UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IN-STENT RESTENOSIS PADA PASIEN PASCA INTERVENSI KORONER PERKUTAN
TESIS
DEDI WIHANDA 1206326895
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JULI 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IN-STENT RESTENOSIS PADA PASIEN PASCA INTERVENSI KORONER PERKUTAN
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam
DEDI WIHANDA 1206326895
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM KEKHUSUSAN KARDIOVASKULAR JAKARTA JULI 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta taufiq-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar Konsultan Kardiovaskular pada Program Pendidikan Profesi Dokter Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/Rumah
Sakit
Umum
Pusat
Nasional
Dr.
Cipto
Mangunkusumo Jakarta (FKUI/RSUPNCM). Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan In-Stent Restenosis pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Tindakan IKP meningkat pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia namun angka kejadian ISR masih tetap tinggi. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR dapat digunakan untuk mengatasi terjadinya ISR. Penulisan karya tulis ini dapat terlaksana dengan baik berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak maka oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD, FINASIM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mengikuti program pendidikan Profesi Dokter Subspesialis di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2. Dr. E. Mudjaddid, SpPD-Kpsi, FINASIM selaku Ketua Program Studi PPDSII Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang selalu memberikan bantuan moril, motivasi, arahan, perhatian, perbaikan dan bimbingan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian hingga selesainya tesis ini. 3. Prof. Dr. Lukman Hakim Makmun, SpPD-KKV, KGer, FINASIM selaku Ketua Divisi Kardiovaskuler Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
v
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
terdahulu yang telah memberikan kesempatan dan ilmu kepada penulis selama pendidikan. 4. Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV, FACC, FESC, FAPSIC, FINASIM, selaku Ketua Divisi Kardiovaskuler Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan selaku pembimbing pertama yang telah memberikan banyak arahan, masukan serta perbaikan dalam penelitian ini. 5. Dr. Muhammad Yamin SpJP (K), FACC, FSCAI, FIHA selaku staf Divisi Kardiovaskuler Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan selaku pembimbing kedua yang telah memberikan banyak arahan, masukan serta perhatian dalam penelitian ini. 6. Dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi selaku pembimbing metode penelitian dan statistik yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 7. Dr. dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTK(K), MARS selaku Kepala Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT)/RSCM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menimba ilmu di lingkungan PJT/RSCM. 8. Dr. Sally Aman Nasution, SpPD-KKV, FINASIM selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Subspesialis Konsultan Kardiovaskuler (KKV) Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama pendidikan. 9. Prof. dr. Nurhay Abdurahman, SpPD-KKV, FINASIM; Prof. Dr. dr. Yahya Kisyanto, SpPD-KKV, FACC, FINASIM; Prof. Dr. dr. Teguh Santoso Sukamto, SpPD-KKV, FACC, FESC, FINASIM; Prof. dr. Hanafi B Trisnohadi, SpPD-KKV, FINASIM; Prof. dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV; Prof. dr. Daulat Manurung, SpPD-KKV, FINASIM; Prof. dr. Sjahruddin Harun, SpPD-KKV; selaku guru besar emeritus Divisi Kardiovaskuler Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan. 10. dr. Marulam M. Panggabean, SpPD-KKV, SpJP, FINASIM; dr. Dono Antono, SpPD-KKV, FINASIM dan dr. Ika Presetya Wijaya, SpPD-KKV, FINASIM selaku staf Divisi Kardiovaskuler Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang telah memberikan banyak bimbingan dan berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini. vi
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
ABSTRAK Nama Program Studi
Judul
: Dedi Wihanda. : Program Pendidikan Dokter SubSpesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. : Faktor-faktor yang berhubungan dengan In-Stent Restenosis pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan.
Latar Belakang. Angka kejadian In-Stent Restenosis (ISR) pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) baik pada penggunaan Bare-Metal Stent (BMS) maupun Drug-Eluting Stent (DES) masih tinggi. Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR pada pasien pasca IKP. Metode. Desain penelitian potong lintang retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan rekam medik pasien pasca IKP yang menjalani follow-up angiografi di Pelayanan Jantung Terpadu/Rumah Sakit Umum Pusat Negeri Dr. Cipto Mangunkusumo dalam kurun waktu bulan Januari 2009 sd. Maret 2014. Gambaran angiografi ISR bila diameter stenosis pada follow-up angiografi lebih dan sama dengan 50 persen baik di dalam stent maupun menjulur keluar lima mm baik dari ujung proksimal maupun distal stent. Analisis multivariat pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi logistik ganda. Hasil. 289 subyek penelitian terdiri dari 133 pasien dengan ISR dan 156 pasien tanpa ISR. Angka kejadian ISR pada penggunaan BMS dan DES masing-masing sebesar 61,3% dan 40,7%. Jenis stent (OR=4,83; 95% IK 2,51-9,30; p=0,001), panjang stent (OR=3,71; 95% IK 1,996,90; p=0,001), lesi di bifurkasi (OR=2,43; 95% IK 1,16-5,10; p=0,019), merokok (OR=2,30; 95% IK 1,33-3,99; p=0,003), diameter pembuluh darah (OR=2,18; 95% IK 1,2-3,73; p=0,005), hipertensi (OR=2,16; 95% IK 1,16-4,04; p=0,016) dan Diabetes Melitus/DM (OR=2,14; 95% IK; p=0,007) sebagai faktor prediksi ISR. Kesimpulan. Jenis stent, panjang stent, lesi di bifurkasi, merokok, diameter pembuluh darah, hipertensi dan DM merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR pada pasien pasca IKP. Kata kunci: Bare-metal stent, drug-eluting stent, in-stent restenosis.
ix Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
ABSTRACT Name Program Studies
Title
: Dedi Wihanda. : Program Pendidikan Dokter SubSpesialis Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia. : Factors related to in-stent restenosis in patients after percutaneous coronary intervention.
Background. The incidence of In-Stent Restenosis (ISR) after Percutaneous Coronary Intervention (PCI) both in the use of Bare-Metal Stent (BMS) and DrugEluting Stents (DES) are still high. Purpose. To determine factors related to ISR in patients after PCI. Method. A retrospektif cross-sectional study was conducted using medical records of patients after PCI who underwent follow-up of angiography in in the period between January 2009 to March 2014 in The Integrated Cardiac Service/Public Hospital Center Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Angiographic ISR was defined as diameter stenosis ≥ 50% at follow-up angiography in the within of the stent, and within its five mm proximal and distal edges. Multivariate analysis performed in this study using regression multiple logistic. Results. 289 study subjects consisted of 133 patients with and 156 patients without ISR. The incidence of ISR in the use of BMS and DES, respectively 61,3% and 40,7%. Using multivariate analysis, type of stent (OR=4,83; 95% CI 2,51-9,30; p=0,001), stent length (OR=3,71; 95% CI 1,996,90; p=0,001), bifurcation lesions (OR=2,43; 95% CI 1,16-5,10; p=0,019), smoking (OR=2,30; 95% CI 1,33-3,99; p=0,003), blood vessel diameter (OR=2,18; 95% CI 1,2-3,73; p=0,005), hypertension (OR=2,16; 95% CI 1,164,04; p=0,016) and Diabetes Mellitus/DM (OR=2,14; 95% CI; p=0,007) were identified as predictors of ISR. Conclusion. Type of stent, stent length, bifurcation lesions, smoking, blood vessel diameter, hypertension and DM were factors related to ISR in patients after PCI. Keywords: Bare-metal stent, drug-eluting stent, in-stent restenosis.
x Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …..……………………....………………...………….. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………….......... LEMBAR PENGESAHAN ..………………….……………………………. KATA PENGANTAR ..………………………………………………......... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... ABSTRAK .………………………………………………………………... DAFTAR ISI ..….………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… DAFTAR TABEL ...………………………………………………………... DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………..
i ii iii v viii ix xi xiii xiv xv
1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ........................................................ 1.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 1 4 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2.1 Definisi In-Stent Restenosis ................................................................... 2.2 Klasifikasi In-Stent Restenosis ............................................................... 2.3 Metode Pengukuran In-Stent Restenosis ................................................ 2.4 Etiologi In-Stent Restenosis ................................................................... 2.5 Kaskade In-Stent Restenosis ................................................................... 2.6 Perbedaan ISR pada DES dengan BMS ……………………………… 2.7 Gejala Klinis ………………………………………………………….. 2.8 Time Course of In-Stent Restenosis ........................................................ 2.9 Insidensi In-Stent Restenosis .................................................................. 2.10 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis ............... 2.11 Kerangka Teori .....................................................................................
6 6 6 7 9 10 11 12 12 13 14 33
3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................... 34 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 34 3.2 Definisi Operasional .............................................................................. 34 4 METODE PENELITIAN ............................................................................ 4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 4.5 Identifikasi Variabel dan Pengukuran Data .......................................... 4.6 Sumber Data ................................................................................... ....... 4.7 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ………………………………… 4.8 Besar Sampel ...................................................................................... 4.9 Cara Penelitian ....................................................................................
39 39 39 39 39 40 40 41 41 42
xi Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
4.10 Alur Penelitian ....................................................................................... 42 4.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ……………………………… . 42 4.12 Ijin Penelitian ................................................................................. ....... 43 5 HASIL PENELITIAN ................................................................................. 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................. 5.2. Analisis Bivariat ..................................................................................... 5.3. Analisis Multivariat ................................................................................
44 44 44 44
6 PEMBAHASAN ..................................................................................... ...... 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................. 6.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis ..…….. . 6.2.1. Usia ……………………………….………………………….. 6.2.2. Jenis kelamin …………………….…………………………... 6.2.3. Merokok ………………………….…………………………... 6.2.4. Dislipidemia ..…………………….………………………….. 6.2.5. Diabetes melitus ………………….…………………………... 6.2.6. Hipertensi ...……………………….………………………….. 6.2.7. Chronic kidney disease .……….…………………………....... 6.2.8. Lesi di left anterior descending .…………………………....... 6.2.9. Lesi di ostial …………………….………………………….... 6.2.10. Lesi chronic total occlusions …….…………………………... 6.2.11. Lesi di bifurkasi ………………….…………………………... 6.2.12. Jenis stent ……………………….…………………………..... 6.2.13. Panjang stent …………………….………………………….... 6.2.14. Tekanan maksimal balon ……….…………………………..... 6.2.15. Diameter pembuluh darah ……….………………………….... 6.3 Keterbatasan Penelitian . .........................................................................
47 47 47 47 48 48 49 49 50 51 52 52 53 53 54 57 58 58 60
7 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 61 7.1 Simpulan ……………………………………………………................. 61 7.2 Saran ……………………………………………………. ..................... 61 DAFTAR REFERENSI …………………………………………………...... 62 LAMPIRAN ………………………………………….………………………
74
xii Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Skematik Klasifikasi In-Stent Restenosis ........................................7
Gambar 2.2.
Perubahan Dimensi Lumen Arteri pasca Intervensi Koroner Perkutan ...........................................................................................8
Gambar 2.3.
Penyebab In-Stent Restenosis ........................................................10
Gambar 2.4.
Kaskade In-Stent Restenosis ….....................................................11
Gambar 2.5.
Klasifikasi Lesi Bifurkasi dari Medina .........................................25
Gambar 3.1.
Kerangka Konsep .................. ........................................................34
Gambar 4.1.
Alur Penelitian ..................... ........................................................42
xiii Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Klasifikasi In-Stent Restenosis ...........................................................7
Tabel 2.2.
Binari Angiorafi In-Stent Restenosis pada Penggunaan SirolimusEluting Stent (SES) dibanding Bare Metal Stent (BMS)..................13
Tabel 2.3.
Binari Angiorafi In-Stent Restenosis pada Penggunaan PlaxitacelEluting Stent (PES) dibanding Bare Metal Stent (BMS) .................13
Tabel 2.4.
Kategori Stent Thrombosis ...............................................................30
Tabel 4.1.
Besar Sampel Uji Hipotesis terhadap Dua Proporsi Independen ….41
Tabel 5.1.
Karakteristik Dasar Subyek ….........................................................45
Tabel 5.2.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis ....... 46
Tabel 5.3.
Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis ...........................................................................46
xiv Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN
2D-QCA AB ACE ACS AGEs ADP ARB AS ASA BES bFGF BMS CAD CKD CSA CTO D DD DES D/I DM DS ECM EEL EES EGF ET-1 FFR FKBD GF HD HS HsCRP I ICAM-1 IEL IF IGF-1 IH II IKP IL-8 ISA ISR IVUS
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Two-Dimensional Quantitative Coronary Angiography Angioplasti Balon Angiotensin Converting Enzyme Acute Coronary Syndrome Advanced Glycosylation End Products Adenosine Diphosphate Angiotension Receptor Blocker Amerika Serikat Acetylsalicylic Acid Biolimus-Eluting Stent basic Fibroblast Growth Factor Bare Metal Stent Coronary Arterial Disease Chronic Kidney Disease Cross Sectional Area Chronic Total Occlusions Deletion Homozigot dengan dua delesi allel Drug-Eluting Stent Deletion/Insertion Diabetes Melitus Diameter Stenosis Extra Cellular Matrix External Elastic Laminae Everolimus-Eluting Stent Epidermal Growth Faktor Endothelin-1 Fractional Flow Reserve Final Kissing Balloon Dilatation Growth Factor Hemodialisa Heparin Sulfat High sensitivity C-Reactive Protein Insertion Intercellular Adhesion Molecule-1 Internal Elastic Laminae Inhibisi Factor Insuline Like Growth Factor-1 Intimal Hyperplasia Homozygote dengan dua insersi allel Intervensi Koroner Perkutan Interleukin-8 Incomplete Stent Apposition In-Stent Restenosis Intra Vascular Ultra Sound xv Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
LAD LCX LFG LL LM LMCA MACE MAUDE MB MBD MBP MCP-1 MLA MLD MMP MSA MV NIH NSTEMI PDGF PES PF4 PJK PKV Post-MLD PSGL-1 QCA RAS RCA RVD SB SES SMCs SMPCs ST STEMI TGF- α TIMI tiMMP TXA2 UAP VWF ZES
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Left Anterior Descending Left Circumflex Laju Filtrasi Glomerulus Late Loss Left Main Left Main Coronary Artery Major Advanced Cardiovascular Event The FDA’s Manufacturer and User Device Experience center Main Branch Main Branch Distal Main Branch Proksimal Monocyte Chemoattractant Protein-1 Minimum Lumen Area Minimal Lumen Diameter Matrix Metallo-Proteinase Minimal Stent Area Main Vessel Neo Intimal Hyperplasia Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction Platelet-Derived Growth Factor Paclitaxel-Eluting Stent Platelet Factor 4 Penyakit Jantung Koroner Penyakit Kardio Vaskular Post-Minimal Lumen Diameter P-Selectin Glycoprotein Ligand-1 Quantitative Coronary Angiographic Renin Angiotension System Right Coronary Artery Reference Vessel Diameter Side Branch Sirolimus-Eluting Stent Smooth Muscle Cells Smooth Muscle Progenitor Cells Stent Thrombosis Segment Elevation Myocardial Infarction Transforming Growth Factor-α Thrombolysis In Myocardial Infarct tissue inhibitor Matrix Metallo-Proteinase Thromboxane A2 Unstable Angina Pectoris Von Willebran Factor Zotarolimus-Eluting Stent
xvi Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit Kardio Vaskular (PKV) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2008.1 Lebih dari 80 persen kematian akibat PKV terutama disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke yang sering terjadi di negara dengan pendapatan menengah ke bawah serta diperkirakan mengakibatkan kematian sebesar 23,6 juta pada tahun 2030.2 Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia pada tahun 2010 dan di AS pada tahun 2009.1,3 Diperkirakan setiap tahunnya di AS terdapat 785.000 pasien PJK baru, 470.000 pasien PJK ulangan dan 470.000 pasien yang mengalami silent myocardial infarctions.1 Berdasarkan laporan dari World Health Organization, PJK merupakan penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2010 yang menempati urutan ke 51 dunia.4,5 Dari hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 didapat bahwa proporsi kematian akibat PJK pada laki-laki dan perempuan meningkat baik pada kelompok usia 45 hingga 54 tahun maupun lebih dari 65 tahun sedangkan pada usia 55 hingga 64 tahun didapat proporsi kematian pada laki-laki lebih tinggi.6 Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau coronary balloon angioplasty (angioplasti balon/AB) merupakan tindakan non invasif untuk melebarkan penyempitan arteri koroner dengan menggunakan balon yang diarahkan melalui kateter.7,8 Restenosis adalah penyempitan kembali lumen pembuluh darah pada penderita Coronary Arterial Disease (CAD) yang dapat dikurangi dengan tindakan AB.9 Dari hasil penelitian STRESS dan BENESTENT1 didapat bahwa angka restenosis akibat AB masih tinggi (42,1% & 32%).9 Percutaneous Coronary Intervention atau Intervensi Koroner Perkutan (IKP) merupakan pengembangan tehnik AB dengan melakukan pemasangan stent.8 Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka IKP dapat dilakukan pada lesi CAD yang komplek (multiple vessel disease & left main) dan hal ini ditandai dengan peningkatan IKP sebesar 84 persen pada tahun 2003 serta 326 persen dari tahun 1987 hingga 2004.10-12 1 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
2
Penggunaan stent intrakoroner meningkat 75 hingga 80 persen pada IKP di seluruh dunia.13 Penggunaan stent lapis obat/Drug-Eluting Stent (DES) pada IKP meningkat dibanding tanpa lapis obat/Bare-Metal Stent (BMS) baik pada tahun 2006 (76% vs. 24%) maupun tahun 2010 (75% vs. 25%).2,14-17 Pada tahun 2002 hingga 2005 didapat kejadian revaskularisasi pembuluh darah koroner pasca IKP lebih tinggi (264 menjadi 267/100.000 orang) dibanding pasca bedah pintas koroner (121 menjadi 94/100.000 orang).1 Restenosis pasca IKP yang dikenal dengan In-Stent Restenosis (ISR) lebih rendah dibanding restenosis akibat AB. Dari hasil penelitian STRESS (31,6% vs. 42,1%; p=0,046) dan BENESTENT-1 (22% vs. 32%; p=0,02) didapat angka ISR enam bulan pasca IKP dengan Palmaz-Schatz stent (BMS) lebih rendah dibanding restenosis akibat AB dan penggunaan stent merupakan faktor proteksi terjadinya restenosis (OR=0,83; 95% IK 0,72-0,97; p=0,019).9 Dari hasil meta analisis pada pembuluh darah koroner dengan diameter kecil (<3 mm), Moreno dkk18 mendapatkan kejadian ISR pasca IKP lebih rendah dibanding restenosis akibat AB (25,8% vs. 34,2%; p=0,003) dan penggunaan stent merupakan faktor proteksi terjadinya restenosis (RR=0,77; 95% IK 0,65-0,92). In-Stent Restenosis merupakan salah satu kelemahan IKP. Klugherz dkk19 mendapatkan kelangsungan hidup satu tahun pasca IKP pada kelompok ISR yang terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan tiga bulan (76±9% vs. 98±2%; p<0,0001) lebih rendah dibanding yang terjadi dalam kurun waktu lebih dari tiga bulan. Kelompok ISR pasca IKP kurang atau sama dengan tiga bulan memiliki dua kali frekuensi restenosis ulang ke tiga (47±8% vs. 17±4%; p<0,0001) dibanding kelompok ISR yang terjadi lebih dari tiga bulan.19 Schuhlen dkk20 mendapatkan peningkatan kematian dalam kurun waktu empat tahun pasca IKP pada kelompok ISR dibanding tanpa ISR (8,8% vs. 6,0%; p=0,02). Mehran dkk21 mendapatkan semakin berat lesi ISR maka semakin tinggi kejadian ISR berulang (kelas I=9%; II=20%; III=34% & IV=50%). Mehran dkk21 mendapatkan semakin berat tipe lesi ISR maka semakin tinggi kejadian revaskularisasi ulang dalam satu tahun pada lesi ISR yang sama (kelas I=14,8%; II=26,33%; III=36,3% & IV=66,7%). Radke dkk22 mendapatkan probabilitas Major Advanced Cardiovascular Event/MACE (kematian, revaskularisasi target lesi & target
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
3
pembuluh darah) pada pasien pasca terapi ISR sebesar 30 persen (p=0,0001; 95% IK 25,0-34,9%). Dari laporan statistik di Amerika pada tahun 2014 didapat peningkatan tindakan IKP tiap 10.000 populasi pada tahun 2002 dan 2004, baik laki-laki maupun perempuan pada usia 65 sd. 75 tahun (135,1/10.000 & 64,0/10.000) maupun usia lebih atau sama dengan 75 tahun (128,7/10.000 & 69,0/10.000).17 Dengan meningkatnya penggunaan stent pada tindakan IKP di seluruh dunia maka tingginya kejadian ISR merupakan masalah yang harus diatasi (malignant iatrogenic disease).23 Cedera arteri akibat pemasangan stent akan merusak tunika media arteri atau mengakibatkan penetrasi alur stent ke dalam lipid core yang akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi baik disekitar alur stent maupun di segmen pembuluh darah arteri tersebut.24-26 Reaksi inflamasi ini akan mencetuskan pertumbuhan Neo Intima Hyperplasia (NIH) sehingga akan mengakibatkan terbentuknya ISR.25,26 Namun demikian reaksi inflamasi sendiri dapat terjadi tanpa cedera arteri akibat respon tubuh terhadap metal alur stent.25 Cedera arteri yang disertai dengan reaksi inflamasi memiliki pertumbuhan NIH yang lebih besar dibanding cedera arteri atau inflamasi saja.25 Beberapa penelitian mendapatkan hubungan antara nilai C-Reactive Protein (CRP), leukosit dan Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dengan ISR.24,26 Hong dkk27 mendapatkan peningkatan CRP sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=1,031; 95% IK 1,011-1,075; p=0,043) pada pasien Diabetes Melitus (DM) pasca IKP dengan DES. Di Indonesia, Alwi28 mendapatkan respon inflamasi yang tinggi pada pasien DM dengan Sindroma Koroner Akut (SKA) dibanding PJK DM, SKA non DM dan PJK non DM. Respon inflamasi yang tinggi pada populasi di Indonesia akan berpengaruh pada pembentukan ISR pasca IKP. Oleh karena itu maka peneliti bermaksud mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR di Pelayanan Jantung Terpadu/Rumah Sakit Umum Pusat Negri Dr. Cipto Mangunkusumo (PJT/RSUPNCM) Jakarta.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
4
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Tindakan IKP dapat mengurangi kejadian restenosis akibat AB namun kejadian ISR pasca IKP masih tinggi. Karena penggunaan stent meningkat di seluruh dunia maka peningkatan kejadian ISR merupakan masalah yang harus diatasi. In-stent restenosis berdampak terhadap peningkatan MACE berupa kematian, revaskularisasi ulang berikutnya pada target lesi dan target pembuluh darah serta penurunan angka survival. Telah dilakukan penelitian pada populasi di Indonesia dan didapatkan respon inflamasi yang tinggi pada pasien CAD. Respon inflamasi yang tinggi akan mempengaruhi pula pembentukan NIH pada pasien pasca IKP di Indonesia. Oleh karena itu faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR perlu diketahui agar dapat diupayakan pencegahan terhadap ISR. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan ISR pada pasien pasca IKP?”
1.3 Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, DM, hipertensi, Chronic Kidney Disease (CKD), dislipidemia, merokok, diameter pembuluh darah, lesi di Left Anterior Descending (LAD), lesi di ostial, lesi Chronic Total Occlusion (CTO), lesi di bifurkasi, jenis stent, panjang stent dan tekanan maksimal balon dengan ISR.
1.4 Tujuan Penelitian Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Ilmiah Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR di
RSUPNCM Jakarta maka diharapkan data-data yang ada dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
5
1.5.2
Manfaat Klinis Apabila faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR di RSUPNCM
Jakarta telah diketahui maka dapat dilakukan upaya pencegahan ISR dengan pengendalian faktor-faktor tersebut secara ketat.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi In-Stent Restenosis Restenosis atau pengurangan diameter lumen pasca Angioplasti Balon (AB) merupakan respon penyembuhan terhadap kerusakan mekanik akibat cedera dinding pembuluh darah arteri.29 Restenosis terdiri dari dua proses utama yaitu; (1) Neo Intimal Hyperplasia (NIH) berupa migrasi dan proliferasi Smooth Muscle Cells (SMCs) serta deposit Extra Cellular Matrix (ECM) dan (2) vessel shrinkage yaitu pengerutan dinding pembuluh darah akibat elastic recoil atau negative remodeling.30 In-Stent Restenosis (ISR) merupakan restenosis yang terjadi di dalam stent dan berdasarkan letaknya dibagi dua yaitu; (1) intra stent bila terletak di dalam stent dan (2) edge restenosis bila menjulur kurang dari 5 mm baik dari ujung proksimal ataupun distal stent.31,32 Berdasarkan hasil follow-up secara binari angiografi (Two-Dimensional Quantitative Coronary Angiography/2D-QCA) maka ISR didefinisikan sebagai Diameter Stenosis (DS) lebih dan sama dengan 50 persen29,33-36 atau lebih dari 50 persen.37-42 Berdasarkan hasil follow-up angiografi pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dengan pemeriksaan Intra Vascular Ultra Sound (IVUS) maka ISR didefinisikan sebagai Minimum Lumen Area (MLA) pada potongan Cross Sectional Area (CSA) pembuluh darah koroner kurang dari 4 mm2 sedangkan untuk Left Main (LM) kurang dari 6 mm2.43
2.2 Klasifikasi In-Stent Restenosis Berdasarkan gambaran angiografi menurut distribusi NIH terhadap letak stent maka lesi ISR dibagi atas empat tipe namun untuk kepentingan terapi dibagi menjadi dua yaitu fokal dan difuse (tabel 2.1. & gambar 2.1.).21,44 Jenis lesi ISR pasca IKP pada penggunaan Drug-Eluting Stent (DES) pada beberapa penelitian lebih ringan {(fokal 100% & non fokal 0%),31 (fokal 65,2%; difus 24,3%; proliferatif 2,4% & obstruksi 8%)37 & (fokal 81%; difuse 9,5% & total oklusi 9,5%)}.45 Jenis lesi ISR pasca IKP pada penggunaan Bare-Metal Stent (BMS) lebih berat (difus 61,9%; fokal 23,5% & proliferatif 15,1%) dibanding DES (difus 51,2%; fokal 46,2% & proliferatif 2,5%).36 6 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
7
Tabel 2.1. Klasifikasi In-Stent Restenosis Tipe
Tipe
Fokal (<10 mm)
Fokal
Kelas
I
Difuse (>10 mm)
Deskripsi makroskopis A Terletak pada segment lesi di pertemuan dua stent yang tidak terdapat alur stent (At unscaffolded segment) B Terletak di dalam salah satu ujung stent baik proksimal atau distal namun tidak pada kedua ujung stent C Terletak pada badan stent
Multifokal
I
D Terletak pada kombinasi lesi fokal
Diffuse intrastent
II
Terletak didalam stent & tidak melewati sisi luar ujung stent
Diffuse proliferative
III
Meluas menjulur keluar & melebihi batas ujung stent namun tidak melebihi 5 mm
Total oklusi
IV
Lesi dengan aliran TIMI = 0
Telah diolah kembali: Mehran R, Dangas G, Abizaid AS, Mintz GS, Lansky AJ, Satler LF, et al. Angiographic patterns of in-stent restenosis: classification and implications for long-term outcome. Circulation. 1999;100:1872-78.
Kelas I A (persambungan)
Kelas I C (badan)
Kelas I B (ujung)
Kelas II (di dalam stent)
Kelas I D (kombinasi)
Kelas III (proliferasi)
Kelas IV (oklusi total)
Gambar 2.1. Skematik Klasifikasi In-Stent Restenosis Telah diolah kembali: Mehran R, Dangas G, Abizaid AS, Mintz GS, Lansky AJ, Satler LF, et al. Angiographic patterns of in-stent restenosis: classification and implications for long-term outcome. Circulation. 1999;100:1872-8.
2.3 Metode Pengukuran In-Stent Restenosis Perubahan dimensi lumen arteri pasca IKP berdasarkan hasil pemeriksaan angiografi secara 2D-QCA adalah sbb (gambar 2.2.):44,46,47 a. Acut gain (0-4,0 mm) yaitu pelebaran mendadak lumen pembuluh darah segera pasca IKP (selisih Minimal Lumen Diameter/MLD pasca tindakan/post MLD dengan MLD sebelum tindakan/pre-MLD), b. Late Loss/LL (0,10-3,00 mm) adalah kehilangan lumen
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
8
pembuluh darah yang terjadi antara 4 hingga 6 bulan pasca IKP (selisih post MLD dengan follow-up MLD) dan c. Net gain yaitu hasil akhir perbaikan gambaran angiografi lumen pembuluh darah pasca IKP hingga saat follow-up angiografi (selisih acut gain dengan LL).
Reference artery Setelah tindakan Follow-up
Sebelum tindakan
Setelah tindakan
Follow-up
Gambar 2.2. Perubahan Dimensi Lumen Arteri pasca Intervensi Koroner Perkutan Telah diolah kembali : Kuntz RE, Safian RD, Carrozza JP, Fishman RF, Mansour M, Baim DS. The importance of acute luminal diameter in determining restenosis after coronary atherectomy or stenting. Circulation. 1992;86:1827-35.
Pengukuran ISR dilakukan dengan menggunakan analisis QCA atau pengukuran
kuantitatif
dengan
IVUS.30,40
Metode
2D-QCA
merupakan
pemeriksaan standar untuk menilai ISR dari hasil gambaran binari angiografi.44 Penilaian ISR berdasarkan metode 2D-QCA adalah sbb: a. Parameter penilaian ideal ISR untuk mengetahui respon NIH berdasarkan analisis 2D-QCA dinyatakan dalam LL.32 Late loss berhubungan kuat dengan akumulasi jaringan NIH (r=0,975; p<0,0001) dan berhubungan sangat lemah dengan stent recoil (r=0,200; p<0,0001).48 Kriteria penilaian ISR apabila LL lebih atau sama dengan 0,72 mm pada pengukuran MLD pasca IKP dikurang saat follow-up angiografi.49 b. Parameter lain untuk menilai respon NIH ialah membandingkan antara nilai follow-up MLD dengan rata-rata Reference Vessel Diameter (RVD) pada saat jantung dalam keadaan diastole.30,40,50 Reference vessel diameter dinilai dari rata-rata diameter normal bagian proksimal dan distal pembuluh darah yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
9
mengalami ISR (1,5-6,0 mm).46,51,52 Minimal lumen diameter merupakan diameter lumen terkecil pada pembuluh darah yang mengalami ISR (0–6,00 mm).49 Kriteria penilain ISR apabila DS sesuai dengan rumus 2.1.40,49
DS
=
1 -
{.
MLD } rata-rata RVD
X
100%
(2.1)
Keterangan: DS = Diameter Stenosis MLD = Minimal Lumen Diameter RVD = Reference Vessel Diameter
2.4 Etiologi In-Stent Restenosis Tiga proses yang mendasari restenosis yakni elastic recoil, negative remodeling arteri dan NIH.50 Elastic recoil adalah penyempitan segera pembuluh darah yang merupakan respon elastisitas dinding pembuluh darah terhadap regangan yang terjadi dalam waktu 24 jam pasca AB.50,53 Negative remodeling merupakan perubahan lebih lanjut dinding pembuluh darah terhadap cedera akibat AB yang mengakibatkan penyempitan lumen.50 Mekanisme utama penyebab ISR ialah NIH berupa proliferasi dan migrasi SMCs (tunika media ke intima) serta berkolaborasi dengan hasil produksi ECM (kolagen & elastin) yang merupakan respon penyembuhan berlebihan pembuluh darah akibat cedera arteri pasca IKP.54 Mekanisme ISR antara lain disebabkan oleh; (1) NIH (luas stent >5 mm2 & %NIH >50%) yang mendominasi 75 persen, (2) stent under-expansion (luas stent <5 mm2 & %NIH <50%) sebesar delapan persen dan (3) mixed-stent-under-expansion dengan NIH (luas stent <5 mm2 & %NIH >50%) sebesar 13 persen.41 Tanpa melihat nilai Minimal Stent Area (MSA) maka secara CSA (>5 mm2 & <5 mm2) didapat bahwa penyebab ISR didominasi oleh NIH (88%; 67/76 lesi) (gambar 2.3.).41 Stent memiliki alur dengan scaffolding (kisi-kisi) yang kaku sehingga dapat mencegah elastic recoil maupun negative remodeling.55 Tidak ada perubahan volume stent (164±104 mm3 menjadi 164±104 mm3) namun didapatkan penyempitan volume lumen koroner dalam jangka lama (161±102 mm3 menjadi 110±87 mm3; p<0,0001) akibat NIH (54±38 mm3).48 Hal ini
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
10
menandakan bahwa penyempitan volume lumen pembuluh koroner pasca IKP
Luas stent di lokasi penyempitan lumen (mm2)
berhubungan dengan pertumbuhan NIH (r=0,990; p<0,0001).48
(1) (2)
(3)
Luas Intimal Hyperplasia di lokasi penyempitan lumen (%)
Gambar 2.3. Penyebab In-Stent Restenosis Telah diolah kembali: Kang S-J, Mintz GS, Park DW, Lee S-W, Kim Y-H, Lee CW, et al. Mechanisms of in-stent restenosis after drug-eluting stent implantation. Intravascular ultrasound analysis. Circ Cardiovasc Interv. 2011;4:9-14.
2.5 Kaskade In-Stent Restenosis Frederick dkk56 telah membuat kaskade terjadinya ISR (gambar 2.4.). Sebelum dilakukan tindakan IKP tampak aterosklerosis pada pembuluh darah yang disertai dengan sel-sel makrofag resident di dalamnya (gambar 2.4.A).56 Segera setelah tindakan IKP akan terjadi kerusakan sel-sel endotel yang diikuti oleh pembentukan lapisan endapan fibrin-trombosit (gambar 2.4.B).30,50,57 Sitokin MCP-1, IL-8 yang dihasilkan oleh SMC dan sel makrofag jaringan akan menarik sel monosit serta sel lekosit terutama netrofil dari dalam darah (gambar 2.4.C).58 Infiltrasi sel netrofil dan monosit akan ber-adhesi di permukaan stent pada tahap awal (hari sd. minggu).59 Trombosit dalam 10 menit pertama pasca IKP akan bergerak secara pseudopods menembus jaringan ikat dan dalam waktu 30 menit akan mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan dari komponen α–granule berupa Platelet Factor 4 serta Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) yang selanjutnya berikatan dengan reseptor di permukaan sel target SMCs di tunika media arteri. Smooth Muscle Cells berubah fungsi dari bersifat kontraksi menjadi proliferasi yang selanjutnya bermigrasi ke tunika intima (gambar 2.4.D).50,55
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
11
Inflamasi akut akan mereda dan diikuti penarikan serta infiltrasi sel makrofag maupun limfosit T yang membentuk formasi sel giant di sekitar alur stent (gambar 2.4.E).30,59 Smooth muscle cells disamping berproliferasi dan bermigrasi juga menghasilkan ECM.30,55 Pembentukan NIH terutama kaya akan ECM dan bersifat hiposelular.55
A. Sebelum stent dipasang (plak aterosklerotik & makrofag resident)
SMCs Makrofag
D. Infiltrasi sel lekosit proliferasi & migrasi SMC
Faktor Pertumbuhan (FGF, PDGF, IGF, TGF-β,VEGF)
B. Segera setelah stent dipasang Kerusakan endotel, lapisan endapan trombosit/fibrinogen
E. Pertumbuhan Neo-Intimal Hyperplasia, proliferasi SMC lanjutan & penarikan sel makrofag
trombus/fibrinogen C. Penarikan sel lekosit (pelepasan sitokin)
Sel makrofag Sitokin
F. Lesi Restenosis (kaya akan ECM)
Netrofil
Gambar 2.4. Kaskade In-Stent Restenosis Keterangan: SMCs, Smooth Muscle Cells; FGF, Fibroblast Growth Factor; PDGF, PlateletDerived Growth Factor; IGF, Insuline Growth Factor; TGF-β, Tumor Growth Factor- β; VEGF, Vascular Endothelial Growth Factor; ECM, Extra Cellular Matrix; PSGL-1, P-Selectin Glycoprotein Ligand-1; Mac-1, the β2 integrin molecule Mac-1 on neutrophils & monocytes. Telah diolah kembali : Frederick GP, Welt, Roger C. Inflammation and restenosis in the stent era. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2002;22:1769-76.
2.6 Perbedaan ISR pada DES dengan BMS. Joner dkk60 mendapatkan peningkatan jumlah sel eosinofil disekitar alur stent pasca IKP dengan DES dibanding BMS (5,6±11,1/alur vs. 0,6±2,3/alur;
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
12
p<0,01) akan tetapi reaksi inflamasi pada kedua jenis stent tidak berbeda bermakna (1,7±1,5/alur vs. 1,3±0,8/alur; p=NS). Sedangkan Yoneda dkk24 mendapatkan perlambatan proses inflamasi dan penyembuhan luka pasca IKP dengan DES (jenis Sirolimus-Eluting Stent/SES) dibanding BMS. Dari hasil pemeriksaan IVUS, Mose dkk61 (4,4 mm3 vs. 57,6 mm3; p<0,001) dan Degertekin dkk62 (0,7 mm3 vs. 33 mm3; p=0,001) mendapatkan rendahnya volume NIH pasca IKP dengan stent DES (SES) dibanding BMS.
2.7 Gejala klinis Pasien dengan ISR pada umumnya datang dengan klinis Angina Pectoris Stabil (APS) dan dengan hasil pemeriksaan exercise-induce ischemia positif dalam waktu satu tahun pasca IKP serta 25 persen datang dengan klinis STEMI.9
2.8 Time Course of In-Stent Restenosis Pembentukan ISR terjadi dalam waktu tiga hingga enam bulan pasca IKP.44 Dari hasil angiografi follow-up pasca AB maupun IKP dengan BMS didapatkan pembentukan NIH dimulai pada minggu ke tiga yang ditandai dengan adanya sel-sel myofibroblastik yang menggantikan trombus.63 Proliferasi fibroblast meningkat bersamaan dengan proliferasi SMCs pada minggu ke delapan.63 Antara minggu ke delapan hingga 32 terjadi perubahan DS yang relatif menetap.63 Pertumbuhan NIH secara lengkap tercapai dalam waktu enam bulan pasca IKP sehingga pemeriksaan angiografi follow-up untuk menilai terjadinya ISR dianjurkan enam bulan pasca IKP.20,63 Revaskularisasi ulang yang terjadi dalam waktu 30 hari pasca IKP lebih sering disebabkan oleh komplikasi tindakan yaitu Stent Thrombosis (ST) subakut di dalam stent.29 Akibat efek obat yang bersifat antiproliferasi maka waktu kejadian ISR pasca IKP dengan DES lebih lama dibanding BMS.29,64 Dari hasil pemeriksaan Optical Coherence Tomography pasca IKP dengan DES (SES), Terashima dkk65 mendapatkan lamanya proses NIH secara lengkap melapisi alur stent terjadi pada bulan ke delapan dibanding bulan ke dua (70,8% vs. 16,7%; p<0,001) dengan rerata ketebalan NIH (0,06±0,05 mm vs. 0,01±0,02 mm; p<0,001).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
13
2.9 Insidensi In-Stent Restenosis Kejadian ISR pasca IKP dengan DES generasi pertama (SES & Paclitaxel Eluting Stent/PES) lebih rendah dibanding BMS (tabel 2.2. & 2.3.).9,53,66
Tabel 2.2. Binari Angiografi In-Stent-Restenosis pada Penggunaan Sirolimus-Eluting Stent (SES) dibanding Bare-Metal Stent (BMS) Peneliti RAVEL1,3 C. SIRIUS1 E. SIRIUS1 PRISON II2 DIABETES1 Pache dkk2 SIRIUS1 SESAMI2 SES-SMART1
Sampel (follow-up) 238 (211) 100 (88) 352 (308) 200 (200) 160 (~90%) 500 (500) 1.058 (703) 320 (320) 257 (236)
Follow-up (bulan) 6 8 8 6 9 12 8 12 8
Binari angiografi in-stent restenosis SES (%) BMS (%) .p 0 26,6 < 0,05 2,3 52,3 < 0,05 3,9 41,7 < 0,05 7 36 < 0,001 7,7 33 < 0,05 8,3 25,5 < 0,001 8,9 36,3 < 0,05 9,3 21,3 = 0,032 9,8 53,1 < 0,05
Telah diolah kembali: 1. Stone GW. Coronary stenting. In: Baim DS, editor. Grossman’s cardiac catheterization, angiography, and intervention. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 492-542. 2. Stone GW, Kirtane AJ. Bare metal and drug-eluting coronary stents. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 171-96. 3. Lee C-H, Tan H-C, Lim Y-T. Update on drug-eluting stents for prevention of restenosis. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2006;14:75-82.
Tabel 2.3. Binari Angiografi In-Stent Restenosis pada Penggunaan Plaxitacel-Eluting Stent (PES) dibanding Bare-Metal Stent (BMS) Peneliti TAXUS I (SR) 1,3 TAXUS II (SR) 1 TAXUS II (MR) 1 TAXUS IV (SR) 1,3 TAXUS VI (MR)1 Erglis dkk2 SOS2 HORIZONS-AMI2
Sampel (follow-up) 61 (59) 267 (262) 268 (258) 1.314 (559) 446 (417) 103 (103) 80 (80) 3.006 (1.800)
Follow-up (bulan) 6 6 6 9 9 6 18 13
Binari angiografi in-stent-restenosis PES (%) BMS (%) .p 0 10,0 5,5 20,1 < 0,05 8,6 23,8 < 0,05 7,9 26,6 < 0,05 12,4 35,7 < 0,05 6 22 = 0,021 9 51 < 0,001 10,0 22,9 < 0,001
Telah diolah kembali: 1. Stone GW. Coronary stenting. In: Baim DS, editor. Grossman’s cardiac catheterization, angiography, and intervention. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 492-542. 2. Stone GW, Kirtane AJ. Bare metal and drug-eluting coronary stents. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 171-96. 3. Lee C-H, Tan H-C, Lim Y-T. Update on drug-eluting stents for prevention of restenosis. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2006;14:75-82.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
14
Dari hasil meta-analisis pada pasien Diabetes Melitus (DM), Boyden dkk34 mendapatkan kejadian ISR lebih rendah pada pasien pasca IKP dengan stent DES (SES & PES) dibanding BMS (5,9% vs. 42%). Bila dibandingkan antara kedua jenis DES generasi pertama, Kastrati dkk67 dan Kastrati dkk68 mendapatkan kejadian ISR pasca IKP dengan stent SES lebih rendah dibanding PES {(10,46% vs. 16,25%) & (9,3% vs. 13,1%; p=0,001)}. Berbeda dengan Morice dkk39 yang mendapatkan tidak ada perbedaan kejadian ISR antara SES dengan PES (9,6% vs. 11,1%; p=0,31).
2.10 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis 2.10.1 Kelainan genetik Angiotensin Converting Enzyme (ACE) berpengaruh terhadap kejadian ISR yakni: (1) melalui aktifitas angiotensin II yang merupakan Growth Factor (GF) terhadap SMCs dan (2) melalui aktifitas penurunan bradikinin yang merupakan Inhibisi Factor (IF) terhadap pertumbuhan SMCs sehingga proliferasi SMCs semakin meningkat.69 Pajanan ACE dengan konsentrasi tinggi yang berlangsung lama akan meningkatkan penebalan di tunika medial dan tunika intima arteri karotis kommunis.69 Konsentrasi ACE di dalam plasma sebagian dipengaruhi oleh Deletion/Insertion (D/I) polymorphism pada gen ACE di kromosom 17.70 Aktifitas ACE terutama pada gen pembawa D alleles dapat meningkatkan derajat penebalan NIH.69 Jørgensen dkk70 mendapatkan dari ketiga kelainan genotipe enzim ACE (DD, homozigot dengan dua delesi allel; DI, heterozygotes dengan satu dilesi dan satu insersi allel & II, homozygote dengan dua insersi allel) ternyata gen DD meningkatkan kejadian ISR pasca IKP pada pasien yang diterapi ACE-Inhibitor dibandingkan yang tidak diterapi (40,0% vs. 11,6%; p=0,006). Amant dkk69 mendapatkan hubungan bermakna antara penyempitan MLD dengan jumlah D alleles gen ACE (p<0,007). Penyempitan MLD dua kali lebih sempit pada kelompok gen DD (0,89±0,61 mm) dibanding gen II (0,40±0,53 mm) (p<0,0001) dan Alleles D gen ACE sebagai faktor prediksi ISR (OR 2,00; 95% IK 1,03-3,88; p<0,04).69 Berbeda dengan Jørgensen dkk70 yang mendapatkan kelainan gen polymorphism (DD vs. DI vs. II) pada enzim ACE bukan merupakan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
15
faktor prediksi ISR (OR 1,3; 95% IK 0,8–2,4; p=0,35). Demikian pula Koch dkk71 yang mendapatkan tidak ada perbedaan kejadian ISR (31,2%; 34,0% & 32,8%; p=0,62) maupun one-year event free survival (75,5%; 75,2% & 77,7%; p=0,54) baik pada genotype enzim ACE DD, ID maupun II.
2.10.2 Alergi Pada umumnya alur stent terbuat dari 316 L stainless stell yang berisi logam nickel (12%), chromium chromate (17%) dan molybdenum (2%).72 Setiap satu cm2 luas permukaan alur stent DES (SES) dilapisi oleh copolymer matrix yang berisi 140 µg sirolimus dengan ketebalan lima hingga 10 µg yang akan habis sebanyak kurang lebih 80 persen dalam waktu 30 hari.73 Copolymer matrix pada alur stent DES (PES) berisi paclitaxel.73 Pasien yang alergi terhadap kandungan obat pada copolymer matrix DES maupun ion-ion yang dilepaskan oleh alur stent dapat mencetuskan reaksi kontak alergi sehingga proses inflamasi akan bertambah dan akan mempengaruhi pertumbuhan ISR.74 Drug-eluting stent dapat dianggap sebagai suatu agent yang bersifat alergi menurut kriteria World Health Organization apabila; (a) pasti (certain) bila dari hasil otopsi ditemukan gambaran histologis berupa reaksi eosinofil disekitar alur stent, (b) mungkin (probable) bila semua penyebab lain yang mencetuskan alergi tidak ditemukan (seluruh obat distop) dan masih didapatkan respon alergi yang menetap sekurang-kurangnya selama dua minggu dan (c) tidak mungkin (unlikely) bila sudah ditemukan agen lain yang menjadi penyebab pasti (certain) atau mungkin (probable).74 Dari hasil laporan The FDA’s Manufacturer and User Device Experience center (MAUDE) tentang program monitoring kejadian efek samping antara bulan April 2003 hingga Desember 2004 didapatkan penyebab hipersensitifitas pasca IKP dengan stent DES yaitu; (a) SES (CYPHER®). Didapatkan satu kasus pasti (<1%); tujuh kasus mungkin (3%); 230 kasus barangkali (possible; 92%) dan 13 (5%) kasus tidak mungkin dan (b) PES (TAXUS®). Didapatkan dua kasus mungkin (18%) dan sembilan kasus barangkali (possible; 82%).74
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
16
Köster dkk72 mendapatkan 11 persen (10/89) pasien ISR yang dilakukan pemeriksaan uji tempel terhadap nickel, chromate, molybdenum, manganese dan 316L stainless-steel plates menunjukkan reaksi positif terhadap molydenum (4 pasien) dan nickel (7 pasien) (p=0,03). Respon inflamasi positif terhadap komponen nickel maupun molybdenum terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam dengan gejala klinis berupa eritema, edema, papulovesikel atau infiltrasi.72
2.10.3 Usia Proses patofisiologi pembuluh darah pada usia lanjut berupa perubahan ECM yang meliputi peningkatan kolagen, diameter serat lintang fibril dengan kolagen, ratio tipe 1 terhadap tipe 3 kolagen dan fibronektin serta penurunan serabut elastin.75 Pada usia lanjut didapat pula gangguan keseimbangan antara Matrix Metallo-Proteinase (MMP) dengan tissue inhibitors MMP sehingga produksi ECM bertambah dan peningkatan proliferasi fibroblast akibat rangsangan PDGF.75 Pada umumnya pasien usia lanjut pasca IKP disertai dengan penyakit penyerta (stroke, hipertensi, peripheral arterial disease, gagal jantung kongestif, dislipidemia & gagal ginjal kronik) dengan kelainan Coronary Arterial Disease (CAD) yang lebih komplek (multiple vessel disease & LM), pembuluh darah koroner yang kecil dan tortuosity.75,76 Dari data the American College of Cardiology–National Cardiovascular Data Registry Cath Percutaneous Coronary Intervention pada pasien usia lanjut (≥65 tahun) didapatkan bahwa penggunaan DES lebih baik dibanding BMS pada pasien pasca IKP dalam menurunkan angka kematian (13,5% vs. 16,5%; HR=0,75; 95% IK 0,72-0.79; p<0,001) dan serangan miokard infark (7,5/100 pasien vs. 8,9/100 pasien; HR=0,77; 95% IK 0,72-0,81; p<0,001) namun tidak terdapat perbedaan antara kejadian revaskularisasi ulang (23,5/100 pasien vs. 23,4/100 pasien; HR=0,91; 95% IK 0,87-0,96), stroke (3,1/100 pasien vs. 2,7/100 pasien; HR=0,97; 95% IK 0,88-1,07) ataupun perdarahan (3,4/100 pasien vs. 3,6/100 pasien; HR=0,91; 95% IK 0,84-1).77
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
17
2.10.4 Jenis kelamin Ke-Fei dkk78 mendapatkan perempuan post menopause yang menderita CAD lebih sering disertai penyakit penyerta (hipertensi 55,0% vs. 66,0%; DM 15,0% vs. 31,5% & dislipidemia 23,9% vs. 37,4%; p<0,05) dan lebih sering mengenai tiga pembuluh darah (33,8% vs. 20,4%; p=0) dibanding pre menopause. Hormon estrogen memiliki aksi melindungi jantung dan pembuluh darah dengan cara memperbaiki profil lemak, meningkatkan aliran darah serta menurunkan risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) (RR=0,82; 95% IK 0,72–0,94).78 Pasien perempuan premenopause dengan CAD lebih sering disertai dengan infark miokard, hipertensi, DM, dislipidemia dan memiliki kebiasaan merokok dibanding wanita premenopause yang tidak mengalami CAD.78 Ke-Fei dkk78 juga mendapatkan perempuan pre menopause dengan CAD lebih sering mengenai satu pembuluh darah (43,2% vs. 26,9%; p=0) namun memiliki lesi yang lebih berat yaitu melibatkan lesi di LM (2,9% vs. 1,1%; p=0,048) dan di proksimal LAD (28,2% vs. 16,6%; p=0). Jenis kelamin perempuan lebih sering mengalami komplikasi diseksi pasca AB dan hal ini disebabkan penyakit penyerta serta ukuran pembuluh darah koroner yang kecil.79 Pada pasien pasca IKP baik perempuan dan laki-laki didapat kematian dalam jangka panjang, Major Advanced Cardiovascular Event (MACE) dan ISR yang hampir sama.79
2.10.5 Diabetes melitus Disfungsi endotel yang diinduksi oleh DM dapat mengakibat restenosis melalui mekanisme peningkatan vasospasme, adhesi dan agregasi trombosit yang pada akhirnya mempengaruhi proliferasi SMCs melalui penghambatan terhadap vasodilator
(endothelium
dependent
relaxation
factor
&
prostacyclin/
prostaglandin I 2) maupun peningkatan sintesis serta sekresi vasokonstriktor yang juga memiliki mitogenitas terhadap SMCs (Endothelin-1/ET-1).55 Disfungsi endotel akibat peningkatan konsentrasi gula yang tinggi mengakibatkan gangguan regenerasi baik proliferasi maupun migrasi sel endotel sehingga interaksi trombosit dengan dinding pembuluh darah yang cedera akan berlangsung lebih lama.55 Pengaruh agregasi dan formasi trombus pada pasien
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
18
DM terhadap ISR berupa; (1) penarikan sel-sel trombosit dan pembentukan formasi trombus mural akibat hipersensitifitas trombosit terhadap agonist (epinephrine, kolagen, arachidonic acid & trombin) di pembuluh darah yang cedera sehingga akumulasi trombosit lebih lama serta mengakibatkan penebalan tunika intima, (2) peningkatan respon faktor VII terhadap hiperglikemi, (3) penurunan aktifitas biologis antithrombin III dan penurunan aktifitas fibrinolitik plasma akibat peningkatan aktifitas plasminogen aktifator inhibitor 1 dan (4) peningkatan perubahan aktifitas jalur thrombosit-arachidonic acid yang menghasilkan peningkatan sintesis vasokontriktor Thromboxane A2 (TXA2) sehingga mengakibatkan agregasi trombosit yang selanjutnya berkontribusi terhadap proliferasi NIH.55 Diabetes mengakibatkan gangguan pengaturan GF berupa; (1) SMCs menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan GF (PDGF, Insuline Like Growth Factor-1/IGF-1, basic Fibroblast Growth Factor/bFGF & Transforming Growth Factor-α/TGF-α) sehingga terjadi perubahan SMCs dalam keadaan diam (contractile phenotype) menjadi aktif (secretion phenotype) dan (2) penurunan sintesis Growth Inhibitor seperti Heparin Sulfat (HS) sehingga efek inhibisi HS terhadap pertumbuhan SMCs menjadi berkurang yang selanjutnya mengakibatkan eksaserbasi proliferasi SMCs.55 Peranan DM pada pembentukan komposisi ECM yaitu peningkatan TGF-β yang mencetuskan peningkatan produksi ECM berupa kolagen tipe IV, fibronectin dan laminin sehingga volume NIH semakin bertambah.55 Peranan advanced glycosylation end products pada ISR antara lain; (1) penarikan sel-sel inflamasi ke tempat lesi, (2) berinteraksi dengan reseptor pada sel monosit yang akan menghasilkan mediator TNF-α, PDGF dan IGF-l yang akan merangsang proliferasi SMCs, (3) ikatan antara komponen matriks (kolagen IV, laminin & vitronectin) dengan anion HS (efek inhibisi) menjadi berkurang dan (4) mempengaruhi produksi komponen matrik ECM (kolagen type IV, laminin) yang mengakibatkan NIH.55 Köster dkk72 mendapatkan penyempitan MLD pasien DM diakibatkan oleh peningkatan NIH. Carrozza dkk80 mendapatkan kejadian ISR pasca IKP dengan BMS lebih tinggi pada kelompok DM dibanding bukan DM (55% vs.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
19
20%; p=0,001). Kornowski dkk81 mendapatkan penyempitan MLD (1,66±1,28 mm vs. 1,23±0,97 mm; p=0,04) dan peningkatan IH (5,0±2,8 mm2 vs. 1,8±2,0 mm2; p=0,0007) pasca IKP dengan BMS lebih tinggi pada kelompok DM dibanding bukan DM. Dari lesi aterektomi pasien DM pasca AB didapatkan percepatan respon fibrosis berupa penurunan jaringan hiperselular intima menjadi peningkatan kolagen yang kaya akan jaringan sklerosis.82 Mehran dkk21 mendapatkan peningkatan prevalensi penderita DM dengan bertambah beratnya derajat lesi ISR (kelas I=28%, II=32%, III=39% & IV=48%; p<0,01). Dari hasil pasca IKP pada pasien DM, Cosgrave dkk37 mendapatkan tipe lesi ISR yang lebih berat (diffuse, proliferatif & obstructive vs. fokal = 47,9% vs. 25,4%; p=0,002).
2.10.6 Hipertensi Shear stress atau tegangan mekanik pada pembuluh darah dapat memodulasi ekspresi gen-gen di sel endotel sehingga menghasilkan vasodilator (Nitric Oxide), vasokontriksi (ET-1), GF (PDGF), GI (HS), molekul adhesi (intercellular adhesion molecule-1) dan kemoatraktan (MCP-1).83 Renin Angiotensin System (RAS) berperanan dalam pengerahan dan diferensiasi sel-sel sumsum tulang menjadi Smooth Muscle Progenitor Cells (SMPCs) yang selanjutnya beredar di dalam sirkulasi darah serta berubah menjadi SMCs pada intima pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.84 Peningkatan ekspresi lokal RAS dimulai sejak dipasangnya stent.84 Angiotension Receptor Blocker (ARB) tipe 1 memiliki efek inhibisi baik terhadap sel-sel inflamasi maupun SMPCs yang berperan pada ISR.84 Ohtani dkk84 mendapatkan penurunan 30 persen NIH (luas intima, luas IEL & luas % stenosis) di dalam stent dalam jangka waktu lima hari pasca IKP dengan BMS di arteri iliaka monyet dan kelinci pada kelompok yang diterapi ARB tipe 1 (omelsartan & valsartan) dibanding kelompok yang tidak diterapi. Tujuh hari pasca IKP dengan BMS baik pada jaringan NIH maupun tunika media pembuluh darah arteri iliaka hewan coba didapatkan hambatan perubahan peripheral blood mononuclear cells menjadi vascular progenitor cells (SMPCs), pencegahan peningkatan oksidatif stress, perubahan ekspresi RAS dan MCP-1 serta infiltrasi sel makrofag.84
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
20
2.10.7 Chronic kidney disease (CKD) Pertumbuhan NIH pada pasien dengan CKD disebabkan oleh komorbiditas yang tinggi seperti DM, aterosklerotik, kalsifikasi pembuluh darah, stent underexpansion, inflamasi sistemik kronik, aktifasi granulosist dan stress oksidatif.85 Abizaid dkk86 mendapatkan kejadian renal insufisiensi pada pasien ISR pasca IKP dengan DES (SES) lebih banyak dibanding BMS (5,8% vs. 2,3%; p=0,003). Tomai dkk87 mendapatkan perbedaan bermakna revaskularisasi ulang dalam satu tahun pada pasien CKD (GFR < 60 ml/min) pasca IKP dengan BMS dibanding DES (PES) (11,4% vs 2,7%; p<0,001). Price dkk35 mendapatkan Laju Filtrasi Glomerulus kurang atau sama dengan 45 ml/menit (Cockroft-Gault) sebagai prediksi kematian (11,1% vs 31,6%; p<0,028) pada pasien dengan lesi unproctected Left Main Coronary Artery (LMCA) yang menggunakan DES (SES). Sukhija dkk88 mendapatkan kronik renal insufisiensi (kreatinin darah >1,5 mg/dl pada dua kali pemeriksaan berbeda) sebagai faktor prediksi terjadinya MACE (OR=3,19; 95% IK 1,45-7,031; p=0,0039). Kejadian ISR lebih tinggi pada pasien CKD terutama dengan end-stage renal disease tanpa melihat jenis stent yang digunakan pada saat IKP.85 Ishii dkk89 mendapatkan kejadian revaskularisasi ulang yang tinggi dalam kurun waktu enam tahun pasca IKP pada 505 pasien Hemodialisa (HD) baik dengan stent BMS (37,7%; 77/204 pasien) maupun DES (25,2%; 76/301 pasien). Ishii dkk89 mendapatkan tidak ada perbedaan revaskularisasi ulang pada pasien HD dalam waktu satu tahun pasca IKP baik dengan BMS (21,3%) maupun DES (17,8%) (HR=0,81; 95% IK 0,53-1,23; p=0,32) namun terdapat penurunan bermakna penggunaan stent DES (16,4%) dibanding BMS (30,9%) dalam waktu satu hingga enam tahun pasca IKP (HR=0,54; 95% IK 0,32-0,91; p=0,019). Walaupun beberapa faktor risiko telah dikendalikan dengan baik namun Takeuchi dkk90 mendapatkan HD kronik sebagai faktor prediksi revaskularisasi ulang dalam jangka waktu enam bulan pasca IKP dengan DES (PES) (OR=6,608; 95% IK: 2,34-18,64; p=0,0001). Otero dkk91 mendapatkan CKD sebagai faktor prediksi kematian pada pasien pasca IKP dengan DES (HR=3,92; 95% 1,41-10,33; p=0,008).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
21
2.10.8 Dislipidemia Statin dapat menurunkan peningkatan serum kolesterol dan kemampuan antiaterosklerotik non lipid.92 Pada penelitian ekperimen terhadap kelinci didapat bahwa statin dapat menghambat proliferasi intima pasca IKP.93 Statin dapat menghambat agregasi trombosit dan pelepasan platelet derived mediators, menurunkan respon inflamasi dinding pembuluh darah, memperbaiki fungsi sel endotel dan meningkatkan stabilitas plak aterosklerotik.94,95 Walter dkk94 mendapatkan kejadian ISR pasca IKP dengan terapi statin lebih rendah dibanding tanpa statin (25,4% vs. 38%; p=0,003) dan terapi statin sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (p=0,005). Kamishirado dkk95 mendapatkan kejadian ISR (14% vs. 31%; p=0,032) dan revaskularisasi ulang pada target lesi lebih rendah pada kelompok yang diterapi statin dibanding tidak diterapi (10% vs. 24%; p=0,031). Peningkatan insidensi ISR dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi lipoprotein remnant setelah makan (postprandial).96 Setiap penurunan satu mg/dl kolesterol high-density lipoprotein pada pasien DM yang menjalani IKP, Sukhija dkk88 mendapatkan peningkatan kejadian ISR dan MACE masing-masing sebesar tujuh dan 3,5 persen.
2.10.9 Merokok Merokok dapat menurunkan kemampuan antioksidan yang berperanan pada manifestasi awal PJK.97 Winkelmann dkk97 mendapatkan penurunan kadar plasma antioksidan (vitamin A, E, C & selenium) dan peningkatan serum kolesterol total, low-density lipoprotein serta apolipoprotein B pada perokok aktif dibanding perokok yang sudah berhenti maupun yang belum merokok. Merokok berperanan terhadap terjadinya disfungsi endotel sebelum terjadinya kerusakan aterosklerosis pada pembuluh darah.98 Lekakis dkk98 mendapatkan pengurangan flow-mediated dilatation pada arteri brakialis berdasarkan ultrasound imaging resolusi tinggi pada saat setelah merokok dibanding sebelum merokok (7,5 ± 3,6% vs. 13,5 ± 5,6%; p<0,001).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
22
2.10.10 Diameter pembuluh darah Ukuran diameter pembuluh darah koroner dan nilai follow-up MLD berhubungan dengan ISR.47 Hal ini sesuai dengan pernyataan "bigger vessels have a better outcome”.47 Dari hasil pemeriksaan angiografi maupun IVUS, Mehran dkk21 mendapatkan semakin kecil diameter pembuluh darah maka semakin berat tipe lesi ISR pada pasien pasca IKP dengan BMS (diameter 3,2±0,6 mm2=lesi tipe I; 2,8±0,4 mm2=II; 2,8±0,6 mm2=III & 2,5±0,6 mm2=kelas IV). Kuntz dkk46 mendapatkan hubungan peningkatan restenosis dengan berkurangnya diameter pembuluh darah koroner dalam kurun waktu enam bulan pasca aterektomi maupun IKP (diameter 3,5≤x<4,0 mm = restenosis 16%; 3,0≤x<3,5 mm = 29%; 2,5≤x<3,0 mm = 35% & x<2,5 mm = 46%; p=0,01). Elezi dkk99 mendapatkan peningkatan ISR pasca IKP dengan BMS dengan berkurangnya diameter pembuluh darah (diameter x>3,2 mm = ISR 20,4%; 2,8>x>3,2 mm = 28,4% & x<2,8 mm = 38,6%; p<0,001). Kasaoka dkk100 mendapatkan hubungan bermakna antara diameter pembuluh darah yang kecil dengan kejadian ISR pada pasien pasca IKP dengan BMS (2,8±0,5 mm vs. 3,1±0,5 mm; p<0,0001). Walaupun tekanan maksimal balon pada tindakan IKP dengan BMS tidak berbeda antara kelompok diameter pembuluh darah kecil dan besar (<3 mm vs. ≥3 mm; 16,0±3,2 atm vs. 16,4±3,1 atm; p=NS) namun Akiyama dkk52 mendapatkan peningkatan kejadian ISR pada kelompok dengan diameter pembuluh darah yang kecil (32,6% vs. 19,9%; p<0,0001). Hong dkk45 (SES; 2,7±0,4 mm vs. 3,0±0,5 mm; p=0,016) dan Kastrati67 (SES & PES; 2,51±0,04 mm vs. 2,67±0,49 mm; p<0,001) mendapatkan hubungan antara ukuran diameter pembuluh darah yang kecil dengan ISR pada pasien pasca IKP dengan DES.
2.10.11 Lesi di Left Anterior Descending (LAD) Versaci dkk101 menyatakan bahwa pasien dengan lesi ISR pada proksimal LAD memiliki risiko tinggi MACE karena LAD memberikan suplai darah sebesar 40 sd. 50 persen ke miokardium di ventrikel kiri. Demikian pula dengan O’Keefe dkk102 yang mendapatkan kematian dua tahun pasca AB pada proksimal LAD
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
23
sebesar lima persen sedangkan Jones dkk103 mendapatkan kematian lima tahun sebesar 13 persen. Lokasi lesi ISR pasca IKP dengan BMS terutama di pembuluh koroner cabang LAD47,100,104 baik dengan diameter besar (≥3 mm) atau kecil (<3 mm).52 Lokasi lesi ISR pasca IKP dengan DES (SES & PES) terutama didapat pula di pembuluh koroner cabang LAD.45,67,73
2.10.12 Lesi di ostial Stenosis di ostial pembuluh darah koroner atau very proximal stenosis merupakan penyempitan pada pembuluh darah utama maupun cabang koroner yang berjarak dua hingga tiga milimeter dari pembuluh darah utama.105,106 Lesi di ostial diklasifikasikan menjadi tiga yaitu aorto-ostial (lesi di ostial LM), non aorto-ostial (lesi di ostial RCA, LAD & LCX) dan branch ostial (lesi di ostial percabangan pembuluh koroner).75,107 Lesi di aorto-ostial banyak mengandung serabut elastis sehingga lebih kaku dan sulit untuk didilatasi serta lebih sering mengalami early vascular recoil pada saat tindakan AB.107,108 Lesi di ostial memiliki risiko tinggi ISR karena teknik pemasangan stent di ostial pembuluh darah sangat sulit.73 Lesi di ostial banyak memiliki serabut elastis sehingga lebih kaku dan sulit untuk didilatasi bahkan cenderung mengakibatkan diseksi.66,107,108 Ostial LCX memiliki acute bend (sudut belok yang patah) sehingga sering mengakibatkan alur stent tidak komplit berkembang (Incomplete Stent Apposition/ISA) pada dinding pembuluh darah.35 Stenosis di ostial RCA cenderung mengakibatkan aorta diseksi sedangkan stenosis di ostial LAD maupun LCX dapat mengakibatkan diseksi pada LM.107
2.10.13 Lesi Chronic Total Coronary Occlusions Lesi Chronic Total Coronary Occlusions (CTO) didefinisikan sebagai lesi yang mengalami oklusi total dengan gambaran angiografi koroner berupa tidak didapatkan aliran darah (Thrombolysis In Myocardial Infarct/TIMI score grade 0) dan disertai oleh salah satu kriteria yaitu lamanya lesi lebih dari tiga bulan atau sudah terbentuk kolateral pembuluh darah.109-111 Beberapa lesi CTO tidak benarbenar mengalami oklusi total dan masih memiliki aliran antegrade minimal yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
24
disebut dengan functional CTO sehingga memudahkan tindakan rekanalisasi secara antegrade.109 Lesi CTO yang sering terjadi pada pasien dengan CAD berat (>70% stenosis) yang merupakan faktor penting untuk dilakukan operasi bedah pintas koroner dibanding IKP.7 Namun dengan kemajuan tehnik penggunaan guidewire (Optimal coherent reflectometry, the low-speed rotational angioplasty catheter system & the prima total occlusion system) dan penggunaan stent DES untuk mencegah ISR maka IKP dapat dilakukan pada lesi CTO.7,111 Keberhasilan rekanalisasi lesi CTO pasca IKP tergantung dari lamanya lesi, ada tidaknya kolateral pembuluh darah, panjang lesi dan ada tidaknya nipple yang berguna untuk mengarahkan guidewire.7 Semakin lama usia lesi CTO maka komposisi fibro-kalsifikasi semakin banyak sehingga lesi menjadi semakin keras dan tingkat keberhasilan rekanalisasi semakin berkurang (80% sd. 90% pada CTO <3 bulan vs. 50% sd. 80% pada CTO >3 bulan).109 Lapisan penutup CTO pada bagian distal lebih lunak dibanding proksimal sehingga penanganan rekanalisasi lesi CTO melalui jalur retrograde dapat dipertimbangkan.109
2.10.14 Lesi di bifurkasi Lesi di bifurkasi didefinisikan sebagai lesi stenosis (>50% sd. 70%) baik pada pembuluh darah cabang utama (Main Vessel/MV atau Main Branch/MB) maupun pembuluh darah anak cabang (Side Branch/SB).112,113 Klasifikasi dari Medina menggambarkan distribusi plak aterosklerotik pada tiap-tiap cabang pembuluh darah dari ketiga cabang bifurkasi (Main Branch Proksimal/MBP, Main Branch Distal/MBD & SB) dengan penandaan angka 1 bila didapatkan stenosis dan 0 bila tidak stenosis (Gambar 2.5.).114-116 Berdasarkan klasifikasi lesi di bifurkasi dari Medina dibagi atas dua yaitu lesi yang kompleks (101, 011 & 111) dan sederhana (110, 100 & 010).117 Dikatakan lesi true coronary bifurcation bila didapatkan stenosis (>50%) pada kedua cabang baik di MB maupun SB dengan aliran TIMI minimal grade 1.112 Lesi di ostial cenderung mengalami diseksi sehingga risiko diseksi semakin meningkat pada SB dan atau MB.113 Penanganan lesi di bifurkasi masih kontroversi dikarenakan efek snow plowing yaitu berupa pergeseran plak yang mengakibatkan restenosis pembuluh darah yang berdekatan baik pada MB atau
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
25
SB.7,113 Lesi di bifurkasi cenderung akan menutup SB apabila lesi di MB disertai dengan lesi di ostial SB.118 Pemasangan stent pada satu pembuluh darah lebih disukai namun apabila lesi meluas ke percabangan maka pemasangan stent dilakukan pada kedua pembuluh darah dengan berbagai tehnik seperti kissing stent dan crush, culotte serta T stenting.7 Lesi ISR di bifurkasi pasca IKP dengan tehnik crush stent baik dengan BMS maupun DES diakibatkan oleh stent underexpansion, terutama pada lesi ISR di ostial SB yang memiliki MSA kecil serta ISA pada daerah terjadinya crush.119
0,1
2
1
1,1,1
3
1,1,0
1,0,1
0,1,1
0,1 0,1 1,0,0
0,1,0
0,0,1
Gambar 2.5. Klasifikasi Lesi Bifurkasi dari Medina Keterangan: 1. Main Brach Proksimal; MBP (pembuluh darah cabang utama); 2. Main Branch Distal; MBD (pembuluh darah cabang utama distal) dan 3. Side Branch; SB (pembuluh darah anak cabang). Telah diolah kembali: Louvard Y, Thomas M, Dzavik V, Hildick-Smith D, Galassi AR, Pan M. Classification of Coronary Artery Bifurcation Lesions and Treatments: Time for a Consensus! 2008. Catheterization and Cardiovascular Interventions; 71:175-83.
Late lumen loss di dalam stent pada percabangan utama antara LM dengan di ostial LCX lebih besar dibanding antara LM dengan di ostial LAD (0,83±0,89 mm vs. 0,49±0,72 mm; p=0,04).35 Colombo dkk112 mendapatkan kejadian ISR sebesar 25,7% pada lesi true coronary bifurcations dalam kurun waktu enam bulan pasca IKP dengan DES (SES) dengan tidak ada perbedaan ISR antara penggunaan double-stenting dan provisional SB-stenting (28,0% vs. 18,7%).112 Niemela dkk120 mendapatkan kejadian ISR di true coronary bifurcations (11,0% vs. 17,3%; p=0,11) dan di MV/MB (3,1% vs. 2,5%; p=0,68) tidak berbeda pada kelompok yang menggunakan tehnik dilatasi dibanding tanpa dilatasi dengan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
26
kissing balloon dalam kurun waktu delapan bulan pasca IKP dengan DES (SES) namun terjadi perbedaan kejadian ISR di SB (7,9% vs. 15,4%; p=0,039). Pada pasien dengan true bifurcation lesions, Niemela dkk120 mendapatkan kejadian ISR pada SB lebih rendah pada penggunaan tehnik IKP dengan Final Kissing Balloon Dilatation (FKBD) dibanding tanpa FKBD (7,6% vs. 20,0%; p=0,024).
2.10.15 Jenis stent Obat yang dikandung DES dapat mengurangi NIH lebih baik dibanding BMS.30 Moses dkk61 mendapatkan luas NIH pada pasca IKP dengan DES lebih rendah dibanding BMS (4,4 mm3 vs. 57,6 mm3; p<0,001). Dari hasil otopsi pasien pasca IKP, Joner dkk60 mendapatkan pertumbuhan NIH lebih rendah pada DES (SES & PES) dibanding BMS (luas NIH 2,9±1,1 mm2 vs. 4,9±3,0 mm2; p<0.005 & %NIH stenosis 54,4±23,6% vs. 66,5±22,0%, p<0,05). Sonoda dkk121 mendapatkan persentasi NIH pasca IKP dengan DES (SES) lebih rendah dibanding BMS (8,5±13,4% vs. 36,2±16,9%; p<0,0001). Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP enam bulan, Morice dkk122 mendapatkan proliferasi NIH yang dinilai dengan LL luminal pada penggunaan DES (SES) lebih rendah dibanding BMS (-0,01±0,33 mm vs. 0,80±0,53 mm; p<0,001). Walau didapatkan tidak ada perbedaan volume pembuluh darah (+2,4% vs. +0,7%; p=NS) dan volume plak di belakang stent (+3,4% vs. +2,5%; p=NS) namun Degertekin dkk62 mendapatkan volume NIH lebih rendah pada pasca IKP dengan DES (SES) dibanding BMS (0,7 mm3 vs. 33 mm3; p=0,001). Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP, Lemos dkk123 mendapatkan penggunaan DES (SES) dapat mengurangi kejadian revaskularisasi ulang (5,1% vs. 10,9%; HR=0,49; 95% IK 0,29-0,82; p=0,007).
2.10.16 Panjang stent Tindakan IKP dengan stent yang panjang akan mengakibatkan cedera arteri lebih luas sehingga proliferasi NIH yang terjadi lebih banyak.104 Kereiakes dkk104 mendapatkan tingginya kejadian ISR dengan bertambah panjangnya stent pada pasien pasca IKP dengan BMS (ukuran stent 8 mm=ISR 12%; 15 mm= 16,2%; 18 mm= 20,6%; 25 mm= 20,3%; 28 mm= 127,3% & 35 mm= 36,4%).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
27
Kastrati dkk67 mendapatkan hubungan bermakna antara panjang stent dengan ISR pada pasien pasca IKP dengan DES (SES & PES) (2,53±0,50 vs. 2,67±0,49; p<0,001).
2.10.17 Tekanan maksimal balon (stent deploy) Tindakan IKP memerlukan tekanan balon yang maksimal agar diperoleh MLD yang besar sehingga ISR dapat dicegah.124 Dari hasil pemeriksaan IVUS pada pasien pasca IKP dengan DES, Kasaoka dkk100 mendapatkan hubungan bermakna antara berkurangnya luas diameter lumen stent secara CSA dengan kejadian ISR (6,5±2,1 mm2 vs. 8,0±2,6 mm2; p<0,0001).
2.10.18 Stent under-expansion. Stent under-expansion adalah tidak optimalnya pengembangan stent yang dinilai dengan pemeriksaan IVUS berupa nilai MSA pada CSA kurang dari 6,5 mm2 pada stent BMS121 dan kurang dari 5,0 mm2 pada stent DES (SES).44,78,125,126 Berbeda dengan Hong dkk45 yang mendapatkan batasan MSA pada CSA untuk terjadinya stent under-expansion pada DES bila kurang dari 5,5 mm2. Batasan MSA pada CSA untuk pembuluh darah kecil (diameter <2,8 mm) yang mengakibatkan stent under-expansion dinyatakan bila kurang dari 6 mm2 pada BMS dan kurang dari 4,5 mm2 pada DES (SES).44 Sejak digunakannya DES maka ukuran MSA pada CSA agar tidak terjadi ISR semakin berkurang dan hal ini terjadi akibat efek anti restenosis dari obat yang dikandung DES.45 Keluhan iskemia terjadi akibat menyempitnya MLD residual pada lesi ISR.127 Ukuran MLD stent pada saat IKP diperlukan agar dicapai MLD yang maksimal pada saat follow-up angiografi sehingga penyempitan MLD akibat pertumbuhan NIH dapat dikurangi.127 Stent under-expansion mengakibatkan stent tidak dapat mencapai lapisan endotel dengan sempurna sehingga banyak obat di alur stent terlarut ke dalam aliran darah yang dapat mengurangi efektivitas obat.13 Walaupun tidak sebesar NIH (75%) sebagai penyebab utama ISR namun stent under-expansion merupakan salah satu penyebab ISR (8%).41 Kim dkk125 mendapatkan kejadian stent under-expansion pada pasca IKP dengan ISR yaitu sebesar 48% (10/21). Hong dkk45 mendapatkan hubungan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
28
bermakna antara kejadian stent under-expansion dengan ISR (43% vs. 13%; p=0,001). Takebayashi dkk31 mendapatkan kejadian stent under-expansion pada lesi ISR pasca IKP dengan DES (SES) sebesar 67%. Walau telah dilakukan pengembangan balon yang maksimal (18±4 mmHg) pada saat IKP dengan DES (SES), Fujii dkk126 mendapatkan kejadian stent under-expansion lebih sering pada kelompok recurrent ISR dibanding tanpa recurrent ISR (82% vs. 26%; p=0,003).
2.10.19 Fraktur stent Fraktur stent terjadi pada penggunaan stent yang panjang, overlap, overexpansion dengan lesi yang berkalsifikasi dan pada pembuluh darah dengan angulasi yang besar.40,128 Fraktur stent yang terjadi pada lengkungan pembuluh darah yang berbelok diakibatkan oleh peningkatan shear force antara dinding pembuluh darah dengan stent.128 Popma dkk40 mendapatkan perubahan angulasi pembuluh darah selama siklus jantung pada pasien yang mengalami fraktur stent sebesar 32,3 ± 15,2°. Kontraksi jantung yang berulang mengakibatkan logam stent menjadi lemah dan patah.128 Fraktur stent lebih sering terjadi pada pembuluh koroner di RCA.128 Alur stent yang fraktur mengakibatkan iritasi dan dosis obat dalam alur stent tersebut akan berkurang sehingga kemampuan menghambat proliferasi SMCs akan berkurang.128 Fraktur stent sulit dikenali karena sulit didiagnosis dengan pemeriksaan standar.128 Fraktur stent dapat terjadi pada pasca IKP dengan semua jenis stent namun lebih sering didapatkan pada penggunaan DES jenis SES dibanding PES atau Zotarolimus-Eluting Stent (ZES).128 Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan stent SES, Okumura dkk33 mendapatkan kejadian ISR sebesar 7,7 persen (13/169 lesi) dengan penyebab akibat stent fraktur sebesar 2,4 persen (4/169 lesi). Demikian pula dengan Popma dkk40 yang mendapatkan kejadian fraktur stent pada follow-up pasca IKP dengan DES (SES) pada diameter delapan sd. 18 mm sebesar 1,3 persen terutama pada pasien dengan lesi ringan hingga sedang.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
29
2.10.20 Post-interventional atau final atau post-procedural atau Post-Minimal Lumen Diameter Besarnya ukuran Minimal Lumen Diameter (MLD) dapat mengurangi risiko terjadinya ISR.100 Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan BMS, Kasaoka dkk100 mendapatkan besarnya ukuran Post-MLD pada kelompok ISR lebih kecil dibanding tanpa ISR (2,9±0,5 mm vs. 3,2±0,6 mm; p<0,0001). Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan DES (SES), Hong dkk45 mendapatkan ukuran pre-interventional-MLD (0,7±0,5 mm vs. 1,0±0,6 mm; p=0,045), post-MLD (2,6±0,4 mm vs. 2,9±0,5 mm; p=0,015) dan follow-up MLD (1,1±0,5 mm vs. 2,7±0,5 mm; p<0,01) lebih kecil pada kelompok ISR dibanding tanpa ISR. Post-MLD yang diukur segera setelah didilatasi dengan balon merupakan prediktor terjadinya restenosis.67 Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan BMS, Kuntz dkk46 mendapatkan hubungan kuat antara nilai postMLD yang diukur segera setelah IKP dengan terjadinya ISR (p=0,04). Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan BMS, Mercado dkk82 (OR=0,53; 95% IK 0,46-0,61; p<0,001) dan Kereiakes dkk104 (OR=0,25; p=0,0001) mendapatkan nilai post-MLD pasca IKP sebagai prediksi terjadinya ISR. Demikan pula dengan Kasaoka dkk100 yang mendapatkan peningkatan setiap 1 mm ukuran post-MLD sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (OR=0,55/1 mm; 95% IK 0,41-0,75; p=0,0001).
2.10.21 Stent Thrombosis In-Stent Restenosis dapat ber-superimposed dengan trombosis dan dikenal dengan istilah Stent Thrombosis (ST).60 Gejala klinis yang menyertai ST pada umumnya datang dengan Acute Myocardial Infarction (80%) atau kematian yang terjadi dalam waktu 30 hari pasca IKP (10% sd. 25%).9 Pada penelitian ini dinilai kejadian ISR baik bersamaan dengan ST atau tanpa ST. Stent thrombosis adalah kejadian mendadak oklusi arteri koroner pada pembuluh darah yang telah terpasang stent.129 Diagnosis ST dibagi atas tiga kategori yakni pasti, mungkin atau barangkali (tabel 2.4.). Berdasarkan waktu terjadinya ST dibagi atas akut (< 24 jam), subakut atau early ST (24 jam sd. 30 hari), late ST (30 sd. 365 hari) dan very late ST (> 1 tahun).43,107 Insidensi subakut
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
30
ST berkisar antara 0,4 persen hingga tiga persen.129 Insidensi very late ST berkisar antara 0,2 sd. 0,6 persen pertahun dan meningkat hingga tiga tahun pasca IKP.107
Tabel 2.4. Kategori Stent Thrombosis Diagnosis
Definisi
Pasti
Angiografi
Patologi Probable (mungkin)
Possible (barangkali)
TIMI grade 0 dengan oklusi di dalam atau 5 mm dari stent dan dijumpai trombus Atau TIMI grade 1, 2 atau 3 di dalam atau 5 mm dari stent dan dijumpai thrombus Dan diikuti sekurang-kurangnya satu dari kriteria di bawah ini Onset akut baru dengan gejala iskemi saat istirahat (typical chest pain > 20 menit) Tanda iskemi dari pemeriksaan EKG berupa perubahan tanda iskemia Kenaikan biomarker jantung Trombus di dalam stent saat otopsi atau pemeriksaan jaringan pasca thrombectomy Kematian yang tidak dapat dijelaskan dalam waktu 30 hari pasca IKP, kejadian MI yang didapat data lesi di dalam stent namun tidak didapatkan gambaran angiografi ST dan tidak ditemukannya penyebab kematian lainnya Kematian yang tidak dapat dijelaskan dalam waktu lebih dari 30 hari pasca IKP
Telah diolah kembali: Popma J, Almonacid A, Burke D. Qualitative and quantitative coronary angiography. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 757-75.
Yang harus diperhatikan pada pasca IKP adalah kejadian ST terutama pasca penggunaan DES karena efek antiproliferasi dari obat yang dikandung dalam DES terhadap NIH akan mengakibatkan respon re-endotelisasi menjadi lebih lama dibanding BMS.60 Dari hasil otopsi pasien pasca IKP dengan DES (SES & PES), Joner dkk60 mendapatkan deposit fibrin (skore fibrin; 2,3±1,1 vs. 0,9±0,8; p=0,0001) dan persentasi fibrin (49,3±30,8% vs. 22,3±17,8%; p<0,0005) yang tinggi namun disertai dengan persentasi endotelisasi yang rendah di sekitar alur stent (55,8±26,5% vs. 89,8±20,9; p=0,0001). Faktor lain penyebab ST adalah; (1) faktor klinis yaitu reaksi hipersentitivitas lokal terhadap polymer yang melapisi stent (peningkatan eosinofil yang luas ke intima & media pembuluh arteri disamping sel inflamasi kronis lainnya seperti sel limfosit & makrofag) dan kejadian ISR (superimposed dengan trombosis), (2) faktor lesi (pemasangan stent di ostial & bifurkasi dengan tehnik
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
31
crush dapat mengakibatkan gangguan flow darah serta perubahan shear stress), (3) prosedural (malapposition yang terjadi lebih dari enam bulan pasca IKP atau ISA akibat pengembangan stent yang tidak cukup), (4) penetrasi alur stent ke necrotic core akan mengeluarkan kandungan trombogenik lipid ke aliran darah dan (5) putus obat antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel.60 Joner dkk60 mendapatkan sebanyak 36% (5/14) pasien dengan late ST yang telah menghentikan obat antiplateletnya. Penyebab very late ST terutama adalah reaksi inflamasi akibat stent.107 Penggunaan stent DES generasi ke dua dengan polymers yang biocompatible dan hipersensitivitas lokal yang lemah akan mengurangi kejadian early ST pada pasca IKP dengan Everolimus-Eluting Stent (EES) dan late ST pada pasca IKP dengan Zotarolimus-Eluting Stent (ZES).9 Persistent Platelet Activation pasca IKP. Intervensi koroner perkutan dapat mengakibatkan oklusi pembuluh darah secara tiba-tiba, restenosis dan early ST.130 Pasien pasca IKP memiliki risiko iskemia baik karena aktivasi trombosit terkait prosedur juga akibat hiperaktifitas trombosit persisten dan peningkatan trombin yang mengakibatkan serangan sindroma koroner akut.130 Pada pasien dengan CAD stabil didapatkan peningkatan molekul adhesi Pselectin
trombosit
akibat
rangsangan
Adenosine Diphosphate
(ADP).130
Peningkatan konsentrasi ADP dapat merangsang ekspresi molekul adhesi Pselectin dan agregasi trombosit pasca IKP pada pasien dengan ST dibanding tanpa ST.130 Walaupun telah mendapatkan terapi antiplatelet pada pasien pasca IKP, Gurbel dkk129 mendapatkan peningkatan reaksi trombosit pada pasien dengan early ST dibanding tanpa early ST. Agregasi trombosit meninggi pada pasien pasca IKP dengan early ST setelah diinduksi oleh 5 µmol/1 ADP (49±4% vs. 33±2%; p<0,05) dan 20 µmol/1 ADP (49±4% vs. 33±2%; p<0,05).129 Wenaweser dkk131 mendapatkan agregasi trombosit yang terinduksi oleh ADP (5 & 20 µmol) akan meninggi pada pasien pasca IKP yang mengalami ST dibanding tidak ST (p<0,005 & p<0,05) atau dibanding orang sehat (p<0,005 & p<0,05). Prevalensi resistensi aspirin dilaporkan sebanyak lima hingga 45 persen.129 Resistensi Acetylsalicylic Acid (ASA) umumnya terjadi pada pasien pasca IKP yang mengalami ST dibanding orang sehat (48% vs. 0%; p=0,01).131 Resistensi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
32
clopidogrel hampir sama antara pasien pasca IKP yang mengalami ST, tanpa ST ataupun pada orang normal (4%, 6% & 11%; p=NS).131 Reseptor P2Y12 tidak cukup dihambat oleh clopidogrel pada pasien pasca IKP yang mengalami early ST (ratio reaktifitas P2Y12; 69±5% vs. 46±9%; p<0,001).129 Resistensi terhadap dua antiplatelet (ASA & clopidogrel) pada umumnya didapat pada pasien pasca IKP yang mengalami ST dibanding tanpa ST (52% vs. 38%; p=NS) atau orang sehat (52% vs. 11%; p<0,05).131 Hiperaktifitas trombosit pada pasien pasca IKP yang mengalami early ST juga ditandai dengan stimulasi GPIIb/IIIa dengan mean fluorescene intensity yang tinggi dibanding tanpa subakut ST (138±19 vs. 46±9%; p<0,001).129 Pemeriksaan Thromboelastography adalah uji untuk menilai pemetaan trombosit yang mempengaruhi pembentukan fibrin, reseptor ADP dan reseptor TxA2.132 Keefektifan antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dinilai dari kemampuannya menghambat TxA2 serta reseptor ADP pada trombosit.132 Thromboelastography dapat menilai derajat hiperaktifitas trombosit dengan menilai perubahan persentasi ADP dan penghambatan reseptor TxA2.132 Hiperaktifitas trombosit yang persistent akibat tindakan IKP didefinisikan sebagai pengukuran dengan hasil lebih dari 75th percentile untuk kadar lima dan 20 mol/l ADP yang akan merangsang terjadinya agregasi trombosit. Dapat pula didefinisikan sebagai nilai diatas 75th percentile dari pengukuran vasodilatorstimulated phosphoprotein dan nilai stimulasi GP IIb/IIIa teraktifasi.129 Definisi resisten terhadap clopidogrel adalah perubahan agregasi kurang dari 10 persen dibandingkan nilai dasar.129,131 Definisi resisten terhadap ASA ialah nilai agregasi lebih 20 persen pada 0,5 mg/ml arachidonic acid.131
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
33
2.10 Kerangka Teori Intervensi koroner perkutan
Stent Thrombosis Jenis stent
Stent panjang
Cedera arteri Fraktur stent
Kerusakan endotel
AGEs pembuluh darah
Diabetes melitus
Respon inflamasi
Stent under expansion
Adhesi trombosit GF ↑
Alergi kontak
Formasi komplek trombosit-lekosit-endotel
Infiltrasi, adhesi & agregasi sel inflamasi permukaan stent
Shear stress
FI ↓
D/I polymorphism gen ACE kromosom 17
Genetik
Hipertensi Lapisan fibrintrombosit
RAS lokal
Snow plowing
Lesi di Bifurkasi
Hipertensi RAS
PDGF
Incomplete aposition
Lesi di Ostial
Shear stress
Aktifasi formasi trombus
SMCs di tunika media
Diseksi
Proliferasi & migrasi
SMCs di intima
SMPCs
AGEs pembuluh darah TGF-β ↑
Diameter pembuluh darah
Deposit ECM
NIH Tekanan maksimal balon
MLD
Kolagen IV ↑ Fibronectin ↑ Laminin ↑ Hyaluronan ↑ Osteopontin ↑ Vitornectin ↑ Diseksi
Post MLD
MLD In-stent restenosis
Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Usia Komorbid
ACE AGEs CTO D/I ECM
: Angiotensin Converting Enzyme : Advanced Glycosylation End Products : Chronic Total Occlusions : Deletion/Insertion : Extra Cellular Matrix
FI GF LAD MMP NIH
Diameter pembuluh darah Lesi di LAD
Keterangan: :
Proliferasi fibroblast ↑ Diameter kolagen ↑ Serabut elastin ↓ MMP & ti MMP terganggu
Perempuan
Fibrokalsifikasi
CTO
Diabetes melitus
: Factor Inhibitor : Growth Factor : Left Anterior Descending : Matrix Metallo-Proteinase : Neo Intimal Hyperplasia
PDGF : Platelet-Derived Growth Factor TGF-β ↑ : Transforming Growth Factor-β RAS : Renin Angiotensin System ti : tissue inhibitor MLD : Minimal Lumen Diameter SMCs : Smooth Muscle Cells SMPCs : Smooth Muscle Progenitor Cells TGF- α : Transforming Growth Factor-α
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Usia
Variabel klinis
Jenis kelamin Diabetes Melitus (DM) Hipertensi Chronic Kidney Disease (CKD) Dislipidemia Merokok
Variabel lesi
Diameter pembuluh darah Lesi di Left Anterior Descending (LAD) Lesi di ostial
In-Stent Restenosis (ISR)
Lesi Chronic Total Occlusions (CTO) Letak di bifurkasi Jenis stent Variabel prosedur
Panjang stent Tekanan maksimal balon Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional
Variabel
Definisi operasional
Cara pengukuran
Hasil ukur
Skala ukur
0.< 60 tahun 1.≥ 60 tahun
Nominal
Variabel bebas
Usia
Usia pasien pada saat lesi ISR ditegakkan dan dinyatakan dalam satuan tahun. Dikelompokkan menjadi kurang dari 60 dan lebih atau sama dengan 60 tahun.
Berdasarkan tgl lahir atau data umur dari rekam medik.
34 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
35
Definisi operasional
Variabel Jenis kelamin DM
Jenis kelamin pasien. Dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Berdasarkan : 1. Konsensus DM tipe 2 (PERKENI, 2011) bila didapat salah satu dibawah ini:133
Cara pengukuran Berdasarkan data rekam medik. Berdasarkan data rekam medik.
Hasil ukur
Skala ukur
0.Laki-laki 1.Perempuan
Nominal
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Berdasarkan data rekam medik.
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Berdasarkan rekam medik dan atau perhitungan LFG (rumus CockcroftGault)
0. Tidak 1. Ya
Kadar gula darah (mg/dl) 1 Sewaktu ≥ 200 2 Puasa ≥ 126 3 Plasma 2 jam TTGO ≥ 200 Keterangan: TTGO, Test Toleransi Glukosa Oral. No
Hipertensi
Gejala klasik + + -
atau 2. Sedang dalam terapi OAD atau insulin Berdasarkan : Kriteria JNC 7 yaitu:134 TDs TDd mmHg mmHg Normal <120 & <80 Pre-HT 120-139 80-89 atau HT 140-159 90-99 stage 1 atau HT ≥160 ≥100 Stage 2 atau Keterangan: HT, Hipertensi; TDs, Tekanan Darah sistolik; TDd, Tekanan Darah diastolik. atau
1.
2. Sedang dalam terapi anti hipertensi Chronic kidney disease
Berdasarkan kriteria sbb:135 1 Kerusakan ginjal > 3 bulan, kelainan struktural atau fungsional, dengan tanpa penurunan LFG, manifestasi: - Kelainan patologis - Tanda kelainan ginjal (komposisi darah/urine, atau tes pencitraan) LFG 2 2 < 60 ml/menit/1,73 m selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal Ket: LFG, Laju Filtrasi Glomerulus
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
36
Definisi operasional
Variabel Dislipidemia
Berdasarkan NCEP-ATP III, 2001 (mg/dl).136 Kolest erol total Kolest erol LDL
< 200 200-239 ≥240 < 100 100-129 130-159 160-189 ≥190
Kolest erol HDL Trigli serid
< 40 ≥ 60 < 150 150-199 200-499 ≥ 500
Cara pengukuran Berdasarkan data rekam medik.
Hasil ukur 0. Tidak 1. Ya
Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi
Merokok lebih dari 20 batang/ hari selama lebih dari 5 tahun137 atau memiliki riwayat merokok sebelum tindakan IKP pertama dilakukan.
Berdasarkan data rekam medik.
0. Tidak 1. Ya
Diameter pembuluh darah
Merupakan rata-rata diameter pembuluh darah yang mengalami ISR dimulai dari proksimal hingga distal lesi. Diameter pembuluh darah dibagi atas:
Berdasarkan hasil pengukuran QCA pada gambaran angiografi.
0. Besar 1. Kecil
1 2
Diameter Besar Kecil
Nominal
Optimal Diinginkan Tinggi Optimal Mendekati Optimal diinginkan Tinggi Sangat tinggi Rendah Tinggi
Merokok
No
Skala ukur
Nominal
Nominal
Ukuran (mm) ≥3 <3
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
37
Definisi operasional
Variabel Lesi di LAD
Lokasi lesi ISR pada cabang utama pembuluh arteri koroner dibagi dua yaitu: No 1
2
Lesi di ostial
Arteri Non Left Anterior Descending Left Anterior Descending
Hasil ukur
Skala ukur
0. non LAD
Nominal
1. LAD
RCA, LCX & RCA LAD
Lokasi lesi ISR berjarak dua sampai tiga mm dari pembuluh darah utama dan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:138 No 1 2 3
Cara pengukuran Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Lesi Aorta-ostial Non aorta-ostial Branch-ostial
Lesi CTO
Lesi ISR dengan oklusi total lebih dari tiga bulan dan pada gambaran angiografi dengan aliran darah termasuk TIMI score grade 0.109,110
Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Lesi di bifurkasi
Lesi ISR yang mengenai cabang utama (Main Branch Proximal/MBP, Main Branch Distal/MBD) dengan percabangannya (Side Branch/SB).112,115,118
Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Jenis stent
Stent yang digunakan pada lesi ISR dan dikelompokkan menjadi dua yaitu:
Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
0. DES 1. BMS
Nominal
No 1 2
Jenis stent Bare-Metal Stent Drug-Eluting Stent
BMS DES
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
38
Variabel Panjang stent
Definisi operasional Merupakan perhitungan jumlah total panjang seluruh stent pada lesi ISR.79,100 Panjang stent dibagi dua yaitu: No 1 2
Tekanan maksimal balon
Cara pengukuran Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
Hasil Skala ukur ukur Nominal 0.≤40 mm 1.>40 mm
Berdasarkan data rekam medik hasil kateterisasi.
0. >14 atm Nominal 1. ≤14 atm
Panjang stent > 40 mm ≤ 40 mm
Dinilai dari ukuran tekanan maksimal pengembangan balon di dalam stent setelah stent dikembangkan.139 Nilai tekanan maksimal balon dibagi atas: Kategori Rendah Tinggi
Tekanan < 14 atm33 ≥ 14 atm33 Variabel tergantung
In-Stent Restenosis
Berdasarkan penilaian Diameter Stenosis (DS) pembuluh arteri koroner yang mengalami ISR yang berada di dalam stent maupun 5 mm yang menjulur keluar dari ujung proksimal atau distal stent.
Berdasarkan hasil pengukuran QCA dengan menggunakan program komputer.
0. Tidak 1. Ya
Nominal
Penilaian dibagi atas: No DS (%) ISR 1 < 50 Tidak 2 ≥ 50 Ya
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah potong lintang retrospektif. Variabel bebas pada penelitian ini ialah usia, jenis kelamin, Diabetes Melitus (DM), hipertensi, Chronic Kidney Disease (CKD), dislipidemia, merokok, diameter pembuluh darah, lesi di Left Anterior Descending (LAD), lesi di ostial, lesi Chronic Total Occlusions (CTO), lesi di bifurkasi, jenis stent, panjang stent dan tekanan maksimal balon. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah In-Stent Restenosis (ISR). Baik variabel bebas maupun tergantung pada penelitian ini dikumpulkan dalam satu waktu yang bersamaan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data sekunder rekam medik pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) yang menjalani follow-up angiografi di Pelayanan Jantung Terpadu/Rumah Sakit Umum Pusat Negri Dr. Cipto Mangunkusumo (PJT/RSUPNCM) antara periode bulan Januari 2009 sd. Maret 2014. Ekstraksi data sekunder dilakukan selama bulan November 2013 sd. Maret 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi target ialah pasien pasca IKP yang menjalani follow-up
angiografi. 4.3.2 Populasi terjangkau yaitu pasien pasca IKP yang menjalani follow-up
angiografi di PJT/RSUPNCM Jakarta antara bulan Januari tahun 2009 hingga Maret 2014. 4.3.3 Sampel penelitian yaitu populasi terjangkau yang sesuai dengan kriteria
inklusi.
4.4 Kriteria Inklusi dan eksklusi 4.4.1 Kriteria inklusi ialah pasien pasca IKP yang dalam jangka waktu lebih atau
sama dengan enam bulan telah menjalani follow-up angiografi. 39 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
40
4.4.2 Kriteria eksklusi
a. Bila tidak didapatkan data di dalam rekam medik. b. Bila data gambar follow-up angiografi pasca IKP yang tersimpan dalam bentuk CD tidak ada, rusak atau tidak dapat dibaca.
4.5 Identifikasi Variabel dan Pengukuran Data 4.5.1 Variabel tergantung pada penelitian ini ialah ISR dengan kriteria sbb: a. Penilaian berupa persentasi Diameter Stenosis (DS) yang diukur pada
saat jantung dalam keadaan diastole. b. Dinyatakan ISR apabila nilai DS sama atau lebih dari 50 persen dan bukan ISR apabila kurang dari 50 persen. c. Penilaian dilakukan dengan mengukur gambar angiografi dua dimensi
dari CD hasil follow-up angiografi di PJT/RSUPNCM. d. Analisis Quantitative Coronary Angiographic (QCA) dilakukan oleh
seorang ahli independen dengan menggunakan program komputer. 4.5.2 Variable bebas pada penelitian ini ialah faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR yang terdiri dari: a. Variable klinis: Usia, jenis kelamin, DM, hipertensi, CKD, dislipidemia dan merokok. b. Variabel lesi: Diameter pembuluh darah, lesi di LAD, lesi di ostial, lesi CTO dan lesi di bifurkasi. c. Variabel prosedur: Jenis stent, panjang stent dan tekanan maksimal balon.
4.6 Sumber Data Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer digunakan untuk menilai variabel tergantung yaitu ISR dan variabel bebas yakni diameter pembuluh darah. Data primer didapat dari hasil pengukuran ulang CD hasil follow-up angiografi di PJT/RSUPNCM dengan metoda QCA. Data sekunder diperoleh dari rekam medik yang diperlukan untuk mencari variabel bebas yakni usia, jenis kelamin, DM, hipertensi, CKD, dislipidemia, merokok, lesi di LAD,
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
41
lesi di ostial, lesi CTO, lesi di bifurkasi, jenis stent, panjang stent dan tekanan maksimal balon.
4.7 Cara Pengambilan Sampel Penelitian Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode non probability sampling berdasarkan teknik consecutive sampling. Semua subyek yang memenuhi kriteria inklusi diambil sesuai dengan jumlah minimal berdasarkan perhitungan besar sampel.
4.8 Besar Sampel Besar sampel dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi dua populasi independen (rumus 4.1 & tabel 4.1.). { Z1-α/2 √ 2PQ
+ Z1-β √ [P1Q1+ P2Q2] }2
n1 = n 2 =
(4.1) 2
( P 1 – P2 )
Keterangan : n = Besar sampel minimal. Z1-α/2 = Tingkat kepercayaan uji 2 arah (α = 5 %; Z1-α/2 = 1,96). Z1-β = Tingkat kekuatan uji (1-β = 90 %; Z1-β = 1,645). P1 = Proporsi kejadian ISR berdasarkan kepustakaan. P2 = Proporsi kejadian ISR yang diteliti berdasarkan clinical judgment peneliti. P1-P2 = Perbedaan proporsi kejadian ISR menurut clinical judgment peneliti. P = ½ ( P1 + P2 ). Q = ( 1 - P ).
Tabel 4.1. Besar Sampel Uji Hipotesis terhadap Dua Proporsi Independen Variabel bebas Usia (tahun) Perempuan DM Hipertensi CKD Dislipidemia Merokok Diameter pembuluh darah (mm) Lesi di LAD Lesi di ostial Lesi CTO Lesi di bifurkasi Jenis stent Panjang stent (mm) Tekanan maksimal balon (atm)
P1 (%) 24 15 13,6 11,4 5,8 67 13 5 10,6 8 14 9 10 19,6 14
P2 (%) 49 35 33,6 31,4 25,8 87 33 25 30,6 28 34 29 30 39,6 34
Besar sampel 65 122 93 86 83 112 112 83 84 76 94 79 101 118 116
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
42
Jumlah sampel terbesar dari hasil perhitungan rumus di atas adalah 122 sehingga jumlah besar sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah 122 subjek.
4.9 Cara Penelitian Subyek penelitian didapat dari data rekam medik IKP di PJT/RSUPNCM Jakarta. Dari rekam medik diambil data-data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR. Khusus untuk variabel tergantung yaitu ISR dan variabel bebas yakni diameter pembuluh darah dilakukan analisis pengukuran QCA dengan program komputer. Kemudian data dikumpul dan dianalisis untuk dinilai faktor-faktor manakah yang berhubungan dengan ISR.
4.10 Alur Penelitian
Pasien pasca IKP yang menjalani follow-up angiografi
Memenuhi kriteria inklusi
Subyek penelitian
Pengumpulan data
Analisis data
Faktor-faktor yang berhubungan dengan ISR Gambar. 4.1. Alur Penelitian
4.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS. 4.11.1 Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi ISR (variabel
tergantung) dan masing-masing faktor yang berhubungan dengan ISR (variabel bebas).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
43
4.11.2 Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas
(usia, jenis kelamin, DM hipertensi, CKD, dislipidemia, merokok, lesi di LAD, lesi di ostial, lesi CTO, lesi di bifurkasi, jenis stent, panjang stent, tekanan maksimal balon dan diameter pembuluh darah) dengan variabel tergantung (ISR) yang keduanya merupakan data kategorik sehingga digunakan uji statistik kai kuadrat (chi-square). 4.11.3 Analisis multivariat untuk mengetahui faktor-faktor variabel bebas yang
berhubungan dengan variabel tergantung dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. a. Seleksi subyek dengan melakukan analisis bivariat diantara masingmasing variabel bebas. Bila dari hasil uji bivariat didapat variabel bebas yang memiliki nilai p<0,25 maka dimasukan ke model multivariat. b. Pemodelan multivariat dilakukan dengan cara mempertahankan variabel yang memiliki nilai p≤0,05 dan mengeluarkan variabel dengan nilai p>0,05 secara bertahap dimulai dari variabel dengan nilai p terbesar. c. Uji Interaksi dilakukan pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi. Jika dari uji interaksi didapatkan nilai p<0,05 maka terdapat interaksi diantara kedua variabel tersebut dan bila p>0,05 maka tidak terdapat interaksi. Variabel yang berinteraksi dikeluarkan dari model multivariat. d. Untuk melihat variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tergantung maka dinilai dari besarnya OR.
4.12 Ijin Penelitian Penelitian potong lintang retrospektif ini menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien sehingga informed consent tidak dibutuhkan. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan surat lolos kaji etik (Ethical clearance) No 33/H2.F1/ETIK/ 2013. Data rekam medik yang digunakan pada penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian yang merupakan pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) yang menjalani follow-up angiografi di Pelayanan Jantung Terpadu/Rumah
Sakit
Umum
Pusat
Negri
Dr.
Cipto
Mangunkusumo
(PJT/RSUPNCM) didapat sebanyak 289 pasien. Berdasarkan hasil pengukuran Quantitative Coronary Angiographic pada seluruh subyek penelitian didapat 133 (46%) subyek mengalami In-Stent Restenosis (ISR) dan 156 (54%) tidak ISR.
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Subyek pada penelitian ini memiliki usia yang tidak jauh berbeda (≥60 tahun; 50,9% vs. <60 tahun; 49,1%) dengan median usia yaitu 61 tahun. Subyek pada penelitian ini terutama berjenis kelamin laki-laki (77,5%), disertai dislipidemia (94,5%), hipertensi (74,4%), mendapatkan Drug-Eluting Stent/DES (74%), menjalani follow-up angiografi antara bulan ke 12 hingga ke 24 (41,7%) dengan median pada bulan ke 15 dan dengan diagnosis klinis saat kejadian ISR yaitu Angina Pectoris Stabil/APS (88,6%).
5.2 Analisis Bivariat Dari hasil analisis bivariat didapat hubungan bermakna antara merokok (p=0,008), lesi di bifurkasi (p=0,027), jenis stent (p=0,003), panjang stent (p=0,001) dan diameter pembuluh darah (p=0,02) dengan kejadian ISR. Kejadian ISR pasca IKP dengan BMS dan DES pada penelitian ini masing-masing sebesar 61,3% dan 40,7%.
5.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi logistik ganda. Variabel bebas dengan nilai p kurang dari 0,25 dari hasil analisis bivariat seperti usia (p=0,054), merokok (p=0,08), Diabetes Melitus (DM) (0,056), hipertensi (p=0,076), Chronic Kidney Disease/CKD (p=0,112), lesi di bifurkasi (p=0,027), jenis stent (0,003), panjang stent (p=0,001) dan diameter 44 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
45
pembuluh darah (p=0,020) diikut sertakan dalam analisis multivariat. Dari analisis multivariat didapat tujuh variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik berhubungan dengan ISR.
Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Subyek Karakteristik
N (%)
Median (P 25; P 75)
Usia (tahun)
Jenis kelamin Diagnosis klinis saat ISR
61 (54; 67) ≥ 60 < 60 Perempuan Laki-laki APS UAP NSTEAMI STEAMI
147 (50,9) 142 (49,1) 65 (22,5) 224 (77,5) 256 (88,6) 23 (8,0) 6 (2,1) 4 (1,4)
6 sd. 12 > 12 sd. 24 > 24 Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak RCA LCX LAD LM Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak BMS DES
114 (39,6) 120 (41,7) 54 (18,8) 166 (57,4) 123 (42,6) 273 (94,5) 16 (5,5) 110 (38,1) 179 (61,9) 215 (74,4) 74 (25,6) 93 (32,2) 196 (67,8) 83 (28,7) 50 (17,3) 150 (51,9) 6 (2,1) 25 (8,7) 264 (91,3) 18 (6,2) 271 (93,8) 45 (15,6) 244 (84,6) 75 (26,0) 214 (74,0)
> 40 ≤ 40
72 (24,9) 217 (75,1)
< 14 ≥ 14
80 (27,7) 209 (72,3)
Waktu follow-up angiografi (bulan)
Merokok Dislipidemia DM Hipertensi CKD Lokasi lesi
Lesi di ostial Lesi Chronic Total Occlusions (CTO) Lesi bifurkasi Jenis stent
15 (11; 21)
Panjang stent (mm)
28 (18; 40,50)
Tekanan maksimal balon (atm)
16 (12; 16)
Diameter pembuluh darah (mm)
2,99 (2,68; 3,49) <3 147 (50,9) ≥3 142 (49,1) Keterangan : Median (persentil 25; persentil 75) untuk data tidak terdistribusi normal
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
46
Tabel 5.2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis Variabel Usia (tahun) Jenis kelamin Merokok Dislipidemia DM Hipertensi CKD Lesi di LAD Lesi di ostial Lesi CTO Lesi di bifurkasi Jenis stent Panjang stent (mm) Tekanan balon (atm) Diameter pembuluh darah (mm)
≥ 60 < 60 Perempuan Laki-laki Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak BMS DES > 40 ≤ 40 < 14 ≥ 14 <3 ≥3
ISR (n=133) 59 (40,1) 74 (52,1) 27 (41,5) 106 (47,3) 88 (53,0) 45 (36,6) 128 (46,9) 5 (31,3) 59 (53,6) 74 (41,3) 106 (49,3) 27 (36,5) 36 (38,7) 97 (49,5) 65 (43,3) 68 (48,9) 14 (56,0) 119 (45,1) 8 (44,4) 125 (46,1) 28 (62,2) 105 (43,0) 46 (61,3) 87 (40,7) 46 (63,9) 87 (40,1) 40 (50,0) 93 (44,5) 78 (53,1) 55 (38,7)
Tidak ISR (n=156) 88 (59,9) 68 (47,9) 38 (58,5) 118 (52,7) 78 (47) 78 (63,4) 145 (53,1) 11 (68,8) 51 (46,4) 105 (58,7) 109 (50,7) 47 (63,5) 57 (61,3) 99 (50,5) 85 (56,7) 71 (51,1) 11 (44,0) 145 (54,9) 10 (55,6) 146 (53,9) 17 (37,8) 139 (57,0) 29 (38,7) 127 (59,3) 26 (36,1) 130 (59,9) 40 (50,0) 116 (55,5) 69 (46,9) 87 (61,3)
.p
OR
95% IK
0,054
0,616
0,387 – 0,982
0,495
0,791
0,452 – 1,383
0,008
1,956
1,214 – 3,151
0,336
1,942
0,657 – 5,739
0,056
1,164
1,017 – 2,649
0,076
1,693
0,983 – 2,915
0,112
0,645
0,390 – 1,065
0,404
0,798
0,502 – 1,269
0,402
1,551
0,679 – 3,543
1,000
0,934
0,358 – 2,440
0,027
2,180
1,134 – 4,192
0,003
2,315
1,351 – 3,969
0,001
2,644
1,522 – 4,592
0,479
1,247
0,744 – 2,090
0,020
1,788
1,120 – 2,855
Tabel 5.3. Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan In-Stent Restenosis Variabel Jenis stent Panjang stent Lesi di bifurkasi Merokok Diameter pembuluh darah Hipertensi DM
.p
OR
95% IK
0,001 0,001 0,019 0,003 0,005 0,016 0,007
4,83 3,71 2,43 2,30 2,18 2,16 2,14
2,51 – 9,30 1,99 – 6,90 1,16 – 5,10 1,33 – 3,99 1,27 – 3,73 1,16 – 4,04 1,23 – 3,70
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan (77,5% vs. 22,5%). Hal ini sesuai dengan laporan statistik pada tahun 2014 tentang penyakit jantung dan stroke di Amerika yang dalam jangka waktu 15 tahun terakhir didapatkan bahwa tindakan Intervensi Koroner Perkutan (IKP) lebih sering dilakukan pada laki-laki (83,0/10.000) dibanding perempuan (38,7/10.000).17 Waktu follow-up angiografi pada penelitian ini terutama terjadi pada bulan ke 15 yang lebih lama dibanding beberapa penelitian lain baik pada pasien pasca IKP dengan Bare-Metal Stent/BMS (bulan ke 5,7 ± 1,9 bulan)19,48,51 maupun Drug-Eluting Stent/DES (bulan ke 6,5 ±1,7 bulan).62,67,73 Stent yang digunakan pada penelitian ini terutama jenis DES dibanding BMS (74% vs. 26%). Data ini sesuai dengan penggunaan stent DES yang lebih banyak dibanding BMS pada pasien pasca IKP pada tahun 2010 di Amerika (75% vs. 25%).17 Gejala klinis yang menyertai kejadian ISR pada penelitian ini terutama adalah Angina Pectoris Stabil/APS (88,6%). Hal ini sesuai dengan Lemos dkk73 yang mendapatkan APS (54%) sebagai gejala klinis tersering yang menyertai ISR pasca IKP dengan DES (SES).
6.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan ISR 6.2.1 Usia Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia (≥60 tahun vs. <60 tahun) dengan ISR (40,1% vs. 52,1%; p=0,054). Hasil penelitian ini sesuai dengan Alfonso dkk140 yang mendapatkan tidak ada perbedaan antara usia dengan ISR (30% vs. 29%) namun penelitian tersebut dilakukan pada stent BMS dan dengan kategori usia lebih atau sama dengan 65 tahun. Berbeda dengan Kasaoka dkk100 yang mendapatkan hubungan bermakna antara usia dengan ISR (59±10 tahun vs. 58±9 tahun; p=0,02) namun penelitian tersebut dilakukan pada pasien pasca IKP dengan BMS. 47 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
48
Pada penelitian ini usia bukan merupakan faktor prediksi ISR. Hal ini berbeda dengan Kasaoka dkk100 yang mendapatkan peningkatan usia setiap 10 tahun sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=1,17/10 tahun; 95% IK 1,031,33; p=0,018) namun penelitian tersebut dilakukan pada stent BMS.
6.2.2 Jenis kelamin Tidak didapatkan perbedaan bermakna proporsi terjadinya ISR antara subyek perempuan dengan laki-laki (41,5% vs. 47,3%; p=0,495). Hal ini sesuai dengan Goldberg dkk79 yang mendapatkan kejadian ISR diantara kedua jenis kelamin tidak berbeda namun lesi ISR pada perempuan lebih berat (tipe difuse) dibanding laki-laki (13% vs. 6%; p=0,01). Berbeda dengan Mohan dan Dhall141 yang mendapatkan kejadian ISR pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki (66,7% vs. 32,3%; p=0,04) dan penelitian ini dilakukan pada pasien tentara yang menjalani IKP dengan stent BMS dan DES. Demikan pula dengan Trabattoni dkk142 yang mendapatkan kejadian ISR lebih tinggi (35,9% vs. 29,4%; p=0,04) dan jenis lesi yang lebih difuse (71,8% vs. 40,3%; p<0,001) pada perempuan dibanding laki-laki. Kastrati dkk67 juga mendapatkan hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan ISR pada pasien pasca IKP dengan DES (SES & PES) (27% vs. 20%; p=0,04). Pada penelitian ini didapat bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor prediksi terjadinya ISR. Bahkan Hausleiter dkk143 mendapatkan jenis kelamin perempuan sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (OR=0,73; 95% IK 0,60-0,90; p=0,002) namun penelitian ini dilakukan pada pembuluh darah yang kecil (<3 mm). Berbeda dengan Golderber dkk79 yang mendapatkan jenis kelamin perempuan sebagai prediksi terjadinya ISR (OR=2,76; 95% IK 1,03-7,39; p=0,04) namun penelitian ini dilakukan pada pasien pasca IKP dengan stent BMS.
6.2.3 Merokok Pada penelitian ini didapat hubungan bermakna antara riwayat merokok dengan ISR (53,0% vs. 36,6%; p=0,008) dan dari analisis multivariat didapat bahwa merokok merupakan faktor prediksi terjadinya ISR (OR=2,30; 95% IK 1,33-3,99; p=0,003). Hal ini sesuai dengan Hong dkk27 yang mendapatkan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
49
merokok sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=1,923; 95% IK 1,055-4,725; p=0,036) namun penelitian ini dilakukan pada pasien DM dan dengan stent DES. Berbeda dengan Cohen dkk144 yang mendapatkan tidak ada perbedaan bermakna proporsi perokok dengan bukan perokok yang menjalani follow-up angiografi (74,5% vs. 74,0%; p=0,80) dan tidak ada perbedaan bermakna antara merokok dengan ISR (29,6% vs. 31,3%; p=0,45). Namun setelah dilakukan penyesuaian dengan pasien yang mengeluhkan gejala klinis angina lebih atau sama dengan satu kali didapat tindakan follow-up angiografi pada perokok lebih rendah dibanding tidak perokok (50,5% vs. 58,7%; p=0,015).144 Dari hasil follow-up angiografi pada bulan ke 12,5 pasca IKP dengan DES, Sherif dkk145 mendapatkan peningkatan angka kematian (4,6% vs. 2,7%; p<0,05) dan kejadian miokard infark (4,9% vs. 3%; p<0,01) pada perokok dibanding bukan perokok namun tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kejadian revaskularisasi target pembuluh darah (9,8% vs. 11,4%; p=0,26). Pada penelitian ini tidak dinilai kejadian kematian dan miokard infark pasca IKP.
6.2.4 Dislipidemia Tidak terdapat hubungan bermakna antara dislipidemia dengan ISR (46,9% vs. 31,3%; p=0,336). Hasil penelitian ini berbeda dengan Kang dkk41 yang mendapatkan hubungan antara dislipidemia dengan ISR (69% vs. 44%; p<0,001) dan dislipidemia sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=3,66; 95% IK 2,086,42; p< 0,001) namun penelitian tersebut dilakukan pada pasien pasca IKP dengan DES jenis SES, PES & Zotarolimus-Eluting Stent/ZES. Pada penelitian ini jenis obat antidislipidemia yang digunakan tidak dinilai.
6.2.5 Diabetes melitus Tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya ISR antara pasien Diabetes Melitus (DM) dibanding bukan DM (53,6% vs. 41,3%; p=0,056). Hal ini tidak sesuai dengan Süselbeck dkk146 yang mendapatkan hubungan bermakna antara DM dengan kejadian ISR (44% vs. 23%; p=0,002) namun penelitian ini dilakukan pada pasien dengan diameter pembuluh darah kecil (<3 mm). Süselbeck
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
50
dkk146 juga mendapatkan kejadian ISR tertinggi pada pasien DM dengan diameter pembuluh darah kurang dari 2,7 mm (71% vs. 24%; p=0,0028). Dari analisis multivariat pada penelitian ini didapat bahwa DM merupakan faktor prediksi terjadinya ISR (OR=2,14; 95% IK 1,23-3,70; p=0,007). Hal ini sesuai dengan Kasaoka dkk100 (OR=1,2; 95% IK 1,01-1,43; p=0,038), Kastrati dkk147 (OR=1,86; 95% IK 1,56-2,16) dan Gilbert dkk148 (OR=1,61; 95% IK 1,212,14; p=0,004) yang mendapatkan DM sebagai faktor prediksi terjadinya ISR pada pasien pasca IKP dengan stent BMS sedangkan Moses dkk61 (OR=2,39; p<0,001), Lemos dkk73 (OR=2,63; 95% IK 1,14-6,31; p=0,02) serta Kang dkk41 (OR=2,8; 95% IK 1,17-3,68; p=0,012) mendapatkan DM sebagai faktor prediksi terjadinya ISR pada pasien pasca IKP dengan stent DES. Dari hasil penelitian pada pasien pasca Angioplasti Balon (AB) atau IKP dengan stent BMS oleh Mercado dkk82 didapat bahwa DM sebagai faktor prediksi terjadinya restenosis (OR=1,33; 95% IK 1,6-1,54; p<0,001). Demikian pula pada pasca IKP dengan stent BMS pada pembuluh darah dengan diameter kecil (<3 mm) oleh Hausletter dkk143 (OR=1,29; 95% IK 1,06-1,57; p=0,002) dan Briguori dkk149 (OR=2,10; 95% IK 1,21-3,68; p=0,007) didapat bahwa DM merupakan faktor prediksi terjadinya ISR. Pada pasien pasca IKP baik dengan stent BMS maupun DES, Cassese dkk150 (OR=1,32; 95% IK 1,19-1,46) mendapatkan bahwa DM merupakan faktor prediksi terjadinya ISR. Demikian pula dengan Okumura dkk33 yang mendapatkan DM sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (p=0,032) namun stent yang diteliti adalah DES (SES). Pada penelitian ini subyek dengan DM tidak dilakukan penilaian kontrol kendali gula darah sejak pasca IKP sampai terjadinya ISR dengan pemeriksaan HbA1C.
6.2.6 Hipertensi Tidak didapatkan hubungan bermakna antara hipertensi dengan ISR (49,3% vs. 36,5%; p=0,076). Hal ini tidak sesuai dengan Mohan dan Dhall141 yang mendapatkan hubungan antara hipertensi dengan ISR pada pasien pasca IKP (p=0,048). Namun demikian dari analisis multivariat pada penelitian ini didapat hipertensi sebagai faktor prediksi ISR (OR=2,16; 95% IK 1,16-4,04; p=0,016).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
51
Dari hasil analisis multivariat, Chen dkk151 mendapatkan hipertensi sebagai faktor prediksi terjadinya adverse cardiac events (UAP yang menjalani revaskularisasi pada target lesi, Acute Myocardial Infarction, Cardiac death) pada pasien pasca IKP. Sedangkan López-Mínguez JR dkk152 mendapatkan hipertensi sebagai faktor prediksi kematian pada pasien Unstable Angina Pectoris dalam jangka waktu tiga tahun pasca IKP. Cutlip dkk153 mendapatkan hipertensi sebagai faktor prediksi terjadinya revaskularisasi pada target lesi dalam jangka waktu satu tahun pasca IKP (OR=1,27; 95% IK 1,01-1,61). Demikian pula dengan Klugherz dkk19 mendapatkan hipertensi sebagai faktor prediksi terjadinya revaskularisasi pembuluh darah arteri yang ketiga pada pasien pasca IKP.
6.2.7 Chronic kidney disease Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara Chronic Kidney Disease (CKD) dengan kejadian ISR (38,7% vs. 49,5%; p=0,112). Hal ini berbeda dengan Otero dkk91 yang mendapatkan CKD sebagai faktor prediksi terjadinya ISR namun penelitian ini dilakukan pada pasien pasca IKP dengan DES (HR=3,47; 95% 1,01-11,97; p=0,045). Dari subyek yang mengalami CKD (32,2%; 93/289) pada penelitian ini didapat nilai Laju Filtrasi Glomerulus/LFG (Cockroft-Gault) terutama berkisar antara 30 sd. 60 ml/menit/1,73 m2 dibanding yang kurang dari 30 ml/menit/1,73 m2 (94,6%; 88/93 vs. 5,4%; 5/93). Subyek CKD dengan nilai LFG kurang dari 30 mengalami kejadian ISR yang lebih tinggi dibanding nilai LFG antara 30 sd. 60 ml/menit/1,73 m2 (80%; 4/5 vs. 36,4%; 32/88). Subyek yang mengalami CKD pada penelitian ini terutama pada pasien pasca IKP dengan stent BMS dibanding DES (52,2%; 12/23 vs. 34,3%; 24/70). Subyek CKD dengan LFG kurang dari 45 ml/menit/1,73 m2 pada penelitian ini didapat sebesar 6,8% (9/133) pasien. Price dkk35 mendapatkan nilai LFG (Cockroft-Gault) kurang dari 45 ml/menit/ 1,73 m2 sebagai prediksi kematian (11,1% vs. 31,6%; p<0,028) pada pasien unproctected Left Main Coronary Artery (LMCA) yang menjalani IKP dengan DES (SES). Pada penelitian ini tidak menilai prediksi kematian pada subyek CKD dengan nilai LFG kurang dari 45 ml/menit/1,73 m2.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
52
6.2.8 Lesi di left anterior desending Pada penelitian ini didapat bahwa lesi ISR terutama terletak di Left Anterior Desending/LAD (51,9%). Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain yang mendapatkan letak lesi ISR terutama pada LAD baik pada pasien pasca IKP dengan BMS47,52,100,104,154 maupun DES.45,67,73,125 Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna proporsi ISR antara lesi di LAD dengan bukan di LAD (43,3% vs. 48,9%; p=0,404) dan letak lesi ISR di LAD bukan merupakan faktor prediksi ISR. Hal ini berbeda dengan Kuntz dkk46 (RR=2,93; 95% IK 1,45-5,97; p=0,003) dan Kastrati dkk147 (OR=1,86) yang mendapatkan lesi ISR di LAD sebagai faktor prediksi ISR pada pasien pasca IKP dengan stent BMS. Sebaliknya berbeda dengan hasil penelitian dari Lemos dkk73 yang mendapatkan lesi ISR di LAD sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (OR=0,30; 95% IK 0,10-0,69; p<0,01) namun terdapat perbedaan pada jenis stent yang diteliti yaitu DES (SES). Bila dibandingkan antara lesi ISR di LAD dengan di RCA pada penelitian ini didapat tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian ISR (43,3%; 65/150 vs. 49,4%; 41/83; p=0,452). Hal ini berbeda dengan Carrozza dkk51 yang mendapatkan hubungan bermakna antara letak lesi ISR di LAD dibanding di RCA dengan kejadian ISR (44% vs. 12%; p=0,002) namun penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu enam bulan pasca IKP dengan jenis stent BMS.
6.2.9 Lesi di ostial Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara lesi di ostial dibanding bukan di ostial (56,0% vs. 45,1%; p=0,402) dengan kejadian ISR. Hal ini berbeda dengan Lemos dkk73 yang mendapatkan hubungan bermakna letak lesi di ostial dengan ISR (OR=2,66; 95% IK 1,30-5,46; p<0,01). Price dkk35 mendapatkan letak lesi ISR lebih sering dijumpai di ostial LCX (48%) dibanding di ostial LAD (9,5%), di kedua ostial LAD maupun LCX (24%) atau di LM dengan ostial cabang (19%). Lee dkk105 mendapatkan lesi ISR pada pasca IKP dengan DES lebih banyak terdapat di ostial LAD dibanding non ostial. Lemos dkk73 mendapatkan letak lesi di ostial sebagai faktor prediksi ISR
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
53
(OR=4,84; 95% IK 1,81-12,07; p<0,01). Pada penelitian ini tidak diteliti letak dari lesi di ostial tersebut.
6.2.10 Lesi chronic total occlusions Tidak didapatkan hubungan bermakna antara lesi Chronic Total Occlusions (CTO) dengan ISR (44,4% vs. 46,1%; p=1,0). Hasil ini berbeda dengan Kastrati dkk67 yang mendapatkan lesi CTO sebagai prediksi ISR (p=0,02) namun penelitian ini dilakukan pada stent DES (SES & PES). Walaupun hanya 18 subyek dengan CTO pada penelitian ini namun didapat kejadian ISR lebih tinggi pada penggunaan stent BMS dibanding DES (75%; 3/4 vs. 35,7%; 5/14). Hal ini sesuai dengan Werner dkk155 yang mendapatkan kejadian ISR pasca IKP pasien dengan lesi CTO lebih tinggi pada penggunaan stent BMS dibanding DES (PES) (51,1% vs. 8,3%; p<0,001).
6.2.11 Lesi di bifurkasi Pada penelitian ini terdapat hubungan bermakna antara letak lesi di bifurkasi dengan ISR (62,2% vs. 43,0%; p=0,03) dan dari analisis multivariat didapat lesi ISR di bifurkasi sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=2,43; 1,16-5,10; p=0,019). Hal ini sesuai dengan Lijima dkk156 yang mendapatkan lesi di bifurkasi sebagai faktor prediksi ISR (OR=2,47; p=0,04) namun penelitian ini dilakukan pada pembuluh darah dengan diameter kecil (1,8 mm sd. 2,5 mm) dan dengan stent BMS. Tehnik pemasangan stent di lesi di bifurkasi seperti kissing stent dan crush, culotte serta T stenting dapat mempengaruhi terjadinya ISR.7 Tehnik crush stent baik pada penggunaan BMS maupun DES akan mengakibatkan kejadian stent under-expansion pada lesi di ostial side branch dan incomplete stent apposition pada daerah terjadinya crush.119 Niemela dkk120 mendapatkan penggunaan tehnik Final Kissing Balloon Dilatation (FKBD) pada true bifurcation lesions akan mengurangi ISR pada SB (7,6% vs. 20,0%; p=0,024). Takebayashi dkk31 menyatakan bahwa sulit mengembangkan stent pada saat yang sama di kedua cabang bifurkasi walau telah dilakukan pengembangan balon secara final kissing. Hal ini sesuai dengan Price dkk35 yang mendapatkan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
54
kejadian ISR pada lesi di bifurkasi dengan unprotected Left Main Coronary Artery (LMCA) lebih sering didapat pada cabang di ostial LCX. Price dkk33=35 mendapatkan hubungan bermakna antara tekanan masimal balon yang rendah dengan ISR pada lesi di bifurkasi distal dari LMCA (16,3±16,3 atm vs. 17,7±1,9 atm; p=0,036). Tehnik post-crush FKBD, tekanan tinggi saat pengembangan stent dan tekanan tinggi post dilatasi dengan balon non-compliant dapat mengurangi ISR pada lesi di bifurkasi.35 Kelemahan penelitian ini tidak menilai letak cabang lesi ISR di bifurkasi dan tehnik yang digunakan pada saat IKP.
6.2.12 Jenis stent Terdapat hubungan bermakna antara jenis stent BMS dibanding DES dengan ISR (61,3% vs. 40,7%; p=0,003). Hal ini sesuai dengan Mohan dan Dhall141 (48,8% vs. 36,3%; p<0,05) dan beberapa penelitian yang mendapatkan hubungan bermakna antara jenis stent dengan ISR (tabel 2.2. & tabel 2.3.).9,53,66 Kejadian ISR pasca IKP baik dengan stent BMS maupun DES pada penelitian ini (61,3% & 40,7%) lebih tinggi bila dibanding dengan beberapa penelitian lainnya tersebut (tabel 2.2. & tabel 2.3.).9,53,66 Pada penelitian ini jenis stent BMS merupakan faktor prediksi terjadinya ISR (OR=4,83; 95% IK 2,51–9,30; p=0,001). Hal ini sesuai dengan hasil metaanalisis oleh Boyden dkk34 yang mendapatkan stent DES sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (RR=0,14; 95% IK 0,10-0,22; p<0,001) namun penelitian ini dilakukan pada pasien pasca IKP yang disertai DM. Demikian pula dengan Sukhija dkk88 yang mendapatkan penggunaan stent DES sebagai faktor proteksi terjadinya ISR pada pasien pasca IKP dengan DM (OR=0,171; 95% IK 0,050,585; p=0,004). Sedangkan Cassese dkk150 mendapatkan stent DES (SES & PES) sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (OR=0,35; 95% KI 0,31-0,39). Subyek yang menjalani follow-up angiografi antara enam hingga 12 bulan pada penelitian ini didapat sebanyak 115 subyek (39,85%; 115/289) dengan perincian sebanyak 58 (50,4%; 58/115) subyek mengalami ISR dan 57 (49,6%; 57/115) subyek tidak ISR. Kejadian ISR pada subyek yang menjalani follow-up
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
55
angiografi enam hingga 12 bulan ini lebih tinggi pada penggunaan stent BMS dibanding DES (58,3%; 14/24 vs. 47,8%; 44/91). Beberapa alasan mengapa kejadian ISR lebih tinggi antara lain: 1. Telah diteliti oleh Alwi28 yang mendapatkan respon inflamasi yang tinggi pada populasi SKA di Indonesia. Respon inflamasi yang tinggi di Indonesia ini akan mempengaruhi tingginya angka ISR pasca IKP baik pada penggunaan BMS maupun DES di Indonesia. 2. Beberapa penelitian lain memiliki jangka waktu follow-up angiografi sesuai dengan protokol penelitian yakni antara enam hingga sembilan bulan sedangkan tindakan follow-up angiografi pada penelitian ini berkisar pada median bulan ke 15 sehingga mengakibatkan terjadinya ISR pada subyek penelitian menjadi lebih tinggi. 3. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data retrospektif yang memiliki kelemahan antara lain: 3.1. Tidak semua subyek penelitian memiliki data rekam medik maupun data rekam follow-up angiografi yang lengkap sehingga dapat menimbulkan bias. 3.2. Data pemantauan pengendalian faktor-faktor risiko pasca IKP yang dapat mencetuskan ISR tidak sepenuhnya didapat seperti; riwayat merokok, kendali gula darah dengan pemeriksaan HbA1C pada penderita DM, pemeriksaan profil lipid untuk mengetahui kendali kadar lipid darah, jenis obat antidislipidemia (statin), kepatuhan pasien untuk menjalankan terapi obat seperti obat anti hipertensi, oral antidiabetik dan insulin maupun anti dislipidemia. 4. Data tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi ISR seperti uji alergi metal stent, uji resistensi antiplatelet dan penilaian respon inflamasi pada penelitian ini tidak ada. Kejadian ISR berdasarkan jenis stent DES baik pada generasi pertama maupun kedua didapat hasil sbb: 1. Kejadian ISR pada penggunaan DES generasi pertama antara SES dengan PES.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
56
Morice dkk39 mendapatkan kejadian ISR pada penggunaan SES & PES tidak berbeda bermakna (9,6% vs. 11,1%; p=0,31). Sedangkan Kastrati dkk67 (10,46% vs. 16,25%) dan Kastrati dkk68 (9,3% vs. 13,1%; p=0,001) mendapatkan kejadian ISR pada SES lebih rendah dibanding PES. Kastrati dkk67 mendapatkan penggunaan SES memiliki risiko terjadinya ISR lebih rendah dibanding PES (OR=0,60; 95% IK 0,44-0,81). Dari hasil follow-up angiografi pasca IKP dengan DES generasi pertama pada pasien DM, Jensen dkk157 mendapatkan besarnya NIH yang melapisi stent (5,4% vs. 46,1%; p<0,001) dan penyebaran NIH (3,5% vs. 42,9%; p<0,001) serta letak NIH pada proksimal stent (7% vs. 45,1%; p<0,001) lebih rendah pada penggunaan SES dibanding PES. 2. Kejadian ISR pada penggunaan DES generasi kedua yaitu Everolimus-Eluting Stent (EES), ZES dan Biolimus-Eluting Stent (BES) didapat hasil sbb: Pada penggunaan stent EES. Dari hasil follow-up angiografi dalam kurun waktu 2 tahun pada penelitian ISAR-TEST-4 didapat ISR lebih rendah pada EES dibanding SES (12,7% vs. 16,9%; p=0,03).9 Demikian pula dari hasil penelitian ESSENCE-Dibetes pada follow-up angiografi dalam kurun waktu 8 bulan didapat ISR lebih rendah pada penggunaan EES dibanding SES (0,9% vs. 6,5%; p=0,03).9 Pada penelitian RESOLUTE-All didapatkan tidak ada perbedaan ISR antara EES dengan SES (5,2% vs. 6,5%; p=0,67).9 Dari hasil follow-up IKP dalam kurun waktu enam sd. delapan bulan pada penelitian ISAR-TEST 2 didapat kejadian ISR lebih tinggi pada penggunaan ZES dibanding SES (19,3% vs 12,0%; p<0,001).9 Pada penggunaan stent BES, Windecker dkk158 mendapatkan penggunaan BES tidak lebih inferior dibanding SES (20,9% vs. 23,3%). Bila dilihat dari hasil penelitian pada DES generasi pertama diatas didapat hasil kejadian ISR yang berbeda diantara penggunaan SES dengan PES. Demikian pula pada DES generasi kedua didapat perbedaan nilai kejadian ISR pada jenis EES dibanding SES. Sedangkan generasi DES kedua lainnya yaitu ZES didapat hasil nilai kejadian ISR yang lebih baik dibanding SES sedangkan BES tidak inferior dibanding SES. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis kejadian ISR terhadap jenis stent DES.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
57
6.2.13 Panjang stent Terdapat hubungan bermakna antara panjang stent (>40 mm vs. ≤40 mm) dengan ISR (63,9% vs. 40,1%; p=0,001; 95% IK 1,522-4,592). Hal ini sesuai dengan Hong dkk45 yang mendapatkan hubungan panjang stent (>40 mm vs. ≤40 mm) dengan ISR (p<0,001) baik pada CSA kurang dari 5,5 mm2 (17,7% & 8,6%) maupun CSA lebih atau sama dengan 5,5 mm2 (2,4% & 0,4%) namun penelitian ini dilakukan pada stent DES (SES) dengan penilaian ISR berdasarkan IVUS. Pada penelitian ini panjang stent merupakan faktor prediksi terjadinya ISR (OR=3,71; 1,99-6,90; p=0,001). Hasil ini sesuai dengan Hong dkk45 yang mendapatkan panjang stent sebagai faktor prediksi ISR (OR=1,029; 95% IK 1,002-1,056; p=0,035) dengan kriteria panjang stent yang sama (>40 mm vs. ≤40 mm). Demikian pula pada beberapa penelitian lain didapat hasil sbb: 1. Kereiakes dkk104 mendapatkan panjang stent sebagai faktor prediksi ISR (OR=1,049; p=0,0038) pada pasien pasca IKP dengan BMS. 2. Briguori dkk149 (OR=1,03; 95% IK 1,01-1,04; p=0,001) dan Lijima dkk156 (OR=1,05; p=0,02) mendapatkan panjang stent sebagai faktor prediksi ISR namun penelitian ini dilakukan pada pembuluh darah dengan diameter kecil (masing-masing; <3 mm & 1,8-2,5 mm) dan dilakukan pada pasien pasca IKP dengan stent BMS. 3. Kasaoka dkk100 mendapatkan setiap kenaikan 10 mm panjang stent akan meningkatkan kejadian ISR sebesar 1,3 kali (OR=1,26/10 mm; 95% IK 1,171,35; p<0,0001) namun penilaian ISR berdasarkan IVUS dan dilakukan pada pasien pasca IKP dengan stent BMS. 4. Cassese dkk150 mendapatkan setiap peningkatan 10 mm panjang stent akan meningkatkan kejadian ISR sebesar 1,3 kali (OR=1,27/10 mm; 95% IK 1,211,33) pada pasien pasca IKP baik dengan stent BMS maupun DES. 5. Kastrati dkk67 mendapatkan panjang stent sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (p>0,001) namun stent yang diteliti DES (SES & PES). 6. Lemos dkk73 mendapatkan kenaikan tiap 10 mm panjang stent sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=1,42; 95% IK 1,21-1,68; p<0,01) namun stent yang diteliti DES (SES).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
58
7. Kang dkk41 mendapatkan panjang stent sebagai faktor prediksi terjadinya ISR (OR=1,03; 95% IK 1,01-1,05; p=0,001) namun stent yang diteliti ialah DES (SES, PES & ZES). Subyek pasca IKP yang mengalami ISR dengan panjang stent lebih dari 40 mm pada penelitian ini didapat sebanyak 72 subyek (24,9%; 72/289) dan terutama didapat pada subyek pasca IKP dengan stent BMS dibanding DES (100%; 9/9 vs. 58,7%; 37/63). Seluruh subyek pasca IKP dengan panjang stent lebih dari 40 mm yang menggunakan BMS pada penelitian ini mengalami ISR.
6.2.14 Tekanan maksimal balon Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tekanan maksimal balon (<14 atm vs. ≥14 mm) dengan ISR (50,0% vs. 44,5%; p=0,479). Hasil ini berbeda dengan Price dkk35 yang mendapatkan hubungan bermakna antara tekanan maksimal balon dengan ISR (17,7±1,9 atm vs. 16,3±16,3 atm; p=0,036) namun penelitian dilakukan pada stent DES (SES) dan pada subyek dengan lesi unproctected LMCA. Pada penelitian ini didapat 27,7% (80/289) subyek dengan tekanan balon dibawah 14 atm yang lebih banyak didapat pada pasien pasca IKP dengan BMS dibanding DES (66,7%; 20/30 vs. 40%; 20/50).
6.2.15 Diameter pembuluh darah Terdapat hubungan bermakna antara diameter pembuluh darah (<3 mm vs. ≥3 mm) dengan ISR (53,1% vs. 38,7%; p=0,02). Hal ini sesuai dengan Akiyama dkk52 yang mendapatkan hubungan bermakna diameter pembuluh darah kecil (<3 mm) dengan ISR (32,6% vs. 19,9%; p<0,0001) namun stent yang diteliti ialah BMS. Pada penelitian ini didapat bahwa diameter pembuluh darah merupakan faktor prediksi terjadinya ISR (OR=2,18; 95% IK 1,27-3,73; p=0,005). Hal ini sesuai pula dengan hasil dari beberapa penelitian sbb: 1. Akiyama dkk52 (OR=2,032; 95% IK 1,22-3,38; p=0,006) dan Hausleiter dkk143 (OR=1,59; 95% IK 1,36-1,82; p<0,0001) yang mendapatkan bahwa
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
59
diameter pembuluh darah kecil (<3 mm) sebagai faktor prediksi terjadinya ISR namun penilaian ISR berdasarkan IVUS dan dilakukan pada stent BMS. 2. Elezi dkk99 mendapatkan diameter pembuluh darah sebagai faktor prediksi ISR (OR=1,75; 95% IK 1,49-2,08) namun penelitian ini dilakukan pada diameter pembuluh darah antara 2,7 mm vs. 3,4 mm dan dilakukan pada stent BMS. 3. Dari hasil pemeriksaan IVUS pada pasien pasca IKP dengan BMS, Kasaoka dkk100 mendapatkan peningkatan setiap 1 mm diameter pembuluh darah sebagai faktor proteksi terjadinya ISR (OR=0,60/1 mm; 95% IK 0,40-0,89; p=0,012). 4. Pada pasien pasca IKP baik dengan BMS maupun DES, Cassese dkk150 mendapatkan setiap penurunan 0,5 mm diameter pembuluh darah akan meningkatkan kejadian ISR 1,5 kali (OR=1,59; 95% IK 1,52-1,68). 5. Lemos dkk73 mendapatkan setiap peningkatan 1 mm diameter pembuluh darah sebagai faktor proteksi ISR (OR=0,46; 95% IK 0,24-0,87; p=0,03) namun stent yang diteliti adalah DES (SES) dengan kriteria restenosis yaitu InSegment Restenosis. 6. Kastrati dkk67 mendapatkan penurunan setiap 0,5 mm diameter pembuluh darah sebagai faktor prediksi ISR (OR=1,74; 95% IK 1,31-2,32; p<0,0001) namun penelitian ini dilakukan pada DES (SES & PES). Pada penelitian ini didapat kejadian ISR pasca IKP lebih rendah pada penggunaan DES dibanding BMS baik pada subyek dengan diameter pembuluh darah kecil (<3 mm; 47,9%; 58/121 vs. 76,9%; 20/26) maupun pembuluh darah besar (≥3 mm; 31,2%; 29/93 vs. 53,1%; 26/49). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Popma dkk159 yang mendapatkan kejadian ISR lebih rendah pada penggunaan stent DES (SES) dibanding BMS baik pada subyek dengan diameter 2,5 mm (5% vs. 41,8%; p<0,001), 3 mm (2,5% vs. 35,1%; p<0,001) maupun 3,5 mm (1,9%% vs. 29,7%%; p<0,001).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
60
6.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1. Penelitian ini menggunakan data retrospektif sehingga tidak semua subyek memiliki data yang lengap baik data rekam medik maupun data follow-up angiografi. 2. Data tentang pemantauan faktor-faktor risiko pasca IKP yang tidak lengkap seperti pemantauan kendali gula darah dengan pemeriksaan HbA1C pada pasien DM dan jenis obat antidislipidemia yang digunakan. 3. Pada penelitian ini tidak menganalisis hal-hal yang dapat mempengaruhi kejadian ISR antara lain; jenis stent DES yang digunakan, jenis obat antidislipidemia yang digunakan, morfologi tipe lesi berdasarkan sistim klasifikasi dari American Heart Association (AHA),160 tehnik yang digunakan pada lesi ISR di bifurkasi, pemeriksaan uji alergi terhadap metal stent, uji resistensi trombosit dan penilaian respon inflamasi (high-sensitivity C-reactive protein/hs-CRP).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Jenis stent, panjang stent, lesi di bifurkasi, merokok, diameter pembuluh darah, hipertensi dan Diabetes Melitus (DM) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan In-Stent Restenosis (ISR) pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP).
7.2 Saran 1. Pada pasien pasca IKP yang memiliki banyak faktor risiko harus dilakukan evaluasi kinis serta pemeriksaan stress test (stress echo atau tread-mill test) untuk menilai ada tidaknya indikasi pemeriksaan angiografi ulang. 2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan ; (1) menambah faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ISR seperti pemantauan kendali gula darah dengan pemeriksaan HbA1C pada penderita DM dan jenis obat antidislipidemia yang digunakan serta (2) menggunakan metoda yang lebih baik disertai dengan analisis terhadap jenis drug eluting stent yang digunakan, jenis obat antidislipidemia yang digunakan, morfologi tipe lesi berdasarkan sistim klasifikasi dari American Heart Association (AHA), tehnik yang digunakan terhadap lesi ISR di bifurkasi, pemeriksaan uji alergi terhadap metal stent, uji resistensi trombosit, penilaian respon inflamasi (High sensitivity C Reactive Protein/HsCRP) dan dilakukan multi senter di seluruh Pelayanan Jantung Terpadu di Indonesia.
61 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs). 2011. (http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs317/en/). American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2012 update: a report from the American heart association. Circulation. 2012;125:e2-e220. World life expectancy. World rankings-total deaths. (http://www.worldlife expectancy.com/world-rankings-total-deaths). World life expectancy. Health profile: Indonesia. (http://www.worldlife expectancy.com/country-health-profile/indonesia). World life expectancy. Indonesia: coronary heart disease. (http://www.worldlifeexpectancy.com/indonesia-coronary-heart-disease). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007. Laporan nasional 2007. Jakarta. 2008;275-85 (http://www.litbang.depkes.go.id). Popma JJ, Baim DS, Resnic FS. Percutaneous coronary and valvular intervention. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald’s heart disease; a textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 1419-49. Kern MJ. Basics of percutaneous coronary interventions, 1. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 1-37. Stone GW, Kirtane AJ. Bare metal and drug-eluting coronary stents. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 171-96. Morrow DA, Bersh BJ. Chronic coronary artery disease. In: Libbi P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald’s heart disease; a textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 1353-405. American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2006 update: a report from the American heart association. Circulation. 2006;113:e85e151. American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2007 update: a report from the American heart association. Circulation. 2007;115:e69e171. Cosgrave J, Dangas G. Drug-eluting stent restenosis. In: Colombo A, Stankovic G, editors. Problem oriented approaches in interventional cardiology: Informa UK; 2007. p. 151-75. American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2010 update: a report from the American heart association. Circulation. 2010;121:e46e215. American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2011 update: a report from the American heart association. Circulation. 2011;123:e18e209. American Heart Association. Heart disease and stroke statistics-2013 update: a report from the American heart association. Circulation. 2013;127:e6-e245.
62 Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
63
17. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Blaha MJ, et al. Heart disease and stroke statistics-2014 update: a report from the American heart association. Circulation. 2014;129:e28-e292. 18. Moreno R, Fernández C, Alfonso F, Henández R, Pérez-Vizcayno MJ, Escaned J, et al. Coronary stenting vesus balloon angioplasty in small vessels; a meta-analysis from 11 randomized studies. J Am Coll Cardiol. 2004;43:1964-72. 19. Klugherz BD, Meneveau NF, Kolansky DM, Herrmann HC, Schiele F, Matthai WH, et al. Predictors of clinical outcome following percutaneous intervention for in-stent restenosis. Am J Cardiol. 2000;85:1427-31. 20. Schuhlen H, Kastrati A, Mehilli H, Hausleiter J, Pache J, Dirscinger J, et al. Restenosis detected by routine angiographic follow-up and late mortality after coronary stent placement. Am Heart J. 2004;147:317-22 (abstract). 21. Mehran R, Dangas G, Abizaid AS, Mintz GS, Lansky AJ, Satler LF, et al. Angiographic patterns of in-stent restenosis: classification and implications for long-term outcome. Circulation. 1999;100:1872-78. 22. Radke PW, Kaiser A, Frost C, Sigwart U. Outcome after treatment of coronary in-stent restenosis. Results from a systematic review using metaanalysis techniques. Eur Heart J. 2003;24:266-73. 23. Nguyen T, Pham MH, Tuan NQ, Tresukosol D, Boonbaichaiyapruck S, Feldman T. Interventions in complex lesions. In: Nguyen TN, Saito S, Hu D, Dave V, Grines CL, editors. Practical handbook of advanced interventional cardiology. New York: Futura Publishing Company; 2001. p. 171-86. 24. Yoneda S, Abe S, Kanaya T, Oda K, Nishino S, Kageyama M, et al. Delayed inflammatory response as a feature of in-stent restenosis after drug-eluting stent implantation. Circulation. 2010;122:A11003 (abstract). 25. Kornowski R, Hong MK, Tio FO, Bramwell O, Wu H, Leon MB, et al. Instent restenosis: contributions of inflammatory responses and arterial injury to neointimal hyperplasia. J Am Coll Cardiol. 1998;31:224-30. 26. Toutouzas K, Colombo A, Stefanadis C. Inflammation and restenosis after percutaneous coronary interventions. European Heart Journal. 2004;25:167987. 27. Hong SJ, Kim MH, Ahn YK, Bae JH, Shim WJ, Ro YM, et al. Multiple predictors of coronary restenosis after drug-eluting stent implantation in patients with diabetes. Heart. 2006;92:1119-24. 28. Alwi I. Hubungan faktor metabolik dengan respons inflamasi pada sindrom koroner akut pasien diabetes mellitus tipe 2. Kajian efek kurkumin terhadap faktor metabolik dan respons inflamasi pada sindrom koroner akut. Disertasi. Jakarta: Program Doktor Ilmu Kedokteran FKUI; 2006. 29. Dangas GD, Claessen BE, Caixeta A, Sanidas EA, Mintz GS, Mehran R. Instent restenosis in the drug-eluting stent era. J Am Coll Cardiol. 2010;56:1897–907. 30. Costa MA, Simon DI. Molecular basis of restenosis and drug-eluting stents. Circulation. 2005;111:2257-73. 31. Takebayashi H, Kobayashi Y, Mintz GS, Carlier SG, Fujii K, Yasuda T, et al. Target vessel failure after sirolimus-eluting stent implantation. Am J Cardiol. 2005;95:498-502.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
64
32. Lemos PA, Saia F, Ligthart JMR, Arampatzis CA, Sianos G, Tanabe K, et al. Coronary restenosis after sirolimus-eluting stent implantation. Morphological description and mechanistic analysis from a consecutive series of cases. Circulation. 2003;108:257-60. 33. Okumura M, Ozaki Y, Ishii J, Kan S, Hiryuki N, Matsui S, et al. Restenosis and stent fracture following sirolimus-eluting stent (SES) implantation- a serial quantitative coronary angiography (QCA) and intravascular ultrasound (IVUS) study. Cir J. 2007;71:1669-77. 34. Boyden TF, Nallamothu BK, Moscucci M, Chan PS, Grossman PM, Tsai TT, et al. Meta-analysis of randomized trials of drug-eluting stents versus bare metal stents in patients with diabetes mellitus. Am J Cardiol. 2007;99:1399-402. 35. Price MJ, Cristea E, Sawhney N, Kao JA, Moses JW, Leon MB, et al. Serial angiographic follow-up of sirolimus-eluting stents for unprotected left main coronary artery revascularization. J Am Coll Cardiol. 2006;47:871-77. 36. Steinberg DH, Gaglia Jr MA, Slottow TLP, Roy P, Bonello L, Labriolle AD, et al. Outcome differences with the use of drug-eluting stents for the treatment of in-stent restenosis of bare-metal stents versus drug-eluting stents. Am J Cardiol. 2009;103:491-95. 37. Cosgrave J, Melzi G, Bondi-Zoccai GGL, Airoldi F, Chieffo A, Sangiorgi GM, et al. Drug-eluting stent restenosis. The pattern predicts the outcome. J Am Coll Cardiol. 2006;47:2399-404. 38. Nakamura M, Wada M, Hara H, Kozuma K, Otsuka Y, Miyazaki S. Angiographic and clinical outcomes of a pharmacokinetic study of sirolimus-eluting stents: lesson from restenosis cases. Circ J. 2005;69:1196201. 39. Morice MC, Colombo A, Meier B, Serruys P, Tamburino C, Guagliumi G, et al. Sirolimus- vs paclitaxel-eluting stents in de novo coronary artery lesion; the REALITY trial: a randomized controlled trial. JAMA. 2006;295:895-04. 40. Popma JJ, Tiroch K, Almonacid A, Cohen S, Kandzari DE, Leon MB. A qualitative and quantitative angiographic analysis of stent fracture late following sirolimus-eluting stent implantation. Am J Cardiol. 2009;103:92329. 41. Kang SJ, Mintz GS, Park DW, Lee SW, Kim YH, Lee CW, et al. Mechanisms of in-stent restenosis after drug-eluting stent implantation. Intravascular ultrasound analysis. Circ Cardiovasc Interv. 2011;4:9-14. 42. Solinas E, Dangas G, Kirtane AJ, Lansky AJ, Franklin-Bond T, Boland P, et al. Angiographic patterns of drug-eluting stent restenosis and one-year outcomes after treatment with repeated percutaneous coronary intervention. Am J Cardiol. 2008;102:311–15. 43. Cutlip DE, Windecker S, Mehran R, Boam A, Cohen DJ, Van Es GA, et al. Clinical end points in coronary stent trials: a case for standardized definitions. Circulation. 2007;115:2344 –51. 44. Edris A, Siddiqi N, Kern MJ. Restenosis and drug-eluting stents. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 168-83.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
65
45. Hong MK, Mintz GS, Lee CW, Park DW, Choi BR, Park KH, et al. Intravascular ultrasound predictors of angiographic restenosis after sirolimus-eluting stent implantation. Eur Heart J. 2006;27:1305-10. 46. Kuntz RE, Safian RD, Carrozza JP, Fishman RF, Mansour M, Baim DS. The importance of acute luminal diameter in determining restenosis after coronary atherectomy or stenting. Circulation. 1992;86:1827-35. 47. Foley DP, Melkert R, Serruys PW. Influence of coronary vessel size on renarrowing process and late angiographic outcome after successful balloon angioplasty. Circulation. 1994;90:1239-51. 48. Hoffman R, Mintz GS, Dussaillant GR, Popma JJ, Pichard AD, Satler LF, et al. Patterns and mechanisms of in-stent restenosis: a serial intravascular ultrasound study. Circulation.1996;94:1247-54. 49. Strauss BH, Serruys PW, Bertrand ME, Puel J, Meier B, Goy JJ, et al. Quantitative angiographic follow-up of the coronary wallstent in native vessels and bypass grafts (European experience-march 1986 to march 1990). J Am Coll Cardiol. 1992;69:475-81 (abstract). 50. Htay T, Liu MW. Review drug-eluting stent: a review and update. Vascular health and risk management. 2005;1:263-76. 51. Carrozza JP, Kuntz RE, Levine MJ, Pomerantz RM, Fishman RF, Mansour M, et al. Angiographic and clinical outcome of intracoronary stenting: Immediate and long-term results from a large single center experience. J Am Coll Cardiol. 1992;20:328-37. 52. Akiyama T, Moussa I, Reimers B, Ferraro M, Kobayashi Y, Blengino S, et al. Angiographic and clinical outcome following coronary stenting of small vessels: a comparison with coronary stenting of large vessels. J Am Coll Cardiol. 1998;32:1610-18. 53. Lee CH, Tan HC, Lim YT. Update on drug-eluting stents for prevention of restenosis. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2006;14:75-82. 54. Curcio A, Torella D, Indolfi C. Mechanisms of smooth muscle cell proliferation and endothelial regeneration after vascular injury and stenting. Circ J. 2011;75:1287-96. 55. Aronson D, Bloomgarden Z, Rayfield EJ. Potential mechanisms promoting restenosis in diabetic patients. J Am Coll Cardiol. 1996;27:528-35. 56. Frederick GP, Welt, Roger C. Inflammation and restenosis in the stent era. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2002;22:1769-76. 57. Mitra AK, Agrawal DK. In stent restenosis: bane of the stent era. J Clin Pathol. 2006;59:232-39. 58. Welt FGP, Rogers C. Inflammation and restenosis in the stent era. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2002;22:1769-76. 59. Perkins LEL. Preclinical models of restenosis and their application in the evaluation of drug-eluting stent systems. Veterinary pathology online. 2010;47:58-76 (http://vet.sagepub.com/content/47/1/58). 60. Joner M, Finn AV, Farb A, Mont EK, Kolodgie FD, Ladich E, et al. Expedited reviews: Pathology of drug-eluting stents in humans delayed healing and late thrombotic risk. J Am Coll Cardiol. 2006;48:193-202. 61. Moses JW, Leon MB, Popma JJ, Fitzgerald PJ, Holmes DR, O’Shaughnessy, et al. Sirolimus-eluting stents versus standard stents in patients with stenosis in a native coronary artery. N Engl J Med. 2003;349:1315-23.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
66
62. Degertekin M, Regar E, Tanabe K, Lemos P, Lee CH, Smits P, et al. Evaluation of coronary remodeling after sirolimus-eluting stent implantation by serial three-dimensional intravascular ultrasound. Am J Cardiol. 2003;91:1046-50. 63. Kimura T, Nosaka H, Yokoi H, Iwabuchi M, Nobuyoshi M. Serial angiographic follow-up after palmaz-schatz stent implantation: comparison with conventional balloon angioplasty. J Am Coll Cardiol. 1993;21:1557-63. 64. Croce KJ, Costa MA, Simon DI. Restenosis. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 421-31. 65. Terashima M, Ito T, Takeda Y, Surmely J, Katoh O, Matsubara T, et al. A time-course analysis of neointimal growth on the sirolimus-eluting stent struts crossing a side branch using optical coherence tomography. Angioplasty summit abstracts/e-poster. Am J Cardiol. 2007 (abstract). 66. Stone GW. Coronary stenting. In: Baim DS, editor. Grossman’s cardiac catheterization, angiography, and intervention. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 492-542. 67. Kastrati A, Dibra A, Mehilli J, Mayer S, Pinieck S, Pache J, et al. Predictive factors of restenosis after coronary implantation of sirolimus- or paclitaxeleluting stents. Circulation. 2006;113:2293-300. 68. Kastrati A, Dibra A, Eberle S, Mehilli J, de Lezo JS, Goy JJ, et al. Sirolimuseluting stents vs paclitaxel-eluting stents in patients with coronary artery disease: Meta-analysis of randomized trials. JAMA. 2005;294:819-25. 69. Amant C, Bauters C, Bodart JC, Lablanche JM, Grollier G, Danchin N, et al. Dallele of the angiotensin I–converting enzyme is a major risk factor for restenosis after coronary stenting. Circulation. 1997;96:56-60. 70. Jørgensen E, Kelbæk H, Helqvist S, Jensen GVH, Saunama¨ki K, Kastrup J, et al. Predictors of coronary in-stent restenosis: importance of angiotensinconverting enzyme gene polymorphism and treatment with angiotensinconverting enzyme inhibitors. J Am Coll Cardiol. 2001;38:1434-39. 71. Koch W, Kastrati A, Mehilli J, Böttiger C, von Beckerath N, Schömig A. Insertion/deletion polymorphism of the angiotensin I-converting enzyme gene is not insertion/deletion polymorphism of the angiotensin I-converting enzyme gene is not associated with restenosis after coronary stent placement. Circulation. 2000;102:197-202. 72. Köster R, Vieluf D, Kiehn M, Sommerauer M, Kähler J, Baldus S, et al. Nickel and molybdenum contact allergies in patients with coronary in-stent restenosis. Lancet. 2000;356:1895–97. 73. Lemos PA, Hoye A, Goedhart D, Arampatzis CA, Saia F, Van der Giessen WJ, et al. Clinical, angiographic, and procedural predictors of angiographic restenosis after sirolimus-eluting stent implantation in complex patients. An evaluation from the rapamycin-eluting stent evaluated at Rotterdam cardiology hospital (RESEARCH) study. Circulation. 2004;109:1366-70. 74. Nebeker JR, Virmani R, Bennett CL, Hoffman JM, Samore MH, Alvarez J, et al. Hypersensitivity cases associated with drug-eluting coronary stents. A review of available cases from the research on adverse drug events and reports (RADAR) project. J Am Coll Cardiol. 2006;47:175– 81.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
67
75. Schwartz JB, Zipes D. Cardiovascular disease in special populations. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald’s heart disease; A textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 1923-53. 76. Siddiqi N, Suh WH, Uretsky BF, Edris A, Marashdeh M, Zynda TK, et al. Difficult subsets for percutaneous coronary interventions: calcific vessels, coronary bypass conduits, elderly patients, and cardiac transplantation. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 194-200. 77. Douglas PS, Brennan JM, Anstrom KJ, Sedrakyan A, Eisenstein EL, Haque G, et al. Clinical effectiveness of coronary stents in elderly persons: Results from 262,700 medicare patients in the American college of cardiology– national cardiovascular data registry. J Am Coll Cardiol. 2009;53:1629–41. 78. Ke-Fei D, Bo X, Yue-Jin Y, Rong L, Hong Q, Wei-Xian Y, et al. Clinical and angiographic characteristics of premenopausal women with coronary artery disease. Chin Med J. 2008;121:2392-96. 79. Goldberg SL, Loussararian A, de Gregorio J, di Mario C, Albiero R, Colombo A, et al. Predictors of diffuse and aggressive intra-stent restenosis. J Am Coll Cardiol. 2001;37:1019-25. 80. Carrozza JP, Kuntz RE, Fishman RF, Baim DS. Restenosis after arterial injury caused by coronary stenting in patients with diabetes mellitus. Ann Intern Med. 1993;118: 344-49. 81. Kornowski R, Mintz GS, Kent KM, Pichard AD, Satler LF, Bucher TA, et al. Increased restenosis in diabetes mellitus after coronary interventions is due to exaggerated intimal hyperplasia: a serial intravascular ultrasound study. Circulation. 1997;95:1366-69. 82. Mercado N, Boersma E, Wijns W, Gersh BJ, Morillo CA, de Valk V, et al. Clinical and quantitative coronary angiographic predictors of coronary restenosis: a comparative analysis from the balloon-to-stent era. J Am Coll Cardiol. 2004;43:943-49. 83. Chien S, Li S, Shyy JYJ. Effects of mechanical forces on signal transduction and gene expression in endothelial cells. Hypertension. 1998;31:162-69. 84. Ohtani K, Egashira K, Ihara Y, Nakano K, Funakoshi K, Zhao G, et al. Angiotensin II type 1 receptor blockade attenuates in-stent restenosis by inhibiting inflammation and progenitor cells. Hypertension. 2006;48:664-70. 85. Park CS. The optimal revasculariation therapy for coronary artery disease patients with chronic kidney disease. Korean J Intern Med. 2012;27:388-90. 86. Abizaid A, Costa JR, Banning A, Bartorelli AL, Dzavik V, Ellis S, et al. The sirolimus-eluting cypher select coronary stent for the treatment of bare-metal and drug-eluting stent restenosis. Insights from the e-select (multicenter post-market surveillance) registry. J Am Coll Cardiol Intv. 2012;5:64-71. 87. Tomai F, Ribichini F, De Luca L, Petrolini A, Ghini AS, Weltert L, et al. Randomized comparison of xience V and multi-link vision coronary stent in the same multivessel patient with chronic kidney disease (RENAL-DES) study. Circulation. 2014;129:1104-12.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
68
88. Sukhija R, Aronow WS, Sureddi R, Aleti S, Molavi B, Sachdeva R, et al. Predictors of in-stent restenosis and patient outcome after percutaneous coronary intervention in patients with diabetes mellitus. Am J Cardiol. 2007;100:777-80. 89. Ishii H, Toriyama T, Aoyama T, Takahashi H, Tanaka M, Yoshikawa D, et al. Percutaneous coronary intervention with bare metal stent vs. drug-eluting stent in hemodialysis patients. Circ J. 2012;76:1609-15. 90. Takeuchi I, Moriguchi M, Imaki R, Fukaya H, Shinagawa H, Shimohama T, et al. Hemodialysis is an independent predictor of coronary in-stent restenosis after paclitaxel eluting stent implantation. Intern Med. 2010;49:2379-84. 91. Otero DL, Fernández MB, Barredo MA, Nouche RT, Castro PS, Alvarez BC, et al. Chronic renal failure is associated with worse outcome after implantation of sirolimus eluting stent. Med Clin (Barc). 2010;135:250-55. 92. Rosenson RS, Tangney CC. Antiatherothrombotic properties of statins: implications for cardiovascular event reduction. JAMA. 1998;279:1643–50. 93. Soma, MR, Donetti E, Parolini C, Mazzini G, Ferrari C, Fumagalli R, et al. HMG CoA reductase inhibitors: in vivo effects on carotid intimal thickening in normocholesterol rabbits. Arterioscler Thromb. 1993;93:99-105. 94. Walter DH, Schachinger V, Elsner M, Mach S, Auch-Schwelk W, Zeiher AM. Effect of statin therapy on restenosis after coronary stent implantation. Am J Cardiol. 2000;85:962-68. 95. Kamisirado H, Inoue T, Sakuma M, Tsuda T, Hayashi T, Takayanagi K, Node K. Effects of statins on restenosis after coronary stent implantation. Angiology. 2007;58:55-60. 96. Oi K, Shimokawa H, Hirakawa Y, Tashiro H, Nakaike R, Kozai T, Ohzono K, Yamamoto K, Koyanagi S, Okamatsu S, et al. Postprandial increase in plasma concentrations of remnant-like particles: an independent risk factor for restenosis after percutaneous coronary intervention. J Cardiovasc Pharmacol. 2004;44:66-73. 97. Winkelmann BR, Mathels G, Ihnken K, Wolf A, Kaltenbach M. Decreased plasma antioxidants in active smokers with coronary artery disease compared to nonand ex-smokers. (abstract;1724). (http://eurheartj.oxfordjournals.org). 98. Lelakis J, Papamichael C, Venmos C, Tassloula H, Voutsas A, Pirgakis V, et al. Acute cigarette smoking impairs endothelium-dependent large peripheral artery dilatation in humans. (abstract;1727) (http://eurheartj.oxfordjournals.org). 99. Elezi S, Kastrati A, Neumann FJ, Hadamitzky M, Dirschinger J, Schömig A. Vessel size and long-term outcome after coronary stent placement. Circulation. 1998:98;1875-80. 100. Kasaoka S, Tobis JM, Akiyama T, Reimers B, Mario CD, Wong ND, et al. Angiographic and intravascular ultrasound predictors of in-stent restenosis. J Am Coll Cardiol. 1998;32:1630-35. 101. Versaci F, Gaspardone A, Tomai F, Proietti I, Ghini AS, Altamura L, et al. A comparison of coronary artery stenting with angioplasty for isolated stenosis of the proximal left anterior descending coronary artery: five year clinical follow up. Heart. 2004;90:672-75.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
69
102. O’Keefe JH, Kreamer TR, Jones PG, Vacek JL, Gorton ME, Muehlebach GF, et al. Isolated left anterior descending coronary artery disease: percutaneous transluminal coronary angioplasty versus stenting versus left internal mammary artery bypass grafting. Circulation. 1999;100(suppl II):II114–18. 103. Jones RH, Kesler K, Phillips HR, Mark DB, Smith PK, Nelson CL, et al. Long-term survival benefit of coronary artery bypass grafting and percutaneous transluminal angioplasty in patients with coronary artery disease. J Thorac Cardiovasc Surg. 1996;111:1013–25. 104. Kereiakes D, Linnemeier TJ, Baim DS, Kuntz R, O’Shaughnessy C, Hermiller J, et al. Usefulness of stent length in predicting in-stent restenosis (the MULTI-LINK stent trials). Am J Cardiol. 2000;86:336-41. 105. Lee MS, Edris A, Kern MJ. Aorto-ostial and branch ostial lesions and unprotected left main percutaneous coronay interventions. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 212-19. 106. Nguyen T, Hieu NL. Ostial lesions. In: Nguyen TN, Saito S, Hu D, Dave V, Grines CL, editors. Practical handbook of advanced interventional cardiology. New York: Futura Publishing Company; 2001. p. 199-205. 107. Popma J, Almonacid A, Burke D. Qualitative and quantitative coronary angiography. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 757-75. 108. Rogers C, Baim DS. Coronary atherectomy, thrombectomy, and embolic protection. In: Baim DS, editor. Grossman’s cardiac catheterization, angiography, and intervention. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 467-91.155. Costa RA, Mintz GS, Carlier SG, Lansky AJ, Moussa I, Fujii K, et al. Bifurcation coronary lesions treated with the “crush” technique. J Am Coll Cardiol. 2005;46:599-605. 109. Uretsky BF, Marashdeh M. Percutaneous coronary interventions of chronic total occlusions. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 201-11. 110. Wijns W, Kolh P, Danchin N, Mario CD, Falk V, Folliguet T, et al. Guidelines on myocardial revascularization. Eur Heart J. 2010;31:2501-55. 111. Nguyen T, Saito S. Interventions in chronic total occlusion. In: Nguyen N, Saito S, Hu D, Dave V, Grines CL, editors. Practical handbook of advanced interventional cardiology. New York: Futura Publishing Company; 2001. p. 187-98. 112. Colombo A, Moses JW, Morice MC, Ludwig J, Holmes DR, Spanos V, et al. Randomized study to evaluate sirolimus-eluting stents implanted at coronary bifurcation lesions. Circulation. 2004;109:1244-49. 113. Shubrooks SJ. Bifurcation lesions. In: Nguyen TN, Saito S, Hu D, Dave V, Grines CL, editors. Practical handbook of advanced interventional cardiology. New York: Futura Publishing Company; 2001. p. 223-40. 114. Colombo A, Stankovic G. Bifurcations and branch vessel stenting. In: Topol EJ, Teristein PS, editors. Textbook of interventional cardiology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. p. 270-87.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
70
115. Medina A, Suárez de Lezo, Pan M. A new classification of coronary bifurcation lesions (Letters to the editor). Rev Esp Cardiol. 2006;59:183-84. 116. Louvard Y, Thomas M, Dzavik V, Hildick-Smith D, Galassi AR, Pan M, et al. Classification of coronary artery bifurcation lesions and treatments: Time for a consensus! 2008. Catheter Cardiovasc Interv. 2008;71:175-83. 117. Medina A, Suárez de Lezo J. Percutaneous coronary intervention in bifurcation lesions. Does classification aid treatment selection? (editorial). Rev Esp Cardiol. 2009;62:595-98. 118. Kern MJ, Seto AH, Patel PM, Suh WM. Bifurcation stenosis percutaneous coronary interventions. In: Kern MJ, editor. The interventional cardiac catheterization handbook. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. p. 184-93. 119. Costa RA, Mintz GS, Carlier SG, Lansky AJ, Moussa I, Fujii K, et al. Bifurcation coronary lesions treated with the “crush” technique. J Am Coll Cardiol. 2005;46:599-605. 120. Niemela M, Kervinen K, Erglis A, Holm NR, Maeng M, Christiansen EH. Randomized comparison of final kissing balloon dilatation versus no final kissing balloon dilatation in patients with coronary bifurcation lesions treated with main vessel stenting. The nordic-baltic bifurcation study III. Circulation. 2011;123:79-86. 121. Sonoda S, Morino Y, Ako J, Terashima M, Hassan AHM, Bonneau HN, et al. Impact of final stent dimensions on long-term results following sirolimuseluting stent implantation; Serial intravascular ultrasound analysis from the SIRIUS trial. 2004. JACC;43:1959-63. 122. Morice MC, Serruys PW, Sousa E, Fajadet J, Hayashi EB, Perin M, et al. A randomized comparison of a sirolimus-eluting stent with a standard stent for coronary revascularization. N Engl J Med. 2002;346:1773-80. 123. Lemos PA, Serruys PW, Van Domburg RT, Saia F, Arampatzis CA, Hoye A, et al. Unrestricted utilization of sirolimus-eluting stents compared with conventional bare stent implantation in the “real world”; The Rapamycineluting stent evaluated at Rotterdam cardiology hospital (RESEARCH) registry. Circulation. 2004;109:190-95. 124. Nakamura M, Yock PG, Bonneau HN, Kitamura K, Aizawa T, Tamai H, et al. Impact of peri-stent remodeling on restenosis : a volumetric intravascular ultrasound study. Circulation. 2001;103:2130-32. 125. Kim BK, Oh SJ, Jeon DW, Kim KH, Yang JY. Is stent underexpansion the main cause of in-stent restenosis after sirolimus-eluting stent implantation?: An intravascular ultrasound study. Korean Circulation J. 2007;37:58-63. 126. Fujii K, Mintz GS, Kobayashi Y, Carlier SG, Takebayashi H, Yasuda T, et al. Contribution of stent under-expansion to recurrence after sirolimuseluting stent implantation for in-stent restenosis. Circulation. 2004;109:1085-88. 127. Weissman NJ, Wilensky RL, Tanguay J-F, Bartorelli AL, Moses J, Williams DO, et al. Extent and distribution of in-stent intimal hyperplasia and edge effect in a non-radiation stent population. Am J Cardiol. 2001;88:248–52. 128. Almasood AS, Freixa X, Khan SQ, Seidelin PH, Dzavık V. Case report. Stent fracture after everolimus-eluting stent implantation. Cardiology Research and Practice. 2011;Article ID 320983:1-5.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
71
129. Gurbel PA, Bliden KP, Samar W, Yoho JA, Hayes K, Fissha MZ, et al. Clopidogrel effect on platelet reactivity patients with stent thrombosis. Result of the CREST study. J Am Coll Cardiol. 2005;46:1827-32. 130. Braunwald E, Angiolillo D, Bates E, Berger PB, Bhatt D, Cannon CP, et al. The problem of persistent platelet activation in acute coronary syndromes and following percutaneous coronary intervention. Clin Cardiol. 2008;3:I 17I 21. 131. Wenaweser P, Dörffler-Melly J, Imboden K, Windecker S, Togni M, Meier B, et al. Stent thrombosis is associated with an impaired response to antiplatelet therapy. J Am Coll Cardiol. 2005;45:1748-52. 132. Shih J Y-M, Shih J J-M. Evaluation of hypercoagulability during acute coronary syndrome using serial TEG® platelet mapping. Clinical Molecular Medicine. 2010; 2:1-3. 133. PB PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. 134. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The seventh report on the joint national commettee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension. 2003;42:1206-52. 135. Ketut S. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. p. 581-84. 136. Executive summary of the third report of the national cholesterol education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adullt (Adult Treatment Panel III). JAMA. 2001;285:2486-97. 137. Gulesserian T, Wenzel C, Endler G, Sunder-Plassmann R, Marsik C, Mannhalter C, et al. Clinical restenosis after coronary stent implantation Is associated with the heme oxygenase-1 gene promoter polymorphism and the heme oxygenase-1 +99G/C variant. Clincal Chemistry. 2005;51:1661-65. 138. Jokhi P, Curzen N. Percutaneous coronary intervention of ostial lesions. Euro Intervention. 2009;5:1-13. 139. Bauters C, Hubert E, Prat A, Bougrimi K, van Belle E, Mc Fadden EP, et al. Predictors of restenosis after coronary stent implantation. J Am Coll Cardiol. 1998;31:1291-98. 140. Alfonso F, Azcona L, Perez-Vizcayno MJ, Hernandez R, Goicolea J, Fernandez OA, et al. Initial results and long-term clinical and angiographic implications of coronary stenting in elderly patients. Am J Cardiol. 1999;83:1483-87. 141. Mohan S, Dhall A. A comparative study of restenosis rates in bare metal and drug-eluting stents. Int J Angiol. 2010;19:e66-72. 142. Trabattoni D, Fabbiocchi F, Montorsi P, Calligaris G, Galli S, Ravagnani P, et al. Angiographic patterns of in-stent restenosis in men and women. Ital Heart J. 2005;6:138-42 (abstract). 143. Hausleiter J, Kastrati A, Mehilli J, Schühlen H, Pache J, Dotzer F, et al. Predictive factors for early cardiac events and angiographic restenosis after coronary stent placement in small coronary arteries. J Am Coll Cardiol. 2002;40:882-89.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
72
144. Cohen DJ, Doucet M, Cutlip DE, Ho KKL, Popma JJ, Kuntz RE. et al. Impact of smoking on clinical and angiographic restenosis after percutaneous coronary intervention: another smoker’s paradox? Circulation. 2001;104:773-78. 145. Sheriff MA, Neinaber CA, Toelq R, Abdel-Wahab M, Geist V, Schneider S, et al. Impact of smoking on the outcome of patients treated with drug-eluting stents: 1-year results from the prospective multicentre German drug-eluting stent registry (DES.DE). Clin Res Cardiol. 2011;100;413-23 (Abstract). 146. Süselbeck T, Latsch A, Siri H, Gonska B, Poerner T, Pfleger S, et al. Role of vessel size as a predictor for the occurrence of in-stent restenosis in patients with diabetes mellitus. Am J Cardiol. 2001;88:243-47. 147. Kastrati A, Schömig A, Elezi S, Schühlen H, Dirschinger J, Hadamitzky M, et al. Predictive Factors of Restenosis After Coronary Stent Placement. J Am Coll Cardiol. 1997;30:1428-36. 148. Gilbert J, Raboud J, Zinman B. Meta-analysis of the effect of diabetes on restenosis rates among patients receiving coronary angioplasty stenting. Diabetes Care. 2004;27:990-94. 149. Briguori C, Sarais C, Panotta P, Liistro F, Montorfano M, Chieffo A, et al. In-stent restenosis in small coronary arteries. J Am Coll Cardiol. 2002;40:403-409. 150. Cassese S, Byrne RA, Tada T, Pinieck S, Joner M, Ibrahim T, et al. Incidence and predictors of restenosis after coronary stenting in 10.004 patients with surveillance angiography. Heart. 2014;100:153-59 (abstract). 151. Chen LC, Chen YH, Lin SJ, Chan WL, Hsu NW, Pan JP, et al. Clinical and angiographic determinants of adverse cardiac events in patients with stent restenosis. Catheter Cardiovasc Interv. 2002;55:331-37 (Abstract). 152. López-Mínguez JR, Fuentes ME, Doblado M, Merchán A, Martínez A, González R, et al. Prognostic role of systemic hypertension and diabetes mellitus in patients with unstable angina undergoing coronary stenting. Rev Esp Cardiol. 2003;56:987-94. 153. Cutlip DE, Chauhan MS, Baim DS, Ho KKL, Popma JJ, Carrozza JP, et al. Clinical restenosis after coronary stenting perspectives from multicenter clinical trials. J Am Coll Cardiol. 2002;40:2082-89. 154. Schampaert E, Cohen EA, Schlüter M, Reeves F, Traboulsi M, Title LM, et al. The Canadian study of the sirolimus-eluting stent in the treatment of patients with long de novo lesions in small native coronary arteries (CCIRIUS). J Am Coll Cardiol. 2004;43:1110-15. 155. Werner GS, Krack A, Schwarz G, Prochnau D, Betge S, Figulla HR. Prevention of lesion recurrence in chronic total coronary occlusions by paclitaxel-eluting stents. J Am Coll Cardiol. 2004;44:2301-306. 156. Lijima R, Ikari Y, Miyazawa A, Nakajima H, Hara K. Predictors of restenosis after implantation of 2,5 mm stents in small coronary arteries. Cic J. 2004;68:236-40. 157. Jensen LO, Maeng M, Yhayssen P, Christiansen EH, Hansen KN, Galloe A, et al. Neointimal hyperplasia after sirolimus-eluting and paclitaxel-eluting stent implantation in diabetic patients: The randomized diabetes and drugeluting etent (DiabeDES) intravascular ultrasound trial. European Heart Journal. 2008;29:2733–41.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
73
158. Windecker S, Serruy PW, Wandel S, Buszman P, Trznadel S, Linke A, et al. Biolimus-eluting stent with biodegradable polymer versus sirolimus-eluting stent with durable polymer for coronary revascularization (LEADERS): a randomized non-inferiority trial. LANCET. 2008;372:1163-73. 159. Popma JJ, Leon MB, Moses JW, Holmes DR, Cox N, Fitzpatrick M, et al. Quantitative assessment of angiographic restenosis after sirolimus-eluting stent implantation in native coronary arteries. Circulation. 2004;110:377380. 160. Baim DS. Percutaneous balloon angioplasty and general coronary intervention. In: Baim DS, editor. Grossman’s cardiac catheterization, angiography, and intervention. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 432-66.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014
Lampiran 1 : Ijin Penelitian
74
Faktor-faktor yang berhubungan ..., Dedi Wihanda, FK UI, 2014