EXTENDED MARKETING MIX SEBAGAI STRATEGI MEMENANGKAN CERUK PASAR WISATAWAN SENIOR BAGI DESTINASI PARIWISATA BALI Oleh
I Gusti Bagus Rai Utama (Tema Disertasi Ceruk Pasar Wisatawan Senior) Program S3 Pariwisata, Universitas Udayana, BALI
1. Pendahuluan Pemasaran bukanlah alat untuk mencapai tujuan, pemasaran adalah proses yang berkelanjutan, yang berorientasi pada hubungan aktivitas yang saling terkait. Untuk memulai proses pemasaran, pemasar harus mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen, umumnya dapat diketahui melalui riset pemasaran, dan mengembangkan produk yang tepat. Pemasar kemudian harus menginformasikan kepada pelanggan tentang produknya melalui promosi. Setelah produk tersebut telah dijual atau pemesanan telah dibuat, tujuannya harus untuk memuaskan pelanggan. Prinsip-prinsip inti dari pemasaran meliputi pendekatan pemasaran yang berorientasi, segmentasi pasar, bauran pemasaran dan siklus hidup produk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Bauran pemasaran mengacu pada berbagai komponen atau instrumen yang dapat digunakan untuk mempengaruhi konsumen. Pada pengenalan bauran pemasaran tradisional, yang terdiri dari empat Ps: yakni Product, Price, Place dan Promotion, membentuk faktor-faktor keputusan kunci dalam setiap rencana pemasaran. Tiga Ps tambahan yang merupakan faktor keputusan penting di bidang pariwisata, yaitu People, Physical evidence dan Process juga akan perhatian yang cukup penting. Prinsip penting terakhir yang akan dibahas adalah siklus hidup produk, yang menunjukkan bahwa semua produk melewati berbagai tahap kehidupan yaitu, pengenalan, pertumbuhan, kematangan dan penurunan. Pemasaran tradisional telah difokuskan pada pelanggan eksternal, tetapi menerapkan prinsip-prinsip yang sama kepada karyawan perusahaan (pemasaran internal), yang menjadi semakin penting untuk 0
ditekankan. Pemasar semakin menyadari pentingnya hubungan kegiatan manajemen dan menunjukkan perhatian yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan.
1.1. Peran pemasaran Menurut Middleton, (1994: 17) mengatakan bahwa dalam pemasaran pariwisata terdapat lima elemen yang dilibatkan secara bersama-sama; elemen tersebut adalah elemen permintaan “market demand”, element biro berjalanan “travel organizers”, elemen lembaga-lembaga pariwisata pada destinasi “destination organizers”, elemen penawaran “product supply”, dan elemen fisik aksesibilitas. Kelima elemen tersebut sering disebut dengan marketing dalam konteks pemasaran destinasi pariwisata. Seperti tampak pada Gambar 1 dibawah ini. “Marketing brings the five major sectors of the tourism industry together, namely the market demand in the area of origin, the product supply at the destination, the transportation or physical access to destinations, the distribution organisations, and travel organisers, Marketing influences visitors’ demands, but not all visitors are influenced by marketing activities. (Middleton, 1994: 17).
1
Gambar. 1. Link Antara Permintaan Dan Penawaran, Dan Pengaruhnya Pada Pemasaran
Pada Gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa pemasaran berpengaruh pada tuntutan wisatawan, tetapi tidak semua wisatawan yang dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran. Misalnya, wisatawan domestik yang melakukan perjalanan dengan mobil pribadi dan yang tinggal dengan teman dan kerabat tidak mungkin dipengaruhi oleh pemasaran. Pemasaran terdiri dari unsur-unsur berikut: sikap dan keputusan pelanggan (target pasar) tentang utilitas yang dirasakan dan nilai barang dan jasa yang tersedia, sesuai dengan kebutuhan mereka, keinginan, minat dan kemampuan untuk membayar. Hal ini juga terdiri dari sikap dan keputusan tentang produksi produsen barang dan jasa untuk dijual, dalam konteks lingkungan bisnis mereka dan tujuan jangka panjang. Terakhir itu termasuk cara-cara di mana produsen berkomunikasi dengan pelanggan, sebelum, selama dan setelah titik penjualan, dan mendistribusikan atau menyediakan akses ke produk mereka (Middleton, 1994: 17). Tidak ada harmoni otomatis antara apa yang pelanggan inginkan dengan kesediaan mereka membayar dan dengan apa yang produsen mampu sediakan atau 2
hasilkan. Dalam prakteknya ada ketegangan yang biasanya terus antara kebutuhan produsen untuk keuntungan dan efisiensi penggunaan aset, dan pencarian konsumen untuk sebuah nilai dan kepuasan. Manajer pemasaran seringkali harus menggunakan pertimbangan dalam menyeimbangkan kebutuhan para pihak yang bertentangan, dan melakukannya dengan pengetahuan yang tidak tepat tentang pelanggan mereka, dan tentang keputusan produsen lain pemasaran produk yang kompetitif. Semakin baik keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak, semakin kecil pengeluaran pemasaran yang diperlukan sebagai proporsi dari pendapatan penjualan. Sebagai contoh, jika operator telah dirancang secara akurat, harga dan kapasitas dinilai, penjualan akan tercapai dengan biaya promosi yang relatif rendah (Middleton, 1994: 18). Pemasaran adalah kegiatan yang sistematis dan serius yang diawali dengan rencana dan mengambil tindakan yang mendapatkan lebih banyak orang untuk membeli lebih banyak produk pemasok, lebih sering dan pada harga yang lebih tinggi, sehingga lebih banyak uang dihasilkan (Zyman, 1999: 6). Pemasaran bukanlah tentang membuat desain; memiliki desain hanya berarti bahwa orang tahu siapa anda, tetapi tidak memotivasi mereka untuk melakukan apapun (Zyman, 1999: 20).
1.2.
Pemasaran jasa
Karena produk pariwisata tersebut tidak dapat dipasarkan dengan cara yang persis sama seperti produk manufaktur, sejak pembelian daripadanya tidak memberikan kepemilikan item fisik yang dapat digunakan atau dikonsumsi pada pilihan pemilik waktu dan tempat. Produksi dan konsumsi terjadi di lokasi produsen, dan konsumen harus hadir di lokasi yang tetap untuk mengakses kapasitas. Tidak ada distribusi fisik produk pariwisata dan perhotelan dan distributor membawa pelanggan dan penawaran bersamasama, yang umumnya berupa komponen independen dari produk pariwisata secara total. Variasi dalam jangkauan, dan perbedaan dalam jenis layanan yang ditawarkan, ditentukan oleh sikap dan perilaku para pekerja, yang tidak dapat direplikasi dengan presisi yang sama persis atau dampak emosional. Kinerja pelayanan akibatnya tidak dapat dievaluasi terlebih dahulu, dan tidak menjamin unsur risiko yang berkaitan dengan varians kualitas dalam mewujudkan suatu situasi tertentu. Hal ini juga mungkin untuk 3
menggeneralisasi apakah pelanggan puas akan setia atau tidak. Pemasar mengatasi kompleksitas dengan memberikan sentuhan pribadi dan bukti nyata (sinyal atau isyarat) dari apa yang dapat diharapkan. Para pekerja atau karyawan harus diaktifkan untuk memberikan pelayanan dan menjaga janji yang dibuat. Oleh karena itu pemasar jasa menggunakan bauran pemasaran yang diperluas, yang melibatkan unsure manusia, layout fisik dan atmosfer yang membawa pengaruh pada
signifikansi lebih besar dari pada kasus produk fisik.
Penekanan kuat ditempatkan pada penjualan pribadi dan promosi dari mulut ke mulut. Selain karakteristik tersebut tidak dapat dipahami, ketidakterpisahan dan variabilitas, produk jasa yang sangat mudah rusak karena jasa adalah tetap dalam ruang dan waktu tertentu. Tidak ada kemungkinan untuk membuat atau memegang saham untuk memenuhi fluktuasi harian dalam permintaan (Middleton, 1994: 32).
1.3.
Bauran Pemasaran diperluas untuk Jasa
Bauran pemasaran dapat didefinisikan sebagai campuran variabel pemasaran terkendali bahwa organisasi menggunakannya untuk mengejar tingkat penjualan berdasarkan pasar sasaran. Empat komponen dasar adalah formulasi produk sesuai dengan perubahan kebutuhan target pelanggan, harga yang digunakan untuk mengelola volume penjualan; promosi untuk membuat pelanggan potensial sadar dan baik dibuang ke arah membeli itu, dan tempat yang meliputi lokasi atau fasilitas dan semua tempat penjualan yang menyediakan akses ke produk ke calon pelanggan. Masing-masing berisi banyak sub-elemen dan Middleton (1994: 65) berpendapat bahwa manusia, bukti fisik dan proses, sebenarnya adalah elemen integral dari produk. Middleton lebih lanjut berpendapat bahwa integrasi tersebut akibatnya mendorong penggunaan istilah produkbauran, bauran promosi-dan sebagainya, yang bertentangan dengan penggunaan suatu bauran pemasaran diperpanjang. Cooper et al. (1998: 410) berbagi pandangan dan percaya bahwa empat Ps menawarkan kerangka kerja yang memadai di mana perbedaan antara produk dan
4
pemasaran jasa dapat dimasukkan. Bauran pemasaran diperluas untuk jasa digambarkan dalam Gambar 2. Gambar. 2 Bauran Pemasaran yang diperluas untuk Produk Jasa Product
Place
Physical good features Quality level Accessories Packaging Warranties Product lines Branding
Channel type Exposure Intermediaries Outlet locations Transportation Storage Managing channels
People
Physical evidence
Employees Recruiting Training Motivation Rewards Teamwork Customers Education Training
Promotion
Price
Promotion blend Salespeople Number Selection Training Incentives Advertising Targets Media types Types of ads Copy thrust Sales promotion Publicity
Flexibility Price level Terms Differentiation Discounts Allowances
Process
Facility design Equipment Signage Employee dress Other tangibles Reports Business cards Statements Guarantees
Flow of activities Standardised Customised Number of steps Simple Complex Customer involvement
Source: Zeithaml & Bitner, 2000
1.3.1. Product/Produk Produk pariwisata yang inklusif adalah pengalaman bermakna yang memberikan konteks langsung kepada pengunjung, namun bergantung pada rangsangan indera penglihatan dan suara. Wisatawan akan mungkin mengembangkan apresiasi yang kaya dan bermakna untuk tempat dan menafsirkannya. 5
Sumber daya ini terutama dikonsumsi sebagai pengalaman, afektif yang berharga, menyenangkan terhadap faktor berwujud dan tidak berwujud. Kognisi dengan kata sifat seperti bentuk pendidikan, informatif dari pengalaman. Wisatawan akan cenderung untuk mengambil lebih dari minat yang lewat di lingkungan dan berbagi pengetahuan dengan orang lain, untuk memperkaya interpretasi mereka sendiri. Pengetahuan hasil dari mengunjungi daya tarik alami tampaknya akan menjadi afirmatif, bukan kognitif. Pembelajaran baru kumulatif tidak berada dalam kontrol operator, tetapi mereka mungkin mendorong perkembangan empati dengan isu-isu konservasi. Kunci sukses bagi sebuah perusahaan di industri pariwisata adalah dapat menyesuaikan penawaran produk untuk memenuhi kebutuhan target pasar yang didefinisikan secara sempit yang sulit bagi pesaing untuk menyamai atau melebihi, dengan kata lain, untuk menciptakan dan menembus ceruk pasar. Namun, hanya dalam kasus yang jarang pemasar pariwisata memiliki pilihan untuk membentuk produk dari bawah ke atas, karena hanya potongan-potongan kecil dari tujuan dapat dimodifikasi.
1.3.2. People/Manusia
Periwisata sering digambarkan sebagai industri manusia dan manusia yang menjadi cara dimana perusahaan membedakan diri untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar (George, 2001: 274). Setelah wisatawan masuk pada destinasi wisata mereka disambut dan dilayani oleh manusia-manusia dan dalam interaksi ini mereka baik memainkan peran penting atau tidak penting (Bennett, 2000: 226). Layaknya Jasa pengiriman manusia menyediakan real-time promosi jasa, dan budaya pelayanan harus dikembangkan melalui pemasaran internal. Pemasaran adalah fungsi yang dimiliki setiap orang dalam organisasi (Zyman, 1999: 198). Semua aktor manusia yang berperan dalam penyediaan layanan, yaitu personil perusahaan, pelanggan dan pelanggan lainnya di lingkungan pelayanan, mempengaruhi persepsi pembeli dari layanan itu sendiri.
6
1.3.3. Physical evidence/Bukti fisik
Penawaran Pariwisata dan perhotelan adaah penawaran yang tidak berwujud namun konsumen biasanya mencari bukti nyata untuk mengevaluasi produk sebelum membeli (George, 2001). Lebih lanjut dijelaskan bahwa bukti fisik memberikan kontribusi untuk pelaggan bagaimana mereka benar-benar menilai kualitas jasa; itu adalah bentuk nyata yang memfasilitasi kinerja dan termasuk peralatan dan lingkungan di mana jasa disampaikan, termasuk ruang, tata letak, suasana, artefak , interaksi antara pelanggan, dan antara perusahaan dan pelanggan. Pelayanan komunikasi, seperti penampilan brosur, kop surat, juga merupakan indikator penting dari kualitas.
1.3.4. Proses Sebuah Jasa dilakukan dan tidak diserahkan seperti dalam kasus barang diproduksi, dan orang-orang membentuk bagian dari proses dan pengiriman dengan cara ramah, suka menolong dan efisiensi. Pelanggan yang berpengalaman menginginkan pelayanan yang terorganisir, teratur, cepat, nyaman, dan baik seragam atau disesuaikan (Bennett, 2000: 228). Sistem operasi dan mekanisme, dan langkah-langkah yang sebenarnya dalam pengiriman dan prosedur, atau aliran kegiatan pelayanan ini disampaikan, menyediakan pelanggan dengan bukti yang menilai layanan ini. Akibatnya, proses yang dilakukan adalah bagian penting dari penawaran, dan operator harus memperhatikan cara di mana garis depan karyawan berinteraksi dengan pelanggan selama proses penciptaan dan pengiriman jasa atau pelayanan (George, 2001: 281).
1.3.5. Price/Harga
7
Industri perjalanan wisata adalah industri yang disibukkan dengan harga karena karakteristik produk seperti regulasi resmi yang luas dan waktu yang lama antara keputusan harga dan penjualan. Operator wajib mempublikasikan harga di brosur di muka panduan produksi (Horner & Swarbrooke, 1996: 178). Namun, pentingnya harga sebagai alat pemasaran sering diremehkan (George, 2001: 184). Pengurangan sementara mungkin digunakan untuk tujuan promosi untuk menarik konsumen di musim sepi, untuk menutupi biaya tetap tinggi atau untuk mempromosikan pada pembeli pemula. Faktor internal dan eksternal mempengaruhi keputusan harga. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keputusan penetapan harga meliputi tujuan pemasaran perusahaan, komponen lain dari bauran pemasaran seperti komponen biaya dan promosi (George, 2001: 281). Harga tidak hanya menentukan profitabilitas, tetapi juga merupakan alat yang ampuh bagi pemasar untuk mencapai tujuan strategis bisnis dan alat taktis untuk memanipulasi permintaan pada menit-menit terakhir melalui insentif (Middleton, 1994: 97). Struktur harga
mencerminkan keputusan pemasaran strategis mengenai
positioning produk, tujuan perusahaan, dan kembali pada persyaratan investasi. Ini harus mencerminkan dan memperkuat komponen lain dari bauran pemasaran dan harus secara akurat
mencerminkan
nilai
penawaran.
Faktor
eksternal
pemasaran
harus
dipertimbangkan ketika membuat keputusan harga meliputi sifat permintaan, persepsi konsumen, elastisitas harga dan persaingan (George, 2001: 186). Pemasar memiliki beberapa tingkat kontrol atas faktor internal tetapi sifatnya sedikit jika ada kontrol atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi harga. Sedangkan biaya menetapkan batas bawah harga, pasar dan permintaan mengatur batas atas (Kotler et al, 1996:. 381). Kualitas yang ditawarkan harus memenuhi harapan harga yang telah ada dalam pikiran pelanggan. Harga juga dapat menjadi simbol status. Akhirnya
adalah konsumen yang
memutuskan apakah tempat ini layak harga dan sangat penting untuk menetapkan harga sesuai dengan ide-ide mereka nilai. Jika nilai keseluruhan dianggap tidak dapat diterima, konsumen dapat memilih pengganti atau memutuskan untuk membatalkan pembelian (Cooper et al, 1998:. 397).
8
Elastisitas harga permintaan atau sensitivitas terhadap perubahan harga perlu dipertimbangkan, berdasarkan penting tidaknya perjalanan atau berwisata dan banyak alternatif untuk menghabiskan liburan. Wisatawan bereaksi secara berbeda terhadap harga produk pariwisata yang berbeda, dan karena itu elastisitas harga mereka berbeda. Ketika ditawarakan yang unik, berkualitas tinggi, bergengsi atau eksklusif, konsumen biasanya kurang sensitif terhadap harga dan permintaan yang lebih elastis. Namun, seseorang menjadi lebih menghabiskan pada produk yang lebih sensitif terhadap harga (Kotler et al, 1996:. 388-392). Reaksi pesaing terhadap perubahan harga juga perlu dipertimbangkan. Sebuah keuntungan harga yang mengambil pangsa pasar dari pesaing sering akan memprovokasi reaksi perang harga. Keuntungan harga sehingga akan dinetralisir oleh penurunan harga pesaing. Harga harus terus dievaluasi dan disesuaikan. Adanya fluktuasi sering tidak terduga dalam permintaan, yang memerlukan respon harga taktis.
1.3.6. Promotion/Promosi Promosi adalah istilah deskriptif untuk campuran kegiatan komunikasi, baik secara pribadi dan melalui media massa, dilakukan dalam rangka untuk mempengaruhi orang-orang untuk membeli. Umumnya merangkum periklanan, promosi penjualan dan hubungan masyarakat dan dibangun di sekitar satu maksud atau tujuan, yang dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Middleton, 1994: 149). Konsumen memiliki pilihan dan pemasar harus memberikan mereka sebuah alasan, selain harga, untuk memutuskan untuk membeli produk mereka (Zyman, 1999: 101). Potensi media untuk membawa tentang transaksi tergantung pada tingkat personalisasi, tingkat interaktivitas dan stimulasi sensorik (Postma, 1999: 94). Dari perspektif promosi, konsumen 'adalah mekanisme riskreduction (Seaton & Bennet, 1996: 183). Ada kebutuhan, tidak hanya untuk mempengaruhi target pasar, tetapi juga untuk mempengaruhi kontak dagang seperti agen ritel dan pembuat opini, misalnya untuk wartawan dan penulis perjalanan.
9
1.3.7. Place/Distribusi Sifat dari sistem distribusi dan proses adalah salah satu cara utama di mana pemasaran jasa pariwisata berbeda dari pemasaran barang. Membuat dan memanipulasi akses adalah cara untuk mengelola permintaan untuk produk yang sangat tahan lama. Produsen bersedia membayar jumlah yang relatif besar untuk memperluas keuntungan dari penjualan mereka (Middleton, 1994: 200). Untuk bisnis dengan hanya, satu unit produksi, seperti restoran, penginapan atau obyek wisata yang kecil, pilihan lokasi adalah keputusan bisnis yang paling penting, karena harus mengamankan aliran yang memadai dari pelanggan dengan wilayah sebagai pintu masuk. Lokasi yang baik adalah tempat produksi dan titik utama penjualan, dan konsep distribusi berhubungan dengan telepon untuk pemesanan. Ketika perjalanan dibeli hari ini biasanya tidak lebih dari informasi pada sistem reservasi komputer (WTOBC, 1999: 3). Airlines, hotel besar dan perusahaan penyewaan mobil telah membuat langkah besar dalam manajemen persediaan sejak pertengahan tahun delapan puluhan melalui link komputer interaktif. Mereka memanfaatkan lima sistem atas reservasi komputer internasional yang dikenal sebagai GDSS yaitu: Amadeus, Apollo, Galileo, Sabre dan Worldspan. Sistem GDS telah menciptakan kenyamanan pelanggan dan produktivitas operasional ditingkatkan melalui kecepatan dan akses. Mereka telah mengurangi jumlah staf yang diperlukan dan biaya unit membuat pemesanan individu. Sistem ini menyediakan penerbangan antara lain tiket otomatis dan faktur dan akses komprehensif ke penyewaan mobil, feri dan jasa akomodasi (Cooper et al, 1998). Namun, telah ditemukan bahwa bahkan jika terhubung melalui GDS, agen perjalanan lebih suka menggunakan cara booking atau konfirmasi transaksi Hotel melalui telepon, karena biaya yang harus dikeluarkan dua kali lipat biaya reservasi. Alasan untuk ini adalah bahwa hotel ini sangat individualistis dan produk yang mereka jual tidak standar (WTOBC, 1999). Konsumen mengambil komunikasi global dengan cepat dan akses ke informasi dan selama sepuluh tahun ke terakhir komputer pribadi telah menjadi aspek normal dari kehidupan sehari-hari. Internet telah menjadi sesuatu yang sederhana untuk digunakan
10
seperti televisi (WTOBC, 1999: 23). Turis menggunakan World Wide Web sebagai sumber informasi utama, misalnya sejak peluncuran situs Pariwisata Australia Barat Komisi Web, www.westernaustralia.net pada bulan April 1999 sampai pertengahan Juni 1999, itu memiliki sekitar 75 000 pengunjung unik (WTOBC , 1999). Pada tahun 1997 pemesanan hotel online menyumbang sembilan persen dari pendapatan industri secara keseluruhan perjalanan internet, dan diharapkan tumbuh untuk kuartal dengan 2002 (WTOBC, 1999: 52). Namun, pemesanan hotel sebagian besar masih dilakukan melalui direktori Hotel, melalui promosi di media cetak, pra-penjualan melalui operator tur, berjalan-dalam bisnis dan pemasaran langsung (WTOBC, 1999).
1.4.
Daur Hidup Destinasi Pariwisata
Dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan kawasan wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus kehidupan pariwisata yang lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC) sehingga posisi pariwisata yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan baik dan selanjutnya dapat ditentukan program pembangunan, pemasaran, dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat ditentukan dengan tepat. Siklus hidup pariwisata pada umumnya mengacu pada konsep TLC (Butler’s 80, Tourist Area Lifecycle) yang dapat dijabarkan pada Gambar 3. (Hypothetical Evolution of a Tourist Area) sebagai berikut :
11
Gambar 3. Hypothetical Evolution of a Tourist Area. Source: Butler, R. W. 1980. "The Concept of a Tourism Area Life Cycle of Evolution: Implications for Management of Resources." The Canadian Geographer 24(1), p. 8.
Tahap 1. Penemuan (Exploration) Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya tarik wisata. Tahap 2. Pelibatan (Involvement) Pada tahap pelibatan, masyarakat local mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini pemerintah local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas.
12
Tahap 3. Pengembangan (Development) Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company1 ) telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya. Tahap. 4 Konsolidasi (consolidation) Pada tahap ini, sector pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisata atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta. Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan Business to government (B2G). Tahap. 5 Stagnasi (Stagnation) Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang masih datang adalah mereka yang termasuk 2repeater guest atau mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal negative tentang destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal,
1 2
Multinational company: Hotel Chain, Franchising, Tour agency, etc repeater guest adalah mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan
13
persaingan harga yang tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat local. Tahapan Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation) Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru, mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen Destinasi memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta yang tertarik untuk melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan.
2. Segmentasi, targeting dan positioning Segmentasi merupakan dasar untuk peramalan arus maksimum pendapatan yang ingin dicapai. Dengan kata lain, perlu diukur, substansial dan berkelanjutannya. Rahasia untuk sukses adalah bahwa segmentasi target pasar harus dapat diakses melalui kegiatan promosi. Diferensiasi juga menjadi hal yang sangat penting agar produsen tidak hanya peduli dengan memuaskan kebutuhan pelanggan, tetapi melakukannya dengan cara yang diakui sebagai sesuatu yang unik atau sangat mencerminkan identitas suatu organisasi tertentu, dan tidak dapat dengan mudah ditiru oleh produsen lain. Hal ini bermanfaat untuk membangun perbedaan yang digambarkan sebagai hal yang penting dan sangat dihargai untuk keuntungan pembeli sasaran. Ini harus lebih unggul dengan cara lain bahwa konsumen dapat memperoleh manfaat yang sama, berdampak dan terlihat oleh pelanggan, dan mereka harus bersedia membayar untuk itu (George, 2001: 65). Dalam kondisi persaingan yang begitu ketat, diferensiasi menjadi hal yang sangat penting untuk
14
dilakukan, dan menyasar ceruk pasar wisatawan senior adalah pilihan yang bijaksana untuk masa yang akan datang bagi destinasi pariwisata Bali.
2.1. Pangsa Pasar Wisatawan Senior
Paket wisata senior mempunyai pasar cukup besar, hal itu terlihat dari 219,7 juta wisatawan nusantara (wisnus), yang mengadakan perjalanan sekitar 7%. Dilihat dari segi usia wisatawan yang beragam, pasar orang tua atau senior market merupakan kelompok penting karena besarnya pasar dan potensialnya untuk berkembang. Dengan kemajuan teknologi, sistem kesehatan dan semakin panjang jangka waktu hidup seseorang secara langsung meningkatkan jumlah penduduk lanjut usia. Pada fase ini orang tua telah ditinggalkan oleh anak-anaknya untuk hidup mandiri. Kelompok usia ini dikenal dengan istilah DINK (Double Income No Kids). Waktu luang yang dimiliki sangat besar sehingga memungkinkan mereka untuk tinggal di suatu destinasi lebih lama. Pada umumnya dengan sistem pensiun yang finansial.
Untuk
baik mereka
mapan
secara
mengantisipasi kecenderungan pasar di masa depan yaitu semakin
banyaknya konsumen wisatawan senior yang berlibur di Bali maka Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya telah menetapkan suatu kebijakan
bagi wisatawan
lanjut usia yaitu dengan mengijinkan wisatawan senior untuk tinggal lebih lama di Indonesia. Kelompok wisatawan ini dijinkan untuk tinggal di Indonesia selama satu tahun. Kebijakan tersebut telah dituangkan dalam SK Menteri Kehakiman No.M-0412.01.02/1998.
Surat
keputusan
ini
dibuat
berdasarkan Keputusan Presiden
/Keppres No. 31/1998. SK Menteri Kehakiman di atas kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Ketetapan Dirjen Imigrasi No. F.256-12.02/2000. Ketetapan ini menyatakan bahwa wisatawan senior dapat diberikan Temporary Visa sebagai penduduk sementara selama
satu tahun dan dapat diperpanjang sampai lima tahun. Artinya saat ini,
pemerintah telah memberikan beberapa kemudahan bagi wisatawam senior untuk berwisata di Indonesia termasuk juga ke Bali sehingga dengan kemudahan ini, beberapa tahun ke depan kedatangan wisatawan senior dari mancanegara dan wisatawan domestik untuk melakukan perjalanan wisata akan meningkat. Seiring dengan pemberian kemudahan dan potensi kedatangan wisatawan senior tersebut, perlu dilakukan kajian 15
untuk menggali lebih dalam tentang perilaku wisatawan senior khususnya yang berhubungan perilaku mereka yang akan berimplikasi pada aktivitas wisata.
2.2. Perkembangan Wisatawan Senior Menurut Foret dan Keller, (1992:2 dalam Patterson, 2006), harapan hidup manusia saat ini semakin panjang tercatat sejak abad 20 khususnya masyarakat pada negara-negara maju, sebagai contohnya harapan hidup di Inggris meningkat 22 tahun untuk laki-laki dan 23,5 tahun untuk perempuan bagi mereka yang lahir antara tahun 1910 sampai dengan 1992. Harapan hidup juga meningkat di beberapa negara lainnya seperti di Jepang harapan hidup manusia menjadi 79,5 tahun, di Swedia harapan hidupnya 78,1 tahun, di negara-negara Eropa harapan hidup menjadi 76,7 tahun, dan di Amerika Utara harapan hidup menjadi 76,2 tahun (Smith dan Jenner, 1997:47) Badan dunia PBB mencatat dan memperkirakan bahwa generasi senior mengalami peningkatan yang berarti dan diperkirakan ada dua milyar manusia di dunia ini akan berumur 60 atau lebih pada tahun 2050. Angka tersebut adalah 22% dari total penduduk dunia, dan angka ini diperkuat oleh catatan kependuduka Eropa, Jepang dan Cina (United Nations, 2000). Sementara MacNeil (1991) mengatakan bahwa angka tersebut adalah kejutan bagi orangorang Amerika yang lahir antara tahun 1946 sampai dengan 1964. Bagi orang Australia diperkirakan akan terjadi peningkatan senior yang lebih besar yakni antara 24% hingga 26% orang Australia yang berada golongan senior pada tahun 2051 (BPS Australia, 1999) Pada tahun 1999 telah dideklarasikan sebagai tahun senior internasional, dan deklarasi ini didukung oleh badan dunia PBB dengan mengadakan konferensi tentang isu dan masalah yang mungkin akan dihadapi oleh para manusia senior, isu dan permasalahan tersebut berhubungan dengan, pengasingan golongan senior, kesehatan, pelayanan gizi dan nutrisi, kurangnya perhatian anggota keluarga lainnya terhadap golongan senior ini (Foret and Keller, 1993). Sementara (Veal and Lynch, 2001) mengatakan bahwa, terjadinya peningkatan angka harapan hidup manusia lebih disebabkan oleh faktor semakin membaiknya sarana kesehatan dan kedokteran, perbaikan kesehatan diri dan lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh (Ing, 1993) menemukan bahwa pilihan berwisata bagi golongan senior, dimana faktor usia ini dihubungkan dengan pemilihan paket wisata dan pada 16
penelitian ini ditemukan bahwa wisatawan senior lebih menyukai tujuan wisata ke daerah pedesaan atau countryside, dan dikatakan bahwa industri pariwisata jangan sampai mengabaikan potensi wisatawan senior ini di masa yang akan datang karena dari tahun ke tahun jumlah penduduk senior semakin meningkat yang berarti akan terjadi peningkatan pada segmen pasar ini di masa yang akan datang.
2.3. Pemilihan Aktivitas Wisata bagi Wisatawan Senior Hasil penelitian menemukan bahwa penduduk senior lebih banyak memiliki waktu luang untuk melakukan aktivitas leisure di sekitar rumahnya dan mereka biasanya melakukan aktivitas yang berhubungan dengan passive leisure (Lawton, 1993). Aktivitas leisure yang sering dilakukan adalah menonton televisi dan mendengarkan radio dan aktivitas ini paling popular diantara penduduk golongan senior. Sementara aktivitas yang berhubungan dengan olahraga program latihan jasmani lebih jarang dilakukan (Amstrong dan Morgan, 1998). Sementara hasil penelitian lainnya menemukan bahwa telah terjadi perubahan pilihan aktivitas leisure pada golongan senior dimana mereka lebih cenderung menghabiskan waktu untuk kegiatan leisure yang bersifat individu, ingin merasakan kebebasan, dan bahkan memilih kegiatan yang beresiko sepanjang mereka dapat lakukan (McGuire et al., 2004). Cohen (2000) memberikan alternative agar pelaku pariwisata lebih kreatif membuat paket-paket wisata yang berhubungan dengan senior, dan menyarankan untuk lebih melihat factor inner dari manusia senior khususnya kegiatan yang bersifat pengisi waktu luang. Dicontohkan kegiatan-kegiatan leisure yang bisa ditawarkan adalah kegiatan yang berhubungan dengan hobby, seni dan kerajinan, pertemanan “relationship”, penggalian potensi diri, dan kegiatan sosial yang bersifat volunteer. Stebbins (1982, 1992, 1998) mencatat bahwa beberapa wisatawan senior lebih puas melakukan kegiatan yang berhubungan dengan hobby, pekerjaan volunteer, melakukan kegiatan untuk menyibukkan diri, dan mencari teman-teman baru diantara sesama senior. Sementara Kelly (1992) mengatakan bahwa, golongan senior melakukan aktivitas yang dipusatkan pada keluarga dan biasanya mengambil tempat di sekitar rumah mereka. Kegiatan tersebut termasuk kegiatan shopping, berkebun, berjalan santai, menonton 17
televise, melakukan sosialisasi bersama teman-teman dan keluarga mereka, dan membaca (Kelly and Kelly, 1994). Wei dan Milman (2002), aktivitas paling popular yang dilakukan oleh wisatawan senior pada saat mereka melakukan perjalanan wisata dan berkeliling kota (89,3%), mengunjungi tempat-tempat bersejarah (88,1%), makanmakan di restoran (85,7%), dan shopping (77,4%). Sementara kegiatan yang kurang diminati adalah berburu dan memancing (1,2%), olahraga air dan berjemur di pantai (1,2%), kamping dan mendaki (3,6%). Lebih lanjut ditemukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan wisatawan senior pilihan jenis aktivitas leisure.
Tabel 1. Jenis Aktivitas Leisue di Kalangan Senior Passive Active Nonton Televisi Shopping, berbelanja di mall, atau Mendengar Radio supermarket. Kegiatan Sosial City Tour, berkeliling Kegiatan yang kota. berhubungan dengan Mengunjungi tempat Hobby bersejarah, meseum, Penyaluran bakat yang heritage berhubungan dengan Makan-makan di kerajinan Restoran Penyaluran bakat yang berhubungan dengan seni. Sumber: Data Sekunder (diolah)
Un-interested Activities Berburu di alam liar Memancing Mendaki gunung Kamping Tracking Berselancar air Berjemur di Pantai
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, menurut Milman (2002) pemasaran paket wisata yang berhubungan dengan wisatawan senior sebaiknya jenis dan kegiatan leisure atau wisata bisa difokuskan pada kegiatan yang lebih disukai oleh golongan senior di atas.
2.4. Definisi Wisatawan Senior Definisi tentang senior memang masih menjadi perdebatan dari beberapa kalangan di masyarakan, khususnya yang berhubungan dengan umur seseorang yang disebut senior namun pada penelitian ini, akan diambil dua definisi senior yakni senior older adults. 18
3
Menurut Muller and O’Cass, 2001, Shoemaker, (1989), yang tergolong golongan
senior adalah mereka yang telah mencapai umur 65 tahun atau lebih. Lebih lanjut dikatakan bahwa kelompok umur ini adalah target pasar pariwisata yang penting sejak awal tahun 1990. Kelompok ini dianggap memiliki segalanya, mereka memiliki umur yang matang, uang, dan kematangan diri, bahkan banyak diantara kaum senior ini merasakan diri lebih muda daripada umur mereka. Dalam konsep pemasaran, kelompok kaum senior adalah target penting sehingga dianggap perlu untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang sikap diri kaum senior, interest dan jenis aktivitas, kecenderungan mereka dalam berpartisipasi dalam kegiatan leisure, rekreasi, dan wisata. Pada beberapa hasil penelitian, kaum senior ini masih memiliki kemampuan fisik untuk melakukan perjalanan wisata dan berpartisipasi pada kegiatan yang ditawarkan oleh para pelaku pariwisata. 4
Definisi tentang older adults atau dalam istilah Indonesia sering disebut senior
(usila) adalah istilah yang cukup baru. Orang-orang yang tergolong pada older adults atau usila ini berumur 65 tahun atau lebih dan istilah ini popular di negara-negara maju yang biasanya diarahkan untuk merujuk para pensiunan. Menurut Gillon, (2004) golongan usia lebih popular dengan istilah baby boomers, sementara (Shoe-maker , 1989 dan Lazar, 1985) menyebut bahwa golongan usia ini disebut juga the senior market, young sengies, atau mature market, the grey market, young senior generation dan woopies atau well-off older people.
3
Seniors are defined as people aged 55 and older, and were one of the most prominent targets for tourism marketeers in the 1990s. Seniors have been described as everything from ‘empty nesters’ and ‘third agers’ to ‘woop-ies’ (well-off older people) and ‘zuppies’ (zestful, upscale people in their prime) (Shoemaker, 1989). These descriptions of seniors suggest that many people who are aged 55 and older perceive themselves as feeling consid-erably younger than their actual chronological age (Muller and O’Cass, 2001). 4
Definitions of Older Adults Not so long ago, people aged 65 and older who lived in developed countries were referred to as ‘pensioners’ or the ‘elderly’, which were the only terms that were used to describe them. Recently, a review of the tourism and leisure literature has found a puzzling development - there has been a lack of consistency in defining the age cohort and the specific name to describe older people’s tourist behaviour at different stages of the life cycle. Names such as ‘baby boomers’ (Gillon, 2004), ‘the senior market’ (Shoe-maker, 1989), ‘the mature market’ (Lazar, 1985), ‘the grey market’, ‘young sengies’ or young senior generation, and ‘woopies’ or well-off older people
19
2.5. Faktor Penghambat Kaum Senior untuk Melakukan Wisata Menurut penelitian yang dilakukan oleh (McGuire, 1984; Blazey, 1986) menyimpulkan ada beberapa factor yang dapat menghambat kaum senior tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan wisata dan kegiatan leisure. Factor penghalang tersebut adalah tidak ada waktu luang untuk melakukan perjalanan wisata, sumber keuangan yang tidak mencukupi, buruknya kondisi kesehatan kaum senior, terlalu tua bahkan ada yang sangat tergantung hidupnya dari anggota keluarga lainnya, dan disimpulkan bahwa keinginan berwisata kaum senior lebih rendah dari kaum muda. 5
Sementara McGuire (1984) mengidentifikasikan lima hal mendasar yang
menyebabkan kaum senior tidak dapat melakukan kegiatan wisata lebih jarang disbanding kaum yang lebih muda. Alasannya adalah (1)kurangnya informasi, terlalu banyak rencana, kurangnya dana, kurangnya pakaian dan perlengkapan wisata; (2)factor waktu, tidak ada waktu luang, masih bekerja, terlalu sibuk mengerjakan banyak hal, (3) tidak mendapat ijin keluarga dan teman-teman dekat, takut membuat kesalahan pada destinasi; (4)factor social, tidak ada yang menemani, tidak suka keluar daerah; (5)factor fisik, kondisi badan lemah, sakit-sakitan, kuatir tentang transportasi, terlalu tua atau tidak mampu lagi bepergian jauh. Sedangkan
Shoemaker
(2000)
melakukan
penelitian
tentang
factor
penghambat kaum senior untuk melakukan wisata, dia menggunakan 234 responden yang berumur antara 55 tahun atau lebih yang tinggal di Pennsylvania, USA , hasil penelitian tersebut ditampilkan pada Table 2, ternyata factor penghambat terbesar karena alasan keuangan (48,3%), alasan kesehatan (43,3%), dan alasan tidak ada yang menemani (41,7%). Hasil penelitian ini tentu saja akan banyak berubah jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, dimana kondisi di atas adalah kondisi 10 tahun 5
McGuire (1984) identified five major constraints in a more detailed examination of why older travellers do not travel as much as younger travellers: (1)external resources - lack of information, too much planning, insufficient money, lack of appropriate clothing and luggage, and lack of transportation; (2)time factors - no time to travel, the need to work, tourism interrupting normal routine and being too busy doing other things; (3)approval - family and friends would not approve, feel guilty about going on trips and afraid to make a mistake by going to a disappointing place; (4) social - spouse dislikes travel, no companion and no interest in going away; and (5) physical well-being - no energy, poor health, afraid to take certain modes of transportation and too old or disabled to travel.
20
yang lalu dan yang menjadi responden tentu saja generasi senior yang terlahir 65 tahun yang lalu, di mana kondisi kesehatan pada era tersebut tidak lebih maju jika dibandingkan kondisi saat ini, walaupun demikian, factor-faktor penghambat tersebut sangat penting untuk diketahui khususnya bagi para pemasar produk wisata.
Tabel 2. Faktor Penghambat untuk Melakukan Aktivitas Leisure atau Wisata. Penghambat
Tidak ada waktu Sulitnya Pemesanan/reservasi Umur/terlalu tua Jaga Rumah Lemah Fisik Tidak ada yang menemani Kesehatan Kurangnya Informasi tentang tujuan liburan Cari Waktu tepat Masih bekerja Keuangan Sumber: Shoemaker, ( 2000: 18)
Traveller (%) (Berwisata) 7 2,3
Non-Traveller (%) (Tidak Berwisata) 11 2,7
5,1 6,1 7,9 17,2 14,9 11,6
20 28,6 37,9 41,7 43,3 7,4
27,2 32,3 32,7
18,5 28,6 48,3
Masalah keamanan juga menjadi faktor penghambat yang cukup berarti bagi kaum senior. Sehingga para pemasar paket wisata harus memperhatikan dan menambahkan adanya jaminan keamanan yang lebih pasti bagi wisatawan senior dalam melakukan perjalanan wisata (Penalta and Uysal, 1992).
2.6. Trend Wisatawan Senior Internasional
Pertumbuhan wisatawan senior pada segmen pasar pariwisata dari tahun ke tahun senantiasi mengalami peningkatan yang signifikan pada abad 21 ini. WTO (2001) memperkirakan pada tahun 2015 peningkatan wisatawan senior secara international akan mencapai 2 milyar orang. Pertumbuhan wisatawan senior secara nyata berasal dari 21
Amerika Serikat, Kanada, dan Australia karena di ketiga Negara tersebut mengalami peningkatan kelompok ‘baby boomer’ atau para pensiunan. “The USA senior market is regarded as the fastest-growing segment of travel demand. People who are older than 55 represent 41% of the total population and account for 28% of all overseas trips. Canadians have a higher propensity to travel than Americans and spend twice as much per capita on foreign travel. It has been estimated that 25% of Canadian visitors are older than 55 years, of which 800,000 travelled overseas in 2000. In Japan, 12 million people are older than 65, and it has been estimated that 7.6% of Japanese who travelled overseas in 1990 were older than 60 years” (Clench, 1993). 6
Di Amerika Serikat, pertumbuhan wisatawan senior mengalami perningkatan tertinggi
dimana umur 55 tahun mencapai 41% dari total penduduk Amerika Serikat, dari 41% tersebut, 28% mereka berwisata ke luar negeri. Orang-orang Kanada lebih suka menghabiskan uangnya untuk dan mereka yang berumur 55 tahun ke atas melakukan perjalanan ke luar negeri sebesar 25% dari total penduduk Kanada pada tahun 2000. Sementara di Jepang, 12 juta orang yang berumur 65 tahun ke atas diperkirakan melakukan perjalanan ke luar negeri sebesar 7,6% pada tahun 1990 (Clench, 1993). 7
Wisatawan Senior di Amerika Serikat: segmen wisatawan senior yakni mereka
yang telah mencapai 65 tahun ke atas di Amerika Serikat adalah segmen wisatawan senior yang mengalami bertumbuhan tercepat dan diperkirakan akan mencapai 76% dari kaum senior tersebut melakukan aktivitas wisata paling tidak mereka suka melakukan kegiatan sunbathing dan berenang, menyewa hotel, shopping, hiburan malam, dan bersantai di taman kota. Wisatawan Senior di Kanada: orang-orang senior di Kanada terbagi menjadi dua group yang berbeda yakni kelompok umur 55-64 tahun, dan senior yang berumur lebih dari 65 tahun. Kaum senior Kanada lebih menyukai kegiatan mengunjungi taman nasional atau taman kota, berbelanja dan menginap di hotel, dan hanya sebagaian kecil dari mereka menyukai aktivitas hiburan malam. Sementara Wisatawan Senior di Australia pada tahun 2002 diperkirakan mencapai 22% dari total wisatawan domestic di Australia dan diperkirakan membelanjakan uangnya $895 juta dolar pertahun dan mereka biasanya menginap dan berlibur hingga 6
Contemporary Trends in International Tourism and Travel for Older Adults Examine the tourism and leisure-related behaviour of older people in the following countries - USA, Canada, Australia, Europe, UK, Germany, Japan, Israel, Taiwan and Korea 7
22
5,5 hari. Hanya 9% dari wisatawan senior Australia yang memilih kegiatan mengunjungi taman nasional atau kamping dan menghabiskan liburan hingga 8,5 malam. Ditemukan juga, wisatawan senior Australia lebih menyukai mengunjungi daerah yang masih alami atau langka yang masih memiliki arti sejarah. Dari sekian kegiatan tersebut, hampir semua mengharapkan rasa aman, mendapatkan mengalaman baru, lingkungan yang baru, melakukan perjalanan bersama keluarga. Secara keseluruhan kaum senior di Australia menghabiskan 4 juta
dolar jika mereka
berwisata ke luar negeri dan rata-rata pengeluaran perhari mencapai $6100 pada setiap liburannya. Angka tersebut lebih tinggi 21% jika dibandingkan kaum muda yang melakukan perjalanan ke luar negeri yang hanya $5024, dan kaum senior ini berlibur lebih lama yakni 25 hari, sedangkan kaum muda hanya 22 hari. Wisata Senior di Eropa: di Eropa Utara jumlah kaum senior 65 tahun ke atas mengalami peningkatan 16,2% jika dibandingkan tahun 1960. Untuk Eropa segmen pariwisatanya mengalami penurunan pada setiap tahunnya. Namun untuk wisatawn senior Jerman dan Inggris merupakan pasar wisatawan domestic dan internasional terbesar, sementara wisatawan senior di kawasan Skandinavia dan Spanyol memperlihatkan keinginan berwisata yang paling tinggi dibandingkan wisatawan senior lainnya di kawasan Eropa. Sedangkan di Inggris jumlah penduduk yang berada pada kelompok senior antara 55 hingga 59 tahun mencapat 31% pada tahun 2005. Dari 31% kaum senior tersebut, 17,4% hnga 18,1% melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Dan sebagian besar kaum senior tersebut lebih peduli pada permasalahan keamanan jika melakukan perjalanan wisata. Penduduk Jerman yang akan mencapai senior 60 tahun keatas pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 40% dari total penduduknya, dan mereka lebih mandiri dan lebih suka melakukan perjalanan wisata dengan cara mandiri tanpa harus diatur oleh biro perjalanan. Penduduk Jepang yang tergolong senior atau yang berumur 50 tahun keaas pada tahun 2025 diperkirakan mendekati angka 15 juta atau 23% dari total penduduknya. Kaum senior Jepang biasanya memiliki income yang lebih mapan dan memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga memungkinkan mereka berlibur lebih lama ke luar negeri jika dibandingkan kaum muda. Kaum Senior Jepang ingin lebih bebas dalam melakukan perjalanan wisata dan campur tangan biro perjalanan sangat sedikit. Dan yang menjadi prioritas isunya adalah masalah kesehatan dan keamanan, mereka lebih suka 23
melakukan perkunjungan budaya, berbelanja sebagai aktivitas menarik bagi kaum senior Jepang. 8
Saat ini penduduk senior 60 tahun ke atas Taiwan telah mencapai 12% dan
diperkirakan akan naik menjadi 20% pada tahun 2033. Beberapa kaum senior di Taiwan lebih suka melakukan perjalanan wisata yang telah dipaket oleh biro perjalanan wisata karena alas an lebih nyaman, lebih aman, dan alasan keterbatasan bahasa Inggris. Di Taiwan pertumbuhan biro perjalanan bertumbuh sangat cepat dan telah mencapai 2464 travel agencies pada tahun 2002, dan telah melayani perjalanan wisata untuk 23 juta orang. Wisatawan senior Taiwan lebih menyukai perkunjungan sejarah dan mengunjungi tempat-tempat yang indah, makan-makan di restoran, dan menikmati fasilitas hotel, dan mereka lebih mempertimbangkan factor harga dan keamanan. Berikut Tabel 3, rangkuman potensi segmen pasar wisatawan senior berdasarkan persentase terhadap total penduduk nasional, potensi yang keluar negeri, dan isu serta harapan. Tabel. 3. Potensi Pasar Senior berdasarkan kawasan atau negara berdasarkan prediksi dan proyeksi sampai dengan 2050. Negara/kawasan % Kaum % yang ke Harapan (Isu) Senior luar negeri 28% Amerika Serikat 41% Kenyamanan. * 25% Kanada Hiburan. 23% 7,6% Jepang Kesehatan dan keamanan. 22% 9% Australia Rasa aman dan experiences. 16,2% * Eropa Utara Keamanan. 31% 17,4% Inggris Keamanan. 40% * Jerman Keamanan. 20% * Taiwan Harga dan keamanan. Sumber: Data sekunder (diolah), * data tidak tersedia
Dari seluruh data harapan wisatawan senior di atas, harapan yang paling mendapat prioritas konsumen wisatawan senior adalah masalah yang berhubungan dengan adanya jaminan keamanan, kemudian kenyamanan, hiburan, kesehatan, harga dan experiences. Informasi tersebut di atas berimplikasi pada kemasan paket wisata yang akan ditawarkan pada 8
Taiwan is considered an elderly society. The elderly population has been estimated to be 2.8 million people, or 12% who are older than 60. It has been projected that the elderly population will increase to 20% of the total population by 2033 (Ministry of Interior, 2001).
24
segmen wisatawan senior, dan yang diperkirakan paket-paket atau kemasan wisata yang mampu menjamin rasa aman, kenyaman, jenis hiburan, jaminan kesehatan, harga, dan penawaran tentang experiences akan menjadi preferensi wisatawan senior.
3. Kesimpulan dan Saran 3.1.
Kesimpulan Segmentasi wisatawan senior mengalami pertumbuhan yang cukup dinamis,
dimana hampir semua negara memperkirakan wisatawan senior akan mengalami pertumbuhan yang cepat dibandingkan segmen pasar wisatawan lainnya. Beberapa wisatawan senior bahkan merasa mereka lebih muda dari umur mereka karena adanya perbaikan kesehatan, dan mereka lebih aktif. Mereka bahkan ingin mencari pengalaman baru yang menantang seperti ingin melihat kebudayaan bangsa lain sebelum mereka lebih tua dan sebelum kesehatannya semakin menurun. Saat ini, dengan adanya perbaikan pendidikan, kesehatan, dan perbaikan pendapatan telah mendorong perubahan untuk lebih menyukai kegiatan bersenang-senang atau berwisata dibandingkan generasi sebelumnya. Beberapa kaum senior tersebut bahkan berharap jika mereka pension mereka akan melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Untuk dapat menangkap peluang pertumbuhan segmen pasar senior ini, diperlukan kreasi dan inovasi dalam mengelola bisnis dan kemasan produk yang sesuai dengan preferensi wisatawan senior, pengelolaan destinasi yang diarahkan ramah terhadap golongan senior dengan menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang dapat dinikmati oleh wisatawan senior. Untuk melakukan kreasi dan inovasi yang tepat, maka sudah dianggap penting untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan perilaku wisatawan senior dalam memilih aktivitas wisata. Perilaku wisatawan senior tersebut dapat didasarkan pada analisis hubungan antara perbedaan budaya dan perilaku wisatawan dalam memilih aktivitas wisata, perilaku wisatawan senior dapat juga dilihat dari konsep diri wisatawan yang turut mempengaruhi pilihan aktivitas wisata, perilaku wisatawan senior juga dapat dilihat dari
25
gaya hidup, dan perilaku wisatawan tersebut dapat dihubungkan berdasarkan dimensi perbedaan budaya, dimensi sikap diri, dan dimensi gaya hidup secara simultan.
3.2. Saran: Model Perencanaan Menyasar Wisatawan Senior Strategi pemasaran mencerminkan pernyataan misi perusahaan dan dipengaruhi oleh lingkungan bisnis eksternal. Untuk tujuan pemasaran, perencanaan strategis didefinisikan sebagai proses dimana organisasi menganalisis kekuatan dan kelemahan di pasar saat ini, memutuskan posisi dan berusaha untuk mencapainya, dan mendefinisikan strategi dan program kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Masing-masing mengandung unsur risiko dan membutuhkan pengeluaran. Dalam perencanaan pariwisata tidak hanya faktor ekonomi dan manajerial saja, tetapi juga manfaat lingkungan, sosial dan politik yang memerlukan pertimbangan subjektif. Lebih lanjut Schafer (1994: 155158) menunjukkan bahwa manfaat dari faktor-faktor subjektif dibentuk dengan menggunakan perbandingan berpasangan, dan bahwa biaya manfaat masing-masing selanjutnya diperkirakan untuk menentukan peringkat prioritas tujuan perencanaan. Strategi pada akhirnya dikondisikan oleh kemampuan organisasi untuk membujuk pelanggan dalam jumlah yang memadai untuk membeli cukup produk terhadap persaingan yang agresif dalam rangka untuk mengamankan pendapatan kelebihan atas biaya dalam jangka panjang. Strategi tersebut umumnya adalah sebagai berikut: menentukan tujuan dan sasaran. Organisasi tempat di pasar yang dipilih, biasanya didefinisikan dalam arti luas segmen target, volume penjualan, berbagai produk, pangsa pasar dan profitabilitas. Beberapa pertanyaan sebelum menyusunan strategi yang harus diketahui sebelum melakukan strategi Segmentasi, Targeting, dan Positionning untuk wisatawan senior adalah sebagai berikut:
26
Gambar 4. Extended Marketing Mix Sebagai Strategi Memenangkan Ceruk Pasar Wisatawan Senior Bagi Destinasi Pariwisata Bali. Product
Place
Promotion
Price
Physical good features: Sudahkan Bali menyediakan fasilitas fisik untuk kaum senior? Quality level: Sudahkan Bali memiliki kualitas yang cukup untuk kaum senior? Accessories: Bagaimanakah fasilitas yang telah ada saat ini? Packaging: adakah paket wisata khusus untuk kaum senior? Warranties: adakah jaminan keamanan, kesehatan, dsb? Product lines: sudah siapkah destinasi Bali menyambut kedatangan kaum senior? Branding: sudah cocokkah branding Bali dengan idealism kaum senior?
Channel type: Adakah travel agency yang menawarkan paket wisata usia lanjut? Exposure: Adakah experiences tertentu yang akan didapatkan di destinasi Bali? Intermediaries: Siapakah yang telah memasarkan paket wisata senior? Outlet locations: Obyek wisata dan hotel-hotell manakah yang telah siap untuk kaum senior? Transportation: adakah alat transportasi yang cukup untuk kaum senior? Managing channels: Adakah kerjasama antara tour operator dengan industri pariwisata pada destinasi Bali?
27
Promotion blend: adakah promosi khusus tentang paket wisata senior? Salespeople: adakah tenaga penjual yang menawarkan paket wisata senior? Number: Berapa jumlah anggaran untuk promosi paket wisata senior? Sales promotion: sudahkan Promosi penjualan dilakukan? Publicity: adalah publistas untuk paket wisata senior?
Flexibility: Adakah fleksibelitas harga paket wisata senior? Price level: bagaimakah tingkat harganya? Terms: Kapan paket ini mengalami high dan low season? Differentiation: adakah bedanya dengan destinasi lain atau produk lainnya? Discounts: Adakah potongan harga atau harga khusus? Allowances: Adakah ketentuan khusus untuk membeli paket wisata senior?
People
Physical evidence
Process
Employees: Sudah siapkan para pekerja pariwisata Bali menyambut Wisatawan senior? Recruiting: Bagaimana system perekrutannya? Training: adakah pelatihan khusus? Motivation: Adakah motivasi khusus untuk menyambut wisatawan senior? Rewards: Adakah penghargaan Khusus? Teamwork: Bagaimanakah dengan jaringan kerja pariwisata bali saat ini? Customers: Siapa sajakah yang telah menjadi pelanggan untuk paket wisatawan senior saat ini? Education: adakah pendidikan khusus untuk menyambut wisatawan senior? Training: Adakah pelatihan khusus untuk menangani wisatawan usia lanjut khususnya yang berhubungan dengan P3K
Facility design: Adakah fasilitas khusus bagi kaum senior khususnya yang cacat? Equipment: Adakah alat dan sarana untuk kaum senior? Signage: Adakah para pebisnis pariwisata yang tertarik tentang segmen wisatawan senior? Employee dress: Penampilan para pekerja pariwisata yang menarik bagi kaum senior? Other tangibles Reports: Adakah dokumen tentang wisatawan senior? Business cards: Adakah perusahaan pariwisata yang menaruh perhatian tentang wisatawan senior? Statements: Adakah pernyataan kesediaan menyambut wisatawan senior? Guarantees: Adakah Janiman khususnya yang berhubungan dengan kesehatan dan keamanan?
Source: Zeithaml & Bitner, 2000
28
Flow of activities: Punyakah destinasi bali agenda atau jurnal aktivitas wisata yang bisa dinikmati oleh kaum senior? Standardised: Adakah standarisasi untuk melayani dan melakukan proses wisata khusus untuk kaum senior? Customised: Adakah kebiasaan atau aturan tertentu untuk kaum senior yang telah dimiliki oleh destinasi Bali? Number of steps: Bagaimanakah prosedur atau langkah-langkah untuk dapat membeli paket wisata senior? Simple: Sudah sederhanakah proses yang telah ada? Complex: Adakah kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh kaum senior untuk melakukan kegiatan wisata di Bali? Customer involvement: Kegiatan atau aktivitas wisata apa sajakah yang bias dilakukan oleh kaum senior selama mereka berlibur di Bali?
Perencanaan pemasaran adalah proses terorganisir dari mempelajari pasar, mengidentifikasi dan mengukur tren, dan mengembangkan tujuan pemasaran utama dan mendukung
program
(Middleton,
1994).
Operator
Pariwisata
yang
ingin
mengembangkan bisnis mereka dapat memilih antara empat tujuan strategi dasar, yaitu: penetrasi pasar (menjual lebih banyak produk yang ada di pasar yang ada), memasuki pasar baru atau wilayah geografis, mengembangkan penawaran produk baru untuk pasar yang ada, atau diversifikasi ( jual penawaran baru di pasar baru). Pertimbangan utama ketika memasuki pasar baru adalah apakah ada kemauan atau kebutuhan pada bagian dari pelanggan untuk membeli produk. Itu semua bermuara pada apakah seseorang dapat menghasilkan pendapatan dan berapa banyak dan kapan (Zyman, 1999: 136). Jika destinasi Pariwisata Bali melihat kondisi PLC product lifecycle yang kecenderungannya nyaris berada pada Konsolidasi (consolidation) di mana pada tahap ini, sector pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi jika dibandingkan sector lainnya di provinsi Bali dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisata atau destinasi pariwisata Bali. Kunjungan wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan Bali. Peranan pemerintah local mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta. Hubungan antara swasta (MNC dan Nasional) dan pemerintah daerah semakin meningkat baik hubungan Government to Government (G2G), Business to Business (B2B), dan Business to government (B2G). artinya dalam kondisi sepertini masih sangat mungkin secara manajemen destinasi, Bali masih bias dikonsolidasikan dan masih sangat mungkin melakukan strategi segmenting, targeting, dan positioning yang sesuai dengan branding dan core product pariwisata Bali yang didaulat sebagai pariwisata budaya. Di mana pariwisata budaya adalah pariwisata yang dianggap paling ideal untuk segmen pasar wisatawan senior, dan sebagai konskuensinya destinasi Bali harus mempunyai kesunguhan untuk melakukan redesign atas bauran marketing destinasi sebagai strategi yang terintegrasi. Re-desain yang sangat diperlukan adalah sebagai berikut:
29
Redesain Product yang meliputi: •
Physical good features: Menyediakan fasilitas fisik untuk kaum senior.
•
Quality level: Menjamin kualitas produk untuk kaum senior.
•
Accessories: Menyediakan fasilitas yang memadai untuk kaum senior.
•
Packaging: Menawarkan paket wisata khusus untuk kaum senior.
•
Warranties: Memberikan jaminan keamanan, kesehatan, dsb khususnya yang berhubungan dengan kondisi wisatawan usia lanjut.
•
Product lines: Memastikan bahwa destinasi Bali siap menyambut kedatangan wisatawan senior.
•
Branding: Menguatkan branding Bali dengan idealism wisatawan senior.
Menyediakan Bukti Fisik (Physical evidence) yang meliputi: •
Facility design: Design Paket wisata yang sesuai dengan kaum senior.
•
Equipment: Penyediaan alat dan sarana untuk kaum senior.
•
Signage: Adakah para pebisnis pariwisata yang tertarik tentang segmen wisatawan senior.
•
Employee dress: Penampilan para pekerja pariwisata yang menarik bagi wisatawan senior.
•
Reports: Menyediakan dokumen-dokumen yang dapar menarik kaum senior untuk melaukan aktivitas wisata di Bali.
•
Business cards: Perhatian Industri terhadap wisatawan senior.
•
Statements: Membuat pernyataan kesediaan menyambut wisatawan senior.
•
Guarantees: Memberikan kaniman mutu, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan dan keamanan.
Melakukan Promotion yang meliputi: •
Promotion blend: Melakukan promosi khusus tentang paket wisata senior.
•
Salespeople: Menyediakan tenaga penjual yang menawarkan paket wisata senior.
•
Number: Menyediakan anggaran untuk promosi paket wisata senior.
•
Sales promotion: Melakukan Promosi penjualan wisata senior.
30
•
Publicity: Melakukan publistas untuk paket wisata senior.
Penentuan Harga/Price yang meliputi: •
Flexibility: Menjual paket harga paket wisata senior yang fleksibel baik untuk high maupun low season.
•
Price level: Menentukan tingkat harga yang cukup bersaing
•
Terms: Harga paket wisata yang sesuai dengan kondisi high dan low season.
•
Differentiation: Menampilkan kelebihan destinasi Bali dibandingkan produk lainnya.
•
Discounts: Memberikan potongan harga atau harga khusus pada saat-saat tertentu.
•
Allowances: Menentukan ketentuan khusus untuk membeli paket wisata senior karena sifat dan segmen yang “nice” ceruk pasar khusus.
Kesiapan Manusia/People yang meliputi: •
Employees: Menyiapkan para pekerja pariwisata Bali yang siap menyambut Wisatawan senior.
•
Recruiting: Membuat system perekrutan pekerja pariwisata yang berhubungan dengan wisata senior.
•
Training: Memberikan pelatihan khusus bagi para pekerja yang berhubungan dengan wisatawan senior.
•
Motivation: Memberikan motivasi khusus bagi para pekerja khususnya yang menangani wisatawan senior karena penanganan wisatawan senior relative lebih kompleks daripada wisatawan lainnya.
•
Rewards: Menyediakan penghargaan Khusus bagi pekerja yang berprestasi.
•
Teamwork: Menjalin kerjasama jaringan kerja pariwisata Bali yang siap menyambut wisatawan senior.
•
Customers: Menentukan pelanggan untuk paket wisatawan senior.
•
Education: Memberikan pendidikan khusus untuk menyambut wisatawan senior.
•
Training: Memberikan pelatihan khusus untuk menangani wisatawan usia lanjut khususnya yang berhubungan dengan P3K.
31
Menentukan Place yang meliputi: •
Channel type: Menyediakan travel agency yang menawarkan paket wisata senior.
•
Exposure: Menawarkan experiences tertentu yang akan didapatkan di destinasi Bali.
•
Intermediaries: Menawarkan dan memasarkan paket wisata senior secara konsisten.
•
Outlet locations: Menyediakan obyek wisata atau daya tarik dan hotel-hotel yang telah siap untuk kaum senior.
•
Transportation: Menyediakan alat transportasi yang cukup untuk kaum senior.
•
Managing channels: Melakukan kerjasama antara tour operator dengan industri pariwisata pada destinasi Bali.
Menentukan Process yang meliputi: •
Flow of activities: Menyedikan agenda atau jurnal aktivitas wisata yang bisa dinikmati oleh kaum senior.
•
Standardised: Melakukan standarisasi untuk melayani dan melakukan proses wista khusus untuk kaum senior.
•
Customised: Menentukan kebiasaan atau aturan tertentu untuk kaum senior di destinasi Bali.
•
Number of steps: Membuat prosedur atau langkah-langkah pembelian paket wisata senior.
•
Simple: Menyerhanakan proses pemesanan paket wisata senior dan regulasinya.
•
Complex: Mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh kaum senior untuk melakukan kegiatan wisata di Bali.
•
Customer involvement: Melibatkan wisatawan senior pada pemilihan kegiatan atau aktivitas wisata apa saja yang bisa dilakukan oleh kaum senior selama mereka berlibur di Bali.
32
DAFTAR PUSTAKA Armstrong, G.K. and Morgan, K. 1998. Stability and change in levels of habitual physical activity in later life. Age and Ageing 27, 17-23. Bennett, JA (ed.) 2000: Managing tourism services; a Southern African perspective, second edition. SA: Van Schaik Publishers.
Blazey, M.A. 1986. Research breathes new life into senior travel program. Parks and Recreation October, 55-56. Butler, R 1998: Sustainable tourism - looking backwards in order to progress? (In: Hall, CM & Lew, AA (eds.), Sustainable tourism; a geographic perspective, p.25-34). USA: Addison Wesley Longman Ltd.
Cohen, G.D. 2000 The Creative Age: Awakening Human Potential in the Second Half of Life. HarperCollins, New York. Cooper, C 1991: The technique of interpretation (In: Medlik, S (ed.), Managing tourism, 1997 edition, p.224-230). UK: Butterworth-Heinemann Ltd. Cooper, C 1994a: Education and training (In: Witt, SF & Moutinho, L (eds.), Tourism management and marketing handbook, second edition, p.140-144). UK: Prentice Hall International (UK) Ltd. Cooper, C 1994b: Product life cycle (In: Witt, SF & Moutinho, L (eds.), Tourism management and marketing handbook, second edition, p.341-345). UK: Prentice Hall International (UK) Ltd. Cooper, C; Fletcher, J; Gilbert, D & Wanhill, S edited by Shepherd, R 1998: Tourism; principles and practice, second edition. USA: Addison Wesley Longman Ltd. Cooper, CP & Lockwood, A (eds) 1992: Progress in tourism, recreation and hospitality management, volume four. UK: Belhaven Press.
Cross, G. 1990 A Social History of Leisure Since 1600. Venture, State College, Pennsylvania. George, R 2001: Marketing South African tourism and hospitality. SA: Oxford University Press Southern Africa.
Gillon, S.M. 2004 Boomer Nation: the Largest and Richest Generation Ever, and How it Changed. Free Press, New York. Horner, S & Swarbrooke, J 1996: Marketing tourism, hospitality and leisure in Europe.
Ing, D. 1993 Potential for senior travel escalates. Hotel and Motel Management 208. 33
Jackson and Burton 2005. Leisure Studies: Prospects for the Twenty First Centery. Pennsylvania: State College Venture Publishing Inc. Kelly, J.R. 1992 Leisure. In: Bogatta, E.F. ed. Encyclopedia of Sociology, Vol. 3. Macmillan, New York. Kelly, J.R. and Kelly, J.R. 1994 Multiple dimensions of meaning in the domains of work, family and leisure. Journal of Leisure Research. Kotler, P; Bowen, J & Makens, J 1996: Marketing for hospitality and tourism. USA: Prentice-Hall Inc. Kotler, P; Haider, DH & Rein, I 1993: Marketing places; attracting investment, industry, and tourism to cities, states and nations. USA: The Free Press, Macmillan Inc.
Lawton, M.P. 1993 Meanings of activity. In: Kelly, J.R. ed. Activity and aging. Sage, Newbury Park, California. McGuire, F.A. (1984) A factor analytic study of leisure constraints in advanced adulthood.Leisure Sciences 6, 313-326. McGuire, F.A., Boyd, R.K. and Tedrick, R.E. 2004 Leisure and Aging: Ulyssean Living in Later Life, 3rd edn. Sagamore, Champaign, Illinois. Middleton, VTC 1994: Marketing in travel and tourism, second edition. UK: Butterworth, Heinemann Ltd.
Muller, T.E. and O’Cass, A. 2001 Targeting the young at heart: seeing senior vacationers the way they see themselves. Journal of Vacation Marketing 7. Patterson, Ian. 2006. Growing Older: Tourism and Leisure Behaviour of Older Adults. School of Tourism and Leisure Management University of Queensland. Pitana, I Gde. 2005. Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur, sistem, dan dampak-dampak pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset. Postma, P 1999: The new marketing era; marketing to the imagination in a technologydriven world. USA: McGraw-Hill.
Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Ketetapan Dirjen Imigrasi No. F.256-12.02/2000. Temporary Visa: Ijin Tinggal Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta. Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. Keputusan Presiden /Keppres No. 31/1998. Temporary Visa: Ijin Tinggal Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta.
34
Publikasi Kem. Kebudayaan dan Pariwiata RI. 2011. SK Menteri Kehakiman No. M-0412.01.02/1998. Temporary Visa: Ijin Tinggal Wisatawan Usia Lanjut. Jakarta. Seaton, AV & Bennett, MM 1996: Marketing tourism products; concepts, issues, cases. UK: International Thomson Business Press.
Shoemaker, S. 1989 Segmentation of the senior pleasure travel market. Journal of Travel Research Winter 27. Smith, C. and Jenner, P. 1997 The seniors travel market. Travel and Tourism Analyst. Stebbins, R.A. 1998 After Work: The Search for an Optimal Leisure Lifestyle. Detselig Enterprises, Calgary, Alberta. Veal, A. and Lynch, R. 2001 Australian leisure. Longmans/Butterworth, French’s Forest, New South Wales. Wei, S. and Millman, A. 2002 The impact of participation in activities while on vacation on seniors’ psychological well-being: a path model analysis. Journal of Hospitality and Tourism Research 26. World Tourism Organisation 1991: Tourism in the year 2000; qualitative aspects affecting global growth. Spain: WTO. World Tourism Organisation 1993: Sustainable tourism development; guide for local planners. Spain: WTO. World Tourism Organisation Business Council 1999: Marketing tourism organizations online, strategies for the information age. Spain: WTOBC.
Zyman, S 1999: The end of marketing as we know it. USA: Harper Business.
35