Universa Medicina
Januari-Maret 2005, Vol.24 No.1
Faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota Bandung Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Puri Puspasari Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
ABSTRAK Populasi remaja yang cukup tinggi di Indonesia patut mendapat perhatian terutama dalam masalah gizi. Periode growth spurt pada remaja menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat lebih tinggi dibanding fase kehidupan lainnya. Namun asupan kalsium, sebagai salah satu zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan dikonsumsi kurang dari yang dianjurkan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi jumlah asupan kalsium pada remaja SMUN Kota Bandung tahun 2004 serta hubungannya dengan faktor jenis kelamin, pengetahuan tentang kalsium dan aktivitas olahraga. Desain penelitian secara cross sectional dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei 2004. Populasi penelitian adalah siswa kelas 1 dan 2 dari 13 SMUN di Kota Bandung dengan total sampel sebanyak 1254 murid. Hasil penelitian menunjukkan, ratarata asupan kalsium remaja kurang dari angka kecukupan gizi (AKG) yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hr. Sebanyak 76,2% remaja mengkonsumsi kalsium kurang dari 75% AKG. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara asupan kalsium dengan jenis kelamin (PR=1,09;95% Confidence interval 1,02-1,16) dan aktivitas fisik (PR=1,13;95% Confidence interval 1,02-1,24). Untuk mencegah timbulnya masalah di kemudian hari maka asupan kalsium yang cukup sejak dini perlu ditingkatkan terutama pada remaja putri oleh karena berisiko untuk kekurangan kalsium dan menderita osteoporosis. Peningkatan aktivitas olahraga pada remaja sangat diperlukan untuk memperoleh peak bone mass (PBM) maksimal. Kata kunci: Asupan kalsium, gizi, remaja, osteoporosis
Factors related to adolescent calcium intake in Bandung City ABSTRACT Increasing number of teenage population in Indonesia deserves more attention especially regarding the nutritional problems faced by teenagers. The growth spurt period in teenage increases nutrient requirement compared to that of other life phases. However, calcium intake as one of the most important nutrient for growth is suspected to be considerably lower than its requirement. This study aimed at describing calcium intake among high school students in Bandung City and its relationship to sex, knowledge about calcium, and physical activity. Study design was cross sectional and data was collected during April-May 2004 period. Population of the study was all Grade I and II of 13 high schools in Bandung city with 1,254 samples. The study showed that the average calcium intake was lower than requirement (AKG/Angka Kecukupan Gizi/Indonesian RDA), that is 55.9% of AKG or 559.05 mg/day. As many as 76.2% respondents consumed calcium less than 75% of AKG. Statistical tests showed significant relationships between calcium intake and sex (PR=1.09;95% Confidence interval 1.02-1.16) and between calcium intake and physical activity (PR=1.13;95% Confidence interval 1.021.24). To prevent problems at later ages such as osteoporosis, it is suggested to increase calcium intake particularly among female teenagers. Physical activity should also be increased as to maximize peak bone mass (PBM). Keywords: Calcium intake, adolescent, nutrition, osteoporosis
24
Universa Medicina
PENDAHULUAN Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah mencapai 1.200 juta jiwa atau sekitar 19% dari total populasi dunia. (1) Di Indonesia persentase populasi remaja bahkan lebih tinggi yaitu mencapai 21% dari total populasi penduduk atau sekitar 44 juta jiwa. (2) WHO (2003) menyebutkan bahwa masalah gizi pada remaja masih terabaikan disebabkan masih banyaknya faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah tersebut masih belum diketahui. (1) Periode remaja merupakan periode kritis di mana terjadi perubahan fisik, biokimia dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weight velocity). Selain itu pada masa remaja juga terdapat puncak pertumbuhan massa tulang (peak bone mass/PBM) yang menyebabkan kebutuhan gizi menjadi sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada fase kehidupan lainnya. (3,4) PBM sangat ditentukan oleh asupan kalsium terutama pada usia remaja. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang lama, maka PBM tidak akan terbentuk secara optimal. Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan penurunan isi dan densitas mineral tulang panggul sebesar 3%, (5) dengan demikian remaja tersebut akan berisiko terkena osteoporosis atau masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan defisiensi kalsium dan tulang pada saat dewasa. Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat dalam tubuh. Kebutuhan kalsium pada masa remaja sangat tinggi oleh karena masa pembentukan tulang terbesar terjadi pada masa ini. Karena
Vol.24 No.1
kebutuhannya yang sangat tinggi, efisiensi penyerapan dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. Sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjadi sangat penting untuk memaksimalkan PBM dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal. (4,6-8) Peranan kalsium pada masa pertumbuhan remaja sangat penting maka rekomendasi kecukupan kalsium per hari juga tinggi. Di negara-negara maju seperti Amerika dan Australia angka kecukupan kalsium yang dianjurkan bagi remaja adalah sebesar 1200 – 1500 mg/hr. (9) Di Indonesia, hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan angka kecukupan gizi (AKG) untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13-19 tahun sebesar 1000 mg/hr(10) tidak jauh berbeda dengan angka kecukupan di negara-negara maju. Baik di negara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja umumnya masih sangat kurang. Hasil survei NHANES di Amerika Serikat (AS) memperlihatkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja usia 12-15 tahun menurun dari 854 mg/hr pada tahun 1976-1980 menjadi 796 mg/hr pada tahun 1 9 8 8 - 1 9 9 1 . (6) D a t a l a i n n y a d a r i U S D A Nationwide Food Consumption Survey di 48 negara bagian AS tahun 1977-1978 menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada remaja awal (10-15 tahun) berkisar antara 70-79% recommended dietary allowance (RDA) dan kemudian menurun menjadi kurang dari 70% RDA pada usia 15-18 tahun. (11) Studi yang dilakukan pada 649 remaja putri usia 1214 tahun di Cina menunjukkan bahwa asupan kalsium rata-rata hanya sebesar 356 mg/hari dan hanya 21% yang diperoleh dari susu dan produknya. ( 1 2 ) Penelitian tentang asupan kalsium pada remaja di negara maju mengindikasikan bahwa remaja putri mempunyai risiko yang paling besar terhadap asupan kalsium yang tidak adekuat, dan asupan 25
Fikawati, Syafiq, Puspasari
tersebut semakin menurun pada usia 10–17 tahun. Asupan kalsium yang tidak adekuat pada remaja putri merupakan masalah potensial karena akan menyebabkan berkurangnya cadangan kalsium dalam tulang. Di Indonesia, penelitian terhadap murid Sekolah Menengah U m u m N e g e r i ( S M U N ) d i B o g o r (13) menunjukkan bahwa asupan kalsium berasal dari susu dan hasil olahnya ditambah suplemen kalsium pada remaja masih kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan, yaitu hanya sebesar 526,9 mg/hr atau 52,7% AKG. Data hasil penelitian tentang asupan kalsium khususnya pada remaja masih sangat terbatas, padahal usia tersebut merupakan usia yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan kalsium. Studi ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola konsumsi kalsium remaja, khususnya di Kota Bandung serta hubungannya dengan faktor jenis kelamin, pengetahuan tentang kalsium dan aktivitas olahraga. METODE Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan disain potong lintang untuk mencapai tujuan penelitian. Sampel penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pelajar SMUN di Kota Bandung tahun 2004 dengan sampel penelitian siswa-siswi kelas 1 dan kelas 2 di 13 SMUN di Kota Bandung. Perhitungan besar sampel dilakukan menggunakan rumus uji beda 2 proporsi dengan tingkat kemaknaan 10%, kekuatan uji 80%, P1= proporsi asupan kalsium pada remaja laki-laki di Kota Bogor (22,7%) dan P2=proporsi asupan kalsium pada remaja perempuan di Kota Bogor (21,4%) (13) dan diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 1256 orang. Karena keterbatasan waktu dan tenaga dari sejumlah 26 SMUN di Kota Bandung hanya diambil 50% nya yaitu sejumlah 13 SMUN. Pemilihan 13 SMUN 26
Asupan kalsium pada remaja
dilakukan secara random dan proporsional berdasarkan jumlah SMUN di 4 wilayah di Kota Bandung (utara, selatan, barat dan timur). Dari setiap SMUN yang terpilih (SMUN 2, 3, 4, 6, 7, 10, 13, 15, 17, 19, 23, 24, dan 25) dipilih masing-masing 100 sampel. Responden yang dipilih berasal dari kelas 1 dan 2 yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2004. Pengumpulan data Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden (self a d m i n i s t e re d q u e s t i o n n a i re) . K o n s u m s i kalsium dihitung berdasarkan data frekuensi konsumsi dari makanan-makanan sumber kalsium. Data frekuensi konsumsi makanan (harian, mingguan, bulanan, tahunan) tersebut kemudian dikonversi menjadi data frekuensi konsumsi harian untuk selanjutnya dikuantifikasi dengan cara dikalikan dengan kandungan kalsium masing-masing makanan yang diambil berdasarkan angka Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). (14) Analisis data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Epi Info versi 6. Analisis dilakukan secara bertahap, tahap awal dilakukan analisis univariat, dan dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengukur besarnya prevalens rasio (PR). Kualitas data Pengontrolan kualitas data dilakukan dengan cara melibatkan pembantu peneliti yang sudah berpengalaman (pendidikan D3-Gizi), melaksanakan briefing untuk menyamakan persepsi, serta menjelaskan data yang akan dikumpulkan yang terdapat dalam kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan untuk melihat apakah responden mengerti maksud dari pertanyaan dan penelusuran data dilaksanakan apabila diperlukan untuk menjamin kualitas data.
Universa Medicina
Vol.24 No.1
Tabel 1. Rata-rata asupan kalsium per hari dibandingkan dengan AKG pada remaja SMUN Kota Bandung
HASIL Sebanyak 1.254 remaja berhasil dikumpulkan datanya yang terdiri dari laki-laki sebesar 627 dan perempuan 627. Rata-rata asupan kalsium remaja (dengan memperhitungkan asupan suplemen kalsium) masih kurang dari angka kecukupan gizi yang
dianjurkan yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hr (pada laki-laki sebesar 593,52 mg/hr dan perempuan sebesar 524,58 mg/hr). Bila tidak memperhitungkan suplemen kalsium maka rata-rata asupannya lebih rendah lagi yaitu hanya 51,7% atau 517,23 mg/hr (pada laki-laki sebesar 545,81 mg/hr dan pada perempuan 488,65 mg/hari). (Tabel 1).
Tabel 2. Distribusi jenis makanan yang mengandung kalsium yang pernah dikonsumsi pada remaja SMUN Kota Bandung
27
Fikawati, Syafiq, Puspasari
Asupan kalsium pada remaja
Tabel 3. Perbedaan asupan kalsium berdasarkan jenis kelamin pada remaja SMUN
Bahan makanan sumber kalsium yang pernah dikonsumsi, terlihat bahwa asupan kalsium berasal dari sumber utama kalsium yaitu susu dan hasil olahnya terutama adalah susu bubuk (74,9%) dan es krim (74,9%) (Tabel 2). Konsumsi kalsium remaja dari sumber protein hewani umumnya adalah ikan (84,2%), daging (87,2%), dan daging ayam (96,9%). Sumber kalsium yang berasal dari
nabati terbanyak berasal dari nasi (99,4%), tahu (96,6%) dan tempe (94,7%). Nasi meskipun bukan sumber makanan kaya kalsium, tetapi dikonsumsi 3 kali sehari dalam jumlah yang cukup banyak (200–300 gram tiap kali konsumsi) sehingga memberikan sumbangan kalsium yang nyata setiap harinya. Sumber kalsium yang dikonsumsi paling sedikit oleh remaja ini adalah susu kedelai (13,2%).
Tabel 4. Jawaban benar responden mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kalsium pada remaja SMUN
28
Universa Medicina
Vol.24 No.1
Tabel 5. Perbedaan asupan kalsium berdasarkan tingkat pengetahuan pada remaja SMUN
Bila perbedaan jenis kelamin dihubungkan dengan total asupan kalsium pada remaja terlihat bahwa asupan kalsium anak perempuan yang kurang (79,4%) lebih tinggi dari anak laki-laki (72,9%) (Tabel 3). Berdasarkan nilai prevalens rasio dapat disimpulkan bahwa remaja putri mempunyai peluang memiliki asupan kalsium yang kurang sebesar 1,09 kali lebih besar dibanding remaja laki-laki (95% Confidence interval 1,02 ≤ PR/1,16) Dalam hal pengetahuan mengenai kalsium, baik remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai tingkat pengetahuan kalsium relatif s a m a , y a i t u s e k i t a r 6 3 , 6 % ( Ta b e l 4 ) . Berdasarkan jenis pengetahuan yang ditanyakan, hampir semua responden mengetahui fungsi kalsium dalam hubungannya dengan pertumbuhan tulang (99,6%) dan gigi (95,1%). Sebagian besar (97,9%) responden menjawab dengan benar mengenai risiko osteoporosis; gangguan pertumbuhan tulang (94,2%), dan gangguan pertumbuhan gigi (86,6%) sebagai akibat dari kekurangan kalsium. Tabel 5 memperlihatkan hubungan tingkat pengetahuan remaja dan asupan kalsium pada
hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan asupan kalsium pada remaja SMUN (PR=0,95;95% Confidence interval 0,89 ≤ PR/1,02). Dalam hal tingkat aktifitas olahraga responden, tampak bahwa aktivitas olah raga yang kurang banyak ditemukan pada perempuan (93,0%) dibandingkan pada lakilaki (75,8%) (Tabel 6). Berdasarkan hasil tersebut, juga dapat digambarkan bahwa secara umum aktivitas fisik (kebiasaan berolah raga) pada remaja SMUN masih kurang. Tabel 7 menyajikan informasi mengenai hubungan aktivitas olah raga dengan asupan kalsium pada remaja. Tampak bahwa remaja dengan aktivitas olah raga kurang (77,5%) asupan kalsium berbeda dengan remaja yang aktivitas olah raganya cukup (68,9%). Dilihat dari nilai prevalens rasio dapat disimpulkan bahwa remaja yang aktivitas olah raganya kurang memiliki risiko untuk kurang asupan kalsiumnya sebesar 1,13 kali lebih besar dibanding remaja yang tingkat aktivitas olah raganya cukup (95% Confidence interval 1,02 ≤ PR/1,24).
Tabel 6. Ditribusi tingkat aktifitas olah raga remaja SMUN
29
Fikawati, Syafiq, Puspasari
Asupan kalsium pada remaja
Tabel 7. Perbedaan asupan kalsium berdasarkan tingkat aktivitas olah raga remaja SMUN
PEMBAHASAN Merujuk AKG yang dianjurkan bahwa kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13–19 tahun adalah sebesar 1000 mg/hr (10) maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja di Kota Bandung hanya setengah dari angka kecukupan kalsium yang dianjurkan (Tabel 1). Hasil penelitian konsumsi kalsium remaja baik di Kota B a n d u n g i n i m a u p u n d i K o t a B o g o r (13) ternyata menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan asupan kalsium pada m a s y a r a k a t m i s k i n A s i a . G o p a l a n (7) menyebutkan bahwa asupan kalsium pada masyarakat miskin di Asia masih sangat jauh di bawah kecukupan yang dianjurkan yaitu hanya sekitar 300 mg kalsium per hari. Menurutnya hal ini disebabkan karena pola diet orang Asia didominasi oleh makanan yang berasal dari sereal dan makanan yang banyak mengandung asam fitat sehingga bioavailabilitas kalsium menjadi rendah. Sedangkan konsumsi susu dan hasil olahnya sebagai sumber utama kalsium sangat rendah, begitu pula dengan konsumsi sayuran berdaun hijau yang merupakan sumber kalsium yang baik masih kurang. Konsumsi susu dan hasil olahnya pada remaja dari hasil penelitian ini masih kurang (60%), meskipun ada sebanyak 74,9 % remaja mengkonsumsi susu segar dan es krim tetapi frekuensi konsumsinya masih kurang (rata30
rata konsumsinya hanya kurang dari 1 kali/ minggu). Konsumsi yoghurt sebagai produk olah susu hewani dari hasil penelitian menunjukan hanya 53%, demikian pula dengan konsumsi susu kedelai yang merupakan produk olah kacang kedelai hanya 13,2%. Hal ini dapat disebabkan masih terdapatnya anggapan bahwa susu dapat menyebabkan gemuk terutama di kalangan remaja p u t r i . ( 4 , 1 5 , 1 6 ) K e n n e y, d k k . ( 1 7 ) m e n e m u k a n bahwa remaja putri kurang mengkonsumsi susu dan hasil olahnya. Menghindari konsumsi susu dan hasil olahnya secara signifikan menjadi faktor yang mempengaruhi asupan kalsium pada remaja. Kalkwarf, dkk (5) dan B l a c k , d k k , (18) m e n y e b u t k a n b a h w a a d a hubungan antara konsumsi susu pada anak dan remaja dengan meningkatnya massa dan densitas tulang pada saat dewasa nanti. Produk-produk susu rendah lemak termasuk susu skim dan yoghurt merupakan sumber kalsium yang baik, (8) penting untuk diketahui bahwa yoghurt sebagai minuman rendah lemak dapat membantu diet rendah kalori karena dapat mempercepat proses pembakaran lemak. (19,20) Kurangnya asupan kalsium dapat disebabkan faktor lain, yaitu adanya substitusi susu dengan soft drink. (4,6) Diperkirakan sekitar 14% total kalori pada laki-laki dan 15% total kalori pada perempuan disumbang dari soft drink. Soft drink mengandung fosfor cukup tinggi yang dapat mengganggu
Universa Medicina
keseimbangan kalsium dan fosfor dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin. (3,6) Sumber kalsium tidak terbatas pada produk susu dan olahannya saja tetapi juga bisa diperoleh dari berbagai bahan pangan lain baik hewani maupun nabati. Sumber kalsium lainnya ini penting untuk dapat memenuhi kebutuhan kalsium sampai 1200-1500 mg/hr. Ikan yang dimakan dengan tulangnya termasuk ikan-ikan kering (ikan teri) merupakan sumber kalsium yang baik. Makanan sumber laut mengandung kalsium lebih banyak dibanding daging sapi maupun ayam. Roti dan biji-bijian juga menyumbang asupan kalsium yang nyata karena sering dikonsumsi. (10) Serealia, kacang-kacangan dan hasil olahnya (tahu, tempe) serta sayuran hijau sebenarnya merupakan sumber kalsium yang cukup baik namun karena umumnya bahan makanan ini juga mengandung zat yang menghambat penyerapan (seperti serat, asam fitat dan oksalat) maka bioavailabilitasnya menjadi rendah, terutama pada bayam yang mengandung oksalat yang cukup tinggi. (10) Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri mempunyai peluang memiliki asupan kalsium yang kurang sebesar 1,4 kali dibanding remaja laki-laki. Hal ini memprihatinkan mengingat remaja putri memerlukan kalsium lebih banyak dibanding remaja laki-laki untuk mencapai PBM maksimal dan mencegah dan mengurangi risiko osteoporosis di masa dewasa atau lansia nanti. Risiko osteoporosis pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki karena secara fisio-biologis perempuan akan mengalami menopause yang diiringi dengan menurunnya kadar estrogen. Penurunan kadar estrogen akan mengakibatkan peningkatan bone turn over di mana lebih banyak terjadi resorpsi tulang daripada pembentukan tulang, yang menyebabkan meningkatnya pengeroposan
Vol.24 No.1
tulang. (21) Remaja putri mengalami menstruasi yang menyebabkan terjadinya kehilangan kalsium dalam darah, sehingga untuk mengganti kehilangan kalsium dan menjaga keseimbangan kalsium dalam darah diperlukan asupan kalsium dari makanan. Responden umumnya telah mengetahui bahwa susu (98,6%), keju (91,4%) dan yoghurt (76,3%) merupakan sumber kalsium. Walaupun ikan termasuk sumber kalsium yang banyak dikonsumsi oleh responden namun demikian hanya 31,8% responden yang tahu bahwa ikan merupakan sumber kalsium yang baik. Umumnya responden mengetahui periode penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang terjadi pada periode balita (92,5%), periode anak-anak (94,8%) dan periode remaja (90,3%). Namun untuk periode kehamilan hanya 52,3% responden yang menjawab dengan benar bahwa kalsium berguna untuk pembentukan tulang bagi janin. Hasil penelitian Syafiq dan Fikawati (13) pada remaja di Kota Bogor juga melaporkan bahwa secara umum pengetahuan remaja tentang hal-hal yang berhubungan dengan kalsium sudah baik. Pengetahuan mengenai kalsium terutama yang berasal dari makanan dan sumber-sumbernya merupakan langkah awal untuk meningkatkan asupan kalsium karena remaja yang kurang asupan kalsiumnya memerlukan informasi spesifik mengenai sumber-sumber kalsium. Seorang dengan pengetahuan gizi yang baik diharapkan konsumsi makanannya lebih beragam sehingga asupan zat gizipun terpenuhi. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan asupan kalsium pada remaja, dimungkinkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya asupan kalsium pada remaja tersebut, di antaranya perilaku dalam pemilihan makanan, pengaruh teman pergaulan, atau kebiasaan makan dalam 31
Fikawati, Syafiq, Puspasari
keluarga. Pengetahuan mengenai kalsium yang cukup baik dapat berperan sebagai faktor pendukung dan penguat yang penting untuk perilaku yang baik mengenai asupan kalsium pada remaja, (13) meskipun demikian ada faktor internal lain yang juga turut mempengaruhi asupan kalsium pada remaja, yaitu body image, pemilihan makanan, dan konsep diri terhadap makanan. (6) Olahraga erat kaitannya dengan pertumbuhan, terutama untuk membantu proses pembentukkan tulang yang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini 84,4% responden mempunyai aktivitas fisik yang kurang yaitu mempunyai kebiasaan berolahraga kurang dari 3 kali seminggu dengan durasi kurang dari 30 menit. Tampak adanya kecenderungan bahwa aktivitas fisik perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Data survey dari The Youth Risk Behavior Survey dan sumber data lain menemukan bahwa aktivitas fisik pada remaja putri lebih rendah dibanding laki-laki. (22) Rendahnya aktivitas fisik pada remaja terutama remaja putri dapat menyebabkan berkurangnya asupan makanan, sehingga asupan zat gizi remaja menjadi tidak adekuat. (11) Olahraga yang baik untuk dapat mendukung kekuatan dan kepadatan tulang dan mencapai PBM maksimal adalah dengan latihan teratur lebih dari 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali latihan. (23,24) Penelitian Lloyd, et al (25) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara tingkat olahraga dengan massa dan kekuatan tulang. Aktivitas olahraga pada masa remaja berhubungan dengan massa dan kekuatan tulang panggul masa dewasa. Kebutuhan kalsium akan meningkat pada orang yang tingkat aktivitas fisiknya cukup dengan jenis aktivitas yang dapat meningkatkan densitas tulang.(3) Aktifitas fisik tersebut diantaranya adalah olahraga yang 32
Asupan kalsium pada remaja
dapat menimbulkan kekuatan pada tulang (weight bearing exercise), seperti basket ball, voli atau sepak bola, lari, jalan kaki, dan lainlain. Gerakan kompleks seperti aerobik, latihan beban, jogging atau berjalan merupakan olah raga yang akan menghasilkan kepadatan tulang yang lebih tinggi. (24,25) Remaja dengan aktivitas fisik kurang tampaknya tidak cukup memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya, dengan asumsi bahwa jika aktivitas fisik seseorang tinggi maka ia akan memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya dengan berusaha mengkonsumsi makanan sumber kalsium. KESIMPULAN Konsumsi kalsium pada remaja masih kurang dari AKG yang dianjurkan. Rata-rata asupan kalsium dengan suplemen pada remaja laki-laki hanya 59,4% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 54,6% AKG. Konsumsi kalsium pada remaja perempuan dengan suplemen kalsium hanya 52,5% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 48,9% AKG. Berdasarkan persentase konsumsi kalsium, 76,2% remaja termasuk kurang konsumsi kalsiumnya (<75% AKG). Secara umum konsumsi susu dan hasil olahnya, sebagai sumber utama kalsium, masih kurang populer di kalangan remaja. Dua faktor yang signifikan terhadap asupan kalsium adalah jenis kelamin (perempuan mengkonsumsi kalsium lebih sedikit daripada laki-laki) dan aktivitas fisik (mereka yang jarang berolahraga lebih berisiko kekurangan kalsium). SARAN Disarankan agar institusi sekolah memberikan program penyuluhan secara
Universa Medicina
berkala kepada remaja terutama dalam hal peningkatan aktivitas olahraga rutin (ekstrakurikuler), dan peningkatan konsumsi makanan sumber utama kalsium yaitu susu dan hasil olahnya. Pihak sekolah dapat bekerjasama dengan perusahaan susu ataupun praktisi kesehatan untuk mengadakan forum ilmiah atau seminar tentang gizi remaja untuk meningkatkan motivasi remaja terhadap pemeliharaan kesehatan terutama untuk meningkatkan konsumsi susu dan atau hasil olahnya. Remaja juga perlu lebih dikenalkan dengan jenis olah raga yang dapat meningkatkan densitas tulang (basket, voli, lari, jalan kaki, sepak bola, dan lain-lain) yang dilakukan secara teratur minimal 3 kali seminggu dengan durasi olahraga minimal 30 menit untuk membantu peningkatan PBM yang maksimal. Penelitian sejenis perlu dilakukan dengan membandingkan konsumsi kalsium antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Dapat pula ditambahkan analisis asupan kalsium yang dihubungkan dengan asupan protein, vitamin D, dan fosfor, karena zat gizi tersebut berkaitan erat dengan absorpsi kalsium dalam tubuh.
Vol.24 No.1
6.
7. 8.
9.
10.
11. 12.
13.
14. 15.
Daftar Pustaka 1.
2.
3. 4. 5.
WHO. Adolescent nutrition: a neglected dimension. WHO; 2003. Available at: http:/ /www.who.int/nut/ado.htm. Accessed May 18, 2004. Statistics Indonesia, National Family Planning Board, Ministry of Health, ORC Macro. Indonesia Demographic Health Survey 2002-2003. Maryland: BPS and ORC Macro; 2003. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2002. Krummel B. Nutrition in women’s health. New York: Aspen Publ; 1996. Kalkwarf HJ, Khoury JC, Lanphear BP. Milk intake during childhood and adolescence, a d u l t b o n e d e n s i t y, a n d o s t e o p o r o t i c
16.
17.
18.
fractures in US women. Am J Clin Nutr 2003; 77:257-65. Wo r t h i n g t o n - R o b e r t B S , Wi l l i a m s S R , editors. Nutrition throughout the life cycle. Boston: McGraw-Hill; 2000. Gopalan C. Nutrition research in Southeast Asia. New Delhi: WHO; 2003. Albertson AM, Tobelmann RC, Marquart L. Estimated dietary Calsium intake and food sources for adolescent females: 1980-92. J Adolesc Health 1997; 20:20-6. National Institutes of Health. Consensus development panel on optimal Calcium intake. JAMA 1994; 272:1942-8. Kartono D, Soekatri M. AKG mineral makro dan mikro. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI; 2004. Mc Williams M. Nutrition for the growing years. California: Plycon Press, Inc; 1993. Du XQ, Greenfield H, Fraser DR, Ge KY, Liu ZH, He W. Milk consumption and bone mineral content in Chinese adolescent girls. Bone 2002; 30:521-8. Syafiq A, Fikawati S. Pola konsumsi kalsium remaja di Kota Bogor tahun 2003. Media Gizi dan Keluarga 2004; edisi September. Depkes RI. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta: Depkes; 1995. Bowman SA. Beverage choices of young females: changes and impact on nutrient intakes. J Am Diet Assoc 2002; 102:123439. Susiyanti AE, Chambers IV E, Pearson, M, Lewis NM. Calcium intake, attitudes toward calcium-containing food, and number of risk factors for osteoporosis in two groups of 18to 35-year-old women. Nutrition Research 1996; 168:1313-29. Kenney MA, McCoy JH, Kirby AL, Carter A, Clark AJ, Disney GW et al. Nurtients supplied by food groups in diets of teenaged girls. J Am Diet Assoc 1986; 86:1549-55. Black RE, Williams SM, Jones IE, Goulding A. Children who avoid drinking cow milk have low dietary calcium intakes and poor bone health. Am J Clin Nutr 2002; 76:67580.
33
Fikawati, Syafiq, Puspasari 19. Zemel MB. Role of dietary calcium and dairy products in modulating adiposity. Lipids 2003; 38:139-46. 20. Z e m e l M B , T h o m p s o n W, M i l s t e a d A , Morris K, Campbell P. Calcium and dairy acceleration of weight and fat loss during energy restriction in obese adults. Obes Res 2004; 12:582-90. 21. Garrow JS, James WPT, Ralph A. Human n u t r i t i o n a n d d i e t e t i c s . 1 0 th e d . U n i t e d Kingdom: Harcourt Publishers Limited; 2000. 22. Troiano RP. Physical inactivity among young people. N Engl J Med 2002; 10:706-7. 23. Valimaki MJ, Karkkainen M, LambergAllardt C, Laitinen K, Alhava E, Heikkinen
34
Asupan kalsium pada remaja J, et al. Exercise, smoking and calcium intake during adolescence and early adulthood as determinants of peak bone mass. Br Med J 1994; 309:230-5. 24. Centers for Disease Control and Prevention President’s Council on Physical Fitness and Sports. Physical Activity and Fitness in Children and Adolescent. Available at http:/ /www.healthypeople.gov/document/HTML/ Volume2/22Physical.htm#_Toc490380803. Accessed February 19, 2005. 25. L l o y d T, P e t i t M A , L i n H M , B e c k T J . Lifestyle factors and the development of bone mass and bone strength in young women. J Pediatr 2004; 144:776-82.