduan, sehingga mungkin akan terus merokok ketika telah dewasa nantinya berisiko menderita penyakit Jantung, Kanker paru-paru dan penyakit berbahaya lain. Tak hanya berisiko menyebabkan penyakit berbahaya, rokok juga merupakan pintu menuju penyalahgunaan obatobatan terlarang. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMP Negeri “X” di Kota Bogor tahun 2014.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif sederhana yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku merokok dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMP Negeri “X” di Kota Bogor tahun 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian adalah dengan menggunakan data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus diisi oleh responden dan data yang diperoleh berupa data kuantitatif. Teknik analisis yang diguanakan adalah analisis univariat dan bivariat.
Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat a. Perilaku Merokok Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Responden Perilaku Merokok Responden Merokok Tidak merokok
Frekuensi n = 250 58 192
Persentase (%) 23,2 76,8
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase responden yang pernah merokok (23,2%) lebih rendah dari pada responden yang tidak pernah merokok (76,8%). b. Faktor Predisposisi Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi Faktor Predisposisi Umur ≤ 14 tahun > 14 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pengetahuan Rendah Tinggi Sikap
Frekuensi n = 250
Persentase (%)
200 50
80 20
105 145
42 58
113 137
45,2 54,8
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
Positif Negatif
133 117
53,2 46,8
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden berumur ≤ 14 tahun memiliki persentase lebih tinggi, yaitu sebesar 80 %, dari pada persentase responden yang berumur > 14 tahun (20 %).
Persentase responden yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi, yaitu
sebesar 58 % dari pada persentase responden laki-laki, yaitu 42%. Responden yang berpengetahuan tinggi (54,8%) lebih banyak dari pada responden yang berpengetahuan rendah (45,2%). Responden yang memiliki sikap positif terhadap rokok (53,2%) lebih tinggi dari pada responden yang memiliki sikap negatif (46,8%). c. Faktor Pemungkin Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketersediaan Rokok Faktor Pemungkin Ketersediaan Tersedia Tidak tersedia Keterjangkauan Tidak terjangkau Terjangkau
Frekuensi n = 250
Persentase (%)
226 24
90,4 9,6
49 201
19,6 80,4
Berdasarkan tabel 3 sebanyak 90,4% responden menyatakan bahwa di lingkungan sekitar sekolah atau rumahnya tersedia warung yang menjual rokok sedangkan 9,6% menyatakan tidak tersedia. Responden yang mempunyai keterjangkauan biaya terhadap rokok 80,4% lebih tinggi dari pada responden yang tidak mempunyai keterjangkauan terhadap rokok (19,6%). d. Faktor Penguat Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Penguat Faktor Penguat Perilaku Keluarga Ya Tidak Perilaku Teman Ya Tidak Perilaku Guru Ya Tidak Paparan Iklan Rokok Terpapar
Frekuensi n = 250
Persentase (%)
178 72
71,2 28,8
190 60
76 24
183 67
73,2 26,8
226
90,4
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
Tidak terpapar
24
9,6
Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa 71,2% responden menyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang merokok, sedangkan sisanya menyatakan tidak ada (28,8%). Responden yang mempunyai teman yang merokok (76%) lebih tinggi dari pada responden yang tidak mempunyai teman yang merokok 24%. 98% responden menyatakan bahwa ada guru di sekolah mereka yang merokok, sedangkan sisanya menyatakan tidak ada (2%). Responden yang terpapar iklan rokok memiliki persentase yang lebih tinggi, yaitu sebesar 90,4% dari pada responden yang tidak terpapar (9,6%). 2. Analisis Bivariat a. Hubungan Antara Umur Responden dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 5. Hubungan Antara Umur dengan Perilaku Merokok Umur ≤ 14 tahun >14 tahun Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok N % N % 47 23,5 153 76,5 11 22 39 78 58 23,2 192 76,8
Total n 200 50 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
1,089 0,517 – 2,293
0,493
Hasil analisis hubungan antara umur responden dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok pada umur ≤ 14 tahun (23,5%) lebih besar dari pada responden yang merokok berumur lebih dari 14 tahun (22%). Berdasarkan uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,493 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel umur dengan variabel perilaku merokok. b. Hubungan Antara Jenis Kelamin Responden dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 6. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % n % 40 38,1 65 61,9 18 12,4 127 87,6 58 23,2 192 76,8
Total n 105 145 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
4,342 (2,309 – 8,165)
0,000
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin responden dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok pada laki-laki (38,1) lebih besar dari pada responden perempuan yang merokok (12,4%). Berdasarkan uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
hubungan yang signifikan antara variabel jenis kelamin dengan variabel perilaku merokok. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,342 artinya laki-laki mempunyai peluang 4,342 kali lebih besar untuk merokok dari pada perempuan. c. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 7. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Pengetahuan
Rendah Tinggi Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % N % 23 20,4 90 79,6 35 25,5 102 74,5 58 23,2 192 76,8
Total n 113 137 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
0,745 (0,410 – 1,354)
0,207
Hasil analisis hubungan anatara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan memiliki pengetahuan rendah (20,4%) lebih rendah dari pada proporsi responden yang merokok namun memiliki pengetahuan tinggi (25,5%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,233 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok. d. Hubungan Antara Sikap Terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 8. Hubungan Antara Sikap Terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok Sikap
Positif Negatif Total
N 27 31 58
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok % N % 20,3 106 79,7 26,5 86 73,5 23,1 192 76,8
Total n 133 117 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
0,707 0,392 – 1,274
0,157
Hasil analisis hubungan anatara sikap terhadap rokok dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan memiliki sikap positif (20,3%) lebih rendah dari pada proporsi responden yang merokok namun memiliki sikap negatif terhadap rokok (26,5%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,157 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap rokok dengan perilaku merokok.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
e. Hubungan Antara Ketersediaan Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 9. Hubungan Antara Ketersediaan Rokok dengan Perilaku Merokok Ketersediaan
Tersedia Tidak tersedia Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % N % 56 24,8 170 75,2 2 8,3 22 91,7 58 23,2 192 76,8
Total n 226 24 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
3,624 0,826 – 15,897
0,051
Hasil analisis hubungan anatara ketersediaan rokok dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan tersedia rokok di lingkungan sekitar (24,8%) lebih tinggi dari pada proporsi responden yang merokok namun tidak tersedia rokok di lingkungan sekitar (8,3%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,051, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan rokok dengan perilaku merokok. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,624, artinya responden dengan ketersediaan rokok di lingkungan sekitar rumah dan sekitar sekolahnya mempunyai peluang 3,624 kali lebih besar untuk merokok dari pada yang tidak tersedia rokok di lingkungannya. f. Hubungan Antara Keterjangkauan dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 10. Hubungan Antara Keterjangkauan Terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok Keterjangkauan
Tidak terjangkau Terjangkau Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % n % 4 8,2 45 91,8 54 26,9 147 73,1 58 23,2 192 76,8
Total N 49 201 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
0,242 (0,083 – 0,705)
0,003
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara uang saku dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan mempunyai uang saku yang terjangkau terhadap rokok (26,9%) lebih besar dari pada responden yang tidak terjangkau (8,2%). Berdasarkan uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,003 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel uang saku dengan variabel perilaku merokok. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 0,242, artinya responden dengan uang saku yang terjangkau terhadap rokok
mempunyai
peluang 0,242 kali lebih besar untuk merokok dari pada yang tidak terjangkau.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
g. Hubungan Antara Perilaku Keluarga dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 11. Hubungan Antara Perilaku Keluarga dengan Perilaku Merokok Perilaku Keluarga Ya Tidak Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok N % n % 41 23 137 77 17 23,6 55 76,4 58 23,2 192 76,8
Total n 178 72 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
0,968 (0,507 – 1,848)
0,522
Hasil analisis hubungan antara perilaku keluarga dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan terdapat anggota keluarganya yang merokok (23%) lebih rendah dari pada proporsi responden yang merokok namun tidak ada keluarga yang merokok (23,6%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,522 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku keluarga dengan perilaku merokok. h. Hubungan Antara Perilaku Teman dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 12. Hubungan Antara Perilaku Teman dengan Perilaku Merokok Responden Perilaku teman Ya Tidak Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % n % 54 28,4 136 71,6 4 6,7 56 93,3 58 23,2 192 76,8
Total n 190 60 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
5,559 (1,922 – 16,081)
0.000
Hasil analisis hubungan antara perilaku teman dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan mempunyai teman yang merokok (28,4%) lebih tinggi dari pada proporsi responden yang merokok namun tidak mempunyai teman yang merokok (6,7%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku teman dengan perilaku merokok. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 5,559, artinya responden yang memiliki teman yang merokok mempunyai peluang 5,559 kali lebih besar untuk merokok dari pada yang tidak. i. Hubungan Antara Perilaku Guru dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Guru dengan Perilaku Merokok Responden Perilaku Guru
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % n %
Total n
OR (95% Cl) %
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
Nilai p
Ya Tidak Total
55 3 58
22,4 60 23,2
190 2 192
77,6 40 76,8
245 5 250
100 100 100
0,193 (0,031 – 1,184)
0,083
Hasil analisis hubungan antara perilaku guru dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan ada guru yang merokok (22,4%) lebih rendah dari pada proporsi responden yang merokok namun tidak ada guru yang merokok di sekolahnya (60%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,083 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku guru dengan perilaku merokok. j. Hubungan Antara Paparan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Tabel 14. Hubungan Antara Paparan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Paparan Iklan Rokok Terpapar Tidak terpapar Total
Perilaku Merokok Merokok Tidak Merokok n % n % 52 23 174 77 6 25 18 75 58 23,2 192 76,8
Total n 226 24 250
% 100 100 100
OR (95% Cl)
Nilai p
0,897 (0,338 – 2,376)
0,499
Hasil analisis hubungan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok responden diperoleh bahwa proporsi responden yang merokok dan terpapar iklan rokok (23%) lebih rendah dari pada proporsi responden yang merokok namun tidak terpapar iklan rokok (25%). Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,499 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok.
Pembahasan
1. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini salah satunya karena menggunakan desain cross sectional. Desain studi cross sectional adalah desain studi dimana variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, sehingga tidak bisa memberikan penjelasan tentang hubungan sebab akibat. Hubungan yang didapatkan hanya menunjukkan keterkaitan antara variabel independen dan dependen. Dalam penelitian ini jug terdapat bias
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
seleksi sampel penelitian karena sampel terdiri dari tiga populasi yang berbeda, yaitu sampel terdiri dari beberapa kelas atau tingkatan yang berbeda diantaranya terdiri dari kelas VII, VIII, dan IX. Selain itu, pihak sekolah tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada siswa yang menjadi responden dalam penelitian ini sehingga membuat responden penelitian menjadi kurang siap, serta ada kemungkinan mereka menjawab pertanyaan dengan berdiskusi. Pertanyaan di dalam kuesioner juga kemungkinan kurang lengkap dan jelas karena keterbatasan kajian pustaka yang dimiliki oleh peneliti. 2. Hubungan Umur Responden dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat diperoleh nilai p = 0,493 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku merokok. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku merokok. Akan tetapi berbeda dengan penelitian Pujiati (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku merokok. Perilaku merokok umumnya dilakukan remaja agar tampak dewasa, dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena takut dimarahi oleh orang tua maupun gurunya. Hal ini senada dengan pendapat Perry dkk, (Smet, 1994) yang menyatakan bahwa perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok tersebut berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian. 3. Hubungan Jenis Kelamin Responden dengan Perilaku Merokok Responden Hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan OR sebesar 4,342. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok dan responden laki-laki memiliki peluang 4,342 kali lebih besar untuk merokok dari pada responden perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Handayani (2010), Pujiati (2003), dan Kurniasih (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok. Ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki dalam hal keyakinan akan bahaya perilaku merokok, sikap penolakan perilaku merokok, dan frekuensi merokok di antara ke dua kelompok.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
4. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,207 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani (2011) dan Amalia (2010) yang juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan perilaku merokok. Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2005), teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon) yang dimilikinya menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan respon tertutup seseorang sehingga masih belum dapat diamati secara langsung dan jelas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa pengetahuan memiliki tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tidak signifikannya hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan perilaku merokok responden dapat terjadi karena responden yang merokok maupun yang tidak merokok sama-sama hanya sekedar mengetahui bahaya rokok saja, namun belum mampu memahami dan mengaplikasikan apa yang telah mereka ketahui. Pengetahuan yang responden miliki tentang bahaya rokok tidak dapat mempengaruhi responden untuk tidak dapat merokok karena sebagian besar responden yang merokok dipengaruhi oleh temannya untuk merokok. Selain itu, keingintahuan yang tinggi terhadap rokok juga membuat responden iseng atau mencoba untuk merokok. 5. Hubungan Sikap Terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,157 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniasih (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap rokok dengan perilaku merokok responden. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Green, 1980). Teori aksi beralasan (Reasoned Action Theory) Fishbein & Ajzen (1975-1980) menegaskan peran dari niat seseorang dalam menentukan sebuah perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa perilaku itu penting untuk dirinya (A.Graeff, Judith dkk, 1996).
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
6. Hubungan Ketersediaan Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,051 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan rokok dengan perilaku merokok. Dalam penelitian ini responden yang merokok (24,8%) tersedia rokok di lingkungan sekitarnya dan 8,3% tidak tersedia rokok di lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Kurniasih (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan rokok dengan perilaku merokok responden. Faktor kemudahan mendapatkan rokok, baik dari sudut harganya yang relatif murah dan ketersediaannya dimana-mana membuat jumlah perokok semakin bertambah. Saat ini kondisi di Indonesia membuat semuanya mudah mendapatakan rokok. Ketika di sekolah mereka tidak mendapatkan akses untuk membeli rokok, maka mereka akan mencari cara untuk mendapatkannya. 7. Hubungan Keterjangkauan Terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,003 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara keterjangkauan terhadap rokok dengan perilaku merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani (2011) dan Amalia (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterjangkauan terhadap rokok dengan perilaku merokok responden. Pada penelitian ini responden merokok yang mempunyai keterjangkauan terhadap rokok (26,9%) lebih tinggi dari pada responden yang tidak mempunyai keterjangkauan terhadap rokok (8,2%). Uang saku responden per hari yang lebih dari harga satu batang rokok memungkinkan responden mudah untuk membeli rokok dengan uang sakunya sendiri. 8. Hubungan Perilaku Merokok Keluarga dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,522 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok keluarga
dengan
perilaku merokok responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniasih (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok keluarga dengan perilaku merokok responden. Orang tua maupun saudara yang lebih tua dapat menjadi model bagi anak dalam perilaku merokok. Hasil penelitian Kristianti dan Wismanto
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
(2000) menunjukkan bahwa orang tua yang merokok memiliki kecenderungan untuk permisif terhadap anak remajanya yang merokok, daripada ayah yang tidak merokok. Hal tersebut dikarenakan orang tua yang merokok tidak memiliki “power” untuk melarang anaknya agar tidak merokok, karena dia sendiri juga merokok atau melakukan hal yang sama. Sedangkan orang tua yang tidak merokok mampu melarang anaknya untuk tidak merokok, karena dia sendiri juga tidak merokok dan memberi contoh yang baik. Namun, hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, pengaruh yang terbesar bagi responden untuk merokok adalah dari teman. Meskipun demikian, perilaku merokok pada responden dengan anggota keluarga ada yang merokok (28,4%) lebih besar dari responden tanpa anggota keluarga perokok (6,7%). 9. Hubungan Perilaku Merokok Teman dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti
ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok teman dengan perilaku
merokok responden. Hal ini sesuai dengan penelitian Harlianti (1988) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok teman dengan perilaku merokok responden. Teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena masa tersebut remaja mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai bergabung pada kelompok sebaya. Kebutuhan untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima kelompoknya dan terbebas dari sebutan „pengecut‟ dan „banci‟. 10. Hubungan Perilaku Merokok Guru dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,083 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok guru dengan perilaku merokok responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniasih (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok guru dengan perilaku merokok responden. Perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Maka apa yang ia katakana dan lakukan cenderung dicontoh. Untuk anak sekolah, gurulah yang biasanya menjadi panutan untuk berperilaku (Notoatmodjo, 1985). Jika saat di sekolah remaja terbiasa melihat gurunya merokok, maka ia akan menganggap bahwa merokok adalah suatu hal yang wajar bahkan bagus untuk ditiru.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
11. Hubungan Paparan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Responden Berdasarkan hasil uji khai kuadrat menunjukkan nilai p = 0,499 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniasih (2008) dan Handayani (2010) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paparan iklan rokok dengan perilaku merokok responden.
Walaupun demikian, Industri rokok yang
mempromosikan rokok dalam bentuk iklan melalui media massa dapat memberikan efek atau pengaruh terhadap perilaku merokok responden. Iklan rokok memicu munculnya mitos-mitos positif terhadap rokok yang dapat dilihat dari slogan-slogan yang selalu ada di dalam iklan rokok dan mampu menarik perhatian banyak orang (Aula, 2010).
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan Persentase responden yang pernah merokok di SMP Negeri “X” di Kota Bogor sebesar 23,2%. Persentase umur responden SMP Negeri “X” di Kota Bogor sebagian besar (80%) berumur ≤ 14 tahun. Persentase responden yang berjenis kelamin perempuan lebih sebesar 58 %. Persentase responden yang berpengetahuan tinggi (54,8%) lebih banyak dari pada responden yang berpengetahuan rendah (45,2%). Persentase responden yang memiliki sikap positif terhadap rokok (53,2%) lebih tinggi dari pada responden yang memiliki sikap negatif (46,8%). Sebagian besar responden (90,4%) menyatakan bahwa di lingkungan sekitar sekolah atau rumahnya tersedia warung yang menjual rokok. Responden yang mempunyai keterjangkauan terhadap rokok sebesar 80,4%. Responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarganya yang merokok sebesar 71,2%. Responden yang mempunyai teman yang merokok sebesar 76%. Sebagian besar responden (73,2%) menyatakan bahwa ada guru di sekolah mereka yang merokok. Berdasarkan analisis bivariat, tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, pengetahuan, sikap, keluarga, teman, guru, paparan iklan rokok dengan perilaku merokok responden. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (OR=4,342), ketersediaan
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
rokok (OR=3,624), keterjangkauan terhadap rokok (OR=0,242), perilaku merokok teman (OR=5,559) dengan perilaku merokok responden, CI 95% untuk semua variabel. 2. Saran a. Untuk Wali Murid 1) Teman sebaya memberikan kontribusi yang cukup besar kepada remaja untuk merokok, dalam hal ini jika orang tua tidak menginginkan anaknya merokok, maka orang tua perlu waspada terhadap kelompok teman sebaya anak-anaknya. 2) Bagi orang tua yang menginginkan anaknya tidak merokok maka anggota keluarga tidak disarankan merokok dan atau tidak memberikan pengukuh positif ketika remaja merokok 3) Sejak usia dini, anak diajarkan dan diberikan pengetahuan tentang bahaya merokok dengan cara memperlihatkan keburukan-keburukan merokok melalui slide-slide yang ada di media massa yang menggambarkan dampak buruk akibat kebiasaan merokok b. Untuk SMP Negeri “X” di Kota Bogor 1) Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor atau Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Bogor (No Tobacco Community) untuk mengadakan penyuluhan tentang bahaya rokok 2) Memberlakukan kawasan bebas asap rokok secara optimal di sekolah kepada seluruh warga sekolah 3) Setiap guru dan karyawan yang ada di sekolah wajib memberikan contoh teladan agar tidak merokok di lingkungan sekolah 4) Memberikan sanksi atau hukuman yang tegas kepada siswa, guru, dan warga sekolah lainnya yang melanggar peraturan sekolah, khususnya yang terkait dengan rokok. 5) Mengoptimalkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Palang Merah Remaja (PMR) sebagai sarana informasi dan edukasi kesehatan, khususnya terkait bahaya rokok. 6) Bekerjasama dengan pihak penjual rokok agar tidak menjual rokok secara bebas dilingkungan sekitar sekolah
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014
Daftar Referensi
A.Graeff, Judith dkk.(1996).Komunikasi untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Aula. Lisa Ellizabet. (2010). Stop Merokok. Yogyakarta : Gara Ilmu Amalia, Silvi. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja DI Kelurahan Pancoran Mas Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok Tahun 2010. Skripsi. Depok : FKM UI. Bloom B., 1908. Dalam : Notoatmodjo S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman 126-127. Green L W. 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Pendekatan Diagnostik. Pengembangan FKM-UI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Handayani, Hesti (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah (Mts) Negeri 1Kota Bekasi Tahun 2011. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Barat 2013. Jakarta Kurniasih, Agustina. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa SLTP di Bekasi Tahun 2008. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineke Cipta. Skinner , 1938. Dalam : Notoatmodjo S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman 118. Pujiati, Erni. (2003). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Siswa SLTP Pribadi dan SLTP Putra Bangsa Depok Tahun 2003. Skripsi. Depok : FKM UI.
Faktor-faktor..., Eneng Vini Widianti, FKM UI, 2014