perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
PERFORMANCE EVALUATION AND MAINTENANCE PATTERN OF JENDERAL SUDIRMAN STREET SALATIGA
TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teknik
Disusun oleh:
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2011to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
Disusun oleh :
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tim Pembimbing: Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001
........................ .................
Pembimbing II
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001
........................ .................
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
Disusun oleh :
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari Kamis, tanggal 27 Januari 2011 21 Januari 2011 Dewan Penguji: Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 196905011995121001
........................
Sekretaris
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001
........................
Penguji I
Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001
........................
Penguji II
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001
........................
Mengetahui: Direktur Program Pascasarjana
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 195708201985031004
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: NURCHALIF ARIEF WIBOWO
NIM
: S940809108
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari gelar tersebut.
Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan
Nurchalif Arief Wibowo
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Kinerja dan Pola Pemeliharaan Jalan Jenderal Sudirman Salatiga”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek), Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa kepada penulis; 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta; 3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta; 4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D., Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil dan Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis; 5. Dr. Eng. Syafi’i, M.T., Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis; 6. Seluruh Dosen Pengampu mata kuliah pada Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil ; 7. Walikota Salatiga, Sekretaris Daerah Kota Salatiga, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga yang telah memberikan ijin belajar. 8. Istriku Lenny Hapsari, bagi dunia kamu adalah seseorang tapi ingatlah bagi seseorang kamu adalah dunianya. Engkau bukan hanya sekedar indah, engkau tak akan terganti; 9. Putri kecilku, Syifa Nuraina Ramadhina; commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Ibunda Nur Hatimah Hartadi, untuk doa yang selalu teriring sepanjang malam untuk anakmu; 11. Bapak/Ibu Mertua, Bp. Mulyono M. Arief dan Ibunda Pariyem, atas kepercayaan mengizinkan putri tercintanya menjadi pendamping hidupku; 12. Saudara-saudariku tercinta, Novi, Ricky dan Encha serta keluarga besar atas doa dan semangat; 13. Sahabat-sahabat
seperjuangan
dan
sependeritaan,
Karyasiswa
MTRPBS
Angkatan 2009; 14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah dan mendapat ridha dari Allah SWT. Amin.
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Jalan Jenderal Sudirman sebagai jalan Arteri Primer di Kota Salatiga menghubungkan dua kota besar yaitu Semarang dan Surakarta. Kepadatan lalu-lintas yang tinggi, penataan parkir dan pedagang kaki lima yang menggunakan badan jalan mengakibatkan kemacetan dan kesemrawutan jalan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kota Salatiga menerapkan sistem jalan searah. Penerapan ini menimbulkan akibat, diantaranya yaitu perubahan lalu-lintas baik pada ruas jalan maupun persimpangan jalan Jenderal Sudirman. Dampak lain yang terjadi adalah bertambahnya kerusakan jalan dikarenakan adanya pembongkaran median jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja jalan dan simpang jalan Jenderal Sudirman setelah diterapkan jalan satu arah, evaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan, serta penentuan pola pemeliharaan jalan berdasarkan kondisi kerusakan yang ada. Data diperoleh melalui pengambilan data primer (survei volume lalu lintas, survei kerusakan, dan pengambilan benda uji), serta pengumpulan data sekunder (CBR tanah dasar, data iklim, pertumbuhan lalu lintas). Kinerja jalan dan simpang dievaluasi menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997). Evaluasi kondisi jalan dengan metode Pavement Condition Indeks (PCI). Kekuatan struktur perkerasan dievaluasi melalui pengujian Marshall dan menggunakan Metode Analisis Komponen SKBI 1987. Pola Pemeliharaan dievaluasi menggunakan Manual Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Propinsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah dengan nilai derajat kejenuhan 0,89 tidak memenuhi syarat derajat kejenuhan MKJI 1997 yaitu kurang dari 0,75 dan masuk pada tingkat pelayanan E dimana sering terjadi kemacetan. Setelah adanya penerapan jalan searah kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan turun menjadi 0,49 dan masuk pada tingkat pelayanan C dimana arus lalu lintas masih stabil. Hal ini dikarenakan dengan penerapan jalan searah, arus lalu lintas yang ada menjadi turun. Kinerja simpang Golkar dengan nilai derajat kejenuhan 0,513 masih memenuhi persyaratan MKJI 1997 yaitu kurang dari 0,85. Kondisi perkerasan ruas jalan didapatkan nilai rata-rata PCI sebesar 49,89 dengan kondisi jalan buruk (poor), sehingga perlu perbaikan kondisi permukaan. Kekuatan struktur perkerasan jalan tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalulintas sedang sehingga diperlukan penanganan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan. Untuk tetap memberikan kenyamanan pemakai jalan diperlukan perbaikan dengan menggunakan P2 (laburan aspal setempat) sebesar 36,05 m2, P4 (pengisian retakan) sebesar 1,52 m2, P5 (penambalan lubang) sebesar 41,75 m2, P6 (perataan) sebesar 428,31 m2. Sedangkan untuk desain perkerasan jalan dengan umur rencana 5 tahun diperlukan tebal overlay sebesar 5 cm dengan menggunakan laston.
Kata kunci: kinerja, perkerasan, pemeliharaan.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
General Sudirman Street as a Primary Arterial street in the city of Salatiga linking two major cities of Semarang and Surakarta. The high traffic density, the arrangement of parking and sidewalk vendors (vendors) using the street side resulting in traffic jams. To overcome this, the Government introduced one way street system. The application of it generates changes of traffic both on General Sudirman street and its intersections. Another impact is an increasing damage to roads due to the demolition of the road median. This study aims to evaluate the performance of road and intersections after application of one-way street, evaluating pavement conditions and strength, and determination of the pattern of road maintenance based on condition of existing damage. Data obtained through primary data collection (traffic volume survey, damage survey, and taking the marshall test), as well as secondary data collection (CBR subgrade, climate data, traffic growth). The performance of roads and intersections were evaluated using the Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM 1997). Evaluate the condition of road pavement using the Pavement Condition Indek method (PCI). Strength of pavement structure was evaluated by testing the Marshall and using Component Analysis Method SKBI 1987. The results showed that the performance of Sudirman street two-way road system does not qualify with the degree of saturation 0.89 and level of service E where traffic jams is frequent. After the implementation of one way road system, the General Sudirman road performance is qualify with the degree of saturation values decreased to 0.49 and level of service C where traffic flow is still stable. This is because the implementation of one way road system caused the flow of existing traffic downs. Golkar intersection performance with the degree of saturation 0.513 still meet the requirements based on MKJI 1997 which is less than 0.85. Road pavement condition obtained an average value of 49.89 with PCI bad road conditions (poor), so that road surface conditions need improvement. Strength of a pavement structure are not eligible to serve traffic stability so an overlay to add strength to the structure of the road is needed. For the convenience of road users, repairments using the P2 (laburan local asphalt) of 36,05 m2, P4 (filling cracks) of 1,52 m2, P5 (Patching a hole) equal to 41,75 m2, P6 (flattening) of 428,31 m2 are needed. As for the design of a pavement with a design life of 5 years required a 5 cm thick laston overlay
Keywords: performance, pavement, maintenance.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Kinerja dan Pola Pemeliharaan Jalan Jenderal Sudirman Salatiga”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini membahas mengenai evaluasi kinerja jalan dan kondisi serta kekuatan perkerasan jalan beserta pola penanganan pemeliharaan kerusakan jalan Jenderal Sudirman Salatiga setelah penerapan jalan searah. Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat menjadi bagian dari khazanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca. Wassalam.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
v
ABSTRAK ...........................................................................................................
vii
ABSTRACT ........................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xix
DAFTAR NOTASI ..............................................................................................
xx
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2.
Rumusan Masalah ...................................................................
2
1.3.
Tujuan Penelitian .....................................................................
2
1.4.
Manfaat Penelitian ...................................................................
2
1.5.
Batasan Masalah ......................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1.
Tinjauan Pustaka .....................................................................
4
2.2.
Kinerja Jalan Perkotaan ...........................................................
7
2.2.1. Jalan Perkotaan ........................................................................
7
2.2.2. Perilaku Lalu-lintas .................................................................
7
2.3.
Kinerja Persimpangan .............................................................
15
2.3.1. Arus Lalu-lintas ....................................................................... commit to user
15
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.2. Model Dasar ............................................................................
15
2.3.3. Arus Jenuh Dasar .....................................................................
15
2.3.4. Penentuan waktu sinyal ...........................................................
16
2.3.5. Kapasitas dan derajat kejenuhan .............................................
17
2.4.
Kerusakan Perkerasan lentur ...................................................
17
2.4.1. Jenis-jenis kerusakan ...............................................................
17
2.4.2. Penyebab kerusakan ................................................................
21
2.5.
Pavement Condition Indek (PCI) ............................................
21
2.5.1. Nilai pengurang ( Deduct Value, DV ) ....................................
22
2.5.2. Nilai Kerapatan (density) .........................................................
23
2.5.3. Nilai - pengurangan Total (Total Deduct Value, TDV ) ..........
23
2.5.4. Nilai - pengurangan terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV ) ..................................................................................................
24
2.5.5. Nilai PCI ..................................................................................
24
2.5.6. Rating ......................................................................................
25
2.5.7. Tingkat Kerusakan (Severity Level) .........................................
25
2.5.8. Evaluasi Kekuatan Perkerasan………………………………..
30
2.6.
Penentuan Jenis Penanganan Kerusakan .................................
31
2.6.1. Metode Perbaikan Standar .......................................................
31
2.6.2. Pelapisan Tambahan (Overlay) ...............................................
33
2.7.
Pengujian Kekuatan Perkerasan ..............................................
41
2.7.1. Marshall Test ...........................................................................
41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi Penelitian .....................................................................
43
3.2.
Data-data .................................................................................
44
3.2.1. Data dan Sumber Data .............................................................
44
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
44
3.3.
Pengujian Laboratorium ..........................................................
45
3.3.1. Alat Pengujian .........................................................................
45
3.3.2. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan .................................
45
3.4.
Desain Survei…………………………………………………
47
3.5.
Teknik Analisa Data…………………………………………... commit to user
47
xi
perpustakaan.uns.ac.id
3.6.
digilib.uns.ac.id
Tahap Penelitian ......................................................................
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Penyajian Data .........................................................................
49
4.1.1. Data Geometrik Jalan dan Persimpangan ................................
49
4.1.2. Skema Jalan searah ..................................................................
51
4.1.3. Struktur Perkerasan Jalan ........................................................
52
4.1.4. Data Lalu lintas .......................................................................
52
4.1.5. Data Kecepatan Terukur ..........................................................
55
4.1.6. Data Hambatan Samping .........................................................
56
4.1.7. Data Jumlah Penduduk ............................................................
56
4.1.8. Data Tingkat Pertumbuhan Kendaraan ...................................
56
4.1.9. Data Volume Lalu-lintas .........................................................
57
4.1.10. Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade ....................
57
4.1.11. Data Iklim ................................................................................
57
4.1.12. Data Survei Kondisi Perkerasan Jalan .....................................
58
4.2.
Analisis Data ...........................................................................
61
4.2.1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Salatiga ........
61
4.2.2. Analisis Kinerja Simpang DPD Golkar Jalan Jenderal Sudirman Salatiga ....................................................................
64
4.2.3. Analisis Kondisi Perkerasan Jalan ..........................................
66
4.2.4. Analisis Kekuatan Perkerasan Jalan .........................................
74
4.2.5. Pemeliharaan Kerusakan Jalan ................................................
76
4.3.
Pembahasan .............................................................................
82
4.3.1. Pembahasan Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman ...............
82
4.3.2. Pembahasan Kinerja Simpang Golkar .....................................
85
4.3.3. Pembahasan Kondisi Perkerasan Jalan ....................................
85
4.3.4. Pembahasan Kekuatan Perkerasan Jalan .................................
87
4.3.5. Pembahasan Pemeliharaan Jalan……………………………...
87
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
PENUTUP 5.1.
Kesimpulan ..............................................................................
89
5.2.
Saran ........................................................................................
90
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
89
LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Kapasitas Dasar .........................................................................
8
Tabel 2.2.
Faktor Penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas ....................
9
Tabel 2.3.
Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah ......................
9
Tabel 2.4.
Faktor Penyesuaian Kapasitas Hambatan Samping (FCSF) ........
9
Tabel 2.5.
Faktor Penyesuaian Kapasitas ukuran kota (FCCS) ......................
10
Tabel 2.6.
Ekivalen Mobil Penumpang jalan perkotaan ...............................
10
Tabel 2.7.
Tingkat Pelayanan Jalan berdasarkan Derajat Kejenuhan ...........
14
Tabel 2.8.
Tingkat Pelayanan Jalan berdasarkan Kecepatan rata-rata ..........
14
Tabel 2.9.
Nilai Ekivalensi Kendaraan Penumpang ......................................
15
Tabel 2.10.
Nilai PCI ......................................................................................
25
Tabel 2.11.
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off) ..........
Tabel 2.12.
25
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling) .......................................................................................
Tabel 2.13.
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak kulit buaya (alligator cracking) .........................
Tabel 2.14.
26
26
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak memanjang dan melintang (longitudinal & transverse cracking) .....................................................................
Tabel 2.15.
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan ambles (deppression) ...................................................
Tabel 2.16.
27
27
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching) ...................................................................... commit to user
xiv
28
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.17.
digilib.uns.ac.id
Daftar Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak pinggir (edge cracking) ..........................
Tabel 2.18.
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak blok (block cracking) ..........................................
Tabel 2.19.
29
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan sungkur (shoving) ...........................................................................
Tabel 2.22.
29
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan alur (rutting) ................................................................
Tabel 2.21.
28
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pengembangan (swell) .................................................
Tabel 2.20.
28
29
Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan lubang (pothole) ..........................................................
30
Tabel 2.23.
Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan ..................................
34
Tabel 2.24.
Koefisien distribusi kendaraan (C) ...............................................
34
Tabel 2.25.
Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan ..............................
35
Tabel 2.26.
Faktor Regional (FR) ..................................................................
37
Tabel 2.27.
Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt) .......................
38
Tabel 2.28.
Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo) ........................
38
Tabel 2.29.
Nilai kondisi perkerasan jalan ......................................................
39
Tabel 2.30.
Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ...........................
40
Tabel 2.31.
Koefisien kekuatan relatif (a) .......................................................
41
Tabel 2.32.
Persyaratan Campuran Lapis Beton ..............................................
42
Tabel 2.33.
Persyaratan Campuran Lapis Beton ..............................................
42
Tabel 3.1.
Desain survei ................................................................................
42
Tabel 4.1.
Volume Jam Puncak Jalan Jenderal Sudirman Searah .................
54
Tabel 4.2.
Data Lalu lintas Harian Rata-rata tahunan jalan Jenderal Sudirman dua arah.........................................................................
55
Tabel 4.3.
Data Volume jam puncak simpang DPD Golkar kondisi searah .
55
Tabel 4.4.
Tingkat Pertumbuhan Kendaraan .................................................
56
Tabel 4.5.
Data LHR jalan Jenderal Sudirman kondisi searah ......................
57
Tabel 4.6.
Data Curah Hujan .........................................................................
58
Tabel 4.7.
Perhitungan Derajat Kejenuhan ................................................... commit to user
62
xv
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.8.
digilib.uns.ac.id
Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas one way street jalan Jenderal Sudirman ...............................................................
63
Tabel 4.9.
Perhitungan Arus Jenuh Dasar .....................................................
65
Tabel 4.10.
Perhitungan Nilai Arus Jenuh ......................................................
65
Tabel 4.11.
Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase ......................................
66
Tabel 4.12.
Perhitungan Waktu Hijau .............................................................
66
Tabel 4.13.
Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan ............................
66
Tabel 4.14.
Kondisi dan Hasil Pengukuran .....................................................
67
Tabel 4.15.
Perhitungan PCI ...........................................................................
70
Tabel 4.16.
Hasil Formulir Perhitungan PCI untuk unit sampel .....................
72
Tabel 4.17.
Nilai PCI Tiap Segmen dan PCI Rata-rata jalan Jenderal Sudirman ......................................................................................
73
Tabel 4.18.
Data hasil Marshall test ...............................................................
75
Tabel 4.19.
Perilaku lalu lintas ........................................................................
84
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tipe-tipe retakan pada perkerasan lentur ....................................
18
Gambar 2.2. Tipe kerusakan retak blok (block crack) ......................................
18
Gambar 2.3. Tipe kerusakan retak kulit buaya (alligator crack) ......................
19
Gambar 2.4.
Kurva nilai pengurangan (deduct value) untuk retak kulit buaya pada jalan dengan perkerasan beton aspal ...................................
Gambar 2.5.
23
Koreksi kurva untuk jalan dengan perkerasan dengan permukaan aspal dan tempat parkir ..............................................
24
Gambar 2.6. Alat uji Marshall ..........................................................................
42
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian ..................................................................
43
Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian ...................................................................
48
Gambar 4.1. Potongan Melintang Jalan Jenderal Sudirman Dua arah (Segmen Langensuko) .................................................................................
49
Gambar 4.2. Potongan Melintang Jalan Jenderal Sudirman Dua arah (Depan Hotel Wahid) ................................................................................
50
Gambar 4.3. Potongan melintang Jalan Jenderal Sudirman Searah ..................
50
Gambar 4.4. Denah simpang DPD Golkar ........................................................
51
Gambar 4.5. Skema Jalan Searah ......................................................................
51
Gambar 4.6. Penampang Melintang Jalan ........................................................
52
Gambar 4.7. Detail lapisan Perkerasan Jalan ....................................................
52
Gambar 4.8. Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah ...................
53
Gambar 4.9. Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman searah ......................
53
Gambar 4.10. Pembagian area penelitian dalam unit-unit sampel ......................
58
Gambar 4.11. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 1 dan 2 .....................................
59
Gambar 4.12. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 3 dan 4 .....................................
59
Gambar 4.13. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 5 dan sampel 6 ........................
60
Gambar 4.14. Kondisi perkerasan unit sampel dan sampel 8 ........................... commit to 7user
60
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.15. Kondisi perkerasan unit sampel 9 ……………...........................
60
Gambar 4.16. Grafik deduct value untuk Patching ............................................
71
Gambar 4.17. Corrected Deduct Value ...............................................................
72
Gambar 4.18. Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan ................................
74
Gambar 4.19. Benda uji sebelum dan sesudah pengujian ...................................
75
Gambar 4.20. Kerusakan Tambalan (Patching) ..................................................
86
Gambar 4.21. Kerusakan Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking) ...................
87
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Survei LHR Tahun 2010 dan Formulir Perhitungan Lalu lintas Jalan Jenderal Sudirman .................................................... LA-1 Lampiran B Tabel – tabel Analisis LOS Jalan Perkotaan (MKJI 1997) ..... LB-1 Lampiran C Data lalu lintas dan Volume Jam Puncak Persimpangan ....... LC-1 Lampiran D Tabel – tabel Analisis LOS Simpang bersinyal (MKJI 1997) LD-1 Lmapiran E Tabel Perhitungan Kondisi Perkerasan Lentur (Perhitungan PCI) ........................................................................................... LE-1 Lampiran F Grafik Deduct Value & Corrected Deduct Value Perkerasan Lentur ........................................................................................ LF-1 Lampiran G Perhitungan Kekuatan Perkerasan Lentur dengan Metode Analisis Komponen SKBI 1987 dan Nomogram Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ................................................ LG-1
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR NOTASI a
Koefisisen kekuatan relatif bahan perkerasan
AC
Asphalt Concrete
Ad
luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan
As
Luas total unit segmen
C
Koefisien distribusi kendaraan
C
Kapasitas
c
Waktu Siklus
C
Koefisien distribusi kendaraan
CBR
Califonia Bearing Ratio (%)
CDV
Corrected Deduct Value
Co
Kapasitas dasar
cua
Waktu siklus sebelum penyesuaian
D
Tebal lapisan perkerasan (cm)
DDT
Daya Dukung Tanah
DS
Degree of Saturation
DS
Nilai rasio arus total dan kapasitas (derajat kejenuhan)
DV
Deduct value
E
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan
EMP
Ekivalensi kendaraan penumpang
FCCS
Faktor Penyesuaian terhadap ukuran kota
FCS
Faktor penyesuaian ukuran kota (untuk simpang)
FCSF
Faktor Penyesuaian hambatan samping
FCSP
Faktor Penyesuaian akibat pemisahan arah
FCW
Faktor Penyesuaian lebar jalan
FFVCS
Faktor penyesuaian akibat ukuran kota
FFVSF
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping
FG
Faktor penyesuaian kelandaian (untuk simpang) commit to user Faktor penyesuaian belok kiri (untuk simpang)
FLT
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FP
Faktor Penyesuaian
FP
Faktor penyesuaian parkir (untuk simpang)
FR
Faktor Regional
FR
Arus dibagi dengan arus jenuh
FRcrit
Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu sinyal
FRT
Faktor penyesuaian belok kanan (untuk simpang)
FSF
Faktor penyesuaian hambatan samping (untuk simpang)
FV
Kecepatan arus bebas sesungguhnya (km/jam)
FVo
Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
FVW
Penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas
G
Waktu hijau
GDOT
Georgia Department of Transportation
gi
Tampilan waktu hijau pada fase I
HCM
Highway Capacity Manual
HDV
Highest Deduct Value
HV
Kendaraan berat
i
Pertumbuhan lalu lintas (%)
IFR
Rasio arus simpang
IP
Indeks Permukaan pada akhir umur rencana
IPo
Indeks Permukaan pada awal umur rencana
ITP
Indeks Tebal Perkerasan
ITS
Indirect Tensile Strength
L
Panjang segmen
Ld
Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan
LEA
Lintas Ekivalen Akhir
LEP
Lintas Ekivalen Permulaan
LER
Lintas Ekivalen Rencana
LET
Lintas Ekivalen Tengah
LET
Lintas Ekivalen Akhir
LHR
Lalu lintas Harian Rata-rata
LHRT
Lalu lintas Harian Rata-rata commitTahunan to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LOS
Level of Service
LTI
Jumlah waktu hilang per siklus
LV
Kendaraan ringan
MC
Sepeda motor
MKJI
Manual Kapasitas Jalan Indonesia
PACES
Pavement Condition Evaluation System
PCI
Pavement Condition Indeks
PI
Plastisitas Indeks
Q
Arus total
Q
Arus lalu-lintas
S
Arus jenuh
So
Arus jenuh dasar
TDV
Total Deduct Value
TT
Waktu tempuh
UM
Kendaraan tidak bermotor
UR
Umur Rencana (tahun)
V
Kecepatan perjalanan
Vo
Kecepatan arus bebas
commit to user
xxii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Jalan Jenderal Sudirman sebagai jalan Arteri Primer di Kota Salatiga
merupakan jalur alternatif yang menghubungkan dua kota besar yaitu Semarang dan Surakarta. Selain dilalui oleh pergerakan lalu lintas regional, jalan ini juga melayani pergerakan lalu lintas skala lokal yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan di Kota Salatiga. Jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan utama yang ramai dan padat lalulintasnya. Kawasan tersebut dikenal sebagai pusat bisnis dan perniagaan di Kota Salatiga. Di kawasan ini terdapat dua pusat perbelanjaan terbesar di Kota Salatiga, yakni Mal Ramayana Tamansari dan Toko Serba Ada (Toserba) Ada Baru. Bertempat pula disana Komplek Ruko Tamansari serta dua pasar tradisional terbesar, yakni Pasaraya I dan Pasaraya II. Selain itu tiga hotel besar Kota Salatiga yakni Hotel Grand Wahid, Le Beringin dan Laras Asri juga berada di ruas jalan tersebut. Kepadatan lalu-lintas yang tinggi, penataan parkir yang menggunakan badan jalan, dan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di bahu jalan mengakibatkan kemacetan dan kesemrawutan jalan Jenderal Sudirman. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kota Salatiga menerapkan sistem jalan searah/one way traffic sekaligus melakukan penataan-penataan baik parkir, jalur lambat dan juga perambuan. Dengan penerapan sistem ini diharapkan adanya penurunan tiga hal, yakni volume kendaraan, waktu tempuh, dan efisiensi bahan bakar sehingga jalan bisa memberikan tingkat pelayanan sesuai kapasitasnya. Pemberlakuan sistem jalan searah ini menimbulkan beberapa akibat, diantaranya yaitu adanya perubahan lalu-lintas baik pada ruas jalan maupun persimpangan jalan Jenderal Sudirman yang menghubungkan antara jalan searah dengan jalan dua arah. Selain adanyacommit perubahan lalu lintas, dampak lain yang terjadi to user 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah bertambahnya kerusakan perkerasan jalan. Kerusakan ini dikarenakan adanya pembongkaran pada median jalan. Pembongkaran median jalan beserta instalasi baik listrik maupun air didalamnya menyebabkan jalan rusak sehingga mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Evaluasi kondisi permukaan jalan dan kekuatan perkerasan diperlukan untuk menentukan penanganan jalan yang paling tepat sesuai dengan kondisi jalan serta kerusakan jalan yang ada.
1.2. Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah kinerja jalan dan simpang Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah?
2.
Bagaimanakah kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah?
3.
Bagaimanakah usulan penanganan kerusakan/pola rehabilitasi pada jalan Jenderal Sudirman?
1.3. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui kinerja jalan dan simpang Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah.
2.
Mengetahui kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah.
3.
Menetapkan usulan penanganan kerusakan/sistem rehabilitasi yang efisien pada jalan Jenderal Sudirman.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui seberapa jauh kebijakan penerapan jalan searah dapat mengurangi kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas jalan Jenderal Sudirman Salatiga.
2.
Mengetahui kondisi dan kekuatan perkerasan sebagai acuan perlu tidaknya perbaikan jalan.
3.
Mengetahui pola pemeliharaan untuk penanganan kerusakan pada jalan Jenderal Sudirman Salatiga.
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.5. Batasan Masalah Batasan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Ruas jalan yang ditinjau adalah jalan Jenderal Sudirman penggal jalan bundaran Ramayana sampai jalan Ahmad Yani;
2.
Evaluasi kinerja jalan yang ditinjau adalah meliputi derajat kejenuhan, dan Tingkat pelayanan jalan atau Level Of Service (LOS).
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang pemeliharaan ruas jalan Solo – Gemolong didapatkan jenis kerusakan adalah amblas, retak buaya, keriting, retak memanjang, rusak tengah, rusak tepi, pengelupasan, jembul dan lubang. Jenis kerusakan yang paling banyak adalah kerusakan amblas sebesar 1459,93 m2 dan jenis kerusakan yang paling sedikit adalah kerusakan jembul dan sungkur sebesar 77 m2 (Wardoyo, 2004). Penelitian disini dilakukan untuk mengetahui kondisi fungsional perkerasan jalan saja tanpa adanya evaluasi kekuatan perkerasan ataupun evaluasi kinerja jalan. Penelitian mengenai kapasitas ruas jalan Sragen – Palur didapatkan volume jam puncak terjadi pada hari senin tanggal 31 januari 2005 jam 08.00-09.00 dengan jumlah volume lalu lintas 2674,5 smp/jam dan kapasitas 2821 smp/jam. Tingkat pelayanan ruas jalan Sragen – Palur dengan derajat kejenuhan sebesar 0,948 dan kecepatan 32,8 km/jam termasuk tingkat pelayanan E yang merupakan arus tidak stabil (Suprapto, 2005). Penelitian disini dilakukan untuk mengetahui kinerja jalan saja tanpa adanya evaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan tersebut. Penelitian mengenai kerusakan dan umur layan jalan Brigjend. Katamso Surakarta didapatkan hasil yaitu uji kadar aspal kondisi eksisting 3,32 % lebih rendah dibandingkan kadar aspal perencanann yaitu 6,7 %. Hasil uji Marshall kondisi eksisting 974,3 kg lebih rendah dibandingkan rencana 1498,5 kg. Hasil uji Indirect Tensile Strength (ITS) eksisting didapat 484,976 KPa sedang kondisi perencanaan didapat 521, 284 KPa. Hasil prediksi umur layan pada wearing coarse kondisi eksisting 5,82E+0,8 MSa sedangkan kondisi perencanaan 6,46E+08 MSa. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa kondisi perkerasan saat ini lebih rendah daripada kondisi perencanaan, maka ruas jalan perlu segera dilakukan
perbaikan untuk
mencegah kerusakan lebih besar (Suwarno, 2009). Dalam Penelitian ini dilakukan commit to user untuk mengevaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Brigjend. Katamso, tanpa 4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan evaluasi terhadap kinerja jalan yang meliputi kapasitas jalan, tingkat pelayanan jalan yang ada. Penelitian mengenai kinerja dan sistem rehabilitasi jalan Sukoharjo-Pondok didapatkan hasil penelitian menunjukkan derajat kejenuhan (DS) jalan sebelum dan sesudah rehabilitasi sama, nilai rata-rata Pavement Condition Indeks (PCI) jalan sebelum rehabilitasi sebesar 23,40 sedangkan sesudah rehabilitasi sebesar 100, sehingga kondisi jalan sebelum rehabilitasi sangat buruk (very poor) dan memerlukan penanganan kerusakan jalan dengan perbaikan standard. Pada kondisi jalan yang ada didapatkan Indeks Tebal Perkerasan ada (ITPada) sebesar 3,59 sedangkan Indeks Tebal Perkerasan perlu (ITPperlu) 5 tahun sebesar 4,85, maka jalan diperlukan overlay setebal 5,00 cm dengan menggunakan lapis beton (laston) (Dharma, 2009). Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi baik kinerja jalan maupun kondisi dan kekuatan perkerasan jalan. Untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan jalan dalam hal ini tidak dilakukan melalui uji laboratorium, tetapi hanya menggunakan korelasi dengan indeks perkerasan kondisi jalan saja. Disamping itu dalam evaluasi kinerja jalan, penelitian ini hanya melakukan analisa mengenai tingkat pelayanan jalan yang ada tanpa adanya kajian mengenai waktu tempuh, kecepatan tempuh sebelum dan setelah dilakukan rehabilitasi. Penelitian mengenai penilaian kondisi perkerasan jalan Ring Road selatan Yogyakarta dengan menggunakan metode Pavement Condition Indeks (PCI) menunjukkan bahwa jenis kerusakan yang terjadi diantaranya adalah retak buaya, retak blok, retak memanjang dan melintang, tambalan, pengelupasan, dan ambles. Prioritas pemeliharaan diberikan pada perkerasan unit sampel 23 B dengan nilai PCI yang terkecil yaitu 22 atau jalan sangat buruk (Suswandhi, 2008). Penelitian mengenai kesesuaian Higway Capacity Methode dalam hal memperkirakan kemampuan pengemudi terhadap persepsi besaran Level of Service (LOS) atau Tingkat Pelayanan Jalan. Penentuan Tingkat pelayanan jalan (LOS) menurut Higway Capacity Methode belum didasarkan pada penelitian tentang persepsi pengemudi sehingga dalam penelitian ini diharapkan persepsi pengemudi menjadi suatu indikator dalam penentuan Tingkat Pelayanan Jalan (LOS) (Jovanis et al, 2006). commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian mengenai indikator yang berpengaruh dalam tingkat pelayanan jalan simpang bersinyal pada jalan arteri primer diantaranya adalah rata-rata tundaan kendaraan, selain itu faktor yang berpengaruh adalah kecepatan rata-rata kendaraan. Penelitian ini menggunakan simulasi untuk memperkirakan tundaan yang terjadi kemudian diidentifikasi untuk mencari penyelesaian. Dalam penelitian ini dikembangkan sebuah model yang mewakili tundaan pada jalan arteri primer. Model ini akan memberikan prediksi yang bagus tentang tundaan yang akan terjadi di lapangan (Fambro, 2010) Pavement condition evaluation system (PACES) merupakan suatu sistem untuk mencatat tingkatan dan tipe kerusakan permukaan pada perkerasan beraspal. Sistem ini dikembangkan oleh Georgia Department of Transportation (GDOT) lebih dari 15 tahun yang lalu. Sistem ini hanya dipergunakan untuk kondisi struktur permukaan perkerasan dan tidak termasuk skid resistance dan rideability. (Kim et al, 2006). Penentuan tebal lapis tambah perkerasan (overlay) Asphalt Concrete (AC) berdasarkan beberapa parameter. Parameter ini digunakan secara empiris merupakan suatu kesepakatan para ahli jalan. Pendapat ahli ini digunakan dalam hal jaminan kualitas konstruksi. Selain pendapat ahli, material penyusun dari AC sendiri juga berpengaruh dalam peningkatan performa jalan. Perlu adanya pengembangan suatu metode untuk menghilangkan perbedaan antara job mix yang dihasilkan dengan performa dan peningkatan umur jalan. Model yang diterapkan yaitu integrasi antara AASHTO’S Mechanistic Empirical Pavement dan Simple Performance Test (NCHRP 9 – 19). Dari perpaduan ini didapatkan suatu model dinamakan NCHRP 9 – 22 yang mengkombinasikan antara metode empiris dan metode mekanis dalam hal penentuan tebal perkerasan jalan AC (El-Basyouny, 2010). Pendekatan optimum untuk desain rencana pelapisan tambah (overlay) pada perkerasan
lentur dikembangkan
untuk
mengantisipasi
buruknya
performa
perkerasan maupun umur jalan. Pendekatan optimum ini diaplikasikan untuk desain menggunakan metode AASHTO. Untuk mendapatkan performa jalan dan umur jalan yang lebih baik pada overlay desain sebaiknya menggunakan indeks perkerasan yang lebih tinggi (Abazza, et al 2003) commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2. Kinerja Jalan Perkotaan 2.2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini. 1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD). 2. Jalan empat lajur dua arah. a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD). b. Terbagi (dengan median) (4/2 D). 3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D). 4. Jalan satu arah (1-3/1). 2.2.1.1. Ruas Ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan), median, dan pemisah luar. 2.2.1.2. Segmen Jalan Segmen jalan didefinisikan sebagai panjang jalan di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama, dan mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan (MKJI 1997). 2.2.2. Perilaku Lalu lintas Perilaku lalu lintas menyatakan ukuran kuantitas yang menerangkan kondisi yang dinilai oleh pembina jalan. Perilaku lalu lintas pada ruas jalan meliputi kapasitas, derajat kejenuhan, waktu tempuh, dan kecepatan tempuh rata-rata (MKJI 1997).
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.2.1 Kapasitas Jalan Menurut Oglesby dan Hicks (1993), kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat arus lalu lintas maksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu (MKJI, 1997). Besarnya kapasitas untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh kapasitas dasar, faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor penyesuaian akibat pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dan faktor ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.1 : C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam)
(2.1)
dengan : C Co FCw FCSP FCSF FCCS
: kapasitas (smp/jam), : kapasitas dasar (smp/jam), : faktor penyesuaian lebar jalan, : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah, : faktor penyesuaian hambatan samping, : faktor penyesuaian terhadap ukuran kota.
Besaran nilai Co, FCw, FCSP, FCSF, FCCS seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 sampai dengan Tabel 2.5. Tabel 2.1. Kapasitas dasar (Anonim, 1997) Type jalan/type alinyemen
Kapasitas dasar (smp/jam)
Catatan
1.900 1.850 1.800
Per lajur
1.700 1.650 1.600
Per lajur
3.100 3.000 2.900
Total kedua arah
Empat lajur terbagi Datar Bukit Gunung Empat lajur tak terbagi Datar Bukit Gunung Dua lajur terbagi Datar Bukit Gunung
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2. Faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas FCW (Anonim, 1997) Type jalan Empat lajur terbagi Enam lajur terbagi
Empat jalur tak terbagi
Dua jalur tak terbagi
Lebar efektif jalur (Wc) (m) Per lajur 3,0 3,25 3,5 3,75 Per lajur 3,0 3,25 3,5 3,75
FCw 0,91 0,96 1,00 1,03 0,91 0,96 1,00 1,03
Total kedua arah 5 6 7 8 9 10 11
0,69 0.91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27
Tabel 2.3. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah FCSP (Anonim, 1997) Pemisahan arah SP 5-5
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
Dua lajur 2/2
1.00
0.97
0.94
0.91
0.88
Empat lajur 4/2
1.00
0.985
0.97
0.955
0.94
FCSP
Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Hambatan Samping (FCSF) (Anonim,1997) Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau Jalan searah
Kelas Hambatan Samping VL L M H VH VL L M H VH VL L M H VH
Faktor Penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif Ws ≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0 0.96 0.98 1.01 1.03 0.94 0.97 1.00 1.02 0.92 0.95 0.98 1.00 0.88 0.92 0.95 0.98 0.84 0.88 0.92 0.96 0.96 0.99 1.01 1.03 0.94 0.97 1.00 1.02 0.92 0.95 0.98 1.00 0.87 0.91 0.94 0.98 0.80 0.86 0.90 0.95 0.94 0.96 0.99 1.01 0.92 0.94 0.97 1.00 0.89 0.92 0.95 0.98 0.82 0.86 0.90 0.95 0.73 0.79 0.85 0.91
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas ukuran kota (FCCS) (Anonim, 1997) Ukuran kota (jumlah penduduk) < 0.1 0.1 – 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 3.0 > 3.0
Faktor Penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS) 0.86 0.90 0.94 1.00 1.04
Untuk pengaruh dari sifat lalu lintas terhadap kapasitas, diperhitungkan dengan membandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang, yang disebut ekivalensi mobil penumpang seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 : Tabel 2.6. Ekivalen mobil penumpang jalan perkotaan (Anonim, 1997) EMP MC
Tipe jalan : Jalan tak terbagi
Arus lalu lintas Total 2 arah (kend/jam)
HV
Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) Empat lajur tak terbagi (4/2 UD)
0 – 1800 ≥ 1800 0 – 3700 ≥ 3700
1.3 1.2 1.3 1.2
Lebar lajur lalu lintas Wc (m) ≤6 >6 0.5 0.35
0.40 0.25 0.40 0.25
dengan : LV HV MC
: Kendaraan ringan, : Kendaraan berat, : Sepeda motor.
2.2.2.2.
Derajat Kejenuhan
Menurut MKJI 1997, derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas pada bagian jalan tertentu, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan untuk ruas jalan adalah 0,75. Angka tersebut menunjukkan apakah segmen jalan yang diteliti memenuhi kriteria kelayakan dengan angka derajat kejenuhan dibawah 0,75 atau sebaliknya. Derajat kejenuhan digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Jika derajat kejenuhan diperoleh tinggi, maka dampak lalu lintas yang terjadi masuk dalam kategori dampak negatif (MKJI, commit to user 1997).
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut MKJI 1997 derajat kejenuhan dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.2 yang merupakan perbandingan arus total dan kapasitas. DS =
Q C
(2.2)
dengan : DS Q C
= nilai rasio arus total dan kapasitas (derajat kejenuhan), = arus total, = kapasitas.
2.2.2.3.
Kecepatan dan waktu tempuh
Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu(km/jam) (F.D Hobbs, 1995). MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan tersebut. Sedangkan waktu tempuh (TT) adalah waktu rata-rata yang dipergunakan kendaraan untuk menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk tundaan,
waktu
henti,
waktu
tempuh
rata-rata
kendaraan
didapat
dari
membandingkan panjang segmen jalan L (km). 1. Kecepatan arus bebas Kecepatan tersebut adalah kecepatan teoritis pada kerapatan 0, yang artinya kecepatan kendaraan tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain, sehingga memungkinkan pengendara untuk meneruskan perjalanan yang nyaman dalam kondisi geometri, lingkungan dan pengaturan lalu lintas pada segmen yang sepi. Menurut MKJI penentuan kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya berdasarkan Persamaan 2.3: FV = (FV0 + FVW) X FFVSF X FFVCS dengan : FV : FV0 : FVW : FFVSF : FFVCS :
kecepatan arus bebas sesungguhnya (km/jam), kecepatan arus bebas dasar (km/jam), penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas, faktor penyesuaian akibat hambatan samping, faktor penyesuaian akibat ukuran kota. commit to user
(2.3)
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan tak terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masingmasing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. 2. Kecepatan Perjalanan Kecepatan perjalanan didapat secara grafis berdasarkan nilai kecepatan arus bebas dan nilai derajat kejenuhan, atau dengan Persamaan 2.4 : V = V0 x 0,5 x (1 + (1 – DS)0.5
(2.4)
dengan : V Vo DS
: kecepatan perjalanan (km/jam), : kecepatan arus bebas (km/jam), : derajat kejenuhan.
2.2.2.4. Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan (LOS) ruas jalan dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A sampai F yang mencerminkan kondisinya pada kebutuhan atau volume pelayanan tertentu. Tingkat A berarti kondisi yang hampir ideal, tingkat E adalah kondisi lalu lintas sesuai kapasitasnya dan tingkat F adalah pada kondisi arus terpaksa (forced flow). Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi, jika arus lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti bertambah sehingga kecepatan menurun. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan biasa disebut kapasitas ruas jalan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. (Tamin OZ, 2002) Tingkat pelayanan jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung lalu lintas pada keadaan tertentu. (Anonim, 2006) Tingkat pelayanan jalan perkotaan dapat ditentukan dengan skala interval yang terdiri dari 6 tingkatan yaitu, tingkat pelayanan A, B, C, D, E dan F, sebagai berikut : (Anonim, 1997)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
13 digilib.uns.ac.id
Tingkat Pelayanan A Keadaan arus lalu-lintas yang bebas (free flow), volume rendah, dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki sesuai batas kecepatan dan kondisi fisik jalan. Kecepatan perjalanan rata-rata 90 % dari kecepatan arus bebas.
2.
Tingkat Pelayanan B Keadaan arus lalu lintas stabil, kecepatan perjalanan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, pengemudi masih mendapat kebebasan yang cukup dalam memilih kecepatan. Kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 70 % dari kecepatan arus bebas.
3.
Tingkat Pelayanan C Keadaan arus lalu lintas stabil, kecepatan dan gerakan lebih ditentukan oleh volume yang tinggi sehingga pemilihan kecepatan sudah terbatas dalam batasbatas kecepatan jalan yang masih cukup memuaskan. Besaran ini digunakan untuk ketentuan perencanaan jalan-jalan dalam kota. Kecepatan perjalanan rata-rata 50% dari kecepatan arus bebas.
4.
Tingkat Pelayanan D Menunjukkan keadaan yang mendekati tidak stabil, dimana kecepatan yang dikehendaki secara terbatas masih dapat dipertahankan meskipun sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam keadaan perjalanan yang dapat menurunkan kecepatan yang cukup besar, sehingga menyebabkan kebebasan bergerak dan kenyamanan rendah. Kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 40% dari kecepatan arus bebas.
5.
Tingkat Pelayanan E Merupakan arus lalu lintas yang tidak stabil dan tidak dapat ditentukan hanya dari kecepatan perjalanan saja, sering terjadi kemacetan (berhenti) untuk beberapa saat. Volume hampir atau sama dengan kapasitas jalan. Kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 33% dari kecepatan arus bebas.
6.
Tingkat Pelayanan F Menunjukkan arus jalan perkotaan dengan kecepatan sangat rendah, volume sangat tinggi, terjadi antrian yang panjang dan terjadi tundaan. Kecepatan ratarata sebesar < 30% dari kecepatan arus to bebas. commit user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut MKJI 1997, tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan dari derajat kejenuhan sesuai dengan yang ditampilkan pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Tingkat pelayanan jalan berdasarkan derajat kejenuhan (Anonim, 1997) Tingkat
Batas
Pelayanan
Karakteristik – karakteristik
Lingkup
(LOS)
(Q/C)
A
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan
0,00 - 0,20
B
Arus stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu-lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan.
0,20 – 0,40
C
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan.
0,45 – 0,74
D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan dikendalikan Q/C masih dapat ditolerir.
masih
0,75 – 0,84
E
Volume lalu lintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak stabil, kecepatan terkadang berhenti
0,85 – 1,00
F
Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas. Antrian panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar
>1,00
Menurut Highway Capacity Manual tahun 2000 tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan berdasarkan kecepatan rata-rata perjalanan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Tingkat pelayanan jalan berdasarkan kecepatan rata-rata (Trasnportation Research Board, 2000) Kelas Jalan Perkotaan
I
II
III
IV
Jangkauan Kecepatan Arus Bebas Kecepatan Arus Bebas Tingkat Pelayanan (LOS) A B C D E F
70-90 Km/jam 80 km/jam
55-70 Km/jam 65 km/jam
50-55 Km/jam 55 km/jam
40-50 Km/jam 45 km/jam
Kecepatan perjalanan rata-rata (km/jam) > 72 56 – 72 40 – 56 32 – 40 26 – 32 ≤ 26
> 56 46 - 59 33 - 46 26 - 33 21 - 26 ≤ 21
commit to user
> 50 39 – 50 28 – 39 22 – 28 17 – 22 ≤ 17
> 41 32 – 41 23 -32 18 – 23 14 – 18 ≤ 14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.3. Kinerja Persimpangan 2.3.1. Arus lalu lintas Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri, lurus dan belok kanan) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai ekivalensi kendaraan penumpang dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Nilai ekivalensi kendaraan penumpang (Anonim, 1997) Jenis Kendaraan
2.3.2
Nilai emp untuk tiap pendekat Terlindung (P)
Terlawan (O)
Kendaraan Ringan (LV)
1,0
1,0
Kendaraan Berat (HV)
1,3
1,3
Sepeda Motor (MC)
0,2
0,4
Model Dasar Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dinyatakan dengan
Persamaan 2.5. C= S x
g c
(2.5)
dengan: C S g c
2.3.3
= kapasitas (smp/jam), = arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau), = waktu hijau (det), = waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau hijau yang berurutan pada fase yang sama). Arus Jenuh dasar Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar SO ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pedekat (We). Arus jenuh dasar dinyatakan berdasar Persamaan 2.6. SO= 600 × We dengan :
(2.6) commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SO We
= arus jenuh dasar, = lebar efektif (m). Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat diengaruhi oleh
kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati “ aturan hak jalan” dari sebelah kiri, yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu lintas lurus yang berlawanan. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan diatas. Arus jenuh dasar SO ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan ukuran kota, hambatan samping, kelandaian dan parkir. 2.3.4
Penentuan waktu sinyal Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (g) pada masing-masing fase (i) sesuai dengan Persamaan 2.7. c = (1.5×LTI +
5 ) 1 - å FRcrit
(2.7)
dengan : c = waktu siklus sinyal (detik), LTI = jumlah waktu hilang per siklus (detik), FR = arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S), FRcrit = nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu sinyal, ∑FRcrit = rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut. jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai ∑FRcrit mendekati atau lebih dari 1, maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negative. gi = ( c- LTI)× dengan:
FRcrit ) å FRcrit
(2.8) commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gi
= tampilan waktu hijau pada fase I (detik). Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih dekat terhadap
kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan rumus di atas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut. 2.3.4
Kapasitas dan derajat kejenuhan Derajat kejenuhan (DS) diperoleh dari Rasio antara arus dan kapasitas seperti
ditunjukkan pada Persamaan 2.9. DS =
2.4.
Q Qxc = C Sxg
(2.9)
Kerusakan Perkerasan lentur
2.4.1. Jenis-jenis Kerusakan Kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan meliputi kerusakan struktural yaitu kerusakan yang menyebabkan perkerasan tidak mampu menahan beban yang bekerja diatasnya dan kerusakan fungsional dimana kerusakan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan lentur dapat dikelompokkan atas lima modus kejadian, yaitu retak (cracking), perubahan bentuk (deformation), cacat permukaan (surface defect), cacat tepi perkerasan (edge defect), serta lubang (pothole). 2.4.1.1. Retak (cracking) Retak adalah suatu gejala kerusakan atau pecahnya permukaan perkerasan sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk kelapisan di bawahnya. Retak merupakan salah satu faktor membuat luas atau parah suatu kerusakan. Sesuai polanya kerusakan retak dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.1 Tipe-tipe retakan pada perkerasan lentur a.
Retak bercabang atau berliku (meandering cracks), retak ini berbentuk tidak beraturan dan berkelok-kelok dan umumnya terdiri dari satu celah.
b.
Retak melintang (transverse cracks), retak ini terjadi melintang diperkerasan jalan dapat terjadi berjajar umumnya terdiri dari beberapa celah.
c.
Retak memanjang (longitudinal cracks), retak ini berbentuk memanjang terdiri dari beberapa celah yang sejajar.
d.
Retak diagonal (diagonal cracks), retak ini berbentuk diagonal diperkerasan.
e.
Retak blok (block cracks), berbentuk blok diperkerasan jalan ukuran pada umumnya 200 mm x 200 mm, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tipe kerusakan retak blok (block crack) f.
Retak kulit buaya (alligator cracks), biasa disebut retak kandang ayam atau poligon dan lebar celah retak > 3 mm saling berangkai membentuk kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat kandang ayam ukuran diagonal pada umumnya < 150 mm – 200 mm, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.3 Tipe kerusakan retak kulit buaya (alligator crack) 2.4.1.2. Perubahan Bentuk ( Deformation ) Kerusakan ini menyebabkan perubahan bentuk permukaan perkerasan dari bentuk aslinya. Perubahan ini dapat terjadi akibat beban lalu lintas, pengaruh lingkungan dan lemahnya tanah dasar. Dalam beberapa kasus karena kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan sehingga pemadatan lapis fondasi kurang memadai. Kerusakan ini sangat berpengaruh langsung kepada kualitas berkendaraan pada perkerasan tersebut. Kerusakan deformasi dapat dibedakan atas : a.
Alur (rutting), bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur
b.
Keriting (corrugation), bentuk kerusakan ini terjadi gelombang pada permukaan atau alur yang terjadi arahnya melintang jalan, sering disebut juga plastic movement. Sering terjadi pada waktu berhentinya kendaraan atau waktu mengerem.
c.
Ambles (deppression), bentuk kerusakan ini turunnya permukaan lapisan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu. Kedalaman kerusakan ini pada umumnya lebih dari 2 cm yang mengakibatkan terjadinya penampungan air.
d.
Sungkur (shoving), kerusakan ini akan membentuk jembulan pada lapisan aspal. Kerusakan biasa terjadi pada waktu berhenti pada kelandaian yang curam dan tikungan tajam.
e.
Mengembang (swell) bentuk kerusakan ini disebabkan tanah dasar yang naik akibat tanah dasar yang mengembang sehingga menyebabkan retakan permukaan aspal. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f.
Benjol dan turun (bump and sags) bentuk kerusakan ini adalah gerakan atau perpindahan keatas dari permukaan perkerasan aspal, dan penurunan yang berupa gerakan kebawah dari permukaan perkerasan
2.4.1.3. Cacat Permukaan (Surface Defect) Kerusakan ini biasa disebut disintregation, yang mana pecahnya lapisan permukaan menjadi fragmen-fragmen kecil yang kalau dibiarkan akan menjadi kahancuran total pada seluruh perkerasan yang mengakibatkan pembiayaan yang sangat besar. Kerusakan yang terjadi dapat berupa lubang atau cacat pada tekstur permukaan. a.
Delaminasi (delamination), sering juga disebut seal break kerusakan ini terjadi pada perkerasan yang telah dilapis ulang (overlay). Lapisan yang baru terkelupas dari lapisan yang lama.
b.
Pelepasan Butir (ravelling), kerusakan ini terlepasnya sebagian butiranbutiran agregat pada permukaan perkerasan secara luas. Biasanya terlepas material halus dan kemudian disusul material yang kasar yang akan mengakibatkan penampungan air.
c.
Pengelupasan
Butir
(stripping),
hampir
serupa
dengan
ravelling
perbedaannya hanya pada butir-butir material saja, terjadi pada lintasan roda dan perkerasan lapis ulang (overlay). d.
Pengausan (polished aggregate), kerusakan pada butiran-butiran agregat terlihat tidak dilapisi aspal yang mengakibatkan nampak mengkilat dipermukaan perkerasan.
e.
Kegemukan (bleeding), kerusakan ini akibat terjadinya konsentrasi aspal disuatu tempat pada permukaan jalan. Sering terjadi pada waktu terik matahari atau waktu lalu lintas berat yang meninggalkan jejak ban kendaraan.
2.4.1.4. Cacat tepi perkerasan (Edge Defect) Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan bahu jalan tanah atau tepi hahu jalan beraspal. Penyebaran kerusakan ini dapat terjadi setempat atau sepanjang tepi perkerasan perlintasan roda kenderaan dapat dibedakan atas : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
21 digilib.uns.ac.id
Gompal (edge break), kerusakan terjadi adalah tergerusnya tepi perkerasan sehingga tepi tersebut tidak beraturan.
b.
Penurunan tepi (edge drop), kerusakan ini terjadi akibat beda ketinggian antara permukaan perkerasan denga bahu tanah sekitarnya.
2.4.1.5. Lubang (potholes) Kerusakan seperti mangkok yang menampung air dipermukaan perkerasan jalan. Biasanya terjadi dekat retakan yang tergenang air. Kalau dibiarkan maka kerusakan akan lebih besar karena butiran yang ada dipinggir lubang mudah lepas. 2.4.2. Penyebab Kerusakan Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 2.4.2.1. Faktor Lalu Lintas Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh Lalu lintas. Faktor lalu lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban kendaraan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya. 2.4.2.2. Faktor Non Lalu Lintas Faktor non lalu lintas yang memberikan pengaruh dalam kerusakan jalan adalah bahan perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).
2.5.
Pavement Condition Indek (PCI) Survei kondisi permukaan bertujuan untuk mencatat secara sistematis
karakteristik spesifik kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan. Data yang didapat dari survei ini akan digunakan untuk menentukan jenis dan prioritas penanganan perkerasan dan identifikasi keperluan pemeliharaan jalan. Terdapat beberapa sistem penilaian kondisi perkerasan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode Pavement Condition Indeks (PCI) yang memberikan cara yang lebih detail dalam pencatatan tipe serta tingkat keparahan kerusakan. Menurut Shahin PCI adalah kualitas dari suatu lapisan permukaan perkerasan yang mengacu pada tingkat kerusakan tersebut. PCI adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. commit to user Nilai PCI ini memiliki rentang
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed). PCI didasarkan pada survei secara visual dengan mengidentifikasi tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan dan lokasi serta ukurannya. Informasi kerusakan yang diperoleh akan memberikan gambaran penyebab kerusakan. Menurut PCI, jenis dan tingkat kerusakan perkerasan untuk jalan raya ada 19 kerusakan yaitu: Alligator cracking, bleeding, block cracking, bums and sags, corrugation, depression, edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse cracking, patching and utility cut patching, polished aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell, weathering and ravelling. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low severity level (L), medium severity level (M), dan high severity level (H). Perhitungan metode PCI didasarkan pada nilai pengurang DV (deduct Value), yang nilainya antara 0 sampai 100. Nilai 0 mengindikasikan bahwa kerusakan tidak mempunyai pengaruh buruk pada kinerja perkerasan, sebaliknya nilai 100 menunjukan kerusakan serius pada perkerasan. 2.5.1
Nilai pengurang ( Deduct Value, DV ) Nilai-pengurang adalah suatu nilai-pengurang untuk setiap jenis kerusakan
yang diperoleh dari suatu kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan (severity level). Deduct value dapat dibedakan dengan tingkat kerusakan dari setiap jenis kerusakan. Untuk menentukan nilai-pengurang DV (Deduct Value) setiap unit sampel yaitu dengan memasukkan persentase densitas pada grafik masing – masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat keparahan kerusakan (low, medium, high), selanjutnya ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Contoh grafik yang digunakan dapat dilihat pada kurva, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4 yaitu kurva nilai pengurang untuk tipe kerusakan retak kulit buaya (alligator cracking) pada perkerasan aspal. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.4 Kurva nilai pengurangan (deduct value) untuk retak kulit buaya pada jalan dengan perkerasan beton aspal (Shahin, 1994) 2.5.2.
Kerapatan (density) Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan
terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur untuk dijadikan sampel. Kerapatan kerusakan dapat dinyatakan dengan rumus 2.10 dan 2.11.
Density =
Ad x100% As
(2.10)
Density =
Ld x100% As
(2.11)
atau
dengan : Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2), Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m), As = luas total unit segmen (m2). 2.5.3.
Nilai pengurangan Total (Total Deduct Value, TDV ) Nilai pengurangan total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurangan
(deduct value) pada masing-masing unit sampel, atau nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit sampel.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.5 Koreksi kurva untuk jalan dengan perkerasan dengan permukaan aspal dan tempat parkir (Shahin, 1994) 2.5.4.
Nilai - pengurangan terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV ) Nilai yang diperoleh dari kurva hubungan antara nilai pengurangan total
(TDV) dan nilai pengurangan (DV) dengan memilih kurva yang sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurangan tertinggi (Highest deduct value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individual yang tertinggi. 2.5.5.
Nilai PCI Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.12. PCI (s) = 100 – CDV
(2.12)
dengan PCI (s) = PCI untuk setiap unit sampel atau unit penelitian, dan CDV adalah CDV untuk setiap unit sampel. Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah berdasarkan Persamaan 2.13. PCI =
SPCI ( s ) N
dengan : PCI PCI (s) N
= nilai PCI perkerasan keseluruhan, = nilai PCI untuk tiap unit sampel, = jumlah unit sampel. commit to user
(2.13)
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.5.6. Rating Rating adalah Index kondisi tingkat keparahan dari perkerasan, yang diperoleh setelah nilai pavement condition index (PCI) diketahui. Pembagian nilai kondisi perkerasan yang disarankan Shahin (1994) dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Nilai PCI (Shahin, 1994 ) Nilai PCI 0 – 10 11 – 25 26 – 40 41 – 55 56 – 70 71 – 85 86 – 100
Kondisi Gagal ( failed ) Sangat buruk ( very poor ) Buruk ( poor ) Sedang ( fair ) Baik ( good ) Sangat baik (very good ) Sempurna ( excellent)
2.5.7. Tingkat Kerusakan (severity level) Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap kerusakan yang ada. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam melakukan perhitungan PCI menurut Shahin ada 3 (tiga) tingkatan yaitu, low severity level, medium severity level dan high severity level. Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan perbaikannya masing-masing adalah sebagai berikut: 1.
Jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off), ditunjukkan dalam Tabel 2.11. Tabel 2.11 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan
M
Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan 1-2 in. (25-51 mm) Beda elevasi > 2-4 in. (51-102 mm)
H
Beda elevasi > 4 in. (102 mm)
L
2.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan Perataan kembali dan bahu diurug agar elevasi sama dengan tinggi jalan.
Pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan pelapukan dan butiran lepas, ditunjukkan dalam Tabel 2.12. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.12. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M
H
3.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas dibeberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli genangan oli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam. Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter lubang < 4 in.(10 mm) dan kedalaman ½ in. (13 mm) Luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaan lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi loggar.
Belum perlu diperbaiki; penutup permukaan; perawatan permukaan.
Penutup permukaan; perawatan permukaan; lapis tambahan. Penutup permukaan; lapis tambahan; recycle; rekonstruksi.
Retak kulit buaya (alligator cracking) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak kulit buaya, ditunjukkan dalam Tabel 2.13. Tabel 2.13. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak kulit buaya (alligator cracking) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M
H
Identifikasi kerusakan Halus retak rambut / halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal. Retak kulit buaya ringan terus berkembang kedalam pola atau jaringan retakan diikuti gompal ringan. Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas.
commit to user
Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, penutup permukaan, lapisan tambahan. Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi. Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Retak memanjang dan melintang (longitudinal & transverse cracking) kerusakan retak memanjang dan melintang, ditunjukkan dalam Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak memanjang dan melintang (longitudinal & transverse cracking) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M
H
5.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in. (10mm), atau 2. Retak terisi sembarang lebar (pengisi kondisi bagus). Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar 3/8 in (10-76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarangan lebar sampai 3 in. (76 mm) dikeliling retak acak ringan. 3. Retak terisi, sembarang lebar dikelilingi retak agak acak. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak.
Belum perlu diperbaiki; pengisi retakan (seal cracks) > 1/8 in.
Penutupan retakan.
Penutupan retakan; penambalan kedalaman parsial.
Ambles (deppression) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan ambles, ditunjukkan dalam Tabel 2.15. Tabel 2.15. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan ambles (deppression) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L M H
6.
Identifikasi kerusakan Kedalaman maksimum ambles ½-1in (13-25 mm) Kedalaman maksimum ambles 1-2 in (25-51 mm) Kedalaman ambles > 2 in (51 mm)
Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman. Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
Tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan tambalan dan tambalan utilitas, ditunjukkan dalam Tabel 2.16.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.16. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M H
7.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kenderaan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik. Tambalan sedikit rusak dan / atau kenyamanan kenderaan agak terganggu. Tambalan sangat rusak dan / atau kenyamanan kenderaan sangat terganggu.
Belum perlu diperbaiki
Belum perlu diperbaiki; tambalan dibongkar. Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
Retak pinggir (edge cracking) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak pinggir, ditunjukkan dalam Tabel 2.17. Tabel 2.17. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak pinggir (edge cracking) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M H
8.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas.
Belum perlu diperbaiki; penutupan retak untuk retakan > 1/8 in. (3 mm) Penutup retak; penambalan parsial. Penambalan parsial.
Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas. Banyak pecahan atau butiran lepas disepanjang tepi perkerasan.
Retak blok (block cracking) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak blok, ditunjukkan dalam Tabel 2.18. Tabel 2.18. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak blok (block cracking) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah.
Penutupan retak(seal cracks) bila retak melebihi 3 mm (1/8”); penutup permukaan. Penutup retak (seal cracks) mengembalikan permukaan; dikasarkan dengan pemanas dan lapis tambahan. Penutup retak (seal cracks) mengembalikan permukaan;.
M
Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sedang.
H
Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9
Pengembangan (swell) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan pengembangan, ditunjukkan dalam Tabel 2.19. Tabel 2.19. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pengembangan (swell) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
M H
10.
Identifikasi kerusakan Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kenderaan. Kerusakan inisulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan keatas terjadi bila ada pengembangan. Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kenderaan. Pengembangan menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kenderaan.
Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki
Belum perlu diperbaiki; rekonstruksi. Rekonstruksi.
Alur (rutting) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan alur, ditunjukkan dalam Tabel 2.20. Tabel 2.20. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan alur (rutting) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L
11.
Identifikasi kerusakan
Pilihan untuk perbaikan
Kedalaman alur rata-rata 6-13mm
Belum perlu diperbaiki
M
Kedalaman alur rata-rata 13-25,5 mm
H
Kedalaman alur rata-rata 25,4 mm
Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman
Sungkur (shoving) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan sungkur, ditunjukkan dalam Tabel 2.21. Tabel 2.21. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan sungkur (shoving) (Shahin, 1994) Tingkat kerusakan L M H
Identifikasi kerusakan Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan Sungkur menyebabkan kedalaman maksimum ambles 1-2 in (25-51) mm Kedalaman ambles > 2 in (51 mm)
Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki; mill
Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman. Penambalan dangkal, parsial commit to user atau diseluruh kedalaman.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12.
Lubang (pothole) Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan lubang, ditunjukkan dalam Tabel 2.22. Tabel 2.22. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan lubang (pothole) (Shahin, 1994) Kedalaman Maksimum
Diameter rata-rata lubang 4-8in. (102-203 mm)
8-18in. (203-457 mm)
18-30in. (457-762 mm)
½-1 in. L L (12,7-25,4 mm) >1-2 in. L M (25,4-50,8 mm) >2 in. M M (>50,8 mm) L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial/ di seluruh kedalaman M : Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman H : Penambalan di seluruh kedalaman
M H H
2.5.8. Evaluasi Kekuatan Perkerasan Penentuan kekuatan struktur perkerasan jalan yang umumnya dilakukan di Indonesia dilakukan dengan dua jenis kegiatan, yaitu destructive test dan non destructive test. 2.5.8.1. Pengujian dengan merusak perkerasan (Destructive Test) Evaluasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengukuran langsung untuk tebal dan penaksiran koefisien kekuatan untuk masing-masing lapisan perkerasan. Kemudian pada tanah dasar dilakukan pengujian CBR untuk mengetahui daya dukung tanah dasar. Untuk dapat melakukan pengukuran langsung, maka pada perkerasan tersebut dilakukan penggalian lubang uji (test pits) atau pembuatan inti uji (core drill). Kemudian setelah selesai dilakukan pengukuran langsung maka perkerasan yang dirusak tersebut harus diperbaiki kembali dengan seksama. 2.5.8.2. Pengujian tanpa perusakan perkerasan (Non destructive Test) Evaluasi yang dilakukan adalah dengan mengukur lendutan pada permukaan perkerasan dan menganalisa bentuk dan besaran dari cekungan lendutan untuk menguji kekuatan dari struktur perkerasan. Pengujian yang dilakukan ini tidak merusak perkerasan dan dapat dilakukan dengan relatif cepat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
2.6. Penentuan Jenis Penanganan Kerusakan Jalan 2.6.1. Metode Perbaikan Standar Jenis-jenis metode penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur adalah : (Anonim, 1995) 2.6.1.1. Metode perbaikan P1 (Penebaran pasir) 1). Jenis kerusakan yang ditangani: Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan. 2). Langkah penanganannya : a). Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan b). Membersihkan bagian yang akan diperbaiki dengan air compressor c). Menebarkan pasir kasar diatas permukaan yang rusak d). Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan yang optimal 2.6.1.2. Metode perbaikan P2 (pelaburan aspal setempat) 1). Jenis kerusakan yang ditangani : a). Kerusakan tepi bahu jalan beraspal, b). Retak buaya < 2mm, c). Retak garis lebar <2mm, d). Terkelupas. 2). Langkah penanganannya : a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering c). Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut back 1 liter/m2. d). Menebarkan pasir kasar atau tagregat halus 5 mm hingga rata. e). Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%) 2.6.1.3. Metode perbaikan P3 (Pelapisan retakan) 1). Jenis kerusakan yang ditangani : Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan <2mm commit to user 2). Langkah penanganannya :
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering c). Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m2 di daerah yang akan diperbaiki) d). Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda e). Lakukan pemadatan ringan (1 – 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan kepadatan optimum (kepadatan 95 %) 2.6.1.4. Metode perbaikan P4 (Pengisian retak) 1). Jenis kerusakan yang ditangani : Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan >2mm 2). Langkah penanganannya : a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering c). Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 l/m2 menggunakan aspal sprayer atau dengan tenaga manusia, d). Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah diberi aspal (tebal 10 mm) dan e). Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller. 2.6.1.5. Metode perbaikan P5 (Penambalan lubang-lubang) 1). Jenis kerusakan yang ditangani : a). Lubang kedalaman > 50 mm, b). Keriting kedalaman > 30 mm, c). Alur kedalaman > 30 mm, d). Ambles kedalaman > 50 mm, e). Jembul kedalaman > 50 mm, f). Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan g). Retak buaya lebar > 2mm. 2). Langkah penanganannya : a). Gali material sampai mencapai lapisan di bawahnya, b). Membersihkan bagian yang akantoditangani commit user dengan tenaga manusia,
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c). Semprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0,5 liter/m2 d). Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh permukaan yang rata, e). Memadatkan minimal 5 lintasan dengan baby roller. 2.6.1.6. Metode perbaikan P6 (Perataan) 1). Jenis kerusakan yang ditangani : a). Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mm, b). Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm, c). Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm, d). Lokasi penurunan dengan kedalaman < 50 mm, e). Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm. 2). Langkah penanganannya : a). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia, b). Laburkan tack coat 0,5 liter/m2 c). Taburkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh permukaan yang rata, d). Memadatkan minimal 5 lintasan dengan baby roller. 2.6.2. Pelapisan tambahan (overlay) Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral, 1987. Konstruksi yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai indeks permukaan akhir, perlu diberi lapis tambah untuk dapat mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat kekedapan air, dan tingkat kecepatan air mengalir. Parameter yang berpengaruh dalam merencanakan pelapisan tambahan (overlay) adalah lalu lintas, daya dukung tanah dasar dan nilai CBR, faktor regional, indeks permukaan, indeks tebal perkerasan, dan nilai kondisi perkerasan jalan lama. Berikut ini dijelaskan parameter yang berpengaruh dalam merencanakan pelapisan tambahan (overlay) (Anonim, 1987).
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.6.2.1. Jumlah lajur dan koefisien distribusi kendaraan (C) Lajur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.23. Tabel 2.23. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan (Anonim,1987) Lebar Perkerasan (L)
Jumlah lajur (n)
L < 5,50 m
1 lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m
2 lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m
3 lajur
11,25 m ≤ L <15,00 m
4 lajur
15,00 m ≤ L < 18,75 m
5 lajur
18,75 m ≤ L < 22,00 m
6 lajur
Koefisien Distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan menurut Tabel 2.24. Tabel 2.24. Koefisien distribusi kendaraan (C) (Anonim, 1987) Jumlah Jalur
Kendaraan Ringan *)
Kendaraan Berat **)
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1 lajur
1,00
1,00
1,00
1,00
2 lajur
0,60
0,50
0,70
0,50
3 lajur
0,40
0,40
0,50
0,475
4 lajur
-
0,30
-
0,45
5 lajur
-
0,25
-
0,425
6 lajur
-
0,20
-
0,40
2.6.2.2. Angka Ekivalen Kendaraan Angka ekivalen dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18.000 lb). Angka ekivalen masing-masing golongan beban sumbu setiap kendaraan ditentukan menurut Persamaan 2.14 dan 2.15 dan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.25. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Angka Ekivalen Sumbu Tunggal: æ beban sumbu tunggal (kg ) ö Esumbu tunggal = ç ÷ 8160 è ø
b.
4
(2.14)
Angka Ekivalen Sumbu Ganda: E
æ beban sumbu ganda (kg ) ö ÷ sumbu ganda = 0,086.ç 8160 è ø
4
(2.15)
Tabel 2.25. – Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan (Anonim,1987) Beban Sumbu
Angka Ekivalen
Kg
Lb
Sumbu Tunggal
Sumbu Ganda
1.000
2.205
0,0002
-
2.000
4.409
0,0036
0,0003
3.000
6.614
0,0183
0,0016
4.000
8.818
0,0577
0,0050
5.000
11.023
0,1410
0,0121
6.000
13.228
0,2923
0,0251
7.000
15.432
0,5415
0,0466
8.000
17.637
0,9238
0,0794
8.160
18.000
1,0000
0,0860
9.000
19.841
1,4798
0,1273
10.000
22.046
2,2555
0,1940
11.000
24.251
3,3022
0,2840
12.000
26.455
4,6770
0,4022
13.000
28.660
6,4419
0,5540
14.000
30.864
8,6647
0,7452
15.000
33.069
11,4184
0,9820
16.000
35.276
14,7815
1,2712
2.6.2.3. Lalu lintas harian rata-rata dan lintas ekivalen 1). Lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median. 2.). Lintas ekivalen a). Lintas Ekivalen Permukaan (LEP) Lintas ekuivalen permukaan adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. n
LEP = å LHR j x C j xE j
(2.16)
j =1
dengan : LEP = lintas ekuivalen permulaan, J – n = jenis kendaraan, C = koefisien distribusi kendaraan, E = angka ekivalen, LHR = Lalu lintas harian rata-rata, b). Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Lintas ekuivalen akhir adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. n
LEA = å LHR .(1 + i )UR xC j xE j j =1
(2.17)
j
dengan : LEA = lintas ekivalen akhir umur rencana, I = perkembangan lalu-lintas, UR = umur rencana, c). Lintas Ekivalen Tengah (LET) Lintas ekuivalen pertengahan adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. LET =
LEP + LEA 2
(2.18)
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d). Lintas Ekivalen Rencana (LER): Lintas Ekuivalen rencana adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada jalur rencana. LER = LET x FP
dengan, FP =
(2.19)
UR 10
(2.20)
2.6.2.4. Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR Daya dukung tanah ditetapkan grafik korelasi, yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium. 2.6.2.5. Faktor Regional Faktor regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar, dan perkerasan. Untuk penentuan faktor regional dapat dilihat pada Tabel 2.26 Tabel 2.26. Faktor Regional (FR) (Anonim,1987)
Iklim I < 900 mm/th Iklim II ≥900 mm/th
Kelandaian I (< 6%) % Kendaraan berat
Kelandaian II (6% - 10%) % Kendaraan berat
Kelandaian III (> 10%) % Kendaraan berat
≤ 30%
> 30%
≤ 30%
> 30%
≤ 30%
> 30%
0,5
1,0 – 1,5
1,0
1,5 – 2,0
1,5
2,0 – 2,5
1,5
2,0 – 2,5
2,0
2,5 – 3,0
2,5
3,0 – 3,5
2.6.2.6. Indeks Permukaan Indeks permukaan (IP) menyatakan nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Beberapa nilai indeks permukaan sebagimana berikut: IP = 1,0
:
Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5
:
Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0
:
Menyatakan tingkat pelayanan rendha bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5
:
Menyatakan permukaancommit jalan masih cukup stabil dan baik. to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER). Nilai indeks rencana dapat dlihat pada Tabel 2.27. Tabel 2.27. Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) (Anonim,1987) LER *)
Klasifikasi Jalan Lokal
Kolektor
Arteri
Tol
< 10
1,0 – 1,5
1,5
1,5 – 2,0
-
10 – 100
1,5
1,5 – 2,0
2,0
-
100 – 1.000
1,5 – 2,0
2,0
2,0 – 2,5
-
> 1.000
-
2,0 – 2,5
2,5
2,5
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo), perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana. Nilai indeks permukaan pada awal umur rencana dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.28 Tabel 2.28. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) (Anonim, 1987)
≥4
Roughness *) (mm/km) ≤ 1.000
3,90 – 3,50
> 1.000
3,90 – 3,50
≤ 2.000
3,40 – 3,00
> 2.000
3,90 – 3,50
≤ 2.000
3,40 – 3,00
> 2.000
BURDA
3,90 – 3,50
< 2.000
BURTU
3,40 – 3,0
< 2.000
LAPEN
3,40 – 3,00
≤ 3.000
2,90 – 2,50
> 3.000
LATASBUM
2,90 – 2,50
-
BURAS
2,90 – 2,50
-
LATASIR
2,90 – 2,50
-
Jalan Tanah
≤ 2,40
-
Jalan Kerikil
≤ 2,40
-
Jenis Lapisan Permukaan LASTON LASBUTAG HRA
IPo
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.6.2.7 Kondisi Struktur Perkerasan jalan Survei mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk mengetahui tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan yang dimaksud meliputi : 1).
Lapis permukaan (D1)
2).
Lapis pondasi atas (D2)
3).
Lapis pondasi bawah (D3)
Berdasarkan keadaan perkerasan dilapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai dengan Tabel 2.29. Tabel 2.29. Nilai kondisi perkerasan jalan (Anonim,1987) 1. Lapis Permukaan Umunya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda
90% - 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan 2. Lapis Pondasi Atas
70% - 90% 50% - 70% 30% - 50%
a. Pondasi aspal beton atau Penetrasi macadam Umunya tidak retak
90% - 100%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil
70% - 90%
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan
50% - 70%
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan
30% - 50%
b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur Indeks Plastisitas ≤ 10
70% - 100%
c. Pondasi macadam atau Batu pecah Indeks Plastisitas ≤ 6
80% - 100%
3. Lapis Pondasi Bawah Indeks Plastisitas ≤ 6
90% - 100%
Indeks Plastisitas > 6
70% - 90%
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dapat dilihat pada Tabel 2.30. Tabel 2.30. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan (Anonim, 1987) Tebal minimum (cm) 1. Lapis Permukaan ITP
Bahan
< 3,00
5,0
3,00 – 6,70
5,0
6,71 – 7,49
7,5
7,50 – 9,99
7,5
Lapis pelindung: (BURAS/BURTU/BURDA) LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON LASBUTAG, LASTON
≥ 10,00
10
LASTON
2. Lapis Pondasi Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 3,00 – 7,49 20 *) tanah dengan kapur 10 LASTON Atas 7,50 – 9,99 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 20 tanah dengan kapur, pondasi macadam 15 LASTON Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi 10 – 12,14 20 tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi ≥ 12,25 25 tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas *) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar. 3. Lapis Pondasi Bawah < 3,00
15
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2.6.2.8 Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan dinyatakan dengan Persamaan 2.21. ITP = a1 .D1 + a 2 .D2 + a3 .D3
(2.21)
dengan: a1, a2, a3 D1, D2, D3
= koefisien kekuatan relatif (a) bahan perkerasan, = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm). commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.31. Koefisien kekuatan relatif (a) (Anonim, 1987) Koefisien Kekuatan Relatif
2.7.
Kekuatan Bahan
0,13
MS (kg) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 -
Kt (kg/cm) 22 18 22 18 -
CBR (%) 100 80 60 70
-
0,12
-
-
50
-
-
0,11
-
-
30
-
-
0,10
-
-
20
a1
a2
a3
0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 -
0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 -
-
Jenis Bahan
LASTON
LASBUTAG HRA Aspal Macadam LAPEN (mekanis) LAPEN (manual) LASTON Atas LAPEN (mekanis) LAPEN (manual) Stabilisasi dengan semen Stabilisasi dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) SIRTU/PITRUN (kelas A) SIRTU/PITRUN (kelas B) SIRTU/PITRUN (kelas C) Tanah/lempung kepasiran
Pengujian Kekuatan Perkerasan
2.7.1. Marshall Test Pemeriksaan campuran aspal dengan alat Marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal. Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Persyaratan Campuran Lapis Aspal commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beton (Laston) dapat dilihat pada Tabel 2.32. dan Tabel 2.33. Sedangkan Alat uji Marshall ditunjukkan pada Gambar 2.6. Tabel 2.32. Persyaratan campuran lapis beton (Anonim, 1989) Sifat Camp Stabilitas (kg) Flow Stabilitas Kelelahan
LL Berat >500 W18/hari Min Mak
LL Sedang 50 - 500 W18/hari Min Mak
LL Ringan < 50 W18/hari Min Mak
550
-
450
-
350
-
2,0
4,0
2,0
4,5
2,0
5,0
200
350
200
350
200
350
Tabel 2.33. Persyaratan campuran lapis beton (Anonim, 2009) Sifat-sifat Campuran Stabilitas Marshall (kg)
WC
Kelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm)
Min. Maks Min. Maks Min.
-
Laston BC Base 800 2 200
Gambar 2.6. Alat uji Marshall
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ruas jalan Jenderal
Sudirman Kota Salatiga segmen Bundaran Ramayana sampai Jalan Ahmad Yani dengan panjang jalan 900 m dan lebar perkerasan 16,5 sampai 20 m. Lokasi ini dipilih karena adanya penerapan jalan searah pada segmen jalan ini oleh Pemerintah Kota Salatiga. Pemilihan lokasi di segmen jalan ini didasari oleh keinginan penulis untuk memberikan sumbangsih kepada Pemerintah Kota Salatiga mengenai kinerja jalan Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah dan pola pemeliharaan atau teknik rehabilitasi kerusakan pada ruas jalan tersebut sebagai dampak adanya penerapan jalan searah. Peta Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
commit to user Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian 43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.2.
Data-data
3.2.1. Data dan Sumber data 3.2.1.1.Data Primer Data primer ini adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan survei di lapangan, adapun data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1. Dimensi Jalan dan struktur perkerasan jalan; 2. Jenis kerusakan, luas, dan tingkat keparahan kerusakan jalan; 3. Kecepatan kendaraan; 4. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) jalan; 5. Volume jam puncak jalan maupun simpang. 3.2.1.2 Data Sekunder Data sekunder ini merupakan data yang diperoleh dari instansi yang terkait, dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan Kota Salatiga. Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1. Peta ruas jalan; 2. Data struktur perkerasan yang ada; 3. Data CBR lapangan; 4. Data curah hujan; 5. Data jumlah penduduk; 6. Data geometrik jalan; 7. Data LHR jalan dua arah. 3.2.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1. Dimensi jalan dan struktur perkerasan jalan Data primer berupa dimensi jalan didapatkan dengan cara survei dilapangan menggunakan peralatan besar (rollmeter) sepanjang 50 m dan meteran kecil sepanjang 5 m. Peralatan ini digunakan untuk mengukur panjang jalan, lebar jalan, dan lebar bahu jalan. Sedangkan untuk data struktur perkerasan jalan diketahui dengan core drill dari DPU Kota Salatiga dengan diameter bor selebar 10 cm. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
2. Jenis kerusakan dan luas kerusakan jalan Jenis kerusakan dan dimensi kerusakan jalan diperoleh dengan walkround survei menggunakan peralatan meteran kecil sepanjang 5 m, kertas, alat tulis, formulir survei, dan juga kamera sebagai alat dokumentasi. 3. Kecepatan kendaraan Data kecepatan arus bebas dan kecepatan rata-rata didapatkan dengan menggunakan stopwatch. 4. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) Data LHR didapatkan dengan jalan melakukan survei selama 4 hari pada hari senin, rabu, jumat, dan hari minggu oleh 3 orang surveyor dari jam 06.00 pagi hingga jam 05.00 pagi berikutnya. Adapun peralatan yang digunakan adalah hand counter untuk mencatat jumlah kendaraan yang lewat baik itu sepeda motor, kendaraan ringan, maupun kendaraan berat. 5. Volume Jam Puncak Volume jam puncak diperoleh dengan survei pada jam puncak pagi, siang serta sore dengan waktu pencatatan 2 jam untuk setiap jam puncak. 3.3
Pengujian Laboratorium
3.3.1. Alat pengujian Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain ; 1. Satu set alat uji coring untuk mengambil 3 buah benda uji dari perkerasan jalan Jenderal Sudirman Salatiga. 2. Alat uji Marshall (di laboratorium Jalan Raya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta) Peralatan yang dipakai untuk pengujian Marshall yaitu : 1.Water bath 2.Termometer 3.Jangka sorong 4.Alat uji Marshall, yang terdiri dari : a. Kepala penekan (breaking head) b. Cincin penguji (proving ring) c. Alat pengukur alir (flow) commit to user 5.Keranjang
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.Timbangan 7.Bak berisi air 8.Curing waterbath 3.3.2. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan 3.3.2.1.Jumlah Benda Uji Untuk mendapatkan hasil penelitian dibutuhkan benda uji hasil core drill perkerasan jalan Jenderal Sudirman sebanyak 3 buah. 3.3.2.2. Prosedur Pengujian benda uji 1).
Pengujian Marshall Benda uji hasil core drill, dilakukan pengujian dengan alat uji Marshall dengan langkah sebagai berikut : a.
Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel.
b.
Benda uji diberi tanda pengenal.
c.
Tiap benda uji diukur tingginya 4 kali pada tempat yang berbeda kemudian dirata-rata dengan ketelitian 0,1 mm.
d.
Benda uji ditimbang dalam keadaan kering.
e.
Benda uji direndam dalam waterbath selama 30 menit dengan suhu perendaman 60 ºC.
f.
Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya diolesi dengan oli agar benda uji mudah terlepas.
g.
Setelah benda uji dikeluarkan dari waterbath, segera diletakkan pada alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flowmeter) dan arloji pembebanan/stabilitas.
h.
Pembebanan dilakukan sampai kondisi maksimum, yaitu pada saat arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah, saat itu pula flowmeter dibaca.
i.
Benda uji dikeluarkan dari alat uji Marshall dan pengujian benda uji berikutnya mengikuti prosedur diatas.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.4.
Desain Survei Secara umum desain survei penelitian ini adalah seperti pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Desain survei Data yang diperlukan Bahasan
Metode
1. Kinerja Jalan dan Simpang - Derajat kejenuhan - Tingkat pelayanan jalan (LOS) 2. Kondisi Perkerasan jalan
MKJI 1997
-
-
PCI (Pavement Condition Indeks)
-
3.
4.
Kekuatan Perkerasan
Teknik Rehabilitasi dan penanganan
3.5.
Marshall Test dan Petunjuk Perencanaan Tebal perkerasan lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa komponen 1987 Manual Pemeliharaan Rutin jalan Nasional dan jalan provinsi
-
Primer Volume jam puncak jalan dan persimpangan Data geometri jalan dan persimpangan Lokasi kerusakan Jenis kerusakan jalan Luas kerusakan jalan Tingkat keparahan kerusakan Core drill Perkerasan jalan Pengujian Marshall
Sekunder - Hambatan samping - Jumlah penduduk - Persentase lalu lintas
-
Type kerusakan jalan Lebar retak Kedalaman retak
Survei volume jam puncak, Pengukuran geometri jalan, data Dishub, DPU Kota salatiga Survei kerusakan jalan.
-
-
Cara memperoleh data
Data struktur jalan Data perkembangan lalu-lintas Data CBR Data curah hujan Persentase kendaraan berat Kelandaian
Coring, data DPU , Salatiga dalam angka
Survei kerusakan jalan
Teknik Analisa Data Data dari pengamatan visual di lapangan maupun pengujian di laboratorium,
kemudian diformulasikan ke dalam kriteria-kriteria sesuai yang tercantum dalam kajian teori untuk menentukan kinerja jalan dan simpang, tingkat kerusakan jalan dan metode pemeliharaanya, setelah itu hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk commit to user Tabel-tabel dan angka sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai
3.6
Tahap Penelitian Pengumpulan Data Primer:
Pengumpulan Data Sekunder:
· · ·
· · ·
Data Dimensi jalan Data Core Drill Data LHR dan vol jam puncak
Struktur perkerasan LHR lama CBR, Iklim, Kelandaian dan pertumbuhan lalu lintas
Analisis Kinerja Jalan dan Simpang (MKJI 1997) Menentukan : 1. Nilai kap jalan dan simpang 2. Derajat kejenuhan jalan dan simpang 3. Tingkat Pelayanan jalan dan simpang
Kondisi kerusakan (PCI ) 1. Peta kerusakan jalan 2. Densitas kerusakan 3. Deduct Value (DV) 4. Total Deduct Value (TDV) 5. Corrected Deduct Value (CDV) 6. PCI = 100 – CDV 7. PCI rata-rata 8. Kondisi perkerasan
Kekuatan perkerasan : 1. Pengambilan benda uji coring 2. Uji Marshall 3. Hitung ITPada 4. Hitung ITPperlu 5. Tebal overlay/ pelapisan ulang
Output : 1. Nilai Kinerja jalan dan Simpang 2. Nilai PCI jalan dan kekuatan perkerasan 3. Pemeliharaan jalan 4.
Kesimpulan
Selesai
to user Gambarcommit 3.2. Bagan Alir Penelitian
Teknik Rehabilitasi 1. Tipe Kerusakan 2. Tingkat kerusakan 3. Luas kerusakan 4. Metode perbaikan Standar
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Penyajian Data
4.1.1. Data Geometrik Jalan dan Persimpangan Jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan arteri primer di wilayah kota Salatiga. Ruas jalan Jenderal Sudirman yang dijadikan obyek penelitian adalah segmen Bundaran Ramayana – Jalan Ahmad Yani yang telah dijadikan jalan searah. Lebar perkerasan jalan tersebut adalah 16.5 m sampai 20 m dengan panjang jalan 900 m. Pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 diberikan data mengenai kondisi geometrik jalan saat ini. Persimpangan yang ditinjau adalah simpang tiga DPD Golkar yang menghubungkan antara jalan searah dan jalan dua arah pada jalan Jenderal Sudirman. Pendekat pada persimpangan ini terdiri dari pendekat arah utara yaitu jalan Jenderal Sudirman dari arah Semarang, pendekat selatan jalan Jenderal Sudirman dari arah Solo, serta pendekat arah barat jalan Ahmad Yani Salatiga. Pada Gambar 4.4 diberikan data mengenai kondisi geometrik persimpangan Golkar saat ini.
750 arcade pasar raya
150 teras
1250
100
jalan jend. sudirman bagian timur (arah semarang - solo)
750
200
jalan jend. sudirman bagian pedestrian barat (arah solo - semarang) barat jalan Median 0 100 200 300
Gambar 4.1. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman dua arah (Segmen Langensuko)
commit to user
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
200 parkir mobil Arcade pararel
900 100 750 160 jalan jend. sudirman bagian timur jalan jend. sudirman bagian barat (arah semarang - solo) (arah solo - semarang) pedestrian barat jalan
Median
Gambar 4.2. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman dua arah (depan Hotel Wahid)
+ 20,40 (top floor)
+ 15,40 (lantai 4)
+ 10,40 (lantai 3)
+ 5,40 (lantai 2)
2°
150
380
100
300
700
300
100
250
300
1300 teras
jalur Median parkir lambat timur
jalan jend. sudirman (arah semarang - solo)
par kir barat
Median parkir roda 2
Gambar 4.3. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman searah
commit to user
arcade barat
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
U
B
Jl.Jenderal Soedirman (arah SMG)
Jl.Ahmad Yani
S
Jl.Jenderal Soedirman (arah SOLO)
Gambar 4.4. Denah simpang Golkar
4.1.2. Skema Jalan Searah Penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman mulai diberlakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga tanggal 15 Februari 2010 pada Segmen jalan Langensuko hingga simpang jalan Sukowati. Semua arus lalu lintas dari arah Semarang (utara) saja yang boleh melintas, sedangkan dari arah Solo (selatan) jika belok kiri harus melewati jalan Ahmad Yani atau jalan Sukowati. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat skema penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman. TM. PAHLAWAN 1 ARAH PROGO 1 ARAHI
TMN PRK JL.TEMBUS PEDESTRIAN+KIOS
T R
TS
TS
KALIPENGGUNG 1 ARAH
SENJOYO DUA ARAH
KALINYAMAT
P2
P1 JALUR LAMBAT 2 ARAH
DR. SEMARANG
JL.JEN.SUDIRMAN
DR. SOLO
JALUR LAMBAT 2 ARAH
W
LANGENSUKO 1 ARAH 1 SISI
R
RAMAYANA
PEMOTONGAN BUNGUR 1ARAH 1 ARAH
TS TS.SHOPING W
KEMUNING 1 ARAH
RMH.DNS W.KOTA
SUKOWATI SATU ARAH
LAMPU PERSIMPANGAN
Gambar 4.5. Skema jalan searah
commit to user
A.YANI DUA ARAH
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.3. Struktur Perkerasan Jalan Tipe perkerasan adalah perkerasan lentur dengan lapis permukaan Laston. Struktur perkerasan jalan Jenderal Sudirman hasil Test Pit terdiri atas 4 lapisan yaitu: 1. Lapis permukaan Laston (AC-BC) dengan ketebalan 7 cm ; 2. Lapis pondasi (base course) ATB dengan ketebalan 10 cm; 3. Lapis
pondasi
bawah
(sub
base
course)
telford
dengan
ketebalan
20 cm; 4. Lapis subgrade.
Laston LPA ATB LPB Telford
Gambar 4.6. Penampang melintang jalan
Laston tebal 7 cm LPA ATB tebal 10 cm LPB Telford tebal 20 cm Tanah Dasar (Subgrade)
Gambar 4.7. Detail lapisan perkerasan jalan 4.1.4. Data Lalu Lintas 4.1.4.1. Kondisi dan Komposisi Lalu lintas Tipe jalan Jenderal Sudirman dua arah yaitu empat lajur terbagi oleh median jalan dengan lebar lajur 3 m sampai 4,5 m. Pemisahan arah lalu lintas 60 – 40 yaitu arus dari arah kota Semarang lebih besar dari arah kota Solo. Parkir menggunakan badan jalan yaitu pada lajur kiri dan kanan jalan, sehingga lajur efektif yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
digunakan untuk menampung lalu lintas hanya tersisa 2 lajur dengan lebar tiap lajur adalah 3 m. Penerapan jalan searah dilakukan dengan menghilangkan median jalan dan lajur kanan kiri jalan tetap digunakan sebagai parkir. Parkir yang semula bersudut 30° dan 45° berubah menjadi parkir paralel atau sejajar dengan sumbu jalan. Untuk menunjang pemberlakuan jalan searah dilakukan pengaturan lalu lintas antara lain yaitu kecepatan maksimum yang diperbolehkan 40 km/jam, adanya pembatasan akses angkutan umum dan kendaraan berat serta adanya jalur lambat. Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah dan searah dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
Gambar 4.8 Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah
Gambar 4.9 Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman searah Komposisi lalu lintas yang melewati ruas jalan dan persimpangan Jenderal Sudirman adalah sebagai berikut : a. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor beroda empat dengan dua gandar berjarak 2,0 – 3,0 m (termasuk penumpang, pick up) commit tokendaraan user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan dua gandar berjarak lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat (bus, truk 2 as, truk 3 as) c. Sepeda motor (MC), yaitu kendaraan beroda dua. d. Kendaraan tidak bermotor (UM) diantaranya sepeda, becak, dan kereta kuda. 4.1.4.2.Data Volume Jam Puncak Data volume jam puncak ruas jalan Jenderal Sudirman 2 (dua) arah didapatkan dengan mengalikan data Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dengan k (faktor LHRT) sebesar 9 %. Data LHRT diperoleh dari Instansi Dinas Perhubungan Kota Salatiga. Sedangkan data volume jam puncak jalan Jenderal Sudirman searah diperoleh dari hasil survei di lapangan diambil 2 (dua) jam setiap jam puncak pagi, siang, dan sore hari dari tiap hari pengamatan. Data volume jam puncak jalan Jenderal Sudirman searah dan dua arah dalam smp/jam ditunjukkan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Volume jam puncak jalan Jenderal Sudirman searah
Periode Waktu
Arus Total
ST (Lurus) LV
MC
HV
UM KT B
kend/ja m
smp/ja m
SM
MP U
PU
TK
BK
TB
BB
Pagi 06.30-07.30 06.45-07.45 07.00-08.00 07.15-08.15 07.30-08.30
1607 1564 1562 1523 1470
307 338 340 359 371
10 13 14 16 20
14 22 22 17 11
3 4 2 1 3
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
47 51 57 57 56
1988 1992 1997 1973 1931
1138 1159 1159 1155 1140
Siang 11.00-12.00 11.15-12.15 11.30-12.30 11.45-12.45 12.00-13.00
1495 1496 1481 1438 1416
452 451 472 443 445
13 11 13 15 16
7 6 6 5 7
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
57 70 73 88 90
2024 2034 2045 1989 1974
1220 1216 1232 1182 1176
Sore 16.00-17.00 16.15-17.15 16.30-17.30 16.45-17.45 17.00-18.00
1740 1826 1814 1742 1676
384 380 380 426 436
6 4 3 4 5
9 12 10 7 5
7 7 5 4 7
0 0 0 0 0
3 4 4 4 1
37 32 36 52 69
2186 2265 2252 2239 2199
1280 1321 1310 1317 1292
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2. Data lalu lintas harian rata-rata tahunan jalan Jenderal Sudirman dua arah
Tahun
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
2003
13520
3380
8510
8510
1591
1909
933
746
24554 14546
Arus Jam Punca k (LHRT x k) 1309
2009
20500
5125
15889 15889
2450
2950
1400
1120
40239 25074
2257
1
2
3
4
Arus
Sepeda motor
Kend ringan
Kend berat
non motor
Total
Tipe
smp/ jam
4.1.4.3. Data Volume Jam Puncak Simpang DPD Golkar Data volume jam puncak simpang DPD Golkar pada jalan Jenderal Sudirman searah didapatkan dari hasil survei di lapangan diambil 2 (dua) jam setiap jam puncak pagi, siang, sore. Volume jam puncak simpang ditunjukkan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Data volume jam puncak simpang DPD Golkar kondisi searah
Pendekat
Utara Selatan Barat
Sepeda Motor
Kend ringan
Kend
Smp
Kend
Smp
Kend
Smp
Kend
Smp
/jam
/jam
/jam
/jam
/jam
/jam
/jam
/jam
ST
1431
286,2
435
435
8
10
1874
731,6
RT
449
89,8
137
137
5
7
591
233,3
LT
50
10
43
43
-
-
93
53
ST
414
82.8
200
200
-
-
614
282.8
LT
114
22.8
19
19
-
-
133
41.8
RT
293
58.6
95
95
-
-
388
153.6
Arah
Kend berat
Kend bermotor
4.1.5. Data Kecepatan Terukur Kecepatan rata-rata kendaraan selain berdasarkan hasil perhitungan mengunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) juga dapat diukur secara langsung dengan mengunakan stopwatch pada kendaraan ringan. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan menggunakan stopwatch, didapatkan nilai kecepatan rata-rata kendaraan ringan pada jalan Jenderal Sudirman searah yang terukur adalah sebesar 33 km/jam dengan kecepatan arus bebasnya sebesar 37 km/jam.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.6. Data Hambatan Samping Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah; 1. Pejalan kaki; 2. Angkutan umum dan kendaran lain berhenti; 3. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan; 4. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda). Menurut MKJI 1997 tingkat hambatan samping telah dikelompokan dalam lima kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi jalan Jenderal Sudirman Salatiga, diperoleh bahwa kelas hambatan samping ruas jalan ini adalah pada tingkat sangat tinggi dimana diruas ini merupakan daerah komersial, serta terdapat aktivitas pasar di sisi jalan. 4.1.7. Data Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 diperoleh dari Badan Pusat Statistik sebesar 171.067 jiwa. 4.1.8. Data Tingkat Pertumbuhan Kendaraan Tingkat pertumbuhan kendaraan digunakan sebagai alat prediksi volume lalu lintas dalam mengevaluasi kinerja jalan dan kemampuan struktur jalan dalam mendukung beban lalu lintas selama umur layanan. Data pertumbuhan kendaraan di kota Salatiga ditunjukkan dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4. Tingkat pertumbuhan kendaraan No
Kendaraan
1
Jumlah kendaraan
2
Tingkat Pertumbuhan
3
Rata-rata
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
4687
5222
5400
5702
6716
11,41 %
3,29 %
5,59 %
17,78 %
9,5 %
Oleh karena jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan Arteri primer yang menghubungkan 2 kota besar pertumbuhan lalu-lintas juga dihitung dengan menggunakan data kenaikan LHR dari tahun 2003 ke tahun 2010 dengan commit to user menggunakan Persamaan:
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pn =PO (1 + i )n
(3.1)
40239 = 24554 (1 + i)n n = 9 % (digunakan i= 9,5 %) 4.1.9. Data Volume Lalu lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan. Pada umumnya volume yang dipakai dalam penentuan tebal perkerasan jalan adalah Lalu lintas harian rata-rata (LHR dengan satuan kendaraan/hari). Data LHR jalan Jenderal Sudirman searah didapatkan dari hasil survei di lapangan diambil 4 (empat) hari selama 24 jam dari tiap hari pengamatan. Pengamatan volume lalu lintas dilakukan pada hari jumat, minggu, senin serta hari rabu tanggal 8, 10, 11, dan 13 Oktober 2010. Data LHR jalan searah dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Data LHR jalan Jenderal Sudirman kondisi searah Tipe Jenis Total
1 Sepeda Motor (kend/jam) 16601
2 Kendaraan Ringan (kend/jam) 8715
3 Bus Kecil (kend/jam) 11
4 Bus Besar (kend/jam) 0
5 Truk 2 sumbu (kend/jam) 38
4.1.10. Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade Sifat tanah dasar akan mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu jalan keseluruhan. Sifat tanah dasar ini dinyatakan dengan nilai daya dukung tanah. Banyak metode untuk menentukan daya dukung tanah, untuk metode analisa komponen digunakan nilai DDT yang ditentukan dengan grafik korelasi terhadap nilai CBR. Data CBR lapangan yang digunakan didapatkan dari kontrak pekerjaan pemeliharaan jalan Jenderal Sudirman Salatiga sebesar 6 %. 4.1.11. Data Iklim Salah satu penyebab kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan adalah faktor iklim. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan. Data curah hujan digunakan dalam penentuan faktor regional sebagai salah satu parameter perhitungan tebal perkerasan lentur jalan. Pada Tabel 4.6 diberikan data commit to dan usertahun 2006. curah hujan tahunan Kota Salatiga tahun 2005
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6. Data curah hujan No.
Stasiun
1
Curah Hujan (mm) 2005
2006
Suruh, Senjoyo
1259
1412
2
Bawen
1728
1402
3
Candi dukuh, Banyu Biru
2217
1845
4
Mangunsari, Salatiga
2334
1753
4.1.12. Data Survei Kondisi Perkerasan Jalan 4.1.12.1. Data Unit Sampel Pengamatan kerusakan di lapangan dilakukan secara visual dengan mengambil tiap unit sampel seluas 700 m2 (panjang 50 meter x lebar 7 meter = 700 m2). Keseluruhan unit sampel yang diteliti sebanyak 9 unit sampel. Pembagian area penelitian jalan Jenderal Sudirman ke dalam unit – unit sampel dapat dilihat pada Gambar 4.10 : 900 m
7m
Unit Sampel 1
100 m
Unit Sampel 2
100 m
Unit Sampel 3
100 m
Unit Sampel 9
100 m
Gambar 4.10. Pembagian area penelitian dalam unit-unit sampel 4.1.12.2. Kerusakan permukaan jalan Dari hasil survei dapat diketahui jenis kerusakan jalan seperti terlihat pada lampiran 1 dan lampiran 2. Adapun kerusakan tiap-tiap unit sampel jalan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Unit Sampel 1 pada stationing m 0 + 000 – 0 + 100 m tidak terdapat kerusakan pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen ini. 2. Unit Sampel 2 pada stationing m 0 + 100 – m 0 + 200 tidak terdapat kerusakan commit to user pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
ini. Untuk kondisi perkerasan unit sampel 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Kondisi perkerasan unit sampel 1 dan 2 3. Unit Sampel 3 pada stationing m 0 + 200 – m 0 + 300 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, retak melintang, reveling (pelapukan dan butiran lepas), patching (tambalan). 4. Unit Sampel 4 pada stationing m 0 + 300 – m 0 + 400 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, retak memanjang, retak melintang, reveling, patching, pothole (lubang). Kondisi perkerasan unit sampel 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Kondisi perkerasan unit sampel 3 dan 4 5. Unit Sampel 5 pada stationing m 0 + 400 – m 0 + 500 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, retak melintang, ambles, reveling, patching, pothole, alur. 6. Unit Sampel 6 pada stationing m 0 + 500 – m 0 + 600 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, reveling, patching, pothole. Kondisi perkerasan unit sampel 5 dan 6 dapat dilihat pada Gambar 4.13. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.13. Kondisi perkerasan unit sampel 5 dan sampel 6 7. Unit Sampel 7 pada stationing m 0 + 600 – m 0 + 700 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, retak memanjang, reveling, patching, ambles, pothole. 8. Unit Sampel 8 pada stationing m 0 + 700 – m 0 + 800 jenis kerusakan yang terjadi adalah retak buaya, retak melintang, alur, reveling, patching. Kondisi unit sampel 7 dan 8 dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Kondisi perkerasan unit sampel 7 dan sampel 8 9. Unit Sampel 9 pada stationing m 0 + 800 – m 0 + 900 tidak terdapat kerusakan pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen ini. Kondisi perkerasan unit sampel 9 dapat dilihat pada Gambar 4.15.
commitperkerasan to user unit sampel 9 Gambar 4.15. Kondisi
perpustakaan.uns.ac.id
4.2.
61 digilib.uns.ac.id
Analisis Data
4.2.1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Salatiga 4.2.1.1. Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Dua arah Jalan Jenderal Sudirman dua arah terdiri dari 4 (empat) lajur dengan 2 (dua) arah terbagi oleh median. Lebar lajur 3 meter dan 4,5 m dari arah kota Semarang, sedangkan lebar lajur dari arah kota Solo 3 meter dan 4 meter. Analisis kinerja jalan dengan menggunakan formulir penyelesaian dari MKJI 1997 adalah sebagai berikut ini : 1.
Arus Total (Q) Nilai arus lalu lintas (Q) menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang dengan dikalikan ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk tiap kendaraan. Berdasarkan Tabel 4.2 nilai arus total pada ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah tahun 2003 sebesar 1309 smp/jam dan pada tahun 2009 sebesar 2257 smp/jam.
2.
Kecepatan Arus Bebas (Fv) Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dihitung berdasarkan Persamaan 2.4. FVo
= Kecepatan arus bebas Dasar dari Lampiran Tabel B-1 MKJI 1997
untuk kendaraan ringan (LV) dan tipe jalan empat lajur terbagi diperoleh 57 km/jam FVw
= Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari lampiran Tabel B-2 MKJI 1997 untuk tipe jalan empat lajur terbagi dan lebar lajur 3 m diperoleh - 4 km/jam
FFVSF
= Penyesuaian kondisi hambatan samping dari lampiran Tabel B-3 MKJI 1997 untuk jalan dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi diperoleh 0,96.
FFVCS
= Penyesuaian ukuran kota dari lampiran Tabel B-4 MKJI 1997 dengan jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067 jiwa atau berkisar antara 0.1 – 0.5 juta jiwa diperoleh 0,93
FV
= (57-4) x 0,96 x 0,93commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
= 47,32 km/jam 3.
Kapasitas (C) Perhitungan Kapasitas jalan menurut MKJI 1997 dihitung dengan mengacu pada Persamaan 2.3. Co
= Kapasitas dasar dari Tabel 2.1 untuk dua lajur diperoleh 3300
FCw
= Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 2.2 untuk lebar lajur 3 m dan tipe jalan empat lajur terbagi diperoleh 0,92
FCSP
= Penyesuaian akibat pemisahan arah dari Tabel 2.3 untuk jalan empat lajur dengan pemisahan arah 60/40 diperoleh 0,97
FCSF
= Penyesuaian Akibat Hambatan samping dari Tabel 2.4 untuk jalan searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi diperoleh 0,96
FCCS
= Penyesuaian berdasarkan Ukuran kota dari Tabel 2.5 dengan jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067 jiwa atau berkisar antara 0.1 – 0.5 juta jiwa diperoleh 0,90
C
= 3300 x 0,92 x 0,97 x 0,96 x 0,90 = 2544 smp/jam
4.
Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan dihitung dengan mengacu pada Persamaan 2.2. Perhitungan derajat kejenuhan ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Perhitungan derajat kejenuhan
5.
Tahun Survei
Q (smp/jam)
2003
1309
2009
2257
C(smp/jam) 2544
DS 0,51 (aman) 0,89 (tidak aman)
Kecepatan Kecepatan dalam analisis ini dilakukan berdasarkan 2 tinjauan yaitu kecepatan arus bebas sesungguhnya dan kecepatan sesungguhnya. Kecepatan sesungguhnya didapat dengan menggunakan grafik hubungan antara derajat kejenuhan (DS) dan kecepatan arus bebas (FV) diperoleh sebesar 49 km/jam dan commit to user 32 km/jam.
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Tingkat Pelayanan Jalan Menurut MKJI 1997 penentuan tingkat pelayanan jalan berdasarkan pada derajat kejenuhan ruas jalan tersebut. Nilai derajat kejenuhan ruas jalan Jenderal Sudirman pada tahun 2003 sebesar 0,51 dan tahun 2009 sebesar 0,89. Dengan mengacu pada Tabel 2.2 tingkat pelayanan ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah tahun 2009 berada pada level E.
4.2.1.2. Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Searah Dengan penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman lebar tiap lajur berubah menjadi 3,5 meter dengan kiri dan kanan jalan sebagai parkir paralel mobil. Analisis kinerja jalan dengan menggunakan formulir penyelesaian dari MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas one way street jalan Jenderal Sudirman No
Faktor Penyesuaian
1
Kecepatan arus bebas Dasar (Tabel B-1 MKJI 1997) untuk kendaraan ringan (LV) dan tipe jalan Dua lajur searah Akibat lebar jalur lalu lintas (Tabel B-2 MKJI 1997) Untuk tipe jalan searah dan lebar lajur 3.5 m Akibat Hambatan samping (Tabel B-3 MKJI 1997) Untuk jalan searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi Ukuran Kota (Tabel B-4 MKJI 1997) Dengan jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067 jiwa atau berkisar antara 0,1 – 0,5 juta jiwa Kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya
2
Formula
Kapasitas dasar (Tabel C-1 MKJI 1997) Untuk tipe jalan searah Akibat lebar jalur lalu lintas (Tabel C-2 MKJI 1997) Untuk lebar lajur 3,5 mdan tipe jalan searah Akibat pemisahan arah (Tabel C-3 MKJI 1997) Akibat Hambatan samping (Tabel C-4 MKJI 1997) Untuk jalan searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi Ukuran kota (Tabel C-5 MKJI 1997) Kapasitas sesungguhnya
commit to user
Nilai
FVo
57
FVw
0
FCsf
0,91
FFVcs
0,93
Fv
48,24
Co
3300
FCw
1,00
FCsp
1,00
FCsf
0,91
FCcs
0,90
C
2702,7
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Dari hasil penelitian volume seperti pada Tabel 4.1 dan hasil penelitian kapasitas ruas Jalan Jenderal Sudirman searah dapat dihitung nilai rasio derajat kejenuhan. Sesuai hasil pengolahan data lalu lintas pada ruas Jalan Jenderal Sudirman searah volume puncak tertinggi terjadi pada jam puncak 16.15 – 17.15 sebesar 1321 smp/jam dapat dilihat pada Tabel 4.1 sedangkan kapasitas jalan sebesar 2702,7 smp/jam, sehingga didapatkan nilai rasio derajat kejenuhan atau Degree of Saturation ( DS ) jalan Jenderal Sudirman searah sebesar = 1321/2702,7 = 0,49, kecepatan arus bebas sebesar 48,24 km/jam, dan dari gambar D-2:1 MKJI 1997 didapatkan kecepatan rata-rata sebesar 44 km/jam. Tingkat Pelayanan jalan Jenderal Sudirman searah berdasarkan MKJI 1997 berada pada level C dengan derajat kejenuhan sebesar 0,49. 4.2.1.3. Kinerja jalan Jenderal Sudirman searah tahun 2011 – 2015 Satuan mobil penumpang arus lalu lintas total pada jam puncak tahun 2010 sebesar 1321 smp/jam, dan cenderung meningkat sampai 2079 smp/jam. Arus lalu lintas yang meningkat tersebut akan menyebabkan kapasitas jalan akan semakin menurun dan kepadatan jalan semakin meningkat, yang akan menimbulkan pengaruh pada nilai derajat kejenuhan segmen jalan menjadi semakin tinggi. Kapasitas jalan tahun 2010 sebesar 2702,7, dan diasumsikan tidak mengalami perubahan sampai pada tahun 2015 dikarenakan tidak adanya perubahan akibat pengaruh hambatan samping, jumlah lajur jalan dan jumlah penduduk yang ada. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada ruas jalan Jenderal Sudirman searah mencapai derajat kejenuhan 0,49 pada tahun 2010, dan cenderung meningkat sampai 0,77 pada tahun 2011. Berdasarkan MKJI 1997 dengan derajat kejenuhan mencapai 0,77 telah melampaui nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan yaitu 0,75. 4.2.2. Analisis Kinerja Simpang DPD Golkar Jalan Jenderal Sudirman Salatiga 4.2.2.1. Arus jenuh dasar (So) Arus jenuh dasar merupakan awal hitungan untuk mendapatkan nilai kapasitas pada setiap lengan. SO = 600 x Wefektif (smp/jam) Misalnya lengan utara (arah Semarang) We = 3,5 m commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SO = 600 x 3,5 = 2100 m Selanjutnya besarnya arus jenuh setiap pendekat pada persimpangan disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Perhitungan arus jenuh dasar Kode Pendekatan Utara Selatan Barat
Tipe Pendekat P (Terlindung) P (Terlindung) P (Terlindung)
Lebar Efektif (m) (m) 3,5
Arus Jenuh dasar (SO) (smp/jam) 2100
7
4200
4
2400
4.2.2.2.Faktor Koreksi Untuk memperoleh nilai arus jenuh dasar yang disesuaikan, maka nilai arus jenuh dasar dikalikan terlebih dahulu dengan faktor koreksi terhadap ukuran kota (FCS), hambatan samping (FSF), kelandaian (FG), parkir (FP), koreksi belok kanan (FRT) maupun koreksi belok kiri (FLT). Untuk mendapatkan nilai faktor koreksi tersebut dapat dilihat pada Lampiran D MKJI 1997 tabel C-4. Rekapitulasi perhitungan untuk arus jenuh pada tiap – tiap pendekat seperti terlihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Perhitungan nilai arus jenuh Utara
Selatan
Barat
SO(smp/jam)
2100
4200
2400
FCS
0,83
0,83
0,83
FSF
0,98
0,96
0,95
FG
1,00
1,00
1,00
FP
1,00
1,00
1,00
FRT
1,04
1,00
1,20
FLT
1,00
0,94
0,91
S(smp/jam)
1776
3146
2074
4.2.2.3 Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR) Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.9 dapat diperoleh nilai Rasio Arus (FR) dan nilai Rasio Fase, maka dapat diperoleh Rasio Arus Simpang (IFR) seperti terlihat Dalam Tabel 4.11.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.11. Perhitungan rasio arus dan rasio fase Kode Pendekat Utara
Q (smp/jam) 233
S (smp/jam) 1776
Selatan
336
Barat
195
FR = Q/S
PR = FR/IFR
0,131
0,395
3146
0,107
0,321
2074
0,094
0,284
IFR=∑ Frcrit
0,332
4.2.2.4.Waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) dan waktu hijau (g) Dari rumus (2.7) waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) dan waktu hijau (g) diperoleh seperti dalam Tabel 4.12. Tabel 4.12. Perhitungan waktu hijau Pendekat
LTI
C
Utara Selatan
gi 9 detik
12,6 detik
36 detik
Barat
7 detik 7 detik
∑g
23 detik
4.2.2.5.Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS) Hitungan kapasitas tiap lengan tergantung pada rasio waktu hijau dan arus jenuh yang disesuaikan. Rumus yang digunakan adalah rumus (2.9) dan (2.10). Hasil Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan Kode Pendekat
Arus Lalu Lintas (Q)
Kapasitas (C)
Derajat Kejenuhan (DS)
Utara
233 smp/jam
495 smp /jam
0,513
Selatan
336 smp/jam
632 smp/jam
0,513
Barat
195 smp/jam
368 smp/jam
0,513
4.2.3. Analisis Kondisi Perkerasan Jalan 4.2.3.1. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh luas kerusakan, kedalaman ataupun lebar retak yang dipergunakan untuk menentukan kelas kerusakan jalan. Tahap akhir dari analisis nilai kondisi perkerasan adalah menentukan nilai Pavement commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Condition Index (PCI), yang selanjutnya digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan. Adapun urutan langkah demi langkah penggunaan metode PCI tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Membuat catatan mengenai lokasi kerusakan, jenis dan tingkat keparahan kerusakan. Hasil pengukuran kondisi kerusakan jalan dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran STA. M
Posisi KI
KA
0+236
Kelas Keru sa kan H
P M
L M
D Mm
A m2
64
0,80
-
51,20
Tambalan
Ukuran Lr mm
Ket
0+240
V
M
0,5
0,4
50
0,2
Lubang
0+240
V
L
3,0
0,05
15
0,15
Lubang
M
2,0
0,2
20
0,4
2
Retak memanjang
M
1,0
0,5
20
0,5
3
Retak buaya
H
0,4
0,4
60
0,16
V
H
6,0
0,4
20
2,4
2
Retak Buaya
V
M
4,5
0,2
10
0,9
2
Retak Melintang
0+260
V
M
0,7
0,3
10
0,21
1
Retak Melintang
0+261
V
M
0,4
0,4
10
0,16
1
Retak Melintang
M
0,8
0,2
15
0,16
1
Retak Melintang
0+242
V
0+242 0+250
V V
0+250 0+256
0+264
V
V
Lubang
0+270
V
M
1,0
0,2
10
0,2
Revelling
0+275
V
H
6,0
0,5
20
3,0
3
Retak Buaya
0+277
V
H
2,0
0,4
20
0,8
3
Retak Buaya
0+280
V
H
10
0,5
20
5,0
2
Retak Buaya
0+285
V
H
4,0
0,6
20
2,4
2
Retak Buaya
0+290
V
H
5,0
0,4
20
2,0
2
Retak Buaya
0+294
V
M
4,0
0,3
10
1,2
Revelling
H
100
0,8
80
Tambalan
M
5,0
0,4
10
2,0
Revelling
M
0,4
0,3
15
0,12
2
Retak Melintang
M
2,0
0,4
15
0,8
1
Retak Memanjang
2
Retak Buaya
0+301 0+305
V
0+307 0+309
V V
0+320
V
H
4,0
0,5
20
2,0
0+323 0+326
V
M
5,3
0,2
20
1,06
V
H
8,2
0,5 15 commit to user 4,1
Revelling 3
Retak Buaya
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran (lanjutan) Sta m
Posisi Ki
Ka
Kelas kerusa kan
Ukuran P
L
D
A
Lr
m
M
mm
m2
Mm
Ket
0+330
V
M
0,3
0,2
40
0,6
Lubang
0+345
V
M
4,2
0,3
20
1,26
Revelling Lubang
0+348
V
M
0,2
0,2
50
0,4
0+352
V
H
4,1
0.3
20
1,23
3
Retak Buaya
M
0,6
0,2
20
0,12
1
Retak Melintang
0+370
V
0+372
V
M
5,3
0,3
20
1,59
1
Retak Memanjang
0+394
V
H
6,2
0,4
20
2,48
2
Retak Buaya
H
100
0,8
M
0,3
0,3
H
6,0
M
0+401 0+401
V
0+401 0+401
V V
80
Tambalan
30
0,9
Lubang
0,4
30
2,4
12
0,2
20
2,4
Alur Revelling
3
Retak buaya
0+405
V
M
6,0
0,4
10
2,4
0+410
V
M
0,5
0,2
10
0,1
2
Retak Melintang
0+416
V
M
0,3
0,3
10
0,9
2
Retak Melintang
0+420
V
M
4,6
0,2
10
0,92
Revelling
0+440
V
M
14
0,8
30
11,2
Ambles
M
8,5
0,4
20
3,4
Alur
H
85
0,8
68
Tambalan
M
4,5
0,4
15
1,8
M
6,0
0,4
10
2,4
Revelling Lubang
0+475
V
0+500 0+502
V
0+505
V
3
Retak Buaya
0+525
V
L
0,7
0,4
20
0,28
0+531
V
M
4,2
0,3
30
1,26
0+545
V
L
0,4
0,25
15
0,1
0+551
V
M
4,0
0,35
20
1,4
0+551
V
M
6,2
0,4
10
2,48
Revelling
0+567
V
M
0,3
0,3
20
0,9
Lubang
0+571
V
L
0,2
0,15
10
0,03
Lubang
0+587
V
M
8,1
0,2
10
1,62
Revelling
M
4,1
0,2
10
0,82
Revelling
H
100
0,8
80
Tambalan
M
4,5
0+591 0+600 0+621
V V
0,5 to 30user 2,25 commit
3
Retak Buaya Lubang
3
3
Retak Buaya
Retak Buaya
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran (lanjutan) Sta m
Posisi Ki
Ka
Kelas kerusa kan
Ukuran P
L
D
A
Lr
m
M
mm
m2
mm 2
Ket
0+631
V
M
4,9
0,5
20
2,45
Retak Buaya
0+650
V
M
6,5
0,4
20
2,6
Revelling Ambles
0+667
V
M
12,5
1,1
45
13,75
0+667
V
M
8,0
0,5
20
4,0
0+675
V
M
0,4
0,3
50
0,12
0+676
V
M
4,0
0,4
20
1,6
1
Retak Buaya
M
4,5
0,5
20
2,25
1
Retak Buaya
0+680
V
1
Retak memanjang Lubang
0+690
V
M
4,5
0,4
20
1,8
Revelling
0+700
V
L
15
0,6
20
9,0
Ambles
H
30
0,8
24
Tambalan
M
12
0,2
10
2,4
Alur
M
8,0
0,4
10
3,2
Revelling
0+700 0+710 0+710
V V
0+720
V
M
0,6
0,5
20
0,3
0+724
V
H
0,5
0,4
60
0,2
M
5,0
0,5
20
2,5
0+730
2.
V
1
Retak Melintang Lubang
2
Retak Buaya
Memasukkan nilai luasan kerusakan ke dalam tabel PCI. (Tabel 4.5) atau seperti pada Lampiran 5. Misalnya untuk luas kerusakan tambalan : 64 m x 0,8 m = 51,20 m2 (dengan kondisi kerusakan medium)
3.
Menentukan kerapatan (density) kerusakan. Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut : Density (%) = Luas Kerusakan/Luas Perkerasan x 100%. Misal luas total tambalan
= 51,20 m2
Luas perkerasan = 7 m x 100 m = 700 m2 Density = (51,20/700) x 100% = 7,31 % Hasil selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 4.15.
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.15. Perhitungan PCI
4.
Mencari deduct value (DV) Deduct value (DV) adalah suatu nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan (severity level). Kurva tersebut berupa grafik jenis-jenis kerusakan dari A-1 sampai A-19. Adapun cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukkan presentase densitas pada grafik masing-masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high), selanjutnya ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Contoh grafik yang digunakan untuk mencari nilai DV dapat dilihat pada Gambar 4.16. berikut ini : Patching dengan densitas
= 7,31 %
Deduct value
= 45 %
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.16. Grafik deduct value untuk patching 5. Menjumlahkan total deduct value Total deduct value atau nilai pengurang total diperoleh pada suatu Unit Sampel dengan menambahkan seluruh nilai pengurang individual. 6. Mencari corrected deduct value Corrected deduct value (CDV) diperoleh dengan jalan memasukkan nilai TDV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertical pada nilai TDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah masukan dengan DV > 2 grafik CDV. Misal
didapatkan
:
TDV
= 54
q
=1
CDV
= 54
seperti terlihat pada Gambar 4.17. berikut ini :
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.17. Corrected deduct value 7. Menghitung nilai kondisi perkerasan Nilai PCI atau nilai kondisi perkerasan dihitung dengan mengurangkan nilai 100 dengan CDV maksimum. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut : PCI
= 100 – CDV
PCI
= nilai kondisi perkerasan
CDV
= Corrected Deduct Value
Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukkan kondisi perkerasan pada segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik atau bahkan buruk sekali dengan menggunakan parameter PCI. Untuk formulir perhitungan PCI dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Formulir perhitungan PCI untuk unit sampel Hitungan PCI untuk Jalan dengan Permukaan Diperkeras No.
Deduct Value (DV)
TDV
q
CDV
1
45
42
28
15
6
1
0
137
5
72
2
45
42
28
15
2
1
0
133
4
75
3
45
42
28
2
2
1
0
120
3
74
4
45
42
2
2
2
1
0
94
2
66
5
45
2
2
2
2
1
0
54
1
54
M
=
6.051
>
6
PCI
=
100
-
CDV
=
100
-
75
=
25
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Prioritas penanganan kerusakan Nilai kondisi perkerasan tiap Unit Sampel yang diperoleh kemudian dipergunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan, yaitu dengan memprioritaskan penanganan kerusakan pada perkerasan yang mempunyai nilai kondisi perkerasan yang terkecil lebih dahulu. Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan keseluruhan (pada ruas jalan yang ditinjau) adalah dengan menjumlah semua nilai kondisi perkerasan pada tiap-tiap segmen dan membaginya dengan total jumlah segmen. Rumus yang dipakai sebagai berikut : Rata-rata PCI untuk ruas jalan = PCI Tiap Segmen/Jumlah Segmen Hasil akhir dari analisis PCI untuk tiap jenis Unit Sampel dan nilai PCI rata-rata (nilai kondisi perkerasan) keseluruhan pada ruas Jalan Jenderal Sudirman dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Nilai PCI Tiap Segmen dan PCI Rata-rata jalan Jenderal Sudirman No.
Unit Sampel (Km)
Luas segmen (m2)
PCI
1 2 3 4 5 6 7 8 9
m 0 + 000 – m 0 + 100 m 0 + 100 – m 0 + 200 m 0 + 200 – m 0 + 300 m 0 + 300 – m 0 + 400 m 0 + 400 – m 0 + 500 m 0 + 500 – m 0 + 600 m 0 + 600 – m 0 + 700 m 0 + 700 – m 0 + 800 m 0 + 800 – m 0 + 900
700 700 700 700 700 700 700 700 700
100 100 25 12 16 20 28 48 100
Jumlah Rata-rata PCI = Total Nilai PCI / Jumlah Segmen
449 49,89
Rata-rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter seperti terlihat pada Gambar 4.18. sehingga didapatkan tingkat kerusakan jalan. Nilai ratarata PCI sebesar 49,89 setelah dimasukkan ke parameter didapat kondisi jalan jelek ( poor), sehingga jalan perlu penanganan.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.18. Indeks dan kondisi Lapis Permukaan Jalan 4.2.4. Analisis Kekuatan Perkerasan Jalan Analisis kekuatan Perkerasan Jalan Jenderal Sudirman dilakukan dengan cara mengambil benda uji hasil core drill perkerasan jalan, kemudian diikuti dengan pengujian kekuatan lapisan perkerasan dengan Marshall test. Pengujian Marshall bertujuan untuk menentukan ketahanan (stability) terhadap kelelehan plastis (flow) yang dialami suatu campuran beraspal. Susunan lapisan perkerasan jalan akan diteliti apakah memenuhi syarat untuk menahan beban yang terjadi atau tidak. Lapisan perkerasan yang ditinjau hanya pada lapisan permukaan perkerasan jalan yang berupa Laston setebal 7 cm. Pengujian dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kekuatan perkerasan tersebut. Pengambilan benda uji dari lokasi penelitian dilakukan dengan cara core drill kemudian di uji dengan Marshall Test untuk mendapatkan nilai stabilitas. Setelah didapatkan nilai stabilitas kemudian dikorelasikan untuk mendapatkan koefisien kekuatan relative. Gambar benda uji sebelum dan sesudah pengujian Marshall dapat dilihat pada Gambar 4.19.
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.19. Benda uji sebelum dan sesudah pengujian Pengujian benda uji pertama mendapatkan nilai stabilitas sebagai berikut : Pembacaan stabilitas
= 40 lb
Nilai stabilitas setelah kalibrasi
= stabilitas * faktor kalibrasi * konversi = 40 * 30,272 * 0,4536 = 549, 255
Koreksi tebal
= 0,83
Nilai stabilitas terkoreksi
= 549,255*0,83 = 455,9 kg
Tabel 4.18. Data hasil Marshall test Stabilitas
Rata tebal
(Lb)
(cm)
Stabilitas Kalibrasi (kg)
1
40
7,1
549,3
0,83
455,9
2
40
7,0
549,3
0,84
461,4
3
10
7,1
137,3
0,83
113,9
Benda uji
Rata-rata
Koreksi tebal
412
Stabilitas Terkoreksi (kg)
343,7
Nilai stabilitas rata-rata dari ketiga benda uji didapatkan sebesar 343,7 kg. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Jumlah LHR yang diperoleh dari hasil survei pada jalan Jenderal Sudirman adalah sebagai berikut:
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kendaraan ringan 2 ton
=
8715
Bus 8 ton
=
11
Truk 2 as 13 ton
=
38
LHR (kendaraan/hari/jalur)
=
8764
Perhitungan Faktor Ekivalen Beban Gandar Standar Kumulatif Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) =
(10KN/53 KN)4 + 0,0002 = 0,0015
Bus 8 ton (3 + 5)
=
(30KN/53KN)4 + 0,134
= 0,237
Truk 2 as 13 ton (5 + 8)
=
(50KN/53KN)4 + 0,903
= 1,695
Penentuan Beban Gandar standar untuk lajur rencana perhari W18 perhari
= 8715 x 0,0015 + 11 x 0,237 + 38 x 1,695 = 80,09
Mengacu pada Tabel 2.31. dengan beban gandar standar perhari sebesar 80,09 maka Jalan Jenderal Sudirman termasuk dalam pelayanan lalu lintas sedang yaitu diantara 50 – 500. Oleh karena itu berdasarkan SNI Nomor 03-1787-1989 tentang “Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya” campuran Laston untuk kondisi lalu lintas sedang harus memenuhi syarat stabilitas minimal 450 kg sedangkan menurut Spesifikasi umum Kebinamargaan tahun 2009 syarat stabilitas minimal campuran Laston sudah meningkat menjadi 800 kg. Dengan stabilitas rata-rata sebesar 343,7 kg maka perkerasan jalan Jenderal Sudirman sudah tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalu lintas sedang sehingga diperlukan penanganan jalan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan. 4.2.5 Pemeliharaan Kerusakan Jalan 4.2.5.1. Pemeliharaan Rutin Untuk menentukan jenis penanganan kerusakan jalan di ruas Jalan Jenderal Sudirman, maka harus diadakan pemilihan terhadap jenis dan luas kerusakan yang terjadi. Penanganan kerusakan permukaan jalan pada lapis lentur menggunakan metode perbaikan standar Bina Marga 1995. Metode ini digunakan untuk pemeliharaan terhadap kerusakan fungsional jalan sehingga bertujuan untuk mengembalikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan. Manual Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Provinsi 1995 mengklasifikasikan metode perbaikan standar untuk pemeliharaan kerusakan commit to user fungsional untuk jalan menjadi 6 macam, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
1. Penebaran Pasir (P1) Penebaran pasir ini digunakan untuk menangani jenis kerusakan asphalt bleeding. Metode perbaikan penebaran pasir tidak diperlukan karena pada ruas jalan yang ditinjau tidak terdapat kerusakan dengan tipe tersebut. 2. Pengaspalan (P2) Jenis-jenis kerusakan yang diperbaiki dengan laburan aspal setempat adalah kerusakan retak buaya, retak kotak, retak memenjang dan melintang dengan lebar < 2 mm, dan tergerus (revelling) dengan total kerusakan yang harus diperbaiki dengan metode pengaspalan ini adalah seluas 36,05 m2. 3. Penutupan retakan (P3) Penutupan retakan ini digunakan untuk memperbaiki kerusakan retak satu arah letak refleksi dengan lebar retakan < 2 mm. Metode perbaikan melapisi retakan tidak diperlukan karena pada ruas jalan yang ditinjau tidak terdapat kerusakan dengan tipe tersebut. 4. Mengisi Retakan (P4) Kerusakan yang diperbaiki dengan metode mengisi retakan ini adalah kerusakan retak memanjang dan melintang dengan lebar retak > 2 mm. Total kerusakan yang harus diperbaiki dengan metode mengisi retakan adalah seluas 1,52 m2. 5. Penambalan lubang (P5) Kerusakan yang diperbaiki dengan metode ini adalah retak kotak, retak buaya dengan lebar retak > 2 mm dan penurunan/ambles, dan lubang dengan kedalaman > 50 mm dengan luas kerusakan sebesar 41,75 m2. 6. Perataan (P6) Kerusakan yang perlu diperbaiki dengan perataan adalah penurunan/ambles , lubang dengan kedalaman 10-50 mm, alur kedalaman < 30 mm, tambalan dengan luas 428,31 m2. 4.2.5.2 Pemeliharaan Berkala Kerusakan struktural jalan yaitu kerusakan yang menyebabkan perkerasan tidak mampu menahan beban yang bekerja diatasnya. Untuk mengetahui apakah perlu dilakukan pemeliharaan terhadap kerusakan struktural dilakukan evaluasi commit to user kekuatan perkerasan jalan.
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan diketahui tebal dan kondisi serta kekuatan masing-masing lapisan perkerasan dapat diperoleh Indeks Tebal Perkerasan jalan eksisting (ITPad). Melalui perhitungan beban lalu lintas rencana yang melalui jalan tersebut dapat diperoleh Indeks Tebal Perkerasan jalan yang diperlukan untuk perencanaan (ITPperlu). Dengan parameter (ITPad) dan (ITPperlu) kekuatan perkerasan jalan dievaluasi dengan menggunakan Metode Analisa Komponen SKBI 1987 Bina Marga apakah tebal perkerasan yang ada masih dapat melayani beban kendaraan selama umur rencana yang ditentukan. 1.
Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan jalan (ITPada) Nilai Indeks Tebal Perkerasan jalan (ITPada) menggambarkan kekuatan
lapisan perkerasan berdasarkan jenis dan ketebalan lapisan struktur perkerasan. Langkah-langkah perhitungan nilai ITPada adalah: 1. Kekuatan eksisting jalan Koefisien kekuatan relatif dari jenis lapisan perkerasan berdasarkan Tabel 2.31 adalah: Laston
a1
=
0,30
ATB
a2
=
0,24
Telford
a3
=
0,13
2. Tebal lapisan perkerasan Tebal lapisan perkerasan sesuai hasil test pit adalah: Laston
D1
=
7 cm
ATB
D2
=
10 cm
Telford
D3
=
20 cm
3. Kondisi perkerasan jalan lama (berdasarkan hasil survei) Nilai kondisi lapis pondasi ditentukan berdasarkan hasil survei kerusakan pada permukaan, sedangkan untuk lapis pondasi bawah melalui pendekatan nilai Plastisitas Indeks (PI), sehingga berdasarkan kriteria pada Tabel 2.29 diperoleh: Laston (Retak banyak)
P1
=
40 %
ATB (Retak banyak)
P2
=
40 %
Telford (Plastisitas Indeks > 6)
P3
=
70 %
4. Nilai Indeks Tebal Perkerasan yang ada (ITPada) Nilai ITPada dihitung dengan menggunakan rumus: commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ITPada = P1.a1.D1 + P2.a2.D2 + P3.a3.D3 Sehingga diperoleh:
2.
Laston
=
40 % x 0,30 x 7
=
0,84
ATB
=
40 % x 0,24 x 10
=
0,96
Telford
=
70 % x 0,13 x 20
=
1,82
ITPada
=
3,62
Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan yang diperlukan Nilai Indeks Tebal Perkerasan yang diperlukan (ITPperlu) menggambarkan
kebutuhan struktur perkerasan dalam melayani beban kendaraan selama umur rencana yang ditentukan. Langkah-langkah perhitungan ITPperlu adalah: 1. Beban lalu lintas primer (LHR) Jenis kendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut terdiri dari: a. Sepeda motor ; b. Kendaraan ringan, seperti kendaraan pribadi (sedan, jeep, mini bus) dan kendaraan barang (mini bus, pick up); c. Kendaraan berat diantaranya bus kecil dan besar, serta truk 2 as. Jenis kendaraan yang diperhitungkan dalam Metode Analisa Komponen adalah minimal jenis kendaraan ringan 2 ton, jumlah LHR yang diperoleh dari hasil survei pada jalan Jenderal Sudirman adalah sebagai berikut: Kendaraan ringan 2 ton
=
8715
Bus kecil
=
11
Truk 2 as 13 ton
=
38
LHR (kendaraan/hari/jalur)
=
8764
2. Pertumbuhan lalu lintas (m) Angka pertumbuhan lalu lintas diperlukan untuk menghitung prediksi arus lalu lintas selama periode tertentu berdasarkan jumlah kendaraan. Nilai pertumbuhan lalu-lintas (m) diperoleh dari angka pertumbuhan kendaraan yang ada di Kota Salatiga berdasarkan data yang ada diperoleh : Pertumbuhan lalu lintas (m)
=
9.5 % per tahun
3. Menghitung Angka Ekivalen (E) Perhitungan angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan adalah: Kendaraan ringan 2 ton
= 0,0002 + 0,0002 commit to user
=
0,0004
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bus 8 ton
=
0,0183 + 0,1410
=
0,1593
Truk 2 as 13 ton
=
0,1410 + 0,9238
=
1,0648
4. Menghitung Lintas Ekivaken Permulaan (LEP) LEP = LHRj x Cj x Ej Kendaraan ringan 2 ton
=
8715 x 0,6 x 0,0004 =
2,09
Bus 8 ton
=
11 x 0,7 x 0,1593 =
1,23
Truk 2 as 13 ton
=
38 x 0,7 x 1,0648 =
28,32
LEP
=
31,64
5. Menghitung Lintas Ekivaken Akhir (LEA) LEA = LHRj (1 + m)UR x Cj x Ej Umur rencana (UR) perkerasan jalan yang diperhitungkan adalah 5 tahun. Dengan asumsi apakah perkerasan jalan yang ada masih mampu melayani lalu lintas pada tahun 2015. (1 + m)UR
=
1,574 tahun
Kendaraan ringan 2 ton
=
8715 x 1,574 x 0,6 x 0,0004 = 3,293
Bus 8 ton
=
11 x 1,574 x 0,7 x 0,3106 = 1,931
Truk 2 as 13 ton
=
38 x 1,574 x 0,7 x 0,1593 = 44,588
sehingga:
LEA
= 49,812
6. Menghitung Lintas Ekivaken Tengah (LET) LET
=
0,5 x (LEP + LEA)
LET5
=
0,5 x (31,64+ 49,812)
LET5
=
40,727
7. Menghitung Lintas Ekivaken Rencana (LER) LER
=
LET x FP
LER5
=
LET x UR/10
LER5
=
40,727 x 0,5
LER5
=
20,363
8. Daya dukung Tanah Dasar (DDT) Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditentukan berdasarkan nilai CBR tanah dasar (subgrade). Dari Grafik Korelasi CBR dengancommit DDT diperoleh: to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DDT
=
5
9. Faktor Regional (FR) Faktor Regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi jalan dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Penentuan FR menggunakan Tabel 2.26. sehingga diperoleh: Kelandaian
=
2,00 %
% kend. berat
=
0,5 %
Curah hujan
=
2334 mm/thn
FR
=
1,5
(< 30 %)
10. Indeks Permukaan (IP) a. Indeks Permukaan Awal (IPo) Berdasarkan Tabel 2.28 untuk permukaan Laston diperoleh nilai IPo sebesar: IPo
=
3,9 – 3,5
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) Penentuan IP pada akhir umur rencana perlu mempertimbangkan faktorfaktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah ekivalen rencana (LER) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.27. Status jalan
=
arteri primer (nomor ruas 015 14 K)
LER
=
3,3
IPt
=
1,5 – 2,0
11. Indeks Tebal Perkerasan akhir umur rencana (ITPperlu) Nilai ITPperlu ditentukan berdasarkan: DDT
=
5
LER1
=
3,3
FR
=
1,5
IPo
=
3,9 – 3,5
IPt
=
1,5 – 2,0
Dari nomogram 4 (Lampiran grafik untuk mencari ITP) diperoleh: ITP5
=
5,2 commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Perhitungan Selisih ITPperlu dan ITPada ((∆ITP) Perhitungan dilakukan untuk mengetahui apakah perkerasan jalan yang ada
masih mampu menahan beban lalu lintas berdasarkan proyeksi nilai LHR sesuai umur rencana. Jika nilai ∆ITP bernilai positif maka diperlukan pemeliharaan jalan dengan lapis tambah perkerasan (overlay). Sebaliknya jika nilai ∆ITP bernilai negatif tidak diperlukan lapis tambah, hanya dilakukan pemeliharaan rutin jalan saja. ∆ITP = ITPperlu – ITPada ∆ITP = 5,2 – 3,62 ∆ITP = 1,58 Nilai ∆ITP ruas jalan Jenderal Sudirman didapatkan 1,58. Dengan demikian untuk melayani lalu lintas dengan umur rencana 5 tahun diperlukan penanganan kerusakan jalan berupa pelapisan ulang/overlay. 4.
Perhitungan tebal overlay Perkerasan untuk overlay yang digunakan adalah Laston (AC) dikarenakan
untuk dapat melayani lalu lintas yang tinggi. ∆d1 (overlay)
= ∆ITP/a1
∆d1 (UR = 5 th)
= 1,58/0,4 = 3,95
∆d1 (UR = 5 th)
≈ 5,00 cm
Dari perhitungan diatas diperoleh tebal overlay setebal 5,00 cm untuk umur rencana 5 tahun dengan menggunakan Laston.
4.3.
Pembahasan
4.3.1. Pembahasan Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman 4.3.1.1 Arus Lalu lintas Total (Q) Arus atau volume lalu lintas pada suatu jalan raya diukur berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati segmen tertentu selama selang waktu tertentu. Satuan mobil penumpang arus lalu lintas total jalan Jenderal Sudirman dua arah pada jam puncak tahun 2003 sebesar 1309 smp/jam, dan meningkat sampai 2257 smp/jam pada tahun 2009. Setelah dilakukan perubahan menjadi jalan searah pada tahun 2010, arus lalu lintas total pada jam puncak turun menjadi 1321 smp/jam.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3.1.2. Kapasitas Kapasitas merupakan arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu. Untuk kondisi dua arah jalan yang merupakan jalan terbagi, kapasitas dihitung per arah sedangkan untuk kondisi jalan searah kapasitas jalan dihitung total searah. Perhitungan Kapasitas total untuk dua arah tahun 2003 dan tahun 2009 adalah sama sebesar 2544 smp/jam. Hal ini terjadi dikarenakan parameter-parameter jalan yang digunakan untuk mengukur kapasitas baik jumlah jalur dan lajur jalan, serta faktor penyesuaian akibat ukuran kota tidak mengalami perubahan nilai. Setelah menjadi jalan searah kapasitas total menjadi 2703 smp/jam. Hal ini dikarenakan adanya pertambahan lebar lajur yang semula 3 m menjadi 3,5 m dan faktor penyesuaian hambatan samping yang berbeda. 4.3.1.3. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) merupakan nilai perbandingan antara besarnya arus atau volume lalu lintas pada suatu jalan dengan kapasitas jalan tersebut. Hasil analisis menggunakan metode MKJI 1997 menunjukkan bahwa pada ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah pada tahun 2003 mencapai derajat kejenuhan 0,51 dan meningkat menjadi 0,89 pada tahun 2009 sehingga tidak memenuhi nilai derajat kejenuhan yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0,75. Setelah diterapkan jalan searah pada awal tahun 2010, derajat kejenuhan ruas jalan Jenderal Sudirman turun menjadi 0,49. Hal ini bisa terjadi dikarenakan dengan nilai volume arus lalu lintas yang turun dan nilai kapasitas jalan kondisi searah yang lebih besar sehingga nilai derajat kejenuhan menjadi turun. Dengan derajat kejenuhan 0,49 ruas jalan memenuhi nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan. Dari hasil analisis untuk proyeksi lalu lintas 5 tahun mendatang derajat kejenuhan didapatkan sebesar 0,77 sehingga sudah tidak memenuhi standar kelayakan lagi. Dalam usaha untuk mengurangi derajat kejenuhan jalan Jenderal Sudirman searah tahun 2015 dibutuhkan perbaikan kinerja jalan, agar penerapan jalan searah memenuhi tujuan yang diinginkan. Perbaikan yang bisa dilakukan antara lain : commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. (Parkir satu sisi dihilangkan) Sebagai alternatif perbaikan lalu lintas yaitu dengan penambahan 1 lajur pada sisi kanan jalan akan menambah kapasitas jalan. Hal ini masih memungkinkan dikarenakan parkir mobil masih dapat ditempatkan pada sisi kiri jalan. Dengan penambahan satu lajur akan didapatkan nilai kapasitas semakin besar sehingga mengurangi derajat kejenuhan yang terjadi pada tahun 2015 menjadi sebesar 0,51. Dengan derajat kejenuhan sebesar 0,51 ruas jalan memenuhi nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan. Perbandingan perilaku lalu lintas yang terjadi ditunjukkan pada Tabel 4.19. Tabel 4.19. Perilaku lalu lintas Tahun 2015
Kondisi Awal
Skenario 1
Q
C
DS
Q
C
DS
2079
2702,7
0,77
2079
4054
0,51
4.3.1.4. Tingkat Pelayanan Berdasarkan MKJI 1997 ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah berada pada level E dengan derajat kejenuhan pada tahun 2009 sebesar 0.89. Tingkat pelayanan E menunjukkan bahwa arus lalu lintas berada pada kapasitas arus tidak stabil dan kecepatan terkadang berhenti. Penerapan jalan searah pada jalan tersebut menjadikan tingkat pelayanan jalan menjadi lebih baik dikarenakan adanya penurunan nilai derajat kejenuhan menjadi 0.49. Dengan nilai derajat kejenuhan 0,49 tingkat pelayanan jalan berada pada level C dimana arus lalu lintas jalan stabil, pemilihan kecepatan terbatas dalam batas-batas kecepatan jalan yang masih memuaskan. Kecepatan perjalanan rata-rata pada jalan Jenderal Sudirman searah hasil analisis MKJI 1997 sebesar 44 km/jam sedangkan kecepatan perjalanan hasil pengukuran dengan menggunakan stopwatch didapat 33 km/jam. Berdasarkan Highway Capacity Manual tahun 2000 pengukuran tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan berdasarkan kecepatan rata-rata perjalanan. Menurut hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pelayanan jalan Jenderal Sudirman searah memiliki tingkat pelayanan yang kurang baik sebagai jalan arteri primer yaitu C untuk kecepatan perjalanan rata-rata 44 km/jam, dan D untuk kecepatan perjalanan rata-rata commit to user sebesar 33 km/jam. Sedangkan menurut PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan,
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
kecepatan minimum untuk jalan Arteri primer adalah 60 km/jam. Kendati tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja jalan, kerusakan jalan membuat arus lalu lintas menjadi lambat. Hal ini berdampak kepada kepadatan kendaraan. Selain itu kurang baiknya tingkat pelayanan jalan ini juga disebabkan oleh permasalahan lalulintas yang berupa tingginya hambatan samping, serta terbatasnya kapasitas jalan. 4.3.2. Pembahasan Kinerja Simpang Golkar Berdasarkan hasil perhitungan data dapat diketahui bahwa kapasitas simpang Golkar yang menghubungkan antara jalan searah dan jalan dua arah pada Jalan Jenderal Sudirman salatiga setelah penerapan jalan searah masih mampu melayani transportasi lalu lintas yang melewati simpang, karena pada masing-masing pendekat nilai Derajat kejenuhan < 0,85 sesuai yang dipersyaratkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia(MKJI) tahun 1997. Hal ini berarti bahwa kapasitas simpang masih jauh dari titik jenuh dengan dibuktikan melalui hasil perhitungan pada Tabel 4.13 dimana derajat kejenuhan masing-masing pendekat sebesar 0,513. Melihat hasil perhitungan data diketahui bahwa simpang Golkar pada jalan Jenderal Sudirman kondisi searah masih aman. 4.3.3. Pembahasan Kondisi Perkerasan Jalan Berdasarkan hasil analisis didapatkan beberapa hal sebagai berikut : 1.
Nilai PCI rata-rata jalan Jenderal Sudirman setelah penerapan lalu lintas searah adalah 49,89 berarti jalan dalam kondisi jelek (poor).
2.
Luas kerusakan total pada jalan Jenderal Sudirman adalah 505,57 m2 dan didominasi oleh jenis kerusakan yang sama yaitu tambalan (patching) sebesar 75,79 %. Sedangkan kerusakan lainnya yang cukup signifikan adalah kerusakan alligator cracking sebesar 8,9 %.
3.
Luas kerusakan paling banyak terjadi pada unit segmen 7 yang terletak di sta 0 – + 600 – 0 + 700 dengan luas kerusakan 110,82 m2 sedangkan pada unit segmen 1, 2 dan 9 tidak ditemukan kerusakan pada permukaan jalan dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang (overlay) pada unit segmen tersebut.
4.
Agar supaya kerusakan yang telah terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih commit to user perbaikan pada unit-unit sampel parah, maka perlu segera dilakukan tindakan
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian yang mengalami kerusakan sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih tinggi. Penanganan kerusakan dilakukan berdasarkan prioritas tingkat kerusakan. 5.
Prioritas penanganan pertama dilakukan pada unit sampel penelitian dengan nilai PCI terkecil, yaitu nomor 4 dengan nilai PCI sebesar 12 (very poor).
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya kerusakan jalan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil analisis kerusakan di lapangan pada ruas jalan Jenderal Sudirman adalah ; 1.
Tambalan (patching) pada ruas jalan Jenderal Sudirman adalah sebagai akibat adanya pembongkaran pada median jalan. Kerusakan tambalan disebabkan karena pemasangan material bawah buruk, dan juga kurangnya pemadatan baik pada material urugan pondasi maupun pada tambalan material aspal sehingga tambalan menjadi rusak dan menimbulkan disintegrasi, retak, terkelupas bahkan mengakibatkan lubang– lubang besar pada jalan. Kerusakan tambalan (patching) dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20. Kerusakan tambalan (patching) 2.
Repetisi atau pengulangan beban lalu lintas di ruas jalan Jenderal Sudirman yang merupakan jalan arteri primer dan umur jalan yang sudah cukup lama, yaitu lebih dari 10 tahun, hal ini menyebabkan perkerasan mengalami kelelahan (fatigue) sehingga menimbulkan banyak kerusakan retak kulit buaya (alligator crack). Kerusakan retak kulit buaya pada jalan Jenderal Sudirman dapat dilihat pada Gambar 4.21.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
Gambar 4.21. Kerusakan retak kulit buaya (alligator cracking) 4.3.4. Pembahasan Kekuatan Perkerasan Jalan Berdasarkan hasil pengujian Marshall perkerasan jalan Jenderal Sudirman sudah tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalu lintas sedang. Hal ini dibuktikan dengan stabilitas rata-rata ketiga benda uji didapatkan sebesar 343,7 kg tidak memenuhi syarat stabilitas minimal untuk melayani lalu lintas sedang yaitu sebesar 450 kg menurut SNI Nomor 03-1787-1989 dan 800 kg mengacu pada Spesifikasi umum Kebinamargaan tahun 2009. Sehingga untuk mempertahankan tingkat kemantapan jalan Jenderal Sudirman diperlukan penanganan jalan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan. 4.3.5. Pembahasan Pemeliharaan Jalan Berdasarkan hasil analisis dengan metode Analisa Komponen SKBI 1987 pada ruas jalan Jenderal Sudirman didapatkan bahwa selain diperlukan suatu pemeliharaan terhadap kerusakan fungsional kondisi struktur perkerasan jalan, untuk menanggung proyeksi beban lalu lintas dengan umur rencana 5 tahun membutuhkan pemeliharaan dengan pelapisan ulang (overlay). Hal itu ditunjukkan oleh nilai ITP yang diperlukan (ITPperlu) lebih besar dari nilai ITP eksisting (ITPada). Hasil perhitungan kondisi perkerasan yang ada membutuhkan overlay dengan Laston (AC) setebal 5 cm. Hal ini sesuai dengan Standar Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya dengan metode analisa komponen 1987 yaitu tebal minimum lapis perkerasan Laston adalah sekitar 5 cm. Pemeliharaan jalan Jenderal Sudirman unit sampel penelitian 1, 2, dan 9 telah dilakukan overlay dengan menggunakan tebal Laston sebesar 4 cm. Akan tetapi hasil yang ada kurang baik dikarenakan tebal Laston yang tergelar hanya berkisar 3 – 3,6 commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cm. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut tebal Laston untuk overlay jalan digunakan tebal 5 cm. Selain itu penentuan tebal Laston 5 cm juga didasarkan pada material Laston yang terdiri dari agregat utama sebesar 2-3 cm, kemudian diisi oleh agregat 1 – 2 cm dan ditambah filler sehingga akan terjadi ikatan (interlocking) antara agregat utama dan pengisi. Sehingga sebaiknya diambil tebal Laston minimal 5 cm. Dengan pemeliharaan jalan yang sesuai diharapkan akan dapat mempertahankan tingkat kemantapan jalan Jenderal Sudirman sampai akhir umur rencana atau sampai jangka waktu pencapaian repetisi beban yang telah direncanakan.
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan di ruas jalan Jenderal Sudirman setelah
penerapan jalan searah pada Sta 0 + 000 – 0 + 900 yaitu dari Bundaran Ramayana sampai jalan Ahmad Yani Kota Salatiga dan setelah dilakukan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Hasil analisis kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah menggunakan metode MKJI 1997 tidak memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan 0,89 dan masuk pada tingkat pelayanan E. Setelah adanya penerapan jalan searah kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan turun menjadi 0,49 dan masuk pada tingkat pelayanan C. Hal ini dikarenakan dengan penerapan jalan searah arus lalu lintas yang ada menjadi turun. Hasil analisis kinerja simpang Golkar yang menghubungkan antara jalan searah dan dua arah pada ruas jalan Jenderal Sudirman masih memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan 0,513 sesuai yang disyaratkan yaitu kurang dari 0,85.
2.
Kondisi perkerasan ruas jalan Jenderal Sudirman searah didapatkan nilai ratarata Pavement Condition Indeks (PCI) sebesar 49,89 dengan kondisi jalan buruk (poor), sehingga jalan perlu perbaikan kondisi permukaan. Kekuatan struktur perkerasan jalan hasil uji Marshall tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalu lintas sedang sehingga diperlukan penanganan jalan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan.
3.
Untuk tetap memberikan kenyamanan pemakai jalan diperlukan pemeliharaan terhadap kerusakan jalan dengan menggunakan P2 (laburan aspal setempat) commit to user sebesar 36,05 m2 , P4 (pengisian retakan) sebesar 1,52 m2, P5 (penambalan 89
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lubang) sebesar 41,75 m2, P6 (perataan) sebesar 428,31 m2 . Sedangkan untuk desain perkerasan jalan dengan umur rencana 5 tahun diperlukan pemeliharaan dengan pelapisan ulang (overlay) setebal 5 cm dengan menggunakan laston.
5.2.
Saran Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang ada maka dapat
disampaikan beberapa saran guna penanganan Jalan Jenderal Sudirman searah antara lain : 1.
Diperlukan pemantauan dan pengamatan kerusakan jalan secara rutin terutama setelah adanya program pemeliharaan berdasarkan metode yang disarankan sehingga apabila ada kerusakan dikemudian hari tidak bertambah luas.
2.
Perlu pembaharuan pada Manual Pemeliharaan rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Propinsi yaitu adanya penyesuaian pada metode pemeliharaan standar untuk perbaikan kerusakan-kerusakan jalan dan dengan memasukkan penilaian kondisi permukaan jalan berdasar penilaian PCI dalam program pemeliharaan jalan.
commit to user