1
Evaluasi Bahaya Menggunakan Metode HAZOP Dan Manajemen Risiko Pada Sistem Penguapan Asam Fosfat Di Pabrik III PT. Petrokimia Gresik Khoirul Anam, Ronny Dwi Noriyati, Ali Musyafa’ Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak--Sistem penguapan asam fosfat merupakan proses yang terjadi pada tahap konsentrasi, dimana asam fosfat mengalami pemekatan. Salah satu bahayanya adalah kebocoran steam inlet, sehingga diperlukan evaluasi bahaya maupun risikonya. Penelitian ini dilakukan evaluasi bahaya menggunakan metode HAZOP dan manajemen risiko pada heat exchanger dan evaporator. Evaluasi bahaya dilakukan dengan pembagian node yaitu heat exchanger, bagian bawah evaporator dan bagian atas evaporator. Guide word diperoleh berdasarkan control chart yang berisi data proses pada bulan Maret 2014. Penilaian risiko berdasarkan risk matrix yang terdiri dari penilaian likelihood dan consequences. Likelihood berdasarkan data maintenance selama 2 tahun 3 bulan dari beberapa instrumen. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka terdapat 2 instrumen yang berpotensi bahaya dan berisiko tinggi yakni Flow Transmitter (steam inlet) yang memiliki likelihood 5 yang memiliki consequences 3, sehingga kriterinya High Risk. Dan Pressure Transmitter (on evaporator) memiliki likelihood 5 dan consequences 3. Diperlukan kalibrasi ulang minimal 2 kali pertahun dan pengecekan rutin minimal sekali perminggu untuk menurunkan risiko. Prosedur Penanganan Keadaan Darurat Pabrik (PKDP) merupakan solusi untuk menangani kebocoran maupun bahaya lainnya. Kata kunci: HAZOP, manajemen risiko, heat exchanger dan evaporator.
I.
P
PENDAHULUAN
erusahaan PT. Petrokimia Gresik merupakan produsen pupuk terlengkap di Indonesia yang terbagi dalam tiga unit produksi, yaitu unit produksi I (unit pupuk nitrogen), unit produksi II (unit pupuk fosfat) dan unit produksi III (unit asam fosfat). Pada unit III (unit asam fosfat) menghasilkan salah satu produk utamanya adalah asam fosfat, dimana asam fosfat merupakan bahan baku dalam pembuatan pupuk SP-36 dan Aluminium Flourida. Dalam proses produksi asam fosfat terjadi dalam tiga tahap yakni tahap reduksi, filtrasi dan konsentrasi. Dalam tahap konsentrasi di pabrik asam fosfat, Evaporator merupakan utilitas utama yang dapat menguapkan asam fosfat dan ditujukan untuk mengurangi kadar air dalam larutan asam fosfat sehingga menjadikan asam fosfat lebih pekat[7].
Dengan bantuan heat exchanger yang berfungsi sebagai penukar panas pada asam fosfat, maka konsentrasi asam fosfat untuk produk diharapkan mencapai 48% dalam proses pemekatan asam fosfat. Sedangkan inlet konsentrasi yang masih berada pada heat exchanger adalah sebesar 45%. Pada komponen yang menunjang sistem penguapan pasti pernah mengalami kondisi downtime, stuck maupun trip pada waktu yang tiba-tiba. Kondisi stuck dalam sistem penguapan yang dapat terjadi adalah kebocoran yang diakibatkan oleh steam pada heat exchanger, sehingga akan mempengaruhi evaporator. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk pencegahan kondisi tersebut adalah menerapkan metode HAZOP (Hazard and Operability Analysis) pada instrumen. HAZOP merupakan studi keamanan yang sistematis berdasarkan pada sistem pendekatan ke arah sebuah penilaian keamanan dan operabilitasnya dari peralatan proses yang kompleks atau proses jalannya produksi[4]. Dalam kajian ini telah dibahas mengenai evaluasi potensi bahaya dan melakukan manajemen risiko yang dapat terjadi pada sistem penguapan asam fosfat.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Analisis Alur Proses Studi alur proses dimaksudkan pada instrumen 2501 (sistem penguapan asam fosfat) yang terdiri dari evaporator (D-2501) dan heat exchanger (E-2501) serta komponen pendukungnya yakni circulation pump (P-2501). Dari beberapa plant tersebut telah terbagi beberapa node yang akan di identifikasi potensi bahaya dan dianalisis risikonya. Beberapa komponen tersebut merupakan instrumen yang bergerak pada tahap konsentrasi yang berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi asam fosfat agar sesuai dengan set point. Berdasarkan proses penguapan yang terjadi dalam pemekatan asam fosfat dan termasuk tahap dalam konsentrasi, berikut adalah alur proses sistem penguapan asam fosfat yang digambarkan melalui Process Flow Diagram:
2
Flourine Scrubber
Tanki Asam Fosfat
Gambar 2.1. Process Flow Diagram dari sistem penguapan asam fosfat B. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang berupa data maintenance, data proses, P&ID dan PFD dari sistem penguapan di unit asam fosfat dimana data maintenance diolah untuk likelihood dan MTTF (Mean Time To Failure). Data maintenance dan periode waktu yang digunakan adalah 2 tahun 3 bulan yang dimulai dari bulan Januari 2012 sampai bulan Maret 2014. Selain itu juga diperlukan data proses yang diperoleh dari beberapa transmitter melalui recorder-nya dan indicator controller yang terdapat pada plant. Data proses diambil melalui data record yang terdapat pada bulan Maret 2014 selama satu bulan. Dalam kondisi riil-nya sistem penguapan asam fosfat pernah mengalami kondisi shutdown pada bulan Maret 2014. Kondisi shutdown tersebut terjadi pada tanggal 22-23 Maret 2014. C.
Evaluasi bahaya menggunakan Metode HAZOP dan melakukan manajemen risiko Metode HAZOP merupakan suatu metode untuk menganalisis serta mengidentifikasi bahaya yang berpotensi dari suatu proses atau operasi pada sebuah plant secara sistematis. Tujuan dilakukannya suatu metode HAZOP ini adalah untuk mengevaluasi suatu proses yang terjadi pada plant yang bersangkutan terutama proses yang tidak sesuai dengan desain operasinya. Artinya, untuk mengidentifikasi permasalahan yang dikelompokkan dengan berbagai bahaya yang berpotensi dan penyimpangan dari plant yang beroperasi dari spesifikasi desain yang semestinya[3]. Metode HAZOP memiliki tahapan dalam penyelesaiannya yang dimulai dengan analisis alur proses yang terdapat pada plant yang akan dianalisis. Setelah diketahui alur dari prosesnya maka dapat ditentukan node (titik studi) pada plant yang digambarkan melalui P&ID (Piping & Instrument Diagram) maupun PFD (Process Flow Diagram), yang nantinya dapat mengetahui guide word dari masing-masing instrumen dalam node tersebut. Jika sudah ditentukan maka perlu untuk identifikasi permasalahan yang dapat terjadi pada alur proses dalam operabilitasnya. Jika terdapat permasalah, kemudian ditentukan sebab-akibatnya dan dilakukan pengusulan solusinya berupa rekomendasi. Secara ringkas dapat dilihat pada diagram alir HAZOP study berikut:
Gambar 2.2. Diagram Alir HAZOP Study[3] Penentuan guide word dapat dilakukan dengan menggunakan control chart dari tiap-tiap transmitter yang terdapat pada node. Penentuannya dapat diketahui dengan berapa banyak (dominan) penyimpangan yang terdapat pada control chart. Penyimpangan yang dimaksud terdiri dari data proses yang diukur melalui transmitter dan data tersebut berada pada out of control (diluar kendali). Control chart merupakan suatu grafik yang menggambarkan batas kendali dari suatu proses maupun produk yang terdiri dari batas atas, batas bawah dan batas terpusat (center). Control chart menunujukkan apakah suatu kendali dalam proses memiliki performansi berada di in control atau out of control. Untuk menghasilkan grafiknya diperlukan suatu persamaan control chart (2.1). Persamaan control chart dibawah dipengaruhi oleh nilai standar deviasi, oleh karena itu dapat menggunakan persamaan berikut[6]: UCL = μ + Lσ CL = μ (2.1) LCL = dimana: μ = rata-rata dari semua sampel σ = nilai standar dari semua sampel L merupakan “jarak” batas kendali dari center line yang dilihat melalui unit nilai standar. Risiko merupakan kemungkinan yang dapat terjadi jika suatu hal telah dikerjakan yang dapat menimbulkan suatu kerugian dari aktifitas yang telah dilakukan. Dan dalam istilah lain, risiko merupakan kombinasi antara nilai likelihood dengan nilai consequence[4]. Memperkirakan risiko merupakan tahapan kedua dan ketiga yang dilakukan setelah identifikasi bahaya, karena tahap kedua adalah penilaian risiko sedangkan tahap ketiga adalah melakukan manajemen risiko[5]. Kriteria risiko dapat diperoleh dengan persamaan kriteria likelihood dimana nilai yang dimasukkan kedalam persamaan tersebut merupakan data maintenance. Berikut adalah persamaan likelihood[2]: Kriteria likelihood =
(2.2)
Nilai MTTF (Mean Time To Failure) diperoleh dari data maintenance pada setiap instrumen. Penilaian risiko dapat dilakukan secara semi kuantitatif melalui risk matrix. Risk Matrix merupakan pola hubungan antara likelihood (peluang) dengan consequences (dampak) yang digambarkan secara visual dengan tiga macam warna dan dari tingkat risiko yang berbeda-beda. Berikut adalah rumusan dari risk matrix:
3
Kategori Alat C 1
Likelihood 1 (Brand New / Excellences) 2 (Very Good / Serviceable) 3 (Acceptable / Barely Acceptable) 4 (Below Standar / Poor) 5 (Bad atau Unusable) Keterangan: L (warna hijau) M (warna kuning) H (warna merah)
Tabel 2.1 Risk Matrix,[1] Consequences Kategori Alat Kategori Alat B A&B 2 3
Kategori Alat A&L 5
L1
L2
L3
L4
M5
L2
L4
M6
M8
M 10
L3
M6
M9
M 12
H 15
L4
M8
M 12
H 16
H 20
M5
M 10
H 15
H 20
H 25
= Low risk = Moderate risk = High risk
D. Emergency Response Plan Analisis Emergency Response Plan dilakukan terhadap risiko yang dapat terjadi dan paling berpengaruh besar
terhadap proses jalannya produksi. Kejadian atau kegagalan yang paling berpengaruh besar terhadap jalannya produksi adalah kebocoran. Evaluasi bahaya beserta manajemen risiko yang sudah disusun maka dapat dibuat suatu tabel assessment yang berupa tabel Worksheet dimana table tersebut berisi evaluasi bahaya, risk analysis dan rekomendasi suatu perlakuan atau penanganan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum menentukan guide word beserta deviasi dari masing-masing instrumen maka diperlukan node (titik studi) agar dapat terklasifikasi dengan mudah. Setelah node ditentukan maka dapat dibuat suatu control chart dari masing-masing instrumen. Dari grafik control chart tersebut menghasilkan suatu guide word beserta deviasinya yang dapat diketahui melalui pola data proses salam grafiknya. A. Node pada Heat Exchanger
133 UCL 2
132 Temperatur (0C)
III.
Kategori Alat A 4
131
UCL 1
130
CL
129
LCL 1
128 127
LCL 2
126 1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 Waktu (Tanggal)
Ratarata
Gambar 3.2. Grafik control chart untuk TR 2501 dengan dua batas kendali Gambar tersebut merupakan salah satu contoh grafik control chart dari salah satu instrumen yang terdapat pada sistem penguapan asam fosfat. Dari grafik control chart diatas maka dapat ditentukan guide word dari masing-masing instrumen, sehingga menghasilkan Tabel 3.1 berikut: Gambar 3.1. Node pada Heat Exchanger Berdasarkan data proses dari node pada heat exchanger, maka dapat ditampilkan pada gambar berikut.
4
Tabel 3.1. Guide word dan deviasi dari node pada Heat Exchanger Guide Instrument Deviation word More More Flow Flow Transmitter (FT 2501) Less Less Flow Flow Indicator More More Flow Controller (FIC Less Less Flow 2501) Temperature As well As well as Indicator Controller as Temperature (TIC 2501) Temeprature Low Low Temperature Recorder (TR 2501) Temperature High High Temperature Recorder (TR 2502Low Low Temperature 2)
C. Node pada bagian atas Evaporator
B. Node pada bagian bawah Evaporator Gambar 3.4. Node pada bagian atas evaporator Dari node pada bagian atas evaporator tersebut menghasilkan deviasi sebagai berikut. Tabel 3.3. Guide word dan deviasi dari node pada bagian atas Evaporator Instrument Guide word Deviation Temperature Low Low Temperature Recorder (TR High High Temperature 2501-1) Pressure Low Low Pressure Transmitter (PR High High Pressure 2501) Pressure Indicator Low Low Pressure Controller (PIC 2501)
Gambar 3.3. Node pada bagian bawah Evaporator Node pada bagian bawah evaporator tersebut menghasilkan deviasi sebagai berikut. Tabel 3.2 Guide word dan deviasi dari node pada bagian bawah Evaporator Instrument Guide word Deviation Level Transmitter More More Level (LT 2501) Level Indicator Controller (LIC More More Level 2501 ) Density Indicator Controller (DIC More More Density 2501) Less Less Flow Monitor (M 2501) / P2501 More More Flow
D. Risk Assessment 1. Penentuan Likelihood Penentuan Likelihood berdasarkan pada perhitungan lama jam operasi berbanding dengan MTTF (Mean Time To Failure). Dengan nilai MTTF diperoleh dari data maintenance. Penentuan Likelihood dari beberapa instrumen yang terdapat pada masing-masing node dapat dilihat pada beberapa tabel berikut. Tabel 3.4. Penentuan kriteria likelihood dari node pada Heat Exchanger Kriteria Instrument MTTF Likelihood Likelihood FT 2501 3100 6.04 5 FIC 2501 4328 2.16 2 TIC 2501 1680 1.29 1 TR 2501 168 4.29 5 TR 2502-2 4932 2.04 2
5
Tabel 3.5. Penentuan kriteria likelihood dari node pada bagian bawah Evaporator Kriteria Instrument MTTF Likelihood Likelihood LT 2501 1645.09 11.38 5 LIC 2501 2280 2.21 2 DIC 2501 504 1.43 1 M 2501 (P3672 1.18 1 2501) Tabel 3.6. Penentuan kriteria likelihood dari node pada bagian atas Evaporator Kriteria Instrument MTTF Likelihood Likelihood TR 2501-1 4280 3.03 3 PT 2501 2085 6.95 5 PIC 2501 13008 1 1 2. Penentuan Consequences Consequences ditentukan secara kualitatif yang berdasarkan pada seberapa besar kerugian yang diakibatkan dari suatu kejadian dan berdampak pada proses produksi serta instrumen yang terkait dengan proses produksi. Penentuan Consequences dari beberapa instrumen yang terbagi dalam masing-masing node dapat dilihat pada beberapa tabel berikut. Tabel 3.7. Penentuan kriteria Consequences dari node pada Heat Exchanger Kriteria Intrument Deviation Consequences More Flow FT 2501 3 Less Flow More Flow FIC 2501 4 Less Flow TIC 2501 As well as Temperature 1 TR 2501 Low Temperature 2 High Temperature 2 TR 2502-2 Low Temperature 3 Tabel 3.8. Penentuan kriteria Consequences dari node pada bagian bawah Evaporator Intrument Deviation Kriteria Consequences LT 2501 More Level 1 LIC 2501 More Level 2 DIC 2501 More Density 3 Less Flow 3 M 2501 (P2501) More Flow 5 Tabel 3.9. Penentuan kriteria Consequenes dari node pada bagian atas Evaporator Kriteria Intrument Deviation Consequences Low Temperature TR 2501-1 4 High Temperature Low Pressure PT 2501 3 High Pressure PIC 2501 Low Pressure 1
Untuk menentukan kriteria risiko dari masing –masing instrumen dilakukan dengan mengkombinasikan kriteria likelihood dengan kriteria consequences melalui risk matrix (Tabel 2.1). Dalam risk matrix tersebut telah terklasifikasi level risiko yang terdiri dari kombinasi antara likelihood dengan consequences berupa warna yang memiliki tingkat risiko masing-masing. Node pada bagian atas Evaporator hanya terdapat tiga instrumen yang dianalisis dan meliputi 2 parameter penting, yaitu Temperatur dan Tekanan. Dimana masing-masing instrumen memiliki kondisi risiko yang berbeda-beda. Berikut adalah salah satu risk matrix pada node evaporator bagian atas: Tabel 3.10. Risk Matrix dari node pada bagian atas Evaporator
Dari Tabel 3.10. terdapat tiga instrumen namun terdapat salah satu yang memiliki kondisi yang High Risk. Kondisi yang tinggi tersebut disebabkan oleh Pressure Transmitter (PT 2501) on evaporator. E. Analisis Emergency Response Plan Emergency Response Plan dapat disebut dengan Prosedur Penanganan Keadaan Darurat Pabrik (PKDP). Tujuan dibuatnya PKDP adalah sebagai pedoman penanganan keadaan darurat pabrik yang terjadi pada jam kerja. Keadaan darurat meliputi kebocoran bahan berbahaya dan beracun yang dapat mengakibatkan kerusakan pada aset perusahaan, mengancam kesehatan karyawan, masyarakat maupun keselamatan lingkungan. Prosedur Penanganan Keadaan Darurat Pabrik (PKDP) adalah segala upaya yang dilakukan perusahaan untuk menangani keadaan pabrik dari mulai penanganan awal sampai dengan rehabilitasi. F. Pembahasan Berdasarkan hasil evaluasi, maka kondisi yang berpotensi bahaya dan menimbulkan risiko yang tinggi pada heat exchanger terdapat pada Flow Transmitter (FT 2501) steam inlet yang memiliki kondisi High Risk. Sedangkan untuk node evaporator, instrumen yang paling berbahaya dan memiliki risiko paling tinggi terdapat pada Pressure
6 Transmitter (PT 2501) on evaporator dengan kondisi High Risk. Sehingga terdapat dua instrumen pada sistem penguapan asam fosfat yang berpotensi bahaya paling besar dan menimbulkan risiko yang tinggi. Dari kedua instrumen tersebut memiliki nilai dan kondisi risiko yang sama yakni 15, dengan kondisi High Risk. Dua instrumen yang dimaksud adalah FT 2501 yang berada pada node dari heat exchanger serta PT 2501 yang berada pada node bagian atas evaporator. Dan kedua instrumen tersebut yang memiliki konsekuensi terbesar adalah pada FT 2501 yang dapat mengalami kebocoran dan membutuhkan waktu yang lama untuk pemanasan asam fosfat sehingga dapat mengganggu jalannya proses. Sedangkan PT 2501 memiliki konsekuensi yang cenderung mengarah kepada kegagalan proses produksi. Sehingga dapat terjadinya shutdown pada sistem penguapan. Oleh sebab itu, untuk tindakan pencegahan beberapa keadaan darurat tersebut maka dibutuhkan beberapa rekomendasi yang perlu dijalankan. Jika beberapa keadaan darurat tersebut muncul secara tiba-tiba dan menimbulkan risiko tinggi, maka diperlukan suatu tindakan penganggulangan keadaan darurat yang disebut dengan Prosedur Penanganan Keadaan Darurat Pabrik (PKDP) yang istilahnya bisa dinamakan dengan Emergency Response Plan. Dalam PKDP yang berisi mengenai prosedur penanganan keadaan darurat serta beberapa pihak yang terkait dan bertanggung jawab didalamnya. Maka ketentuannya adalah semua sumber daya yang terdapat di pabrik berwenang dan dapat digunakan untuk menangani keadaan darurat. Sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia yang terdiri dari beberapa personel yang terlibat dan bertanggung jawab di dalamnya. Selain itu juga berupa fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia di perusahaan seperti operator telepon untuk menjalin komunikasi antar anggota, fire truck dari regu PMK dan peralatan kesehatan melalui tim medis dari RSPG.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil bebarapa kesimpulan bahwa instrumen yang memiliki potensi bahaya dan risiko tinggi terjadi pada Flow Trasnmitter (steam inlet) dan Pressure Transmitter (in Evaorator) yang semuanya memiliki kriteria risiko High Risk. Flow Trasnmitter memiliki likelihood 5 yang berarti risiko terjadi lebih dari 4 kali per bulannya. Sedangkan untuk Pressure Transmitter memiliki likelihood 5 dan keduanya memiliki consequences 3. Cara menurunkan risikonya adalah perlu dilakukan kalibrasi ulang minimal 2 kali pertahun dan pengecekan rutin minimal sekali perminggu. Potensi bahaya paling besar yang terjadi pada sistem penguapan asam fosfat adalah kebocoran. Sehingga dibutuhkan Prosedur Penanganan Keadaan Darurat Pabrik (PKDP) yang berisi bagaimana cara menangani keadaan darurat untuk meminimalisir risiko yang lebih besar.
V.
REFERENSI
[1] Dep Manajemen Risiko. 2014. “Kriteria Profil Risiko Pabrik III 2014”. Gresik: Dep Produksi III dan Dep Pemeliharaan III PT. Petrokimia Gresik.
[2] Juniani, dkk. 2011. ”Implementasi Metode HAZOP dalam Identifikasi Bahaya dan Analisa Risiko Pada Feedwater System di Unit Pembangkitan Paiton, PT. PJB”. ProsidingTeknik K3 PPNS ITS Surabaya. [3]Kavianian H.R, Rao J.K dan Brown G.V,. 1992. “Application Of Hazard Evaluation Techniques To The Design Of Potentially Hazardous Industrial Chemical Process”. [4] Kotek a, L and Tabas M. 2012. “ HAZOP study with qualitative risk analysis for prioritization of corrective and preventive actions”. Procedia Engineering 42 (2012) 808 – 815. 20th International Congress of Chemical and Process Engineering CHISA 2012, 25- 29 August 2012, Prague, Czech Republic. [5] Kristianingsih L dan Musyafa’ A. 2013. “Analisis Safety System Dan Manajemen Risiko Pada Steam Boiler PLTU Di Unit 5 Pembangkitan Paiton, PT. YTL”. Ruang Baca Teknik Fisika FTI – ITS Surabaya. [6]Montgomery, Douglas C. 2009. “Introduction to Statistical Quality Control – 6th Edition”. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. [7] Tunggul H dan Suyanto. 2011. “Perancangan Simulator Virtual DCS Centum CS3000 Yokogawa Pada Sistem Pengendalian Suhu Penukar Panas Di Unit Phosphoric Acid (PA) Pabrik III PT. Petrokimia Gresik”. Ruang Baca TeknikFisika FTI-ITS Surabaya.