PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN RESOSIALISASI BEKAS KELUARGA JALANAN DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikolo gi
Oleh : A Eko Widayantyo NIM : 019114020
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Amo et facio qoud folo (akan kucintai dan kuhadapi apa yang sudah kupilih)
walaupun
biasanya harus bersusah payah melaluinya, dengan tubuh yang penuh luka goresan duri semak belukar (Kamijyo akimine)
sehingga
ada akhir dalam setiap peristiwa, tapi bagiku setiap akhir adalah sebuah awal baru.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi dengan Judul FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN RESOSIALISASI BEKAS KELUARGA JALANAN DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) YOGYAKARTA
Saya persembahkan kepada :
BUNDAKU MARIA BAPAK L DAGI IBU TH. SUMIYANTI ADIKKU MARIA DWI KURNIANINGTYAS Serta semua yang terlibat di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang saya tuliskan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
A Eko Widayantyo (2007). Faktor-faktor Keberhasilan Resosialisasi Bekas Keluarga Jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor keberhasilan bekas keluarga jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Latar belakang permasalahan yang terjadi adalah 60,6 % bekas keluarga jalanan yang menetap di PSP YSS kembali lagi ke jalanan. Responden penelitian ini adalah warga PSP YSS yang sudah tinggal di PSP YSS minimal selama tiga bulan atau sudah menetap di masyarakat. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah tiga keluarga. Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah metode fenomenologi. Pengumpulan data menggunakan observasi partisipan, wawancara primer dan wawancara sekunder. Teknik verifikasi menggunakan intersubjective validity, serta menggunakan sumber data majemuk (wawancara dengan orang dekat dan observasi partisipan). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keberhasilan resosialisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berupa kepemilikan akan konsep tentang masyarakat, motivasi yang kuat dari luar, dukungan sosial, serta partisipasi aktif dalam masyarakat. Sedangkan faktor internal adalah kemampuan individu untuk mengatasi masalah serta kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kata kunci : bekas keluarga jalanan, resosialisasi
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
A Eko Widayantyo (2007). The factors of success in resocialization of exhomeless family in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Yogyakarta: Faculty of Psychology Sanata Dharma University. This qualitative research aimed to investigate factors influencing the success of ex-homeless family in Perkampungan Sosial Pingit Soegiyapranata Social Foundation (PSP YSS) Yogyakarta. The background of the problem was 60,6 % of ex-homeless family who stayed in PSP YSS returned to the street. The respondents of this research were those who had lived in PSP YSS for at least 3 months or those who had settled there. The respondents were three family. The method applied in this research was phenomenology method. The participant observation, primary and secondary interview were conducted to collect the data. Verification technique used in this research was intersubjective validity and using complex data source (doing interview with the close people and participant observation). The research result shows that the success of resocialization was influenced by the external factors and the internal factors. The external factors were community concept, high external motivation, social support and active participation in the society. Whereas the internal factors were the individual`s ability to solve the problem and to adjust to the environment.
Key words : ex- homeless family, resocialization
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Bunda Suci Maria dan PutraNya karena berkat kasihNya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Tanpa bimbinganNya, skripsi ini akan semakin lama terselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan sekitar tiga tahun. Sebuah proses yang panjang untuk sebuah penulisan skripsi. Selama proses yang panjang ini, penulis mengalamai banyak dinamika hidup. Dinamika unt uk mengalahkan diri sendiri. Melatih fokus terhadap sebuah tujuan. Namun semua tantangan ini sudah dapat dilalui dan tiba saatnya untuk mempertanggunjawabkannya. Meskipun demikian, peneliti menyadari berbagai kekurangan yang masih ada dalam skripsi ini, oleh karena itu, masukan- masukan akan sangat berguna bagi kesempurnaan skripsi ini. Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada: 1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. A. Supratiknya selaku pembimbing skripsi, yang denga n teliti memeriksa dan senantiasa memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Bapak YB. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukannya.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S. Psi dan Ibu Silvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. 5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Ibu MB. Rohaniwati, Mas Gandung Widiyantoro, Mas P. Mujiono, Mas Doni, dan Bpk Giyono yang dengan setia senantiasa membantu. Pak Gik, senyumannya menyejukkan lho Pak. 6. Rama Windyatmoko S.J, Br. Hadi S.J realino Mataran 66 dan Keuskupan Agung Semarang, terimakasih atas dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Mo, maaf ya, skripsinya telat dua tahun dari target awal. 7. Keluarga-keluarga di Pingit yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terimakasih, saya banyak belajar tentang hidup dari nJenengan sedaya. Tetap menjadi sahabat yang tidak terlupakan. 8. Buat keluarga besar P2TKP; Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si, Bapak Ant. Soesilastanto, Ibu Yuliana Pratiwi, dan Mbak Ertina Kusumawati yang senantiasa memberikan dukungan, serta semua temen-temen asisten P2TKP yang pernah berjuang bersama; Cik Vinda, Heru Cwt, Agung Ontel, Ari 00, Rani, Soe Lek, Yessy, Okta. Soe Lek dan Rani, kapan meh lulus??? Ayo berjuang pren. Gak lupa juga anak-anak baru Adi, Desta, Kobo, Otikwati, Abe, Tyo, Etik dkk. 9. Temen-teman di kontrakan Pong we: Acong, Oho, Dian (cuk), Adri dan para parasit yang suka datang. Kalian adalah berkah bagiku. Terimakasih
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sudah mengajariku tentang hidup bersama dalam suka dan duka. Thanks guys. 10. Dani meka, Vian tm, Bambang, Seto, Tintus farmasi. Terimakasih atas pertemanan kalian di kos pojok Paingan tujuh ya...... 11. Teman-teman 01, Adi Gendut, Kris dan Pati. Makasih banyak atas pertemanan selama ini, kalian adalah rahmat bagiku. Ndut, kapan aku pinjam laptop lagi buat main game dan ngetik skripsi??? Tak lupa juga, Maria, Diana, Etik, Tyo, Deasy, Tien. Plus sesepuh Yb n Dyda. 12. Pak Cahyo, makasih telah menanamkan bibit-bibit pengetahuan tentang outdoor activities lewat Forma. 13. Watukali Training center, Acong, Vembri, Kobo, Tumbur, dan Mbak Etta. 14. Teman-teman
JRS
nasional
dan
JRS
Bantul.
Terimakasih
sudah
mengajariku tentang kerja dan hidup di lembaga sosia l. 15. Transformind Counsultainment, Mas Is, Mbak Mei, Windra, Neri, Suko, Adri, Berta, dkk. Mari kita mengembangkan diri pren. 16. Perkampungan Sosial Pingit, terimakasih atas penerimaan dan bantuan yang tak terhingga sehingga skripsi ini selesai. Para kordinator PSP YSS mulai dari tahun gak enak, Rm Inug SJ, Rm Gogon SJ, Rm Panus SJ, Rm Toto SJ, fr. Sang-sang SJ, fr Alis SJ, fr. John SJ, fr. Budi SJ, fr Bambs SJ, fr Vincent SJ, fr Andi SJ dan fr Heru SJ. Volunternya Mbak Sum, Puji, Baba, Kris, Gembong, Imam, Dewi, Eni, Dewi anak, anak-anak PBM USD yang datang silih berganti, kalian telah memberi warna Pingit dengan gerak kalian.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kalian tidak akan mengubah mereka tapi memperkenalkan alternatif lain selain pisuhan dan kekerasan dalam hidup mereka. 17. Kris, Baba dan Seno, terimakasih selalu mendukungku dan mengingatkanku ketika aku main game untuk kembali mengerjakan skripsi. Thanks atas rumah dan komputernya ya...... Anik, ths a lot. 18. Pak Heri dan Mbak Etta, terimakasih sudah menjadi pelita ketika jalan di depanku gelap akibat ulahku sendiri dan tongkat untuk mendaki bukit terjal. 19. Lusia Gita Gracia, terimakasih atas cinta, dukungan, kesetiaan dan kesabaran yang pernah kamu limpahkan. Dirimu akan tetap tersimpan dalam hatiku. Selamat berjuang!!! Kamu adalah motivator imajinerku. Aku berharap Bundaku akan menoleh ke arahku dan mengabulkan permintaanku. 20. Sebastiana SPM, makasih yo dek, atas dukunganmu ketika aku di titik terendahku. Tetap setia dengan jalan yang sudah kamu pilih ya.... 21. Bu Guru Wanti J, terimakasih atas sms dan telponmu yang telah memacu dan memotivasiku untuk menyelesaikan skripsi ini. 22. Bapak, Ibu dan adikku. Terimakasih banyak atas semuanya. Tanpa kalian aku tidak tahu akan seperti apa. 23. Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu (terutama angkatan 2001) yang senantiasa menyemangati saya dalam tugas ini.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akhirnya, saya ucapkan terimakasih atas semua yang telah mewarnai hidup saya. Karena warna itu, hidup saya semakin dikembangkan. Bunda, dampingilah dan berkatilah semuanya.
Yogyakarta, 22 November 2007 Hormat saya,
Penulis
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………...….......……………………………..i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii MOTTO..................................................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN DATA....................................................................vi ABSTRAK.............................................................................................................vii ABSTRACT..........................................................................................................viii KATA PENGANTAR............................................................................................ix DAFTAR ISI.........................................................................................................xiv DAFTAR TABEL................................................................................................xvii DAFTAR BAGAN.............................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xix DFTAR FOTO.......................................................................................................xx BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang.............................................................................................1 B. Masalah Penelitian.......................................................................................8 C. Tujuan............................................................................................................8 D. Manfaat Penelitian.........................................................................................8 BAB II LANDASAN TEORI................................................................................10 A. (Bekas) Keluarga Jalanan...........................................................................10
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi (bekas) keluarga jalanan..........................................................10 2. Karakteristik keluarga jalanan...............................................................13 3. Bekas keluarga jalanan..........................................................................15 4. Karakteristik masyarakat.......................................................................16 5. Pandangan masyarakat terhadap keluarga jalanan................................18 B. Resosialisasi...............................................................................................20 1. Definisi resosialisasi..............................................................................20 2. Proses akulturasi....................................................................................21 C. Resosialisasi Bekas Keluarga Jalanan dalam Masyarakat Umum.............27 D. Kerangka Penelitian...................................................................................28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................29 A. Metode Penelitian.......................................................................................29 B. Responden Penelitian................................................................................29 C. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................31 1. Pengamatan Berperan-serta...................................................................31 2. Wawancara............................................................................................33 D. Pemeriksaan Keabsahan Data....................................................................34 E. Analisis Data...............................................................................................35 1. Organisasi data......................................................................................36 2. Pengkodean...........................................................................................36 3. Interpretasi.............................................................................................38
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................40 A. Identitas dan Deskripsi Informan...............................................................40 1. Identitas.................................................................................................40 2. Deskripsi Informan................................................................................41 B. Tahap Pengambilan Data...........................................................................45 C. Hasil Penelitian..........................................................................................46 1. Keluarga pertama..................................................................................46 2. Keluarga kedua......................................................................................55 3. Keluarga ketiga.....................................................................................62 D. Pembahasan................................................................................................67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................72 A. Kesimpulan.................................................................................................72 B. Saran...........................................................................................................73 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................75 LAMPIRAN ..........................................................................................................80
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Identitas Subyek ..................................................................................40 TABEL 2. Tahap pengumpulan data.....................................................................45 TABEL 3. Wawancara primer...............................................................................83 TABEL 4. Catatan lapangan..................................................................................97 TABEL 5. Sumber lain/wawancara sekunder......................................................103
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR BAGAN
Daftar bagan kerangka penelitian ....................................................................28
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Verbatim......................................................................................80 LAMPIRAN 2. Denah lokasi PSP YSS…………………………………………81 LAMPIRAN 3. Surat keterangan perijinan...........................................................82
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR FOTO
FOTO 1. Tempat tinggal......................................................................................44 FOTO 2. Hasil memulung yang sudah di pisah-pisahkan....................................52 FOTO 3. RL 2 sedang menyapu jalanan serta perlengkapan..............................56
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) adalah sebuah lembaga sosial yang bergerak dalam pendampingan bekas keluarga jalanan (Soemitro, 2004). Bentuk pendampingan ini berupa pemberian ide dan masukan ataupun mendengarkan dan memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi para keluarga yang tinggal di PSP YSS. Warga PSP YSS diajak untuk menggali potensi-potensi diri individu dalam setiap
keluarga agar mampu
mengangkat ekonomi keluarga dan ma mpu bersosialisasi kembali. Hal itu yang membuat PSP YSS mengajak mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial seperti melakukan perkumpulan setiap hari Selasa (sarasehan antar warga PSP YSS), kumpul jumat kliwonan (pertemuan antar warga dusun), dan kerja bakti. Sebagai bekas keluarga yang tinggal di jalan,
mayoritas dari mereka tidak
memiliki surat identitas diri, terutama surat nikah. Keluarga-keluarga ini diajak untuk kembali memperoleh identitas diri (KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, Akte Kelahiran, Surat Sehat) yang tidak dimilikinya. Di PSP YSS, mereka di ajak untuk merenda masa depan. Mereka diharapkan dapat tetap tinggal di rumah, entah mengontrak atau membeli sendiri, baik di kota maupun di desa setelah dari PSP YSS (YSS Selayang Pandang, tanpa tahun).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Sosialisasi adalah proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya (Salim dan Salim, 1991). Anggota masyarakat dituntut untuk belajar tentang kebudayaan yang ada di lingkungannya. Resosialisasi bisa diartikan sebagai proses pengenalan dan penghayatan kembali akan kebudayaan yang ada di lingkungan. Menurut Marshal (1994), Salim dan Salim (1991) resosialisasi dimaknai sebagai pemasyarakatan kembali sesuai dengan budaya, norma serta sanksi masyarakat. Schaefer (2001) mengartikan resosialisasi sebagai proses mengesampingkan pola kebiasaan dan menerima hal baru sebagai bagian dari perubahan hidup. Bisa diartikan bahwa anggota masyarakat yang mengalami resosialisasi harus melakukan adaptasi dengan meninggalkan kebudayaan yang telah ada dan memakai kebudayaan yang baru. Mereka dimasukkan dalam kebudayaan yang ada di dalam masyarakat agar bisa menyatu dengan masyarakat. Dengan tujuan tersebut, PSP YSS menampung keluarga jalanan. Keluarga jalanan adalah keluarga yang hidup dan tinggal di jalan dan menggantungkan hidup dari jalan. Keluarga-keluarga ini diberi tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu (Suharyadi, wawancara pribadi, 6 Agustus 2007). Keluarga-keluarga tersebut dituntut agar mamp u berkembang dalam hal ekonomi, sosial, serta budaya dalam masyarakat. Selain itu, mereka juga dituntut agar mampu mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial mereka antara lain cara hidup bertetangga dan memiliki identitas diri. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat merubah kebudayaan yang diperoleh di jalanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
Budaya jalanan yang mereka pahami adalah budaya bebas tanpa peraturan, individualis, saling “memakan”. Kebudayaan bebas yang sangat mencolok terlihat dari bagaimana mereka memilih pasangan. Mereka bebas bergonta-ganti pasangan tanpa adanya suatu ikatan resmi. Mereka seringkali memperoleh keturunan dari hubungan kumpul kebo. Dasar hubungan yang mereka pakai adalah saling suka. Apabila mereka sudah saling bosan, mereka bebas berganti kembali. Kebudayaan yang ada tidak memperlihatkan adanya normanorma sosial seperti di masyarakat umum. Mereka tidak memiliki ikatan yang sah secara hukum agama dan negara. Pernikahan bagi mereka merupakan hal yang sangat sulit karena syarat untuk dapat menikah adalah kartu tanda penduduk (KTP), sedangkan mereka tidak memiliki KTP (Prasetyo & Koestanto, 2005; “Kami dilahirkan untuk tidak menikah”, 2004). Mencari pasangan merupakan salah satu cara untuk menghindari kekerasan pada dirinya. Selain sebagai sarana perlindungan diri (terutama untuk wanita) adanya pasangan juga berdampak pada naiknya ”status sosial” serta ekonomi mereka (Ade, 2000). Peraturan yang ada di jalan hanyalah hukum rimba, yaitu siapa yang kuat maka dia yang menang (Santoso, 2004). Orang yang kuat akan menindas orang yang lemah. Hal ini berdampak pada tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi terhadap orang lain karena seringkali mereka mendapatkan pengalaman yang buruk seperti kehilangan uang atau surat-surat penting. Bahkan peristiwa pemerasan, kekerasan dan penipuan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh orang yang kuat kepada orang yang lemah (Anak Jalanan Antara Ditipu dan Menipu, 2007; Ade, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Kebutuhan fisik mereka seperti sandang, papan merupakan hal yang sangat minim bisa mereka penuhi. Dalam kondisi seperti ini, secara otomatis mereka dituntut untuk bertahan secara individualis (hanya memperhatikan kelompok/keluarga/pasangannya) tanpa perlu memperhatikan orang lain. Mereka hanya memikirkan kebutuhan ekonomi untuk diri dan keluarganya (“Mereka yang disebut”, 2004). Biasanya, keluarga-keluarga ini akan hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Anak Jalanan Antara Ditipu dan Menipu, 2007). Lokasi yang mereka pilih adalah lokasi yang bisa membuat mereka bertahan hidup dan nyaman bagi mereka. Sebagai sebuah subkultur yang berada dalam kultur yang besar, seringkali oleh kelompok mayoritas keluarga-keluarga ini dipandang sebelah mata, dianggap sebagai sekelompok sampah (Ade, 2000). Stereotipe yang ada di masyarakat melihat kehidupan jalanan sebagai kehidupan yang “liar” (Ertanto, 2000). Mereka sering mendapat penghinaan dari masyarakat pada umumnya. Perilaku yang diperlihatkan oleh masyarakat umum adalah perilaku yang kurang bersahabat. Masyarakat memiliki prasangka negatif terhadap warga jalanan yang berada di luar mereka. Pandangan negatif masyarakat muncul disebabkan karena perbedaan budaya yang menonjol. Masyarakat hidup dalam kondisi sosial yang saling mendukung dan menghargai, seperti gotong royong (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982). Masyarakat juga hidup dalam batasan-batasan norma sosial dan aturan yang jelas (Soekanto, 1990), selain itu mereka memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sehingga bisa mengakses fasilitas umum. Hal- hal ini cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
menjelaskan perbedaan budaya yang terjadi antar sub kultur jalanan dan masyarakat umum. Budaya masyarakat diinternalisasi oleh anggota kelompok (Dayakisni dan Yuniardi, 2004). Hal ini juga dialami oleh keluarga jalanan yang mencoba untuk masuk ke kebudayaan baru (masyarakat umum). Marvin Haris (dalam Spradley, 1997) mengatakan bahwa konsep kebudayaan dinyatakan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dalam kelompok-kelompok masyarakat tertentu
seperti
adat,
atau
cara
hidup
masyarakat.
Matsumoto
(2004)
mendefinisikan budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Proses resosialisasi mengakibatkan mereka akan me nginternalisasi kebudayaan masyarakat umum ke dalam diri mereka agar bisa menjadi anggota kelompok masyarakat umum. Proses internalisasi yang mereka jalani akan memunculkan dua kemungkinan. Pertama, mereka akan berhasil menjalani proses internalisasi kebudayaan baru. Kedua, mereka gagal dalam proses tersebut. Mereka yang berhasil akan diterima oleh masyarakat dan mampu bertahan di dalam masyarakat umum. Bagi mereka yang gagal, maka mereka akan ditolak oleh masyarakat dan kembali ke kebudayaan jalanan. Mereka yang gagal dalam proses resosialisasi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Mereka gagal dalam proses karena tidak mampu beradaptasi dengan hal- hal baru, seperti lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Mereka tidak mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
beradaptasi dengan lingkungan sosial, antara lain terlihat dari kemampuan yang rendah dalam menjalankan norma sosial yang ada. Sebagai contoh, ada diantara mereka yang memakai uang “jimpitan” untuk diri mereka sendiri, padahal uang tersebut seharusnya disetorkan kepada pengurus RT. Mereka cenderung bertabiat keras (Ena, Ouda Teda, tanpa tahun; Sindhunata, tanpa tahun; Fajar dkk, tanpa tahun; Pudji, tanpa tahun; Dewanto, Aria, tanpa tahun). Tabiat keras yang mereka miliki seringkali terlihat ketika mereka mengalami konflik dengan tetangga. Mereka seringkali lebih senang menggunakan otot untuk menyelesaikan masalah. Mereka mengalami kesulitan dalam interaksi dengan orang lain bisa disebabkan karena mereka terbentuk oleh budaya saling memakan sehingga membuat mereka bertabiat keras serta oleh lingkungan individualis, padahal saat ini mereka dihadapkan pada budaya baru yang sosialis. Mereka kurang bisa mengatur keuangan, karena uang yang mereka dapatkan biasanya akan habis dipakai tanpa pernah berpikir untuk menyimpannya (Ade, 2000). Apabila mereka mengalami kesulitan keuangan, mereka cenderung berhutang pada rentenir dan seandainya tidak bisa membayar maka mereka akan kembali lagi ke jalan. Kemampuan berpikir mereka cenderung dangkal dan tidak berorientasi pada masa depan, melainkan pada masa kini. Hal ini cukup menjelaskan kenapa ketika mereka mengalami konflik dengan orang lain dan merasa tidak nyaman, mereka sering kembali lagi ke jalan. Selain itu, mereka terbiasa tinggal secara nomaden sehingga kebebasan mereka secara otomatis terpotong ketika mereka mendiami sebuah rumah. Akan tetapi, faktor yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
mendasar dari kegagalan resosialisasi
karena mereka tidak memiliki konsep
tentang rumah dan mereka memiliki nilai tersendiri tentang budaya jalanan (Suyanto, 2005), serta masyarakat memiliki labeling terhadap keluarga jalanan. Stereotipe dari masyarakat umum tentang mereka akan selalu negatif dan mereka dianggap orang-orang `liar` (Ertanto, 2000). Padahal menurut Mary Hardy (1998) pemberian cap yang negatif (negative social-typing) itu akan mengakibatkan kekalnya suatu tindakan yang menyimpang. Bekas keluarga jalanan yang mampu bertahan di lingkungan masyarakat mengatakan bahwa mereka mampu bertahan karena niat mereka untuk hidup lebih baik dibandingkan ketika mereka masih di jalan (Nursin, wawancara pribadi, 13 Desember 2005). Hal ini memperlihatkan bahwa mereka memiliki pemikiran ke depan. Sebagai contoh, mereka ingin agar anak mereka bisa bersekolah agar anak mereka tidak kembali ke jalan (Dewanto, Aria, tanpa tahun). Mereka berpikir ketika masih di jalan, mereka tidak akan bisa lebih baik. Hal terpenting dari keberhasilan mereka hidup di masyarakat umum adalah kepemilikan konsep tentang masyarakat umum. Mereka yang berhasil dalam proses resosialisasi biasanya orang yang tidak terlalu lama tinggal di jalan dan sebelumnya mereka pernah tinggal di masyarakat umum. Motivasi, pemikiran ke depan dan konsep tentang masyarakat menjadi landasan yang cukup kuat bagi mereka agar bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses adaptasi dengan lingkungan baru mengharuskan mereka mempelajari kembali kebudayaan masyarakat. Mereka harus menginternalisasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
kebudayaan masyarakat ke dalam diri mereka. Berry, Portinga, Segall, & Dasen (2002) menyebutnya sebagai intercultural strategies. Proses perpindahan kebudayaan dari budaya jalanan kepada kebudayaan masyarakat pada umumnya akan menghasilkan culture shock
bagi keluarga
jalanan. Hal itu disebabkan karena kebudayaan masyarakat pada umumnya memiliki karakteristik yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan di jalanan. Tekanan sosial dan perubahan kebudayaan yang mereka alami akan sangat mempengaruhi bagaimana keberhasilan mereka dalam proses resosialisasi.
B. Masalah Penelitian Masalah dalam penelitian ini adalah apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS?
C. Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Memberikan pemahaman/wawasan tentang kehidupan bekas keluarga dan faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
2. Manfaat Praktis a. Bagi Subyek Subyek menggali kembali pengalaman-pengalaman dan merefleksikannya. b. Bagi Yayasan Membantu pendamping dalam memahami kebutuhan bekas keluarga jalanan dalam proses resosialisasi. Sebagai sarana evaluasi pendampingan. c. Bagi Masyarakat Umum Mengenalkan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap proses resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. (Bekas) Keluarga Jalanan 1. Definisi (bekas) keluarga jalanan Keluarga jalanan adalah pria dan wanita yang hidup dan tinggal di jalanan, memiliki komitmen untuk membina hidup bersama, kadang kala memiliki anak serta berbagi dalam hal ekonomi (Suharyadi, wawancara pribadi, 6 Agustus 2007). Mereka menghabiskan waktu mereka di jalanan. Mereka tinggal di emperan toko, gerbong kereta api, dan lahan- lahan kosong di pinggir jalan, pasar, terminal, stasiun (Indrawati, 2004), taman-taman, bawah jembatan, dan pinggiran kali (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Kehidupan mereka didukung oleh jalanan karena mereka mencari nafkah dari jalan. Pekerjaan mereka biasanya sebagai pengemis, pengamen, pemulung, tukang becak. Di Kotamadya Yogyakarta, persebaran tempat tinggal keluarga jalanan biasanya ada di sekitar pasar Beringharjo, stasiun Lempuyangan dan Tugu, di bawah jembatan layang Lempuyangan, lahan kosong di samping asrama Syantikara dan daerah sekitar alun-alun. Namun mereka mencari nafkah di sekitar perempatan-perempatan jalan, dipasar untuk pengamen dan pengemis
serta
di
jalan
untuk
pemulung.
Salah
satu
kesulitan
mengidentifikasikan persebaran mereka ialah karena mobilitas mereka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
sangat tinggi dan mereka cenderung tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Warga jalanan, sama seperti manusia pada umumnya mengalami proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara psikologis maupun secara fisiologis, mulai dari lahir, bayi, anak-anak, muda, dewasa, tua dan mati. Dalam rentang kehidupan ini, ada satu hal yang penting yaitu proses reproduksi yang dilakukan oleh sepasang manusia. Pada umumnya, pasangan manusia ya ng melakukan proses reproduksi akan bersama. Hal ini juga terjadi di kalangan warga jalanan yang sudah menginjak dewasa. Kebutuhan fisiologis dan psikologis menuntut dirinya untuk mencari pasangan yang cocok dan hidup berdua. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2002) yang mengatakan bahwa menikah pada orang dewasa adalah hal yang standar dilakukan oleh individu. Wagner (2002) mengatakan bahwa walaupun tidak tertulis, tuntutan untuk hidup berumah tangga dan memiliki keturunan seakanakan adalah norma umum yang suka atau tidak suka harus diterima. Hal ini yang mengakibatkan munculnya keluarga jalanan. Keluarga jalanan seringkali tidak seperti keluarga di masyarakat pada umumnya. Apabila dilihat dari sudut pandang kita, mayoritas diantara mereka adalah pasangan kumpul kebo. Keluarga jalanan merupakan bagian dari warga jalanan. Warga jalanan memiliki tabiat yang keras. Mereka cenderung mudah marah dan berpikiran dangkal. Hal ini mengakibatkan tingkat kekerasan di jalanan cenderung tinggi. Kekerasan menjadi salah satu penyelesaian masalah yang sering digunakan di jalanan. Warga jalanan (lelaki pada khususnya) sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
mencari kesenangan dengan cara minum minuman keras. Minuman keras juga menjadi salah satu sumber kesenangan diantara mereka. Warga jalanan menganggap rasa aman merupakan sesuatu yang sulit untuk dicari ketika mereka berada di jalan. Mereka harus sering berhadapan dengan para pemeras, pencuri. “Harta” yang mereka miliki seringkali hilang/diminta dengan paksa oleh orang lain. Jalanan identik dengan kriminalitas. Hal ini mengakibatkan mereka memiliki sikap curiga yang cukup besar bila berhadapan dengan orang asing/tidak dikenal. Mereka merasa tidak aman bukan hanya terhadap para “gentho” (preman), tetapi juga terhadap pemerintah (Anak jalanan antara dit ipu dan menipu, 2007; Demonstrasi ratusan anak jalanan tuntut Walikota, 2007). Mereka sering mendapat “garukan” (penangkapan) dari pemerintah. Kehidupan di jalan membuat mereka menjadi individu yang individualis. Mereka akan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk bertahan hidup. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa aman bagi mereka, karena setiap anggota kelompok akan saling melindungi (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Ade, 2007). Warga jalanan secara ekonomi berada dalam kategori ekonomi menengah ke bawah, bahkan Sutejo, A. Andi (dalam Ade, 2000) mengatakan bahwa warga jalananan sebenarnya tidak miskin secara materi tetapi justru dari segi mental. Mereka bekerja di bidang informal, mereka bekerja sebagai buruh, pengamen, pengemis, tukang becak, pemulung. Mereka bekerja pada bidang informal karena mereka tidak memiliki ketrampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
sosial, 2005). Pekerjaan mereka sangat tergantung dari lingkungan sosial yang ada di sekitar mereka. Mereka mendapatkan penghasilan setiap hari, akan tetapi seringkali kurang dan apabila cukup akan dipakai semua. Mereka biasanya menggunakan uang hasil pendapatan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidup dan apabila ada yang sisa digunakan untuk bersenangsenang. Mayoritas
warga
jalanan
adalah
orang-orang
yang
tidak
berpendidikan sehingga mereka buta huruf (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007). Pendidikan yang relatif rendah tersebut menjadikan kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Selain itu, hal ini mengakibatkan pengetahuan mereka cukup sempit.
2. Karakteristik keluarga jalanan Keluarga-keluarga jalanan pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik yang sangat menonjol. Pertama, mereka bebas tanpa peraturan dan norma. Hal ini bisa berdampak pada hubungan dengan lawan jenis. Norma sosial yang ada sangat longgar bahkan cenderung tidak ada. Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial (2005) mengatakan bahwa hidup mereka tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Indrawati (2004) menyebut kebiasaan berganti pasangan dan seks bebas sebagai kebudayaan non-normatif. Implikasi yang terjadi seringkali ada child
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
abuse dan kekerasan seksual baik pada anak laki- laki maupun perempuan (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Suyanto, 2003; Ade, 2000). Kedua, hukum rimba. Di jalanan, orang yang paling kuat adalah pemegang ‘kekuasaan’ dan orang yang lemah adala h objek (Santoso, 2004; Indrawati, 2004). Hal ini yang mengakibatkan banyak sekali gentho/preman di jalanan. Para preman ini sering melakukan
pemerasan dan kekerasan
kepada pengamen atau orang–orang yang berada di jalan yang tidak memiliki “kekuasaan” (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007). Ketiga, nomaden dalam artian tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (Kisah anak-anak stasiun, 2007; Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005) sehingga mereka selalu berpindah-pindah (Guiness, 1985). Sifat nomaden ini berpengaruh secara langsung dengan kekuasaan administratif (RT/RW) karena mereka tidak menjadi bagian dari RT/RW. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar dari mereka tidak memiliki identitas diri (KTP, kartu keluarga, akte kelahiran) (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005; Prasetyo dan Koestanto, 2005; “Kami dilahirkan”, 2004; Soewondo, 1985). Keempat, mereka bekerja dalam lapangan pekerjaan informal (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005) yang biasa dilakukan di jalanan. Keluarga jalanan biasanya bekerja sebagai pemulung, pengamen, tukang becak (Soewondo, 1985). Kelima,
rendahnya
harga
diri
pada
sekelompok
orang,
mengakibatkan tidak dimilikinya rasa malu untuk meminta- minta (Direktorat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Keenam, mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai warga jalanan adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Ketujuh, kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang. Ada kenikmatan
tersendiri
dari
sebagian
warga
jalanan
yang
hidup
menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh norma atau aturan yang
kadang-kadang
membebani
mereka,
sehingga
mengemis
dan
menggelandang menjadi salah satu mata pencaharian (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Kedelapan, dari segi kesehatan, mereka termasuk kategori warga negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah (Pemulung TPA Piyungan penghasilan lebih baik dari buruh tani, 2007; Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007) akibat rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan (Perlindungan anak masih kurang, 2007; Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
3. Bekas keluarga jalanan Bekas keluarga jalanan adalah keluarga yang pernah tinggal di jalan dan sekarang tinggal di lingkungan masyarakat pada umumnya. Mereka menetap dalam suatu wilayah administrasi tertentu dan berbaur dengan lingkungannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
4. Karakteristik masyarakat Masyarakat pada umumnya memiliki beberapa ciri yang cukup menonjol. Pertama, masyarakat mengenal norma sosial dan pranata sosial serta pihak otoritas. Fungs i dari norma, pranata dan pihak otoritas ini memberikan rasa aman dan penghormatan sebagai pribadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat hidup bersosial dengan orang lain. Salah satu contoh kehidupan bersosial dalam masyarakat adalah kegiatan gotong-royong. Kegiatan ini tidak menginginkan
pamrih secara material (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1982). Mereka hidup dalam batasan-batasan norma sosial dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Mereka akan mendapatkan sanksi atau hukuman jika melanggar norma-norma dan peraturan yang berlaku. Norma terbentuk supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan (Soekanto, 1990). Kedua, adanya kepemilikan identitas diri (KTP, kartu keluarga, surat nikah, kartu sehat). Dengan adanya identitas diri, mereka dengan mudah dapat mengakses fasilitas umum yang ada. Ketiga, pihak otoritas dalam masyarakat (aparat negara/pimpinan formal) membuat hukum yang jelas yang mengatur dan menjaga masyarakat (Sumintarsih, Wibowo, Herawati, 1991). Mereka diatur secara jelas tentang bagaimana hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara yang bermasyarakat. Keempat, masyarakat masih berpandangan bahwa dalam masyarakat ada sebuah stratifikasi sosial antara lapisan atas dan lapisan bawah (Murniati,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
1992; Sumintarsih, Wibowo, Herawati, 1991). Masyarakat juga masih berpandangan bahwa di keluarga, kedudukan istri tergantung pada suami dan kedudukan anak perempuan tergantung pada ayah/saudara laki- laki (Murniati, 1992). Menurut Murniati (1992) lapisan kelompok atas menempatkan diri pada posisi mengatur dan menentukan nasib lapisan bawah. Magnis-Suseno (1984; 1978) melihat, dua karakteristik masyarakat Yogyakarta yang paling menonjol adalah prinsip rukun dan prinsip hormat. Prinsip rukun adalah prinsip yang digunakan dalam bersosialisasi agar tidak menimbulkan konflik terbuka. Prinsip rukun menjadikan segala sesuatu harmonis dan tertata. Prinsip hormat lebih menunjukkan sikap hormat kepada orang lain. Magnis-Suseno (1984) mengatakan bahwa gotong royong merupakan salah satu manifestasi dari prinsip rukun. Gotong royong memiliki maksud untuk saling membantu dan melakukan pekerjaan bersama demi kepentingan
seluruh
desa
(Magnis-Suseno,
1984).
Gotong
royong
menekankan agar orang bersedia menomorduakan kepentingan dan haknya sendiri demi kebersamaan seluruh desa (Magnis-Suseno, 1978; 1977). Sedangkan prinsip hormat juga dijunjung tinggi, bahkan merupakan unsur pokok dalam setiap situasi sosial (Geertz, 1983). Prinsip hormat ini terlihat dari tatakrama yang digunakan oleh masyarakat. Tatakrama bisa terlihat dari bahasa serta gerak tubuh individu dalam berinteraksi. Bahasa Jawa mengenal tingkatan-tingkatan yang digunakan untuk menghormati lawan bicara. Entah individu memakai Ngoko, Krama, atau pelbagai tingkatan Madya, entah ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
memakai kata-kata biasa atau kata-kata Krama Inggil, selalu ditentukan oleh status sosial diantara mereka (Geertz, 1983; Magnis-Suseno, 1977).
5. Pandangan masyarakat terhadap keluarga jalanan Kondisi lingkungan sosial dan budaya yang ada di jalanan sangat berbeda dengan kondisi lingkungan masyarakat. Perbedaan yang sangat menonjol terlihat dari pandangan masyarakat yang negatif terhadap warga jalanan. Mereka memiliki stereotipe negatif tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan jalanan (Ertanto, 2000). Selain itu masyarakat menganggap mereka licik, tidak dapat dipercaya, mengganggu ketertiban, ketenangan umum, kebersihan serta keindahan kota, sampah masyarakat, tidak memiliki cita rasa susila (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005; Ade, 2000; Guiness, 1985). Selain hal-hal tersebut di atas, maraknya warga jalanan di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005; Ade, 2000). Mereka akan gagal melakukan resosialisasi apabila tidak mampu bertahan dan mengubah pandangan masyarakat terhadap mereka yang berasal dari jalanan. Suyanto (2005) mengatakan bahwa kesulitan orang-orang ya ng ada di jalanan untuk mengubah budaya jalanan adalah karena mereka tidak memiliki konsep tentang rumah dan mereka sudah memiliki suatu nilai tersendiri tentang budaya jalan. Apabila kita melihat secara luas, hal ini juga mungkin terjadi pada bekas keluarga jalanan. Hal senada diungkapkan oleh Wahyudi (dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Potensi tinggi, 2002) yang mengatakan bahwa kehidupan jalanan yang bebas sangat sulit untuk dialihkan ke dalam kehidupan `normal`. Pendapat Suyanto dan Wahyudi mungkin menjadi alasan yang cukup mendasar atas ketidakberhasilan bekas keluarga jalanan untuk melakukan pembauran dengan masyarakat umum. Berdasarkan data yang diambil dari PSP YSS, sejak tahun 20002007, jumlah keluarga yang pernah tinggal di PSP YSS sebanyak 33 keluarga. Jumlah warga yang kembali ke jalan sebesar 60,6%, warga yang tinggal menetap di Yogyakarta sebesar 6,06 %, pulang ke rumah sebesar 18,18 %, dan transmigrasi sebesar 16,66%. Hal ini memperlihatkan bahwa mayoritas bekas keluarga jalanan kembali lagi ke jalan setelah tinggal di PSP YSS (Daftar warga PSP, tanpa tahun). Bekas keluarga jalanan yang mampu tinggal di masyarakat dan memiliki alamat yang tercatat di kantor PSP YSS sebesar 18,18% atau enam keluarga. Salah satu penyebab keberhasilan mereka adalah niat untuk bertahan (Nursin, wawancara pribadi, 13 Desember 2005), pemikiran ke depan dan konsep tentang bagaimana hidup di masyarakat. Mereka juga mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan, khususnya sukarelawan dari PSP YSS untuk berkembang. Keberhasilan mereka selain dukunga n sosial dari lingkungan juga dipengaruhi oleh bagaimana sikap lingkungan terhadap mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
B. Resosialisasi 1. Definisi resosialisasi Resosialisasi adalah pembelajaran baru tentang
sikap, nilai, dan
kebiasaan yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang (Abarca,
2005;
Lonsdale,
2005;
Schaefer,
2001).
Lonsdale
(2005)
mengkategorisasikan resosialisasi menjadi dua: (1) resosialisasi sukarela yang terjadi ketika seorang individu dengan sukarela memilih untuk mengubah sikap dan kebiasaannya, (2) resosialisasi paksaan yaitu resosialisasi yang terjadi melawan sikap bebas seseorang dan pada umumnya berlangsung pada suatu institusi. Berdasarkan definisi di atas, resosialisasi sukarela lebih didasarkan kepada kesadaran dari individu untuk melakukan perubahan atas dirinya. Resosialisasi paksaan lebih didasarkan pada pemaksaan terhadap individu, contohnya perubahan yang terjadi di penjara dimana individu dipaksa untuk membentuk suatu pola kebiasaan baru. Resosialisasi sebagai proses pembelajaran baru tentang sikap, nilai, dan kebiasaan yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang (Abarca, 2005; Lonsdale, 2005; Richard T. Schaefer, 2001) merupakan sebuah proses bagaimana seseorang menginternalisasi sebuah kebudayaan baru. Budaya didefinisikan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar tentang sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang digunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka (Barne dalam Matsumoto, 2004; Spradley, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
2. Proses akulturasi Proses internalisasi kebudayaan baru yang dilakukan dalam resosialisasi oleh Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) disebut sebagai intercultural strategies. Intercultural strategies diartikan sebagai proses dimana orang berusaha untuk hidup dalam dua kebudayaan. Intercultural strategies digunakan dalam pembahasan ini karena mayoritas bekas keluarga jalanan masih mencari nafkah dari jalanan. Mereka mengalami proses transisi dari kebudayaan jalanan ke kebudayaan masyarakat normal. Selama proses transisi tersebut, mereka akan mengalami perubahan tekanan secara psikologi. Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) menyebutnya sebagai psychological acculturation. Tekanan yang dialami bisa berupa kontrol kognitif dan bagaimana mereka menilai masalah dalam konteks kebudayaan yang baru. Tekanan itu akan menghasilkan stres apabila tidak mampu diatasi oleh individu. Namun apabila individu mampu mengatasi tekanan, maka individu akan mampu beradaptasi. Akulturasi bisa terjadi antar kelompok dan antar individu. Resosialisasi mencoba melihat akulturasi yang terjadi dalam individu. Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) membedakan akulturasi kelompok dan akulturasi individu. Perbedaan akulturasi kelompok dengan akulturasi individu didasari oleh dua alasan utama. Pertama, perubahan pada kelompok lebih pada perubahan budaya, ekonomi, dan kelompok politik, sedangkan pada tingkat individu perubahan terjadi pada identitas seseorang, nilai dan sikap. Kedua, tidak semua perubahan individu berpengaruh pada level kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
Akulturasi individu adalah proses internalisasi kebudayaan baru yang mengakibatkan perubahan pada identitas seseorang, nilai dan sikap (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Proses akulturasi individu akan melalui beberapa faktor. Faktor- faktor akulturasi pada tingkat individu terbagai atas lima kelompok besar (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002); pertama, faktor perantara sebelum akulturasi; kedua, faktor perantara selama akulturasi; ketiga, pengalaman akulturasi; keempat stressors; kelima, stres. Apabila mereka mampu menjalaninya, maka mereka akan sampai pada tahap adaptasi, dimana mereka mampu bertahan dalam lingkungan masyarakat. Faktor perantara sebelum akulturasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam proses keberhasilan resosialisasi. Faktor perantara sebelum akulturasi terlihat dari bagaimana budaya asal (society of origin) membentuk karakteristik yang khas individu. Budaya jalanan yang penuh dengan tekanan baik mental maupun fisik membentuk karakter individu warga jalanan sebagai pribadi yang keras. Budaya baru (society of settlement) adalah budaya yang akan diinternalisasikan. Apabila perbedaan kedua kebudayaan itu semakin kecil, maka internalisasi kebudayaan baru akan semakin mudah lewat akulturasi. Faktor perantara sebelum akulturasi (fpsba) merupakan latar belakang (lb) individu seperti umur (umr), jenis kelamin (jk), pendidikan (pddk), keyakinan (kyk), bahasa (bhs), status (sts), kondisi sebelum akulturasi (gu), motivasi untuk bergabung (mtv), harapan (hrp) dan jarak sosial (js). Umur seorang individu perlu diketahui karena apabila akulturasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
dilakukan sejak muda, proses akulturasi akan lebih mudah dilakukan sedangkan apabila dilakukan pada umur yang tua, ada kemungkinan memunculkan konflik budaya. Konflik akan muncul karena mengubah paradigma warga jalanan yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Beiser & Carballo (dalam
Berry, Portinga, Segall, & Dasen, 2002) mengatakan
bahwa wanita lebih beresiko terhadap masalah daripada lelaki. Hal ini mengatakan bahwa laki- laki lebih mudah melakukan adaptasi dibandingkan perempuan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh secara signifikan terhadap proses adaptasi karena diprediksi seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mengalami stress yang rendah dalam akulturasi (Beiser; Jayasuriya dalam Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Akan tetapi pada faktanya, tingkat pendidikan warga jalanan yang rendah menjadi faktor yang kurang mendukung dalam proses akulturasi. Seperti diungkapkan Nursin (wawancara pribadi, 13 Desember 2005), hal yang memudahkan untuk melakukan akulturasi adalah motivasi yang merupakan faktor kuat untuk mengubah seseorang. Jarak budaya (keyakinan, kond isi sebelum akulturasi, bahasa) juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Keyakinan dan bahasa tidak begitu menjadi masalah karena adanya kesamaan. Hal ini menjadikan
akulturasi
semakin mudah dilakukan. Kondisi sebelum akulturasi (gu) bisa dilihat dari kondisi lingkungan sosial mereka ketika berada dimasyarakat. Banyaknya penertiban (garukan) yang dilakukan oleh pemerintah lewat Satuan Polisi Pamong Praja terhadap warga jalanan menjadi gambaran kondisi jalanan. Peraturan yang mengatur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
masyarakat agar tidak memberikan uang kepada orang miskin semakin menekan warga miskin (Walikota Palangkaraya, 2002). Disini, Pemerintah memiliki andil yang besar dalam membangun kondisi sosial warga jalanan. Kedua, faktor perantara selama akulturasi (fpsla) menunjuk pada interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungan baru akan menimbulkan pertentangan-pertentangan (knflk) dengan orang lain. Pada awalnya masalah yang ada sedikit, diikuti masalah- masalah yang cukup serius dan akhirnya sampai pada pencapaian adaptasi. Permasalahan dalam interaksi akan memperlihatkan bagaimana dukungan sosial (ds) terhadap seorang individu dan sikap sosial orang lain. Selama proses akulturasi tersebut individu juga akan mengalami proses penyesuaian terhadap masalah yang dihadapinya. Keberhasilan dalam memecahkan masalah akan mempermudah individu dalam proses akulturasi serta menimbulkan suatu pola pemecahan masalah sehingga terbentuk strategi akulturasi (sa) dalam diri individu. Seperti yang dialami oleh sebuah keluarga baru yang tinggal pada umumnya, biasanya pada awal mereka menetap masalah tidak akan muncul. Masalah-masalah akan muncul kurang lebih satu bulan pertama dan biasanya intensitasnya akan semakin tinggi. Pada proses ini, individu dituntut untuk melakukan pemecahan terhadap masalah yang dihadapinya. Apabila individu tidak mampu melakukan pemecahan terhadap masalah yang dihadapinya, biasanya individu akan kembali lagi (melarikan diri) ke jalan. Namun apabila individu mampu mengatasinya, maka tahap pembelajarannya akan semakin mendekati proses adaptasi. Proses bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
individu mengatasi masalah akan memperlihatkan siapa saja tetangga/teman yang membantunya dan membiarkannya. Dukungan sosial bisa dilihat dari kejadian tersebut. Ketiga, pengalaman akulturasi (pa) merupakan pengalaman yang didapat oleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan baru karena budaya dan kebiasaan yang berbeda (new). Pengalaman akulturasi terjadi dalam setiap kegiatan dalam interaksi. Dalam interaksinya, individu dituntut untuk mampu berpartisipasi (par) dalam keseharian serta memahami masalahmasalah (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Persinggungan antara pengalaman masa lalu dan pengalaman baru akan menghasilkan permasalahan yang harus dipahami oleh individu. Individu dituntut untuk mampu menggunakan pola pikir baru dalam memahami masalah yang dihadapinya agar mampu meminimalkan permasalahan yang muncul. Sebagai contoh, mereka harus mampu bersikap ramah terhadap tetangga sebagai tuntutan dari lingkungan, mengikuti kegiatan-kegiatan kampung (sarasehan, menarik jimpitan) dimana kegiatan tersebut tidak ada ketika mereka masih tinggal di jalan. Proses pertemuan dengan pengalaman baru tersebut bukan hal yang mudah karena seringkali menimbulkan potensi konflik. Ketika mereka tidak pernah ikut kegiatan kampung maka mereka akan mendapat tekanan sosial seperti di pergunjingkan oleh tetangga. Keempat, stressors (ss). Stressors (permasalahan-permasalahan yang muncul akibat persinggungan antara individu dengan individu lain yang berbeda latar belakang/budaya yang mengganggu individu) dimaknai sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
hal- hal yang harus dihadapi oleh individu. Menurut Berry, Poortinga, Segall, &
Dasen
(2002)
individu
harus
mempertimbangkan
makna
dari
pengalamannya, serta menge valuasinya (pm). Ketika individu menilai pengalaman akulturasi tidak bermasalah bagi dirinya, maka perubahan bagi individu akan lebih mudah dan perilakunya akan mengikuti secara berlahan. Akan tetapi ketika individu menganggap interaksi yang dilakukannya mengalami masalah dan individu tidak mampu mengatasinya maka individu akan mengalami stres. Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) mengatakan bahwa mereka harus menghadapi masalah yang berasal dari hasil kontak budaya tersebut dan mereka harus memahami bahwa hal itu tidak dapat diatasi dengan mudah dan cepat. Kelima, stres (s). Masalah dalam akulturasi bisa mengalami peningkatan. Apabila hal ini tidak dapat dilalui dengan baik oleh individu maka individu itu akan mengalami stres dan menghasilkan efek ne gatif, seperti krisis personal (kp) (kecemasan (kpc), depresi (dp) dan psikosomatis (psi)). Stres yang tidak mampu diatasi oleh individu bisa mengakibatkan gagalnya proses akulturasi karena pada umumnya ketika mereka tidak mampu mengatasi masalah, mereka akan kembali lagi ke jalan. Namun apabila bisa diatasi oleh individu, maka individu akan semakin dekat dengan proses adaptasi. Adaptasi adalah proses terakhir dari akulturasi psikologi. Adaptasi (a) adalah proses yang berkesinambungan yang dilakukan oleh individu untuk menata kembali hidupnya dan menetap pada suatu tempat dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
memperlihatkan kepuasan (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Adaptasi terdiri atas dua hal (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002), yaitu adaptasi psikologi (ap) (merasa berfungsi sepenuhnya (sense of well-being), kesadaran akan harga diri) dan adapatasi sosiokultural (as) (berhubungan dengan individu lain dalam lingkungan baru, contohnya berkompeten dalam kegiatan keseharian di lingkungan baru). Ketika individu sudah mengalami adaptasi secara baik, maka perubahan sikap dan perilaku akan mengikuti dengan sendirinya sesuai dengan lingkungan barunya. Individu mampu mencapai adaptasi, maka akan ada faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilannya dalam pencapaian adaptasi tersebut.
Penelitian ini akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi (adaptasi) bekas keluarga jalanan dalam masyarakat umum.
C. Resosialisasi Bekas Keluarga Jalanan dalam Masyarakat Umum Keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalana n terlihat dari kemampuan bekas keluarga jalanan untuk mampu beradaptasi dengan masyarakat. Kemampuan beradaptasi tersebut bisa terlihat dari kemampuan untuk menjalankan norma sosial, pranata sosial serta kepemilikan identitas diri (KTP, akte, kartu keluarga, surat nikah). Kepemilikan akan identitas diri, kemampuan
menjalankan
kewajiban-kewajiban
di
masyarakat
seperti
mengikuti siskamling, rapat RT (jumat kliwonan), kerja bakti, tetap tinggal di sebuah
wilayah
administrasi
keberhasilan resosialisasi.
tertentu
merupakan
beberapa
indikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
D. Kerangka Penelitian
Bekas Keluarga Jalanan
Internalisasi budaya masyarakat umum
Pengalaman akulturasi Faktor perantara
Faktor stressor
sebelum akulturasi
perantara selama
stres
akulturasi
Adaptasi (resosialisasi)
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, peneliti ingin meneliti faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan dalam masyarakat umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
metode
fenomenologi. Menurut Schutz (dalam Hasan, 2005) metode fenomenologi dirumuskan sebagai media untuk memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu yang berupa pengalaman mengenai fenomena atau penampakan sebagaimana adanya. Dunia sosial merupakan sesuatu yang intersubyektif dan pengalaman yang penuh makna (meaningfull). Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dengan pertimbangan bahwa fenomenologi memungkinkan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan. Penelitian ini dilakukan dalam natural setting (Creswell, 1998) artinya individu tidak terpisah dari konteks lingkungan sehingganya sehingga tidak membatasi dalam menentukan variabel- variabel yang berpengaruh dalam keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan.
B. Informan Penelitian Informan penelitian berada di PSP YSS. PSP YSS secara geografis terletak di bantaran Sungai Winongo yang secara administratif termasuk dalam wilayah RT 1 RW 1, Pingit, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Yogyakarta (YSS Selayang Pandang, tanpa tahun). Mayoritas penduduk RT 1 termasuk dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
ketegori ekonomi menegah ke bawah (Ena, Ouda Teda, tanpa tahun). Mereka pada umumnya bekerja sebagai pedagang, pengamen, pemulung, tukang becak bahkan pekerja seks (Sindhunata, tanpa tahun). Sindhunata (tanpa tahun) mengatakan bahwa Pingit adalah lingkungan yang tidak berpendidikan. Orang tua mendidik anak-anak mereka dengan kasar, membentak-bentak penuh kemarahan dan caci maki (Fajar dkk, tanpa tahun; Pudji, tanpa tahun). Wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk. Penduduk dari luar daerah ini sering menyebutnya sebagai “daerah hitam” karena banyaknya pelaku tindak kriminal berasal dari daerah ini. Informan penelitian adalah keluarga yang tinggal di PSP YSS. Mereka tinggal di dalam rumah bedeng berukuran 3x6 m. Secara administratif, mereka termasuk dalam wilayah RT 1. Mayoritas diantara mereka tidak memiliki KTP. Dilihat dari segi ekonomi, mereka termasuk dalam kategori ekonomi lemah. Pekerjaan mereka sebagai pengamen, tukang becak, pemulung dan pengemis. Mayoritas diantara mereka tidak berpendidikan. Paton (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan bahwa subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu, seperti latar-latar, peristiwa-peristiwa dan proses-proses sosial (Miles dan Huberman, 1992) dan berdasarkan penelitian agar sampel benar-benar mewakili (representatif) terhadap fenomena yang
dipelajari. Teknik yang dip akai adalah criterion sampling.
Menurut Hammersley dan Atkinson (dalam Creswell, 1998) criterion sampling adalah cara menentukan informan penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Hal paling penting adalah semua informan memiliki pengalaman atas fenomena yang hendak diteliti (Creswell, 1998). Kriteria informan yang akan diteliti adalah :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
1. Keluaraga yang sedang atau pernah tinggal di PSP YSS minimal 3 bulan atau sekarang tinggal menetap di suatu wilayah administrasi tertentu. 2. Mempunyai pengalaman hid up bersama dengan pasangan di jalan.
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengamatan Berperan-serta Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik pengamatan berperan-serta (participant observation). Moleong (2002) dan Becker (dalam Mulyana, 2001) mengatakan bahwa pengamatan berperan-serta adalah pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan-serta dalam kehidupan orang-orang yang kita teliti, sehingga kita bisa memaknai eksistensi manusia berdasarkan sudut pandang orang dalam (Bruyn dalam Mulyana, 2001). Pengamatan terlibat mengikuti orang-orang yang diteliti dalam kehidupan seharihari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa, dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka (Creswell, 1998). Jorgensen (dalam Mulyana, 2001) mengemukakan bahwa metode pengamatan berperan-serta dapat didefinisikan berdasarkan ciri-ciri berikut: a
minat khusus pada makna dan interaksi manusia berdasarkan perspektif orangorang dalam/anggota-anggota/situasi/keadaan tertentu
b
fondasi penelitian dan metodenya adalah kedisinian dan kekinian kehidupan sehari- hari
c
bentuk teori dan penteorian yang menekankan interpretasi dan pemahaman eksistensi manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
d
logika dan proses penelitian yang terbuka, luwes dan oportunitik dan menuntut redefinisi apa yang problematik, berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dalam situasi nyata eksistensi manusia
e
pendekatan dan rancangan yang mendalam, kualitatif,
f
penerapan peran partisipan yang menuntut hubungan langsung dengan pribumi/penduduk di lapangan
g
pengamatan berperan-serta juga memungkinkan peneliti dari orang luar menjadi orang dalam agar memperoleh data yang lebih baik (Jorgensen dalam Creswell, 1998) Peneliti juga menggunakan fieldnotes (catatan data lapangan) agar data
yang dikumpulkan semakin lengkap (Mulyana, 2001; Danim, 2002). Catatan lapangan menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002), Danim (2002) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif serta ditulis lengkap; dengan keterangan tanggal dan waktu (Poerwandari, 1998; Miles & Huberman, 1992). Catatan lapangan penting karena penentuan kepercayaan dan keabsahan data, didasarkan atas data yang terdapat dalam catatan lapangan (Moleong, 2002). Panduan observasi: a. Observasi tempat tinggal b. Observasi lokasi kerja c. Observasi interaksi sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
2. Wawancara Pengamatan berperan-serta membutuhkan keterlibatan aktif dari peneliti, selain itu menggunakan wawancara dan obeservasi pada situasi yang ingin diteliti. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang dinamakan interview guide, berdasarkan tujuan tertentu (Moleong, 2002; Mulyana, 2001; Creswell, 1998; Nazir, 1988). Pedoman wawancara ini digunakan sebagai landasan utama/pedoman umum dalam mencari data dari informan. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang ingin diteliti sekaligus sebagai dasar pengecekan apakah aspek-aspek tersebut relevan dengan tujuan penelitian (Mulyana, 2001; Nazir, 1988). Wawancara yang digunakan di sini adalah wawancara terbuka. Mulyana (2001) dan Patton (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa wawancara terbuka bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara. Menurut Denzim (dalam Mulyana, 2001) keunggulan wawancara terbuka adalah: a
wawancara terbuka memungkinkan informan menggunakan cara-cara unik mendefenisikan dunia
b
wawancara terbuka mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetap pertanyaan yang sesuai untuk semua informan
c
wawancara terbuka memungkinkan informan membicarakan isu- isu penting yang tidak terjadwal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Mulyana (2001) mengatakan bahwa wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta saling melengkapi dan mengurangi ketidakajegan data yang diperoleh dari subjek. Pedoman wawancara mengacu pada landasan teori yang telah dicantumkan di bab II. Pedoman wawancara yang akan digunakan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut: a. Latar belakang subyek b. Kondisi lingkungan dan cara hidup di jalan c. Konflik-konflik yang terjadi ketika beradaptasi dengan masyarakat d. Keikutsertaan dalam kegiatan di masyarakat e. Perencanaan ke depan f. Faktor-faktor yang membuat mereka menetap di lingkungan masyarakat
D. Pemeriksaan Keabsahan Data Moustakas mengatakan bahwa teknik verifikasi data pada data penelitian fenomenologi menggunakan intersubjective validity yakni dengan membagikan salinan deskripsi dari hasil interview (Humprey dalam Moutakas, 1994). Kemudian setiap subjek diminta untuk secara hati- hati memeriksa deskripsi tersebut. Selama memeriksa, mereka dapat memberikan tambahan masukan dan pembetulan. Terakhir, peneliti merevisi pernyataan sintesisnya. Tujuan dari intersubjective validity yaitu menguji kembali pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek melalui proses timbal balik (back-and- forth)(Creswell, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Selain itu, peneliti menggunakan sumber data yang majemuk (wawancara dengan orang lain yang memiliki hubungan dekat dengan subjek (Mulyana, 2001) serta observasi partisipan).
E. Analisis Data Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lain (Strauss & Corbin, 2003; Poerwandari, 1998). Menurut Miles dan Huberman (1992) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyiapan data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Hal ini berlangsung terus menerus. Kedua, penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Ketiga, penarikan kesimpulan/verifikasi. Kesimpulan dibuat sejak awal, semakin lama semakin kokoh tetapi harus longgar, tetap terbuka dan skeptis. Kesimpulan direvisi selama penelitian berlangsung. Langkah pertama yang dilakukan sebelum analisis adalah melakukan koding. Koding dilakukan dalam analisis tematik agar dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 1998). Langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
1.
Organisasi data Data yang diperoleh diorganisasikan secara rapi dan sistematis sehingga
memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data serta memudahkan peneliti dalam melakukan penelusuran data. Data yang disimpan adalah : a. Kaset rekaman dan verbatim b. Verbatim yang telah dikoding sesuai dengan tema-tema yang telah ditentukan c. Kategori data yang merupakan hasil penyusunan koding sebelumnya. Kategori data dilakukan untuk mengurangi jumlah unit yang harus dikerjakan (Creswell, 1998). Kategori adalah proses pengelompokan konsep yang tampaknya berhubungan dengan fenomena yang sama (Strauss & Corbin, 2003). Kategori dibuat atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu (Moleong, 2002). 2. Pengkodean Tujuan
dari
pengkodean
adalah
mengorganisasikan
dan
mensistematisasikan sehingga data nantinya dapat memunculkan gambaran yang akan diteliti (Poerwandari, 1998). Langkah koding: a. menyusun transkrip data hasil wawancara dan memberi satu ruang di sebelah kiri dan kanan kolom verbatim dimana ruang di sebelah kiri digunakan untuk mencatat beberapa hal yang memuat catatan, kesimpulan, serta penyataan dari peneliti mengenai pernyataan-pernyataan informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
b. melakukan penomeran dimana untuk pertanyaan diberi kode huruf dan abjad secara kontinyu sedangkan untuk pernyataan informan diberi nomer secara kontinyu setiap baris transkrip. c. memberi nama masing- masing berkas dengan kode tertentu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemberian data ketika hendak dilakukan. Pada penelitian ini dipakai kode WWCR.KK1.L.PSP.1Jan06, artinya wawancara pada keluarga pertama laki- laki (ayah) dilakukan di Perkampungan Sosial Pingit pada tanggal 1 Januari 2006. Setelah semua langkah dilakukan, peneliti mulai membaca beberapa kali dengan tujuan untuk menganalisa. Kata-kata kunci yang ditemukan dituliskan pada bagian kolom kanan/kiri yang telah disediakan. Substansi dalam koding ini diperhatikan dengan cara sebagai berikut: a. membaca transkrip begitu transkrip selesai dibuat untuk mengidentifikasikan tema-tema yang dibuat. Tema-tema ini seringkali memodifikasi proses pengambilan data selanjutnya b. membaca transkrip berulang-ulang sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum tentang tema c. membaca kembali data-data dan catatan analisis secara teratur, membuka kategori serta menampilkan pola hubungan antar kategori (cross cases)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Fokus penelitian ini adalah kedalaman sehingga analisis dilakukan terlebih dahulu pada data dari tiap informan. Setelah dinamika setiap informan terbentuk maka akan dilakukan analisis keseluruhan informan yang diperoleh. Dengan demikian gambaran yang diperoleh peneliti lebih mendalam dan komprehensif. 3. Interpretasi Kvale (dalam Poerwandari, 1998) membedakan istilah analisis dan interpretasi. Menurutnya, interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensi sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasikan data melalui perspektif tersebut. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan oleh subjek penelitian, untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak segera ditampilkan dalam teks (data mentah/transkrip wawancara). Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa interpretasi memang tidak tunggal. Adalah sah-sah saja (legitimate) bila satu pihak dengan pihak lain mengembangkan interpetasi berbeda tentang data yang sama, dan hal itu tidak langsung berarti bahwa metode kualitatif tidak ilmiah. Kvale (dalam Poerwandari, 1998) menguraikan konteks-konteks situasi dan komunitas validasi dalam mana muncul interpretasi yang berbeda. Konteks interpretasi pemahaman diri terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk lebih pada (condensed) apa yang oleh informan penelitian sendiri dipakai sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan pada pemahaman diri informan penelitian, dilihat dari sudut pandang dan pengertian informan penelitian tersebut. Konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis terjadi bila peneliti beranjak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Peneliti menggunakan pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman subjek. Walaupun demikian, hal ini tetap di tempatkan dalam konteks penalaran umum, peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dalam mana subjek penelitian berada. Konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling konseptual. Pada tingkatan ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subjek ataupun penalaran umum. Penelitian ini menggunakan teori akulturasi Berry untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada. Meskipun ada tingkatan-tingkatan, Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa ketiganya dapat berbaur satu sama lain, dan harus dilihat saling terkait. Poerwandari (1998) mengatakan bahwa suatu penelitian yang baik akan mencakup semua tahapan interpretasi, tetapi berakhir pada kesimpulan pemahaman teroritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Identitas dan Deskripsi Informan 1. Identitas Tabel 1 Identitas informan Nama JK Alamat
RL 1 L RT 03/RW1 Pingit, Jetis
RP1 P RT 03/RW1 Pingit, Jetis
RL 2 L PSP
RP 2 P PSP
RL 3 L PSP
RP 3 P PSP
Pekerjaan
Pemulung
Ibu rumah tangga
Penyapu jalan, pemulung
Pengemis
Penarik becak
Pengamen
Usia Pendidikan
35 tahun STM kelas II
41 tahun SMP Tari
49 tahun -
39 tahun -
44 tahun -
44 tahun -
Agama Kesehatan
Islam Sehat
Islam Mudah lelah
Islam Kurang pendengara n, mata kanan buta
Islam Sehat
Kristen Sehat
Kristen Sehat
Status Anak
Menikah -
Menikah 1 dari suami pertama
Menikah 3, 1 dari istri pertama, 2 dari istri kedua
Menikah 2 orang
Menikah 1 orang
Menikah 1 orang
Berapa kali menikah
1 kali
2 kali
1 kali
2 kali
1 kali
1 kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
2. Deskripsi Informan Informan pertama Keluarga informan pertama sudah tinggal di masyarakat selama kurang lebih 4 tahun. Mereka adalah pasangan yang bertemu di jalan dan memilih hidup bersama. Setelah mereka hidup di jalan selama kurang lebih satu tahun, mereka tinggal di Perkampungan Sosial Pingit selama kurang dari dua tahun lalu menetap di kampung sejak 20 Januari 2004. Informan pertama laki- laki bekerja sebagai pemulung. Informan laki- laki pertama bekerja di sekitar Kecamatan Jetis. Informan laki- laki pertama memulung dengan berjalan kaki dan membawa karung dan ganco (besi berganggang dengan ujung melengkung). Sedangkan istrinya menunggu di rumah. Istrinya bekerja sebagai tukang pijat. Istrinya menunggu di rumah karena sudah tidak begitu kuat bekerja berat. Informan perempuan pertama memiliki tinggi kurang lebih 155 cm dan berat sekitar 47 kg sehingga tergolong kecil. Informan laki- laki pertama bertinggi 165 cm dan berat 53 kg. Informan laki- laki pertama berbadan kecil dan berkulit agak hitam. Keluarga ini termasuk keluarga yang mudah diajak komunikasi dan mereka sangat terbuka. Selama proses wawancara, mereka sangat terbuka dan lancar. Hal ini didukung oleh karakter Informan laki- laki yang suka bercerita. Informan perempuan juga cukup lancar dalam menjawab pertanyaan. Proses wawancara menggunakan bahasa jawa. Penggunaan bahasa Jawa dilakukan dalam wawancara agar semakin memperkuat rapport.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Mereka saat ini tinggal di rumah kontrakan dengan lebar 2,5 m x 5 m. Ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur, tempat menerima tamu dan kadang digunakan sebagai tempat untuk menaruh barang hasil memulung yang sudah dikelompok-kelompokkan.
Informan kedua Keluarga kedua sudah tinggal di PSP YSS selama kurang lebih satu tahun. Pada awalnya mereka tingal di Alun-alun utara sebelah timur. Mereka tidur di gubuk berukuran 1,5 x 2,5 m. Mereka makan, tidur di Alunalun utara. Mereka adalah pasangan yang menikah ketika keduanya sudah berada di jalan. Informan laki- laki kedua adalah seorang duda beranak satu. Istri pertama bekerja di tempat yang sama dengan Informan laki- laki. Pada awalnya mereka bekerja di tempat yang sama. Informan laki- laki kedua menyapu sampah di jalan sebelah barat alun-alun dan istrinya membantu memilah sampah yang bisa dijual.
Biasanya informan laki- laki membawa
gerobak, dua buah sapu dan seng pengambil sampah (serok). Akan tetapi sejak tinggal di PSP YSS, informan perempuan bekerja sendiri dengan mengemis bersama anak terkecilnya di perempatan Kentungan. Informan laki- laki kedua memiliki tinggi kurang lebih 170 cm dan berat 65 kg. Informan laki- laki kedua kurang bisa mendengarkan karena kerusakan pada telingga dan salah satu matanya tidak bisa melihat. Sedangkan istrinya memiliki tinggi 155 cm dan terlihat gemuk pendek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Selama proses wawancara, informan laki- laki sangat terbuka dan lancar. Ketika wawancara berlangsung, dia seringkali menghisap rokoknya. Sedangkan informan perempuan kurang begitu terbuka karena pada awalnya hampir menolak wawancara karena adanya tape recorder. Setelah diberi penjelasan dan menggunakan pengantar bahasa Jawa, akhirnya informan perempuan lebih terbuka. Informan perempuan beberapa kali tidak mau menjawab pertanyaan dari peneliti. Saat ini mereka tinggal di salah satu rumah di PSP YSS. Dinding rumah ini 75 cm dari tanah berupa tembok dan sisanya berupa anyaman bambu. Ukuran rumah sekitar 3x4 m dengan dua ruangan. Ruangan ini disekat menggunakan anyaman bambu. Ruangan pertama sebagai ruang tamu dan ruang kedua sebagai dapur dan ruang tidur.
Informan ketiga Informan laki- laki ketiga berbadan pendek kekar, dia bertinggi 157 cm dan berat 55 kg. berkulit hitam dan pada bagian tangan kanan ada bekas tato yang masih terlihat samar-samar. Informan perempuan ketiga lebih tinggi dari pada informan laki- laki ketiga. Informan perempuan berkulit gelap dan rambut yang selalu diikat. Informan laki- laki ketiga bekerja sebagai tukang becak dan biasa mangkal di depan Puskesmas Jetis dan kalau siang di sebelah barat Tugu. Sedangkan informan perempuan bekerja dengan menggendong anaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
sebagai pengamen. Biasanya informan perempuan mengamen di sebelah barat perempatan Tugu. Mereka tinggal di salah satu rumah PSP YSS. Rumah ini berukuran
sekitar 3x4 m dengan dua ruangan. Ruangan ini disekat
menggunakan anyaman bambu. Ruangan pertama sebagai ruang tamu dan ruang kedua sebagai dapur dan ruang tidur. Dinding rumah ini sebagian berupa tembok (75 cm dari tanah) dan sisanya masih gedeg (anyaman bambu). Ruang tamu mereka gunakan untuk menerima tamu dan tidur. Ketika ada tamu, alas tidur di sandarkan di dinding rumah. Sedangkan ruangan yang satu lagi digunakan sebagai dapur dan tempat menaruh baju.
Foto 1 Tempat tinggal Informan ketiga baru pulang dari transmigrasi karena disana mereka kesulitan untuk mena nam tanaman. Mereka dari jalan ditampung di PSP YSS selama kurang lebih tiga bulan dan berangkat transmigrasi. Di tempat transmigrasi mereka bertahan selama lima bulan setelah itu mereka kembali lagi ke Yogyakarta. Ini adalah kesempatan kedua mereka untuk tinggal di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
B. Tahap Pengambilan Data Setelah melakukan tahap pre lapangan yaitu menyusun rancangan penelitian, menetapkan
lokasi,
informasi
dan
informan serta
menetapkan
metode
pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap memasuki lokasi penelitian. 1. Tahap catatan lapangan pre penelitian Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian untuk mengetahui gambaran tentang lokasi penelitian. Gambaran lokasi tersebut berupa kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan sedikit gambaran karakteristik warga. 2. Tahap pengurusan perijinan Tahap pengurusan perijinan hanya berlangsung satu hari. Setelah ijin diterima oleh kordinator divisi orang tua, peneliti diantar kepada dua keluarga yang sesuai dengan kriteria yang akan diambil oleh peneliti. Keluarga ketiga, peneliti datang sendiri dan meminta kesediaan mereka untuk menjadi informan penelitian. 3. Tahap pengumpulan data Metode yang digunakan adalah metode catatan lapangan partisipatif dan wawancara. Peneliti tinggal di lokasi penelitian tetapi tidak tinggal dalam satu rumah karena kondisi rumah informan yang tidak memungkinkan untuk tinggal bersama. Peneliti tinggal di salah satu rumah yang masih satu komplek dengan informan. Peneliti mengikuti kegiatan harian yang dilakukan oleh informan. Proses rapport dilakukan selama beberapa bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
sebelumnya karena peneliti adalah salah satu volunter yang masih aktif di PSP YSS. Tabel 2 Tahap pengumpulan data No 1
Tanggal 4 Mei 2006
2
8 Mei 2006
Keterangan Perijinan untuk tinggal di Perkampungan Sosial Pingit dan meminta kesediaan informan 2 Meminta kesediaan informan 1
3
10 Mei 2006 - 20 Mei 2006
Catatan lapangan informan pertama
partisipan
4
23 November 2006 5 Desember 2006
Catatan lapangan informan kedua
partisipan
5
4 Desember 2006
Wawancara sumber lain untuk informan pertama
6
10 Desember 2006 11 Juni 2007
Wawancara sumber lain untuk informan kedua Meminta kesediaan informan 3
8
13 Juni 2007 - 28 Juni 2007
Catatan lapangan informan ketiga
9.
21 Juli 2007
Wawancara sumber lain untuk informan ketiga
7
partisipan
Lokasi Perkampungan Sosial Pingit RT 3 RW 1 Pingit, Bumijo, Jetis RT 3 RW 1 Pingit, Bumijo, Jetis Rute memulung (sekitar Kecamatan Jetis) RT 1 RW 1 Pingit, Bumijo, Jetis. Perempatan Kentungan, Alun-alun Utara. Kantor Yayasan Realino Jl. Mataram 66 Kolsani Jl Abu Bakar Ali no 1 Perkampungan Sosial Pingit Perkampungan Sosial Pingit, Puskesmas Jetis, Tugu Kantor Yayasan Realino Jl. Mataram 66
C. Hasil Penelitian Hasil penelitian lapangan yang diperoleh dari proses wawancara maupun catatan lapangan (sebagai hasil observasi) kemudian digabungkan dan dikategorisasikan
menurut aspek-aspek yang diteliti. Hasil penelitian ini
dituliskan dalam bentuk narasi. 1. Keluarga pertama (K 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Informan laki- laki pertama (RL 1) mengatakan bahwa dia pernah belajar di pondok pesantren. Pendidikan formalnya hanya sampai tingkat STM tetapi tidak tamat. Walaupun secara formal tidak lulus STM, RL 1 sering belajar secara informal. “ ...Abah Abu itu guru saya. Dia guru magic. Juga guru teluh. Betul. Orangnya pintar, dulu sering berbincang berdua seperti ini...”. (KK 1. L, 2-5) Keinginan untuk belajar dari RL 1 yang cukup tinggi, terbukti dari perilaku RL 1 banyak belajar tentang mahluk halus dari banyak guru. RL 1 juga suka sekali melakukan lelaku seperti menggelandang tanpa bekal dan berpuasa. Tujuan lelaku dilakukan agar RL 1 bisa mengetahui sesuatu. Harapanya, pengetahuan tersebut akan bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain. Sekitar tahun 2000, RL 1 memutuskan untuk turun ke jalan. ”Di Solo itu menjadi apa…. Penjudi. Di Solo bekerja mas. Parkir” (KK 1. L, S 8) Merupakan pekerjaan yang digeluti oleh RL 1. Bekerja sebagai pengamen, tukang parkir, bandar judi, dan pemulung. RL 1 melakukan pekerjaan itu ketika dia merasa senang maka pekerjaan itu akan dijalaninya. Ketika malam datang, RL 1 mencari tempat tidur yang nyaman dalam kelompok kecil. Beberapa temannya bekerja sebagai pemulung, pengamen, bahkan pencopet. Tempat yang mereka gunakan sebagai tempat tidur juga seringkali berpindah-pindah. “ ...berkumpul di sana semua dekat dengan realino. Bethesda. Perempatan Bethesda itu. Itu jalan… apa namanya... Dulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
gerombolan itu disana. Ada anak Surabaya”(KK1. L, X 3-5, 7, AF 18-21) Beberapa tempat yang pernah ditinggali oleh RL 1 antara lain sekitar Purosani, perempatan Bethesda dan juga lapak (tempat pengepul barang bekas) serta pernah menumpang ditempat teman. Ketika berkumpul, mereka saling berbagi cerita, bercanda, bernyanyi bersama dan makan bersama. Mereka melakukan ini sebagai sarana untuk mengurangi beban hidup. RL 1 mengatakan bahwa dia pernah mengalami perkelahian dengan pengeroyokan, penipuan, garukan dan pencurian. RL 1 mengatakan bahwa perkelahian merupakan hal yang biasa karena emosi yang mudah meluap. Alat yang sering dipakai adalah alat-alat yang dekat dengan keseharian mereka antara lain ganco, dan ketapel. “...ganco saya sudah makan dua orang mas. Pernah mengenai dua orang. Mengganco orang dua kali. Anjing tiga kali. Ganco itu ganco kenang-kenangan” (KK1. L, AA 19-20) Tetapi RL 1 mengatakan kalau dia tidak dimulai maka dia tidak akan menyerang lebih dahulu. Penipuan lebih sering dilakukan oleh sesama warga jalanan terhadap teman sendiri. Seperti yang pernah dialami oleh RL 1 ketika hasil memulungnya dijualkan oleh teman, bagiannya lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang menjualkannya. Pencurian juga dilakukan kepada sesama warga jalanan, tetapi lebih sering dilakukan kepada masyarakat umum. Biasanya mereka yang suka mencuri adalah pemulung-pemulung yang masih muda. Sedangkan kalau garukan dikenakan kepada orang-orang di jalanan yang tidak memiliki surat-surat identitas diri (KTP, KK).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
RL 1 bertemu dengan istrinya ketika berada di jalanan. Pertama kali bertemu dengan informan perempuan 1 (RP 1) di Yogyakarta. “...sewaktu pertama ya sama Joar itu, duduk-duduk situ, saya tu merasa kasihan, kok saya sama teman saya makan ada perempuan ini kata Pak Pari, Mbak beli nasi Mbak, tolong belikan Mbak” (KK1. L, AQ 9-11) Merupakan sejarah pertama kali RL 1 bertemu dengan RP 1. RL 1 merasa kasihan melihat perempuan yang ada di dekatnya. Lalu RL 1 meminta bantuan untuk membelikan nasi bungkus. Awal pertemuan dilalui dengan biasa. RL 1 akhirnya memutuskan untuk menikahi RP 1 karena RL 1 mendapatkan mimpi ketika tidur agar menikahi dan menjaga RP 1. Dalam mimpinya, RL 1 merasa bertemu dengan seorang pendeta yang dimaknai sebagai orang tua dari RP 1. RL 1 mengatakan bahwa salah satu ciri khas pasangan di jalanan, mereka mudah bergonti-ganti pasangan. “...memang mayoritas memang seperti itu memang bisa dikatakan begitu bisa mas, masalahnya mereka itu seperti yang laki-laki, laki-laki kadang memandang cuman apa sebagai kayak diluar dikatakan sebagai sedotan, digunakan bersama, sedoroyokan (digunakan bersama), sedoroyokan iku yo perempuan seperti itu, tapi yo tidak sampai (tertawa), tidak sampai berkelahi Mas, tapi kalau sudah bersama dengan orang itu , kalau ingin maju pasti tidak mau, diam saja..” (KK1. L, AH 1-14) Hubungan pasangan lebih didasarkan pada rasa suka, saling berbagi tanpa berpikir tentang administratif. Perempuan bisa dipakai bergiliran asalkan sudah tidak memiliki pasangan seperti yang diungkapkan oleh RL 1. Hanya pasangan-pasangan yang turun ke jalanan dengan pasangannya saja yang cenderung susah untuk berganti pasangan. Hal ini juga terjadi terhadap RL 1 dan RP 1 karena mereka tidak memiliki surat-surat nikah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
RP 1 mengatakan bahwa dia merasa tertarik dengan RL 1 karena RL 1 dimata RP 1 adalah sosok pekerja yang rajin dan penuh perhatian. Selain itu, awal pertemuan mereka ketika berada di jalan, RP 1 pernah disembuhkan ketika stres akibat masalah yang dialaminya oleh RL 1. Sebelum turun ke jalan, RP 1 pernah memiliki suami dan bekerja sebagai buruh, petani dan pembantu. RL 1 berkata, “...di Jakarta sebagai buruh...”. Ketika masih muda, pernah belajar menari di padepokan Bagong Sudiarjo dan pernah memberi kursus tari. Ketika kecil, RP 1 diadopsi oleh sudara ayahnya. “...betul itu, makanya saya kalau ingat anak saya seperti orang stres (anaknya pernah dibunuh oleh suami pertamanya)... Ya anak saya, yang tidak ada, setiap ingat anak saya, saya pasti stres...” (KK1. P, B 7-9) Hal ini merupakan sebab utama RP 1 turun ke jalan. RP 1 turun ke jalan karena RP 1 mengalami stres dengan masalah keluarganya. Suami pertama RP 1 sering selingkuh dengan wanita lain.RP 1 tinggal di jalan kurang lebih dua tahun. RP 1 seringkali tidur berpindah-pindah. Biasanya RP 1 memilih tempat tidur yang bebas dari air hujan. Dia pernah tidur di lapak, daerah sekitar Tugu, emperan toko dan daerah sekit ar Purosani. Alat tidur yang sering digunakan adalah tikar atau karpet kecil bahkan kadang kala tidur di bawah meja. Ketika tidur, RP 1 bergerombol dengan teman-teman sesama pemulung sebagai sarana untuk saling melindungi diri. Sebelum tidur, biasanya mereka bercanda, berbincang-bincang, dan bernyanyi sebagai obat penghilang beban hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Sebelum bertemu dengan suaminya, RP 1 sempat bekerja sebagai pengamen, pemulung, pemijat, tukang cuci baju dan pedagang. “...sebelum kenal, nanti kalau ada orang yang mencuci, nyuci, saya juga belum mencuci, nyuci. Setelah itu saya memakai icikicik (tutup botol dipipihkan, beberapa buah lalu dipaku dibagian tengah disebuah kayu) buat mengamen. Pernah beli kentrung (gitar kecil dengan tiga senar), ya beli kentrung satu” (KK1. P, B 21-25, C 10) Alat yang biasa digunakan untuk mengamen adalah ecek-ecek (tutup botol seng dipipihkan lalu beberapa buah di lubangi di tengah dan dipaku pada sebatang kayu kalau digerakkan maka akan menimbulkan bunyi ecek-ecek-ecek serta kentrung. Penghasilan RP 1 bisa mencapai Rp 40.00050.000 per hari. Penghasilannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari dan sebagian sempat ditabungkan di tempat juragan lapak. Ketika sudah bersama dengan RL 1, mereka tinggal bersama dan bekerja sebagai pemulung. RL 1 memulung menggunakan becak. Ketika mencari sampah, RP 1 tinggal di becak untuk menunggu becaknya, sedangkan RL 1 mengais sampah. RL 1 biasanya menggunakan ganco (besi bergagang dengan ujung runcing agak bengkok seperti huruf L). Rute yang sering mereka tempuh di sekitar jalan Solo, Gejayan. Ketika selesai mencari barang, mereka mengumpulkan barang berdasarkan kelompok dan dijual ke pengepul barang bekas. Uang hasil penjualan ini digunakan untuk hidup keseharian mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Foto 2. Hasil memulung yang sudah di pisah-pisahkan Motif yang muncul dari RL 1 untuk kembali lagi ke masyarakat karena dia berpikir tidak mungkin terus berada di jalanan karena umur yang semakin tua dan kemampuan yang semakin berkurang. “...sekarang seandainya punya istri. Andaikata kalau wanita apa tidak kasihan. Apalagi kalau masih anak-anak. Apa tidak kasihan anak-anaknya”. (KK1. L, E 12-14) Selain itu, perempuan dan anak merupakan alasan utama. Bagi RL 1, perempuan itu seperti ibunya sendiri yang harus di jaga dan lebih mudah menjaga di dalam masyarakat. Selain itu, kemudahan yang terjadi karena jarak sosial yang tidak terlalu jauh dengan masyarakat. RL 1 dan RP 1 tidak terlalu lama tinggal di jalanan dan dia memiliki konsep tentang masyarakat. RL 1 pernah bekerja di perusahaan dan banyak belajar di pondok sedangkan RP 1 pernah bekerja sebagai pembantu, petani dan buruh. RP 1 merasa tidak nyaman tinggal di jalanan merupakan motif terkuat. Dia merasa tidak mampu beristirahat di jalan dan karena dia wanita. RP 1 merasa rentan berada di jalanan. Ketika berada di masyarakat, RP 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
memiliki harapan untuk kembali lagi ke Katolik walaupun itu ditentang oleh suaminya. Selain itu semua, motif yang paling mendasar dari keluarga ini karena mereka tidak ingin mendapat cap tidak bermasyarakat. Konflik yang terjadi pada keluarga pertama ketika mereka membaur dengan masyarakat adalah konflik dengan pasangan dan konflik dengan tetangga. Konflik dengan pasangan biasanya dipicu oleh penghasilan yang sulit dan emosi sesaat. Ketidak-percayaan terhadap pasangan juga menimbulkan ketegangan yang berujung pada adu mulut. Sedangkan ketegangan dengan tetangga disebabkan oleh hutang-piutang yang belum terbayar. Keluarga pertama memberikan hutang kepada keluarga kedua. Ketika keluarga pertama mena gih, ternyata keluarga kedua mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati. Selain itu, kesalahan dalam mengirimkan makanan punjungan (makan dari orang yang memiliki hajat, diberikan kepada orang yang telah menyumbang ke tempatnya). Makanan punjungan tersebut diterima oleh tetangga dari keluarga pertama dan tetangganya tidak memberikan sumbangan. Hal ini juga menimbulkan ketegangan pada keluarga pertama. Selain itu, ketegangan yang dialami oleh RL 1 antara : ketidak hadiran warga lain dalam kerja bakti, sarasehan dan siskamling serta kegemaran warga untuk membicarakan kejelekan orang lain. Pemecahan masalah dilakukan oleh individu dan pasangannya. RL 1 mengatakan “...kita coba untuk menelusurinya” (KK1. L, B 4-5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
RL 1 berupaya berupaya memecahkan masalah dengan memahami lebih dahulu akar permasalahan dan membicarakan bersama. Apabila diperlukan, RL 1 akan mendorong orang lain untuk muncul ke permukaan. Tetapi kadangkala tidak perlu menanggapi dan dihadapi dengan akal sehat dan sabar. Biasanya, apabila mereka tidak mampu mengatasi sendiri, mereka akan meminta bantuan dari volunter atau frater yang ada di sana, sebagai tempat berbagi. Dukungan sosial tidak hanya terlihat dari bantuan dalam memecahkan masalah, tetapi juga terlihat dari penerimaan masyarakat terhadap keluarga pertama. RL 1 oleh warga sekitar dipanggil dengan sebutan Pak Dhe, yang memperlihatkan bahwa RL 1 cukup dipandang oleh tetangganya. Penerimaan itu juga tampak ketika warga menerima RP 1 untuk menonton televisi di rumah mereka. Ketika RP 1 sakit, beberapa warga juga membesuknya. Selain itu, seringkali orang-orang yang lewat depan rumah mereka menyapa terlebih dahulu keluarga ini. Keluarga pertama merupakan keluarga yang aktif di masyarakat. Mereka berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan warga. RL 1 mengatakan bahwa dia aktif dalam pertemuan-pertemuan warga, walaupun seringkali menolak ketika tampil dan memilih berada di belakang layar. RL 1 juga suka membantu tetangga dengan keahliannya sebagai orang tua. RP 1 seringkali datang di hajatan tetangganya ketika mendapatkan undangan. Undangan dari tetangga memperlihatkan bahwa mereka sudah diterima oleh warga yang lain. Menurut RL 1, kunci untuk bisa membaur dengan masyarakat adalah bisa membawa diri di lingkungan dan tidak berbuat macam- macam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
“...nggak macam-macam, maksudnya nggak macam-macam itu misalkan membikin masalah anda, orang lain, mesti orang lain kan ya berpikir juga kan ya, satu itu, keduanya kalo kita mungkin bisa membaur rukun sama lingkungan di kampung itu sendiri kan ya orang kampung kan ya melihat o ya begini, mungkin itu yang disebut itu, masalahnya kan ya kadang-kadang gitu, kuncinya orang kita sendiri kan masalahnya kadangkala kita, mungkin ya itu tadi lah, menyalahi seseorang, ya nggak, tapi kalo kita mungkin di kampung bisa membawa diri mungkin kita bisa sama mereka kok o... karakternya orang disini mungkin begini-begini-begini, kadang-kadang bisa menyelami, menyadari kita akhirnya ya, bisa menjaga lah ” (KK1. L, BN 17-25) Hal ini yang mempercepat adaptasi psikologis RL 1. Sedangkan RP 1, sudah merasa tentram, mapan yang tampak dari fisiknya yang lebih gemuk. RP 1 berencana dalam waktu dekat akan membuatkan KTP untuk RL 1, agar bisa diterima secara administratif oleh negara. Selain itu, mereka sudah bisa menabung untuk masa depan. Tabungan digunakan sebagai sarana untuk berjaga-jaga kalau ada hal-hal mendesak. Mengikuti ronda dan pertemuan secara aktif serta membantu tetangga yang diganggu mahluk halus merupakan tindakan nyata adaptasi sosiologis dari RL 1. Menurut RL 1, ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti kerja bakti akan mempercepat penerimaan warga lain.
2. Keluarga kedua Setiap hari, RL 2 bekerja sebagai penyapu jalan sebelah selatan alun-alun Utara. RL 2 mengatakan bahwa pagi hari setelah subuh dia sudah mulai bekerja. Dia membawa gerobak miliknya, sapu berganggang kayu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
panjang, sapu tanpa ganggang dan serok. Dengan pakaiannya yang terlihat lusuh, dia mulai menyapu jalanan.
Foto 3. RL 2 sedang menyapu jalanan serta perlengkapan Ketika hari mulai siang dan banyak masyarakat berlalu lalang, RL 2 kembali ke Kandang Macan (nama tempat bak sampah di sebelah utara alunalun Utara) dengan gerobak penuh sampah. RL 2 sempat mampir ke warung untuk makan dan beristirahat. Setelah itu, dia mulai mengeluarkan sampah dari gerobaknya dan mulai memilah barang yang masih memiliki nilai jual untuk di jual ke pengepul yaitu mantan istri pertamanya. RL 2 mengatakan bahwa dia memiliki penghasilan perbulan Rp 350.000,00 dan masih mendapat tambahan dari penjualan barang yang di pilah serta pemberian dari kantorkantor yang sampahnya dia ambil. RL 2 pernah tinggal di Kandang Macan bersama dengan RP 2 (istri kedua) menempati grobok (arti harfiah, kotak tempat menyimpan makanan, beras dan alat pecah belah, disini diartikan sebagai rumah sangat sederhana beratap terpal). Mereka tinggal dengan seorang anak perempuannya yang nomor dua. Anak pertama mereka di angkat anak oleh istri pertama. RL 2 berkata,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
”...ya di depan grobok (rumah kecil) itu, menggunakan alat. Itu kan sudah diangkat ke Janabadra dan sudah diambil semua” (KK2. L, A 14-18)
Mereka memasak di samping grobok dan membersihkan diri di sumur atau berjalan agak jauh di Candi Kemetiran, Masjid Kauman atau Candi Patuk. Di samping mereka juga terdapat banyak orang-orang yang senasib dengan mereka yang juga tidur di sana. Pekerjaan RP 2 selain membantu memilah sampah juga sebagai pengamen di perempatan Kentungan dengan menggendong anak kedua mereka. “...ngamen setelah punya anak. Di Ringroad utara”(KK2. P, A 10)
Setiap hari mereka mengamen, bahkan sampai mengenal secara dekat orang-orang yang bekerja di sana dan sering diberi tahu oleh polisi bila akan ada penertiban. Kedekatan antar sesama pengamen terlihat begitu jelas. Mereka makan bersama, ketika salah satu membawa makanan dan minuman, mereka saling berbagi. Walaupun tidak memiliki uang, RP 2 mengatakan bahwa mereka tetap bisa makan karena ada teman yang memberi. Ketika ada teman sakit, mereka akan mengumpulkan uang untuk menyumbang. RP 2 mendapatkan penghasilan rata-rata bisa mencapai Rp 80.000,00. Menurut penuturan RL 2, sebelum turun ke jalan, RL 2 pernah bekerja
sebagai
tukang
batu.
Dia
mengalami
kecelakaan
sehingga
mengakibatkan fisiknya lemah, sehingga dia memutuskan menjadi pengumpul sampah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
RL 2 dan RP 2 bertemu di salah satu pengepul sampah. Proses perkenalan mereka sangat singkat. Mereka saling mengenal selama satu minggu lalu RL 2 mengajak RP 2 untuk menikah. RL 2 ingin memiliki istri kembali karena dia ingin memiliki keturunan yang kelak bisa merawatnya di hari tua. Sebelum tinggal di Kandang Macan, RP 2 pernah mengontrak dan tinggal di lapak. “Pindahnya ke Kandang Macan. Kan itu dah bekerja ke THR. THR itu kan rumahnya di bangun terus pindah ke gerobak itu (mereka memiliki gerobak di Kandang Macan)”(KK2. P, C 2-4)
Dia tinggal dengan pemulung-pemulung yang lain. Hal yang sama juga pernah di alami oleh RL 2. “Kalau sedang minum-minum (minuman keras) kalau ada yang ingin berkelahi tidak jadi. Walaupun begitu saya tetap memilih untuk untuk menyingkir. Jelek” (KK2. L, D 1-3)
Seperti diungkapkan oleh RL 2 kebiasan-kebiasaan yang dilakukan di jalanan makan, tidur. Berkelahi, minum- minuman keras, dan berjudi merupakan hal yang biasa. Perkelahian mudah muncul karena emosi orang yang berada di jalanan lebih mudah terpancing. Garukan (penertiban) merupakan makanan sehari- hari bagi para pengamen. RL 2 sempat mengatakan bahwa di jalanan, pasangan-pasangan yang memiliki anak tidak bisa dikatakan sebagai suami istri. Mereka hanya sebagai pasangan rukun awor (kumpul kebo).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Setelah RL 2 pernah tinggal di jalanan selama delapan tahun dan RP 2 tinggal di jalanan selama dua tahun, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke PSP YSS. Mereka merasa bahwa tempat tinggal di Kandang Macan bau dan tidak sehat. Seperti yang diungkpkan oleh RL 2 “Berhubung anak saya sudah agak besar lalu mencari kontrakan karena sering bau, anak juga suka nakal” (KK2. L, A 23-24)
Selain itu, RL 2 tidak memiliki KTP, sehingga harapanya dengan bergabung dengan masyarakat, dia bisa memperoleh KTP. Satu hal yang penting, mereka tinggal bersama dengan mantan istri pertama dan menantu dari istri pertama. Hal ini menimbulkan perasaan tidak nyaman yang cukup besar. Sedangkan menurut RP 2, dia memilih menetap di masyarakat dengan alasan agar anaknya bisa belajar dengan tenang. Selain jalanan sangat ramai, RP 2 mengatakan kalau lingkungan jalanan cukup rawan bagi anak gadis. Serta tertarik dengan promosi seorang teman yang sudah tinggal di PSP YSS bahwa setiap bulan akan mendapatkan bantuan. Jarak sosial yang dialami oleh keluarga ini tidak terlalu jauh. Terutama untuk RP 2, dia tidak terlalu lama tinggal di jalanan sehingga internalisasi budaya jalanan tidak terlalu dalam dan dia pernah tinggal di masyarakat. Sedangkan RL 2 walaupun cukup lama tinggal di jalanan, dia pernah juga tinggal di masyarakat sebelum turun ke jalan. Keluarga kedua mengalami konflik didalam relasi dengan pasanganya
dan
dengan
tetangganya.
Ketegangan
disebabkan karena kurangnya komunikasi. RL 2 berkata,
dengan
pasangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
”...jadi kesalahan pada saya itu sering meremehkan di desa, kepentingannya dia itu pulang tidak pernah bilang sama saya. Masih sering meremehkan sama saya, jadi kalau rejeki itu tidak ada sisa, saya makan sendiri ya tidak saya berikan” (KK2. L, K 3-6 )
RL 2 merasa bahwa RP 2 tidak pernah menghormatinya karena segala sesuatu tidak pernah dibicarakan dulu dengan RL 2 (RP 2 meminjamkan uang tanpa sepengetahuan RL 2). Hal ini menimbulkan ketegangan. Di sisi lain, RP 2 merasa bahwa RL 2 tidak bertanggung jawab karena tidak pernah memberikan nafkah kepada RP 2 dan anaknya. RL 2 memberikan uang kepada anaknya tetapi beberapa hari kemudian uang tersebut diminta kemblai. Hal ini mengakibatkan RP 2 marah. RL 2 beralasan karena dia tidak pernah dilayani oleh RP 2 sehingga nafkah yang didapat juga hanya untuknya saja. Hal ini terjadi karena RL 2 jarang pulang dengan alasan lembur sedangkan RP 2 selalu pulang ke rumah. Konflik dengan orang lain terjadi karena RP 2 mengangkat seorang ibu menjadi ibunya. Sedangkan dari RP 2, dia merasa bahwa warga atas menganggap rendah warga bawah dan merasa jauh dengan warga atas. Penilaian ini didasarkan atas peristiwa yang pernah dialami oleh keluarga kedua. Mereka tidak mendapatkan undangan hajatan, padahal halaman rumah yang mereka tempati dipakai sebaga i tempat untuk memasak. Masalah dengan tetangga juga disebabkan karena kenakalan anak. Biasanya orang tua akan ikut campur perkelahian yang dilakukan oleh anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Keluarga kedua mengatasi masalah dengan cara preventif, yaitu menyingkirkan
anaknya
sebelum
membuat
masalah.
Seperti
yang
diungkapkan oleh RP 2, “Kalau anak nakal itu kan repot, repot mas. Nanti kalau ini berantem, kan bikin masalah. Kalau tahu ya anaknya di ajak menepi, pergi”. (KK2. P, H 13-14, 18)
Kalaupun sudah terjadi, maka dia akan mengakui kesalahannya sebelum orang lain tahu. Hal ini dilakukan agar orang lain tidak marah lebih dahulu. Keluarga
kedua
mengatakan
bahwa
mereka
mendapatkan
dukungan yang besar dari volunter, frater dan staff PSP YSS. Setiap dua hari sekali dalam seminggu mereka akan mendapatkan kunjungan. Waktu berkunjung ini biasanya mereka gunakan untuk berbagi tentang berbagai hal, kekawatiran, kecemasan dan rencana-rencana yang akan mereka lakukan. Keluarga ini termasuk keluarga yang aktif berpartisipasi. Seperti yang diungkapkan oleh RL 2, “... kalau dulu rapat rejekan, lalu rapat kamis itu kumpul Jumat kliwonan. Lalu kalau bisa menabung...” (KK2. L, I 29, J 1-3)
Hal ini memperlihatkan bahwa mereka aktif mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh warga RT dan melakukan kewajiban sebagai warga PSP YSS. Mereka mengikuti sarasehan Jumat Kliwonan. Istrinya biasanya akan dengan senang hati menyediakan kebutuhan orang-orang yang bekerja bakti seperti menyiapkan minuman, makanan kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Hal yang membuat mereka merasa nyaman tinggal di PSP YSS karena mereka tidak dibebani oleh biaya sewa. “...gak bayar...”. Penghasilan yang mereka dapatkan baru cukup untuk makan, belum termasuk kontrak rumah. Selain itu, RP 2 merasa bahwa anaknya mendapatkan teman belajar yang selalu didampingi oleh volunter. Adaptasi sosiologis yang sudah dilakukan oleh keluarga ini, mereka mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung seperti sarasehan, kerja bakti dan melakukan kewajiban sebagai warga. Mereka juga ikut menyumbang ke tetangga yang memiliki hajat. Saat ini, mereka memiliki tabungan. Bahkan mereka berencana untuk mencari uang agar bisa mendapatkan kontrakan yang lebih nyaman lagi.
3. Keluarga ketiga “Rumah dijual orang gila. Saya itu sudah beli di Lengkong itu dijual orang. Dipinjam, dijual. Tidak dikembalikan. Sekarang jadi buronan. Iya ada sertifikatnya. Diminta untuk dipinjam. Dijual. Sekarang tidak berani minjam lagi. Tapi orangnya kena akibatnya (kualat). Saya doakan jelek” (KK3 LP, E 19-26)
Mereka memilih untuk tinggal di jalan karena mereka sempat membeli rumah di Yogyakarta tetapi ditipu dan sertifikat rumah tersebut di jual oleh orang lain. Mereka adalah pasangan yang sejak pertama kali tinggal di masyarakat sudah menikah. “Ya di sana, di Puskesmas itu.” (KK3 L, J 11) Seperti yang diungkapkan RL 3, dia bekerja sebagai tukang becak yang biasa mangkal di depan Puskesmas Jetis dan RP 3 bekerja sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
pengamen di perempatan. Biasanya RP 3 mengamen di perempatan Tugu bagian barat. Hasil dari kerja mereka lumayan tinggi. Rata-rata keluarga ini bisa mendapatkan penghasilan Rp 80.000,00 per hari. Apalagi sejak keluarga ketiga mengadopsi anak perempuan yang diberikan oleh seseorang kepada mereka. Secara ekonomi, sebenarnya mereka merupakan keluarga paling kuat dibandingkan dengan dua keluarga terdahulu. Biasanya RL 3 mendapatkan penumpang untuk diantarkan ke jalan-jalan di sekitar kecamatan Jetis dan sampai ke Malioboro. Sedangkan RP 3 mengamen sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Biasanya, RP 3 hanya membawa gelas plastik kecil yang disodorkan ke depan mobil atau motor yang berhenti di perempatan jalan. “ ...becak saya tunggui sambil tidur... ya di atas becak ya seperti itu” (KK3 LP, A 5-9) Mereka tidur di atas becak dan mangkal di depan pangkalan taksi Centris ketika malam hari. Mereka tidur menggerombol dengan sesama tukang becak. Mereka merasa nyaman tidur di pangkalan taksi karena merasa kenal dengan pegawai di sana. Mereka melakukan aktifitas pribadi di Sungai Gondolayu. “...di sungai Gondolayu, itu memang biasanya buat mandi orang banyak...” (KK3 LP, L 22-29) Hal ini memperlihatkan kebiasaan mereka melakukan aktifitas di sungai. Mereka mandi, mencuci di Sungai Gondolayu. Biasanya mereka mencuci baju sore hari lalu dijemur diatas becak mereka. Ketika mereka memiliki bayi, bayi tersebut juga diajak untuk mandi di Sungai Gondolayu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Mereka pernah mendapatkan uang yang mereka simpan di kotak becak hilang ketika mereka tidur malam. Ketika mereka tidur, mereka juga pernah didatangi oleh beberapa pemabuk untuk dimintai uang. RL 3 mengaku tidak memberikan uang kepada mereka. Sebelum turun ke jalan, keluarga ini adalah keluarga yang sudah sering berangkat transmigrasi tetapi selalu kembali lagi ke jalan. Mereka sempat tinggal di PSP YSS selama tiga bulan lalu berangkat transmigrasi ke Kalimantan. Mereka kembali lagi ke Jawa dengan alasan lahan yang harus mereka olah adalah lahan gambut dan tidak bisa ditumbuhi oleh tanaman dengan baik. Setelah itu mereka kembali lagi ke PSP YSS. Hal ini yang mengakibatkan mereka secara tidak langsung memiliki jarak sosial yang tidak terlalu jauh. Selain itu, mereka tinggal di jalanan juga tidak dalam waktu yang lama. “Alasannya itu sampai sini saya sewa sebulan 200.000, saya tidak mampu. Lalu sama Vincent dan Bu Sum didatangi diminta untuk pulang ke bawah” (KK3 L, P 3-4) Alasan ini disampaikan oleh keluarga ketiga untuk menetap di PSP YSS. Mereka tidak mampu membayar sewa rumah. Mereka juga menginginkan agar anaknya bisa memiliki tempat yang lebih nyaman untuk tinggal, tidak merasa kedinginan lagi. Kehidupan ya ng lebih baik menjadi motivasi mereka untuk tinggal di masyarakat. Selain itu, mereka ingin agar ketika berada di masyarakat bisa menabung karena ketika di jalanan, mereka tidak bisa menabung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Ketika mereka berada di masyarakat, ketegangan yang paling menonjol pada keluarga ini adalah ketegangan dengan tetangga. Awal konflik terjadi ketika mereka ingin membeli handphone dan tetangganya menawarkan handphonenya, tetapi ditolak dan keluarga ini memilih untuk membeli dari tempat lain. Tetangganya meminjam uang dan RL 3 meminta waktu untuk bicara dengan istrinya tetapi tetangganya lebih dahulu marah. Masalah ketiga terjadi ketika mereka dimintai nasi oleh tetangga tersebut tetapi tidak diberi karena keluarga ini tidak memasak. Ketika pulang, RP 3 membawa sisa nasi yang dimakan anaknya dan dibuang didepan rumah untuk makan anjing. Hal ini dilihat oleh tetangganya dan menimbulkan sakit hati. Sejak itu, tetangga tersebut membuat opini publik yang menyudutkan keluarga ketiga. Tetangga tersebut juga menggunjingkan dengan orang lain. RP 3 juga sempat merasa sakit hati karena dia tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Ketika tetangganya sakit, RP 3 memberikan perhatian yang begitu besar, tetapi ketika anaknya sakit, tetangganya menjenguk saja tidak mau dan mengatakan kalau anaknya menjijikkan. Keluarga ketiga, walaupun merasa dimusuhi, mereka tetap menyapa orang yang memusuhi walaupaun tidak direspon. Hal ini digunakan sebagai sarana untuk sedikit meredakan ketegangan. Kalaupun itu tidak berhasil, keluarga ketika akan diam dan tidak merespon apapun yang dilakukan oleh orang lain serta menerima perlakuan orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh RL 3, “...ya saya juga menganggap tidak pernah dengar...” (KK3 L,A 8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Hal ini dilakukan agar keluarga ini tidak terpengaruh dan terpancing oleh intimidasi orang lain. Akhirnya keluarga ini bersikap cuek terhadapat tetangganya. Dukungan sosial yang mereka dapatkan dari volunter, staff dan frater PSP YSS berpengaruh positif terhadap keluarga ketiga. Volunter mereka jadikan tempat untuk berbagi cerita dan memecahkan masalah secara bersama. Walaupun jarang keluar rumah, keluarga ketiga cukup aktif di masyarakat. Seperti yang diungkpakan oleh RL 3 “...ada tarikan sumbangan saya juga menyetor, jimpitan juga berangkat. Kalau Jumat Kliwon saya selalu memberi tiga ribu...” (KK3 L, R 18-20) Mereka mengikuti siskamling, pertemuan Kliwonan, dan paling rajin melakukan kewajiban menyapu halaman setiap pagi. Ketika ada hajatan atau kematian, mereka juga menampakkan diri ke sana. Sewaktu ada peristiwa kematian, RL 3 menyempatkan diri untuk pulang dari tempat kerja dan melayat. Mereka juga sudah memiliki tabungan uang yang lumayan besar, selain itu mereka menginvestasikan uang mereka ke becak. Mereka sakarang memiliki lima buah becak. Keluarga ini memiliki keinginan yang besar untuk bisa kembali bertransmigrasi. Saat ini, keluarga ini juga merasa nyaman membesarkan anak mereka di lingkungan masyarakat. Mereka merasa PSP YSS lebih mendukung perkembangan anak mereka dibandingkan dengan di jalanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
D. Pembahasan Faktor keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan tampak dalam tabel sebagai berikut. Tabel 6 Faktor keberhasilan resosialisasi aspek Latar belakang individu perantara sebelum akulturasi
(faktor
Faktor perantara selama akulturasi
Pengalaman akulturasi
-
memiliki konsep tentang masyarakat lama hidup di jalan motivasi yang tinggi jarak sosial yang dekat dukungan sosial yang tinggi kemampuan individu untuk mengatasi masalah partisipasi aktif warga dalam kegiatan kemasyarakatan
Keberhasilan ketiga bekas keluarga jalanan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Keluarga jalanan memiliki konsep tentang masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga keluarga ini dibesarkan di masyarakat umum. Mereka turun ke jalan dengan berbagai alasan seperti yang dikemukakan oleh RL 1 yang memilih turun ke jalan sebagai salah satu cara lelaku. RP 2 karena ada masalah di keluarga serta keluarga kedua dan ketiga karena masalah ekonomi dan ketiadaan tempat tinggal. Tetapi semua informan turun ke jalan dalam usia yang matang. Wahyudi (dalam Potensi tinggi, 2002) mengatakan bahwa kehidupan jalanan yang bebas sangat sulit untuk dialihkan ke dalam kehidupan `normal` karena orang-orang di jalanan sulit mengubah budaya jalanan karena mereka tidak memiliki konsep tentang rumah dan mereka sudah memiliki suatu nilai tersendiri tentang budaya jalan (Suyanto, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Pendapat Wahyudi dan Suyanto tidak berlaku pada ketiga keluarga ini. Ketika mereka berada di jalan, mereka berperilaku seperti layaknya orang jalanan. Ketika mereka menetap di masyarakat, mereka menggunakan konsep-konsep tentang masyarakat yang sudah lebih dahulu dipelajari untuk digunakan beradaptasi kembali dengan masyarkat. 2. Mayoritas dari semua informan tinggal di jalan kurang dari tiga tahun. Hanya RL 2 yang mengaku ada di jalan kurang lebih delapan tahun. Lama hidup di jalanan ini mengakibatkan nilai budaya jalanan seperti yang diungkapkan oleh Suyanto (2005) tidak terinternalisasi dengan sangat dalam. 3. Jarak sosial yang dekat. Lama hidup di jalanan, pengalaman-pengalaman bekerja sebelum ke jalan, penggunaan bahasa yang sama dengan masyarakat pada umumnya, keyakinan yang sama memperlihatkan jarak sosial yang dekat. Berry, Poortinga, Segall dan Dasen (2002) mengatakan bahwa jarak sosial merupakan sesuatu yang patut untuk diperhitungkan dalam keberhasilan akulturasi. Kedekatan ini yang mempermudah keberhasilan ketiga keluarga untuk melakukan resosialisasi. 4. Motivasi. Motivasi informan lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi eksternal. Motivasi RL 1 karena memiliki istri dan berpikir tidak mungkin hidup di jalan. RP 2 merasa tidak nyaman karena wanita. RL 2 mengatakan kalau tempat tinggal tidak sehat dan ingin memiliki identitas diri. RP 2 merasa jalanan tidak aman buat perkembangan anak gadisnya dan pendidikannya. RL 3 ingin agar anaknya lebih nyaman. Hal ini didukung oleh pendapat Koeswara (1986) yang mengatakan bahwa figur- figur mampu memotivasi individu. Para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
informan mendaptakan motivasi untuk kembali ke masyarakat berkat figurfigur yang dekat dengan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Handoko (1992) setelah melihat tujuan kongkret, mereka melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan kongkret tersebut yaitu tinggal di masyarakat. 5. Dukungan sosial. Seluruh informan mendapat dukungan yang sangat besar dari lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Zajone (dalam Petri, 1981) yang mengatakan bahwa kehadiran seseorang kadang memiliki efek yang kuat pada kebiasaan seseorang. Mereka mendapat dukungan dari volunter, tetangga. Dukungan itu berupa bantuan untuk memecahkan masalah, tempat untuk berbagi, undangan hajatan, sapaan, kunjungan. Hanya RP 2 yang mengatakan kalau merasa disingkirkan oleh warga atas dan RL 3 yang merasa warga masyarakat tidak memberikan haknya secara penuh. Walaupun demikian, mereka mendapatkan dukungan dari volunter dan staf PSP YSS. Perilaku-perilaku ini yang menguatkan mereka ketika mereka mengalami konflik dan membantu dalam mengatasi konflik. Dukungan sosial juga memperlihatkan bagaimana penerimaan masyarakat terhadap bekas keluarga jalanan. 6. Kemampuan untuk mengatasi konflik. Kemampuan untuk membaur dengan masyarakat dan mengatasi konflik yang terjadi menjadi faktor penting dalam keberhasilan. Ada banyak cara yang diperlihatkan oleh informan. Ada yang mencoba berperan aktif dalam kegiatan, mencoba untuk tidak reaktif terhadap masalah bahkan cenderung pasif, diam. Ada yang mencoba untuk proaktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
dengan menyapa, ramah. Ada juga yang menggunakan cara rendah hati mengakui kesalahan sebelum diungkapkan orang lain. 7. Partisipasi aktif. Partisipasi aktif bekas warga jalanan dituntut oleh masyarakat. Mereka mengikuti norma- norma sosial yang ada yang termanifestasi lewat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga pada umumnya. Secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat sudah memberitahukan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu (Baron, Robert & Byrne, Donn, 2005). Agar diterima dalam kelompok, mereka harus melakukan tuntutan-tuntutan situasai tersebut. Kegiatan gotongroyong, rapat, rukun warga (hajatan, kematian) merupakan kegiatan yang harus diikuti oleh bekas keluarga jalanan. Mereka hidup dalam batasanbatasan norma sosial dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Mereka akan mendapatkan sanksi atau hukuman jika melanggar norma- norma dan peraturan yang berlaku. Norma terbentuk supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan (Soekanto, 1990). Salah satu contoh kehidupan bersosial dalam masyarakat adalah kegiatan gotong-royong. Kegiatan ini tidak menginginkan
pamrih secara
material (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982). Magnis-Suseno (1984) mengatakan bahwa gotong royong merupakan salah satu manifestasi dari prinsip rukun. Secara psikologis, mereka melakukan kegiatan-kegiatan tersebut atas dasar kesadaran agar bisa diterima oleh masyarakat. Berry, Poortinga, Segall, dan Dasen (2002) mengatakan ketika individu sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
melakukan adaptasi dengan baik, maka sikap dan perilaku dengan sendirinya akan sesuai dengan lingkungan barunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap bekas keluarga jalanan, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan bekas keluarga jalanan untuk melakukan resosialisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan bekas keluarga jalanan antara lain: 1.
Bekas keluarga jalanan memiliki konsep tentang masyarakat yang akan ditinggali. Lama hidup dijalan yang relatif singkat sehingga proses internalisasi budaya jalanan tidak begitu mengakar di dalam individu.
2.
Ketidaknyaman yang dialami oleh keluarga (terutama ibu dan anak-anak) sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk tinggal di masyarakat umum.
3.
Dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat, volunter. Dukungan sosial ini berupa kunjungan, tempat untuk berbagi dan membantu dalam memecahkan masalah.
4.
Partisipasi aktif dari bekas keluarga jalanan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Sedangkan faktor internal antara lain: 1.
Kemampuan individu untuk mengatasi masalah- masalah yang terjadi akibat persinggungan budaya yang berbeda.
2.
Kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi perkembangan ilmu psikologi, beberapa faktor keberhasilan resosialisasi ini bisa digunakan sebagai bahan referensi untuk mempelajari proses keberhasilan resosialisasi kelompok minoritas ke kelompok yang mayoritas. 2. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya konflik yang terjadi pada responden selama proses resosialisasi. Berkaitan dengan hal ini, disarankan untuk penelitian lebih lanjut, bisa melihat secara lebih mendalam berbagai macam konflik yang terjadi dan proses pemecahannya secara lebih terperinci seperti proses pemecahan masalah dan sumber. 3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi untuk mendukung proses resosialisasi bekas keluarga jalanan atau gelandangan pada umumnya. Karena dukungan sosial memiliki peran yang penting dalam mengembalikan keluarga jalanan ke masyarakat umum. Contoh dukungan sosial masyarakat bisa diperlihatkan dengan menerima dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
mengajak untuk bergabung dalam kegiatan-kegiatan bersama seperti kerja bakti dan pertemuan warga. 4. Bagi pengurus dan volunter Perkampungan Sosial Pingit, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi dalam proses pendampingan warga Perkampungan Sosial Pingit agar bisa meminimalkan jumlah warga dampingan yang kembali ke jalan. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah melakukan
sarasehan
warga
dampingan
dengan
tujuan
semakin
memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat umum, membantu warga dampingan dalam menyelesaikan konflik akibat persinggungan kebudayaan sebagai bentuk dari dukungan sosial serta pengenalan kembali akan konsep masyarakat umum. 5. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini bisa sebagai referensi dalam penanganan keluarga jalanan dan gelandangan pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
DAFTAR PUSTAKA
Abarca, Joanna. (2005). The resocialife program. Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari www.resosialife.com Ade. (2000, Juli). Yang Terbuang dan Bangkit. FAMILIA, hal. 17-20 Anak Jalanan Antara Ditipu dan Menipu. (2007, 23 Juli). KOMPAS, hal. 27 Baron, Robert & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial ed kesepuluh jilid 2. Jakarta: Erlangga Berry, John W; Portinga, YPE H; Segall, Marshall H; Dasen, Pierre R. (2002). Cross culture psychology research and application (2nd ed). UK: Cambridge University Press Creswell, John W. (1998) Qualitative inquiry & research design choosing among five traditions. California: SAGE Publications, Inc. Daftar warga PSP. (tanpa tahun). Tidak diterbitkan Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi peneliti kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia Dayakisni, Tri dan Yuniardi, Salis. (2004). Psikologi lintas budaya. Malang: UMM Press Demonstrasi Ratusan Anak Jalanan Tuntut Walikota. (2007, 2 Februari). KOMPAS, hal J Departeman Pelayanana dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI. (2005). Standar pelayanan minimal pelayanan dan rehabilitasi
sosial
gelandangan dan pengemis. Jakarta: Departemen Sosial RI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. (1982). Sistem gotong-royong dalam masyarakat pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dewanto, Aria. (tanpa tahun). Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 2122)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Ena, Ouda Teda. (tanpa tahun). Piccaso dan De Kooning dari Tepian Winongo. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 3-5) Ertanto, Kirik. (2000). Anak jalanan & subkultur: Sebuah pemikiran awal. Diakses
pada
tanggal
5
November
2004
dari
http://www.kunci.or.id/teks/kirik.htm Fajar, dkk. (tanpa tahun). Kelas Gambar. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 7-8) Geertz, Hildred. (1983). Keluarga jawa. Jakarta: Grafiti Pers Guinnes, Patrick. (1985). Gelandangan kota Yogyakarta. Dalam Sasono, PU. Adi (ed.). Nasib gelandangan bertahan sedapatnya (hal 16-32). Jakarta: PT. Gunung Agung dan Lembaga Studi Pembangunan Handoko, Martin. (1992). Motivasi daya penggerak tingkah laku. Yogyakarta: Kanisius Hasan, Hasniah. (2005). Perceraian dalam kehidupan muslim Surabaya Jawa Timur (Studi tentang makna perceraian dalam perspektif fenomenologi) Post graduate Airlangga University. Diakses pada tanggal 5 September 2006
dari
http://digilib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair- gdl-s3-2005-
hasanhasni-1860 Indrawati, Endang Sri. (2004). Perilaku hidup masyarakat gelandangan dan pengemis kota. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. I, Nomor I, September, hal 88-95 Kami dilahirkan untuk tidak menikah . (2004, 29 November). KOMPAS, hal A Kisah Anak-anak Stasiun. (2007, 3 Agustus). KOMPAS, hal 29 Koeswara, E. (1986). Motivasi. Bandung: Penerbit Angkasa Londsdale, Lia. (2005). Resocialization of. Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari http://research2.csci.ubr.ca/soc100/conceptmap/term/resocialization.php Magnis-Suseno, Franz. (1984). Etika Jawa. Jakarta: Gramedia Magnis-Suseno, Franz. (1978). Etika sebagai kebijaksanaan hidup. Dalam Magnis-Suseno, Franz; Reksosusilo, S (Ed). (1983). Etika Jawa dalam tantangan: sebuah bunga rampai (hal 83-114). Yogyakarta: Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Magnis-Suseno, Franz. (1977). Hormat dan hak-etika Jawa dalam tantangan. Dalam Magnis-Suseno, Franz; Reksosusilo, S (Ed). (1983). Etika Jawa dalam tantangan: sebuah bunga rampai (hal 38-82). Yogyakarta: Kanisius Moustakas, Clark. (1994). Phenomenological research methods. California: Sage Publication Inc Marshal, Gordon ed. (1994). The consife Oxford dictionary of sociology. NY: Oxford University Mary Hardy, Gail. (1998). Ketubuhan perempuan dalam interaksi sosial: Suatu masalah perempuan dalam heterogenitas kelompoknya. Dalam Arimbi; Indriaswati; Saptaningrum, Dyah; Sulistyani, Sri (Ed.). Perempuan dan politik tubuh fantastis (hal 119-138). Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino Matsumoto, David. (2004). Pengantar psikologi lintas budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mereka yang disebut. (2004). Diakses pada tanggal 5 November 2004 dari http://www.dikmas.depdiknas.go.id/05-program-anakjalanan.htm Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael. (1992). Analisis data kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Murniati, A. P. (1992). Perempuan Indonesia dan pola ketergantungan. Dalam Susanto, Budi; Sudiarjo, Praptadiharjo; Pratiwi, Rika (ed). Citra wanita dan kekuasaan (Jawa) hal (19-30). Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino Narbuko, C & Achmadi, A. (1997). Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Ngatman. (2005). (wawancara pribadi, 23 Desember) Nursin. (2005). (wawancara pribadi, 13 Desember)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Pemulung TPA Piyungan Penghasilan Lebih Baik dari Buruh Tani. (2007, 3 Agustus). KOMPAS, hal A Perlindungan Anak Masih Kurang. (2007, 20 Juli). MERAPI, hal 4 Petri, Herbert L. (1981). Motivation: theory and research. California: Wodsworth Publishing Company Poerwandari, E. Kristi. (1998). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Potensi tinggi, anak-anak terlantar kembali ke jalan. (2002, 20 Agustus). Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari www.kompas.com Prasetyo, Lukas Adi & Koestanto, Benny Dwi. (2005, 10 November). Botagen dari jalanan ke dapur rekaman. KOMPAS hal A Pudji. (tanpa tahun). ”Danu”. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 20) Salim, Peter dan Salim, Yenny. (1991). Kamus bahasa Indonesia kontemporer. Jakarta : Modern English Press Santoso, Wahju Budi. (2004). Rapuhnya anak perempuan jalanan. Diakses pada tanggal
7
November
2004
dari
http://www.rahima.or.id/SR/05-
02/DP.htm Santrock, John W. (2002). Life span development. Perkembangan masa hidup (edisi kelima). Jakarta: Erlangga Schaefer, Richard T. (2001). Sociology 7th ed. New York: The McGraw-Hill Company Inc Sindhunata. (tanpa tahun). Bermimpi Bersama Anak-anak Tepi Kali Winongo. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 5-7) Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi suatu pengantar ed 4. Jakarta: Rajawali Press Soemitro, B. (2004, Agustus-I). YSS, sahabat kaum pinggiran. PRABA, No. 15, hal.10-11 Soewondo.(1985). Studi kanca: YSS dan gelandangan: sebuah kerja pemanusiaan. Dalam Sasono, PU. Adi (ed.). Nasib gelandangan bertahan sedapatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
(hal 68-79). Jakarta: PT. Gunung Agung dan Lembaga Studi Pembangunan Spradley, James P. (1997). Metode ethnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. (2003). Dasar-dasar penelitian kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Suharyadi. (2007). (wawancara pribadi, 6 Agustus) Sumintarsih; Wibowo, H. J.; Herawati, Isni. (1991). Sistem kepemimpinan di dalam masyarakat pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Direktoraat Sejarah dan Tradisional Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Suyanto.(2005, Februari). Merumuskan persoalan pendidikan anak jalanan. DJANGKAR, hal. 7-8 Suyanto, Bagong.(2003, 13 Maret). Masalah anak jalanan di kota Surabaya. Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari www.kompas.com Wagner. (2002). Komitmen hidup lajang. Jakarta: Gandum Mas Walikota Palangkaraya. (2002). Peraturan daerah kota Palangkaraya nomor 26 tahun 2002. diakses pada tanggal 15 Juni 2007 dari http://www.palangkaraya.go.id/pemerintahan/perda/2002/perdano26.htm YSS Selayang Pandang. (tanpa tahun). Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo, hal. 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
VERBATIM
Semua data (hasil wawancara primer, wawancara sekunder, dan hasil observasi) dapat
anda
akses
dengan
menghubungi
[email protected] atau telpon 0817 271 088.
penulis
dengan
e- mail
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Tabel 3 Wawancara primer aspek faktor perantara sebelum akulturasi umur ( fpsba umr) jenis kelamin (fpsba jk) pendidikan (fpsba pddk) bahasa (fpsba bhs) status (fpsba sts)
kondisi sebelum akulturasi (fpsba lb gu)
RL 1
RP 1
RL 2
RP 2
RL 3
RP 3
35 tahun L(16-19)
41 tahu L(9-10)
Jawa Memiliki istri E(12)
Jawa Suami 1 suka selingkuh F(24)
Jawa Duda beristri lagi E(8-13)
Jawa Menikah B(9) Seminggu lalu serius, minta ijin ke adik, orang tua istri yang meminang kakak suami B(2729)
Jawa Sudah menikah N(24-25) Dijodohkan orang tua O(11)
Jawa
Mengamen Q(2425) Menjadi penjudi R(29) Tukang parkir S(8) Interaksi dengan kelompok tukang copet U(23-25) Dikejar-kejar polisi Berkelahi menggunakan ketapel baut V(1117) Menyerang dari belakang V(21)
Mencari tempat yang bebas dari hujan agar bisa tidur Diganggu orang mabuk AA(29), AB(1-8) Berkumpul, makan bersama, berbincangbincang, bercanda, bernyanyi sebagai penghilang beban hidup AI(12-16)
Buang air besar, mencuci di kolam Masjid Kauman atau di Candi Patuk A(4-8) Ada pemandian umum dan sumur A(10) Masak di depan grobok A(14-18) Dulu istri mengontrak rumah A(20-23) Tidak setiap hari ketemu dengan
Bercanda dengan teman, menghilangkan kejenuhan di rumah Operasi penertiban A(3-6) Memulung sampah A(8) Mengamen A(10) Di ringroad utara, ketika memulung A(12) Suami tinggal di lokasi yang sama
Barang dicuri D(15), R(16) Turun ke jalan karena rumah dijual orang E(1926) Tidur di atas becak di depan pangkalan taksi Centris di daerah sekitar Tugu I(5-26) Makan beli nasi, aktivitas pribadi di sungai Gondolayu J(1-9)
Barang dicuri D(16) Turun ke jalan karena rumah dijual orang E(1926) Tidur di atas becak di depan pangkalan taksi Centris di daerah sekitar Tugu I(5-26) Makan beli nasi, aktivitas pribadi di sungai Gondolayu J(1-9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Tahun 2000 turun ke jalan W(3) Mengamen, mayeng (memu lung) W(24) Di jalan SoloW(28) Perempatan Betesda Bergerombol X(35), X(7), AF(1821) Ditipu, hanya di beri hasil penjualan sedikit Y(21-23) Ganco digunakan untuk membela diri Ganco sebagai hadiah dari teman dekat AA(15-20) Membalas kalau didahului AA(1920) Dikeroyok orang AD(4-5) Perkelahian merupakan hal biasa. Emosi mudah meluap AF(12-15) Beberapa suka mencuri AF(25-26) Main perempuan AG(25-27)
Ikut orang lain AP(17-18) Ikut, diajari memulung Bekerja sebagai pencuci. Cuci baju di sungai lalu di keringkan di taman. Kadang juga memijat AP(20-29), AQ(16) Tinggal di Purwosani Tidur di bawah meja AR(25-29) Suka suami karena rajin bekerja AS(25) Ada masalah di lapak, semua keluar dari lapakAU(21-23) Berdagang tetapi bangkrut lalu bekerja sebagai pemulung serta pemijat A(17-22) Tidur di pengepul hasil memulung di bawah meja. Tidur bersama pengamen B(1-5) Stress karena
istri, tergantung pekerjaan B(1-5) Mengenal orang yang bekerja di sekitarnya. Rukun tetangga dengan memberi sumbangan sukarela B(10-15) Tidur di depan grobok dengan ranjang dari bambu B(17-18) Hidup bergerombol B(24-25) Tinggal di tempat juragan C(2-3) Bertemu di penampungan barang bekas C(1215) Berkeliling mencari rosok di perumahan dengan becak dari 06.0017.00 C(17-19) Kardus, kertas, karet, selain daun C(21-24) Menghindar, purapura tidak tahu dan tidak mendengar D(1-3) Minum-minuman
dan tempat tinggalnya berhadap-hadapan. Proses perkenalanpernikahan satu minggu B(1-11) Memulung di bak sampah di tepi sungai B(13) Memilah barang yang laku di jual B(22) Pernah ngontrak lalu tinggal di gerobak pribadi C(2-4) Melahirkan dimana dia tinggal Mengontrak C(1012) Alat masak di taruh di sebelah utara rumah kecil, tidur di amben luar C(21-23) Kebersamaan dan gotong royong kuat di jalan dalam satu kelompok D(1517) Berkelahi merupakan hal yang biasa Tukang koran
Mangkal di depan Puskesmas Jetis J(11) Ketemu dengan ibu B di jalan L(6-11) Menyewa dua becak untuk bekerja L(15-17) Tidur dengan B di emper toko Memandikan B di Gondolayu L(2229) Bekerja sehari untuk satu hari, tidak bisa nabung, pernah kehilangan uang M(17-19) Diganggu orang mabuk M(25), N(45) Tidur bergerombol N(13-16) Merasa aman, kenal dengan pegawai Centris N(18-21) Di jalan hanya bekerja dan tidur Mencuci sore, pagi sudah agak kering dan di jemur di becak R(1-14) Di jalan bebas,
Perempatan Tugu dan ke kampung J(15) Seringkali mengamen sendiri, tapi pernah mengajari orang J(22-26) Memakai ecekecek untuk mengamen K(1-3) Ketemu dengan ibu B di jalan L(6-11) Tidur dengan B di emper toko Memandikan B di Gondolayu L(2229) Di jalan hanya bekerja dan tidur Mencuci sore, pagi sudah agak kering dan di jemur di becak R(1-14) Tidur di becak, satu becak untuk satu orang A-(5-9), B-(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Gonta-ganti pasangan di jalan merupakan hal biasa. Perempuan dipakai untuk giliran kalau sudah tidak memiliki pasangan AH(1-14) Tidak mudah ganti pasangan kalau pasangan sudah ada sebelum turun ke jalan AH(19-20) Berkumpul, makan bersama, berbincangbincang, bercanda, bernyanyi sebagai penghilang beban hidup AI(12-16) Purwosani. Menjadi tempat orang bercerita AI(22-24) Pengeroyokan AJ(1) Bertemu di Jogja AP(6) Melihat perempuan, merasa kasihan, diminta untuk membelikan nasi AQ(9-11) Ikut memulung
masalah keluarga dan disembuhkan oleh suami B(7-9) Tempat tinggal yang berpindahpindah, dari tugu ke lapak dan mencuci di sungai B(11-13) Bekerja sebagai pengamen dengan alat sederhana B(21-25), C(10) Bekerja pagi sampai sore, istirahat untuk makan C(12-21) Penghasilan perhari 40-50 ribu C(2325) Membeli makanan jadi dan mandi di wc umum dengan membayar C(29), D(2-4) Tidur di emperan toko E(12) Semua pekerjaan yang menghasilkan uang diterima E(21-22) Tidur beralaskan tikar atau karpet kecil E(26-27)
keras, berkelahi, berjudi D(6-9) Mencari keturunan agar ada yang memp erhatikan dan melayani ketika tua D(29), E(1-4) Mengambil sampah, setiap gerobak di beri imbalan 10002500, sebagai lemburan I(16-23) Tidak ada yang membimbing, sesuka hati M(4-5) Pasangan rukun awor lalu punya anak, minum kalau tidak hobi tidak minum. Hanya makan dan tidur M(8-13) Hanya disebut pasangan, bukan istrI M(15-16) Ringan tangan agar kalau ada pekerjaan yang menghasilkan uang dan subyek gabung tidak ditergur orang lain O(1014)
mencegah orang untuk memberi uang banyak ke pengamen D(2125) Tinggal di tempat juragan dan banyak teman berprofesi sebagai pemulung Diterima kalau tidak panjang tangan E(21-27) Memberi nafkah batin di gubuk F(11-13) Sumur di pakai bersama, bertanggung jawab bersama G(15-18) Emosi di jalan mudah muncul I(23-24) Masing-masing memiliki kelompok J(2-5) Kelompok pengamen memiliki rasa kebersamaan yang besar J(8-10) Satu kelompok cuek dengan kelompok lain J(14-17)
tidak bayar listrik, ledeng, hidup hanya untuk makan R(26-29)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
AQ(19-20) Jadi satu dengan pengamen Menunggu jemuran Sewaktu tidur mendapat mimpi untuk menikahi wanita itu AS(1422) Ketika di jalan, pagi menyetor di tempat Bu Kaji Lempuyangan, berputar di daerah Gejayan, Jln Solo AS(26-29), AT(15) Bertemu pasangan di jalan AT(12) Tinggal di lapak AU(5) Memulung menggunakan becak, berdua AU(8-10) Istri menunggu becak agar tidak diamb il orang lain, suami mencari sampah AU(13-15) Semau sendiri, bebas melakukan apapun BJ(9-10) Tidur, cari makan,
Melakukan sindiran F(18) Suami rajin bekerja, perhatian I(5-11) Menabung di tempat juragan J(12-13)
Banyak cucian ke Candi Kemetiran dengan sepeda Q(5-7)
Ada yang sakit mengumpulkan uang, makanan untuk menyumbang dan menengok J(19-22) Selalu bisa makan karena dukungan orang lain J(24) Senang bila bekerja sendiri karena tidak ada yang menganggu I(5-7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
bercanda Bercanda, bernyanyi dengan teman BJ(14-18) Memikirkan kebutuhan perut sendiri Hanya berpikir tentang makan sudah cukup BP(913) keyakinan (fpsba kyk) motivasi (fpsba mtv)
harapan (fpsba hrp)
Memiliki istri dan pikiran untuk mendidik anak E(12-14) Umur semakin bertambah dan semakin berkurang segalanyaE(21-22) Berpikir jauh ke depan bahwa tidak akan mungkin tinggal terus di jalan AJ(25-29) Perempuan seperti ibu sendiri yang harus dijaga AK(58) Keinginan untuk saling menjaga E(16-17)
Merasa tidak nyaman di jalan C(8) Alasan karena wanita J(8-10) Ingin nyaman beristirahat Q(2629), R(1-2)
Tempat tinggal bau A(23-24) Tidak memiliki identitas diri E(1523)
Keinginan kembali ke Katolik J(2829), K(1)
Cukup untuk makan, rejeki lancar H(21-24) Rukun, badan sehat
Tertarik cerita orang kalau tiap bulan dapat bantuan F(1-2) Kasihan anak, kalau di masyarakat bisa belajar dengan tenang, di jalan ramai F(18-22) Lingkungan jalanan rawan buat anak gadis K(1518)
Tidak mampu membayar sewa P(3-4) Agar anaknya lebih nyaman, tidak kedinginan P(1112)
Bisa transmigrasi lagi dan bisa diandalkan P(1415)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
bisa bekerja H(2629), I(1-5) jarak sosial (fpsba js)
Menyembuhkan orang diberi hadiah rumah tapi ditolak, yang penting menanam kebaikan F(13-17,21-22) Satu tahun di Jogja G(12) Suka lelaku G(1517), L(2-5), I(15) Memiliki prinsip suka menolong, ramah H(4-7) Pengalaman interaksi dengan mahluk halus K(910), L(16-25) Kesukaan berguru dengan banyak orang L(2-5) Prinsip mencari sahabat L(26-28) Pencarian lelaku adalah keinginan untuk mengetahui, menjadi tahu O(313,21-22) Pernah bekerja di perusahaan R(15) Agar tidak menjadi
Pernah bekerja sebagai buruh di Jakarta dan menjadi TKW A(610) Pernah bekerja sebagai petani A(16) Dua tahun hidup di jalan F(5) Memberikan kursus tari G(6) Pernah belajar di Bagong Sudiarjo G(21) Diadopsi oleh saudara G(24-29) Bekerja sebagai pengasuh bayi H(18-20) Mengganti nama ketika menikah di KUA H(22-24) Bekerja di beberapa kota I(1) Sudah memahami kondisi di masyarakat T(2022)
Delapan tahun A(17)
Hidup lebih baik P(18-20) Sekitar dua tahun C(8) Masyarakat menghormati pemulung, diberi barang E(13-17) Diberi hak yang sama oleh masyarakat E(2327)
Pernah hidup di desa E(16) Tinggal di jalan selama setahun K(10) Ada masyarakat yang memandang rendah mereka N(28-29), O(1) diskriminatif O(47) Sering berangkat transmigrasi O(1629) Menyadari kalau di kampung memiliki tuntutan tersendiri S(8-10)
Satu bulan hidup di jalan A-(21) Pernah menyewa dan membeli rumah A-(24-26), B-(1-2) Transmigrasi berkali-kali B-(2426)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
makanan orang lain harus menggunakan akal W(20-21) Prinsip tidak menganggu kalau tidak diganggu lebih dahulu AD(14-15) Pekerjaan memulung adalah pekerjaan terhina, imej jelek, beberapa pemulung suka mencuri AL(19-24) Masyarakat takut ketularan miskin AL(28-29) faktor perantara selama akulturasi konflik (fpsla knflk)
Setiap pertemuan jarang ada warga yang datang B(68) Mengambil jimpitan sendiri C(4) Dibicarakan kejelekan oleh orang lain P(6-8) Tidak saling menyapa AM(12-
Kalau dimarahi diam, kadang beradu mulut L(21) Suami kurang percaya L(27-29), M(1-2) Ditendang, pintu dikundi M(4) Tetangga tidak melakukan kewajiban dengan baik, tetangga iri dengan tapenya
Istri memberi hutang pada saudara tapi suami tidak tahu G(6-11) Dipandang rendah orang lain karena tidak memakai perhiasan H(6-10) Merasa diremehkan oleh istri K(3-6)
Dibedakan oleh tetangga D(2-3), D(8-9) Merasa di singkirkan oleh orang kampung D(8-9) Merasa tidak pernah di ajak oleh orang kampung D(5-6) Merasa jauh dengan orang
Orang lain mengatai negatif A(13-17) Sebab konflik karena diminta membeli hp ditolak, dipinjami uang tidak langsung diberi dan meminta nasi tidak diberi B(10-19)
Orang lain mengatakan anaknya menjijikan A(2-4) Digunjingkan orang lain A(2021) Sebab konflik karena diminta membeli hp ditolak, dipinjami uang tidak langsung diberi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
dukungan sosial (fpsla ds)
13) Bertengkar Masalah sepele, masalah anak BL(4-6) Tidak datang ketika sarasehan BK(14-15) Ada yang menyepelekan kerja bakti BK(2325) Musyawarah, ditegur Rama BL(20-23) Tidak mengikuti aturan kamp ung diusir BL(25-26) Dekat dengan ketua RT C(14-16) Dihargai orang lain AM(11)
N(19-25) Masalah hutang yang belum lunas
kampung G(3) Memberi uang pada anaknya tapi diminta kembali, bapak berbohong tentang penghasilan P(1214)
Masih diterima oleh keluarga E(810) Rama membantu mengatasi masalah M(6-7) Dibantu Mbak Sum M(28-29) Tetangga menunggui ketika sakit N(14-15)
Merasa di singkirkan oleh orang kampung D(8-9)
meminta nasi tidak diberi B(10-19)
Dukungan dan saran orang lain A(6) Saran, agar kadang bergabung B(29), C(1-2) Orang lain menguatkan D(24) Kedatangan frater F(20-21)
Dukungan dan saran orang lain A(6) Saran, agar kadang bergabung B(29), C(1-2) Orang lain menguatkan D(24) Kedatangan frater F(20-21) Volunter siap menolong kalau ada sesuatu yang terjadi F(29), G(1-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi pengalaman baru (pa new)
partisipasi (pa par)
Aktif dalam kerja bakti, kegiatan di kampung AM(1718) Bersikap sopan AM(20-22) Mengalah Ho(2629)
Diam, menunggu suami sadar sendiri M(21), S(1-5), M(7-9) Ramah O(15-18) Ramah, rendah hati W(12) Bersikap sabar untuk meluluhkan hati S(7-12)
Mengakui kesalahan sebelum orang lain tahu J(26-28) Mampu beradapatasi dengan lingkungan J(8-9) Seperti tidak terjadi apa-apa, baik lagi K(27-29)
Membiarkan saja A(7) Diam saja A(8) Ikut bergabung D(1) Tidak bermaksud membalas, tetap berusaha menyapa Q(26-29) Menerima perilaku orang lain T(10-11)
Orang susah, celaka, orang lain semakin senang, kalau ada orang maju masyarakat ramai (iri) BC(1418) Membaur dengan masyarakat BJ(6) Sarasehan, jumat kliwonan, kerja bakti BJ(24-28) Sebagai orang di balik layar B(2324) Ikut kerja bakti BK(1-4)
Sama saja P(4-8) Memasak P(20-26)
Rapat, menabung I(29), J(1-3)
Mengikuti sarasehan H(6) Memasak kalau berangkat siang atau bapak ada dirumah L(22-23)
Rukun tetangga, jimpitan, rapat, kerja bakti. R(1820)
Membantu orang yang punya hajat, ikut merangkai bunga Q(9) Ikut sarasehan
Ikut kliwonan J(4)
Merasa di kandang macan lebih baik dari pada di sini karena merasa satu, semua tidak
Ikut siskamling A(23) Ikut melayat Io(1419)
4) Kakak yang sayang dengan mereka M(10-14) Tidak bermaksud membalas, tetap berusaha menyapa Q(26-29)
Jarang keluar rumah kalau tidak penting Q(3-4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Q(15-18)
stresor (ss pm)
Menelusuri B(4-5) Membicarakan bersama B(11-15) Mendekati orang yang bisa menjadi tokoh dan mendorong agar menjadi yang di depan B(26-29), D(9) Tidak dilayani RT C(2-3), C(22-27) Menggunakan akal D(26) Bersabar, membiarkan saja P(9-12) Tanggapan masyarakat tidak
Didamaikan di tempat rama dan saling memaafkan O(2-7) Ditakuti oleh mahluk gaib Q(15)
Memisahkan istri pertama dan kedua E(26-29), F(1-7) Suami kerja sendiri, istri kerja sendiri, jarang bersama F(10-12) Kewajiban suami memberi nafkah pada istri Memberi nafkah istri kalau ada sisa karena suami juga tidak pernah dilayani oleh istri F(15-29), G(1-3) Suami berkeinginan untuk diajak bicara tapi
dibedakan kalau ada hajatan C(2727), D(1-4) Merasa tidak pernah di ajak oleh orang kampung D(5-6) Membuatkan minum, snack untuk warga yang ronda J(29), K(1-2) Tidak menabung karena buat makan aja susah N(10) Kawatir kalau anak nakal, bisa membuat masalah H(13-14) Anak diajak menyingkir H(18) Asal badan sehat sudah cukup, walaupun tidak punya uang. Anak meminta uang min diberi 30.000 M(913) Bapak suka berjudi O(15) Pulang sendiri karena rindu dengan anaknya P(21)
Siang kerja maka tidak bisa gabung sampai malam C(15) Anak sakit, tidak mau makan F(2527) Alasannya jarang gabung karena lelah Q(6-7) Sudah biasa digunjingkan orang lain Q(15-17) Kalau tidak bermasyarakat di benci tetangga R(24-26)
Mau bertanya rikuh karena ada banyak orang B(23-28) Sudah biasa digunjingkan orang lain Q(15-17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
sesuai dengan pikirannya AM(2426) Masyarakat memandang rendah tetapi tidak menjadi masalah AM(28-29), AN(14) Menyapa walaupun tidak dihiraukan, pokoknya sopan AN(28-29), AO(12) Setiap orang baru pasti dicobai ketika tinggal di Pingit, entah iri hati, cekcok. AY(2729). AZ(1-4) Tidak pernah rukun, baik dengan warga lain ataupun dengan pasangan Memahami sesuatu dengan terjun langsung BB(1011) Tabah, tidak terpengaruh oleh lingkungan BB(2729) Lingkungan bekas pekuburan
belum pernah diajak bicara masalah keuangan G(17-21) Ingin didengarkan oleh istri K(11-16)
Dibiarkan selesai sendiri. Pernah dengan wanita lain Q(1-2) Merasa suami tidak memberi nafkah Q(9-10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
mempunyai pengaruh besar dalam sifat-sifat masyarakat BC(59) Masyarakat mudah iri dan senang mencari dukun BD(2-4) Taat, selalu ingat dengan pencipta BD(14-16) Mengatakan jangan mengganggu dan dilindungi dengan berdoa BD(6-8) Memberitahu dengan baik-baik BI(8-9) Saling menyapa BI(17) Membantu supaya bisa diterima BO(7-8) stres krisis personal (s kp)
Membanting barang BB(11-16) Mengancam BH(11-13) Diam saja tidak mengajak bicara BI(20-21) Dongkol BH(19-
Sakit hati Mata berkaca-kaca, menangis K(1027), M(8) Cuek, diam-diaman R(7-13) Dongkol Ko(27)
Marah dengan kata-kata K(18) Menendang pintu L(2-4)
Memperlihatkan kemarahan Suami marah, ditinggal tidur. Istri marah, suami tidak berani pulang I(1620) Menarik rambut,
Tidak marah, hanya untuk berjaga, tidak membawa anak mereka kesana T(13-14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
20), BI(6) Pusing terlalu banyak mikir BI(10) Emosi yang terlihat Jengkel, dongkol BM(3-4) Seperti mau menelan gunung BM(18-21) Suami membanting barang Si(18) kecemasan (kpc) depresi (kpd) psikosomatis (kpsi) adaptasi adaptasi psikologis (a ap)
adaptasi sosiologis (a as)
Tidak berbuat macam-macam Bisa membaur di masyarakat Kuncinya diri kita, harus bisa membawa diri di lingkungan BN(1725) Mengikuti ronda dan pertemuan warga A(19-25) Ingin memiliki rumah sendiri F(35) Memiliki KTP
mencakar, memukul dengan sapu, memarahi Rasa malu Q(5-9)
Merasa tentram S(28) Merasa mapan, tentram, fisik lebih gemuk U(7-10) Merasa nyaman U(12-14) Menabung, memberi rasa nyaman V(10) Membuatkan KTP untuk suami J(1416) Menabung di bank, biaya saat meninggal J(18-19) Ingin berjualan
Terpaksa karena belum mampu pindah ke tempat yang lebih baik, baru cukup untuk makan L(7-9) Sehat, bisa makan, bahagia L( 18-22)
Tidak membayar H(26-28) Anak punya teman belajar Bangga anak bisa berprestasi di sekolah K(5-10)
Nyaman membesarkan anak di PSP YSSdaripada di jalan T(16), U(1114)
Membesarkan anak L(26-27) Penghasilan bulanan 350.000, penghasilan buang sampah satu hari rata-rata 20.000
Mencari modal agar bisa mengontrak rumah H(4) Penghasilan 8000 L(17-18) Bekerja 3 jam
Menyumbang, mengambil jimpitan A(18-19) Menabung C(20), T(1-4) Ekonomi cukup mapan D(5-6)
Ikut peraturan A(1) Menabung C(21) Melunasi hutang 50 ribu/minggu F(12) Berangkat transmigrasi M(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
AN(11-14,17-18) Ingin hidup enak dengan fasilitas televisi, lemari AO(8-11) Kalau ingin hidup mandiri harus pindah dari YSS BB(22-23) Menolong warga ya ng kerasukan BF(15-17) Membantu orang lain, entah bantuan ringan atau berat asal tujuannya baik BO(14-16) Dimasyarakat memikirkan masa depan, tempat tinggal yang lebih memadai BP(1521) Ketika mati ada yang menguburkan BP(24-27) Ingin berdagang BQ(6-8)
K(19-20) Membaur dengan masyarakat U(1618) Tinggal di rumah yang lebih baik V(13) Punya rumah sendiri, ingin jualan W(2-3) Mendapat undangan sunatan Mo(14-15), No(12)
O(17-21) Menyumbang O(27), P(2) Penghasilan 350.000/bulan, 225.000/minggu Qi(14-17)
mendapatkan 16.000 M(1-2) Berbincangbincang dengan tetangga Ao(13-17) Menyapa orang yang dilewati Ao(23-24) Rp 20.000,00 Membersihkan diri, menyapa tetangga Co(7-12) Rp 18.000,00 bekerja setengah hari Do(24-25)
Menabung 250 ribu/bulan F(11) Penghasilan 20 ribu bekerja setengah hari H(17-18) Ikut kerja bakti, melayat, memberi jimpitan, ikut perintah S(11-12) Menyapu halaman tiap pagi, menyumbang nikahan dan melayat S(18) Transmigrasi agar hidup lebih baik T(19-22) Mampu mencukupi kebutuhan anak T(24) Selalu mengikuti rapat RT U(3-4) Mendapat pembayaran sewa becak setiap 10 hari, sewa satu bula/becak 90 ribu U(24-25)
Penghasilan 85.000 Bo(22-23) Pendapatan 30.000 No(19-20) Memasak Qo(1214) Menabung 20.000,00 ke kantor dan setiap senin 50.000,00 ke vincent So(23-27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Tabel 4 Catatan lapangan aspek faktor perantara sebelum akulturasi umur ( fpsba umr) jenis kelamin (fpsba jk) pendidikan (fpsba pddk)
bahasa (fpsba bhs) status (fpsba sts) kondisi sebelum akulturasi (fpsba lb gu)
RL 1
laki-laki Lahir di Kediri, besar di pondok, tidak lulus STM.A(6-8)
Bekerja sebagai pengamen, pemulung. A(11-12) Suka berguru di banyak kota A(14-15) Barang dijual ke penjual barang bekas mendapat uang 30 ribu D(26-29) Agak menetap disuatu tempat agar dikenali orang E(27-29)
RP 1
perempuan
RL 2
laki-laki
RP 2
RL 3
RP 3
perempuan
44 tahun laki-laki
44 tahun perempuan
Di belakang pos polisi Menjadi satu dengan gerombolan pengemis A(2829), B(1-4) Keakraban, karakter keras yang terlihat dominan Ekspresi dengan kata-kata kotor B(10-17) Saling membantu menghitungkan uang penghasilan B(24-27) Menjaga wilayah dari orang lain dengan ancaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
fisik Mudah tersinggung Saling melindungi C(27-29), D(1-5) Mencuri D(10) Membeli makanan, adanya penertiban yang dilakukan Pol PP D(26-29) Keranjang plastik sebagai tempat menyimpan hasil mengamen F(3-4)
keyakinan (fpsba kyk)
Beragama Islam, latar belakang plural A(810)
motivasi (fpsba mtv)
Tidak ingin menggantungkan hidupnya terus di jalan, ingin lebih baik D(1822)
harapan (fpsba hrp) jarak sosial (fpsba js)
faktor perantara selama akulturasi
Pernah bekerja di pabrik A(10-11)
Pernah Katolik tetapi sekarang masuk Islam. Janda B(3-8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
konflik (fpsla knflk)
Masalah hutang yang belum lunas H(21-24), K(21-22) Tetangga meminta dengan kasar J(7-8) Tetangga salah mengirimkan makanan N(8-11)
H(21-24) Tetangga salah mengirimkan makanan N(8-11)
Tidak mau ke gereja karena difitnah oleh tetangga serta karena B tidak boleh di ajak ngamen J(21-29) Kecewa karena dulu orang lain sakit diperhatikan sedangkan ketika anaknya sakit tidak dibalas perhatiannya P(1518) Sumber konflik, ditawari beli handphone tidak mau, mau dipinjami uang di janjikan sebentar lagi tidak terima, meminta nasi tidak diberi karena tidak memasak P(20-29)
dukungan sosial (fpsla ds)
Disapa oleh tetangga A(15-16)
Boleh menonton televisi di rumah
Merasa warga atas tidak cukup
Marah karena suami belum pulang padahal uang dibawa suami untuk beli susu H(15-18) Tidak mau ke gereja karena difitnah oleh tetangga serta karena B tidak boleh di ajak ngamen J(21-29) Kecewa karena dulu orang lain sakit diperhatikan sedangkan ketika anaknya sakit tidak dibalas perhatiannya P(1518) Sumber konflik, ditawari beli handphone tidak mau, mau dipinjami uang di janjikan sebentar lagi tidak terima, meminta nasi tidak diberi karena tidak memasak P(20-29) Mendapat kunjungan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
Diberi barang oleh beberapa ibu-ibu.B(2627), K(12-14) Dipanggil Pakdhe oleh tetangga I(24-26)
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi pengalaman baru (pa new) partisipasi (pa par)
orang lain H(1114) Menyapa dan disapa oleh tetangga yang lewat depan rumah M(26-27)
memberikan hak C(18-23) Ditemani oleh dua volunter E(6-7), P(14) Mendapat kunjungan dari tamu luar Ro(1619) Membiarkan saja A(7) Diam saja A(8) Ikut bergabung D(1) Tidak bermaksud membalas, tetap berusaha menyapa Q(26-29) Menerima perilaku orang lain T(10-11) Dukungan volunter Jo(14-17)
Membagikan baju hasil mayeng kepada tetangga I(13-15) Berbincangbincang dengan tetangga J(18-19) Nonton tv ditempat tetangga J(24-25)
Berkumpul bersama warga Io(24-27) Menawarkan minum Jo(1-4)
Mengalah H(26-29) Membagi dengan orang lain agar tidak menjadi masalah J(810) Membuat jalur yang sama agar dihapal K(15-18)
Usul untuk mencari orang J(24-26) Menyapa dengan hormat N(23-24)
tamu luar R(16-19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
stresor (ss pm)
Fungsi ganco:1. sebagai alat mengambil sampah,2.perlindungan diri,3.ciri khas pemulung,4.menambah percaya diri Co(6-15) Tetangga senang kalau ada orang susah H(810) Mau bekerja pasti dapat uang I(18-19) Banyak saingan ketika bekerja K(7-8) Ada orang mengganggu di balas L(3-4) Kunci untuk bertahan adalah ulet, sabar dan mau bekerja L(16-18)
stres krisis personal (s kp)
kecemasan (kpc)
depresi (kpd) psikosomatis (kpsi)
Istirahat agar tidak diminta membantu orang lain I(25-29)
Dongkol K(27)
Merasa dongkol N(78)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
adaptasi adaptasi psikologis (a ap) adaptasi sosiologis (a as)
Menabung untuk berjaga terhadap kebutuhan mendesak D(23-24) Tidak semua hasil di jual, masih ada yang disisakan siapa tahu besok tidak bisa berangkat. Mendapatkan 40.000 dan 31.000 Ingin berdagang D(1117) Penghasilan kurang lebih 1 juta/bulan F(27-28) Ikut ronda dan mengambil jimpitan J(29), K(1) Mendapat undangan sunatan M(14-15), N(1-2)
Mendapat undangan sunatan M(14-15), N(1-2)
Berbincangbincang dengan tetangga Ao(13-17) Menyapa orang yang dilewati Ao(23-24) Rp 20.000,00 Membersihkan diri, menyapa tetangga Co(7-12) Rp 18.000,00 bekerja setengah hari Do(24-25)
Ingin bertransmigrasi lagi dan kalau ada kesempatan semua akan dijual Do(2022) Menabung Eo(8) Tugas menyapu Eo(14-15) Pendapatan 120.000 Fo(29) Pendapatan 30.000 No(19-20) Membeli hand phone Qo(7-8) Penghasilan 20.000,00 So(1112)
Penghasilan 85.000 B(22-23) Pendapatan 30.000 N(19-20) Memasak Q(12-14) Menabung 20.000,00 ke kantor dan setiap senin 50.000,00 ke vincent S(23-27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
Tabel 5 Sumber lain/wawancara sekunder aspek faktor perantara sebelum akulturasi umur ( fpsba umr)
RL 1
RP 1
RL 2
RP 2
RL 3
RP 3
jenis kelamin (fpsba jk) pendidikan (fpsba pddk) bahasa (fpsba bhs) status (fpsba sts) kondisi sebelum akulturasi (fpsba lb gu)
Berpindah-pindah tempat tinggal sesuai keinginan, bekerja sebagai pemulung, istri membantu memilah A(5-9) Menumpang di tempat teman A(26) Garukan C(3-12) Digaruk (ditertibkan) kalau tidak memiliki surat-surat C(18-21) Hubungan pasangan dilandaskan pada rasa suka, saling berbagi, tanpa berpikir administratif C(4-5)
Tinggal di bak sampah alun-alun utara Bekerja sebagai pengumpul dan pemilah sampah A(7-10) Istri membantu mengelompokkan sampah dan mengamen di jalan B(17-21) Bapak istri pertama, menantu dan istri kedua yang bekerja di satu tempat Tidak nyaman sehingga mencari tempat lain B(24-29) Hubungan yang dekat menjadikan orang mudah mengangkat saudara
Tidak ingin dicap tidak bermasyarakat A(1213)
Merasa bak sampah tidak sehat sebagai tempat tinggal A(11-14)
Menikah A(11-15) Ke jalan karena di desa tidak memiliki pekerjaan A(6-9) Suami dari Ponorogo dan istri dari Sukoharjo A(11-15) Ke jalan karena tidak memiliki penghasilan A(22-24) dua kali diberi anak oleh orang, yang pertama meninggal B(7-12) di jalan tidur di becak, tinggal sembarangan C(19-20)
keyakinan (fpsba kyk) motivasi (fpsba mtv) harapan (fpsba hrp)
ingin lebih baik, bisa menabung B(1316)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
jarak sosial (fpsba js)
faktor perantara selama akulturasi konflik (fpsla knflk)
dukungan sosial (fpsla ds)
Hidup di masyarakat mengalami masalah keluarga, patah semangat lalu turun ke jalan B(14-23) I suka mengembara B(25-26)
Konflik dengan pasangan D(9-10) L mengalah D(11-14) Emosi sesaat karena prasangka D(16-18) Konflik muncul karena penghasilan sulit dan lelah E(28-29) Memandang rendah warga yss F(4-11) Ditemani oleh volunter B(6-8) Menceritakan masalah pada orang lain, volunter mencoba membantu memecahkan masalah D(21-29), E(1)
Pernah bekerja di Semarang sebagai tukang batu, mengalami kecelakaan, karena fisik lemah lalu bekerja sebagai pengumpul sampah B(6-15) Istri pergi tanpa pamit, bapak jarang pulang karena pekerjaan C(12-19) Masalah dengan orang tua angkat, masalah dengan anak yang susah diatur D (18-24) Bapak jengkel karena ibu tidak terbuka soal uang F(5-9) Volunter membantu komunikasi dalam keluarga C(21-29) Tabungan mengikat mereka untuk tetap bertahan di masyarakat E(26-29)
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi pengalaman baru (pa new)
Pernah membeli rumah tapi dibohongi orang, pernah sewa rumah A(26), B(1-3)
konflik karena masalah iri hati C(23-27)
ada teman yang bisa diajak berbagi E(2122) beruntung tidak menyewa sehingga bisa untuk mengump ulkan modal E(24-27) berusaha tenang agar tidak terpengaruh D(1-5) berusaha untuk tidak terganggu D(8-10) berusaha untuk tetap menyapa D(18-20) mengikuti semua kegiatan agar bisa diterima oleh orang lain F(12-15)
Mengatur keuangan agar mampu menabung, prioritas kebutuhan E(4-14)
Langsung bisa berinteraksi tanpa di bimbing E(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
partisipasi (pa par)
Aktif ikut kegiatan gotong royong sebagai ungkapan terimakasih pada yss E(18-23)
Memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan tanggungjawab, membaur dengan masyarakat walaupun kurang pendengaran D(4-10) Mengikuti sarasehan D(12-15) Berperan aktif dalam kegiatan dengan menyediakan diri membuatkan minuman E(13-14)
stresor (ss pm) stres krisis personal (s kp)
Tidak mau bertemu, melakukan sindiran G(48)
kecemasan (kpc) depresi (kpd) psikosomatis (kpsi) adaptasi adaptasi psikologis (a ap)
Diterima masyarakat dan dibutuhkan G(1317)
adaptasi sosiologis (a as) Ingin kembali ke kampung G(26-29) Mapan secara ekonomi H(12-17)
Memperbaiki rumah di kampung F(3-4)
transmigrasi, membesarkan anak B(1923) mengikuti kerja bakti, juma kliwonan D(12-15) sering membeli becak agar secara ekonomi lebih mapan D(23-29), E(4-12) tabungan lancar dan cukup banyak E(1618) mencari tempat tinggal yang lebih baik dan punya banyak becak F(1-5)