Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014
Etos Kerja Penduduk Lanjut Usia (Studi Tentang Kebiasaan Bekerja Keras Pada Penduduk Lanjut Usia Di Desa Kalisari Jawa Tengah) Endang Dwi Sulistiyaningsih Jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman Jalan H. R. Bunyamin Purwokerto ABSTRAK Sumber motivasi etos kerja pada lansia di Desa Kalisari dipengaruhi oleh penghayatan hidup terhadap agama Islam, sistem nilai budaya, dan respon terhadap struktur ekonomi. Dari ketiga sumber motivasi tersebut kemudian dimanifestasikan pada kehidupan sehari-hari, dalam bentuk sikap kerja keras dan keuletan; tekun dan rajin; disiplin dan memilik tanggung jawab; dan hemat serta memiliki pandangan ke depan. Dengan temuan ini maka sekaligus dapat dijadikan bantahan terhadap konsep yang menganggap bahwa masyarakat Jawa itu pemalas dan keberadaan lansia dapat menjadi beban pada penduduk usia produktif. Sebaliknya bahkan para lansia di Desa Kalisasri sangat berperan dalam pembentukan etos kerja, melalui ketauladanan, melibatkan anak dalam pekerjaan, menegakkan kedisiplinan dan tanggung jawab dan membentuk watak percaya diri. Kata kunci: etos, kerja, lanjut usia
PENDAHULUAN Masyarakat pedesaan memiliki cara hidup berbeda dengan masyarakat di perkotaan. Hayami dan Kikuchi (1987) mengatakan bahwa dibandingkan dengan kehidupan kota, masyarakat desa lebih peduli terhadap kesulitan ekonomi orang lain. Mereka hidup bersama dalam satu lokasi yang sama dan harus bekerja sama pula demi keamanan dan kelangsungan hidup mereka. Diantara mereka bersama-sama mengumpulkan sumberdaya yang sangat sedikit dan menciptakan hubungan ketergantungan guna membentuk suatu jaringan komunitas yang dapat memberi sejumlah rasa aman untuk memenuhi kebutuhan dasar. Scott (1981) mengatakan bahwa pada diri para petani di pedesaan melekat sebuah prinsip hidup yang dikenal dengan “mendahulukan selamat”. Atas dasar prinsip ini kemudian muncul berbagai pengaturan teknis, sosial dan moral dalam suatu tatanan kehidupannya. Dalam prinsip mendahulukan selamat, kegiatan yang dilakukan lebih diarahkan untuk meminiimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan daripada memaksimalkan penghasilan rata-rata. Pilihan yang dapat memberikan keuntungan tinggi, namun beresiko yang besar terhadap kegagalan cenderung dikesampingkan. Namun demikian, bukan berarti masyarakat pedesaan tidak berani menghadapi resiko dalam berusaha. Ketika mereka telah berdiri pada landasan subsistensi yang kokoh, maka keberanian untuk mengambil resiko malah dapat menjadi ancaman bagi kaum kapitalis. Selama ada kepastian hasil yang diperoleh, walaupun hanya sedikit, tidak segan mereka berani memberikan apa saja yang dimilikinya. Berkaitan dengan lansia, pada kenyataannya tidak semua lansia melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak berguna. Bahkan secara ekonomis, banyak lansia yang mampu mencukupi kebutuhannya. Yasa (1999) menyimpulkan bahwa keterlibatan penduduk lansia dalam aktivitas ekonomi dapat dikatakan tinggi. Keterlibatan lansia dalam berbagai aktivitas, termasuk aktivitas produktif tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan fisiologis akan tetapi juga mampu menunjang kemandirian secara finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Wirakartakusumah dan Anwar (1994) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan yang mempengaruhi lansia untuk terjun ke pasar kerja. Pertama, masih banyak lansia yang tetap kuat secara fisik dan mental sehingga tidak ada alasan untuk keluar dari pasar kerja. Kedua, terjunnya lansia ke pasar kerja karena desakan ekonomi. Ketiga, alasan yang bukan didasarkan pada motif ekonomi, tetapi lebih didasarkan pada motif aktualisasi diri atau emosi. Dari ketiga alasan itu adalah wajar bila lansia yang secara fisik masih mampu dan karena desakan ekonomi tetap giat bekerja. Sedangkan untuk alasan aktualisasi diri, sangat menarik untuk dilakukan penelitian, terutama terhadap fenomena yang muncul bahwa lansia yang secara ekonomis berkecukupan, namun masih tetap bekerja atau memiliki etos kerja yang tinggi. Permasalahan penelitian ialah: Mengapa penduduk lanjut usia yang secara ekonomis telah berkecukupan, namun masih tetap giat bekerja atau memiliki etos kerja yang tinggi ? 126
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui sumber-sumber motivasi yang mampu membangkitkan etos kerja penduduk lanjut usia yang secara ekonomi telah berkecukupan. 2. Mengetahui manifestasi dan peran penduduk lanjut usia yang secara ekonomi telah berkecukupan dalam pengembangan etos kerja terhadap generasi yang ada di bawahnya. METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. 2. Lokasi Penelitian & Unit Analisis Penelitian dilakukan di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, dengan pertimbangan jumlah penduduk lanjut usia di desa tersebut relatif paling banyak (413 orang atau 9,6%) dibanding dengan desa-desa lainnya. Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga lanjut usia yang secara ekonomi berkecukupan namun masih memiliki etos kerja yang tinggi. Jumlah rumah tangga dengan kepala keluarga lansia adalah 266 orang atau 25,18% dari jumlah KK yang ada (1.056 KK). 3. Jenis & Teknik Pengumpulan Data Jenis data adalah data primer dan data sekunder. Data diperoleh dan dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi. 4. Analisa Data Jenis penilitian bersifat deskriptif kualitatif, dengan demikian data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif interpretatif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sumber Motivasi Etos Kerja a. Penghayatan Ajaran Agama Islam Penduduk Desa Kalisari hampir seluruhnya beragama Islam. Motivasi masyarakat untuk memperdalam ajaran Islam cukup tinggi. Setidaknya terdapat beberapa ayat suci Al Qur’an yang berkaitan dengan sumber motivasi etos kerja dan ditanamkan pada warga pada acara pengajian, yaitu: Pertama, motivasi merubah nasib. Nasib atau takdir dapat diartikan sebagai perjalanan hidup yang sudah ditentukan Yang Maha Kuasa. Namun demikian terdapat ayat yang menyatakan bahwa: Allah tidak akan mengubah suatu kaum, apabila manusia itu sendiri tidak berusaha untuk merubahnya (QS: 13:11). Kedua: berkerja sesuai dengan kemampuan. Tidak ada makanan yang lebih nikmat bagi seseorang, selain makanan yang diperoleh dari keringatnya sendiri (HR. Bukhori M). Ketiga, memiliki perhitungan dalam bekerja. Manusia diberi akal pikiran harus digunakan untuk membuat prediksi atau perkiraan yang masuk akal. Dalam ajaran Islam dikatakan bahwa: “Hendaknya kamu menghitung diri hari ini untuk mempersiapkan hari esok (QS. 59:18). Keempat, bekerja sebagai ibadah. Dalam Islam dikenal dua macam ibadah, yaitu ibadah ritual yang dilakukan di tempat suci khususnya masjid dan di tempat bekerja untuk memperoleh keuntungan. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup juga dianggap sebagai ibadah. Kelima,membiasakan hidup mandiri. Warga Desa Kalisari sebagian lansiah masih bekerja, mereka pada umumnya tidak mau tergantung pada orang lain atau anaknya sendiri. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam: “Bahwasannya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada menjadi tanggungan orang banyak” (HR. Bukhori M). Keenam, menjalin hubungan kerjasama. Motivasi terciptanya lingkungan kekeluargaan tersebut berkaitan dengan ajaran Islam yang berbunyi: “kehinaan akan ditimpakan walau dimanapun mereka berada, kecuali jika mereka tetap menjalin hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama manusia” (QS. 3 : 112). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ajaran agama Islam yang telah disampaikan oleh para penceramah pada ajaran pengajian turut berperan menjadi sumber motivasi pembentukan etos kerja yang tinggi pada pada lansia di Desa Kalisari. Hanya saja nampaknya masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa ajaran Islam sangat berperan dalam pembentukan etos kerja lansia. Oleh karena itu perlu dicari sumber motivasi etos kerja lainnya yang lebih signifikan dalam pembentukan etos kerja para lansia di Desa Kalisari.
127
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 b. Pengaruh Sistem Nilai Budaya Terdapat hubungan yang erat antara sumber motivasi etos kerja penduduk lansia di Desa Kalisari dengan sistem nilai budaya. Salah satu diantaranya adalah terwujud dalam kebersamaan untuk mengelola kepentingan bersama. Semangat kerjasama antara warga yang memiliki kepentingan sama dihimpun dalam kelompok musyawarah dalam hal memutuskan suatu permasalahan pertanian, seperti irigasi, pipanisasi dll. Hal ini sejalan dengan teori Hayami dan Kikuchi (1987) yang mengatakan bahwa kekuatan dasar yang melandasi manusia dalam struktur komunitas adalah kelangkaan sumberdaya yang relatif. Sebaliknya melimpahnya sumberdaya akan mengurangi pengaturan pemakaian oleh anggota komunitas. Struktur komunitas menjadi erat jika sumberdaya semakin langka. Kelangkaan sumberdaya tersebut akan menimbulkan persaingan, sehingga perlu dipertegas dengan peraturan yang menyangkut hak dan kewajiban anggota komunitas. Bagi para lansia di Desa Kalisari, kerja keras menjadi hal yang biasa. Terdapat beberapa falsafah hidup yang dipegang, seperti aja setengah-setengah, bisa nggelawat, bisa nggolet, isin nganggur. Falsafah aja setengah-setengah secara harfiah berarti jangan setengah-setengah atau tidak tuntas. Maksudnya adalah bahwa jenis pekerjaan apapun yang digeluti harus dikelola secara penuh. Dalam berusaha, seseorang harus memiliki keyakinan bahwa usaha yang dilaksanakan akan mendapat hasil yang baik. Ragu-ragu dalam berusaha berarti telah mendapat kegagalan setengah dari perjalanan usahanya. Falsafah bisa nggelawa,tbisa nggolet maksudnya adalah bahwa selama seseorang bisa bergerak atau sehat, maka ia harus bisa memanfaatkan kesehatannya tersebut untuk bekerja. Dalam penerapannya, kerja ini dapat di bidang apa saja, seperti bertani, upahan dan lain sebagainya. Sedangkan falsafah isin nganggur atau tidak senang jika tidak bekerja dapat dikatakan sebagai pegangan hidup para lansia di Desa Kalisari. Walaupun mereka sudah memiliki kehidupan yang cukup, dalam arti kebutuhan primernya telah tercukupi, namun masih terus giat bekerja. Berdasarkan uraian di atas ditemukan bahwa etos kerja keras yang terpancar dari penduduk lansia di Desa Kalisari merupakan realisasi dari sistem nilai budaya yang dianut oleh masyarakat. Dalam hal ini kerja yang mereka lakukan ternyata tidak semata-mata untuk mendatangkan penghasilan yang bersifat materii, namun juga menunjukkan kepuasan batiniah. Warga Desa Kalisari, temasuk lansia, jelas menunjukkan sikap rame ing gawe dan sepi ing pamrih. Satu falsafah Jawa yang dijadikan semboyan kebatinan. Rame ing gawe dimaksudkan sebagai kewajiban untuk bekerja keras untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kemanusiaan. Sedangkan sepi ing pamrih, memuat kerelaan tuntuk tidak mengejar kepentingan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya. Jadi memuat kesetiaan dalam memenuhi kewajibannya masing-masing (Suseno, 1985). c. Respon Terhadap Struktur Ekonomi Salah satu fenomena yang mencolok dalam kehidupan masyarakat bawah adalah rendahnya imbalan bagi pekerjaan mereka. Oleh karena itu, wajar jika dikatakan bahwa harapan akan perkembangan suatu etos kerja hanya akan terpenuhi jika pekerjaan seseorang mendapat imbalan yang wajar, dihargai sebagai kesibukan manusiawi dan membuka kemungkinan untuk maju. Tinggi rendahnya etos kerja, merupakan masalah ada atau tidaknya struktur ekonomi yang mampu memberikan insentif bagi masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasilnya (Mubyarto, 1991). Dalam konteks ini, kebiasaan kerja keras yang dilakukan penduduk lansia di Desa Kalisari juga tidak lepas dari struktur ekonomi yang ada. Dari beberapa kegiatan usaha yang dilakukan, terdapat dua bidang usaha yang menonjol untuk mengetahui etos kerja, yaitu di bidang pertanian dan industri tahu. Dalam bidang pertanian, terdapat 177 KK penduduk lansia yang masih aktif bekerja. Dalam mengelola usaha pertanian, mereka selalu dilandasi oleh pola keserempakan. Maksudanya adalah bahwa waktu yang digunakan untuk penggarapan lahan, masa tanam, penyiangan dan panen dilakukan secara serempak. Hal ini dilakukan berdasar musyawarah kelompok tani untu meminimalisasi terjadinya serangan hama tanaman. Dari pola pengelolaan pertanian tersebut, maka akan terjadi pemusatan penggunaan tenaga kerja pada waktu tertentu. Dari sinilah maka dapat diketahui bahwa struktur pengelolaan lahan pertanian mempengaruhi peningkatan etos kerja masyarakat. Pada bidang industri tahu, terdapat 178 KK yang memiliki industri tahu dengan 76 KK diantaranya adalah lansia. Pada perkembangannya, ada kecenderungan bertambahnya KK yang berusaha di bidang industri tahu, hal ini merupakan salah satu petunjuk yang berkaitan dengan etos kerja. Bertambahnya keluarga yang mengelola industri tahu didorong oleh keinginan untuk memperoleh hasil yang lebih cepat,
128
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 meningkatnya permintaan pasar, adanya persaingan dan upaya untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan. 2. Manivestasi dan Peran Lansia dalam Mengembangkan Etos Kerja a. Manivestasi Etos Kerja Sumber etos kerja lansia di Desa Kalisari adalah penghayatan terhadap agama, pengaruh sistem nilai, dan respon terhadap struktur ekonomi. Etos kerja merupakan sikap mendasar terhadap diri seseorang mengenai kerja yang dimanifestasikan dalam kehidupan. Etos kerja secara intelektual dibuat masuk akal dengan diperlihatkannya sebuah cara hidup yang tersirat oleh masalah-masalah aktual. Masalah aktual ini merupakan suatu ekspresi yang otentik dan dapat diamati oleh setiap orang (Geertz, 1992). Ekspresi otentik yang diperlihatkan oleh penduduk lansia Desa Kalisari sebagai sikap dasar dari dirinya adalah kerjakeras, tekun dan kreatifitas, kerajinan dan kejujuran, pola hidup hemat dan pandangan ke depan, serta sikap tanggung jawab. 1) Kerja Keras & Keuletan Kerja keras dan keuletan merupakan sikap dasar yang dapat dijadikan sebagai sandaran untuk mengetahui etos kerja suatu masyarakat. Penduduk lansia di Desa Kalisari, kerja keras dan keuletan yang dilakukan dapat diketahui dari waktu kerja atau banyaknya kerja yang dilaksanakan dalam setiap harinya. 2) Tekun & Rajin Bagi para lansia pengrajin industri tahu di Desa Kalisari, ketekunan dan kerajinan dalam bekerja merupakan salah satu kunci untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Mereka pantang menyerah dalam menghadapi hambatan yang berkaitan dengan usahanya. Walaupun tidak dipungkiri bahwbba btebrbdapbatb jbubgba bseagian kecil warga yang terpaksa gulung tikar dan berusaha ke usaha yang lainnya. Sebagaimana usaha lainnya, dalam berusaha di bidang industri kecil tahu selalu juga tak lepas dari persaingan usaha. Diantara pengrajin tahu selalu berusaha untuk menarik konsumen sebanyak mungkin. Oleh karena itu jika terdapat pengrajin tahu yang merasa kesulitan memasarkan produksinya maka terpaksa harus menutup usahanya jika tak mau rugi terus-menerus. Walaupun demikian, ternyata warga yang gulung tikar relatif sedikit. Ketekunan dan kerajinan telah melekat pada diri pada lansia di Desa Kalisari, karena mereka sadar bahwa tanpa ketekunan dan kerajinan, maka usaha apapun yang dilakukan dapat mengalami kegagalan. 3) Kedisiplinan & Tanggung Jawab Kedisiplinan dan rasa tanggung jawab para lansia melaksanakan pekerjaan dapat diketahui dari ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan dan mempertahankan mutu dari hasil pekerjaannya. Dalam setiap usaha dagang, upaya untuk memuasakan pelanggan sangat penting. Setiap sikap yang dapat membuat pembeli atau pelanggan tidak senang akan merugikan dirinya sendiri. Di sini terkandung hubungan relasi bisnis yang sangat penting sehingga menuntut untuk selalu dipertahankan. Untuk mempertahankan pelanggan inilah maka ketepatan dalam menyelesaikan order sangat penting. Begitu pula dengan lansia di Desa Kalisari yang berusaha di bidang pembuatan tahu, harus sudah siap dengan hasil dagangannya pada pagi hari, karena pembeli atau pelanggan akan selalu datang pada pagi hari tersebut. Berdasarkan kedisiplinan tersebut terkandung nilai rasa tanggung jawab. Dalam hal ini adalah rasa tanggung jawab untuk mensukseskan keberhasilan usahanya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa antara kedisiplinan dan rasa tanggung jawab merupakan satu kesatuan dan dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui etos kerja suatu masyarakat. 4) Sikap Hemat & Pandangan ke Depan Sikap hemat atau oleh penduduk lansia di Desa Kalisari disebut gemi, merupakan sumber inspirasi untuk bekerja keras, hidup sederhana dan menghindari pengeluaran yang besar. Motivasi untuk mengembangkan usaha telah membentuk jiwa yang bersikap hidup hemat. Pola hidup yang demikian tidak akan memunculkan stigma pelit karena di Desa Kalisari rata-rata penduduk yang lain juga melakukan hal yang sama. Di sisi lain, untuk kegiatan yang bersifat sosial, mereka tidak segan-segan memberikan sumbangan. Sedangkan adanya pandangan ke depan, selain untuk
129
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 mengembangkan usaha juga dilandasi oleh sikap yang tidak mau menjadi beban anak-anaknya atau dengan kata lain adanya keinginan untuk tetap hidup mandiri. b. Peran Lansia dalam Mengembangkan Etos Kerja Dalam teori aktivitas, dikatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka ia akan semakin memelihara interaksi sosial, fisik dan emosionalnya. Kepuasan hidup orang tua sangat tergantung pada kelangsungan keterlibatannya dalam berbagai aktivitas (Palmore, 1968). Yasa (1999) mengatakan bahwa pendidikan dan kemampuan baca tulis yang renah tidak menghalangi usia lanjut untuk ikut serta berperan aktif dalam aktivitas ekonomi. Kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang baik serta kematangan pribadi dan pengalaman yang dimiliki sangat mendukung lansia untuk berperan tidak saja dalam aktivitas eknomi, tetapi juga dalam berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan, guna menciptakan generasi muda yang kreatif dan pantang menyerah. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa peran lansia di Desa Kalisari dalam mengembangkan etos kerja pada generasi di bawahnya. 1) Memberi Ketauladanan Sikap ketauladanan yang ditunjukkan olah lansia di Desa Kalisari pada generasi di bawahnya terlihat sangat menonjol. Etos kerja yang tinggi diperlihatkan melalui sikap kerja keras dan keuletan, tekunb, disiplin dan tanggung jawab, hemat serta memiliki pandangan ke depan. Hal ini secara langsung atau tidak langsung telah memberikan tauladan kepada generasi di bawahnya untuk bersikap dan berperilaku yang sama. Adanya lingkungan yang dikelilingi oleh para lansia yang memiliki etos kerja tinggi secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pembentukan watak anak. Ketauladanan yang ditunjukkan oleh para lansia, nampaknya tidak sia-sia. Anak-anak mereka yang sudah berkeluarga ternyata juga mengikuti jejak mereka. Dalam pengertian bahwa pekerjaan apa saja yang digeluti juga menampakkan kerja keras dan keuletan, tekun dan rajin, dan sikap-sikap lainnya yang dapat digunakan sebagai tolak ukur terhadap etos kerja yang tinggi. 2) Melibatkan Anak dalam Pekerjaan Membiasakan diri untuk bekerja keras sedini mungkin atau sejak anak-anak merupakan cara yang umum dilakukan oleh lansia dalam membentuk etos kerja di Desa Kalisari. Sepulang sekolah anak sudah disuruh membantu orang tuanya. Mereka juga mendapat upah dari hasil pekerjaannya tersebut. Namun demikian para lansia juga sadar terhadap pendidikan. Kepada anak-anak yang sedang menempuh pendidikan dianjurkan tetap belajar dengan rajin. Kegiatan membantu orang tua atau bekerja di tempat lain, walaupun dapat mendatangkan penghasilan, namun tidak boleh dijadikan sebagai tujuan utama. Anak-anak yang ikut bekerja meski masih sekolah menjadi hal yang biasa di Desa Kalisari. Justru dengan kondisi inilah maka peran lansia sangat penting. Sambil bekerja tetap diberi wawasan agar tetap rajin belajar dan bekerja. Bagi lansia, keterlibatan anak dalam bekerja bukan bertujuan untuk eksploitasi tenaganya, melainkan untuk membiasakan diri agar anak terbiasa bekerja keras. Disamping itu, untuk menghindari aktivitas anak yang tidak bermanfaat, yang justru dapat menimbulkan efek yang negatif. Hal ini dibuktikan bahwa keterlibatan anak dalam bekerja hanya pada saat tertentu saja. Pada saat anak harus sekolah atau belajar maka para lansia tidak akan menuntut agar anak ikut bekerja. 3) Menegakkan Kedisiplinan dan Tanggung Jawab Peran lansia dalam menegakkan kedisiplinan dan tanggung jawab sebagai pembentukan etos kerja di Desa Kalisari dapat diketahui dari pemanfaatan waktu secara efektif, kerajinan hasil pekerjaan, menjaga kualitas hasil pekerjaan dan pemberian wewenang pekerjaan tertentu. Strategi tersebut disamping diberlakukan pada anak-anak yang membantu bekerja, juga diberlakukan pada tenaga kerja upahan. Dalam memanfaatkan waktu yang ada, disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, baik itu di bidang pertanian, peternakan, maupun dalam usaha industri tahu. Dalam penyelesaian pekerjaan dengan tepat waktu adalah penting, namun kerajinan dalam bekerja dan kualitas mutu hasil pekerjaan juga dianggap penting oleh para lansia. Dengan demikian ketepatan penyelesaian pekerjaan bukan berarti mengabaikan kerajinan dan mutu dari pekerjaan tersebut. Dalam rangka melatih tanggung jawab pada generasi yang lebih muda, para lansia memberikan wewenang pekerjaan tertentu. Pada awalnya memang pemberian wewenang tidak dilakukan secara penuh, melainkan setahap demi setahap, kemudian setelah dirasa mampu baru dilepas secara penuh.
130
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Dalam bidang industri tahu misalnya, ketika ditinggal ke pasar untuk menjual hasil tahu, di rumah biasanya telah ada anak-anak atau pekerja yang sudah memproses bahan bakunya. Sepulang dari pasar, biasanya tahap awal telah selesai dikerjakan sehingga tinggal melanjutkan ke tahap berikutnya. Pemberian wewenang dan tanggung jawab juga berlaku dalam rangka proses pentransferan pengetahuan dalam pengelolaan usaha lainnya, seperti pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan maupun yang lainnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa keberhasilan generasi di bawah lansia dalam melakukan usaha tidak terlepas dari peranan lansia atau minimal dari orangtuanya sendiri, terutama dalam mentransfer pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. 4) Membentuk Watak Percaya Diri Percaya diri merupakan pandangan hidup yang memiliki keyakinan akan dirinya sendiri, berpijak terutama pada sumberdaya mansia dan alam, serta kemampuan merumuskan tujuan dan mengambil putusan sendiri. Dalam pengertian tersebut tidak terkandung arti ketergantungan pada orang lain. Pengaruh yang ada sedapat mungkin ditekankan pada penyesuaian dan pengembangan kebutuhan mendesak (Mahbub ul Haq, 1995). Mahbub ul Haq (1995) mengatakan bahwa dalam pengertian percaya diri terkandung empat unsur, yaitu: pertama, tidak menggunakan konsumsi atau prasarana yang tidak terjangkau oleh kemampuan. Kedua, menggunakan bahan lokal dan teknologi setempat. Hal ini penting karena bila mulai tahap awal telah menggunakan bahan dan teknologi dari luar maka berarti tidak mencerminkan rasa percaya diri. Ketiga, kalaupun membutuhkan bantuan orang lain, terutama dalam hal modal atau teknologi, maka harus dipandang sebagai pelengkap bukan sebagai sesuatu yang harus diperoleh sebanyak-banyaknya. Keempat, harus ada langkah untuk lepas dari hubungan yang bersifat tergantung pada orang lain, jika dalam hubungan tersebut lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Dalam membentuk watak percaya diri, strategi yang dilakukan oleh para lansia di Desa Kalisari adalah: Pertama, membiasakan anak dalam kehidupan yang sederhana. Artinya, walaupun orang tua mampu untuk memberikan barang tertentu yang diinginkan anak, tetapi tidak semua permintaannya dipenuhi. Kalaupun harus dipenuhi, maka hal ini karena pertimbangan manfaat yang dapat meningkatkan kreatifitas anak. Kedua, membiasakan diri agar anak dapat memenuhi keinginannya dari hasil keringatnya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan anak-anak di Desa Kalisari yang sudah terbiasa bekerja, baik untuk membantu orang tuanya maupun bekerja pada orang lain. Dari hasilkerja inilah mereka mendapatkan upah untuk memenuhi sebagian keinginan atau kebutuhannya. Ketiga, memberi pekerjaan yang bersifat baru, seperti memasarkan hasil usaha, menagih utang pada pelanggan, membeli bahan baku produksi dll. Dari kegiatan tersebut, selain untuk menghilangkan rasa gengsi, juga untuk membiasakan diri bahwa dirinya mampu untuk mengerjakan apapun yang dilimpahkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sumber motivasi atau faktor yang mempengaruhi etos kerja yang tinggi di kalangan lansia di Desa Kalisari adalah penghayatan ajaran agama Islam, sistem nilai budaya, dan respon terhadap struktur ekonomi. Hanya saja intensitas pengaruhnya berbeda-beda, dimana faktor struktur ekonomi lebih dominan dibandingkan dengan sistem nilai buaya dan penghayatan terhadap ajaran Islam. Dari ketiga sumber motivasi tersebut kemudian dimanifestasikan oleh para lansia ke dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan usaha sebagai wujud dari perilaku individu yang memiliki etos kerja yang tinggi. Perilaku yang dimaksud adalah sikap kerja keras dan keuletan, tekun dan rajin, disiplin dan memiliki rasa tanggung jawab, hemat serta memiliki pandangan ke depan.
DAFTAR PUSTAKA Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Kanisius. Yogyakarta. Hayami Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Mubyarto, dkk. 1991. Etos Kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu dan Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur. Aditya Media. Yogyakarta.
131
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Palmore, E. 1968. Retirement Patterns Among Aged Man: Finding of The 1963 Survey of the Aged. Social Scurity Bulletin. No. 27. Suseno, Franz Magnis. 1985. Etika Jawa: Sebuah Analisis Falsafah Tentang Kebijakan Hidup Jawa. Gramedia. Jakarta. Ul Haq, Mahbub. 1995. Tirai Kemiskinan: Tantangan-Tantangan Untuk Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Wirakartakusumah, MD dan Evi H. Anwar 1994. Aging in Indonesia: Demographic Characteristic. Departemen of Geography University of Adelaide. Yasa, I Gusti Wayan Marjana. 1999. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Usia Lanjut Menyongsong Milenium Ketiga. Makalah Seminar Memperingati Hari Kepndudukan Sedunia. Denpasar 10 Juli 1999.
132