FABRIKASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT Al-0.12Zr-0.15Ce BERPENGUAT PARTIKEL ɑ-Al2O3 80 nm DENGAN PENAMBAHAN 5 wt % Mg SEBAGAI UNSUR PENINGKAT KEMAMPUBASAHAN MELALUI PROSES STIR CASTING Fadli Robby, Anne Zulfia Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Aluminium sebagai bahan konduktor sangatlah luas pengaplikasiannya. Salah satunya adalah untuk kebutuhan kabel transmisi tinggi. Semaikin hari kriteria yang harus dimiliki kabel transmisi ini semakin tinggi, mengingat kebutuhan listrik yang semakin meningkat. Didalam penelitian ini akan dibahas mengenai pembuatan serta pengkarakterisasian material komposit AlZrCe/Al2O3 nano partikel dengan metode pengecoran aduk untuk keperluan kabel transmisi. Didalam matriks, zirkonium akan menambah ketahanan panas sedangkan cerium akan menjaga konduktivitas listrik agar tidak turun dan diharapakan penambahan partikel Al2O3 akan meningkatkan kekuatan tarik dari komposit ini. Magnesium sebesar 5 wt% ditambahkan sebagai unsur peningkat kemampubasahan antara matriks dan penguat. Didapatkan bahwa penambahan Al2O3 akan meningkatkan kekuatan tarik, menurunkan konduktivitas listrik dan menurunkan koefisien muai panas komposit ini. Titik optimal untuk mendapatkan sifat mekanik listrik dan panas yang paling baik didapatkan pada fraksi volume 1,2% Al2O3. Daerah antarmuka yang didapatkan oleh seluruh sampel pengujian tidaklah baik, sehingga data yang dihasilkan belum bisa optimal dan sesuai dengan harapan. Fabrication and Characterization of Al-0.12Zr-0.15Ce Composite Reinforced by ɑ-Al2O3 (80 nm) with Addition of 5 wt % Mg As Wettability Agent Using Stir Casting Process Abstract Aluminum as conductor material is very broad applicability. One of them is to demand of highvoltage overhead transmission lines. The requirements that must be owned of high-voltage overhead transmission lines are getting higher these days, because the electric needs are increasing. In this research will be investigated about fabrication and characterization AlZrCe/Al2O3(np) using stir casting process for overhead cable transmission. In the matrix, zirconium will be increase heat resistance, cerium will keep the value of electrical conductivity in order not to decrease and the addition of Al2O3 particles is expected to increase the tensile strength of the composite. Magnesium 5 wt% was adding as wettability agent. The results showed that the addition of Al2O3 will increase the tensile strength, decrease electrical conductivity and decrease coefficient thermal expansion of this composite. The optimal value for get the best of
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
mechanical, electrical and thermal properties is obtained at 1.2% Al2O3 volume fraction. Interface areas obtained by the entire sample testing is not good, so the resulting data can not be optimal and appropriate expectations. Keyword : Aluminum electric conductor, Al-Zr-Ce, Al2O3 nano particle, Stir casting
1. Pendahuluan Kawat berbasis aluminium adalah salah satu kawat atau material yang pengunaannya masih sangat luas untuk keperluan kabel transmisi. aluminium dipilih karena aluminium memiliki sifat konduktivitas yang baik, mudah dibentuk dan mudah untuk dilakukan penguatan[1]. Aluminium murni yang biasa digunakan sebagai bahan dasar konduktor listrik adalah aluminium tipe 1350 dan 1370. Tipe ini memiliki kemurnian hingga 99.50%[1]. konduktivitas aluminium tipe ini mencapai 61%-62% IACS. Kekuatan tarik aluminium tipe ini mencapai 199.5 Mpa[1]. Kekurangan aluminium murni ini adalah ketahanannya yang sangat rendah pada temperature tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan sifat yang baik pada konduktor listrik aluminium terlebih untuk keperluan kabel transmisi tinggi baik dari sifat mekanik, listrik maupun panas. Tercatat bahwa di Indonesia, konsumsi listrik meningkat sebesar 9.96% dari tahun 2012 ke tahun 2013[2]. Perkembangan ini tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan industri yang begitu pesat. Dengan semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat terhadap listrik maka sistem pembangkit tenaga listrik pun semakin banyak dan daya yang diberikan semakin tinggi pula. Sehingga peningkatan daya akan menyebabkan peningkatan arus yang mengalir dan peningkatan panas pada saluran trasmisi listrik[3]. Untuk saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara menara atau tiang berjauhan, maka dibutuhkan kekuatan tarik yang cukup tinggi[4]. Kekuatan tarik dapat ditingkatkan dengan memasukan nano partikel penguat Al2O3 kedalam matriks aluminium. Ketahanan panas dapat ditingkatkan dengan penambahan unsur zirkonium kedalam matriks aluminium. Zirconium biasanya ditambahkan dengan tujuan mencegah ekspansi panas yang tinggi pada suhu diatas 1000C. Jadi pada aplikasinya, terutama pada kabel transmisi tegangan tinggi, material ini dapat bertahan pada peningkatan arus yang akan meyebabkan temperature meningkat hingga ke suhu 2500C[5]. Dalam penelitian Kawakami dkk pada tahun 1991, disebutkan bahwa ketahanan panas aluminium akan dapat ditingkatkan dengan penambahan unsur zirkonium ke dalam aluminium hingga kesuhu 1500C[6].
Zirkonium juga dapat menstabilkan kekuatan tarik dan kekerasan
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
aluminium pada suhu tinggi. Kekuatan tarik dan kekerasan brinell dapat dijaga pada nilai 90% dari nilai awal pada tempertatur 1800C- 2300C[7]. Untuk memperbaiki nilai konduktivitas dari aluminium, biasanya ditambahkan logam tanah jarang seperti cerium. Cerium akan menghilangkan pengotor atau inklusi seperti silicon yang berada didalam matriks aluminium dengan cara berikatan dengan pengotor tersebut[8]. Sehingga pengotor yang menyebabkan penghalangan konduksi elektron didalam matriks aluminium akan berkurang. Pengotor akan berikatan dengan cerium membentuk fasa intermetalik karena afinitas cerium yang cukup tinggi terhadap pengotor-pengotor tersebut. Didalam penilitian Pan dkk juga disebutkan bahwa penamabahan unsur tanah jarang seperti cerium dan tantalum akan meingkatkan nilai konduktivitas listrik aluminium[9]. Sehingga pemaduan antara zirkonium dan cerium diharapakan dapat memberikan nilai yang bagus, baik dari segi panas maupun konduktivitas. Fabrikasi dilakukan melalui proses stir casting. Stir casting merupakan merupakan metode fabrikasi material komposit melalui fasa cair dengan proses pengadukan selama logam meleleh atau semi solid. Proses fabrikasi ini merupakan proses fabrikasi yang masih banyak dilakukan karena metodenya yang mudah dan murah[10]. Kekurangannya adalah metode ini masih sangat konvensional sehingga cacat yang terbentuk seperti porositas dan shrinkage masih sulit untuk dikontrol. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterbasahan antara matriks dan penguat yang merupakan faktor keberhasilan proses fabrikasi dari suatu komposit[11]. Keterbasahan antara partikel alumina dan matriks aluminium sangatlah buruk. Oleh karena itu dibutuhkan unsur peningkat nilai keterbasahan seperti magnesium agar penguatan dapat berjalan secara optimal[12].
1.1 Penguat Al2O3 nano partikel Partikel penguat akan memberikan efek didalam proses pembekuan. Efek yang terjadi adalah partikel penguat akan mendorong atau menolak arah pembekuan (particle pushing) dan partikel penguat akan termakan oleh arah pembekuan (particle engulfed). Untuk partikel penguat berukuran kecil, umumnya partikel ini akan mendorong arah pembekuan, kemudian menjadi titiktitik pembentukan butir dan partikel penguat akhirnya akan berada dibatas butir[13]. Sehingga ketika dispersi Al2O3 semakin banyak dan baik, maka butir akan semakin halus. Untuk partikel berukuran besar, arah dan proses pembekuan akan melahap partikel penguat, sehingga partikel
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
penguat berada didalam matriks yang nantinya partikel ini akan memberikan penguatan sesuai mekanisme orowan. Jadi alumina akan memberikan penguatan melalui dua mekanisme yaitu penghalusan butir dan penguatan orowan. Semakin kecil ukuran partikel maka penguatan yang lebih dominan adalah penghalusan butir begitu pula sebaliknya[12,13]. Ukuran nano partikel akan menyebabkan partikel memberikan efek penguatan melalui mekanisme pengecilan butir. Ukuran nano partikel ditambahakan kedalam material dengan jumlah fraksi volume yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan partikel nano akan mudah beraglomerasi dan sussah terdispersi pada fraksi volume yang besar[14]. Penghalusan butir memberikan kenaikan nilai kekuatan tarik, karena semakin banyaknya butir maka dislokasi akan semakin banyak tertumpuk dibatas butir. Butir yang semakin kecil juga akan menurunkan nilai konduktivitas dari material. Elektron akan sulit melewati batas butir karena energi dibatas butir yang besar. Hal ini menyebabkan konduksi elektron terhambat dan meningkatkan resistivitas material. Jika resistivitas naik maka konduktivitas material akan turun. Disisi lain alumina akan memberikan efek yang baik terhadap kemampuan menahan panas karena koefisien muai panas alumina relatif rendah yaitu 7.1µm/m0C dibandingkan aluminium yaitu 23.4 µm/m0C[15]. Butir yang semakin kecil akan menyebabkan material mudah memuai akan tetapi apabila dibatas butir terdapat presipitat, maka presipitat ini akan mencegah pemuaian dengan cara mencegah sliding di batas butir.
1.2 Magnesium sebagai unsur peningkat kemampubasahan Pada suhu dibawah 10000C, sudut kontak antar permukaan matriks dan penguat pada komposit berbasis Al/Al2O3 masih diatas 900. Ini berarti kemampubasahan aluminium terhadap partikel alumina sangatlah buruk pada temperatur dibawah 10000C[12]. Apabila partikel tidak terbasahi, maka partikel penguat akan diselimuti oleh poros yang akan menyebabkan penurunan bkekuatan tarik, pemicu retak, penurunan konduktivitas dan peningkatan nilai koefisien thermal. Jadi poros ini memiliki efek yang sangat buruk pada semua aspek. Oleh karena itu perlu ditambahkannya unsur penambah kebasahan antarmuka Al dengan Al2O3. Salah satu unsur penamabah kebasahan antara Al dengan Al2O3 yang biasa ditambahkan adalah magnesium. Penambahan magnesium akan menambah tegangan permukaan padatan dan memperkecil tegangan permukaan lelehan[12].
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
Magnesium akan bereaksi dengan oksigen pada permukaan partikel alumina, sehingga mengurangi lapisan udara dan akan meningkatkan keterbasahan[12]. Mg(l) +O2(g) = MgO(s) ………………………………………………….………………..……..(4.4) Dampak kehadiran magnesium didalam lelehan selain menambah keterbasahan magnesium juga akan mengurangi jumlah alumina didalam aluminium, sesuai reaksi dibawah ini[12]. 3Mg(l) +Al2O3(s) = 3MgO(s) +2Al(l)
……………………………………………..,…………..(4.5)
MgO(s) +Al2O3(s) = MgAl2O4(s)
………………………………………….…………..…..(4.6)
3Mg(l) +4Al2O3(s) = 3MgAl2O4(s) +2Al(l) ………….………………………………....….……..(4.7) Jika konsentrasi magnesium diatas 1,7 wt% maka MgO yang akan terbentuk. Jika konsentrasi magnesium diantara 0,04 wt % sampai 1,70 wt % maka MgAl2O4 yang akan terbentuk. Jika kandungan Mg dibawah 0,04 wt % maka MgAl2O3 yang lebih stabil terbentuk[12]. 2. Metodelogi Penelitian Master paduan merupakan campuran dari aluminium murni 99.82% yang diproduksi oleh PT inalum. Zirkonium dan cerium diperoleh dari Hunan Jinlianxing dalam bentuk master paduan Al5Zr dan Al-10Ce . Matster padauan dilebur pada temperatur 750-800°C yaitu kira-kira 100°C di atas temperatur lebur aluminium untuk didapatkan komposisi akhir Al-0.12Zr-0.15Ce. Serbuk alumina berukuran 80 nm berasal dari US Research nanomaterials, Inc. Houstan USA. Treatment dilakukan pada alumina melalui penggerusan dengan penambahan 3 wt% asam stearate. Kemudian Serbuk alumina dilakukan perlakuan panas pada suhu 5000C untuk menghilangkan asam stearate dan mempertinggi keterbasahan matriks dan penguat. Berikut komposisi paduan akhir yang diinginkan pada komposit. Tabel 2.1 Komposisi sampel hasil pengecoran
Sampel ke-
Komposisi (%) Zr (wt%)
Ce (wt%) Mg (wt%)
Volume fraksi Al2O3 (v%)
1
0.12
0
0
0
2
0.12
0.15
5
0,5
3
0.12
0.15
5
0,7
4
0.12
0.15
5
1
5
0.12
0.15
5
1,2
6
0.12
0.15
5
1,5
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
Setelah master paduan dan partikel penguat siap maka dilakukan proses pengecoran aduk. Mg dan Al2O3 di tambahkan pada suhu 8500C dan pada tempartur tersebut pula proses pengadukan dilakukan. Pengadukan dilakukan selama 3 menit dengan mengalirkan gas argon untuk meminimalisr terjadinya porositas dan oksigen yang masuk. Setelah fabrikasi selesai maka dilakukan karakterisasi material yaitu uji Komposisi dengan OES, uji SEM-EDAX, pengamatan metalografi, uji tarik, konduktivitas listrik dengan prinsip eddy current, dan uji panas dengan alat dilatometrer 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Komposisi material Uji komposisi kimia ini dilakukan pada tiga daerah yang berbeda dalam satu variabel yang kemudian hasilnya dirata-ratakan. Berikut hasil uji komposisi kimia dari komposit AlZrCe/Al2O3 dengan alat Optical Emission Spectroscopy.
Tabel 3.1 Hasil uji komposisi kimia menggunakan Optical Emission Spectroscopy.
(%V) Al2O3 0 0.7 1 1.5
Komposisi kimia unsur di dalam matriks wt% Al
Si
Fe
98.3 0.393 0.878
Zr
Ce
Mg
0.12
0.0068
0
0.3022
5.1
0.223
0.0053 5.87
0.1147
0.0814 0.0072 5.94
0.2094
93.3 0.509 0.774 0.0869 0.0071 92.6 0.446 0.884 92.4 0.462
0.9
0.08
Unsur lain
Uji komposisi ini dilakukan untuk mengetahui kecocokan kadar zirkonium, cerium dan magnesium antara perhitungan dengan hasil pengecoran. Selain itu uji ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur pengotor didalam matriks serta komposisinya. Kandungan zirkonium didalam matriks untuk sampel master paduan telah sesuai dengan yang diinginkan yaitu sebesar 0,12 wt %. Sedangkan kandungan zirkonium pada sampel komposit rata-rata sebesar 0,08 wt %. Ini berarti kandungan zirkonium turun sebesar 0,04 wt %. Hal ini mungkin diakibatkan oleh efek penambahan magnesium yang cukup besar yaitu sekitar 5
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
wt %, yang tentunya akan menyebabkan kadar unsur-unsur di dalam komposit akan berbeda dengan kadar unsur-unsur di dalam master paduan. Untuk kadar cerium, baik dimaster paduan maupun didalam komposit, berada pada kisaran 0,006 wt %. Sangat jauh sekali dari perhitungan yang di inginkan, karena kadar cerium yang diinginkan adalah sebesar 0,15 wt %. Hal ini saya duga akibat alat komposisi yang digunakan tidak mampu mendeteksi secara baik keberadaan cerium pada paduan. Kemunginan kedua adalah karena tidak sesuainya kadar cerium pada master paduan Al-10Ce. Untuk kadar magnesium, terlihat bahwa disetiap sampel pengujian, hasil yang didapat telah melebihi target yang diinginkan. Target yang diinginkan adalah sebesar 5% magnesium pada matriks. Hal ini mungkin diakibatkan karena peneliti sengaja menambahkan sebanyak 0,5% magnesium kedalam matriks. Penambahan ini dikarenakan sifat magnesium yang mudah menguap. Akan tetapi pada kenyataanya penguapan yang terjadi tidak begitu besar. Selain itu hal ini disebabkan oleh banyaknya matriks paduan yang terbuang bersama terak/dross ketika proses pengecoran, sehingga kadar aluminium menurun dan magnesium meningkat. Didapatkan pula bahwa pada matriks terdapat unsur Fe dengan kadar rata-rata sekitar 0,8 wt % dan Si dengan kadar rata-rata sekitar 0,4 wt %. Kandungan Fe dan Si sebesar ini didalam matriks akan menyebabkan Fe dan Si mudah membentuk fasa intermetalik dengan aluminium, magnesium ataupun cerium. Pembentukan fasa intermetalik ini nantinya sedikit atau banyak akan mempengaruhi sifat dari komposit ini tergantung dari sedikit atau banyaknya fasa intermetalik yang terbentuk. 3.2 Mikrostruktur dan Fasa Pengamatan mikrostruktur dilakukan dengan dua peralatan, yaitu mikroskop optik dan SEM (Scanning Electron Microscope). Secara umum komposit AlZrCe/Al2O3 memiliki struktur dan fasa yang sama untuk berbagai fraksi volume Al2O3. Sebelum membandingkan mikrostruktur antara komposit yang berbeda fraksi volume penguat, maka akan dibahas terlebih dahulu secara umum mengenai mikrostruktur dari komposit AlZrCe/Al2O3. Berikut hasil dari pengamatan SEM dan EDAX mikrostruktur AlZrCe/Al2O3 dengan fraksi volume Al2O3 sebesar 1,2%.
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
1
5
4
2
3
Gambar 3.1 Mikrostruktur komposit AlZrCe/Al2O3(1,2%v) menggunakan backscatterd electron Tabel 3.2 Komposisi kimia unsur (wt%) dibeberapa titik pada Gambar 3.1
Daerah 1 2 3 4 5
O 1.32 3.46 18.98 7.1 4.44
Komposisi kimia unsur didalam matriks (wt%) Mg Al Si Zr Ce 6.13 5.31 5.22 6.76 2.79
91.52 85.68 54.77 78.62 80.47
0.15 0.39 20.49 6.92 0
0.72 0.40 0.37 0.42 052
0.06 0.12 0.02 0.05 0.63
Fe 0.1 4.65 0.15 0.14 11.16
Dari Gambar 3.1 dan Tabel 3.2 dapat kita lihat terdapat lima daerah penembakan oleh EDAX. Daerah pertama adalah daerah matriks dari komposit. Didaerah ini terlihat jelas bahwa kandugan Al (wt%) mencapai angka paling tinggi yaitu sebesar 91.52% dengan zirkonium, cerium, magnesium dan unsur-unsur lain yang terlarut. Daerah kedua dan kelima adalah daerah berbentuk guratan putih yang memanjang dan bercabang. Jika dilihat menggunakan mikroskop digital ataupun SEM dengan prinsip secondary electron, maka fasa ini berbentuk dispersed precipitate berwarna hitam yang berkumpul dan memanjang. Jika dilihat dari kadar Fe dan Ce yang cukup tinggi maka fasa intermetalik ini merupakan presipitat antara Al dengan Fe atau Ce dengan Fe ataupun precipitat ketiga unsur tersebut.
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
Daerah ketiga adalah daerah berwarna hitam gelap. Di daerah ini kandugan oksigen cukup besar hingga mencapai 18.98 wt %. Daerah ini adalah mikro poros atau mikro penyusutan, dengan Al2O3 berada didalamnya. Pada daerah ini pula kandungan pengotor yaitu unsur Si sangatlah tinggi hingga mencapai 20,49 wt %. Daerah ini akan dibahas lebih jauh pada pembahasan daerah antarmuka matriks penguat. Daerah keempat adalah daerah berbentuk chinese script. Bentuk chinese script ini merupakan bentuk fasa intermetalik yang dibentuk oleh Mg dengan Si atau Fe[16,17]. Karena kandungan Fe relatif rendah pada daerah ini, maka fasa intermetalik ini diduga dan paling dimungkinkan adalah Mg2Si. Fasa intermetalik ini akan menambah kekuatan mekanis dari material komposit ini[16]. 3.3 Daerah Antarmuka Matriks dan Penguat Setelah mengetahui semua fasa yang terdapat didalam matriks, maka hal selanjutnya yang perlu diketahui adalah keberadaan partikel penguat Al2O3 didalam matriks. Untuk mengetahui keberadaan Al2O3 didalam komposit, maka dilakukan kembali pengujian EDAX dibeberapa titik berikut ini.
Pores
Gambar 3.2 Hasil pengamatan EDAX untuk mengetahui keberadaan Al2O3
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
Tabel 3.3 Komposisi kimia dari hasil EDAX Gambar 3.2
Titik 1 2 3
Komposisi kimia unsur didalam matriks (wt%) O Mg Al 18.71 4.59 72.82 27.11 6.02 61.68 15.09 4.66 61.25
Si 3.88 5.19 19.00
Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa Al2O3 tidak terdispersi dengan baik, karena ukuran dari Al2O3 terlihat pada gambar masih diatas 100 nm, padahal ukuran yang diinginkan adalah sekitar 80 nm. Selain itu dari Gambar 3.2 diatas juga terlihat bahwa daerah antarmuka matriks dan penguat tidaklah cukup baik, karena partikel Al2O3 tidak menempel langsung dengan matriks[18]. Daerah antarmuka matriks dengan Al2O3 masih diselimuti oleh poros. Hal ini disebabkan karena Mg tidak berikatan dengan oksigen, Mg bersaing dengan Si untuk mengikat oksigen. Poros-poros ini tentunya akan memberikan pengaruh buruk terhadap sifat tarik, konduktivitas dan pemuaian panas dari komposit ini. Selain itu perlakuan panas alumina pada suhu 5000 C, belum menyebabkan Al2O3 memiliki sudut kontak yang baik dengan matriks. 3.4 Perbandingan Mikrostruktur Komposit AlZrCe/Al2O3 Pada mikrostruktur AlZrCe/Al2O3, butir tidak terlalu terlihat dengan jelas, akan tetapi kita masih dapat mengetahui batas antara butir yang berbeda dengan melihat keberadaan fasa intermetalik dalam mikrostruktur komposit ini. Fasa-fasa intermetalik ini merupakan preseipitat yang tumbuh dibatas butir atau sering disebut sebagai presipitat interdendritik pada material-
Gambar 3.4 Mikrostrukur komposit AlZrCeMg/Al Gambar 3.3 di berbagai fraksi volume Al2O3 Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2O32014
material hasil coran. Jadi semakin dekat jarak antara dua presipitat dapat dikatakan bahwa butirnya akan semakin kecil. Dapat kita lihat pada Gambar 3.4, secara umum terjadi penurunan jarak presipitat dengan semakin besarnya fraksi volume Al2O3. Penurunan jarak antara presipitat ini menandakan bahwa terjadinya pengecilan butir pada matriks. Pengecilan butir ini disebabkan oleh keberadaan Al2O3 didalam matriks. Nano partikel Al2O3 ini akan berperan sebagai grain refinement selama proses pembekuan, Jadi semakin banyak alumina yang ditambahkan, maka butir secara umum akan semakin kecil[12]. Penambahan magnesium kedalam aluminium juga menyebabkan terbentuknya fasa Mg2Si didalam komposit, hal ini terlihat jelas bahwa pada 0% Al2O3 dimana Mg belum ditambahkan, morfologi chinese script belum lah terbentuk. 3.5 Pengaruh penambahan Al2O3 pada kekuatan tarik AlZrCe Pengujian tarik pada satu varaibel dilakukan minimal sebanyak tiga kali pengujian agar didapatkan data yang cukup representatif. Hasil uji tarik dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 3.5 Kekuatan Figure tarik1komposit diberbagai fraksi volume Al2O3
2 diberbagai Gambar 3.6 ElongasiFigure komposit fraksi volume Al2O3
Pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 terlihat bahwa kekuatan tarik pada AlZrCe meningkat dan elongasi menurun dengan ditambahkannya partikel nano Al2O3. Penambahan kekuatan ini cukup signifikan yaitu dari 95 Mpa menjadi 138 MPa bahkan hingga mencapai 203 MPa (pada fraksi volume Al2O3 1,2%). Ini menunjukan bahwa penambahan partikel nano Al2O3 memberikan penguatan yang baik kedalam matriks AlZrCe. Penguatan yang terjadi akibat dari pengecilan
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
ukuran butir,
hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.4
bahwa penambahan Al2O3 akan
menyebabkan penghalusan ukuran butir. Semakin banyaknya nano partikel Al2O3 yang ditambahkan kedalam matriks, maka butir akan semakin halus[11] yang akan menyebabkan kekuatan tarik dan elongasi akan semakin meningkat. Akan tetapi dilain sisi, semakin banyaknya Al2O3 yang ditambahkan kedalam matriks, maka poros yang terbentuk akan semakin banyak pula, karena daerah antarmuka matriks dan penguat yang terbentuk tidaklah baik. Poros-poros yang banyak ini tentunya akan menurunkan nilai dari kekuatan tarik dan elongasi pada komposit ini. Jadi semakin banyaknya Al2O3 yang ditambahkan, maka terjadi persaingan antara peningkatan kekuatan tarik melalui penghalusan butir dan penuruan kekuatan tarik melalui terbentuknya poros disekitar partikel Al2O3. Apabila efek penghalusan butir lebih dominan dari pada efek porositas, maka kekuatan tarik dan elongasi akan semakin meningkat, begitu pula sebaliknya. Efek porositas yang lebih dominan terlihat
pada fraksi volume alumina 1,2% dengan
kekuatan mencapai 203Mpa dan elongasi sebesar 7,6%. Pada fraks volume dibawah itu terlihat bahwa penghalusan butir memiliki pengaruh yang sama dengan terlihatnya kekuatan tarik yang tidak jauh berbeda. Pada fraksi volume diatas 1,2% kekuatan tarik menurun, menandakan porositas memiliki efek yang lebih dominan. 3.6 Pengaruh penambahan Al2O3 pada konduktivitas AlZrCe Pengujian konduktivitas listrik dilakukan sebanyak dua hingga empat sampel untuk satu fraksi volume Al2O3. Berikut data hasil pengujian konduktivitas listrik dari komposit AlZrCe/ Al2O3:
Gambar 3.7 Konduktivitas listrik AlZrCe/Al2O3 diberbagai fraksi volume Al2O3
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
Nilai konduktivitas ketika ditambahkan unsur zirkonium dan cerium kedalam aluminium menjadi turun sebesar 3% IACS. Hal ini sudah sesuai dengan literatur, dimana penambahan zirkonium kedalam aluminium akan menurunkan konduktivitas aluminium sebesar 2-3% IACS[19]. Akan tetapi keberadaan cerium didalam aluminium kurang dapat mempertahankan nilai konduktivitas dari aluminium. Keberadaan cerium memang dapat mengikat pengotor didalam matriks aluminium[8] tetapi senyawa intermetalik yang terbentuk juga dapat menghalangi konduksi elektron ketika bergerak, sehingga keberadaan cerium disini tidak terlalu memberikan efek yang cukup signifikan dalam menjaga konduktivitas dari aluminium. Selain itu cerium tidak mengikat pengotor Si, cerium hanya mengikat beberapa pengotor Fe dan masih banyak Fe yang berikatan dengan Al sesuai dengan bahasan subbab 3.2. Jadi cerium yang ditambahkan kedalam matriks untuk menjaga nilai konduktivitas komposit belum dapat bekerja dengan baik. Ketika master paduan diberikan partikel penguat Al2O3 dan magnesium, terlihat bahwa konduktivitas menurun secara drastis. Hal ini menunjukan bahwa partikel Al2O3 dan magnesium memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada nilai konduktivitas AlZrCe. Penurunan yang cukup signifikan ini diakibatkan oleh keberadaan magnesium dan partikel Al2O3 yang memiliki nilai resistivitas listrik yang cukup tinggi dan bersifat isolator, sehingga elektron-elektron lebih sulit untuk bergerak. Partikel Al2O3 didalam matriks akan menghalangi pergerakan elektronelektron sehingga konduksi elektron menjadi terhambur dan konduktivitas menjadi turun. Pada Gambar 3.7 terlihat bahwa Semakin banyaknya Al2O3 yang ditambahkan kedalam matriks tidak mempengaruhi secara signifikan konduktivitas dari komposit ini. Konduktivitas berada pada nilai 42-43% IACS pada fraksi volume 0,5%-1,5% Al2O3. Dengan kata lain penambahan Al2O3 dengan kadar 0,5-1,5 %v tidak akan memberikan efek yang signifikan pada konduktivitas komposit ini. Dari sini pula dapat diketahui bahwa penurunan konduktivitas dari master paduan menjadi komposit, lebih didominansi akibat penambahan Mg yang cukup besar yaitu 5 wt%. Oleh karena itu nilai konduktivitas komposit AlZrCe/Al2O3 ini masih dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan kadar magnesium yang ditambahkan kedalam matriks. 3.7 Pengaruh penambahan Al2O3 pada koefisien muai panas AlZrCe Pengujian koefisien muai panas dilakukan pada dua sampel untuk masing-masing fraksi volume Al2O3. Data yang didapatkan adalah berupa panjang akhir dari sampel yang kemudian di konversikan ke bentuk koefisien muai panas (Coefficient Thermal Expansion/CTE) dengan
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
ketilitian hingga 1 mikron. Berikut data hasil pengujian pemuaian panas komposit AlZrCe/Al2O3 pada range temperature 1270C – 3270C:
Gambar 3.8 Koefisien muai panas komposit AlZrCe/Al2O3 diberbagai fraksi volume Al2O3
Pada hasil pengujian pemuaian panas sesuai Gambar 3.8, terlihat bahwa nilai koefisien muai panas paduan AlZrCe dan komposit AlZrCe masih diatas nilai koefisien muai panas dari kawat ACCR dengan koefisien muai panas sekitar 16,7 µm/m0C[4] maupun kawat ACSR dengan koefisien muai panas sekitar 19 µm/m0C[4] dan bahkan masih diatas nilai dari koefisien muai panas linier aluminium murni pada suhu 250C-3000C yaitu 25,5 µm/m0C[20] . Hal ini mungkin diakibatkan oleh keberadaan porositas yang cukup banyak didalam komposit. Poros-poros ini akan menyebabkan massa dari komposit berporos akan lebih rendah dibandingkan dengan massa material pejal yang tidak memiliki poros pada jumlah volume yang sama. Oleh karena itu pada pemberian energi panas yang sama antar material berporos dan tidak berporos, maka material berporos dengan massa yang lebih rendah akan mengalami kenaikan temperature yang lebih cepat sehingga mengalami pemuaian panjang yang lebih cepat. Selain itu keberadaan poros juga akan menyebabkan panas internal di material, sehingga panas yang didapatkan material poros akan lebih besar dibandingkan material yang tidak berporos. Akibat kedua hal tersebut maka material berporos lebih mudah memuai atau dalam kata lain material berporos akan memiliki nilai koefisien muai panas yang lebih tinggi dibandingkan material tidak berporos. Pada hasil pengujian juga didapatkan bahwa penambahan Al2O3 kedalam matriks AlZrCe akan menyebabkan penurunan nilai pemuaian panas komposit. Hal ini disebakan karena alumina memiliki nilai koefisien termal yang sangatlah rendah dibandingkan aluminium dan butir yang
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
semakin kecil dimana presipitat akan semakin banyak muncul yang dapat menghambat pemuaian. Apabila keterbasahan antara aluminium dan alumina baik, maka komposit akan lebih sulit untuk memuai karena adanya gaya adhesi yang menghambat aluminum untuk memanjang. Semakin banyaknya partikel alumina maka nilai koefisien muai panas komposit semakin rendah akibat keberadaan alumina yang memiliki CTE yang rendah dan presipitat yang lebih banyak. Penambahan alumina juga akan menaikan nilai CTE, karena alumina akan memicu terbentuknya poros pada daerah antarmuka, daerah antarmuka yang buruk dan kerbeadaan poros ini menyebabkan komposit lebih mudah memuai dan meningkatkan nilai CTE. Jadi penurunan dan kenaikan nilai CTE ditentukan oleh faktor mana yang lebih dominan, apakah jumlah presipitat dan jumlah alumina ataukah jumlah porositas. Pada hasil pengujian didapatkan secara umum terjadi penurunan nilai CTE. Hal ini menunjukan pengaruh jumlah alumina dan jumlah presipitat lebih dominan dibandingkan pengaruh porositas. Akan tetapi pada data hasil uji, juga didapatkan kenaikan nilai konduktivitas dari fraksi volume 1,2% ke 1,5 % Al2O3. Hal ini menunjukan bahwa pada fraksi volume 1,5%, efek porositas lebih mendominansi dibandingkan efek penambahn alumina dan penambahan jumlah presipitat jika dibandingkan dengan fraksi volume 1,2% Al2O3. Dalam pengaplikasiannya, sebenarnya penurunan dan kenaikan nilai CTE pada komposit ini tidak lah terlalu signifikan, karena perbedaan nilai masih dibawah 1 µm/m0C yang disebabkan oleh keberadaan poros didalam material. Akan tetapi dengan melihat pola grafik pada Gambar 3.8 secara kualitatif dapat diketahui pengaruh butir dan jumlah alumina terhadap nilai CTE komposit ini. Pada Gambar 3.8 juga didapatkan bahwa fraksi volume yang optimal berada pada fraksi volume 1,2% Al2O3. Jika kedepanya metode fabrikasi sudah dapat berjalan optimal, dimana poros sudah dapat diminimalisir, tentunya data ini akan berguna dalam menentukan jumlah alumina yang akan ditambahkan nantinya.
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
4.
Kesimpulan dan saran
1) Terdapatnya pengotor Fe dan Si didalam komposit yang cukup banyak dan akan menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik Al3Fe dan Mg2Si 2) Daerah antarmuka yang terbentuk masih sangat buruk dengan masih adanya poros disekitar alumina 3) Penambahan Al2O3 akan menyebabkan persaingan antara penaikan kekeuatan tarik melalui penghalusan butir dan penurunan kekuatan tarik melalui terbentuknya poros yag semakin banayak. 4) Penambahan Mg dan Al2O3 kedalam matriks akan menurunukan konduktivitas secara drastis hinga turun sebesar 15% IACS akibat dari resistivitas yang semakin tinggi karena keberadaan Al2O3 dan fasa intermetalik yang berdekatan 5) Cerium tidak mengikat pegotor Si karena Si berikatan dengan Mg, sehingga konduktivitas belum bisa dijaga nilainya secara optimal 6) Porositas akan menaikan nilai CTE sehingga material hasil coran memiliki nilai CTE yang sangat tinggi 7) Penambahan Al2O3 dan Mg dengan nilai CTE rendah akan menurunkan nilai CTE komposit 8) Presipitat (yang terbentuk dibatas butir akan menghambat pemuluran/pemuaian 9) Titik optimal dimana efek peghalusan butir lebih dominan dibandingkan efek porositas terdapat pada fraksi volume 1,2% Alumina dengan kekuatan tarik, elongasi dan CTE yang paling tinggi. 10) Metode fabrikasi belum optimal karena poros yang terbentu masih sulit untuk di control dan daerah muka yang tidak baik. Konduktivitas juga belum dapat optimal akibat dari penambahan Mg yang begitu banyak kedalam matriks.
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
5. Referensi 1. Eugene W, G., BE, MS, Dr, Eng, Aluminum Electric Conductor Handbook Third Edition. Vol. 3. 1989: Aluminum Association Publication 2. http://www.pln.co.id/?p=8357. diakses pada 24 Februari 2014 pukul 20.00 WIB 3. Syamsudin Rahardjo, S., Rubijanto JP, Analisa Pengujian Sifat Mekanik Optical Phasa Conductor Buatan Untuk Kondisi Iklim Tropis Indonesia. Seminar Hasil-Hasil Penelitian, 2012. LPPM UNIMUS. 4. Prasetyono, S., Kajian Mekanis Penggunaan Penghatar Termal ACCR Pada SUTET 500KV, 2007.Makara Teknologi, 11:p. 43-48. 5. Paul Springer, P.D.C., Al-Zr Alloy Strand for ACCR Conductor Experimental Measurement of Resistance Temperature Coefficient, 2006, National Electric Energy Testing, Research & Applications Center. 6. Kawakami, K., Okuno, M., Ogawa, K., Miyauchi, M., Yoshida, K., Properties of Heat Resistant Aluminum Alloy Conductors for Overhead Power-Transmission Lines. 1999: p. 81-85. 7. Wuhua Yuan, Z.L., Effect of Zr addition on properties of Al–Mg–Si aluminum alloy used for all aluminum alloy conductor. Materials and Design, 2011. 32: p. 4195-4200. 8. Li Pengfei , W.Z.W.Y., Gao Xizhu, Wang Zaiyun, L,i Zhiqiang, Effect of Cerium on Mechanical Performance and Electrical Conductivity of Aluminum Rod for Electrical Purpose.Journal Of Rare Earths, 2006. 24(Dec 2006). 9. Kirman, M., Fabrikasi dan Karakterisasi Komposit Matrix Logam AlZrCe Berpenguat Al2O3(np) Melalui Proses Stir Casting, in Departement Metalurgi dan Material FT UI, 2014. Universitas Indonesia. 10. Surappa, M.K., Aluminium matrix composites: Challenges and opportunities. Sadhana, 2003. 28, Parts 1 & 2: p. 319-334. 11. T. W. Clyne, P.J.W., An introduction to metal matrix composites, 2003: Cambridge Solid State Science Series. 12. B.F. Schultz, J.B.F., P.K. Rohatgi, Microstructure and hardness of Al2O3 nanoparticle reinforced Al–Mg composites fabricated by reactive wetting and stir mixing. Materials Science and Engineering A 530, 2011: p. 87-97. 13. Jasmi Hashim B Sc (Mech), M.S.M., The Production Of Metal Matrix Composites Using The Stir Casting Technique, in Mechanical and Manufacturing Engineering, 1999. Dublin City University, Ireland. 14. Sajjadi Amirkhanlao, M.R.R., Behad Niroumand, Mohammad Reza Toroghinejad, Reinforcement of microstructure and improvement of mechanical properties of Al/Al2O3 cast composite by accumulative roll bonding process. Material Science and Engineering 2011. 528: p. 2548-2553. 15. Cerro, R.L., Contact Angles: Laplace Young Equation and Dupre-Young Relationship. 2010. 16. S. Naher, D.B., L. Looney Simulation Of The Stir Casting Process. Journal of Materials Processing Technology 2003(143144): p. 567-571. 17. Brent L. Adams, e.a., ASM Handboook Metallography and Microstructures. Vol. 9. 2004. 18. F.L Matthews, R.D.R., Composite Materials: Engineering and Science 1994.
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014
19. Toshiyuki Horikoshi, H.K., Michiaki Shimizu, Seigi Aoyama, Development of Aluminum Alloy Conductor with High Electrical Conductivity and Controlled Tensile Strength and Elongation. Hitachi Cable Review No 25 2006(August 2006). 20. http://www.matweb.com/search/datasheet.aspx?MatGUID0cd1edf33ac145ee93a0aa6fc66 6c0e0. diakses pada 5 Juni 2014 pukul 23.00 WIB
Fabrikasi dan…, Fadli Robby, FT UI, 2014