Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
Volume I, No. 02, Oktober 2014
FAKTANYA KORUPSI SULIT DIBERANTAS, MENGAPA? Ali Purwito Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia
[email protected]
Abstract. Indonesia with a growth rate of about 6%. Faced with a serious dilemma, namely corruption. Naturally corruption can not be detected and related to two or more people who secretly entered into. No one determines what is going on. which in essence is to "share", "mutual benefit. Forms of corruption, such as kickbacks in order to permit, or shaped facility, which is currently recognized by the Commission as a gratuity. The motivation is very simple, that is the question: "If someone else can get rich, good life, why not me?" Key words: corruption, prevention and constraints Abstrak. Indonesia dengan tingkat pertumbuhan sekitar 6 %. Menghadapi suatu dilemma yang serius, yaitu korupsi. Secara alamiah korupsi tidak dapat dideteksi serta terkait dengan dua atau lebih orang yang secara rahasia mengadakan perjanjian. Tidak seorangpun mengetahu apa yang sedang terjadi. yang pada intinya adalah untuk “saling berbagi”, “saling menguntungkan. Bentuk korupsi, seperti suap dalam rangka perijinan, atau berbentuk fasilitas, yang saat ini dikenal oleh KPK sebagai gratifikasi. Motivasinya sangat sederhana, yaitu adanya pertanyaan : “Kalau orang lain bisa kaya, hidup enak, mengapa saya tidak?” Kata Kunci: korupsi, pencegahan dan kendala Pada awalnya korupsi dimulai dari adanya jabatan yang memungkinkan orang yang memiliki wewenang memutuskan, menjalin komunikasi dengan orang lain yang memerlukan putusan. Bentuk secara harfiah dari putusan ini seperti perizinan, privilege, fasilitas, prioritas dan pengaturan. Menurut data statistik, terbanyak korupsi dilakukan oleh pejabat yang diberikan otoritas untuk menentukan pemberian seperti tersebut di atas. Komunikasi antara pihak yang memerlukan dan yang diperlukan ini, menjadikan lebih dekat, apabila yang memerlukan mulai masuk ke dalam lingkungan keluarga dari pemegang otoritas. Hal ini merupakan jalan terobosan yang paling ampuh untuk dirintis dan hasilnya akan seperti diharapkan. Ancaman korupsi sebenarnya dimulai dari lingkungan di tempat orang itu bekerja. Di lingkungan birokrat, dapat didentidifikasikan, berpusat dari pemegang kekuasaan atau kewenangan. Sebaliknya bagi yeng ingin memperoloh fasilitas, datang dari para bisnis yang bertujuan untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya. Penerimaan Negara menjadi tidak berarti, apabila tindak korupsi ini tidak dapat 56
diminimasikan, dihambat. Kalau dihilangkan tidak mungkin, tindakan ini bersumber kepada mental masing-masing orang. Pemumpukan mental menjadi diskresif, yaitu kebijaksanaan; memutuskan sesuatu tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan (Yan Pramadya Puspa). Kenyataannya, korupsi dapat dilakukan dengan cara menafsirkan suatu ketentuan perundang-undangan secara analogis, yaitu dengan menerapkan suatu undang-undang lain untuk mendasari, kebijakan atau keputusan yang diambil. Lihat tabel 1. Dari tabel 1 tindak korupsi yang dilakukan oleh swasta naik secara fantastis, pada tahun 2004 baru 1 orang, lebih dari satu dekade (sampai dengan tahun 2014 kuartal k2 3), Tindak korupsi yang dilakukan oleh eselon I, II, III yang nota bene adalah pejabat yang diberikan kewenangan memutuskan melonjak drastis menjadi 115 pada tahun 2014, sebelumnya pada tahun 2004 hanya 2 orang. Pada tahun 2014 sudah mencapai 103 orang Secara empirik gambaran data di atas, belum menunjukkan keakurasian dan validitas
Ali Purwito, Faktanya Korupsi Sulit Diberantas, Mengapa?
Tabel 1. Tabulasi Data Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan Tahun 2004-2014 (per 31 Agustus 2014) Jabatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Anggota DPR dan DPRD 0 0 0 2 7 8 27 5 16 8 2 75 Kepala 0 1 1 0 1 1 2 0 1 4 8 19 Lembaga/Kementerian Duta Besar 0 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 4 Komisioner 0 3 2 1 1 0 0 0 0 0 0 7 Gubernur 1 0 2 0 2 2 1 0 0 2 1 11 Walikota/Bupati dan 0 0 3 7 5 5 4 4 4 3 7 40 Wakil Eselon I / II / III 2 9 15 10 22 14 12 15 8 7 1 115 Hakim 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 2 10 Swasta 1 4 5 3 12 11 8 10 16 24 9 103 Lainnya 0 6 1 2 4 4 9 3 3 8 5 45 Jumlah Keseluruhan 4 23 29 27 55 45 65 39 50 59 35 429 Sumber TPK
data tentang tindak pidana korupsi. . Mengapa demikian ? Dilingkungan birokrat maupun angkatan, menjadi rahasia umum bahwa budaya untuk melindungi bawahan atau sebaliknya mengorbankan bawahan demi menutupi atau menyelamatkan kepentingan atasannya, sudah mengakar. Meskpun secara efektif pemberantasan tindak korupsi ini dilakukan, secara faktual, banyak hambatan dan kendala yang sedang atau dihadapi, seperti pemusnahan bukti, manipulasi data atau memalsukan data, dengan mudah dilakukan sesuai perkembangan teknologi inforamsi yang semakin canggih. Faktor yang Memengaruhi Lingkungan Merupakan faktor utama dari tindak korupsi mengakar dan tumbuh dengan cepat dan merata. Seperti media menulis, bahwa tindak korupsi sudah dilakukan secara “jamaah” dapat dilakukan dan kenyataannya memang demikian. Tidak mungkin bawahan melakukan tindak korupsi kalau bukan karena “perintah” atau “persetujuan” (umumnya tidak tertulis/lisan) Pernyataan ini tidak salah dalam praktiknya dan masih berlaku hingga saat ini. Pengaruh lingkungan dapat dibagi lagi menjadi: a) Keluarga, sebagian para koruptor mendapatkan idea untuk melakukan tindak korupsi justru dari keluarga terdekat, isterinya sendiri. Biasanya dorongan dari isteri muncul
berasal dari arisan antara ibu-ibu, diikuti dengan hadirnya para isteri ke upacara resmi suaminya. Kedua peristiwa (event) yang seolaholeh menjadi anjang pameran kekayaan dan keberadaan dalam kelas tertentu. Keadaan ini menjadi pemicu yang memacu dorongan ke suami untuk menghilangkan adanya “kesejangan” antara isteri dengan isteri-iisteri lainnya. Suami sendiri diilhami keinginan untuk menujnukkan kasih sayang kepada isteri dan anak-anaknya dengan memberikan kendaraan (mobil) untuk belanja, kesekolah atau tempat rekreasi. Faktor keluarga memegang peran penting dalam melakukan tindak korupsi; b) Kerja, hampir sebagian terbesar orang yang melalukan korupsi dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja. Bagi para birokrat lingkungan kerja yang dianggap “basah” memberikan peluang terbuka bagi kaum birokrat maupun swasta. Persaingan antar teman membawa pengaruh yang besar dan mempunyai andil orang untuk melakukan korupsi. Dari beberapa kantor pemerintah, bisa disaksikan bahwa banyak sekali birokrat yang membawa mobil pribadi mewah dengan memajang parkir kantor saat jam kerja; c) Kewenangan atau kekuasaan, secara institusional, wewenang tersebut diatur dengan undang-undang tertentu, sesuai dengan tugas dan fungsi atau posisi yang diberikan 57
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
kepadanya, untuk memberikan izin, fasilitas tertentu; d) Eksternal, lingkungan dimaksudkan sebagai lingkungan yang berpengaruh terhadap para eksekutif untuk melakukan hal-hal terkait dengan tindak korupsi. Godaan berupa wanita merupakan salah satu yang harus dihindari para pemegang wewenang dan sebaliknya menjadi peluang bagi pelaku gratifikasi, seperti suap dan lainnya. Ajakan ke ruang karaoke, sebagai tahap kedua setelah undangan makan. Atau menyodorkan wanita untuk dinikah secara siri, menjadi obsesi bagi penyuap untuk mendapatkan fasilitas yang diginkan; dan e) Faktor lain, seperti memberikan kesempatan kepada anak atau anggota keluarga lainnya untuk menjadi pejabat yang dapat memberikan putusan. Dari peradilan yang digelar KPK, banyak pejabat, khususnya pejabat daerah yang diberikan wewenang mengangkat pegawai, memberikan posisi penting dan memberikan peluang untuk bertindak korup. Motivasi Motovasi motivasi merupakan daya atau kekuatan yang mendorong dan mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. Faktor-faktor internal (dari diri manusai sendiri), memberikan motivasi kepada manusia untuk bertindak atau tidak bertindak. Asal muasal korupsi datang dari pribadi menyebabkan orang termotivasi untuk menjadi koruptor. Banyak orang yang melakukan korupsi, adalah orang-orang yang tidak dapat menyatakan tidak. Pepatah Jawa mempunyai falsafah yang menyatakan bahwa orang dalam hidup dan kehidupannya ini harus “sawang sinawang” atau dapat diterjemahkan secara bebas dalam hidup, kita selalu melihat (keadaan) orang lain dan kemudian membandingkannya dengan keadaan hidup yang kita jalani. Sepertinya enak hidup begitu, mempunyai jabatan dalam posisi yang menentukan. Bertolak dari falsafah ini, orang menerjemahkan semakin bias, dan mengarah hanya pada hidup enak, kaya dan dihormati . Motivasi hidup enak dan serba kecukupan, dilandasi motivasi: 1) Untuk mendapatkan jabatan atau posisi penting, dengan menyediakan dana atau sistem setor atasan; 2) 58
Volume I, No. 02, Oktober 2014
Untuk mendapatkan kehormatan dan status sosial, secara visual dapat dilihat dengan adanya mobil mewah, rumah besar beserta isinya yang serba lux; dan 3) Dihargai orang lain atau keluarganya, karena kedudukannya dan kekayaannya. Ketiga hal ini pertama, memberikan, motivasi bagi pemula dan yang muda untuk mengikuti track record pendahulunya, baik cara maupun langkah-langkah yang diambilnya adalah sama, kalaupun ada perubahan itu hanya merupakan modifikasi. Kedua, adalah motivasi pendahulu untuk memupuk dan menambah kekayaan melalui bawahannya,seperti pernah terjadi, bahwa atasan memotivasi anak buahnya untuk memeras dengan mengarahkan bagaimana mendapatkan dana (baca uang), dengan menyampaikan : “ Bagaimana mencekek orang, tetapi orangnya justru ketawa dan terima kasih.”. Dengan kenyataan ini terjadi memotivasi orang lain untuk meniru apa yang telah diperbuatnya melalui kekuasaan yang diberikan undang-undang. Berbagai motivasi untuk melakukan korupsi.” Motivasi yang terus menerus dihembuskan oleh para black motivators, untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri dan mengakibatkan kerugian Negara yang besar, sulit diberantas, selama kepentingan (vested interest) masih tetap eksis di dunia. Tindak korupsi dan motivasinya, telah berabad-abad berjalan dan meskipun sudah banyak yang masuk penjara, tetapi motivasi untuk melakukannya tetap ada. Lihat gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa sector tambang menduduki perangkat pertama. Selain sulit untuk diteksi, lokasi peratmabngan sulit untuk diperiksa, terdapat kendala biaya dan anggaran untuk perencanaan, program dan pelaksanaan pemberantasan korupsi. Antara lain, untuk pelacakan, penyelidikan, penyidikan dan sebagainya Modus Operandi Cara melaksanakan tindak korupsi dapat dilakukan dengan adanya peluang–peluang yang terdapat dalam: 1) Anggaran Negara, berupa penyalahgunaan anggaran, dimulai dari penyusunan anggaran, pengesahan anggaran
Ali Purwito, Faktanya Korupsi Sulit Diberantas, Mengapa?
Gambar 1.
dan pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh anggaran tersebut. Penyusunan anggaran dengan membuat data fiktif akan kebutuhankebutuhan masyarakat, seperti yang mudah dilakukan adalah melalui subsidi bagi rakyat miskin, dana BOS, proyek fasilitas umum, jalan yang sulit pengawasannya; 2) Perizinan, seperti izin pembebasan lahan ditempuh dengan hasil penelitian yang sulit untuk dipertanggung jawabkan, misalnya luas lahan, penggunaan lahan, kepemilikan lahan dan sebagainya; 3) Penggelapan dalam jabatan yang memberikan kekuasaan sesuai undang-undang, dengan modus operandi seperti diskresi atau penyimpangan yang dibolehkan undang-undang untuk memberikan kebijakan. Modus ini lebih halus dan tidak kentara, yaitu dengan alasan tertentu diambil kebijakan yang agak menyimpang. Hal ini banyak dilakukan oleh pejabat di lapangan, terutama yang harus mengambil keputusan segera, seperti pejabat di pelabuhan, di jalan raya atau tempat-tempat tertentu. Modusnya adalah bahwa setiap pelanggaran dapat diselesaikan dengan kebijakan, sebagai contoh pemberian fasiltas pengeluaran barang, pemindahan barang ke tempat penimbunan tertentu atau peraturan tentang fasilitas diterapkan untuk hal-hal yang tidak ada kaitan dengan peraturannya. Banyak
terjadi di bidang pertambangan; 4) Pemerasan dalam jabatan, seperti dilakukan di bidang penegakan hukum, perpajakan. Modus operandinya adalah, dengan menggunakan ketentuan dalam perundang-undangan untuk melakukan pemerasan dan permintaan suap. Terjadi dalam bidang penyidikan atau pemeriksaan perpajakan ,pengembalian pajak yang telah dibayar, bukti permulaan dan peradilan; dan 5) Gratifikasi, diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12 B , diartikan sebagai Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Gratifikasi dapat dilakukan dengan cara minta imbalan penyediaan fasilitas atau pembebanan biaya pribadi kepada pihak ketiga, seperti pembayaran kredit card, pembukaan rekening dengan sistem ATM dan lainnya. Pendekatan Pertama pendekatan silaturahmi, cara pendekatan yang biasa diambil adalah, dengan 59
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
bersilaturami dan mengenalkan diri kepada pemegang kuasa, bertatap muka dengan calon “rekan kerja samanya”. Pelaksanaannya dilakukan baik melalui pihak ketiga ataupun orang dalam sendiri, seperti bawahan atau orang yang dipercaya. Banyak kejadian bahwa orang terpercaya adalah orang yang sehari-hari dekat dengan pelaku korupsi, terutama sopir pribadi, sekretaris, atau staf sebagai pemungut “fee”. Kedua pendekatan dengan undangan makan, pendekatan ini sebagai pengaruh budaya atau tradisi cina dikenal sebagai “Yam Cha”. ( 起 吃 ) Tujuan dan maksud makan bersama adalah dapat mengukuhkan pertemanan dan persahabatan antara kedua belah pihak. Ketiga pendekatan melalui entertainment, dilakukan dengan mengirimkan undangan untuk fashion show, karaoke, konsert, nonton final olah raga di luar negeri dan lainnya, yang sifatnya undangan untuk seluruh keluarga. Keempat pendekatan melalui shopping, dilakukan apabila seorang pemegang kekuasaan mengadakan kunjungan di daerah maupun di luar negeri. Dengan alasan mengatarkan, kepada orang ini diberikan kesempatan memilih barang-barang yang diinginkan dan pembayarannya dilakukan oleh orang yang berkepentingan; 1) Dalam tradisi beberapa Ras tertentu, bantuan berupa fasilitas dan prioritas dari pemegang kekuasaan, perlu diberikan imbalan tanda terima kasih yang diartikan bukan penyuapan; 2) Pendekatan melalui wanita, merupakan alat ampuh dalam melumpuhkan pertahanan atau ketahanan seseorang terhadap godaan. Apalahi apabila perempuan yang disodorkan berkenan dinikahi secara siri. Pendekatan ini merupakan pengetahuan kuno, sperti dikatakan oleh pepatah, bahwa orang bisa melakukan korupsi karena tahta, harta dan wanita. Lingkaran di atas terbentuk secara spontan dan alamiah, tetapi kejadian-kejadian menunjukkan bahwa lingkaran in sengaja diciptakan oleh orang-orang atau golongan yang mempunyai kepentingan untuk mendapatkan keuntungan. Dari fakta yang ada, para koruptor yang dihukum berat, selalu terkait dengan adanya wanita. 60
Volume I, No. 02, Oktober 2014
Pencegahan Dalam kenyataannya pemerintah telah membuat ketentuan perundang-undangan yang bertujuan untuk mencegah adanya tindak korupsi, melalui upaya-uapaya sebagai berikut: a) Renumerasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi tindak korupsi. Uapaya ini memberikan insentif kepada para pejabat berupa tunjangan jabatan antara Rp.3 juta sampai dengan sebesar Rp.50 juta, tergantung dari posisi dan kedudukan dalam pemerintahan, untuk eselon dari bawah hingga eselon I. Eselon IV hingga I merupakan jabatan yang dipandang strategis dan berpeluang untuk melakukan korupsi dan gratifikasi. Upaya-upaya pemerintah tersebut di lapangan atau di bidang operasional masih sulit diterapkan. Para petugas berhadapan langsung dengan pihak-pihak yang berkentingan mencari keuntungan atau pemberi suap. Selain itu, juga di lapangan diperlukan keputusan segera, misalnya untuk kelancaran arus barang atau kelancaran arus lalu lintas; b) Membuat peraturan seperti pengawasan melekat (WASKAT), yang sudah puluhan tahun ditetapkan, pelaksanaannya dibebankan kepada pemegang kekuasaan di daerah dan Pusat, Pelayanan prima, merupakan ketentuan yang dibuat untuk memenuhi tuntutan masyarakat dalam pelayanan aparat. Tetapi hasil yang didapatkan tidak optimal, bahkan mengalami stagnasi atau jalan di tempat, pelayan prima diartikan sebagai pelayan pribadi dan bermanfaat, asal disertai sejumlah komimen antara mereka; c) Membuat ketentuan perundang-undangan tentang kode etik pegawai dan menciptakan berbagai komisi nasional. Kode etik ini sudah jelas maksud dan tujuannya adalah untuk memperbaiki moral dan mental para pemegang kekuasaan, penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, seperti kode etik pegawai, kode etik hakim dan lainnya. Kenyataannya, bayak pejabat yang menjadi tersangka korupsi dan masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Semua peraturan dan kode etik seolah-olah hanya merupakan kalimat-kalimat yang indah dan enak untuk dibaca, tetapi sulit untuk diterapkan. Sanksi yang terdapat dalam ketentuan peraturan ini tidak pernah dilaksanakan; dan d) Melalui
Ali Purwito, Faktanya Korupsi Sulit Diberantas, Mengapa?
pendidikan dan pelatihan, dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kedisplinan para pegawai. Upaya ini dapat dikatakan tidak menghasilkan upaya pencegahan tindak korupsi seperti diharapkan oleh masyarakat. Kesalahan tidak terletak pada sistem atau cara pendidikan dan pelatihannya, tetapi faktor lingkungan lebih mendominasi para pemegang kekuasaan untuk melakukan penyimpangan. Sanksi Atau Hukuman Sanksi merupakan upaya dalam hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum guna menciptakan suasana agar ketentuan perundang-undangan dilaksanakan dan dipatuhi. Selain itu tujuan utamanya adalah menimbulkan efek jera bagi pelanggar ketentuan undang-undang. Efek ini selain ditujukan kepada orang perseorangan, kelompok orang, juga ditujukan kepada masyarakat, agar tidak mecoba melakukan penyuapan kepada pemegang kekuasaan. Baik yang disuap maupun penyuapnya akan terkena hukuman yang sangat berat, yaitu selain badan juga sanksi mengganti kerugian Negara. Sanksi bagi koruptor sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, sangat berat yaitu 20 tahun penjara, apabila terbukti melakukan tindak korupsi. Sanksi sosial oleh masyarakat, di Negara kita belum berjalan seperti terjadi di Cina, yaitu dengan menjatuhkan hukuman mati yang disaksikan oleh masyarakat. Kejadian ini memengaruhi pandangan orang yang mencoba melakukan korupsi. Upaya koruptor untuk memperingan hukuman melalui banding ke Pengadilan Tinggi Hingga Kasasi, justru merupakan neraka, hukuman yang dijatuhkan mendapatkan tambahan beberapa tahun. Ditambah dengan hukuman tambahan ganti rugi. Akhir-akhir ini sudah diterapkan hukuman pemiskinan bagi para koruptor, dengan jalan menyita semua asets yang diduga sebagai hasil dari korupsi atau pencucian uang. Penegakan hukum bagi koruptor dianggap kurang bernuansa keadilan masyarakat. hingga Agustus 2012 saja sebanyak 71 terdakwa korupsi dinyatakan bebas di pengadilan tindak pidana korupsi. Ditemukan bahwa banyak koruptor besar yang dihukum antara 1 hingga 2.5 tahun penjara. Dua pertiga dijalani dan
sepertiganya dapat dijalani di luar penjara. . Dengan demikian, cukup mudah bagi para koruptor melewati ”masa penderitaan kurungan” daripada pelaku kriminal biasa yang bisa mencapai beberapa kali lipat masa hukumannya Upaya-Upaya yang Dapat Dilakukan Upaya menghasilkan efek jera melalui hukuman dipandang tidak efektif, upaya pemiskinan koruptor masih harus dievaluasi lagi, apakah sudah maksimal hasil yang dicapai atau belum. Tidak semua kekayaan dari para koruptor dapat diidentifikasi. Masih banyak yang tersembunyi atau disembunyikan. Upaya-upaya lain yang dapat dilakukan dalam mencegah tindak korupsi seperti: 1) Menerapkan majemen risiko dengan cara: a) Membuat kriteria tindak korupsi menjadi risiko rendah (dengan hukuman terendah), risiko menengah (dengan hukuman antara 5 tahun) dan risiko tinggi (hukuman lebih dari 5 tahun ditambah dengan hukuman tambahan); b) Pengumpulan data kekayaan melalui notaris, PPATK, perbankan dan menerapkan system intelijen seperti pengumpulan informasi langsung maupun tidak langsung; c) Membuat profil tentang orang yang diduga melakukan tindak korupsi, seperti posisi dalam pemerintahan, kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya; dan d) Membuat profil dari orangorang yang sering mengunjungi,atau mendapatkan fasilitas, cara yang ditempuh adalah dengen menelusuri keputusan dan atau putusan yang pernah dibuat dengan mempelajari pertimbangan, pendapat dan keputusannya; 2) Mengumpulkan informasi dari masyarakat tentang adanya tindak korupsi atau gratifikasi yang didengar, dilihat dan dialami sebagai alat bukti dipengadilan; 3) Memformulasi ketentuan perundang-undangan sebagai suatu kebutuhan untuk reformasi di bidang keuangan, pembangunan dan penegakan hukum; dan 4) Menyediakan anggaran yang mencukupi untuk cross check lintas instansi dalam rangka mendapatkan bukti yang valid dan kredibel. SIMPULAN Pertama tindak korupsi sulit untuk diidentifikasi dan dideteksi secara keseluruhan, 61
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
masih banyak tindak korupsi yang semula kecil dapat menjadi besar karena situasi dan kondisi. Kedua tindak korupsi dianggap sebagai suatu budaya saling menghormati dengan cara memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih Ketiga pencegahan yang berhasil dilakukan hanya sekita 5-10 % dari keseluruhan kejadian yang dapat dikategorikan tindak korupsi dan gratifikasi, Keempat pindak korupsi tidak dapat diberantas, selain melibatkan banyak orang, juga memerlukan dana yang besar. DAFTAR PUSTAKA Buku Asshiddiqie, Jimly, 2005, Peran Advokat dalam Penegakan Hukum- Virual X book. Sianturi,Sr. 2002, Asas - Asas Hukum Pidana, Storia Grafika, Jakarta
62
Volume I, No. 02, Oktober 2014
Soekanto,Soerjono, 2005. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Pers. Journal Husted W Bryan, 2009. Wealth, Culture and Corruption Instituto De Empresa and Instituto Tecnologico y de Estudios Superiores de Monterr Palgrave Macmillan- Jounal Lerner, Josh and Schoar Antoinette, 2014. Does Legal Enforcement Affect Financial Transaction? The Quarterly Journal of Economic. Yeganeh, 2012. The cultural Antecedent of Corruption A Cross National Study College of Business, Winona State University, Minnesota, USA.