PEMETAAN KOROSI PADA STASIUN PENGUAPAN DI PABRIK GULA WATOE TOELIS
Dian Virgianto (2707 100 050) Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Sulistijono, DEA Budi Agung Kurniawan, ST, MSc) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
[email protected] Abstrak Stasiun Penguapan memiliki permasalahan korosi. Uji polarisasi dilakukan untuk mengetahui laju korosi pada stasiun penguapan. Uji polarisasi dilakukan pada komponen yang dialiri nira. Komponen tersebut adalah kalandria, pipa pemasukan dan penguapan serta badan sulfitasi. Dalam uji polarisasi ada 2 jenis material yang digunakan dengan variable larutan nira yaitu Stainless Steel 304 dengan pH 7,2 dan 6,8 sedangkan Medium Carbon Steel dengan pH 6,8 dan 5,5. Dari hasil uji polarisasi dapat diketahui tingkat korosifitas pada masingmasing material dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Dari hasil uji polarisasi, laju korosi terendah terjadi pada material jenis Stainless Steel dengan pH 7,2 adalah 0,02937 mm/year sedangkan laju korosi tertinggi terjadi pada material jenis Medium Carbon Steel dengan pH 5,5 adalah 6,0656 mm/year. Kategori low corrosion terjadi pada komponen kalandria, medium corrosion pada pipa pemasukan dan pengeluaran serta high corrosion pada badan sulfitasi. Kata kunci : Stasiun Penguapan, Stainless Steel 304, Medium Carbon Steel, Uji polarisasi, High, Medium and Low Corrosion.
1. Pendahuluan Pada Era Globalisasi,perkembangan perusahaan yang kian pesat dan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak menentu membawa dampak pada meningkatnya persaingan yang semakin ketat dan terus berkembang dari perusahaan-perusahaan yang ada membuat semakin banyak perusahaan yang Go Public. Hal ini akan membuat setiap perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja semaksimal mungkin agar dapat memenangkan persaingan. Mereka berlombalomba dalam menarik minat konsumen melalui produk yang dhasilkan Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman yang semakin maju baik di bidang teknologi informasi maupun komunikasi sehingga merubah pandangan konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan dimana mereka menginginkan produk yang bermutu tinggi, fungsional, tepat waktu namun dengan harga yang murah. Pesaingan
pada pabrik gula saat ini pun kian bersaing untuk memperoleh kepercayaan pada masayarakat dalam menghasilkan produk yang terbaik. Pesaingan pada pabrik gula saat ini pun kian berkembang pesat dalam memperoleh kepercayaan pada masyarakat Hal ini tentunya juga terjadi pada industri perkebunan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah Pabrik Gula Watoe Toelis yang terletak di Krian, Sidoarjo. Pada industri pabrik gula, seperti pada proses industri lainnya tentu mengalami permasalahan korosi pada setiap tahapan proses produksinya. Dengan adanya bahan konstruksi yang terbuat dari logam, maka bahan konstruksi pada Pabrik Gula tersebut rentan terhadap serangan korosi. Korosi itu sendiri merupakan perusakan suatu material karena adanya reaksi dengan lingkungannya atau dapat disebut sebagai gejala destruktif yang dapat mempengaruhi hampir semua logam. Pada dasarnya, korosi ini memang tidak dapat dihindari, akan tetapi dapat diperlambat laju
korosinya. Sehingga tanpa disadari, permasalahan korosi ini dapat menimbulkan dampak-dampak yang merugikan baik dari segi biaya, sumber daya alam dan juga sumber daya manusia. Selama ini permasalahan korosi di pabrik gula kurang mendapat perhatian secara berkala bahkan terkesan sering diabaikan. Selain itu permasalahan seperti ini juga kurang dibahas secara mendalam serta belum pernah dilakukan pemetaan korosi sebelumnya. Oleh karena itu, salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui persebaran korosi yang terjadi pada pabrik gula di Indonesia, khususnya Pabrik Gula Watoe Toelis yaitu melalui perancangan pemetaan korosi pada tiap-tiap unitnya agar dapat memudahkan dalam proses Maitanance.
A
Menetukan klasifikasi berdasarkan laju korosi dari tiap material Menggambar pemetaan korosi dengan pemberian simbol warna
Kesimpulan dan Rekomendasi
2. METODOLOGI START
END
Preparasi
Gambar 2.1 Diagram Alir Perancangan Temperatur e (design & operation)
Material
Pengumpulan data
Fluida kerja (jenis & komposisi)
Pengambilan sampel
Sampel SS 304 dan Medium Steel
Sampel nira
Preparasi spesimen
Melakukan pengujian komposisi nira dengan metode Fehling
Uji potensiostat
A
2.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian polarisasi adalah sebagai berikut: 1. Material jenis medium carbon steel dan stainless steel 304. 2. Amplas grade 120 sampai 1200. 3. Kawat tembaga 4. Gergaji 5. Penggaris 6. Polisher 7. Sel korosi 3 elektroda, elektroda pembanding adalah Ag/AgCl, dan elektroda bantu berupa platina.
8. Mesin potensiostat model Autolab 9. Nira dengan pH 5,5 , 6,8 , dan 7,2 2.2 Uji polarisasi Prinsip kerja pada uji polarisasi adalah sebagai berikut : 1. Mengontrol potensial yang diberikan antara elektroda kerja (working electrode) dan elektrode pembanding (reference electrode). Potensial ini merupakan potensial yang dipakai (Eapp).
2. Mengukur besarnya arus yang mengalir antara elektroda kerja dan elektroda pembantu (counter electrode) yang merupakan arus total (I Total ). Sel korosi yang juga dikenal dengan sel tiga elektroda yang digunakan merupakan peralatan yang digunakan untuk pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif pengujian korosi suatu spesimen.
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Uji Polarisasi Uji polarisasi disini menggunakan material jenis medium carbon steel dan stainless steel 304 dengan larutan elektrolit menggunakan nira disesuaikan pada kondisi operasi. Setelah spesimen di preparasi dan dipotong dengan dimensi 0,5x0,5 cm,kemudian spesimen dipasang pada holder sebagai elektroda kerja kedalam masing-masing elektrolit nira. Sampel holder dipasang dalam sel korosi bersama elektroda pembanding dan elektroda bantu. Running pengujian dengan klik menu RUN pada alat potensiostat kemudian data berupa kurva tersebut dapat di print screen.
2.3 Uji Komposisi Nira 2.3.1 Uji Kandungan Sakarosa nira dihidrolisa dengan volume 100ml dan darilarutan ini ditetapkan pemutaran bidang polarisasi pada 200C dalam suatu tabung polarisasi. Dari kondisi tersebut maka diketahui gula inverse total dimana gula ini merupakan
gula sakarosa yang mengandung gula inverse (gula yang mengalami perubahan/perpecahan unsur) kemudian dihidrolisa menjadi gula inversi. Untuk mengetahui kandungan dari sakarosa tersebut, digunakan rumus sebagai berikut: %sakarosa
volume gula inversi total volume gula inversi x 100% volume nira
2.3.2 Uji Kandungan Gula Reduksi Menimbang dengan teliti sebanyak lebih kurang 5 gram nira kemudian memasukkan kedalam labu ukur 500 ml dan mengimpitkan sampai tanda garis dengan air suling. Dari sampel ini dipipet 10 ml, masukkan kedalam erlenmeyer 300 ml, tambahkan air 15 ml dan 25 ml larutan Luff dan beberapa butir didih. Kemudian sambungkan dengan pendingin tegak. Cairan ini dipanaskan diatas kasa yang berlempeng asdes selama kurang lebih 2 menit sampai mendidih. Selanjutnya dipanaskan tepat 10 menit mendidih (stopwatch) kemudian cepat-cepat didinginkan lalu ditambahkan 15 ml larutan KJ 20N dan 25 ml H2SO4 6N. Jod yang dibebaskan dititar dengan larutan tio 0,1 N dengan kanji sebagai penunjuk. %Gula reduksi
berat gula(dari tabel)
100%
Berat sampel
2.3.3 Uji Kandungan Sulfur Pada uji komposisi sulfur ini menggunakan fuchsin dan formaldehida, dimana pereaksi fuchsin merupakan campuran dari 11 ml larutan H2SO4 pekat, 234 ml air dan larutan fuchsin 3% dalam ethanol (warna larutan coklat) kemudian ditambahkan 1 ml larutan formaldehida 40%. Lalu 4 ml larutan pereaksi fuchsin ditambahkan dalam 1 ml nira lalu didiamkan sampai berwarna hijau.Kemudian hasilnya tertera pada spektrofotometer yang berisi nira tersebut dibaca dalam % T dengan menggunakan silika hijau setelah dicampur rata.
%Sulfur
% Transmisi nira
100%
% Transmisi s tan dart
2.3.4 Uji Kandungan Asam Asetat 1 ml nira dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer lalu ditambahkan 100 ml air suling .Setelah itu ditambah indikator pp (fenoltalein) 2 tetes kemudian dititrasi dengan standart NaOH 0,1 M sampai warna berubah dari tak berwarna menjadi merah jambu lalu hasilnya volume NaOH dapat dibaca melalui buret. Selanjutnya dapat dihitung menggunakan rumus berikut: % Asam asetat
volume NaOH x Normalitas NaOH x Mr. Asam asetat 100% volume nira
3. ANALISA PEMBAHASAN
DATA
DAN
3.1 Hasil Komposisi Nira Senyawa-senyawa yang terkandung dalam nira adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Tabel Komposisi Nira Ko de
pH
1 2 3. 4. 5.
5,4 6,3 7,2 6,8 5,5
Komposisi Kimia (%) Sakarosa Gula Sulfur Asam reduksi Asetat 12,81 0,22 0,11 0,12 8,64 0,36 0,05 0,09 23,44 2,33 1,03 0,38 29,42 2,82 1,56 0,41 31,05 3,04 1,62 0,49
Pada tabel 3.1 didapatkan hasil bahwa di dalam larutan nira terdapat 3 senyawa utama yang menyebabkan rasa manis dalam nira yaitu : sakarosa,fraktosa dan glukosa. Fraktosa dan glukosa bisa juga disebut dengan gula reduksi. Sakarosa pada nira tidak mempengaruhi korosivitas pada peralatan-peralatan di pabrik gula karena sakarosa merupakan senyawa yang sangat stabil sehingga tidak mudah berikatan dengan O2. Sedangkan gula reduksi yang terdiri dari fraktosa dan glukosa merupakan gula hasil kerusakan sakarosa oleh mikroba. Gula reduksi ini tidak stabil karena apabila teroksidasi akan menjadi asam. Asam inilah yang bisa menjadi katalis dalam proses
korosi yang terjadi pada logam-logam di stasiun gilingan. Selain itu sulfur memiliki pengaruh yang besar terhadap proses terjadinya korosi karena Sulfur memiliki sifat reduktif. Hal ini disebabkan karena Sulfur mudah sekali mengikat Oksigen (O2) sehingga mudah dalam membentuk senyawa SO2 dimana senyawa ini bersifat korosif. Sedangkan Asam Asetat merupakan asam organik yang terbentuk secara alami dari hasil proses fermentasi atau proses pengrusakan gula yang tereduksi menjadi asam yang dikenal dengan nama Asam Asetat atau Asam Cuka. Asam Asetat sangat mempengaruhi proses korosi karena senyawa ini memiliki efek sebagai katalisator dalam proses korosi yang terjadi pada logam. Dari data tabel komposisi kandungan nira, badan penguapan dialiri oleh nira dengan kode 3-5 yaitu nira dengan pH 7,2 , 6,8 dan 5,5. 3. 2 Hasil Uji Polarisasi Ada 3 komponen pada stasiun penguapan yang diuji polarisasi. Komponen tersebut adalah kalandria dengan jenis material stainless steel 304 yang dialiri nira dengan pH 7,2 dan 6,8 serta pipa pemasukan-pengeluaran nira dan badan sulfitasi dengan jenis material medium carbon steel yang masing-masing dialiri nira dengan pH 6,8 dan 5,5. Berikut adalah hasil polarisasi: :
Gambar 3.1 Kurva polarisasi pada kalandria dengan larutan nira pH 7,2
Gambar 3.2 Kurva polarisasi pada kalandria dengan larutan nira pH 6,8
3.3 Pembahasan Pada pengujian ini digunakan tegangan sebesar -0,5 sampai 0,5. Setelah ditarik 2 garis ektrapolasi pada kurva polarisasi tersebut, maka didapat nilai icorr pada titik pertemuan antara kedua garis tersebut yang kemudian ditarik pada sumbu ordinat pada setiap pengujian yang dilakukan. Setelah didapat nilai icorr, maka didapat nilai icorr per satuan luas yang digunakan pada spesimen uji. Hasil icorr per satuan luas tersebut dimasukkan kedalam rumus CR (Corrosion Rate) sehingga didapat nilai laju korosi pada kalandria, pipa pemasukan-pengeluaran dan badan sulfitasi. Tabel 3.2 Hasil uji polarisasi pada stasiun penguapan Komponen alat Pipa kalandria Pipa kalandria Pipa masukkeluar nira Badan sulfitasi
Gambar 3.3 Kurva polarisasi pada Medium Carbon Steel dengan larutan nira pH 6,8
Gambar 3.4 Kurva polarisasi pada Medium Carbon Steel dengan larutan nira pH 5,5
pH
Material
7,2
SS 304
Laju Korosi (mmpy) 0,02937
6,8
SS 304
0,47646
6,8
Medium Carbon Steel Medium Carbon Steel
2,5715
5,5
6,0656
Dari hasil uji polarisasi diatas, laju korosi terendah terjadi pada material jenis Stainless Steel dengan pH 7,2 sebesar 0,02937 mm/year sedangkan laju korosi tertinggi terjadi pada material jenis Medium Carbon Steel dengan pH 5,5 sebesar 6,0656 mm/year. Semakin asam larutan nira serta semakin besar kadar sulfur yang terkandung dalam nira akan semakin berpengaruh pada tingkat korosifitas terhadap Stainless Steel 304 dan Medium Carbon Steel. Laju korosi yang dihasilkan pada Stainless Steel 304 lebih rendah daripada Medium Carbon Steel. Hal ini dikarenakan adanya kandungan Chroum (Cr) yang lebih besar dari Stainless Steel sehingga material jenis ini lebih tahan korosi dibanding dengan material jenis Medium Carbon Steel.
3.4 Pemetaan Korosi Setelah diketahui laju korosi pada masing-masing stasiun, maka selanjutnya laju korosi dikategorikan kedalam 3 macam yaitu high, medium dan low corrosion. Tabel 3.3 Kategori pada laju korosi Kategori
Low Corrosion Medium Corrosion High Corrosion
Laju Korosi ( mm/year ) 0 - 2,5 2,5 -5
Warna
>5
Dari kategori pada masing-masing laju korosi pada komponen yang dialiri nira pada stasiun penguapan, maka 3 macam kategori tersebut dibedakan dengan menggunakan warna agar mempermudah dalam identifikasi tingkat korosifitasnya. Adapun perancangan pemetaan korosi pada stasiun penguapan setelah dilakukan pemberian warna adalah sebagai berikut:
4 5 6 7 8
Gambar 3.5 Perancangan Pemetaan Korosi pada Stasiun Penguapan Kesimpulan 1.
2.
3.
Proses korosi pada stasiun penguapan dipengaruhi oleh pH larutan nira serta komposisi kimia yang terkandung didalam nira. Semakin kecil pH dan semakin besar kandungan sulfur didalamnya, maka semakin besar pula laju korosi yang dihasilkan. Dari hasil uji polarisasi, laju korosi terendah terjadi pada material jenis
Stainless Steel dengan pH 7,2 adalah 0,02937 mm/year sedangkan laju korosi tertinggi terjadi pada material jenis Medium Carbon Steel dengan pH 5,5 adalah 6,0656 mm/year. Sehingga laju korosi pada SS 304 dalam larutan nira pH 7,2 dan 6,8 termasuk kategori low corrosion, sedangkan laju korosi pada Medium Carbon Steel dengan larutan nira pH 6,8 termasuk kategori medium corrosion serta laju korosi Medium Carbon Steel dalam larutan nira pH 5,5 termasuk dalam kategori high corrosion. Saran 1. Sebaiknya perlu dilakukan pendataan ulang mengenai data-data yang dapat mendukung proses penyelesaian Tugas Akhir agar didapat data yang lebih akurat dan detail. 2. Perlu dilakukan pengujian Thickness secara berkala pada komponen di stasiun penguapan sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai pembanding dari pengujian polarisasi. 3. Perlu dilakukan pengujian polarisasi dengan variable temperatur agar hasil laju korosi pada tiap evaporator lebih rinci dan akurat.
Referensi : Hugot.1986. Handbook of Cane Sugar Engineering.Munajib.1990. Cara-cara analisa kimia. Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian. Nurkamari, Bsc. 1984. Penuntun Analisa Kolorimetri Daerah Tampak. Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian. Roberge, Piere. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw Hill International Book Company. Sulistijono. 2000. Diktat Korosi dan Analisa Kegagalan. Surabaya: ITS Askeland, Donald R. 1998. The Science and Engineering of Material, S1 Edition