Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Evaluasi Pemukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang Suparto FPTK IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] ABSTRAK Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan hutan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri-kehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telephon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya; dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya. Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor resiko yang berorientasi pada lokasi, bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Kawasan pemukiman di dominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung peri-kehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. Kata Kunci : Pemukiman dan Perumahan, Berbasis Lingkungan
PENDAHULUAN Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
32
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak dijumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Makalah
ini menyajikan tingkat kekumuhan pemukiman yang terdapat di wilayah
Kelurahan Kalibanteng Kidul dan upaya apa saja yang dapat dilakukan demi perbaikan pemukiman wilayah tersebut.
KAJIAN TEORI Pengertian Perumahan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO tentang Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Perumahan memberikan kesan tentang rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya. Perumahan menitikberatkan pada fisik, atau benda mati yaitu houses dan land settlement. Pemukiman yang berasal dari kata „to settle‟ atau berarti menempati atau mendiami ini berkembang menjadi sebuah proses yang berkelanjutan, yaitu pemukiman tidak menetap, semi menetap dengan pemukiman sementara atau musiman. Perumahan didefinisikan pula sebagai satu ciri rumah yang disatukan di sebuah kawasan petempatan. Di dalam satu unsur perumahan terdapat beberapa sub unsur rumah-rumah dengan segala kemudahan fizikal seperti kedaikedai, sekolah dan lain-lain. Di kawasan perumahan, masyarakat hidup berkelompok dan bersosialisasi antara satu sama yang lain. (Sumaryono, 2006). MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
33
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Soedarsono,
staf
Ahli
Menteri
Negara
Perumahan
Rakyat
Bidang
Hukum
mengemukakan, jika suatu daerah telah tumbuh dan berkembang, rumah-rumah sebagai suatu proses bermukim yaitu kehadiran manusia dalam menciptakan ruang dalam lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya dinamakan perumahan. Jadi dapat dikatakan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah-rumah sebagai tempat bermukim manusia dalam melangsungkan kehidupannya Rumah juga dijadikan sebagai tempat berlindung dan merupakan keperluan peringkat ke dua yang mesti dicapai untuk tujuan keselamatan sebelum keperluan-keperluan dalam peringkat yang lebih tinggi dipenuhi. Rumah sebagai keperluan diri dan keluarga yang memisahkan satu keluarga dengan keluarga yang lain. (Ridwan, 2011). Pengertian dan Karakter Kumuh Kumuh adalah keadaan yang mengandung sifat-sifat keusangan, banyak ditujukan kepada keadaan guna lahan atau zona atau kawasan yang sudah sulit diperbaiki lagi, jadi yang telah baik dibongkar, tapi juga dapat ditujukan kepada keadaan yang secara fisik masih cukup baik belum tua, tetapi sudah tidak lagi memenuhi berbagai standar kelayakan (Handoyo, 2009). 1. Kriteria: a. Pemandangan yang tidak enak untuk di pandang karena nilai estetikanya sudah tidak ada lagi; b. Tingkat kesehatan masyarakatnya kurang; c. Penataan ruangnya tidak beraturan; dan d. Tingkat keamanan dan kenyamanan sangat kurang. 2. Indikator: a. Lokasi kumuh biasanya di daerah pinggiran; b. Di lingkungan kumuh kondisi bangunannya kurang handal; c. Penataan ruangnya tidak beraturan dan sangat rapat; d. Kualitas bangunan yang sangat rendah serta sarana dan prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat; e. Karena kepadatan yang sangat tinggi, maka mengakibatkan peredaran udara di dalam dan di luar rumah terasa kurang; f. Sarana jalan sangat terbatas dan umumnya banyak yang digenangi air kotor; g. Saluran air buangan tidak berfungsi; h. Banyak tumpukan sampah; i. Karena kepadatan bangunannya yang terlalu rapat dan padat, mengakibatkan daerah tersebut rawan bahaya kebakaran; dan j. Kehidupan sosial masyarakatnya sangat beragam.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
34
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
3. Parameter: a. Kepadatan penduduknya lebih dari 100 Jiwa/Ha; b. Besarnya KDB dan KLB dari bangunannya hampir mendekati atau sama dengan 100 %; c. Ventilasi rumah < 4 M2; d. Sumber air minum atau mandi: kali, selokan, danau, mata air, sumur dangkal tanpa dinding semen jarak dengan sungai/limbah < 5-8 M, sumur dengan dinding semen jaraknya < 8-10 M, sumur pompa jarak dengan limbah < 10 M; e. Untuk kawaasan kumuh yang berada di pinggir sungai, besarnya garis sempa dan sungainya < 50 M, untuk sungai kecil dan < 100 m untuk sungai besar atau tidak ada sama sekali garis sempa dan sungainya. 4. Klasifikasi dari kumuh, dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu: a. Di pinggiran sungai; b. Di pinggir jalan kereta api; dan c. Di pinggir jalan; Pengertian, Karakter Perumahan dan Kawasan Kumuh Ravianto (2009) mengemukakan bahwa perumahan kumuh atau pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya, yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga, tetapi tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana sosial budaya masyarakat. Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia (Lestariningsih, 2007). Kawasan kumuh umumnya dihubunghubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti: kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi sub-standar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti: bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Beberapa ciri-ciri daerah kumuh menurut Rikhwanto (2009) antara lain:
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
35
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
1) Dihuni
oleh penduduk yang padat, baik karena pertumbuhan penduduk akibat
kelahiran maupun karena adanya urbanisasi; 2)
Dihuni
oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau ber-
produksi sub-sistem yang hidup di bawah garis kemiskinan; 3) Rumah-rumah yang merupakan rumah darurat yang terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak; 4) Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular; 5) Langkanya pelayanan kota seperti: air bersih, fasilitas MCK, listrik, dan sebagainya; 6) Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan tidak terurus, seperti: jalan yang sempit, halaman rumah tidak ada, dan sebagainya; dan 7)
Kuatnya gaya hidup “pedesaan” yang masih tradisional;
8)
Ditempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas (bermasalah);
9)
Biasanya ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dan tindak kriminal.
Sebab dan Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh 1. Sebab Terbentuknya Pemukiman Kumuh Dalam perkembangan suatu kota sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan di kota (Mandanao, 2007). Tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong masyarakat yang kurang mampu serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali juga dapat menjadi salah satu penyebab terbentuknya pemukiman kumuh. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan
penduduk
dengan
kemampuan
pemerintah
untuk
menyediakan
pemukiman-pemukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. 2. Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh. Dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain dapat mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
36
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Munculnya Masalah Akibat Pemukiman Kumuh Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah di anggap dan di pandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, pada umumnya sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, yang di anggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Terbentuknya pemukiman kumuh yang sering disebut sebagai slum area dipandang potensial. Penduduk di pemukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan ini yang mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Terjadinya perilaku menyimpang, karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak dapat memperbaiki kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh pada umumnya terdiri dari golongangolongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, sehingga tidak sedikit masyarakat yang menjadi pengangguran, gelandangan dan pengemis yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia juga ikut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompoknya yang sering bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat. Keadaan
seperti
itu
cenderung
menimbulkan
masalah-masalah
baru
yang
menyangkut: 1. Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah pemukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan; dan 2. Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
37
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah pemukiman kumuh adalah: 1. Ukuran bangunan yang sangat sempit dan tidak memenuhi standar untuk bangunan layak huni; 2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah pemukiman rawan akan bahaya kebakaran; 3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai; 4. Tidak tersedianya jaringan drainase; 5. Kurangnya suplai air bersih; 6. Jaringan listrik yang semrawut; 7. Fasilitas MCK yang tidak memadai; HASIL OBSERVASI DAN USULAN Hasil Observasi 1. Gambaran Umum Kelurahan Kalibanteng Kidul Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang berada pada topografi yang relatif datar. Pada tahun 70-an belum dijumpai pemukiman dan perumahan yang padat dibandingkan dengan sekarang. Kini Kelurahan Kalibanteng Kidul memiliki kepadatan penduduk tetap 201,3963 jiwa/Ha, perlu diingat bahwa banyak penduduk yang belum tercatat karena banyak dari sebagian penduduk yang membuka tempat kost dan menyewakan sebagian dari rumahnya. 2. Observasi Lapangan Beberapa pemukiman yang diteliti belum tertata dengan baik, dimana jarak antar bangunan sangat padat dengan gang-gang yang tidak teratur. Pada dasarnya rumahrumah ini tidak layak huni, tetapi para penghuni rumah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki rumah mereka, hal ini disebabkan faktor ekonomi. Sebagian besar penghuni pemukiman ini berprofesi sebagai pedagang keliling, ada juga yang berdagang makanan kecil di pelataran rumah mereka. Selain itu kondisi rumah yang mereka tempati termasuk kategori rumah yang tidak layak huni. Luas satu unit bangunan ±15 m2, dinding bangunannya terbuat dari seng, papan, triplek, dan sebagian besar dari tembok. Untuk atap bangunan menggunakan atap genting, asbes, dan seng. Di samping itu, ruang terbuka pada pemukiman ini sulit ditemukan karena telah dipadati oleh pemukiman, sehingga tidak adanya penghijauan untuk mendapatkan udara yang segar. Lebih jelasnya dapat disajikan seperti tersaji pada gambar halaman berikut ini.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
38
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Gambar 1. Kondisi Kepadatan Pemukiman Wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul
Selain kepadatan pemukiman yang tampak pada gambar di atas, kondisi jalan tidak beraturan dan rusak. Semakin ke dalam wilayah pemukiman jalan semakin sempit, berkelok-kelok, dan orientasi gangnya tidak jelas. Beberapa bagian jalan di jumpai anak tangga naik ataupun turun yang curam dan tidak terawat. Terdapat banyak kendaraan bermotor yang berparkiran sehingga menambah untuk mempersempit jalan.
Gambar 2. Kondisi Jalan Sempit di Pemukiman Wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul
Di sekitar pinggiran jalan utama, terdapat pemukiman-pemukiman kumuh yang mengelilinginya dan memberi dampak buruk terhadap sungai tersebut. Sebab pembuangan limbah cair maupun padat dari pemukiman tersebut di buang ke sungai dan tidak ada pengolahan limbah, sehingga sungai tidak layak untuk di konsumsi secara langsung oleh masyarakat sekitar.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
39
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Gambar 3. Kondisi Pemukiman dalam Sudut Sungai
Usulan Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka perlu adanya usaha perbaikan pada prasarana di pemukiman tersebut, antara lain: 1. Perbaikan pada kamar mandi yang berada di lokasi pemukiman dengan menyediakan WC dan bak mandi dengan harapan tidak ada lagi masyarakat yang membuang air besar di kali; 2. Perbaikan pada bangunan menggunakan bahan bangunan yang ekonomis tetapi secara konstruksi dapat menahan beban yang ada; 3. Perbaikan pada lingkungan dengan cara penataan penghijauan di ruang terbuka; 4. Perbaikan pengolahan sampah agar tidak merusak lingkungan; 5. Perbaikan sanitasi dan drainase; dan 6. Perbaikan jalan di pemukiman.
PENUTUP Kesimpulan Tumbuhnya pemukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Daerah kumuh yang terbentuk ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan,
karena
dapat
menjadi
sumber
timbulnya
berbagai
perilaku
menyimpang, seperti: kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya. Cara mengatasi pemukiman kumuh ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh tersebut, sehingga permasalahan pemukiman kumuh dapat diatasi dengan tuntas.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
40
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Berdasarkan hasil observasi lapangan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemukiman di sebagian wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul
dapat dikatakan sebagai
pemukiman kumuh. Dari hasil observasi, hal-hal yang dapat dijadikan suatu patokan untuk mengukur tingkat kekumuhan dari suatu pemukiman dapat dilihat dari sudut: 1.
Faktor ekonomi dan kemiskinan;
2.
Jumlah penduduk;
3.
Kondisi jalan;
4.
Kondisi bangunan;
5.
Kerapatan bangunan;
6.
Sanitasi;
7.
Drainase;
8.
Ruang terbuka hijau;
9.
Kebersihan lingkungan; dan
10. Rehabilitasi lingkungan dan masyarakat. Saran Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu pemukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini, namun masih banyak dijumpai kawasan-kawasan kumuh seperti ini di sebagian Kota Semarang sekarang ini, tepatnya di sebagian wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul, maka diberikan beberapa saran diantaranya adalah: 1. Aspek Lokasi Melihat kondisi permukiman kumuh yang ada suatu tempat akan berbeda pula karakteristik permasalahannya dengan di tempat lain. Ini dapat disebabkan oleh banyak hal yang cukup kompleks. Dari hasil kajian yang telah ada sebelumnya, beberapa karakter non-fisik yang muncul pada kawasan permukiman kumuh antara lain adalah lokasi tersebut berada pada tanah milik atau tanah negara, adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan, nilai strategis lahan yang dilihat secara ekonomis, dan juga adanya kerawanan terhadap kemiskinan. 2. Aspek Bangunan Penataan pembangunan permukiman di Kota Semarang, antara lain: a. Penyediaan rumah murah bagi kaum urban. Salah satu alternatifnya adalah Rumah Susun (Rusun) yang dalam hal ini bisa disediakan oleh Pemerintah Kota Semarang dan swasta. Untuk swasta perlu adanya pemberlakuan insentif dan disinsentif; b. Penyediaan Rumah Murah di pinggir kota yang memungkinkan penghuni dapat memanfaatkan transportasi massal yang ada (adanya insentif dan disinsentif bagi pengembang swasta); MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
41
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
c. Menyiapkan hidran air dan MCK yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan untuk keamanan lingkungan. Dengan padatnya bangunan, resiko kebakaran sangat tinggi maka akan sulit pemadam kebakaran menjangkau kawasan kumuh, sehingga perlu sumber air yang siap dimanfaatkan setiap saat; dan d. Pemberlakuan peraturan secara lebih ketat pada daerah yang sudah dilakukan perencanaan tata ruangnya, dan perlu adanya upaya penegakan hukum dan instrumen pengendalian pembangunan. 3. Aspek Ekonomi Memberikan pelatihan kepada masyarakat yang ingin meningkatkan pekerjaan sambilan. Dengan meningkatnya ekonomi, maka dengan sendirinya mereka mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lapangan pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan kondisi kualitas lingkungan adalah aspek pariwisata. Komponenkomponen pariwisata adalah seperti tour kota dan yang berhubungan dengan sungai tersebut. Untuk mendukung pariwisata itu tentu lingkungan harus bersih dari sampah dan kotoran-kotoran rumah tangga, sehingga perlu
melibatkan rumah tangga dan
penduduk sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, Subroto. 2009. Menatap Masa Depan dengan Lingkungan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Lestariningsih. 2007. Kiat Mengatasi Pemukiman Kumuh di Perkotaan. Yogyakarta: Pustaka. Mandanao, Misbah. 2007. Hidup Sehat Bersama Anak Cucu Kita. Yogyakarta: Pusaka Utama. Handoyo, Subroto. 2009. Menatap Masa Depan dengan Lingkungan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Ravianto. 2009. Penyelesaian Masalah Perumahan dan Pemukimkan Kumuh. Majalah Lingkungan Sehat Seri XXI. Rikhwanto, Imam.
2009. Aturan Tata Kota Suatu Wilayah Perkotaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Ridwan, Razal. 2011. Tata Kelola Pemukiman dan Perumahan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Sumaryono 2006. Pemukiman dan Perumahan Sehat. Jakarta: Gramedia.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
42