PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI HUBUNGAN GARIS DAN SUDUT DI KELAS VII SMP-IT QURROTA A’YUN PALU Fadillah E-mail:
[email protected] Muh. Hasbi E-mail:
[email protected] Teguh S. Karniman E-mail:
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaranVan Hiele yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi hubungan garis dan sudut di kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu. Jenis penelitian yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Rancangan penelitian mengacu pada desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yaitu: 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Subjek penelitian ini ialah siswa kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu yang berjumlah 27 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, tes, wawancara, dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengikuti fase-fase: 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) uraian, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Kata kunci: model pembelajaran Van Hiele, hasil belajar, hubungan garis dan sudut Abstract: The aim of this research was to described the application of Van Hiele Model that can improved learning outcomes of students on line and angel in Class VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu. This research was a Classroom Action Research (CAR). As the research design refers to Kemmis and Mc. Taggart that were: 1) planning, 2) acting, 3) observating and 4) reflecting. The subject were students of class VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu totaling 27 students. The data were collected by the researcher through observation, test, interview, and field-note taking. The result of the research showed that the applying Van Hiele Model can improved student learning outcomes according the phases,they were:1)information, 2) guided orientation, 3) explicitation, 4) free orientation, and 5) integration. Keywords: Van Hiele model, learning outcomes, line and angle.
Tujuan pembelajaran matematika ialah membentuk kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan dalam bidang matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu, matematika merupakan matapelajaran yang potensial diajarkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Satu diantara materi matematika yang dipelajari siswa tingkat SMP berdasarkan silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ialah hubungan garis dan sudut. Materi ini sangat penting untuk dipelajari sebab berkaitan dengan materi-materi lain dalam matematika seperti sifat-sifat beberapa bangun datar sehingga harus dipahami dengan baik. Namun, masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut sebagaimana yang terjadi di SMP-IT Qurrota A’yun Palu. Berdasarkan hasil dialog dengan guru matematika di sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami jenis-jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Hal ini mengakibatkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan
298 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
materi hubungan garis dan sudut. Dampak dari kesulitan yang dialami siswa ialah hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Hal ini dapat menyebabkan dampak yang berkelanjutan. Badjeber (2011) mengatakan bahwa jika materi hubungan garis dan sudut tidak dapat dipahami dengan baik dapat mengakibatkan kesulitan bagi siswa dalam memahami materi berikutnya yang berkaitan dengan sudut seperti materi tentang sifat-sifat beberapa bangun datar yang akan dipelajari pada bab selanjutnya. Informasi yang diperoleh dari hasil dialog ditindaklanjuti dengan memberikan tes kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kepada siswa SMP-IT Qurrota A’yun Palu tahun ajaran 2015/2016. Satu diantara soal yang diberikan yakni menentukan pasangan sudut yang sama besar dengan menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Soal tes kemampuan Jawaban siswa terhadap soal tersebut dikelompokkan sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2. NRTI11 VRTI11 NRTI12 VRTI12
(i)
(ii) Gambar 2. Jawaban siswa terhadap soal tes kemampuan
Gambar 2(i) menunjukkan bahwa siswa NR dapat menentukan pasangan sudut yang sama besar, namun siswa NR salah dalam memberikan alasan pasangan sudut yang sama besar tersebut (NRTI11), seharusnya dan adalah pasangan sudut yang sama besar karena merupakan pasangan sudut sehadap. Selain itu siswa NR dapat menentukan pasangan sudut dalam sepihak, namun jawaban siswa NR salah (NRTI12), karena pasangan sudut dalam sepihak bukan merupakan pasangan sudut yang sama besar. Gambar 2(ii) menunjukkan bahwa siswa VR menuliskan sudut-sudut yang bertolak belakang, namun siswa VR salah dalam menentukan jenis-jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain (VRTI11) dan (VRTI12), karena sudut-sudut yang berhadapan bukan merupakan jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Jawaban siswa menunjukkan bahwa siswa tidak memahami jenis-jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Hasil dialog dan hasil tes kemampuan memberikan informasi bahwa siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal tentang jenis-jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Penyebab permasalahan tersebut karena siswa cenderung hanya menghafal jenis-jenis sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain tanpa memahami konsepnya. Siswa menerima pengetahuan yang bersumber dari guru sepenuhnya tanpa
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 299 mengkontruksi pemahamannya sendiri. Selain itu bila diberikan soal-soal yang lebih variatif, maka siswa tidak mampu untuk menyelesaikannya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang mengajak siswa mengkontruksi pengetahuan baru secara mandiri sehingga proses pembelajaran lebih berkesan dan bermakna. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan menerapkan model pembelajaran Van Hiele. Thohari (2010) mengatakan bahwa model pembelajaran Van Hiele adalah model pembelajaran yang cocok digunakan pada materi geometri karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Model pembelajaran Van Hiele menawarkan lima tahapan pembelajaran, yaitu: 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) uraian, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Peneliti mengharapkan siswa dapat memahami sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran Van Hiele. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana menerapkan model pembelajaran Van Hiele untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi hubungan garis dan sudut di kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Van Hiele yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi hubungan garis dan sudut di kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini ialah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada alur desain penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yang terdiri atas empat komponen yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Tahap pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan pada satu waktu yang sama. Subjek penelitian yakni siswa kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu sebanyak 27 siswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016. Kemudian, dari subjek penelitian dipilih 3 siswa sebagai informan yaitu: satu siswa berkemampuan tinggi berinisial GKA, satu siswa berkemampuan sedang berinisial MA dan satu siswa berkemampuan rendah berinisial HU. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: observasi, tes, wawancara, dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keberhasilan tindakan dapat diketahui dari aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal berkategori baik untuk setiap aspek pada lembar observasi dan meningkatnya hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian pada siklus I yaitu siswa dapat menentukan sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Adapun indikator keberhasilan pada siklus II yaitu siswa dapat menemukan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan siswa dapat menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain untuk menyelesaikan soal. HASIL PENELITIAN Peneliti memberikan tes awal kepada siswa yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Materi tes awal yang diberikan ialah jenis-jenis sudut, hubungan antar sudut dan garis sejajar. Tes awal ini diikuti oleh 27 siswa kelas VII. Hasil analisis tes
300 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
awal menunjukkan bahwa siswa dapat menentukan jenis-jenis sudut yang meliputi sudut lancip, sudut tumpul dan sudut siku-siku tanpa melakukan pengukuran dan menentukan garisgaris sejajar. Namun, sebagian siswa belum memahami materi hubungan antar sudut. Oleh karena itu, peneliti membantu siswa dalam mempelajari materi hubungan antar sudut yang belum dimiliki pada kegiatan awal dalam pembelajaran. Hasil tes awal juga digunakan sebagai pedoman dalam menentukan informan dan membentuk kelompok belajar yang heterogen. Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama pada siklus I melaksanakan pembelajaran dengan materi sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pertemuan kedua memberikan tes akhir tindakan siklus I. Pertemuan pertama pada siklus II melaksanakan pembelajaran dengan materi sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pertemuan kedua memberikan tes akhir tindakan siklus II. Pertemuan pertama pada siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan penutup. Pelaksanaan tindakan setiap siklus mengikuti fase-fase model pembelajaran Van Hiele, yaitu 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) uraian, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Kegiatan pendahuluan dimulai dengan peneliti membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar. Kegiatan tersebut dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Hal ini dapat dilihat saat siswa memberikan respon balik terhadap kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Pertemuan pertama dan kedua pada siklus I dihadiri oleh 27 siswa, sedangkan pertemuan pertama pada siklus II dihadiri oleh 27 siswa dan pertemuan kedua dihadiri oleh 25 siswa, karena 2 siswa sakit. Kemudian peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan pembelajaran pada siklus I yaitu siswa dapat menentukan sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, sedangkan tujuan pembelajaran pada siklus II yaitu: 1) siswa dapat menemukan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan 2) siswa dapat menggunakan sifat-sifat sudut yang yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pada kegiatan ini siswa telah mengetahui tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga siswa terarah dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti memotivasi siswa dengan menyampaikan manfaat mempelajari materi hubungan garis dan sudut dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti menyampaikan bahwa jika siswa dapat memahami konsep hubungan garis dan sudut maka siswa dapat menerapkan sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain untuk membuat kusen yang sejajar. Setelah siswa mengetahui manfaat mempelajari materi hubungan garis dan sudut, siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian, peneliti melakukan apersepsi dengan mengingatkan kembali kepada siswa mengenai materi prasyarat. Materi prasyarat pada siklus I ialah konsep sudut dan garis sejajar, sedangkan materi prasyarat pada siklus II ialah hubungan antar sudut. Siswa dapat menguasai materi konsep sudut, garis sejajar, dan hubungan antar sudut yang merupakan materi prasyarat dari materi hubungan garis dan sudut. Siswa yang menguasai materi prasyarat tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari materi hubungan garis dan sudut. Kegiatan inti diawali dengan pelaksanaan fase informasi. Peneliti menampilkan gambar rel kereta api melalui slide power point untuk menunjukkan garis-garis sejajar pada satu bidang dipotong oleh garis lain dan meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut. Selanjutnya peneliti menampilkan gambar dua garis sejajar dipotong oleh garis lain melalui slide power point dan meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut sebagaimana
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 301 ditunjukkan pada Gambar 3. Pada siklus I peneliti menanyakan kepada siswa tentang nama: garis yang sejajar, garis yang memotong, titik potong dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis ketiga, sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, daerah dalam dari dua garis sejajar dan daerah luar dari dua garis sejajar. Semua siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut: 1) garis-garis yang sejajar yaitu garis k dan l, 2) garis yang memotong garis k dan l ialah garis m, 3) titik potong dari dua garis sejajar dipotong oleh garis lain ialah P dan Q, 3) sudut-sudut yang terbentuk ketika garis k // l dipotong oleh garis m ialah P1, P2, P3, P4, Q1, Q2, Q3 dan Q4, 4) daerah dalam dari dua garis sejajar ialah daerah yang memuat P3, P4, Q1, dan Q2, dan 5) daerah luar dari dua garis sejajar ialah daerah yang memuat P1, P2, Q3 dan Q4. Pada siklus II peneliti menanyakan tentang pasangan sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pada siklus II semua siswa dapat menjawab dua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut: 1) sudut-sudut sehadap ialah P1 dengan Q1, P2 dengan Q2, P3 dengan Q3, dan Q4 dengan Q4, 2) sudut-sudut dalam berseberangan ialah P4 dengan Q2 dan P3 dan Q1. Namun hanya siswa GKA, ATP, AL, MA dan KH yang dapat menjawab pasangan sudut-sudut luar berseberangan, sudut-sudut dalam sepihak dan sudut-sudut luar sepihak. Jawaban yang diberikan oleh kelima siswa tersebut yaitu: 1) sudut-sudut luar berseberangan ialah P1 dengan Q3 dan P2 dengan Q4, 2) sudut-sudut dalam sepihak ialah P3 dengan Q2 dan P4 dengan Q1, dan 3) sudut-sudut luar sepihak ialah P1 dengan Q4 dan P2 dengan Q3. Selanjutnya peneliti membimbing siswa yang tidak dapat menyebutkan pasangan sudut-sudut luar berseberangan, sudut-sudut dalam sepihak dan sudut-sudut luar sepihak, dengan mengajak siswa untuk mengamati gambar secara seksama. Setelah itu semua siswa dapat menyebutkan pasangan sudut-sudut luar berseberangan, sudut-sudut dalam sepihak dan sudut-sudut luar sepihak sebagaimana jawaban siswa GKA, ATP, AL, MA dan KH. Capaian siswa pada fase informasi yaitu siswa terdorong untuk mengamati gambar yang diberikan dengan adanya pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, sehingga siswa telah mengetahui informasi awal tentang materi hubungan garis dan sudut. Pada siklus I siswa mengetahui bahwa ada sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, sedangkan pada siklus II siswa dapat mengetahui pasangan sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Hal ini dapat memudahkan peneliti dalam mengarahkan siswa pada fase selanjutnya. m
P1 2 4
k
Q1 2 4
Gambar 3. Garis k // l dipotong oleh garis m
Gambar 4. Alat peraga
Aktivitas pada fase orientasi terarah ialah peneliti mengajak siswa bergabung ke dalam kelompok belajar yang telah dibentuk sebelumnya. Siswa dibentuk ke dalam 6 kelompok belajar dengan kelompok I, II dan III masing-masing beranggotakan 5 siswa dan kelompok IV, V dan VI masing-masing beranggotakan 4 siswa. Selanjutnya peneliti membagikan LKS dan alat peraga kepada setiap kelompok. Pada siklus I setiap kelompok mengerjakan LKS yang berisi langkah-langkah untuk menentukan pasangan sudut yang
302 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dengan bantuan alat peraga. Alat peraga tersebut telah dirancang oleh peneliti. Rangkaian alat peraga yang digunakan yaitu permukaan styrofoam dilapisi kertas HVS sebagai bidang datar, dua benang hijau direkatkan di atas kertas HVS sebagai dua garis sejajar, satu benang kuning direkatkan di atas kertas HVS sebagai garis yang memotong dua garis sejajar, dan delapan buah push pins ditancapkan di atas sudut-sudut yang terbentuk sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Peneliti menjelaskan bahwa dua benang hijau dan satu benang kuning menunjukkan dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Kemudian, peneliti melakukan peragaan mengenai sudut-sudut yang berada di daerah dalam dari dua garis sejajar. Peneliti menancapkan empat buah push pins ke daerah dalam dari dua garis sejajar pada alat peraga, sehingga siswa dapat mengetahui dengan jelas sudut-sudut yang berada di daerah dalam dari dua garis sejajar. Selanjutnya peneliti mempersilakan siswa untuk menggunakan alat peraga. Siswa menancapkan empat buah push pins ke daerah luar dari dua garis sejajar pada alat peraga, sehingga siswa dapat mengetahui dengan jelas sudut-sudut yang berada di daerah luar dari dua garis sejajar. Penggunaan alat peraga dapat meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan memudahkan siswa untuk memahami sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pada siklus II siswa mengerjakan LKS yang berisi langkah-langkah untuk menemukan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Setiap kelompok menunjukkan interaksi antara sesama anggota kelompok dalam mengerjakan LKS sehingga dapat memudahkan siswa menemukan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Selanjutnya peneliti memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Pada siklus I peneliti membimbing kelompok IV dan VI yang kesulitan menemukan pasangan sudut dalam berseberangan. Peneliti memberikan bimbingan kepada siswa yang berkaitan dengan langkah kerja pada LKS, sehingga siswa dapat mengerjakan LKS dengan baik. Adapun langkah kerja yang dilakukan siswa, yaitu: mencari sudut-sudut yang berada di dalam dua garis sejajar dan sudut-sudut yang berseberangan terhadap transversal. Setelah siswa mengikuti langkah kerja dengan teliti, siswa dapat menemukan pasangan sudut dalam berseberangan. Pada siklus II peneliti membimbing kelompok VI dan III yang kesulitan menyimpulkan sifat sudut sehadap. Peneliti mengarahkan siswa untuk mengamati hasil pengukuran setiap pasangan sudut sehadap. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh siswa, kesimpulan yang diperoleh siswa ialah sudut-sudut sehadap mempunyai ukuran yang sama. Siswa dapat membuat kesimpulan yang tepat melalui arahan peneliti. Aktivitas pada fase uraian yakni siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diperoleh dari kegiatan pada fase sebelumnya. Pada siklus I siswa GKA dari kelompok V mempresentasikan tentang sudut-sudut sehadap sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5(i), ZN dari kelompok II mempresentasikan sudut-sudut dalam berseberangan dan sudutsudut luar berseberangan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5(ii), dan IN dari kelompok VI mempresentasikan sudut-sudut dalam sepihak dan sudut-sudut luar sepihak sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5(iii). Selanjutnya peneliti memberikan kesempatan kepada kelompok I, III dan IV untuk menanggapi hasil presentasi kelompok penyaji. Satu diantara siswa yang menanggapi yaitu siswa KT. Siswa KT menanggapi bahwa hasil presentasi kelompok V dan VI sama dengan hasil kerja kelompoknya. Selanjutnya siswa KT menanyakan kepada kelompok II bahwa mengapa P3 dan P4 (ZN01) serta Q1 dan Q2 (ZN02) merupakan pasangan sudut dalam berseberangan? Menurut kelompok I bahwa pasangan sudut dalam berseberangan yaitu P3 dengan Q1 dan P4 dengan Q2, karena
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 303 sudut dalam berseberangan memiliki titik sudut yang berbeda. Siswa ZN menjawab bahwa P3 dengan P4 dan Q1 dan Q2 berada di daerah dalam dari dua garis sejajar dan dipisahkan oleh garis yang memotong. Kelompok penanya dan kelompok penyaji masingmasing mempertahankan pendapatnya sehingga peneliti meluruskan jawaban bahwa sudut dalam berseberangan adalah dua sudut yang berada di daerah dalam dari dua garis sejajar, berseberangan terhadap garis yang memotong dan mempunyai titik sudut yang berbeda, sehingga pasangan sudut dalam berseberangan yaitu P3 dengan Q1 dan P4 dengan Q2. Selanjutnya siswa SNW dari kelompok IV menanggapi bahwa hasil presentasi kelompok III untuk pasangan sudut luar berseberangan salah. Siswa SNW memberikan jawaban bahwa pasangan sudut luar berseberangan yaitu P1 dengan Q3 dan P2 dengan Q4. Kelompok III menyetujui jawaban yang diberikan oleh siswa SNW. Selanjutnya peneliti menegaskan bahwa hasil presentasi kelompok V dan kelompok VI sudah benar, akan tetapi hasil presentasi kelompok III salah. Peneliti juga menegaskan bahwa jawaban yang diberikan siswa KT dan SNW sudah benar.
ZN01
ZN02
ZN03
ZN04
(i)
(ii)
(iii)
Gambar 5. Hasil persentasi siswa pada siklus I AL11
AL14
AL12
AL15
AL13
AL16
AL17
Gambar 6. Hasil presentasi siswa pada siklus II Pada siklus II AL dari kelompok I mempresentasikan tentang sifat sudut-sudut sehadap, AY dari kelompok III mempresentasikan sifat sudut-sudut dalam berseberangan dan sifat sudut-sudut luar, dan MA dari kelompok IV mempresentasikan sifat sudut-sudut dalam sepihak dan sifat sudut-sudut luar sepihak. Satu diantara hasil presentasi siswa yang dituliskan di papan tulis ditunjukkan pada Gambar 6. AL menuliskan pasangan sudut sehadap yang pertama yaitu P1 dan Q1 (AL11). Kemudian siswa AL menuliskan besar P1= 1100 dan besar Q1= 1100 (AL12), sehingga siswa AL memperoleh P1= Q1= 1100 (AL13). Selanjutnya AL menuliskan pasangan sudut sehadap yang kedua yaitu P2 dan Q2 (AL14). Kemudian AL menuliskan besar P2= 700 dan besar Q2= 700 (AL15), sehingga AL memperoleh P2= Q2= 700 (AL16). AL menyimpulkan bahwa sudut-sudut sehadap memiliki ukuran yang sama (AL17). Setelah itu peneliti memberikan kesempatan kepada kelompok II, V, dan VI untuk menanggapi hasil presentasi kelompok I. Siswa KH dari kelompok II menanggapi bahwa hasil kerja kelompoknya sama dengan hasil presentasi kelompok I. Peneliti menegaskan bahwa hasil presentasi kelompok I sudah benar. Capaian siswa fase uraian ialah siswa mampu mengungkapkan hasil kerja kelompok melalui presentasi di depan kelas dan berkesempatan untuk mengubah pengetahuan yang
304 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
masih keliru melalui arahan peneliti. Selain itu siswa mampu menanggapi hasil presentasi kelompok penyaji dengan mengemukakan pendapat di depan kelas, sehingga materi yang dipelajari lebih berkesan bagi siswa. Kemudian aktivitas pada fase orientasi bebas ialah peneliti memberikan soal-soal kepada siswa yang dikerjakan secara individu. Pada siklus I siswa mengerjakan soal tentang sudutsudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan pada siklus II siswa mengerjakan soal dengan menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Capaian siswa pada fase ini yaitu siswa mampu menyelesaikan soalsoal yang diberikan secara mandiri. Kegiatan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan soal dengan strategi sendiri, sehingga dapat memantapkan pengetahuan siswa tentang materi hubungan garis dan sudut. Fase integrasi dilaksanakan pada kegiatan penutup pembelajaran. Peneliti mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman materi hubungan garis dan sudut. Pada siklus I siswa membuat rangkuman tentang sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Adapun rangkuman yang ditulis oleh siswa pada siklus I, yaitu: 1) sudut-sudut sehadap adalah dua sudut yang terbentuk oleh dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, sudutsudut pada titik yang berbeda, satu di daerah dalam dan satu di daerah luar dan terletak pada sisi yang sama terhadap garis yang memotong, 2) sudut-sudut dalam berseberangan adalah dua sudut yang terbentuk oleh dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, kedua sudut di daerah dalam, terletak pada siswa yang berlawanan terhadap garis yang memotong, dan di titik sudut yang berbeda, 3) sudut-sudut luar berseberangan adalah dua sudut yang terbentuk oleh dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, kedua sudut di daerah luar, terletak pada sisi yang berlawanan terhadap garis yang memotong, dan di titik sudut yang berbeda, 4) sudut-sudut dalam sepihak adalah dua sudut yang terbentuk oleh dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, kedua sudut di daerah dalam, kedua sudut sepihak terhadap garis yang memotong, dan di titik sudut yang berbeda, dan 5) sudut-sudut luar sepihak adalah dua sudut yang terbentuk oleh dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, kedua sudut di daerah luar, kedua sudut sepihak terhadap garis yang memotong, dan di titik sudut yang berbeda. Pada siklus II siswa membuat rangkuman tentang sifat-sifat sudut yang yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Adapun rangkuman yang ditulis oleh siswa pada siklus II, yaitu: 1) jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis maka sudut-sudut yang sehadap sama besar, 2) jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis maka sudut-sudut dalam berseberangan sama besar, 3) jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis lain maka sudut-sudut luar berseberangan sama besar, 4) jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis maka jumlah besar sudut-sudut dalam sepihak adalah 1800, dan 5) jika dua garis sejajar dipotong oleh sebuah garis maka jumlah besar sudut-sudut luar sepihak adalah 1800. Capaian siswa pada fase integrasi ialah siswa mampu menyimpulkan materi yang dipelajari secara tertulis. Selanjutnya peneliti berpesan kepada siswa agar tetap belajar karena pertemuan selanjutnya ialah pemberian tes. Setelah itu peneliti mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam. Peneliti memberikan tes akhir tindakan kepada siswa setelah melaksanakan pembelajaran. Tes akhir tindakan pada siklus I terdiri atas dua nomor soal. Satu diantara soal yang diberikan yaitu sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7.
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 305
Gambar 7. Soal tes akhir tindakan siklus I Hasil tes akhir tindakan siklus I menunjukkan bahwa dari 27 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan, hanya 16 siswa yang menjawab soal dengan benar dan 11 siswa lainnya melakukan kesalahan dalam menentukan pasangan sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Satu diantara siswa yang melakukan kesalahan yaitu siswa HU. Berikut jawaban siswa HU sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.
HUS1 2d2
HUS1 2d1
Gambar 8. Jawaban siswa HU terhadap soal tes akhir tindakan siklus I Gambar 8 menunjukkan bahwa siswa HU menuliskan pasangan sudut dalam sepihak yang pertama ialah dan (HUS1 2d1). Selanjutnya siswa HU menuliskan pasangan sudut dalam sepihak yang kedua ialah dan (HUS1 2d2). Jawaban siswa HU pada (HUS1 2d1) dan (HUS1 2d2) salah. Siswa HU seharusnya menjawab pasangan sudut dalam sepihak yaitu dengan dan dengan . Peneliti melakukan wawancara dengan siswa HU untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan HU. Kutipan wawancara peneliti dengan HU ialah sebagai berikut. HU SI 25 P : bagian yang lain kamu sudah memperoleh skor maksimal. Mengapa jawaban soal nomor 2 bagian d salah? HU SI 26 S : bingung saya lihat gambarnya, kakak. HU SI 27 P : coba ingat kembali, apa itu sudut dalam sepihak? HU SI 28 S : sudut dalam berarti sudut yang berada di dalam dua garis sejajar. Kalau sepihak berarti satu pihak. HU SI 31 P : baik. Coba perhatikan gambar soal nomor 2! Silakan cari sudut yang berada di dalam dua garis sejajar. HU SI 32 S : , dengan . HU SI 33 P : bagus. Dari keempat sudut itu, mana sudut yang sepihak? HU SI 34 S : dengan HU SI 35 P : jawabannya sudah betul. Masih ada sudut sepihak lainnya? HU SI 36 S : ya, kakak. dengan . HU SI 37 P : bagus. Sekarang, tuliskan pasangan sudut dalam sepihak! HU SI 38 S : saya sudah paham. Jadi, sudut dalam sepihak itu dengan dan dengan (menulis jawabannya). Hasil wawancara pada siklus I memberikan informasi bahwa siswa mengetahui sudut dalam sepihak (HU SI 28 S), namun siswa HU keliru dalam menentukan pasangan sudut dalam sepihak karena siswa kurang teliti dalam mengamati gambar pada soal tersebut (HU SI 26 S). Siswa dapat mengerjakan soal dengan benar (HU SI 38 S) setelah siswa dituntun oleh peneliti untuk mengerjakan kembali.
306 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
Tes akhir tindakan pada siklus II terdiri atas empat nomor soal dengan 27 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan. Hasil tes akhir tindakan siklus II menunjukkan bahwa dari 27 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan, terdapat 24 siswa yang menjawab soal dengan benar dan 3 siswa lainnya belum menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Satu diantara soal tes akhir tindakan siklus II ditunjukkan pada Gambar 9. Satu diantara siswa yang belum menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain ialah HU. Jawaban siswa HU terhadap soal tersebut ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa siswa HU dapat menuliskan yang diketahui (HUS2 01) dan yang ditanyakan (HUS2 02). Siswa HU menuliskan + = 1800 (HUS2 03) dan memperoleh besar = 600 (HUS2 04). Namun, siswa HU tidak dapat menyelesaikan soal dengan menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain (HUS2 04). Seharusnya, siswa menghubungkan hasil yang diperoleh dengan apa yang ditanyakan pada soal. Setelah siswa memperoleh besar = 600, seharusnya siswa menggunakan sifat sudut sehadap sehingga = 600. HUS2 HUS2 01 01 HUS2 02 HUS2 03 HUS2 04 Gambar 9. Soal tes akhir tindakan siklus II
Gambar 10. Jawaban siswa HU terhadap soal tes akhir tindakan siklus II
Peneliti melakukan wawancara dengan siswa HU untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan HU. Kutipan wawancara peneliti dengan HU ialah sebagai berikut. HU S2 23 P : HU S2 24 S : HU S2 25 P : HU S2 26 S : HU S2 27 P : HU S2 28 S : HU S2 29 P : HU S2 30 S : HU S2 31 P : HU S2 32 S : HU S2 33 P : HU S2 34 S :
bagaimana caranya HU menyelesaikan soal nomor 2? saya cari yang diketahui, lalu saya cari yang ditanyakan. baik. coba lihat jawaban HU nomor 2! Mengapa + = 1800? karena sudut dan itu sudut berpelurus. Jadi kalau dijumlahkan 0 hasilnya 180 . cara kerjanya sudah benar, tapi tidak selesai. Coba diselesaikan dulu. (mengerjakan soal) saya dapat besar = 600, betul ini, kakak? Saya tidak tahu caranya supaya bisa mendapatkan besar . 0 kamu sudah menemukan besar = 60 . Coba lihat gambar pada soal, dan merupakan sudut apa? sudut sehadap. bagaimana sifat sudut sehadap? pasangan sudutnya sama besar. jadi? berarti besar juga 600 (menuliskan jawaban yang benar).
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 307 Hasil wawancara dengan siswa HU memberikan informasi bahwa HU dapat memahami soal yang diberikan (HU S2 24 S) dan HU memperoleh besar = 600 (HU S2 28 S) dengan menggunakan sudut berpelurus (HU S2 26 S). Namun, siswa tidak dapat menyelesaikan soal dengan menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain (HU S2 28 S). Setelah dituntun untuk mengerjakan kembali, siswa dapat mengerjakan soal dengan benar (HU S2 34 S). Hasil tes akhir tindakan dan wawancara pada setiap siklus menunjukkan bahwa siswa dapat menyelesaikan soal tentang sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan siswa dapat menggunakan sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Namun, masih ada siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Setelah peneliti menuntun siswa untuk mengerjakan soal kembali, siswa dapat mengerjakan soal dengan benar. Aspek-aspek aktivitas peneliti yang diamati selama pembelajaran berlangsung pada siklus I dan siklus II menggunakan lembar observasi meliputi: 1) membuka pembelajaran dengan salam dan mengajak siswa untuk berdoa, 2) mengecek kehadiran siswa dan mempersiapkan siswa untuk belajar, 3) menyampaikan informasi tentang materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan pembelajaran, 4) memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat materi dalam kehidupan sehari-hari, 5) melakukan apersepsi dengan mengingatkan kembali materi prasyarat, 6) mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi, 7) menampilkan gambar objek nyata yang menunjukkan dua garis dipotong oleh garis lain, 8) menyampaikan kepada siswa tentang garis-garis besar materi yang dipelajari, 9) meminta siswa untuk berkelompok yang terdiri atas 4-5 orang siswa sesuai dengan kelompok yang telah dibagi dan membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan alat peraga kepada setiap kelompok, 10) menjelaskan petunjuk mengerjakan LKS dan menggunakan alat peraga, 11) memonitor jalannya diskusi kelompok dan memberikan bantuan seperlunya, 12) memilih perwakilan siswa dari beberapa kelompok untuk memaparkan hasil kerja kelompoknya dan memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapinya, 13) membimbing siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat dalam mempresentasikan hasil diskusinya, 14) membimbing siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat untuk menjelaskan apa yang diamati siswa pada LKS, 15) memberikan tugas yang lebih kompleks kepada siswa mengenai materi yang dipelajari, 16) mengoreksi jawaban siswa, 17) mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari dengan mengungkapkan melalui tulisan, 18) mengumpulkan tugas yang diberikan yakni rangkuman tentang konsep yang dipelajari, 19) menutup pembelajaran dengan mengucap salam, 20) efektivitas pengelolaan waktu, dan 21) penampilan guru dalam pembelajaran. Hasil observasi aktivitas peneliti pada siklus I yaitu aspek 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 17, 18 dan 19 berkategori sangat baik. Aspek 8, 12, 13, 14, 15, 16, 20 dan 21 berkategori baik. Sedangkan hasil observasi aktivitas peneliti pada siklus II yaitu aspek 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,17, 19, 20 dan 21 berkategori sangat baik. Aspek 18 berkategori baik. Aspek-aspek aktivitas siswa yang diamati selama pembelajaran berlangsung pada siklus I dan II menggunakan lembar observasi meliputi: 1) menjawab salam dan berdoa, 2) menyiapkan diri untuk belajar, 3) mendengarkan dan menanggapi tujuan pembelajaran yang disampaikan peneliti, 4) mendengarkan dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, 5) memperhatikan penjelasan dan memberi tanggapan kepada peneliti, 6) memperhatikan pertanyaan peneliti serta menjawab pertanyaan peneliti, 7) memperhatikan gambar yang ditampilkan peneliti dan menjawab pertanyaan peneliti, 8) memperhatikan penyampaian guru tentang garis-garis besar materi yang dipelajari dan menanggapinya, 9) membentuk kelompok sesuai dengan arahan peneliti dan menerima LKS dan alat peraga
308 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
dengan tertib, 10) memperhatikan penjelasan peneliti, 11) bekerja sama dengan teman kelompok untuk mengerjakan LKS dan meminta bantuan kepada peneliti jika mengalami kesulitan, 12) memilih perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya bagi kelompok yang ditunjuk dan kelompok lain menanggapinya, 13) mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan mengungkapkan hasil temuan yang dikerjakan pada LKS dengan menggunakan bahasa sendiri, 14) memperhatikan presentasi temannya dan memberikan tanggapan serta memperhatikan penjelasan dari peneliti agar menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, 15) mengerjakan tugas mengenai materi yang pelajari dan siswa yang mampu mengerjakan akan mempresentasikan jawabannya, 16) memperhatikan pengoreksian jawaban yang dilakukan peneliti, 17) membuat rangkuman tentang konsep yang dipelajari melalui tulisan, 18) mengumpulkan tugas yang dikerjakan yakni rangkuman tentang konsep yang dipelajari, dan 19) menjawab salam. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I yaitu aspek 1, 3, 5, 7, 17, 18 dan 19 berkategori sangat baik. Aspek 2, 4, 6, 8, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 berkategori baik. Aspek 10 berkategori cukup dan aspek 9 berkategori kurang. Aspek yang berkategori cukup dan kurang diperbaiki pada siklus II. Sedangkan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II yaitu aspek 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 11, 14, 15, 16, 17, 18 dan 19 berkategori sangat baik. Aspek 6, 9, 10, 12 dan 13 berkategori baik. PEMBAHASAN Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi prasyarat. Hasil tes awal digunakan sebagai pedoman untuk menentukan informan dan membentuk kelompok belajar yang heterogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwatiningsih (2014) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tes awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi prasyarat dan sebagai pedoman dalam menentukan informan serta membentuk kelompok belajar yang heterogen. Peneliti membuka pembelajaran pada kegiatan pendahuluan dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar. Kegiatan tersebut dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2014) yang menyatakan bahwa kegiatan guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar dapat menarik perhatian siswa di awal pembelajaran. Kemudian peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, siswa mengetahui tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga siswa terarah dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawiradilaga (2009) yang menyatakan bahwa menyampaikan tujuan pembelajaran dapat membuat siswa menjadi tahu tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan lebih terarah dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti memotivasi siswa dengan menyampaikan manfaat mempelajari materi hubungan garis dan sudut. Setelah siswa mengetahui manfaat mempelajari materi hubungan garis dan sudut, siswa menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Aritonang (2008) yang menyatakan bahwa ketika siswa mengetahui manfaat materi yang akan dipelajari, siswa menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Selanjutnya peneliti memberikan apersepsi dengan mengingatkan kembali materi prasyarat kepada siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menguasai materi prasyarat yaitu konsep sudut, garis sejajar, dan hubungan antar sudut, sehingga siswa tidak mengalami
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 309 kesulitan dalam mempelajari materi hubungan garis dan sudut. Siswa yang menguasai materi prasyarat tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bungel (2014) bahwa siswa harus menguasai materi prasyarat sehingga siswa tidak kesulitan dalam mempelajari materi yang akan diajarkan. Fase informasi merupakan fase pertama yang dilakukan dalam pembelajaran Van Hiele. Peneliti meminta siswa untuk mengamati gambar dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Selanjutnya peneliti menanyakan kepada siswa tentang nama: garis yang sejajar, garis yang memotong, titik potong dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis ketiga, daerah dalam dari dua garis sejajar, daerah luar dari dua garis sejajar, dan sudut-sudut yang terbentuk jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Pertanyaan yang diajukan peneliti dapat mendorong siswa untuk mengamati gambar yang diberikan, sehingga siswa memperoleh informasi awal tentang materi yang dipelajari dan peneliti mudah mengarahkan siswa pada fase selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Chairani (2013) bahwa pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat mendorong siswa untuk mengamati gambar yang diberikan, sehingga siswa dapat memperoleh informasi awal tentang topik yang dipelajari dan guru mudah mengarahkan siswa pada pembelajaran selanjutnya. Peneliti mengarahkan siswa membentuk kelompok belajar pada fase orientasi terarah. Kemudian peneliti membagikan LKS dan alat peraga kepada setiap kelompok. Penggunaan alat peraga dimaksudkan untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan memudahkan siswa untuk memahami konsep materi hubungan garis dan sudut. Hal ini sesuai dengan pendapat Muthia (2014) bahwa penggunaan alat peraga dimaksudkan untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan memudahkan siswa memahami suatu konsep pada materi matematika. Selain itu setiap kelompok menunjukkan interaksi antara sesama anggota kelompok dalam mengerjakan LKS sehingga dapat memudahkan siswa menemukan konsep materi hubungan garis dan sudut. Hal ini sesuai dengan pendapat Karim (2011) yang menyatakan bahwa interaksi antara sesama anggota kelompok dalam memgerjakan LKS dapat mempermudah siswa untuk menemukan konsep materi yang dipelajari. Selanjutnya peneliti membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS. Peneliti memberikan bimbingan kepada siswa yang berkaitan dengan langkah kerja pada LKS, sehingga siswa dapat mengerjakan LKS dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Badjeber (2011) yang menyatakan bahwa guru memberikan bimbingan kepada siswa yang berkaitan dengan langkah kerja pada LKS agar siswa dapat mengerjakan LKS dengan baik. Peneliti juga mengarahkan siswa yang kesulitan dalam menyimpulkan hasil kerja kelompok yang terdapat pada LKS. Siswa dapat membuat kesimpulan yang tepat melalui arahan peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2014) yang menyatakan bahwa peneliti perlu mengarahkan siswa yang kesulitan dalam menyimpulkan hasil kerja kelompok pada LKS, sehingga siswa dapat membuat kesimpulan yang tepat terhadap hasil kerja kelompok. Fase uraian merupakan lanjutan dari fase sebelumnya. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Peneliti mengarahkan siswa untuk menggunakan bahasa yang tepat. Kegiatan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan hasil kerja kelompok dan dapat mengubah pengetahuan siswa yang masih keliru. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur’aeni (2010) bahwa melalui presentasi di depan kelas, siswa berkesempatan untuk mengungkapkan hasil kerja kelompok di depan kelas dan guru mengarahkan siswa untuk menggunakan bahasa yang tepat agar siswa dapat mengubah pengetahuan yang masih keliru. Selanjutnya, siswa juga berkesempatan untuk menanggapi hasil presentasi kelompok lain agar siswa terbiasa mengemukakan pendapat mengenai hasil presentasi kelompok lain sehingga materi yang dipelajari lebih berkesan.
310 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2014) yang menyatakan bahwa bila siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan tanggapan mengenai hasil presentasi kelompok lain, maka siswa terbiasa untuk mengemukakan pendapatnya mengenai hasil presentasi kelompok lain sehingga materi yang dipelajari menjadi berkesan bagi siswa. Siswa mengerjakan soal-soal tentang materi hubungan garis dan sudut secara individu pada fase orientasi bebas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat memperoleh pengalaman dalam menyelesaikan soal dengan strategi sendiri sehingga dapat memantapkan pengetahuan siswa tentang materi hubungan garis dan sudut. Hal ini sesuai dengan pendapat Safrina (2013) yang menyatakan bahwa ketika siswa mengerjakan soal secara individu maka siswa dapat memperoleh pengalaman menyelesaikan soal dengan strategi sendiri sehingga dapat memantapkan pengetahuan siswa tentang materi yang dipelajari. Fase integrasi dilaksanakan pada kegiatan penutup pembelajaran. Pada fase ini siswa membuat rangkuman tentang materi yang telah dipelajari secara tertulis pada akhir pembelajaran melalui arahan guru. Hal ini didukung oleh pendapat Barlian (2013) yang menyatakan bahwa guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan pelajaran pada akhir pembelajaran. Sejalan pula dengan pendapat Chairani (2013) bahwa guru berperan mengarahkan siswa untuk membuat ringkasan dari materi yang dipelajari. Peneliti memberikan tes akhir tindakan kepada siswa setelah melaksanakan pembelajaran untuk memperoleh data hasil belajar siswa. Hasil tes akhir tindakan siklus I menunjukkan bahwa siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa dari 27 siswa yang mengikuti tes. Sedangkan hasil tes akhir tindakan siklus II menunjukkan bahwa siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa dari 27 siswa yang mengikuti tes. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil tes akhir tindakan dari siklus I ke siklus II. Selanjutnya hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peneliti dan aktivitas siswa dari kegiatan siklus I ke siklus II. Setiap aspek yang dinilai pada lembar observasi aktivitas guru maupun aktivitas siswa pada siklus II berada pada kategori baik maupun sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas peneliti dan aktivitas siswa memenuhi indikator keberhasilan tindakan. Hasil dan pembahasan yang telah diuraikan menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tindakan telah tercapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar pada materi hubungan garis dan sudut di kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunus (2011) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada geometri di Kelas V SDN Ranggeh Pasuruan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Novisa (2016) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi bangun ruang di Sekolah MTsN Model Martapura. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Van Hiele yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP-IT Qurrota A’yun Palu pada materi hubungan garis dan sudut dengan mengikuti fasefase: 1) informasi, 2) orientasi terarah, 3) uraian, 4) orientasi bebas, dan 5) integrasi. Kegiatan pada fase informasi ialah peneliti memberikan gambar dua garis sejajar dipotong oleh garis lain dan meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut. Selanjutnya peneliti menggali informasi awal tentang materi hubungan garis dan sudut kepada siswa melalui tanya jawab. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok untuk menemukan
Fadillah, Muh. Hasbi, dan Teguh S. Karniman, Penerapan Model … 311 konsep materi hubungan garis dan sudut pada fase orientasi terarah. Peneliti memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS. Pada fase uraian siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan peneliti membimbing siswa untuk menggunakan bahasa yang tepat. Pada fase orientasi bebas siswa mengerjakan latihan secara individu. Kemudian pada fase integrasi peneliti mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep materi hubungan garis dan sudut. SARAN Peneliti menyarankan bahwa pembelajaran geometri dengan menerapkan model pembelajaran Van Hiele layak dipertimbangkan sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi hubungan garis dan sudut. Bagi peneliti lain yang ingin menggunakan model pembelajaran Van Hiele, diharapkan perlu merancang materi pembelajaran dengan baik dan memaksimalkan efektifitas pengelolaan waktu agar pembelajaran dapat berlangsung efektif. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, A. L. (2014). Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Soal Cerita tentang Himpunan di Kelas VII MTsN Palu Barat. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. [Online]. Vol. 2 (1), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index. php/JEPMT/article/download/3226/2281 [30 Agustus 2016]. Aritonang, K. T. (2008). Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. [Online]. Vol. 1 (10), 11 halaman. Tersedia: http:// www.p07jkt.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%2011%Minat%20dan%motivasi%20belajar pdf. [17 Oktober 2016]. Badjeber, R. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII Ki Hajar Dewantoro SMP Negeri 4 Palu pada Materi Hubungan Antar Sudut. Skripsi Sarjana pada FKIP Universitas Tadulako Palu. Palu: tidak diterbitkan. Barlian, I. (2013). Begitu Pentingkah Strategi Belajar Mengajar bagi Guru? Jurnal Forum Sosial. [Online]. Vol. 6 (1), 6 halaman. Tersedia: http:// eprints.unsri.ac.id/2268/2/isi.pdf [12 Agustus 2016]. Bungel, M. F. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Palu pada Materi Prisma. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. Vol. 2 (1), 10 halaman. Chairani, Z. (2013). Implikasi Teori Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri. LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan. [Online]. Vol. 8 (1), 10 halaman. Tersedia: http:// ejurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/jpl/articel.php/jpl/articel/view/18/17. [9 November 2015] Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 Matapelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas. Karim, A. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Elektronik PGSD Universitas Almuslim. [Online]. Vol. 1 (1), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.bull-math.org/ index.php/ Simantap/ article/view/37/40
312 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016
[12 Agustus 2016]. Kemmis, S., Mc. Taggart, R. dan Nixon, R. (2013). The Action Research Planner: Doing Cristical Participatory Action Research. Singapore: Springer Sience. [Online]. Tersedia: http://books.google.co.id/book?id=GB3IBAAQBAJ&printsec=frontcover &dg=kemmis+and+mctaggart&hl=en&sa=X&redir_esc=y#=onepage&q=kemmis%2 0and%20mctaggart&f=false. [ 26 Agustus 2016]. Miles, M. B. dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjeptjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press. Muthia, S. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Langsung Berbantuan Alat Peraga Mesin Fungsi untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas XI IPA pada Materi Komposisi Dua Fungsi di SMAN 3 Palu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. [Online]. Vol. 2 (1), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/ index.php/JEPMT/article/download/3225/2281. [30 Agustus 2016]. Novisa, M. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele dengan Berbantuan Media Software Cabri 3D Terhadap Hasil Belajar pada Materi Bangun Ruang di Sekolah MTsN Model Martapura. Skripsi Sarjana pada IAIN Antasari. [Online]. Tersedia: http://idr.iain-antasari.ac.id/5570/ [3 September 2016]. Nur’aeni. E. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Saung Guru. [Online]. Vol. 1 (2), 7 halaman. Tersedia: http://103.23.244.11/Direktori /JURNAL/SAUNG_ GURU/VOL._1_NO._2/Hj._Epon_Nur’aeniPENGEMBANGAN_KEMAMPUAN_K OMUNIKASI_GEOMETRIS_SISWA_SEKOLAH_DAAR_MELALUI_PEMBELA JARAN_BERBASIS_TEORI_VAN_HIELE.pdf [9 November 2015]. Prawiradilaga, D. S. (2009). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Purwatiningsih, S. (2013). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Luas Permukaan dan Volume Balok. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. [Online]. Vol. 1 (1), 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/articel/ view/3097/2170. [2 November 2016] Safrina, K., Ikhsan, M. dan Ahmad, A. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Didaktik Matematika. [Online]. Vol. 1 (1), 11 halaman. Tersedia: http:// download.portalgaruda.org/article.php?article=157641&5828&title=Peningkatan%20 Kemampuan%20Pemecahan%20Masalah%20Geometri%20melalui%20Pembelajaran %20Kooperatif%20Berbasis%20Teori%20Van%20Hiele. [21 Oktober 2015]. Thohari, K. (2010). Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Geometri dengan Teori Van Hiele. [Online]. Tersedia: http://4shared.com/office/Ju7sr6f1/khamim Thoharivanhiele.html [13 November 2015]. Yunus, D. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geometri di Kelas V SDN Ranggeh Pasuruan. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Malang. [Online]. Tersedia: http://library.um.ac.id/ptk/ index.php?mod= detail &id=51041. [16 November 2015]