FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK KOSMETIK PADA PENARI STUDIO FANTASI DI DUNIA FANTASI ANCOL, JAKARTA-UTARA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: IRFAN NURHIDAYAT 108101000007
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Januari 2014 Irfan Nurhidayat. NIM : 108101000007 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK KOSMETIK PADA PENARI STUDIO FANTASI DI DUNIA FANTASI ANCOL, JAKARTA-UTARA TAHUN 2013 (xix + 137 halaman , 14 tabel, 1 gambar, 4 lampiran) Pemakaian kosmetik yang mengandung bahan kimia dapat menimbulkan efek samping bagi konsumen, salah satunya adalah dermatitis kontak kosmetik (DKK). Penari studio fantasi merupakan salah satu konsumen yang menggunakan kosmetik dalam pekejaannya himgga dapat menimbulkan dermatitis kontak kometik. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada penari studio fantasi diperoleh 8 dari 15 pekerja mengalami dermatitis kontak kosmetik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan crossectional, yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2013 pada penari studio fantasi di dunia fantasi ancol, jakarta utara. Tujuannya untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi. Sampel penelitian sebanyak 85 pekerja dari 104 pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, frekuensi kontak, usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat alergi sebelumnya dan personal hygiene. Diagnosis dermatitis kontak kosmetik ditentukan berdasarkan gejala dan anamnesis dokter, variabel personal hygiene didapat melalui observasi sedangkan variabel lainnya didapat menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan uji chi square dan uji maan whitney u. Hasil penelitian didapat penari studio fantasi yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 38,8 % sedangkan yang mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 61,2% dimana diantaranya 48,2% mengalami dermatitis kontak kosmetik iritan dan 12,9% mengalami dermatitis kontak kosmetik alergi. Faktorfaktor yang berhubungan diantaranya lama kontak, frekuensi kontak,usia, masa kerja, riwayat alergi dan riwayat penyakit sebelumnya. Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik disarankan agar pekerja dapat menjaga kebersihan kulit ketika sebelum dan setelah bekerja, selain itu pekerja juga diharuskan menjaga kelembaban kulitnya hingga kira-kira 60%. Daftar bacaan : 41 (1976-2012)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY HEALTH AND SAFETY Undergraduated Thesis , January 2014 Irfan Nurhidayat . ID Number : 108101000007 FACTORS RELATED TO THE INCIDENT IN COSMETICS CONTACT DERMATITIS DANCE STUDIO FANTASY IN THE DUNIA FANTASI ANCOL, JAKARTA - NORTH YEAR 2013 ( xix + 137 pages , 14 tables , 1 image , 4 attachment ) The use of cosmetics that contain chemicals can cause side effects for consumers, one of which is a cosmetic contact dermatitis (DKK). Dancers studio fantasy is one of the consumers who use cosmetics on the job can cause contact dermatitis to cosmetics. The results of a preliminary study conducted in a studio dancer fantasy obtained 8 of 15 workers with contact dermatitis cosmetics. This research is a quantitative study with cross sectional approach , which was conducted in February-March 2013 at the studio dancer fantasy in a fantasy world Ancol , North Jakarta . The goal is to determine what factors may influence the occurrence of contact dermatitis to cosmetics studio dancer fantasy . The study sample as many as 85 workers of 104 workers . The independent variables in this study include duration of contact , frequency of contact , age , gender , years of service , history of allergy , atopic history , previous history of allergy and personal hygiene . The diagnosis of cosmetic contact dermatitis symptoms and history is determined by a doctor , personal hygiene variables obtained through observation while the other variables obtained using a questionnaire . The data obtained is then performed with the statistical test and the chi square test whitney u maan . The result is a fantasy studio dancers who did not undergo cosmetic contact dermatitis of 38.8 % while that of cosmetic contact dermatitis was 61.2 % with 48.2 % of them experienced cosmetic irritant contact dermatitis and 12.9 % of cosmetic allergic contact dermatitis . Factors related to such long contact , frequency of contact , age , years of service , history of allergies and previous medical history . To minimize the occurrence of cosmetic contact dermatitis is suggested that workers can keep the skin clean as before and after work, besides the workers are also required to maintain skin moisture to about 60%.
Reading list : 41 (1976-2012
iii
Curriculum Vitae
Nama
: Irfan Nurhidayat
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 31 Mei 1990
Alamat
: Jalan Budi mulya No. 08 RT 016 RW 007 Kelurahan: Pademangan Barat Kecamatan: Pademangan Kotamadya: Jakarta Utara
Kode Pos
: 14420
Agama
: Islam
Golongan Darah
:O
No. Telepon
: 08999995580
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan: 1998 – 2003 2003 – 2005 2005 – 2008 2008 – 2013
SDN. 08 petang Jakarta MTs. Darul Arqam Muahammadiyah Garut MA. Darul Arqam muhammadiyah Garut S1 – Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, dengan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pastinya, penyelesaian Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari Studio Fantasi DI Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013” ini tidak akan terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang terdekat saya yang sudi meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya. 1. Terimakasih untuk ayah dan mamah yang selama ini selalu memberikan bimbingan, dukungan moril dan materil serta doa yang selalu dipanjatkan dalam setiap keadaan untuk saya. Semoga Allah selalu melimpahkan Rahmat, Hidayah serta kesehatan untuk ayah dan mama. Amin. 2. Terimakasih untuk kakak saya Arief Kurniawan dan adik saya Rifqi Habibillah yang telah memberikan dukungan dan perhatian selama ini, khususnya dalam pembuatan skripsi ini. 3. Terimakasih kepada Bapak Prof. dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Terimakasih kepada Ibu Febri, SP, M.Si sebagai ketua program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Terimakasih kepada Bapak M. Farid Hamzens, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Iting Sofwati ST. MKKK selaku dosen pembimbing 2 fakultas yang telah memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar, sehigga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 6. Terimakasih kepada Bapak Dr. Yuli Prapanca, Satar, MARS selaku ketua penguji dan Bapak Karyadi, Ph.D serta Ibu Yuli Amran, MKM selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukannya selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.
vii
7. Terimakasih kepada pihak managemen Studio Fantasi Ancol yang telah memberikan ijin dan dukungannya hingga skripsi ini selesai dengan baik. 8. Terimakasih kepada teman-teman penariku yang berada di StudioFantasi Ancol yang telah mau memberikan waktu dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Makasih warga Stufan tanpa kalian gak kan jadi ni skripsi. Makasih banyak ya kawan-kawanku. 9.
Terimakasih kepada kakakku Shurvieyan Agusta atas nasehat, bantuan dan dukungannya sampai skripsi ini selesai dengan baik. Makasih ya kaka q.
10. Terimakasih kepada sahabat saya Titi Rahmadani yang dah bawel menyuruh saya cepet-cepet menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga sahabat q si kalong alias Fety Fatimah yang udah mau bareng-bareng menyelesaikan semua tahapanhingga mendapatkan gelar sarjana. Saya merasa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tak lupa pula saya ucapkan mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik, saran dan masukan yang membangun saya harapkan agar dapat memperbaiki isi Skripsi ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat memberkan manfaat pada semua pihak.
Jakarta, Januari 2014 Penyusun
Irfan Nurhidayat viii
DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................
i
DAFTAR ISI ......................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
iii
DAFTAR GRAFIK ...........................................................................................
iv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................
7
1.3 Pertanyaan Penelitian....................................................................................
8
1.4 Tujuan Kegiatan 1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................
9
1.4.2 Tujuan Khusus ...............................................................................
9
1.5 Manfaat Kegiatan 1.5.1 Bagi pengelola ...................................................................................
10
1.5.2 Bagi Peneliti ......................................................................................
10
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .......................................
11
1.6 Ruang Lingkup .............................................................................................
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kulit ..............................................................................................
12
2.1.1 Lapisan Epidermis .............................................................................
12
2.1.2 Lapisan Dermis ..................................................................................
13
2.1.3 Lapisan Subkutan ..............................................................................
15
2.2 Fungsi Kulit .............................................................................................
16
2.3 Dermatitis Kontak ................ ...................................................................
17
ix
2.3.1 Pengertian Dermatitis Kontak ......................................................... 2.4 Dermatitis Kontak Kosmetik ...................................................................
17 18
2.4.1 Definisi Dermatitis Kontak Kosmetik .............................................
18
2.4.2 Etiologi ...........................................................................................
18
2.3.2.1 Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan ......................................
18
2.3.2.2 Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi ......................................
20
2.4.3 Patofisiologi ......................................................................................
21
2.4.3.1 Patofisiologi ermatitis Kontak Kosmetik Iritan .......................
21
2.4.3.2 Patofisiologi ermatitis Kontak Kosmetik Alergi ......................
23
2.4.4 Tanda dan Gejala ............................................................................
24
2.4.4.1 Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan ......................................
24
2.4.4.2 Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi .......................................
25
2.4.5 Diagnosis ..........................................................................................
25
2.5 Kosmetika ...................................................................................................
29
2.5.1 Pengertian .........................................................................................
29
2.5.2 Bahan Kosmetika ...............................................................................
30
2.5.2.1 Bahan Dasar ........................................................................... 30 2.5.2.2 Bahan Aktif ............................................................................ 35 2.5.2.3 Daftar Bahan Pengawet yang Diijinkan .................................. ......45 2.5.2.4 Daftar Bahan Kosmetik Yang Dapat Menimnbulkan Dermatitis..46 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Kosemetik ..........
51
2.5.1 Faktor Langsung ................................................................................
51
2.5.1.1 Lama Kontak .........................................................................
51
2.5.1.2 Frekuensi Kontak ................................................................
52
2.5.1.3 Bahan Kimia ..........................................................................
52
2.5.2 Faktor Tidak Langsung ....................................................................... 2.5.2.1 Jenis Kelamin ............................................................................
x
53 53
2.5.2.2 Usia ............................................................................................. 54 2.5.2.3 Masa Kerja ................................................................................. 55 2.5.2.4 Jenis Pekerjaan .......................................................................... 55 2.5.2.5 Riwayat Alergi .........................................................................
56
2.5.2.6 Riwayat Atopik ......................................................................... 57 2.5.2.7 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ......................................... 58 2.5.2.8 Tekstur Kulit ............................................................................
59
2.5.2.9 Suhu dan Kelembaban .............................................................. 59 2.5.2.10 Keringat .................................................................................
60
2.5.2 11 Ras ........................................................................................
60
2.5.2.12 Personal Hygine .....................................................................
60
2.5.2.13 Penggunaan APD .................................................................
61
2.6 Kerangka Teori ..............................................................................................
62
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep .........................................................................................
64
3.2 Definisi Operasional ....................................................................................
68
3.3 Hipotesis ......................................................................................................
71
BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ........................................................................................
72
4.2 Tempat dan Waktu ......................................................................................
72
4.3 Populasi dan Sampel ...................................................................................
72
4.4 Intrumen Penelitian .......................................................................................
75
4.4.1 Form Pemeriksaan Dermatitis Kontak Kosmetik .................................
75
4.4.2 Daily Activity Recall .............................................................................
75
4.4.3 Self Administered Questionaire .............................................................
75
4.4.4 Lembar Observasi ..................................................................................
75
xi
4.5 Pengumpulan Data ............................................................................................ 76 4.6 Pengolahan Data .............................................................................................. 76 4.6.1 Data Coding ............................................................................................. 76 4.6.2 Data Editing ...........................................................................................
77
4.6.3 Data Entry ............................................................................................... 77 4.6.4 Data Cleaning .......................................................................................... 77 4.7 Teknik Pengumpulan data ...............................................................................
77
4.7.1 Analisis Univariat .................................................................................... 77 4.7.2 Analisis Bivariat ....................................................................................... 77 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian .............................................................................. 79 5.1.1 Latar Belakang Studio Fantasi ........................ ........................................ 79 5.1.2 Sumber Daya Manusia .............................................................................. 80 5.2.3 Kosmetik yang Digunakan Studio Fantasi ..............................................
81
5.2 Analisis Univariat .............................................................................................
86
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik .................................. 86 5.2.2 Ganbaran Faktor Langsung ...................................................................... 87 5.2.2.1 Lama Kontak .............................................................................
87
5.2.2.2 Frekuensi Kontak .......................................................................
88
5.2.3 Gambaran Faktor Tidak Langsung .......................................................
89
5.2.3.1 Usia ...........................................................................................
90
5.2.3.2 Masa Kerja .................................................................................
91
5.2.3.3 Jenis Kelamin .............................................................................
91
5.2.3.4 Riwayat Alergi ............................................................................
91
5.2.3.5 Riwayat Atopik ..........................................................................
92
5.2.3.6 Riwayat Penyakit Sebelumnya ..................................................
92
xii
5.2.3.7 Personal Hygiene ........................................................................ 5.3 Analisis Bivariat ............................................................................................
93 93
5.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik .................................................................................................
93
5.3.1.1 Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitios Kontak Kosmetik ..
94
5.3.1.2 Frekuensi Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik 95 5.3.2 Hubungan Antara Faktor Tidak Langsung Dengan Kejadian Dermatititis Kontak Kosmetik ......................................................................................
95
5.3.2.1 Usia Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik .................... 97 5.3.2.2 Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ......... 98 5.3.2.3 Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik....
98
5.3.2.3 Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ... 99 5.3.2.4 Riwayat Atopik Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik .. 99 5.3.2.5 Riwayat Penyakit Sebelumnya Dengan Kejadia Dermatitis Kontak Kosmetik ........................................................................... 100 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 101 6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ............................................................ 102 6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik .........................................................................................................
106
6.3.1 Hubungan Antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik....................................................................................
106
6.3.1.1 Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ... 106 6.3.1.2 Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik 109 6.3.2 Hubungan Antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis
xiii
Kontak Kosmetik ................................................................................
111
6.3.2.1 Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak kosmetik ................. 111 6.3.2.2 Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ..... 113 6.3.2.3 Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik... 115 6.3.2.4 Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik.. 119 6.3.2.5 Riwayat Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik..121 6.3.2.6 Riwayat Penyakit Sebelumnya dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik ......................................................................... 123 6.3.2.7 Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik...................................................................................... 126 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 128 7.2 Saran ................................................................................................................. 130 7.2.1 Bagi Pekerja ............................................................................................. 130 7.2.2 Bagi Pihak Manajemen ........................................................................... 130 7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
xiv
131 132
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 : Alergen yang Dapat Menimbulkan Alergen .................................
21
Tabel 2.2 : Batas Kadaluarsa Beberapa Jenis Kosmetik ..................................
32
Tabel 3.1 : Definisi Operasional .......................................................................
68
Tabel 4.1 : Hasil Perhitungan Sampel ...............................................................
74
Tabel 4.2 : Pemberian coding ………………………………………………….
76
Tabel 5.1 : Distibusi SDM Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara Tahun 2013 ....................................................................................
80
Tabel 5.2 : List Bahan Kimia yang Biasa Digunakan Pada Jenis Produk Kosmetik 81 Tabel 5.3 : Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari
Studio
Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013...........
87
Tabel 5.4 : Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak dan Frekuensi kontak) Pada Penari Studio Fantasi Di
Dunia Fantasi Ancol,
Jakarta – Utara Tahun 2013 ................................................................... 87 Tabel 5.5 : Distribusi Faktor Tidak Langsung (Usia dan Masa Kerja) Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013...................................................................
89
Tabel 5.6 : Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Alergi, Riwayat Atopik, Riwayat Penyakit Sebelumnya dan Personal Hygiene) Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013 ............................ 90 Tabel 5.7 : Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak dan Frekuensi Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013................. Tabel 5.8 : Distribusi Faktor Tidak Langsung (Usia dan Masa Kerja) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik pada Penari Studio
xv
94
Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013 ................
96
Tabel 5.9 : Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Alergi, Riwayat Atopik, Riwayat Penyakit Sebelumnya Dan Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013............................................................................................
xvi
97
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 : Lokasi Lesi akibat DKK ..................................................................
xvii
4
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 : Kerangka Teori ..........................................................................
63
Bagan 3.1 : Kerangka Konsep ......................................................................
67
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian Lampiran 3 : Hasil Analisis Univariat Lampiran 4 : Hasil Analisis Bivariat Lampiran 5 : Foto
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dkk, 2004). Sedangkan definisi kosmetik menurut The Federal Food, Drugs, and Cosmetics Act dalam Harjanti, dkk (2009) adalah subtansi yang diaplikasikan pada tubuh atau bagian tubuh manusia dengan tujuan untuk membersihkan, memperindah, memperbaiki atau mengubah penampilan tanpa merubah stuktur atau fungsinya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 045/C/ SK/1977 tanggal 22 januari 1977, menurut kegunaannya kosmetik dikelompokkan dalam beberapa golongan Kosmetik terdiri dari golongan kosmetik untuk bayi, mandi, make-up mata, wangi-wangian, rambut, pewarna rambut, makeup (selain untuk mata), kebersihan mulut, kuku, kebersihan badan, cukur dan perawat kulit.. Sebagian besar bahan yang terdapat didalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan bahan kimia sintetik seperti pengemulsi, pengawet dan lainnya sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi. Diagnosis Dermatitis kontak kosmetik ditegakkan melalui anamneses, pemeriksaan klinis, dan tes kulit
1
2
berupa patch test (PT), photo patch test (FPT), repeated open application test (ROAT) atau use test (Sartono, 1999 dalam Yusfinah, dkk, 2008). Dalam pemakaian kosmetik di perlukan suatu kewaspadaan akan komponen yang terkandung didalamnya, terutama yang dapat menimbulkan efek samping bagi konsumen. Resiko efek samping meningkat karena pesatnya perkembangan kosmetika saat ini. Salah satunya adalah dermatitis kontak kosmetik (DKK). Oleh karena itu, perhatikan kandungan bahan kimia yang tercantum di kemasan tiap-tiap produk. Dermatitis Kontak Kosmetik adalah dermatitis yang disebabkan oleh produk atau bahan kosmetik dan bukan oleh obat atau bahan kimia lain non kosmetik (International journal of dermatology, 2003). Gejala klinis Dermatitis kontak kosmetik dapat berupa kemerahan, perubahan warna kulit, rasa terbakar, pedih dan gatal. Dermatitis kontak kosmetik memiliki beragam manifestasi klinis, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI), dermatitis kontak alergi (DKA), dermatitis foto kontak alergi (DFKA), urtikaria kontak, perubahan pigmen, abnormalitas kuku, kerusakan rambut dan eierupsi aknformis. Dermatitis yang sering ditemui adalah dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi (Orton, 2004). Dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan terhadap bahan eksternal yang kontak pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Sebagaimana dikutip dari majalah The Sun, kulit dapat menyerap campuran bahan kimia berbahaya dari kosmetik. Bahan berbahaya
3
ini berkaitan dengan penyakit kanker, kemandulan, dan masalah serius pada hormon. Hal paling membahayakan adalah, para remaja yang mulai menggunakan make up lebih rentan terhadap kerusakan kulit akibat bahan kimia dalam kosmetik. Adapun Dermatitis Kontak Kosmetik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah pemakaian pelembab, pengharum kosmetik dan pemutih. Berdasarkan laporan selama lima tahun di Swedia terdapat 191 kasus dari 253 jenis kosmetik dengan pelembab, pengharum dan pemutih (International journal of dermatology, 2003). Dan hasi studi di Israel didapatkan 11 dari 360 responden mengalami Dermatitis Kontak Kosmetik karena krim wajah (Amerika Utara contact Grup Dermatitis, dalam Orton,2004 ), menurut Verallo-Rowell ahli dermatitis kontak menyebutkan 22% dari populasi beraksi terhadap bahan-bahan yang ditemukan dalam kosmetik dan perawatan kulit. Menurut Prasari (2006) dalam penelitiannya, jenis kosmetik yang banyak digunakan oleh penderita dermatitis kontak adalah facial cream (15,0%), krim pencerah kulit (10,9%), dan pembersih wajah (10,8%). Dan produk yang memberikan hasil pacth test positif adalah facial cream (18,2%), sabun (12,0%) dan shampoo (11,6%). Selain faktor-faktor tersebut, terdapat pula faktor alergen yang dapat menyebabkan dermatitis, berdasarkan data yang dikumpulkan dari tujuh studi yang berbeda yang melibatkan 30.207 pasien patch test yang telah diuji untuk dermatitis kontak didapatkan 9,8% dari reaksi positif karena alergen kosmetik (Biebl KA, 2006 dalam Prasari 2006). Sama halnya dengan sebuah studi yang dilakukan di Denmark baru-baru ini menunjukkan bahwa prevalensi Dermatitis kontak kosmetik terhadap
4
alergen kosmetik telah dua kali lipat antara tahun 1990 dan 1998 (Nieslsen, 2001 dalam Prasari, 2006). Dan dijelaskan oleh klinik kulit dan kelamin RS. Dr. Sardjito (2006) allergen yang dapat menimbulkan Dermatitis Kontak Kosmetik salah satunya dari kategori produk pewarna dekoratif, yang didalamnya terdapat pewarna rambut, lipstick, eye shadow dan bedak. Dengan pemaparan bahan kosmetik yang dapat menimbulkan allergen dari kategori produk pewarna dekoratif tersebut, maka lokasi lesi akibat Dermatitis Kontak Kosmetik, wajah merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena sebesar (46%), bagian tubuh lainnnya diikuti dengan bagian tangan sebesar (15%), seluruh tubuh sebesar (15%), tungkai sebesar (11%), badan sebesar (11%), lengan sebesar (11%) dan kaki sebesar (3%). Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1: Lokasi Lesi Akibat DKK Grafik tersebut didapatkan berdasarkan penelitian di RSUP Dr. Sardjito mengenai frekuensi alergi kosmetik yang dilakukan dengan menggunakan studi retropektif selama 3 tahun yang ditegakan dengan tes tempel standar Eropa oleh Yuni Lidya, dengan sampel 102 orang dimana terdapat 82 0rang perempuan (80,4%) dan 20 0rang laki-laki (19,6%).
5
Faktor
sensitivitas
terhadap
pekerja
yang
menggunakan
kosmetik
mayoritasnya terdapat pada perempuan dengan perbandingan dengan laki-laki sebesar 3-4:1. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan frekuensi alergi akibat kosmetik perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki sebesar 80% untuk perempuan dan 20% laki-laki (RSUP Dr. Sardjito,2006). Dan berdasarkan penelitian kasus dermatitis kontak kosmetik di klinik kulit dan kelamin RS. Dr. Sardjito pada tahun 2005-2006 adalah 208 kasus (43,6% dari seluruh kasus dermatitis), terdiri dari 182 (38,16%) perempuan dan 26 (5,45%) laki-laki (Sotya Prasari, 2009). Kejadian dermatitis kontak kosmetik di Spanyol pada tahun 1983 dalam Orton (2004) adalah 3,2% dengan proporsi dermatitis kontak kosmetik 10% dari seluruh kasus dermatitis kontak. Kurang lebih 80% kasus dermatitis kontak kosmetik di Amerika terjadi pada wanita usia 20-60 tahun. Buckley, et al menyatakan bahwa dermatitis kontak kosmetik berkaitan dengan usia dan menyatakan puncaknya pada usia 60-an untuk perempuan dan 70-an untuk laki-laki. Penelitian oleh Nardelli, et al, (2008) menunjukkan puncak usia terjadinya alergi akibat kosmetik adalah dalam rentang 20-39 tahun pada populasi perempuan dan 40-60 tahun pada populasi lakilaki. Pada studi ini puncak alergi populasi perempuan terjadi pada usia 40-59 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan penggunaan produk-produk yang mengandung fragrance yang terdapat dalam kosmetik yang lebih besar pada perempuan dalam rentang usia ini. Pada populasi laki-laki terlihat gambaran fluktuatif kemungkinan disebabkan jumlah populasi yang terlalu kecil.
6
Pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik akan mengalami gatal dan lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak dengan bahan kimia, gejala dapat menjadi akut jika pemakaian kosmetik digunakan terus menerus dan biasanya akan timbul perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet (Crowe, M.A & James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008). Penari Studi Fantasi merupakan pekerja yang bergerak di bidang seni dan hiburan yang dikelola oleh Dunia Fantasi, ancol. Dengan total jumlah 104 pekerja yang dijadwalkan dan kegiatan ini dilakukan setiap harinya dengan jam tertentu yang kurang lebih 2-8 jam perharinya. Karena pekerja tersebut berprofesi di bidang seni dan hiburan maka pekerja tersebut tidak dapat dilepaskan dengan pemakaian kosmetik baik itu pria dan wanita merupakan hal yang wajib digunakan. Dengan rutinitas (frekuensi dan lama kontak) yang selalu menggunakan kosmetik tersebut maka akan dapat menimbulkan terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada pekerja tersebut. Walau pada dasarnya insidensi dermatitis kontak kosmetik sulit ditentukan dan insidensi yang dilaporkan hanya sebagian kecil saja. Hal ini disebabkan karena reaksi ringan dan sementara akibat pemakaian kosmetik maka sebagian besar penderita tidak perlu berobat dan hanya menghentikan pemakaiannya. Dan apabila mereka berobat juga kemungkinan tidak terdiagnosa sebagai efek samping kosmetik. Bahkan sama sekali tidak mengganggu jalannya pekerjaan para pekerja tersebut. Melihat dari beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak kosmetik adalah faktor langsung (frekuensi kontak dan lama kontak serta bahan kimia) dan faktor
7
tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, ras, tekstur kulit, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya dan pengeluaran keringat serta Personal hygiene). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan januari 2013 dengan cara mengobservasi tempat pekerja maka didapatkan kosmetik yang sering digunakan pada pekerja tersebut dalam kategori produk pewarna dekoratif dengan jenis produk pewarna rambut, lipstick, Eye Shadow dan bedak dengan merk yang sama yang diberikan oleh management Dunia Fantasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari Studio Fantasi, maka peneliti mengambil secara acak 15 pekerja yang berada dalam management Studio Fantasi tersebut, didapatkan
8 dari 15 pekerja mengalami dermatitis kontak
kosmetik dan 7 pekerja lainnya tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik. Hasil tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan pemeriksaan dokter. 1.2 Rumusan Masalah Penari Studi Fantasi merupakan pekerja yang bergerak di bidang seni dan hiburan yang dikelola oleh Dunia Fantasi, ancol. Dengan total jumlah 104 pekerja yang dijadwalkan dan kegiatan ini dilakukan setiap harinya dengan jam tertentu yang kurang lebih 2-8 jam perharinya. Karena pekerja tersebut bergerak di bidang seni dan hiburan maka pekerja tersebut tidak dapat dilepaskan dengan pemakaian kosmetik baik itu pria dan wanita merupakan hal yang wajib digunakan yaitu kategori produk pewarna dekoratif dengan jenis produk pewarna rambut, lipstick, Eye Shadow dan bedak dengan merk yang sama yang diberikan oleh management
8
Dunia Fantasi.. Dengan rutinitas (frekuensi dan lama kontak )yang selalu menggunakan kosmetik tersebut maka akan dapat menimbulkan terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada pekerja tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara, didapatkan 8 orang penari studio fantasi mengalami dermatitis kontak kosmetik dan 7 orang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik. Hasil tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan dokter. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1
Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013?
2
Bagaimana gambaran faktor langsung (frekuensi kontak dan lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013?
3
Bagaimana gambaran faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya serta Personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013?
4
Apakah ada hubungan antara faktor langsung (frekuensi kontak dan lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013?
9
5
Apakah ada hubungan antara faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya serta Personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kejadian
Dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta utara tahun 2013. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kejadian Dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013. 2. Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak dan frekuensi kontak) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013. 3. Diketahuinya gambaran faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya serta Personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013.
10
4. Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak dan frekuensi kontak) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013. 5. Diketahuinya hubungan antara faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja,
riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit
sebelumnya serta Personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Pengelola Hasil peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pengelola studio fantasi mengenai penyakit akibat kerja dermatitis kontak yang disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung sehingga pengelola dan para pekerja dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja. 1.5.2 Bagi Peneliti Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan dermatitis kontak. 1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Sebagai informasi penelitian dan dokumentasi data penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara.
11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara tahun 2013. Penelitian dilaksanakan pada bulan februari - april 2013. Sasaran penelitian adalah Penari Studio Fantasi yang berada di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan terlebih dahulu pada 15 orang Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara, yang didapatkan 8 orang Penari studio fantasi mengalami dermatitis kontak kosmetik dan 7 orang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik. Data sekunder didapatkan dari pengelola untuk mengetahui jumlah Penari yang ada dan data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan dokter dan kuesioner.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar dan merupakan pembungkus yang elastis. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5-1,75 m2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara keseluruhan dengan tebal rata-rata 1,22 mm diamana daerah paling tebal (66 mm) pada telapak tangan dan telapak kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat didaerah penis ( Rosfanty, 2009). Anatomi kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan; yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. 2.1.1
Lapisan Epidermis Lapisan terluar kulit yang menyelimuti permukaan tubuh kita, terus menerus mengalami pergantian sel, diperkirakan setiap hari kita mengalami kehilangan sel kulit sebanyak 250 gr tapi selalu diimbangi dengan terjadi pembentukan sel kulit baru dengan proses mulai dari pembelahan sel sampai dengan pelepasan sel diperlukan waktu 14-28 hari, dengan rincian 14 hari untuk proses pembelahan sel serta diferensiasi (pematangan) dan 14 hari lagi untuk proses pelepasan sel. Pada lapisan ini tidak terdapat pembuluh darah, sehingga kiriman nutrisi untuk sel di lapisan ini sangat tergantung dari kiriman darah di lapisan dermis (lapisan di bawahnya), di lapisan epidermis juga tidak terdapat serabut-serabut syaraf, namun banyak terdapat sel-sel
12
13
langerhans yang berfungsi sebagai perlawanan kulit terhadap berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi, Lapisan epidermis itu sendiri terbagi dalam 5 lapisan (dimulai dari lapisan terbawah kelapisan atas). Tersusun dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan, yaitu
1. Lapisan Corneum atau lapisan tanduk yang terdiri dari atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain. Merupakan barrier tubuh paling luar dan memiliki kemampuan mengusir organisme patogen dan mencegah kehilangan cairan. 2. Lapisan Lucidum yang terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti. 3. Lapisan Granulosum yang terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan inti terdapat diantaranya, butir-butir kasar ini terdiri dari keratohyalin. 4. Lapisan Spinosum yang terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya amitosis. 5. Stratum Basale yang terdiri dari atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
2.1.2
Lapisan Dermis Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit dari pada epidermis, yang terdiri atas banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Dermis dibentuk oleh serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri atas kolagen, yaitu suatu jenis
14
protein yang membentuk sekitar 30% dari protein tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya kasar dan keriput. Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian berikut. Folikel rambut dan struktur sekitarnya.
1. Akar Rambut
Di sekitar akar rambut terdapat otot polos penegak rambut (Musculus arektor pili), dan ujung saraf indera perasa nyeri. Udara dingin akan membuat otot-otot ini berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan berdiri. Adanya saraf-saraf perasa mengakibatkan rasa nyeri apabila rambut dicabut.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui pembuluh darah ini akar-akar rambut mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat tumbuh.
3. Kelenjar Minyak (glandula sebasea)
Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar rambut. Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak kering.
15
4. Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk botol dan bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar hidung, dan lain-lain. Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
5. Serabut Saraf
Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin, nyeri, dan sebagainya.
Jaringan dermis juga dapat menghasilkan zat feromon, yaitu suatu zat yang memiliki bau khas pada seorang wanita maupun laki-laki. Feromon ini dapat memikat lawan jenis. 2.1.3
Lapisan Subkutan Jaringan subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan kimia, mekanis, bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi, penyerapan dapat berlangsung melalui cerah antar sel, menembus sel-sel
16
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Fungsi eksresi, kelenjarkelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat. (Juju, blogspot, 2010) 2.2 Fungsi Kulit kulit merupakan organ eksresi tempat pengeluaran keringat, bagian kulit yang berfungsi untuk hal ini adalah bagian kelenjar keringat, hal ini berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, keringat yang dikeluarkan dpat menyerap panas tubuh, untuk mempertahankan panas tubuh agar tetap stabil. Selain sebagai alat eksresi kulit juga berfungsi sebagai berikut.
1. Melindungi tubuh dari panas, kuman, gesekan dari luar dan bahan kimia. Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia yang terutama disebabkan adanya lapisan tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan Malpighi. Selain itu kulit meupakan banteng yang dikelilingi penuh dengan musuh yang selalu siap menerobos kulit jika ada bagian banteng tersebut yang terbuka. Jika ada yang terbuka dana ada kuman maupun bahan kimia yang masuk kealam banteng tersebut akan menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti jerawat dan bisul termasuk dermatitis kontak. 2. Mengatur suhu tubuh. Kulit dapat mendinginkan dan menghangatkan tubuh, pada daerah dingin maka pembuluh darah kulit akan menutup sehingga darah tidak mengalir hingga tubuh terlihat pucat, kondisi ini bertujuan membantu agar
17
panas tubuh tidak mudah menghilang sehingga darah dapat terlindungi. Dalam hal ini kelenjar kerigat pun menutup rapat untuk mencegah pembentukan keringat. Dan dalam keadaan sebaliknya kulit dan kelenjar keringat akan terbuka hingga darah dapat mengalir ke kulit dengan tujuan untuk didinginkan oleh udara disekitarnya, itulah sebabnya kulit tampak memerah saat kepanasan. 3. Mengatur pengeluaran air. Kulit dapa mengontrol kehilangan air dalam tubuh, karena jika tubuh kehilangan air secara berlebihan maka akan membahayakan tubuh. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas, dingin, rabaan dan tekanan. Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit. Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan sinar matahari, pro vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basale mengadakan pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum. 2.3 Dermatitis Kontak 2.3.1
Pengertian Dermatitis Kontak Dermatitis kontak sendiri adalah suatu inflamasi pada kulit yang dapat disertai dengan adanya edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak dengan kulit. Berdasarkan penyebabnya, dermatitis kontak ini dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi.
18
Penyakit kulit akibat kerja adalah keadaan abnormal dari kondisi kulit karena adanya kontak dengan substansi atau berhubungan dengan proses yang ada di lingkungan kerja. Penyakit kulit okupasi merupakan masalah besar untuk kesehatan masyarakat karena efeknya yang sering kronik dan memiliki pengaruh yang besar terhadap keadaan ekonomi masyarakat dan para karyawan. 2.3.2
Dermatitis Kontak Kosmetik
2.3.2.1 Definisi Dermatitis Kontak Kosmetik Dermatitis Kontak Kosmetik adalah dermatitis yang disebabkan oleh produk atau bahan kosmetik dan bukan oleh obat atau bahan kimia lain (Internationa journal of dermatology, 2003). Gejala klinis dermatitis kontak kosmetik dapat berupa kemerahan, perubahan warna kulit, rasa terbakar, pedih dan gatal. Dermatitis kontak kosmetik memiliki beragam manifestasi klinis, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI), dermatitis kontak alergi (DKA), dermatitis foto kontak alergi (DFKA), urtikaria kontak, perubahan pigmen, abnormalitas kuku, kerusakan rambut dan erupsi akneiformis. Dermatitis yang sering ditemui adalah dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi (Widhyasti dkk, 2008). 2.3.2.2 Etiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Cohen, 1999).
19
Dermatitis kontak Iritan termasuk dermatitis yang memiliki proses kejadian yang cepat dan sesaat setelah terjadi kontak dengan zat atau benda yang merusak kulit dan cenderung tidak ada proses pencetus alergi seperti pada dermatitis kontak alergi, dan langsung terjadi sejak kontak pertama.Makin lama zat atau benda tersebut menempel di kulit, maka akan
semakin
berat
dermatitis
yang
terjadi.
Penyebab
munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu badan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekrapan (terus meneru atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban udara juga berpengaruh (Prasari,2006). Faktor manusia juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan misalnya perbedaan penebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan kulit putih), jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita ), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun). Misalnya dermatitis atopik.
20
2.3.2.3 Etiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (WHO,2005). Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 1987). Dermatitis kontak alergi merupakan peradangan di kulit akibat kontak dengan zat yang dianggap asing oleh tubuh di mana ada proses hipersensitivitas (alergi) yang berperan di dalamnya. Seperti pelindung tabir surya, bedak, lipstick, eye shadow, dan bahan kosmetik lainnya. Untuk menjadi alergi terhadap sesuatu zat atau benda, harus ada riwayat kontak dahulu sebelumnya yang memancing tubuh untuk membuat respon imun yang berperan adalah sel T-lymphocyte yang dapat mengenali zat alergen walau pun dalam jumlah yang sangat kecil. Dermatitis kontak alergi akan dirasakan sangat gatal oleh penderitanya pada bagian kulit yang terkena dermatitis kontak. Dan biasanya membutuhkan waktu 24-48 jam sebelum reaksi alerginya muncul (Kusumawati,2007).
21
Tabel 2.1 Alergen yang Menimbulkan DKA Kategori produk
Jenis Produk
Perawatan Kulit
Pewarna Dekoratif
Perawatan Rambut
Terapetik Parfum dan Deodorant Tabir Surya Oral Hygine
Facial Cream Masker Krim Mata Softening Lotion Pembersih Wajah Body Lotion Sabun Pewarna Rambut Lipstik Eye Shadow Bedak Shampo Waving Lotion Hair Fixing Lotion Masker Rambut Krim Pencerah Kulit Krim Anti Jerawat Pasta Gigi Obat Kumur Total
ntes
npos
96 (15,0%) 14 (2,2%) 3 (0,5%) 20 (3,1%) 69 (10,8%) 12 (1,9%) 68 (10,6%) 19 (3%) 28 (4,4%) 24 (3,8%) 55 (8,6%) 50 (7,8%) 1 (0,2%) 2 (0,3%) 11 (1,7%) 70 (10,9%) 28 (4,4%) 19 (3,0%) 34 (5,3%)
41 (18,2%) 4 (1,8%) 2 (0,9%) 7 (3,1%) 17 (7,6%) 6 (2,7%) 27 (12,0%) 10 (4,4%) 14 (6,2%) 13 (5,8%) 13 (5,8%) 26 (11,6%) 0 0 2 (0,9%) 16 (7,1%) 6 (2,7%) 4 (1,8%) 10 (4,4%)
17 (2,7%) 0 640
7 (3,1%) 0 225
Ket: ntes : jumlah produk kosmetik yang diujikan Npos : jumlah produk kosmetik yang memberikan hasil PT positif Sumber: Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, 2005-2006 2.3.2.4 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan Dermatitis kontak iritan timbul setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama, bahan
22
kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membrane sel kemudian merusak system sel. Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase (menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipoosigenase (menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (ehingga terlihat kemerahan) dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil, dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamine, serotonin, prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakan reaksi. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki sermis. Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat,
23
asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut
mungkin
membutuhkan
pemaparan
yang
banyak
untuk
mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban atau perekaan basah dapat berpengaruh (Crowe, M.A & James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008). 2.3.2.5 Patofisiologi Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi Dermatitis Kontak Alergi merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat paparan allergen yang mampu mengaktifasi sel T, yang kemudian migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namun allergen uroshiol yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat yang secara umum terlindungi. Selain itu, urosiol dapat aktif lama hingga 100 tahun, Penampakan dermatitis kontak alergik biasanya tidak langsung terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena allergen melibatkan reaksi imunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu. Berikut adalah mekanisme reaksi imunologis tersebut, pertama pemaparan awal alergem tersebut akan mensensitisasi system imun. Tahap ini dikenal dengan tahap induksi. Menurut beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun demikian, gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan (tergantung faktor individu, allergen, dan lingkungan). Pada tahap ini,
24
urushiol secara cepat (10 menit) masuk melewati kulit dan berikatan dengan protein permukaan sel langerhans di epidermis dan sel makrofag di dermis. Sell langerhans kemudian member sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV, yang merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu 24-48 jam atau lebih. Dermatitis yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari, karena adanya sistem imun. (Crowe, M.A & James W.D, 2001, dalam Sumantri, dkk, 2008) 2.3.2.6 Tanda dan Gejala Dermatitis Kontak Kosmetik Iritan Dermatitis kontak iritan biasanya lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak bahan kimia. Gejala terbagi dua yaitu menjadi akut dan kronis. Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet, luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Saat kronis gejala dimulai dengan kulit yang mengering dan sedikit meradang yang akhirnya menjadi menebal, Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit. Dan pada
25
Dermatitis kontak iritan ini gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa dibandingkan dengan tipe dermatitis kontak alergi (Partogi,2008) 2.3.2.7 Tanda dan Gejala Dermatitis Kontak Kosmetik Alergi Penderita dermatitis kontak alergi pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.Untuk dermatitis kontak alergi, gejala tidak muncul sebelum 24-48 jam, bahkan sampai 72 jam. 2.3.2.8 Diagnosis Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang laus, sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.Pada tipe alergi, dokter dapat meminta untuk dilakukan tes tempel (patch testing) menggunakan zat yang dicurigai mencetus alergi
26
dan biasanya dokter memeriksa IgE dan Eosinofil untuk membedakan tipe alergi dengan yang tipe iritan. “Patch test” adalah cara uji klinis untuk menentukan , apakah suatu bahan kimia bersifat sensitizer atau tidak. Terdapat banyak cara untuk melakukan “patch test”. Patch test dapat digunakan sebagai alat diagnostik ataupun preventif. Sebagai alat diagnostik, bahan dalam konsentrasi sangat rendah dibiarkan kontak dengan kulit dan ditutup dengan plester. Bila penderita peka, timbullah tanda kelainan di kulit. Sebagai alat preventif dimaksudkan untuk menguji suatu bahan yang akan diproduksi oleh suatu industri, apakah bahan itu bersifat sensitizer atau tidak. Untuk maksud tersebut bahan dalam kadar rendah dibiarkan kontak dengan kulit dan ditutup dengan plester untuk kira-kira 5 hari. Lalu plesternya dibuka dan bahannya dibersihkan sekali. Biarkan dahulu untuk waktu 10 hari. Kemudian bahan yang sama dikontakkan pula di kulit. Bila reaksi timbul, berarti bahan itu sensitizer. Demikian pula faktor psikis tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis dermatitis akibat kerja ataukah suatu kelainan yang latar belakangnya penyakit psikosomatis. Untuk mengatasi hal demikian kadang-kadang diperlukan konsultasi kepada psikiater (Suma’mur, 2009). Menurut Depkes (2008) langkah-langkah diagnosa dermatitis akibat kerja, yaitu :
27
1. Anamnesis Pertanyaan tersebut memuat riwayat perjalanan penyakit, antara lain : a) Waktu kejadian b) Lokasi kelainan c) Adanya rasa gatal d) Perbaikan selama cuti e) Pengobatan yang telah didapat f) Riwayat pekerjaan terdahulu g) Hobi atau pekerjaan sambilan h) Riwayat penyakit terdahulu atau riwayat penyakit keluarga Dalam penelitian ini, dermatitis kontak yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan seseorang, untuk itu dalam anamnesis perlu riwayat paparan saat kerja dan bukti yang jelas adanya agen penyebab dalam bahan yang ditangani oleh karyawan. Untuk memastikan bahwa dermatitis kontak tersebut akibat kerja, Mathias mengusulkan bahwa harus ditemukan minimal empat dari tujuh criteria di bawah ini : 1) Apakah gambaran klinis sesuai dengan dermatitis kontak? 2) Apakah ada paparan terhadap iritan atau alergen kulit yang potensial pada tempat kerja? 3) Apakah distribusi anatomik dari dermatitisnya sesuai dengan bentuk paparan
terhadap
pekerjaannya?
kulit
dalam
hubungannya
dengan
tugas
28
4) Apakah hubungan waktu antara paparan sesuai dengan dermatitis kontak? 5) Apakah paparan non-pekerjaan telah disingkirkan sebagai penyebab yang mungkin? 6)
Apakah
menghindari
paparan
memberikan
perbaikan
pada
dermatitisnya? 7) Apakah uji tempel atau uji provokasi melibatkan suatu paparan pada tempat kerja yang bersifat spesifik? (Aditama dalam Adilah, 2012) 2. Pemeriksaan fisik Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tubuh secara menyeluruh. Tanda dan karakteristik untuk penyakit dapat terlewatkan tanpa pemeriksaan seluruh bagian tubuh secara teliti. 3. Pemeriksaan penunjang Berbagai macam pemeriksaan penunjang diagnosis diperlukan sesuai dengan jenis penyakit kulit yang diderita. Misalnya uji tempel (patch test) untuk dermatitis kontak di tangan sebagai akibat reaksi tipe cepat, pemeriksaan kerokan kulit tangan dengan KOH 20% dan kultur pada agar Sabouraud untuk jamur kulit, dan biopsi yang digunakan terutama untuk menyingkirkan diagnosis lain, misalnya psoriasis. 4. Kunjungan tempat kerja (plant visit) Diperlukan untuk menunjang diagnosis.
29
2.4 Kosmetika 2.4.1
Pengertian Kosmetika Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.. (Depkes RI, Undang-undang tentang Kosmetika dan Alat Kesehatan, 1976) Sedangkan kosemsetik Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Ini berarti bahwa sesuatu dimasukkan ke dalam kosmetik jika memenuhi maksud dan fungsi sebagaimana tersebut di atas.
30
2.4.2
Bahan Kosmetika Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Maksud dan tujuan adanya peraturan bahan kosmetik antara lain bahwa kosmetik yang beredar di wilayah Indonesia harus menggunakan bahan kosmetik yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu danmanfaat. Di dalam peraturan ini tercakup daftar bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai bahan kosmetik, daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, dan daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik.
2.4.2.1 Bahan Dasar Kosmetika Dasar kosmetika biasanya terdiri dari bermacam-macam bahan dasar, bahan aktif dan bahan pelengkap. Bahan-bahan tersebut mempunyai aneka fungsi antara lain sebagai solvent (pelarut), emulsier (pencampur), pengawet, adhesive (pelekat), pengencang, absortent (penyerap) dan desinfektan. Pada umumnya 95 % dari kandungan kosmetika adalah bahan dasar dan 5 % bahan aktif atau kadang-kadang tidak mengandung bahan aktif. Hal ini mengandung arti bahwa kosmetika, sifat dan efeknya tidak ditentukan oleh bahan aktif tetapi terutama oleh bahan dasar kosmetika. Bahan dasar kosmetika dikelompokkan sebagai berikut :
31
1. Solvent (Pelarut) Solvent atau pelarut adalah bahan yang berfungsi sebagai zat pelarut seperti air, alkohol, eter, dan minyak. Bahan yang dilarutkan dalam zat pelarut terdiri atas 3 bentuk yaitu padat (garam), cair (gliserin) dan gas (amoniak). 2. Emulsier (Pencampur) Emulsier merupakan bahan yang memungkinkan dua zat yang berbeda jenis dapat menyatu, misalnya lemak atau minyak dengan air menjadi satu campuran merata (homogen). Emulgator, umumnya memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan antara dua cairan (surfactant). Contoh emulgator yaitu lilin lebah, lanolin, alcohol atau ester asam-asam lemak. 3. Preservative (Pengawet) Bahan pengawet digunakan untuk meniadakan pengaruh kuman-kuman terhadap kosmetika, sehingga kosmetika tetap stabil tidak cepat kadaluwarsa. Bahan pengawet yang aman digunakan biasanya yang bersifat alami. Bahan pengawet untuk kosmetika dapat menggunakan senyawa asam benzoat, alkohol, formaldehida dan lain-lain. Jenis pengawet kimia efeknya pada kulit seringkali tidak baik. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan, penggunaan kosmetik sebaiknya dicoba dulu misalnya pada kulit di belakang telinga. Kosmetika yang sudah kadaluwarsa sebaiknya tidak
32
digunakan lagi. Batas kadaluwarsa beberapa jenis kosmetik, sejak kemasan dibuka dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis Kosmetik
Tabel 2.2 Batas Kadaluwarsa Beberapa Jenis Kosmetik Masa Pakai Jenis Kosmetik Berbau,
Krim dan Cairan Pelembab, Liquid Foundation,
1 Tahun
Susu/Krim Pembersih
berlendir,
berunah
warna, Menggunpal Dapat bertahan lama jika tidak terkontaminasi.
Serbuk Perona Mata, Perona Pipi, Bedak
2 Tahun
Tabur atau Padat
Apabila kuas atau spons yang digunakan kotor, produk akan mudah terkena jamur.
Pensil Pensil Mata, Pensil Alis, dan
1 Tahun
Ujung pensil keras dan pecah
Pensil Bibir Berbau, Mengering, Membuat
Kosmetik Bibir Lipstick, Lipgloss, Lipbalm, Lipcare, Lip moisturizer
1 Tahun
bibir kering dan gatal
4. Adhesive (Pelekat) Bahan yang biasanya terdapat dalam kosmetika seperti bedak, dengan maksud agar bedak dapat dengan mudah melekat pada kulit dan tidak mudah lepas. Bahan pelekat dalam bedak antara lain menggunakan seng stearat dan magnesium stearat.
33
5. Astringent (Pengencang) Merupakan bahan pengencang yang mempunyai daya untuk mengerutkan dan menciutkan jaringan kulit. Bahan pengencang biasanya menggunakan zat-zat yang bersifat asam lemah dalam kadar rendah, alkohol dan zat-zat khusus lainnya. 6.
Absortent (Penyerap). Bahan penyerap mempunyai daya mengabsorbsi cairan, misalnya kalsium karbonat dalam bedak yang dapat menyerap keringat di wajah.
7. Desinfektan Desinfektan berguna untuk melindungi kulit dan bagianbagian tubuh lain terhadap pengaruh-pengaruh mikro-organisme. Desinfektan dalam kosmetika sering menggunakan ethyl alkohol, propilalkohol, asam borat fenol dan senyawa-senyawa amonium kuaterner. Bahan dasar yang paling banyak digunakan dalam kosmetika adalah lemak, air, alkohol dan serbuk. Lemak sebagai bahan dasar kosmetika berfungsi untuk : a. Lemak dapat membentuk lapisan tipis di permukaan kulit sehingga berfungsi sebagai pelindung (ptotective film) yang berguna untuk menghalangi terjadinya penguapan air sehingga mencegah terjadinya kekeringan pada kulit.
34
b. Lemak memiliki sifat pembasah (wetting effect) bagi keratin, sehingga dapat berguna untuk pemeliharaan elastisitas kulit dan mempertahankan kulit agar tetap lembut dan halus. c. Lemak dapat melarutkan kotoran-kotoran seperti sisa-sisa makeup, oleh sebab itu baik digunakan dalam preparat pembersih. d. Jenis lemak tertentu seperti lemak hewani, nabati dan malam mudah diabsorpsi oleh kulit, sehingga merupakan bahan dasar yang baik untuk bahan-bahan aktif masuk ke dalam kulit. e.
Lemak hewani dan lemak nabati tertentu mengandung bahan aktif seperti vitamin, hormon, dan lestin yang bermanfaat bagi kulit. Air dapat diserap oleh kulit, tetapi daya penetrasi (daya serap) air dan bahanbahan yang larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan lemak dan bahan-bahan yang larut dalam lemak. Daya penetrasi bahan-bahan yang larut dalam air, tergantung pada kandungan air (water content) stratum corneum, oleh sebab itu air bukan bahan dasar yang baik untuk mengantar bahan aktif masuk ke dalam kulit. Air banyak digunakan dalam preparat pembersih, karena air mudah digunakan, dapat melunakkan stratum corneum dan dapat membersihkan kotoran yang larut dalam air. Air tidak memiliki daya pembasah kulit dan bukan merupakan bahan pembersih yang sempurna, oleh karena itu, untuk memperoleh efek pembersih yang sempurna perlu ditambahkan bahan dasar lain seperti minyak (cleansing cream),
35
alkohol 20-40 % (skin freshener, face tonic, astringent) atau surfactant (sabun, deterjen). Alkohol merupakan bahan pelarut organik dalam kosmetika, seperti halnya eter, aseton, dan kloroform. Bahan-bahan tersebut cenderung dapat menimbulkan reaksi iritasi pada kulit. Pemakaian alkohol dalam jumlah yang dibolehkan (aman) untuk kosmetika adalah alkohol 20-40 % dengan bahan dasar air. Tujuan pemakaian alcohol tersebut adalah untuk : 1. Meningkatkan permeabilitas kulit pada air. 2. Mengurangi tegangan permukaan kulit sehingga meningkatkan daya pembasah air. 3. Meningkatkan daya pembersih preparat terhadap kotoran yang berlemak. 4. Bersifat sebagai astringent dan desinfektan. 2.4.2.2 Bahan Aktif Kosmetika Bahan aktif yang sering ditambahkan ke dalam kosmetika antara lain vitamin, hormon ekstrak tumbuh-tumbuhan dan hewan, asam alpha hidroksil (AHA), merkuri, tretinoin, hidrokinon, dan hidrogen peroksida. Manfaat preparat tropikal yang mengandung bahan-bahan aktif adalah bahan aktif tersebut dapat diabsorpsikan oleh kulit, tidak mudah teroksidasi, berkhasiat pada kulit, dan pemberian secara oral atau dengan cara lain tidak mungkin dilakukan. Kosmetika yang digunakan untuk perawatan kulit harus berfungsi untuk memelihara kesehatan kulit,
36
mempertahankan kondisi kulit agar tetap baik dan mampu mencegah timbulnya kelainan pada kulit akibat proses usia, pengaruh lingkungan dan sinar matahari. Kosmetika menurut penggunaannya dibagi menjadi kosmetika untuk memelihara, merawat dan mempertahankan kulit, serta kosmetika untuk mempercantik wajah yang dikenal dengan kosmetika tata rias. 1. Placenta (lebih dikenal dengan ari-ari) adalah suatu media yang berkembang di dalam rahim selama masa kehamilan yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dari induk kepada embrio. Plasenta akan keluar bersamaan dengan lahirnya sang bayi. Sumber placenta bisa berasal dari manusia dan hewan (sapi, kambing, biri-biri, domba maupun babi).Kebanyakan placenta yang digunakan dalam produk kosmetika adalah ekstrak plasenta. Ekstrak plasenta ini didapat dengan cara mencuci bersih placenta yang masih segar. Proses selanjutnya adalah membekukan dan memotong placenta tersebut hingga menjadi bubur placenta. Setelah itu placenta ini melalui proses filtrasi hingga didapatkan ekstrak placenta. Selanjutnya ekstrak placenta dikentalkan dengan cara memanaskannya kemudian dilakukan filtrasi steril. Hasil inilah yang digunakan sebagai bahan baku kosmetik (sari placenta). Sari placenta merupakan kompleks zat aktif yang sangat baik untuk perawatan kulit yang menua, karena mengandung nukleotida, hormon-hormon steroid, asam lemak, asam amino, vitamin dan unsur-unsur mikro. Mutu sari placenta ditentukan
37
atas dasar kadar enzim fofatase yang dikandungnya. Untuk menjamin khasiat kosmetiksari placenta, kadarnya di dalam kosmetika sekurang-kurangnya harus mencapai 3 - 5 persen. Sari placenta bermanfaat untuk meningkatkan peredaran darah lokal, merangsang metabolisme kulit, memperbaiki kekenyalan serabut-serabut jaringan ikat, merangsang pernafasan kulit, mampu memperbaiki elastisitas kulit, mengurangi tanda-tanda penuaan dan menjadikan kulit awet muda (anti ageing), mengurangi pigmentasi dan flek-flek hitam pada wajah, memutihkan dan menghaluskan kulit, menjadikannya tampak segar dan lembut. 2. Sari embrio diperoleh dari telur ayam yang sudah dibuahi, air ketuban lembu dan serum lembu yang diperoleh dari lembu hamil. Sari
embrio
mengandung
zat-zat
yang
dapat
merangsang
metabolisme sel sehingga sangat baik untuk mengatasi keriput atau untuk mengencangkan kulit. 3. Sari jaringan tubuh berasal dari jaringan hewani yang sangat baik untuk mengatasi masalah penuaan kulit. 4. Kolagen adalah suatu protein yang terdiri atas berbagai asam amino seperti glisin, prolin, hidroksiprolin, alanin, leusin, arginin, asam aspartat, asam glutamat, dan asam-asam amino lainnya dalam jumlah kecil. Serabut kolagen adalah unsur penting yang memberi kekuatan kepada kulit jangat dan sangat menentukan keadaan jaringan ikat. Dalam keadaan normal, kolagen memungkinkan
38
penyerapan dan pertukaran air serta gas. Dalam jaringan ikat muda, kolagen terdapat dalam bentuk yang mudah larut (soluble collagen). Bila kulit menua, kolagen berubah menjadi bentuk yang sukar larut dan
menjadi
kaku.
Serabut-serabut
kolagen
demikian
akan
kehilangan daya mengembung dan daya untuk menyerap air. Untuk menghambat perubahan-perubahan negatif pada permukaan kulit sebagai akibat pengerasan serabut-serabut kolagen, karena proses penuaan, dapat diberi hasil uraian (hydrolstate) kolagen yang mudah larut, semata-mata untuk menggantikan kolagen yang telah mengeras. Kolagen yang mudah larut diperoleh dengan cara ekstraksi kulit anak lembu. Cara ekstraksi sangat menentukan mutu kolagen yang dihasilkan, karena pada proses tersebut hendaknya struktur dan susunan kimiawi kolagen tidak mengalami perubahan. Mekanisme perubahan kolagen adalah suatu proses yang sangat kompleks, dan berkaitan dengan pembentukan fibril serta serabut, regulasi enzim pada sintesis, modifikasi dan penguraian kolagen. Kosmetika yang mengandung
kolagen
dapat
memperbaiki
kekenyalan
kulit,
melicinkan permukaan kulit, meningkatkan kelembaban kulit, serta memperbaiki fungsi pembuluh kapiler kulit sehingga dapat digunakan untuk peremajaan kulit. Di dalam dermis, 70 % jaringan ikatnya adalah kolagen, sedangkan 5 % adalah jaringan elastin. 5. Elastin sangat berpengaruh terhadap sifat elastisitas jaringan ikat yang secara bersama-sama dengan kolagen dapat digunakan untuk
39
produk kosmetik perawatan kulit. Bahan dasar dermis terdiri dari garam, air, dan glikosaminoglikan yang membentuk molekul kompleks. 6. Asam hialuronat termasuk ke dalam kelompok glikosaminoglikan yang terdapat dalam dermis. Manfaat asam hialuronat adalah sebagai pelumas untuk jaringan kolagen, dan mencegah perubahan kolagen yang larut menjadi kolagen yang tidak larut. 7. Asam alfa hidroksi (AAH atau Alfa Hidroxil Acid/AHA) adalah asam karbosilat yang memiliki gugus hidroksi pada posisi alfa. Secara alamiah zat ini terdapat dalam buah-buahan dan yoghurt, seperti asam glikogat pada gula tebu, asam laktat pada yoghurt, asam tartat pada buah apel, dan asam sitrat pada buah jeruk. Manfaat AAH atau AHA adalah sebagai emolien, yang dapat meningkatkan pergantian sel kulit dan pembentukan sel kulit baru, mengurangi ikatan antar komeosit dan mensintesis kolagen sehingga dapat mengurangi keriput halus, membentuk kulit halus dan sehat serta dapat memperbaiki tekstur kulit. Oleh karena itu emolien ini sangat baik digunakan bagi perawatan kulit kering, perawatan dan peremajaan kulit menua dan kulit yang terdapat parut bekas jerawat (acne scar). AHA hanya cocok digunakan untuk mereka yang berusia antara 3040 tahun, untuk usia lebih dari 40 tahun sebaiknya memilih asam retinoat. Asam retinoat (retinoic acid) mengandung vitamin A yang mampu menembus ke dalam sel kulit, sedangkan AHA hanya bias
40
menembus sampai lapisan antar sel. Kulit yang kusam pun menjadi lebih lembab, tebal, merah, dan segar lagi. 8. Hidrokinon. (hydroquinone) adalah bahan aktif yang dapat mengendalikan produksi pigmen yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk mengurangi atau menghambat pembentukan melanin kulit. Melanin adalah pigmen kulit yang memberikan warna gelap kecokelatan, sehingga muncul semacam bercak atau bintik cokelat atau hitam pada kulit. Banyaknya produksi melanin menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi.
Hidrokinon
digunakan
untuk
mencerahkan kulit yang kelihatan gelap akibat bintik, melasma, titiktitik penuaan, dan chloasma. Hidrokinon sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang sedang terbakar sinar matahari, kulit yang iritasi, kulit yang luka terbakar, dan kulit pecah. Hindari penggunaan hidrokinon pada mereka yang mengalami masalah hati, ginjal, alergi atau sedang hamil dan menyusui. Sebelum mengoleskan hidrokinon, bersihkan wajah dari kotoran dan make-up, dan keringkan. Dalam pemakaian hidrokinon harus hati-hati jangan sampai terkena mata, bibir, bagian dalam hidung, dan mulut, karena bisa menyebabkan mati rasa. Kandungan hidrokinon dalam kosmetik yang diizinkan tidak lebih dari dua persen. 9. Tretinoin adalah bahan aktif dalam kosmetika, berupa zat kimia yang termasuk vitamin A asam atau retinoic acid, yang berfungsi untuk membentuk struktur atau lapisan kulit baru, mengganti lapisan kulit
41
luar yang rusak. Krim tretinoin yang dioleskan ke kulit menyebabkan daya permeabilitas kulit meningkat. Ini ditandai oleh terbentuknya lapisan tanduk baru. Tretinoin juga meningkatkan pembentukan pembuluh rambut kulit. Akibatnya, aliran darah ke kulit bertambah. Lapisan luar kulit dan kegiatan pembelahan sel pun meningkat. Bertambahnya usia menyebabkan bantalan kolagen kulit menipis dan tidak kenyal lagi. Tretinoin inilah yang mampu membantu pembentukan sel fibrobias di bawah kulit, sehingga bantalan kolagen menebal, kencang, dan kerut memudar. Selain meremajakan, tretinoin mampu mengatasi jerawat, spoerten, bekas luka dangkal, serta memunculkan lapisan di kulit yang sudah lapuk. Tretinoin dosis tertentu menyebabkan kulit mengelupas dan muncul kulit baru, tetapi tidak semua kulit tahan menerimanya, sehingga malah kulit menjadi rusak, kulit jadi kemerah-merahan. Pada kulit sensitif, pemakaian tretinoin harus dimulai dengan dosis paling rendah yakni 0,05 persen dengan pemakaian setiap dua malam sekali. Bila kulit mulai kuat dan tidak timbul reaksi radang, rasa terbakar, secara perlahan, dosisnya dapat ditambah atau ditingkatkan dan pemakaiannya pun dapat dipakai setiap malam. Kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin tidak boleh dipakai pada siang hari, karena paparan sinar matahari dapat memperkuat efek sampingnya. Pada kulit normal, efek kemerahan karena peradangan, akan mereda setelah pemakaian tretinoin dihentikan. Pada kulit sensitif, efek ini akan menetap, bahkan hingga
42
berbulan-bulan setelah pemakaian dihentikan. Efek tidak baik dari pemakaian bahan aktif tretinoin dapat dihindaridengan cara : a. Kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin jangan digunakan pada kulit yang tidak sehat b. Jangan
memakai
alkohol
atau
kosmetik
yang
bersifat
mengeringkan terutama pada kulit sensitif c. Sebelum pemakaian kosmetik berbahan dasar aktif tretinoin, kulit harus benar-benar bersih dari obat kulit seperti obat luka, obat jerawat, salep eksim atau obat bisul. d. Tretinoin tidak boleh dipakai pada kulit yang baru melakukan pengelupasan (peeling) e. Pemakaian tretinoin harus segera dihentikan jika muncul lenting lepuh pada kulit atau timbul rasa terbakar. 10. Merkuri, air raksa atau hydragyricum (Hg) adalah satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair, tidak berbau, warnanya keperakan, dan mengkilap. Merkuri akan menguap bila dipanaskan sampai mencapai suhu 3570C. Merkuri dapat dijumpai di alam seperti di air dan tanah, terutama dari deposit alam, limbah industri, dan aktivitas vulkanik. Dalam pertambangan emas, merkuri digunakan dalam proses ekstraksi dan pemurnian. Merkuri juga digunakan dalam industry seperti termometer, tambal gigi, baterai dan soda kaustik. Merkuri dapat bersenyawa dengan khlor, belerang, dan oksigen senyawa untuk membentuk garam merkurium. Ini adalah
43
bahan-bahan yang sering digunakan dalam industri krim pemutih kulit. Karena sifat ionnya mudah berinteraksi dengan air, merkuri mudah masuk ke dalam tubuh melalui kulit, inhalasi (pernapasan), dan makanan. Bila merkuri sudah masuk ke dalam kulit, akan muncul reaksi alergi yang berupa iritasi. Reaksi iritasi ini berlangsung cukup cepat. Mandi beberapa kali di sungai atau di laut yang tercemar merkuri, akan menyebabkan kulit segera mengalami iritasi. Merkuri dapat membuat kulit terbakar, menjadi hitam, bahkan dapat berkembang menjadi kanker kulit. Merkuri inorganik dalam krim pemutih, dapat menimbulkan keracunan bila digunakan dalam jangka waktu yang lama. Meski tidak seburuk efek merkuri gugusan yang tertelan, efek buruk tetap saja timbul pada tubuh, atau meski hanya dioleskan ke kulit, merkuri mudah diserap ke dalam darah, kemudian memasuki sistem saraf. Manifestasi gejala keracunan merkuri berupa gangguan sistem saraf seperti tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan jadi abnormal (ataksia), gangguan emosi, dan depresi. Merkuri yang terakumulasi dalam organ tubuh seperti ginjal, hati, dan otak, dapat menyebabkan kematian. 11. Hidrogen peroksida atau hidrogen dioksida (H2O2), terbentuk dari dua atom hidrogen dan dua atom oksigen. Bentuknya menyerupai air (H2O), tetapi pada H2O2 ada kelebihan molekul oksigen, sehingga sangat baik digunakan sebagai oksidiser. Bahan ini tidak berwarna,
44
tidak bebau, dan tidak berasa. Penelitian terbaru menyatakan, bahwa hidrogen peroksida bermanfaat dalam reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh. Dalam memerangi infeksi, vitamin C membuat hidrogen peroksida untuk merangsang produksi prostaglandin. Di kolon dan vagina, lactobacillus juga membuat hidrogen peroksida yang berguna untuk melawan bakteri, virus, dan mencegah infeksi. Hidrogen peroksida juga digunakan untuk bahan pemutih gigi dan pembersih kotoran telinga. Satu topi hidrogen peroksida, ketika dibiarkan dalam mulut selama 10 menit stiap hari, gigi menjadi putih dan dapat mengurangi terjadinya sariawan. Untuk keperluan luar tubuh, hidrogen peroksida berfungsi sebagai antiseptik yang dapat membunuh bakteri, virus, serta jamur. Saat berkontak dengan kulit, hydrogen peroksida terpecah menjadi air dan oksigen. Oksigen masuk menembus kulit dan sampai ke pembuluh darah kapiler. Kehadiran oksigen pada pembuluh darah kapiler, menyebabkan kulit menjadi segar, sehat, dan terpenuhi kebutuhan gizinya, sebab oksigen yang dibawa H2O2 berfungsi sebagai kendaraan betakaroten yang akan diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. 12. Hormon dan vitamin. Pemakaian hormon dan vitamin dalam kosmetika tidak dapat dibenarkan, kecuali apabila dilakukan di bawah pengawasan dokter. Pemakaian hormon dalam jangka waktu lama, dapat mengacaukan keseimbangan hormonal dalam darah dan dapat menimbulkan efek samping sistematik seperti gangguan
45
menstruasi dan gangguan sistem reproduksi. Krim hormon yang mengandung estrogen baik untuk perawatan kulit menua. Vitamin dalam kosmetika harus memperhatikan termobilitas dan kepekaan berbagai vitamin terhadap oksigen serta sinar ultra violet. Vitamin A sangat baik untuk melindungi epitel, merangsang epitelisasi jaringan kulit sebagai ester asetat atau palmitat, dalam kosmetika dipakai untuk kulit yang merah, kasar, kering, dan degeneratif. Kekurangan vitamin A menyebabkan peningkatan keratinisasi secara abnormal (hiperkeratosis), lapisan tanduk menutupi folikel rambut, sehingga sekresi sebum terhambat dan terbentuk komedo (blackhead) yang mudah menjadi inti infeksi. Vitamin A dalam kosmetika, merangsang granulasi dan mencegah keratinisasi berlebihan, sehingga kulit menjadi lebih halus dan licin, sedangkan turgor jaringan jadi meningkat. Vitamin E berhasiat sebagai antioksidan. Kekurangan vitamin E antara lain dapat menyebabkan gangguan metabolisme, regenerasi sel yang lambat, dan gangguan fungsional sistem reproduksi. Penggunaan kosmetika yang mengandung vitamin E dan vitamin A pada kulit wajah bertujuan untuk memperbaiki peredaran darah di kulit dan akhirnya dapat memperbaiki kondisi kulit. 2.4.2.3 Daftar Bahan Pengawet Yang Diizinkan Maksud ditambahkan bahan pengawet pada kosmetik adalah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Daftar ini mencantumkan semua nama bahan pengawet yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar
46
maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh : chlorobutanol digunakan sebagai bahan pengawet pada kosmetik dengan kadar maksimum 0.5% dan batasan penggunaannya dilarang digunakan dalam sediaan aerosol
(spray)
serta
pada
penandaannya
dicantumkan
“mengandung
clorobutanol”. 2.4.2.4 Daftar Bahan Kosmetik yang Dapat Menyebabkan Dermatitis Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu: metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl
urea,
DMDM
hydantoin
(dimethyloldimethyl
hydantoin),
etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro 2methyl-4- isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008 dalam Febria, 2011). 1. Paraben Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben
47
paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal. 2. Formaldehid Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %. 3. Quarternium Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (waterbased) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas
48
aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum. 4. Imidazolidinyl Urea Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid. 5. Diazolidilnyl Urea Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua. 6. Bronopol Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau
49
nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum. 7. Dimethyloldimethyl Hydantoin DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. 8. Methylisothiazolinone (MCI/MI) Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 19852000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut.
50
9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%. Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. 10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC) Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang digunakan PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine (PPD) dan p-toluenediamine pada pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada
51
pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo (Prasari Sotya, 2009) 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Kosmetik 2.5.1
Faktor Langsung
2.5.1.1 Lama Kontak Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup. Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak. Pekerjaan pada proses realisasi menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang lama (8 jam kerja). Sehingga terlihat jelas bahwa proses realisasi memiliki potensi terkena dermatitis kontak yang lebih besar. Hal ini karena pada proses realisasi pekerja terpajan bahan kimia dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama (John Wiley & Sons Inc. 1999 dalam Lestari, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja yang terkena pajanan bahan kimia di perusahaan otomotif didapatkan responden dengan bahan kimia sebanyak 8 jam/hari terjadi pada 45 pekerja (83%), rata-rata 6 jam/hari 1 orang (2%), rata-rata 3 jam/hari 1 orang (2%), dan ratarata 2 jam/hari 7 orang (13%) (Wisnu dkk, 2008)
52
2.5.1.2 Frekuensi Kontak Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional (Cohen DE, 1999). Berdasarkan penelitian Ruhdiat (2006), proporsi
pekerja yang
mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≥5 kali/hari sebesar 96.3%, sedangkan proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak <5 kali/hari adalah sebesar 79.4%. Dan hasil penelitian Nuraga, dkk (2008) menemukan bahwa Kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15x terjadi pada dermatitis kontak akut sebanyak 14 responden (100%), sub akut 17 responden (81%) dan kronis 4 responden (80%) dengan nilai p= 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak. 2.5.1.3 Bahan kimia Paparan bahan kimia ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agus R, 2006 dalam Nuraga,2008). Sehingga terjadinya resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol seperti membatasi jumlah kontak yang terjadi. Oleh karena itu bahan kimia merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak (Djuanda, 1987).
53
Bahan kimia cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa. Asam menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dengan proses perusakan jaringan lunak. Cairan korosif memerlukan pH yang rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan korosi, namun pada paparan awal tidak timbul rasa sakit (Haminton, 2003). Menurut Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito Yogyakarta kontak bahan kimia yang dapat mnimbulkan Dermtitis Kontak Kosmetik antara lain adalah perawatan kulit, pewarna dekoratif, perawatan rambut, terapeutik, parfum dan deodorant, tabir surya dan oral hygine. Untuk lengkapnya dapat dilihat dalam table 1 Alergen yang dapat menimbulkan DKK. 2.5.2
Faktor Tidak Langsung
2.5.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009). Berdasarkan Penelitian kasus Dermatitis kontak kosmetik di Klinik Kulit dan Kelamin RS. Dr. Sardjito pada tahun 2005-2006 adalah 208 kasus (43,6% dari seluruh kasus dermatitis), terdiri dari 182 (38,16%) perempuan dan 26 (5,45%) laki-laki (Prasari, 2009).
54
2.5.2.2 Usia Menurut
Potts
Ro
dkk
dalam
bukunya
Pharmacologfy
menyatakan, Kerentanan kulit terhadap efek iritasi menurun seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi sawar kulit. Penelitian menunjukan bahawa iritabilitas kulit terhadap bahan kimia mencapai puncaknya selama masa kanak-kanak dan menurun saat dewasa, dimana lokasi reaktifitas tertinggi adalah sekitar paha, punggung atas dan lengan bawah. Menurut Fatma Lestari dalam penelitiannya, Hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis kontak diperoleh bahwa sebanyak 26 (60,5%) dari 43 pekerja yang berusia ≤30 tahun terkena dermatitis kontak, sedangkan diantara pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang (35,1%) yang terkena dermatitis kontak. Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pekerja muda lebih mudah terkena dermatitis kontak. Hasil uji statistik menunjukan nilai p value sebesar 0,042 hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan proporsi penyakit dermatitis yang bermakna antara pekerja muda (≤30 tahun) dengan pekerja tua (>30 tahun). Selain itu pada tingkat kepercayaan 95% nilai odds ratio yang dihasilkan sebesar 2,824, artinya pekerja muda mempunyai peluang 2,824 (2,8) kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja tua.
55
2.5.2.3 Masa Kerja Menurut
penelitian
Hana
(1996)
dalam
Erliana
2008
menyimpulkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin berani orang tersebut untuk bertindak dengan segala risiko yang akan dihadapinya. Hasil penelitian Erliana (2008) menunjukkan bahwa proporsi pekerja dengan masa kerja 6-9 tahun 61,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya 1-5 tahun yaitu hanya 18,8%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja (p=0,018). 2.5.2.4 Jenis Pekerjaan Dalam mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, jenis pekerjaan terkait dengan bahan kimia yang digunakan pada suatu jenis pekerjaan tersebut. Karena pada dasarnya bahan yang digunakan pada suatu jenis pekerjaan berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup. Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak (Cohen 1999 dalam Lestari 2007). Dalam
penelitian
yang dilakukan
Fatma
Lestari
dengan
menggolongkan dua jenis proses kerja yaitu proses realisasi dan proses pendukung. Pada proses realisasi terlihat bahwa pekerja yang terkena
56
dermatitis kontak (60,4%) lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang tidak terkena dermatitis kontak (39,6%). Hal ini berbanding terbalik dengan proses pendukung yang pekerjanya lebih banyak tidak terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang (68,8%) dari total pekerja 32 orang. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,02 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan proporsi penyakit dermatitis kontak yang bermakna antara pekerja proses realisasi dengan pekerja proses pendukung. Hasil analisis menunjukkan nilai odds ratio sebesar 3,358. Hal ini berarti pekerja pada proses realisasi memiliki peluang 3,358 (3,4) kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja di proses pendukung. 2.5.2.5 Riwayat Alergi Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak. Berdasarkan penelitian Fatma Lestari analisis hubungan antara riwayat alergi dengan dermatitis kontak menunjukkan bahwa pekerja dengan riwayat alergi yang terkena dermatitis sebanyak 15 orang (57,7%) dari 26 orang yang memiliki riwayat alergi. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi terkena dermatitis sebanyak 24 orang dengan persentase sebesar 44,4% dari 54 orang pekerja. Hasil uji statistik menunjukkan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara pekerja dengan riwayat
57
alergi dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini terlihat dari nilai p value 0,383 > 0,05 pada CI 95%. Beberapa
pendapat
menyatakan
bahwa
dermatitis
kontak
(terutama dermatitis kontak alergi) akan lebih mudah timbul jika terdapat riwayat alergi sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obatobatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Erliana 2008). 2.5.2.6 Riwayat Atopik Dermatitis atopic adalah dermatitis yang sering terjadi pada orang yang memiliki riwayat atopic serta merupakan jenis dermatitis yang sering dijumpai (Harahap, 2000 dalam Muslimah, 2012). Sedangkan menurut Djuanda et al, 2007 dermatitis atopik adalah kejadian peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal yang berhubungan dengan atopik, yaitu sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarga, misalnya asma bronchial, rinkis alergika konjungtivitis alergika. Penderita Atopik rentan terhadap efek iritasi, Trans-epidemal Water Loss (TEWL) lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis setelah pajanan bahan kimia. Abnormalitas sawar kulit atopi dan
58
menurunnya ambang iritasi merupakan faktor penyebab kerentanan terhadap iritasi (Lamintauta K, Maibach, 2002). Menurut Mathias CGT dalam bukunya Soaps and Detergent menyebutkan, Penderita atopic rentan terhadap iritasi zat kimia. Kandungan zat iritan juga penting dalam meningkatkan iritasi. Kebayakan produk pembersih kulit dipasaran dapat menyebabkan efek iritasi peimer jika digunakan berulang-ulang atau berlebihan, akan tetapi jika digunakan sesuai aturan, kulit normal tidak akan teriritasi. Dari hasil penelitian mengenai riwayat atopik pada pekerja yang bersentuhan langsung dengan bahan kimia di perusahaan otomotif didapatkan dari 54 orang responden adalah 35 responden tidak atopik (65%) dan 19 responden atopic(35%) (Nuraga, 2008). 2.5.2.7 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja terkena dermatitis kontak kembali (riwayat berulang). Dalam penelitian Fatma Lestari didapat hasil analisis hubungan antara riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dengan penyakit dermatitis diperoleh hasil pekerja dengan riwayat dermatitis pada pekerjaan sebelumnya sebanyak 9 orang (81,8%) dari 11 orang pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya sebanyak 30 orang (43,5%) terkena dermatitis dari 69 orang pekerja. Uji statistic yang dilakukan untuk meilhat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak antara pekerja
59
yang memiliki riwayat dermatitis kontak akibat pekerjaan sebelumnya dengan yang tidak, menunjukan perbedaan proporsi yang bermakna dengan p value 0,042. Nilai odds ratio yang didapat adalah sebesar 5,850 yang berarti pekerja dengan riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya memiliki peluang 5,850 (5,9) kali terkena dermatitis dibandingkan yang tidak memiliki riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya. 2.5.2.8 Tekstur Kulit Perbedaan ketebalan kulit menyebabkan perbedaan permeabilitas (Djuanda & Sularsito, 2002), sehingga kulit dengan lapisan yang lebih tebal lebih sulit dimasuki oleh bahan kimia hal tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah pori. Lapisan kulit yang tebal lebih memproteksi dibandingkan dengan lapisan kulit yang tipis. 2.5.2.9 Suhu dan Kelembaban Wigger – Albert W menyebutkan mengenai Contact Dermatitis Due To Irritation dalam buku Adams RM yang berjudul Occupational Skin Disease menyatakan, pengaruh lingkunga seperti kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin, merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum komeum. Suhu yang dingin saja dapat menurunkan kelenturan lapisan tanduk, sehingga menurunkan fungsi sawar kulit. Hal ini mengakibatkan peningkatan absorpsi perkutan zat-zat yang larut dalam air.
60
2.5.2.10 Keringat
Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan menghanyutkan bahan-bahan iritan. Hyperhidrosis menyebabkan miliaria dan macerasi kulit di lipatan ketiak, pangkal paha dan mudah terjadi infeksi sekunder. Keringat dapat juga merubah bahan-bahan yang larut dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbsi melalui poripori kulit (Ganong 2006 dalam Ernasari 2012).
2.5.2.11 Ras Menurut Taylor SC dalam bukunya Skin Of Color: Biology, Stucture, Funcition and Implication For Dermatologic Disease menyatakan, Individu berkulit gelap seperti orang Afrika dan Hispanik, memperlihatkan respon iritasi yang lebih besar terhadap surfaktan, sodium laurel sulfat, begitu juga terhadap zat kimia dan sinar ultra violet karena kecenderungan memiliki fungsi sawar yang lebih rentan dibandingkan dengan kulit putih. 2.5.2.12 Personal Hygiene Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak. Dalam penelitian Fatma Lestari menunjukan analisis hubungan antara personal hygiene dengan dermatitis kontak memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan personal hygiene yang baik sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 orang pekerja terkena dermatitis kontak. Sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik,
61
pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara personal hygiene yang baik dengan personal hygiene yang kurang baik. Hal ini terlihat dari hasil p value sebesar 0,588. Personal hygiene yang diterapkan oleh pekerja masih kurang baik. Pekerja seharusnya memiliki kesadaran untuk menjaga dan merawat kebersihan dirinya masingmasing. Pada kategori pekerja dengan personal hygiene yang baik, pekerja diharuskan memenuhi kriteria untuk dapat menjaga kebersihan dirinya. Jika dalam permasalahan personal hygiene ini tidak terdapat perbedaan proporsi yang bermakna mungkin terdapat beberapa kekurangan dalam menjaga kebersihan diri.(Fatma Lestari dkk, 2007). 2.5.2.13 Penggunaan Alat Pelindung Diri Penggunaan APD adalah salah satu cara yang efektif untuk menghindarkan pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia. Penelitian
Fatma
Lestari
menunjukan
analisis
hubungan
antara
penggunaan APD dengan dermatitis kontak memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan penggunaan APD yang baik sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 orang pekerja terkena dermatitis kontak. Sedangkan dengan penggunan APD yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian
62
dermatitis kontak yang bermakna antara penggunaan APD yang baik dengan penggunaan APD yang kurang baik. Hal ini terlihat dari hasil p value sebesar 0,588. 2.6 Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori dan para ahli, yaitu : Harjanti dkk (2009),Sumantri (2008), Kusumawati (2007), Sotya Prasari (2009), Fatma Lestari (2007), Djuanda (2007), Nuraga dkk (2006), Trenggono (2004), Yusfinah (2008). Berdasarkan teori dari para ahli tersebut faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak adalah faktor langsung (frekuensi kontak dan lama kontak dan bahan kimia) dan faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja jenis kerja, suhu dan kelembaban, pengeluaran keringat, ras, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya,tekstur kulit, Personal hygiene, penggunaan APD). Maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut
63
Faktor Langsung 1. Lama kontak 2. Frekuensi kontak 3. Bahan kimia
Faktor Tidak Langsung 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Usia Jenis kelamin Masa kerja Jenis pekerjaan Tekstur kulit Suhu dan kelembaban Riwayat alergi Riwayat atopik Riwayat alergi sebelumnya 10. Pengeluaran keringat 11. Ras 12. Personal hygine 13. Penggunaan APD
Dermatitis Kontak Kosmetik
Bagan 2.1 Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadia dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada teori-teori dan para ahli, yaitu : Harjanti dkk (2009),Sumantri (2008), Kusumawati (2007), Sotya Prasari (2009), Fatma Lestari (2007), Djuanda (2007), Nuraga dkk (2006), Trenggono (2004), dan Yusfinah (2008). Berdasarkan teori dari para ahli tersebut faktor-faktor yang bergubungan dengan dermatitis kontak adalah faktor langsung (frekuensi kontak dan lama kontak dan bahan kimia) dan faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja jenis kerja, suhu dan kelembaban, pengeluaran keringat, ras, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya,tekstur kulit, Personal hygiene, penggunaan APD). Adapun variabel yang tidak di teliti oleh peneliti adalah: 1. Bahan Kimia Kosmetika yang digunakan pekerja berjenis sama yaitu kategori produk pewarna dekoratif dengan jenis produk pewarna rambut, lipstick, eye shadow, dan bedak dengan merk yang sama sehingga bahan kimia yang dapat menjadikan dermatitis kosmetik pun akan sama yang berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan terdapat dalam pengharum, pelembab dan pemutih maka akan bersifat homogen. Dan peneliti tidak meneliti konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam kosmetik hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mengetahui bahan 64
65
kimia apa saja yang dapat menimbulkan dermatitis kontak kosmetik, karena peneliti hanya dapat melihat dari komposisi yang ada pada tiap produk yang digunakan. 2. Suhu dan Kelembaban Peneliti tidak meneliti variable suhu dan kelembaban ini, karena peneliti melakukan penelitian di satu wilayah yaitu kawasan Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara, sehingga suhu dan kelembaban yang ada akan homogen. 3. Keringat Keringat memang tidak dapat dipisahkan dengan kulit dan terjadinya dermatitis kontak dimana pekerja yang memiliki intensitas pengeluaran keringat berlebih akan lebih cepat absorpsi bahan kimia kedalam kulit dan menjadikan dermatitis kontak lebih cepat. Namun hal ini tidak cukup hanya dilakukan dengan pemeriksaan fisik saja melainkan membutuhkan pemeriksaan dengan cara mikroskopik
uutuk
mengetahui
besar
kecilnya
pori-pori
kulit
yang
mengakibatkan perbedaan dalam mengeluarkan keringat, maka peneliti tidak memasukkan variable keringat. 4. Pemkaian APD Pemakaian APD untuk menurunkan risiko dermatitis kontak memang diperlukan namun dalam hal ini peneliti tidak meneliti pemakaian APD hal ini dikarenakan pemakaian APD tidak dapat digunakan karena wajah yang harus bersentuhan langsung dengan kosmetik.
66
5. Jenis Pekerjaan Dalam hal jenis pekerjaan peneliti tidak meneliti variable ini, dikarenakan pekerjaan yang dilakukan sama dan bersifat homogen, yaitu seluruh Penari studio fantasi yang menggunakan makeup saat melalukan proses pekerjaannya. 6. Tekstur kulit Untuk variable tekstur kulit ini tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan fisik saja melainkan membutuhkan pemeriksaan dengan cara mikroskopik untuk mengetahui ketebalan dan ketipisan kulit, maka peneliti tidak memasukan variable tekstur kulit. Variable penelitian yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1
67
Faktor Langsung 1. Lama kontak 2. Frekuensi kontak
Dermatitis Kontak Kosmetik
Faktor Tidak Langsung 1. 2. 3. 4.
Usia Jenis kelamin Masa kerja Riwayat alergi 5. Riwayat atopik 6. Riwayat alergi sebelumnya 7. Personal hygine
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
68
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Faktor Langsung dan Tidak Langsung No . 1
2.
4.
Variabel Dermatitis Kontak Kosmetik
Lama Kontak
Definisi Alat Ukur Operasional Peradangan kulit Pemeriksaan pada wajah yang dokter disebabkan oleh bahan atau subtansi yang menempel pada kulit pengguna kosmetik dengan gejala kemerahan, bintik-bintik, gatal,kulit terasa perih, kulit pecah – pecah, kulit bersisik atau kasar, kulit mengalami penebalan,kulit kering, menghitam dan rasa terbakar. Jangka waktu pekerja Kuesioner kontak dengan kosmetik dalam hitungan jam/hari.
Frekuensi kontak
Jumlah hari pekerja Kuesioner kontak dengan kosmetik
Usia
Jumlah tahun hidup Kuesioner pekerja sejak kelahiran sampai penelitian berlangsung
Cara Hasil Ukur Ukur Diagnosa 0. Dermatitis dan 1. Tidak dermatitis anamnesis dokter
Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik
Skala
Jam/hari
Rasio
Hari/minggu
Rasio
Tahun
Rasio
69
No. 5.
Variabel Jenis kelamin
Definisi Alat Operasional Ukur Status biologis Kuesioner pekerja yang ditandai dengan tampilan fisik dan organ kelamin interna dan genitalia interna
6.
Masa kerja
Lama kerja yang Kuesioner pekerja lalui sampai penelitian berlangsung
7.
Riwayat alergi
8.
Riwayat Atopik
Pengguna Kuesioner kosmetik yang sebelumnya pernah mengalami alergi kosmetik, debu, tanaman, obat dan makanan. Kepekaan Kuesioner pengguna kosmetik pada bahan kosmetik yang diakibatkan oleh faktor keturunan atau genetika, seperti asma, rhinitis alergi atau konjungtivitis alergi
Cara Ukur Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik
Hasil Ukur 0. Perempuan 1. Laki-laki
Bulan
Skala Ordinal
Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik Pengisisan kuesioner oleh pengguna kosmetik
Rasio
0. Memiliki riwayat alergi 1. Tidak memiliki riwayat alergi
Ordinal
Pengisian kuesioner oleh pengguna kosmetik
0. Memiliki riwayat atopik 1. Tidak memiliki riwayat atopik
Ordinal
70
No . 9.
10.
Variabel Riwayat penyakit kulit sebelumnya
Personal hygiene
Definisi Operasional Pengguna kosmetik yang sebelumnya sedang atau pernah mengalami kemerahan, bintikbintik, gatal,kulit terasa perih, kulit pecah – pecah, kulit bersisik atau kasar, kulit mengalami penebalan,kulit kering, menghitam dan rasa terbakar. Kebersihan pengguna kosmetik saat akan dan setelah menggunakan kosmetik
Alat Ukur Kuesioner
Cara Hasil Ukur Ukur Pengisian 0. Memiliki kuesioner riwayat oleh penyakit pegguna kulit kosmetik sebelumnya 1. Tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya
Kuesioner Pengisian 0. Baik Dan plant kuesioner 1. Tidak baik visit oleh pengguna kosmetik Dan kunjungan tempat kerja
Skala Ordinal
Ordinal
71
3.3 Hipotesis 1. Adanya hubungan antara faktor langsung (lama kontak dan frekuensi kontak) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. 2. Adanya hubungan antara faktor tidak langsung (Usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya serta Personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-utara tahun 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dimana data variabel dependen dan independen diamati pada waktu yang sama yang kemudian akan dideskripsikan untuk menggambarkan hubungan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Dunia Fantasi Ancol pada bulan februari - april 2013. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Penari Studio Fantasi yang berada di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. Sedangkan sampel penelitian ini merupakan Penari yang mewakili populasi yang berada di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara. Pengambilan sampel dilakukan dengan uji beda dua proporsi dengan rumus sebagai berikut:
72
73
[
⁄
√
(
)
√ (
(
)
(
)]
)
Keterangan : n P P1 P2 Z1-α/2 Z1-β
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan : Rata-rata proporsipadapopulasi {(P1 + P2)/2} : Proporsi kejadian yang mengalami dermatitis kontak kosmetik dan memiliki riwayat alergi sebelumnya. : Proporsi kejadian yang mengalami dermatitis kontak kosmetik dan tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya. : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96 : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 95% = 1,64
Pada penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 95% dalam penelitian ini. Pengambilan sampel menggunakan metode perhitungan sampel yang dapat dilihat pada tabel 4.1
74
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel Variabel Lama kontak
Frekuensi kontak
Usia
Jenis kelamin
Masa kerja
Riwayat alergi
Riwayat atopik Riwayat alergi sebelumnya Personal hygiene
Berdasarkan
Diketahui P1 : 73.1% : 0.731 P2 : 22.2% : 0.222 P : 0.4765 P1 : 77.7% : 0.777 P2 : 55.5% : 0.555 P : 0.666 P1 : 60,5% : 0,605 P2 : 35,1% : 0,351 P : 0,478 P1 : 58% : 0,58 P2 : 42 % : 0,42 P : 0,5 P1 : 66.7% : 0.667 P2 : 36.2% : 0.362 P : 0.5145 P1 : 57,7% : 0,577 P2 : 44,4% : 0,444 P : 0,51 P1 : 31,1% : 0,311 P2: 68,6% : 0,686 P : 0,49 P1 : 81.8% : 0.818 P2 : 43.5% : 0.435 P : 0.6265 P1 : 51,8% : 0,518 P2 : 41,7% : 0,417 P : 0,47
perhitungan
sampel
Odss Ratio
Sampel Total
19
14 x 2 = 28
2.8
115 x 2 = 230
2,824
101 x 2 = 202
171 x 2 = 342
3,529
67 x 2 = 134
5,850
365 x 2 = 730
1,5
5.85
1,504
didapatkan
43 x 2 = 86
39 x 2 = 78
632x 2 = 1264
jumlah
sampel
yang
memungkinkan sebesar 78 pada variabelriwayat alergi sebelumnya. Jumlah populasi yang ada sebanyak 104 orang. untuk menghindari droop out dan missing jawaban dari responden maka peneliti mengambil seluruh populasi yang ada, namun 19 responden tidak berkenan untuk menjadi responden penelitian maka peneliti mengambil sampel sebanyak 85 orang
75
4.4 Instrumen penelitian 4.4.1 Form Pemeriksaan Dermatitis Kontak Kosmetik Diagnosis Dermatitis Kontak Kosmetik ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan anamnesis yang ditegakan oleh dokter, dengan hasil ukur dermatitis kontak kosmetik atau tidak dermatitis kontak kosmetik 4.4.2 Daily Activity Recall Daily Acivity Recall merupakan lembar pencatatan kegiatan yang dilakukan responden dalam melakukan pekerjaanya sehari-hari dalam waktu tertentu. Daily Activity Recall digunakan peneliti untuk mengetahui variabel lama kontak dan frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia di tempat kerja. 4.4.3 Self Administered Questionaire Self Administered Questionaire adalah kuesioner yang akan dibagikan kepada responden dengan metode pengisisan tertutup yang didampingi oleh peneliti. Kuesioner merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang berupa lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat alergi, riwayat alergi sebelumnya, riwayat atopik. 4.4.4 Lembar Observasi Lembar observasi merupakan panduan penelitian dalam mengamati responden dengan tujuan mendapatkan data primer mengenai Personal hygiene pada responden.
76
4.5 Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan satu jenis data yaitu menggunakan data primer. 4.6 Pengolahan Data Seluruh data yang didapatkan oleh peneliti akan diolah melaui beberpa tahapan pengolahan data. Serangkaian tahapan ini harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: 4.6.1 Data Coding Data coding merupakan tahap pengklasifikasian data dan pemberian kode jawaban responden yang dapat dilihat pada table 4.2 berikut: Tabel 4.2 Pemberian Coding No.
Variabel
Coding
1.
Dermatitis Kontak Kosmetik
0. Dermatitis 1. Tidak Dermatitis
2.
Lama Kontak
Jam/Hari
3.
Frekuensi Kontak
Hari/Minggu
4.
Usia
Tahun
5.
Jenis Kelamin
0. Perempuan 1. Laki-laki
6.
Masa Kerja
Bulan
7.
Riwayat Alergi
0. Memiliki Riwayat Alergi 1. Tidak Memiliki Riwayat Alergi
8.
Riwayat Atopik
0. Memiliki Riwayat Atopik 1. Tidak Memiliki Riwayat Atopik
77
4.6.2 Data Editing Data editing merupakan tahapan penyuntingan data yang dilakukan sebelum pemasukan data dengan tujuan melihat kelengkapan pengisian kuesioner, kelogisan kuesioner dan kekonsistenan antar pertanyaan. 4.6.3 Data Entry Data entry merupakan tahapan pemasukan data pada program komputer setelah data dibuat kode sebelumnya hingga data yang ada akan diolah menggunakan softwere komputer. 4.6.4 Data Cleaning Data cleaning merupakan tahapn terakhir dalam pengolahn data, dimana pada tahapan ini merupakan proses pembersihan data setelah diolah. Cara yang sering dilakukan adalah melihat distribusi variabel-variabel dan menilai kelogisannya. 4.7 Teknik Pengumpulan Data 4.7.1 Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari variabel dependen dan independen. Sehingga dari analisis univariat hasil yang diperoleh adalah gambaran variabel secara umum. 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mencari ada tidaknya
hubungan
variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik pada penelitian ini adalah Chi
78
Square dengan derajat kepercayaan 95%. Jika P value 0,05% maka perhitungan secara statistik menunujkkan bahwa ada hubungan bermakna antara variabel dependen dan variabel independent, sedangkan jika P value> 0,05 maka perhitungan secara statistik memnunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara veariabel dependen dan variabel independen. Uji Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dan kategorik. Variabel yang termasuk pada uji Chi Square adalah riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan jenis kelamin dengan dermatitis kontak. Untuk menguji variabel usia, frekuensi kontak, lama kontak, dan masa kerja perlu dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu karena data yang didapatkan berupa data numerik. Hasil uji normalitas yang didapatkan tidak berdistribusi normal , maka variable numeric menggunakan uji Mannwhitney U.
BAB V HASIL 5. 1 Gambaran Lokasi Penelitian 5.1.1 latar Belakang Studio Fantasi Studio Fantasi adalah wadah yang dimiliki tempat hiburan yang bernama Dunia Fantasi (DUFAN) yang berfungsi untuk melahirkan penari – penari profesional yang nantinya akan digunakan pada acara – acara yang diadakan oleh Dunia Fantasi tersebut. Studi Fantasi merupakan salah satu departemen yang dimiliki Dunia fantasi yang di khususkan bergerak di bidang seni dan hiburan, tidak hanya penari saja yang berada di dalam departemen studio fantasi ini, melainkan ada bagian marchineband, badut dan karakter. Dimana penari yang digunakan untuk mengisi acara yang khusus mempersembahkan tarian – tarian yang akan disuguhkan, marchineband yang digunakan untuk mengiring penari saat akan parade mengitari kawasan – kawasan yang ada di Dunia Fantasi, badut yang digunakan saat acara – acara yang di selenggarakan dunia fantasi untuk menambahkan keceriaan pada anak, sedangkan karakter yang digunakan untuk mengisi delapan ikon yang ada di Dunia Fantasi seperti Dufan, Kabul, Cili, Garin, Bije, Tanit, Kombi dan Barus yang kesemua ikon tersebut menggunakan kostum khusus.
79
80
5.1.2 Sumber Daya Manusia Studio Fantasi memperkerjakan 157 pekerja yang diambil melalui jalan audisi setiap periodenya baik memiliki kemampuan ataupun tidak memiliki kemampuan karena dunia fantasi bukanlah sebuah sanggar yang dikhususkan untuk orang – orang yang telah memiliki kemampuan, melainkan untuk menumbuhkan dan menciptakan sendiri kemampuan tersebut dengan pelatihan – pelatihan. Adapun distribusi sumber daya manusia Studio Fantasi dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Sumber Daya Manusia Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013 Divisi Jumlah Persentase Karakter 9 5,73 Badut 7 4,46 Penari 104 66,24 Marchineband 37 23,57 Total 157 100 Sumber: Data primer Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui jumlah pekerja terbanyak terdapat pada bagian penari yang berjumlah 66,24% (104 orang). Kemudian pada bagian marchineband terdapat 23,57% (37 orang), yang di tambah dengan bagian karakter dengan jumlah 5,73% ( 9 orang) dan bagian badut dengan jumlah 4,46% (7 orang).
81
5.1.3 Kosmetik yang Digunakan Studio Fantasi Dalam proses kerja studio fantasi mewajibkan setiap pekerjanya untuk menggunakan kosmetik. Pada proses pengambilan data peneiliti hanya dapat menyebutkan jenis produknya saja. Kosmetik yang digunakan oleh studio fantasi adalah dalam kategori pewarna dekoratif dengan jenis produk bedak, blush-on, Lipsticdan eye shadow. Untuk mengetahui bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan jenis produk yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut Tabel 5.2 List Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam ProdukKosmetikYang Dapat Menyebabkan DKK No.
Bahan Kosmetik
Jenis Kosmetik
1.
TEA
Pelembab wajah
2.
Titanium Dioxide
Lotion, tabir surya dan krim wajah
3
Zinc Dioxide
Lotion, tabir surya dan krim wajah
4.
Ammonium Lauryl Sulfate
Pembersih wajah
5.
Talc
Eye shadow dan Blush on
6.
PHenoxyethanol
Blush on
7.
Magnesium Ascorbyl PHospHate
Eye shadow, Blush on dan bedak
8.
Chlorobutanol
Bedak
9.
Diazolidilnyl Urea
Eye Sshadow, Blush on dan bedak
10.
Paraben
Eye shadow, Blush on dan bedak
11.
Mineral Oil
Krim wajah
12.
Olyl Alcohol
Eye shadow
13.
BHA
Eye shadow, Blush on dan bedak
82
Sumber: Data primer Bahan-bahan kimia tersebut merupakan bahan kimia yang terdapat dalam kosmetik yang biasa digunakan penari studio fantasi yang dapat menimbulkan permasalahan bagi kulit seperti kemerahan, gatal dan kesehatan lainnya, diantaranya : 1. TEA Bahan kimia yang dikenal dengan sebutan TEA (Triethanolamine) jenis kimia yang digunakan sebagai pelembab ini akan dapat menempel langsung pada kulit, karena pada dasarnya kosmetik yang digunakan langsung bersentuhan dengan kulit pengguna sehingga tak dapat dihindari pula bahan kimia inipun dapat menempel dikulit. Jika penggunaan berlebih dapat menimbulkan kelainan pada kulit yaitu iritasi pada kulit bahkan komplikasi penyakit dalam seperti kanker. 2. Titanium Dioxide Bahan kimia yang termasuk golongan partikel nano ini biasanya digunakan dalam lotion tabir surya dan krim. Partikel ini dengan mudah dapat menembus kulit dan menghancurkan sel-sel otak. 3. Zinc Dioxide Bahan kimia yang termasuk golongan partikel nano ini biasanya digunakan dalam lotion tabir surya dan krim. Partikel ini dengan mudah dapat menembus kulit dan menghancurkan sel-sel otak.
83
4. Ammonium Lauryl Sulfate Bahan kimia ini sering dikatakan berasal dari sari buah kelapa untuk menutupi racun alami yang terdapat di dalamnya. Zat ini sering digunakan untuk campuran pembersih wajah yang dapat menyebabkan iritasi kulit yang hebat dan kedua zat ini dapat dengan mudah diserap ke dalam tubuh. Setelah terserap, endapan zat ini akan terdapat pada otak, jantung, paru paru dan hati yang akan menjadi masalah kesehatan jangka panjang. SLS dan ALS juga berpotensi menyebabkan katarak dan menganggu kesehatan mata pada anak anak 5. Talc Bahan kimia yang biasa digunakan dalam jenis produk seperti eye shadow, blush on, sabun, dll yang berfungsi untuk menyerap kelembaban. Bahan kimia ini merupakan bahan kimia beracun yang bersifat karsinogen manusia dan juga diketehi dapat menyebabkan kanker dan tumor paru. 6. PHenoxyethanol Bahan kimia ini biasa digunakan dalam kosmetik untuk pengawet seperti pewarna pipi dll. Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Jika digunakan secara terus menerus akan dapat menimbulkan lesi pada kulit. 7. Magnesium Ascorbyl PHospHate Dikenal sebagai asam askorbat, L-asam askorbat, askorbat, ascorbyl palmitate. Bahan kimia yang berfungsi sebagai bahan pengawet dalam
84
kosmetik untuk memberikan perlindungan pada kosmetik agar terhindar dari pencemaran saat digunakan dan akibat pertumbuhan bakteri.Bahan kimia ini baik untuk semua jenis kulit, kecuali untuk kulit yang sensitif. Kandungan dari vitamin C ini bisa melindungi kulit dari paparan sinar matahari dan mencegah penuaaan dini. Produk kecantikan yang mengandung vitamin C bisa menetralkan radikal bebas yang terbentuk ketika kulit terkena sinar matahari, polusi, asap rokok, dan unsur-unsur berbahaya lainnya. Kerusakan kolagen akibat radikal bebas bisa menyebabkan keriput, bercak-bercak dan peradangan. 8. Chlorobutanol Bahan kimia yang digunakan dalam jenis produk bedak ini merupakan bahan dasar yang digunakan dalam kosmetik dalam kategori pengawet. 9. Diazolidilnyl Urea Bahan kimia ini paling sering digunakan untuk bahan pengawet kosmetik selain paraben. Bahan utamanya adalah formaldehida, dimana bahan uatam tersebut juga digunakan untuk mengawetkan mayat yang berbahaya bagi kesehatan manusia, jika bersentuhan dengan kulit maka akan menimbulkan reaksi alergi dan ruam kulit. 10. Paraben Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No: HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik menyantumkan daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan. Diantaranya penggunaan
85
bahan paraben yaitu nama dagang dari 4-Hydroxybenzoic acid, its salt and estersdengan nomor ACD 12 di daftar pengawet. Dijelaskan bahwa ester adalah methyl, ethyl, propyl, isopropyl, butyl, isobutyl, dan pHenyl. Kadar maksimumnya 0,4 persen (asam) untuk ester tunggal serta 0,8 persen (asam) untuk ester campuran yang ditambahkan kedalam sediaan kosmetik dengan tujuan utama untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme . Sementara, penggunaan pengawet paraben sebenarnya mengundang kontroversi karena beberapa penelitian menunjukkan paraben bisa memicu masalah kesehatan serius seperti pencetus kanker dan masalah kesuburan pada pria selain itu dapat menimbulkan masalah pada kulit. 11. Mineral Oil Bahan kimia ini dibuat dari turunan minyak bumi dan sering digunakan sebagai bahan dasar membuat krim tubuh dan kosmetik. Baby oil dibuat dengan 100% minyak mineral. Minyak ini akan melapisi kulit seperti mantel sehingga pengeluaran toksin dari kulit menjadi terganggu. Hal ini akan menyebabkan terjadinya jerawat dan keluhan kulit lainnya. 12. Olyl Alcohol Bahan kimia yang digunakan dalam jenis produk eye shadow ini merupakan bahan dasar yang digunakan dalam kosmetik dalam kategori desinfektan.
86
13. BHA Beta hydroxy acid (BHA) yang biasa dikenal juga dengan nama asam salisilat, bahan kimia ini biasa digunakan dalam kosmetik sebagai pengawet untuk memberikan perlindungan agar terhindar dari pencemaran saat digunakan dan akibat pertumbuhan bakteri. kandungannya bagus untuk kulit normal dan kulit berminyak. Asam salisilat bisa membantu Anda mengatasi masalah jerawat dan iritasi. produk kecantikan yang mengandung asam salisilat dapat menembus sebum yang menyumbat pori-pori, membersihkan komedo. "Bila digunakan secara teratur, dapat mengurangi frekuensi dan keparahan letusan jerawat," kata Leslie Baumann (2010), profesor dermatologi di University Miami, di Florida. Hindari kandungan ini jika Anda memiliki kulit kering, sensitif atau alergi terhadap aspirin. 5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak kosmetik yang terjadi pada penari Studio Fantasi diperoleh dari hasil dignosis dan anamnesis dokter. Variabel dermatitis kontak kosmetik dibagi menjadi dua kategori yaitu dermatitis kontak kosmetik dan tidak dermatitis kontak kosmetik. Adapun hasil yang diperoleh untuk variable dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi dapat dilihat pada tabel 5.3
87
Tabel 5.3 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013 Kejadian Dermatitis Frekuensi Persentase (%) Dermatitis Kontak Kosmetik 52 61,2 Tidak Dermatitis Kontak Kosmetik 33 38,8 Jumlah 85 100,0 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 85 penari studio fantasi 52 pekerja (61,2%) mengalami dermatitis kontak kosmetik dan 33 pekerja (38,8%) tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik. 5.2.2 Gambaran Faktor Langsung Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak kosmetik dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Dibawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi faktor langsung terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi. Distribusi faktor langsung (lama kontak dan frekuensi kontak pada penari studio fantasi dapat dilihat pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak dan Frekuensi kontak) Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013 Variabel Median SD Min Max 95% CI Lama Kontak 4,00 1,530 1 8 3,45 – 4,11 (Jam/Hari) Frekuensi Kontak (Hari/Minggu) Sumber : Data Primer
2,00
1,441
1
7
2,41– 3,02
88
5.2.2.1 Lama Kontak Pada penelitian ini, variabel lama kontak merupakan faktor langsung yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak kosmetik. Hasil mengenai lama kontak diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Lama kontak dilihat dari jangka waktu pekerja kontak dengan kosmetik dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4dapat diketahui bahwa rata – rata lama kontak penari studio fantasi dengan kosmetik adalah 4 jam/hari dengan standar deviasi 1,530. Lama kontak terendah adalah 1 jam/hari, sedangkan lama kontak tertinggi adalah 8 jam/hari. 5.2.2.2 Frekuensi Kontak Pada penelitian ini, variabel frekuensi kontak merupakan faktor langsung terjadinya dermatitis kontak kosmetik selain variabel lama kontak. Hasil mengenai frekuensi kontak diperoleh dengan menyebar kuesioner kepada responden. Frekuensi kontak dilihat dari jumlah kontak pekerja dengan kosmetik dalam hitungan hari/minggu. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata – rata frekuensi kontak pada penari studio fantasi dengan kosmetik adalah 2 hari/minggu dengan standar deviasi 1,441. Frekuensi kontak terendah adalah 1 hari/minggu, sedangkan frekuensi kontak tertinggi adalah 7 hari/ minggu.
89
5.2.3 Gambaran Faktor Tidak Langsung Faktor – faktor tidak langsung dalam penelitian ini terdapat 7 variabel yang terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit sebelumnya dan personal hygiene. Dimana variabel usia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit sebelumnya diperoleh dengan menyebar kuesioner kepada responden sedangkan variabel personal hygiene diperoleh dari hasil observasi. Distribusi faktor tidak langsung (usia dan masa kerja) pada penari studio fantasi dapat dilihat pada tabel 5.5
Usia (Tahun)
Tabel 5.5 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Usia dan Masa Kerja) Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013 Variabel Median SD Min Max 95% CI 22,00 4,034 15 38 21,19 – 22,93
Masa Kerja 14,00 (Bulan) Sumber : Data Primer
1,818
2
230
21,98 – 40,37
Sedangkan faktor tidak langsung (jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit sebelumnya dan personal hygiene) pada penari studio fantasi dapat dilihat pada tabel 5.6.
90
Tabel 5.6 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Alergi, Riwayat Atopik, Riwayat Penyakit Sebelumnya dan Personal Hygiene) Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta – Utara Tahun 2013 Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan 35 41,2 Laki – laki 50 58,8 Riwayat Alergi
Memiliki riwayat alergi Tidak memiliki riwayat alergi
37 48
43,5 56,5
Riwayat Atopik
Memiliki Riwayat Atopik Tidak memiliki Riwayat Atopik
28 57
32,9 67,1
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Memiliki riwayat penyakit sebelumnya Tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
49
57,6
36
42,4
Baik Tidak baik
85 0
100 0
Personal Hygiene Sumber : Data Primer 5.2.3.1 Usia
Pada penelitian ini, variabel usia merupakan faktor tidak langsung teradinya dermatitis kontak kosmetik yang didapat dari penyebaran kuesioner dengan menghitung jumlah tahun hidup pekerja sejak kelahiran sampai penelitian berlangsung yang dnyatakan dalam bentuk tahun. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata – rata usia penari studio fantasi adalah 22 tahun dengan standar deviasi 4,034. Dengan usia terendah dengan umur 15 tahun dan usia tertinggi dengan umur 38 tahun.
91
5.2.3.2 Masa Kerja Masa kerja pada penelitian ini merupakan lama kerja yang telah pekerja lalui sampai penelitian berlangsung yang dinyatakan dalam hitungan bulan. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata – rata masa kerja penari studio fantasi adalah 14 bulan dengan standar deviasi 1,818. Dengan nilai minimal masa kerja selama 2 bulan dan nilai maksimal masa kerja selama 230 bulan. 5.2.3.3 Jenis Kelamin Jenis kelamin dalam penelitian ini merupakanStatus biologis pekerja yang ditandai dengan tampilan fisik dan organ kelamin interna dan genitalia interna yang membedakan antara perempuan dan laki – laki. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampelpenari studio fantasi terdapat 35 pekerja berjenis kelamin perempuan (41,2%) dan 50 pekerja berjenis kelamin laki – laki (58,8%). 5.2.3.4 Riwayat Alergi Riwayat alergi dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang sebelumnya pernah mengalami alergi kosmetik, debu, tanaman, obat dan makanan yang dikategorikan menjadi dua yaitu memiliki riwayat alergi dan tidak memiliki riwayat alergi. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 36 pekerja memiliki riwayat alergi (42,4%) dan 47 pekerja tidak memiliki riwayat alergi (55,4%).
92
5.2.3.5 Riwayat Atopik Riwayat atopik dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang peka pada bahan kosmetik yang diakibatkan oleh faktor keturunan atau genetika, seperti asma, rhinitis alergi atau konjungtivitis alergi yang dikategorikan menjadi dua yaitu memiliki riwayat atopik dan tidak memiliki riwayat atopik. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 37 pekerja memiliki riwayat atopik (43,5%), sedangkan 48 pekerja tidak memiliki riwayat atopik (56,5%). 5.2.3.6 Riwayat Penyakit Sebelumnya Riwayat penyakit sebelumnya pada penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang sebelumnya sedang atau pernah mengalami kemerahan, bintik-bintik, gatal,kulit terasa perih, kulit pecah – pecah, kulit bersisik atau kasar, kulit mengalami penebalan,kulit kering, menghitam dan rasa terbakar yang dikategorikan menjadi dua yaiu meiliki riwayat penyakit sebelumnya dan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 49
pekerja memiliki riwayat alergi
sebelumnya (57,6%) dan 36 pekerja tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya (42,6%).
93
5.2.3.7 Personal Hygiene Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang menjaga kebersihan wajah saat akan dan setelah menggunakan kosmetik, yang dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan ditribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 85 pekerja memiliki personal hygiene yang baik (100%). 5.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan yang digunakan setelah analisis univariat, dengan tujuan melihat hubungan yang ada antar variabel independen dan variabel dependennya. 5.3.1 Hubungan Antara Faktor Langsung Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel lama kontak dan frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik. Hasil mengenai hubungan antara variabel lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik dapat dilihat pada tabel 5.7
94
Tabel 5.7 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak dan Frekuensi Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013 Variabel Kejadian Dermatitis Kontak N Mean PValue Kosmetik Rank Lama Kontak (Jam/Hari)
Dermatitis kontak kosmetik
52
47.41
Tidak dermatitis kontak kosmetik Dermatitis kontak kosmetik
33
36,05
52
48,19
33
34,82
Frekuensi Kontak (Hari/Minggu) Tidak dermatitis kontak kosmetik Sumber : Data Primer
0,035
0,011
5.3.1.1 Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 47,41, sedangkan rata-rata pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 36,05. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,035 yang artinya pada
5%
ada hubungan yang
signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013.
95
5.3.1.2 Frekuensi Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata frekuensi kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 48,19, sedangkan rata-rata pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 34,82. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,011 yang artinya pada
5% ada hubungan yang
signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013. 5.3.2 Hubungan Antara Faktor Tidak Langsung Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan anatara variabel usia dan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik uji yang digunakan adalah uji mann withney u, sedangkan untuk variabel jenis kelamin, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit sebelumnya dan personal hygiene digunakan uji chi-square. Hasil mengenai hubungan antara variabel (usia dan masa kerja) dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut
96
Tabel 5.8 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Usia dan Masa Kerja) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013 Variabel Kejadian Dermatitis Kontak N Mean PValue Kosmetik Rank Usia Dermatitis kontak kosmetik 52 49,88 0,001 (Tahun) Tidak dermatitis kontak 33 32,15 kosmetik
Masa Kerja (Bulan)
Dermatitis kontak kosmetik
Tidak dermatitis kontak kosmetik Sumber : Data Primer
52
52,23
33
26,88
0,000
Sedangkan untuk variabel (jenis kelamin, riwayat alergi, riwayat atopik, riwayat penyakit sebelumnya dan personal hygiene) dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:
97
Tabel 5.9 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Alergi, Riwayat Atopik, Riwayat Penyakit Sebelumnya Dan Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara Tahun 2013 Variabel Kategori Kejadian Dermatitis Kontak Total Kosmetik Dermatitis Tidak Dermatitis N % n % n % Perempuan 20 38,5 15 45,5 35 41,2 Jenis Laki-laki 32 61,5 18 54,5 50 58,8 Kelamin
PValue
0,652
Riwayat Alergi
Memilik riwayat Alergi Tidak memiliki Riwayat Alergi
32 20
61,5 38,5
5 28
15,2 84,8
37 48
43,5 56,5
0,000
Riwayat Atopik
Memiliki Riwayat Atopik Tidak Meiliki Riwayat Atopik
16
30,8
12
36,4
28
32,9
0,640
36
69,2
21
63,6
57
67,1
49
94,2
0
0
49
57,6
3
5,8
33
100
36
42,4
Memiliki Riwayat Penyakit Sebelumnya Tidak Memiliki Riwayat Penyakit Sebelumnya Sumber : Data Primer Riwayat Penyakit Sebelumnya
5.3.2.1 Usia Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.8 diketahui jumlah rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 49,88sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 32,15. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,001, yang artinya pada
5% ada
hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis
0,000
98
kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013. 5.3.2.2 Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.8 diketahui jumlah rata-rata masa kerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 53,23 sedangkan rata-rata masa kerja yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 26,88. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000, yang artinya pada
5%
ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013. 5.3.2.3 Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.9 diketahui pekerja yang memiliki jenis kelamin perempuan dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 38,5% (20 dari 35 pekerja) sedangkan pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 61,5% (32 dari 50 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar 0,652, yang artinya pada
5% tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pekerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013. 5.3.2.4 Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik
99
Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.9 diketahui pekerja yang memiliki riwayat alergi dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 61,5% (32 dari 37 pekerja) sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 38,5% (20 dari 48 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar 0,000, yang artinya pada
5% ada hubungan yang
signifikan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013. 5.3.2.5 Riwayat Atopik Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.9 diketahui pekerja yang memiliki riwayat atopik dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 30,8% (16 dari 28 pekerja) sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat atopik dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 69,2% (36 dari 57 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar 0,640, yang artinya pada
5% tidak ada
hubungan yang signifikan antara riwayat atopik dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013.
100
5.3.2.6 Riwayat Penyakit Sebelumnya Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada penelitian ini diperoleh hasil berdasarkan tabel 5.9 diketahui pekerja yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 94,2% (49 dari 49 pekerja) sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya dan mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 5,8% (3 dari 36 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar 0,000, yang artinya pada
5% ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit
sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol tahun 2013.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaiatannya saja, maka peneliti tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibatnya. Walaupun demikian desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan sangat efektif dalam segi waktu. 2. Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak kosmetik hanya dilihat secara umum dari gejala yang dirasakan responden dan pemeriksaan fisik yang dibantu oleh dokter, tanpa menggunakan uji tempel untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian sehingga peneliti tidak dapat menentukan manifestasi klinisnya. 3. Peneliti tidak dapat meneliti konsentrasi yang terdapat dalam produk yang digunakan, karena keterbatasan waktu dan biaya. 4. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab kuesioner yang diberikan.
102
103
6.2
Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Dermatitis Kontak Kosmetik adalah dermatitis yang disebabkan oleh produk
atau bahan kosmetik dan bukan oleh obat atau bahan kimia lain (Internationa journal of dermatology, 2003). Gejala klinis dermatitis kontak kosmetik dapat berupa kemerahan, perubahan warna kulit, rasa terbakar, pedih dan gatal. Dermatitis kontak kosmetik memiliki beragam manifestasi klinis, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI), dermatitis kontak alergi (DKA), dermatitis foto kontak alergi (DFKA), urtikaria kontak, perubahan pigmen, abnormalitas kuku, kerusakan rambut dan erupsi akneiformis. Dermatitis yang sering ditemui adalah dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi (Widhyasti dkk, 2008). Hasil penelitian menunjukan bahwa 61,2% dari 85 penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013 mengalami dermatitis kontak kosmetik dengan manifestasi klinis Dermatitis kontak kosmetik iritan dan dermatitis kontak kosmetik alergi. Untuk menegakan hasil diagnosis tersebut hanya menggunakan gambaran klinis tanda dan gejala serta hasil anamnesis didapatkan 48,2% pekerja mengalami dermatitis kontak kosmetik iritan dan 12,9% pekerja mengalami dermatitis kontak kosmetik alergi. Hal ini sejalan dengan studi Udayana Dhermato Venerology yang memperlihatkan bahwa 27,2% dari 59 orang pengguna kosmetik 66,1 mengalami dermatitis iritan dan 33,9 orang pengguna kosmetik mengalami dermatitis kontak alergi (fransisca dkk,2007) dan sejalan pula dengan hasil studi epidemiologi di indonesia dimana 97% dari 389 kasus adalah dermatitis
104
kontak, dimana 66,3% mengalami dermatitis kontak iritan dan 33,7% mengalami dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Menurut Cohen, (1999) dermatitis kontak iritan terjadi dari efek sitotosik lokal langsung dari bahan kimia pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Kontak penari studio fantasi dengan bahan kimia yang ada dalam kosmetik sudah tidak dapat dipisahkan lagi, karena hal tersebut merupakan hal pokok yang harus digunakan dalam melakukan pekerjaan, sehingga kontak langsung dengan bahan kimia merupakan hal yang sudah pasti menjadi paparan utama. Dimana bahan kosmetik tersebut bersifat iritan lemah dan sensitizer yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak kosmetik iritan dengan gejala kulit wajah kemerahan, gatal, perih, mengalami penebalan dan kulit wajah mengering (Partogi, 2008). Dermatitis kontak alergi merupakan peradangan kulit yang dapat timbul karena adanya pengaruh hypersensitifitas (alergi) yang ada didalamnya sepeti bedak, lipstick dan eye shadow dan kosmetik lainnya walaupun dalam jumlah yang sangat kecil dengan gejala bintik-bintik kecil di permukaan wajah, kulit wajah pecah-pecah, bersisik , terasa terbakar dan menghitam (Kusumawati, 2007). Dari penjelasan diatas, dapat diketahui faktor penyebab utama terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi adalah kontak dengan zat kimia yang ada di dalam jenis produk yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti para penari studio fantasi masih menggunakan kosmetik bersama yang
105
disediakan oleh dunia fantasi akibatnya para pekerja dengan mudah terpapar dermatitis kontak. Menurut klinik kecantikan Arita tidaklah semua produk kecantikan cocok pada setiap individu, maka akan dengan mudah menimbulkan reaksi dermatitis kontak. Dr. Aji menambahkan make-up penata rias pada umumnya dipakai oleh orang banyak yang belum diketahui kesehatan kulit pemakai dan kebersihan alatnya. Namun disamping itu para penari studio fantasi telah memiliki kebiasaan kerja untuk menjaga kebersihan diri yang baik saat sebelum dan sesudah menggunakan kosmetik tersebut hingga dapat mengurangi terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang ada. Faktor-faktor lain yang diteliti pada penelitian ini juga mempunyai sumbangsih yang cukup untuk menjadikan penari studio fantasi mengalami dermatitis kontak kosmetik seperti masa kerja penari studio fantasi yang mengalami dermatitis kontak kosmetik selama rata- rata 48,19 bulan, yang ditambah denga riwayat alergi para penari studio fantasi yang mengalami dermatitis kontak kosmetik 61,5% dan riwayat penyakit sebelumnya dengan para penari yang mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 94,2%. Maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak kosmetik yang terjadi pada penari studio fantasi terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja menggunakan kosmetik secara bersama. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada penari studio fantasi.
106
6.3
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Kosmetik 6.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik 6.3.1.1 Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup. Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak. Pekerjaan pada proses realisasi menggunakan bahan kimia dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang lama (8 jam kerja). Sehingga terlihat jelas bahwa proses realisasi memiliki potensi terkena dermatitis kontak yang lebih besar. Hal ini karena pada proses realisasi pekerja terpajan bahan kimia dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama (John Wiley & Sons Inc. 1999 dalam Lestari, 2007). Lama kontak dilihat dari jangka waktu pekerja kontak dengan kosmetik dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata – rata lama kontak penari studio fantasi dengan kosmetik adalah 4 jam/hari. Hubungan lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik disajikan pada tabel 5.7. berdasarkan tabel 5.7pekerja yang mengalami
107
dermatitis kontak kosmetik terbanyak adalah pekerja yang memiliki jangka waktu lebih lama dibandingkan yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik. Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan uji mann-whitney u diketahui adanya hubungan antara variabel lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi, Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Febria (2011) pada pekerja processing dan filling di PT Cosmar Indonesia dimana Pvalue yang didapat sebesar 0,020. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar terjadinya dermatitis kontak (Cohen, 1999). Demikian pula yang dikatakan Prasari (2006) Penyebab munculnya dermatitis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu badan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh lama kontak, kekrapan (terus meneru atau berselang). Penari studio fantasi berkontak dengan bahan kimia yang ada pada jenis produk kosmetik yang digunakan diantaranya adalah TEA, Titanium Dioxide, Ammonium Lauryl Sulfate,Talc , PHenoxyethanol, Magnesium Ascorbyl PHospate, Chlorobutanol, Diazolidilnyl Urea, Ethyl Paraben,
108
PropHyl Paraben, Isobutyl Paraben, Butyl Paraben, Mineral Oil, Lanolin, Olyl Alcohol, Zinc StearateBHA. Berdasarkan Indonesian science forum diantara bahan kimi yang digunakan dalam jenis produk kosmetik dapat menimbulkan dermatitis kontak kosmetik dengan tanda kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Menurut Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seorang bekerja, maka semakin banyak dia terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjanya. Adanya hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak karena para pekerja yang diharuskan menggunakan kosmetik saat bekerja dengan paparan bahan kimia yang bersifat iritan, semakin lama pekerja menggunaan kosmetik maka paparan bahan kimia yang diterima pekerja akan semakin banyak pula yang menjadikan kerusakan pada sel pada kulit. Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang dipengaruhi oleh factor lama kontakpekerja diharuskan menggunakan alat pelidung diri. Namun saat ini belum adanya alat pelindung diri yang tepat untuk digunakan pada pekerja yang menggunakan kosmetik. Tetapi dermatitis dapat diminimalisir tanpa harus menggunakan alat pelindung diri, hal ini tentunya berkaitan langsung dengan kebersihan perorangannya, semakin baik kebersihan pekerja tersebut maka akan semakin rendah resiko terkena dermatitis kontaknya.
109
6.3.1.2 Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik
Frekuensi kontakyang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional (Cohen DE, 1999).
Frekuensi kontak dilihat dari jumlah kontak pekerja dengan kosmetik dalam hitungan hari/minggu. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata – rata frekuensi kontak penari studio fantasi dengan kosmetik adalah 2 hari/minggu. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji
mann-withney
u
diketahui
adanya
hubungan antara variable frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi, Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adila ( 2012) pada karyawan binatu dengan Pvalue sebesar 0,010 Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruhdiat (2006) proporsi pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah yang memiliki frekuensi kontak
5 kali/hari sebesar 96,3% sedangkan
110
yang tidak mengalami dermatitis kontak yang memiliki frkuensi kontak
5kali/hari. Menurut Djuanda (2007) dermatitis kontak akan terjadi setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum yang kehilangan fungsi sawarnya sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya. Adanya hubungan frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik karena adanya kontak dengan bahan kimia yang terdapat dalam kosmetik secara terus menerus dan terulang dengan bahan kimia yang sama, faktor lama kontak dengan rata-rata 4 jam dengan pengulangan rata-rata menggunakan kosmetik 2 hari/minggu akan menyebabkan kulit lebih mudah terkena reaksi bahan kimia hingga menimbulkan dermatitis kontak kosmetik. Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang disebebkan oleh factor frekuensi kontak perlu dilakukannya upaya pengenalan prosedur kerja yang aman untuk pekerja, memberikan pengontrolan terhadap kulit penari agar dapat diketahui gejala awal dermatitis kontak hingga manajemen dapat mengurangi satu macam perfom perharinya jika pada penari tersebut telah merasakan gejala dermatitis kontak kosmetik. Bila diperlukan rotasi kerja pun hendaknya dilakukan.
111
6.3.2 Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik 6.3.2.1 Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak Menurut HSE (2000) kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut sel kulit sulit menjaga kelembabannya karena menipisnya sel kulit basal ditambah
dengan
produksi
sebum
yang
menurun
yang
mengakibatkan banyak sel mati menumpuk karena pergantian sel menurun. Sedangkan menurut Cohen (1999) kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Variabel usia merupakan faktor tidak langsung terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang didapat dari penyebaran kuesioner dengan menghitung jumlah tahun hidup pekerja sejak kelahiran sampai penelitian berlangsung yang dnyatakan dalam bentuk tahun. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata – rata usia penari studio fantasi adalah 22 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji mann-withney u diketahui adanya hubungan antara variable usia dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013.
112
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febria (2011) terhadap pekerja PT Cosmar Indonesia dengan Pvalue sebesar 0,008. Dan sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri dengan Pvalue 0,042. Menurut NIOSH (2006) usia 15-24 tahun merupakan usia dengan insidensi penyakit kulit akibat kerja terbanyak. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pekerja terhadap resiko yang akan diterimanya dan tidak cukupnya pengalaman kerja. Adanya hubungan usia dengan terjadinya dermatitis kontak kosmetik karena pekerja yang terdapat di studio fantasi memiliki rata-rata usia 22 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia terbanyak mengalami dermatitis kontak, hal ini dikarenakan usia 22 tahun tersebut berada dalam rentang usia 20-39 tahun dimana perempuan dapat terkena dermatitis kontak kosmetik karena lebih banyaknya menggukan kosmetik dan kekuatan lapisan kulit yang lebih rentan. Selain itu, pekerja tidak memikirkan efek apa saja yang diterima kedepannya dan usia muda merupakan usia dimana sedang semangat-semangatnya bekerja tanpa memikirkan resiko yang ada.
113
Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada varibel usia ini lebih ditekankan kepada pekerja yang memiliki usia 28 tahun keatas untuk dilakukan pengawasan terhadap kesehatan kulitnya, karena penurunan fungsi sawar kulit sudah mulai terjadi dan akan lebih mengakibatkan mudahnya terkena dermatitis kontak kosmetik. 6.3.2.2 Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Menurut Prasari (2006) dermatitis terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia dalam waktu yang lama secara terus menerus ataupun berselang yang menjadikan kulit lebih mudah terkena dermatitis kontak.
Dan menurut Hana (1996) dalam
Erliana (2008) menyimpulkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berani orang tersebut untuk bertindak dengan segala resiko yang akan dihadapinya. Masa kerja pada penelitian ini merupakan lama kerja yang telah pekerja lalui sampai penelitian berlangsung yang dinyatakan dalam hitungan bulan. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata – rata masa kerja penari studio fantasi adalah 14 bulan dengan minimal masa kerja 2 bulan dan maksimal masa kerja 230 bulan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji mann withney u diketahui bahwa adanya hubungan antara variable masa
114
kerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penilitian Trihapsoro (2008) yang dilakukan pada pekerja industri batik di Surakarta dengan hasil pekerja dengan masa kerja
1 tahun lebih
banyak mengalami dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja
1 tahun. Hal ini dapat terjadi sesuai
dengan pernyataan Dalyono (1997) dimana pekerja yang memiliki masa kerja > 1 tahun lebih memiliki pengalaman dalam menangani pekerjaannya hingga mereka lebih protektif melindungi dirinya. Adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik karena pekerja studio fantasi yang memiliki masa kerja dengan rata-rata 14 bulan belum mengenal resiko yang ada dibandingkan dengan yang memiliki masa kerja diatas 14 bulan dan berkaitan dengan lama kontak 4 jam dalam 2 hari seminggunya dengan jumlah dan bahan kimia yang sama, maka akan lebih cepat menurunkan kekuatan kulit terhadap bahan kimia dalam kosmetik yang digunakan. Untuk mengurangi terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang disebabkan oleh factor masa kerja maka sebaiknya pekerja yang ada diberikan pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara-
115
cara menangani kelainan kulit dengan harapan pekerja dapat memahami kesehatan kulit dan perawatan kulit pribadinya.Hal ini bertujuan agar pekerja dapat mengenali gejala awal dermatitis kontak kosmetik dan dapat mengobati dirinya sendiri sebelum terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang akut agar semakin lama masa kerja yang ada pekerja tersebut dapat semakin paham meminimalisir dermatitis kontak kosmetik tersebut. 6.3.2.3 Jenis Kelamin dengan Kejadian Dematitis Kontak Kosmetik Faktor sensitivitas terhadap pekerja yang menggunakan kosmetik
mayoritasnya
terdapat
pada
perempuan
dengan
perbandingan dengan laki-laki sebesar 3-4:1 terutama pada penggunaan
kosmetik,
dimana
perempuan
lebih
banyak
menggunakan kosmetik dibandingkan laki-laki (Prasari, 2009) Jenis kelamin dalam penelitian ini merupakanStatus biologis pekerja yang ditandai dengan tampilan fisik dan organ kelamin interna dan genitalia interna yang membedakan antara perempuan dan laki – laki. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi terdapat 35 pekerja berjenis kelamin perempuan (41,2%) dan 50 pekerja berjenis kelamin laki – laki (58,8%). Hasil uji statistik dengan menggunakan
116
uji chi square diketahui tidak ada hubungan antara variable jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Penelitian ini sejalan dengan penelian yang dilakukan Annisa (2010) di TPA cipayung yang menunjukan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak dengan Pvalue sebesar 1,000. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Goh di Singapura (1985) yang melaporkan prevalensi dermatitis kontakalergi pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2% perempuan dan 49,8% laki-laki. Berbeda dengan hasil yang dilakukan oleh Dr. Sardjito (2006) di RSUP yang menyebutkan faktor sensitifitas pekerja yang menggunakan kosmetik terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki sebesar 3-4:1, dengan jumlah frekuensi alergi akibat kosmetik perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki sebesar 80% untuk perempuan dan 20% laki-laki.Berdasarkan penelitian kasus dermatitis kontak kosmetik di klinik kulit dan kelamin RS. Dr. Sardjito pada tahun 2005-2006 adalah 208 kasus (43,6% dari seluruh kasus dermatitis), terdiri dari 182 (38,16%) perempuan dan 26 (5,45%) laki-laki (Prasari, 2009). Yang didukung dengan sebuah teori yang menyatakan perempuan memiliki tingkat prevalensi dua
117
kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan laki-laki (Iwan,2003). Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik ini terjadi karena responden pekerja yang ada di studio fantasi di dominasi oleh laki-laki. Dimana
pada
pekerja
studio
fantasi
laki-lakipun
harus
menggunakan kosmetik hingga kontak dengan bahan kimia tidak dapat dipisahkan lagi sama halnya dengan perempuan yang ada. Selain itu,walaupun laki-laki memiliki sensitivitas kulit yang rendah dibandingkan dengan perempuan, laki-laki pun akan lebih mudah terkena dermatitis kontak kosmetik apabila melihat dari jangka waktu pekerja kontak dengan kosmetik memiliki rata-rata 4 jam/harinya dengan jumlah frekuensi penggunaan kosmetik 2 hari/minggu akan menyebabkan kulit lebih mudah terkena reaksi bahan kimia yang terdapat dalam kosmetik secara terus menerus dan berulang dengan jenis bahan kimia yang sama hingga menurunkan fungsi sawar kulit dan menimbulkan dermatitis kontak kosmetik. Tidak hanya itu, jika dihubungkan dengan variable usia berkisar antara 20-39 tahun untuk perempuan dan usia 40-60 tahun rentan mengalami dermatitis kontak kosmetik dan umumnya
118
puncak usia seorang dapat terkena dermatitis kontak kosmetik pada usia 60 tahunan untuk perempuan dan usia 70-an untuk laki-laki. Hal ini disebabkan karena penggunaan produk-produk kosmetik yang mengandung bahan kimia yang dapat memicu terjadinya dermatitis kontak kosmetik. Untuk mengurangi kejadian dermatitis kontak perlu diikut sertakannya pekerja laki-laki maupun perempuan dalam program pendidikan terkait informasi mengenai kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan, selain itu pengenalan diri terhadap penyakit kulit dan menggunakan prosedur perlindungan, sebagai contoh program perlindungan kulit pada pekerja adalah “program basah” yaitu mencuci wajah dengan air mengalir dan sabun pembersih wajah denga PH yang rendah kemudian basuh dan keringkan dengan sempurna. Perlu diperhatikan juga ialah menghindari menggunakan perhiasan berupa anting dan cincin saat bekerja menggunakan kosmetik, karena dermatitis kontak kosmetik umumnya dimulai pada daerah telinga yang menggunakan anting dan jari yang menggunakan cincin sebagai akibat reaksi terhadap iritan yang terjebak dibawah kedua perhiasan tersebut. Sebab, pembersih wajah yang bersifat iritan akan turut berperan terhadap perkembangan
119
dermatitis
kontak
kosmetik
menjadi
dermatitis
kontak
di
bagiantelinga dan leher serta tangan. 6.3.2.4 Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis kontak kosmetik Beberapa pendapat menyatakan bahwa dermatitis kontak (terutama dermatitis kontak alergi) akan lebih mudah timbul jika terdapat riwayat alergi sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis dermatitis
kontak
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
cara.
Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Erliana 2008). Riwayat alergi dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang sebelumnya pernah mengalami alergi kosmetik, debu, tanaman, obat dan makanan yang dikategorikan menjadi dua yaitu memiliki riwayat alergi dan tidak memiliki riwayat alergi. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi penari studio fantasi 42,4%pekerja memiliki riwayat alergi. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diketahui ada hubungan antara variable riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013.
120
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fatma Lestari (2008) di PT Inti Panjta Industrihasil uji statistik dengan Pvalue sebesar 0,383 yang menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak. Adanya hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik ini diperoleh melalui diagnosis, seperti melihat sejarah dermatologi responden termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan maupun sejarah alergi yang ada pada responden. Apabila terdapat reaksi berulang pada penari yang memiliki riwayat alergi, maka bahan kimia yang terdapat dalam kosmetik dapat lebih mudah merusak struktur lunak pada sel kulit. Ketika kulit telah mengalami gangguan pajanan dari bahan kimia yang lemahpun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi tergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya pajanan dengan bahan kimia yang terdapat dalam kosmetik. Pajanan yang terus menerus dapat dan berulang akan dapat menimbulkan reaksi dermatitis kontak yang akut. Untuk mengurangi terjadinya dermatitis kontak kosmetik pada pekerja, maka hendaknya managemen memberikan kuesioner
121
kepada pekerja agar mengetahui jenis alergi apa saja yang dimiliki pekerja, agar alergi tersebut dapat dihindari oleh para pekerja. Selain itu dapat juga dilakukan program kesehatan berupa pemahaman infeksi yang berhubungan dengan lesi dan bercak merah sebagai tanda awal dermatitis kontak kosmetik. Dengan harapan tidak terjadinya dermatitis akut dan tetap bebas dari infeksi yang diakibatkan oleh dermatitis kontak kosmetik. Hal ini dikarenakan pekerja yang memiliki riwayat alergi akan lebih mudah terkena dermatitis kontak kosmetik akut. 6.2.3.5 Riwayat Atopik denga Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik
Penderita Atopik rentan terhadap efek iritasi, Transepidemal Water Loss (TEWL) lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis setelah pajanan bahan kimia. Abnormalitas sawar kulit atopi dan menurunnya ambang iritasi merupakan faktor penyebab kerentanan terhadap iritasi (Lamintauta K, Maibach, 2002).
Riwayat atopik dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang peka pada bahan kosmetik yang diakibatkan oleh faktor keturunan atau genetika, seperti asma, rhinitis alergi atau konjungtivitis alergi yang dikategorikan menjadi dua yaitu memiliki
122
riwayat atopik dan tidak memiliki riwayat atopik. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 37 pekerja memiliki riwayat atopik (43,5%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diketahui tidak ada hubungan antara variable riwayat atopic dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Hasil penelitian iniini sejalan dengan penelitian Annisa (2010) kepada pekerja TPA Cipayung didapatkan Pvalue sebesar 0,471. Demikian juga dalam penelitian Fatma,dkk (2007) pada pekerja di PT Inti Pantja Press yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan anatara riwayat atopik dan dermatitis kontak kosmetik. Tidak adanya hubungan pada penelitian ini dikarenakan sedikitnya pekerja yang memiliki riwayat penyakit yang diturunkan oleh keluarganya, namun banyaknya pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik, hal ini disebabkan bukan hanya pengaruh dari riwayat penyakit yang diturunkan oleh keluarga tiap pekerja, namun adanya kontak dengan bahan kimia secara terus menerus dalam waktu yang lama dan bahan kimia yang sama yang dapat mengakibatkan terjadinya dermatitis kontak kosmetik.
123
Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang disebabkan oleh riwayat atopic pekerja diharapkan tidak menggunakan sabun pembersih dengan pH yang tinggi agar terhindar dari reaksi primer yang disebabkan oleh sabun pembersih tersebut karena sabun pembersih yang memiliki pH tinggi akan mempermudah menimbulkan iritasi kulit pada pemilik alergi atopic rentan terhadap kulit kering dan dapat menimbulkan daerah dermatitis dengan kemerahan, gatal dan bentuk yang lebih berat seperti pembengkakan dan melepuh. Oleh karena itu diharuskan untuk menjaga kelembaban kulit dengan kelembaban kira-kira 60% karena dengan kelembaban yang rendah kulit dapat dengan mudah kehilangan air, kulit yang kekurangan air akan mengering maka keutuhan kulit harus lebih dijaga karea kulit merupakan barier yang penting. 6.2.3.6 Riwayat Penyakit Sebelumnya dengan
Kejadian
Dematitis Kontak Kosmetik Riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkanpekerja terkena dermatitis kontak kembali (riwayatberulang) (lestari, 2007). Riwayat penyakit sebelumnya pada penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang sebelumnya sedang atau pernah
124
mengalami kemerahan, bintik-bintik, gatal,kulit terasa perih, kulit pecah – pecah, kulit bersisik atau kasar, kulit mengalami penebalan,kulit kering, menghitam dan rasa terbakar yang dikategorikan
menjadi
dua
yaiu
meiliki
riwayat
penyakit
sebelumnya dan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 49 pekerja memiliki riwayat alergi sebelumnya (57,6%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diketahui adanya hubungan antara variable riwayat penyakit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara tahun 2013. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja PressIndustri yang menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungandengan timbulnya penyakit dermatitis kontak, responden yang tidak mempunyairiwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 44,4%, sedangkanresponden yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya dan menderita dermatitiskontak sebesar 57,7% dengan Pvalue sebesar 0,042. Menurut Menurut Djuanda (2007), pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah
125
mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan PH kulit. Adamya hubungan antara riwayat penyakit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik karena pekerja yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya lebih banyak mengalami dermatitis kontak kosmetik dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis . Untuk mengurangi terjadinya dermatitis kontak kosmetik maka sebaiknya managemen mendata pekerja khususnya yang baru untuk mengetahui tempat sebelum ia bekerja di studio fantasi, untuk memperoleh hasil apakah ditempat sebelumnya pekerja sudah
126
pernah mengalami dermatitis kontak kosmetik. Jika pekerja telah mengalami dermatitis kontak kosmetik sebelumnya maka cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pelembab yang banyak mengandung lemak dan bebas parfum serta bahan pengawet yang berpotensi alergenik rendah setelah bekerja. Karena pelembab terbukti dapat mempermudah regenerasi fungsi sawar kulit dan kandungan lemak mempercepat proses regenerasi kulit tersebut. 6.2.3.7 Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan penari studio fantasi yang menjaga kebersihan wajah saat akan dan setelah menggunakan kosmetik, yang dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan ditribusi frekuensi dari 85 sampel penari studio fantasi 85 pekerja memilkii personal hygiene yang baik (100%). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Annisa (2010) mendapatkan hasil dengan pekerja yang tidak memiliki personal hygine yang tidak baik dan mengalami dermatitis kontak sebesar 60% sedangkan personal hygiene yang baik dan mengalami dermatitis kontak sebesar 50%. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Metty Carina (2008) dalam Annisa (2010) pada pekerja pengangkut sampah di kota
127
palembang yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara personal hygine dengan kejadian dermatitis kontak. Pada penelitian ini hasil dari observasi peneliti kepada penari studio fantasi didapatkan seluruh penari studio fantasi memiliki personal hygiene yang baik saat akan menggunakan kosmetik dan setelah. Namun hasil pengamatan peneliti para penari studio fantasi masih menggunakan kosmetik bersama yang disediakan oleh dunia fantasi akibatnya para pekerja dengan mudah terpapar dermatitis kontak. Menurut klinik kecantikan Arita tidaklah semua produk kecantikan cocok pada setiap individu, maka akan dengan mudah menimbulkan reaksi dermatitis kontak. Dr. Aji menambahkan mak-up penata rias pada umumnya dipakai oleh orang banyak yang belum diketahui kesehatan kulit pemakai dan kebersihan alatnya. Namun disamping itu para penari studio fantasi telah memiliki kebiasaan kerja untuk menjaga kebersihan diri yang baik saat sebelum dan sesudah menggunakan kosmetik tersebut hingga dapat mengurangi terjadinya dermatitis kontak kosmetik yang ada.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penari studio fantasi di
Dunia Fantasi Ancol, Jakarta-Utara tahun 2013, diperoleh kesimpulan: 1. Gambaran penari studio fantasi yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 38,8 % sedangkan yang mengalami dermatitis kontak kosmetik sebesar 61,2% dimana diantaranya 48,2% mengalami dermatitis kontak kosmetik iritan dan 12,9% mengalami dermatitis kontak kosmetik alergi. 2. Berdasarkan hasil uji statistik univariat, diketahui bahwa 85 pekerja yang diteliti : a. Responden memiliki rata-rata lama kontak selama 4,00 jam/hari dengan lama kontak minimal 1 jam/hari dan lama kontak maksimal 8 jam/hari. b. Responden memiliki rata-rata frekuensi kontak sebesar 2,00 hari/minggu dengan frekuensi minimal sebanyak 1 hari/minggu dan frekuensi maksimal sebanyak 7 hari/minggu. c. Responden memiliki rata-rata usia sebesar 22,00 tahun dengan usia inimal 15 tahun dan usia maksimal 38 tahun. d. Responden memiliki rata-rata masa kerja sebesar 14,00 bulan dengan masa kerja minimal 2 bulan dan masa kerja maksimal 230 bulan.
128
129
e. Responden yang memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 35 orang dan yang memiliki jenis kelamin lak-laki sebanyak 50 orang. f. Responden yang memiliki riwayat alergi sebanyak 37 orang dan yang tidak memiliki riwayat alergi sebanyak 48 orang. g. Responden yang memiliki riwayat atopik sebanyak 28 orang dan yang tidak meiliki riwayata atopik sebanyak 57 orang. h. Responden yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya sebanyak 49 orang dan yang tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya sebanyak 36 orang. i. Seluruh responden memiliki personal hygiene yang baik, sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut karena data yang ada bersifat homogen. 3. Berdasarkan hasil uji statistik bivariat, diketahui bahwa 85 pekerja yang diteliti : a. Variabel yang memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak ialah variabel lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat alergi, riwayat penyakit sebelumnya. b. Variable yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik ialah variabel jenis kelamin dan riwayat atopik.
130
7.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka terdapat beberapa saran, antara lain: 1. Bagi Pekerja Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik, pekerja sebaiknya: a. Dapat lebih memelihara kebersihan kulitnya dengan mencuci wajah ketika sebelum maupun setelah bekerja. b. Menghindari menggunakan perhiasan berupa anting dan cincin saat bekerja. c. Menghindari sabun pembersih wajah dengan tingkat keasaman yang tinggi, khususnya bagi pemilik riwayat atopic. d. Menggunakan pelembab kulit yang memiliki kadar lemak tinggi, bebas parfum dan bahan pengawet setelah selesai bekerja. e. Lebih menjaga kelembaban kulit dengan kelembaban kira-kira 60%. 2. Bagi Pihak Manajemen Untuk meminimalisir terjadinya dermatitis kontak kosmetik, maka managemen sebaiknya: a. Melakukan pengenalan prosedur kerja aman dan memberikan pengontrolan terhadap kesehatan kulit pekerjanya.
131
b. Lebih menekankan kepada pekerja yang berusia 28 tahun keatas mengenai dermatitis kontak agar lebih ditingkatkan pengawasan kesehatan kulitnya. c. Memberikan pengetahuan kepada pekerja mengenai perawatan kulit dan cara menangani kelainan kulit dengan harapan pekerja dapat memahami kesehatan kulit dan perawatan kulit masingmasing. d. Memberikan kuesioner kepada pekerja untuk mendapatkan informasi jenis alergi apa yang dimiiki tiap pekerjanya dan memperoleh hasil apakah tempat sebelumnya bekerja telah mengalami dermatitis kontak kosmetik. 3. Bagi Peneliti selanjutnya a. Peneliti selanjutnya sebaiknya dapat menggunakan uji tempel pada responden untuk memperkuat diagnosa mengenai dermatitis kontak kosmetik sehingga dapat menentukan 1 manifestasi klinis saja dan menggunakan desain case control. b. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti bahan kimia apa saja yang ada dalam kosmetik (molekul, daya larut dandan konsentrasi) yang benar-benar ddapat mengakibatkan dermatitis kontak kosmetik. c. Perlu diadakannya peneliti kualitatif untuk memperdalam faktor personal hygiene dangan kejadian dermatitis kontak kosmetik.
DAFTAR PUSTAKA Adams RM, Maibach HI. 1985 Sebuah studi lima-tahun reaksi kosmetik. J Am Acad Dermatol 13 Afifah, adilah. 2012 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Para Karyawan Binatu. Universitas Diponogoro, Semarang Agung M Sumantri, Hertanti Trias Febriani, Sriwahyuni T musa. 2008 .Dermatitis Kontak. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Annisa Mausulli. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada mPekerja Pengolahan Sampah Di TPA Cipayung Kota Depok. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Baumann, Leslie Kenali. 2010. Kandungan Bahan dalam Produk Kosmetik Anda. Florida Cohen DE. 1999 Occupational Dermatoses In: DiBerardinis LJ, editors. Handbook of Occupational Safety and Health, 2nd edition.Canada. Departemen Kesehatan RI. 1976. Undang-undang tentang Kosmetika dan Alat Kesehatan Diepgen TL, Cocrads PJ. 2000 The Epidemiology of Occupational Contact Dermatitis in Kanerva. Berlin, Heidelberg
132
133
Djuanda 1987 Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. Jakarta 1987 Erliana. 2008 Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving Block CV. Louksumawe 2008. Thesis. USU Eiermann HJ, Larsen W, Maibach HI, et al. 1982 Calon studi reaksi kosmetik: 1.9771.980. Amerika Utara Contact Dermatitis Group. J Am Acad Dermatol 6 (5) :909-17. Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sumatera
Utara.
Diakses
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22221/4/Chapter%20II.pdf mengenai dermatitis kontak alergi karena cat rambut. Pada tanggal 12 Oktober 2012, Pukul 15.12 WIB Farida, ida. 2011. Paraben Dalam Produk Perawatan Kulit. Jakarta. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Fransisca, kurniawan P, Suryawati N 2007. Efek Samping Kosmetika Pada Pekerja Salon Kecantikan Di Denpasar. Bali. Udayana Dermato-Venereology E-jurnal. Hamiton, Tatyan. MD, PhD dan Gillian C. de Gannes, MD, FRCPC 2003 Departemen Ilmu Dermatologi dan Skin, University of British Columbia, Vancouver, BC, Kanada.
134
Harjanti, Novita, Emi Setiyawati, Dwi Retno Adi Winarni. 2009 Kosmetika kuku: Antara Keindahan dan Keamanan Nail Cosmetics: Between Aesthetic and Safety. Bagian/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Unuicversitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Yogyakarta Info
Badan
POM
mengenai
Peraturan
Kosmetik
Di
Indonesia.
Nomor
HK.00.05.42.1018 pada tanggal 25 Pebruari 2008. Juju. Diakses dari http://contohlaporan.blogspot.com/2010/01/kulit-lapisan-kulit.html mengenai lapisan kulit. Pada tanggal 11 Oktober 2012, Pukul 19.23 WIB Kusumawati Fransisca S. 2007 Efek samping kosmetika pada pekerja salon kecantikan. SMF Ilmu Kesehatan Dan Kecantikan Fakultas Kedokteran UNUD Lestari, Fatma dan Hari Suryo Utomo. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis kontak Pada Pekerja Di PT Inti Panjta Pres Industri. Departemen
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. 2008 Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, VII ed. New York: McGraw-Hill;
135
Lidya, Yuni. 2010. Frekuensi alergi Fragrance: Studi Retrospektif selama 3 tahun. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta LPPOM. Diakses dari http://www.halalmuibali.or.id/?p=240
mengenai obat dan
kosmetika tanggal 22 September 2012 Pukul 12.10 WIB Mathias CGT. 1999. Soaps and Detergent in Adms RM. Occupational Skin Desease. Philadephia Muslimah, Eva. 2012. http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/makalahdermatitis-atopik-part-1 mengenai makalah dermatitis atopik diakses 27 maret 2013 pukul 14.30 WIB Nuraga, Wisnu .2006 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di PT Moric Indonesia tahun 2006. Thesis UI Nuraga, Wisnu, Fatma Lestari, Meily Kurniawidjaja. 2008 Dermatitis kontak Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Makara, Kesehatan. Vol 12 no. 2 Orton D.I, Wilkinson J.D. 2004 Cosmeik Allergy, incidence, diagnosis and management. Am J Clin Dermatol
136
Partogi Donna.2008. Dermatitis Kontak Iritan. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK.USU/RSUP H. Adam Malik/ RS. Dr.pirngadi Medan Prasari Sotya, Novita Hajanti, Ermadi Satrio, Niken Indrastuti. 2006 Profil Dermatitis Kontak Kosmetik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Sardjito. Yogyakarta Rosfanty. Diakses dari http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/08/anatomi-danfisiologi-kulit.html mengenai anatomi kulit, pada tanggal 24 September 2012 pukul 11.50 WIB Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 045/C/ SK/1977 tanggal 22 januari 1977, tentang penggolongan Kosmetika Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik Tratther A, D Slodownik, Jbarah A, A Ingber .2005 Departemen Dermatology, Rabin Medical Center, Petach Tikva dan Sackler Fakultas Kedokteran, Universitas Tel Aviv, Tel Aviv, Israel Tenggono, R Iswari dan Fatma Latifah. 2004 Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Joshita Djadisastra. Jakarta Universitas
Gadjah
Mada
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/151092531.pdf
Diakses mengenai
dermatitis kontak kosmetik pada 12 Oktober 2012 pukul 12.15 WIB
dari profil
137
Verallo-Rowell VM. 2011. The hypoallergenic divalidasi kosmetik sistem rating: 30tahun
evolusi
dan
berpengaruh
pada
prevalensi
reaksi
kosmetik.
Dermatitis.Kanada Widyasti Ary Bandem , Fajar Waskito 2008. “Artikel Penyakit Kulit”. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta Wigger- Albert W, Live D, Elsner P. 1999 Contact Darmatitis Due To Irritation in : Adam RM Occupational Skin Desease, Philapelphia World Health Organitation (WHO) 2005. WHO Guidelines on Hand Hygine in Health Care (advance Draft): Asummary, Switzerland: WHO Press Yusfinah, Sri, Pardede, Kristo A. Nababan, Irma D, Roesyanto Mahadi. 2008. Dermatitis Kontak Alergi Karena Cat Rambut. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
LAMPIRAN
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)
Responden yang terhormat, saya mahasiswa Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melaksanakan penelitian skripsi. Untuk itu, saya memohon kesediaan anda untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini dengan jujur. Semua jawaban responden akan dijamin kerahasiaannya.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama
: .........................................................................................................................
Usia
: ................................................................................................................
Alamat
: ....................................................................................................................
Telp/Hp
: ......................................................................................................................... SETUJU
Secara sukarela untuk menjadi subjek penelitian skripsi dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Pada Penari Studio Fantasi Di Dunia Fantasi Ancol, Jakarta Utara Tahun 2013” Setelah mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat dan adanya resiko yang mungkin terjadi dalam penelitian ini, saya akan memberikan informasi yang benar sejauh yang saya ketahui dan saya ingat. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun. Jakarta, ............ 2013 Responden
Peneliti
Irfan Nurhidayat
(
) Nama dan Tandatangan
No. Responden
Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Isilah kuesioner ini sesuai dengan kondisi anda saat ini. 2. Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda saat ini. 3. Kode diisi peneliti 4. Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
No.
Pertanyaan
A
Masa Kerja
A1
Sejak kapan anda mulai bekerja menjadi penari di Studio Fantasi?
Kode
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
Bulan ............................... , Tahun ....................... B
Frekuensi Kontak
B1
Dalam seminggu, berapa hari anda bekerja di studio Fantasi? ........................... hari / minggu
C
Lama kontak
C1
Berapa lama anda menggunakan kosmetik saat ekerja di dunia fantasi? .......................... jam / hari
D
Riwayat Alergi
D1
Apakah anda pernah mengalami alergi? 0. Ya 1. Tidak Jika “Ya” lanjut kepertanyaan “D2” , jika “Tidak” lanjut kepertanyaan E1
D2
Apakah penyebab alergi tersebut? a. Kosmetik b. Debu
c. Tanaman d. Obat e. Makanan f. Lainnya, sebutkan ................................................................... E
Riwayat Atopik
E1
Apakah salah satu keluarga anda pernah mengalami salah satu penyakit
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
yang bersifat keturunan seperti asma, rhinitis alergi atau konjungtivitis alergi? 0. Ya 1. Tidak F
Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
F1
Apakah anda sebelumnya pernah mengalami / menderita peradangan kulit diwajah? 0. Ya 1. Tidak Jika “Ya” lanjut kepertanyaan “F2”, jika “Tidak” lanjut kepertanyaan G1
F2
Kemerahan pada kulit wajah? 0. Ya 1. Tidak
F3
Timbulnya bintik-bintik kecil pada kulit wajah? 0. Ya 1. Tidak
F4
Kulit wajah terasa gatal? 0. Ya 1. Tidak
F5
Kulit wajah terasa perih? 0. Ya 1. Tidak
F6
Kulit wajah pecah-pecah?
0. Ya 1. Tidak F7
Kulit wajah bersisik atau kasar?
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
0. Ya 1. Tidak F8
Kulit wajah mengalami penebalan? 0. Ya 1. Tidak
F9
Kulit wajah terasa terbakar? 0. Ya 1. Tidak
F10
Kulit wajah kering? 0. Ya 1. Tidak
F11
Kulit wajah menghitam? 0. Ya 1. Tidak
F12
Bagaimana cara anda mengobati alergi tersebut? 0. Tidak melakukan pengobatan 1. Melakukan pengobatan Alasan : ................................................................................................
G
Jenis Kelamin
G1
Apa jenis kelamin anda? 0. Perempuan 1. Laki-laki
LEMBAR PEMERIKSAAN DOKTER Kriteria Hasil Diagnosis Dokter 0. Dermatitis Kontak 1. Tidak Dermatitis Kontak
Kode (
)
LEMBAR OBSERVASI
Personal Hygiene No.
Kriteria
1.
Mencuci wajah dengan menggunakan air dan sabun sebelum menggunakan kosmetik.
2.
Mencuci wajah dengan menggunakan air dan sabun setelah menggunakan kosmetik.
3.
Mencuci wajah dengan menggunakan tissue basah setelah menggunakan kosmetik.
4.
Mencuci wajah dengan menggunakan tissue basah serta air dan sabun setelah menggunakan kosmetik.
5.
Mengeringkan wajah setelah dicuci dengan menggunakan handuk pribadi.
6.
Menggunakan alat kosmetik pribadi.
Cheklist
Univariat 1. Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik Statistics DKK_BR N
Valid Missing
85 0
DKK_BR Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
dermatitis
52
61.2
61.2
61.2
tidak dermatitis
33
38.8
38.8
100.0
Total
85
100.0
100.0
2. Lama Kontak Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
lama_makeup
85
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Descriptives Statistic lama_makeup
Std. Error
Mean
3.78
95% Confidence Interval for Lower Bound
3.45
Mean
Upper Bound
.166
4.11
5% Trimmed Mean
3.73
Median
4.00
Variance
2.342
Std. Deviation
1.530
Minimum
0
Maximum
8
Range
8
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
.326
.261
-.091
.517
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic lama_makeup
.141
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 85
.000
Statistic .949
df
Sig. 85
.002
3. Frekuensi Kontak Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
kerja_minggu
85
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Descriptives Statistic kerja_minggu
Std. Error
Mean
2.72
95% Confidence Interval for Lower Bound
2.41
Mean
Upper Bound
.153
3.02
5% Trimmed Mean
2.62
Median
2.00
Variance
1.991
Std. Deviation
1.411
Minimum
1
Maximum
7
Range
6
Interquartile Range
1
Skewness
1.196
.261
Kurtosis
1.060
.517
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic kerja_minggu
.259
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 85
.000
Statistic .838
df
Sig. 85
.000
4. Usia Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
usia
85
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Descriptives Statistic usia
Std. Error
Mean
22.06
95% Confidence Interval for Lower Bound
21.19
Mean
Upper Bound
.438
22.93
5% Trimmed Mean
21.77
Median
22.00
Variance
16.270
Std. Deviation
4.034
Minimum
15
Maximum
38
Range
23
Interquartile Range
5
Skewness
1.130
.261
Kurtosis
2.426
.517
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic usia
.115
df
Shapiro-Wilk
Sig. 85
a. Lilliefors Significance Correction
.007
Statistic .933
df
Sig. 85
.000
5. Masa Kerja Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
kerja_sejak
85
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 85
100.0%
Descriptives Statistic kerja_sejak
Std. Error
Mean
31.18
95% Confidence Interval for Lower Bound
21.98
Mean
Upper Bound
4.625
40.37
5% Trimmed Mean
25.48
Median
14.00
Variance
1.818E3
Std. Deviation
42.644
Minimum
2
Maximum
230
Range
228
Interquartile Range
24
Skewness
2.558
.261
Kurtosis
6.765
.517
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic kerja_sejak
df
.311
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig. 85
.000
Statistic .619
df
Sig. 85
.000
6. Jenis Kelamin
Statistics J_K N
Valid
85
Missing
0
J_K Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
35
41.2
41.2
41.2
laki-laki
50
58.8
58.8
100.0
Total
85
100.0
100.0
7. Riwayat Alergi Statistics Riwayat_Alergi N
Valid
85
Missing
0
Riwayat_Alergi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
37
43.5
43.5
43.5
tidak
48
56.5
56.5
100.0
Total
85
100.0
100.0
8. Riwayat Atopik Statistics riwayat_Atopik N
Valid
85
Missing
0
riwayat_Atopik Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
28
32.9
32.9
32.9
tidak
57
67.1
67.1
100.0
Total
85
100.0
100.0
9. Riwayat Penyakit Sebelumnya Statistics RPKS N
Valid
85
Missing
0
RPKS Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
49
57.6
57.6
57.6
tidak
36
42.4
42.4
100.0
Total
85
100.0
100.0
10. Personal Hygiene Statistics PH N
Valid
85
Missing
0
PH Cumulative Frequency Valid
baik
Percent
85
Valid Percent
100.0
Percent
100.0
100.0
Bivariat 1. Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Ranks DKK_BR lama_makeup
N
Mean Rank
Sum of Ranks
dermatitis
52
47.41
2465.50
tidak dermatitis
33
36.05
1189.50
Total
85
a
Test Statistics
lama_makeup Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: DKK_BR
628.500 1189.500 -2.114 .035
2. Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Ranks DKK_BR kerja_minggu
N
Mean Rank
Sum of Ranks
dermatitis
52
48.19
2506.00
tidak dermatitis
33
34.82
1149.00
Total
85
Test Statistics
a
kerja_minggu Mann-Whitney U
588.000
Wilcoxon W
1149.000
Z
-2.554
Asymp. Sig. (2-tailed)
.011
a. Grouping Variable: DKK_BR
3. Usia dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Ranks DKK_BR usia
N
Mean Rank
Sum of Ranks
dermatitis
52
49.88
2594.00
tidak dermatitis
33
32.15
1061.00
Total
85
Test Statistics
a
usia Mann-Whitney U
500.000
Wilcoxon W
1.061E3
Z
-3.241
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: DKK_BR
.001
4. Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak Kosmetik
Ranks DKK_BR kerja_sejak
N
Mean Rank
Sum of Ranks
dermatitis
52
53.23
2768.00
tidak dermatitis
33
26.88
887.00
Total
85
Test Statistics
a
kerja_sejak Mann-Whitney U
326.000
Wilcoxon W
887.000
Z
-4.803
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
a. Grouping Variable: DKK_BR
5. Jenis Kelamin dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Case Processing Summary Cases Valid N J_K * DKK_BR
Missing
Percent 85
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 85
100.0%
J_K * DKK_BR Crosstabulation DKK_BR dermatitis J_K
perempuan
Count % within DKK_BR
laki-laki
Total
15
35
38.5%
45.5%
41.2%
32
18
50
61.5%
54.5%
58.8%
52
33
85
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within DKK_BR
Total
20
Count % within DKK_BR
tidak dermatitis
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.523
.170
1
.680
.406
1
.524
.408 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.652 .403
1
.526
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.59. b. Computed only for a 2x2 table
.339
6. Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Case Processing Summary Cases Valid N Riwayat_Alergi * DKK_BR
Missing
Percent 85
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
85
100.0%
Riwayat_Alergi * DKK_BR Crosstabulation DKK_BR dermatitis Riwayat_Alergi
ya
Count % within DKK_BR
tidak
Count % within DKK_BR
Total
Count % within DKK_BR
tidak dermatitis
Total
32
5
37
61.5%
15.2%
43.5%
20
28
48
38.5%
84.8%
56.5%
52
33
85
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
15.835
1
.000
19.043
1
.000
17.672 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.000 17.464
1
.000
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.36. b. Computed only for a 2x2 table
.000
7. Riwayat Atopik dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Case Processing Summary Cases Valid N riwayat_Atopik * DKK_BR
Missing
Percent 85
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
85
100.0%
riwayat_Atopik * DKK_BR Crosstabulation DKK_BR dermatitis riwayat_Atopik
ya
Count % within DKK_BR
tidak
Count % within DKK_BR
Total
Count % within DKK_BR
tidak dermatitis
Total
16
12
28
30.8%
36.4%
32.9%
36
21
57
69.2%
63.6%
67.1%
52
33
85
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.593
.089
1
.766
.284
1
.594
.286 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.640 .283
1
.595
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.87. b. Computed only for a 2x2 table
.381
8. Riwayat Penyakit Sebelumnya dengan Dermatitis Kontak Kosmetik Case Processing Summary Cases Valid N RPKS * DKK_BR
Missing
Percent 85
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 85
100.0%
RPKS * DKK_BR Crosstabulation DKK_BR dermatitis RPKS
ya
Count % within DKK_BR
tidak
Total
0
49
94.2%
.0%
57.6%
3
33
36
5.8%
100.0%
42.4%
52
33
85
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within DKK_BR
Total
49
Count % within DKK_BR
tidak dermatitis
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
69.613
1
.000
92.900
1
.000
73.421 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.000 72.558
1
.000
85
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.98. b. Computed only for a 2x2 table
.000
LAMPIRAN 5 FOTO