Jurnal Infestasi
Alim dan Anggono 95 Vol. 4,Irmawati, No. 2, Desember 2008
Jurnal Infestasi
Hal. 95 - 124
EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PENYALURAN RAHN (GADAI SYARIAH) (STUDI KASUS PADA PEGADAIAN SYARIAH LANDUNGSARI CABANG MALANG) Inggi Dwisari Irmawati Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo M. Nizarul Alim Alexander Anggono Fakultas Ekonomi Univesitas Trunojoyo Abstraksi: Perkembangan syariah dimulai dengan dikeluarkannya UU.No.7 tahun 1992 yang memberikan peluang bagi seluruh Bank dan lembaga keuangan non-Bank untuk beroperasi dengan sistem syariah atau bagi hasil (profit-sharing system). Dengan kesempatan itu, Pegadaian juga mengeluarkan produk baru berbasis syariah yaitu gadai syariah (rahn) dan karena semakin pesatnya permintaan akan Gadai Syariah maka pada tahun 2002 mulai di terapkan pegadaian syariah, dan pada tahun 2003 pegadaian syariah tersebut mulai dioperasikan. Pegadaian pertama yang menerapkan sistem syariah adalah pegadaian cabang Dewi Sartika. Hal ini sesuai dengan AL-Qur’an Surat (AL- Baqoroh ayat 283). Agar tercipta suatu penyaluran rahn (Gadai Syariah) dengan praktek yang sehat, maka perlu dilakukan sistem pengendalian intern dengan baik. SPI merupakan kebijakan dan prosedur yang ada pada perusahaan tersebut sebagai mekanisme untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, sehingga mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Adapun penelitian yang dilakukan di Pegadaian Syariah Landungsari Malang ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran apakah sistem pengendalian intern penyaluran dan pelunasan rahn (gadai syariah) yang diterapkan di Pegadaian Syariah Landungsari sudah memadai. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan penliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum Sistem Pengendalian Intern pada Pegadaian Syariah Landungsari sudah baik. Akan tetapi masih perlu perbaikan-perbaikan yang lebih signifikan pada perusahaan. Adapun beberapa kelemahannya adalah masih terdapat tugas ganda sehingga hal ini berpeluang terjadinya manipulasi dalam pekerjaan atau bahkan bisa terjadi kecurangan-kecurangan. Selain itu juga tidak terdapat pelayanan kredit. Bagian ini sangat penting karena mengingat kelengkapan data-data rahin sangat penting untuk menunjang kelancaran pada saat penyaluran rahn. Sehingga kemungkinan terjadinya kecurangan yang dilakukan rahin maupun dari pihak pegadaian syariah
95
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi
96
dapat diminimalisir. Jadi dengan adanya informasi dari hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan pegadaian syariah Landungsari dalam penyaluran rahn. Kata Kunci: Sistem Pengendalian Intern, Penyaluran Rahn (Gadai Syariah), bagi hasil I. PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah saat ini, tentunya mampu membuktikan bahwa konsep Islam itu realistis dan dapat diterapkan. Pengkajian sistem ekonomi Islam sebenarnya sudah lama dilakukan dan telah membuahkan hasil terutama dalam penerapannya disektor keuangan baik dalam bidang Perbankan, Pegadaian, Asuransi, Pasar Modal, dan lain - lain. Berkembangnya Bank dan lembaga keuangan non-Bank syariah disebabkan adanya keyakinan yang kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa Bank dan lembaga keuangan non-Bank konvensional itu mengandung unsur riba yang dilarang Islam, seperti yang terdapat pada Al Qur’an (Surat Ar Ruum: 39) : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” Dari kutipan ayat Al – Qur’an di atas, maka dapat dijadikan suatu pernyataan bahwa bunga bank atau menggandakan uang dengan maksud memperoleh keuntungan itu haram (fatwa MUI). Institusi perbankan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, oleh para ahli Islam kemudian diciptakannya suatu sistem perbankan yang memenuhi ketentuan-ketentuan syariat Islam. Sehingga kemudian muncullah lembaga-lembaga keuangan syariah di berbagai negara muslim, termasuk Indonesia. Penelitian tentang lembaga keuangan non-Bank masih sangat jarang dibanding penelitian tentang perbankan syariah. Hal ini bisa jadi karena perbankan sudah sangat memasyarakat pada masyarakat kita. Misalnya penelitian lembaga keuangan non-Bank berbasis syariah yaitu Asuransi Syariah yaitu dalam: “Barat Kian Minati Asuransi (Hidayatullah:2006), Kembangkan Wakaf Berbasis Asuransi Syariah (Republika:2007)”. Penelitian tentang gadai syariah dilakukan oleh Faherti (2008) “Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Penerimaan dan Pengeluaran Kas Berbasis Komputerisasi pada Pegadaian Syariah”. Penelitian ini menjelaskan bagaimana sistem pengendalian penerimaan dan pengeluaran yang diterapkan di pegadaian syariah berbasis komputer. Tapi masih terdapat banyak kelemahan diantaranya masih terdapat tugas ganda, akan tetapi bentuk form dan menumenu yang terdapat dalam komputer sudah cukup baik. Pada penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari yang dibentuk sebagai unit bisnis mandiri yang nantinya dimaksudkan untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang
97
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
mengharapkan adanya pelayanan pinjaman yang bebas dari unsur riba yang dilarang oleh syariat Islam. Menyikapi hal tersebut dan semua perkembangan yang ada, maka dibentuklah Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS). Terbentuknya ULGS ini tentunya untuk mengemban tugas pokok dan memberikan pelayanan kredit kepada nasabah (rahin) dengan baik. Gadai syariah (rahn) pada suatu hukum Islam dilakukan secara suka rela tanpa terdapat unsur mencari keuntungan atau laba. Sedangkan pada hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong, juga masih terdapat untuk menarik keuntungan melalui bunga atau sewa yang ditetapkan di awal perjanjian. Akan tetapi dalam Islam jelas tidak dikenal istilah bunga. Inilah suatu dasar yang membedakan antara pegadaian konvensional dengan pegadaian syariah. Maka dari uraian dan pengamatan diatas obyek pegadaian syariah sangat tepat sekali untuk dilakukan pengkajian ulang, maka penelitian ini tentang : “Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Terhadap Penyaluran Rahn (Gadai Syariah)” (Studi Kasus Pada Pegadaian Syariah Kantor Cabang Landungsari Malang) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dengan ini peneliti dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah sistem pengendalian intern penyaluran rahn (Gadai Syariah) yang diterapkan pada pegadaian syariah Landungsari sudah baik?” Batasan Masalah Pada penelitian ini agar lebih mudah dalam pembahasannya, maka hanya akan mengevaluasi mengenai bagaimana pengendalian intern penyaluran rahn (Gadai Syariah) pada pegadaian syariah. Jenis penyaluran yang akan di evaluasi yaitu gadai syariah (rahn). Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa, apabila prosedur pemberian kredit dapat dikatakan baik jika telah memenuhi unsur-unsur pokok dalam sistem pengendalian intern. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sistem pengendalian intern penyaluran rahn yang diterapkan di pegadaian syariah. 2. Untuk mengetahui sistem pengendalian intern penyaluran rahn pada pegadaian syariah cabang Landungsari Malang sudah baik, jika di bandingkan dengan teori yang ada saat ini. II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pengendalian Intern Pengertian AICPA dalam SAS dan penjelasan lebih lanjut pada AU 319.06 menyatakan: “Struktur pengendalian intern suatu perusahaan meliputi kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan untuk
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi
98
memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan tersebut akan tercapai”. Sedangkan menurut Kantor Cabang Pegadaian Syariah (2007) mendefinisikan sistem pengendalian intern adalah : “Sistem pengendalian intern adalah sistem pengawasan dalam kantor cabang itu sendiri, yaitu mekanisme pengawasan yang dilaksanakan oleh manajer cabang atau yang mewakili dikuasakan terhadap pelaksanaan pekerjaan aparat cabang “. Mulyadi (2001:163) sistem pengendalian intern adalah : “Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Pada tahun 1992, Committee Sponsoring Organization of The Treadway Commision mendefinisikan, pengendalian intern adalah proses yang dipatuhi oleh dewan direksi, manajemen dan karyawan, yang dirancang untuk memberikan jaminan yang memadai dan pencapaian salah satu atau lebih tujuan berikut ini: a. Efisiensi dan efektifitas kegiatan, termasuk di dalamnya penilaian kinerja, penilaian laba dan pengamanan aktiva perusahaan. b. Keterpercayaan informasi keuangan, baik untuk pihak intern maupun ekstern serta pencegahan pemanipulasian laporan keuangan. c. Kepatuhan dengan berbagai peraturan dan undang-undang yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Maka dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah suatu prosedur-prosedur atau kebijakan yang ada pada perusahaan tersebut sebagai mekanisme pengawasan atasan kepada bawahannya. Menurut Mulyadi (2001:164) tujuan sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi menjadi dua macam : 1. Pengendalian intern akuntansi (internal accounting control) yang merupakan dari sistem pengendalian intern, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikordinasi terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. 2. Pengendalian intern administratif (internal administratif control) pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan, terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.
99
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
Elemen-elemen Struktur Pengendalian Intern Menurut George dan William (2000 : 174) menyatakan bahwa elemenelemen sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut : 1. Struktur Pengendalian Intern Struktur pengendalian intern perusahaan terdiri dari kebijakan dan prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa tujuan-tujuan perusahaan dapat tercapai. Struktur pengendalian perusahaan terdiri dari tiga elemen: lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian. Konsep struktur pengendalian intern didasarkan pada dua premis utama yaitu tanggung jawab manajemen dan jaminan yang memadai. 2. Tanggung Jawab Manajemen Manajemen sendiri bertanggungjawab untuk menetapkan dan menyelenggarakan struktur pengendalian intern. Meskipun tanggung jawab tertentu dapat didelegasikan kepada bawahan, tanggung jawab akhir tetaplah pada mangemen. Meskipun auditor ekstern, auditor intern dan pihak-pihak lain secara langsung memperhatikan struktur pengendalian intern perusahaan, tanggung jawab utama, struktur ini tetaplah pada manajemen. 3. Jaminan yang memadai Konsep jaminan yang memadai harus dikaitkan dengan manfaat dan biaya pengendalian. Manajemen yang hati-hati tidak akan menghabiskan biaya untuk manfaat pengendalian yang lebih kecil dari biayanya. Sedangkan menurut Baridwan (1998:14) elemen yang merupakan ciri pokok dari sistem pengendalian intern antara lain sebagai berikut : a. Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional organisasi yang disusun harus dapat menunjukkan garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas jangan sampai terjadi adanya overlap fungsi masing-masing bagian. Pemisahan fungsi ini diharapkan dapat mencegah timbulnya kecurangan dalam perusahaan. Apabila terjadi penyatuan fungsi maka akan membuka kemungkinan terjadinya pencatatan fiktif dan data yang diperoleh tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. b. Sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik. Merupakan suatu alat bagi manajemen untuk mengadakan pengawasan terhadap operasi dan transaksi yang terjadi dan juga untuk mengklarifikasi data akuntansi yang tepat. Oleh karena itu dalam suatu organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi terlaksananya setiap transaksi. c. Praktek- praktek yang sehat. Setiap pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Salah satu cara adalah menggunakan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang serta pemeriksaan mendadak terhadap pegawai dengan jadwal yang tidak teratur dan yang terakhir setiap transaksi dari awal dan akhir tidak boleh dilakukan oleh satu orang dan tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Selain itu ada satu hal yang tidak boleh diabaikan yaitu perputaran jabatan. Perputaran jabatan sangat penting untuk melakukan praktek yang sehat. Hal ini dikarenakan perputaran jabatan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 100
d. Pegawai yang cakap. Tingkat kecakapan pegawai mempengaruhi sukses tidaknya suatu sistem pengendalian intern. Untuk mendapatkan pegawai yang cakap dilakukan tes penerimaan pegawai berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya dan pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya. Unsur-unsur Pengendalian Intern Unsur-unsur pokok sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001:164) adalah : a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tanggung jawab fungsi fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Setiap transaksi organisasi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. c. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab dalam fungsional dan sistem wewenang dan prosedur telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik, jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktek yang sehat dalam pelaksanaannya. Misalnya : penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Unsur mutu karyawan merupakan hal yang sangat penting dalam pengendalian intern suatu perusahaan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efisien, meskipun hanya sedikit unsur yang mendukungnya. Untuk mendapat karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara ini dapat ditempuh misalnya seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaan, pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaan. Komponen-komponen Sistem Pengendalian Intern Menurut Al. Haryono (2001 : 257) terdapat lima komponen-komponen sistem pengendalian intern yang saling berkaitan adalah sebagai berikut : a. Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Ini merupakan dasar dari semua komponen pengendalian intern. Adapun lingkungan pengendalian intern mencakup Integritas dan nilai etika, Komitmen terhadap kompetensi, Partisipasi dewan komisaris atau komite audit, Struktur
101
b.
c.
d.
e.
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
organisasi, Pemberian wewenang dan tanggung jawab, Kebijakan dan praktek sumber daya manusia. Perhitungan Risiko Untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis dan pengelolaan risiko suatu perusahaan berkenaan dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Informasi dan Komunkasi Sistem Informasi yang berhubungan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang mencakup sistem akuntasi, terdiri dari metode dan catatan – catatan yang digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, menganalisis, menggolongkan, mencatat dan melaporkan transaksi perusahaan (termasuk pula kejadian-kejadian dan kondisi) dan menyelenggarakan pertanggungjawaban atas aktiva dan kewajiban yang bersangkutan. Komunikasi menyangkut pemberian pemahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab masing-masing individu berkenaan dengan struktur pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dijalankan. Kebijakan dan prosedur tersebut membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dijalankan untuk mencapai tujuan perusahaan. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan penerapan pada berbagai jenjang organisasi dan fungsi. Monitoring Monitoring adalah suatu proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern sepanjang masa. Hal itu menyangkut penilaian tentang rancangan dan pelaksanaan operasi pengendalian oleh orang yang tepat untuk setiap periode waktu tertentu, untuk menentukan bahwa sistem pengendalian intern telah berjalan sesuai dengan yang dikehendaki dan bahwa modifikasi yang diperlukan karena adanya perubahan-perubahan kondisi yang telah dilakukan.
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Kelima komponen struktur pengendalian intern diatas bisa diterapkan pada semua perusahaan besar atau kecil. Namun tingkat keformalan dan spesifikasi bagaimana komponen-komponen tersebut diterapkan bisa sangat berbeda. SA 319 menyebutkan faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan dalam memutuskan bagaimana menerapkan masing-masing komponen sistem pengendalian intern : a. Besarnya satuan usaha b. Karakteristik organisasi dan kepemilikan c. Sifat kegiatan usaha d. Metode pengolahan data e. Persyaratan perundang-undangan yang harus dipatuhi. Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern Salah satu konsep dasar sistem pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris sehubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Alasannya adalah karena
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 102
keterbatasan bawaan (inherent limitations) pada setiap struktur pengendalian intern perusahaan adalah sebagai berikut : a. Kesalahan dalam pertimbangan Sering kali terjadi, manajemen dan personel lainnya melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam pengambilan keputusan bisnis atau dalam melakukan tugas-tugas rutin karena kekurangan informasi, keterbatasan waktu, atau penyebab lainnya. b. Kemacetan Kemacetan pada pengendalian yang telah berjalan bisa terjadi karena petugas salah mengerti dengan instruksi atau melakukan kesalahan karena kecerobohan, kebingungan atau kelelahan. c. Kolusi Kolusi atau persekongkolan yang dilakukan oleh seorang pegawai dengan pegawai lainnya atau dengan pelanggan atau dengan pemasok bisa tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern. d. Pelanggaran oleh manajemen Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedurprosedur untuk tujuan-tujuan tidak sah, seperti keuntungan pribadi, atau membuat laporan keuangan menjadi tampak baik (misalnya membuat laba bersih lebih tinggi agar mendapatkan bonus). e. Biaya dan Manfaat Biaya penyelenggaraan suatu struktur pengendalian intern seharusnya tidak melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian intern tersebut. Maka manajemen harus membuat taksiran kuantitatif dan kualitatif serta melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam mengevaluasi hubungan biaya dan manfaat tersebut. Metode pengendalian manajemen Metode pengendalian manajemen merupakan metode perencanaan dan pengendalian alokasi sumber daya perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan dan pengendalian manajemen dilakukan melalui empat tahap : a. Penyusunan program (rencana jangka panjang) Proses manajemen perusahaan dinilai dengan perencanaan stratejik (srategic planning) yang didalamnya terjadi proses penetapan tujuan perusahaan dan penentuan strategi untuk menentukan tujuan tersebut. Setelah tujuan perusahaan ditetapkan dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut dipilih, proses manajemen perusahaan kemudian diikuti dengan penyusunan program-program untuk mencapai tujuan perusahaan yang ditetapkan dalam perencanaan stratejik. Rencana jangka panjang yang dituangkan dalam program memberikan arah kemana kegiatan perusahaan ditujuakan dalam jangka panjang. Anggaran merinci pelaksanaan program, sehingga anggaran yang disusun setiap tahun memiliki arah seperti yang ditetapkan dalam rencana jangka panjang. Jika anggaran tidak disusun berdasarkan program, pada dasarnya perusahaan seperti berjalan tanpa tujuan yang jelas. b. Penyusunan anggaran (rencana jangka pendek) Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran (role setting) dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran ditetapkan siapa yang akan berperan
103
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
dalam melaksanakan sebagian kegiatan pencapaian tujuan perusahaan dan ditetapkan pula sumber ekonomi yang disediakan bagi pemegang peran tersebut, untuk memungkinkan ia melaksanakan perannya. Dalam proses penyusunan anggaran, informasi akuntansi pertanggungjawaban berfungsi sebagai alat pengirim peran (role sending device) kepada manajer yang diberi peran dalam pencapaian tujuan perusahaan. c. Pelaksanaan dan pengukuran d. Pelaporan dan analisis Pegadaian Pengertian Pegadaian Kasmir (2005:246) memberikan pengertian secara umum usaha gadai adalah : “Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dan lembaga gadai “ Ciri-Ciri Pegadaian Ciri-ciri usaha gadai adalah sebagai berikut : a. Terdapat barang-barang berharga yang digadaikan b. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan c. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali Keuntungan Usaha Gadai Adapun beberapa keuntungan usaha gadai dibandingkan dengan lembaga keuangan Bank atau lembaga keuangan lainnya adalah sebagai berikut : a. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang yaitu pada hari itu juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit. b. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhinya. c. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya. Gadai Syariah (rahn) Pengertian Gadai Syariah atau yang biasa dikenal dalam Islam dengan Rahn, menurut Imam Ibn Mandur diartikan : “Apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas suatu manfaat yang diagunkan”. Al- rahn yang oleh Sayyid Sabiq menurut istilah yaitu : “ Menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dari benda itu “ (MSI-UII.Net-2007)
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 104
Menurut Pegadaian Syariah (2007 : 1) mendefinisikan : “Produk jasa gadai yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya administrasi, biaya jasa simpan dan biaya pemeliharaan barang jaminan (ijaroh)” (Buku Pedoman Pegadaian Syariah) Landasan Hukum 1. Al-Qur’an Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan pegangan (oleh yang menguntungkan), tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat (utangnya) dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah swt “ (QS. Al-Baqoroh (2) :283) 2. Al-Hadist Landasan hukum pegadaian syariah menurut Sudarsono (2004:159) adalah sebagai berikut : Bukhori dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah berkata, “Rasulullah pernah memberi makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Anas ra berkata, “Rasulullah saw menggadaikan baju besinya kepadanya seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau “ (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ibn Majab). Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw berkata, “Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya untuk (menjaga)-nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya” (HR. Jamah kecuali Muslim dan Nasa’i) Abu Hurairah ra bawasannya Rasulullah saw berkata, “barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian (atau biaya)” (HR. Syafi’i dan Daruqutni). 3. Ijtihad Ulama Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuquha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga landasan hukumnya. Asy-Syafi’i mengatakan Allah tidak menjadikan hukum, kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda (dengan aslinya), maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) dipaksa untuk menyerahkan marhun (jaminan) untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada ditangan pemegang gadaian (murtahin), orang yang menggadaikan (rahin) mempunyai hak untuk memanfaatkan, berbeda dengan pendapat imam Asy-
105
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
Syafi’i yang mengatakan berlaku selama tidak merugikan / membahayakan pemegang gadaian. Rukun Gadai Syariah Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain : 1. Ar-Rahin (yang menggadaikan) Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan. 2. Al-Murtahin (yang menerima gadai) Orang, Bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang. 3. Al-Marhun (barang yang digadaikan) Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang. 4. Al-Marhun Bih (Utang) sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun. 5. Sighat, Ijab dan Qobul Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan taksiran gadai. Syarat Gadai Syariah 1. Rahin dan Murtahin Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan berarti juga kelayakan seorang untuk melakukan transaksi pemilikan. 2. Sighat a. Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu dimasa depan. b. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual/beli. Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu di masa depan. 3. Marhun Bih (Utang) a. Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada pemiliknya. b. Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak sah. c. Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur atau tidak dikualifikasi rahn itu tidak sah. 4. Marhun (Barang) Aturan pokok dalam Mazab Maliki, bahwa gadai itu dapat dilakukan pada semua macam harga pada semua macam jual/beli, kecuali pada jual/beli (sharf) dan pokok modal pada salam yang berkaitan dengan tanggungan. Pada sharf disyaratkan tunai (yakni kedua belah pihak saling menerima), oleh karena itu tidak boleh terjadi akad gadai. Menurut pendapat ulama syafi’iyah, barang yang digadaikan itu memiliki tiga syarat: pertama, berupa utang, karena barang nyata itu tidak digadaikan. Kedua, menjadi tetap, karena sebelumnya tetap tidak dapat digadaikan,
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 106
seperti jika seorang menerima gadai dengan imbalan sesuatu yang dipinjamkan. Akan tetapi Imam Maliki membolehkan hal itu. Ketiga, mengikatnya gadai tidak dalam proses penantian terjadi dan tidak menjadi wajib, seperti gadai dalam kitabah. Adapun secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat berikut ini: a. Harus diperjualbelikan b. Harus berupa harta yang bernilai c. Marhun harus bisa disyaratkan secara syariah d. Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus berupa barang yang diterima secara langsung e. Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya Akad Perjanjian Gadai Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa pegadaian bisa sah bila memenuhi tiga syarat : 1. Harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan. 2. Penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang, seperti mushaf. 3. Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah masa pelunasan utang gadai. Dengan syarat diatas, maka dapat diambil alternatif perjanjian gadai yaitu dengan menggunakan tiga akad perjanjian antara lain sebagai berikut : 1. Akad al-Qardul Hasan Akad ini dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. 2. Akad al-Mudharabah Akad ini dilakukan pada nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja). 3. Akad Bai’I al-Muqayadah Untuk sementara akad ini dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produksi, artinya rahin menginginkan modal kerja tanpa pembelian barang. Mekanisme Gadai Syariah Adapun teknis pegadaian syariah dapat diilustrasikan dalam gambar 2.1 di bawah. Penelitian Terdahulu Menurut Supriana (2007) menyatakan bahwa prosedur pemberian kredit yang digunakan PIMKOPRI “ Sejahtera “ kota Blitar masih terjadi perangkapan tugas yaitu antara bagian administrasi dengan bagian unit simpan pinjam dan bagian penagih dengan bagian pencatatan. Maka tentunya sangat besar sekali kemungkinan terjadi penyelewangan-penyelewengan pada bagian pemberian kredit tersebut. Menurut Rosalina (2004) menyatakan dalam skripsinya menyatakan bahwa PT BNI Syariah Cabang Malang telah menggunakan sistem pengendalian intern dalam pemberian kredit. Akan tetapi masih terdapat beberapa kelemahan
107
Jurnal Infestasi
Irmawati, Alim dan Anggono
Marhun Bih (pembiayaan)
3. pegadaian membayar nasabah
2. Akad Nasabah Pegadaian 4. Menebus jaminan
1.Nasabah menyerahkan jaminan
Marhun (jaminan)
Gambar 2.1 Mekanisme Rahn (Gadai Syariah) (Sumber: Sudarsono, 2004:151) yang berhubungan dengan struktur organisasi dimana tidak terdapatnya unit khusus yang menangani pengelolaan pemberian kredit. Sehingga terjadi praktek yang tidak sehat pada struktur organisasi yang merangkap jabatan. Menurut Pratiwi (2008) menyatakan bahwa KSU Arta Mitra Karya Malang, sudah menetapkan sistem pengendalian intern dengan baik. Akan tetapi sebaiknya terdapat pemisahan yang tegas antara fungsi operasi dengan fungsi akuntansi secara tegas dalam sistem pemberian kredit. Sedangkan Menurut Sasmitaningtyas (2004) yang melakukan penelitian evaluasi pengendalian intern terhadap pemberian kredit di Blora, menyatakan walaupun sistem prosedur yang digunakan masih sangat sederhana, namun dalam realisasi pemberian kredit tetap mengacu pada syarat pemberian kredit yang baik. III. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang, yang tepatnya berlokasi di jalan Tlogomas No.11 Malang Jawa Timur. Peneliti memilih obyek tersebut berdasarkan atas pertimbangan bahwa Perum Pegadaian merupakan sarana alternatif pengajuan kredit yang sudah lama ada dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, Perum Pegadaian pada umumnya dan Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang pada khususnya memiliki masalah atau hal-hal yang berkaitan dengan sistem pengendalian intern yaitu khususunya dalam pemberian kredit. Maka dengan alasan tersebut peneliti memilih Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang sebagai obyek penelitian.
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 108
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah studi kasus, yaitu dalam artian bahwa peneliti berkeinginan untuk meneliti sistem pengendalian intern yang ada di Pegadaian Syariah Landungsari dan mencoba untuk menganalisanya kemudian memberikan langkah-langkah penyelesaiannya. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi lapangan dalam artian peneliti terjun langsung pada objek yang akan diteliti dengan cara melakukan dokumentasi, wawancara dan observasi. Teknik Analisis Data Untuk menjawab semua masalah dalam penelitian ini, maka digunakan analisis deskriptif yaitu mendeskripsikan sistem pemberian pembiayaan dan sistem pengendalian intern yang di terapkan di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan teori yang dijadikan dasar dalam suatu penelitian. Jika hasilnya sudah sesuai dengan teori, maka sistem pengendalian tersebut dapat dikatakan baik. Adapun tahapan-tahapan yang digunakan untuk menjelaskan masalah yang behubungan dengan hasil analisis data diatas adalah sebagai berikut : 1) Analisis sistem dan prosedur pemberian dan pelunasan rahn a. Formulir-formulir yang terkait dengan penerimaan dan pelunasan rahn b. Pengendalian intern penerimaan dan pelunasan rahn c. Prosedur penyaluran rahn (pemberian pinjaman) d. Prosedur pelunasan rahn (pelunasan pinjaman) e. Laporan yang digunakan dalam kegiatan operasional 2) Analisis unsur-unsur sistem pengendalian a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas Membandingkan penerapan struktur organisasi perusahaan dengan struktur organisasi yang memenuhi syarat dengan sistem pengendalian intern yang baik terutama dalam bagian penyaluran kredit. b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dengan melihat sistem dan prosedur pembiayaan gadai syariah mulai dari permohonan gadai sampai dengan realisasi gadai dan kemudian menyesuaikan dengan sistem dan prosedur pembiayaan gadai yang sesuai dengan sistem pengendalian intern yang baik sehingga nantinya akan diperoleh suatu efektifitas dan efisiensi dalam hal penyaluran kredit. c. Praktek yang sehat dalam menjalankan tugas, fungsi organisasi dan karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya Analisis ini digunakan untuk membandingkan pratek-praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi unit organisasi dan menganalisanya dengan cara mengkaitkan dengan unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern yang baik, dan membandingkan mutu karyawan yang sesuai dengan tanggung jawabnya dengan cara mengaitkan dengan unsur Sistem Pengendalian Intern yang baik.
109
Jurnal Infestasi
Irmawati, Alim dan Anggono
IV. PEMBAHASAN Landasan Hukum Operasional Cabang Pegadaian Syariah Cabang Pegadaian Syariah merupakan unit operasional terbawah dalam jenjang organisasi Perum Pegadaian. Cabang Pegadaian Syariah mempunyai kedudukan yang sama dengan Cabang Pegadaian Pusat, yaitu merupakan unit organisasi Perum Pegadaian yang mempunyai tugas khusus mengoperasikan sistem pemberian pinjaman berbasis sistem syariah baik dengan konstruksi penjaminan secara gadai maupun fidusia. Hal ini didasarkan pada ketentuan PP103/2000. sedangkan untuk operasional Gadai Syariah didasarkan pada fatwa MUI. Dasar hukum pengoperasian cabang khusus syariah adalah sebagai berikut: 1. berdasarkan fatwa DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 menyatakan, bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk Rahn dengan ketentuan : a. Murtahin (penerima barang) memepunyai hak untuk menahan marhun (barang jaminan) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin keciuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun tidak dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedang biaya tetap menjadi tanggungan Rahin d. Besarnya biaya ada dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman e. Penjualan marhun i. Apabila jatuh tempo, murtahin harus mengingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya ii. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/di eksekusi iii. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutangnya, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan iv. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi tanggungan rahin Pengoperasian Cabang Pegadaian Syariah diutamakan didaerah sentra permukiman muslim yang berkehidupan bisnis didaerah tersebut berkembang. Apabila didaerah tersebut belum terdapat cabang, maka pengoperasian Cabang Pegadaian Syariah dilakukan dengan jalan membuka anak cabang baru. Sedang apabila didaerah tersebut telah beroperasi cabang pegadaian biasa, maka dilakukan konversi cabang menjadi Cabang Syariah. Untuk membina dan mengembangkan Cabang Pegadaian Syariah ini, ditingkat wilayah masih dititipkan menjadi tanggung jawab pemimpin wilayah. Sedangkan ditingkat pusat sudah ditunjuk pejabat khusus. Dengan tata kelola organisasi yang demikian, maka pengelolaan usaha syariah diharapkan bisa berkembang pesat dan seluruh proses bisnisnya dapat dipertanggugjawabkan. Dengan demikian, diharapkan usaha syariah menjadi salah satu pilar
Jurnal Infestasi 110
Vol. 4 N0.2 2008
pendukung yang kuat untuk tumbuh dan berkembangnya Perum Pegadaian dimasa depan. Struktur Organisasi Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Struktur organisasi yaitu suatu gambaran secara skematis tentang pembagian tugas-tugas kerja terhadap orang perorangan serta hubungan antara masing-masing bagian yang terkait dalam badan atau lembaga. Dalam suatu organisasi pembagian kerja adalah suatu keharusan yang mutlak, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ditetapkan sekaligus susunan organisasi, tugas dan fungsi masing-masing unit dalam organisasi, hubungan-hubungan serta wewenang masing-masing unit organisasi. Setiap organisasi pasti memiliki struktur organisasi untuk kelancaran sistem operasionalnya. Semakin besar ruang lingkup iklim kerja suatu organisasi, maka dengan sendirinya banyak bagian-bagian atau jabatan-jabatan yang ada dalam struktur organisasi tersebut. Struktur organisasi dapat membantu untuk mengatur dan menggerakkan pelaksanaan operasioanal organisasi, sehinggga dapat terkoordinasi sesuai dengan tujuan yang telah dilaksanakan. Untuk mendukung tercapainya sasaran atas program perusahaan diperlukan antara lain perangkat organisasi beserta perlengkapan kantor yang memadai. Oleh karenanya akan dijelaskan uraian tentang organisasi dan tugas pokok. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, maka berikut ini digambarkan bagan struktur organisasi unit layanan gadai syariah sebagai berikut : Manajer Cabang
Penaksir
Kasir
Bagian Administrasi
penyimpanan
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pegadaian Syariah Landungsari Malang (Sumber: Pegadaian Syariah Landungsari Malang) Pembagian karyawan pada seluruh cabang Perum Pegadaian Syariah sudah ditentukan oleh Kantor Perum Pegadaian Pusat menurut kelas tersendiri. Cara pembagia kelas ditentukan menurut omzet yang diperoleh tiap cabang, dan Kantor Cabang Pegadaian Sayriah Landungsari Malang merupakan cabang yang baru berdiri. Sehingga omset yang dihasilkannya juga masih kecil, sehingga masuk dalam kelas yang paling bawah. Oleh karena itu struktur organisasi di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari hanya memiliki dua karyawan, yaitu manajer cabang dan kasir. Pada struktur organisasi diatas manajer cabang
111
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
merangkap sebagai penaksir dan bagian administrasi. Sementara itu kasir bertugas sebagai kasir dan penyimpanan. Analisis Data Untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan suatu sistem pengendalian intern, maka perlu adanya suatu deskripsi data yang ada dilapangan dan untuk selanjutnya dibandingkan dengan teori yang dijadikan dasar penelitian ini. Dengan adanya perbandingan tersebut, maka diharapkan perbedaan-perbedaan yang terjadi antara teori dan praktek dapat diketahui. Analisis Sistem dan Prosedur Pemberian dan Pelunasan Rahn (Gadai Syariah) A. Pengendalian Intern Penyaluran dan Pelunasan Rahn (Gadai Syariah) 1) Pemeriksaan Taksiran Kemudian Adalah pemeriksaan yang dilaksanakan setiap hari kerja oleh manajer cabang terhadap barang jaminan pada hari itu. Adapun tujuan pemeriksaan taksiran kemudian adalah sebagai berikut: a. Sarana pendidikan bagi penaksir b. Sarana saling memberikan informasi sekaligus pembina atas masalah taksiran antara penaksir dengan manajer cabang atau wakilnya c. Mengontrol kinerja para penaksir Sedangkan mekanismenya adalah sebagai berikut: a. Melakukan cek ulang/pemeriksaan barang jaminan setiap hari oleh manajer cabang, guna apabila terjadi hilang marhun dapat segera diketahui b. Pemeriksaan dilakukan antara 10 sampai 20 marhun, hal ini sesuai dengan besar kecilnya kantor cabang c. Memeriksa jumlah marhun yang tidak ditaksir oleh manajer cabang. Hal ini bertujuan untuk memeriksa keakuratan dari penaksir d. Semua hasil pemeriksaan kemudian dicatat dalam buku pemeriksaan taksiran dan diberi tanggal dan jam pemeriksaan e. Marhun yang telah dipilih untuk pemeriksaan, kemudian di matrys (di segel sesuai kode penaksirannya) oleh manajer cabang f. Setelah selesai maka manajer cabang memberi paraf pada setiap SBR dwilipat dan kitir marhun yang telah diperiksa g. Apabila manajer cabang pada waktu jam kerja meninggalkan kantor untuk sementara, setelah kembali selambat-lambatnya hari kerja berikutnya wajib memeriksa taksiran semua barang jaminan 2) Pemeriksaan Serah Terima Marhun Yang dimaksud dngan pemeriksaan serah terima marhun adalah pemeriksaan oleh penyimpan/pemegang gudang terhadap marhun yang masuk pada hari itu yang diterima dari penaksir dan dilakukan setiap hari kerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah terdapat barang yang tertukar, isi atau jumlahnya tidak cocok dengan keterangan pada SBR dwilipat. Adapun mekanisme yang diterapkan adalah: a. Pada saat dilakukan penyerahan marhun dari penaksir, penyimpan dan pemegang gudang diwajibkan memeriksa isi seluruh marhun yang diterima. b. Sebagai bukti bahwa telah melakukan pemeriksaan dan penerimaan marhun
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 112
c. Apabila terdapat perbedaan isi atau jumlahnya atau tertukar, maka dilaporkan kepada manajer cabang untuk diproses lebih lanjut 3) Pemeriksaan Taksiran 5% dan Penyerahan Marhun Kepada Penjaga Gudang Yang dimaksud dengan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat barang yang ditukar atau ada yang isinya tidak cocok dengan keterangan pada SBR atau terdapat taksiran yang menyimpang dari peratutaran a. Sebelum dilakukan penyerahan marhun dari penaksir kepada penyimpan atau pemegang gudang, manajer cabang wajib memeriksa marhun dari dari semua golongan b. Pemeriksaan ini dilakukan dihadapan para penaksir yang bersangkutan c. Sebagai bukti bahwa telah dilakukan pemeriksaan, maka manajer cabang harus membari paraf d. Apabila marhun yang diplombir telah dibuka maka pada waktu menutup kembali kantongnya, manajer memberikan jepitan kantong kedua dengan matrysnya e. Apabila terdapat perbedaan, palsu atau terdapat unsur penyelewengan, akan mengakibatkan rahin tidak melunasi pinjamnan maka akan dibuatkan berita acara f. Sesudah pemeriksaan 5% selesai, marhun diserahkan kembali kepada penaksir g. Marhun yang telah dilakukan pemeriksaan 5%, sebelum disimpan harus dilakukan pemeriksaan oleh manajer cabang h. Hitungan menurut tiap rubrik atau golongan harus dicatat oleh penyimpan/pemegang gudang dalam buku gudang i. Setelah tahapan tersebut diatas selesai dilaksanakan marhun diserahkan kepada penaksir kepada pemegang gudang yang disaksikan oleh manajer j. Sebelum memberikan tanda tangan, pemegang gudang/penyimpan memberikan tanda tangan pada SBR dwilipat 4) Pemeriksaan Prosentase UP (Uang Pinjaman) Terhadap taksiran a. Manajer cabang mencocokkan jumlah potongan marhun dan uang pinjaman pada buku rekapitulasi pinjaman dengan buku serah terima marhun serta jumlah menurut Badan SBR dwilipat dan laporan harian kas b. Mencari rata-rata taksiran dan rata-rata uang pinjaman masingmasing golongan marhun, untuk mengetahui tingkat prosentasi uang pinjaman terhadap taksiran serta mengamati kemungkinan adanya perkembangan taksiran dan UP meningkat atau menurun terlalu tajam 5) Menghitung Marhun Adalah mencocokkan jumlah barang yang ada digudang dengan saldo menurut buku gudang. Adapun pelaksanaan penghitungan marhun adalah: 1. Pekerjaan menghitung marhun dilakukan sebagai berikut : a. Cabang Utama / kelas I i. Marhun golongan A dan B dilakukan oleh asisten manajer operasional ii. Marhun Golongan C, D, E, F, G dan H aleh wakil Manajer cabang utama / manajer cabang b. Cabang Kelas II
113
Irmawati, Alim dan Anggono
2. 3. 4. 5. 6.
Jurnal Infestasi
i. Marhun golongan A dan B oleh asisten manajer operasional ii. Marhun golongan C, D, E, F, G dan H oleh manajer c. Cabang Kelas III. Untuk semua golongan marhun Apabila wakil manajer cabang utama/ manajer cabang cabang/ asisten manajer operasional berhalangan, maka tugas perhitungan marhun dapat kepada orang yang ditunjuk Petugas gudang (penyimpan/pemegang gudang) tidak boleh ditunjuk sebagai petugas penghitung Apabila manajer cabang merangkap sebagai penyimpan (tidak ada penyimpan) maka perhitungan marhun cukup dilakukan satu kali Apabila ada petugas penyimpan, maka dilaksanakan masing-masing 10 dalam satu bulan Manajer cabang dapat mendelegasikan tugas ini pada asisten manajer operasional
Pengendalian Intern yang ada di Pegadaian Syariah Landungsari yang ditepapkan oleh manajer cabang pada setiap harinya sudah cukup baik. Hal ini terlihat dengan adanya Pemeriksaan Taksiran Kemudian, Pemeriksaan serah terima dan pemeriksaan taksiran 5% yang sudah berjalan di Pegadaian Syariah Landungsari dan penerapannya juga sudah baik. B. Prosedur Penyaluran Rahn (Pemberian Pinjaman) 1. Prosedur Pemberian Pinjaman a. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan di Pegadaian Syariah Landungsari adalah menerima dan melayani pengajuan permohonan pinjaman dari rahin. Pada Pegadaian Syariah Landungsari ini dalam pemberian pinjaman mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi. Flowchart pada gambar 4.2 (lampiran) menunjukkan alur pemberian pinjaman. Berdasarkan bagan pada gambar 4.2 (Lampiran), maka urutan lebih jelasnya akan dijelaskan pada alur dibawah ini : 1) Bagian Penaksir a. Menerima marhun dari rahin dan menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjaman. Untuk jumlah tertentu ditentukan atau diputuskan oleh kuasa pemutusan pinjaman (KPP) b. Membuat surat bukti rahn rangkap dua c. Mendistribusikan SBR sebagai berikut: i. Lembar pertama (asli) diserahkan kepada rahin ii. Kitir “luar” SBR lembar kedua ditempel pada marhun iii. Kitir “dalam” beserta “badan” lembar kedua dikirim kepada kasir 2) Bagian kasir a. menerima SBR lembar (asli) dari rahin dan SBR dwilipat dari penaksir dan selanjutnya memeriksa keabsahannya b. menyiapkan pembayaran, membubuhkan paraf dan tanda “bayar” pada SBR asli dan lembar kedua. SBR lembar pertama asli beserta uangnya diserahkan kepada rahin c. SBR lembar kedua didistribusikan sebagai berikut : i. “badan” SBR diserahkan kebagian administrasi atau pegawai pencatat buku pinjaman ii. Kitir bagian “dalam” SBR sebagai dasar pencatatan pada Laporan Harian Kas (LHK)
Jurnal Infestasi 114
Vol. 4 N0.2 2008
3) Bagian Administrasi a. Mencatat semua transaksi pemberian pinjaman dalam buku pinjaman (BP) untuk semua golongan berdasarkan “badan” SBR yang diterima dari kasir dan dibuatkan Kas Kredit (KK) serta Buku Kas (BK) b. Mendistribusikan : i. Lembar 1 BK dengan lampiran KK dikirim ke Kantor Wilayah ii. Lembar 2 BK, KK, dan RP sebagai arsip Kantor Cabang c. Pada akhir kantor tutup, berdasarkan “badan” SBR dan BP buat Rekapitulasi Pinjaman (RP) dan dicatat pada Ikhtisar Pinjaman dan Pelunasan (IPP) 4) Bagian Gudang a. Menerima marhun yang telah ditempeli kitir SBR bagian luar dari penaksir dan BP lembar kedua (karbonais) dari bagian administrasi b. Cocokkan marhun yang telah ditempeli kitir bagian “luar” dengan BP c. Apabila telah sesuai antara marhun yang diterima hari itu dengan BP, selanjutnya dicatat dalam Buku Gudang (BG) d. Pada akhir jam kantor saldo BG dicocokkan dengan IPP Pada akhir prosedur pemberian pinjaman terdapat sedikit kelemahan. Kasir sebagai pihak pemegang kas tidak mengadakan pengarsipan bukti transaksi. Hal ini sangat penting apabila terjadi kesalahan dalam penghitungan, maka kasir dapat menelusuri kembali bukti-bukti transaksi yang telah diarsipkan. b. Pembagian Golongan Marhun Bih (Uang Pinjaman) Untuk pembagian golongan mrhun yang diterpakan di Pegdaian Syariah Landungsari, hal ini sesuai dengan SE (Surat Edaran) dari Kantor Wilayah. Adapun penggolongannya dijelaskan pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1. Golongan Marhun Bih (Uang Pinjaman) Golongan Marhun Bih
Plafon Marhun bih (Rp)
Biaya Administrasi (Rp)
A B C D E F G H
20.000 – 150.000 151.000 – 500.000 501.000 – 1.000.000 1.005.000 – 5.000.000 5.010.000 – 10.000.000 10.050.000 – 20.000.000 20.100.000 – 50.000.000 50.100.000 – 200.000.000
1.000 5.000 8.000 16.000 25.000 40.000 50.000 60.000
Sumber: Pegadaian Syariah Landungsari Malang 2. Prosedur Pelunasan Rahn (Pelunasan Pinjaman) a. Prosedur Pelunasan Pinjaman Agar dalam kegiatan pelunasan pinjaman di Pegadaian Syariah Landungsari dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kredit bermasalah, maka Pegadaian Syariah Landungsari harus menerapkan sistem pengendalian intern yang baik dalam pemberian pinjamannya. Flowchart pada gambar 4.3 (Lampiran) menunjukkan alur pelunasan pinjaman yang ada di Pegadaian Syariah Landungsari.
115
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
Berdasarkan flowchart tersebut, maka untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini: 1) Rahin a. Menyerahkan SBR kepada pegawai penghitung jasa simpan 2) Bagian Penghitung Jasa Simpan a. Memeriksa keabsahan SBR asli dari rahin, mrnghitung jasa simpan dan mencantumkannya pada “badan” SBR disertai parafnya b. Menyerahkan kembali SBR yang telah dihitung jasa simpan kepada rahin 3) Rahin a. Menerima SBR yang telah dihitung jasa simpannya dari pegawai penghitung jasa simpan b. Menyerahkan SBR yang telah dihitung jasa simpannya kepada kasir beserta uangnya 4) Bagian Kasir a. Memeriksa dan menerima SBR asli tentang kelengkapan data dan keabsahannya b. Membuat Slip Pelunasan (SP) rangkap 2 c. Menerima pembayaran dari rahin (pokok pinjaman dan jasa simpan) sesuai yang tertera pada SBR dan SP d. Membubuhkan cap “lunas” dan memberi paraf pada badan SBR dan kitirkitirnya e. Mencatat semua penerimaan pelunasan pinjaman dan pendapatan jasa simpan dalam laporan harian kas (LHK) f. Mendistribusikan SBR tersebut sebagai berikut : i. “Badan” SBR diserahkan kepada bagian administrasi ii. Lembar 1 Slip pelunasan diserahkan kepada rahin untuk pengambilan marhun iii. Kitir SBR diserahkan kepada penyimpan/pemegang gudang sebagai dasar pengeluaran marhun iv. Lembar 2 SP disimpan sebagai arsip 5) Bagian Administrasi a. Mencatat setiap transaksi pelunasan atas dasar SBR yang diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulannya dalam Buku Pelunasan (BPL), untuk selanjutnya pada akhir jam kerja dibukukan dalam: i. Buku Debet (BD) rangkap 2 ii. Buku Kas (BK) rangkap 2 iii. Buku rekapitulasi pelunasan (RPL) iv. Ikhtisar Pinjaman dan Pelunasan (IPP) b. Mendistribusikan : i. Lembar 1 KD dan BK ke Kantor Wilayah ii. Lembar 2 KD dan BK sebagai arsip c. Setiap akhir jam kerja mencocokkan dengan RPL dengan Buku Gudang 6) Bagian Gudang a. Menerima kitir SBR bagian “luar” dari kasir sebagai dasar untuk mengambil marhun yang ditebus b. Mencocokkan nomor kitir “dalam” yang diterima dari rahin dan nomor kitir yang ada pada marhun c. Apabila telah sesuai, melepas kitir yang ada pada marhun dan menyerahkan marhun kepada rahin
Jurnal Infestasi 116
Vol. 4 N0.2 2008
d. Atas dasar kitir “dalam” dan kitir marhun, pengeluaran marhun dicatat dalam buku gudang (BG) e. Setiap akhir kerja mencocokkan BG dengan RPL yang ada pada bagian administrasi Untuk prosedur pelunasan pinjaman pada Pegadaian Syariah Landungsari ini sudah cukup baik. Tiap bagian melakukan dokumentasi untuk memastikan keakuratan suatu data. Sehingga apabila terjadi kesalahan pada saat memasukkan data ke laporan-laporan, maka bagian yang bersangkutan dapat melihat kembali pada bukti-bukti yang didokumentasikan. b. Tarif Ijarah (Jasa Simpan) Ijarah adalah akad pemindahan manfaat atas suatu barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu melalui pembayaran upah atau sewa tempat, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Tarif Ijarah : No Jenis Marhun Perhitungan Tarif 1. Emas, Berlian Taksiran / Rp.10.000 x 80 x Jangka Waktu x 10 2. Elektronik Taksiran / Rp.10.000 x 90 x Jangka Waktu x 10 3. Kendaraan Bermotor Taksiran / Rp.10.000 x 95 x Jangka Waktu / 10 a. Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan atau Marhun. b. Tarif ijarah dihitung dengan kelipatan 10 hari, 1 hari dihitung 10 hari. 1. 2. 3. 4.
Penentuan jasa simpan dalam Pegadaian Syariah didasarkan : Unit layanan gadai syariah memperoleh pendapatan dari jasa atas penyimpanan barang gadai. Tarif dihitung berdasarkan volume dan nilai barang gadai. Dipungut dibelakang pada saat nasabah melunasi utangnya. Tarif ditetapkan sebesar Rp.80 (delapan puluh) untuk setiap kelipatan nilai taksiran barang gadai emas Rp.10.000;-
Simulasi Perhitungan Ijarah a. Nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp.10.000.000 b. Marhun Bih yang dapat diperoleh nasabah tersebut adalah Rp.9.000.000 (90% x Taksiran) c. Maka besarnya Ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah:
Ijarah =
10.000.000 10 xRp.80 x = Rp.80.000 10.000 10
d.
Jika nasabah menggunakan Marhun Bih selam 25 hari, berhubung Ijarah ditetapkan dengan kelipatan 10 hari, maka besar ijarah adalah Rp.240.000 (Rp.80.000 x 3) e. Ijarah dibayar pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang Marhun Bih
Dari ilustrasi diatas maka rumus perhitungan jasa simpan barang Emas/ Berlian adalah sebagai berikut :
117
Jurnal Infestasi
Irmawati, Alim dan Anggono
Ijarah =
NT W xTx 10.000 10
Gambar 4.4 Rumus Perhitungan Tarif Ijarah (Sumber: Pegadaian Syariah Landungsari Malang) Dimana NT : T : W :
: Nilai Taksiran Tarif Jasa Simpan Jangka Waktu
B. Laporan Yang Digunakan Dalam Kegiatan Operasional Laporan operasional Gadai Syariah bisa berasal dari Kantor Cabang atau Kantor Wilayah. Laporan operasional dari cabang syariah disampaikan ke Kantor Wilayah. Jenis-jenis laporan yang dikirim dari kantor Cabang Syariah ke Kantor Wilayah adalah sebagai berikut : a. Laporan Harian Laporan yang berisi tentang saldo kas pada hari itu berupa buku kas b. Laporan mingguan Berisi laporan operasional perkembangan penyaluran pinjaman dan marhun yang tercantum dalam laporan mingguan keuangan c. Laporan Bulanan Laporan ini berisi tentang: 1. Laporan Perkembangan Usaha Laporan yang menunjukkan perkembangan usaha pada setiap bulan meliputi perkembangan kredit, pelunasan dan lelang 2. Laporan Penerimaan Ijarah dan Administrasi Menerangkan jumlah Ijaroh dan biaya administrasi dalam tiap bulan 3. Laporan Rincian Data Rahin Dan Pinjaman Menurut Profesi Merinci pinjaman berdasarkan data Rahin yang dilihat dari FPK 4. Laporan Rincian Sisa Uang Pinjaman Sisa uang pinjaman awal bulan ditambah dengan transaksi kredit dikurangi pelunasan dan lelang 5. Laporan Ihktisar Marhun Yang Tidak Terjual 6. Laporan Sisa Uang Kelebihan Apabila ketika lelang barang, harga jualnya lebih tinggi dari harga minimal lelang, maka uang kelebihan ini nantinya akan dibayarkan kepada nasabah dalam jangka waktu satu tahun terhitung pada saat pelelangan 7. Laporan marhun yang tidak tertebus 8. Laporan Mutasi aktiva yang disisihkan 9. Laporan Perhitungan Surplus Operasi Cabang Pegadaian Syariah Berisi minus dan surplus pada akhir bulan. Dapat dilihat dari penerimaan kas dan pengeluaran kas pada akhir bulan d. Laporan Semesteran Laporan rincian uang pinjaman dan perhitungan ijarah yang seharusnya diterima pada akhir semester e. Laporan Tahunan Pada prinsipnya laporan tahunan adalah rekapitulasi dari laporan bulanan ditambah laporan mutasi aktiva serat surplus usaha
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 118
Menurut manajer Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang, semua laporan dan surat menyurat dibuat oleh bagian administrasi. Laporanlaporan yang ada di Pegadaian Syariah Landungsari sudah baik, akan tetapi lebih baik lagi jika penggunaan laporan-laporan yang ada digunakan secara maksimal agar tercapai Sistem Pengendalian Intern yang baik. Analisis Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Struktur Organisasi Yang memisahkan Tanggungjawab Fungsional Dalam struktur organisasi Pegadaian Syariah Landungsari, mempunyai struktur pengendalian yang mampu memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas, sehingga sistem pengendalian intern dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar terdapat beberapa hal yang tidak dan sesuai dengan struktur pengendalian intern antara lain : a. Bagian pelayanan kredit tidak terpisah dengan bagian penaksir Agar terjadi sistem pengendalian intern yang baik, bagian pelayanan kredit merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pengendalian. Bagian pelayanan kredit ini tentunya mempunyai kecenderungan untuk melayani rahin di counter dengan sebaik-baiknya. Bahkan yang seringkali mengabaikan dapat atau tidaknya kelengkapan persyaratan kredit terpenuhi oleh rahin. Oleh karena itu diperlukan pengecekan intern terhadap kelengkapan persyaratan kredit sebelum nantinya dilakukan pemprosesan lebih lanjut. Dengan tidak adanya bagian pelayanan kredit, hal ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian di Pegadaian Syariah Landungsari masih lemah dan tentunya resiko tidak terpenuhinya kelengkapan persyaratan permohonan kredit dari rahin sangat besar. b. Sistem Tugas Ganda Dalam sistem pengendalian agar sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga tercipta suatu sistem pengendalian yang baik, maka harus terdapat pemisahan tugas yang jelas. Hal ini sangat penting karena ini dapat mencegah terjadinya manipulasi dalam pekerjaan, dan dapat menjaga keamanan kekayaan organisasi. Dengan adanya sistem tugas ganda hal ini menunjukkan bahwa sistem di Pegadaian Syariah masih lemah dan dimungkinkan terjadi manipulasi dalam struktur pengendalian. c. Bagian kasir terpisah dengan bagian penaksir Hal ini sangat penting mengingat penaksir sebagai penentu besarnya nilai marhun, dan bagian kasir sebagai tempat pencairan pinjaman. Terpisahnya bagian kasir dengan penaksir, maka kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pencairan pinjaman akan dapat terhindari. Dengan dipisahkannya bagian kasir dengan bagian penaksir, maka ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian di Pegadaian Syariah sudah baik. d. Transaksi harus dilaksanakan oleh lebih dari satu orang atau lebih dari satu bagian Dalam merancang sistem untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan, harus diperhatikan unsur pokok sistem pengendalian intern bahwa setiap transaksi harus dilaksanakan dengan melibatkan lebih dari satu karyawan atau lebih dari satu bagian. Hal ini bertujuan agar tercipta internal cek, dimana pekerjaan karyawan/bagian yang satu dicek ketelitian dan keandalan oleh karyawan/bagian yang lain. Di Pegadaian
119
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
Syariah Landungsari untuk menetukan akad maka harus di ketahui oleh kedua pelah pihak dan saksi. Berdasarkan penilaian dari data yang ditemukan terdapat hasil bahwa penerapan sistem pengendalian intern terhadap struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas masih lemah, karena masih terdapat tugas ganda dan bagian pelayanan kredit tidak terpisah dengan bagian penaksir Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan Semua transaksi yang terjadi di Pegadaian Syariah Landungsari di otorisasi oleh pejabat yang berwenang, yaitu misalnya saja dalam penentuan penilaian UP (uang pinjaman) yang melampaui batas. Selain itu pencatatan ke dalam catatan akuntansi juga didasarkan atas dokumen sumber yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap. Hal ini beralasan karena catatan akuntansi harus diisi informasi yang berasal dari sumber dokumen yang valid. Kevalidan dokumen sumber dibuktikan dengan dilampirkannya dokumen pendukung yang lengkap yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. Berdasarkan penilaian dari data yang ditemukan didapatkan hasil bahwa penerapan sistem pengendalian intern terhadap sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya di Pegadaian Syariah Landungsari sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan penentuan UP tertentu dengan persetujuan manajer pusat. Dan pencatatan akuntansi sudah sesuai dengan teori yang ada. Sedangkan untuk catatan akuntansi, kewenangan oleh Kantor Wilayah dengan prosedur cabang memberikan laporan harian dan mingguan yang berisi antara lain buku kas, buku bank dan laporan keadaan modal. Sedangkan pencatatan akuntansi pada cabang tentang laporan kas dan SDM. Praktek Yang Sehat Dalam Menjalankan Tugas, Fungsi Organisasi dan Karyawan Yang Mutunya Sesuai Dengan Tanggungjawabnya Untuk menciptakan praktek yang sehat dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi, maka pegasdaian Syariah pada setiap transaksinya selalu melibatkan lebih dari satu orang atu lebih dari bagian organisasi. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kecurangan dalam otorisasi pemberian pinjaman. Selain itu Sebagai landasan keabsahan untuk keabsahan dan kesepakatan dalam bertransaksi pinjam meminjam antara rahin dan murtahin, maka dibuatlah akad/perjanjian penyimpanan marhun (akad ijarah). Selain itu di Pegadaian Syariah Landungsari diterapkan sistem waskat (pengawasan melekat) yang dilakukan oleh manajer cabang terhadap operasional, antara lain meliputi: keuangan, administrasi dan barang jaminan. Sedangkan untuk menciptakan karyawan yang sesuai dengan mutu dan tanggungjawabnya, maka seleksi pencalonan karyawan dilakukan langsung oleh pusat. Sedangkan sebagai pengembangan pendidikan karyawan, maka dilakukan seminar atu diklat khusus tentang pegadaian. Untuk rotasi pegawai, kantor wilayah mempunyai wewenang yang dilakukan setiap 6 bulan sekali atau 3-5 tahun untuk pegawai atau jika dibutuhkan. Sedangkan untuk rotasi fungsional yang ada di Kantor Cabang itu sendiri dilakukan setiap 6 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi otorisasi jabatan atau memperkecil resiko terjadinya kecurangan dalam kantor cabang.
Jurnal Infestasi 120
Vol. 4 N0.2 2008
Berdasarkan pengamatan dan penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa karyawan di Pegadaian Syariah Landungsari telah bekerja sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. Dan dari hasil deskripsi data mengenai sistem penyaluran rahn (gadai syariah), maka berikut disajikan tabel yang memuat penilaian terhadap sistem pengendalian intern penyaluran rahn . Tabel 4.2 Penilaian Sistem Pengendalian Intern Terhadap Penyaluran Rahn (Gadai Syariah)
Unsur-unsur Pengendalian Intern Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Struktur organisasi yang memisahkan a. Bagian pelayanan kredit tidak tanggungjawab fungsional secara tegas terpisah dari bagian penaksir a. Harus terdapat pemisahan tugas b. Sistem tugas ganda dan fungsi-fungsi secara tegas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing Sistem dan wewenang dan prosedur Sesuai teori/baik pencatatan yang cukup terhadap karyawan, utang, pendapatan dan biaya. Praktek yang sehat dalam menjalankan Sesuai teori/baik tugas, fungsi dan karyawan yang sesuai dengan mutu dan tanggungjawab Berdasarkan penilaian data yang ada dilapangan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pengendalian intern terhadap penyaluran rahn di Pegadaian Syariah Landungsari masih lemah dan belum memenuhi unsurunsur pokok dalam sistem pengendalian intern. V. KESIMPULAN Kesimpulan Dari uraian yang dikemukakan pada beberapa masalah yang dihadapi oleh Kantor Cabang Pegadaian Syariah Landungsari Malang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, yang diterapkan di Pegadaian Syariah Landungsari Malang masih lemah, hal ini dapat terlihat dengan adaya sistem tugas ganda. Sehingga hal ini memungkinkan terjadinya manipulasi dan kecurangan-kecurangan pada perusahaan tersebut. 2. Tidak adanya bagian pelayanan kredit. Dengan tidak adanya bagian pelayanan kredit, besar kemungkinan kecurangan dari rahin yang diantaranya tidak lengkapnya data-data diri rahin yang biasa dibutuhkan dalam pengajuan pinjaman. Dengan adanya bagian pelayanan kredit maka pengecekan intern terhadap kelengkapan persyaratan pinjaman akan lebih mudah sebelum nantinya dilakukan pemprosesan lebih lanjut. 3. Sistem pengendalian terhadap penyaluran rahn yang dilaksanakan di Pegadaian Syariah Landungsari masih lemah. Hal ini dapat dilihat dari
121
Jurnal Infestasi
Irmawati, Alim dan Anggono
belum terpenuhinya unsur-unsur pokok pengendalian intern dalam pemberian kredit. Implikasi Berdasarkan pembahasan diatas, maka implikasi/pengaruh yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan Pegadaian Syariah Landungsari Malang semakin baik dalam sistem pengendalian intern. 2. dengan adanya tugas ganda yang masih diterapkan di Pegadaian sayraiah Landungsari, maka kemungkinan terjadinya kecurangan sangat besar. 3. dengan kurangan dokumen/pengarsipan transaksi dari kasir, maka apabila dokuman tersebut hilang sulit untuk ditelusuri kembali. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka adapun saran-saran untuk perbaikan dan kemajuan Cabang Pegadaian Syariah Landungsari adalah sebagai berikut: 1. Pegadaian Syariah Landungsari sebaiknya mempunyai sistem penugasan secara tegas dan sesuai dengan tanggungjawabnya agar tidak terjadi tugas ganda. 2. Kasir sebagai pihak pemegang kas harus mengadakan pengarsipan bukti transaksi. Hal ini sangat penting karena apabila terjadi kesalahan dalam penghitungan, maka kasir dapat menelusuri kembali bukti-bukti transaksi yang telah diarsipkan DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno. 2000. Auditing. Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahan.1992. Semarang : Penerbit CV. Asy – Syifa’. Anonim. Pegadaian Syariah; www.members.bumn-ri.com/pegadaian/news html?newsid=9661. Diakses pada Januari 2008 Anonim. Rahn (Gadai Syariah); www.pegadaian.co,id/produk_syariah.php?a. Diakses pada Februari 2008 Anthony, Robert dan Vijay Govindarajan. 2002. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta : penerbit Salemba Empat. Bank Indonesia. 2000. Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Jawa Barat. Jakarta. —————————. 2003. Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah Study padaWilayah Propinsi Jawa Timur. Jakarta. —————————. 2003. Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Jakarta. Baridwan, Zaki. 1998. Sistem Akuntansi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Bodnar, George H dan William S. 2000. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Faherti, Verti. 2008. Evaluasi Pengendalian Intern Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Berbasis Komputerisasi. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.
Vol. 4 N0.2 2008
Jurnal Infestasi 122
Hidayatullah. 2006. Barat Kian Minati Asuransi. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standart Akuntansi Keuangan. Jakarta : penerbit Salemba Empat. Indrianto, N dan Supomo, B. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : Penerbit BPFE. Jusuf, Haryono. 2001. Auditing. Yogyakarta : Penerbit STIE YKPN. Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Kompas. 2003. Pembiayaan BPR Syariah Tidak Membebani Pengusaha UMK. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. MSI.UII.Net-2007. Diakses Januari 2008. Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Penerbit: Ghalia Indonesia. Jakarta. Pegadain Syariah. 2003. Buku Pedoman Pegadaian Syariah. Penerbit Pegadaian Pusat. Jakarta PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pratiwi, Adelia. 2008. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Terhadap Pemberian Kredit Pada KSU Artha Mitra Karya Malang. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Republika. 2007. Kembangkan Wakaf Berbasis Asuransi Syariah. Rosalina, Anita. 2004. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Bank Syariah Di Dalam Penyaluran Kredit Kepada Masyarakat. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Sasmitaningtyas, Woro. 2004. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pemberian Kredit Studi Kasus BPR BKK Kraden Menden Blora. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Siregar, Nurhayati. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengeruhi Penyaluran Dana Perbankan Syariah Di Indonesia. Skripsi Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara. Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia. Supriana, Agus. 2007. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Untuk Pemberian Kredit Dan Penerimaan Angsuran Pada Primer Koperasi Republik Indonesia (PIMKOPRI) “Sejahtera” Kota Blitar. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Undang – undang No.7 Tahun 1992. Tentang Peluang Bagi Seluruh Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank Untuk Beroperasi Dengan Sistem Syariah atau Bagi Hasil (profit-sharing system). www.google.com Zulfa Fitri Ikatrinasari. 1998. Penilaian Kinerja Bank Syariah Di Indonesia Dengan Analisis Konseptual Dan Analisis Ratio Keuangan. Dipublikasikan. ITB Central Library.
123
Irmawati, Alim dan Anggono
Jurnal Infestasi
LAMPIRAN
Gambar 4.2. Flowchart Penyaluran Rahn (Pemberian Pinjaman) (Sumber: Pegadaian Syariah Landungsari) Keterangan : a. M : Marhun (barang jaminan) b. KK : Kas Kredit c. BK : Buku Kas d. LHK : Laporan Harian Kas e. SBR : Surat Bukti Rahn f. BP : Buku Pinjaman g. RP :Rekapitulasi Pinjaman h. IPP :Ikhtisar Pinjaman dan Pelunasan i. BG : Buku Gudang j. F : File
Jurnal Infestasi 124
Vol. 4 N0.2 2008
Gambar 4.3. Flowchart Pelunasan rahn (Pelunasan Pinjaman) (Sumber : Pegadaian Syariah Landungsari) Ket : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
M KK BK LHK SBR BP RP IPP BG F
: Marhun (barang jaminan) : Kas Kredit : Buku Kas : Laporan Harian Kas : Surat Bukti Rahn : Buku Pinjaman :Rekapitulasi Pinjaman :Ikhtisar Pinjaman dan Pelunasan : Buku Gudang : File