FAJAR BANTEN, 30 Januari 2010 Opini halaman 8
inilah 2 (dua) artikel dibawah ini yang dipakai Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., ketua LPPM Untirta sebagai modal plagiasi tulisannya di harian FAJAR BANTEN, di kolom opini secara bersambung dari hari Jumat, 28 Januari 2010 hingga Sabtu, 30 Januari 2010 dihalaman 8. Link sumber: http://74.125.153.132/search?q=cache:dmROmR3Dn9gJ:www.kendaripos.co.id/cetak .php%3Fid%3D10463+Impian+Mendorong+Unhalu+Tahun+2025&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id link www.kendaripos.co.id sudah suspend.. mohon di klik url diatas… Judul tulisan Profesor Sholeh Hidayat
Untirta Menuju Kelas Dunia Diterbitkan di FAJAR BANTEN, di kolom opini secara bersambung dari hari Jumat, 28 Januari 2010 hingga Sabtu, 30 Januari 2010 dihalaman 8. Sumber plagiat pertama : dari Kendari Pos : Aspirasi & Inspirasi Masyarakat Sultra Rubrik : OpiniImpian Mendorong Unhalu Tahun 2025 .:. (Sebagai World Class University) 2009-02-24 10:06:50 - by : admin La Ode M. Aslan*) (warna ungu sebagai kutipan dari sumber plagiat pertama) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) yang merupakan hajatan tahunan semua unit dalam lingkup Universitas Haluoleo (UNHALU) baru saja usai minggu lalu. Ada hal yang sudah lama saya idamkan dan jujur saja sudah saya rancang saat saya belum menjadi dekan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNHALU yaitu mimpi besar kalau di suatu saat nanti UNHALU di sebagai Perguruan Tinggi (PT)terbesar di SULTRA menjadi salah satu PT handal di level internasional. Mungkinkah di tahun 2025 nanti? Barangkali, ini memang mimpi di siang bolong! Sama dengan mimpi besarnya PSSI merencanakan menggelar Piala Dunia 2022 di Indonesia. Wah, tentu ini mimpi besar. Tetapi bukankah UNHALU sudah berumur 28 tahun dan perlu ber “mimpi” ke mana arah UNHALU akan dibawa ke depan. Wajar rasanya semua warga UNHALU rindu akan mimpi besar nan indah dari para pemimpinnya dan seluruh civitas akademikanya. Walaupun mimpi UNHALU sebagai World Class University kemungkinan besar akan jadi nostalgia bagi para civitas akademika UNHALU tetapi akan menjadi catatan dan prasasti sejarah besar buat para pemimpin UNHALU yang ada sekarang dan telah mulai merintisnya walaupun bakal hanya akan dinikmati oleh para cucu kita semua nantinya. Saya memang selalu teringat dengan istilah yang dipopulerkan oleh seorang aktivis pergerakan di Amerika Serikat, Martin Luther King, yang sangat terkenal “ I have a dream”. (seluruh kata UNHALU di ganti Untirta) Tantangan ke depan dalam menghadapi persaingan global adalah kemampuan UNHALU menempatkan diri sejajar dengan universitas-universitas terkemuka di dunia. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka segenap sistem nilai yang menjadi kunci untuk mencapai tingkatan UNHALU sebagai universitas bertaraf
internasional (world class university) harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh, baik instrumen legal sampai terbentuknya budaya berkualitas global dari setiap komponen (dganti elemen) yang ada. Memang, world class university, tentu bukan segalanya dalam kriteria pendidikan tinggi di negara berkembang karena tuntutan peran dalam pengembangan kesejahteraan rakyat menjadi sangat mendesak. Tetapi, persaingan global memerlukan kemampuan segenap unsur civitas akademika di UNHALU sudah saatnya menggerakkan seluruh kemampuan dan d upayanya untuk mencapai beberapa langkah secara sinergis. Pernyataan Professor Kai-Ming Cheng, seorang dosen di University of Hongkong perlu menjadi catatan khusus yang berbunyi“World Class University Are Not Build Overnight. But If We don’t Start Today, They Would Never Come by ” yang kalau saya terjemahkan kira kira berarti (diganti dengan = terjemahan bebas kira-kira, SH) “ bahwa dalam mewujudkan suatu universitas berkelas dunia tidak dapat dilakukan dengan sekejap, namun kalau kita tidak merencanakan sejak sekarang maka universitas kita tidak akan dapat menggapai level sebagai universitas kelas dunia. Ada 3 (tiga) hal yang perlu diketahui dalam mendorong mimpi UNHALU (diganti = Untirta) ke depan. Pertama, apa kriteria dari istilah World Class University itu? Kedua, apakah memang perlu UNHALU mengejar taraf universitas kelas dunia ini? Ketiga, bagaimana cara mencapainya? Kriteria world class university diantaranya adalah 40 % tenaga pendidik bergelar Ph.D, memiliki publikasi internasional 2 papers/dosen/tahun, jumlah mahasiswa pasca 40% dari total populasi mahasiswa (student body), anggaran riset minimal US$ 1300/staff/tahun, jumlah mahasiswa asing lebih dari 20%, dan Information Communication Technology (ICT) 10 KB/mahasiswa. Kriteria tersebut tentu tidak 100% sesuai dengan kondisi Indonesia termasuk di UNHALU (diganti = Untirta) saat ini yang sedang memperjuangkan anggaran pendidikan yang memadai, terbatasnya kursi bagi mahasiswa dalam negeri yang kemampuan ekonominya rendah, maupun peran pendidikan tinggi dalam menghasilkan iptek yang bermafaat bagi kesejahteraan rakyatnya. Namun ukuran-ukuran tersebut penting sebagai dasar bagi referensi kesejajaran UNHALU (diganti = Untirta) dengan universitas lainnya yang bertaraf internasional. Melihat kondisi kriteria di atas, mungkin yang memberatkan adalah anggaran riset minimal US$ 1300/staff/tahun. Solusinya dapat kita simak pengalaman Prof. KaiMing Cheng di atas dimana jika kita perhatikan Brand Top 100 Universtitas di dunia yang dirilis pada 2007 oleh Times Higher Education Supplement, maka University of Hongkong berada pada urutan 18 besar berdekatan dengan universitas-universitas seperti Harvard, Yale, Oxford, Cambridge, Massachusetts institute of Technology. Profesor Kai-Ming adalah menjadi bagian dari kesuksesan ini. Beliau adalah salah satu konseptor dari ide menuju World Class University di University of Hongkong. Dia duduk sebagai dekan ilmu kependidikan dan pernah menjadi wakil rector di sana. Saat ini Profesor Kai-Ming adalah juga direktur filanropy di Hongkong yang bertanggung jawab untuk Fund raising di bidang pendidikan. Lembaga ini baru berumur 8 tahun. Walaupun masih muda, lembaga ini berhasil mengumpulkan uang 100 juta dolar Amerika per tahun. Untuk kawasan Asia Timur ini merupakan jumlah yang fantastis. Oleh karena itu, setengah waktu beliau disibukkan sebagai professor
dan setengahnya lagi sebagai direktur filantropi ini. Disamping itu beliau adalah juga konsultan untuk UNESCO, World Bank dan berbagai institusi di dunia untuk bidang pendidikan, mulai dari Negara-negara besar sampai Negara-negara kecil. Apa yang disampaikan oleh Profesor Kai di atas adalah berdasarkan pengalaman lapangan, bukan sekedar refleksi teoritis semata. Tentu langkah ini bisa ditiru dengan mempercepat pendirian unit unit income generator di UNHALU. Selain itu para dosen UNHALU yang memiliki kemampuan membina jaringan (networks) ke luar negeri dimatangkan untuk menjadi agent of fund raiser. Sikap dan kesigapan dalam mengambil kepuepattusan yang tepat dari para pejabat di UNHALU, dan lingkup fakultas sudah sangat diperlukan. Mengapa? Karena perubahan global terjadi demikian cepatnya. Contoh kecil, adalah belajar dari pengalaman prediksi perkembangan kota Kendari yang jauh lebih cepat dari prediksi para pakar tata kota. Prediksi kebutuhan listrik yang jauh melambung di atas ramalan para pakar listrik merupakan contoh kecil yang nyata. Di sisi lain, dalam hal distribusi barang (customized product) dan jasa sudah tidak mengenal batas batas negara termasuk ekspektasi ke depan. Prof. Kai menambahkan bahwa kalau dulu hanya dikenal Panasonic saja merek rice cooker, sekarang sudah ada kurang lebih 300 merek. Fungsinya sama, menanak nasi dengan kualitas yang sama, tapi orang butuh sesuatu yang beda. Karenanya produsen tidak lagi memproduksi dalam volume massal, tapi dalam bentuk yang unik dan kreatif. Produk-produk terus mengalami pergantian yang begitu cepat. Pada aras organisasi, tidak lagi berbentuk piramida besar, tapi perusahan/asosiasi kecil; orang tidak lagi producer-centered, tapi client centered; tidak lagi departementalisasi, tapi berbentuk tim; tidak hirarki, tapi datar; tidak lagi struktur yang rumit, melainkan longgar dan cair. Perubahan drastis juga mengikis model pengaturan pekerjaan. Tidak lagi pembagian tugas, tapi sudah solusi total. Sudah ketinggalan cara-cara kerja individual terspesialisasi, sekarang sudah dalam bentuk tim kerja. Sikap Individu seharusnya dapat mengikuti gerak perubahan yaitu bisa bekerja dalam tipe apa saja baik kelompok kecil/tim kerja, memiliki motivasi tinggi, memiliki kepribadian yang bagus, memiliki skill yang berlapis, kreatif, berani mengambil resiko. Oleh karena itu di UNHALU sudah perlu difikirkan paradigm multiple career bukan lagi life long career and loyality. Lulusan yang dihasilkan UNHALU harus memiliki daya saing global Oleh karena itu, menjawab pertanyaan kedua, UNHALU tidak punya pilihan lain, kecuali mendongkrak kualitas dan sistim pendidikannya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang begitu cepat itu. Salah satunya adalah dengan mendisain UNHALU menjadi PT berkelas dunia. Beberapa prasyarat dan komitmen yang tidak bisa ditawar untuk mudah diterapkan di UNHALU adalah: pertama, pembangunan sistim pendidikan tinggi hingga output dan target yang jelas sebagai prioritas; kedua, harus memperhatikan sumberdaya manusia khususnya dosen dan staf; ketiga, sudah punya identifikasi / kompetensi institusi berupa keunggulan atau ciri dari UNHALU. Kalau Univ. Indonesia terkenal dengan kedokterannya, UGM terkenal karena Fakultas Hukumnya, maka UNHALU akan dikenal karena Fakultas/ Program Studi apanya?; keempat, rekrutmen akademisi; kelima, mengembangkan sumberdaya; dan keenam, melakukan reformasi tatakelola
di UNHALU. Bagaimana sumberdaya finansialnya? ada tiga hal yang secara simultan bisa dilakukan yaitu pendanaan melalui APBN; donasi pihak PEMDA dan swasta dan peran lembaga-lembaga pilantropy yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Artikel diatas terpotong dengan sumber plagiat kedua berasal dari arikel lain dengan sumber: Sumber: http://www.djatinangor.com/search/label/Kampus Dengan judul “World Class University Episode Masa Depan Unpad” (warna hijau merupakan sumber plagiat kedua) Untuk mencapai perguruan tinggi dengan karakteristik World Class University tersebut, maka setidaknya ada 3 (tiga) prakondisi penting yang harus disiapkan oleh perguruan tinggi. Ketiga prakondisi tersebut yakni: akumulasi sumber daya manusia yang berbakat, kondisi akademik yang potensial untuk mengembangkan proses pembelajaran dan kapasitas riset, serta tata kelola yang memungkinkan bangkitnya visi strategis, inovasi, fleksibilitas, dan memungkinkan institusi untuk mengambil keputusan dan mengelola sumber daya tanpa dibatasi oleh birokratisasi perguruan tinggi maupun birokratisasi akademik. Hal ini diungkapkan Dede dalam materi Orasi Ilmiah pada acara Pelantikan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (PP IKA UNPAD), di Bandung (15/3). “Untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berbakat dan berkualifikasi internasional, maka Unpad perlu menyiapkan mahasiswa, staf pengajar, peneliti, dan karyawan yang kompeten. Maka metode rekruitmen yang selektif dan kompetitif harus dilakukan untuk membuka peluang seluas mungkin bagi calon mahasiswa dan calon pengajar yang kompeten untuk masuk ke (ditambahkan untirta) perguruan tinggi tersebut,” Ujarnya. Dede menambahkan bahwa konsep WCU terkait erat dengan konsep research university karena keduanya berfokus pada peningkatan daya perguruan tinggi melalui pengembangan riset-riset berkualitas. Namun, tidak mudah untuk menjadi sebuah universitas riset karena diperlukan anggaran yang besar untuk riset. “Keterbatasan dana ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, termasuk untuk melaksanakan program-program riset, pendidikan lanjut bagi dosen-dosennya, bahkan menyediakan insentif untuk pengembangan kualitas pengajaran. Bergantung pada sumber dana dari luar (baik pemerintah maupun lembaga donor) juga tidak selamanya dapat dilakukan.” Ungkapnya. Tarkus menambahkan bahwa hal yang terpenting lagi untuk mengatasi masalah dana ini adalah peningkatan pemahaman, persepsi, dan kesadaran civitas akademika tentang betapa pentingnya meraih dan menjaga citra bagi Unpad sebagai sebuah industri jasa. “Membangun citra adalah sebuah investasi untuk masa depan.”ujarnya. Diah Mengungkapkan salah satu strategi yang harus dibenahi Unpad adalah masalah birokrasi. “Menurut saya strategi sebelum jadi WCU adalah membenahi masalah birokrasi. Dari dosen-dosennya sendiri juga kalau bisa membuat suatu kegiatan yg merangsang mahasiswanya lebih aktif. Dengan belajar lebih aktif, mahasiswanya bisa lebih kritis nantinya,”lanjutnya.
Kembali Dede mengungkapkan bahwa Tata kelola perguruan tinggi tidak sekedar membahas soal struktur dalam organisasi perguruan tinggi, tapi juga soal kepemimpinan dan perbaikan pelembagaan nilai-nilai keunggulan sebagai panduan dalam melaksanakan program kerja menuju WCU. “Dengan demikian, WCU bisa dicapai Unpad (menjadi Untirta) melalui peningkatan kualitas produk-produk perguruan tinggi, berupa hasil-hasil riset, yang bermuara pada paten, lisensi, dan hak cipta. Untuk menghasilkan produk riset yang baik, perlu pengajaran berbasis riset, jadi ada proses siklis antara riset, pengajaran, dan kembali ke riset. Proses ini mengharuskan pengajaran berbasis riset, dan sebaliknya hasil pengajaran menjadi bahan masukan atau feedback bagi riset lanjutan atau bahkan riset baru yang nantinya akan memperkaya kualitas pengajaran.”ujarnya lagi Kemudian dilanjutkan sumber tulisan (Rubrik : Opini Impian Mendorong Unhalu Tahun 2025 .:. (Sebagai World Class University) 2009-02-24 10:06:50 - by : admin La Ode M. Aslan*)) Diplagiasi kembali pada tulisan sambungan kedua dihari Sabtu, 30 januari 2010 halaman 8... Last but not least, Program-program pembinaan mahasiswa yang cukup kaya mutlak dipersiapkan dengan matang. Misalnya program di mana mahasiswamahasiswanya diasuh oleh tokoh masyarakat/guru-guru besar, tidak harus di bidang studi yang sama untuk pengayaan wawasan sehingga ada kepercayaan diri dalam mengantisipasi semua persoalan di masyarakat. Program kuliah kerja profesi juga tetap menjadi program prioritas, sehingga mahasiswa tahu bermasyarakat dan masyarakat merasa membutuhkan mahasiswa; mahasiswa-mahasiswa juga diasramakan (UNHALU juga sudah membangun asrama), mereka yang mengatur kehidupan asrama sendiri dan 25 % dari mereka dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman. Rektor UNHALU Perlu menggalakkan pemassalan pengusaan minimal 1 bahasa asing baik pada dosen (khususnya dosen baru) maupun mahasiswa seluruh UNHALU (diganti untirta) dengan standar TOEFL atau IELTS . Dengan pemassalan berbahasa asing maka minimal akan terbentuklah international minded pada seluruh kalangan civitas akademika di UNHALU (diganti untirta) yang ke depan akan mudah mengarahkan untuk bermitra dengan peneliti global. Di sisi lain, untuk meningkatkan jumlah tulisan berkualitas maka mungkin ada baiknya seluruh dosen perlu dipersyaratkan minimal pernah lolos 1 penelitian kompetitif setara hibah bersaing atau RISTEK utamanya yang ingin naik jabatan fungsionalnya termasuk pernah minimal menulis di jurnal terakreditasi. Singkatnya, untuk transfer pengetahuan ke mahasiswa, perlu perubahan paradigma baru di UNHALU\ yang mendasar dalam pembelajaran berupa sudah saatnya UNHALU meninggalkan pola transfer of knowledge, menuju pada paradigm baru yaitu: student active learning. Sehingga dalam setiap satuan pendidikan di UNHALU sudah dirancang (Grand Design-nya) yaitu reputasi internasional; prestasi penelitian bermutu; lulusan yang terkemuka; dan Partisipasi Internasional yang kualified. Kalau empat hal ini terpenuhi insya Allah UNHALU sudah bisa menjadi universitas kelas dunia tahun 2025 nanti. Amin. (***)
Link sumber asli: http://74.125.153.132/search?q=cache:dmROmR3Dn9gJ:www.kendaripos.co.id/cetak .php%3Fid%3D10463+Impian+Mendorong+Unhalu+Tahun+2025&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id link www.kendaripos.co.id sudah suspend.. mohon di klik url diatas… Kendari Pos : Aspirasi & Inspirasi Masyarakat Sultra Rubrik : OpiniImpian
Mendorong Unhalu Tahun 2025 .:. (Sebagai World Class University) 2009-02-24 10:06:50 - by : admin La Ode M. Aslan*) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) yang merupakan hajatan tahunan semua unit dalam lingkup Universitas Haluoleo (UNHALU) baru saja usai minggu lalu. Ada hal yang sudah lama saya idamkan dan jujur saja sudah saya rancang saat saya belum menjadi dekan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UNHALU yaitu mimpi besar kalau di suatu saat nanti UNHALU di sebagai Perguruan Tinggi (PT)terbesar di SULTRA menjadi salah satu PT handal di level internasional. Mungkinkah di tahun 2025 nanti? Barangkali, ini memang mimpi di siang bolong! Sama dengan mimpi besarnya PSSI merencanakan menggelar Piala Dunia 2022 di Indonesia. Wah, tentu ini mimpi besar. Tetapi bukankah UNHALU sudah berumur 28 tahun dan perlu ber “mimpi” ke mana arah UNHALU akan dibawa ke depan. Wajar rasanya semua warga UNHALU rindu akan mimpi besar nan indah dari para pemimpinnya dan seluruh civitas akademikanya. Walaupun mimpi UNHALU sebagai World Class University kemungkinan besar akan jadi nostalgia bagi para civitas akademika UNHALU tetapi akan menjadi catatan dan prasasti sejarah besar buat para pemimpin UNHALU yang ada sekarang dan telah mulai merintisnya walaupun bakal hanya akan dinikmati oleh para cucu kita semua nantinya. Saya memang selalu teringat dengan istilah yang dipopulerkan oleh seorang aktivis pergerakan di Amerika Serikat, Martin Luther King, yang sangat terkenal “ I have a dream”. (UNHALU di ganti Untirta) Tantangan ke depan dalam menghadapi persaingan global adalah kemampuan UNHALU menempatkan diri sejajar dengan universitas-universitas terkemuka di dunia. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka segenap sistem nilai yang menjadi kunci untuk mencapai tingkatan UNHALU sebagai universitas bertaraf internasional (world class university) harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh, baik instrumen legal sampai terbentuknya budaya berkualitas global dari setiap komponen (dganti elemen) yang ada. Memang, world class university, tentu bukan segalanya dalam kriteria pendidikan tinggi di negara berkembang karena tuntutan peran dalam pengembangan kesejahteraan rakyat menjadi sangat mendesak. Tetapi, persaingan global memerlukan kemampuan segenap unsur civitas akademika di UNHALU sudah saatnya menggerakkan seluruh kemampuan dan d upayanya untuk mencapai beberapa langkah secara sinergis. Pernyataan Professor Kai-Ming Cheng, seorang dosen di University of Hongkong
perlu menjadi catatan khusus yang berbunyi“World Class University Are Not Build Overnight. But If We don’t Start Today, They Would Never Come by ” yang kalau saya terjemahkan kira kira berarti (diganti dengan = terjemahan bebas kira-kira, SH) “ bahwa dalam mewujudkan suatu universitas berkelas dunia tidak dapat dilakukan dengan sekejap, namun kalau kita tidak merencanakan sejak sekarang maka universitas kita tidak akan dapat menggapai level sebagai universitas kelas dunia. Ada 3 (tiga) hal yang perlu diketahui dalam mendorong mimpi UNHALU (diganti = Untirta) ke depan. Pertama, apa kriteria dari istilah World Class University itu? Kedua, apakah memang perlu UNHALU mengejar taraf universitas kelas dunia ini? Ketiga, bagaimana cara mencapainya? Kriteria world class university diantaranya adalah 40 % tenaga pendidik bergelar Ph.D, memiliki publikasi internasional 2 papers/dosen/tahun, jumlah mahasiswa pasca 40% dari total populasi mahasiswa (student body), anggaran riset minimal US$ 1300/staff/tahun, jumlah mahasiswa asing lebih dari 20%, dan Information Communication Technology (ICT) 10 KB/mahasiswa. Kriteria tersebut tentu tidak 100% sesuai dengan kondisi Indonesia termasuk di UNHALU (diganti = Untirta) saat ini yang sedang memperjuangkan anggaran pendidikan yang memadai, terbatasnya kursi bagi mahasiswa dalam negeri yang kemampuan ekonominya rendah, maupun peran pendidikan tinggi dalam menghasilkan iptek yang bermafaat bagi kesejahteraan rakyatnya. Namun ukuran-ukuran tersebut penting sebagai dasar bagi referensi kesejajaran UNHALU (diganti = Untirta) dengan universitas lainnya yang bertaraf internasional. Melihat kondisi kriteria di atas, mungkin yang memberatkan adalah anggaran riset minimal US$ 1300/staff/tahun. Solusinya dapat kita simak pengalaman Prof. KaiMing Cheng di atas dimana jika kita perhatikan Brand Top 100 Universtitas di dunia yang dirilis pada 2007 oleh Times Higher Education Supplement, maka University of Hongkong berada pada urutan 18 besar berdekatan dengan universitas-universitas seperti Harvard, Yale, Oxford, Cambridge, Massachusetts institute of Technology. Profesor Kai-Ming adalah menjadi bagian dari kesuksesan ini. Beliau adalah salah satu konseptor dari ide menuju World Class University di University of Hongkong. Dia duduk sebagai dekan ilmu kependidikan dan pernah menjadi wakil rector di sana. Saat ini Profesor Kai-Ming adalah juga direktur filanropy di Hongkong yang bertanggung jawab untuk Fund raising di bidang pendidikan. Lembaga ini baru berumur 8 tahun. Walaupun masih muda, lembaga ini berhasil mengumpulkan uang 100 juta dolar Amerika per tahun. Untuk kawasan Asia Timur ini merupakan jumlah yang fantastis. Oleh karena itu, setengah waktu beliau disibukkan sebagai professor dan setengahnya lagi sebagai direktur filantropi ini. Disamping itu beliau adalah juga konsultan untuk UNESCO, World Bank dan berbagai institusi di dunia untuk bidang pendidikan, mulai dari Negara-negara besar sampai Negara-negara kecil. Apa yang disampaikan oleh Profesor Kai di atas adalah berdasarkan pengalaman lapangan, bukan sekedar refleksi teoritis semata. Tentu langkah ini bisa ditiru dengan mempercepat pendirian unit unit income generator di UNHALU. Selain itu para dosen UNHALU yang memiliki kemampuan membina jaringan (networks) ke luar negeri dimatangkan untuk menjadi agent of fund raiser. Sikap dan kesigapan dalam mengambil kepuepattusan yang tepat dari para pejabat di UNHALU, dan lingkup fakultas sudah sangat diperlukan. Mengapa? Karena perubahan global terjadi demikian cepatnya. Contoh kecil, adalah belajar dari pengalaman prediksi
perkembangan kota Kendari yang jauh lebih cepat dari prediksi para pakar tata kota. Prediksi kebutuhan listrik yang jauh melambung di atas ramalan para pakar listrik merupakan contoh kecil yang nyata. Di sisi lain, dalam hal distribusi barang (customized product) dan jasa sudah tidak mengenal batas batas negara termasuk ekspektasi ke depan. Prof. Kai menambahkan bahwa kalau dulu hanya dikenal Panasonic saja merek rice cooker, sekarang sudah ada kurang lebih 300 merek. Fungsinya sama, menanak nasi dengan kualitas yang sama, tapi orang butuh sesuatu yang beda. Karenanya produsen tidak lagi memproduksi dalam volume massal, tapi dalam bentuk yang unik dan kreatif. Produk-produk terus mengalami pergantian yang begitu cepat. Pada aras organisasi, tidak lagi berbentuk piramida besar, tapi perusahan/asosiasi kecil; orang tidak lagi producer-centered, tapi client centered; tidak lagi departementalisasi, tapi berbentuk tim; tidak hirarki, tapi datar; tidak lagi struktur yang rumit, melainkan longgar dan cair. Perubahan drastis juga mengikis model pengaturan pekerjaan. Tidak lagi pembagian tugas, tapi sudah solusi total. Sudah ketinggalan cara-cara kerja individual terspesialisasi, sekarang sudah dalam bentuk tim kerja. Sikap Individu seharusnya dapat mengikuti gerak perubahan yaitu bisa bekerja dalam tipe apa saja baik kelompok kecil/tim kerja, memiliki motivasi tinggi, memiliki kepribadian yang bagus, memiliki skill yang berlapis, kreatif, berani mengambil resiko. Oleh karena itu di UNHALU sudah perlu difikirkan paradigm multiple career bukan lagi life long career and loyality. Lulusan yang dihasilkan UNHALU harus memiliki daya saing global Oleh karena itu, menjawab pertanyaan kedua, UNHALU tidak punya pilihan lain, kecuali mendongkrak kualitas dan sistim pendidikannya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang begitu cepat itu. Salah satunya adalah dengan mendisain UNHALU menjadi PT berkelas dunia. Beberapa prasyarat dan komitmen yang tidak bisa ditawar untuk mudah diterapkan di UNHALU adalah: pertama, pembangunan sistim pendidikan tinggi hingga output dan target yang jelas sebagai prioritas; kedua, harus memperhatikan sumberdaya manusia khususnya dosen dan staf; ketiga, sudah punya identifikasi / kompetensi institusi berupa keunggulan atau ciri dari UNHALU. Kalau Univ. Indonesia terkenal dengan kedokterannya, UGM terkenal karena Fakultas Hukumnya, maka UNHALU akan dikenal karena Fakultas/ Program Studi apanya?; keempat, rekrutmen akademisi; kelima, mengembangkan sumberdaya; dan keenam, melakukan reformasi tatakelola di UNHALU. Bagaimana sumberdaya finansialnya? ada tiga hal yang secara simultan bisa dilakukan yaitu pendanaan melalui APBN; donasi pihak PEMDA dan swasta dan peran lembaga-lembaga pilantropy yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Last but not least, Program-program pembinaan mahasiswa yang cukup kaya mutlak dipersiapkan dengan matang. Misalnya program di mana mahasiswamahasiswanya diasuh oleh tokoh masyarakat/guru-guru besar, tidak harus di bidang studi yang sama untuk pengayaan wawasan sehingga ada kepercayaan diri dalam mengantisipasi semua persoalan di masyarakat. Program kuliah kerja profesi juga tetap menjadi program prioritas, sehingga mahasiswa tahu bermasyarakat dan
masyarakat merasa membutuhkan mahasiswa; mahasiswa-mahasiswa juga diasramakan (UNHALU juga sudah membangun asrama), mereka yang mengatur kehidupan asrama sendiri dan 25 % dari mereka dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman. Rektor UNHALU Perlu menggalakkan pemassalan pengusaan minimal 1 bahasa asing baik pada dosen (khususnya dosen baru) maupun mahasiswa seluruh UNHALU dengan standar TOEFL atau IELTS . Dengan pemassalan berbahasa asing maka minimal akan terbentuklah international minded pada seluruh kalangan civitas akademika di UNHALU yang ke depan akan mudah mengarahkan untuk bermitra dengan peneliti global. Di sisi lain, untuk meningkatkan jumlah tulisan berkualitas maka mungkin ada baiknya seluruh dosen perlu dipersyaratkan minimal pernah lolos 1 penelitian kompetitif setara hibah bersaing atau RISTEK utamanya yang ingin naik jabatan fungsionalnya termasuk pernah minimal menulis di jurnal terakreditasi. Singkatnya, untuk transfer pengetahuan ke mahasiswa, perlu perubahan paradigma baru di UNHALU\ yang mendasar dalam pembelajaran berupa sudah saatnya UNHALU meninggalkan pola transfer of knowledge, menuju pada paradigm baru yaitu: student active learning. Sehingga dalam setiap satuan pendidikan di UNHALU sudah dirancang (Grand Design-nya) yaitu reputasi internasional; prestasi penelitian bermutu; lulusan yang terkemuka; dan Partisipasi Internasional yang kualified. Kalau empat hal ini terpenuhi insya Allah UNHALU sudah bisa menjadi universitas kelas dunia tahun 2025 nanti. Amin. (***) *) La Ode M. Aslan, Dekan Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unhalu Kendari Pos : Aspirasi & Inspirasi Masyarakat Sultra : http://kendaripos.co.id Versi Online : http://kendaripos.co.id/?pilih=news&aksi=lihat&id=10463
Sumber Artikel ke 2: Sumber: http://www.djatinangor.com/search/label/Kampus World Class University Episode Masa Depan Unpad Januari 2006 telah menjadi awal revolusi pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional membentuk Tim Gugus Tugas penetapan 10 Perguruan Tinggi di Indonesia yang akan dipersiapkan sebagai universitas-universitas yang akan dikembangkan menjadi „Universitas Kelas Dunia‟ (World-Class University). (Republika, 20 April 2006) Tidak dapat dipungkiri, perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia pun terkena demam WCU. “Mereka tergila-gila untuk dapat bersaing dengan Oxford atau minimalnya Ohio University yang memiliki lapangan terbang, hotel, hingga televisi dan radio sendiri. Inilah penyakit latah yang didera dunia pendidikan kita saat ini,” ujar Dr. Dede Mariana, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan publik dan Kewilayahan LPPM Unpad. “Dalam upaya menuju Universitas Kelas Dunia (World Class University), Indonesia perlu mengetahui apa sebetulnya yang dimaksud dengan istilah World Class University? Apakah memang perlu semua perguruan tinggi di Indonesia mengejar taraf universitas kelas dunia ini? Jika perlu, bagaimana cara mencapainya? “tambahnya lagi. Optimistis Vs Realitas Diah A. Uloli, mahasiswi Psikologi 2006 menyatakan bahwa pantas-pantas saja jika Unpad menjadi WCU. “Unpad mau menjadi WCU, saya kira pantas2 aja. Sekarang di Unpad sudah ada beberapa fakultas yg memulai mendirikan kelas internasionalnya atau ada juga beberapa fakultas yang mulai melaksanakan ujiannya melalui online. Jadi nggak ada salahnya. Kalau menjadi WCU, mahasiswanya nggak perlu jauh2 kuliah di luar dan nggak perlu susah juga saat ingin melanjutkan studi di luar negeri karena ijazahnya udah punya standar dunia.”ungkapnya. Berbeda dengan Diah, Astri Devi, mahasiswi TIP 2006 justru menganggap Unpad belum pantas menjadi WCU. “Kekurangan yang harus dibenahi dari Unpad banyak banget. Pertama, fasilitas untuk mendukung kuliah. Misalnya saja, sekarang kelas di jurusan kami orangnya terlalu banyak. Bisa sampai 100 atau 200 orang. Sudah kayak seminar umum. Kemudian, sistem belajarnya. Kalau dosen-dosennya sih udah lumayan. Itu aja sih. Kayaknya nggak akan bisa. Mungkin pelan-pelan bisa, tapi waktunya nggak tahu kapan. Mungkin waktunya bakal panjang untuk bisa jadi WCU” ujar Astri. Hal serupa juga diutarakan Hingdri, mahasiswi Faperta 2008.” Saya rasa belum pantas karena masih banyak kekurangan. Seperti dari segi birokrasi, etos kerja yang dimiliki dosen-dosennya, fasilitas, dan kesempatan untuk melakukan penelitian. Fasilitas-fasilitas sebelumnya juga masih perlu diperbaiki dan dari segi kebersihan juga masih kurang,” tutur Hingdri.
Menanggapi berbagi opini mahasiswa mengenai layak atau tidaknya Unpad menjadi WCU, Prof. Tarkus Suganda,Ir.Msc.,Phd., pembantu Rektor V Universitas Padjadjaran menyatakan, “Dengan kondisi internal saat ini, harus kita akui bahwa bagi Unpad, untuk menjadi sebuah WCU diperlukan banyak sekali perbaikan dan langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan. Sebagai contoh, harus diakui, mengingat sampai saat ini kita tidak dapat mengisikan data-data yang diminta oleh Ditjen Dikti melalui borang (kriteria WCU berbasis organisasi dan daya saing bangsa) tersebut di atas, maka dengan sangat menyesal, Unpad tidak mengirimkan datadata tersebut untuk tahun 2007 ini.”ungkapnya. Mei Susanto, Wakil Presiden BEM KEMA Unpad menyatakan bahwa target Unpad sebagai World Class University adalah tahun 2025 atau sekitar 16 tahun lagi. “Ini tentunya menjadi wacana jangka panjang yang harus disadari tidak hanya oleh para pimpinan universitas, tetapi juga mahasiswa. Wacana WCU ini harus mampu menjadi penyemangat bagi mahasiswa khususnya, untuk dapat berprestasi secara lebih, baik dari segi teori maupun praktisnya.”ujarnya. “Akademik, organisasi dan prestasi lainnya harus ditunjukkan mahasiswa Unpad dari sekarang,” ujar Mei. Mei menambahkan, memang kemudian ada permasalahan, yakni terkait dengan SPP kuliah yang mungkin akan naik. Ini yang harus selalu dikritisi dan dikawal yaitu bahwa WCU tidak selalu harus menaikkan bayaran kuliah.”kata Mei. Secara terpisah, Tarkus menyatakan bahwa Visi Universitas Padjadjaran sebagaimana dimuat dalam Rencana Strategis Universitas Padjadjaran bahwa tahun 2026, Unpad akan menjadi universitas kelas dunia. “Ketika Unpad memutuskan bahwa baru pada tahun 2026 Unpad akan mencapai kelas dunia, sangat banyak kritikan, yang pada intinya mengatakan bahwa betapa pesimisnya Unpad dengan visinya tersebut,” tutur Tarkus. Hal yang berbeda dinyatakan oleh Drs. Kusmayanto Kadiman. “Unpad telah menjadi universitas kelas dunia, karena sudah banyak mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di sini,” ujar Ketua Harian Dewan Penyantun Unpad yang juga menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, saat jamuan makan siang yang diselenggarakan di Gedung Rektorat Baru Unpad Lt. 4, Bandung, Kamis (22/01). Melihat kondisi tersebut, Rektor Universitas padjadjaran, Prof.Dr. Ganjar,Ir.,D.E.A pun semakin termotivasi untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Unpad sebagai World Class University. “Saya cukup bangga dengan minat masyarakat terhadap Unpad, berdasarkan survei majalah SWA bulan Juli 2008, dijelaskan bahwa presentase minat
pelajar melanjutkan jenjang pendidikan ke Unpad tercatat sebanyak 42,9 persen. Angka tersebut menduduki peringkat ke-2 setelah Universitas Indonesia,” ujarnya. Berbeda dengan Kusmayanto, dan Ganjar, Dede justru menyatakan Unpad masih jauh dari kriteria WCU tersebut. “Masih perlu pembenahan lanjut” tuturnya. Hal senada juga diutarakan oleh Mei, Unpad masih jauh dalam memenuhi kriteria WCU. Susanto mengungkapkan bahwa dari 5 kriteria WCU seperti; sebanyak 40 persen tenaga pendidik bergelar doctor, publikasi internasional sebanyak dua paper per-staf pertahun, anggaran riset minimal 1.300 dolar AS per-staf per-tahun, jumlah mahasiswa asing lebih dari 20 persen, serta Information Communication Technology (ICT) 10 KB per mahasiswa, belum ada yang dapat dipenuhi Unpad. Makna World Class University Dede menuturkan bahwa konsep WCU muncul sebagai respon terhadap meningkatnya tuntutan akan pendidikan tinggi yang berkualitas dan mampu bersaing di level global. “Namun, kemunculan WCU masih mengundang perdebatan, karena ada pula kalangan yang beranggapan bahwa WCU hanya merupakan jargon yang dikemas untuk keperluan promosi perguruan tinggi di tengah era persaingan global.”tambahnya lanjut. “Dalam perspektif kritis, wacana mengenai World Class University (WCU) memang tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, termasuk kepentingan kapitalisme global dan neoliberalisme yang menghendaki kemudahan akses untuk masuk ke berbagai negara dalam rangka akumulasi kapital, termasuk kapital manusia (human capital). Namun, terlepas dari kepentingan tersebut, wacana WCU tetap memiliki nilai penting untuk segera direspon dan ditindaklanjuti dengan berbagai upaya strategis untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia, baik dari sisi input, proses, output, dan outcome yang dihasilkan.” Ujarnya lagi. Dalam tulisannya Peran Civitas Akademika dan Alumni Dalam Meretas Cita Unpad Sebagai World Class University, Dede mengungkapkan bahwa makna yang dilekatkan pada konsep WCU sangat luas, mulai dari yang menggunakan kriteria dan indikator sebagai basis definisi hingga definisi yang dibuat oleh lembaga internasional yang mengartikan WCU sebagai sistem perangkingan yang merefleksikan standar keunggulan internasional dari suatu perguruan tinggi. Tarkus menambahkan bahwa menjadi sebuah World-Class University adalah sebuah pilihan wajib, karena kita ingin tetap eksis dan berhasil dalam persaingan sebagai penyelenggara pendidikan tinggi. ”Posisi strategis Unpad menempatkan kita ke dalam posisi sebagai institusi yang masih harus tetap melakukan berbagai pembenahan menuju eksustensi.” Ujarnya.
Seperti yang diungkapkan Ganjar saat pertemuan jamuan makan siang di Gedung Rektorat Baru Lt 4, kamis (22/01) bahwa status sebagai WCU merupakan suatu bentuk pengakuan dunia internasional berdasarkan superioritas output yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Dalam konsepsi WCU, perguruan tinggi yang termasuk kelas dunia adalah perguruan tinggi yang mampu menghasilkan para lulusan yang berkualitas yang mampu memenuhi permintaan pasar tenaga kerja. “WCU tentunya memiliki sisi positif karena akan memompa seluruh stakeholder yang ada di perguruan tinggi untuk mengupayakan hasil yang kualitasnya taraf dunia. Namun ini juga menjadi jalan untuk menarik ongkos yang mahal dalam dunia pendidikan dan jelas ini adalah kekurangan,” ujar Susanto lanjut. Selain itu, Susanto menambahkan sampai detik ini WCU belum tersosialisasikan dengan baik ke mahasiswa. Seharusnya dituntut bagi para dosen ketika memberikan kuliah harus mampu menularkan semangat Unpad untuk menjadi WCU ini ke mahasiswa, ini yang paling efektif. sehingga kemudian akan menghasilkan sinergisitas yang baik dari segi semangat yang kemudian ditambah dengan sinergisitas dari segi yang lain misalnya sarana dan prasarana. Jelas banyak hal yang harus dibenahi agar memang nantinya WCU ini jangan hanya jadi wacana namun dia menjadi semangat yang diaplikasikan. Revolusi Pendidikan Revolusi pendidikan seperti ini sebenarnya bukan merupakan fenomena yang hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga terjadi di seluruh belahan dunia, terutama di kawasan Asia. Laju pertumbuhan ekonomi yang pesat di beberapa negara Asia, khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara berdampak pada perubahan struktur sosial yang ditandai dengan lahirnya kelas menengah baru yang mulai berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka menunjang kontinuitas pertumbuhan ekonomi tersebut. Komitmen negara-negara di Asia terhadap pengembangan sumber daya manusia melalui perluasan akses pendidikan tinggi ini tampak dari rasio partisipasi pendidikan tinggi yang semakin meningkat. Berdasarkan Academic Ranking of World Universities (oleh Universitas Shanghai Jiao Tong, China), dimana pada tahun 2005, misalnya, Korea Selatan telah mencapai rasio partisipasi pendidikan tinggi sebesar 84 %; Taiwan sudah 82 %; Jepang 76,2 %; Singapura sudah 81 % dari 15 % pada 1990-an awal dan Hongkong sudah mencapai 67 % dari 30%. (www.arwu.org/wcu2/ppt) Sejalan dengan hal yang telah diungkapkan Ganjar, Tarkus juga menyatakan bahwa Prioritas pada pengembangan kualitas sumber daya manusia juga menjadi salah satu komitmen politik Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana termuat dalam kebijakan untuk mempersiapkan 50 perguruan tinggi di Indonesia sebagai world class university atau universitas kelas dunia. “Status sebagai universitas kelas dunia tidak hanya menunjukkan
prestise atau kebanggaan akan perguruan tinggi sebagai aset nasional dan dunia, tapi juga menunjukkan keinginan akan peningkatan kualitas proses dan luaran pendidikan tinggi di Indonesia.” Ungkapnya. “Di tengah arus persaingan global, tidak mungkin bagi bangsa Indonesia untuk sekedar menjadi penonton, sehingga peningkatan kualitas manusia yang memiliki daya saing tinggi merupakan suatu hal yang mutlak dipersiapkan.” Ujar Takus lanjut. Strategi Unpad Menuju World Class University Untuk mencapai perguruan tinggi dengan karakteristik World Class University tersebut, maka setidaknya ada 3 (tiga) prakondisi penting yang harus disiapkan oleh perguruan tinggi. Ketiga prakondisi tersebut yakni: akumulasi sumber daya manusia yang berbakat, kondisi akademik yang potensial untuk mengembangkan proses pembelajaran dan kapasitas riset, serta tata kelola yang memungkinkan bangkitnya visi strategis, inovasi, fleksibilitas, dan memungkinkan institusi untuk mengambil keputusan dan mengelola sumber daya tanpa dibatasi oleh birokratisasi perguruan tinggi maupun birokratisasi akademik. Hal ini diungkapkan Dede dalam materi Orasi Ilmiah pada acara Pelantikan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (PP IKA UNPAD), di Bandung (15/3). “Untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berbakat dan berkualifikasi internasional, maka Unpad perlu menyiapkan mahasiswa, staf pengajar, peneliti, dan karyawan yang kompeten. Maka metode rekruitmen yang selektif dan kompetitif harus dilakukan untuk membuka peluang seluas mungkin bagi calon mahasiswa dan calon pengajar yang kompeten untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut,” Ujarnya. Dede menambahkan bahwa konsep WCU terkait erat dengan konsep research university karena keduanya berfokus pada peningkatan daya perguruan tinggi melalui pengembangan riset-riset berkualitas. Namun, tidak mudah untuk menjadi sebuah universitas riset karena diperlukan anggaran yang besar untuk riset. “Keterbatasan dana ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, termasuk untuk melaksanakan program-program riset, pendidikan lanjut bagi dosen-dosennya, bahkan menyediakan insentif untuk pengembangan kualitas pengajaran. Bergantung pada sumber dana dari luar (baik pemerintah maupun lembaga donor) juga tidak selamanya dapat dilakukan.” Ungkapnya. Tarkus menambahkan bahwa hal yang terpenting lagi untuk mengatasi masalah dana ini adalah peningkatan pemahaman, persepsi, dan kesadaran civitas akademika tentang
betapa pentingnya meraih dan menjaga citra bagi Unpad sebagai sebuah industri jasa. “Membangun citra adalah sebuah investasi untuk masa depan.”ujarnya. Tarkus menambahkan bahwa strategi yang dilakukan Unpad menuju world Class University adalah meningkatkan performa kinerja dalam setiap butir penilaian dari lembaga akreditasi. ”Galang komitmen dan samakan visi serta persepsi, dimulai dari unsur pimpinan sebagai teladan, dan terus menetes ke level terbawah, dan yang tak boleh dilupakan adalah membentuk Gugus Tugas yang khusus bertugas merencanakan langkah kerja untuk mempersiapkan diri melengkapi persyaratan yang diperlukan,” ungkap Tarkus. Diah Mengungkapkan salah satu strategi yang harus dibenahi Unpad adalah masalah birokrasi. “Menurut saya strategi sebelum jadi WCU adalah membenahi masalah birokrasi. Dari dosen-dosennya sendiri juga kalau bisa membuat suatu kegiatan yg merangsang mahasiswanya lebih aktif. Dengan belajar lebih aktif, mahasiswanya bisa lebih kritis nantinya,”lanjutnya. Kembali Dede mengungkapkan bahwa Tata kelola perguruan tinggi tidak sekedar membahas soal struktur dalam organisasi perguruan tinggi, tapi juga soal kepemimpinan dan perbaikan pelembagaan nilai-nilai keunggulan sebagai panduan dalam melaksanakan program kerja menuju WCU. “Dengan demikian, WCU bisa dicapai Unpad melalui peningkatan kualitas produkproduk perguruan tinggi, berupa hasil-hasil riset, yang bermuara pada paten, lisensi, dan hak cipta. Untuk menghasilkan produk riset yang baik, perlu pengajaran berbasis riset, jadi ada proses siklis antara riset, pengajaran, dan kembali ke riset. Proses ini mengharuskan pengajaran berbasis riset, dan sebaliknya hasil pengajaran menjadi bahan masukan atau feedback bagi riset lanjutan atau bahkan riset baru yang nantinya akan memperkaya kualitas pengajaran.”ujarnya lagi. Ratih, Rezki Engine yang digunakan untuk melacak plagiat :
http://www.articlechecker.com/checker.php sayangnya artikel di fajar banten tidak online… cara termudah mengetik ulang artikel Prof. Sholeh Hidayat di http://www.articlechecker.com/checker.php dan 2 link artikel itulah yang muncul...