EVALUASI KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PESISIR TELUK BUNGUS KOTA PADANG
Tesis
APRIZON PUTRA 1321622003
Dosen Pembimbing Dr. Ir. IRSAN RYANTO H Dr. AHMAD IQBAL BAQI, M.Si
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2017
EVALUASI KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PESISIR TELUK BUNGUS KOTA PADANG Oleh : APRIZON PUTRA (1321622003) (Dibawah bimbingan : Dr. IRSAN RYANTO H dan Dr. AHMAD IQBAL BAQI) ABSTRAK Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan perencanaan di pesisir Teluk Bungus telah menimbulkan dampak pada terbatasnya ruang yang berfungsi sebagai zona pemanfaatan dan penyangga antar zona kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi, serta kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan parameter biofisik dan alternatif pemanfaatan ruang yang sesuai di pesisir Teluk Bungus. Metode yang digunakan yaitu survei lapangan dengan pendekatan keruangan menggunakkan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh berdasarkan kesesuaian peruntukkan kawasan sebagai zona lindung, zona pemanfaatan dan zona khusus. Hasil penelitian menunjukkan penurunan luas tutupan lahan tahun 1999 – 2006 terjadi pada lahan pertanian seluas 41,17 ha dan penambahan luasan tutupan lahan terjadi pada sedimentasi seluas 197,46 ha. Pesatnya pertumbuhan pembangunan pada tahun tersebut berakibat tingginya sedimentasi. Penurunan perubahan tutupan lahan pada tahun 2006 – 2016 terjadi pada lahan hutan seluas 65,19 ha dan penambahan luasan tutupan lahan terjadi pada tutupan lahan permukiman seluas 26,59 ha. Pesatnya pembangunan pada tahun tersebut berakibat turunnya luasan zona lindung alami untuk hutan, semak belukar dan mangrove. Hasil algoritma skoring pada zona I, zona II dan zona III yaitu zona I seluas 232,9 ha dengan skor 48,4; zona II seluas 136,2 ha dengan skor 23. Nilai tersebut menunjukkan ruang tersebut tidak sesuai sebagai zona pemanfaatan; dan zona III seluas 539,9 ha dengan kategori sesuai untuk zona pemanfaatan dengan skor 61. Nilai tersebut menunjukkan ruang ini sesuai dan layak sebagai zona pemanfaatan. Alternatif pengelolaan untuk kategori tidak sesuai pada zona lindung di lokasi 8 (Labuhan Tarok) adalah dengan pembuatan pelindung pantai, pendirian model rumah tipe panggung dan perbaikan jalan ke jalan utama; Zona pemanfaatan di lokasi 11 (Pasa Laban), lokasi 12 (Cindakir), lokasi 18 (Teluk Kabung Labuhan Cino) dan lokasi 23 (BBIP Teluk Buo) adalah dengan merelokasi permukiman dari pantai sejauh >100 m, pembuatan pelindung pantai serta pendirian model rumah tipe panggung dan perbaikan jalan ke jalan utama; Zona khusus di lokasi 1 (PPS Bungus) adalah dengan merelokasi batas jarak jalur dan aktivitas kapal serta pembuatan settling ponds untuk penetralan limbah dan pendirian model rumah tipe panggung di sempadan pantai. Serta di lokasi 25 (PLTU Teluk Sirih) dengan merelokasi batas jarak jalur dan aktivitas kapal, pembuatan settling ponds untuk penetralan limbah, serta pembasahan batubara saat bongkar muat. Kata Kunci : Pemanfaatan Ruang, Kesesuaian, Biofisik, Teluk Bungus
THE EVALUATION SUITABILITY OF SPACE UTILIZATION IN THE COASTAL REGION OF BUNGUS GULF, PADANG CITY By : APRIZON PUTRA (1321622003) (Under Guidance : Dr. IRSAN RYANTO H and Dr. AHMAD IQBAL BAQI) ABSTRACT Space utilization which is not suitable with planning in coastal region of Bungus Gulf inflict impact limited room on that function as use zone and buffer inter-region. This study aims to determine land cover changes that occurred, and the suitability of space utilization based biophysical parameters and alternative space utilization in coastal region of Bungus Gulf. The method used that is field survey with spatial approach use Geographical Information Systems (GIS) and remote sensing based the Regulation of the Minister of Marine and Fisheries of the Republic of Indonesia No. 23/PERMEN–KP/2016 against the suitability of the land is as protection zone, use zone and special zone. The results showed a broad decline in land cover of year 1999 – 2006 occurs on agriculture covering an area 41,17 ha and additions extents land cover occurs on sedimentation covering an area 197,46 ha. The rapid growth of development in year such caused on high sedimentation. The decline in land cover changes in the year 2006 – 1999 occurs on forest covering an area 65.19 ha and additions extents land cover occurs on housing covering an area 26,59 ha. On range of year 2006 – 2016 visible the rapid development in that year caused on decline in area of natural protected zone for forest, shrubs and mangrove. Results of scoring algorithm on zone I, zone II and zone III namely zone I covering an area 232.9 ha with a score 48.4; zone II covering an area 136,2 ha with a score 23. These values indicate that space is not suitable as a use zone; and zone III covering an area 539,9 ha with categories according to use zone with a score 61. This value indicate suitable space and decent as use zone. Alternative of management for category does not suitable on protected zone at location 8 (Labuhan Tarok) is with manufacture of protective beach, establishments of home a type of stage model and road improvements to the main road; Use zone at location 11 (Pasa Laban), location 12 (Cindakir), location 18 (Kabung Gulf, Labuhan Cino) and location 23 (BBIP of Gulf Buo) is to relocate the housing of the coast as far as >100 m, creation of coastal protection and the establishment of a model home type of stage and street improvements to the main road; Special zone at location 1 (Port of PPS Bungus) is to relocate the distance limit lines and ship activity and the making of settling ponds for waste neutralization and the establishment of models of type houses on stilts in coastal border. As well as at locations 25 (Power Plant of Gulf Sirih) with relocate the distance limit lines and ship activity, the manufacture of settling ponds for waste neutralization, as well as the wetting current coal unloading. Keywords: Space Utilization, Suitability, Biophysical, Bungus Gulf.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bungus yang terletak di Selatan Kota Padang memegang peranan penting, tidak hanya bagi Provinsi Sumatera Barat khususnya Kota Padang, tetapi juga Indonesia bagian Barat pulau Sumatera. Industri perikanan dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus merupakan salah satu andalan pada kawasan ini dengan tangkapan ikan seperti jenis tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Skipjack tuna), dan tongkol abu – abu (Longtail tuna). PPS Bungus juga merupakan tempat pendaratan kapal dengan bobot 51 – 100 GT (Dini et al. 2016). Selain itu, pesisir Teluk Bungus telah lama menjadi salah satu pusat pariwisata dan pusat distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina di Provinsi Sumatera Barat. Perkembangan pembangunan yang pesat di pesisir Teluk Bungus tidak diimbangi dengan konservasi ekosistem pesisir yang ada. Putra, Tanto dan Ilham (2016) mengungkapkan bahwa mangrove di pesisir Teluk Bungus sebagai zona lindung sempadan pantai dan sungai mengalami penurunan luasan dari 75,2 ha tahun 2008 menjadi 73,3 ha tahun 2014. Teluk Sirih mengalami penurunan luasan mangrove secara signifikan sejak tahun 2008, dimana dari 4,11 ha tahun 1995 menjadi 2,48 ha tahun 2008 dan tidak terlihat lagi sejak tahun 2008. Punahnya mangrove sebagai zona lindung terjadi akibat konversi lahan yang diperuntukkan bagi proyek elektrifikasi nasional 10.000 mw, yakni dengan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2 x 112 mw di bagian Selatan pesisir Teluk Bungus sejak tahun 2007 (PLN, 2013). Kondisi yang sama terjadi pada mangrove di Muaro Sako Labuhan Tarok, dimana terjadi penurunan luasan secara signifikan dari 20,7 ha tahun 2014 menjadi 10,9 ha tahun 2015. Turunnya luasan mangrove terjadi akibat konversi lahan yang diperuntukkan untuk pembangunan industri minyak kelapa sawit oleh PT. Wira Inno Mas yang dilengkapi dengan dermaga dan reklamasi perairan pada lahan seluas 79 ha. Lokasi tersebut berdekatan dengan kegiatan pariwisata,
pelabuhan, pertanian dan permukiman dengan mengkonversi mangrove dan bekas pabrik kayu PT. Singkiong yang ada sebelumnya di lokasi tersebut. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan perencanaan di pesisir Teluk Bungus telah menimbulkan dampak pada terbatasnya ruang sebagai zona pemanfaatan (buffer use) dan zona penyangga (buffer zone) antar kawasan. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang di pesisir Teluk Bungus disebabkan karena belum dilakukan identifikasi pemanfaatan ruang eksisting. Ketidaksesuaian ini berpotensi memunculkan konflik antar ruang yang berbeda penggunaan. Analisis konfigurasi ruang belum dilakukan meliputi sejauh mana ruang – ruang tersebut berpotensi mematikan ruang lain dan berpotensi untuk tetap berkembang sebagaimana peruntukannya, serta ruang yang dapat dioptimalkan sebagai zona lindung. Alternatif pemanfaatan ruang yang sesuai merupakan produk akhir dari penelitian ini karena melalui penelitian ini dapat menggambarkan kondisi pesisir Teluk Bungus secara objektif, apakah masih tetap dapat dipertahankan atau ada perubahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang, apabila ada revisi nantinya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No. 23 tahun 2016 tentang "Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil", maka suatu kawasan pesisir diharuskan memiliki zona lindung yang merupakan zona perlindungan yang di dalamnya terdapat zona preservasi dan penyangga, zona pemanfaatan yang merupakan zona pemanfaatan yang dapat dilakukan secara intensif. Namun, pertimbangan daya dukung lingkungan tetap merupakan syarat utama seperti sempadan pantai, sempadan sungai dan zona tertentu yang merupakan zona khusus untuk kawasan cepat berkembang. Perkembangan pembangunan yang memanfaatkan zona lindung sebagai areal baru, tentu sangat berdampak kepada pemanfaatan ruang yang semakin tumpang tindih dan tidak beraturan. Pemanfaatan ruang yang dapat mematikan salah satu kegiatan lainnya dapat mengurangi nilai pemanfaatan ekosistem yang ada, baik secara ekonomi maupun ekologi apabila tidak dikelola secara benar. Kawasan yang sifatnya sebangun atau sinergis sifat pemanfaatannya dialokasikan pada ruang yang sama pula, sedangkan pemanfaatan ruang yang dapat mematikan idealnya dipisahkan tersendiri sebagai zona hitam (berpotensi mematikan zona
lain) atau apabila sudah terbangun maka buffer zone wajib dikenakan sebagai syarat untuk operasional kawasan (Yunandar, 2007). Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) No. 4 tahun 2012 tentang "Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang tahun 2010 – 2030" pasal 88 ayat (1); "Kawasan yang mempunyai pengaruh penting dalam pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana". PERDA tersebut tidak sejalan dengan kenyataan yang ada di pesisir Teluk Bungus seperti PLTU Teluk Sirih dan rencana pembangunan industri minyak kelapa sawit di Muaro Sako Labuhan Tarok telah menyalahi aturan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RTUR) Kota Padang tahun 1989 – 2009 hasil evaluasi dan revisi Rencana Induk Kota Padang tahun 1983 – 2003, menyebutkan bahwa "Kawasan Teluk Bungus merupakan pusat utama industri maritim dan perdagangan lokal dan regional yang dikembangkan di Kota Padang". Faktor – faktor yang menjadi kendala dalam mewujudkan kawasan pesisir sesuai dengan PERMEN KP No. 23 tahun 2016 disebabkan regulasi atau kebijakan pada PERDA No. 4 tahun 2012 yang tidak ditindaklanjuti dengan Undang – Undang (UU) No. 27 tahun 2007 tentang "Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil" serta rencana aksi untuk mengamankan lingkungan ekosistem pesisir yang terkesan membiarkan pertumbuhan sektor perindustrian di kawasan yang dialokasikan sebagai zona perikanan dan pariwisata. Faktor penyimpangan tata ruang di pesisir Teluk Bungus dan faktor perencanaan yang berorientasi ekonomi (economic oriented) telah merubah rona lingkungan pesisir Teluk Bungus sebagai kawasan sentra perikanan dan pariwisata menjadi kawasan industri. Sesuai dengan kebijakan daerah yang tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPD) Kota Padang tahun 2008 – 2017, bahwa konsep strategi pengembangan pembangunan di pesisir Teluk Bungus diprioritaskan pada pengembangan pariwisata. Penelitian mengenai pemanfaatan ruang di pesisir Teluk Bungus Kota Padang dilakukan sebagai evaluasi objektif mengenai kesesuaian pemanfaatan ruang. Sehingga terjadi keseimbangan antara daya dukung ekosistem pesisir dengan kemampuan ruang yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang terdapat di pesisir Teluk Bungus dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perubahan tutupan lahan berdasarkan analisis citra Landsat tahun 1999, 2006 dan 2016 di pesisir Teluk Bungus? 2. Bagaimanakah kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan parameter biofisik di pesisir Teluk Bungus? 3. Bagaimanakah alternatif pemanfaatan ruang yang sesuai di pesisir Teluk Bungus? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian yaitu: 1. Mengetahui perubahan tutupan lahan berdasarkan analisis citra Landsat tahun 1999, 2016 dan 2016 di pesisir Teluk Bungus. 2. Menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang berdasarkan parameter biofisik di pesisir Teluk Bungus. 3. Mengevaluasi alternatif pemanfaatan ruang yang sesuai di pesisir Teluk Bungus. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah (PEMDA) Kota Padang untuk pengambilan kebijakan dalam pembangunan di pesisir Teluk Bungus. Selain itu penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan konstibusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jauh untuk kajian ilmu lingkungan, geografi dan sumberdaya pesisir.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Analisis tutupan lahan pada tahun 1999 – 2006 menunjukkan perbedaan luasan tutupan lahan sebesar 24,12 ha untuk terbangun/permukiman dan 197,46 ha untuk sedimentasi di pesisir Teluk Bungus. Pada tahun 2006 – 2016 menunjukkan perbedaan luas tutupan lahan sebesar 65,91 ha untuk hutan sebagai zona lindung dan 66,59 ha untuk sedimentasi di pesisir Teluk Bungus. Analisis tersebut menunjukkan terjadi dampak lingkungan dari alokasi pembangunan yang tidak sesuai yaitu sedimentasi. Selain hutan, permukiman sebagai zona pemanfaatan mengalami pengingkatan perubahan dengan mengkonversi mangrove dan hutan lindung di pesisir Teluk Bungus. 2. Analisis kesesuaian berdasarkan parameter biofisik di pesisir Teluk Bungus menunjukkan kategori tidak sesuai untuk pemanfaatan ruang pada zona I dengan skor 48,4 serta zona II dengan skor 23, dan zona III tergolong sesuai dengan total skor 61, ini menunjukkan keberadaan PLTU Teluk Sirih pada pada Zona III tidak menurunkan kondisi lingkungan pada zona tersebut. 3. Kondisi tiap zona – zona yang dimanfaatkan untuk zona lindung, zona pemanfaatan dan zona khusus sebagai zona pemanfaatan ruang berada pada batas minimum. Hal ini disebabkan karena lokasi ruang yang dimanfaatkan berada di sempadan pantai dan sungai dengan tidak memiliki vegetasi sebagai zona penyangga (buffer zone) yang baik. Adapun Alternatif pengelolaan untuk kategori tidak sesuai pada zona lindung tersebut yaitu dengan pembuatan pelindung pantai, pendirian model rumah tipe panggung dan perbaikan jalan ke jalan utama serta merelokasi batas jarak jalur dan aktivitas kapal serta pembuatan settling ponds untuk penetralan limbah.
B. Saran Adapun saran dari hasil penelitian adalah: 1. Perlu peninjauan ulang dengan pendekatan lingkungan terhadap keberadaan zona lindung yang dialokasikan untuk zona khusus seperti pembukaan lahan untuk pembangunan pabrik minyak kelapa sawit dilengkapi dengan dermaga dan reklamasi perairan. 2. Perlu dikembangkan upaya revegetasi mangrove baik sebagai zona pemanfaatan (use zone), zona lindung dan zona penyangga (buffer zone) sebesar 83,90 ha. Serta sosialisasi dengan masyarakat dan pihak – pihak terkait terhadap aktivitas penebangan mangrove dan pohon lainnya hasil hutan, serta penindakkan secara tegas dari aktivitas penebangan pohon secara illegal di pesisir Teluk Bungus. 3. Perlu pemantauan dan pengelolaan lebih baik lagi, terkait industri yang akan dan sudah beroperasi di pesisir Teluk Bungus, baik dari segi ancaman dari limbah buangan ataupun pengolahan limbah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, S.N. 2007. Harmonisasi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untia Makassar. [Tesis]. Makassar. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 149 hal. Arifin, B., Deswita dan U. Loekman. 2012. Analisis Kandungan Logam Cd, Cu, Cr dan Pb dalam Air Laut di Sekitar Perairan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. J. Dampak. 9 (2). 139 – 145. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marinee Kupang Nusa Tenggara Timur. Cibinong. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. 107 hal. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang 2004 – 2013. Padang. Pemerintah Kota Padang. 213 hal. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Padang 2008 – 2017. Padang. Pemerintahan Kota Padang. 135 hal. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang 2010 – 2030. Padang. Pemerintah Kota Padang. 265 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Padang dalam Angka Tahun 1999. Padang. BPS Kota Padang. 72 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Padang dalam Angka Tahun 2006. Padang. Kerjasama BPS dan BAPPEDA Kota Padang. 475 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Bungus Teluk Kabung Tahun 2016. Padang. BPS Kota Padang. 28 hal. Bartlett, D and J. Smith. 2001. GIS for Coastal Zone Management. New York. CRC Press of the Taylor & Francis Group. 349 p. [BIG] Badan Informasi Geospasial.2008. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Lembar 0714 – 6444 dan 0714 – 6447. Cibinong. Pusat Sentra Peta Indonesia. Budihardjo, E. 2011. Penataan Ruang Pembangunan PerKotaan. Bandung. PT. Alumni. 230 hal. Borengasser, M., S.W. Hungate and R. Watkins. 2008. Hyperspektral Remote Sensing Principles and Applications. New York. CRC Press of the Taylor & Francis Group. 130 p. Chander, G., B. Markham and D. Helder. 2009. Summary of Current Radiometric Calibration Coefficients for Landsat MSS, TM, ETM+ and EO – 1 ALI Sensors. J. Remote Sensing of Environment 113 (5). 893 – 903. Chastain, J and P.Townsend. 2007. Use of Landsat ETM and Topographic Data to Characterize Evergreen Understory Communities in Appalachian Deciduous
Forests. J. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing 73 (5).563 – 575. Cui, L., Z. Ge., L. Yuan and L. Zhang. 2015. Vulnerability Assessment of the Coastal Wetlands in the Yangtze Estuary, China to Sea – Level Rise. J. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 156. 42–51. Dahuri, R., R. Jacub., S.P. Gintingdan M. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Jakarta. PT Pradnya Paramita. 326 hal. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 412 hal. [DBTL] Deputi Bidang Tata Lingkungan. 2007. Buku Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 41 hal. Dean, G.B and R.A, Dalymple, 2004. Coastal Processes With Engineering Applications. New York. Cambrige University Press. 489 p. Dini, P., A. Damai., Yulius., E. Mustikasari., H, Salim dan A. Heriati. 2016. Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Perairan Barat Sumatera Berbasis Ekonomi Biru. J. Manusia dan Lingkungan 23 (ii) .233 – 240. [DISHIDROS] Dinas Hidro Oseanografi TNI – AL. 1999. Lembar 321 Pariaman Hingga Pulau Nyamuk (Alur Pelayaran Ke Padang). Jakarta. Hidro Oseanografi TNI – AL. Dubois, N., D.W. Oppo., V.V.Galy, M. Mohtadi, S.V.D. Kaars., J. E. Tierney, Y. Rosenthal., T. I. Eglinton., A. Lückgeand and B.K. Linsley. 2014. Indonesian Vegetation Response To Changes In Rainfall Seasonality Over The Past 25,000 Years. J. Nature Science 7. 513–517. [ENVI] Exelis Visual Information Solution Classic Help, 2008. ENVI Classic Tutorial. Classfication Method. Garde, R.J. 2006. River Morfology. New Delhi. New International (P) Limited. 502 p. Ghufran, M. dan K. Kordi. 2003. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Jakarta. Bineka Cipta. 223 hal. Goudie, A. 1990. Geomorphological Techniques. New York. Routledge of the Taylor & Francis Group. 709 p. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta. Akademik Pressindo. 250 hal. Hartoko, A and M. Helmi. 2004. Development of Digital Multilayer Ecological Model For Padang Coastal Water (West Sumatra). J. Coastal Development, 7 (3).129 – 136. Heywood, I., Cornelius. S and S. Carver. 2006. An In To Introduction Geographycal Information Systems. London. British Library Cataloguing – in – Publication Data. 464 hal.
Ismail, 2000. Analisis Kebijakan Pengembangan Rumput Laut Pada Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah di Kabupaten Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat. [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascarsarjana Institut Pertanian Bogor.132 hal. Karamouz, M., F. Szidarovszky and B.Zahraie. 2003. Water Resources Systems Analysis. Washington, D.C. CRC Press. 457 hal. Kusumah, Gdan H, Salim. 2008. Kondisi Morfometri dan Morfologi Teluk Bungus Padang. J. Segara, 4 (2). 101 – 110. Leeder, M.R. 1982. Sedimentology Process and Product. London. George Allen & Unwin Press. 344 p. Li. Y., X. Zhang., X. Zhao., S. Ma., H. Cao and J. Cao. 2016. Assessing Spatial Vulnerability From Rapid Urbanization To Inform Coastal Urban Regional Planning. J. Ocean & Coastal Management 123. 53 – 65. Mason, A.Z. and K.Simkiss, 1983. Interactions Between Metals and Their Distribution In The Tissues Of Littorina Littorea (Ltrs) Collected From Clean And Polluted Sites. J. Marine Biology. Ass. U.K. 63. 661 – 672. Michel, D and A. Pandya. 2010. Coastal Zones and Climate Change. Washington. The Henry L. Stimson Center. 122 p. Muta`ali, L. 2012. Daya Dukung Lingkungan Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta. Badan Penerbit Fakultas Geografi. 279 hal. Natawidjaja, D.H., Sieh, K., Chlieh, M., Galetzka, J., Suwargadi, B.W., Cheng, H., Edwards, R.L., Avouac, J. – P., Ward, S.N., 2006. Source Parameters of The Great Sumatran Megathrust Earthquakes of 1797 and 1833 Inferred keruangan From Coral Microatolls. J. Geophys. Res. 111. B06403. Nollet. L.M. 2007. Water Analysis. New York. CRC Press of the Taylor & Francis Group. 771 p. Pabundu. T. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta. Bumi Aksara. 180 hal. [PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2013. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup AMDAL (ANDAL dan RKL–RPL) PLTU Teluk Sirih. [Addendum]. Medan. Unit Induk Pembangunan I. Peraturan Daerah (PERDA) No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010 – 2030. Padang. Pemerintahan Kota Padang. Peraturan Daerah (PERDA) No.13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2030. Padang. Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN) RI No. 23 Tahun 2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Jakarta. Direktur Jenderal Peraturan Perundang – Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Prahasta, E, 2001. Konsep – Konsep Sistem Informasi Geografis. Bandung. Informatika. 324 hal.
Prionggo, T. 2007. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Batam. [Disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 234 hal. Putra, A. 2012. Studi Erosi Lahan Pada DAS Air Dingin Bagian Hulu di Kota Padang. [Skripsi]. Padang. Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang. 120 hal. Putra, A., S. Husrin dan N.N. Ridwan. 2014. Analisis Perubahan Garis Pantai di Pesisir Timur Laut Bali Dengan Menggunakan Dataset Penginderaan Jauh. Studi kasus Lokasi Situs Kapal Uset Liberty Tulamben. Prosiding Seminar Nasional Kelautan. Denpasar 14 Oktober 2014. Balai Penelitian dan Observasi Laut. 143 – 159. Putra, A., S, Husrin dan J. Kelvin. 2015. Identifikasi Perubahan Luasan Greenbelt di Kabupaten Pangandaran – Jawa Barat Menggunakan Citra Landsat. J. Akuatika 2 (1). 39 – 67. Putra, A., T.A, Tanto dan Ilham. 2016. Analysis of Granules Size and Sedimentation Rate to Coral Reefs and Seagrass in the Bungus Bay Waters Padang City. Prosiding Internasional Conference on Green Development in Tropical Region. Padang 28 – 31 Oktober 2015. Padang. Graduate Program, Andalas University. 171 – 178. Rabiatun. 2012. Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan. [Tesis]. Medan. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 116 hal. Rayes, M.L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta. Andi Offset. 298 hal. Rumbia, W.A. 2008. Proyeksi Penduduk Berlipat Ganda di Kota Bau – Bau. J. Ekonomi Pembangunan 2 (1). 1 – 7. Sadyohhutomo, M. 2013. Tata Guna Tanah dan Penyerasian Tata Ruang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 326 hal. Sani, M.O. 2016. Implementasi Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Dalam Penegakan Hukum Lingkungan (Studi Terhadap Pelestarian Bukit Di Kota Bandar Lampung). [Skripsi]. Lampung. Universitas Lampung. 54 hal. Sara, L. 2013. Pengelolaan Wilayah Pesisir. Bandung. Alfabeta. 224 hal. Stenseth, N.C., G. Ottersen., J.W. Hurrell and A. Belgrano. 2004. Marinee Ecosystems and Climate Variation. Oxford. Oxford University Press. 267 p. Sulasdi, W.N. 2001. Aspek Geodetik Dalam Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. J. Surveying dan Geodesi. 9 (1). 1 – 18. Strahler, A.N. 1983. Modern Physical Geography. New York. John Willey & Sons. 532 hal. Undang – Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125.
Undang – Undang (UU) No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4725. Undang – Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739. [USGS] United States Geological Survey. 2013. Using the USGS Landsat 8 Product. Available online. https.//Landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_Product.php (diakses 13 November 2016). [USGS] United States Geological Survey. 2014. USGS Landsat Missions. Using the USGS Spectral Viewer. Available online.http.//Landsat.usgs.gov/instructions.php (diakses13 November 2016). Verstappen, H.Th (Di Terjemahkan oleh Sutikno). 2014. Geomorfologi Terapan. Survei Geomorfologikal untuk Pengembangan Lingkungan. Yogyakarta. Ombak. 629 hal. Weng. Q. 2011. Advances In Environmental Remote Sensing Sensors, Algorithms and Applications. New York. CRC Press of the Taylor & Francis Group. 600 p. Yulius. 2009. Kajian Pengembanngan Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Provinsi Sumatera Barat. [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascarsarjana Institut Pertanian Bogor. 137 hal. Yunandar. 2007. Analisis Pemanfaatan Ruang Di Kawasan Pembangunan Perikanan Pesisir Muara Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Semarang. Pascasarjana Universitas Diponegoro. 130 hal.