UNIVERSITAS INDONESIA
ETNOSENTRISME KONSUMEN MUDA INDONESIA PADA MERK LOKAL KATEGORI FASHION (Studi Pada Konsumen Merk Lokal Indonesia Di Bandung)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
CINTANTYA SOTYA RATRI 1106082893
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KEKHUSUSAN PERIKLANAN
DEPOK DESEMBER 2014
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Cintantya Sotya Ratri
NPM
: 1106082893
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 30 Desember 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama
: Cintantya Sotya Ratri
NPM
: 1106082893
Program Studi
: Periklanan
Judul Skripsi
: Etnosentrisme Konsumen Muda Indonesia Pada Merk Lokal Kategori Fashion
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang dioerlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Periklanan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. Donna Asteria
(
)
Penguji
(
)
Ketua Sidang : Dra. Ken Reciana, M.A. (
)
: Dr. Inaya Rakhmani
Ditetapkan di : Depok Tanggal
:
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
ETNOSENTRISME KONSUMEN MUDA INDONESIA PADA MERK LOKAL KATEGORI FASHION (Studi Pada Konsumen Merk Lokal Indonesia Di Bandung) CINTANTYA SOTYA RATRI Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat etnosentrisme konsumen muda di Indonesia pada merk lokal kategori fesyen serta apa saja faktor psikososial dan demografi yang melatarbelakanginya. Etnosentrisme konsumen merupakan suatu konsep etnosentrisme yang meneliti kepercayaan konsumen tentang kelayakan dan moralitas dalam membeli produk impor. Tingkat etnosentrisme konsumen dapat diukur dengan skala pengukuran CETScale yang terdiri dari beberapa pernyataan dengan pertimbangan faktor psikososial konsumen. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, uji signifikansi, dan tabulasi silang dengan teknik pengambilan sampel non-probabilitas. Hasil penelitian menunjukkan tingkat etnosentrisme konsumen muda Indonesia cukup tinggi dengan ada perbedaan yang signifikan dari faktor psikososial dan demografi konsumen. ABSTRACT This study aims to find out the level of young consumer ethnocentrism in Indonesia on fashion local brand and its antecedents. Consumer ethnocentrism is a concept derived from ethnocentrism in Sociology which examine the consumer’s belif about appropriateness and morality of purchasing foreign-made products. The level of consumer ethnocentrism is measured by CETScale with psychosocial and demographic factors as its antecedents. This survey uses descriptive analysis, one sample t test, and cross tabulation with non-probability sampling technique. This study revealed the level of young consumer ethnocentrism in Indonesian is high significant divergence in psychosocial and demographic factors. Keywords: Consumer Ethnocentrism, Local Brand, CETScale
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Latar Belakang Di era globalisasi ini, konsumen di Indonesia dikelilingi oleh merk lokal dan global, khususnya dalam memenuhi kebutuhan sandang atau produk fesyen seperti pakaian, sepatu, dan tas. Di Indonesia, banyak merk lokal kategori fesyen memasarkan produknya seakan-akan merk global untuk dapat menarik minat beli konsumen. Merk lokal yang dikemas seakan-akan merk global tersebut menjadi strategi pemasaran yang dianggap efektif menarik minat beli konsumen dalam negeri karena mampu membuat konsumen membayar dengan harga yang lebih tinggi, dianggap lebih berkualitas, dan konsumen lebih bangga saat menggunakannya (Suryadi dan Hendrawan, 2010). Menurut Durianto (2012), ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia ‘tidak menyukai’ produk dalam negeri sendiri karena masih adanya stereotyping negatif terhadap produk-produk negara berkembang yang 1 melekat secara dominan. Baru beberapa tahun belakangan ini, merk lokal di kategori fesyen semakin digemari konsumen Indonesia dan dibanggakan sebagai merk asli Indonesia. Tren bangga menggunakan produk dari merk lokal ini diciptakan oleh industri kreatif di Bandung dan Jakarta melalui pameran tahunan produk fesyen dari merk lokal Indonesia, Kreative Indiependent Clothing Kommunity Festival (KICKFest) dan Brightspot Market. Setelah lahir KICKFEst dan Brightspot Market, banyak bermunculan acara serupa di kota-kota besar di Indonesia. Melihat perkembangan merk lokal tersebut, pemerintah mulai memberikan dukungan yang salah satunya dengan mencanangkan hari Jumat sebagai Hari Sepatu Nasional. Keputusan Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, pada 9 Maret 2011, merupakan suatu program wujud nyata 'Aku 100 Persen Cinta Indonesia' yang telah dicanangkan sejak Desember 2009 (Meryana, 2011). Sejak adanya dukungan tersebut, kampanye merk lokal oleh pemerintah dilanjutkan kembali pada jabatan menteri berikutnya (Latif dan Sukirno, 2011) dan menyebar ke tingkat provinsi (Amri, 2011). Merk lokal kategori fesyen di Indonesia saat ini banyak yang diciptakan oleh anak muda dan juga ditargetkan untuk konsumen muda. KICKFest, The Goods Dept, dan Brightspot Market membidik anak muda sebagai target marketnya sehingga lebih mengutamakan kurasi atau seleksi produk fesyen dari merk lokal dengan desain kontemporer daripada tradisional agar lebih dapat diterima pasar anak muda (Banirestu, 2014).
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Perubahan antusiasme konsumen Indonesia pada merk lokal kategori fesyen, khususnya pada konsumen muda, menjadi menarik diteliti jika dikaitkan dengan etnosentrisme konsumen. Etnosentrisme konsumen adalah suatu konsep yang dikembangkan dari sosiologi etnosentrime yang merepresentasikan kepercayaan konsumen tentang kelayakan dan moralitas, dalam membeli produk buatan luar negeri. Menurut konsumen yang etnosentris, membeli produk impor itu tidak dapat dibenarkan karena dalam benak mereka, hal ini dapat merusak perekonomian dalam negeri, menyebabkan kehilangan pekerjaan, dan tidak patriotis (Shimp and Sharma, 1987). Etnosentrisme konsumen oleh Shimp dan Sharma di tahun 1987 dikembangkan dalam skala pengukuran CETScale (Consumer Ethnocentrism Tendency Scale). CETScale telah diadaptasi dalam banyak penelitian mengenai etnosentrisme konsumen. Antara lain di Indonesia oleh Hamin dan Elliot (2005), Nanang Suryadi dan Dimas Hendrawan (2010), dan di India oleh Jain dan Jain (2013). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat etnosentrisme konsumen muda di Indonesia 2. Mengetahui kondisi psikososial dan demografis konsumen muda Indonesia berdasarkan tingkat etnosentrisme konsumen 3. Mengetahui faktor-faktor psikososial dan demografi yang ada pada konsumen muda dengan tingkat etnosentrisme konsumen. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan paradigma positivis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan pendekatan deduktif, yang menyangkut masalah desain pengukuran dan sampling (Neuman, 2006, p. 161). Penelitian ini tergolong sebagai penelitian deskriptif karena bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang ada di masyarakat. Fenomena kebangkitan merk lokal kategori fesyen dideskripsikan dalam penelitian ini, melalui tingkat etnosentrisme konsumen. Penelitian ini mereplikasi penelitian sebelumnya oleh Jain dan Jain (2013) dengan mengadaptasi kerangka konsep penelitian yang disesuaikan dengan konsumen muda di
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Indonesia. Tetapi, penelitian ini menggunakan metode penelitian univariat dan analisis deskriptif. Populasi target dalam penelitian ini adalah anak muda usia 16-35 tahun sebagai target market dari merk lokal Indonesia yang pernah mengkonsumsi atau membeli produk dari merk lokal Indonesia kategori fesyen. Kuesioner disebarkan kepada 40 responden yang berkunjung di toko maupun pusat perbelanjaan yang menjual produk fesyen dari merk lokal Indonesia di kota Bandung. Pemilihan kota Bandung sebagai lokasi penelitian karena Bandung merupakan ikon kota kreatif di Indonesia dilihat dari potensi sumber daya manusia dan ditunjang oleh banyaknya institusi pendidikan seni dan desain (Simatupang et al., 2008). Kuesioner disebarkan pada pusat perbelanjaan yang menjual produk lokal di Bandung, antara lain yang mewakili konsep distro (sepanjang Jalan Trunojoyo), label independen (Happy-Go-Lucky House), dan pameran produk lokal (sepanjang Jalan Ganesha dan Jalan Raya Dago). Penelitian ini menggunakan sampel non-probabilitas secara aksidental. Teknik sampel ini digunakan untuk mendapatkan responden penelitian yang representatif dengan kriteria khusus. Setiap responden dalam penelitian ini tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden penelitian karena adanya preferensi Peneliti dalam menentukan kriteria responden. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah: Ho: Tidak terdapat perbedaan rata-rata faktor psiko-sosial dan demografis konsumen Indonesia pada konsumsi produk lokal kategori fesyen Ha: Terdapat perbedaan rata-rata faktor psiko-sosial dan demografis konsumen Indonesia pada konsumsi produk lokal kategori fesyen Metode Analisis Data Peneliti menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif berupa survei lapangan yang dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Dalam pengolahan data, Peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Program for Social Science). Penelitian ini merupakan penelitian univariat sehingga menggunakan analisis data deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan analisis uji t dengan satu kelompok sampel untuk
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
membuktikan signifikansi antar subdimensi faktor psikososial dalam variabel etnosentrisme konsumen. Dari hasil analisis uji signifikansi selanjutnya dilakukan analisis tabulasi silang pada subdimensi faktor psikososial yang memiliki angka signifikansi tertinggi dengan subdimensi faktor demografi konsumen. Hasil Penelitian Kerangka Pemikiran Etnosentrisme konsumen berasal dari konsep etnosentrisme dalam disiplin sosiologi & antropologi yang diperkenalkan oleh Sumner pada tahun 1906. Shimp dan Sharma (1987) mendefiniskan etnosentrisme konsumen sebagai ‘The beliefs held by the consumers about the appropriateness, indeed morality, of purchasing foreign made products’ (p. 280). Shimp dan Sharma mengembangkan konsep etnosentrisme ini dalam suatu skala pengukuran yang disebut CETSCale (Consumer Ethnocentrism Tendency). Shimp dan Sharma (1987), mendeskripsikan CETScale sebagai suatu skala untuk mengukur tingkat kecenderungan atau tendensi etnosentrisme konsumen. Dalam etnosentrisme konsumen, tingkat etnosentrisme tidak sama antar satu konsumen dengan konsumen yang lain karena terdapat faktor psikososial dan demografis. Sharma, Shimp, dan Shin (1995) menekankan bahwa kecenderungan etnosentrisme tersebut berbeda karena terdapat kumpulan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Menurut Allport (1985), faktor psikososial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana orang memikirkan, merasakan, dan menyikapi sesuatu yang dipengaruhi oleh keberadaan orang lain baik itu yang secara aktual terjadi, dibayangkan, maupun diimplementasikan. Faktor psikososial meliputi patriotisme, nasionalisme, konservatisme, kolektivisme, animosity, kebanggaan etnik, dan keterbukaan budaya luar. Sedangkan faktor demografis konsumen adalah faktor-faktor dalam lingkungan makro konsumen yang meliputi usia, gender, pendidikan, dan pendapatan (Kotler, 2012). Dalam penelitian Jain dan Jain (2013), faktor-faktor psikososial yang memiliki hubungan positif dengan tingkat etnosentrisme konsumen antara lain patriotisme, nasionalisme, salience, animosity, kolektivisme, kebanggan pada etnik, dan konservatisme. Sedangkan faktor psikososial yang memiliki hubungan negatif dengan tingkat etnosentrisme konsumen adalah keterbukaan pada budaya luar.
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Dalam penelitiannya, Sharma (1995) mengungkapkan bahwa etnosentrisme konsumen dibentuk oleh faktor demografi. Faktor demografi meliputi pendapatan, gender, pendidikan, dan usia. Pentz (2011) menemukan hubungan bahwa konsumen yang memiliki pendapatan yang tinggi akan cenderung memiliki etnosentrisme yang rendah. Pada faktor jumlah pendapatan dan pendidikan, ditemukan bahwa konsumen yang etnosentris adalah konsumen yang memiliki pendapatan rendah, pendidikan rendah, dan kelas social yang rendah pula dibandingkan dengan konsumen yang nonetnosentris (Sharma, 1987). Dalam beberapa penelitian, disebutkan pula gender berperan menentukan tingkat etnosentrisme konsumen. Wanita memiliki tingkat etnosentrisme lebih tinggi dibandingkan pria karena cenderung lebih konservatif, patriotis, perhatian terhadap anggota kelompok, dan lebih individualistis (Hamin & Hamin, 2005). Dalam beberapa penelitian menunjukkan pendidikan berperan dalam etnosentrisme konsumen. Menurut Hamin dan Elliot (2005) semakin tinggi pendidikan maka semakin kurang tingkat etnosentrisme mereka. Faktor usia ikut mempengaruhi tingkat etnosentrisme konsumen. Menurut Sharma, Shimp, dan Shin (1995), konsumen yang lebih tua akan lebih etnosentris daripada konsumen muda. Berdasarkan paparan di atas, berikut model analitis yang dapat menjadi ilustrasi dari penelitian ini:
Variabel ETNOSENTRISME KONSUMEN
Faktor Psikososial: 1. Patriotisme (+) 2. Nasionalisme (+) 3. Konservatisme (+) 4. Kolektivisme (+) 5. Kebanggaan Etnik (+) 6. Animosity / Permusuhan (+) 7. Keterbukaan Pada Budaya Luar (-)
Faktor Demografi: 1. Gender 2. Usia 3. Pendidikan 4. Pendapatan
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Reliabilitas dan Validitas Berdasarkan hasil penelitian terhadap 40 responden, diperoleh Cronbach’s Alpha (α= 0,5) masing-masing dimensi yang dapat dikatakan reliabel, sebagai berikut: Tabel 3.10. Nilai Cronbach Alpha per Dimensi pada 40 Responden
Dimensi
Cronbach’s Alpha (α)
N of Items
CET9
0,771
9
Patriotisme
0,791
6
Nasionalisme
0,584
2
Kolektivisme
0,668
2
Konservatisme
0,700
1
Animosity/Permusuhan
0,847
1
Kebanggaan Etnik
0,794
4
Keterbukaan Budaya
0,524
2
Validitas dan reliabilitas diperoleh dengan menghapus beberapa indikator yang tidak valid. Nilai Cronbach’s Alpha ada di level 0,5 untuk dapat dikatakan reliabel. Analisis dan Pembahasan Karakteristik demografi responden penelitian ini, antara lain mayoritas adalah perempuan. Dari rentang usia, sebagian besar responden berumur 16-20 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir di jenjang SMA. Dalam penelitian ini, responden memiliki pendapatan per bulannya dari Rp 0,- s.d. Rp 5.000.000,00 dengan mayoritas penghasilan responden ada di angka Rp 1.000.000,00 s.d. Rp 2.000.000,00. Jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan, sebagian responden merupakan pelajar SMA atau mahasiswa sehingga penghasilan per bulan mereka cukup rendah dengan catatan penghasilan tersebut merupakan pemberian orangtua dan status mereka yang belum mandiri secara finansial karena masih mendapat bantuan dari orangtua/wali. Responden dari penelitian ini adalah konsumen merk lokal Indonesia kategori fesyen yang aktif berbelanja 1-3 kali dalam sebulan dengan persentase jenis produk fesyen yang paling
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
sering dibeli adalah baju. Harga produk lokal yang mereka beli ada di rentang harga Rp 100.000,00 s.d. Rp 300.000,00 dan Rp 300.001,00 s.d. Rp 600.000,00. Responden penelitian ini berkenan menyisihkan penghasilannya untuk berbelanja produk fesyen dari merk lokal Indonesia dengan harga tertinggi sejumlah Rp 400.000,00 s.d. Rp 600.000,00 untuk satu item produk yang mereka sukai. Harga tersebut jika dikaitkan dengan rata-rata penghasilan responden yang mayoritas masih bergantung pada dana finansial dari orangtua. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen merk lokal Indonesia cukup loyal dalam berbelanja produk fesyen dari merk lokal Indonesia. Mayoritas responden mengaku pertama kali membeli merk lokal Indonesia kategori fesyen sejak tahun 2010 – 2011. Hal ini menunjukkan, di tahun 2010 – 2011 adalah saat di mana konsumen Indonesia mulai menyadari kebangkitan merk lokal di Indonesia. Di tahun yang sama pula, mulai bermunculan merk lokal kategori fesyen, The Goods Dept pertama kali hadir di Plaza Indonesia pada tahun 2010, KICKFest mulai diadakan di kota-kota besar di Indonesia, dan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan memberikan dukungan yang salah satunya adalah dalam bentuk kampanye Hari Jumat sebagai Hari Sepatu Nasional. Responden dalam penelitian ini pada umumnya mengikuti perkembangan merk lokal Indonesia melalui media sosial. Hal ini sesuai dengan strategi pemasaran dari mayoritas merk lokal Indonesia yang menggunakan media sosial karena dianggap paling terjangkau dan efektif. Selain itu, responden penelitian ini pertama kali mengetahui merk lokal tersebut dari teman atau keluarga dan ketika sedang ada di toko atau mal. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan hasil penelitian bahwa mayoritas responden pertama kali membeli produk fesyen dari merk lokal Indonesia di toko atau mal dan departement store yang biasanya ada di dalam mal. Responden juga paling senang dan paling sering membeli produk fesyen dari merk lokal Indonesia di mal dan departement store dengan tiga alasan utama, yaitu kenyamanan, kemudahan, dan kelengkapan produk. Dalam hal preferensi merk lokal, responden penelitian ini mengaku paling menyukai desain dan harga dari merk lokal Indonesia kategori fesyen. Oleh karena itu, responden dalam melakukan pembelian produk merk lokal Indonesia paling mempertimbangkan desain dan harga. Tetapi, responden juga paling tidak menyukai merk lokal dengan alasan desain dan harga. Hal ini dapat dihubungkan dengan selera konsumen pada merk lokal di kategori yang berbeda. Terlihat dari data yang ada menunjukkan mayoritas responden paling menyukai dan paling sering
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
membeli merk lokal di kategori departement store, independen label, dan terbanyak ketiga adalah kategori distro. Tingkat Kecenderungan Etnosentrisme Konsumen Berdasarkan sebaran kuesioner pada 40 responden yang telah memenuhi kriteria sampel pada 9 item CETScale, dihasilkan angka rata-rata sebesar 30,72. Nilai CETScale ini memiliki nilai minimun 18,00 dan nilai maksimum 40,00. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian ini memiliki tingkat etnosentrisme yang cukup tinggi. Tingginya tingkat kecenderungan etnosentrisme konsumen di Indonesia menjadi konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hamin dan Elliot di tahun 2005 dan lebih tinggi daripada konsumen di India berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jain dan Jain (2013). Faktor Psikososial Konsumen Responden penelitian ini memiliki kecenderungan tingkat patriotisme yang tinggi. Hal ini dapat terlihat dari 6 indikator subdimensi patriotisme yang memiliki persentase lebih dari 50% s.d. 80% yang menyetujui pernyataan yang mengandung unsur patriotik. Mayoritas dari responden dalam penelitian ini sangat setuju untuk membela negara Indonesia, menganggap lebih baik untuk membeli produk dari merk lokal Indonesia, mengurangi impor produk dari merk global, mengaku sangat mencintai produk fesyen dari merk lokal, dan bangga akan produk fesyen dari merk lokal Indonesia. Dalam penelitian ini, faktor nasionalisme dan patriotisme adalah faktor yang paling besar melatarbelakangi tingginya tingkat etnosentrisme konsumen dibandingkan faktor psikososial lainnya. Sedangkan faktor kolektivisme dan kebanggaan etnik juga memiliki hubungan yang positif meskipun dalam persentase yang tidak terlalu signifikan dibandingkan patriotisme dan nasionalisme.
Terdapat
hasil
penelitian
yang
kontradiktif
pada
subdimensi
animosity/permusuhan, konservatisme, dan keterbukaan terhadap budaya luar. Responden dalam penelitian ini dapat bersikap nasionalis dan patriotis atau memiliki rasa bangga pada merk lokal, tetapi juga dapat terbuka pada kebudayaan luar, tidak konservatif, dan tidak setuju pada bentuk permusuhan terhadap negara lain.
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Faktor Demografis Konsumen Responden penelitian ini adalah konsumen muda dengan rentang usia 16 tahun s.d. 32 tahun. Konsumen di rentang usia tersebut adalah target pasar utama produk fesyen dari merk lokal Indonesia. Konsumen muda dianggap potensial karena lebih menerima desain dari merk lokal Indonesia dan telah memiliki penghasilan untuk membeli merk lokal kategori fesyen tersebut. Tetapi menurut Sharma, Shimp, dan Shin (1995), konsumen muda akan memiliki tingkat etnosentrisme yang lebih rendah daripada konsumen dengan usia lebih tua berdasarkan perhitungan CETScale. Dalam penelitian ini, konsumen muda memiliki nilai rata-rata CETScale cukup tinggi, yaitu 30,72 atau berada di level yang cukup tinggi. Dalam konteks penelitian ini, konsumen muda memiliki tingkat etnosentrisme yang cukup tinggi dan hampir sama level etnosentrimenya dengan konsumen pada umumnya di penelitian Hamin dan Elliot (2005). Menurut Hamin dan Elliot (2005), perempuan memiliki tingkat etnosentrisme yang lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh karakteristik konsumen perempuan yang cenderung konservatif, patriotis, perhatian terhadap anggota kelompok, dan lebih individualistis. Karakteristik tersebut termasuk dalam faktor-faktor psikososial yang mempengaruhi tingkat etnosentrisme konsumen. Dalam penelitian ini, mayoritas responden sebesar 65% adalah perempuan. Responden perempuan dalam penelitian ini cenderung memiliki nilai tinggi pada subdimensi patriotisme, kolektivisme, dan konservatisme dibandingkan responden laki-laki. Oleh karena itu, pendapat Hamin dan Elliot (2005) dapat dibenarkan dalam konteks penelitian ini. Dalam penelitian Hamin dan Elliot (2005), semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen maka akan semakin rendah tingkat etnosentrismenya. Dalam penelitian ini, mayoritas responden adalah pelajar atau mahasiswa yang menempuh pendidikan terakhir di jenjang SMP dan SMA. Sebanyak 77,5% responden memiliki tingkat pendidikan terakhir di jenjang SMP dan SMA atau tingkat pendidikan menengah. Sedangkan 22,5% memiliki tingkat pendidikan terakhir di jenjang S1 dan D3. Tidak ada dari responden yang memiliki pendidikan terakhir di jenjang S2 atau S3. Tingkat etnosentrisme konsumen dalam penelitian ini dapat dikatakan tinggi dan dengan tingkat pendidikan responden yang mayoritas berada di level menengah dan menengah ke bawah, maka pendapat Hamin dan Elliot (2005) dapat dibenarkan. Faktor demografi berikutnya adalah tingkat pendapatan. Menurut Shimp dan Sharma (1987), semakin rendah pendapatan atau kelas sosial konsumen maka akan semakin tinggi
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
tingkat etnosentrisme konsumen. Dalam penelitian ini, tingkat pendapatan responden ada di rentang Rp 0,- s.d. Rp 5.000.000,-. Dari rentang pendapatan di atas belum dapat menunjukkan bahwa tingkat pendapatan konsumen rendah atau tinggi dapat melatarbelakangi tingkat etnosentrisme konsumen. Dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa konsumen dengan pendapatan Rp 0,- s.d. Rp 5.000.000,- setiap bulannya memiliki tingkat etnosentrisme yang cukup tinggi. Keterkaitan antar Faktor Psikososial dan Demografi Konsumen Muda Penelitian ini menggunakan analisis uji signifikansi untuk membuktikan hipotesis penelitian. Dalam hasil analisis uji signifikansi tersebut, terdapat perbedaan rata-rata faktor psikososial dan demografis konsumen Indonesia pada konsumsi produk lokal kategori fesyen. Perbedaan yang paling signifikan ada di faktor patriotisme dan nasionalisme. Dalam penelitian ini, perbedaan gender memiliki keterkaitan yang cukup besar pada tingkat patriotisme konsumen dan tidak memiliki keterkaitan yang signifikan pada tingkat nasionalisme. Konsumen muda perempuan cenderung patriotis dibandingkan laki-laki. Tetapi, baik konsumen perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan untuk bersikap nasionalis. Sedangkan pada perbedaan rentang usia dan pendidikan tidak terlalu memiliki keterkaitan yang signifikan pada kecenderung konsumen untuk bersikap patriotis dan nasionalis. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan hasil penelitian di halaman sebelumnya, Penulis menemukan beberapa poin penting yang dapat menjadi kesimpulan penelitian ini. Poin tersebut antara lain: -
Konsumen muda di Indonesia memiliki tingkat kecenderungan etnosentrisme konsumen yang cukup tinggi.
-
Tingkat etnosentrisme konsumen muda dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, nasionalisme dan patriotisme.
-
Terdapat dua faktor psikososial lainnya yang cukup signifikan melatarbelakangi tingkat etnosentrisme konsumen muda di Indonesia, yaitu faktor kolektivisme dan kebanggan pada etnik.
-
Perbedaan gender terlihat cukup berkaitan dengan kecenderungan konsumen untuk bersikap patriotis. Sedangkan, faktor demografis lainnya seperti usia, tingkat pendidikan
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
terakhir, dan pendapatan yang berbeda tidak saling berkaitan pada kecenderungan konsumen untuk bersikap patriotis dan nasionalis.
DAFTAR PUSTAKA Allport, G. W. (1985). The Historical Bacground of Social Psychology. New York: McGraw Hill. Altintas¸ Murat Hakan, and Tuncer Tokol. Cultural Openness and Consumer Ethnocentrism: an Empirical Analysis of Turkish Consumers. Marketing Intelligence and Planning: 308-325. Amri, Arfi Bambani. (2011). PNS Jawa Barat Dilarang Bersepatu Impor. Retrieved Desember 31, 2014. From Bisnis VIVANews: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/225678pns-jawa-barat-dilarang-bersepatu-impor ANA. (2014, Mei 21). Kleting: Kebanggaan Memajukan Brand Lokal. Retrieved 08 11, 2014, from MarketPlus: http://marketplus.co.id/2014/05/kleting-kebanggaan-memajukanbrand-lokal/ Azwar, K. (2014, 10 3). Penetrasi Smartphone Melonjak. Retrieved 11 1, 2014, from Republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/koran/trentek/14/10/03/ncv2c716-penetrasismartphone-melonjak Bachdar, S. (2013, December 24). Mengapa Harga Brand Fesyen Lokal Mahal? Retrieved Agustus 11, 2014, from The Marketeers: http://www.themarketeers.com/archives/mengapa-harga-brand-fesyen-lokal-mahal.html Banirestu, H. (2014, May 6). The Goods Dept 80% Menjajakan Produk Lokal. Retrieved 9 28, 2014, from SWA.CO.ID: http://swa.co.id/entrepreneur/the-goods-dept-80menjajakan-produk-lokal Batra, R. R. (2000). Effects of brand local and nonlocal origin on consumer attitudes in developing countries. Journal of Consumer Psychology: 83-95. Bawa, Anapum.(2004). Consumer Ethnocentrism: CETScale Validation and Measurement of Extent.VIKALPA Vol. 23 No. 3: 43-67. Chris D Pentz, N. S. (2014). Demographics and Consumer Etnocentrism in a Developing Country Context: A South African Study. Department of Business Management, University of Stellenbosch: 412-426.
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Dani, A. G. (2011, Desember 30). Persaingan Merk Lokal Di Pasar Minuman Energi. Retrieved September 13, 2014, from Kompasiana: http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2011/12/30/persaingan-merk-lokal-dipasar-minuman-energi-425997.html Durianto, D. (2012, Agustus 19). Merk Global. Retrieved Oktober 9, 2014, from Marketing.co.id: http://www.marketing.co.id/merek-global-2/ Faisal, M. (2013, September 12). Indonesian Youth Culture: Kolektivisme, Identitas, dan Media Sosial. Retrieved November 1, 2014, from SlideShare.net: http://www.slideshare.net/ujangcinere/indonesian-youth-culture Fitriawan, R. A. (2008, Agustus 2). Pengunjung KICKFest 2008 Mulai Serbu Gasibu. Retrieved 11 28, 2014, from Tempo. Ganideh, Saeb F. Al and Galeb A. El Refae. (2010) Socio- psychological Variables as Antecedents to Consumer Ethnocentrism: A Fuzzy Logic Based Analysis Study. IEEE. Gelder, V. (2003). Global Brand Strategy: Unlocking Brand Potential across Countries. London: Kogan Page. Gunawan, H. (2011, 11 25). Rendahnya Tingkat Kesadaran Hukum Lemahnya Posisi Konsumen. Retrieved 11 1, 2014, from Tribbun News: http://www.tribunnews.com/bisnis/2011/12/25/rendahnya-tingkat-kesadaranhukum-lemahnya-posisi-konsumen Hamin Hamin, G. E. (2005). A Less-Developed Country Perspective Of “Country Of Origin” Effects:. ANZMAC 2005 Conference: Marketing Issues in Asia, 32-38. Hyun-Joo Lee, A. K.-K. (2010). Indian Consumers' Brand Equity Toward a US and Local Apparel Brand. Journal of Fashion Marketing and Management, 469. Ina Yuwono, B. G. (2003). Pengaruh Kolektivisme Terhadap Kompetensi Inti Pada Kelompok Lini Manajerial. Jawa Timue, Indonesia: Universitas Airlangga. Irawan, H. (2007, Mei 27). Kharakter dan Perilaku Khas Konsumen Indonesia. Retrieved 11 1, 2014, from http://www.handiirawan.com/articles/the_uniqueness_of_indonesian_consumer/kar akter_dan_perilaku_khas_konsumen_indonesia.html Judge, Jora, Nilam. (2011). Profil Usaha Distro (Distribution Store) di Kecamatan Lowokwaru Malang. From http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/TIBusana/article/view/17510 Kertiyasa, M. B. (2014, September 1). Economy Okezone. Retrieved September 27, 2014, from http://economy.okezone.com/read/2014/09/01/20/1032517/nilai-ekspor-agustuscapai-usd103-miliar
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Kivilcim Dogerlioglu-Demir, P. T. (2011). Global vs local brand perceptions among Thais and Turks. Asia Pacific Journal of Marketing: 667-683. Kompas. (2008, Agustus 14). Meraup Laba dari Bisnis Distro. Retrieved Agustus 12, 2014, from Bisnis & Keuangan Kompas.com: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/08/14/08183394/Meraup.Laba.dari.Bi snis.Distro Kosim, M. Y. (2006). Pengaruh Etnosentrisme Pada Sikap Konsumen Terhadap Iklan dan Merek Rokok di Indonesia. Tesis Pascasarjana Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Manajemen: 25. Latif, Syahid dan Sukirno. (2011). Gita Wirjawan: Saya Sudah Pakai Sepatu Lokal. Retrieved Desember 31, 2014, from VIVANews: http://news.viva.co.id/news/read/257678gita--saya-sudah-pakai-sepatu-merk-lokal Lumb, Ruth and Jerome C. Kuperman. (2012). Ethnocentrism In The U.S.: An Examination of CETSCale Stability From 1994 to 2008. Academy of Marketing Studies Journal, Volume 16, Number 1: 99 -110. Luthy, M. R. (2007). Conducting International Consumer Ethnocentrism Surveys. Journal of International Business Research: 34. Medina, J. a. (1998). Standardization vs Globalization: a New Perspective of Brand Strategies. Journal of Product & Brand Management: 223-243. Meryana, Ester. (2011). Jumat Sebagai Hari Sepatu Nasional. Retrievied Desember 31, 2014, from Kompas: http://health.kompas.com/read/2011/03/09/10023828/Jumat.sebagai.Hari.Sepatu.Na sional Moerti, W. (2012). Sentimen anti-Malaysia bikin Petronas tak berdaya? Retrieved 10 14, 2014, from Merdeka: http://www.merdeka.com/uang/sentimen-anti-malaysia-bikinpetronas-tak-berdaya.html Mohammad Adam, R. B. (2014, September 1). Neraca Perdagangan Agustus Surplus. Retrieved September 27, 2014, from Viva News: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/533960-neraca-perdagangan-agustussurplus-us-0-13-miliar Mohammad, A. (2013, Mei 7). Coca Cola Kalah Bersaing Dengan Produk Lokal Indonesia. Retrieved September 13, 2014, from Merdeka.com: http://www.merdeka.com/uang/coca-cola-kalah-bersaing-dengan-produk-lokalindonesia.html Mrad, Selima Ben, et al (2009). Consumer Ethnocentrism in the Middle East: Measurement Properties of the CETSCALE in Tunisia and Lebanon. Jims Journal: 2
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Nanang Suryadi, D. H. (2010). Kecenderungan Etnosentrisme, Sikap, dan Intensi Konsumen dalam Membeli Produk Sepatu Buatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jurnal Aplikasi Manajemen: 325-336. Neuman, W. L. (2006). Social Research Methods: Qualititative and Quantitative Approach. Sixth Edition. United States of America: Pearson. Nielsen, James A. and Mark T. Spence (1997). A Test of Stability of The CETScale, A Measure of Consumer’s Ethnocentric Tendency. Journal of Marketing Theory and Practice: 68-76. Nurhayat, W. (2013, April 9). 10 Merek Lokal yang Sudah Mendunia (1). Retrieved 8 11, 2014, from DetikFinance: http://finance.detik.com/read/2013/04/09/083058/2215017/4/2/10-merek-lokalyang-sudah-mendunia--1-#bigpic Ouellet, Jean-F. (2007). Consumer Racism and Its Effect on Domestic Cross-ethnic Product Purchase: An Empirical Test in The United States, Canada, and France. Journal of Marketing: 113-28 Philip Kotler, G. A. (2012). Principles of Marketing, 14th Edition. Pearson Prentice Hall. Pratama, R. (2013, November 02). 7 Local Denim Brand You Should Buy Before You Die. Retrieved 8 11, 2014, from Freemagz: http://www.freemagz.com/outloud/7-localdenim-brand-you-should-buy-before-you-die-5977 Rizky, J. (2013, November 3). Pasarkan Produk Lokal, Brightspot Market Kembali Hadir. Retrieved Agustus 11, 2014, from SWA: http://swa.co.id/businessstrategy/pasarkan-produk-lokal-brightspot-market-kembali-hadir Saeb F. Al Ganideh, G. A. (2010). Socio-psychological Variables as Antecedents to Consumer Ethnocentrism: A Fuzzy Logic Based Analysis Study. IEEE. Sanjay K. Jain, R. J. (2013). Consumer Ethnocentrism and Its Antecdents: An Exploratory Study of Consumer in India. Asian Journal of Business Research, 1-18. Sanjay K. Jain, R. J. (2013). Consumer Ethnocentrism and Its Antecedents: An Explatory Study of Consumers in India. Asian Journal of Business Research: 1-18. Setyawan, D. (2014, Mei 12). Indonesia Tidak Terkena Pelambatan Ekonomi Dunia. Retrieved September 27, 2014, from Kontan: http://nasional.kontan.co.id/news/indonesiatidak-terkena-pelambatan-ekonomi-dunia Sharma, S., T.A. Shimp and J. Shin (1995). Consumer Ethnocentrism: A Test of Antecedents and Moderators. Journal of Marketing Science: 26-37. Shimp, T. and S. Sharma (1987). Consumer Ethnocentrism: Construction and Validation of The CETScale. Journal of Marketing Research Vol. XXIV: 280-289.
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014
Siahaan, T. S. (2013, May 7). Indonesian Brands Dominating The Local Market. Retrieved 9 12, 2014, from TheJakartaGlobe.com: http://www.thejakartaglobe.com/business/indonesian-brands-dominating-the-localmarket/ Simatupang, Togar M. et al (2008). Analisis Kebijakan Industri Kreatif Di Kota Bandung. Jurnal Manajemen dan Teknologi, Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB: 1-12. Spence, J. A. (1997). A Test of The Stability of The CETScale, A Measure of Consumers' Ethnocentric Tendencies. Journal of Marketing Theory and Practice: 68-76. Statistik, B. P. (2014, Agustus 15). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2014. Retrieved September 27, 2014, from Berita Resmi Statistik: http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05agus14.pdf Steenkamp, J. B. (2003). How perceived brand globalness creates brand value. Journal of International Business Studies, Vol. 34 No. 1: 53-65. Sudarsono, I. S. (2014, Februari 21). Industri Fashion Sumbang Rp181,6 Triliun. Retrieved Oktober 8, 2014, from Sindo News: http://www.koran-sindo.com/node/369085 Supphellen, Magne and Terry R. Rittenburg. (2001). Consumer Ethnocentrism When Foreign Products Are Better. Psycology & Marketing, Vol. 18: 907-927. Syaukani, A. R. (2014, Agustus 14). Penyanyi di Konser PATRIOT.is.ME Siap Bakar Semangat Nasionalisme Anak Muda. Retrieved 10 29, 2014, from TabloidBintang.com: http://tabloidbintang.com/articles/film-tv-musik/kabar/11120-penyanyi-di-konserpatriotisme-siap-bakar-semangat-nasionalisme-anak-muda Wuri Handayani, F. A. (2012, Juli 18). 3 Brand Fashion Lokal, Targetkan Pasar Dunia. Retrieved Agustus 11, 2014, from Viva Life Web Site: http://life.viva.co.id/news/read/336589-3-brand-fashion-lokal--targetkan-pasardunia Yulianti, T. E. (2013, 10 19). DetikNews. Retrieved 10 28, 2014
Etnosentrisme konsumen..., Cintantya Sotya Ratri, FISIP UI, 2014