EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus: Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol) Lasthreeida J.H, Medis Surbakti Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email:
[email protected] Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dengan tingkat kegiatan yang cukup tinggi, namun prasarana transportasi dan sikap berlalu lintas pengguna jalan masih sangat kurang mendukung. Maka sangat perlu dilakukan pengevaluasian kinerja pada persimpangan untuk mengetahui tingkat pelayanan dari simpang tersebut. Untuk mengevaluasi kinerja simpang bersinyal ini digunakan dengan 2 metode yaitu dengan metode MKJI 1997 dan HCM 2000. Dari hasil perhitungan, simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol kondisi eksisting untuk pendekat Utara dengan metode HCM 2000 didapat tundaan simpang sebesar = 113 dengan tingkat pelayanan F. Hasil perhitungan simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol kondisi eksisting untuk pendekat Utara, dengan metode MKJI’97 dengan acuan tingkat pelayanan pada HCM 1985 didapat tundaaan rata – rata simpang yang dihasilkan = 76,008 dengan tingkat pelayanan F. Untuk hasil perhitungan antrian dan tundaan dengan metode Gelombang Kejut (Shock wave) didapat untuk setiap lengan simpang, Lengan Utara: Panjang antrian: 207,256 m, Tundaan rata – rata: 108,684. Untuk pendekat Selatan; Panjang antrian: 266,907 m, Tundaan rata – rata: 91,800. Untuk pendekat Barat, Panjang antrian: 269,770 m, Tundaan rata – rata: 87,899. Untuk pendekat Timur, Panjang antrian: 279,575 m, Tundaan rata – rata: 91,178. Jadi berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tundaan simpang terbesar dihasilkan oleh metode HCM 2000 dengan besar tundaan simpang 113 det/kend dan tingkat pelayanan F. Kata kunci: kinerja, tundaan, MKJI 1997, HCM 2000.
ABSTRACT Medan is one of the largest cities in Indonesia with a fairly high level of activity, but the transportation infrastructure and traffic attitudes of road users still lacking support. It is therefore necessary to evaluating the performance of the intersection to determine the level of service of the intersection. To evaluate the performance of this intersection is used by 2 methods: the method MKJI 1997 and HCM 2000. From the calculation, the intersection of Jl. Ir. H. Juanda - Jl. Imam Bonjol existing condition to approach the North with HCM 2000 method of intersection delay obtained at = 113 with a level of service F. Intersection calculation results Jl. Ir. H. Juanda Jl. Imam Bonjol existing condition to approach the North, with MKJI'97 method with reference to the level of service on the HCM 1985 tundaaan obtained average - average intersection generated = 76.008 with a level of service F. For the calculation method queues and delays with Shock Waves (Shock wave) obtained for each arm of the intersection, North Arm: Long queues: 207.256 m, Delay average - average: 108.684. To approach the South; queue length: 266.907 m, Delay average - average: 91,800. To approach the West, queue length: 269.770 m, Delay average - average: 87.899. To approach the East, queue length: 279.575 m, Delay average - average: 91.17. So based on the results of this study concluded that the biggest intersection delay produced by the method of the HCM 2000 with intersection delay 113 sec / vehicle level of service and value F. Keywords: performance, delay, MKJI 1997, HCM 2000.
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial politik suatu negara. Namun di negara - negara yang sedang berkembang, tranportasi sendiri memiliki masalah yang sangat kompleks. Permasalahan yang terjadi bukan saja karena terbatasnya sistem prasarana transportasi yang ada namun juga disebabkan pendapatan yang rendah, urbanisasi yang cepat, terbatasnya sumber daya manusia, rendahnya
tingkat disiplin masyarakat serta lemahnya sistem perencanaan dan pengontrolan transportasi. Didalam jaringan transportasi, persimpangan merupakan titik rawan akan terjadinya kemacetan lalu lintas oleh adanya konflik – konflik pergerakan arus, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan kapasitas dan kinerjanya dengan tetap memperhatikan keselamatan para pengendara dan pejalan kaki. Pengaturan lampu lalu lintas yang kurang tepat dapat mengganggu kelancaran sistem lalu lintas secara keseluruhan seperti bertumpuknya kendaraan pada satu atau beberapa ruas jalan. Oleh karena itu kondisi simpang tersebut perlu dievaluasi untuk mengetahui kinerja persimpangan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol pada kondisi eksisting.
Ruang Lingkup Penelitian 1. 2. 3. 4. 5.
Perhitungan volume lalu lintas dilakukan selama 6 jam yang terbagi atas dua jam puncak pagi 07.00 – 09.00, dua jam puncak siang pukul 12.00 – 14.00 dan dua jam puncak sore pukul 16.00 – 18.00. Pengambilan data geometrik simpang dilakukan dengan pengukuran langsung dilapangan. Analisis terhadap hambatan samping dan pejalan kaki tidak dibahas pada penelitian ini. Kinerja simpang yang ditinjau adalah kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan dan nilai tingkat pelayanan simpang. Evaluasi kinerja simpang menggunakan metode MKJI 1997 dan HCM 2000, sedangkan metode gelombang kejut digunakan untuk pembanding nilai panjang antrian.
2. STUDI PUSTAKA Persimpangan Menurut PP No. 43 Tahun 1993, persimpangan adalah pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun tidak sebidang. Dengan kata lain persimpangan dapat diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan, dan termasuk didalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Sedangkan setiap jalan yang memencar dan merupakan bagian dari persimpangan tersebut dikatakan dengan lengan persimpangan. Berdasarkan perencanaannya persimpangan dibedakan menjadi 2 jenis Harianto (2004), yaitu: a. Persimpangan Jalan Sebidang. Persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas jalan atau lebih secara sebidang tidak saling bersusun. Pertemuan ini direncakan sedemikian dengan tujuan untuk melewatkan lalu lintas dengan lancar serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari titik konflik yang timbul untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan ketenangan terhadap pemakai jalan yang melalui persimpangan. b. Persimpangan Jalan tak sebidang. Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang, tetapi salah satu ruas berada diatas atau dibawah ruas yang lain.
Metode MKJI 1997 Menurut MKJI(1997), pada umumya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut: a. Untuk menghindari kemacetaan simpang akibat tingginya arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak. b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama; c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan. Arus Jenuh Nyata (S), yang dimaksud dengan arus jenuh nyata adalah hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) untuk keadaan ideal dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dalam satuan smp/jam hijau . S = So . FCS . FSF . FP . FG.FRT . FLT Dimana: S = Arus jenuh nyata (smp/jam hijau); FCS = Faktor koreksi ukuran kota; FP = Faktor penyesuaian parkir tepi jalan; FRT = Faktor koreksi belok kanan;
(1) So = Arus jenuh dasar (smp/jam hijau); FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping; FG = Faktor penyesuaian akibat gradien jalan; FLT = Faktor penyesuaian belok kiri.
Kapasitas Simpang (C), adalah kemampuan simpang untuk menampung arus lalu lintas maksimum persatuan waktu dinyatakan dalam smp/jam. C = S x g/c (2) Panjang Antrian Panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada simpang tiap jalur saat nyala lampu merah Panjang antrian, dihitung dengan: (3) Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap kapasitas (C). DS =Q/C
(4)
Kendaraan Henti (NS) Angka henti (NS) masing – masing pendekat yang didefenisi sebagai jumlah rata – rata kendaraan berhenti per smp, (5) Dengan jumlah kendaraan terhenti (Nsv) masing – masing pendekat: Nsv = Q x NS (smp/jam)
(6) (7)
Tundaan (delay) Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan pada situasi tanpa simpang. Tundaan pada simpang terdiri dari 2 komponen yaitu tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometrik (DG). Dj = DTj + DGj (8) Menghitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1). Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dihitung dengan membagi jumlah nilai tundaan dengan nilai arus total (Qtot) dalam smp/jam. `
(9)
Tingkat Pelayanan Simpang Tingkat pelayanan simpang adalah ukuran kualitas kondisi lalu lintas yang dapat diterima oleh pengemudi kendaraan. Tingkat pelayanan umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume setiap ruas jalan yang dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A sampai F. Tabel 1 Kriteria tingkat pelayanan untuk simpang bersinyal Tingkat Pelayanan A B C D E F
Tundaan per kendaraan (det/kend) ≤5 > 5,1 – 15 > 15,2 – 25 > 25,1 – 40 > 40,1 – 60 ≥ 60,0
Sumber : HCM, 1985
Metode HCM 2000 Arus Jenuh Untuk menghitung laju arus jenuh untuk setiap kelompok lajur dihitung dengan rumus: s = so.N.fw.fHV.fg.fp.fbb.fLU.fa.fLT.fRT.fLpb.fRpb dengan: so = laju arus jenuh dasar per lajur, biasanya 1900 ( mobil/jam – hijau/lajur) N = Banyaknya lajur dalam kelompok lajur tersebut.
(10)
fw fHV fg fp
= faktor penyesuaian untuk lebar lajur = faktor penyesuaian kendaraan berat dalam aliran lalu lintas = faktor penyesuaian untuk jelang masing – masing = faktor penyesuaian untuk keberadaan lajur parkir yang berdampingan dengan kelompok lajur tersebut dan kegiatan parkir pada lajur itu. Fbb = faktor penyesuaian untuk efek rintangan bus lokal yang berhenti didalam daerah persimpangan tersebut. fLU = faktor penyesuaian untuk penggunaan lajur. fa = faktor penyesuaian untuk jenis kawasan fLT = faktor penyesuaian untuk belok kiri dalam kelompok lajur tersebut fRT = faktor penyesuaian untuk belok kanan dalam kelompok lajur tersebut. fLpb = faktor penyesuaian pejalan kaki – sepeda untuk pergerakan belok kiri fRpb = faktor penyesuaian pejalan kaki – sepeda untuk pergerakan belok kanan Analisis Rasio Arus dan Kapasitas Kapasitas setiap kelompok lajur dihitung dengan rumus: g ci = si i C
(11)
Tundaan dan Tingkat Pelayanan Tundaan untuk setiap kelompok lajur diperoleh dengan penjumlahan nilai tundaan seragam dan tundaan inkremental, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝑑 = 𝑑1 𝑃𝐹 + 𝑑2 + 𝑑3 (12) Untuk menghitung besarnya tundaan seragam, digunakan persamaan berikut: g 2
d1 =
0,5 C 1−c
1− min 1, X
(13)
g C
Suatu estimasi keterlambatan inkremental yang diakibatkan kedatangan tak seragam, kegagalan siklus sementara (keterlambatan acak), dan keterlambatan yang disebabkan oleh priode terlalu jenuh yang dipertahankan dapat dihasilkan dengan persamaan berikut: d2 = 900T [(X-1) =
𝑋−1
2
+
8𝑘𝐼𝑋 2 𝑐𝑇
Tundaan persimpangan dapat dihasilkan dengan persamaan: Σ𝑑 𝑥 𝑣 𝑑1 = 𝐴 𝐴 Σ𝑣𝐴
(14) (15)
dengan: d2 = tundaan inkremental yang ditentukan untuk durasi pada periode analisis dan jenis kendali sinyal (s/kend) T = durasi periode analisis (jam) k = faktor tundaan inkremental yang bergantung pada setelan pengatur l = faktor pengatur filter/pengukuran kehulu c = kapasitas kelopok lajur X = rasio v/c kelompok lajur Tingkat pelayanan (LOS-level of service) untuk persimpangan berlampu lalu lintas didefenisikan dalam pengertian tundaan kendali. Tundaan kendali rata – rata dihitung untuk setiap kelompok lajur dan disatukan untuk setiap cabang dan persimpangan sebagai satu kesatuan. LOS langsung dikaitkan dengan nilai keterlambatan kendali seperti yang diberikan pada tabel 2. Tabel 2 Kriteria LOS untuk persimpangan berlampu lalu lintas Tingkat Pelayanan A B C D E F Sumber: HCM 2000
Tundaan per kendaraan (det/kend) ≤ 10 > 10 – 20 > 20– 35 > 35 – 55 > 55 – 80 ≥ 80
Perhitungan panjang antrian Shock Wave Secara harafiah Shock wave terdiri dari dua kata yaitu shock berarti kejut dan wave yang berarti gelombang. Perubahan density tersebut bergerak kebelakang dengan kecepatan tertentu. Dan jika jalan dibuka maka akan terjadi gelombang density dengan kecepatan tertentu pula, kondisi ini lah disebut dengan“shock wave”. Gelombang kejut (shock wave) didefenisikan sebagai gerakan atau perjalanan sebuah arus lalu lintas (Tamin, 2003). Ada 3 (tiga) jenis model yang dapat digunakan untuk mempresentasikan hubungan matematis antara ketiga parameter tersebut (Tamin, 2003), yaitu:
Model Greenshields Model Greenberg Model Underwood
Penentuan model terbaik Koefisien determinasi (R2) dapat digunakan untuk menentukan model terbaik yang dapat mewakili setiap hubungan matematis antar parameter, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Tamin, 2003): R2 = 1 − Dimana :Yi Yi Y
2 N i=1 Y i −Y i 2 N i =1 Y i −Y
(16)
= nilai hasil estimasi (pemodelan) = nilai hasil observasi (pengamatan) = rata-rata hasil observasi (pengamatan)
Gelombang Kejut pada persimpangan Gelombang kejut pada persimpangan berlampu lalu lintas dapat dianalisi apabila hubungan matematis antara arus dengan kepadatan untuk lengan persimpangan telah diketahui dan kondisi arus lalu lintas telah ditentukan (Tamin, 2003).
Gambar 1. Gelombang kejut pada simpang berlampu lalu lintas Arus lalu lintas dengan kondisi D, C, B, dan A menerus terjadi sampai dengan ωAB dan ωCB mencapai t3. Selang waktu antara t2 sampai dengan t3 dapat dihitung : ωAB t3 - t2= r. (17) ωCB −ωAB r adalah durasi efektif lampu merah (detik). Panjang antrian maksimum akan terjadi pada waktu t3 dan dapat dihitung: r ωCB .ωAB 𝑄𝑀 = . (18) 360 ωCB − ωAB Pada waktu t3, terbentuk 1 (satu) gelombang kejut baru, yaitu: gelombang kejut gerak maju (ωAC), sedangkan 2 (dua) buah gelombang kejut gerak mundur ωAB dan ωCB berakhir.
Gelombang kejut ωAC dapat dihitung: VC −VA 𝜔𝐴𝐶 = (19) DC −DA Pada waktu t4, gelombang kejut gerak maju ωAC memotong garis henti dan arus lalu lintas pada garis henti berubah dari arus lalu lintas maksimum VC menjadi VA. Waktu antara mulainya lampu hijau (t2) sampai (t4) dapat dihitung: 𝑡4 − 𝑡2 =
r.ωAB (ωCB − ωAB )
.
ωCB ωAC
+1
(20)
(t4–t2) = T disebut dengan waktu penormalan, yaitu: total waktu antara sejak diberlakukan penormalan lajur hingga antrian berakhir.
3. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah study kasus yaitu dengan melakukan survai dilapangan dan mengumpulkan keterangan dari buku atau jurnal. Adapun teknik pembahasan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Studi pustaka yaitu mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan tugas akhir ini yang bersumber dari buku serta jurnal sebagai pendekatan teori. 2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui situasi dilapangan dan menetapkan waktu survei yang sesuai. 3. Melakukan survei dilapangan guna mendapatkan data primer, antara lain: survei volume lalu lintas, yaitu dengan melakukan perhitungan kendaraan secara manual (dengan hand counter) dan survei kecepatan kendaraan. 4. Menganalisis dan mengolah data hasil survei dilapangan. 5. Kesimpulan dan saran.
4. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Data yang digunakan untuk proses perhitungan dalam penelitan ini adalah data primer. Dimana data primer merupakan data yang didapat dari pengamatan langsung dan perhitungan dilapangan, dalam hal ini lokasi penelitian di Jalan H. Juanda – Jalan Imam Bonjol Data Geometrik Data geometrik ini berisikan tentang kode pendekat, tipe lingkungan, tingkat hambatan damping, median, kelandaian, belok kiri langsung, jarak kendaraan parkir, dan lebar pendekat (MKJI, 1997). Pendataan geometrik pada penelitian ini dilakukan secara manual, yaitu pengukuran langsung dilapangan. Data yang didapat dari hasil pengamatan: Kode Pendekat U S T B
Tipe Lingkungan jalan Com Com Com Com
Hambatan samping
Median
Belok kiri langsung
R R R R
Y Y Y Y
T T T T
Jarak kend. parkir -
Lebar Pendekat Wa
We
Wltor
Wex
13,8 13,8 13,8 13,8
6,8 7 7 6,8
-
6,2 6 6 6,2
Tabel 3 Kondisi Geometrik ( Jl. Ir. H, Juanda – Jl. Imam Bonjol ) Sumber: Hasil Pengamatan dilapangan 2011
Jl.Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol
Gambar 2. Denah persimpangan
Data Lalu Lintas Masa pelaksanaan survey Tugas Akhir ini bertepatan dengan masa bulan puasa, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya pengurangan volume lalu lintas. Dari hasil survei didapat nilai volume arus lalu lintas maksimum untuk setiap lengan: Lengan Utara : 681,4 smp/jam Lengan Selatan : 1052,8 smp/jam Lengan Barat : 925,5 smp/jam Lengan Timur : 1072 smp/jam Kinerja simpang Eksisting Dengan menggunakan metode MKJI 1997 nilai kinerja simpang eksisting Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol didapat seperti pada tabel 4 dengan tingkat pelayanan E s/d F untuk setiap pendekatnya. Sedangkan untuk nilai tingkat pelayanan simpangnya dihasilkan nilai F. Arus lalu lintas tertinggi dari pendekat Timur, Utara dan Selatan. Tabel 4 Kinerja Simpang Eksisting metode MKJI 1997 C
Pendekat
DS
(smp/jam) Utara Selatan Barat Timur
778,338 1302 1362,09 1001,54
0,875 0,809 0,679 1,070
NQ (smp) 38,57 53,66 43,07 60,29
NS (stop/smp) 0,941 0,847 0,773 0,934
QL (m) 154,29 157,78 232 434,29
D (dtk/smp)
TP
76,0083
F
Dengan menggunakan HCM 2000, nilai kinerja kondisi eksisting simpang bersinyal Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol didapatkan seperti yang tertera pada tabel 5 . Tabel 5 kinerja simpang eksisting dengan Metode HCM 2000 Pendekat
V(smp)
C
Tundaan
LOS
Utara Selatan Barat Timur
681,4 1052,8 925,5 1072
642,6 1066,5 997,8 751,1
642,920 1066,725 997,827 751,142
F E D F
Tundaan simpang = 113 det/smp
LOS simpang = F
Perhitungan Antrian dengan Metode Gelombang Kejut (Shock Wave) Untuk mendapatkan hubungan antara ketiga variabel, terlebih dahulu data arus lalu lintas yang terjadi diklasifikasikan menjadi selang 15 menitan disusun dalam tabel. Setelah didapatkan nilai volume arus lalu lintas, kerapatan dan kecepatan kemudian dicari hubungan antara ketiga variabel tersebut dengan 3 pemodelan, yaitu Model Greenshield, Greenberg dan Underwood. Didasarkan pada hasil analisis regresi linear tersebut, selanjutnya hubungan antara kecepatan, kerapatan dan volume untuk ketiga model dapat dirumuskan. Hasil persamaan hubungan antara kecepatan, kerapatan dan arus untuk ketiga model tersebut disajikan dalam tabel 6 berikut: Tabel 6 Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan. Model
Lengan Barat
Lengan Timur
Greenshield
Greenberg
Underwood
Greenshield
Greenberg
Hubungan Antara S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V–S S–D V–D V-S S–D V–D V-S
Struktur Model S = Sf - (Sf/Dj).D V = Sf.D-(Sf/Dj).D2 V = Dj. S – (Dj/Sf).S2 S = So.ln. Dj - So. ln. D V = So.D. ln. Dj- So.D. ln. D V = Dj.S.exp (-S/ So) S = Sf.exp.(-D/ Do) V = Sf. D. Exp(-D/ Do) V = Do. S.ln (Sf/S) S = Sf - (Sf/Dj).D V = Sf.D - (Sf/Dj).D2 V = Dj. S – (Dj/Sf).S2 S = So.ln. Dj - So. ln. D V = So.D. ln. Dj- So.D. ln. D V = Dj.S.exp (-S/ So)
Model Lapangan S= 25,4072-0,1523D V= 25,4072.D-0,1523D2 V= 166,7987S-6,5650S2 S= 56,4473-9,8652 ln D V= 56,4473D-9,8652.D ln D V= 305,4792S.exp(0,1014S) S= 32,5183exp(-0,0116D) V= 32,5183.D exp(-0,0116D) V= 86,2161S.ln (32,5183/S) S= 33,0338-0,2517D V= 33,0338.D-0,2517D2 V= 131,2528S-3,9733S2 S= 64,9642-11,4237ln D V= 64,9642.D-11,4237.D ln D V= 294,9413S.exp(0,0875S)
S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V-S S–D V–D V-S
Underwood
Lengan Utara
Greenshield
Greenberg
Underwood
Lengan Selatan
Greenshield
Greenberg
Underwood
S = Sf.exp.(-D/ Do) V = Sf. D. Exp(-D/ Do) V = Do. S.ln (Sf/S) S = Sf - (Sf/Dj).D V = Sf.D - (Sf/Dj).D2 V = Dj. S – (Dj/Sf).S2 S = So.ln. Dj - So. ln. D V = So.D. ln. Dj- So.D. ln. D V = Dj.S.exp (-S/ So) S = Sf.exp.(-D/ Do) V = Sf. D. Exp(-D/ Do) V = Do. S.ln (Sf/S) S = Sf - (Sf/Dj).D V = Sf.D - (Sf/Dj).D2 V = Dj. S – (Dj/Sf).S2 S = So.ln. Dj - So. ln. D V = So.D. ln. Dj- So.D. ln. D V = Dj.S.exp (-S/ So) S = Sf.exp.(-D/ Do) V = Sf. D. Exp(-D/ Do) V = Do. S.ln (Sf/S)
S= 36,4986exp(-0,0119D) V= 36,4986.D exp(-0,0119D) V= 84,3647S.ln (36,4986/S) S= 21,2060-0,1143D V= 21,2060.D--0,1143D2 V= 185,5645S-8,7506S2 S= 41,6837-6,7492ln D V= 41,6837D-6,7492.D ln D V= 481,1169Sexp(0,1482/S) S= 20,8249exp(-0,0064D) V= 20,8249.D exp(-0,0064D) V= 155,5850S.ln (20,8249/S) S= 31,1968-0,2515D V= 31,1968D-0,2515D2 V= 124,0349S-3,9759S2 S= 63,2017-11,4505ln D V= 63,2017D-11,4505.D ln D V= 249,5208Sexp(-0,0873S) S= 32,7194exp(-0,0114D) V=32,7194.D exp(-0,0114D) V= 87,5844S.ln (32,7194/S)
Perhitungan Model Terpilih Dari hasil pengujian statistik, nilai R2 yang terbaik adalah nilai yang paling tinggi dimana nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Perhitungan nilai koefisien determinasi dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007”. Oleh karena itu, terdapat satu model terpilih yang mendekati kondisi dilapangan, yaitu model Greenshield.
Lengan Selatan
Lengan Utara
Lengan Barat
Lengan Timur
Tabel 7 Nilai Koefisien Determinasi. Model Greenshield
S-D 0,7456
V-D 0,4750
V-S 0,1408
Greenberg
0,6624
0,2408
0,3281
Underwood
0,6697
0,3734
0,0883
Greenshield Greenberg
0,4228 0,3987
0,3494 0,3324
0,6556 0,5918
Underwood
0,4110
0,3416
0,6234
Greenshield
0,2819
0,4822
0,8641
Greenberg
0,2431
0,4457
0,6417
Underwood
0,1819
0,4552
0,8711
Greenshield
0,3284
0,3836
0,7469
Greenberg
0,3603
0,3318
0,5201
Underwood
0,3166
0,3354
0,7411
Nilai Gelombang Kejut Pada persimpangan berlampu lalu lintas, hambatan arus lalu lintas terjadi karena berubahnya nyala lampu lalu lintas dari hijau ke merah. Berikut ini diberikan contoh perhitungan untuk simpang berlampu lalu lintas. VA : 977,201 (smp/jam) Vb: 0 Vc: 983,770 (smp/jam) ωAB:
V A −V B D A −D B
DA: 85,2 (smp/km) Db: 185,565 (smp/jam) Dc: 92,782 (smp/km)
r: 147
= - 9,737 km/jam
Nilai negatif menunjukkan gerakan mundur kebelakang (kecepatan antrian). Pada saat lampu merah berubah menjadi hijau. V −V ωCB: C B = 10,603 km/jam D C −D B
ωAC:
VC −VA DC −DA
t3 – t4 = r. Qm:
r 3600
.
= 0,866 km/jam ωAB ωCB −ωAB
ωCB .ωAB ωCB − ωAB
= 70,369 detik = 207,256 meter
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil evaluasi kondisi eksisiting simpang, diperleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil perhitungan simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol kondisi eksisting untuk pendekat Utara dengan metode HCM 2000 didapat tundaan rata – rata: 111,447 dengan tingkat pelayanan F. Untuk pendekat Selatan, panjang antrian: 61,572 mdengan tingkat pelayanan: E. Untuk pendekat Barat, tundaan rata – rata: 45,712, dengan tingkat pelayanan D. Untuk pendekat Timur, tundaan rata – rata: 222,597 dengan tingkat pelayanan F. Dan tundaan simpang sebesar = 113 dengan tingkat pelayanan F.
2.
Hasil perhitungan simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol kondisi eksisting untuk pendekat Utara, dengan metode MKJI’97 dengan acuan tingkat pelayanan pada HCM 1985 didapat kinerja: Panjang antrian: 154,286 m, Tundaan rata – rata: 88,2 dengan tingkat pelayanan F. Untuk pendekat Selatan; Panjang antrian: 157,778 m, Tundaan rata – rata: 63,8 dengan tingkat pelayanan F. Untuk pendekat Barat, Panjang antrian: 232 m, Tundaan rata – rata: 54,5 dengan tingkat pelayanan E. Untuk pendekat Timur, Panjang antrian: 432 m, , Tundaan rata – rata: 98,82 dengan tingkat pelayanan F. Dan tundaaan rata – rata simpang yang dihasilkan = 76,008 dengan tingkat pelayanan F.
3.
Hasil perhitungan antrian dan tundaan dengan metode Gelombang Kejut (Shock wave) didapat untuk setiap lengan simpang, Lengan Utara: Panjang antrian: 207,256m, Tundaan rata – rata: 108,684. Untuk pendekat Selatan; Panjang antrian: 266,907m, Tundaan rata – rata: 91,800. Untuk pendekat Barat, Panjang antrian: 269,770m, Tundaan rata – rata: 87,899. Untuk pendekat Timur, Panjang antrian: 279,575m, Tundaan rata – rata: 91,178.
4.
Jadi berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tundaan simpang terbesar dihasilkan oleh metode HCM 2000 dengan besar tundaan simpang 113 det/kend dan tingkat pelayanan F.
. Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh adanya early start pada lengan Barat yang akhirnya malah menimbulkan panjang antrian yang lebih parah.
2.
Melihat besarnya volume lalu lintas pada lengan persimpangan perlu dilakukan perencanaan ulang waktu siklus sehingga tidak terjadi tundaan yang begitu besar lagi.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui ada tidaknya pengaruh hambatan samping akibat aktivitas menaikkan atau menurunkan penumpang oleh angkutan umum pada lokasi yang diamati.
4.
Adanya halte yang terletak cukup dekat dengan mulut persimpangan pada lengan Timur cendrung menimbulkan kemacetan saat waktu hijau terjadi. Sehingga sebaiknya halte yang ada digeser lebih jauh dari mulut persimpangan guna mengurangi hambatan samping yang ditimbulkan
DAFTAR PUSTAKA Republik Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang prasaran dan lalu lintas jalan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 No. 3529. Sekertariat negara. Jakarta Direktorat Jendral Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Jakarta Harianto,J., (2004). Perencanaan simpang tak sebidang pada jalan raya. Jurnal Teknik Sipil, USU digital library. Kasan, M., (1999). Aplikasi Teori Gelombang Kejut dalam penentuan panjang antrian kendaraan pada lengan persimpangan bersinyal. Tesis Megister Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung. Khisty, C. J dan B. Kent Lall., (2005). Dasar – dasar Rekayasa transportasi. Cetakan III. Erlangga, Jakarta. Linasih, M. (2007). Analisis Kapasitas dan Kinerja pada simpang bersinyal. Skripsi S1 ITS, Semarang National Research Council. 2000. Highway Capacity Manual, National Academy of sciences. Wahington DC Soedirdjo, T.L.,(2002). Rekayasa Lalu Lintas. Penerbit ITB, Bandung. Tamin, O.Z., (2003). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB, BandungTamin, O.Z., (1999). Evaluasi Kinerja Persimpangan Berlalu Lintas dengan Metode Gelombang Kejut. Jurnal Teknik Sipil. Wikrama, J., (2011). Analisis Kinerja Simpang Bersinyal. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil.