EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAG EN (Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh SUPRIYADI NIM: S4307103
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
i
EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang) Disusun Oleh:
Supriyadi
NIM: S4307103
Telah disetujui Pembimbing Pada tanggal,
Desember 2009
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. NIP. 19630203 198903 1 006
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. NIP. 19611231 198803 1 006
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. NIP. 19750218 200012 1 001
ii
EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang) Disusun Oleh:
Supriyadi
NIM: S4307103
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal,
Desember 2009
Ketua Tim Penguji
:
Dr. Bandi, M.Si., Ak
Sekretaris Tim Penguji
:
Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof. Acc., Ph.D., Ak.
Anggota
:
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak.
Anggota
:
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak.
Mengetahui, Direktur PPs UNS
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002
iii
PERNYATAAN
Nama
: Supriyadi
NIM
: S4307103
Program Studi
: Magister Akuntansi
Konsentrasi
: Akuntansi Keuangan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ”Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Desember 2009 Yang menyatakan,
Supriyadi
iv
MOTTO: ”Hidup harus bermanfaat bagi sesama manusia, alam, bangsa dan negara”.
Karya ini Kupersembahkan: Seluruh keluargaku terutama Ibunda dan Ayahanda yang selalu mendoakan dan membantu keberhasilanku. Mertuaku yang selalu memberikan dukungan dan doanya. Bethaliana Nurul Muslimah serta adik-adikku tercinta Setiyono dan Prihhantini Larasati, Gama, Delta, Buana dan Yuana yang selalu memberi semangat untuk meraih kesuksesan. Bangsa dan Negaraku Indonesia Tercinta.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya atas rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat melalui tahapan akhir studi di Program Pascasarjana Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dengan selesainya penulisan tesis dengan judul “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang” ini. Selanjutnya penulis menyadari bahwa selama pembuatan tesis ini penulis banyak dibantu oleh dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil yang pantas penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Asian Development Bank melalui State Audit Reform Sector Development Project (STAR-SDP) Itjen Depdiknas selaku pemberi beasiswa kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak H. Untung Wiyono Bupati Sragen yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
vi
vii
3. Bapak Prof. Dr. Dr. Much. Syamsulhadi, Sp.KJ. Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. selaku Ketua Program Magiter Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. dan Bapak Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., atas keikhlasannya dalam membimbing dan memberikan petunjuk selama penulisan tesis ini, semoga amal ibadahnya mendapat mendapat pahala dari Allah SWT. 7. Pengelola Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pelayanannya selama mengikuti pendidikan. 8. Para Dosen Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu serta memberikan ilmu melalui kuliahkuliahnya. 9. Rekan-rekan Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan persahabatan selama mengikuti pendidikan. 10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya, penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sebagai makluk yang tidak luput dari kekurangan, sehingga penulis berharap kepada
vii
viii
pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini. Semoga karya ini memberikan manfaat bagi kita semua. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Surakarta,
Desember 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN.........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..............................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xvi
ABSTRAK .....................................................................................................
xvii
ABSTRACK ...................................................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Perumusan Masalah... ........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
4
E. Sistematika Penulisan ........................................................................
5
BAB II TINJUAN PUSTAKA ........................................................................
6
A. Evaluasi.............................................................................................
6
B. Sistem................................................................................................
7
ix
x
C. Desa ..................................................................................................
8
1. Keuangan Desa ..............................................................................
13
2. Azas dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa ...............................
16
3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa.........................................
18
4. Penatausahaan Keuangan Desa.......................................................
18
D. APBDesa...........................................................................................
18
1. Struktur APBDesa..........................................................................
19
2. Penyusunan Rancangan APBDesa..................................................
20
3. Pelaksanaan APBDesa ...................................................................
24
4. Perubahan APBDesa ......................................................................
27
5. Penatausahaan APBDesa................................................................
27
6. Pertanggungjawaban APBDesa ......................................................
27
E. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) .............................................
29
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................
31
A. Jenis Penelitian ..................................................................................
31
B. Cara Pengumpulan Data ....................................................................
32
1. Proses Memasuki Lokasi Penelitian ...............................................
32
2. Ketika Berada Dilokasi Penelitian ..................................................
33
3. Proses Pengumpulan Data Lapangan dan Menganalisisnya ............
33
a. Observasi Langsung .................................................................
33
b. Wawancara ..............................................................................
34
c. Mencatat Arsip dan Dokumentasi .............................................
35
4. Sampel ...........................................................................................
36
x
xi
5. Populasi .........................................................................................
37
C. Sumber Data dan Jenis Data ..............................................................
38
D. Teknik Analisis Data .........................................................................
38
E. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
40
A. Gambaran Umum ..............................................................................
40
1. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan ..............................................
43
2. Struktur Organisasi Kecamatan ......................................................
44
3. Tujuan dan Sasaran Organisasi Kecamatan ....................................
46
4. Kelembagaan Desa .........................................................................
47
5. Kondisi Umum Desa Puro ..............................................................
47
a. Geografis dan Demografis..........................................................
47
b. Susunan Organisasi....................................................................
48
6. Kondisi Umum Desa Saradan.........................................................
49
a. Geografis dan Demografis..........................................................
49
b. Susunan Organisasi....................................................................
49
7. Kondisi Umum Desa Jurangjero .....................................................
50
a. Geografis dan Demografis..........................................................
50
b. Susunan Organisasi....................................................................
51
B. Deskripsi Hasil Penelitian ..................................................................
52
1. Keuangan Desa ..............................................................................
52
2. Azas Pengelolaan Keuangan Desa ..................................................
57
a. Azas Tranparan ........................................................................
59
xi
xii
b. Azas Dapat Dipertanggungjawabkan ........................................
60
c. Azas Akuntabilitas ...................................................................
61
d. Azas Partisipatif .......................................................................
62
e. Azas Tertib dan Disiplin Anggaran ...........................................
64
3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa.........................................
65
4. Penatausahaan Keuangan Desa.......................................................
72
a. Penatausahaan Penerimaan .......................................................
72
b. Penatausahaan Pengeluaran ......................................................
73
c. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana ....................................
75
5. APBDesa .......................................................................................
76
a. Struktur APBDesa ....................................................................
76
b. Penyusunan Rancangan APBDesa ............................................
80
1). RPJMDesa dan RKPDesa ...................................................
83
2). Penetapan Rancangan APBDesa .........................................
84
3). Evaluasi Rancangan APBDesa ............................................
85
c. Pelaksanaan APBDesa ..............................................................
87
d. Perubahan APBDesa ................................................................
91
e. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ............................
92
1). Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa .....
93
2). Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ............................................................................
94
6. Alokasi Dana Desa (ADD) .............................................................
96
a. Tujuan Alokasi Dana Desa .......................................................
96
xii
xiii
b. Pengelolaan Alokasi Dana Desa ..............................................
97
c. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan ADD .............................
98
d. Pelaksanaan Kegiatan Alokasi Dana Desa ...............................
101
e. Pertanggungjawaban dan Pelaporan ADD ...............................
102
f. Pembinaan dan Pengawasan Alokasi Dana Desa .......................
104
BAB V PENUTUP .........................................................................................
107
A. Kesimpulan .......................................................................................
107
B. Saran ................................................................................................
107
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
109
LAMPIRAN ...................................................................................................
111
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Batas-Batas Wilayah Kabupaten Sragen .......................................
40
TABEL 2. Luas Wiayah Kabupaten Sragen ...................................................
40
TABEL 3. Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang ......................
42
TABEL 4. Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang ..
42
TABEL 5. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Puro ...................................
48
TABEL 6. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Saradan ..............................
50
TABEL 7. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Jurangjero ..........................
51
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal .
10
GAMBAR 2. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal
11
GAMBAR 3. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa ..........................
15
GAMBAR 4. Struktur APBDesa ..................................................................
20
GAMBAR 5. Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) ......................
21
GAMBAR 6. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 .......................................
23
GAMBAR 7. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 .............................................................................
26
GAMBAR 8. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa ........
28
GAMBAR 9. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa ......
30
GAMBAR 10. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa .........................
54
GAMBAR 11. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ............................................................
82
GAMBAR 12. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ............................................................................
90
GAMBAR 13. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan .............................
95
GAMBAR 14. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ......................
xv
101
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman Wawancara (Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa) ...........................................................
111
ABSTRAK
Supriyadi. 2009. “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus Di Kecamatan Karangmalang”. Latarbelakang penelitian ini adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, apakah pelaksanaan pengelolaan keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik, yang sebelumnya di desa belum terbangun sistem dan regulasi yang jelas dan tegas dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan dan dari hasil wawancara. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku-buku, hasil laporan, dokumen-dokumen serta arsip-arsip dari instansi yang bersangkutan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut: Pertama, belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan desa atau kaur umum. Kedua desa belum melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga arah pembangunan desa belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun dan jangka waktu 5 tahun ke depan. Ketiga, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang mengelola adalah Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen. Pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen agar sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 sangat diperlukan pelatihan, pembinaan dan bimbingan dari kecamatan dan kabupaten, karena desa belum bisa mandiri dalam pengelolaan keuangan desa.
xvi
Key Words: Evaluasi, Keuangan Desa, APBDesa, ADD
ABSTRACT
Supriyadi. 2009. “An Evaluation of Village Financial System in Regency Sragen. A Case Study in Sub District Karang Malang”. The background of research is the release of Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, whether or not the village financial management has proceeded well, in which a firm and strict system and regulation has not been established in the implementation of village financial management. The research aims to evaluate the Village Financial System in Regency Sragen, whether or not it has been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management. The research method employed was a qualitative research using descriptive method. The data used were primary and secondary ones. The primary data was obtained through direct observation to the field and from the result of interview. The secondary data was obtained from the books, research findings, documents as well as archive from the concerned institution. From the result of research, it can be concluded that the implementation of village financial management in Regency Sragen has not been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management. It can be seen from: firstly, the village treasurer has not been established legally through the Village Chief’s decision, so far the treasurer position is assumed by the village financial affair chief (Kaur Keuangan Desa) or general affair chief (Kaur Umum). Secondly, the village has not implemented the Medium-Term Village Development Plan (RJPMDesa) and Village Development Work Plan (RKPDesa), so that the direction of village development has not been clear for the next 1 and 5 years. Thirdly, the management of Village Fund Allocation (ADD) in Regency Sragen was done by the Government and Land Affairs Agency of Setda Regency KAranganyar. For the management of village financial in Regency Sragen to be consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, the training, building and counseling in sub district and regency are required, because the village has no capability to manage the village financial independently.
xvii
Keywords: Evaluation, Village Financial, APBDesa, ADD
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fenomena global adanya tuntutan demokrasi dengan mengedepankan pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada bidang pemerintahan dan politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi yang perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi. Hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa menjadi aktor dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber dana sebagai pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut (Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 212 menyebutkan ayat (1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat di nilai dengan uang, serta segala sesuatu yang baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Ayat (2) Menyatakan bahwa hak dan kewajiban sebagaimana di maksud pada ayat (1) Menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.
xviii
Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan suatu sub sistem dari pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan 1 desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan standar pengaturan yang dimulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan aspek pertanggungjawaban keuangan desa. Sedangkan menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa menyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting sebagai metode pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai kegiatan pada suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran desa yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun. Proses penganggaran merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan melakukan hal yang benar terhadap pencapaian tujuan dan sasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Melakukan sesuatu hal dengan benar berarti melakukan sesuatu dengan cara yang paling efisien termasuk diantaranya melakukan sesuatu dengan biaya yang terendah, namun di saat yang sama tetap mempertimbangkan implikasi biaya jangka panjangnya. Selain itu faktor-faktor lain di luar biaya harus dipertimbangkan, misalnya ketaatan pada perundangundangan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
xix
Permasalahan di tingkat desa yang perlu diatasi dan diantisipasi, menurut Maryunani (2006) adalah belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas. Dengan segala keterbatasan yang ada di desa maka pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat tetap dapat dioptimalkan agar lebih mandiri dan berdaya guna melalui serangkaian kegiatan dan program yang memang dimiliki dan mampu dilakukan masyarakat desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Secara garis besar pedoman pengelolaan keuangan desa meliputi azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan keuangan desa, struktur APBDesa, penyusunan rancangan APBDesa, perubahan APBDesa, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan desa, pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan pembinaan dan pengawasan dalam mengelola keuangan desa. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa). Mengenai pengelolaan ADD, Maryunani (2006) menyatakan bahwa kemandirian desa akan tergambar melalui semakin kecilnya ADD ke desa, karena semakin desa mandiri maka semakin tidak memerlukan bantuan dari luar. Dengan semakin berat dan kompleksnya tugas pemerintah desa, maka kepala desa dan perangkat desa semakin di tuntut memberikan hasil terbaik dalam menjalankan tugasnya. Dengan terbangunnya sistem yang baik dalam mengelola
xx
keuangan desa diharapkan pemerintah desa akan mampu mandiri dalam menjalankan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat. B. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan untuk mengetahui apakah sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen juga berpedoman pada Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dan Peraturan Bupati ini tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas, maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini dinyatakan dengan pertanyaan penelitian yaitu: ”Apakah sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa”. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
xxi
D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat. 2. Penelitian ini diharapkan dapat untuk digunakan sebagai pedoman oleh pemerintah kabupaten, kecamatan maupun desa dalam mengelola keuangan desa yang baik. 3. Penelitian ini diharapkan dapat untuk meningkatkan kemandirian desa dalam mengelola keuangan desa. E. Sistematika Penulisan Penulisan tesis akan di bagi dalam 5 Bab, yaitu: BAB I
PENDAHULUAN terdiri dari: Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari: Evaluasi, sistem, desa, APBDesa, dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN terdiri dari: Jenis penelitian, cara pengumpulan data, sumber data dan jenis data, teknik analisis data dan tempat dan waktu penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari: Gambaran umum dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi hasil penelitian yang terdiri dari: Keuangan desa, azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaaan pengelolaan
keuangan
desa,
xxii
penatausahaan
keuangan
desa,
pertanggungjawaban keuangan desa, APBDesa dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD). BAB V
PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi Beberapa teori evaluasi dikemukan oleh para ahli. Proses dalam melakukan evaluasi keuangan mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang di anut, ada bermacam-macam cara antara lain menurut Arikunto (2006) ”Evaluasi yakni mengukur dan menilai, kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran”. Menurut Mehrens & Lehmann dalam Purwanto (2008: 3) menyatakan: ”Dalam arti luas evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan”. Menurut Dunn (2000: 613-619) menyatakan bahwa ada pendekatan dalam evaluasi kebijakan: evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi teoritis keputusan. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat di percaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi
xxiii
mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pem buat kebijakan dan administrator program. Evaluasi keputusan teoritis (formal decision-theoritic evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Menurut Tayibnapis (2000: 7) menyatakan pendapat tentang fungsi evaluasi, yaitu: ”Fungsi evaluasi yaitu memfokuskan evaluasi, mendesain evaluasi, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi”. Menurut Dunn (2000: 609-611) menyatakan mengenai evaluasi yaitu: ”Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, sangat jelas bahwa dalam melaksanakan evaluasi keuangan desa harus diadakan suatu proses terlebih dahulu yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi untuk menentukan tujuan dan target yang hendak dicapai. B. Sistem Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang sistem antara lain,
xxiv
menurut Kantaprawira (1999: 3) menyatakan mengenai sistem yaitu: ”Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur, atau metode”. Menurut The Liang Gie dalam bukunya Mamesah (1995: 5) menyatakan: ”Sistem adalah sebagai kebulatan yang berliku-liku dan tetap dari hal-hal atau unsur-unsur yang saling berhubungan dan disatupadukan berdasarkan sesuatu asas tata tertib”. Selanjutnya menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dalam bukunya Mamesah (1995: 5) merumuskan: ”Sistem sebagai suatu totalitas yang terdiri dari subsistemsubsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama lain berkaitan, saling ketergantungan satu sama lain, saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi sehingga keseluruhanya merupakan suatu kebulatan yang utuh serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa dalam melaksanakan sistem keuangan desa harus saling berinteraksi dan saling pengaruh satu sama lain dan merupakan satu unsur atau elemen yang saling berhubungan. Administrasi keuangan memiliki arti, manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa. Segala kebijakan yang ditempuh di bidang administrasi keuangan bisa berakibat kemakmuran atau kemunduran serta kejayaan suatu bangsa. Kepandaian mengendalikan negara dibarengi dengan kepandaian mengendalikan keuangan akan memberi hasil yang memuaskan sesuai yang diharapkan. Sebaliknya tanpa mengendalikan keuangan dengan baik serta kurang mampu melihat kedepan dapat berakibat suatu kehancuran. Hal ini dapat berlaku bagi administrasi keuangan di daerah otonom.
xxv
C. Desa Desentralisasi desa telah menawarkan kepada kita tentang kesadaran bagaimana kedepan dalam membangun desa. Di desa bisa dijiwai dan bisa mengakomodir nilai-nilai lokal, kultural dan sejarahnya. Pemerintah daerah harus dapat memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan sebaik mungkin. Sumberdaya yang sesungguhnya, sebenarnya ada pada desa bukan di level atasnya sehingga desa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kemajuan daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa yang di maksud desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut Hazairin dalam bukunya Kusnardi (1988: 285) dinyatakan bahwa: ”Desa sebagai masyarakat hukum artinya kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dinyatakan tentang pemerintahan desa, yaitu: ”Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, sangat jelas bahwa desa memiliki
xxvi
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan (public servis), pengaturan (public regulation) dan pemberdayaan masyarakat (public empowerment). Pola organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa menggunakan 2 pola yaitu pola minimal dan pola maksimal. Berikut dapat digambarkan bagan organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen, yaitu:
BPD
KEPALA DESA SEKRETARI S DESA
URUSAN UMUM
URUSAN PEMERIN TAHAN
URUSAN EKONOMI PEMBANG UNAN
KEBAYAN DESA
PELAKSANA TEKNIS LAPANGAN
Keterangan: = Garis Komando = Garis Koordinasi
xxvii
Gambar 1 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal BPD
KEPALA DESA SEKRETARIS DESA
URUSAN KEUANGAN
URUSAN PEME RINTAHAN
PELAKSANA TEKNIS LAPANGAN
URUSAN EKONOMI& PEMBANGUN AN
URUSAN UMUM
URUSAN KESEJAH TERAAN RAKYAT
KEBAYAN DESA
Keterangan: = Garis Komando = Garis Koordinasi
Gambar 2 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal Pemerintah Kabupaten Sragen menggunakan 2 (dua) pola desa, yaitu desa pola maksimal dan minimal, hal ini dikarenakan desa-desa di Kabupaten Sragen mempunyai keadaan geografis yang berbeda-beda. Desa yang mempunyai luas
xxviii
wilayah, jumlah penduduk yang besar serta mempunyai tanah bengkok yang luas dapat menggunakan desa pola maksimal. Sedangkan desa yang mempunyai luas wilayah, jumlah penduduk yang relatif kecil serta mempunyai tanah bengkok yang sedikit, dapat menggunakan susunan organisasi desa pola minimal. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa dengan adanya tuntutan demokrasi dengan mengedepankan pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada bidang pemerintahan dan politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi yang perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi. Hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa menjadi aktor dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber dana sebagai pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut. Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Sekretaris desa bertindak selaku
koordinator
pelaksanaan
pengelolaan
keuangan
desa
dan
bertanggungjawab kepada kepala desa. PTPKD adalah perangkat desa yang di tunjuk oleh kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. PTPKD terdiri dari sekretaris desa, kaur keuangan maupun kaur umum.
xxix
Pemerintah Kabupaten Sragen menempatkan 3 PNS desa yang mempunyai tugas untuk membantu kepala desa dalam menjalankan pemerintahan desa. PNS desa terdiri dari petugas IT desa, petugas teknis lapangan dan bidan desa. PNS desa adalah pegawai kabupaten yang ditempatkan ke desa dengan mendapatkan tunjangan tambahan sebesar Rp. 250.000,- setiap bulan dan mendapat fasilitas sepeda motor. 1. Keuangan desa Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan bahwa yang di maksud keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Sedangkan yang di maksud dengan pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan suatu standar pengaturan yang di mulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan pertanggungjawaban keuangan desa. Aspek perencanaan dan penganggaran, diarahkan agar seluruh proses penyusunan APB Desa dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan
xxx
dalam menetapkan arah kebijakan umum berdasarkan skala prioritas serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui arah kebijakan perencanaan anggaran yang skala prioritas dan pelibatan partisipasi masyarakat desa ini berarti memberi makna bahwa setiap penyelenggaraan di desa berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber daya. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting sebagai metode pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai kegiatan pada suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran desa yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun. Proses penganggaran merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan melakukan hal yang benar terhadap pencapaian tujuan dan sasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Aspek pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, bahwa pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan desa yang juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa, selanjutnya dalam pelaksanaannya kepala desa dibantu oleh bendaharawan desa, perangkat desa beserta masyarakat. Aspek pertanggungjawaban keuangan desa, bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan desa yang akuntabilitas dan transparan maka kepala desa sebagai
pemegang
kekuasaan
penyelenggaraan
keuangan
desa
wajib
menyampaikan pertanggungjawabannya kepada bupati/walikota melalui camat.
xxxi
Melalui pengaturan beberapa aspek tersebut diharapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa secara rinci dapat ditetapkan di setiap desa, sehingga mendorong desa menjadi lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif menuju efisiensi. Berikut dapat digambarkan lingkup pengelolaan keuangan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007.
Sistem Keuangan Desa
Perencanaan/ Penganggaran
Input: RPJMDe
1. sa 2.
Pelaksanaan/ Penganggaran
Pelaporan/ Pertanggungjawab anan
Input: APBDesa
Input: Hasil Kerja dari pelaksanaan APBDesa
Proses: Penatausahaan/ Akuntansi
Proses: Pelaksanaan Pelaporan dan Pertanggungjawab an
RKPDes a
Musrenb angdes 4. Kinerja masa lalu 5. Kebijaka
Pengawasan/ Evaluasi/ Pengendalian
Input: Laporan APBDesa
3.
Proses: Kebijakn Umum APBDesa 2. Proiritas & Plafon anggaran sementara 3. Kegiatan 1.
Output: APBDesa ditetapkan dengan
Yang terdiri dari: 1. Formulir 2. Dokume n 3. Kwitansi
Ouput: Pelaporan dan Pertanggungjawab an APBDesa Laporan terdiri dari: 1. Bulanan.
Output: Hasil Kerja
xxxii
Proses: Laporan APBDesa dievaluasi oleh Camat dan
Output: Hasil Kerja
Gambar 3 Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa 2. Azas dan prinsip pengelolaan keuangan desa Menurut Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007, keuangan desa di kelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa yang di maksud transparan dalam pengelolaan APBDesa adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Akuntabilitas mempunyai arti bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Akuntabilitas dalam pengelolaan APBDesa dapat diartikan bahwa APBDesa
dapat membantu pemerintahan desa dalam
memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima.
Partisipatif
hal ini mengandung makna bahwa
pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBDesa sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, dengan demikian maka masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBDesa. Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang Pedoman
xxxiii
Umum Pengelolaan Keuangan Desa yang di maksud partisipatif adalah pengawasan dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tertib anggaran dalam pengelolaan keuangan desa adalah keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Permendagri 37 Tahun 2007). Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa, disiplin anggaran dalam pengelolaan keuangan desa yang perlu diperhatikan guna penyusunan anggaran di desa adalah: a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum
tersedia atau
tidak mencukupi
anggarannya. c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui rekening kas umum desa. Mardiasmo
(2002)
mengemukakan
prinsip-prinsip
yang
mendasari
pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut, antara lain transparansi, akuntabilitas dan value for money. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran
xxxiv
karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas menyangkut pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan
pelaksanaan
harus
benar-benar
dapat dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisien dan efektivitas. 3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan (Permendagri Nomor 37 Tahun 2007). 4. Penatausahaan keuangan desa Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Penatausahaan keuangan desa terdiri dari penatausahaan penerimaan dan penatausahaan pengeluaran (Permendagri Nomor 37 Tahun 2007). D. APBDesa
xxxv
Desa merupakan daerah otonom yang harus mampu menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) serta mengatur keuangan desa. Desa berhak memperoleh dana bantuan dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Desa yang otonom diharapkan memperoleh sendiri sebagian besar uang yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahannya. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDesa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. APBDesa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APBDesa di bahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama Badan Perwakilan Desa (BPD) menetapkan APBDesa setiap tahun dengan peraturan desa (Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2006). Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yang di maksud Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan peraturan desa. 1. Struktur APBDesa Menurut Steers (1977: 70) yang di maksud struktur adalah: “Struktur menyatakan cara organisasi mengatur sumber daya manusia bagi kegiatan-kegiatan ke arah tujuan. Struktur merupakan cara yang selaras dalam menempatkan manusia sebagai bagian organisasi pada suatu hubungan yang relatif tetap, yang sangat menentukan pola-pola interaksi, koordinasi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas”. Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari pendapatan desa, belanja
xxxvi
desa dan pembiayaan desa. Berikut digambarkan struktur APBDesa sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu:
APBDesa
1.Pendapatan Desa
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa). b. Bagi hasil pajak kabupaten/kota. c. Bagian dari retribusi kabupaten/kota. d. Alokasi Dana Desa (ADD). e. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan desa lainnya. f. Hibah. g. Sumbangan pihak ketiga.
3. Pembiayaan Desa
2. Belanja Desa
Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung
Penerimaan Pembiayaan
a. Belanja pegawai. b. Belanja barang dan jasa. c. Belanja modal.
a. Belanja pegawai/pe nghasilan tetap. b. Belanja subsidi. c. Belanja hibah (pembatasa n hibah). d. Belanja bantuan sosial. e. Belanja bantuan keuangan f. Belanja tak terduga.
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya. b. Pencairan dana cadangan. c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. d. Penerimaan pinjaman.
Gambar 4 Struktur APBDesa
2. Penyusunan rancangan APBDesa
xxxvii
Pengeluaran Pembiayaan
a. Pembentukan dana cadangan. b. Penyertaan modal desa. c. Pembayaran utang.
Penyusunan rancangan APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa dan sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan. Berikut dapat digambarkan alur Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa)
Memuat:
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
Hasil Musyawarah desa Program & kegiatan akan dilaksanakan 1 tahun
Dokumen perencanaan desa untuk periode 1 (satu) tahun.
Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa
xxxviii
Rencana kerja yang terukur dan pendanaannya
Gambar 5 Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) merupakan rencana pembangunan desa yang dijadikan pedoman dalam perencanaan desa untuk periode 1 tahun. RKPDesa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa. Perencanaan desa ini memuat antara lain hasil musyawarah desa, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam 1 tahun kedepan dan rencana kerja yang terukur dan pendanaannya. Sedangkan RPJMDesa atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun yang disusun kepala desa di waktu awal terpilih. Berikut mekanisme penetapan rancangan APBDesa, yaitu Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lambat 3 hari kerja disampaikan kepada bupati/walikota untuk dievaluasi. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan. Setelah rancangan APBDesa selesai dilaksanakan maka akan dilakukan evaluasi rancangan APBDesa oleh bupati dan kemudian APBDesa akan dilaksanakan. Berikut dapat digambarkan alur penyusunan rancangan APBDesa
xxxix
menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
KADES Menyusun RPJMDaerah
RPJMDesa Berpedoman MUSRENBANGDES
RKPDesa
RKPDaerah Diserahkan untuk disusun
SEKDES Disusun RANCANGAN PERDES APBDesa Dibahas Bersama Ditandatangani oleh Kades
KADES & BPD Dikembalikan untuk ditandatangani
Disetujui bersama RANCANGAN PERDES APBDesa Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi CAMAT
BUPATI
xl
Dilaksanakan Peraturan Desa ttg APBDesa
Gambar 6 Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
3. Pelaksanaan APBDesa Pelaksanaan keuangan desa dapat dijelaskan dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yaitu bahwa semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Setiap pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya maka pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib di catat dalam APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada
tahun-tahun
sebelumnya dibebankan
pada belanja tidak terduga.
Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
xli
desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk: a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja. b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung. c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan. Berikut dapat digambarkan alur pelaksanaan APBDesa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
xlii
Rekening Kas Desa
APBDesa Dimasukkan Sisa lebih perhitungan Anggaran (SilPA)
Dana Cadangan
Pendapatan/ Penerimaan Didukung oleh alat bukti yang sah &lengkap
Tanggung jawab&Wewe nang Kades
Pengeluaran Didukung Oleh alat bukti yang sah &lengkap
Pengesahan dari Sekdes
Bendahara Desa
PPh (Pajak Penghasilan) Gambar 7
xliii
Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
4. Perubahan APBDesa Sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, dijelaskan bahwa perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa. 5. Penatausahaan APBDesa Penatausahaan
APBDesa
terdiri
dari
penatausahaan
penerimaan,
penatausahaan pengeluaran dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Sebelum melakukan penatausahaan keuangan desa kepala desa wajib menetapkan bendahara desa yang berasal dari perangkat desa. 6. Pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan APBDesa Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang pengelolaan keuangan desa, yaitu: a. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. b. Sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas bersama BPD. c. Berdasarkan persetujuan kepala desa dengan BPD, maka rancangan peraturan
xliv
desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi peraturan desa. d. Jangka waktu penyampaian dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Mekanisme penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa adalah: a. Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa disampaikan kepada bupati melalui camat. b. Waktu penyampaian tersebut, paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan. Berikut dapat digambarkan mekanisme pertanggungjawaban APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
Menyusun Sekdes Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa
Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa Menyampaikan Menyampaikan
Menyampaikan Kades
Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa
Badan Permusyawaratan Desa Di bahas bersama oleh Kades dan BPD
Disetujui Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan APBDesa
xlv
Camat Disampaikan kepada Bupati melalui Camat
BPD, Masyarakat
Bupati
GambarDana 8 Desa (ADD) E. Pengelolaan Alokasi Mekanisme Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDesa Pedoman anggaran Alokasi Dana Desa yaitu menggunakan dasar hukum yaitu Surat Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 Maret 2005 Nomor 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dipergunakan untuk operasional pemerintah dan BPD serta pemberdayaan masyarakat desa (Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen). Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, Alokasi Dana Desa berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10%. Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Berikut mekanisme penyaluran dan pencairan ADD menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu: 1. Alokasi Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintahan desa. 2. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa.
xlvi
3. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada bupati c.q kepala bagian pemerintahan desa setda kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. 4. Bagian pemerintahan desa pada setda kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD). 5. Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas daerah ke rekening desa. 6. Mekanisme pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap
atau
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah
kabupaten/kota. Berikut dapat digambarkan mekanisme pengelolaan Alokasi Dana Desa berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
Kepala Desa mengajukan penyaluran ADD Pemerintah Desa Membuka Rekening Kas Desa ditetapkan dgn Keputusan Kepala Desa
Pelaksanaan ADD
Camat Verifikasi Tim Pendamping Kecamatan
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten menganggarkan ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten meneruskan berkas
Bupati, Cq ADD Rekening Kas Desa xlvii
Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD)
Gambar 9 BAB III Alokasi Dana Desa (ADD) Mekanisme Penyaluran dan Pencairan METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang”, merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan induktif.
Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yaitu apakah pengelolaan keuangan desa sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa. Secara teoritis, menurut Moleong (2001: 5), “Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan; Pertama, penyesuaiannya lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi”. Metode penelitian deskriptif menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk menemukan masalah tertentu secara cermat, serta berusaha memahami masalah berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Menurut
xlviii
Nazir (1988: 63) menyatakan mengenai metode deskriftif, yaitu: “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat 31 serta hubungan antar fenomena mengenai fakta-fakta, sifat-sifat yang akan diselidiki”. Nawawi (1994) juga menyatakan penelitian deskriftif yaitu: “Penelitian deskriftif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya”. Sedangkan pendekatan induktif merupakan pendekatan penelitian yang didasarkan pada proses berpikir induktif yaitu proses yang berasal dari lapangan atau atas dasar pengamatan di lapangan/fakta empirik. B. Cara Pengumpulan Data Menurut Nasir (1988: 211) “Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. Ada tiga proses kegiatan pengumpulan data yang akan digunakan yakni, (a) Proses memasuki lokasi penelitian, (b) Ketika berada di lokasi penelitian, (c) Mengumpulkan data lapangan dan menganalisisnya. 1. Proses memasuki lokasi penelitian Peneliti melakukan orientasi di lingkungan kantor Kecamatan Karangmalang dan Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan untuk memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti mulai melakukan pendekatan awal dengan Pegawai Kecamatan Karangmalang yang dapat membantu dalam memberikan berbagai dokumen yang dibutuhkan peneliti,
xlix
selanjutnya
peneliti
juga
mulai melakukan
pendekatan dengan
Camat
Karangmalang dan beberapa pejabat struktural kecamatan yang mengetahui tentang pengelolaan keuangan desa. Selanjutnya peneliti akan melakukan pendekatan kepada kepala desa dan perangkat desa yang menjadi obyek penelitian berdasarkan rekomendasi dari pihak kecamatan. Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti melakukan adaptasi dengan para informan tersebut berlandaskan hubungan etik dan simpatik. 2. Ketika berada di lokasi penelitian Peneliti melakukan hubungan secara pribadi yang akrab dengan subjek penelitian,
sehingga
peneliti memperoleh
informasi
selengkapnya
serta
menangkap makna intisari dari berbagai informasi yang diperoleh tersebut. Peneliti mencoba menghindari kesan yang kaku dan terlalu formal untuk memperoleh jawaban dan tidak berbelit-belit dari informan. 3. Proses pengumpulan data lapangan dan menganalisisnya Berdasarkan pada jenis dan sumber data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: a. Observasi langsung Untuk memperoleh gambaran selengkap mungkin, peneliti mengadakan observasi langsung ke lokasi penelitian secara terus menerus guna mengungkap data mengenai penerapan sistem keuangan desa dengan mengacu pada dimensi yang dikaji. Melalui kecermatan pengamatan, dimaksudkan untuk dapat melihat gejala dalam realitas aktivitas sehari-hari. Dalam observasi langsung ini peneliti secara pribadi akan berada dalam lokasi penelitian, sehingga mempunyai
l
kesempatan mengumpulkan data lebih banyak, lebih rinci dan lebih cermat. Dengan demikian data yang akan ditulis dalam penelitian ini merupakan data yang telah memenuhi keakuratan. Berkaitan dengan observasi langsung, beberapa ahli mengemukakan tentang observasi langsung, antara lain Hamidi (2004: 74) menyatakan yaitu: “Observasi, berarti peneliti melihat dan mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera yang lain) apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum, menjelang, ketika dan sesudahnya”. Kemudian menurut Nasir (1988: 212) yang mengemukakan yaitu: “Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”.
b. Wawancara Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan aparat kecamatan yang terlibat langsung terhadap pengelolaan keuangan desa, aparat pemerintahan desa yang menangani tentang pengelolaan keuangan desa. Menurut Nasir (1988: 234) yang di maksud dengan wawancara adalah: “Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)”. Wawancara selain menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang bersifat terbuka, wawancara juga tidak dilaksanakan dengan struktur yang ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan
li
sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam, terutama yang berkenaan dengan perasaan, sikap dan pandangan informan terhadap pelaksanaan kerjanya. Teknik wawancara semacam ini dilakukan dengan semua informan yang ada pada lokasi penelitian terutama untuk mendapatkan data primer dan data sekunder dari informan. Adapun narasumber yang akan diwawancarai adalah Sekretaris Camat Karangmalang, Kasi Pemerintahan Kecamatan Karangmalang dan kepala desa, sekretaris desa, kaur keuangan, kaur umum serta anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dari desa yang jadi objek penelitian. c. Mencatat arsip dan dokumetasi Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data yang bersumber pada arsip dan dokumen yang ada. Dalam hal ini, informasi berasal dari berbagai arsip maupun dokumendokumen yang lain yang dianggap perlu. Berkaitan dengan pengkajian arsip dan dokumen, Sutopo (2002: 69) mengemukakan pendapatnya yaitu: “Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau”. Selanjutnya menurut Hamidi (2004: 72) menyatakan “Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan”. Kemudian menurut Arikunto (2002: 106) yang di maksud dokumentasi adalah: “Dokumentasi adalah metode yang dilaksanakan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
lii
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dengan berada di lokasi penelitian dan akan mencatat, memfotokopi arsip maupun dokumen yang tersimpan dan ada di tingkat kabupaten, kecamatan dan tingkat desa. 4. Sampel Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Menurut Sugiyono (2007: 53-54) bahwa ”purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”. Soehartono (2000: 57) menyatakan bahwa “Sampel adalah
bagian
dari populasi
yang akan
diteliti dan dianggap
dapat
menggambarkan populasinya”. Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus sampel purposive ini, menurut Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Sugiyono (2007: 54) terdiri dari empat jenis yaitu: a. Emergent sampling design/sementara. b. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snow ball. c. Continuous adjusment or ’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan. d. Selection to the point of redundency/dipilih sampai jenuh. Dari keempat jenis sampling di atas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Emergent sampling design/sementara dan Continuous adjusment or ’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan. Emergent sampling design/sementara yaitu penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan
liii
saat mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya, yaitu dengan memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini emergent sampling design/sementara digunakan karena subjek penelitian ditentukan atas pertimbangan peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Atas dasar pertimbangan penentuan subjek penelitian adalah subjek dianggap mengetahui informasi atau data yang diperlukan. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball), yaitu berdasarkan data atau informasi yang di peroleh dari sampel sebelumnya, dapat ditetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball) digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen, diawali informasi dari key informan. Selanjutnya, key informan dapat menunjuk informan lain yang di anggap dapat memberikan informasi atau data yang diperlukan secara lebih lengkap. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Pegawai kantor Kecamatan Karangmalang yang terdiri dari camat, sekretaris camat, kasi pemerintahan kecamatan dan kaur keuangan kecamatan. b) Kepala desa, sekretaris desa, kaur umum dan kaur keuangan di Desa Puro, Desa Saradan dan Desa Jurangjero. c) Tokoh masyarakat dalam hal ini anggota BPD yang ada di masing-masing desa yang mempunyai peran terhadap perkembangan desa. 5. Populasi
liv
Menurut Arikunto (2002: 108) yang di maksud dengan populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2002: 55) mengatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari yang kemudian diambil kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Kecamatan Karangmalang dan seluruh pegawai Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan. C. Sumber Data dan Jenis Data Sumber data diartikan sebagai objek dari mana data diperoleh (Arikunto, 1996: 114). Dalam penelitian ini peneliti mengambil data dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan dan dari hasil wawancara. Untuk menentukan data primer menggunakan populasi dan sampel. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku, hasil laporan, dokumen serta arsip dari instansi yang bersangkutan. D. Teknik Analisis Data Teknik analisis data seperti yang diungkapkan Nasir (1988: 405) menyatakan, yaitu: “Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode penelitian ilmiah karena dengan analisis ini data-data yang ada dapat di beri arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriftif kualitatif yaitu dari data yang diperoleh dari wawancara, studi kepustakaan maupun yang berasal dari lokasi penelitian, kemudian dianalisis, dipelajari dan diteliti sebagai
lv
satu kesatuan yang utuh sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipergunakan sebagai pemecahan masalah. Melalui teknik ini akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh. Peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif, yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu: a. Mereduksi data yaitu proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari data-data yang ada sedemikian rupa, kemudian ditentukan pola yang dapat memberikan gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan. Dengan pola tersebut dapat mempermudah peneliti dalam mencari kelangkapan data yang belum diperoleh. b. Sajian data yaitu data yang telah disusun dalam pola, selanjutnya akan dianalisa terus-menerus bersamaan dengan perolehan data baru yang terkait dengan permasalahan, sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan berdasarkan yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. E. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai evaluasi sistem keuangan desa dilakukan di Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan di wilayah Kecamatan Karangmalang dengan pertimbangan bahwa ketiga desa tersebut dapat mewakili sistem keuangan desa yang digunakan di Kabupaten Sragen yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa serta peneliti
lvi
lebih mengenal kondisi geografis dan demografisnya sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini mulai pada bulan Maret 2009 sampai dengan Nopember 2009. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Tengah. Batas-batas wilayah Kabupaten Sragen yaitu: Tabel 1 Batas-batas Wilayah Kabupaten Sragen Arah Sebelah Timur
Nama Kabupaten Kabupaten Ngawi
Sebelah Barat
Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan
Kabupaten Karanganyar
Sebelah Utara
Kabupaten Grobogan
Sumber: Kecamatan Karangmalang Luas Wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terdiri dari 42,52% lahan basah yaitu 40.037.,93 Ha dan 57,48% lahan kering yaitu 54117,88 Ha. Tabel 2 Luas Wilayah Kabupaten Sragen Luas Wilayah
Keterangan
40.037,93 Ha (42,52 %)
Lahan basah
54.117,88 Ha (57,48 %)
Lahan kering
Sumber: Kecamatan Karangmalang
lvii
Kabupaten Sragen terdiri dari 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 196 desa. Kecamatan Karangmalang merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang berada di Kabupaten Sragen yang mempunyai luas wilayah 4.297,82 Ha. Kecamatan Karangmalang di pimpin oleh Camat Karangmalang dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati Sragen 40 melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen. Camat mempunyai tugas membantu tugas bupati dalam penyelenggaran pemerintahan di wilayah kecamatan. Pemerintah kecamatan mempunyai pedoman dalam pelaksanaan tugasnya yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten Sragen yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kecamatan mempunyai tugas pokok yaitu membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan kesejahteraan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Sedangkan fungsi kecamatan adalah pertama pelaksanaan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dan pemerintah daerah, kedua pelayanan penyelenggaraan pemerintahan kecamatan dan ketiga pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai tugas dan fungsinya. Kecamatan Karangmalang, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Masaran, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kedawung sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sragen dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ngrampal. Secara administrasi Kecamatan Karangmalang terdiri dari 10 desa/kelurahan yang meliputi 8 desa yang dipimpin oleh kepala desa dan 2
lviii
kelurahan yang dipimpin oleh kepala kelurahan yang jenis kepegawaian adalah seorang PNS. Kecamatan Karangmalang mempunyai luas wilayah seluas 4297,82 Ha yang tersebar di masing-masing desa/kelurahan dengan komposisi luas wilayah sebagai berikut: Tabel 3 Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Desa/Kelurahan Kedungwaduk Jurangjero Saradan Plosokerep Guworejo Puro Mojorejo Pelemgadung Plumbungan Kroyo Jumlah Sumber: Kecamatan Karangmalang
Luas (ha) 512,04 481,00 235,03 355,24 400,24 499,99 526,15 489,60 398,66 398,97 4297,82
Penduduk Kecamatan Karangmalang per Agustus 2009 berjumlah 57.809 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki 28.702 jiwa dan penduduk perempuan 29.107 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,99 % pertahun. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kelurahan Kroyo sebanyak 8.862 jiwa dan jumlah penduduk terkecil di Desa Saradan berjumlah 2.465 jiwa. Berikut jumlah penduduk di masing-masing desa/kelurahan pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Desa/Kelurahan Kedungwaduk Jurangjero Saradan Plosokerep Guworejo Puro
Luas (ha) 5.557 6.077 2.465 4.416 4.038 8.647
lix
7. 8. 9. 10.
Mojorejo 4.723 Pelemgadung 6.178 Plumbungan 7.046 Kroyo 8.662 Jumlah 57.809 Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan Karangmalang
1. Tugas pokok dan fungsi kecamatan Status kecamatan sebagai perangkat daerah merupakan unsur penunjang pemerintah Kabupaten Sragen. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 126 ayat (2) menyatakan bahwa kecamatan di pimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat di angkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Untuk tata pemerintahan level kecamatan setelah diterapkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 maka camat sepenuhnya adalah sebagai perangkat daerah yang bertanggung jawab kepada bupati. Selanjutnya tugas camat adalah membantu tugas bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan. Sebagai pedoman pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan tugasnya, pemerintah Kabupaten Sragen telah mengatur dan menyusun tugas-tugas pokok dan fungsi unsur-unsur organisasi pemerintah Kecamatan Karangmalang yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati Sragen Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
lx
Penjabaran Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten Sragen. Dalam peraturan bupati tersebut dijelaskan bahwa pemerintah kecamatan mempunyai tugas membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintah, pembangunan dan pembinaan kehidupan, kesejahteraan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, pemerintah kecamatan menyelenggarakan fungsi berikut: a. Pelaksanaan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari bupati. b. Pelayanan penyelenggaraan pemerintahan kecamatan. c. Pembinaan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan. d. Pembinaan kehidupan kesejahteraan kemasyarakatan. e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Camat merupakan perangkat daerah yang berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara pemerintahan di wilayah kerjanya, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati melalui sekretaris daerah kabupaten. 2. Struktur organisasi kecamatan Dalam pelaksanaan tugasnya para aparat pemerintah kecamatan akan merujuk kepada tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan oleh pemerintah kabupaten. Agar pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien maka bentuk struktur yang dimaksudkan untuk membagi tugas dan pekerjaan dalam kelompoknya. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten
lxi
Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen. Susunan organisasi pemerintah kecamatan terdiri dari pejabat-pejabat berikut: a. Camat. b. Sekretaris Camat membawahi: Sub bagian umum dan kepegawaian, sub bagian keuangan dan sub bagian perencanaan, evaluasi dan pelaporan. c. Seksi, terdiri dari: 1) Seksi pemerintahan. 2) Seksi ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat. 3) Seksi ekonomi pembanguanan. 4) Seksi kesejahteraan rakyat. 5) Seksi pelayanan umum. d. Kelompok jabatan fungsional Kelompok jabatan fungsional terdiri dari perwakilan badan dan dinas yang ada di kabupaten yang ditempatkan di setiap kecamatan. e. Tata kerja Kecamatan menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 merupakan organisasi perangkat daerah. Kecamatan Karangmalang merupakan unsur penunjang Kabupaten Sragen. a. Camat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dalam ketentuan yang ditetapkan oleh bupati. b. Pejabat struktural dalam lingkungan pemerintah kecamatan bertanggung
lxii
jawab memimpin dan mengkoordinasikan dalam memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya. c. Pejabat struktural dalam melaksanakan tugasnya wajib mematuhi petunjuk, bertanggung jawab dalam menyampaikan laporan kepada atasan masingmasing. d. Pejabat struktural dalam melaksanakan tugasnya wajib mengkaji laporan yang diterima dan mempergunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut. e. Pejabat struktural pemerintah kecamatan wajib mengawasi bawahan masingmasing dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan bila terjadi penyimpangan sesuai peraturan yang berlaku. 3. Tujuan dan sasaran organisasi kecamatan Tujuan organisasi pemerintah kecamatan, yaitu: a. Menentukan efisiensi dan efektifitas yang dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil. b. Meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan aparat pemerintah kecamatan. c. Meningkatkan komunikasi, implementasi perencanaan strategis untuk memfasilitasi, komunikasi dan partisipasi, mengakomodasi perbedaan kepentingan dan nilai serta mendorong proses pengambilan keputusan yang teratur serta keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sasaran organisasi pemerintah kecamatan antara lain: a. Sasaran organisasi internal: Aparatur kecamatan. b. Sasaran organisasi eksternal: Masyarakat Kecamatan Karangmalang.
lxiii
Aspek pengembangan untuk mencapai tujuan dalam sasaran organisasi yaitu: a. Peningkatan pengembangan organisasi dengan mengoptimalkan standar manusia (SDM) yang ada di desa/kelurahan, dengan bekerja sama secara terkoordinir sehingga sistem yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik. b. Aspek pengembangan SDM aparatur dapat dioptimalkan sesuai dengan tupoksi yang ada, sedangkan untuk meningkatkan kinerja dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten. c. Pengembangan pelayanan prima yaitu sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien dengan memuaskan pelanggan/masyarakat. 4. Kelembagaan desa Kelembagaan di desa terdiri dari: a. LP2MD merupakan Lembaga Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa yang berfungsi menyerap aspirasi masyarakat dalam rangka pemberdayaan pembangunan di desa. b. BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan partner kerja kepala desa dalam penyelenggaraan desa, menyerap, mengakomodasikan aspirasi dari masyarakat. Kecamatan Karangmalang antara lain terdiri dari Desa Puro, Desa Saradan dan Desa Jurangjero. Ketiga desa tersebut akan dijadikan sebagai objek penelitian. Di bawah ini akan digambarkan sekilas tentang kondisi ketiga desa tersebut. 5. Kondisi umum Desa Puro
lxiv
a. Geografis dan demografis Desa Puro mempunyai luas wilayah 499,99 Ha dengan jumlah penduduk 8.467 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Guworejo, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wonokerso Kecamatan Kedawung, sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Plumbungan dan Kelurahan Kroyo dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Mojorejo. Aparat Desa Puro terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan 13 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan pemerintahan kecamatan sejauh 1 km dan jarak dari ibukota kabupaten sejauh 3 km. Mata pencaharian penduduk Desa Puro adalah petani dan pedagang. b. Susunan organisasi Pemerintah Desa Puro menggunakan susunan organisasi pola maksimal, yaitu sebagai berikut: Tabel 5 Susunan Organisasi Pemerintah Desa Puro NO
JABATAN
1.
Kades
PENDIDIKAN S1
2.
Sekdes
SLTA
3.
Bayan
SLTA
4.
Bayan
ST
5.
Bayan
SLTA
6.
Kaur Pem
SR
7.
Kaur Keu.
SMA
8.
Kaur Umum
SLTA
9.
Kaur Kesra
SLTP
10.
Kaur Ekbang
SLTA
11.
Jogoboyo
SLTP
12.
PTD
SLTA
13.
Modin
PGA
14
Pelaksana
SLTP
15.
Penjaga
Sumber: Laporan Desa Puro
lxv
Berdasarkan data tabel 5 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat Desa Puro mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan 1 orang sarjana yaitu kepala desa. Berdasarkan umur rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan Perangkat Desa Puro yang menguasai komputer hanya ada 5 termasuk kepala desa, untuk sekretaris desa tidak menguasai komputer. Hal ini disebabkan karena perangkat yang sudah tua tidak mau lagi untuk belajar komputer walaupun di APBDesa sudah dianggarkan untuk pelatihan komputer. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan sumber daya manusia dalam menjalankan tugas. Berdasarkan pengamatan tugas-tugas yang dapat diselesaikan dengan komputer hanya dibebankan pada beberapa perangkat desa saja walaupun sebenarnya bukan tugasnya. 6. Kondisi umum Desa Saradan a. Geografis dan demografis Desa Saradan mempunyai luas wilayah 235,03 Ha dengan jumlah penduduk 2.465 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Jurangjero, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedungwaduk, sebelah utara berbatasan dengan Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo dan Kelurahan Sine Kecamatan Sragen dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Plosokerep. Aparat Desa Saradan terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan 12 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan pemerintahan kecamatan sejauh 5,4 km dan jarak dari ibukota kabupaten sejauh 5,5 km. Mata pencaharian penduduk Desa Saradan adalah petani. b. Susunan organisasi
lxvi
Pola organisasi yang digunakan oleh Pemerintah Desa Saradan adalah pola minimal dengan susunan organisasi dapat dijelaskan seperti dalam tabel 6 di bawah ini:
Tabel 6 Susunan Organisasi Pemerintah Desa Saradan NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
JABATAN Kepala Desa Sekretaris Desa Bayan Bayan Kaur Pem Kaur Ekbang Kaur Umum PTD Jogoboyo Modin Pelaksana Penjaga
PENDIDIKAN SARMUD SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA SD SLTA -
Sumber: Laporan Desa Saradan Berdasarkan data tabel 6 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat Desa Saradan mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan 1 orang sarjana muda yaitu kepala desa dan hanya 1 orang berpendidikan SD. Berdasarkan umur rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan Perangkat Desa Saradan yang menguasai komputer hanya ada 5 yang menguasai termasuk kepala desa dan sekretaris desa. Perangkat desa sebenarnya wajib bisa komputer semua, hal ini di dalam APBDesa wajib dianggarkan untuk pelatihan komputer, tetapi banyak perangkat desa yang tidak mau belajar dan berlatih komputer. Dengan kurangnya sumber daya manusia yang tidak menguasai komputer dapat dipastikan bahwa tugas-tugas tidak dapat berjalan maksimal.
lxvii
7. Kondisi umum Desa Jurangjero a. Geografis dan demografis Desa Jurangjero mempunyai luas wilayah 481,00 Ha dengan jumlah penduduk 6.077 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Gebang Kecamatan Masaran, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedungwaduk, sebelah utara berbatasan dengan Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Saradan. Aparat Desa Jurangjero terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan 13 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan pemerintahan kecamatan sejauh 7 km dan jarak dari ibukota kabupaten sejauh 8 km. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Jurangjero adalah sebagai petani. b. Susunan organisasi Pola organisasi yang digunakan oleh Pemerintah Desa Jurangjero adalah pola maksimal dengan susunan organisasi dapat dijelaskan seperti dalam tabel 7 di bawah ini: Tabel 7 Susunan Organisasi Pemerintah Desa Jurangjero NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
JABATAN Kepala Desa Carik Bayan I Bayan II Bayan III Jogoboyo Modin PTD Kaur Umum Kaur Keu Kaur Ekbang Kaur Pem. Kaur Kesra Pelaksana Penjaga
PENDIDIKAN SLTA SMEA SD SD STM SLTA SMP SLTA SLTA SLTA SLTP STM SMEA SLTP
Sumber: Laporan Desa Jurangjero Berdasarkan data tabel 7 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat
lxviii
Desa Jurangjero mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan tidak terdapat perangkat yang lulusan sarjana. Berdasarkan umur rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan Perangkat Desa Jurangjero yang menguasai komputer lebih dari 5 orang. Hal ini disebabkan karena perangkat desa mau belajar menggunakan komputer. Desa Jurangjero dalam APBDesanya juga dianggarkan untuk pelatihan komputer. Berdasarkan pengamatan kemampuan perangkat Desa Jurangjero dalam menggunakan komputer masih belum maksimal. B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Keuangan desa Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan suatu standar pengaturan yang di mulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan pertanggungjawaban keuangan desa. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber diperoleh gambaran bahwa kepala desa sudah mengetahui secara garis besar apa yang di maksud dengan pengelolaan keuangan desa. Hal ini sesuai dengan apa yang nyatakan oleh Kepala Desa A yaitu:
lxix
“Pengelolaan keuangan desa ya seperti dinyatakan dalam peraturan, yaitu kegiatan untk mengelola keuangan di desa, biar dapat berjalan sesuai peraturan yang berlaku” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Kemudian perangkat desa A1 juga mengungkapkan tentang pengelolaan keuangan desa, yaitu: “Pengelolaan keuangan desa adalah cara untuk melaksanakan keuangan desa sesuai dengan APBDesa, mulai dari menyusun anggaran, melaksanakan dan melaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa mengenai pengelolaan keuangan desa, yaitu: “Pengelolaan keuangan desa adalah cara-cara mengelola keuangan desa sesuai aturan dan prosedur yang berlaku” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa C juga diwawancarai mengenai pengelolaan keuangan desa. Dalam pernyataannya disampaikan yaitu: “Pengelolaan keuangan desa adalah bagaimana desa mengelola dan membelanjakan keuangan desa secara baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kemudian perangkat desa C1 juga diwawancarai mengenai pengelolaan keuangan desa, menyatakan yaitu: “Pengelolaan keuangan desa adalah bagaimana cara membuat penganggaran, kemudian menyusunnya menjadi APBDesa untuk dilaksanakan dalam waktu satu tahun anggaran” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa dan perangkat desa yang menangani keuangan desa masih belum memahami pengelolaan
keuangan
desa
yang
meliputi
perencanaan,
penganggaran,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa.
lxx
Berikut dapat digambarkan berdasarkan hasil wawancara di lapangan mengenai sistem pengelolaan keuangan desa yang dilaksanakan dari desa yang diteliti, ditemukan beberapa hal yang tidak dilaksanakan oleh desa. hal ini tergambar dari bagan sebagai berikut: Sistem Keuangan Desa
Perencanaan/ Penganggaran
Input: RPJMDe
1. sa 2.
Pelaksanaan/ Penatausahaan
Pelaporan/ Pertanggungjawab anan
Input: APBDesa
Input: Hasil Kerja dari Pelaksanaan APBDesa
RKPDes a
Musrenb angdes 4. Kinerja masa lalu 5. Kebijaka
Pengawasan/ Evaluasi/ Pengendalian
Input: Laporan APBDesa
3.
Proses: 1. Kebijaka n Umum APBDesa 2. Proiritas & Plafon anggaran sementara 3. Kegiatan anggaran
Proses: Penatausahaan/ Akuntansi
Proses: Pelaksanaan Pelaporan dan Pertanggungjawab
Yang terdiri dari: 1. Formulir 2. Dokumen 3. Kwitansi 4. Catatan
Ouput: Pelaporan dan Pertanggungjawab an APBDesa Laporan terdiri dari: 1. Bulanan.
Output: Hasil Kerja
Output: APBDesa ditetapkan dengan peraturan desa
Proses: Laporan APBDesa Dievaluasi oleh
Output: Hasil Kerja
Keterangan: Untuk yang bergaris bawah tidak dilaksanakan sesuai aturan yang
lxxi
Gambar 10 Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan yaitu pertama, mengenai perencanaan dan penganggaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) serta kebijakan pemerintah yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tidak pernah dijadikan pedoman. Pembangunan di desa selama ini hanya sesuai kebutuhan yang ada pada saat di susun anggaran. Dampak tidak dilaksanakannya RKPDesa adalah tidak adanya arah yang jelas untuk pembangunan desa dalam 1 tahun mendatang dan tidak dilaksanakan RPJMDesa juga berdampak pada tidak jelasnya arah pembangunan desa dalam 5 tahun mendatang. Solusi tidak disusunnya RKPDesa adalah pemberian sanksi oleh pemerintah kabupaten, misalnya menunda dana dari kabupaten yang diberikan untuk desa dan akan dicairkan apabila desa sudah menyusun RKPDesa. Kemudian solusi tidak disusunnya RPJMDesa adalah RPJMDesa dijadikan salah satu syarat administrasi yang wajib dipenuhi dalam pencalonan kepala desa sebelum proses pemilihan kepala desa. Kedua, mengenai pelaksanaan dan penganggaran dari ketiga desa, Desa Puro untuk penatausahaan lebih baik dibandingkan dengan Desa Jurangjero dan Desa Saradan. Desa Puro mengenai formulir, dokumen dan kwitansi sudah berjalan walaupun belum baik dan data di atas juga belum lengkap. Desa
lxxii
Jurangjero dan Desa Saradan mengenai formulir, dokumen dan kwitansi baru di cacat dan direkap setelah satu bulan berjalan dan saat diminta membuat laporan baru semuanya berusaha direkap. Hal ini akan berdampak tidak akuratnya laporan dari pengelolan keuangan desa tersebut. Solusi dari hal ini adalah hendaknya kepala desa proaktif dalam memantau pemasukan dan pengeluaran keuangan desa serta pihak kecamatan dan kebaupaten selalu melakukan pembinaan ke desa mengenai pengelolaan keuangan desa. Ketiga, mengenai pelaporan dan pertanggungjawaban, laporan bulan dan tahunan saja yang sudah dilaksanakan, untuk laporan semesteran tidak dilaksanakan oleh ketiga desa tersebut. Mengenai laporan pertanggungjawaban masih ditemukan keterlambatan penyampaian laporan dari desa kepada kecamatan maupun kepada kabupaten. Hal ini akan mengurangi akuntabilitas dari laporan pertanggungjawaban keuangan tersebut. Solusinya adalah pertama, dibuat laporan harian dan mingguan serta perangkat desa selalu melaporkan kepada kepala desa dan diteruskan kepada camat. Kedua, kabupaten dan kecamatan wajib memberikan sanksi apabila terjadi keterlambatan dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan desa. Keempat, mengenai pengawasan dan evaluasi, ditemukan bahwa dari pihak desa masih terlambat mengirimkan laporan pengelolaan keuangan desa, sehingga kecamatan juga akan terlambat dalam mengirimkan laporan ke kabupaten, sehingga pihak kabupaten dan pihak kecamatan akan terlambat dalam mengevaluasinya. Hal ini dikarenakan perangkat desa kurang memperhatikan waktu dalam membuat laporan dan tidak adanya sanksi yang tegas dari kabupaten
lxxiii
atau kecamatan mengenai keterlambatan laporan keuangan tersebut. Akibat dari hal ini adalah perangkat desa masih mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan desa. Solusinya yaitu kabupaten maupun kecamatan selalu melakukan pengawasan disertai evaluasi yang rutin dan berkala, misalnya dari kecamatan dilakukan 1 bulan sekali dan di kabupaten bisa dilakukan 3 bulan atau 6 bulan sekali, tidak 1 tahun sekali seperti yang selalu ini terjadi. 2. Asas pengelolaan keuangan desa Keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A, diungkapkan yaitu: ”Masalah keuangan desa semua dari pemasukan baik dari suratsurat maupun hasil lelangan maupun bantuan-bantuan itu kita serahkan sepenuhnya kepada leading sektornya yaitu bendahara atau kaur keuangan, kita jelas semua bentuk pengeluaran kita berusaha untuk satu pintu, agar semuanya jelas dan bisa terevaluasi, terkondisikan, semua bentuk pemasukan maupun pengeluaran kita harapkan lewat satu pintu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Berdasarkan keterangan di atas dan pengamatan di lapangan Desa Puro memang sudah mengelola keuangan desa melalui satu pintu, hal ini agar pengelolaan keuangan desa bisa jelas dan mudah dikontrol. Tetapi pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh Desa Puro juga masih ditemukan kelemahan, karena hanya dikelola oleh 1 orang perangkat desa, sehingga akan rawan terjadi penyimpangan. Solusinya harus ada kontrol ganda baik dari BPD, kepala desa, perangkat desa yang lain dan masyarakat juga perlu dilibatkan setiap pengambilan kebijakan mengenai pengelolaan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni
lxxiv
mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Hal ini dilakukan agar pengelolaan keuangan desa dapat berjalan lancar dan dilaksanakan dengan baik serta transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber diperoleh gambaran bahwa pengelolaan keuangan desa sudah dikelola dalam masa satu tahun anggaran, hal ini dikarenakan kepala desa dan jajarannya sangat memperhatikan mengenai waktu dalam mengelola anggaran keuangan desa. Selain itu pembinaan dari kecamatan masih sangat diperlukan oleh perangkat desa dalam mengelola keuangan desanya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh aparat kecamatan A sebagai berikut berikut: ”Dengan adanya Permendagri dan peraturan bupati tentang pengelolaan keuangan desa, sebenarnya aparat desa merasa belum mampu untuk melaksanakannya, tetapi kecamatan mempunyai tanggungjawab untuk membantu dan membina perangkat desa dalam menyusun APBdesa agar dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku. Demi tertibnya keuangan desa pemerintah kabupaten dan juga kecamatan juga meminta laporan pengelolaan keuangan desa secara berkala” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut diperoleh hasil bahwa sebenarnya pengelolaan keuangan desa masih sangat perlu pembinaan dan bimbingan dari kecamatan agar pengelolaan anggaran keuangan desa dapat berjalan dengan baik dan dapat berjalan dalam masa 1 tahun anggaran. Bukti bahwa pengelolaan keuangan desa sudah berjalan mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember, diungkapkan oleh perangkat desa A1, yaitu: “Ya pengelolaan keuangan Desa Puro dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember dan setiap bulannya kita tutup, kemudian dari tanggal 1 sampai dengan 31 Desember kita mulai lagi. Kita juga
lxxv
menerapkan kas harian, setiap hari kita buka pelayanan itu, keuangan masuk di satu pintu, kemudian dari sektor pelayanan kaur keuangan menutup satu hari, satu hari kita rekap setiap bulan dan setiap bulan kita rekap setiap tahun” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kepala Desa B yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa di Desa Saradan sudah berjalan dalam satu tahun anggaran” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Untuk Desa Jurangjero waktu pengelolaan keuangan desa juga dikelola dalam satu tahun, seperti yang diungkapkan Kepala Desa C, sebagai berikut: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola, tetapi untuk tanggalnya belum bisa dipastikan, yang jelas dalam jangka waktu 1 tahun sekali” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan keuangan desa di ketiga desa sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, tetapi desa memang belum bisa mandiri seperti yang diharapkan oleh pembuat kebijakan tentang pengelolaan keuangan desa. Hanya Desa Puro yang menurut pengamatan dan data yang ada memang sudah mendekati baik dalam mengelola keuangan desa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Kaur Keuangan Desa Puro sudah baik dan dalam menjalankan tugas juga terselesaikan dengan baik, walaupun Sekretaris Desa Puro kemampuan dalam menjalankan tugas selaku koordinator belum berjalan optimal. a. Azas tranparan Pengelolaan keuangan desa harus dikelola secara
tranparan dan yang di
maksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara
lxxvi
besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara diperoleh gambaran bahwa pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tranparan walaupun belum maksimal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh kepala desa yang diwawancarai, antara lain pernyataan dari Kepala Desa C yang menyatakan sebagai berikut: ”RAPBdesa dibuat sesuai aturan yang berlaku dan dilaksanakan secara tranparan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, yaitu: ”Keuangan desa sudah dikelola dengan tranparan, hal ini bisa di lihat dari buku kegiatan penerimaan dan pengeluran keuangan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga memberikan pendapatnya yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah cukup tranparan, dalam arti APBDesa direncanakan dari hasil musrenbagdes, kemudian pelaksanaannya melibatkan BPD dan LP2MD. Justru kadang terkendala pada peraturan tingkat kabupaten yang dalam penerapan di masyarakat belum bisa di terima” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Dari berbagai penyataan di atas bahwa tranparansi dalam pengelolaan keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan pengamatan oleh peneliti bahwa dari ketiga desa tersebut semua pembukuan keuangan desa bisa dengan mudah untuk dipinjam dan dilihat. b. Azas dapat dipertanggungjawabkan Pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggungjawabkan, yaitu bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
lxxvii
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan diperoleh gambaran bahwa penggunaan dana sudah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan selalu dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini seperti yang diungkapkan Kepala Desa C, yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dipertanggungjawabkan, yaitu semua penggunaan dana sudah dilaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, yaitu: ”Keuangan desa bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan penggunaan atau kebutuhan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan sebagai berikut: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dapat dipertanggungjawabkan, karena segala bentuk kegiatan keuangan desa sudah di atur dalam program kerjanya” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat kecamatan A diungkapkan yaitu: ”Laporan keuangan desa memang sudah dapat dapat dijalankan, tetapi pihak kecamatan masih harus memberi pembinaan terkait bentuk pertanggungjawaban ini, karena kalau tidak adanya penekanan mereka pasti akan telat dalam membuat laporan pertanggungjawaban” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan di atas bahwa desa sudah melaksanakan bentuk pertanggungjawaban laporan keuangan desa, walaupun masih perlu banyak pembinaan dari pihak kecamatan atau kabupaten. Pembinaan dari kecamatan maupun dari kabupaten harus selalu dilakukan secara rutin karena keterbatasan sumber daya perangkat desa untuk dapat membuat laporan pengelolaan keuangan desa secara baik dan benar.
lxxviii
c. Azas Akuntabilitas Dalam pengelolaan keuangan desa yang di maksud azas akuntabilitas adalah APBDesa dapat membantu pemerintahan desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang di terima. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa A, yaitu: “Bisa dikatakan akuntabilitas karena pengelolaan sudah bisa dipertanggungjawabkan, jika tidak ada kepercayaan adalah biasa atau wajar, tetapi pemerintah desa selalu memberikan laporan pengelolaan keuangan desa secara rutin kepada masyarakat” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa B dan Kepala Desa C. Kepala Desa B mengatakan yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas akuntabilitas dan APBDesa sangat membantu baik pembangunan desa yang mampu dibiayai dan dari pendapatan desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa bentuk akuntabilitas yang dilaksanakan dalam mengelola keuangan desa akan membantu desa untuk memperoleh pendapatan yang lain, misalnya bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi maupun dari pemerintah kabupaten. Berdasarkan pengamatan desa yang dapat membuat laporan keuangan dengan baik dan hasil dari kegiatan dapat dilihat dan dinikmati masyarakat, maka kepercayaan masyarakat dan kepercayaan pemerintah akan bertambah kepada pemerintah desa dan bantuan dari pemerintah juga akan mudah untuk direalisasikan. d. Azas partisipatif Pengelolaan keuangan desa dikelola secara partisipatif mengandung arti bahwa pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga
lxxix
dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dalam hal ini pengawasan yang yang dilakukan masyarakat dapat diwakilkan oleh BPD dan Lembaga Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa (LP2MD) serta masyarakat umum. Hal ini seperti yang diungkapkan Kepala Desa A, yaitu sebagai berikut: “Peran BPD dan lembaga lain di desa bisa dilihat sebagai peran partisipatif dan kami selalu meminta usul dan saran dari BPD dan lembaga lainnya pada tiap kegiatan pemerintah desa” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah diberi kesempatan ikut mengawasi pengelolaan keuangan desa, walaupun tidak sepenuhnya. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang berada di lokasi Desa Puro menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam mengelola keuangan desa, karena dengan adanya BPD dan LP2MD suara mereka sudah terwakili. Kepala Desa C, juga mengatakan, yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dilaksanakan secara partisipatif dengan baik dan tiap akhir tahun selalu dibuat laporan pertanggungjawaban dihadapan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, berikut ini: ”Pengelolaan keuangan desa sudah disusun berdasarkan aturan yang ada, serta melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Wawancara di atas menunjukkan bahwa pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa, masyarakat umum tidak banyak dilibatkan, pemerintah desa hanya melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD. Solusi yaitu masyarakat umum harus dilibatkan, RT dan RW juga perlu dilibatkan untuk menyerap aspirasi arus
lxxx
bawah. Hal ini belum mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dan ini bisa mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. e. Azas tertib dan disiplin anggaran Pengelolaan keuangan desa dikelola secara tertib anggaran. Tertib anggaran dapat diartikan bahwa APBDesa disusun secara urut berdasarkan aturan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dapat disimpulkan bahwa APBDesa sudah disusun secara urut dan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa A, yaitu: “APBDesa sudah disusun berdasarkan aturan yang berlaku dari kabupaten dan telah dilaksanakan sesuai kebutuhan anggaran yang ditetapkan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal senada, yaitu: ”APBDesa sudah disusun secara tertib anggaran, karena dalam penyusunan APBDesa diadakan secara tranparan yang dihadiri tokoh masyarakat, BPD, LP2MD dan semua perangkat desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Keuangan desa yang dikelola secara disiplin anggaran dapat diartikan pendapatan yang direncanakan, merupakan perkiraan yang terukur secara rasional, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui kas umum desa. Berdasarkan wawancara dengan perangkat desa A1 menyatakan yaitu: “Semua pemasukan dan pengeluaran selalu dicatat di dalam buku harian, atau buku pendamping, kemudian dimasukkan dalam buku rekapan mingguan dan terakhir di rekap tersendiri di dalam buku
lxxxi
bulanan. Kepala desa selalu mengecek laporan keuangan secara periodik setiap minggu dan setiap bulan untuk ditandatangani kemudian dilaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Desa A, yaitu: ”Laporan keuangan selalu saya cek dan saya selalu melaporkan kepada camat setiap bulan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Untuk di Desa Jurangjero terdapat banyak masalah mengenai penerimaan kas desa, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Desa C, yaitu: ”Terdapat masalah mengenai penerimaan kas desa karena warga masyarakat ada yang sulit untuk ditarik iuran retribusi dan pendapatan lainnya sehingga ini juga menyulitkan dalam penganggarannya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Untuk Desa Jurangjero menurut pengamatan dalam menyusun penerimaan dan pengeluaran untuk dimasukkan kedalam buku kas umum sudah berjalan dengan baik, tetapi masih ada keterlambataan dalam memasukkan laporan harian, karena masih ada laporan yang kosong belum terisi. Untuk Desa Saradan laporan harian keuangan desa belum dikatakan baik, karena kualitas SDM yang masih rendah dan tidak ada kaur keuangan, karena desa memakai pola minimal. Hal ini seperti diungkapkan oleh perangkat desa B1, yaitu: ”Untuk kaur keuangan memang tidak ada, sehingga untuk tugas sehari-hari masalah keuangan diampu oleh kaur umum dan di bantu oleh kaur ekbang, sehingga pembukuan belum dilaksanakan dengan baik” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). 3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan
lxxxii
kekayaan desa yang dipisahkan. Seperti yang diungkapkan Kepala Desa A mengenai apakah kepala desa tahu kewenangannya sebagai pemegang pengelolaan keuangan desa berikut ini: “Dan harus tahu, dan itu setiap bulannya ada laporan keuangan desa dan kita mendapatkan pengeluran sekian, pemasukan sekian dan kaur keuangan selaku bendahara desa, harus memberikan laporan keuangan kepada kepala desa. Apakah bulan ini dibuat atau tidak, kaur keuangan harus memberikan laporan secara administrasi, semuanya ini nanti agar jalannya pemerintahan atau jalannya putaran keuangan di desa itu jelas dan setiap bulannya pasti saya suruh tutup buku dan setiap bulannya kepala desa selalu evaluasi” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas memang kepala desa selaku pemegang pemerintahan desa harus mengetahui semua kewenangannya dalam mengelola keuangan desa. Kepala desa mempunyai kewenangan, antara lain: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa. b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa. c. Menetapkan bendahara desa. d. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa e. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber di peroleh gambaran tentang berbagai kewenanganan kepala desa, dalam menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa serta mengelola keuangan desa sudah dilaksanakan dengan baik, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala Desa C berikut: ”Saya sudah menjalankan kewenangan saya dalam mengelola dan menetapkan kebijakan tentang APBDesa karena selalu diadakan
lxxxiii
musyawarah untuk membahas APBDesa yang dihadiri berbagai unsur dan pembuatan APBDesa sudah menjadi tanggungjawab saya selaku kepala desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kepala Desa B dan Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa, hal ini seperti yang diungkapkan Kepala Desa B, yaitu: ”Bagi saya menjalankan kewenangan dalam mengelola APBDesa sudah menjadi kewajiban dan harus dilaksanakan sebaik mungkin” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan yaitu: ”Dalam menetapkan kebijakan untuk mengelola APBDesa sudah saya laksanakan dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku, walaupun belum optimal” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa sudah berusaha menjalankan kewenangannya dalam mengelola APBDesa. Tetapi berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Kasi
Pemerintahan
Kecamatan
Karangmalang, diperoleh hasil yang sangat berbeda dengan pernyataan kepala desa. Beberapa desa belum bisa mandiri dalam mengelola dan menyusun APBDesa. Berikut pernyataan aparat kecamatan B yaitu: ”Selama ini memang ada desa yang belum mandiri dalam mengelola dan menetapkan APBDesa, kepala desa banyak minta bantuan kepada kecamatan tentang pembuatan APBDesa, mereka pengennya langsung jadi, memang kami bantu tapi seluruhnya tidak kami buatkan, hanya poin-poin yang mereka mengalami kesulitan kami bantu. Hanya beberapa desa yang mampu membuat sendiri APBDesa, termasuk salah satunya Desa Puro, untuk Desa Saradan dan Desa Jurangjero masih banyak kami bantu” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Aparat kecamatan B juga menyatakan bahwa yang menjadi kendala bagi desa terutama kepala desa dalam menyusun APBDesa serta mengelola keuangan desa karena mereka tidak mau belajar dengan baik dan maunya serba instan dan
lxxxiv
cepat jadi, serta sumber daya manusia di desa masih perlu banyak peningkatan. Dalam menetapkan bendara desa berdasarkan pengamatan dan wawancara, kepala desa sudah menetapkan bendahara desa, tetapi masih dirangkap oleh kaur keuangan, menurut aturan yang ada bendahara desa harusnya berdiri sendiri di luar kaur keuangan. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa A dinyatakan yaitu: ”Saya sudah menetapkan bendahara desa dan bendahara desa dijadikan satu dengan kaur keuangan, biar satu pekerjaan, biar pengeluaran dan pemasukan bisa satu pintu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Untuk Desa Saradan dan Desa Jurangjero bendahara desa juga dirangkap kaur keuangan. Sesuai Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007 kepala desa
menetapkan bendahara desa dengan keputusan kepala desa. Menurut pengamatan kepala desa tidak ada yang membuat keputusan kepala desa tentang pengangkatan bendahara desa. Jadi bendahara desa otomatis dirangkap oleh kaur keuangan desa. Wewenang kepala desa dalam menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa dan menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa, sudah dilakukan oleh masing-masing desa dengan baik, karena hal ini akan menambah kas desa untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A, dinyatakan yaitu: ”Saya sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa dan apabila ada tugas yang dilakukan oleh petugas tidak optimal segera dilakukan bergantian personil” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kemudian dalam menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan
lxxxv
barang milik desa, Kepala Desa A mengatakan yaitu: ”Saya juga sudah menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa, tapi pengelolaan hanya berupa pencatatan oleh kaur umum” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kemudian menurut Kepala Desa C, juga mengatakan yaitu: ”Saya sudah menetapkan yang mengurusi barang milik desa, yaitu kaur umum dan dilaporkan ke kecamatan setiap setahun sekali” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kepala Desa B juga mengatakan hal serupa, yaitu: ”Perangkat yang mengurusi pengelolaan barang milik desa sudah saya tetapkan, yaitu kaur umum” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan di atas bahwa desa yang diteliti sudah menetapkan perangkat yang mengurusi tentang kekayaan desa. hal ini dikuatkan oleh pernyataan aparat kecamatan A, yaitu: ”Desa-desa sudah kami perintahkan untuk menetapkan perangkat desa untuk mengelola kekayaan barang milik desa yang menjadi kekayaan desa” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, di bantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa adalah perangkat desa, terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa. Sekretaris desa mempunyai tugas: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa. b. Menyusun dan melaksanaan kebijakan pengelolaan barang desa. c. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung
lxxxvi
jawaban pelaksanaan APBDesa. d. Menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, selama ini sekretaris desa sudah dapat bekerja dengan baik, tetapi memang ada sekretaris desa yang belum optimal dalam mengelola keuangan desa dan bertindak selaku koordinator keuangan desa. Di antara ketiga desa yang diteliti Sekretaris Desa Saradan merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang diangkat pada Tahun 2007 sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS. Sedangkan Sekretaris Desa Jurangjero dan Sekretaris Desa Puro tidak bisa di angkat jadi PNS karena umur sudah tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa A1 mengenai sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada kepala desa, yaitu: ”Baik,masalah itu sudah melaksanakan, dalam artian sudah sesuai dengan leading sektor masing-masing, kaur keuangan sudah sebagai bertindak sebagai kaur keuangan, ya cari duit, ya membagi uang, sektor lainnya misalnya kaur pemerintahan sudah sesuai dengan leading sektornya masing-masing, masalah kesekretariatan yang pola maksimal sudah” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Menurut menurut aparat desa A2, diungkapkan yaitu:
lxxxvii
”Sekretaris desa memang sudah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada kepala desa, tetapi belum optimal karena sekretaris desa sudah tua” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Masih menurut aparat desa A2, mengenai wewenang sekretaris desa apakah sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa diungkapkan yaitu: ”Sekretaris desa belum optimal dalam menyusun Raperdes APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, dan yang menyusun adalah kaur keuangan kemudian sekretaris desa tinggal ACC saja” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Kemudian masih menurut aparat desa A2 mengenai wewenang sekretaris desa dalam menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa, diungkapkan yaitu: “Sekretaris desa belum optimal dalam menjalankannya, biasanya dibantu kaur pemerintahan dan kaur keuangan” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Sekretaris Desa Puro belum optimal dalam menjalankan tugasnya, karena kemampuan sumber daya manusia yang masih kurang. Untuk tugas-tugas sekretaris desa selalu dibantu oleh kaur keuangan dan kaur pemerintahan. Untuk Desa Jurangjero dan Desa Saradan mengenai wewenang sekretaris desa dalam menjalankan tugasnya sudah berjalan dengan baik, hal ini seperti yang diungkapkan oleh perangkat desa B1 yaitu: ”Saya sudah menjalankan seoptimal mungkin tugas-tugas yang diberikan kepada saya mengenai pengelolaan keuangan desa” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009).
lxxxviii
Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan Kepala Desa B yaitu: ”Sekretaris desa sudah berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun kadang masih perlu saya tegaskan perintah saya” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Untuk Desa Jurangjero, tugas-tugas sekretaris desa dapat berjalan sesuai dengan aturan yang ada, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala desa dan pengamatan di lapangan. Seperti diungkapkan Kepala Desa C yaitu: ”Sekretaris desa sudah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa serta sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa dan hal ini telah berjalan setiap tahun” (Wawancara tanggal 13 Oktober2009). Kepala Desa C juga mengungkapkan bahwa sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa, yang dinyatakan yaitu: “Sudah dilaksanakan dan dibuat setahun sekali dengan disahkan melalui musyawarah dengan BPD, LP2MD dan tokoh masyarakat” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun belum optimal, hal ini dialami oleh Desa Puro karena keterbatasan kemampuan sekretaris desanya. 4. Penatausahaan keuangan desa Kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Dalam penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan
lxxxix
kepala desa. Berdasarkan wawancara dan pengamatan kepala desa sudah menetapkan bendahara desa yaitu kaur keuangan desa. a. Penatausahaan penerimaan Penatausahaan penerimaan wajib dilaksanakan oleh bendahara desa. Penatausahaan penerimaan wajib menggunakan buku-buku berikut: 1) Buku kas umum. 2) Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan. 3) Buku kas harian pembantu. Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan pertanggungjawaban penerimaan di atas, dilampiri dengan buku-buku berikut, 1) Buku kas umum 2) Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan. 3) Bukti penerimaan lainnya yang sah. Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh gambaran bahwa di antara ketiga desa, Desa Puro adalah yang terbaik dalam mengelola penerimaan keuangan desa, karena dilakukan secara tertib dan buku-buku keuangan semua terisi dengan baik. Untuk Desa Jurangjero sudah berjalan cukup baik dan Desa Saradan masih kurang dalam mengisi buku-buku penerimaan keuangan. b. Penatausahaan pengeluaran Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara desa. Dokumen
xc
penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan pada peraturan desa tentang APBDesa atau peraturan desa tentang perubahan APBDesa melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP). Pengajuan SPP harus disetujui oleh kepala desa melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dokumen yang digunakan bendahara desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi buku-buku berikut, 1) Buku kas umum. 2) Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran. 3) Buku kas harian pembantu. Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh gambaran bahwa di antara ketiga desa, Desa Puro adalah yang terbaik dalam mengelola penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, karena dilakukan secara tertib dan buku-buku keuangan semua terisi dengan baik dan dibuat harian. Untuk Desa Jurangjero sudah berjalan cukup baik dan Desa Saradan masih kurang dalam mengisi buku-buku penerimaan dan pengeluran keuangan. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala Desa A, yaitu: ”Kita juga menerapkan kas harian, setiap hari kita buka pelayanan itu, keuangan masuk di satu pintu, kemudian dari sektor pelayanan kaur keuangan menutup satu hari, satu hari kita rekap setiap bulan dan setiap bulan kita rekap setiap tahuan” (Wawancara 29 Agustus 2009). Kepala Desa C juga menyatakan yaitu:
xci
“Sudah dilaksanakan karena bendahara desa tinggal menjalankan tugas sesuai dengan kwitansi dan nota yang sah, dan ditulis dalam buku kas dan selalu melaporkan kepada kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa B juga menyatakan mengenai kondisi penerimaan dan pengeluaran keuangan yaitu sebagai berikut, “Sudah dilaksanakan oleh kaur umum, tapi emang belum terisi semuanya buku-buku yang ada, tetapi sudah dicatat di buku pendamping” (Wawancara 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan dan pengeluaran keuangan desa sudah dilaksanakan walaupun bukubuku penatausahaan penerimaan dan pengeluaran belum semuanya terisi secara tertib. Hal ini disebabkan oleh kemampuan perangkat desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa masih rendah, sehingga akan berdampak pada kurang akuratnya laporan keuangan desa. Solusinya yaitu harus ditingkatkan peran kecamatan dan kabupaten untuk selalu memberikan pembinaan ke desa mengenai pengisian penatausahaan keuangan desa yang terdiri dari penerimaan dan pengeluaran keuangan desa. c. Pertanggungjawaban penggunaan dana Laporan pertanggungjawaban pengeluaran harus dilampirkan dengan: 1) Buku kas umum. 2) Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran yang disertai dengan buktibukti pengeluaran yang sah. 3) Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa penggunaan dana sudah dapat dipertanggungjawabkan, hal ini sesuai dengan wawancara dengan
xcii
Kepala Desa C, yaitu: ”Bisa, karena semua penggunaan dana APBDesa harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B dan Kepala Desa A juga menyatakan hal serupa bahwa penggunaan dana selalu dipertanggungjawabkan dan selalu membuat SPJ dan dilaporkan ke kecamatan atau kabupaten. 5. APBDesa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan peraturan desa. Pemerintah desa wajib membuat APBDesa untuk menjalankan roda pemerintahan desa sebagai desa yang otonom yaitu desa yang mampu untuk mengatur dan mengelola keuangan desanya sendiri. Tujuan pembuatan APBDesa adalah untuk kesejahteraan kepala desa, perangkat desa dan masyarakat desa. a. Struktur APBDesa APBDesa terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa. Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa, terdiri dari pendapatan-pendapatan berikut, 1) Pendapatan Asli Desa (PADesa). 2) Bagi hasil pajak kabupaten/kota. 3) Bagian dari retribusi kabupaten/kota. 4) Alokasi Dana Desa (ADD).
xciii
5) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan desa lainnya. 6) Hibah. 7) Sumbangan pihak ketiga. Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran
yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa, terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Belanja tidak langsung, terdiri dari belanja pegawai/penghasilan tetap, belanja subsidi, belanja hibah (pembatasan hibah), belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan dan belanja tak terduga. Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan, mencakup: 1) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya. 2) Pencairan dana cadangan. 3) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. 4) Penerimaan pinjaman. Pengeluaran pembiayaan mencakup: 1) Pembentukan dana cadangan. 2) Penyertaan modal desa.
xciv
3) Pembayaran utang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan serta data di lapangan di peroleh hasil bahwa APBDesa sudah dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku, hal ini dapat dilihat dari susunan APBDesa di masing-masing desa. Tetapi perangkat desa terutama sekretaris desa dan kaur keuangan masih merasa kesulitan menerapkan susunan struktur APBDesa sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1, mengenai pembinaan dari kecamatan dan pemahaman mengenai susunan struktur APBDesa diungkapkan yaitu: “Desa sudah mendapatkan pembinaan dari kecamatan mengenai struktur APBDesa, tetapi kami disuruh mempelajari sendiri Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008, sehingga Saya belum seluruhnya memahami struktur APBDesa karena memang saya sudah tua dan tidak mengerti komputer, strukturnya juga terlihat rumit, untuk menyusun APBDesa saya memang dibantu oleh kaur keuangan dan kaur pemerintahan” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh perangkat desa A2 yaitu: ”Memang selaku kaur keuangan, Saya belum pernah mendapat pelatihan masalah pembuatan anggaran, saya hanya otodidak memperlajari keputusan bupati yang baru, kesulitan kami memang di penerapan kode anggaran, ada beberapa kode anggaran yang mungkin itu sudah sesuai atau dibutuhkan di tingkat kabupaten dan yang menjadi kendala adalah nomor urut. Ketika ini, katakan bantuan atau hibah 161 162 ada beberapa ini (nomor urut) yang tidak bisa dan jarang ada di desa mau kita hilangkan atau tetap menulis dengan menambah nomor urut selanjutnya. Ini kenyataan bener sampai sekarang saya belum ketemu jawabannya. Hal-hal seperti itu nomor memang tidak terdapat di desa, apakah itu
xcv
dihilangkan atau tetap di tulis dan kebutuhan kita nambah nomor lagi. Tetapi diacuan itu ada nomor terus titik-titik berarti kita bisa menambah nomor lagi dan tetap menulis diatasnya walaupun sebenarnya itu tidak ada di tingkat desa” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa B1 juga dinyatakan yaitu: ”Aparat Kecamatan Karangmalang pernah melakukan pembinaan dalam menyusun APBDesa, tetapi memang kami masih mengalami kesulitan sehingga kami selalu minta bantuan dari kecamatan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Perangkat desa C1 juga menyatakan hal serupa: ”Kami sudah mengerjakan apa yang diperintahkan kecamatan melalui peraturan bupati walaupun kami masih sering di bantu mengenai penyusunan struktur APBDesanya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A mengenai pemahaman dengan struktur APBDesa dinyatakan: ”Ada yang paham dan ada juga yang masa bodoh” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C dalam pernyataannya, mengungkapkan yaitu: ”Sudah, karena itu sudah ada sejak dulu dan semua perangkat desa lain bisa melaksanakan tugas di bidang masing-masing sesuai dengan tupoksinya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa pembinaan dalam menyusun struktur APBDesa masih kurang dan pelatihan menyusun struktur APBDesa juga belum dilaksanakan oleh kecamatan atau kabupaten. Hal ini berakibat kurang mampunya perangkat desa menyusun APBDesa. Kedua, perangkat desa sudah bisa memahami struktur APBDesa yang dibuat berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 serta Peraturan Bupati
xcvi
Sragen Nomor 47 Tahun 2008, walaupun perangkat desa belum seluruhnya bisa memahami isinya dan cara menyusun yang baik dan benar, akibatnya penyusunan APBDesa tidak akan disusun secara benar dan pasti perangkat desa akan mengalami kesulitan. Solusi untuk kedua hal tersebut di atas adalah perlu diadakan diklat atau pelatihan dalam menyusun APBDesa bagi perangkat desa serta pembinaan rutin dari kecamatan atau kabupaten. b. Penyusunan rancangan APBDesa Untuk
pengelolaan
keuangan
desa
yang
baik
dan
tertib,
dapat
dipertanggungjawabkan dan sesuai aturan yang berlaku serta dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, maka perlu di susun rancangan APBDesa yang baik pula. Penyusunan rancangan APBDesa diperlukan beberapa tahap antara lain, pertama membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), kedua penetapan Rancangan APBDesa dan ketiga evaluasi Rancangan APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1 dalam merancang APBDesa, karena di desa A yang membuat rancangan adalah kaur keuangan, hal ini disebabkan kemampuan sekretaris desa yang terbatas. Perangkat desa A1, menyatakan yaitu: “Untuk keuangan, pada dasarnya kita merencanakan di akhir tahun, saya membuat rancangan anggaran, kemudian saya konsultasikan rencana anggaran pendapatan sekaligus belanja tersebut kepada kepala desa dan sekdes, kemudian setelah disetujui oleh kepala desa dan sekdes, rancangan tersebut kita rapatkan kepada BPD, LP2MD dan seluruh tokoh masyarakat dan juga kita diserkan dalam musrenbagdes. Ketika semua perencanaan tersebut disetujui saya tinggal melaksanakan, dari apa yang sudah menjadi Rencana APBDES. Biasanya memang saya mengacu pada anggaran tahun yang lalu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
xcvii
Penulis juga mewawancari perangkat desa A1, yang merupakan kaur keuangan desa yang mempunyai kemampuan SDM yang memadai. Penulis menanyakan hambatan atau kesulitan dalam menyusun RAPBDesa, yaitu: “Yang menjadi kendala ketika kita mempunyai program pendapatan dan belanja akhirnya di tengah perjalanan terdapat (yang) tidak sinkron, tidak sinkron dalam artian begini pendapatan itu katakan sekian juta, ternyata pengeluaran melebihi, itu menjadi tugas selaku kaur keuangan untuk lebih menggali potensi pendapat yang lain, mungkin dengan membuat proposal bantuan ke pemda misalnya untuk rehabilitasi kantor, mungkin juga menggali dari hasil usaha desa yang lain, misalnya ini kan PBB” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa dalam membuat RAPBDesa desa masih mengacu pada APBDesa tahun yang lalu. Hal ini bisa dikatakan baik karena perangkat desa tidak terlalu mengalami kesulitan dalam menyusun APBDesa, tetapi juga bisa dikatakan tidak baik karena tidak adannya terobosan-terobosan terhadap perencanaan pembangunan desa kedepan. Kesimpulan kedua, kendala dalam menyusun APBDesa adalah adanya perkiraan anggaran pemasukan dan pengeluaran yang tidak singkron. Membuat perencanaan anggaran memang pekerjaan paling sulit dalam mengelola keuangan desa. Solusinya pertama adalah adanya kemauan dan kemampuan perangkat desa dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang ada, kedua untuk memeudahkan dalam membuat perencanaan anggaran untuk 1 tahun kedepan masyarakat dari tingkat bawah mulai dari RT harus selalu dilibatkan, sehingga aspirasi kebutuhan masyarakat akan pembangunan dapat tertampung dan bisa dilaksanakan. Berikut dapat digambarkan penyusunan rancangan APBDesa, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, yaitu:
xcviii
KADES Menyusun RPJMDesa
RPJMDaerah Berpedoman
-MUSRENBANGDES - Sesuai kebutuhan
RKPDesa
RKPDaerah
Diserahkan untuk disusun
SEKDES Disusun
RANCANGAN PERDES APBDesa Dibahas bersama KADES & BPD
Dikembalikan untuk ditandatangani Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak
Ditandatangani Kades
Disetujui bersama
Peraturan Desa ttg APBDesa
RANCANGAN PERDES APBDesa CAMAT Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi BUPATI
Gambar 11 Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan
xcix
rancangan APBDesa dari desa yang diteliti tidak sesuai dengan Permendari Nomor 37 Tahun 2007. Hal ini terlihat dari tidak adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). RKPDesa adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan RPJMDesa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun. Berdasarkan pengamatan di lapangan kepala desa
maupun perangkat desa tidak begitu
memperhatikan mengenai RKPDesa maupun RPJMDesa, mereka menyusun rancangan APBDesa berdasarkan kebutuhan pada saat dilakukan penyusunan. Hal ini disebabkan karena sumber daya perangkat desa yang masih kurang dan kepala desa maupun perangkat desa kebanyakan mempunyai pekerjaan lain di luar jadi aparat desa, sehingga waktu untuk mengurus desa secara administrasi masih jauh dari harapan. Dampak tidak dilaksanakannya RKPDesa adalah tidak adanya arah yang jelas untuk pembangunan desa dalam 1 tahun mendatang, kemudian dengan tidak dilaksanakan RPJMDesa juga berdampak pada tidak jelasnya arah pembangunan desa dalam 5 tahun mendatang serta visi dan misi desa juga akan kabur dalam pelaksanaannya. Solusi tidak disusunnya RKPDesa adalah pemberian sanksi oleh pemerintah kabupaten, misalnya menunda dana dari kabupaten yang diberikan untuk desa dan akan dicairkan apabila desa sudah menyusun RKPDesa. Kemudian solusi tidak disusunnya RPJMDesa adalah RPJMDesa dijadikan salah satu syarat administrasi yang wajib dipenuhi dalam pencalonan kepala desa sebelum proses pemilihan kepala desa.
c
1) RPJMDesa dan RKPDesa Penyusunan rancangan APBDesa terlebih dahulu harus membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari kepala desa yang terpilih. Setelah berakhir jangka waktu RPJMDesa, kepala desa terpilih menyusun kembali RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun. RPJMDesa ditetapkan paling lambat 3 bulan setelah kepala desa dilantik. Kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Desa. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara mengenai pelaksanaan RPJMDesa dan RKPDesa di ketiga desa yang menjadi obyek penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan RPJMDesa dan RKPDesa masih belum dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan salah satu Kepala Desa, yaitu: ”RPJMDesa sudah direncanakan untuk pelaksanaannya sesuai dengan kemampuan dana desa yang ada dan untuk RKPDesa belum dilaksanakan, karena kalau pelaksanaan sudah dekat baru di bentuk kepengurusan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Jadi pelaksanaan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) seperti dalam gambar 5 pada BAB II tidak dilaksanakan oleh desa. Begitu juga dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) tidak dilaksanakan oleh desa. Menurut pengamatan dan wawancara dengan perangkat yang lain ditemukan bahwa dari ketiga desa tidak melaksanakan RKPDesa dan RPJMDesa
ci
seperti yang diamanatkan dalam Permendagri nomor 37 Tahun 2007. 2) Penetapan rancangan APBDesa Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 menyatakan bahwa penetapan rancangan APBDesa, sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa, ditetapkan paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan. Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambat minggu
pertama
bulan
November
tahun
anggaran
sebelumnya
dan
pembahasannya, menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh kepala desa, maka paling lambat 3 hari kerja harus disampaikan kepada bupati/walikota untuk di evaluasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa C dinyatakan: “Sudah, dalam penetapan RAPBDesa sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kepala Desa A dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, bahwa Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
cii
3) Evaluasi rancangan APBDesa Bupati/walikota harus menetapkan evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu di maksud, kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa. Dalam hal bupati/walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepala desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan BPD, dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa, bupati/walikota membatalkan peraturan desa di maksud dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu
APBDesa tahun anggaran
sebelumnya. Pembatalan peraturan desa dan pernyataan berlakunya pagu tahun anggaran sebelumnya ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan peraturan desa, kepala desa harus memberhentikan pelaksanaan peraturan desa dan selanjutnya kepala desa bersama BPD mencabut peraturan desa di maksud. Pencabutan peraturan desa, dilakukan dengan peraturan desa tentang pencabutan peraturan desa tentang APBDesa. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya ditetapkan dengan keputusan kepala desa. Berikut hasil wawancara dengan perangkat desa A2, mengenai apakah ada evaluasi dari kabupaten atau kecamatan mengenai rancangan APBDesa atau sudah menjadi APBDesa, yaitu:
ciii
“Tentu saja ada, karena kita secara berkala kan melaporkan, setiap bulan kaur keuangan punya kewajiban melaporkan posisi neraca kas dan setiap akhir tahun RAPBDesa/APBDesa yang telah laksanakan juga kita laporkan camat, kepada bupati melalui camat, tentu saja ketika laporan itu kita kirim kekecamatan tentu akan di baca, dievaluasi di situ dan ditandatangani baru dikirim kepada kabupaten, berarti kami mengangggap laporan yang kita kirim itu sudah dievaluasi” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu: “Sudah, karena semua dilaksanakan atas dasar juklak dan juknis dari Pemerintah Daerah Tingkat II, juga dengan musyawarah dan hasil yang mufakat, kemudian hasilnya selalu kami kirim ke kecamatan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Menurut Kepala Desa B, mengenai evaluasi APBDesa dinyatakan: ”Kami selalu rutin mengirimkan hasil APBDesa kepada kecamatan dan kecamatan akan selalu memberi tahu mana-mana yang perlu diperbaiki” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di atas diperoleh gambaran bahwa selama ini evaluasi rancangan APBDesa sudah dilakukan oleh kecamatan dan kabupaten serta dari ketiga desa yang jadi objek penelitian dapat berjalan dengan baik dan yang menjadi kendala dalam mengevaluasi Rancangan APBDesa adalah karena pihak kecamatan sering terlambat dalam mengirimkan Rancangan APBDesa ke kabupaten, sehingga pihak kabupaten juga akan terlambat dalam mengevaluasinya. Keterlambatan dari kecamatan juga disebabkan oleh desa yang terlambat dalam mengirimkan laporannya.
Dampaknya
penetapan
APBDesa
akan terlambat,
sehingga
pembangunan juga terhambat. Solusinya yaitu adanya sanksi administrasi dari kabupaten atau kecamatan apabila desa terlambat dalm mengirimkan Rancangan APBDesa.
civ
c. Pelaksanaan APBDesa Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Setiap pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Khusus bagi desa
yang
belum
memiliki
pelayanan
perbankan
diwilayahnya
maka
pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada
tahun-tahun
sebelumnya dibebankan
pada belanja tidak terduga.
Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus di dukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
cv
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk: 1) Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja. 2) Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung. 3) Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau di simpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di peroleh gambaran bahwa pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik tetapi masih ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan. Berikut beberapa hasil wawancara dengan narasumber. Seperti yang dinyatakan Kepala Desa A, mengenai pelaksanaan APBDesa yaitu: “Pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik walaupun kendala tak terduga ada dan dengan musyawarah dapat terselesaikan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa. Kepala
cvi
Desa B mengungkapkan yaitu: ”Pelaksanaan APBDesa di desa kami sudah berjalan dengan baik dan kami tidak mengalami kesulitan yang berarti, cuma sekretaris desa saya yang kadang perlu di oyak-oyak untuk segera mengerjakannya” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Mengenai pelaksanaan APBDesa Kepala Desa C juga menyatakan yaitu: ”Bisa berjalan tetapi semua tidak lepas dari sarana dan prasarana yang tidak menjangkau” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa pelaksanaan APBDesa sudah dikerjakan, tetapi ada kendala mengenai sarana dan prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia yang ada dari perangkat desa. Tetapi mengacu pengamatan di lapangan ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai aturan, antara lain dukungan alat bukti yang sah untuk penerimaan dan pengeluaran dalam mengelola APBDesa kurang akurat. Berikut dapat digambarkan pelaksanaan APBDesa berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Sisa lebih perhitungan Anggaran (SilPA)
Didukung Oleh alat bukti yang sah &lengkap Didukung Oleh alat bukti yang sah &lengkap Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai dengan
APBDesa
Rekening Kas Desa
Dana Cadangan Pendapatan/ Penerimaan Tanggung jawab&Wew enang Kades Pengeluaran Pengesahan dari Sekdes Bendahara Desa cvii PPh (Pajak Penghasilan)
Gambar 12 Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di lapangan Berdasarkan gambar di atas mengenai pelaksanaan APBDesa dapat disimpulkan yaitu pertama, bahwa mengenai penerimaan dan pengeluaran APBDesa alat bukti yang sah seperti kwitansi penerimaan, kwitansi pengeluaran serta kwitansi belanja barang masih belum tertib. Hal ini berakibat tidak akuratnya alat bukti yang sah dan terindikasi adanya manipulasi. Kedua, tidak terdapatnya bendahara desa yang dibentuk oleh kepala desa dan yang menjalankan pengelolaan keuangan desa adalah kaur keuangan atau kaur umum. Sehingga tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37 tahun 2007 yang mengatur pembentukan bendahara desa oleh kepala desa. Hal ini akan berakibat mudahnya terjadi penyimpangan dikarenakan bendahara desa hanya dipegang oleh 1 orang sehingga pengawasan internal tidak dapat dijalankan secara maksimal. Solusinya pertama segala kelengkapan penerimaan dan pengeluran harus selalu dilaporkan kepada kepala desa dan kepala desa membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Kedua, kebupaten dan kecamatan wajib selalu menekankan pembentukan bendahara desa dan apabila tidak dibentuk pemerintah desa akan diberi sanksi. d. Perubahan APBDesa
cviii
Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja,
keadaan yang
menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Perubahan APBDesa terjadi bila pergeseran anggaran yaitu pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah peraturan desa tentang APBDesa. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan APBDesa, yaitu keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, pendanaan keadaan darurat dan pendanaan keadaan luar biasa. Selanjutnya tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara penetapan pelaksanaan APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dari narasumber mengenai perubahan APBDesa, seperti Kepala Desa Jurangjero dinyatakan yaitu: “Desa Jurangjero pernah melakukan perubahan APBDesa tapi harus dibuat pernyataan atau berita acara yang sah” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Desa Saradan dan Desa Puro belum pernah melakukan perubahan APBDes, hal ini berdasarkan pernyataan kepala desa masing-masing. Kepala Desa Puro mengungkapkan yaitu: “Selama ini belum melakukan perubahan APBDesa” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa Saradan juga menyatakan yaitu:
cix
“Tidak pernah melakukan perubahan APBDesa dalam satu tahun” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Desa Jurangjero sudah pernah melakukan perubahan APBDesa dan Desa Saradan dan Desa Puro belum pernah melakukan perubahan dalam APBDesa. e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Pertanggungjawaban pertanggungjawaban
pelaksanaan
pelaksanaan
APBDesa
APBDesa
terdiri
dan
dari
penetapan
penyampaian
laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa. 1) Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Sekretaris
desa
menyusun
rancangan
peraturan
desa
tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. Sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas bersama BPD. Berdasarkan persetujuan kepala desa dengan BPD maka rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi peraturan desa. Jangka waktu penyampaian rancangan keputusan kepala desa dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kepala Desa C menyatakan penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa melalui pembentukan peraturan desa sudah dilaksanakan, seperti diungkapkan yaitu: “Sudah dilaksanakan setiap tahun dengan membuat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepala desa”(Wawancara 13 Oktober 2009).
cx
Kepala Desa B juga mengungkapkan yaitu: “Ya, dilaksanakan sesuai dengan peraturan desa” (Wawancara 12 Oktober 2009). Kemudian mengenai penetapan peraturan desa tentang penetapan APBDesa, Kepala Desa A juga menjawab: “Sudah dilaksanakan” (Wawancara 10 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas serta pengamatan di lapangan dapat disimpulkan bahwa penetapan APBDesa melalui peraturan desa sudah dilaksanakan walaupun desa memang belum bisa mandiri dan selalu minta bantuan dari kecamatan. 2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat. Waktu penyampaian paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diperoleh kesimpulan bahwa penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa selalu dilakukan setiap tahun dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala Desa B yaitu: “Ya, tiap akhir tahun dilaporkan ke bupati melalui camat” (Wawancara 12 Oktober 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu: “APBDesa dilaporkan kepada bupati kepada camat” (Wawancara 13 Oktober 2009). Desa
A
juga
menyatakan
hal
cxi
serupa,
penyampaian
laporan
pertanggungjawaban APBDesa sudah dilaporkan kepada bupati. Hal ini memang sudah jadi kewajiban bagi kepala desa untuk melaporkan pertanggungjawaban jabatannya kepada bupati melalui camat dan apabila tidak melaporkan akan mendapat sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berikut
dapat
digambarkan
mekanisme
pertanggungjawaban
dan
pelaporan APBDesa berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Sekdes
Menyusun
Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa
Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa
Menyampaikan Menyampaikan
Menyampaikan Kades
Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan APBDesa
Camat
Badan Permusyawaratan Di bahas bersama oleh Kades dan BPD
Disetujui
BPD, Masyarakat
Disampaikan kepada bupati melalui camat Bupati
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai aturan yang berlaku.
Gambar 13 Mekanisme Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di lapangan
cxii
Gambar 13 di atas menjelaskan mekanisme pertanggungjawaban APBDesa yang terdiri dari peraturan desa tentang pertanggungjawaban APBDesa dan peraturan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. Berdasarkan pengamatan ditemukan bahwa laporan kepada masyarakat tidak disampaikan secara langsung baik melalui pengumuman maupun langsung diberikan kepada masyarakat dan ada indikasi masyarakat sendiri juga tidak mau mengetahui laporan keuangan desanya. Hal ini juga dapat diindikasikan tidak tranparannya pengelolaan keuangan desa dan bila terjadi penyimpangan masyarakat tidak akan mengetahuinya. Juga ditemukan waktu dalam membuat laporan tidak tepat waktu dan camat akan selalu menagih ke desa dan ini berulang setiap tahun. Solusinya harus ada sanksi yang tegas bagi desa apabila tidak menyampaikan kepada masyarakat dan hendaknya laporan pertanggungjawaban bisa ditempelkan ke papan-papan pengumuman yang ada di desa maupun di setiap RT serta bisa lewat media cetak atau elektronik apabila desa mampu. 6. Alokasi Dana Desa (ADD) Alokasi Dana Desa (ADD) berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di terima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10 %. Berdasarkan hasil data di lapangan besarnya jumlah ADD untuk Desa Puro pada Tahun 2009 adalah Rp.81.015.501,- untuk Desa Saradan adalah Rp.79.330.972,- dan untuk Desa Jurangjero adalah Rp. 82.822.442,-. Besarnya ADD di masing-masing desa memang tidak sama, tergantung kondisi desa. a. Tujuan Alokasi Dana Desa
cxiii
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah: 1) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan. 2) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat. 3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan. 4) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial. 5) Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat. 6) Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. 7) Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat. 8) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). b. Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Rumus yang dipergunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah: 1) Azas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM). 2) Azas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil adalah
cxiv
besarnya ADDM adalah 60% dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% dari jumlah ADD. Pengelolaan ADD di desa disesuaikan dengan Usulan Rencana Kegiatan Desa (URKD). Desa sebelum mendapatkan ADD harus membuat URKD terlebih dahulu. Pelaksanaan ADD harus sesuai dengan URKD masing-masing desa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa A yaitu: ”ADD sudah di kelola dengan baik dan sesuai dengan URKD” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa, seperti yang diungkapkan yaitu: “Semua dana ADD sudah diplot sesuai dengan RAPBDesa dan URKD” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa bahwa ADD sudah dikelola dengan baik dan sesuai dengan URKD. c. Mekanisme penyaluran dan pencairan ADD Sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dinyatakan bahwa pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada Bagian Pemerintahan Desa. Tetapi yang terjadi di Kabupaten Sragen ADD di kelola oleh Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Hal ini menurut Kasubag Pemerintahan Desa pada Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen menyatakan bahwa dahulu ADD memang di kelola oleh Bagian Pemerintahan, tetapi sekarang kewenangan itu diberikan kepada Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sesuai Peraturan Bupati Sragen
cxv
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen. Penyaluran ADD harusnya dilakukan oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen sekarang dilakukan oleh Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen. Penyaluran dilakukan langsung dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada bupati c.q Kepala Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). Kepala DPPKAD akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas daerah ke rekening desa. Dengan demikian akan mengurangi alur birokrasi dan peyaluran dapat berjalan dengan baik dan tidak disalahgunakan. Mekanisme pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota. Berdasarkan hasil wawancara penyaluran dan pencairan ADD di desa sudah dilakukan, hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa A yaitu: ”Jika URKD di satu wilayah kecamatan selesai, dana akan dicairkan lewat rekening desa dan ADD dari kabupaten disalurkan lewat rekening desa di BKK, tahap I realisasi 70% dan tahap II realisasi 30% di terima bendahara ADD dengan mengetahui kepala desa” (Wawancara 10 Oktober 2009).
cxvi
Kemudian Kepala Desa C juga menyatakan yaitu: ”Semua dana yang disalurkan sesuai dengan peraturan yang ada dan harus ada LPJ yang sah, kemudian mekanisme pencairaan berdasarkan RAPBDesa sesuai dengan hasil musyawarah dan ada dua kali pencairan, yaitu dicairkan sebesar 70% pada tahap I dan pada tahap II sebesar 30% melalui rekening desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, yaitu: ”Penyaluran ADD sudah dilakukan dan masuk kerekening desa dengan dua tahap yaitu tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar 30%” (Wawancara 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas penyaluran ADD oleh kabupaten sudah dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar 30%. Penyaluran ADD harusnya dilakukan melalui satu tahap karena dana dari pusat juga disalurkan melalui satu tahap, sehingga pemerintah desa tidak mengalami kesulitan dalam membuat URKD dan melaksanakan dana ADD tersebut. Berikut dapat digambarkan mekanisme penyaluran dan pencairan Alokasi Dana Desa berdasarkan temuan di lapangan:
Kepala Desa mengajukan penyaluran ADD Pemerintah Desa Membuka Rekening Kas Desa ditetapkan dgn Keputusan Kepala Desa
Camat Verifikasi Tim Pendamping Kecamatan
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten menganggarkan ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten meneruskan berkas
Bupati, Cq ADD cxvii
Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan & Aset Daerah (DPPKAD)
Pelaksanaan ADD
Rekening Kas Desa
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Gambar 14 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan Penelitian di Lapangan Berdasarkan gambar di atas ditemukan bahwa pelaksanaan pengelolaan
Alokasi Dana Desa masih belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu pengelolaan ADD masih di Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen dan seharusnya ADD di kelola oleh Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Sragen sesuai amanat Permendagri. d. Pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada peraturan bupati/walikota. Penggunaan anggaran Alokasi Dana Desa adalah sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Alokasi Dana Desa sebesar 30% digunakan untuk operasional pemerintah desa, BPD, lembaga-lembaga desa antara lain digunakan untuk: 1) Biaya pengelolaan Alokasi Dana Desa. 2) Operasional penyelenggaraan pemerintahan desa untuk ATK, biaya rapatrapat. 3) Biaya penyelenggaraan musrenbangdes.
cxviii
4) Biaya penyelenggaraan bulan bhakti gotong-royong. 5) Tunjangan penghasilan kepala desa dan perangkat desa terdiri dari tunjangan. jabatan dan atau tunjangan/asuransi kesehatan. 6) Biaya perjalanan dinas pengelola ADD, operasional BPD dan LP2MD. 7) Penguatan kelembagaan atau operasional RT/lembaga-lembaga di desa. 8) Pemeliharaan komputer. 9) Untuk mendukung program Keluarga Berencana. 10) Pengadaan buku data base desa, monografi data desa. Alokasi Dana Desa sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat digunakan untuk: 1) Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil. 2) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa. 3) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan. 4) Perbaikan lingkungan dan pemukiman. 5) Teknologi tepat guna. 6) Perbaikan kesehatan dan pendidikan. 7) Pengembangan sosial budaya. 8) Dan sebagainya yang dianggap penting. Dengan melihat URKD masing-masing desa yang diteliti memang pelaksanaan ADD sudah dilakukan dengan baik, karena apabila dalam URKD tidak disusun sesuai dengan pedoman yang ada dari kabupaten maka ADD tidak akan cair ke desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa semua menyatakan bahwa ADD sudah di kelola sesuai dengan aturan yang berlaku.
cxix
e. Pertanggungjawaban dan pelaporan ADD Pertanggungjawaban
ADD
terintegrasi
dengan
pertanggungjawaban
APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD, adalah sebagai berikut: 1) Laporan berkala, yaitu: Laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD dibuat secara rutin setiap bulannya. Adapun yang di muat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD. 2) Laporan akhir dari penggunaan ADD mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD. Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui kepala desa ke Tim Pendamping Tingkat Kecamatan secara bertahap. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan kepada bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan maka Tim Pendamping dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota di luar dana Alokasi Dana Desa. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
kepala
desa
mengenai
pertanggungjawaban penggunaan dana ADD. Kepala Desa A menyatakan yaitu: ”Bentuk pertanggungjawaban ADD melalui pembuatan SPJ administrasi dan gambar fisik” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa yaitu:
cxx
”Pertanggungjawabannya melalui SPJ dan fisik bangunan” (Wawancara 12 Oktober 2009). Kepala Desa C mengungkapkan yang lain yaitu: ”Pertanggungjawaban dengan membuat kwitansi bermaterei dan ditandatangani kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Berdasarkan
hasil
wawancara
di
atas
disimpulkan
bahwa
pertanggungjawaban penggunaan ADD sudah dilakukan dengan baik. Hal ini memang pengawasan dari dana ADD ini diawasi secara ketat oleh pemerintah kabupaten maupun oleh pemerintah kecamatan, sehingga desa akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya penggunaan ADD ini. Mengenai pelaporan ADD Kepala Desa A menyatakan yaitu: ”Bentuk laporan ADD dilakukan secara tertulis” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa C mengungkapkan yaitu: ”Laporan berbentuk buku yang bertanggungjawab sekerataris ADD, bendahara ADD dan kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B menyatakan pendapatnya yaitu: ”Laporan dilaporkan ke camat dan diteruskan ke Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas pelaporan yang dilakukan oleh kepala desa dilakukan secara tertulis ke camat dan diteruskan ke Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen dan hal ini rutin dilakukan. f. Pembinaan dan pengawasan Alokasi Dana Desa Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran Alokasi
cxxi
Dana Desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi: 1) Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD. 2) Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa. 3) Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa. 4) Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan camat meliputi: 1) Memfasilitasi administrasi keuangan desa. 2) Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset desa. 3) Memfasilitasi pelaksanaan ADD. 4) Memfasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan ADD sudah dilakukan oleh kabupaten dan kecamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa C yaitu: “Ada pembinaan dari kecamatan untuk kelancaran pelaksanaan ADD” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kemudian juga ditanyakan apakah pembinaan dari kabupaten juga
cxxii
dilakukan secara rutin. Kepala Desa C juga menyatakan yaitu: ”Ada, dari Bawasda membina dan membimbing supaya tertib dalam pelaksanaan dan administrasinya” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan yaitu: ”Ada pembinaan dari kecamatan satu bulan setelah pencairan ADD” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kemudian pembinaan dan pengawasan dari kabupaten, Kepala Desa A juga menyatakan yaitu: ”Ada, satu tahun sekali dari Badan KBPM&D serta dari Bawasda” (Wawancara 10 Oktober 2009). Desa Saradan juga menyatakan hal serupa melalui Kepala Desa B yaitu: ”Pembinaan dari kecamatan dan kabupaten rutin dilakukan yaitu dari Pak Camat dan dinas pemberdayaan serta dari bawasda” (Wawancara 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh kabupaten maupun oleh kecamatan sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
cxxiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut: a. Belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan atau kaur umum. b. Desa belum melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga arah pembangunan desa belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun dan jangka waktu 5 tahun ke depan. c. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang mengelola adalah Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen.
cxxiv
B. Saran 1. Diharapkan pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen disesuaikan lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu: a. Agar dibentuk bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa. b. Agar desa melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa 107 (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). c. Agar pengelolaan ADD di Kabupaten Sragen dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen.
cxxv
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ________________. 2006. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dunn, William N. 2000. Pengantar analisis kebijakan publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hamidi. 2004. Metode penelitian kualitatif aplikasi praktis pembuatan proposal dan laporan penelitian. Malang: UMM Press. Kantaprawira, Rusadi. 1999. Sistem politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Kusnardi. 1988. Pengantar hukum tata negara. Jakarta: CV Budhi Chaniago. LANRI. 2003. Sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: Andi. Maryunani, 2006. Perspektif pengelolaan keuangan dan ekonomi desa. Malang: Universitas Brawijaya. Mamesah, D. J. 1995. Sistem administrasi keuangan daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Moleong J, Lexy. 2001. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasir, Mohammad. 1988. Metodologi penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Purwadarminta, W.J.S., 1976. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta.
cxxvi
Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung: PT Rosdakarya Offset. Soehartono, Irawan, 2000, Metode penelitian sosial. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Steers, R. M. 1977. Organization effectiveness, a behavioral view, good year publishing company, diterjemahkan oleh Magdalena Jamin. 1980. Jakarta: Erlangga. Sugiyono, 2007. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sutopo, Hibertus. 2002. Metodologi penelitian kualitatif dasar teori dan 109 terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Prees. Tayibnapis, F. Y. 2000. Evaluasi program. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Widodo, Joko. 2001. Good governance, telaah dari dimensi akuntabilitas dan kontrol birokrasi. Surabaya: Insan Cendikia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tanggal 26 Januari 2007 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sumber Pendapatan Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen. Peraturan Bupati Sragen Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Penjabaran Tugas dan
cxxvii
Fungsi Serta Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten Sragen. Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen. Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa.
PEDOMAN WAWANCARA (Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa)
A. KEPALA DESA 1. Apakah kepala desa mengetahui mengenai pengelolaan keuangan desa? 2. Apakah kepala desa tahu kewenangannya sebagai pemegang pengelolaan keuangan desa? 3. Apakah keuangan desa sudah dikelola dengan transparan, akuntabel dan partisipatif? 4. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas transparan? Yang dimaksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. 5. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas dapat dipertanggungjawabkan? Dapat dipertanggungjawabkan mempunyai arti
cxxviii
bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. 6. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas akuntabilitas? Akuntabilitas dapat diartikan APBDesa dapat membantu Pemerintahan Desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima. 111 sudah dikelola secara partisipatif? 7. Apakah pengelolaan keuangan desa Partisipatif adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga dalam menyelenggarakan pemerintahan. 8. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tertib anggaran? Tertib anggaran dapat diartikan bahwa APBDesa disusun
secara urut
berdasarkan aturan yang berlaku. 9. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara disiplin anggaran? Disiplin anggaran dapat diartikan pendapatan yang direncanakan, merupakan perkiraan yang terukur secara rasional, Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APPB Desa dan dilakukan melalui Kas Umum Desa. 10. Apakah pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember? 11. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan
cxxix
kekayaan desa yang dipisahkan. apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya dalam menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa? 12. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya dalam menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa? 13. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya menetapkan bendahara desa? 14. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa? 15. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa? 16. Apakah perangkat desa sudah memahami tentang struktur APBDesa? 17. Dalam rangka penyusunan APBDesa, apakah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) sudah dilaksanakan? 18. Apakah penetapan Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku? 19. Apakah selama ini dalam pelaksanaan APBDesa selalu dilakukan evaluasi dari kecamatan maupun dari kabupaten? 20. Setelah APBDesa ditetapkan, apakah pelaksanaan APBDesa dapat berjalan dengan baik dan masing-masing perangkat dapat menjalankannya dengan baik? 21. Apakah dalam melaksanakan APBDesa pernah dilakukan perubahan APBDesa?
cxxx
22. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahan penerimaan dengan baik? 23. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahaan pengeluaran dengan baik? 24. Apakah pertanggungjawaban penggunaan dana APBDesa dapat dilaksanakan dengan baik? 25. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, apakah penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa melalui pembentukan peraturan desa sudah dilaksanakan? 26. Apakah
penyampaian
laporan
pertanggungjawaban
APBDesa
sudah
disampaikan kepada Bupati melalui Camat? 27. Apakah desa sudah mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD)? Dan berapa besarnya? 28. Apakah ADD sudah dikelola dengan baik dan sesuai prosedur? 29. Bagaimana mekanisme penyaluran dan pencairan ADD? 30. Apakah pelaksanaan ADD sudah sesuai aturan yang berlaku? 31. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban ADD? 32. Bagaimana bentuk pelaporan ADD? 33. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD oleh kecamatan? 34. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD oleh kabupaten? B. SEKRETARIS DESA
cxxxi
35. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugas mengenai pengelolaan keuangan desa antara lain bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa, kemudian dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa, menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa serta menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa? 36. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa. apakah sekretaris desa sudah menjalankan
tugasnya dalam menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APBDesa? 37. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa? 38. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa? 39. Apakh desa sudah mendapat pembinaan dari kecamatan atau kabupaten mengenai penyusunan APBDesa? C. KAUR KEUANGAN DESA. 40. Apakah laporan keuangan dibuat dan dilaporkan ke Kepala Desa secara rutin?
cxxxii
41. Apakah pengelolaan keuangan desa dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember? 42. Bagaimana proses penyusunan RAPBDesa? D. SEKRETARIS KECAMATAN. 43. Apakah Desa masih perlu pembinaan mengenai pengelolaan keuangan desa, dengan dikeluarkannya Permendagri 37 Tahun 2007 dan Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008? 44. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban dari desa mengenai pengelolaan keuangan desa? 45. Apakah kewenangan kepala desa dalam menetapkan pengelolaan barang milik desa sudah dijalankan? Karena pengelola barang milik desa ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber dalam membangun desa. 46. Mengenai struktur APBDesa apakah desa sudah diberikan pembinaan oleh Camat? 47. Sejauh mana pemahaman Saudara mengenai struktur APBDesa sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008 serta Permendagri Nomor 37 Tahun 2007? E. KASI PEMERINTAHAN KECAMATAN. 48. Apakah desa-desa di Kecamatan Karangmalang ini sudah bisa mandiri dalam menetapkan dan menjalankan APBDesa? Apakah mereka masih banyak minta bantuan kepada kecamatan? 49. Apakah yang menjadi kendala pemerintah desa dalam menyusun APBDesa?
cxxxiii