FACHRUDDIN MAJERI MANGUNJAYA
KANCIL MILENIUM
Kancil Milenium 3
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kancil Milenium/Fachruddin M.Mangunjaya, editor, Amalia Firman--Ed. 1-- Jakarta, Conservation International Indonesia. vi +87, 21x15cm ISBN : 979 -99273-2-3
Judul: Kancil Milenium © Fachruddin M. Mangunjaya Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Edisi pertama: April 2006 Ilustrasi dan Tata Letak : Eko Wahono@ahadpoint
Diterbitkan pertama kali oleh Conservation International Indonesia dan Yayasan Gajah Sumatera (YaGaSu)
4 Kancil Milenium
Untuk: Fataya, Dila, Fani dan kawan-kawannya. Sebagai cerita untuk pengetahuan tentang keprihatinan terhadap alam Indonesia.
Kancil Milenium 5
Pengantar Dr. Jatna Supriatna Regional Vice President CI Indonesia
Satwa atau hidupan liar (wildlife) mempunyai peranan penting didalam menyeimbangkan ekosistem. Makhluk-makluk tersebut mempunyai fungsi besar menjaga alam supaya tetap lestari, misalnya berbagai jenis burung rangkong berperan dalam menyebarkan biji-biji tumbuhan yang mereka makan di hutan. Dengan demikian manusia terbantu secara alamiah menanam biji-biji tersebut di berbagai kawasan dimana burung tersebut menjatuhkan biji sisa makanan mereka. Begitu pula kelelawar, selain sebagai penyebar biji, juga sebagai penyerbuk. Berbagai jenis buah-buahan di hutan termasuk durian penyerbukannya dibantu oleh kelelawar buah yang seringkali kita anggap sebagai hama. Tumbuhan dan satwa liar di hutan mempunyai peranan masing-masing, oleh karena itu perlu bahasa yang sederhana untuk mengajarkan pengetahuan itu kepada pelajar dan anak-anak kita pada tingkat tertentu. Cerita Kancil Milenium ini merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan pelajaran terhadap perilaku binatang yang hidup di hutan tempat mereka
6 Kancil Milenium
tinggal. Cerita disini dibuat sebagai fiksi tetapi berlandaskan penelitian ilmiah yang telah dibuktikan. Jadi, satwa-satwa yang kita miliki—yang merupakan makhluk Tuhan juga—sangat disayangkan kalau kemudian menjadi punah tanpa diketahui apa peranan mereka dan bagaimana kehidupan mereka sebenarnya dalam membantu kehidupan manusia.
Selamat membaca.
Kancil Milenium 7
Sambutan Ridhwan Ibrahim Aceh Program Manager YAYASAN GAJAH SUMATERA (YaGaSu)
Assalamualaikum wr.wb. Dalam cerita pengantar tidur kepada anak-anak dan cerita rakyat lainnya sudah berkembang dan terpatri dalam benak masyarakat kita bahwa kehidupan Kancil selalu bergelimang dengan penipuan dan kebohongan. Padahal di alam nyata bahwa Kancil hidup secara rukun dan harmonis dengan makhluk hidup lainnya di habitatnya. Malah ironisnya justru manusialah yang memburu sang Kancil untuk dijadikan bahan santapan dan diperdagangkan. Selain itu, manusia juga yang terus-menerus merusak hutan yang merupakan penyangga kehidupan dan rumah yang nyaman bagi sang Kancil serta satwa-satwa liar lainnya. Ini menunjukkan bahwa yang “membohongi hati nurani” justru bukan Sang Kancil. Buku ini ditulis untuk merubah pemahaman tentang alam dan satwa liar dengan menggunakan Sang Kancil
8 Kancil Milenium
sebagai “bendera (flagship)”. Karena itu, buku ini penting dibaca oleh anak-anak dan generasi muda untuk memberi pengetahuan dan pemahaman yang proporsional tentang alam, lingkungan hidup dan konservasi. Buku ini diterbitkan atas kerjasama antara Yayasan Gajah Sumatera (YaGaSu) dan CI Indonesia, untuk itu diucapkan terima kasih kepada Dr..Jatna Supriatna Regional Vice Presiden CI Indonesia atas sokongannya dalam memberikan kata pengantar, juga kepada Bapak Bambang Suprayogi, Operation Director Yayasan Gajah Sumatera (YaGaSu). Tidak lupa ucapan terima kasih dihaturkan kepada Sdr. Fachruddin Mangunjaya yang telah menyumbangkan buku ini untuk kegiatan kami di Nangroe Aceh Darussalam. Semoga sumbangan ini membawa manfaat untuk kita semua. Wassalamualaikum wr.wb. Banda Aceh, Maret 2006
Kancil Milenium 9
Prakata Apakah dongeng pengantar tidur tentang Sang Kancil mencuri timun masih dituturkan oleh nenek dan orang tua kita? Apakah harimau sudah tidak bersahabat lagi dengan Sang Kancil, karena antara kancil dan harimau selalu terjadi perseteruan akibat kejahilan kancil menjebak sang raja hutan itu sehingga tercebut ke dalam sumur. Cerita-cerita tersebut merupakan cerita fiksi dan tidak dijumpai dalam buku ini. Tetapi dalam buku ini, Sang Kancil yang hidup di jaman modern, abad milennium di tahun 2000an yang mengalami nestapa, rumah dan tempat mereka hidup di hutan-hutan dibolduser oleh manusia dan penebang kayu. Habitat— tempat tinggal—mereka lalu habis, mereka diburu— jika mati— diambil kulitnya, dijadikan barang awetan. Jika tertangkap hidup-hidup, binatang liar ini dijual di pasarpasar, lalu dipelihara oleh manusia, mereka tidak lagi bebas hidup di alam, jenis binatang-binatang itu kini berada di ambang kepunahan. Jika sudah punah berarti: tidak ada lagi kancil, tidak ada lagi harimau, tidak ada lagi gajah dan hilanglah sudah orangutan atau mawas. Maka cerita fiksi dalam buku ini merupakan sudut lain dari kancil dan gajah serta teman-temannya yang lain dengan dasar ilmiah. Cerita dalam buku ini merupakan himpunan yang pernah dari cerita yang pernah penulis publikasikan di Majalah Ma’had Al-
10 Kancil Milenium
Zaytun, Indramayu, antara tahun 2001-2002, sewaktu penulis menjadi redaktur senior di majalah tersebut. Dalam serial tersebut, penulis tidak menyebutkan nama (anonim). Oleh karena itu, cerita Sang Kancil dalam buku ini merupakan cerita Islami, karena pembuatannya ditujukan kepada para santri di usia 13-18 tahun (SMP dan SMA). Maka saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Abbas Nasution, Pemimpin Redaksi Majalah AlZaytun, kami bersama-sama menggarap majalah pesantren tersebut sebagai sumbangan terhadap pendidikan di Indonesia. Ucapan terima kasih juga kepada H. Iman Prawoto, Pengarah Besar Majalah AlZaytun dan juga kepada Syaykh A.S. Panji Gumilang, Syaykh Ma’had Al-Zaytun. Buku ini telah lama disimpan untuk mendapatkan pendanaan dan momen yang pas untuk diterbitkan. Lalu saya bertemu dengan Mas Bambang Prayogi, Operation Director Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) yang berminat untuk membantu publikasi buku ini untuk disumbangkan kepada anak-anak di Aceh sebagai bagian dari program penyadaran lingkungan dan konservasi hutan. Selain itu, buku ini juga mendapat bantuan dari Conservation Support Division ( CSD) Conservation International Indonesia. Semoga buku ini bermanfaat. Wassalam, FM Kancil Milenium 11
Daftar Isi 1. Bertemu Penghuni Hutan 2. Beruang Jatuh dari Pohon 3. Kucing Hutan: Sulit Cari Makanan 4. Berjumpa Beruk Rental 5. Bersilaturahim Kepada Gajah 6. Bekantan Menyeberang Sungai 7. Bertanya Dengan Malu-Malu 8. Bos dari Jawa 9. Hantu Leher Berputar 10. Air Mata Duyung 11. Muka Badak 12. Monyet Berbaju Merah 13. Elang Bondol dan Seekor Kadal 14. Berang-Berang Keracunan
12 Kancil Milenium
1 Bertemu Penghuni Hutan
Kancil Milenium 13
P
agi itu suhu di hutan seperti menusuk-nusuk kulit. Dingin sekali. Sang Kancil jadinya malas bangun. Tunggu agak siangan dikit, pikirnya. Dia sambil mengusap-usap mata, merancang kemana arah yang akan dituju untuk mendapatkan buah-buahan di musim hujan begini. Tiba-tiba saja “wus..wus.”.ada sebuah dahan jatuh dan ia meloncat terperanjat. Kancil memperhatikan patahan pohon itu masih segar dan terkelupas kulitnya. Lalu ia menengok keatas pohon. Tenyata lima meter diatas sana ada orangutan bersama anaknya. Kera berbulu merah itu tertatih tatih menyebrang dari dahan ke dahan mengikuti induknya. “Upp…,” tiba-tiba Kancil terperanjat ketika si orangutan yang bergayut di pohon merosot kebawah. Dia turun ke tanah mendekati Kancil. “Assalamualaikum wahai Kancil yang cerdik,” ujarnya. Wa’alaikumsalam, sahabatku kera besar, kenapa Anda tiba-tiba kok turun merosotkan diri dari atas pohon? kata Kancil keheranan. “Wah, dingin-dingin begini, di hutan tropis lebat ini enaknya turun ke tanah. Sebab ada kehangatan. Di tanah kan ada serasah, juga pohon lapuk, disitu ada anai-anai yang bisa dimakan sebagai tambahan gizi”, tukas orangutan. “Oh begitu,” jawab sang Kancil. “Tapi tadi Aku lihat kamu memakan-buah-buahan terus diatas pohon?” Kancil menanyakan kembali. 16 Kancil Milenium
Kancil Milenium 17
“Iya, aku senang makan buah-buahan, tapi selain itu aku juga suka makan daun-daun muda, bunga hutan yang ada madunya, juga kulit-kulit kayu tertentu,” ujar makhluk berbulu merah ini menjelaskan. Kemudian terjadilah dialog yang panjang antara dua sahabat alam itu. Orangutan menjelaskan keperihatinannya soal hutan yang kian lama menyusut, pohonpohon buah sudah sangat sulit dijumpai. “Padahal menurut kakek saya yang umurnya mencapai 70 an tahun—dia sangat mudah menemukan buah-buahan di hutan dua puluh atau tiga puluh tahun yang silam,”ujar si orangutan. Memang, orangutan adalah pemakan buah. Dengan cara ini secara tidak langsung kera ini menyumbang melestarikan hutan dengan cara menyebar biji-biji buahbuahan yang dimakannya. “Menurut penelitian, biji yang ditebarkan melalui kotoran warga kami itu lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan biji yang jatuh matang dari pohon,” katanya menjelaskan. Artinya memang makhluk ini turut memberikan sumbangan penting penyebaran jenis-jenis pohon yang tumbuh di belantara hutan hujan tropis. Para peneliti mengemukakan orangutan memakan kira-kira 200 jenis buah-buahan berbeda dan menjadi perantara penting bagi penyebaran kira-kira 70 persen jenis-jenis pohon yang mempunyai kegunaan bagi manusia. Diantara buah-buahan hutan yang mempunyai berguna bagi manusia yaitu getah merah (Plaqium 18 Kancil Milenium
Kancil Milenium 19
gutta) , yang merupakan sumber karet alam yang mahal. Beberapa dasa-warsa silam karet ini dikumpulkan dari hutan Kalimantan untuk diekspor, juga biji jelutung (Dyera polyphylla) yang disadap untuk mendapatkan karetnya yang manis sebagai bahan pembuatan permen karet dan ramin (Gonystylus bancanus) yang yang kayunya dibuat sebagai bahan meubel, seperti meja belajar dan lain-lain. Maka, jika orangutan menjadi punah, akibatnya dapat dirasakan beberapa abad kemudian setelah hilangnya jenis-jenis tumbuhan yang bijinya disebarkan oleh orangutan itu. Memang semakin lama populasi jenis orangutan semakin menyusut. Sekarang ini hanya ada 25.000 individu yang hidup di hutan-hutan Sumatra dan Kalimantan. Yang hidup di Sumatera mempunyai nama ilmiah Pongo pigmeaus abelii dan Orangutan Kalimatan Pongo pigmeaus pigmeaus. Sisa sisa orangutan di Kalimantan terdapat di Taman Nasional Kutai, Wanariset semboja di Kalimantan Timur, atau Taman Nasioanal Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Sedangkan di pusat rehabilitasi di negara tetangga dijumpai di Sepilok, Sabah, Borneo Utara. Sedangkan di hutan Sumatera dapat di jumpai di Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok, Taman Nasional Ketambe, Aceh Timur. ***
20 Kancil Milenium
2 Beruang Jatuh dari Pohon
Kancil Milenium 21
P
rakk sreett, gdebugg.. srett gdebug...“Sepertinya bunyi kayu lapuk tumbang,” pikir Kancil. Di hutan hujan tropis yang lebat, apabila angin bertiup kencang, gesekan dedaunan yang lebat berdesir seperti hujan sehingga ranting pohon jatuh pun terkadang nyaris tak terdengar. Tapi kok bunyi tadi terdengar berdebum dua kali. Ini membuat Kancil penasaran. Memang, binatang satu ini lumayan cerdas sehingga tanpa berpikir panjang dia menuju ke tempat arah bunyi tersebut. “Astagfirullah al ‘azdiiiim.., sedang apa kok kamu lemas betul, termenung begitu, hai beruang ?” tanya kancil terperanjat ketika menyaksikan bahwa makhluk yang ada di hadapannya adalah sahabatnya, beruang, jatuh dari atas pohon. “Begini, saya tadi ingin memanjat, di atas sana ada sarang serangga penghasil madu. Saya coba panjat, ternyata kayu yang saya pijak lapuk.. jadi jatuh deh ,” ujar beruang menjelaskan sambil sewot. “Kamu, sih, seperti tidak ada makanan lain saja. Madu setinggi itu dipanjat, apa tidak ada pilihan lain?”. “Ada, selain madu, juga buah-buahan, larva (ulat), kutu, dan sebagai tambahan gizi saya juga suka memakan telur burung.” Biasanya, soal panjat-memanjat memang beruang termasuk ahlinya, bahkan sampai ke batang pohon tinggi sekalipun, bila ada lebah madu yang sedang berkumpul, beruang pasti mengincar. “Kali ini aku agak pusing, wahai kancil,” ujarnya. 22 Kancil Milenium
Kancil Milenium 23
“Mengapa?” “Itu lho manusia sudah membawa hukum kota ke dalam hutan. Main bakar, tebang kayu sembarangan, tidak peduli Taman Nasional atau Hutan Lindung” “Ah, bukannya terbalik, itu hukum rimba namanya”, bantah kancil. “Wah, pasti sahabat kancil tidak pernah baca koran. Hukum di kota hari ini lebih sadis dari perbuatan di sini. Copet di bus dihajar dan dibakar. Pencuri kayu dan penebang hutan secara tidak sah yang menyengsarakan kita-kita ini divonis penjara hanya beberapa tahun, ini kan tidak adil.” “Betul juga, ya. Tapi itu kan yang namanya repot nasi, eh kompor nasi,” ujar Kancil sok pintar. “Nah, kan salah lagi, itu namanya reformasi,” kata beruang sambil tertawa geli. “Pokoknya begini,” lanjut beruang. “Dalam beberapa tahun terakhir ini, saya dipusingkan oleh ulah manusia yang suka mencari-cari warga kami untuk diperjual-belikan. Kemarin tetangga saya sesama beruang, induknya ditembak mati. Anaknya diambil, dijual sebagai barang timangan. Di kurung dalam kandang tanpa ada pengadilan. Yang lebih sadis mereka kalau membunuh yang diincar adalah empedu kami, karena katanya buat obat,” kata Beruang prihatin. Selain itu beruang menerangkan pada Kancil bahwa yang menjadi sasaran lainnya sebagai suvenir, adalah taring dan kukunya. Beruang diberi nama ilmiah Helarctos malayanus, 24 Kancil Milenium
hari ini populasinya menurun drastis akibat perburuan dan tergusurnya hutan alam habitat mereka di Sumatera dan Kalimantan. Beruang dijumpai juga di Semenanjung Malaysia dan Kalimantan Utara (Borneo). Secara internasional binatang ini diharamkan diperjual belikan apalagi dipelihara tanpa alasan kuat. Dalam hukum internasional yang disebut dengan konvensi CITES, beruang dimasukkan dalam lampiran I, artinya hewan ini tidak boleh ditangkap dengan alasan apapun terkecuali mendapatkan ijin menteri kehutanan atau menteri lingkungan hidup negara bersangkutan. Beruang hanya boleh diteliti untuk tujuan ilmu pengetahuan atau pertukaran cindera mata sebagai tanda persahabatan antar negara. ***
Kancil Milenium 25
3 Kucing Hutan Sulit Cari Makanan
26 Kancil Milenium
S
iang itu matahari sangat cerah, angin mendesir sepoi-sepoi, terkadang terdengar ocehan burung murai batu yang terus saja bernyanyi tanpa henti. Entah apa makna dan pesan-pesannya. Sewaktu Kancil berjalan di pinggiran hutan yang agak terbuka, di kawasan hutan sekunder, ia menemukan jejak-jejak hewan yang mencurigakan. Namun karena rasa ingin tahu hewan cerdik ini, akhirnya ia me-nemukan yang mempunyai tapak itu. “ Wisshh, Wissshhh...” terdengar suara desisan tidak jauh di-sampingnya. “ Eit, suara apa itu”, Kancil terkejut. Tiba-tiba saja, “ kras…,” bunyi suara hewan terjun dari atas pohon lalu menyentuh tanah yang penuh dedaunan. “Ehm, engkau rupaya wahai kucing. Kulihat badanmu, kok, semakin kurus saja, padahal sebelumnya seperti terlihat pada foto-fotomu di jurnal-jurnal ilmiah, kamu ber-bulu indah, bersih, dan mengkilap”, kata Kancil sok jadi ilmuwan. “Wah, saudara Kancil, hari-hariku rasanya semakin bertambah risau saja. “ Eh, mengapa pula, bung?”, tanya Kancil. “Aku kayaknya trauma hidup di hutan akhir-akhir ini, makanan yang jadi sasaran sangat jarang ditemukan,” kata Kucing Hutan memelas. “Memangnya makanan kamu apa saja, sih?”. “Ya, tentunya yang bergizi tinggi, misalnya: monyet, ungko, kijang dan (ehm..ma’af) warga seperti kamu,” ujar Kucing. “ Weleh-weleh.... ngeri amat” ujar Kancil sambil Kancil Milenium 27
mengerutkan keningnya. “Iya, tapi kan memang itu hakhak saya, lagi pula sekarang ini sangat susah menemukan hewan-hewan yang cukup layak dimakan. Sebabnya tempat-tempat di mana aku biasa berburu sudah tinggal sedikit. Hutan-hutan sudah dibabat oleh manusia, lalu berubah menjadi ladang atau tempat berkebun. Kemarin zaman orde baru ada proyek sejuta hektare Pertanian Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, ternyata kayunya doang dibabat habis, proyeknya nggak jalan. Sisanya, ya, segelintir Taman Nasional ini, dimana kita dapat sedikit leluasa agak terlindungi untuk cukup bertahan hidup mencari makan,” ujar Kucing Hutan panjang lebar. Setelah itu hewan bermata tajam dan suka berburu pada malam hari ini bertutur lagi. “Tambahan pula, kalau hewan-hewan seperti kita, kan, tidak pernah membawa makanan untuk cadangan. Kalau manusia itu, kan, rakusnya bukan main, dia selalu membawa pulang dan menyadangkan makanan. Bahkan mereka mempersiapkan kekayaan hingga tujuh turunan. Kalau kita, lambung sudah penuh, ya sudah, besok cari lagi. “Iya, iya.. tapi kamu, kan, suka nyerempet-nyerempet juga tho, kalau tak ada yang dimakan akhirnya mencuri ayam atau kambing pak tani?,” ujar Kancil. “Iya, itu namanya terpaksa, boleh saja, kan?”, timpal kucing yang mempunyai nama ilmiah Neofelis nebulosa ini membela diri. “ Hus.. enak saja, yang namanya barang curian, ya 28 Kancil Milenium
Kancil Milenium 29
hukumnya haram, bung, jangan dibiasakan, nanti keterusan, kan membuat susah petani yang susah payah memelihara ternak mereka.” “ Kalau begitu jalan keluarnya apa dong, Cil?”, tanya kucing agak kebingungan dan bertambah muram. “Berdo’a sajalah, semoga manusia manusia zhalim itu tidak lagi berkuasa, kita perlu kepemimpinan yang benar-benar tidak merusak lingkungan, pandai memimpin dan bekerja dengan manajemen yang benar: jujur, amanah, siddiq dan fatonah, ber-pendidikan dan mempunyai visi kedepan, seperti zaman Nabi Allah Sulaiman.” “Iya, tapi itu di mana dan kapan?” “Ya sabar,” tukas kancil meramalkan. “Amin ya Allah,” kucing hutan berdo’a sambil menengadahkan mukanya ke atas langit. Tidak terasa air matanya meleleh, binatang ini ternyata juga punya nurani yang halus karena selama ini merasa terus dikejarkejar dan dizhalimi oleh manusia. ***
30 Kancil Milenium
4 Berjumpa Beruk Rental
Kancil Milenium 31
M
atahari siang itu terik sekali, baru saja Kancil terbangun dari tidur siang. Tidak biasanya dia tidur, karena mengantuk dia istirahat sekira satu jam. Habis tidur badannya segar lagi. Bagus juga kalau tidur siang masuk kurikulum, pikirnya. Kali ini Kancil berjalan-jalan di sebuah perkebunan kelapa milik masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Masyarakat di sini menamakan dirinya orang Minangkabau. Kancil asal Kalimantan ini tercengangcengang menyaksikan atap rumah minang melengkung lengkung seperti tanduk kerbau itu. Mungkin ada hubungannya antara Minangkabau dengan Tanduk Kerbau, pikirnya. Tengah asyik melamun, tiba-tiba “..crash..buk, buk..” Kancil terperanjat, dua buah kelapa tua jatuh dari atas pohon sana. Kancil lantas berpikir ada apa banyak sekali kelapa berserakan di kebun sejak tadi. Dia terus mendekati kedua kelapa itu, tiba-tiba terdengar salam dari atas pohon: “Assalamu’alaikum…!” “ Wa’alaikum salam warahmatullahi wabar katuh.” Kancil menyahut sambil menoleh keatas. Di atas pohon kelapa yang tingginya sekira 20 meter, rupanya ada beruk yang tengah asyik memutar-mutar tampuk kelapa tua dengan kedua tangannya. “Wahai sahabat, sedang apa rupanya kamu?” tanya Kancil berteriak sambil mendongak keatas. “Biasa, sedang bekerja, membantu majikan menurunkan 32 Kancil Milenium
Kancil Milenium 33
kelapa,” ujar Beruk. “Eh bagus juga, kamu bisa bekerja membantu manusia. Bukankah itu namanya amal shaleh?” Kancil berceramah. “Iya, sejak kecil saya sudah dididik untuk memanjat dan memetik kelapa ini. Lumayan imbalannya dari 10 kelapa yang saya turunkan dari pohon: majikan saya memberikan 2-3 butir kelapa, orang-orang bilang saya ini ber-nama beruk rental”, ujar Beruk sambil memutar-mutar kelapa tua lalu menjatuhkannya satu per satu. Beberapa saat kemudian, pohon kelapa yang dipanjat oleh Beruk sudah tidak ada lagi yang tua buahnya. Segera saja dia turun menemui Sang Kancil. “Beginilah kerjaku sehari-hari. Setiap hari hampir 15 hingga 20 pohon ku panjat,”ujar Beruk melanjutkan ceritanya. “Amboi, hebat sekali sahabatku ini. Andai satu pohon ada 10 kelapa berarti 150 sampai 200 biji kelapa yang kamu petik per hari,” Kancil menghitung. “Iya dong itu namanya professional, kalau manusia paling-paling dua atau tiga pohon sudah menyerah,” ujar Beruk yang mempunyai nama ilmiah Macaca nemestrina ini, menimpali. “Terus kamu dapat imbalan untuk pekerjaan ini ?” Kancil penasaran bertanya. “Iya, aku dapat upah langsung berupa makan terjamin dan tidur terjamin, alias dikandang, he..he,” jawab Beruk sambil tertawa rileks. “Eh, ngomong-ngomong teman- temanmu kemana, kalau di Kalimantan aku sering bertemu kalian pada berkelompok. Malah seperti geng saja?” tanya Kancil. 34 Kancil Milenium
“Oh iya, itu kalau aku hidup bebas di hutan. Temantemanku satu grup sampai mencapai 15 hingga 40 ekor banyaknya, terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa dan sisanya ‘bocah-bocah’. Satu grup kami sering bermain-main di dataran rendah hutan hujan tropis. Kebanyakan kami berjalan-jalan di tanah saja berkelompok untuk mencari makanan buah-buahan yang sudah matang,” kata Beruk panjang lebar menjelaskan. Kemudian dia menambahkan lagi, “Jangan lupa, kalau tidak ada makanan di hutan kami sering ‘shopping’ di ladang petani” Itu tentu karena terdesak, kadang-kadang anggota kami ada yang tertangkap. Ya jadinya seperti aku ini, tersandera dan harus menjadi pembantu manusia. Bagiku tidak ada masalah asal diperlakukan secara adil dan makan tidak terlambat, iya enggak?”. Beruk itu berseloroh kemudian kembali meloncat ke pohon kelapa berikutnya untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya itu. “Hei, sebentar. Kalian ditemukan di Kalimantan dan Sumatera, selain itu di mana lagi?” tanya Kancil ingin tahu “Oh, jelajah kami banyak, di India Timur Laut, Cina Barat Daya, dan seluruh kawasan Asia Tenggara termasuk Sumatera dan Kalimantan. Sudah ya, permisi, Assalamu’alaikum,” Beruk itu pun kemudian menghilang dibalik daun-daun kelapa. “Wa’alaikumsalam,” Kancil menyahut perlahan-lahan dan kembali meneruskan perjalanannya. *** Kancil Milenium 35
5 Bersilaturahim Kepada Gajah
36 Kancil Milenium
T
iada gading, yang tak retak.. gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, kuman diseberang lautan kelihatan” Ah, aku jadi iri sama Gajah, masa ada dua pepatah yang terkenal di kalangan manusia mengenai Gajah” kata Kancil ngedumel sendirian sambil berjalan di pinggiran hutan dataran rendah. Kalau begitu, Gajah itu termasuk hewan yang paling terkenal dikalangan manusia, seperti bintang film saja, pikirnya lagi. Nah, kalau begitu bagaimana kalau hari ini aku bersilaturahmi pada Gajah saja, Kancil berdialog dengan dirinya sendiri. Ok, biasanya Gajah itu berada di pinggiran hutan berdekatan dengan sungai, karena mereka umumnya hidup berkelompok dengan teman-temannya yang lain. Satu kelompok terdiri dari tiga hingga empat puluh, pernah juga ada ratusan Gajah dalam satu kelompok. Mereka bermain dan mencari makan bersama-sama. Makanannya biasanya rumput-rumput muda, umbiumbian, bisa juga umbut kelapa, gedebong pisang dan lain-lain. Kancil lantas berlari-lari kecil menyusur hutan lebat. Udara hari itu sangat sejuk, burung-burung ramai berkicau, begitupun suara monyet, hiruk pikuk bersama rombongannya diatas pohon. Sayup-sayup masih terdengar suara owa: “uuw, auw, uuw, auw”..suaranya melolong, lolong memecah belantara hutan pagi hari. Tidak lama kemudian Kancil dikejutkan oleh sosok raksasa hutan yang sedang mengais-ngaiskan belaKancil Milenium 37
lainya: mematahkan dahan-dahan pohon perdu, sambil berdiri tegap lalu memasukkan makanan yang masih hijau itu kedalam mulutnya yang dower . “Assalamu’alaikum sahabat Gajah,” Kancil mengucapkan salam. “Wa’alaikum salam, eh kamu Cil, tumben kamu ada disini, dalam rangka apa ?” “Yah, silaturahmi, namanya kita sesama binatang harus banyak saling mengenal dan mengingatkan, supaya tidak terjadi konflik antar penghuni hutan “ ujar Kancil berceramah. “Betul, betul sekali sahabatku, masalah silaturahmi itu sangat penting karena merupakan salah satu perintah Allah. “Eh ngomong-ngomong berat badanmu berapa sekarang, kelihatan agak kurus?” Kancil menanyakan. “Sekarang memang susut, mungkin hanya sekitar satu setengah ton saja, beberapa waktu lalu, saya sampai mencapai 3000 kg alias tiga ton..” “Haah, tiga ton, jadi cari makannya bagaimana itu ?” tanya Kancil penasaran. “Itulah masalahnya badan besar seperti saya ini, makanannya pasti harus banyak pula. Sekarang karena krisis ekonomi di Indonesia, banyak masyarakat yang merambah habitat kami, penebangan hutan terjadi dimana-mana, termasuk di kawasan taman nasional. Kita—kaum Gajah—jadi ngeri jalan jauh-jauh, sebab manusia semakin ganas, terkadang bukan hanya 38 Kancil Milenium
Kancil Milenium 39
mencari kayu juga memburu binatang liar. Misalnya beberapa waktu yang lalu seorang teman saya dibunuh dan diambil gadingnya.” ujar Gajah bercerita sambil bergidik—kengerian. “Wah, ngeri juga ternyata hidup sebagai gajah,” ujar Kancil sambil menggelengkan kepala. Gajah bercerita kepada Kancil mengenai keperluan hidupnya untuk melangsungkan generasinya. Untuk makan saja Gajah dapat melahap 200 hingga 300 kg rumput dan makanan lain perhari. Mereka menjelajah mencari makanan dari dataran tinggi hingga ke pinggir pantai untuk mencabut umbut nipah, juga terkadang mengganggu ladang petani—tentu karena terpaksa jika tidak ada lagi cukup makanan di hutan. Gajah merupakan perenang yang cukup mahir: secara berombongan terkadang mereka sering dijumpai menyeberangi sungai. Karena kemahiran tersebutlah warga gajah menyebar di hutan-hutan berbagai negara, misalnya di India, Sri-Langka, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaysia dan Sumatera. Sedangkan di Pulau Kalimantan hanya tersebar di kawasan utara. Gajah yang ada di Kalimantan diriwayatkan merupakan pendatang asing: yaitu gajah yang dibawa oleh Sultan Sulu ratusan tahun yang lalu. Kancil sangat prihatin dengan kondisi saudarasaudanya ini, jangan-jangan karena terus tergusur habitatnya, lantas gajah-gajah ini kemudian bisa punah dimuka bumi. Kalau demikian, bagaimana dengan nasib 40 Kancil Milenium
peribahasa Melayu itu? Kelak, anak cucu manusia akan kesulitan membayangkan besarnya gajah: Bisa jadi guru bahasa Indonesia di kelas kemudian kesulitan juga menjelaskannya lalu menggantinya dengan pepatah baru: “Kucing dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman disebrang lautan kelihatan”. Ah, kasihan sekali nasib warga Gajah. ***
Kancil Milenium 41
6 Bekantan Menyeberang Sungai
42 Kancil Milenium
S
udah lama Sang Kancil tidak berjalan-jalan di pinggir sungai. Rasa jenuhnya dengan pekerjaan sehari-hari makan, minum lalu tidur. Ah, bosan juga, kata Kancil berdialog dalam hatinya. Biasanya kalau sedang jenuh begini Kancil berjalan saja tidak tentu arah menurutkan kehendak kakinya melangkah. Memang siang itu angin bertiup sepoi-sepoi. Kancil berjalan melangkah gontai, ketika melihat pohon buah kepalanya terkadang menengadah keatas melihat-lihat jika ada buah-buah hutan matang yang menjadi kegemarannya. Buah-buah hutan apabila matang dan tertiup angin terkadang jatuh ketanah. Saat itulah Kancil ketiban rejeki dan menyantapnya. Beberapa saat kemudian dia menemukan pinggiran sungai. Sambil menyusuri pinggiran sungai menikmati hembusan angin. Sayupsayup diseberang sana terdengar suara hiruk pikuk. Dan tiba-tiba dari atas pohon terlihat benda berwarna oranye terjun dari atas pohon ke sungai: byur..byur….Kancil bertanya-tanya didalam hatinya benda apakah itu. Langsung saja karena rasa ingin tahu yang tinggi Kancil mempercepat langkah menyusuri jalan setapak menunggu dimana tempat benda itu menyebrang. Sungai itu ternyata cukup aman. Tidak terdapat binatang air yang buas. Kancil dengan tangkas tiba ditempat tujuan: “Astaga… Bekantan rupanya. Kok sampai basah kuyup begitu, rupanya kalian sedang menyebrang sungai ini” tanya Kancil keheranan. Kancil Milenium 43
“Iiya, Kancil, darimana kamu. Bikin kita kaget saja”, ujar salah satu bekantan yang rupanya menjadi ketua rombongan. “Wah hebat betul kalian bisa berenang beramairamai begini” berapa jumlah anggota kalian?”. Kancil bertanya. “Rombongan kami ada 25 anggota, terdiri dari satu jantan pimpinan rombongan, beberapa istri beserta anak-anak bayi kami dan selebihnya dua atau tiga bekantan remaja yang ikut beserta kami”, ujar salah satu bekantan menjelaskan. “Eh, pakai pimpinan rombongan segala, emangnya mau piknik aja?” Kancil bertanya lebih jauh. “Wah iya, pemimpin itu penting, gunanya antara lain untuk memberikan peringatan kalau ada bahaya, guna menyelamatkan rakyat dari bencana”, ujar kera berhidung mancung ini. Memang, Bekantan termasuk hidupan liar yang terbiasa mempunyai hubungan sosial antar kelompoknya. Setiap grup dapat menguasai 150 hektar daerah jelajahnya sebagai habitat mereka mencari makan. Setiap hari kerja kelompok ini adalah mencari makan, bermain dari pohon-kepohon lain. Mereka berinteraksi antara satu dengan yang lain, mencari kutu, memakan buah-buahan dan daun-daun muda. Ketika senja tiba biasanya Bekantan dengan kelompoknya menuju pinggiran sungai untuk mencari tempat strategis untuk tidur. 44 Kancil Milenium
Kancil Milenium 45
“Spesies kami hanya dijumpai di Kalimantan, dan kami disebut oleh para ilmuwan dengan istilah endemik, artinya tidak dijumpai di habitat asli diseluruh dunia kecuali hanya Kalimantan”, ujar Bekantan menjelaskan. “Tapi kalian kok aneh, punya hidung mancung dan warna bulu indah seperti berjaket oranye?”, Kancil setengah bercanda. “Oh, memang di sini, manusia sering memanggil kami dengan monyet Belanda, barangkali karena hidung kami yang mancung dan warna bulu kami yang pirang mirip orang berkulit putih…he.he” “Tidak apa-apa kan sekarang di kalangan manusia sedang musim mencat rambut hitam menjadi pirang, jadi kalian termasuk makhluk beruntung dong?” ujar Kancil bercanda. “Itulah, kami memang termasuk makhluk yang selalu bersyukur kepada Tuhan karena diberikan anugerah bulu yang indah dan hidung ..he he..mancung”. “Wah, terus kalian kalau berenang kok hebat betul” “Itu bakat alam yang ada pada kami, semua kelompok kami karena sering bermain di sungai, pandai berenang” “Apakah ada yang kelelep juga?”, tanya Kancil penasaran. “Tidak, paling-paling kalau nasib lagi sial, kami tidak hati-hati sedang menyebrang bisa ditangkap buaya”, ujar Bekantan “Haah?,” geri juga, jadi kalian sering mengalami 46 Kancil Milenium
gangguan keamanan juga?” “Iya lah…namanya juga hukum alam”, ujar Bekantan rileks sambil berlalu diselingi hiruk pikuk rombongannya yang berjumlah 25 ekor. ***
Kancil Milenium 47
7 Bertanya dengan Malu-malu
48 Kancil Milenium
M
alu bertanya sesat dijalan, tapi teman Sang Kancil yang bernama Kukang, biar ditanya tetap malu-malu terus. “Hei bung, jalan menuju bukit sebelah mana?” Tanya Kancil setengah berteriak. Pagi itu Kancil ingin menuju sebuah bukit dengan banyak pohon-pohon yang menurut perhitungannya pasti berbuah matang saat ini. Untuk memastikan langkah, tanpa malu-malu ia bertanya dengan penghuni hutan yang dijumpainya. Tapi sahutan tidak ada juga. Malah binatang bermata bundar ini menutupi kepalanya dengan tangan. Kancil ketika memulai aktivitas paginya dalam perjalalanan berjumpa dengan Kukang. Hewan berwarna coklat jingga ini disapanya ketika menyeberang pada dahan pohon rendah di sela semak-semak. Memang tumben, hewan ini ditemukan pada siang hari. Kebetulan saja mungkin sedang lapar untuk mencari serangga dan buah-buah hutan. Kukang adalah binatang nokturnal (aktif di malam hari), salah satu penyebabnya adalah karena matanya yang bulat tanpa kelopak menjadikannya tidak tahan terhadap sinar yang terlalu cerah. Karena itu hewan yang termasuk keluarga primata suka menekuk kepalanya dan menyembunyikan muka di ketiaknya. “Numpang tanya, kenapa sahabat Kukang kalau ditanya pakai tekuk kepala segala?” ujar Kancil keheranan. “Silau,” ujar Kukang singkat. Kancil Milenium 49
“Maksudnya?,” “Iya, kalau kena matahari mataku tidak kuat, karena warga seperti kami ini hanya aktif mencari makan pada malam hari, tidak seperti kalian dapat kesana kemari siang hari, tutur Kukang menjelaskan. “Oh, begitu, terus kalau mencari makan malam hari apa yang dimakan?” “Ya, banyak, pada malam hari kan tidak banyak gangguan untuk berburu makanan,” timpal Kukang lagi. “Wah, hebat betul, kalau begitu bisa memanjat buahbuahan tanpa merasa terganggu dengan burung dan kera dong?” “Lho, kok tahu?,” “Iya, mereka malam hari juga tidur kan?, eh omongomong kalau binatang yang jalannya lamban kayak kamu apa tidak takut dikejar-kejar?” kata Kancil. “Nah inilah masalahnya. Soal anugrah yang diberikan kepadaku memang agak menakutkan. Makanya kami hanya berani keluar pada malam hari supaya tidak terjadi konflik kepentingan mencari lahan makanan. Kami golongan primata yang tidak seperti yang lainnya, bisa meloncat dari pohon ke pohon, walaupun kami mampu memanjat dengan baik,” ujar Kukang. “Apa jadinya kalau jalan Anda slow begitu,” ujar Kancil. “Itulah makanya orang Eropa memberi kami julukan slow lories artinya kereta yang berjalan lamban”, “Kalau nama ilmiahmu apa?” tanya Kancil 50 Kancil Milenium
Kancil Milenium 51
“Nyctecebus coucang, warga kami tersebar tidak hanya di Kalimantan sini tetapi juga ada di Sumatera , Malaysia, Laos, Thailand dan Burma”, “Wah kalau begitu kalian sudah go international dong, tapi saya lihat warga kalian suka ditemukan juga di Blok M dan Pasar Burung di Jalan Pramuka, Jakarta?” “Nah itu kecelakaan namanya, karena kami seharusnya bebas mencari makan di hutan tetapi ada manusia yang usil menangkap dan menjual Kukang menjadi barang mainan di pasar-pasar, padahal kami telah dilindungi oleh undang-undang internasional dan dinyakatan hewan langka,” ujar Kukang dengan mimik sedih. “Kalau begitu, pantas kalian semakin jarang ditemukan di hutan. Aku saja selama beberapa tahun ini paling-paling bertemu dua kali, memangnya pada kemana sih?” “Kami memang menjadi hewan langka, karena kalau melahirkan hanya satu atau dua anak, lagi pula kami bertanggung jawab mengasuh anak sehingga sembilan bulan sampai dapat mencari makan sendiri, maka kalau sebagian kami ditangkap oleh manusia semakin jaranglah dijumpai di hutan,” kata Kukang menjelaskan. Kemudian Kancil berpamitan, ia akan meneruskan perjalanan ke puncak bukit, karena disana masih tersisa pohon-pohon buah tua yang tidak mungkin dapat ditebang manusia karena medan yang terjal. Kancil juga sedih memikirkan semakin hari hutan di Taman Nasional 52 Kancil Milenium
yang dihuninya semakin dirambah orang saja. “Jadi apa sih kerjanya departemen kehutanan itu?” ujar Kancil ngedumel sambil berlalu. ***
Kancil Milenium 53
8 Bos dari Jawa
54 Kancil Milenium
L
ima, empat, tiga, dua, satu…lompat, up”… Kancil melompati sebuah sungai kecil sambil mengambil ancang-ancang dan menghitung kebelakang. Cara menghitung seperti ini seperti pendaratan pesawat antariksa Challenger saja. Memang hari ini Kancil terlihat bergairah, riang dan bersemangat. Pasalnya dua hari lalu Kancil baru saja turun dari bukit dan sekarang bermain-main ke daerah dataran rendah. Maksudnya ingin pergi mencari angin sambil melihat kawasan hutan dataran rendah yang biasanya kaya dengan jenis-jenis tumbuhan yang layak untuk dimakan. Tanpa disengaja ia melewati bekas sebuah kubangan Lumpur. “Ini kelihatannya baru saja dipakai kalau tidak badak, pasti banteng” pikir Kancil. Kancil berjalan gontai sambil mengendus wangi bunga hutan yang bermekaran. Tiba-tiba dia mendengarkan ada seperti hujan deras tetapi tepat di sebelahnya. Bunyinya, seperti hujan tapi hanya di semak-semak itu? Pikir Sang Kancil. Dengan penasaran ditujunya arah itu: “Astagfirullah, hei… kenapa kencing disitu?” Kancil terperangah karena dia berhadapan dengan sosok banteng jantan berwarna hitam legam berdiri dan kecing seenaknya. “Waduh, kok heboh banget dengan masalah air buangan saja, eh ngomong-ngomong you habis dari mana?” Banteng menimpali sambil bertanya dengan tenang dan bersuara berat. “Saya habis dari bukit. Kalau kamu wahai Sahabat Banteng, kencing sembarangan begini membawa Kancil Milenium 55
penyakit,”Kancil mencoba menasehati. “Ah, masa?” banteng balik bertanya. “Iya,kan itu limbah yang tidak sehat” “Lho bukannya ini menyuburkan tanaman hutan sekaligus pupuk?” “Wah pintar juga, dapat teori darimana,” “Iya, kalau air limbah kita itu mengandung juga amoniak yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan untuk menyuburkan, begitu kata guru biologi,” kata Banteng. “Wah memang sahabat kita satu ini pintar juga, eh omong-omong pada kemana saja yang lainnya. Biasanya Banteng itu kan bergerombol-gerombol dengan teman-teman. Malah saya lihat ada yang berwarna hitam, juga ada yang berwarna coklat kemerahan. Tapi kamu ini kok sendirian yang lain kemana?” Kancil mencoba menanyakan pada Banteng yang ternyata berkelamin jantan itu. “Memang biasanya kami hidup berkelompok, pernah kami beramai-ramai delapan hingga sepuluh individu dalam sebuah kelompok: termasuk yang masih remaja dan anak-anak. Tapi untuk jantan seperti aku, lebih menyukai hidup sendiri (soliter). Sedangkan yang berwarna coklat kemerahan itu adalah banteng betina. Kalau berwarna hitam seperti aku ini sudah pasti adalah jantan,” ujar Banteng menjelaskan. Kalau kamu di beri nama ilmiah tidak? “Ada. Nama latin ku Bos…lengkapnya Bos Javanicus” kata Banteng menjelaskan. 56 Kancil Milenium
Kancil Milenium 57
“Wah-wah bukan main di hutan belantara ini ternyata ada yang bernama Bos juga, tapi bos dari Jawa, ya?” “Yah begitulah, tapi yang namanya bos di hutan tetap saja hidupnya tergantung dengan rumpu-rumput serta tanaman hutan yang kami peroleh setiap hari. Sebab itu ada keprihatinan juga bahwa beberapa hari yang lalu teman-teman kami diburu dan hutan-hutan ditebang membabi buta. Kan jadi lucu, Bos jadi barang buruan? Jelas Banteng dengan nada sedih. “Wah iya, kalau warga Banteng punah bagaimana dengan nasib demokrasi?” “Eh. Apa hubungannya dengan demokrasi?”kata Banteng “Lho, bukankan lambang demokrasi itu adalah Banteng. Seperti sekarang lambang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), itu kan pakai lambang Banteng. Nah, bagaimana kalau Bantengnya sendiri diburu di hutan dan punah lalu lambang partai misalnya bisa diganti apa tidak ya?” “Itu sih bisa saja, tapi yang jelas, kami warga Banteng ini penting sebagai bibit cadangan yang mempunyai gen murni yang satu saat dapat diambil manfaatnya untuk perkembangan pemuliaan ternak sapi yang dikonsumsi oleh manusia. Kalau melihat postur kami kan mirip sapi Bali. Memang sapi Bali pun berasal dari warga Banteng yang kemudian di silangkan dan dipelihara di Bali. Yang jelas bila suatu saat Banteng menjadi punah, bangsa Indonesia dan generasi 58 Kancil Milenium
mendatang akan menderita kerugian karena kekayaan bibit unggul asli yang dimilikinya tidak pernah tergali dan dapat diambil manfaatnya untuk kesejahteraan manusia itu sendiri”, ujar Banteng panjang lebar. “Selain di Kalimantan, kalian tersebar di mana lagi?” tanya Kancil. “Kami dijumpai menyebar di pulau Jawa, Thailand, Burma dan Indocina,” jawab Banteng sambil berjalan kembali meneruskan perjalanannya. ***
Kancil Milenium 59
9 Hantu Leher Berputar
60 Kancil Milenium
K
ancil kedinginan. Badanya basah kuyup. Lututnya yang runcing dan kecil itu gemetar dan giginya kertak kertuk. Kalau saja bibirnya yang hitam itu agak putih pasti juga terlihat biru. Baru saja hewan ini kehujanan. Hujan lebat sekali di hutan hari ini. Dia berlindung dibalik pohon besar kemudian berlari kecil menuju semak-semak yang mempunyai dedaunan lebat. Tanpa disadarinya ada darah mengalir di pahanya. “Wah, pasti aku barusan digigit pacet,” gumam Kancil rada kesal. Memang apabila musim hujan tiba, biasanya pacet pada bergerak mencari mangsa. Sebab kelembaban di hutan menjadi tinggi, karena pacet masih satu keturunan dengan cacing, turunnya air sangat diperlukan untuk membasahi tubuh mereka yang peka. Pacet itu adalah sebangsa lintah penghisap darah tapi adanya di darat. Binatang kecil berwarna hitam ini kalau menggigit terkadang tidak dirasa oleh mangsanya karena mempunyai zat anastesia (pengebal rasa) yang dimiliki pada air liurnya. Kancil benar-benar kecolongan: “Aduh, darahnya mengalir banyak..ya sudahlah, aku anggap donor darah saja hari ini,” kata Kancil mengomel. Sambil berjalan Kancil melihat ada sebatang pohon beringin berongga –karena akarnya mempunyai lobang yang cukup besar—Kancil buru-buru berteduh dibawahnya. Sambil berteduh, Kancil merasakan ada bau yang aneh. “Pasti dipohon ini ada bersarang Binatang Hantu,”kata Kancil bergumam. Kancil Milenium 61
Kancil mencoba mendongak keatas. Dia mencari ada suara cicitan tepat diatas dia berdiri. “Eh, bung, jangan mencicit disini. Bising..!”sergah Kancil menegur. Binatang hantu yang bernama Ilmiah Tarsius ini kemudian mendekati Kancil. “Wah maaf, ada tamu rupanya. Silahkan saja berteduh memang tadi kami sedang mencoba bernyanyi dengan nada-nada lolongan sore hari,” kata Tarsius menjelaskan. “Biasa kami, kalau hari menjelang sore atau gelap begini sudah mulai aktif untuk mencari mangsa. Kami adalah binatang yang aktif pada malam hari—menurut guru biologi istilahnya adalah nokturnal,” ujar binatang bermata bundar ini menambahkan penjelasnya. “Terus berjalan malam-malam makanannya apa sih,”tanya Kancil penasaran. “Ah warga kami ini pemakan protein hebat. Kami makan serangga, termasuk belalang, tonggeret, kadal, bahkan ular-ular kecil yang kami mampu menangkapnya,” “Tapi kalian kenapa disebut Binatang Hantu ?” “Itu hanya istilah saja, orang Melayu menyebut kami Simpalili,di Bengkulu dan daerah Sumatra kami dipanggil Kera Buku atau Singapuar, sedangkan orang Sulawesi menyebut kami Tangkasi. Salah satu penyebabnya dikatakan Binatang Hantu karena mungkin mata kami yang bulat. Kepala bundar dan kuping besar, dan ada lagi kelebihan kami: mampu memutar leher –tanpa menggerakkan badan—180 derajat. Kan jadi menyeramkan,” kata Tangkasi, eh Singapuar. 62 Kancil Milenium
Kancil Milenium 63
“Banyak amat namanya. Terus kalau warga kamu hendak ditemukan di habitat yang asli, dimana saja ?” “Nih, catat: di Sulawesi kami dapat dilihat di Taman Nasional Lore Lindu, Taka Bone Rate atau di daerah Sangir Talaut, Sulawesi Utara. Juga di Kalimantan dapat dilihat di Taman Nasional Tanjung Puting atau Taman Nasional Gunung Palung. Sedangkan di Sumatera, kami sering diperjual belikan di jalan-jalan..betapa teganya..,” “Terus.., terus..” “Iya, keistimewaan kami lagi mampu meloncat seperti kodok dari pohon ke pohon bahkan melampaui tiga meter. Kan lebih hebat dibanding atlet professional.” ujar Binatang Hantu memuji diri sendiri. Nama ilmiah kami berlain-lainan untuk masing-masing daerah, karena kami pada hakekatnya berlainan jenis. Ada Tarsius spectrum yang tersebar diseluruh Sulawesi, Tarsius pumilus yang ditemui di kawasan pegunungan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Tarsius dianae (disebut juga Tangkasi Kerdil) Tarsius sangirensis – yang di Jumpai di Sangir Talaut, dan Tarsius bancanus yang dijumpai di Kalimantan di Sumatera.” “Terus.. terus,” “Eh, jangan terus.. terus saja, itu hujan sudah berhenti. Sahabat Kancil hendak kemana lagi?” “Oh, iya.. Thank you, arigato, syukron, tsetse..,” The rain has gone”, kata Kancil berseloroh mengucapkan terima kasih dalam berbagai bahasa. “Kalau begitu aku pamit dulu, ya, terima kasih atas 64 Kancil Milenium
rumah pohonnya yang antik, Assalamualaikum” ucap Kancil sambil pergi mengucapkan tabik. “Wa’alaikum salam,”jawab Tangkasi melengos memutar kepalanya 180 derajat tanpa ekspresi. ***
Kancil Milenium 65
10 Air Mata Duyung
66 Kancil Milenium
D
ua hari ini Kancil ingin mencari angin. Dia piknik sendirian di pinggiran pantai. Menghirup udara sepoi-sepoi pantai yang segar. Ditemukannya pantai yang landai dan berpasir. Kalau dilepaskannya mata memandang, kelihatan pasir memutih, sangat indah diselingi pohon cemara, yang meliuk-liuk ditiup angin. Pantai dengan pasir itu seolah tak berujung. Sambil melangkah terus gontai, dia perhatikan sepasang camar yang berebut hewan laut kecil ditengah batang yang hanyut. Ombak yang menderu terkadang menyapu kakinya yang kecil. Saking asyiknya hewan cerdik ini menikmati pemandangan, tiba-tiba di meloncat dengan sontak, kaget. “Up..,” katanya. Ada sesuatu rupanya yang dia kira batu terdampar ternyata seonggok makhluk hidup. Astagfirullah.., kata Kancil bergumam sendiri. “Ini …hei bung, sedang apa disini?”Kancil ternyata menjumpai makhluk langka yang bernama Duyung. “Maaf, Anda terkena sedikit tendanganku, sekali lagi mengapa Anda ada disini? Bukankah tempatmu seharusnya berada di laut lepas, ditengah sana? Kancil bertanya. “H..he..he, aku sekarang sedang menunggu air pasang,” kata Duyung terkekeh-kekeh menjawab pertanyaan Kancil. “Terus..?,” “Iya, tadi aku sedang mencari makanan di pantai ini. Makananku adalah rumput laut, kalau orang Inggris Kancil Milenium 67
menyebutnya sea grass. Karena makanan pokokku adalah itu. Saking banyaknya rumput disini aku jadi lupa air pantai menyurut. Tiba tiba ada ombak besar datang dan aku dibawanya terlempar ke tempat ini,” kata Duyung menjelaskan. “Oh, begitu. Jadi selama ini Anda salah satu penggemar pantai juga ya?” “Tidak juga, biasanya di siang hari saya berada di laut dalam. Mencari rumput di pinggiran pantai dilakukan pada malam hari: karena selain aman, biasanya saat itu bulan terang dan laut pasang, ombakpun tenang. Tapi sekarang.. karena itu tadi, mencari rumput terlalu asyik sehingga menjadi terdampar begini,” jawab Duyung. Kancil tertegun, kok bisanya duyung terlempar padahal badannya begitu berat. Berat tubuh Duyung yang disebut juga sapi laut ini dapat mencapi 150 hingga 250 kg dengan panjang 2.5 hingga 3 meter. Duyung biasanya hidup berkelompok dalam grup kecil. Kepopulerannya karena mitos “air mata duyung” dan perburuan oleh manusia untuk mencari gadingnya menjadikan hewan ini terancam kepunahan. Populasi duyung akhir-akhir ini jarang ditemukan di pantai, karena laut yang rusak oleh pencemaran, terumbu karang yang sering di “bom” untuk mencari ikan, kadang-kadang mereka pergi jauh-jauh ketempat yang lebih aman untuk menghindari perburuan. Kancil penasaran dengan jarangnya duyung ditemukan, untuk itu dia bertanya: “Sobat, kalau kalian 68 Kancil Milenium
Kancil Milenium 69
ini sangat jarang akhir-akhir ini dijumpai. Bahkan saya dengar dari penyelam di laut sangat sulit menjumpai kamu melintas di laut bebas, kemana saja duyungduyung ini?” “Wah, pasti Anda baru mengerti tentang keadaan kami. Warga Duyung dilaut adalah yang paling diincar oleh manusia. Pertama karena mereka ingin mengambil gading (taring) yang kumiliki. Kedua ingin menangkapku hidup-hidup supaya mereka bisa memergoki aku menangis dan mereka menampung air mataku.” Kata Duyung. “Wah, itu air mata buat apa?” “Kata mereka untuk obat. Padahal kan sama saja dengan air mata biasa. Karena aku kan sejenis mammalia laut. Bernapas dengan paru-paru. Bisa punya anak tanpa bertelur. Itulah mungkin diistimewakan. Lagi pula mereka punya mitos, tentang khasiat air mataku itu. Maka itulah Duyung hari ini sangat jarang ditemukan karena sebagiannya ditangkap.” “Kemudian warga Duyung ditemukan dimana saja?” Tanya Kancil lagi. “Wah, kami menyebar di seluruh dunia. Karena laut sangat luas warga duyung dijumpai di laut Afrika Timur, lalu ke India, Sri-Langka, dan Asia tenggara dijumpai di Indonesia, Philipina, Kepulauan Papua Nugini dan bagian utara benua Australia. Sedangkan di Kalimantan kami di jumpai di pantai-pantai Sandakan, Sabah. Di pantai Semporna dekat Kota Kinabalu. Kami juga pernah dijumpai cukup banyak di Pantai Teluk 70 Kancil Milenium
Bogam, Kumai, Kalimantan Tengah,” jawab Duyung. “Lalu sekarang mengenai mitos air mata itu, apakah sekarang Anda terus diincar?” Tanya Kancil lagi. “Lha…iya, makanya kan kami menjadi sedikit. Gara-gara air mata. Coba kamu pesan kalau berjumpa manusia. Bilang.. kalau air mata duyung itu khasiatnya tidak ada apa-apa. Sama dengan air mata Anda. Anjurkan kalau mau air mata, tampung saja sendiri. Atau tongkrongin anak kecil yang suka menangis..pasti dapatnya berbotobotol..atau tampung saja air mata sendiri..!” “Ha..ha.., Duyung bisa saja,” kata Kancil geli. Tak lama kemudian Air menjadi pasang dan duyungpun cepat-cepat berenang ke laut dalam. ***
Kancil Milenium 71
11 Muka Badak
72 Kancil Milenium
A
pa beda manusia bermuka badak dengan badak bermuka manusia? Manusia muka badak menurut pepatah melayu: orang tak tahu diuntung. Terabas terus, tak ada malu. Seperti perilaku badak, kalau mau lari. Ya, lari saja sekencangkencangnya tanpa perduli kiri-kanan. “Wus..wuss..” Hampir saja sang kancil yang lagi duduk termenung ditubruknya. Memang badak itu mempunyai kulit tebal. Kasar dan keras. Saking tebalnya duri-duri di hutan yang kecil dan besar tidak menjadi halangan kalau dia ingin menginjak dan menubruknya. “Oiii, hati-hati kalau berlari,” sergah Kancil setengah terperanjat. Ternyata badak cuek saja dan berlari terus. Sampai akhirnya ditemukannya sebuah tempat perlindungan yang tepat dibalik bukit. Kancil jadi tanda tanya, ada apa gerangan kok badak berlari mati-matian. Akhirnya dengan setengah lari dia ikut menyusul. Capek juga, ditemuinya si badak yang tadi berlari ternyata sedang bersembunyi dibalik pohon, dengan napas masih ngos-ngosan. “Assalamualaikum… Waduh, apa gerangan yang menyebabkan sahabat badak ini lari begitu kencangnya ?” Kancil bertanya. “Alaikum sss ssalam, anu Cil, tadi aku dengar ada suara letusan senjata api, aku kira ada orang yang mau tembak aku” “Wah…” Kancil Milenium 73
“Iya, terus, tanpa ba-bi-bu, aku ambil langkah seribu dong, habis takut!” “Lho kulit setebal kamu kok takut? Kukira anti peluru!?” kata Kancil tegang. “Kamu belum tahu, kemaren saudaraku mati ditembak manusia,” ujar Badak menimpali, “Dia kemudian hanya diambil culanya, lalu badannya ditinggal begitu saja sampai membusuk, kan tega…” Kancil jadi merinding, kemudian dia bertanya apa yang menyebabkan badak dikejar-kejar terus akhir-akhir ini. Dia merasa prihatin, populasi hewan ini di Indonesia terus menurun. Di Sumatra badak bercula dua hanya tersisa di hutan-hutan taman nasional dan cagar alam tapi tidak diketahui jumlah pastinya. Usaha manusia untuk membiakkan badak di luar habitatnya semacam di daerah Sungkai, Malaysia, gagal total. Di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta pun begitu pula. Di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten dijumpai sisa badak Jawa yang berjumlah kira-kira 38 hingga 50 ekor. Disana badaknya bercula satu. Di dunia ini jenis badak Jawa tinggal di taman nasional ini adanya. Itupun dijaga ketat. Kadang-kadang ada pula pemburu liar masuk dan menembak badak. “Sebenarnya apa yang dicari dari cula badak itu?” Kancil bertanya. “Itulah, katanya cula Badak itu mempunyai khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Di Taiwan dan Cina cula badak dibuat untuk campuran obat demam, 74 Kancil Milenium
Kancil Milenium 75
tapi juga ada yang menggunakan untuk obat berkhasiat yang lain…pokoknya katanya hebat” kata Badak. “Bukankan itu hanya mitos, apa beda cula yang kamu miliki itu dengan tanduk kerbau?” tanya Kancil. “Iya, sama…bedanya hanya bentuk saja. Kerbau ada satu pasang. Kami kadang kadang bertanduk tunggal, soal komposisi, sama dengan isi kuku di jarimu itu” kata Badak menjelaskan. “Jadi kenapa kalian diburu kalau hanya bertujuan mengambil tandukmu yang sama dengan tanduk lembu..?” kata Kancil penasaran. “Itulah yang aku tak mengerti, maka itu mungkin mereka disebut-sebut bermuka badak. Jadi bukan badak yang bermuka manusia…” kata badak kesal. “Ehm. Sebaiknya kita himbau kepada pemburupemburu agar mengganti obat-obat yang memakai tanduk badak, eh cula badak.. dengan tanduk kerbau saja. Setuju tidak.” “Tentu lebih baik begitu dong, kan kerbau mudah dijumpai daripada susah-susah berburu di hutan belantara, sudah begitu kalau tertangkap aparat bisa dihukum penjara berdasarkan undang-undang lingkungan hidup...karena kami termasuk hewan yang dilindungi,” kata Badak menyetujui usul kancil yang cerdik. ***
76 Kancil Milenium
12 Monyet Berbaju Merah
Kancil Milenium 77
K
ancil duduk termenung. Soalnya hari ini kegiatannya terhambat oleh angin ribut dan hujan. Sewaktu dia berjalan dibawah pepohonan yang lebat dan sunyi, tiba tiba datang angin kencang sekali. Sebuah dahan lapuk persis jatuh disampingnya, untung dia siap dan tangkas untuk menghindar, kalau tidak, apa jadinya, badannya bisa remuk. Begitulah resikonya di hutan. Hanya satu yang tidak beresiko di hutan, yaitu tidak ada banjir. Sebabnya kayu-kayu hutan menyerap air yang turun, kalau pun ada genangan hanya didaerah dataran rendah kemudian biasanya air yang terserap oleh akar mengalir ke sungai atau danau. Kancil biasa mengunjungi danau kecil dan sedikit berendam disitu. Dingin. Namun demikian ia harus ekstra hati-hati kalau bermain di pinggiran air atau sungai. Biasanya ada saja yang bertujuan sama: misalnya untuk minum, atau sekedar bermain air. Masih untung kalau berjumpa hewan kecil, kalau misalnya si raja hutan alias harimau atau macan dahan, dia pasti ambil ancang-ancang untuk lari. Setelah hujan reda Kancil mulai melangkah pergi meninggalkan persembunyiannya. Sewaktu makhluk cerdas ini melewati sebuah pohon besar, dia mencium bau khas yang menunjukkan ada makhluk hidup sedang berada diatasnya. Kancil mencoba menengadah keatas. Tapi tiba-tiba makhluk itu berkelebat lari dari pohon satu ke pohon lain. “Satu..,dua, tiga… wah banyak,” gumam Kancil mencoba menghitung. 78 Kancil Milenium
Kancil Milenium 79
“Assalamu’alaikum,” Kancil mencoba memberi salam dari kejauhan. Salam itu tidak disahut. Mungkin tidak terdengar. Kancil penasaran dan kemudian naik ke atas sebuah gundukan tanah tinggi. “Assalamu’alaikum.., Oii..” “Wa’alaikumsalam,” jawaban terdengar jauh diatas pohon. Kancil bergegas turun bukit kecil itu menuju arah suara. “Nah, kan…pasti ini Kelasi, tadi kulihat kalian merah-merah pada kelayapan diatas pohon…”Kancil mulai mengoceh. “Alhamdulillah.., iya aku Moyet Merah bersama rombongan yang sedang mencari buah-buahan di hutan,” ujar Kelasi. “Wow, kalian mahir betul berloncatan seperti akrobat saja,” kata Kancil keheranan. “Iya dong, kami memang mempunyai aktivitas seperti itu. Lagi pula, kalau memang tidak ada buah yang dimakan. Kadang-kadang kami juga turun ke tanah untuk mencari serangga,” kata Kelasi lebih lanjut. Kelasi adalah hewan primata yang hanya terdapat di Kalimantan. Orang Malaysia menyebutnya lutung merah, dan orang Banjarmasin menyebutnya pampulan, sedangkan orang Dayak menyebutnya jalur merah. Kelasi mudah dibedakan dengan jenis lutung lainnya karena rambutnya berwarna merah tengguli. Kepalanya mempunyai jambul berbentuk kerucut, sedangkan rambut di sekitar dahi berumbai-rumbai. Kulit 80 Kancil Milenium
wajah berwarna kelabu kebiruan, dengan dagu berwarna putih. Kelasi sering dijumpai di hutan primer dataran rendah hingga pengunungan sekitar 2.200 meter dari permukaan laut. Kadang-kadang juga dijumpai pada hutan sekunder dekat perkampungan atau persawahan penduduk. Tapi mereka sangat penakut dan langsung menghindar bila berjumpa manusia. Saat berjumpa dengan Sang Kancil, mereka berdialog di dalam hutan primer—hutan lebat dengan pohon-pohon besar—mereka berkelompok dengan jumlah antara 8 hingga 15 anggota. “Kalau tadi saya dengar, kalian gaduh sekali ada apa?” tanya Kancil. “Oh, itu… kami satu rombongan sedang mengejarngejar kelompok Kelasi yang lain, sebab mereka menyerang wilayah kami. Ya, karena jumlah makanan terbatas, kami mengusir mereka,” ujar kepala rombongan Kelasi menjelaskan. “Wah, kalau begitu, kalian senang tawuran juga dong?” “Iya, makanya, kalau manusia ikut tawuran kayak kami kan repot,” “Maksudnya?” “Iya dong, manusia diberikan akal dan pikiran untuk berkarya dan berakhlaq, pandai membuat alat untuk mengolah produk, hal itu tentu tidak dimiliki bangsa primata semacam kami. Kalau kami tawuran tidak pakai Kancil Milenium 81
alat lha, manusia, bisa pakai bom segala!” ujar Kelasi. “Wah iya, iya…memang itulah kelebihan manusia, makanya mereka harus di didik agar tidak tawuran seperti anda,” ujar Kancil setuju sambil berlalu. ***
82 Kancil Milenium
13 Elang Bondol dan Seekor Kadal
Kancil Milenium 83
C
uaca terik sekali. Kancil kepanasan dan berniat mencari tempat yang teduh tetapi banyak angin. Sekarang hewan cerdik ini berada di sebuah padang datar, orang Inggris mengatakannya low land, sebuah tempat dengan hamparan ruput atau semak yang tidak berbukit, banyak pepohonan tumbuh subur dan beberapa bagiannya biasanya ada rawa dan genangan air, pemandangan yang sangat indah untuk dinikmati. Ada angin sepoi-sepoi bertiup, kemudian dia berdiri tegak memandang kedepan, angin dirasakannya menghembus: seriwing-seriwing, nikmat sekali. Tatapan Kancil tiba tiba tertarik oleh sesosok makhluk yang kemudian terbang berkelebat ke udara. Warnanya coklat, berkepala putih. Dari jauh tampak seperti hewan ini melayang mengiringi angin, meliuk-liuk di udara. Sejenak kemudian bagaikan anak panah menukik kebawah dan menyambar sesuatu: cepat sekali dan… “ah,itu dia membawa seekor kadal,” hebat sekali gumang Kancil terkagum-kagum. Kancil tidak beranjak sejenak dia menyaksikan burung dengan ukuran tubuh besar dan rentang sayap 45 cm itu hinggap pada sebuah dahan pohon tepat disamping dia berdiri. Diam-diam Kancil mengintip. Eh, dia malah dijatuhi ekor kadal yang sudah bangkai itu. Anehnya ekornya masih saja protes, bergerak kesana kemari. Pluk, tibatiba ekor kadal yang berukuran tidak lebih dari 10 cm itu bergerak terus seperti cacing kepanasan. Kancil 84 Kancil Milenium
Kancil Milenium 85
meloncat mundur, dia sedikit jijik melihat ekor kadal yang meliuk-liuk itu. Diatas sana, Elang Bondol, begitu nama makhluk itu santai saja terus menikmati santapannya. Kancil jadi penasaran. Dia mencari tempat yang strategis untuk menegur makhluk pemakan daging mentah itu. Dengan mendongak keatas dan bersusah payah, kancil mengucapkan salam: “Assalamu..alai..kum,..Elang Bondol.!” Kancil memberikan salam sekuat tenaga. “Wa’alaikum salam, Eh, ada yang berada dibawah rupanya,” sahutan dari atas pohon langsung mengarah pada Kancil. Elang lansung turun. Tubuhnya beserta sayap yang lebar dibentangkan, dia melayang menuju tanah dan berhenti di sebuah pokok tepat didepan Sang Kancil. “Wah, hebat sekali. Menjadi orang diatas, sekalisekali seperti ini dong, turun kebawah. Melihat masyarakat yang ada di bawah,” kata Kancil berfilsafat dan menyindir, membuka pembicaraan. “Bukan begitu Cil, ini bulan Mei hingga Juli kami di daerah Pulau Jawa dan Bali biasanya musim membuat sarang… Karena saat ini kan masa pancaroba. Jadi kami harus banyak istirahat, untuk antisipasi cuaca yang tidak memungkinkan kami keluar mencari makan,” ujar Elang Bondol. “Oh, begitu,” “Iya, kalau setelah itu mulai Agustus hingga Januari kami musim berbiak. Telur kami hanya sedikit, paling 86 Kancil Milenium
dua atau tiga butir. Oleh karena itu kami awasi dengan ketat, tidak boleh ada yang mengganggu, karena kami diberikan karunia bertelur hanya sedikit, terkadang banyak gangguan, terutama manusia,” ujar Elang dengan warna mata cokelat ini. “ Oh, begitu,” “Iya, itulah persoalannya. Populasi kami sekarang ini jumlahnya sedikit dan dimasukkan dalam hewan ‘endangeres species’ alias makhluk langka, sama seperti kamu juga. “Oh, begitu,” “Hei, sahabat, jangan oh begitu terus…anda sendiri mau kemana?” tanya Elang kepada Sang Kancil. “Oh, aku.. aku memang sedang bersantai hari ini. Kalau nanti mungkin aku akan menyusur sungai didepan sana sambil minum,” jawab Kancil seadanya. Kancil kemudian berpikir. Nasib Elang tidak jauh dengan nasibnya. Karena mereka adalah makhluk yang mempunyai kemampuan terbatas. Walaupun bagaimana hebatnya dia bisa terbang sehingga jenisnya dapat menyebar dari India hingga Australia, tapi semua bergantung dengan kesediaan habitat atau tempat tinggal, alam mereka. Ketika hutan tidak lagi tersisa mereka pun punah bersama hilangnya sumber dan tempat hidup mereka, karenanya Kancil berdoa kepada Allah swt, agar segera ada generasi yang mampu berbuat keadilan dan menyisakan tempat hidup bagi semua makhluk yang ada di bumi. *** Kancil Milenium 87
14 Berang-Berang Keracunan
88 Kancil Milenium
T
idak seperti biasanya, setelah menemui sungai kemudian melampiaskan dahaga dengan meminung airnya yang jernih, Kancil kemudian mencoba bersantai. Dalam posisi setengah duduk, kaki depannya dijulurkan sambil bertopang di akar kayu sehingga menjuntai ke sungai. Kancil bersandar pada sebuah akar kayu besar yang berada persis dipinggir kali tersebut. Sambil bermain air, hewan cerdas ini kemudian memperhatikan ada gelombang “aneh” muncul dari dalam sungai. Pikiran was-was Kancil muncul. Apakah ini Buaya? Tapi kok, tidak pernah muncul kepermukaan? Kerjanya hanya hilir mudik saja, tanpa kelihatan badannya. Kancil penasaran. Diambilnya sebilah kayu lapuk dan dilemparkan ketengah sungai:”plung”. Eh, rupaya sang makhluk misterius itu malah lari menyebrang dan lalu menampakkan dirinya. Dia ternyata tengah menggigit ikan. Kancil mengamati dari kejauhan. Oh, kiranya itu berang-berang yang sedang mengejar ikan dalam sungai, hilir mudik sehingga membuat gelombang kecil, Kancil berkata dalam hatinya. Karena melihat makhluk mirip tikus besar itu santai saja menikmati hasil buruannya, Kancil jadi penasaran dan mendekatinya. ”Assalamu’alaikum, warahmatullahi wabarokatuh…” kata Kancil memberikan tabek dari seberang. “Wa’alaiukum salam, eh. Sebentar, tunggu, ada Kancil rupanya, aku akan datang,” kata Berang-Berang sambil Kancil Milenium 89
terperanjat. Makhluk ini segera menyelam dan menemui Kancil. “Apa, kabar. Dan bagaimana kondisi dalam sungai?” Tanya Kancil. “Alhamdulillah, sungai di Taman Nasional ini sangat bersih, tidak ada pencemaran. Ikan-ikan banyak sehingga kami sebentar saja berburu langsung dapat,” ujar Berang-Berang. Makhluk yang jagoan berenang dan menyelam ini mempunyai nama Aonyx cinerea, salah satu jenis barang-berang dengan perawakan kecil dibandingkan dengan jenis-jenis yang lainnya. Orang Inggris menyebutnya makhluk berbulu licin ini adalah Otter. Dia memang paling doyan ikan, selain itu juga kepiting dan kerang. Oleh karena itu bagi Berang-Berang, mencari tempat yang masih alamiah, bersih dari polusi merupakan keutamaan agar dia bisa bertahan hidup. “Wah. Lama tidak kelihatan, kemana saja? “Ada. Kemarin kami bersama rombongan sejumlah lima belas kawanan, baru saja hijrah ketempat ini,” jawab Berang-Berang, sambil bersungut-sungut. Menurut, penuturan Otter ini, kalau ada polusi di sungai pastilah mereka akan menghindar. Beberapa waktu yang lalu mereka punya pengalaman: Makhluk mungil ini pusing dan muntah-muntah, gara-gara keracunan makan ikan. “Bukan main pusingnya, kami sampai mual-mual” ujar Berang-Berang. “Makanya kami datang ke hulu-sungai ini dengan maksud menghindari dari keracunan tersebut,” tutur Berang-Berang, kermat kermit. Berang90 Kancil Milenium
Kancil Milenium 91
Berang merupakan makhluk yang sangat peka dengan lingkungan yang tercemar. Maka tidak akan mungkin menemukan makhluk ini di kawasan yang sungainya ada limbah industri, apalagi yang telah tercemar berat seperti Ciliwung di Jakarta. Makanya, mungkin untuk mengabadikan nama berang-berang ini, diambillah nama “Cinere”, salah satu kawasan paling hutan – dulunya di Jakarta—namun sekarangpun, Aonyx cinerea sebenarnya telah punah ditempat itu. “O, jadi begitu,” Kancil mengangguk faham. “Iya lah, kalau kita diteror terus dengan pencemaran, lebih baik kita pindah atau hijrah ketempat yang bersih dan tidak tercemar. Betul enggak?” “Iya betul, terus…” “Kalau sudah pindah, biasanya kami tidak lagi akan kembali ke tempat lama, maka kuucapkan selamat tinggal selamanya, apa lagi tempat yang banyak manusianya. Ah ngeri…takut ditangkap, lalu di jual di pasar burung, buat main-mainan,” tutur Berang-Berang sambil pamit kembali menyelam kedalam sungai. “Wiuk, blup..blup. *** TAMAT ***
92 Kancil Milenium
Fachruddin Majeri Mangunjaya Lahir di Kumai (Kalimantan Tengah). Pencinta alam dan sejak kecil dalam usia puluhan tahun, senang berkelana masuk hutan. Sewaktu SMA pernah menjadi asisten penelitian mengenai orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Kesempatan itu membawa banyak pengalaman baginya, sehingga dia bekerja sebagai assistant project officer World Wide Fund For Nature-WWF Indonesia Programe di Jakarta (tahun 1991-1996). Saat bekerja di WWF Dia berkesempatan berkeliling melihat keindahan hutan alam Indonesia seperti di Aceh, Kerinci, dan Ujung Kulon di Jawa, juga beberapa kawasan hutan di Kalimantan. Sekarang bekerja sebagai Redaktur Eksekutif Majalah TROPIKA INDONESIA yang diterbitkan oleh Conservation International Indonesia (CI Indonesia). Aktif sebagai penulis lepas mengenai lingkungan hidup dan konservasi alam pada berbagai media nasional. Editor buku dan penulis, buku yang ditulisnya: Konservasi Alam dalam Islam (Yayasan Obor Indonesia- Jakarta, 2005). Keluarga Gajah (Pengetahuan Populer Anak Wahyu Media,Jakarta, 2005). Orangutan Pesta Buah Durian (Pengetahuan Populer Anak Wahyu Media-Jakarta,2005), Hidup Harmonis Dengan Alam (Yayasan Obor Indonesia-Jakarta, 2006) Korespondensi dapat dilakukan ke alamat email:
[email protected]
Kancil Milenium 93