HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK Rizka Hikmawati Noer, Tri Martiana Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat`Universitas Airlangga Email: rhezz_rizuka@yahoo. com ABSTRACT Pollution of phospat acid production activity in PT. Petrokimia Gresik are phospat rocks particles and sulphat acid aerosol in the macufacturing area which makes mucose dryness in respiratory tract so workers was experiencing the symptoms of Upper Tract Respiratory Infection . This study was held to know about some factors which was related with the symptoms Upper Respiratory Tract Infection to workers in Phospat Manufacturing, Manufacture Department III PT. Petrokimia Gresik. This study used observation method with cross sectional assessment. Interview was held to all 45 worker. Found that workers who have Upper Respiratory Tract Infection symptoms are 22 workers. Some factors which was related with Upper Respiratory Tract Infection to workers in Phospat Manufacturing, Manufacture Department III PT. Petrokimia, that are worker characteristic- age (p = 0.017) and working period (p = 0.017), worker behavior (smoking behavior) with p value= 0.025. Conclusion could be found working period and smoking behavior as some factors which was related with symptoms of Upper Respiratory Tract Infection to workers in Phospat Manufacturing, Manufacture Department III PT. Petrokimia Gresik. Keywords: Symptoms of Upper Respiratory Tract Infection, worker characteristic, worker behaviors ABSTRAK Polusi dari kegiatan produksi asam fosfat di PT. Petrokimia Gresik adalah debu atau partikel dari phospat rocks dan aerosol asam sulfat di area pabrik tersebut dapat mengakibatkan keringnya mukosa di saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan pekerja dapat menderita atau merasakan gejala ISPA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III, PT. Petrokimia Gresik Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan cross sectional. Wawancara dilakukan kepada 45 orang pekerja. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan jumlah pekerja yang mengalami gejala ISPA sebanyak 22 orang pekerja. Beberapa faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik yaitu karakteristik pekerja usia (p = 0,017), masa kerja (0,017), dan perilaku pekerja kebiasaan merokok (0,025). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa faktor karakteristik pekerja yaitu masa kerja dan faktor perilaku pekerja kebiasaan merokok merupakan faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Kata kunci: gejala ISPA, karakteristik pekerja, perilaku pekerja
PENDAHULUAN
logam dan air serta asam, jika terhirup dalam paru, fosfin menyebabkan hiperemi dan edema paru (Suma’mur, 2009). Sedangkan bahaya aerosol sulfat terhadap kesehatan saluran pernapasan yaitu paparan dengan aerosol asam pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan iritasi mata, saluran pernapasan, dan membran mukosa yang parah. Iritasi akan mereda dengan cepat setelah paparan, walaupun terdapat risiko edema paru apabila kerusakan jaringan lebih parah. Pada konsentrasi rendah, symtomp sakibat paparan kronis aerosol asam sulfat yang paling umum dilaporkan adalah pengikisan gigi. Sedangkan indikasi kerusakan kronis saluran pernapasan masih
Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik menghasilkan produk asam phosphat (H3PO4) berbentuk cair dan berbahan baku phospat rocks dan Asam Sulfat (H2SO 4). Bahaya dari kegiatan produksi asam fosfat yaitu debu atau partikel dari phospat rocks dan aerosol asam sulfat di area pabrik dapat mengakibatkan keringnya mukosa di saluran pernapasan sehingga pekerja dapat menderita atau merasakan gejala ISPA. Fosfin (PH 3) yang terbentuk dari fosfor merupakan persenyawaan fosfor dengan zat air, yang terjadi, apabila fosfor bersentuhan dengan
130
Rizka dan Tri, Hubungan Karakteristik dan Perilaku…
belum jelas (Soeripto, 2008). Maka tujuan umum dari penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor karakteristik dan perilaku pekerja apa saja yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III (Asam Phospat) PT. Petrokimia Gresik. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik pekerja (usia, masa kerja, lama kerja, dan riwayat alergi), mengidentifikasi perilaku pekerja (kebiasaan memakai APD masker, kebiasaan merokok, dan kebiasaan berolahraga), mengidentifikasi gejala ISPA pada pekerja, menganalisis hubungan antara tiap karakteristik pekerja dengan gejala ISPA, serta menganalisis hubungan antara tiap perilaku pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Perusahaan PT. Petrokimia merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang pertanian dan bertugas untuk tetap membantu menstabilkan ketahanan pangan di berbagai wilayah Indonesia, di mana produk yang dihasilkan yaitu berbagai macam pupuk organik, nonorganik dan memproduksi beberapa zat kimia seperti amoniak, asam sulfat, dan lain-lain. Dalam proses produksinya baik secara mekanik atau alamiah sangat memungkinkan terbentuknya berbagai macam polutan yang dapat membahayakan para pekerja. Di Pabrik Asam Fosfat Departmen Produksi III tersebar debu atau partikel dari phospat rocks dan aerosol asam sulfat mengingat bahan baku batuan fosfat tersebut diletakkan terbuka (menggunung) di area Pabrik Asam Fosfat Departmen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Data kesehatan karyawan PT. Petrokimia Gresik menunjukkan bahwa persebaran pekerja yang menderita ISPA di PT. Petrokimia Gresik pada tahun 2012 cukup merata di semua site kerja atau pabrik. Rinciannya yaitu Departemen Produksi III (Asam Phospat) sebanyak 10,91%, HAR III 9,39%, HAR III 8,79%, Departemen PPK 8,48%, Departemen Proses dan lab 6,36%, dan departemen lainnya di bawah 6% Persebaran kejadian gejala ISPA pada pekerja yang hampir merata di semua site PT. Petrokimia Gresik menjadi suatu permasalahan tersendiri. Maka dari itu perlu diketahui faktor-faktor apa yang menyebabkan maupun gejala ISPA pada seorang pekerja. Bagi Peneliti diharapkan dapat Mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan penyusunan karya tulis serta meningkatkan intuisi peneliti dalam
131
mengidentifikasi adanya permasalahan yang dapat diteliti. Bagi Perusahaan diharapkan dapat Sebagai bahan pertimbangan untuk penyelenggaraan sistem K3 yang lebih baik khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Bagi Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan derajat pengetahuan masyarakat dan meningkatkan aplikasinya dalam mencegah gejalagejala ISPA agar tidak sampai terjadi infeksi (ISPA) di tempat kerja. Variabel independen sebagai faktor yang mempengaruhi outcome, maka peneliti menggunakan variabel karakteristik tenaga kerja yaitu usia, riwayat alergi, lama kerja, dan masa kerja. Selain itu diteliti pula mengenai perilaku tenaga kerja dalam hal pemakaian alat pelindung diri pernapasan (masker), kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga. Hal tersebut diteliti untuk mengetahui faktor-faktor mana saja yang berhubungan dengan gejala ISPA yang terjadi pada tenaga kerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Di mana gejala ISPA yang diteliti yaitu meliputi nyeri tenggorokan, batuk, pilek, hidung tersumbat, sakit saat menelan, suara serak, nyeri pada wajah, dan nyeri di bagian bawah telinga. Namun pada penelitian ini tidak membahas debu, bahan kimia, suhu lingkungan, ventilasi dan asap kendaraan sebagai faktor yang memungkinkan terjadinya ISPA. METODE Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan metode observasi serta metode pendekatannya adalah cross sectional. Sampel diambil dari seluruh pekerja di Pabrik Asam Fosfat Dept. Produksi III PT. Petrokimia Gresik sebanyak 45 orang pekerja dengan metode interview kepada pekerja. Lokasi penelitian berada di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Variabel independen yang diteliti yaitu karakteristik pekerja (usia, masa kerja, lama kerja, riwayat alergi) dan perilaku pekerja (pemakaian APD masker, kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga). Variabel independen diukur dengan metode wawancara dari pertanyaan yang telah tertera pada kuesioner. Sedangkan variabel dependennya yaitu gejala ispa yang diukur dengan metode anamnesa di mana hanya sebatas menanyakan
132
The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2 Jul-Des 2013: 130–136
keluhan saluran pernapasan atas dan bukan untuk menegakkan suatu diagnosa ISPA. Analisis variable menggunakan tabulasi silang dan uji Chi square sehingga dapat diketahui korelasi antara variabel bebas dan terikat dengan kemaknaan α ≤ 0,05 (ada hubungan) sedangkan α > 0,05 tidak bermakna (tidak berhubungan) HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pekerja yaitu usia, mayoritas pekerja berusia ≥ 40 tahun sebanyak 29 orang pekerja (64,4%), memiliki masa kerja ≥ 10 tahun sebanyak 29 orang (64,4%), memiliki lama kerja ≤ 8 jam sebanyak 29 orang (64,4%), dan tidak memiliki riwayat alergi sebanyak 34 orang (75,6%) dari total populasi. Sedangkan hasil penelitian terhadap perilaku pekerja menunjukkan mayoritas pekerja selalu memakai APD masker sebanyak 34 orang pekerja (75,6%), memiliki kebiasaan merokok sebanyak 23 orang (51,1%), dan memiliki kebiasaan berolahraga 3 kali seminggu sebanyak 28 orang (62,2%). Ditemukan sebanyak 22 orang mengalami gejala ISPA (48,9%) dari total populasi. Setelah dilakukan uji chi square, maka diketahui 3 variabel yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petro kimia Gresik yaitu usia pekerja, masa kerja, dan kebiasaan merokok. Lebih jelasnya seperti tampak pada tabel crosstab berikut ini: Hasil penelitian menunjukkan nilai Chi square sebesar 0,017 (0,017 < 0,05). Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 45 orang pekerja yang berusia ≥ 40 tahun yaitu 29 orang, 62,1% pekerja diantaranya diketahui memiliki gejala ISPA (tidak normal). Jumlah ini merupakan jumlah Tabel 1 Hubungan Gejala ISPA dengan Usia Pekerja Gejala ISPA Usia (th)
Ada Gejala (Tidak Normal)
< 40 ≥ 40 Total
4 18 22
n
Total
Tidak ada Gejala (Normal)
%
n
%
25,0 62,1 48,9
12 11 23
75,0 37,9 51,1
n
%
16 29 45
100 100 100
terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok usia < 40 tahun. Setelah dianalisa menggunakan Chi Square dapat diketahui nilai Chi Square sebesar 0,017, artinya ada hubungan antara gejala ISPA dengan usia pekerja di Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Nilai Chi Square sebesar 0,017 (0,017 < 0,05). Berdasarkan tabel 5.10 di atas maka dapat disimpulkan bahwa dari 45 orang tenaga kerja yang memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 29 orang di mana 18 diantaranya memiliki gejala ISPA (tidak normal). Setelah dianalisa menggunakan uji Chi Square dapat diketahui nilai Chi Square sebesar 0,017, sehingga artinya ada hubungan antara Gejala ISPA dengan masa kerja pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Tabel 4 menunjukkan nilai Chi Square sebesar 0,025 (0,025 < 0,05). Berdasarkan dari tabel 3 maka dapat diketahui bahwa 23 orang pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik memiliki kebiasaan merokok di mana 15 orang diantaranya memiliki gejala ISPA (tidak normal). Setelah dilakukan analisa menggunakan uji Chi Square maka didapat nilai Chi Square sebesar Tabel 2. Hubungan Gejala ISPA dengan Masa Kerja Pekerja Gejala ISPA Masa Kerja (th)
Ada Gejala (Tidak Normal) n
< 10 ≥ 10 Total
4 18 22
Total
Tidak ada Gejala (Normal)
%
n
%
25,0 62,1 48,9
12 11 23
75,0 37,9 51,1
n
%
16 29 45
100 100 100
Tabel 3 Hubungan Gejala ISPA dengan Kebiasaan Merokok Pekerja Merokok
Ya Tidak Total
Gejala ISPA
Total
Ada Gejala (Tidak Normal)
Tidak ada Gejala (Normal)
n
n
%
15 7 22
65,2 31,8 48,9
n
%
23 22 45
100 100 100
%
8 15 23
34,8 68,2 51,1
Rizka dan Tri, Hubungan Karakteristik dan Perilaku…
0,025 , maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara gejala ISPA dengan kebiasaan merokok pada pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. PEMBAHASAN Setelah dilakukan uji Chi Square antara Gejala ISPA dan setiap variabel baik karakteristik pekerja maupun perilaku pekerja, maka dapat diketahui ada hubungan antara gejala ISPA dengan usia pekerja, masa kerja, dan kebiasaan merokok. Semakin meningkatnya usia seseorang maka kerentanan efek pemajanan semakin meningkat sehingga akan mengalami gangguan saluran pernapasan. Faktor usia mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh (Siswanto, 1991). Dari hasil penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik termasuk dalam rentang usia ≥ 40 tahun, yaitu sebanyak 29 orang (64,4%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar pekerja telah mengalami masa produktif di mana semakin tua usia seorang pekerja maka risiko untuk mengalami gejala ISPA akan semakin besar. Variabel usia berhubungan dengan gejala ISPA kemungkinan disebabkan oleh faktor tentang kadar uap atau aerosol asam sulfat dan debu fosfat, yang mana walaupun masih di bawah nilai ambang batas (0,4 mg/m3) namun jika seorang pekerja mengalami frekuensi paparan yang tinggi, gejala ISPA masih mungkin terjadi. Terlebih dengan usia yang tidak muda lagi, hal tersebut akan lebih memicu terjadinya ISPA dan gejalanya. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik bekerja sebanyak ≤ 8 jam yaitu sebanyak 29 orang pekerja (64,4%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menggambarkan risiko yang relative kecil untuk mengalami gejala ISPA. Lamanya masa kerja seseorang mempengaruhi jumlah terpaparnya lingkungan kerja baik debu, aerosol asam, uap, asap, dan lain-lain yang terhirup oleh pekerja. Semakin lama pekerja bekerja di suatu area kerja berdebu, beraerosol asam, uas, asap, dan lain-lain maka
133
semakin sering terpajan dan semakin banyak yang terhirup (Siswanto, 1991). Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009). Dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik memiliki masa kerja lebih dari sama dengan 10 tahun (≥10 tahun) yaitu sebanyak 29 orang (64,4%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menggambarkan sebagian besar pekerja di Pabrik Asam Phospat departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik mengalami pemaparan aerosol asam sulfat dan debu partikel fosfor pada saat bekerja dalam jangka waktu yang lama. Di mana variabel masa kerja berhubungan dengan gejala ISPA dimungkinkan karena asa kerja yang tinggi di suatu tempat kerja yang memiliki potensial bahaya terhadap pernapasan tak terasa dan akan terakumulasi menjadi suatu penyakit. Jika hal ini terus terjadi maka gejala ISPA akan berubah menjadi penyakit ISPA sehingga akan mengurangi produktivitas kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Yusnabekti, Ririn Arminsih, dan Ruth Luciana pada tahun 2011 di mana masa kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada pekerja industri mebel. Sedangkan variabel lama kerja tidak merupakan suatu faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik dimungkinkan karena disebabkan karena sebagian besar pekerja bekerja ≤ 8 jam dalam sehari yaitu sebanyak 29 orang pekerja dari 45 orang pekerja (64,4%) sehingga kemungkinan pekerja mengalami gejala ISPA menurun. Penggunaan masker di tempat kerja dan mengurangi kebiasaan merokok akan mampu lebih mengurangi angka gejala ISPA pada pekerja di Pabrik Asam Fosfat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Hal ini sejalan dengan penelitian Kety Rohani di tahun 2012 di mana lama kerja tidak berhubungan dengan kejadian gejala ISPA pada pekerja yang terpajan debu kapas di PT. Unitex di tahun 2011. Namun hal ini bertolak belakang dengan teori di mana lama bekerja selama bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pernapasan pekerja karena frekuensi terpajan debu setiap harinya (Suma’mur, 2009). Alergi di tempat kerja biasanya mengenai kulit atau alat pernapasan ataupun keduanya
134
The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2 Jul-Des 2013: 130–136
(Suma’mur, 2009). Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik tidak memiliki riwayat alergi yaitu sebanyak 34 orang pekerja (75,6%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menggambarkan pekerja mengalami reaksi hipersensitivitas yang cukup rendah di mana diharapkan risiko terhadap gejala ISPA semakin menurun. Setelah dilakukan Chi Square test maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara gejala ISPA dengan riwayat alergi pada pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Riwayat alergi pada pekerja Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik bukan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA, hal ini dapat disebabkan karena distribusi sebagian besar pekerja tidak memiliki riwayat alergi yaitu 34 orang pekerja dari 45 orang pekerja (75,6%) sehingga kemungkinan mengalami gejala ISPA kecil. Sehingga apabila dihubungkan dengan gejala ISPA angka hubungan cenderung kecil pula. Sebaiknya alergi yang diderita oleh tiap pekerja diteliti dan disadari oleh orang itu sendiri, sehingga tiap orang akan lebih memperhatikan alergen yang mungkin bereaksi dengan dirinya (makanan, obat, debu, asap, dll). Jadi pekerja yang menderita atau memiliki riwayat alergi dapat terhindar dari gejala ISPA dan penyakit ISPA. Alat pelindung pernapasan dalam hal ini masker, berfungsi untuk menyaring udara (aerosol, asam, atau partikel debu). Jika membiasakan dengan menggunakan masker, maka dapat mengurangi pemajanan debu dan aerosol dalam saluran pernapasan dan paru (Siswanto, 1991). Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik memiliki kebiasaan selalu memakai APD masker di tempat kerja yaitu sebanyak 34 orang pekerja (75,6%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik mayoritas telah memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik mengenai pentingnya pemakaian AD di tempat kerja, khususnya APD pernapasan masker. Kebiasaan memakai APD masker pada pekerja merupakan salah satu faktor yang tidak berhubungan dengan gejala ISPA dikarenakan frekuensi kebiasaan
merokok yang tinggi yang masih melekat pada diri pekerja sehingga hal tersebut akan sama saja karena tetap mengganggu saluran pernapasan atas. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada hubungan dengan kebiasaan memakai APD masker pada pekerja industri mebel dengan kejadian gejala ISPA (Yusnabeti, 2011). Hal ini bertolak belakang pula dengan Baratawidjaja di tahun 1989 di mana penggunaan APD masker berhubungan secara signifikan dengan penyakit pernapasan. Merokok dapat menyebabkan struktur, fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran pernapasan, maka pada perokok akan timbul perubahan klinisnya (Depkes RI, 2003). Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 23 orang pekerja (51,1%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik kurang menyadari akan hal kesehatan saluran pernapasan dan paru di mana secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap produktivitas kerjanya. Setelah dilakukan analisa menggunakan Chi Square test, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara gejala ISPA dengan kebiasaan merokok pada pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yusnabeti pada tahun 2011 di mana dalam penelitian tersebut menyatakan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala infeksi pernapasan akut pada pekerja industri mebel. Hal ini sejalan pula dengan teori di mana asap rokok menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan. Kemampuan bulu getar yang berguna untuk menangkap benda asing telah berkurang sehingga debu lebih mudah masuk ke dalam paru-paru. Interaksi antara perokok dengan debu merupakan faktor risiko yang bersinergi sehingga perokok lebih mudah menderita ISPA dan gejalanya (Coleyy at al, 1794). Variabel kebiasaan merokok berhubungan dengan gejala ISPA dimungkinkan karena secara langsung maupun tidak langsung kebiasaan merokok yang masih melekat pada pekerja akan berdampak pada kesehatan saluran pernapasan dan paru pekerja. Yang mana hal ini secara tidak langsung akan
Rizka dan Tri, Hubungan Karakteristik dan Perilaku…
berdampak pula pada produktivitas kerja pekerja. Hal ini sejalan pula dengan teori di aman asap rokok menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan. Kemampuan bulu getar yang berguna untuk menangkap benda asing telah berkurang sehingga debu lebih mudah masuk ke dalam paru-paru. Interaksi antara perokok dengan debu merupakan faktor risiko yang bersinergi sehingga perokok lebih mudah menderita ISPA dan gejalanya (Coleyy at al, 1794). Kebiasaan olahraga bukan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja dikarenakan disebabkan karena terpapar debu partikel fosfat di mana batuan fosfat diletakkan menggunung di dekat area Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik di mana walaupun aerosol asam sulfat masih di bawah NAB namun hal tersebut tetap menjadi bahaya potensial terhadap kesehatan saluran pernapasan atas serta polusi yang disebabkan karena kendaraan bermotor seperti truk dan pick up yang hilir mudik di sekitar pabrik. Sebagian besar pekerja yang memiliki kebiasaan merokok mengalami gejala ISPA yaitu nyeri tenggorokan, batuk, pilek, hidung tersumbat, sakit saat menelan, suara serak, nyeri pada wajah, dan nyeri pada bagian bawah telinga. Secara langsung maupun tidak langsung kebiasaan merokok yang masih melekat pada pekerja akan berdampak pada kesehatan saluran pernapasan dan paru pekerja. Yang mana hal ini secara tidak langsung akan berdampak pula pada produktivitas kerja pekerja. Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik memiliki kebiasaan olahraga 3 (tiga) kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 28 orang pekerja (62,2%) dari 45 orang pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik cukup ideal dalam berolahraga yaitu 3 kali dalam seminggu. Setelah dilakukan Chi Square test, maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara gejala ISPA dengan Kebiasaan olahraga. Oleh karena itu kebiasaan olahraga pada pekerja Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik bukan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya di mana menyatakan bahwa ada hubungan antara
135
kebiasaan olahraga dengan gangguan fungsi saluran pernapasan dan paru pada pekerja mebel di PT. Kota Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara (Khumaidiah, 2009). Hal ini kemungkinan bisa disebabkan karena terpapar debu partikel fosfat di mana batuan fosfat diletakkan menggunung di dekat area Pabrik Asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik serta polusi yang disebabkan karena kendaraan bermotor seperti truk dan pick up yang hilir mudik di sekitar pabrik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja di Pabrik asam Phospat Departemen Produksi III PT. Petrokimia Gresik, maka dapat disimpulkan sebagai bahwa tidak ada hubungan antara gejala ISPA dengan karakteristik pekerja, lama kerja, dan riwayat alergi. Selain itu tidak ada hubungan antara gejala ISPA dengan perilaku pekerja kebiasaan memakai APD masker, dan kebiasaan berolahraga. DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja, K.G. 1989. Bissinosis dan Hubungannya dengan Obstruksi Akut (Penelitian pada Karyawan Perusahaan Tekstil di Jakarta dan sekitarnya). Depok: Disertasi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Coleyy, J. RT et al. 1974. Influence of Passive Smoking and Parental Phlegm on Pneumonia and Bronchis Childhood. Jurnal Lancet Depkes RI. 2003. Modul Pelatihan Fasilitator Kesehatan Kerja: Jakarta Khumaidiah. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonngo Kabupaten Jepara. Semarang: Universitas Diponegoro Rohani, K. 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex Tahun 2011. Jakarta: Universitas Indonesia Rahmawati, W. 2009. Profil Riwayat Alergi. Jakarta: Universitas Indonesia Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: Sagung Seto
136
The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2 Jul-Des 2013: 130–136
Siswanto A. 1991. Penyakit Paru Kerja. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur
Yusnabeti, Ririn, Ruth. 2011. PM10 dan Infeksi Saluran pernapasan Akut pada Pekerja Industri Mebel. Jakarta: Universitas Indonesia