RINGKASAN EKSEKUTIF Sebagai langkah pertama pendirian Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM), survei data dasar telah dilaksanakan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dari bulan Oktober 1994 sampai dengan Januari 1995. Pengumpulan data dasar dirancang untuk memperoleh informasi tentang kesehatan ibu dan anak di tingkat kabupaten yang mencakup penggunaan pelayanan kesehatan, tingkat dan kecenderungan angka kematian, serta keikutsertaan dalam program Keluarga Berencana (KB). Sebagian besar dari data dasar yang dikumpulkan, misalnya nama dari kepala rumah tangga, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, dan data lainnya dikelompokkan secara khusus untuk dijadikan data dasar dalam sistem pengumpulan data longitudinal. Sistem survailan di LPKGM dan pengumpulan data dasar yang dilaksanakan ini merupakan kerjasama antara Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan Departemen Kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo serta Kanwil dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan, 494 desa (kalurahan) dan diperkirakan pada tahun 1993 mempunyai jumlah penduduk sebanyak 729.825 jiwa. Hampir 13.000 rumah tangga dipilih sebagai sampel yang mewakili tingkat kabupaten, dan dipilih dengan menggunakan metode pemilihan sampel yang biasa dipakai olehi BPS. Metode pemilihan sampel dua jenjang menggunakan pendekatan pemilihan yang sebanding dengan besar klaster serta dilaksanakan untuk seluruh rumah tangga yang dapat mewakili pada tingkat kabupaten. Pada tingkat pemilihan pertama terdiri dari 20% wilayah pencacahan (wilcah) yang digunakan pada sensus pertanian tahun 1993. Pada tahap berikutnya dari daftar rumah tangga wilcah terpilih diambil 101 rumah tangga secara sistematik. Melalui pendekatan pemilihan sampel diharapkan hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan berbagai survei kesehatan dan keluarga berencana yang telah dan akan dilaksanakan pada tingkat Nasional. Oleh karena metode ini sudah dipakai berkali-kali pada berbagai survai nasional, maka diharapkan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Blanko pertanyaan yang diberi kode sebelumnya dipakai sebagai alat wawancara yang dilaksanakan oleh tenaga lulusan SMA dan dilatih khusus untuk pengumpulan data ini. Pengawas lapangan memantau kualitas pengumpulan data, kelengkapan data yang dikumpulkan, dan melakukan pemeriksaan ulang di lapangan bila diperlukan. Data dimasukkan dengan program khusus yang dirancang untuk keperluan survei ini. Program ini memungkinkan untuk melakukan seleksi kesalahan data, pengujian rentang data, pemeriksaan duplikasi identitas, keterkaitan antar file, dan kunci-kunci hubungan antar variabel untuk mengetahui adanya kesalahan data. Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan perangkat lunak Epi Info, SPSS, dan SAS. Dari 12.721 rumah tangga yang mewakili sampel untuk tingkat kabupaten, 87% diantaranya bertempat tinggal di daerah pedesaan. Median jumlah anggota rumah tangga adalah empat orang dan 24% dari seluruh rumah tangga memiliki anak balita paling sedikit satu orang. Lima puluh persen dari seluruh rumah tangga memiliki fasilitas listrik; 87% dari rumah tangga yang memiliki listrik ini bertempat tinggal di daerah perkotaan. Lima puluh delapan persen dari rumah yang mereka miliki i
lantainya terdiri dari tanah. Sumber air minum yang paling banyak berasal dari sumur (65%) diikuti oleh mata air (23%). Namun demikian 26% dari sumber air minum mereka mempunyai jarak kurang dari enam meter dari tempat pembuangan air besar. Empat puluh delapan persen dari rumah tangga tadi memiliki fasilitas WC dan 26% diantaranya membuang kotoran di sungai. Proporsi rumah tangga yang memiliki radio/tape adalah 73%, TV 29%, sepeda motor 11%, sepeda 66% dan telepon 1%. Sampel rumah tangga terpilih terdiri dari 50.955 jiwa, termasuk 4.429 anak balita. Berdasarkan pertanyaan tentang kematian secara langsung yang terjadi pada tahun yang lalu, angka kematian kasar ditemukan sebesar 6,5 per 1000 penduduk dan angka kematian bayi sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Seperti penemuan-penemuan pada studi-studi sebelumnya, pengukuran angka kematian dengan metode langsung selalu memberikan angka yang lebih rendah dari hasil yang semestinya. Oleh karena itu metode tidak langsung adalah metode yang lebih sering dipakai untuk mengukur tingkat kematian. Berdasarkan data lama kawin dan anak yang pernah dilahirkan hidup dan anak yang masih hidup, angka kematian bayi di Kabuputen Purworejo pada tahun 1993 adalah 43 per 1000 kelahiran hidup dan probabilitas kematian anak usia satu sampai lima tahun adalah 13 per 1000. Angka-angka ini berhubungan dengan tingkat harapan hidup waktu lahir untuk kabupaten Purworejo 66,3 tahun. Pada anak balita gejala kesakitan yang ditemui paling banyak selama dua minggu terakhir berdasarkan wawancara terhadap ibunya adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas (15%), panas (12%), batuk (11%) dan mencret (3%). Pertolongan pertama yang umumnya dilakukan terhadap mereka yang menderita sakit batuk adalah pemberian obat yang dibeli di toko obat (29%), Puskesmas (24%) dan pengobatan sendiri (13%). Pola pengobatan yang sama ditemui pada gejala-gejala penyakit lainnya, kecuali mereka yang diare (31%) diantaranya diobati sendiri. Anak balita yang dilaporkan mengalami kecelakaan selama tiga bulan terakhir ini adalah sebanyak 14%, 47% di antara mereka yang mengalami kecelakaan karena trauma benda tajam dan 41% karena jatuh. Lebih dari dua pertiga anakanak usia 12-23 bulan atau 84% nya telah diberi imunisasi. Proporsi anak-anak tersebut yang memperoleh imunisasi adalah, tuberkulosa sebesar 91%, DPT 86%, polio 85% dan morbili 73%. Penemuan ini hampir sama dengan apa yang dilaporkan dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan tahun 1994 untuk propinsi Jawa Tengah. Tempat mereka memperoleh vaksinasi paling banyak dilaporkan dari Posyandu (57%) dan Puskesmas (33%). Rata-rata memperoleh vaksinasi lengkap untuk BCG adalah 63 hari, DPT 125 hari, serta polio dan morbili 278 hari. Posyandu adalah tempat yang terbaik untuk memberikan pelayanan vaksinasi secara tepat waktu, kecuali BCG yang diberikan satu bulan lebih lambat dibandingkan di tempat lain. Pemberian suplemen vitamin A pada 60% dari anak-anak balita dilaksanakan sekitar bulan Pebruari dan Agustus 1994. Proporsi yang tidak memperoleh suplemen pada dua kesempatan distribusi vitamin A tersebut masing-masing 23% dan 31%. Hanya 13% dari anak-anak yang tidak pernah memperolah vitamin A selama tahun 1994. Sebagian besar dari anak-anak dibawah usia 2 tahun (91%) pernah ditimbang dalam 3 bulan terakhir ini. Partisipasi keikutsertaan dalam penimbangan bayi lebih tinggi sedikit di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
ii
Praktek menyusui bayi sangat umum pada populasi ini, yaitu 99% pada anak di bawah satu tahun. Pemberian air susu ibu secara murni dan hampir murni terdapat pada 44% dari bayi usia dibawah 120 hari. Meskipun demikian, pada kelompok yang sama proporsi pemberian air susu bersama makanan padat meningkat secara progresif dari 24% anak-anak usia satu bulan sampai dengan 70% bagi mereka yang usianya dibawah empat bulan. Di samping pengenalan makanan padat yang lebih awal dan tetap memberikan air susunya terhadap bayi, 81% bayi usia 12-15 bulan masih disusui dan 59% dari kelompok usia 20-23 bulan masih tetap menyusu ASI. Median lama menyusui adalah 22 bulan. Dalam sampel dari populasi ini terdapat 14.142 wanita usia 10 sampai dengan 49 tahun. Ratarata umur menarche wanita adalah 11,9 tahun dan menapause adalah 42,5 tahun. Rata-rata umur perkawinan pertama adalah 18,8 tahun dengan 63% di antara mereka kawin di bawah usia 20 tahun. Tujuh puluh satu persen wanita yang berstatus kawin menggunakan metode kontrasepsi. Metode yang paling sering digunakan adalah injeksi (24%), norplan (22%), IUD (21%) dan pil kontrasepsi (19%), sehingga 80% dari peserta KB memakai alat kontrasepsi tersebut. Tempat memperoleh alat kontrasepsi yang paling sering adalah Puskesmas (51%). Sebagian besar dari mereka dilayani oleh bidan (62%) dan dokter (17%) di Puskesmas. Pada saat survei ditemukan 436 wanita usia subur yang sedang hamil. Lima persen dari mereka sebenarnya tidak menginginkan hamil. Sebagian besar (89%) bagi mereka yang hamil memperoleh pemeriksaan selama kehamilannya. Pemeriksaan kehamilan yang terakhir dilakukan di Puskesmas (62%), tempat bidan dan praktek swasta (18%) serta Posyandu (6%). Selama pemeriksaan kehamilan sebagian besar dilayani oleh bidan (88%). Sebagian besar dari wanita yang hamil ini (71%) memperoleh tambahan zat besi berasal dari Puskesmas (65%) dan praktek bidan swasta (15%). Sebagian besar wanita melahirkan anaknya di rumah (75%) dan dibantu oleh dukun (58%) serta bidan (36%).
iii
EXECUTIVE SUMMARY As the first stage in the establishment of the Community Health and Nutrition Research Laboratories (CHN-RL), a baseline survey was conducted in the Purworejo District, Central Java from October 1994 to January 1995. The baseline survey was designed to collect information about the health of women and children in the district, their use of health services, the level of infant mortality and past trends in mortality, and the use of family planning. Much of the baseline data including the names of household members, their gender, their date of birth, the address of household was captured in databases for use in the longitudinal surveillance system. The CHN-RL surveillance system and the baseline survey have been implemented as a collaborative effort between the Medical Faculty, Gadjah Mada University and the District Health Office Purworejo and the Provincial Health Office, Central Java, Department of Health. The District of Purworejo consists of 16 sub-districts, 494 villages and in 1993 had a total population of 729,825. A sample of approximately 13,000 households was selected using a sampling design based on standard methods developed by the Central Bureau of Statistics (CBS). A two stage cluster sampling method with probability proportional to estimated size of clusters was used to select households representative of the district. The sampling space for the first stage consisted of a 20 percent sample of the "wilcah" (CBS enumeration areas) used in the 1993 Agricultural Census. The frame for the second stage was household listings of each “wilcah” from which an equal sample of 101 households were selected. This sampling strategy facilitates comparison with past and future national health and family planning surveys and is based on a well developed and scientifically sound methodology. Precoded forms were used by trained, high school educated interviewers to collect the data. Field supervisors monitored the quality of data collection, and completed a series of data checks in the field. Data entry was completed with special purpose programs that provided error screening for data type, range, duplicate keys, file cross linkage of keys, and logical checks. Data analyses was performed with EpiInfo, SPSS, Systat, and SAS softwares. Data was collected from 12,721 households of which 87% were located in rural areas. Overall the median household size consisted of 4 members and 24% of households had at least one preschool child. Fifty percent of the households had electricity (87% of the urban households and 47% of th rural households). Fifty eight percent of the houses had floors made from earth. Wells were the commonest source of drinking water (65%) followed by springs (23%). However 26% of these sources of drinking water were within 6 meters of a toilet or place of disposal of feces. Toilets were used for disposal of feces in 48% of the households but 26% reported using a river or stream. The proportion of households reporting ownership of a radio/tape, TV, motor bike, bicycle and telephone were 73%, 29%, 11%, 66% and 1% respectively. The total population of the sample was 50,955 which included 4,429 preschool children. Based iv
on recall data for the last year, the crude birth rate was 6.5 per 1,000 of population and the infant mortality rate was 31.7 per 1,000 live births. As a commonly found in many other studies, direct measures of infant and child mortality tend to be underestimated the real values. An indrect technique is always preferable than the direct method. Using a duration of marriage and data on children ever born and children surviving, the infant mortality rate in 1993 for Purworejo is 43 per 1000 births and the probability of dying between ages 1 to 5 years is 13 per 1000. These values are corresponding with the life expectancy at birth for 66.3 years. The most commonly reported morbidity symptoms of preschool children during the two weeks prior to interview were upper respiratory tract symptoms (15%), feverishness (12%) and cough (11%) and diarrhea (3%). The most common provider when initially seeking help for cough symptoms was shops selling medicines (29%) followed by the health center (24%) and self medication (13%). A similar picture was found for other symptoms except diarrhea where a larger proportion reported self treatment (31%). Injuries during the last 3 months were reported for 14% of preschool-aged children with 47% due to trauma from sharp instruments and 41% from falls. Over two thirds of the children (84%) aged 12 through 23 months were fully immunized while the proportion of children immunized for tuberculosis, diphtheria-pertussis-tetanus, polio and measles was 91%, 86%, 85% and 73% respectively. These findings were comparable to those reported from the Indonesian Demographic and Health Survey in 1994 for rural Central Java. The most frequently reported location for vaccine delivery was the village health post (57%) followed by the health center (33%). Mean age of vaccination amongst the fully vaccinated children for BCG, DPT and polio and measles was 63 days, 125 days and 278 days respectively. The village health post was as good as other facilities in terms of timeliness of vaccine delivery, except for BCG which was delivered at an age of one month older than at other sites. Vitamin A supplements were received by 60% of the preschool children in both distribution rounds in February and August 1994. The proportion of children not receiving this supplement was similar in both distribution rounds (23%, 31% respectively). Only 13% of children did not receive any dose of vitamin A during the year. Most children (91%) under 2 years of age were weighed during the 3 months prior to interview. The level of participation in baby weighing was slightly higher in rural than in urban areas. Breast feeding was common in this population with 99% of the children below one year of age having been breast-fed. Exclusive and nearly exclusive breast feeding was practiced with 40% of the infants aged less than 120 days. However in this same age group the proportion fed breastmilk and solid foods progressively increased from 24% for children less than 1 month of age to 70% for children aged 4 months. Despite this early introduction of solids mothers continued to breast-feed their infants, with 81% of infants aged 12 to 15 months still being breast-fed and 59% at age 20 through 23 months. The median duration of breast feeding was 22 months.
v
In the sample population there were 14,142 women of reproductive age (10 to 49 years). For these women the average age of menarche was 11.9 years and for menopause was 42.5 years. The average age of marriage was 18.8 years with 63% of the women marrying before 20 years of age. Seventy one percent of the married women are using a contraceptive method. The most commonly used methods are injectable contraceptive (24%), Norplant (22%), IUD (21%) and oral contraceptive pill (19%), together which account for over 80 percent of current use. The most common location at which women received contraception was the health center (51%). The most frequent provider of contraception was midwives (62%) followed by physicians (17%). At the time of the survey, 436 of the women of reproductive age reported they were pregnant. Five percent of these women reported that they did not want to be pregnant. The majority (89%) had obtained an examination during the pregnancy. The proportion of the most recent examinations conducted in a health center, at a private midwife’s clinic and a village health post were 62%, 18% and 6% respectively. The most frequent provider of these antenatal services were midwives (88%). Most women (71%) used iron supplements which were mainly obtained from health centers (65%) and private midwives (15%). The majority of women delivered their last child at home (75%) and received help with the delivery mainly from a traditional birth attendant (58%) or a midwife (36%).
vi
PETA KABUPATEN DATI II PURWOREJO
vii
KATA PENGANTAR
Dengan ini disampaikan Laporan Tabel Dasar dan Laporan Hasil Penelitian Tahun I Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM) di Purworejo. Pengumpulan data survailan dilaksanakan tanggal 17 Oktober 1994 - 21 Januari 1995. Ternyata persiapan (persiapan daerah penelitian, rekrutmen dan pelatihan pewawancara, pengembangan formulir) memerlukan waktu yang lebih lama. Akan tetapi hal ini mutlak diperlukan untuk mencapai tingkat kerjasama semua pihak yang terkait secara optimal. Dengan demikian tujuan dan pemanfaatan hasil LPKGM dapat diharapkan lebih berhasil. Analisis data yang dilakukan baru dalam tahap awal (deskriptif) untuk selanjutnya informasi ini dapat sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan di kabupaten Purworejo. Analisis selanjutnya berupa makalah ilmiah hasil penelitian yang akan dipublikasikan. Tabel dasar dan laporan penelitian ini telah dipergunakan mahasiswa S1, S2 IKM dan calon spesialis untuk menganalisis lebih lanjut atau mengembangkan proposal penelitian. Berdasar laporan kegiatan dan infra struktur yang ada pada LPKGM dapat diharapkan beberapa penelitian terapan yang sesuai dengan tujuan LPKGM akan dikerjakan di daerah Kabupaten Purworejo.
Ketua Peneliti
viii
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
EXECUTIVE SUMMARY . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv PETA KABUPATEN DATI II PURWOREJO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xi DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xiii PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Karakteristik Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM) . . . . . . . Populasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Data Sequential dan Cross-sectional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pelaporan Angka Kejadian Utama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pemanfatan Dalam Pengkajian Kesehatan Masyarakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat di Negara Lain . . . . . . . .
2 2 3 3 4 5 6
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Lokasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1. Design Sampling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Pengambilan Sampling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . a. Frame . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . b. Metode pemilihan sampel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . c. Pemilihan sampel rumahtangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Instrumen Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Cek validitas dan reabilitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Sistem Registrasi Sampel (SRS) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Waktu penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pengolahan data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
11 11 13 13 13 14 17 18 18 20 21 23 23
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Karakteristik Latar Belakang Rumah Tangga dan Responden . . . . . . . . . . . . . . 1. Penduduk menurut umur dan jenis kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Angka ketergantungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3. Komposisi rumah tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4. Tingkat pendidikan penduduk menurut umur dan jenis kelamin . . . . . . . . 5. Status pekerjaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24 24 24 27 28 30 33
6. Persentase frekuensi status perkawinan menurut umur dan jenis kelamin . . 7. Fasilitas Perumahan dan lingkungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8. Pemilikan fasilitas rumah tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9. Rata-rata pengeluaran rumah tangga dalam sebulan . . . . . . . . . . . . . . . Mortalitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Balita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1. Pemberian makan bayi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Morbiditas Balita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3. Pelayanan preventif dan promotif balita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
35 36 38 38 40 44 44 49 54
B. C.
ix
D.
Status Kesehatan Reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1. Cakupan Pelayanan Kesehatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Indikator Kesehatan Reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3. Deskripsi wanita 10-49 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4. Status reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5. Pelayanan Kesehatan Reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6. Status Keluarga Berencana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7. Pelayanan Kontrasepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8. Implikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59 59 61 62 63 66 67 70 73
KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
75
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
78
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Instrumen Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
79 79
x
DAFTAR TABEL Luas daerah, Jumlah Kepala Keluarga, Rata-rata jiwa/KK dan Kepadatan Penduduk diperinci menurut Kecamatan di Kabupaten . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV.1. Tabel IV.2. Tabel V. Tabel VI.1. Tabel VI.2. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X.1. Tabel X.2.
Tabel I. Tabel II. Tabel III.
Persentase penduduk berdasar kelompok umur dan daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase angka ketergantungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase komposisi rumah tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tingkat pendidikan anggota rumah tangga menurut jenis kelamin dan kelompok umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Distribusi tingkat pendidikan kepala keluarga menurut tipe daerah . . . . . . . . . . . . . Persentase penduduk umur 5-24 tahun yang masih sekolah menurut golongan umur, jenis kelamin dan daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase frekuensi pekerjaan kepala rumah tangga menurut kategori daerah dan jenis kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Status Pekerjaan menurut tipe daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase frekuensi status perkawinan menurut umur dan jenis kelamin . . . . . . . . . Distribusi persentase kondisi perumahan menurut daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase pemilikan fasilitas barang dan alat-alat rumah tangga menurut daerah . . . . Pengeluaran rata-rata sebulan (dalam ribuan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Persentase jumlah pengeluaran rata-rata sebulan untuk setiap anggota rumah tangga menurut kriteria penghasilan minimal Depsos dan Bappenas . . . . . . . . . . . . . . . . . Tingkat kematian menurut kelompok umur dihitung secara langsung . . . . . . . . . . . Hasil perhitungan angka kematian bayi, anak dan angka harapan hidup secara tak langsung memakai umur ibu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil perhitungan angka kematian bayi, anak dan harapan hidup secara tidak langsung memakai data lama sejak perkawinan pertama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel III.1
Data balita di daerah sampel kabupaten Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Indikator praktek menyusui (WHO, 1991) di Kabupaten Dati II Purworejo . . . . . . . Pemberian makanan bayi berumur < 120 hari (%) di Kabupaten Purworejo . . . . . . Indikator praktek menyusui di daerah perkotaan dan pedesaan Kabupaten dati II Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel IV. Kejang, kelumpuhan, kecelakaan dan morbiditas balita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel V. Distribusi jenis kecelakaan (injury) dan umur balita (n = 4354) . . . . . . . . . . . . . . Tabel VI. Morbiditas balita dalam 2 minggu terakhir Di Kabupaten Purworejo N = 4354 (Perkotaan n = 533, Pedesaan n = 3821) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel VII. Pilihan tempat pertolongan yang utama (%) morbiditas anak di kabupaten Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel VIII. Jangkauan distribusi vitamin A bulan Pebruari dan Agustus 1994 di daerah dati II Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel IX. Jangkauan distribusi vitamin A di daerah perkotaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel X. Frekuensi balita < 2 tahun, ditimbang dalam 3 bulan terakhir di kabupaten Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel XI. Distribusi balita yang pernah memiliki KMS/Kartu Imunisasi . . . . . . . . . . . . . . . .
xi
12 26 28 29 31 32 33 34 34 35 36 38 39 39 40 42 43 46 47 48 49 50 51 53 54 55 55 56 56
Tabel XII. Cakupan imunisasi pada anak-anak menurut SDKI tahun 1991 dan 1994 dibandingkan hasil survai di Kabupaten Purworejo, 1995 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel XIII. Sebaran frekuensi pemberian imunisasi pada anak usia 12-23 bulan yang telah memperoleh imunisasi lengkap (n=700) menurut tempat pelayanan imunisasi . . . . . Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X. Tabel XI. Tabel XII. Tabel XIII.
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Indikasi kesehatan reproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Gejala/keluhan selama hamil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penyakit pada kehamilan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Morbiditas persalinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Morbiditas nifas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tempat melahirkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Penolong persalinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Cara kontrasepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Masalah kesehatan utama selama menggunakan alat/cara KB . . . . . . . . . . . . . . . . Pelaksana memasang kontrasepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tempat pelayanan kontrasepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Upaya mengatasi pengaruh samping kontrasepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xii
57 58 59 61 63 64 65 65 66 67 68 69 70 71 72
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Plot frekuensi umur populasi (tahun) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Gambar 2. Populasi penduduk Kabupaten Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25 27
Gambar 1. Indikator praktek menyusui di Purworejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Gambar 2. Distribusi kecelakaan pada balita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
48 52
xiii
Laporan Penelitian BIDANG KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT Third Community Health and Nutrition Project IBRD Loan No. 3550-IND Tahun Anggaran 1993/1994
JUDUL
:
Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat untuk Mendukung Pengembangan Program Kesehatan dan Gizi di Propinsi Jawa Tengah
PENANGGUNG JAWAB PROGRAM : Nama : Dr. Soenarto Sastrowijoto Jenis Kelamin : Laki-laki Pangkat/Gol : Pembina Utama Muda (pangkat)/ IV C NIP : 130 321 317 Jabatan Sekarang : Dekan Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta TIM PENELITI
:
No.
Nama
Bidang Keahlian
Instansi
1.
Dr. Soenarto Sastrowijoto
THT
UGM
2.
dr. Siswanto Agus Wilopo, SU.,MSc.,Sc.D
Demografi & Epidemiologi
UGM
3.
dr. Mohammad Hakimi, PhD
Kebidanan & Epidemiologi
UGM
4.
dr. Achmad Surjono, PhD
Anak & Epidemiologi
UGM
5.
dr. Djaswadi Dasuki, MPH., PhD
Kebidanan & Epidemiologi
UGM
6.
dr. Hari Kusnanto J.SU., PhD
Kesehatan Masyarakat
UGM
7.
dr. Haripurnomo Kushadiwijaya, PhD
Kesehatan Masyarakat
UGM
8.
dr. Djauhar Ismail, MPH., DSAK
Anak & Epidemiologi
UGM
9.
dr. Tonny Sadjimin,MSc.,Phd., MPH.,DSAK
Anak & Epidemiologi
UGM
10.
Drs. Abdul Wahab
Demografi
UGM
11.
dr. Harun Rusito
Kadinkes Tk II
Depkes
12.
dr. Lina Kurniawati
Kasie KIA
Depkes
D.
JANGKA WAKTU PENELITIAN
E.
BIAYA 1993/1994 YANG DISETUJUI Rp. 597.500.000 (= Lima ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
:
12 Nopember 1993 s/d 12 Pebruari 1995
Yogyakarta, Mei 1995 Mengetahui Dekan, u.b. Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Ketua Peneliti CHN-RL/FK-UGM
dr. Soedirman Sastrodiprodjo NIP. 130 338 603
Dr. Soenarto Sastrowijoto NIP. 130 321.317
Mengetahui: Direktur Binlitabmas Ditjen Pendidikan Tinggi
Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara NIP. 130 234 832
PENDAHULUAN Perencanaan, pemantauan dan evaluasi kesehatan yang baik hanya dapat terlaksana apabila tersedia data kesehatan yang cukup memadai. Data kesehatan pokok yang dikumpulkan dapat dibedakan menjadi 4 jenis. Pertama ialah data jumlah, karakteristik dan distribusi penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, khususnya angka kejadian vital (lahir, kawin, pindah dan mati) yang menentukan dinamika penduduk. Kedua ialah deskripsi epidemiologis tentang distribusi dan karakteristik penyebab angka kematian, penyakit akut dan kronis, termasuk distribusi karakteristik faktor-faktor risiko kesakitan yang ada pada individu, keluarga dan masyarakat. Ketiga deskripsi kondisi gizi masyarakat, khususnya angka kejadian kurang gizi dan mineral serta determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keempat distribusi pelayanan kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan distribusi pelayanan kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat. Data yang dikumpulkan tersebut untuk mendukung program pengembangan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya bagi ibu dan anak serta untuk melengkapi data yang telah ada. Pada akhirnya diharapkan dapat membantu pengembangan sistem pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Meskipun keempat jenis data tersebut sangat esensial, terutama dalam melaksanakan desentralisasi pelayanan kesehatan di Tingkat Dati II, umumnya data tersebut tidak tersedia dengan baik. Padahal tersedianya data saja tidak cukup, karena data yang dapat dimanfaatkan dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelayanan kesehatan harus memiliki kualitas yang baik. Masalahnya ialah data tersebut di tingkat Kabupaten sangat terbatas, terutama apabila mempertimbangkan tentang kualitas data serta kontinyuitas pengumpulan data tersebut. Misalnya data tentang tingkat, pola penyebab dan trend angka kematian, khususnya ibu dan anak, secara metodologis tidak dapat mewakili angka pada Tingkat Dati II. Begitu juga data utilisasi pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat, termasuk faktor-faktor risiko apa yang diduga berperan dalam menentukan penyebab kesakitan tidak dapat diperoleh dari pengumpulan data yang dilakukan melalui sistem yang ada. Oleh sebab itu, dengan terselenggaranya Laboratorium Penelitian dapat dimanfaatkan sebagai wahana pengembangan program kesehatan dan gizi masyarakat yang sangat diperlukan, terutama melalui pengkajian berbagai pendekatan dalam pengumpulan dan pemanfatan data pada tingkat Dati II. Disamping itu kegunaannya ialah untuk melakukan pengujian efektivitas dan efisiensi berbagai bentukbentuk intervensi pelayananan kesehatan baru bagi individu, keluarga dan masyarakat. Dengan tersedianya data kesehatan yang lengkap dan berkualitas, belum ada dampaknya pada perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan, apabila data tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Faktanya ialah bahwa pengambilan keputusan dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan masih belum optimal. Hal ini karena bukan hanya data tidak berkualitas tetapi juga masalah sumberdaya yang ada belum sepenuhnya menyadari dan mampu memakai data tersebut dalam pelaksanaan program kesehatan yang diberikan pada tingkat Kabupaten. Oleh sebab itu, upaya peningkatan sumberdaya kesehatan dalam pelaksanaan survailan kesehatan masyarakat menjadi salah satu kegiatan pokok dalam proyek ini, khususnya bagaimana memanfatkan data dalam pelaksanaan 1
program kesehatan yang mengarah pada desentralisasi di tingkat Kabupaten. Peningkatan tersebut tidak hanya melibatkan petugas kesehatan yang ada dalam kegiatan penelitian ini, tetapi juga mahasiswa dan pengajar dari Universitas Gadjah Mada yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pelayanan kesehatan dimasa yang akan datang. Di sisi Universitas, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat mengamalkan keilmuanya secara langsung terhadap masyarakat, disamping akan memberikan dampak secara langsung dalam upaya mengikuti perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang selalu berubah, sehingga menjadi pertimbangan penting dalam proses pendidikan sarjana kesehatan, khususnya dibidang epidemiologi lapangan. Perbedaan masalah kesehatan yang timbul antar propinsi, terutama antara Kawasan Timur Indonesia dengan Barat, mendorong semakin diperlukannya desentralisasi dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan hal ini, diperlukan pengembangan sistem pengumpulan data melalui survailan yang sesuai dengan kebutuhan untuk masing-masing daerah, karena desentralisasi memerlukan fleksibilitas dalam merencanakan kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerah.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM) Ada empat unsur pokok pada LPKGM yang perlu diuraikan dengan rinci, karena masing-masing unsur ini akan mempengaruhi rancangan penelitian, kegiatan penelitian dan akhirnya pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Menurut Mosley (1988), keempat unsur tersebut adalah penentuan populasi yang definitif, koleksi data secara sistematis melalui survai atau survailan, pelaporan secara rutin angka-angka kejadian kesehatan utama yang menjadi perhatian kegiatan, dan pelaksanaan berbagai studi kohort untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko atau faktor penentu efektifitas dan efisiensi upaya pelayanan kesehatan.
Populasi Populasi atau daerah penelitian yang dipilih perlu dikaitkan dengan batasan administratif sistem pelayanan kesehatan yang ada. Populasi dapat dipakai untuk mempelajari dengan seksama pelaksanaan sistem pelayanan yang ada pada tingkat Kabupaten. Mengingat keterbatasan sumberdaya dan dana pada setiap pendirian laboratorium kesehatan masyarakat, maka sampel yang dipilih untuk mewakili satu laboratorium ialah berkisar antara 10.000-20.000 rumahtangga. Ini berarti bahwa hanya sampel dari populasi terpilih yang akan diamati selama jangka waktu penelitian. Dari rumah tangga inilah yang kemudian dilakukan pengamatan data secara sequential dan secara cross-sectional.
2
Data Sequential dan Cross-sectional Data sequential umumnya berupa rekaman semua peristiwa yang dianggap sangat penting selama studi berlangsung dan perlu diikuti perubahannya setiap waktu. Data ini memerlukan jumlah penduduk dengan masing-masing karakteristiknya dari waktu ke waktu sehingga angka-angka (rates) kejadian yang diamati dapat diestimasi. Dalam menghitung angka kejadian (event rate) suatu peristiwa tertentu didalam populasi dilakukan dengan menghitung jumlah peristiwa yang timbul selama pengamatan dibagi dengan populasi yang memiliki risiko selama waktu pengamatan. Dalam hal ini populasi yang tergolong mempunyai risiko untuk kejadian tersebut biasanya mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, tanpa mengukur angka kejadian dan jumlah populasi yang memiliki risiko, sangat sulit untuk memperkirakan angka kejadian penyakit di masyarakat dari data yang bersumber dari tempat pelayanan kesehatan. Apalagi tidak semua penderita penyakit atau penduduk dengan kejadian tertentu akan mendatangi tempat pelayanan kesehatan. Data sequential diperlukan karena penelitian ini mengumpulkan perubahan angkaangka kejadian dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu data yang dikumpulkan pada suatu saat akan dikaitkan (link) dengan data yang dikumpulkan lain waktu. Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme pengelolaan data yang memenuhi kebutuhan ini. Persyaratan pokok untuk mengkaitkan hasil pengamatan dari waktu ke waktu inilah yang memerlukan kesempatan dan tenaga yang cukup banyak dalam kegiatan tahun pertama.
Kunci pokok pengkaitan data antara berbagai pengamatan pada kurun waktu yang berbeda ialah pengidentifikasian data masing-masing daerah, wilayah pencacahan, rumahtangga, dan masing-masing anggota rumahtangga. Pencatatan perubahan masing-masing karakteristik yang terjadi di setiap kelompok atau individu tersebut dapat dilakukan apabila memiliki identifikasi khusus, sehingga variabel dapat dikaitkan dari pengamatan pertama sampai dengan pengamatan yang terakhir. Pengkaitan data dapat dilakukan tidak hanya antar waktu, tetapi dapat pula dikaitkan survai lain melalui pemilihan sampel dengan kode-kode yang serupa. Agar mekanisme pengelolaan data dengan cepat, pemrosesan keterkaitan data satu sama lain harus dilakukan dengan komputer. Data cross-sectional dapat berupa suatu modul data yang menggambarkan suatu informasi tertentu tetapi dengan sekali pengumpulan dapat dipenuhi informasi yang diinginkan. Data ini umumnya dikumpulkan untuk memperoleh gambaran dasar tentang karakteristik daerah, rumahtangga dan individu. Dalam survailan longitudinal, modul data ini menggambarkan karakteritik sosial-ekonomi, pekerjaan pendidikan, pengetahuan kesehatan dan berbagai faktor risiko terhadap terjadinya penyakit tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari efisiensi pelaksanaan suatu program kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi etiologi suatu penyakit. Meskipun data cross-sectional ini hanya dikumpulkan 3
sesekali waktu, dengan tatanan data yang teratur dan rapi, informasinya dapat dihubungkan dari satu pengumpulan data ke pungumpulan data yang lain. Dengan demikian berbagai perubahan karakteristik tersebut apabila diperlukan dapat diperbandingkan antar kurun waktu. Pelaporan Angka Kejadian Utama Pengumpulan data secara rutin menghasilkan deskripsi informasi tentang angka kejadian vital, misalnya angka kelahiran, perkawinan, kehamilan, perpindahan, dan kematian. Dalam longitudinal survailan kesehatan, angka insidensi dan prevalensi berbagai penyakit akut dan kronis seringkali menjadi luaran kegiatan (output) utama. Namun demikian data terbatas pada informasi yang dapat dikumpulkan secara praktis di lapangan dan memiliki reliabilitas dan validitas yang cukup tinggi. Angka kejadian kekurangan gizi dan pangan secara berkala seringkali juga menjadi fokus kegiatan longitudinal survailan. Disamping itu, karena utilisasi sarana kesehatan bagi yang membutuhkan sangat penting maka akhir-akhir ini dikembangkan berbagai kegiatan survailan untuk mengetahui sejauh mana fasilitas kesehatan Pemerintah telah dipakai oleh yang membutuhkannya. Diseminasi informasi hasil longitudinal survailan ini secara hati-hati dan sistematis harus diarahkan kepada pengelola program kesehatan, sehingga data dapat dipakai untuk mengambil keputusan pada penyusunan kebijakan dan program di lapangan. Salah satu persyaratan agar data dapat diolah secepat dan seakurat mungkin segera setelah informasi dapat dikumpulkan ialah tersedianya perangkat lunak komputer untuk pengolahan data survailan longitudinal. Dalam hal ini diperlukan metode yang cepat agar bisa menghitung kejadian per satuan "waktu-orang", karena angka insidensi dan prevalensi kejadian tertentu pada pengamatan longitudinal harus disajikan dalam angka-angka dengan satuan "waktu-orang". Pemanfatan Dalam Pengkajian Kesehatan Masyarakat Di daerah penelitian yang telah memiliki informasi dasar dan sistem pengumpulan data yang sudah mapan, studi evaluasi dampak intervensi kesehatan dapat dilaksanakan lebih efisien dan lebih akurat. Misalnya, suatu studi dampak intervensi kesehatan untuk menurunkan angka kematian atau kesakitan penyakit tertentu, dapat dilaksanakan dengan mudah karena dampak intervensi tersebut telah dikumpulkan oleh sistem survailan yang tengah berlangsung. Andaikan data dampak intervensi belum dikumpulkan, dengan telah diamatinya secara kontinyu rumahtangga terpilih yang dapat mewakili daerah penelitian maka apabila diperlukan informasi baru tinggal menambahkan pada data yang dikumpulkan secara rutin. Di Indonesia, meskipun kebutuhan evaluasi hasil intervensi kesehatan hanya terfokus untuk mengetahui dampak intervensi terhadap kematian anak dan ibu, kegiatan tersebut memerlukan dana dan sarana yang khusus karena sistem informasi pengumpulan data demografis melalui registrasi vital belum berjalan seperti yang diharapkan. Akan tetapi di daerah laboratorium penelitian yang telah 4
melangsungkan kegiatan survailan longitudinal ini dapat dilaksanakan dengan lebih mudah. Dengan demikian salah satu keuntungan dengan adanya laboratorium ini ialah dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk melakukan pengujian berbagai dampak intervensi kesehatan masyarakat baru sebelum benar-benar disebarluaskan secara nasional. Pemanfaatan LPKGM tidak hanya untuk keperluan evaluasi intervensi kesehatan masyarakat yang baru. Berbagai perubahan faktor risiko penyakit yang terjadi pada masyarakat perlu dipantau dengan seksama sehingga dapat dicegah sedini dan sefektif mungkin. Dari pengamatan ini dapat dipakai untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko penyakit dengan angka kejadian penyakit yang sesungguhnya. Disamping manfaat tersebut diatas, LPKGM dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk pelatihan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan, pendidik dan mahasiswa kesehatan perlu memperoleh pengalaman langsung, bagaimana suatu informasi dikumpulkan, diolah dan dianalisa untuk kemudian dimanfaatkan dalam proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelayanan kesehatan masyarakat. Demikian juga pengalaman mereka yang berkaitan dengan penelitian akan menambah wawasan dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang beriorientasi dengan kebutuhan lapangan yang ada, khususnya kebutuhan di Tingkat Dati-II. Hal ini sangat penting agar dalam menyongsong pelaksanaan desentralisasi di Tingkat Dati-II. Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat di Negara Lain Pengalaman pendirian Laboratorium Penelitian Gizi dan Kesehatan Masyarakat di negara lain menjadi alat pembanding atau pertimbangan apa yang perlu dilakukan di Indonesia. Pengalaman dalam menggali faktor-faktor penyebab penyakit serta peran upaya kesehatan dan keluarga berencana baru yang dikembangkan dari laboratorium penelitian tersebut sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta pelaksanaan program kesehatan di Indonesia. Mosley (1988) dan Garenne (1991) melakukan review pada beberapa laboratorium penelitian kesehatan yang didirikan di negara yang sedang berkembang. Secara garis besar laboratorium tersebut dapat dibedakan menurut empat kelompok. Pertama ialah laboratorium yang dipakai untuk mengkaji penyebab penyakit-penyakit khusus dan penyakit kurang gizi, meskipun akhirnya dipakai juga untuk melakukan uji coba intervensi kesehatan dan gizi yang baru. Kedua ialah yang mempunyai banyak tujuan di awal pendiriannya, karena akan dipakai untuk mengkaji berbagai bentuk intervensi kesehatan primer dan keluarga berencana. Ketiga ialah laboratorium untuk menguji dampak program keluarga berencana pada tingkat fertilitas. Keempat ialah laboratorium yang hanya untuk mengukur indikator demografis. Berikut akan disoroti dua laboratorium penelitian kesehatan dan gizi, yaitu laboratorium penelitian lapangan Matlab di Bangladesh dan INCAP di Guatemala. MATLAB: Lebih dari tigapuluh tahun yang lalu didirikan laboratorium kesehatan masyarakat 5
di Kabupaten Matlab, Bangladesh yang bertujuan untuk meneliti secara mendalam penyakit mencret, khususnya penyakit kolera. Tepatnya pada tahun 1963, laboratorium yang kemudian dikenal dengan ICDDR,B (International Center for Diarrheal Disease Research, Bangladesh) ini didirikan untuk menguji efikasi (keampuhan) vaksin kolera. Tiga tahun kemudian, pengumpulan data demografis yang mencakup kelahiran, perpindahan, perkawinan dan kematian dilaksanakan secara rutin. Mulai tahun 1978, kegiatan survailan longitudinal telah mencakup untuk seluruh Kabupaten Matlab, yaitu mencakup sekitar 160 ribu jiwa dari 159 desa. Matlab sampai saat ini telah berubah menjadi laboratorium kesehatan dan gizi yang lebih luas, dan tidak hanya berkaitan dengan penyakit mencret. Memang pada mulanya terbatas pada penelitian kolera dan kemudian menjadi tempat penelitian penyakit yang lebih luas, misalnya penyakit rotavirus, keracunan E-Coli, morbili, cacar, dan bahkan termasuk juga malnutrisi. Pada sepuluh tahun terakhir telah dilakukan berbagai pengkajian dampak intervensi terhadap kesehatan dan demografi, misalnya dampak pil kontrasepsi, terapi rehidrasi oral, imunisasi, pemberian makanan tambahan, dan berbagai pelayanan kesehatan ibu dan anak. Penelitian lainnya adalah pemahaman tentang keterkaitan antara tingkat fertilitas, angka kematian maternal dan bayi dengan faktor sosial ekonomi, termasuk pengaruhnya faktor budaya pada kebiasaan makan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sampai saat ini lebih dari 200 artikel dilaporkan berdasarkan hasil penelitian di Matlab. Chen (1986) melakukan review dari hasil penelitian Matlab dan memberikan masukan penting pada pengembangan kebijaksanaan dan program pelayanan primer. Masukan yang sangat penting dari salah satu penelitian di Matlab bahwa pelayanan kesehatan primer sesungguhnya lebih komplek pelaksanaannya dibanding dengan strategi program yang digariskan diatas kertas. Meskipun ICDDR,B telah menghasilkan beratus-ratus penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan, pengaruhnya pada pengembangan sumber daya kesehatan lokal di Matlab jauh dari apa yang diharapkan. Bahkan dirasakan adanya jarak antara petugas-petugas laboratorium dengan aparat kesehatan setempat. Keadaan ini perlu menjadi contoh agar tidak terjadi di LPKGM UGM, sehingga sejak awal proses pendirian laboratorium ini telah mengikut sertakan aparat kesehatan, pemerintah daerah dan instansi terkait di Purworedjo. INCAP: The Institute of Nutrition of Central America and Panama (INCAP) didirikan pada tahun 1946 oleh enam negara anggota dengan tujuan sebagai berikut: -mengetahui tingkat dan permasalahan gizi di masyarakat, -mencari solusi praktis terhadap permasalahan yang ditemukan dengan melakukan berbagai uji coba atau penelitian terapan, -dan membantu penyelesaian masalah melalui pemberiaan bantuan teknis, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. Pada tahun 1958-1969, fokus laboratorium ini ialah mengamati penyakit mencret pada anak kaitannya dengan masalah gizi. Dinamika hubungan antara malnutrisi dan penyakit infeksi banyak dikaji dari rancangan ini, sehingga lahirlah teori "weanling diarrhea" (Scrimshaw et al., 1968). 6
Salah satu upaya untuk memutus mata rantai antara malnutrisi dan penyakit infeksi diteliti sangat mendalam di 3 desa selama lima tahun, yaitu mulai tahun 1959-1964. Desa pertama menerima intervensi berupa pemberian makanan tambahan, desa kedua diberikan pelayanan kesehatan dan fasilitas sanitasi dan desa yang ketiga tidak diberikan intervensi apapun. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa peningkatan status gizi anak pada desa yang diberikan intervensi nutrisi tambahan dan pelayan kesehatan menunjukkan kenaikan, tetapi sangat marginal, bahkan tidak mampu meningkatkan status gizi mereka diatas 10 persentil standard Havard. Ada penurunan angka kematian bayi, tetapi tidak terdapat perbedaan tingkat morbiditas di ketiga desa tersebut. Bahkan dilihat dari intervensi yang diberikan, penurunan tersebut relatif sangat tidak sepadan (Mosley, 1988). Dari penelitian yang klasik ini akhirnya diketahui bahwa pemberian intervensi tunggal untuk meningkatkan kesehatan anak adalah tidak cukup, apalagi hanya dengan memberikan intervensi pelayanan kesehatan. Pada awal tahun 1970 an, INCAP diperluas untuk mengkaji pengaruh makanan tambahan selama ibu hamil dan usia sekolah dengan kadar protein dan kalori yang memadai. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruhnya pada kesehatan dan gizi saat itu tidak begitu menggembirakan. Namun demikian baru 20 tahun kemudian diketahui bahwa mereka yang memperoleh suplemen waktu hamil dan usia sekolah, mempunyai kapasitas kerja yang lebih baik dibanding mereka yang tidak memperoleh tambahan kalori dan protein. Hasil ini menunjukkan manfaat Laboratorium Kesehatan pada jangka panjang, sehingga dapat dipakai sebagai alasan pentingnya penelitian yang bersifat longitudinal dalam jangka lama. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi masyarakat mempunyai 5 manfaat penting: 1.
2.
3.
4.
Laboratorium bermanfaat dalam memberikan informasi dasar tentang kondisi demografi dan kesehatan penduduk. Melalui pendokumentasian informasi ini telah diketahui secara rinci timbulnya proses transisi demografi, epidemiologi dan kesehatan. Informasi ini sangat penting dalam proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi program-program kesehatan. Laboratorium dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem survailan kesehatan yang ada, yaitu melalui pemahaman dan interpretasi hasil survailan yang telah rutin dan dibandingkan dengan hasil laboratorium, sehingga diketahui kelemahan dan keunggulan sistem rutin yang sedang berjalan. Begitu juga peranannya dalam mengembangkan sarana deteksi penyakit di masyarakat, misalnya uji tuberkulin, telah dibuktikan sangat bermanfaat. Penyebab penyakit dapat diketahui dengan cermat, terutama kaitannya dengan berbagai penyebab penyakit serta kondisi sosial-budaya, lingkungan dan ekonomi penduduk. Upaya peningkatan kesehatan penduduk hanya akan efektif apabila dipahami benar kaitannya dengan faktor sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan faktor biologis. Laboratorium kesehatan menjadi tempat untuk mengkaji efektifitas dan efisiensi upaya 7
5.
peningkatan derajat kesehatan dan pengobatan penyakit di masyarakat. Pengujian ini menjadi prasyarat pokok sebelum dilakukan program besar-besaran di masyarakat dengan intervensi yang baru. Pelatihan bagi petugas kesehatan, peneliti, pendidik dan mahasiswa dalam kegiatan laboratorium akan sangat bermanfaat bagi mereka. Biasanya, pelatihan dan peningkatan ketrampilan bagi petugas kesehatan ialah menyangkut peran survailan dan epidemiologi dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi program kesehatan.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini ialah meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak, melalui dukungan program kesehatan yang berupa: - pengumpulan data melalui survailan longitudinal yang bermanfaat pada perencanaan, pemantauan dan evaluasi kebijaksanaan dan program pelayanan kesehatan; - peningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan petugas kesehatan dan pendidik serta mahasiswa tentang survailan kesehatan masyarakat; - dan pengkajian/pengembangan efektifitas serta efesiensi pelayanan kesehatan yang baru. Tujuan Khusus Tahun I Tidak ada hipotesis tertentu yang diuji pada tahun pertama penelitian, karena dalam proyek laboratorium penelitian ini dilakukan studi eksplorasi untuk menghasilkan profil kesehatan kabupaten yang dapat digunakan untuk menilai situasi pada saat ini dan sebagai titik tolak kajian atas perubahan-perubahan dan kecenderungan di masa mendatang. Indikatorindikator dan variabel-variabel terkait yang ditampilkan sebagai profil kesehatan tersebut meliputi: a. b. c.
d. e.
Indikator-indikator demografik berupa tingkat kelahiran, fertilitas, kematian kasar; Indikator-indikator status gizi berupa status menyusui dengan indikator praktek pemberian ASI; Indikator-indikator morbiditas anak balita meliputi kejang, diare, Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, dan kecelakaan; Indikator-indikator morbiditas reproduktif meliputi deskripsi morbiditas kehamilan, persalinan, dan nifas termasuk kontrasepsi; Indikator-indikator pelayanan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit, meliputi utilisasi dan cakupan program-program kesehatan ibu dan anak.
8
Manfaat Manfaat dapat dinilai dari tersedianya informasi/laporan yang diperlukan oleh Dinas Kesehatan Dati II Purworejo dan instansi terkait yang dipergunakan dalam penyusunan program kesehatan. Disamping terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap tenaga pengelola program dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan. Secara umum LPKGM di Purworejo mempunyai 5 manfaat penting : 1.
2.
3.
4.
5.
Laboratorium bermanfaat dalam memberikan informasi dasar tentang kondisi demografi dan kesehatan penduduk. Melalui pendokumentasian informasi ini telah diketahui secara rinci timbulnya proses transisi demografi, epidemiologi dan kesehatan. Informasi ini sangat penting dalam proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi program-program kesehatan. Laboratorium dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem survailan kesehatan yang ada, yaitu melalui pemahaman dan interpretasi hasil survailan yang telah rutin dan dibandingkan dengan hasil laboratorium, sehingga diketahui kelemahan dan keunggulan sistem rutin yang sedang berjalan. Begitu juga peranannya dalam mengembangkan sarana deteksi penyakit di masyarakat, misalnya uji tuberkulin, telah dibuktikan sangat bermanfaat. Penyebab penyakit dapat diketahui dengan cermat, terutama kaitannya dengan berbagai penyebab penyakit serta kondisi sosial-budaya, lingkungan dan ekonomi penduduk. Upaya peningkatan kesehatan penduduk hanya akan efektif apabila dipahami benar kaitannya dengan faktor sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan faktor biologis. Laboratorium kesehatan menjadi tempat untuk mengkaji efektifitas dan efisiensi upaya peningkatan derajat kesehatan dan pengobatan penyakit di masyarakat. Pengujian ini menjadi prasyarat pokok sebelum dilakukan program besar-besaran di masyarakat dengan intervensi yang baru. Pelatihan bagi petugas kesehatan, peneliti, pendidik dan mahasiswa dalam kegiatan laboratorium akan sangat bermanfaat bagi mereka. Biasanya, pelatihan dan peningkatan ketrampilan bagi petugas kesehatan ialah menyangkut peran survailan dan epidemiologi dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi program kesehatan.
METODE PENELITIAN Lokasi Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat ini dilaksanakan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
9
Kabupaten Purworejo terletak di sebelah selatan Propinsi Jawa Tengah dengan batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kabupaten Magelang dan Wonosobo - Sebelah Timur : Daerah Istimewa Yogyakarta - Sebelah Selatan : Samudra Indonesia - Sebelah Barat : Kabupaten Kebumen Kabupaten Purworejo terbagi menjadi 5 wilayah Pembantu Bupati, 16 Kecamatan dan terdiri dari 494 desa/kalurahan. Luas Daerah Kabupaten Purworejo 1034,82 km2 dengan jumlah penduduk: 729.825 Jiwa (L : 357.081, P : 372.744 Jiwa). Wilayah Kabupaten Purworejo terdiri dari daerah dataran rendah dan dataran tinggi (pegunungan), yang mempunyai ketinggian minimum dari permukaan laut 2 m dan ketinggian maksimum dari permukaan laut 325 m. Penduduk lebih berkelompok di daerah perkotaan atau dataran rendah, khususnya sepanjang jalan raya propinsi yang menghubungkan Yogyakarta, Purworejo dan Kutoarjo ke arah Kebumen. Kepadatan penduduk yang rendah dapat ditemukan di daerah pegunungan seperti Bruno, Bener, dan Kaligesing. Secara geografis 33% wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah, 35% bergelombang dan 32% daerah pegunungan. Luas daerah, Jumlah Kepala Keluarga, Rata-rata jiwa/KK dan Kepadatan Penduduk diperinci menurut Kecamatan di Kabupaten NO.
KECAMATAN
LUAS DAERAH (Km2)
JUMLAH KK
KEPADATAN PENDUDUK (Km2)
RATA-RATA JIWA/KK
1
2
3
4
5
6
52,72 43,21 45,08 74,73 53,65 94,08 71,86 37,59 64,92 46,09 92,05 108,43 77,42 53,96 55,27 63,76
25.256 10.101 8.723 7.317 7.599 11.463 8.165 12.508 9.260 9.207 12.287 9.986 10.970 8.471 8.589 7.945
1562,41 1091,67 832,01 466,71 652,27 546,25 563,82 1608,75 729,71 954,22 585,77 345,75 649,14 702,43 613,57 559,79
3,26 4,67 4,30 4,77 4,61 4,48 4,96 4,83 5,12 4,78 4,39 3,75 4,58 4,47 3,95 4,49
1034,82
167.847
705,25
4,35
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Purworejo Bayan Banyuurip Kaligesing Loano Bener Gebang Kutoarjo Grabag butuh Kemiri Bruno Pituruh Purwodadi Ngombol Bagelen
Jumlah Kabupaten
Fasilitas kesehatan yang ada adalah 1 Rumah Sakit Pemerintah, 22 Puskesmas Induk (6 diantaranya dengan fasilitas rawat nginap), 48 Puskesmas Pembantu, 1 RS. Ibu dan Anak, 1 RS. Klinik Bedah, 3 Rumah Bersalin, 1 Pabrik Obat Tradisional, 17 Toko Obat Berijin dan 1 Gudang Farmasi.
10
Keadaan derajat kesehatan untuk Purworejo dapat dikatakan baik, namun demikian penyakit infeksi masih menduduki urutan utama. Keadaan Demografi dan lingkungan di Kabupaten Purworejo menunjukkan bahwa angka ketergantungan masih cukup tinggi dan pendapatan masih rendah, lingkungan fisik belum sesuai dengan yang diharapkan. Sampling 1.
Design Sampling Penelitian akan dilakukan melalui sampel survei, dengan jumlah sampel rumahtangga sekitar 15.000 rumahtangga. Dengan jumlah sampel ini akan bisa memberikan gambaran kesehatan dan gizi masyarakat. Metode pemilihan sampel dengan menggunakan rancangan penarikan sampel secara berjenjang, yaitu menurut acuan Proportional Population Estimated Size (PPES). Dari wilayah pencacahan (wilcah) yang ada, dipilih sebanyak 148 wilcah, sehingga untuk masing-masing Primary Survey Unit (PSU) diperkirakan terwakili sekitar 60 rumah-tangga. Pemilihan sampel dilakukan bersama Biro Pusat Statistik (BPS) dengan memakai sampling frame dari Sensus Pertanian tahun 1993 ditambah 20 Wilcah yang diambil dari 2 kecamatan untuk mewakili kecamatan Pituruh dan Gebang. Secara rinci jumlah sampel rumahtangga pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. b.
c.
2.
12.928 rumahtangga yang mencakup seluruh 16 kecamatan di kabupaten Purworejo, untuk dapat mewakili kabupaten. 1.919 rumahtangga untuk mewakili kecamatan Pituruh, jumlah tersebut sudah termasuk 909 rumahtangga terpilih pada butir a, yang terletak di kecamatan ini. 1.717 rumah tangga untuk mewakili kecamatan Gebang, jumlah ini juga sudah termasuk 707 rumahtangga terpilih pada butir a, yang ada di kecamatan ini.
Pengambilan Sampling a.
Frame Untuk keperluan survei ini frame yang digunakan adalah wilcah hasil persiapan Sensus Penduduk 1990 (SP90). Frame yang digunakan untuk perkiraan kabupaten berbeda dengan frame untuk perkiraan kecamatan.
11
1.
2.
b.
Frame yang digunakan untuk perkiraan kabupaten didasarkan pada seluruh wilcah KCISP90 untuk kabupaten Purworejo, yaitu 128 wilcah yang terdiri 16 wilcah perkotaan dan 112 wilcah daerah pedesaan. Untuk pemilihan sampel rumahtangga didasarkan pada hasil listing Sensus Pertanian 1993. Untuk perkiraan kecamatan, frame yang digunakan adalah seluruh wilcah yang ada di kecamatan yang bersangkutan, yaitu wilcah KCISP90 dan wilcah non KCISP90. Pemilihan sampel rumah tangga untuk wilcah non KCISP90 didasarkan pada hasil listing Daftar Pendaftaran Bangunan dan Rumahtangga untuk wilcah terpilih dalam penelitian ini.
Metode pemilihan sampel Pemilihan sampel dilakukan dengan 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama memilih wilcah dan tahap berikutnya memilih rumahtangga dari wilcah terpilih. Pemilihan sampel wilcah untuk perkiraan kabupaten berbeda dengan pemilihan sampel wilcah untuk perkiraan kecamatan, terutama frame yang digunakan. 1.
Pemilihan sampel untuk perkiraan kabupaten a.
b.
c.
Frame: Frame yang digunakan untuk pemilihan sampel wilcah adalah seluruh wilcah KCISP90, yaitu sebanyak 128 wilcah yang ada mencakup daerah perkotaan dan pedesaan. Pemilihan sampel wilcah: Oleh karena jumlah wilcah yang harus dipilih sebanyak 128 wilcah, maka seluruh wilcah yang ada pada frame dipilih semuanya. Pemilihan sampel rumahtangga: Pemilihan sampel rumahtangga didasarkan pada hasil listing ST93 yang lalu. Berdasarkan nomor urut rumahtangga yang ada pada Daftar ST93-L, kemudian diambil sejumlah sampel untuk penelitian ini.
Pemilihan sampel rumahtangga pada wilcah menggunakan kaidah 'equal sampel', yaitu setiap wilcah diambil sampel rumahtangga yang sama, yaitu sebanyak : m = 13.000/128 atau sebanyak 101 rumahtangga. Hal ini mengakibatkan interval (I) setiap wilcah bisa berbeda-beda. Untuk wilcah yang jumlah rumahtangganya kurang dari 102, maka seluruh rumahtangga pada wilcah tersebut dipilih semuanya. Cara pemilihannya dilakukan dengan jalan sbb: a.
Ditentukan interval (I) dua angka dibelakang koma dengan 12
rumus: Ii = Ii = Mi =
b.
Mi/m dimana i = 1 s/d 128 dan interval untuk wilcah terpilih yang ke i banyaknya seluruh rumahtangga yang ada pada wilcah yang ke i m = jumlah rumahtangga yang harus dipilih dari setiap wilcah, dalam hal ini m adalah 101 rumahtangga. Ditentukan angka random pertama (R1) untuk setiap wilcah dengan ketentuan bahwa nilai Ri < Ii, dan seterusnya nilai : R2 = R1 + (002-1) Ii R3 = R1 + (003-1) Ii R101 = R1 + (101-1) Ii
Maka rumahtangga nomor R1, R2, R3,..., R101 adalah rumahtangga terpilih dalam penelitian ini. Selanjutnya rumahtangga terpilih harus disalin dari Daftar ST93-L ke Daftar Sampel Rumahtangga. Contoh : Suatu wilcah terpilih mempunyai 210 rumahtangga, maka rumahtangga terpilih untuk penelitian ini dapat dipilih dengan cara sebagai berikut :
2.
-
Hitung I = M/m --> I = 210/101= 2,08. Pilih R1 < I, misalnya R1 = 1,09 maka : R1 = 1,09 R2 = 1,09 + (2-1)(2,08) = 3,17 R3 = 1,09 + (3-1)(2,08) = 5,25 R101 = 1,09 + (101-1)(2,08) = 209,09
-
Maka rumahtangga terpilih adalah rumahtangga nomor: 1, 3, 5, ....,209. Rumahtangga terpilih kemudian disalin dari Daftar ST93-L ke Daftar Sampel Rumahtangga (lampiran 2).
Perkiraan kecamatan Pemilihan dua kecamatan Pituruh dan Gebang dilakukan secara 'purposive', dengan pertimbangan bahwa kedua kecamatan tersebut mempunyai karakteristik relatif sama dan letaknya berjauhan. Hal ini 13
dilakukan dengan tujuan untuk dapat membandingkan perubahan dan perkembangan kesehatan dan gizi masyarakat di kedua kecamatan tersebut, bila di dalam penelitian diberikan perlakuan yang sama pada kedua kecamatan tersebut. Untuk perkiraan kecamatan, jumlah sampel rumahtangga yang berasal dari wilcah KCISP90 tidak cukup untuk mewakili kecamatan yang diteliti. Untuk itu, supaya bisa mewakili gambaran kecamatan, maka jumlah sampel rumahtangga untuk kedua kecamatan tersebut harus ditambah. Penambahan sampel rumahtangga ini dipilih dari wilcah non KCISP90, oleh karena jumlah wilcah KCISP90 untuk kedua kecamatan ini sudah terpilih semuanya. Untuk kedua kecamatan tersebut masing-masing ditambah 10 wilcah yang terdiri 1010 rumahtangga dengan cara pemilihan sampel sebagai berikut : a. Frame: Frame yang digunakan untuk pemilihan sampel wilcah adalah seluruh wilcah non KCISP90 yang berada pada kedua kecamatan terpilih. b. Pemilihan wilcah: Pemilihan wilcah dilakukan secara PPS dengan size banyaknya rumahtangga. Untuk masing-masing kecamatan dipilih sebanyak 10 wilcah dengan tahapan sebagai berikut: (1)
Dibuat tabel seperti dibawah ini.
Desa
Nomor Wilcah
Jumlah rumahtangga
Jumlah rumahtangga kumulatif
Desa 1
01BO
M1
M1
Desa 2
02BO 03BO
M2 M3
M1+M2 M1+M2+M3 M
(2) (3)
Hitung I (Interval) = M/10 Pilih angka random pertama (R1) =< I, maka R2 = R1 + (2-1) I R3 = R1 + (3-1) I R10 = R1 + (10-1) I Maka wilcah dimana nomor urut rumahtangga R1, R2, R3, ........., R10 berada terpilih sebagai wilcah terpilih. 14
c.
Pemilihan sampel rumahtangga Seluruh wilcah terpilih diatas kemudian diurutkan menggunakan Daftar Pendaftaran Bangunan/Rumahtangga untuk penelitian ini seperti pada berdasarkan petunjuk sketsa wilcah yang disalin dari peta desa. (1)
(2)
Pemilihan sampel rumahtangga: Pemilihan sampel rumahtangga pada wilcah terpilih berdasarkan hasil listing wilcah menggunakan Daftar Pendaftaran Bangunan/ Rumahtangga (lampiran 1). Cara pemilihan sampel rumahtangga, sama seperti pemilihan rumahtangga pada perkiraan kabupaten. Kemudian rumahtangga terpilih disalin pada Daftar Sampel Rumah Tangga.
Responden Dalam mempelajari keterangan kesehatan individu, subyek untuk penelitian (survailan) kesehatan dan gizi masyarakat adalah wanita usia 10 - 49 tahun dan anak usia 0 - 59 bulan, dengan respondennya adalah wanita itu sendiri dan ibu balita. Untuk keterangan yang tidak dapat diberikan oleh subyek yang bersangkutan (bayi, anak atau orang meninggal) maka sebagai responden adalah orang dewasa terdekat yang paling mengetahui subyek yang bersangkutan (misalnya ibu bayi/anak). Untuk keterangan rumah tangga sebagai responden adalah kepala rumah tangga dewasa yang mengetahui rumah tangga tersebut. Instrumen Penelitian Formulir yang dikembangkan dalam kegiatan penelitian tahun I meliputi : 13.
Formulir Rumah Tangga Instrumen untuk mengumpulkan data-data tingkat rumah tangga, yang di dalamnya terdiri dari: a. Informasi tentang anggota rumah tangga b. Informasi tentang anggota rumah tangga yang meninggal selama setahun terakhir c. Fasilitas perumahan dan Lingkungan d. Pengeluaran rata-rata rumah tangga sebulan e. Fasilitas dan Pemilikan barang dalam rumah tangga
14.
Formulir Triwulan Formulir Triwulan adalah alat ukur untuk mengumpulkan data retrospekti tiga bulan, terdiri : 15
a. b. c.
Perubahan keadaan dan susunan rumah tangga dalam tiga bulan Kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam tiga bulan Kejadian sakit dalam dua minggu terakhir
15.
Formulir Wanita Untuk mengumpulkan data cross-sectional tentang keadaan wanita usia 10 sampai 49 tahun, terdiri dari: a. Riwayat perkawinan, haid dan status kehamilan b. Riwayat reproduksi c. Daftar riwayat kehamilan d. Keluarga berencana dan perilaku kesehatan e. Perilaku kesehatan masa kehamilan
16.
Formulir Hamil Informasinya meliputi: a. Informasi kehamilan b. Pemeriksaan kesehatan selama kehamilan c. Gejala-gejala penyakit selama hamil d. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sebelumnya
17.
Formulir Bungsu a. Riwayat kehamilan si bungsu b. Riwayat persalinan dan nifas
18.
Formulir Balita a. Pola menyusu b. Distribusi vitamin A. c. Imunisasi dan penimbangan d. Kejang dan kelumpuhan e. Kecelakaan f. Anak sakit
19.
Formulir Anak Sakit a. Panas, batuk, pilek dan congek b. Mencret c. Campak d. Kejang dan kelumpuhan e. Kecelakaan
16
Cek validitas dan reabilitas Dalam rangka untuk menjaga mutu dan akurasi data yang dikumpulkan di lapangan, maka dilakukan sistem cek data. Editing Editing Tingkat Petugas Data yang telah dikumpulkan dari lapangan harus dicek ulang oleh petugas lapangan. Setelah selesai pemeriksaan dan sudah lengkap serta benar dalam pengisian, maka formulir dimasukkan ke dalam paket A untuk data yang sudah lengkap, dan paket B untuk data yang belum lengkap. Kedua paket tersebut diserahkan kepada pengawas bersama dengan daftar tugasnya. Editing Tingkat Pengawas Salah satu tugas pengawas di lapangan adalah menjaga kelengkapan dan mutu data. Oleh karena itu, pengawas harus melakukan pemeriksaan paket formulir yang diterima dari petugas. Paket formulir yang sudah lengkap dan benar dikirimkan kepada koordinator wilayah di sub-Pos. Adapun paket yang belum lengkap dan masih perlu kunjungan lanjutan, akan dikembalikan kepada petugas dan menjadi tugas pada hari yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan paket formulir yang terdapat kesalahan (baik lengkap maupun belum lengkap) akan dikembalikan kepada petugas untuk diperbaiki. Editing Tingkat Koordinator Dalam rangka menjaga kelengkapan dan mutu data di lapangan, koordinator wilayah dan atau koordinator lapangan akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dan pengisian formulir. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara random, diambil 10% dari jumlah rumah tangga yang terkumpul.
17
Editing Tingkat Peneliti Para peneliti akan melakukan editing dengan mengambil 10% dari jumlah rumah tangga. Di samping itu, mereka akan melakukan re-cek dengan mengadakan kunjungan ke rumah tangga sebanyak 5% dari jumlah rumah tangga sampel. Cek Petugas Lapangan Untuk menjamin mutu dan kebenaran petugas dalam pengumpulan data, pengawas dan koordinator lapangan perlu melakukan beberapa hal: 1.
2.
3.
Mengunjungi responden (rumah tangga) untuk menanyakan bahwa petugas (nama) telah benar-benar mengunjungi rumah tangga dan melakukan wawancara di rumah tangga tersebut. Perlu melakukan cek dengan melakukan wawancara ulang terhadap rumah tangga yang sudah pernah dikunjungi untuk mencocokkan hasil yang diperoleh petugas. Sekali waktu pengawas atau koordinator lapangan perlu melakukan pemantauan ke lapangan pada saat petugas melakukan wawancara di rumah tangga. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara langsung bagaimana petugas tersebut melakukan wawancara.
Kegiatan tersebut dilakukan sekali dalam 1 minggu untuk setiap petugas lapangan, sehingga setiap hari pengawas lapangan melakukan cek, recek, dan spot-cek, yang dilakukan sebelum melakukan editing data. Sistem Registrasi Sampel (SRS) Sistem SRS akan menjamin konsistensi kejadian demografis yang signifikan yang terjadi dalam suatu wilayah geografis tertentu. Selain itu SRS juga membuat laporan registrasi up to date yang akan digunakan oleh para petugas lapangan dan dapat menghitung tingkat demografi dasar (kelahiran/umur, kematian dan lain-lain).
Sistem tersebut dirancang agar mudah dimodifikasi dan dikembangkan untuk sistemsistem longitudinal baru. Para peneliti dapat menambah dan memodifikasi pokok data dan program sesuai dengan proyek-proyek tertentu. Khususnya variabel-variabel dapat ditambah, cek logika dan konsistensi dapat ditulis, dan layout layar dapat dengan mudah disesuaikan untuk sistem longitudinal yang baru. Data pokok dan spesifikasi kode dan kemudahan modifikasi, semua akan memberikan fleksibilitas untuk mengembangkan program registrasi rumah tangga yang khusus, untuk suatu wilayah tertentu. 18
Sistem SRS menyimpan informasi tentang rumah tangga dan anggotanya dalam rumah tangga selama kurun waktu tertentu. Model tersebut mengasumsikan sebuah survai data dasar dengan informasi yang dikumpulkan dari rumah tangga dan kejadian yang berarti secara longitudinal misalnya child survival, lama perkawinan (marriage duration, migrasi, dan mortalitas). Informasi yang tidak berubah seperti jenis kelamin dan tanggal lahir di compile dalam data survai data dasar, sedangkan yang berubah terhadap waktu dimasukkan dalam sistem longitudinal. Desain SRS didasarkan pada pengamatan bahwa karakteristik tertentu dari rumah tangga, anggota, hubungan keluarga, dan kejadian-kejadian demografi adalah umum untuk semua studi longitudinal rumah tangga. Logika hubungan-hubungan ini dimasukkan didalam SRS. Data untuk SRS dibentuk dan integritas logisnya dipelihara pada elemen-elemen dasar rumah tangga sebagai berikut : Semua rumah tangga harus mempunyai anggota. Semua rumah tangga harus mempunyai satu kepala rumah tangga dan anggotaanggotanya berhubungan satu sama lain dengan kepala rumah tangga dalam cara-cara yang terdefinisi dengan jelas. Anggota-anggota mempunyai nama, tanggal lahir, kode identifikasi permanen dan karakteristik lain yang tidak berubah. Kejadian-kejadian dinamis meliputi kelahiran, kematian, migrasi masuk keluar dan status perkawinan berubah. Kejadian-kejadian longitudinal terjadi pada individu-individu berisiko (yaitu anggota-anggota aktif) dan mengikuti hubungan logis sederhana. Pengamatan suatu rumah tangga didefinisikan orang-hari (person-days) risiko yang akan selalu bertambah untuk semua anggota. -
Kejadian-kejadian dinamis dapat merubah keanggotaan atau hubungan di dalam rumah tangga menurut aturan-aturan telah ditetapkan (laid down rule).
Ada dua jenis utama rumah tangga : aktif dan non aktif. Sebuah rumah tangga dengan minimal satu anggota aktif dipandang sebagai rumah tangga aktif. Sebuah rumah tangga dengan semua anggota tidak aktif dipandang sebagai rumah tangga tidak aktif. Anggota-anggota rumah tangga dapat berubah menjadi tidak aktif karena meninggal atau pindah ke luar (out-migrant). Anggota-anggota yang absen sementara tetap dipandang sebagai anggota yang aktif. Satu individu adalah aktif jika dapat diamati di lapangan dan dapat mengalami kejadian demografi yang logis. Anggota tidak aktif adalah yang telah meninggal atau tidak dalam pengamatan di lapangan. Anggota dan rumah tangga yang tidak aktif tidak dihapus dari database, tetapi hanya statusnya di update atau alamatnya dipindah. Waktu penelitian
19
12 Nopember 1993 - 12 Pebruari 1995 Pelaksanaan survailan tahun I 17 Oktober 1994 - 21 Januari 1995 Pengolahan data Analisis data berupa deskripsi sebaran frekuensi, tabulasi silang dan estimasi pelbagai paramater, seperti vital rate, cakupan pelayanan kesehatan, gizi dan morbiditas. Dilakukan analisis lebih mendalam untuk memecahkan permasalahan yang relevan dengan peningkatan keberhasilan program-program kesehatan. Statistik analitik dan pemodelan data digunakan untuk menaksir besarnya risiko kelompok-kelompok populasi tertentu yang menderita penyakit, gangguan gizi dan kematian. Analisis yang lebih berorientasi pengambilan keputusan seperti pemrograman linier, pengenalan pola dan lain-lain akan diterapkan untuk mendukung perumusan kebijakan.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Karakteristik Latar Belakang Rumah Tangga dan Responden 1.
Penduduk menurut umur dan jenis kelamin Dalam daftar rumah tangga yang dikumpulkan dari survailan LPKGM/FK-UGM terdapat keterangan mengenai cacah anggota rumah tangga. Salah satu informasi yang penting di dalam sistem survailan ini adalah data tentang umur, karena data tersebut diperkirakan sebagai batasan dalam memilih dan menentukan responden. Masalah yang dihadapi di lapangan adalah keterangan tentang tanggal lahir. Biasanya orang-orang tua tidak punya kartu kelahiran. Kalaupun ada, biasanya tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Di samping itu, ada kecenderungan dari responden untuk menjawab umur dengan bilangan kelipatan 5, misalnya 5, 10, 15, 20 dan seterusnya (last digit preference), sehingga sulit menentukan umurnya secara pasti. Untuk memudahkan tugas pewawancara dalam mendapatkan informasi tentang tanggal lahir responden, maka disediakan pedoman tabel konversi tanggal/bulan dalam kalender Jawa, Sunda dan Islam ke kalender Masehi.
21
Gam bar 1. Plot Gambar 1. freku ensi umur populasi (tahun) Gambar 1. menunjukkan masih adanya kecenderungan untuk melaporkan umur yang berakhiran angka tertentu, terutama 55, 60, 65, 70, 80. Kecenderungan tersebut lebih banyak dilakukan oleh orang yang berumur lebih 45 tahun dibanding di bawah 45 tahun. Hal ini disebabkan kebanyakan informasi yang diberikan hanya berdasarkan pada ingatan atau perkiraan.
22
Tabel I. Persentase penduduk berdasar kelompok umur dan daerah UMUR 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+ Total
Perkotaan
Pedesaan
Total
Lk
Pr
L+P
Lk
Pr
L+P
Lk
Pr
L+P
8.5 9.4 10.7 12.3 7.9 7.2 7.1 7.1 6.6 3.6 4.3 4.0 3.9 3.3 2.2 1.0 0.7
7.0 9.0 11.3 11.1 6.8 7.0 8.1 7.0 6.1 3.8 5.3 5.0 4.1 3.2 2.0 1.4 1.6
7.7 9.2 11.0 11.7 7.3 7.1 7.6 7.1 6.4 3.7 4.8 4.6 4.0 3.3 2.1 1.2 1.2
8.9 11.2 12.7 10.4 5.5 6.1 6.8 6.8 5.3 3.8 4.9 5.2 4.7 3.4 2.5 1.1 0.9
8.7 10.3 11.9 8.0 5.0 6.8 7.6 6.5 5.3 3.7 6.6 6.0 5.0 3.7 2.6 1.1 1.3
8.8 10.7 12.3 9.2 5.2 6.5 7.2 6.6 5.3 3.7 5.7 5.6 4.8 3.5 2.6 1.1 1.1
8.9 10.9 12.4 10.7 5.8 6.3 6.8 6.8 5.4 3.7 4.8 5.0 4.6 3.4 2.4 1.1 0.9
8.5 10.1 11.8 8.4 5.2 6.8 7.7 6.6 5.4 3.7 6.4 5.8 4.8 3.6 2.6 1.2 1.4
8.7 10.5 12.1 9.5 5.5 6.5 7.2 6.7 5.4 3.7 5.6 5.4 4.7 3.5 2.5 1.1 1.1
100
100
100
100
100
100
100
100
100
3323
3647
6970
21946
22038
43984
25269
25685
50954
Adapun persentase sebaran jumlah penduduk berdasar kelompok umur (5 tahun) dapat dilihat pada Tabel I. Sedangkan Gambar 2. menunjukkan piramida penduduk dengan dasar piramida lebih menyempit, berarti tingkat kelahiran dan tingkat kematian sudah dapat ditekan pada dasawarsa terakhir.
23
Gam bar 2. Popu lasi penduduk Kabupaten Purworejo Pada kelompok usia 20 sampai 24 terlihat adanya penyempitan pada piramid. Hal ini disebabkan banyak anggota rumah tangga pada usia tersebut melakukan migrasi keluar, yaitu merantau untuk cari kerja dan juga ada yang kuliah di perguruan tinggi.
24
2.
Angka ketergantungan Persentase ketergantungan penduduk berdasarkan pada usia produktif dapat dilihat pada tabel II. Angka ketergantungan di daerah pedesaan lebih besar dibanding dengan daerah perkotaan. Sedangkan angka ketergantungan untuk tingkat kabupaten Purworejo mencapai 64, sementara hasil SDKI 1991 menunjukkan angka ketergantungan 67 (SDKI 1994 belum menyebutkan angka tersebut). Tabel II. Persentase angka ketergantungan Kelompok Umur
Perkotaan
Pedesaan
Total
< 15 15-64 >=65
28.2 64.7 7.1
32.1 60.4 7.5
31.6 61.0 7.4
100 6922
100 43592
100 50514
54.6
65.6
63.9
Total
% N
Rasio Dependensi
3.
Komposisi rumah tangga Tabel III. menyajikan persentase jenis kelamin kepala rumah tangga (KK), jumlah anggota rumah tangga, jumlah balita, dan komposisi rumah tangga berdasar hubungan anggota dengan kepala rumah tangga.
25
Tabel III. Persentase komposisi rumah tangga Daerah
Karakteristik
Jumlah
Kota
Desa
Kepala rumah tangga Laki-laki Perempuan
82.1 17.9
85.0 15.0
84.6 15.4
Jumlah anggota rumah tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
5.3 12.2 15.4 21.2 20.2 12.0 7.3 3.8 1.7 .8 .0 .1 .0
7.2 15.1 19.1 22.4 18.5 9.8 4.9 1.9 .6 .2 .1 .1 .0
7.0 14.8 18.6 22.3 18.7 10.1 5.2 2.2 .8 .3 .1 .1 .0
Rata-rata anggota rumah tangga
4.3
3.9
4.01
Jumlah balita 0 1 2 3 4
71.9 22.4 5.5 .2 .0
70.7 24.0 5.2 .2 .0
70.8 23.8 5.2 .2 .0
Struktur hubungan keluarga KK Istri Suami Anak Menantu Cucu Ortu Mertua Kakak/adik Famili lainnya
22.8 17.2 .1 43.8 1.8 5.7 1.5 1.4 1.5 2.5 1.8
25.3 20.0 .1 42.1 1.7 5.0 2.4 .9 .6 1.4 .6
25.0 19.6 .1 42.3 1.7 5.1 2.3 .9 .7 1.5 .8
Total rumah tangga Total individu
1586 6976
11135 43993
12721 50968
Informasi tersebut mempengaruhi sumber dan alokasi pendapatan rumah tangga, yang berpengaruh pula terhadap kesejahteraan anggota rumah 26
tangga. Besarnya anggota rumah tangga biasanya dikaitkan dengan kepadatan di rumah, yang dapat menimbulkan kondisi kesehatan yang tidak diinginkaan. Dari hasil survai CHN-RL, ternyata rumah tangga yang dikepalai oleh wanita mencapai lima belas persen. Persentase tersebut hampir sama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Pada umumnya setiap rumah tangga mempunyai 4 orang anggota dan persentase jumlah anggota rumah tangga di daerah perkotaan lebih besar dibanding dengan di pedesaan. 4.
Tingkat pendidikan penduduk menurut umur dan jenis kelamin Pendidikan merupakan indikator penting yang mempengaruhi berbagai perilaku demografis, kesehatan, dan gizi, seperti fertilitas, pemakaian kontrasepsi, kesehatan anak dan praktek kesehatan. Tingkat pendidikan dapat dilihat baik secara individual maupun dilihat dari sisi kepala rumah tangganya yang berperan sebagai pengendali pengelolaan dan perilaku anggota rumah tangga.
27
a.
Tingkat pendidikan penduduk
Tabel IV.1 Tingkat pendidikan anggota rumah tangga menurut jenis kelamin dan kelompok umur Umur
Tingkat pendidikan Tdk Sekolah
Tdk tamat SD
Tamat SD
SLTP
SLTA
PT
Tidak tahu
Jumlah
Jumlah Penduduk
LAKI-LAKI 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+
27.6 .7 1.2 1.3 2.7 5.2 3.7 4.3 6.5 12.8 22.1 29.6 31.0 40.2 52.4 60.0
72.1 63.3 6.0 8.3 10.5 20.4 19.2 16.4 19.3 24.4 28.2 34.1 32.2 30.4 19.6 17.5
.1 3.5 16.8 30.7 30.8 32.4 40.5 40.2 41.0 39.4 32.3 26.7 29.7 22.1 21.7 18.8
.1 32.1 32.0 19.4 21.4 14.4 15.1 16.1 14.1 10.8 8.1 4.4 4.7 3.6 3.5 2.5
.0 .3 41.9 27.0 25.0 22.0 16.9 18.2 14.0 8.7 6.9 3.7 1.8 1.8 2.1 1.3
.0 .0 2.0 13.0 9.7 5.4 4.5 4.7 5.0 3.7 2.4 1.4 .5 1.1 .7 .0
.1 .1 .1 .3 .0 .1 .1 .1 .0 .1 .1 .2 .3 .7 .0 .0
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
2771 3133 2696 1464 1583 1719 1725 1376 947 1217 1265 1162 1473 276 143 80
Kota Desa
5.7 12.5
19.7 32.9
20.3 15.6
28.0 12.0
10.9 2.2
.3 .1
.3 .1
100 100
3043 19987
Total L
11.4
31.1
23.6
16.2
14.1
3.4
.1
100
23030
WANITA 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+
25.3 .6 1.2 2.5 5.4 7.3 7.8 9.1 17.1 43.6 59.5 67.8 75.7 82.3 90.6 89.7
74.5 59.4 4.3 7.5 16.6 26.3 25.1 27.4 25.5 25.4 22.3 16.6 12.5 7.0 3.6 7.1
.0 4.0 18.0 37.3 38.4 38.9 42.5 39.9 39.0 22.7 12.6 12.1 9.1 7.7 4.9 3.2
.1 35.4 31.1 18.5 16.3 11.3 12.2 12.0 10.4 4.8 2.7 1.7 2.1 2.0 .0 .0
.0 .4 42.0 20.6 17.4 12.9 10.5 10.1 7.2 3.1 2.5 1.4 .5 1.0 .4 .0
.0 .0 3.2 13.1 5.9 3.2 1.8 1.5 .8 .4 .3 .1 .1 .0 .0 .0
.1 .1 .2 .4 .0 .0 .1 .0 .0 .1 .2 .3 .0 .0 .4 .0
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
2596 3038 2162 1347 1751 1967 1688 1380 955 1642 1495 1242 1578 299 224 126
Kota Desa
14.4 25.5
21.3 31.1
17.6 21.8
18.5 12.6
21.6 7.6
6.4 1.3
.1 .1
100 100
2393 20117
Total P
23.9
29.7
21.2
13.4
9.6
2.1
.1
100
23510
Total L+P
17.7
30.4
22.4
14.8
11.8
2.7
.1
100
46523
28
b.
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga Kepala rumah tangga atau biasanya disebut KK, merupakan inti pemegang kendali dan tanggung jawab kelangsungan hidup dan kesejahteraan anggota rumah tangga.
Tabel IV.2 Distribusi tingkat pendidikan kepala keluarga menurut tipe daerah
Kategori Pendidikan Tidak Sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SMTP SMTA Perguruan Tinggi Lainnya Total
Perkotaan n
(%)
Pedesaan n
(%)
Total n
(%)
540 1320 1063 1243 1585 545 14
8.6 20.9 16.8 19.7 25.1 8.6 0.2
6721 12786 9360 5642 3920 713 40
17.2 32.6 23.9 14.4 10.0 1.8 0.1
7261 14106 10423 6885 5505 1258 54
16.0 31.0 22.9 15.1 12.1 2.8 0.1
6310
100.0
39182
100.0
45492
100.0
Catatan : data missing = 7
Tabel IV.2. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala rumah tangga paling banyak adalah SD. Di samping itu, cukup banyak (23 persen) kepala rumah tangga yang tidak berpendidikan. Sementara kepala rumah tangga dengan pendidikan sekolah lanjutan persentasenya relatif kecil.
29
c.
Status sekolah Tabel V. menunjukkan persentase jumlah penduduk usia sekolah yang masih sekolah. Tabel V. Persentase penduduk umur 5-24 tahun yang masih sekolah menurut golongan umur, jenis kelamin dan daerah
Umur
5.
Kota
Desa
Total
%
N
%
N
%
N
5-6 7-12 13-15 16-18 19-24
98.8 99.5 98.1 94.8 89.4
83 843 476 388 254
99.8 98.7 95.6 90.7 54.0
639 6033 2732 1611 804
99.7 98.8 96.0 91.5 62.5
722 6876 3208 1999 1058
Total
97.0
2044
93.9
11819
94.4
13863
Status pekerjaan Pekerjaan merupakan indikator sosial ekonomi yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka merumuskan karakteristik rumah tangga. Hal ini disebabkan karena fenomena sosial-ekonomi makro sangat mempengaruhi bentuk pola laku (behavior) pada skala mikro, demikian juga sebaliknya fenomena mikro dapat mempengaruhi karakteristik proses-proses sosialekonomi makro. a.
Pekerjaan kepala rumah tangga Pada tabel VI.1 ditampilkan pekerjaan kepala keluarga sebagai penanggung jawab dari pemegang kendali ekonomi rumah tangga.
30
Tabel VI.1 Persentase frekuensi pekerjaan kepala rumah tangga menurut kategori daerah dan jenis kelamin Pekerjaan Tidak bekerja Profesi, teknisi Kepemimpinan & ketatalaksanaan Pejabat pelaksana & tenaga TU Tenaga usaha penjualan Tenaga usaha jasa Tenaga usaha pertanian Tenaga produksi Tenaga kerja lain Anggota ABRI Tidak tahu Total
L
P
L+P
4.0 5.7 2.4 4.9 4.5 9.4 65.1 1.3 2.2 .6 .0
19.6 2.0 .1 .4 12.2 4.6 57.1 2.0 2.0 .0 .1
6.4 5.1 2.0 4.2 5.7 8.6 63.9 1.4 2.2 .5 .0
10771
1952
12723
Tabel diatas menjelaskan bahwa jenis pekerjaan KK 73 % adalah tenaga usaha pertanian. Adapun jenis pekerjaan pertanian yang mereka lakukan adalah petani sawah dan ladang. b.
Pekerjaan usia produktif Kalau dilihat presentase status pekerjaan penduduk usia produktif (15 - 65 tahun), maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel VI.2. Tabel VI.2 Status Pekerjaan menurut tipe daerah
Pekerjaan yang utama Tidak bekerja Profesi, teknisi Kepemimpinan & ketatalaksanaan Pejabat pelaksana & tenaga TU Tenaga usaha penjualan Tenaga usaha jasa Tenaga usaha pertanian Tenaga produksi Tenaga kerja lain Anggota ABRI Tidak tahu Total
Perkotaan
Pedesaan
n
n
1963 294 45 351 601 640 240 145 182 21 0
%
%
Total n
%
43.8 6.6 1.0 7.8 13.4 14.3 5.4 3.2 4.1 .5 .0
6609 988 262 532 1336 1465 14236 557 268 44 2
25.1 3.8 1.0 2.0 5.1 5.6 54.1 2.1 1.0 .2 .0
8572 1282 307 883 1937 2105 14476 702 450 65 2
27.8 4.2 1.0 2.9 6.3 6.8 47.0 2.3 1.5 .2 .0
4482 100.0
26299
100.0
30781
100.0
Hasil survai menunjukkan bahwa 26% penduduk usia produktif tidak 31
punya pekerjaan, dan 33% adalah wanita yang kebanyakan sebagai ibu rumah tangga. 6.
Persentase frekuensi status perkawinan menurut umur dan jenis kelamin
Tabel VII. Persentase frekuensi status perkawinan menurut umur dan jenis kelamin Umur 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
Pisahan
Jumlah N
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
100.0 99.5 83.7 41.8 15.2 5.3 3.3 1.3 1.3 1.5 .9 .5 .2 .7 1.3
99.8 90.7 41.5 13.7 5.4 3.7 3.1 1.7 1.1 1.0 .5 1.0 .3 1.7 .6
.0 .4 15.9 56.9 83.3 92.8 93.6 94.9 94.4 91.1 86.8 85.5 79.2 71.4 62.8
.1 9.1 56.9 83.1 90.0 90.3 87.6 83.5 76.7 71.2 56.8 43.0 26.7 18.3 7.4
.0 .0 .2 .6 .7 .8 1.4 .6 .7 1.5 1.1 .5 1.0 .4 1.3
.0 .1 1.0 1.5 1.8 2.1 2.3 2.6 1.9 2.1 2.1 1.4 1.8 2.3 .6
.0 .0 .1 .3 .4 .6 1.2 2.4 3.4 5.5 10.4 13.3 19.2 27.2 34.1
.1 .0 .2 .5 1.8 2.8 6.4 11.4 19.2 24.8 40.1 54.1 70.1 77.3 91.4
.0 .1 .1 .4 .3 .6 .5 .7 .2 .3 .7 .2 .5 .4 .4
.0 .0 .4 1.2 1.0 1.1 .6 .8 1.0 1.0 .5 .5 1.1 .3 .0
3125 2693 1462 1582 1719 1726 1376 947 1217 1264 1162 854 619 276 223
3029 2161 1345 1751 1968 1688 1380 955 1643 1498 1242 921 655 300 350
40.3
29.0
55.5
54.6
.6
1.4
3.4
14.3
.3
.6
20245
20886
32
7.
Fasilitas Perumahan dan lingkungan Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari kondisi perumahan dan lingkungan rumah tempat tinggal. Tabel VIII. Distribusi persentase kondisi perumahan menurut daerah Perkotaan
Pedesaan
Total
80.9 m2 22.8 m2
88.5 m2 27.9 m2
87.6 m2 27.3 m2
Jenis dinding: Tembok Kayu Bambu Lainnya (seng)
71.8 5.9 21.9 .4
45.5 15.4 35.4 3.7
48.7 14.2 33.7 3.3
Jenis atap: Beton Kayu Seng/asbes Genteng Ijuk Daun-daunan Lainnya
.3 .3 1.3 97.9 .1 .0 .1
.1 .2 3.7 95.6 .1 .2 .1
.1 .2 3.4 95.9 .1 .2 .1
Jenis lantai: Marmer/keramik Ubin/tegel/teraso Semen/bata merah Kayu Bambu Tanah Lainnya
2.1 50.7 28.9 .2 .2 17.8 .1
.2 16.6 19.1 .2 .3 63.5 .0
.5 20.8 20.3 .2 .3 57.8 .0
Sumber penerangan: Listrik PLN Listrik non-PLN Petromak/aladin Pelita/sentir/obor
87.3 .0 6.5 6.0
45.4 .3 23.7 30.5
50.7 .2 21.6 27.5
Fasilits air minum: Sendiri Bersama Umum Membeli Lainnya
66.5 27.6 4.5 1.4 .0
53.3 27.4 19.0 .2 .1
54.9 27.5 17.2 .4 .1
Sumber air minum: Ledeng (saluran pipa) Pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung Mata air tak terlindung Air sungai Air hujan
36.9 7.6 49.1 4.6 1.3 .5 .0 .0
.8 4.6 53.9 12.4 10.0 17.1 1.1 .0
5.3 5.0 53.3 11.5 8.9 15.0 1.0 .0
Jarak sumber air minum dengan tempat penampungan kotoran: <6m 6-10 m 11-15 m >= 16 m Tidak tahu
22.9 40.0 25.6 10.9 .6
26.6 26.8 14.4 32.1 .1
26.2 27.9 15.3 30.3 .2
Rata-rata luas lantai (rumah tangga) Rata-rata luas lantai (per-individu)
33
Tempat buang air besar: Kakus sendiri/septik Kakus bersama/septik Kakus sendiri/tanpa septik Kakus bersama/tanpa septik Kakus umum Kolam Sungai Lobang Lainnya
54.7 8.9 7.6 2.4 1.8 8.3 14.2 1.5 .6
22.0 3.6 10.8 2.8 1.3 19.5 27.9 10.5 1.6
26.1 4.3 10.4 2.7 1.3 18.1 26.2 9.3 1.5
%
100
100
100
N
1586
11135
12721
Kondisi perumahan jenis dinding 49 % terbuat dari tembok (permanen), 95% sudah memakai atap genting, namun 57 % lantai masih dari tanah. Di pedesaan, terutama daerah pegunungan yang masih belum terjangkau listrik masuk desa, penerangan kebanyakan menggunakan sentir/pelita. Untuk memenuhi kebutuhan air minum, 54 % fasilitas milik sendiri dan 53 % sudah menggunakan sumur yang terlindung. Batasan sumur terlindung di sini adalah sumur yang mempunyai bibir dengan ketinggian minimal 60 cm, sehingga air dari luar tidak mencemari air sumur. Batasan tersebut belum melihat segi perembesan limbah dari luar, sehingga perlu dilihat lagi tingkat perembesan air limbah/kotoran dari luar untuk memenuhi kriteria air yang sehat. Jarak antara sumber air minum dengan tempat pembuangan kotoran (tinja) 30 % lebih dari 15 meter, yang berarti sudah cukup aman dari peresapan kotoran. Tempat untuk buang air besar 31 persen di sungai, terutama di pedesaan, sedangkan di perkotaan kebanyakan sudah di kakus sendiri.
34
8.
Pemilikan fasilitas rumah tangga Karakteristik rumah tangga dapat dilihat dari pemilikan alat-alat yang dipakai sebagai kelengkapan rumah tangga, sarana hiburan, sumber informasi maupun sarana transportasi. Pemilikan barang tersebut merupakan indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Tabel IX. Persentase pemilikan fasilitas barang dan alat-alat rumah tangga menurut daerah Alat-alat rumah tangga
Kota
Desa
Total
Listrik Radio/tape Televisi Lemari es Telpon Mesin jahit Mobil Sepeda motor Sepeda Becak Andong
87.3 75.5 65.1 13.7 8.4 30.1 7.1 26.4 72.4 4.9 .3
45.7 72.1 23.8 1.1 .1 9.5 .8 9.3 64.5 .7 .4
50.9 72.5 29.0 2.6 1.1 12.1 1.6 11.4 65.5 1.3 .3
Jumlah rumah tangga
1586
11135
12721
Rumah tangga di kabupaten Purworejo 72% memiliki radio sebagai sarana hiburan dan sumber informasi, perbedaan antara di perkotaan dan pedesaan tidak berarti. Sedangkan rumah tangga yang memiliki televisi di perkotaan mencapai 65% sedangkan di pedesaan hanya mencapai 24%. Sebagai sarana transportasi 65% rumah tangga memiliki sepeda, sedangkan pemilikan sepeda motor di kota 26% sementara di desa hanya 9%. 9.
Rata-rata pengeluaran rumah tangga dalam sebulan Tabel IX. menunjukkan pengeluaran rata-rata sebulan bagi setiap rumah tangga, baik untuk bahan makanan maupun di luar bahan makanan. Pengeluaran untuk bahan makanan lebih tinggi dibanding pengeluaran untuk selain bahan makanan.
35
Tabel X.1 Pengeluaran rata-rata sebulan (dalam ribuan) Jenis Pengeluaran Bahan makanan Selain bahan makanan
Perkotaan
Pedesaan
Total
120.31 102.45
75.50 45.24
81.09 52.37
Sedangkan tabel IX.2. menunjukkan persentase pengeluaran rata-rata sebulan untuk setiap individu dengan perhitungan jumlah pengeluaran dibagi jumlah anggota rumah tangga.
Tabel X.2 Persentase jumlah pengeluaran rata-rata sebulan untuk setiap anggota rumah tangga menurut kriteria penghasilan minimal Depsos dan Bappenas Jumlah pengeluaran Kriteria Depsos: <15000 >15000 Kriteria Bappenas: <12000 >12000
36
Perkotaan
Pedesaan
Total
.3 99.7
3.0 97.0
2.6 97.4
.0 100.0
.7 99.3
.6 99.4
B.
Mortalitas Hasil pengukuran tingkat kematian secara langsung Dalam kurun empat tahun sebelum pengumpulan data ini, angka kematian bayi di Purworejo dari hasil sensus penduduk 1990 yang diolah secara khusus untuk keperluan studi ini ialah sekitar 52 per 1000 kelahiran hidup. Angka perkiraan cara langsung berdasarkan data dasar longitudinal survailan untuk kurun 1994-1995 atau setahun sebelum survai sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup (Tabel I), sehingga meskipun memperhitungkan pola penurunan yang mungkin terjadi, hasil pengukuran secara langsung lebih rendah dari estimasi data sensus penduduk 1990. Demikian juga untuk angka kematian kasar, hasil Sensus Penduduk tahun 1990 menghasilkan angka 9,9 per 1000 penduduk, sedang dari perhitungan secara langsung diperoleh angka kematian kasar 6,5 per 1000 penduduk. Pola penemuan perhitungan angka kematian bayi dan kematian kasar secara langsung yang selalu lebih tinggi dibanding dengan cara tidak langsung adalah menjadi alasan mengapa sampai sekarang untuk data kematian selalu didasarkan dari metode tidak langsung. Tabel I. Tingkat kematian menurut kelompok umur dihitung secara langsung Umur <1 1-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80+
Jumlah yang mati 36 11 2 1 4 4 5 8 10 5 5 17 21 39 42 38 33 59
Jumlah penduduk
Age specific death rate
922 3507 5366 6169 4861 2810 3333 3691 3415 2753 1901 2862 2761 2405 1777 1275 575 572
39,05 3,14 0,37 0,16 0,82 1,42 1,50 2,17 2,93 1,82 2,63 5,94 7,61 16,22 23,64 29,80 57,39 103,15
Pengukuran angka kematian bayi, anak dan angka harapan hidup waktu lahir dapat dihitung dengan cara tidak langsung, yaitu memakai informasi banyaknya anak yang pernah dilahirkan hidup dan anak yang masih hidup menurut kelompok umur ibu. Tabel II. menunjukkan tingkat dan tren kematian bayi, probabilitas kematian anak umur 1 sampai dengan 5 tahun serta angka harapan hidup waktu lahir. Pola kematian bayi dari tahun 1979 sampai tahun 1988 menunjukkan tren penurunan yang mulus, yaitu 37
dari 72 per 1000 menjadi 59 per 1000 kelahiran. Akan tetapi, dari tahun 1988 ke tahun 1994 memberikan gambaran yang tidak menentu (naik turun). Hal ini sering terjadi pada saat kita melakukan estimasi angka kematian bayi dengan cara ini, karena pelaporan angka kelahiran menurut menurut ibu pada usia muda sering kali tidak akurat, khususnya karena tingginya migrasi wanita keluar Kabupaten Purworejo pada umur 15-29 tahun. Oleh sebab itu, dengan umur ibu kita hanya dapat melaporkan ratarata angka kematian bayi dari tahun 1988-1992, yaitu sebesar 56 per 1000 kelahiran. Dalam hal ini informasi dari wanita kelompok umur 15-19 tahun tidak dipakai, karena umumnya angka kematian yang berasal dari kelompok umur terlalu tinggi sebab sampelnya sangat sedikit dibanding kelompok lainnya. Demikian pula hasil pengukuran angka kematian usia 1 sampai dengan 4 tahun serta angka harapan hidup waktu lahir menunjukkan perbaikan yang bermakna (Tabel II). Namun demikian seperti halnya untuk angka kematian bayi, maka ketidak mulusan tren tersebut perlu dibaca secara hati-hati. Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat dihitung probabilitas kematian anak usia 1-4 tahun menurun dari 30 per 1000 pada tahun 1979 menjadi 22 per 1000 pada tahun 1988. Sedang dari tahun 1988-1992 ratarata probabilitas kematian anak usia 1-4 tahun adalah 20 per 1000 anak. Angka harapan hidup waktu lahir meningkat dari 59,7 tahun pada tahun 1979 menjadi 62,5 pada tahun 1988. Jadi dalam sepuluh tahun terjadi peningkatan angka harapan hidup waktu lahir hampir tiga tahun. Angka harapan hidup waktu lahir untuk tahun 1988-1992 secara rata-rata ialah 63 tahun, yaitu sangat dekat dengan angka nasional.
38
Tabel II. Hasil perhitungan angka kematian bayi, anak dan angka harapan hidup secara tak langsung memakai umur ibu Angka kematian bayi 15-20 20-25 25-60 30-35 35-40 40-45 45-50
Peb 1994 Des 1992 Des 1990 Jul 1988 Okt 1985 Okt 1982 Okt 1979
.106 .059 .049 .059 .062 .068 .072
Probabilitas kematian anak usia 1 - 4 tahun 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 40-45 45-50
Peb 1994 Des 1992 Des 1990 Jul 1988 Okt 1985 Okt 1982 Okt 1979
.054 .022 .017 .022 .023 .028 .030
Angka harapan hidup waktu lahir 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 40-45 45-50
Peb 1994 Des 1992 Des 1990 Jul 1988 Okt 1985 Okt 1982 Okt 1979
52.8 62.5 64.7 62.5 61.9 60.5 59.7
Pengukuran angka kematian bayi, anak dan angka harapan hidup waktu lahir dapat dihitung dengan cara lain, yaitu memakai informasi banyaknya anak yang pernah dilahirkan hidup dan anak yang masih hidup menurut lama sejak perkawinan pertama ibu. Tabel III. menunjukkan tingkat dan tren kematian bayi, probabilitas kematian anak umur 1 sampai dengan 5 tahun serta angka harapan hidup waktu lahir. Pola kematian bayi dari tahun 1979 sampai tahun 1993 menunjukkan tren penurunan yang mulus, yaitu dari 73 per 1000 menjadi 43 per 1000 kelahiran. Penurunan 30 per 1000 kelahiran dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1993 adalah penurunan yang sangat cepat. Karena angka ini menunjukkan pola yang lebih bagus, maka selanjutnya dianjurkan bahwa angka menurut lama sejak perkawinan pertamalah yang perlu dipakai untuk menghitung angka kematian bayi, anak dan harapan hidup waktu lahir. Pengalaman ini sama dengan apa yang kami lakukan di Propinsi NTT, yaitu menggunakan lama sejak perkawinan pertama lebih baik dibanding menggunakan umur ibu. Demikian pula hasil pengukuran angka kematian usia 1 sampai dengan 4 tahun 39
serta angka harapan hidup waktu lahir menunjukkan perbaikan yang bermakna (Tabel III). Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat dihitung probabilitas kematian anak usia 1-4 tahun menurun dari 30 per 1000 pada tahun 1976 menjadi 13 per 1000 pada tahun 1993. Dengan demikian probabilitas kematian menurun lebih dari separohnya. Tabel III. Hasil perhitungan angka kematian bayi, anak dan harapan hidup secara tidak langsung memakai data lama sejak perkawinan pertama Angka kematian bayi 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35
Mei 1993 Des 1990 Jun 1988 Jan 1986 Peb 1983 Jun 1979 Mei 1976
0.043 .046 .053 .061 .062 .066 .073
Probabilitas kematian anak usia 1-4 tahun 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35
Mei 1993 Des 1990 Jun 1988 Jan 1986 Peb 1983 Jun 1979 Mei 1976
.013 .015 .019 .023 .024 .026 .030
Angka harapan hidup wanita lahir 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35
Mei 1993 Des 1990 Jun 1988 Jan 1986 Peb 1983 Jun 1979 Mei 1976
66.3 65.5 63.8 62.1 61.8 60.9 59.6
Angka harapan hidup waktu lahir meningkat dari 59,7 tahun pada tahun 1979 menjadi 62,5 pada tahun 1988. Jadi dalam sepuluh tahun terjadi peningkatan angka harapan hidup waktu lahir hampir tiga tahun. Angka harapan hidup waktu lahir untuk tahun 1988-1992 secara rata-rata ialah 63 tahun, yaitu sangat dekat dengan angka nasional. C.
Balita 1.
Pemberian makan bayi Sejak Desember 1990 program peningkatan pemberian ASI telah merupakan gerakan nasional. Tujuan program adalah mencapai suatu 40
daerah/masyarakat sayang bayi dengan berbagai program pelatihan dan pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Untuk menilai keberhasilan program peningkatan penggunaan ASI diperlukan indikator praktek menyusui untuk suatu daerah. WHO (1991) melakukan standarisasi indikator praktek menyusui dengan kerangka acuan bahwa jumlah indikator tidak terlalu banyak, mudah ditemukan dan diinterpretasi serta operasional. Indikator ditemukan dari data survai rumah tangga berdasar praktek pemberian makanan/menyusui dalam 24 jam terakhir. Beberapa indikator pokok adalah kejadian ASI/menyusui eksklusif, ASI hampir eksklusif, ASI penuh, MP-ASI, ASI lanjut 1 tahun, ASI lanjut 2 tahun, minum dengan botol. Indikator tambahan meliputi kejadian pernah disusui, menyusui dini, median lama menyusui. Macam dan definisi indikator praktek menyusui (WHO, 1991) adalah : 1. Kejadian ASI eksklusif : Proporsi bayi umur < 4 bulan yang mendapat ASI secara eksklusif (hanya ASI dapat menerima tetes atau sirup obat/vitamin). Bayi umur < 4 bulan (< 120 hari) yang mendapat ASI eksklusif dalam 24 jam terakhir Bayi umur < 4 bulan (< 120 hari) 2.
Kejadian ASI hampir eksklusif : Proporsi bayi umur < 4 bulan dengan sumber pokok makanan masih ASI (ASI dan cairan selain susu). Bayi umur < 4 bulan (< 120 hari) yang mendapat ASI hampir eksklusif dalam 24 jam terakhir Bayi umur < 4 bulan (120 hari) Catatan : Kejadian ASI penuh = ASI eksklusif + ASI hampir eksklusif.
3.
Kejadian makanan pendamping ASI (MP-ASI) : Proporsi bayi umur 6 - 9 bulan (180 - 299 hari) yang mendapat ASI dan makanan pendamping (lunak dan/padat). Bayi umur 6 - 9 bulan (180 - 299 hari) mendapat ASI dan MP-ASI dalam 24 jam terakhir Bayi hidup umur 6 - 9 bulan
4.
Kejadian ASI lanjut (1 tahun) : Proporsi anak umur 12 - 15 bulan yang mendapat ASI. Anak umur 12 - 15 bulan yang mendapat ASI dalam 24 jam terakhir Anak hidup umur 12 - 15 bulan
5.
Kejadian ASI lanjut (2 tahun) : Proporsi anak umur 20 - 23 bulan yang mendapat ASI. Anak umur 20 - 23 bulan yang mendapat ASI dalam 24 jam terakhir 41
Anak hidup umur 20 - 23 bulan 6.
Kejadian minum dengan botol (< 12 bulan) : Proporsi bayi umur < 12 bulan yang mendapat makanan atau minum dari botol dan dot. Bayi umur < 12 bulan (< 366 hari) minum dengan botol dalam 24 jam terakhir Bayi umur < 12 bulan (< 366 hari) Catatan : Untuk keperluan program dapat ditambahkan kejadian minum dengan botol pada bayi umur < 6 bulan. Indikator tambahan : a. b.
c.
d.
Kejadian pernah disusui : Proporsi bayi umur < 12 bulan yang pernah mendapat ASI. Kejadian menyusu dini : Proporsi bayi umur < 12 bl yang menyusu < 1 jam setelah lahir. Kejadian ASI eksklusif oleh ibu : Proporsi bayi umur < 4 bulan (< 120 hari) yang mendapat ASI secara eksklusif dari ibu sendiri. Median lama menyusui : Umur (dalam bulan) dimana 50 % anak tidak mendapat ASI. Dihitung dari rata-rata 1 bulan sebelum dan sesudahnya pada kelompok anak < 3 tahun.
Target Depkes RI secara nasional adalah jumlah ibu menyusui eksklusif meningkat dari 36% di tahun 1991 menjadi 54% diakhir Pelita V dan menjadi 94% diakhir Pelita VI. Hasil survai demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 menunjukkan 97% bayi berumur 0-3 bulan masih disusui dan menyusui eksklusif ditemukan sebesar 47%. Tidak terdapat laporan jenis indikator yang lain. Indikator praktek menyusui di daerah kabupaten Purworejo didapatkan dengan kuesioner form Balita pada rumah tangga dengan balita (Formulir terlampir). Analisis berdasar kelompok umur balita sesuai dengan jenis indikator. Data balita didaerah sampel kabupaten Purworejo berdasar kelompok umur dan asal dapat dilihat pada Tabel I.
42
Tabel I. Data balita di daerah sampel kabupaten Purworejo Perkotaan
Pedesaan
Jumlah
1586
11135
12721
Jumlah rumah tangga dengan balita
443
3270
3713
Jumlah balita
533
3821
4354
Jenis kelamin : laki-laki perempuan
279 254
1924 1897
2203 2151
Jumlah bawah tiga tahun
304
2225
2529
Jumlah bawah dua tahun
196
1412
1608
Jumlah bawah satu tahun
95
689
784
Jumlah bawah 4 bulan
29
223
252
Jumlah rumah tangga
Kejadian menyusui eksklusif (bayi dibawah 120 hari) sejumlah 31,3%; 8.3% mendapat cairan bukan susu selain ASI sehingga jumlah kejadian ASI penuh 39,6% (Tabel II). Untuk intervensi spesifik meningkatkan kejadian ASI eksklusif ditujukan pada kelompok umur dini yang sudah mendapat tambahan cairan maupun makanan padat. Terlihat pada Tabel III bahwa pada kelompok umur 0 bulan sampai 3 bulan secara berurutan 23, 50, 55, dan 70% telah mendapat tambahan minuman/makanan. Keadaan yang tidak menguntungkan ini mempengaruhi kejadian MP-ASI (81,4%). Pemberian makanan tambahan seharusnya baru diberikan pada umur 4-5 bulan sehingga target kejadian MPASI 100% (umur 6-9 bulan). Kejadian ASI lanjut 1 tahun cukup tinggi 89,7% dan sampai 2 tahun 59,2%; dengan median lama menyusui 22 bulan. Kejadian bayi dibawah umur 12 bulan yang pernah mendapat ASI cukup tinggi 98,7% akan tetapi kejadian menyusu secara dini (< 1 jam setelah lahir) sangat rendah (6,6%). Kejadian minum dengan botol < 6 bulan sebesar 10,3% dan < 12 bulan sebesar 15,8%. Tabel II. Indikator praktek menyusui (WHO, 1991) di Kabupaten Dati II Purworejo Jenis indikator
n
%
95% interval kepercayaan
Kejadian ASI eksklusif Kejadian ASI hampir eksklusif Kejadian ASI penuh
252 252 252
31,3 % 8,3 % 39,6 %
25,4 - 37,3 5,2 - 12,5 33,4 - 45,9
Kejadian MP-ASI
279
81,4 %
76,6 - 86,1
43
Kejadian ASI lanjut 1 th
263
89,7 %
85,4 - 93,1
Kejadian ASI lanjut 2 th
273
59,2 %
53,3 - 65,4
Kejadian minum dengan botol (< 12 bl) Kejadian minum dengan botol (< 6 bl)
784 387
15,8 % 10,3 %
13,2 - 18,4 7,2 - 13,5
Kejadian pernah disusui
784
98,7 %
96,7 - 98,8
Kejadian menyusu dini
784
6,6 %
4,8 - 8,4
Median lama menyusui
209
22 bulan
44
Tabel III. Pemberian makanan bayi berumur < 120 hari (%) di Kabupaten Purworejo Hanya ASI
ASI + cairan bukan susu
ASI + susu lain
ASI + makanan padat
Tidak ASI
0 - 29 (n = 55)
50,9
12,7
9,1
23,6
3,7
30 - 59 (n = 64)
35,9
10,9
1,6
50,0
1,6
60 - 89 (n = 70)
27,1
4,3
8,6
55,7
4,3
90 - 119 (n = 63)
14,3
6,3
4,8
69,8
4,8
Umur/hari
Implikasi program intervensi meliputi cara dan teknik pemberian ASI yang baik dan benar, ditujukan sejak kehamilan, persalinan dan perawatan bayi selanjutnya. Upaya ditekankan pada segera menyusui setelah melahirkan, tidak memberikan tambahan minuman/makanan dalam 4 bulan pertama, memberikan makanan tambahan pada umur 4-6 bulan, tetap menyusui sampai bayi berumur 24 bulan dan tidak menggunakan dot/botol. Indikator praktek menyusui untuk daerah perkotaan dan pedesaan di Purworejo dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Indikator praktek menyusui di Purworejo
45
Indikator praktek menyusui di perkotaan dan di pedesaan tidak berbeda secara statistik (p>0,05) kecuali kejadian minum dengan botol di daerah perkotaan lebih tinggi secara bermakna dibanding di daerah pedesaan. Tabel III.1 Indikator praktek menyusui di daerah perkotaan dan pedesaan Kabupaten dati II Purworejo Perkotaan Jenis indikator
n
Pedesaan n
X2 koreksi Yates
Kejadian ASI eksklusif Kejadian ASI hampir eksklusif Kejadian ASI penuh
29
31 % 3,5 % 34,5 %
223
31,4 % 8,9 % 40,3 %
p = 0,87
Kejadian MP-ASI
32
87,5 %
247
80,6 %
p = 0,48
Kejadian ASI lanjut 1 th
30
80,0 %
233
91,0 %
p = 0,12
Kejadian ASI lanjut 2 th
31
41,9 %
241
61,4 %
p = 0,06
Kejadian minum dengan botol (< 12 bl) Kejadian minum dengan botol (< 6 bl)
95 45
26,3 % 20,0 %
689 342
14,4 % 9,1 %
p = 0,004 p = 0,045
Kejadian pernah disusui
95
97,9 %
689
98,8 %
p = 0,87
2.
Morbiditas Balita a.
Dalam 3 bulan terakhir : 1. Kejang : sejumlah 314 (7,2%) balita pernah menderita kejang,
2.
35 diantaranya terjadi dalam 3 bulan terakhir dan hampir semua disertai panas (97%). Upaya dalam menghadapi balita dengan kejang sebagian besar melakukan kompres air dingin dan digosok minyak, hanya 10% mengganjal mulut dengan sesuatu. Sekitar 30% rumah tangga melakukan pengobatan sendiri, 20% mencari pertolongan puskesmas, 30% pada dokter dan bidan praktek swasta, sedang 10% pada dukun (tabel IV). Kelumpuhan : ditemukan 5 kasus balita dinyatakan lumpuh, setelah dilakukan pengecekan kunjungan rumah (peneliti dan dinas kesehatan) ternyata bukan akibat polio (tabel IV).
46
Tabel IV. Kejang, kelumpuhan, kecelakaan dan morbiditas balita I.
Kejang Frekuensi dlm 3 bl terakhir disertai panas
314( 7,2 %) 35(11,2 %) 34(97,1 %)
N = 4354 N = 314 N = 35
Upaya Pengobatan pada Kejang (n = 314) - Diganjal mulutnya dg sesuatu - Dikompres air dingin - Digosok minyak - Lain-lain
10,6 % 68,5 % 66,2 % 20,6 %
Mencari Pertolongan pada Kejang - Obati sendiri - Puskesmas/pustu - Bidan praktek - Dokter praktek - Dukun - RS pemerintah - RS & Klinik Swasta - Toko obat - Dibiarkan - Lain-lain II.
32,5 % 17,0 % 14,5 % 13,5 % 8,4 % 5,8 % 3,9 % 1,9 % 0,3 % 1,9 %
Kelumpuhan Kejadian kelumpuhan (n = 4354) Cek lapangan : minimal brain syndrome, post-meningitis Belum imunisasi (n = 5) Upaya pengobatan : ke Puskesmas ke dokter praktek/RS swasta ke dukun
3.
5(0,1 %)
1/5 1 2 2
Kecelakaan : terdapat suatu kecenderungan kecelakaan merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak di negara maju. Statistik kecelakaan jarang ditemukan karena tidak dicatat atau bila dicatat tidak lengkap/salah. Di daerah
Purworejo dalam 3 bulan terakhir jenis kecelakaan trauma 47
benda tajam dan jatuh menempati persentasi paling tinggi. Pada kelompok umur < 1 tahun jenis kecelakaan adalah jatuh, umur 1 tahun jatuh dan trauma benda tajam sedang 2-4 tahun berturut-turut trauma benda tajam, jatuh, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, digigit binatang berbisa (tabel V). Tabel V. Distribusi jenis kecelakaan (injury) dan umur balita (n = 4354) Distribusi jenis : 1. Trauma benda tajam 2. Jatuh 3. Kebakaran 4. Digigit binatang berbisa 5. Syok/pingsan 6. Keracunan 7. Kecelakaan lalu lintas Distribusi umur/ tahun: 1. Trauma benda tajam 2. Jatuh 3. Kebakaran 4. Digigit binatang berbisa 5. Syok/pingsan 6. Keracunan 7. Kecelakaan lalu lintas Jumlah
48
6,5 % 5,7 % 0,6 % 0,4 % 0,2 % 0,1 % 0,3 % 0
1
2-4
Jumlah
1 29 1 -
28 64 8 1 3 -
256 130 19 14 4 6 14
285 223 27 15 8 6 14
31
104
443
578
Gambar 2. Distribusi kecelakaan pada balita b.
Dalam 2 minggu terakhir : Sejumlah 1018 (23%) balita menyatakan sakit dalam 2 minggu terakhir dan distribusi penyakit dalam dilihat pada tabel VI. Diare berdarah sejumlah 15% dari kasus diare.
49
Tabel VI. Morbiditas balita dalam 2 minggu terakhir Di Kabupaten Purworejo N = 4354 (Perkotaan n = 533, Pedesaan n = 3821) Jenis
Perkotaan
%
Pedesaan
%
Total
%
Panas
75
14,1
427
11,2
502
11,5
Batuk
72
13,5
393
10,3
465
10,7
Pilek/Umbelen
92
17,3
565
14,8
657
15,1
-
-
5
0,13
5
0,11
19
3,6
127
3,3
146
3,4
5 10
26,3 52,6
16 63
12,6 49,6
21 73
14,4 50,0
Campak
-
-
35
0,9
35
0,8
Kejang
-
-
9
0,2
9
0,2
Kelumpuhan
-
-
-
-
-
-
Kopoken/Congek Mencret : darah lendir
Puskesmas, Toko obat dan diobati sendiri merupakan pilihan tempat pertolongan utama untuk mengobati gejala panas, batuk, pilek, mencret dan campak (tabel VII).
50
Tabel VII. Pilihan tempat pertolongan yang utama (%) morbiditas anak di kabupaten Purworejo Jenis penyakit
Panas
Batuk
Pilek
Mencret
Campak
1. RS Pemerintah
1,6
0,9
0,6
1,4
2,8
2. RS Swasta
0,7
0,2
0,3
-
-
26,9
23,9
19,6
30,8
25,7
4. Klinik Swasta
0,2
0,2
-
-
-
5. Posyandu
0,4
0,6
0,4
6,8
-
6. Dokter praktek swasta
7,2
8,2
5,2
7,5
8,8
7. Bidan praktek swasta
8,5
7,1
5,8
10,9
5,7
26,9
28,6
34,8
10,9
14,2
9. Dukun
2,4
0,9
0,4
-
-
10. Sinshe
0,2
-
0,3
-
-
14,7
13,1
14,0
21,2
31,4
12. Dibiarkan
7,6
13,1
15,9
6,1
11,4
13. Lainnya,......
2,8
3,2
2,7
4,1
-
3. Puskesmas/Pustu
8. Toko obat
11. Diobati sendiri
3.
Pelayanan preventif dan promotif balita a.
Distribusi vitamin A Program Pemerintah pemberian vitamin A pada semua balita (diatas 1 tahun) pada bulan Pebruari dan Agustus. Hasil analisis pemberian vitamin A (wawancara dengan menunjukkan bentuk kapsul) di Purworejo : pada bulan Pebruari 1994 30,5% dan bulan Agustus 22,6% tidak mendapat vitamin A. Sejumlah 12,7% balita tidak mendapat vitamin A dalam tahun 1994 (tabel VIII).
51
Tabel VIII. Jangkauan distribusi vitamin A bulan Pebruari dan Agustus 1994 di daerah dati II Purworejo Agustus (+) (+) Pebruari (-)
%
(-)
%
Total
%
1783
59,6
298
9,9
2081
69,5
532
17,8
379
12,7
911
30,5
2315
77,4
677
22,6
2992
100
Jangkauan distribusi vitamin A di daerah perkotaan dan pedesaan untuk bulan Pebruari 1994 tidak berbeda, sedang untuk bulan Agustus 1994 jangkauan lebih besar di daerah perkotaan (tabel IX). Tabel IX. Jangkauan distribusi vitamin A di daerah perkotaan Agustus (+) (+) Pebruari (-)
%
(-)
%
Total
%
247
67,1
14
3,8
261
70,9
71
19,3
36
9,8
107
29,1
318
86,4
50
13,6
368
100
Jangkauan distribusi vitamin A di daerah pedesaan Agustus (+) (+) Pebruari (-)
%
(-)
%
Total
%
1536
58,5
284
10,8
1820
69,3
461
17,6
343
13,1
804
30,7
1997
76,1
627
23,9
2624
52
100
b.
Penimbangan Pada balita umur dibawah 2 tahun sejumlah 9,1% tidak ditimbang dalam 3 bulan terakhir (tabel X). Tabel X. Frekuensi balita < 2 tahun, ditimbang dalam 3 bulan terakhir di kabupaten Purworejo Pernah
%
Tidak
%
Total
Perkotaan
163
88,1
22
11,9
185
Pedesaan
1107
91,3
105
8,7
1212
1270
90,9
127
9,1
1397
c.
Imunisasi Sejumlah 19% keluarga balita di pedesaan dan 1,5% di perkotaan menyatakan pernah memiliki Kartu Menuju Sehat/ Kartu Imunisasi. Akan tetapi hanya 75% yang masih dapat menunjukkan kartunya (tabel XI). Tabel XI. Distribusi balita yang pernah memiliki KMS/Kartu Imunisasi Punya KMS
%
Tidak
%
Total
Perkotaan
182
98,4
3
1,6
185
Pedesaan
1177
81,0
35
19,0
1212
1359
97,0
38
3,0
1397
Distribusi balita yang dapat menunjukkan KMS Dapat
%
Tidak dapat
%
Total
Perkotaan
134
72,4
51
27,6
185
Pedesaan
909
75,0
303
25,0
1212
1043
74,7
354
25,3
1397
53
Cakupan imunisasi dasar pada anak-anak usia 12-23 bulan di Kabupaten Purworejo cukup tinggi, tidak jauh berbeda dengan hasil yang ditemukan pada SDKI pada tahun 1994 (Tabel XII). Sebanyak 700 (83,7%) anak berusia antara 1 tahun sampai 2 tahun telah memperoleh imunisasi BCG, DPT dosis kedua, Polio dosis kedua dan campak. Sasaran yang dicanangkan oleh WHO untuk memberikan vaksinasi pada 90% anak pada tahun 2000 merupakan hal yang tidak mustahil, jika momentum EPI dengan ujung tombak Posyandu dan Puskesmas terus dipelihara dan ditingkatkan, dan peran kontak pelayanan kesehatan di sektor swasta semakin dimanfaatkan untuk memperluas cakupan imunisasi. Hasil analisis tempat pemberian imunisasi di antara anak yang telah memperoleh imunisasi lengkap menunjukkan bahwa sebagian besar anak memperoleh imunisasi di Posyandu, sedangkan peran pelayanan kesehatan swasta dalam pelayanan imunisasi masih rendah (Tabel XIII). Tabel XII. Cakupan imunisasi pada anak-anak menurut SDKI tahun 1991 dan 1994 dibandingkan hasil survai di Kabupaten Purworejo, 1995 Wilayah survai SDKI 1991 Jawa Tengah SDKI 1994 Jawa Tengah Survai CHNRL 1995
Cakupan imunisasi dasar dalam (%) BCG 83,5% 88,5% 91,1%
54
DPT 2
Polio 2
Campak
76,7% 82,8% 85,6%
76,8% 84,8% 85,4%
64,0% 73,7% 73,4%
Tabel XIII. Sebaran frekuensi pemberian imunisasi pada anak usia 12-23 bulan yang telah memperoleh imunisasi lengkap (n=700) menurut tempat pelayanan imunisasi Tempat pelayanan
BCG
RS Pemerintah RS Swasta Puskesmas/Pustu Klinik Swasta Posyandu Dokter Praktek Swasta Bidan Praktek Swasta Tempat lain Tak ada keterangan Total
DPT 2
Polio 2
Campak
2,0% 1,3% 30,8% 1,3% 52,0% 1,2% 3,6% 1,1% 0,4%
1,3% 1,2% 31,8% 0,9% 51,0% 1,5% 3,4% 1,5% 0,3%
1,3% 1,1% 32,8% 0,8% 50,9% 1,5% 2,9% 2,0% 0,3%
1,5% 1,3% 35,2% 1,0% 55,2% 1,8% 3,1% 0,7% 0,2%
100%
100%
100%
100%
Keberhasilan program imunisasi dipengaruhi pula oleh umur pada waktu imunisasi diberikan. Vaksin sebaiknya diberikan seawal mungkin, sejauh tidak ada interferensi yang berarti dari antibodi maternal. Dari data penelitian di antara anak berusia 12-23 bulan yang telah memperoleh imunisasi lengkap diketahui bahwa BCG diberikan rata-rata pada umur 63 hari (2 bulan), DPT dosis kedua pada usia 125 hari (4 bulan). Polio dosis kedua pada usia 125 hari (4 bulan), dan Campak pada usia 278 hari (9 bulan).
55
D.
Status Kesehatan Reproduksi Bab dibawah ini merupakan deskripsi status kesehatan reproduksi di Purworejo berdasarkan hasil survai dasar kesehatan ibu, yang mencakup evaluasi program (cakupan) dan evaluasi hasil (insidensi dan kecenderungan penyakit). 1.
Cakupan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dievaluasi berdasar cakupan program pada masyarakat. Program pelayanan kesehatan yang dievaluasi pada survai ini adalah pemeriksaan ibu hamil, cakupan imunisasi, pemakaian zat besi, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih, rujukan ibu hamil dengan risiko tinggi, dan cakupan pelayanan kontrasepsi (Tabel I). Tabel I. Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi Macam pelayanan Pemeriksaan ibu hamil 4 kali Imunisasi ibu hamil Pemberian tablet besi Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Pertolongan oleh tenaga terlatih Rujukan ibu hamil risiko tinggi Pelayanan kontrasepsi dengan metoda efektif
Persen 96,1% 75,9% 85,5% 38,9% 51,1% 0,9% 53,8%
Tabel I. menunjuk cakupan pelayanan kesehatan. Cakupan pemeriksaan ibu hamil telah mencapai target yang ditetapkan secara nasional (80%). Pemeriksaan kehamilan dilakukan baik di rumah sakit, Puskesmas, Posyandu dan petugas kesehatan yang berpraktek swasta. Sejumlah 96,1% menjalankan perawatan kehamilan dan pemeriksaan kehamilan, tersering dilakukan oleh bidan di Puskesmas maupun di praktek swasta. Secara kuantitas perawatan kehamilan dengan 4 kali pemeriksaan telah tercapai (81,8%), akan tetapi secara kualitas masih menjadi pertanyaan apabila diukur dengan umur kehamilan saat pemeriksaan dan macam perawatan kehamilan yang diberikan.
Cakupan imunisasi ibu hamil belum mencapai target yang ditetapkan secara nasional (80%). Imunisasi TT telah dikerjakan oleh wanita usia reproduksi yang telah menikah (75,9%), baik pada masa sebelum hamil dan pada waktu hamil, paling sedikit dengan 2 kali suntikan TT (67,2%). Kualitas imunisasi masih menjadi masalah, apakah diberikan pada waktu yang tepat, dan 56
penyimpanan serta pemberian imunisasi secara benar oleh petugas kesehatan kepada ibu hamil. Cakupan cara pemberian tablet besi telah mencapai target secara nasional (80%). Tablet besi diberikan oleh petugas kesehatan baik oleh tenaga medik maupun tenaga non medik institusional. Cakupan tablet besi sebanyak 85,5% adalah yang diberikan hanya oleh tenaga institusional. Pemberian atau perolehan tablet zat besi yang non institusional, baik oleh toko obat, apotik, saudara wanita hamil ataupun dari sumber lain belum diperhitungkan. Cakupan pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan masih rendah (38,9%), dan hampir 92% dikerjakan oleh bidan di puskesmas, rumah bersalin, rumah bidan, ataupun di rumah ibu. Pertolongan persalinan oleh dokter spesialis kurang dari 4%, yaitu persalinan rujukan oleh petugas kesehatan, dukun, keluarga pasien, dan pasien yang datang sendiri ke rumah sakit atau puskesmas dengan fasilitas mondok. Yang masih menjadi masalah adalah banyaknya persalinan dirumah (home delivery, 74,5%) dan persalinan oleh dukun terlatih maupun tidak terlatih. Disamping itu fasilitas pertolongan persalinan yang tersedia untuk persalinan dirumah, khususnya persalinan dengan komplikasi belum adekuat. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih cukup tinggi (51,1%), hampir semuanya dilakukan oleh dukun. Yang menjadi masalah adalah pertolongan persalinan pada wanita dengan risiko tinggi kehamilan dan persalinan, apakah dukun mempunyai kemampuan sebagai tenaga terlatih, mampu merujuk dan mampu menyelesaikan masalah transportasi. Cakupan rujukan ibu hamil risiko tinggi sangat rendah (0,9%). Yang menjadi masalah adalah kualitas perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan. Walaupun cakupan perawatan kehamilan tinggi namun kualitas perawatan kehamilan perlu dipertanyakan dengan kenyataan rendahnya angka rujukan, tingginya persalinan dirumah oleh petugas non kesehatan, dan relatif tingginya morbiditas ibu hamil dan persalinan, khususnya pada wanita dengan risiko tinggi. Disamping itu perlu dipertimbangkan masalah pengetahuan, sikap dan perilaku wanita usia reproduksi pada kesehatan reproduksi. Target akseptor kontrasepsi secara nasional (70%) di Purworejo telah tercapai (71,7% wanita dalam masa reproduksi yang telah menikah menggunakan kontrasepsi baik kontrasepsi hormonal, mekanis, sederhana, atau sterilisasi), dan cakupan kontrasepsi dengan metoda efektif 53,8%. Hasil ini sesuai dengan hasil SDKI tahun 1994. Untuk meningkatkan akseptabilitas cara 57
kontrasepsi efektif dan jumlah akseptor perlu adanya kendali mutu dan peningkatan kualitas pelayanan KB ditingkat komunitas. 2.
Indikator Kesehatan Reproduksi Indikator kesehatan reproduksi yang akan diuraikan adalah abortus, persalinan preterm, bayi lahir mati, dan kematian neonatal (Tabel II). Tabel II. Indikasi kesehatan reproduksi Indikator Abortus Persalinan preterm Stillbirth Kematian neonatal
Persen 4,3% 4,8% 5,9% 1,5%
Frekuensi abortus (keluarnya hasil konsepsi sebelum umur kehamilan 22 minggu) masih tinggi (4,3%). Yang menjadi pertanyaan apakah kejadian abortus pada kehamilan awal dapat ditentukan dengan cara wawancara. Penyebab abortus antara lain terkait dengan faktor reproduksi waktu sebelum hamil maupun pada waktu hamil. Faktor psiko-behavioral, sosial ekonomi dan perawatan kehamilan dapat berpengaruh terhadap frekuensi abortus.
Persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi dengan umur kehamilan kurang 37 minggu, terdapat pada 4,8%. Masih relatif tingginya persalinan preterm dapat sebagai petunjuk masih rendahnya status kesehatan reproduksi. Yang menjadi masalah dalam menentukan persalinan preterm adalah tingkat pendidikan responden yang pada umumnya tidak begitu pasti mengetahui kapan menstruasi yang terakhir. Penyebab tersering untuk terjadinya persalinan preterm adalah psiko-behavioral, sosial ekonomi dan perawatan kehamilan, khususnya dalam penanganan infeksi pada kehamilan yang merupakan penyebab tersering terjadinya persalinan preterm. Disamping itu kualitas pelayanan persalinan preterm masih relatif kurang optimal, sesuai dengan tingkat pelayanan sekunder. Frekuensi bayi lahir mati (stillbirth), baik yang terjadi pada kehamilan maupun dalam persalinan, masih relatif tinggi (5,9%). Yang menjadi masalah apakah kematian bayi tersebut terjadi pada waktu kehamilan, yang sangat erat hubungannya dengan status kesehatan ibu hamil. Sedangkan kematian bayi yang terjadi dalam persalinan tersering disebabkan oleh pertolongan persalinan yang tidak adekuat. 58
Kematian neonatal, adalah kematian bayi baru lahir sampai bayi umur 1 bulan (1,47%), dan merupakan 56,3% kasus bayi yang meninggal. Kematian ini masih relatif tinggi dibanding negara maju dan relatif rendah dibanding dengan angka kematian neonatal secara nasional. Hal ini dapat sebagai penunjuk bahwa status kesehatan reproduksi wanita, baik sebelum hamil, selama hamil dan persalinan relatif rendah. Perawatan kehamilan juga merupakan faktor yang penting umtuk terjadinya kematian neonatal. Kematian tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik faktor psiko-behavioral, sosial ekonomi dan perawatan postnatal. 3.
Deskripsi wanita 10-49 tahun Dari survai yang dilakukan pada 12.721 kepala keluarga di Kabupaten Purworejo didapat sebanyak 14.126 wanita pada usia 10-49 tahun, 86,6% tinggal di pedesaan dengan umur rata-rata wanita adalah 26,9 + (11,3) tahun, umur rata-rata menarche adalah 11,9 (+ 6,1) tahun. Terdapat 58,1% wanita yang telah menikah, dengan umur rata-rata menikah 18,8% (+ 4) tahun. Umur termuda menikah adalah 9 tahun dan umur tertua menikah adalah 42 tahun. Wanita yang menikah dibawah umur reproduksi sehat mencakup wanita yang menikah pertama kali dibawah 17 tahun (24,2%), dibawah umur 20 tahun (63,2%) dan diatas umur 30 tahun (1,3%). Diantara wanita yang telah menikah tersebut 4,4% menopause. Dari wanita mampu reproduksi yang belum pernah hamil sebanyak 7%.
4.
Status reproduksi Status kesehatan reproduksi mencakup kesehatan dan pelayanan kesehatan baik pada kehamilan, persalinan dan masa interval. Dari 8215 wanita yang telah menikah terdapat 94,3% pernah hamil dan rata-rata jumlah anak 3,2 (+ 1,9). Terdapat kehamilan risiko tinggi pada 38,6 % wanita pernah hamil, 18,8% kehamilan pertama (primigravida) dan 19,8% kehamilan yang kelima atau lebih (grande multigravida). Primigravida meningkatkan risiko untuk terjadinya morbiditas persalinan dan perinatal meningkat, sedangkan grande multipara meningkatkan risiko terjadinya partus lama dan perdarahan pasca persalinan.
Tabel III. Gejala/keluhan selama hamil
Gejala/keluhan
Perkotaan (n = 38) n
Pedesaan (n = 398)
(%) 59
n
(%)
Total (n = 436) n
(%)
Perdarahan jalan lahir Kejang-kejang/stuip Bengkak muka, tangan, kaki Panas tinggi Panas tinggi, kumat-kumatan Sakit pada perut bawah Keluar cairan berbau Kencing terasa sakit Mata/kulit kuning Makan/minum mau muntah Lainnya
1 0 2 1 1 1 2 1 0 9 4
2.6 0.0 5.3 2.6 2.6 2.6 5.3 2.6 0.0 23.7 10.5
4 1 19 11 13 64 18 14 6 112 46
1.0 0.3 4.8 2.8 3.3 16.1 4.5 3.5 1.5 28.1 11.6
5 1 21 12 14 65 20 15 6 121 50
1.1 0.2 4.8 2.8 3.2 14.9 4.6 3.4 1.4 27.8 11.5
Tabel III. menunjuk distribusi morbiditas kehamilan, persalinan dan nifas. Pada waktu hamil keluhan tersering adalah emesis dan hiperemesis gravidarum (27,8%) dan bengkak pada tangan dan kaki (oedem++) sebanyak
4,8%. Oedem abnormal merupakan indikator untuk terjadinya pre-eklamsia, yang meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas baik ibu dan anak. Infeksi saluran kencing (traktus urogenitalis) dan adanya fluor albus merupakan keluhan tersering yang terdapat pada wanita hamil dan hal ini disebabkan karena adanya infeksi pada sistema urogenital (8%). Perdarahan sebelum persalinan (perdarahan antepartum) terjadi pada 12,9%, yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu dan anak.
Tabel IV. Penyakit pada kehamilan
Masalah yang ditanyakan
Perkotaan (n = 280) n
TBC Diabetes Tekanan darah tinggi Malaria Penyakit jantung Penyakit lever Anemia
(%) 0 0 6 2 0 0 18
0.0 0.0 23.1 7.7 0.0 0.0 69.2
Pedesaan (n = 2165) n 5 1 26 41 3 8 301
(%) 1.4 0.3 7.5 11.9 0.9 2.3 87.2
Total (n = 2445) n 5 1 32 43 3 8 319
(%) 0.2 0.04 1.3 1.8 0.1 0.3 13
Tabel IV. menunjuk penyakit pada kehamilan. Penyakit primer pada ibu yang sedang hamil yang sering adalah anemia 13%, baik kemungkinan karena gizi maupun oleh karena penyakit kronis. Penyakit kronis yang lain yang menaikkan risiko morbiditas baik ibu dan anak adalah penyakit jantung (0,1%), 60
tekanan darah tinggi (1,3%), dan tuberkulosa (0,2%). Sedangkan malaria masih relatif tinggi pada ibu hamil (1,8%).
61
Tabel V. Morbiditas persalinan
Masalah Kesehatan
Perkotaan (n = 19) n
Pendarahan jalan lahir Kejang-kejang/stuip Persalinan >24 jam Posisi bayi tidak baik Ari-ari keluar < 1jam dari bayi Panas tinggi Bedah perut Lainnya
Pedesaan (n = 287)
(%) 0 0 0 0 0 0 0 1
n
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.3
Total (n = 306)
(%) 9 0 14 7 1 5 0 6
n
3.1 0.0 4.9 2.4 0.3 1.7 0.0 2.1
(%) 9 0 14 7 1 5 0 7
2.9 0.0 4.6 2.3 0.3 1.6 0.0 2.3
Tabel V. menunjuk distribusi morbiditas persalinan. Morbiditas persalinan yang tersering adalah partus lama, yaitu persalinan yang lebih dari 24 jam terjadi pada 4,6% kasus persalinan. Partus lama ini sangat erat hubungannya dengan multi paritas, umur ibu serta tingkat sosial ekonomi. Partus lama dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan, dan perdarahan yang terjadi ada waktu persalinan (2,9%) tersering oleh karena tindakan pertolongan persalinan. Sedangkan kelainan letak dan presentasi terjadi pada 2,3% kasus persalinan. Tabel VI. Morbiditas nifas
Masalah kesehatan
Perkotaan (n = 19) n
Pendarahan jalan janin Kejang-kejang/stuip Panas tinggi Sakit perut bagian bawah Keluar cairan bau Payudara sakit Kencing terasa sakit Sakit dipunggung bawah Lainnya
Pedesaan (n = 287)
(%) 1 0 0 0 0 5 1 2 0
5.3 0.0 0.0 0.0 0.0 26.3 5.3 10.5 0.0
n
(%) 12 2 4 11 4 85 13 37 3
4.2 0.7 1.4 3.8 1.4 29.6 4.5 12.9 1.0
Total (n = 306) n
(%) 13 2 4 11 4 90 14 39 3
4.2 0.7 1.3 3.6 1.3 29.4 4.6 12.7 1.0
Tabel VI. menunjuk morbiditas nifas. Kelainan pada nifas yang tersering adalah infeksi saluran traktus urogenitalis (5,9%). Perdarahan post partum terjadi pada 4,2% kasus persalinan. Keluhan menyusui yaitu adanya pembengkakan payudara maupun adanya lecet dan infeksi payudara sewaktu nifas terjadi pada 29,4% kasus. 5.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi
62
Pelayanan kesehatan reproduksi mencakup pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas. Dari 7330 wanita hamil yang pernah mendapat vaksin TT sebanyak 75,9% dan yang mendapat zat besi adalah 85,5%. Hanya 18,7% wanita yang pernah hamil mempunyai KMS ibu hamil. Cakupan KMS ibu hamil yang rendah menunjuk juga kualitas perawatan kehamilan yang tidak adekuat. Tabel VII. Tempat melahirkan
Di mana ibu melahirkan Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Puskesmas/Pustu Klinik Swasta Rumah Sakit Bersalin Polindes Di Rumah Ibu Lainnya Total
Perkotaan n
(%)
Pedesaan n
(%)
Total n
(%)
34 21 1 24 44 0 62 94
12.1 7.5 0.4 8.6 15.7 0.0 22.1 33.6
144 48 18 60 41 9 1760 85
6.7 2.2 0.8 2.8 1.9 0.4 81.3 3.9
178 69 19 84 85 9 1822 179
7.3 2.8 0.8 3.4 3.5 0.4 74.5 7.3
280
100.0
2165
100.0
2445
100.0
Tabel VII. menunjuk tempat melahirkan. Dari 2445 wanita yang melahirkan sebelumnya, 74,5% bersalin dirumah ibu sendiri, dan hanya 3,5% persalinan dirumah bersalin . Wanita hamil dengan risiko tinggi kemungkinan juga bersalin di rumah, sehingga morbiditas ibu dan anak relatif tinggi. Persalinan di rumah sakit terdapat pada 11,1% dan persalinan ini termasuk persalinan abnormal, baik yang datang sendiri ke rumah sakit maupun sebagai pasien rujukan oleh bidan ataupun dukun.
63
Tabel VIII. Penolong persalinan
Penolong persalinan
Perkotaan n
(%)
Pedesaan n
(%)
Total n
(%)
Ibu sendiri Suami Ibu mertua Keluarga yang lain Dukun tak terlatih Dukun terlatih Perawat / bidan Dokter Lainnya,...
2 0 0 0 2 32 224 20 0
0.7 0.0 0.0 0.0 0.7 11.4 80.0 7.1 0.0
21 10 14 15 169 1218 651 56 11
1.0 0.5 0.6 0.7 7.8 56.3 30.1 2.6 0.5
23 10 14 15 171 1250 875 76 11
0.9 0.4 0.6 0.6 7.0 51.1 35.8 3.1 0.4
Total
280
100.0
2165
100.0
2445
100.0
Tabel VIII. menunjukkan penolong persalinan. Pertolongan persalinan di rumah pada umumnya dilakukan oleh dukun terlatih (51,1%) dan dukun tidak terlatih 7%. Bidan menolong persalinan pada 35,89%, sedangkan dokter hanya menolong persalinan pada 3,1% kasus. 6.
Status Keluarga Berencana Deskripsi Status Keluarga Berencana di Kabupaten Purworejo mencakup distribusi cara kontrasepsi, pengaruh samping dan komplikasi kontrasepsi dan pelayanan kontrasepsi. Dari 6117 wanita yang menikah yang pernah menggunakan kontrasepsi sebanyak 71,7%. Alasan utama mereka menggunakan cara kontrasepsi terbanyak untuk mengatur jumlah anak 57,8%. Mereka yang sudah tidak menginginkan anak lagi sebanyak 34,5%, dan seharusnya pasien ini akan lebih efektif apabila menggunakan cara sterilisasi. Dari wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi alasan utamanya adalah suami tidak setuju (38,5%), tidak cocok atau tidak nyaman (7,7%) dan biaya mahal (23,1%). Sebagian besar yang tidak menggunakan kontrasepsi tersebut menggunakan alasan yang tidak jelas (30,8%).
Tabel IX. cara kontrasepsi 64
Cara/alat KB Tidak KB Pil IUD/AKDR/Steril Suntikan Intravag/Tisu Kondom Norplan/Implan/Susuk Steril wanita Steril pria Pantang berkala Senggama terputus Lainnya, ... Total
Perkotaan n
Pedesaan
(%)
n
(%)
Total n
(%)
202 125 177 154 3 29 59 57 11 51 7 2
23.0 14.3 20.2 17.6 0.3 3.3 6.7 6.5 1.3 5.8 0.8 0.2
1529 691 762 888 8 61 923 198 65 84 25 6
29.2 13.2 14.5 16.9 0.2 1.2 17.6 3.8 1.2 1.6 0.5 0.1
1731 816 939 1042 11 90 982 255 76 135 32 8
28.3 13.3 15.4 17.0 0.2 1.5 16.1 4.2 1.2 2.2 0.5 0.1
877
100.0
5240
100.0
6117
100.0
Tabel IX. menunjuk distribusi cara kontrasepsi. Distribusi cara kontrasepsi yang terbanyak adalah suntikan (progestogen, 23,8%), Norplan (progestogen, 22,4%) dan pil kontrasepsi (kombinasi progestogen dan estrogen, 18,6%). Sedangkan IUD (alat kontrasepsi dalam rahim) pada 21,4%. Sterilisasi yang merupakan cara yang paling sesuai untuk pasangan yang tidak menginginkan anak lagi terdapat pada 7,5%, baik sterilisasi laki-laki maupun wanita. Dari wanita yang pernah menggunakan cara kontrasepsi, yang pernah dipakai adalah 44,5% pemakai pil, 31% pemakai IUD dan 52,7% pemakai suntikan. Cara KB yang tidak termasuk metode kontraseptif efektif terpilih (MKET) yang pernah digunakan adalah kondom (6,3%) dan cara KB sederhana (senggama terputus dan pantang berkala 4,8%).
65
Tabel X. Masalah kesehatan utama selama menggunakan alat/cara KB
Masalah utama Berat badan naik Berat badan turun Perdarahan jalan lahir Darah tinggi Sakit kepala Mual Tidak haid Lelah/lemah Keputihan Lainnya, ... Total
Perkotaan n
Pedesaan
(%)
n
(%)
Total n
(%)
15 1 5 3 14 2 49 4 3 65
9.3 0.6 3.1 1.9 8.7 1.2 30.4 2.5 1.9 40.4
78 5 28 8 92 26 272 20 20 183
10.7 0.7 3.8 1.1 12.6 3.6 37.2 2.7 2.7 25.0
93 6 33 11 106 28 321 24 23 248
10.4 0.7 3.7 1.2 11.9 3.1 35.9 2.7 2.6 27.8
161
100.0
732
100.0
893
100.0
Tabel X. menunjukkan adanya masalah kesehatan pada akseptor KB. 20,8% akseptor mengalami keluhan, dan tidak haid merupakan keluhan tersering (41,2%). Hal ini sesuai dengan prevalensi akseptor KB yang terbanyak yaitu suntikan dan Norplan. Keluhan lain yang juga sering terjadi adalah pusing (25%), umumnya adalah akseptor pil. Perdarahan abnormal, baik berupa perdarahan bercak atau perdarahan diluar siklus yang normal terjadi pada 6% akseptor dan umumnya adalah akseptor suntikan dan IUD. Keputihan terjadi pada 7,4% dari kasus dan keluhan ini tersering pada akseptor IUD. Begitu juga keluhan berat badan yang naik (28,2%) terdapat pada pemakai kontrasepsi hormonal (injeksi dan norplan).
66
7.
Pelayanan Kontrasepsi Pelayanan kontrasepsi mencakup konsultasi, informasi dan edukasi mengenai kontrasepsi, pelayanan metoda kontrasepsi dan pengatasan komplikasi atau pengaruh samping kontrasepsi. Tabel XI. Pelaksana memasang kontrasepsi
Orang yang membantu Tidak KB Dokter Bidan Perawat Dukun terlatih Dukun tidak terlatih PLKB Teman Keluarga Sendiri Total
Perkotaan n
Pedesaan
(%)
n
Total
(%)
n
(%)
204 172 309 1 0 0 12 4 1 174
23.3 19.6 35.2 0.1 0.0 0.0 1.4 0.5 0.1 19.8
1541 588 2387 23 2 1 168 15 2 513
29.4 11.2 45.6 0.4 0.0 0.0 3.2 0.3 0.0 9.8
1745 760 2696 24 2 1 180 19 3 687
28.5 12.4 44.1 0.4 0.0 0.0 2.9 0.3 0.0 11.2
87
100.0
5240
100.0
6117
100.0
Tabel XI. menunjuk pelaksana KB. Pemberi pelayanan KB tersering adalah bidan (77,2%), baik bidan yang berpraktek di puskesmas maupun praktek swasta. Dokter hanya melayani sebanyak 17,3% akseptor KB, sedangkan PLKB melayani hanya kurang lebih pada 9% akseptor yaitu dengan cara pemberian pil atau kondom. Dukun tidak pernah memberikan pelayanan kontrasepsi.
67
Tabel XII. Temapt pelayanan kontrasepsi
Alat/cara KB Tidak KB Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Puskesmas/Pustu Klinik swasta Rumah Sakit Bersalin Dokter praktek swasta Bidan praktek swasta Posyandu Apotik/Toko obat PLKB TKBK/TMK Pos KB/PPKBD Safari KB Rumah sendiri Lainnya, ... Total
Perkotaan n
Pedesaan
(%)
n
Total
(%)
n
(%)
203 71 41 203 17 18 73 61 74 17 5 2 6 18 61 7
23.1 8.1 4.7 23.1 1.9 2.1 8.3 7.0 8.4 1.9 0.6 0.2 0.7 2.1 7.0 0.8
1528 240 76 2020 16 7 95 290 322 20 94 14 184 200 117 17
29.2 4.6 1.5 38.5 0.3 0.1 1.8 5.5 6.1 0.4 1.8 0.3 3.5 3.8 2.2 0.3
1731 311 117 2223 33 25 168 351 396 37 99 16 190 218 178 24
28.3 5.1 1.9 36.3 0.5 0.4 2.7 5.7 6.5 0.6 1.6 0.3 3.1 3.6 2.9 0.4
877
100.0
5240
100.0
6117
100.0
Tabel XII. menunjuk tempat pelayanan KB. Tempat pelayanan KB yang tersering dikunjungi adalah Puskesmas (67,7%). Bidan praktek swasta melayani sebanyak 10% akseptor dan Posyandu melayani sebagian kecil dari akseptor (16,3%). Pelayanan kontrasepsi oleh pos KB (PPKBD) adalah 18,8% dan pelayanan KB sewaktu safari sebanyak 7,3%. Sebagian kecil pelayanan KB (< 10%) dilakukan di dokter praktek swasta, rumah bersalin, dan klinik swasta. Sedangkan pelayanan kontrasepsi yang non institusional (apotik, toko obat, dan dari keluarga adalah 9,7%.
68
Tabel XIII. Upaya mengatasi pengaruh samping kontrasepsi
Tempat
Perkotaan (n = 161) n
Rumah Sakit Pemerintah Rumah Sakit Swasta Puskesmas/Pustu Klinik swasta Rumah Sakit Bersalin Dokter praktek swasta Bidan praktek swasta Posyandu Polindes Apotik/Toko obat PLKB TKBK/TMK Pos KB/PPKBD Safari KB Dukun Teman/Keluarga Tidak dimana-mana
(%) 3 5 40 1 2 30 20 5 4 6 1 1 12 53
1,9 3,1 24,8 0,6 1,2 18,6 12,4 3,1 2,5 3,7 0,6 0,1 7,5 32,9
Pedesaan (n = 762) n 10 12 283 3 0 23 111 28 12 23 7 1 49 239
(%) 1,4 1,6 38,7 0,4 0 23,1 15,2 3,8 1,6 3,1 1 0,1 6,7 32,7
Total (n = 893) n 13 17 323 4 2 53 131 33 16 29 8 1 1 61 292
(%) 1,5 1,9 36,2 0,4 0,2 5,9 14,7 3,7 1,8 3,2 0,9 1,1 0,1 6,8 32,7
Tabel XIII. menunjuk upaya mengatasi pengaruh samping kontrasepsi. Upaya akseptor kontrasepsi untuk memecahkan masalah kesehatan yang terkait keluarga berencana adalah di Puskesmas (36,2%) dan bidan praktek swasta (14,7). Pada dokter praktek swasta hanya 5,9% kasus yang datang untuk mengatasi masalah kontrasepsi yang digunakan. 3,7% kasus yang berkaitan dengan kontrasepsi datang ke Posyandu dan 32,7% kasus kelainan kesehatan akibat komplikasi cara kontrasepsi tersebut diatasi sendiri. Usaha pengatasan komplikasi kontrasepsi ke PLKB, Polindes dan Pos KB adalah rendah (< 2%). Sebagian besar keluhan yang tidak diusahakan pemecahannya oleh karena pasien telah mendapat konsultasi sebelumnya, adalah amenore dan keluhan ini terjadi pada 29,4% akseptor suntik maupun Norplan. Masalah non-medik yang dikeluhkan oleh akseptor hanya pada 13 kasus dari 4388 akseptor. Masalah tersering yang sering disampaikan adalah repot pada 2 kasus, sedangkan yang terkait dengan biaya dan sukarnya mendapatkan cara kontrasepsi tersebut masing-masing adalah 1 kasus.
69
8.
Implikasi a.
Kesehatan reproduksi Peningkatan kualitas perawatan kehamilan sangat diperlukan, baik dengan cara konseling, pemeriksaan kehamilan yang berkualitas dan pengamatan yang menerus pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk morbiditas ibu dan anak. Peningkatan kualitas imunisasi perlu ditingkatkan dengan: penyediaan dan cara pemberian imunisasi yang benar, waktu pemberian imunisasi yang tepat pada waktu sebelum hamil dan pada waktu hamil. Disamping itu perlu juga diperhatikan umur kehamilan pada saat pemberian imunisasi, jarak pemberian antara imunisasi pertama dengan berikutnya, dan banyaknya imunisasi yang diperlukan untuk mendapatkan nilai pencegahan yang optimal. Peningkatan efektifitas pemberian tablet besi juga perlu ditingkatkan melalui penyuluhan maupun kunjungan aktif ke rumah wanita hamil, khususnya pada wanita yang mempunyai risiko tinggi untuk anemia. Dengan kunjungan rumah dapat diharapkan bahwa pemberian tablet zat besi akan lebih efektif untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan. Disamping itu perlu juga dimanfaatkan jalur non institusional, baik melalui apotik, toko obat, kelompok kegiatan sosial maupun pemuka masyarakat. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang sesuai perlu ditingkatkan, disamping perlunya peningkatan kualitas pertolongan persalinan (khususnya pada ibu-ibu hamil dengan risiko tinggi). Perlu juga ditingkatkan sarana prasarana untuk pertolongan kehamilan sehingga dapat terjangkau oleh wanita dengan risiko tinggi persalinan. Penyuluhan di masyarakat melalui jalur institusional (petugas kesehatan maupun non kesehatan) dan jalur non institusional (organisasi sosial, pemuka masyarakat maupun agama) perlu ditingkatkan, agar kualitas kesehatan ibu meningkat. Sistem rujukan perlu ditingkatkan secara efektif dari tingkat dasar sampai ke tingkat rujukan pelayanan rumah sakit, termasuk juga sarana transportasi. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih masih perlu ditingkatkan. Disamping juga peningkatan pelatihan untuk tenaga terlatih tersebut, sarana dan prasarana untuk pertolongan persalinan 70
yang adekuat perlu disediakan dan diberikan pelatihan cara penggunaan kepada petugas yang dilatih. Cakupan rujukan ibu hamil risiko tinggi perlu ditingkatkan, sejak dari tingkat komunitas yaitu dari tingkat masyarakat, agar mampu menilai apakah termasuk wanita dengan risiko tinggi kehamilan dan persalinan, sampai ke tingkat petugas kesehatan di pondok bersalin, puskesmas maupun di rumah sakit. b.
Keluarga Berencana Peningkatan cakupan cara kontrasepsi yang efektif (IUD, norplan, injeksi, dan sterilisasi) diperlukan khususnya pada wanita yang dengan risiko tinggi untuk kehamilan dan persalinan. Khususnya cara sterilisasi perlu dipromosikan untuk wanita yang sudah tidak menginginkan anak lagi. Dalam hal ini penyuluhan ditingkat masyarakat perlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas baik sebelum penggunaan kontrasepsi yaitu melalui penyuluhan atau konseling (bukan motivasi) penggunaan KB yang rasional perlu disebarluaskan, tidak hanya pada calon akseptor tetapi juga untuk petugas keluarga berencana. Jalur non institusional perlu dimanfaatkan untuk menyebarluaskan dan mengatasi masalah kontrasepsi, baik melalui organisasi sosial di masyarakat, pemuka masyarakat dan agama, apotik, toko obat dan koperasi.
71
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang mencakup jumlah rumah tangga sekitar 15.000 memerlukan pengelolaan proses pengumpulan, pengolahan, dan analisa data secara terinci dan seksama. Kemudahan dalam proses penelitian ini oleh karena adanya dukungan tenaga pengumpul data dan pelaksana administrasi penelitian serta diselesaikannya perangkat lunak pemasukan data pengelolaan dan analisa yang ditujukan secara khusus pada penelitian ini. Disamping itu rancangan sampling secara berjenjang menggunakan kerangka sampel yang pernah dipakai oleh BPS mempermudah proses pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Sampel yang terpilih sebagian besar bertempat tinggal di daerah pedesaan dan memiliki jumlah anggota rumah tangga rata-rata empat orang serta fasilitas penerangan listrik hanya sekitar separo dari jumlah rumah tangga yang terpilih. Rendahnya kualitas sumber air minum dan kemungkinan kontaminasinya dengan tempat pembuangan kotoran merupakan suatu masalah yang tersendiri dan memerlukan penanganan yang lebih serius. Meskipun daerah penelitian ini tidak tergolong sangat miskin kondisi perumahan yang dilihat dari jenis lantai dan dinding rumahnya menyerupai daerah miskin, yaitu hampir 50% rumah terdiri dari lantai tanah dan temboknya tidak berasal dari semen atau beton. Angka kematian bayi dan anak dalam 10-15 tahun terakhir ini mengalami penurunan yang cukup bermakna. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengukuran angka kematian dengan cara tidak langsung sangat dianjurkan sedangkan cara langsung melalui survey tidak dapat diandalkan, oleh sebab itu diperlukan pengamatan dan pengumpulan secara longitudinal seperti yang sekarang ini sedang dikembangkan. Angka kesakitan pada anak usia balita didominasi oleh penyakit saluran pernafasan atas, batuk dan mencret. Pengobatan dilakukan hanya sebagian kecil dan tidak jarang mereka memperoleh obat tanpa melalui pemeriksaan klinis di Puskesmas, sebagian dari mereka memperoleh obat dari toko obat dan mengobati sendiri tanpa melalui petugas pelayanan kesehatan yang ada. Meskipun demikian hal ini besar kemungkinannya disebabkan oleh karena gejala-gejala penyakitnya yang dianggap ringan dan memang tidak memerlukan pengobatan yang serius. Perilaku untuk memperoleh imunisasi bagi bayi dan anak serta wanita pada waktu hamil cukup menggembirakan karena rata-rata diatas 80% dari mereka memperoleh imunisasi sesuai dengan yang dianjurkan. Meskipun hampir semua anak di bawah usia 2 tahun melakukan kunjungan ke penimbangan bayi, hanya sekitar 60% balita yang mendapat kapsul vitamin A dalam tahun terakhir ini. Pola menyusui pada anak balita masih cukup menggembirakan meskipun pemberian makanan padat yang terlalu awal menjadi praktek umum yang dicegah dengan upaya promosi ASI. Dalam sampel dari populasi ini terdapat 14.142 wanita pada usia 10 sampai dengan 49 tahun. Dari wanita ini rata-rata umur menarche adalah 11,9 tahun dan menapause adalah 42,5 tahun. Rata-rata 72
umur perkawinan pertama adalah 18,8 tahun dengan 63% diantara mereka kawin di bawah usia 20 tahun. Tujuh puluh persen dari wanita yang berstatus kawin menggunakan metode kontrasepsi. Metode yang paling sering digunakan adalah injeksi, norplan, IUD dan pil kontrasepsi sehingga dari peserta KB memakai alat kontrasepsi tersebut. Tempat memperoleh alat kontrasepsi yang paling sering adalah Puskesmas, sedang di Puskesmas sebagian besar dari mereka dilayani oleh bidan dan dokter. Pada saat survey ditemukan 436 wanita usia subur yang melaporkan sedang dalam keadaan hamil. Lima persen dari mereka sebenarnya tidak menginginkan hamil. Sebagian besar bagi mereka yang hamil memperoleh pemeriksaan selama kehamilannya. Pemeriksaan kehamilan yang terakhir dilakukan di Puskesmas, tempat bidan, praktek swasta dan Posyandu. Selama pemeriksaan kehamilan sebagian besar dilayani oleh bidan. Sebagian besar dari wanita yang hamil ini memperoleh tambahan zat besi berasal dari Puskesmas dan praktek bidan swasta. Sebagian besar wanita melahirkan anaknya di rumah dan dibantu oleh dukun dan bidan. SARAN/IMPLIKASI PROGRAM Hasil dan kesimpulan penelitian sebagai informasi untuk penyusunan perencanaan program kesehatan yang akan dikoordinasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan Pimpinan Puskesmas se-daerah Dati II Purworejo bersama Kanwil dan Dinas Kesehatan Tingkat I Jawa Tengah. Direncanakan suatu lokakarya penyusunan rencana tindakan (POA) dengan hasil kegiatan LPKGM sebagai salah satu masukan.
73
DAFTAR PUSTAKA Chen, L.C. Primary Health Care in Developing Countries: Overcoming Operational, Technical, and Social Barriers. Lancet ii: 1260-1265, 1986. Commission on Health Research for Development. Health Research: Essential Link to Equity in Development. Oxford University Press: New York, 1990. Garenne, M. and Cantrelle, P. Prospective studies of communities and their unique potential for studying the health transition: reflections from the ORSTOM experiences in Senegal. In: The Health Transition: Methods and Measures. pp. 251-258. Eds. J. Cleland and A.G. Hill. Australian National University: Canberra, 1991. Jamison, D.T. and Mosley W.H. Disease Control Priorities in Developing Countries: Health Policy Responses to Epidemiological Change. Am. J. Pub. Hlth. 1:15-22, 1991. Merchant, K.M., Martorell, R. and Haas, J.D. Nutritional adjustments in response to reproductive stresses within Guatemalan women. J. Trop. Pediatr. 37 Suppl. 1:11-4, 1992. Mosley, W.H. Population Laboratories for Community Health Research. In: Community Based Health Research: Two Presentations from the International Workshop Mexico, 1988 pp. 1-24. Working Papers, The Population Council, Regional Office for Latin America and the Caribbean, Apartado Postal 105-152 11560 Mexico, D.F., 1988. Philips, J.F., Khorshed Alam Mozumder, A.B.M., Leon, D. and Koenig, M. The Application of Microcomputer Data-base Technology to Longitudinal Studies of Health and Survival: Lessons from a Field Study in Bangladesh. In: Community Based Health Research: Two Presentation from the International Workshop Mexico, 1988. pp. 25-54. Working Papers, The Population Council, Regional Office for Latin America and the Caribbean, Apartado Postal 105-152 11560 Mexico, D.F., 1988. Scrimshaw, N.S., Taylor, C.E. and Gordon, J.E. Weanling Diarrhea in Guatemala. In: Interaction of Nutrition and Infection pp. 240-254. Monograph Series No. 57, Wld. Htlh. Org., Geneva, 1968. Scrimshaw, N.S. Synergism of Nutrition and Infection : evaluation from field Studies in Guatemala, J. Amer.Med Assoc. 212:1685-1692, 1970. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994 (SDKI 1994) - Hasil sementara dan implikasi kebijaksanaan-, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Jakarta, 1995. Task Force on Health Research for Development. Essential National Health Research: A Strategy for Action in Health and Human Development., c/o UNDP, Palais des Nations, CH-1211 Geneve 10, Switzerland. WHO. Indicators for assessing breast-feeding practices. WHO/CDD/Ser/91.14, 1991.
74
LAMPIRAN Instrumen Penelitian
75