ETNIS KURDI: PERJUANGAN MEMPEROLEH OTONOMI KHUSUS DI IRAK (1920 – 1991)
Skripsi Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Ahmad Khoirul Mizan Nim: 1110022000024
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ETNIS KURDI: PERJUANGAN MEMPEROLEH
oToNoMr KHUSUS Dr rRAK (1920 -
1991)
Skripsr Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Ahmad Khoirul Mizan Nim: 1110022000024
Dr. Abdul Chair. M.A NIP: 19541231 198303 1 030
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAII ISLAM
]
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA 1436 HJ2015
M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul ETNIS KURDI: PERJUANGAN MEMPEROLEH OTONOMI KHUSUS DI IRAK (1920-1991) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Iakarta pada 08 Januari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan Kebudayaar Islam. J
akarta, 08 Januari 20 1 5
SIDANG MT]NAQASYAH
Nurhasan. M.A NIP: 1969072419970
| 001
9750417 200501 2 007
ANGGOTA Penguji
I
NIP: 19611025199443 I
Penguji
II
NIP: 19520903 198603
001
PEMBIMBING
Dr. Abdul Chair. M.A NIP: 19541231 198303 1 030
I
001
Lembar Pernyataan Dengan
1.
ini
saya menyatakan bahwa
:
Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah J akafia. -1.
Jika dikemudaian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku
di
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 J anuari 201 5
Ahmad Khoerul Mizan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mengkaji masalah yang berkaitan dengan politik dan konflik etnis di Timur tengah adalah hal yang sudah lama dilakukan orang. Kajian ini dianggap menarik salah satunya karena Timur tengah merupakan wilayah yang dihuni oleh beragam etnis, hal ini menjadikan wilayah tersebut begitu rawan akan konflik etnis. Konflik etnis timbul ketika terjadi penguasaan wilayah dan penindasan oleh sebuah etnis penguasa terhadap etnis lainnya, biasanya etnis tertindas tersebut adalah etnis yang lemah persatuannya ataupun berkedudukan sebagi kelompok minoritas. Hal ini kemudian memunculkan gerakan perjuangan dari etnis yang tertindas dan minoritas untuk melawan etnis penguasa yang kejam agar eksistensi kelompok mereka tetap terjaga. Salah satu negara di Timur Tengah yang memiliki latar belakang etnis yang beragam adalah Irak. Masalah etnis yang dihadapi Irak adalah mengenai perjuangan Etnis Kurdi yang menuntut otonomi wilayah Kurdistan di Utara Irak (melingkup Arbil, Suleymani, Dahuk, dan Kirkuk). Pada awalanya, dibawah pimpinan seorang ulama bernama Syeikh Mahmud Barzanji mereka berjuang menuntut realisasi perjanjian Sevres 1920 terkait kemerdekaan bagi seluruh wilayah Kurdistan.1Namun, dalam perjalannya, ketika kepemimpinan perjuangan dibawah kendali Mustafa Barzani, Etnis Kurdi di Irak merubah tuntutannya, yakni agar diberikan status otonomi kepada wilayah Kurdistan yang berlokasi di Irak
1
Rebecca Rowell. Iraq. (Minnesota : ABDO Publishing Company), 2011, h. 7.
1
Utara. Mereka berpikir, sulit pastinya untuk menciptakan sebuah Negara Kurdistan yang berdaulat, hal ini dikarenakan keberadaan Etnis Kurdi yang terpencar diempat Negara yakni Turki, Iran, Irak, dan Suriah.2 Gerakan perjuangan Etnis Kurdi di Irak merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang berkuasa. Etnis Kurdi menganggap Pemerintah Irak baik saat masih dipegang oleh mandat Inggris maupun sudah menjadi republik selalu mengabaikan kepentingan Etnis Kurdi, bahkan keberadaan mereka hampir dihilangkan melalui Genocida Kurdistan ketika Irak dipimpin oleh Saddam Husein pada tahun 1988. Dalam sejarahnya, Etnis Kurdi yang terdiri dari berbagai macam suku ini tak pernah bisa bersatu, mereka terlalu larut dalam pertikaian antar Suku. Satu hal yang menjadi paradoksial adalah, terbentuknya Negara- negara baru di Timur tengah pasca runtuhnya Dinasti Ottoman memberikan kontribusi akan timbulnya jiwa nasionalisme di dalam diri Etnis Kurdi di Irak.3 Pengalaman perjuangan Etnis Kurdi di atas dapat dilihat sebagai salah satu perjuangan rakyat yang dilakukan dengan cara berperang secara militer. Meskipun demikian, Etnis Kurdi dalam konteks Perjuangan tidak dapat dikatakan mutlak berperang secara militer melawan pemerintah Irak sebab, mereka juga
2
Kurdi merupakan salah satu etnis terbesar di dunia yang bisa dikatakan tercerai berai karena, mereka tidak memiliki Negara persatuan. Pasca perjanjian Lausanne 1923, Wilayah Kurdistan secara umum terbagi didalam territorial empat Negara yakni Turki, Iran, Irak, dan Suriah 3 MERIP Reports, The Kurds, (Washington DC; Midle East Research and Information Project), 1996, h. 5.
2
menjalankan negoisasi melalui perundingan – perundingan dengan pemerintah Irak sehingga terbentuklah wilayah otonomi Kurdistan di Irak Utara tahun 1991. Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai perjuangan Etnis Kurdi di Irak dalam memperoleh Otonomi. Dengan sumber – sumber tertulis yang penulis dapatkan, penulis menelaah bahwasanya keberhasilan Etnis Kurdi di Irak merupakan sebuah prestasi luar biasa yang tidak pernah didapatkan oleh Etnis Kurdi manapun baik yang ada di Turki, Iran maupun Suriah. dalam kasus Etnis Kurdi di Iran mereka bahkan dibujuk oleh pemerintah Iran untuk berintegrasi sebagai bagian dari orang Persia sehingga mengakibatkan tidak ada regulasi khusus tentang otonomi bagi Etnis Kurdi di Iran. B. Pembatasan Masalah Dengan demikian penelitian ini difokuskan khusus pada wilayah Kurdistan yang ada di Irak dengan bentangan waktu di mulai dari tahun 1920 ketika disepakatinya perjanjian Sevres, hingga tahun 1991 dimana Etnis Kurdi mendapatkan otonomi khusus dari pemerintah Irak. C. Perumusan Masalah Dari Latar Belakang diatas kemudian penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah munculnya gerakan perjuangan suku Kurdi di Irak? 2. Bagaimana proses perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak? D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Penelitian ini disusun dengan tujuan :
3
a) Mengetahui sejarah munculnya gerakan perjuangan suku Kurdi di Irak. b) Mengetahui proses perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Irak.
Kegunaan Penulisan A. Manfaat Teoritis, Diharapkan agar dapat mengetahui gambaran yang benar tentang kondisi di negara Irak khususnya perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak. B. Manfaat Praktis, Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) E. Tinjauan Pustaka Dalam skripsi
yang berjudul
ETNIS KURDI: PERJUANGAN
MEMPEROLEH OTONOMI KHUSUS DI IRAK (1918-1991) kajian pendahuluan yang dijadikan acuan atau pembanding dalam penulisan skripsi ini yang pertama adalah buku berjudul ‘The Kurds of Iraq: Etnonationalism and National Identity Iraqi Kurdistan’yang ditulis oleh Mahir A. aziz. Buku terbitan Tauris & Co Ltd, London tahun 2011 ini, menjelaskan tentang perjuangan Etnis Kurdi di Irak dalam menegaskan identitas nasional mereka dan juga perpolitikan Etnis Kurdi itu sendiri. Untuk mempelajari tentang Etnis Kurdi yang ada di Irak buku ini sangat bagus sekali. Mahir menjelaskan sejarah Etnis Kurdi, perjuangan bangsa Kurdi, dan dunia perpolitikan Etnis Kurdi di Irak dengan detail.Namun, kelemahan buku ini ialah, Mahir lebih menonjolkan Etnis Kurdi sebagai etnis pembrontak di Negara Irak. kata pemberontak ini jelas mengartikan bahwa Etnis Kurdi sama saja seperti penjahat yang harus di hilangkan dari Negara Irak.
4
Buku yang kedua adalah ‘Road ThroughKurdistan: The Narative of an Engineer in Iraq’ yang ditulis oleh Archibald Milne Hamillton. Buku ini pertama kali diterbitkan oleh Faber and Faber Limited, kota New york tahun 1937. Kemudian buku ini dicetak lagi pada tahun 1958 dan 2004. Untuk tahun 2004 buku ini di publikasikan oleh David Mcdowall dan diterbitkan oleh Tauris & Co Ltd, kota London. Hammilton yang seorang Insinyur bekerja kepada Royal Air Force (RAF) Inggris di Iraq tahun 1932. Ditengah tugasnya membangun Jalan wilayah Kurdistan dia banyak mencatat tentang kehidupan Etnis Kurdi, dimana catatan dia kemudian ditulis dalam buku ini. Membaca buku ini kita akan mengetahui kehidupan sehari hari Etnis Kurdi pada masa lalu. Kekurangan buku ini ialah Hamilton lebih banyak menjelaskan sisi buruk dari Etnis Kurdi sebagai etnis yang fanatik akan kesukuan dan senang berkonflik. Untuk kajian pendahuluan yang ketiga penulis membaca artikel berjudul ‘’The Politics of Iraqi Kurdistan: Towards Federalism or Seccesion yang ditulis oleh Ala Jabar Mohamad. Artikel ini diterbitkan oleh University of Canberra pada tahun tahun 2013. Dalam artikelnya, Ala Jabar Mohamad banyak menjelaskan tentang sejarah politik dan bagaimana proses perjuangan etnis Kurdi dalam memperoleh otonomi. Namuan, sayangnya proses perjuangan Etnis Kurdi yang ditulisnya masih
kurang begitu mengena, karena dia hanya memperlihatkan
persaingan politik Etnis Kurdi. Aratikel berikutnya ialah berjudul Land and Rebellion: Kurdish Separatism in Comparative perspective. Artikel ini ditulis oleh Benjamin Smith pada tahun 2007 dan diterbitkan oleh Gainesville, Amerika Serikat. Dalam artikelnya ini Benjamin menulis tentang gerakan separatis di wilayah Kurdistan. 5
Benjamin menjelaskan bahwa tujuan gerakan ini adalah untuk memperjuangkan hak-hak Etnis Kurdi untuk memperoleh kemerdekaan. Namun, sayangnya Benjamin lebih menonjolkan bahwa gerakan yang dilakukan Etnis Kurdi tersebut adalah sebagai pembrontak dan penjahat. Adapun untuk skripsi pembanding, dalam pencarian penulis ke perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustkaan Utama UIN Jakarata dan Perpustakaan Utama UI Jakarta, penulis tidak menemukan satupun skripsi mengenai perjuangan Etnis Kurdi di Irak. umumnya Skripsi dikedua perpusatakaan tersebut, lebih banyak membahas Perjuangan Etnis Kurdi di Turki. Begitu pun ketika penulis mencari di internet, penulis tidak menemukan hal terkait mengenai skripsi perjuangn Etnis Kurdi di Irak dalam memperoleh Otonomi Khusus. Yang membedakan isi skripsi ini dengan kajian-kajian pendahuluan di atas adalah bahwa skripsi ini lebih pokok menjelaskan proses perjuangan etnis Kurdi di Irak dan juga tidak menyebutkan bahwa Etnis Kurdi di Irak adalah pembrontak yang lebih identik dengan penjahat. Sebaliknya, Mereka murni berjuang untuk meraih apa yang dicita-citakan. G. Metode Penelitian Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis melakukannya dengan model penelitian kepustakaan (Library Reseach) dan diperkaya melalui pendekatan historis politik. Dalam usaha mendapatkan data dengan metode ini penulis melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan antara lain: Perpustakaan Umum dan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, e-
6
resources milik PNRI, Lontar.ui.ac.id, tulis.uinjkt.ac.id, serta tempat-tempat lain yang dapat penulis manfaatkan untuk mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini seperti di perpustakaan digital. Jenis tulisan yang banyak diambil adalah buku yang banyak mengusung tema – tema tentang Irak dan Etnis Kurdi, selain itu ada juga beberapa artikel dari Jurnal dan Koran. Sayangnya, penulis tidak banyak menggali langsung dari Koran Irak maupun Kurdi, tetapi hal tersebut tidak mengurangi keontetikan data dan informasi. Justru dari Koran luar Negara Irak dalam hal ini Koran Indonesia, informasi tersaji lebih objektif karena mereka tidak memiliki keterkaitan akan konflik Irak dan Etnis Kurdi. Sementara itu, sumber utama yang dirujuj oleh penulis adalah buku karangan Masoud Barzani. Masoud Barzani merupakan pemimpin Kurdi dan saksi mata perjuangan Kurdi di Irak, melalui bukunya kita dapat mentelaah lebih dalam historis Etnis Kurdi dalam perjuangannya memperoleh otonomi di Irak pada tahun 1991. Mengkaji tulisan tidak hanya dengan membaca tetapi dibutuhkan cara dan metodelogi yang nantinya akan bermanfaat untuk menggali ideology tulisan tersebut. Untuk itu penulisan skripsi ini selain dengan memakai metode deskripsi – analitis juga menggunakan metodelogi Hermeunetika. Metode deskriptif – analitis dipakai untuk menggambarkan proses, sebab musabab terjadinya peristiwa secara kronologis. Sedangkan hermeunetika dipakai untuk menambah khazanah informasi sejarah. Berbagai informasi yang didapat, dikumpulkan dan diinterpretasikan faktanya. Hasil interpretasi fakta ini diwujudkan dalam bentuk penulisan atau lazimnya disebut historiografi.
7
Metode hermeunetika juga akan menemukan titik urgensinya untuk melihat serta menafsirkan kata – kata dan fakta – fakta yang ada dari sumber – sumber tulisan yang didapat penulis untuk kemudian direkontruksi ulang sesuai dengan maksud dan tujuan penulis. H. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri ke dalam lima Bab pembahasan. Bab Pertama, membahas tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika pembahasan. Bab Kedua, membahas Landasan teori dan kerangka berfikir. Bab Ketiga, membahas profil Negara Irak dan identitas Etnis Kurdi. Bab Keempat, membahas perjuangan Etnis Kurdi
diIrak dalam memperoleh
Otonomi Khusus (1920 – 1991). Sedangkan Bab kelima, Merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh isi tulisan.
8
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Perjuangan Menurut Wojowarsito, perjuangan berasal dari kata „‟juang‟‟ yang berarti usaha untuk mempertahakankan hidupnya atau menyampaikan maksudnya. Perjuangan mengandung unsur usaha dan tujuan. Usaha ini dimaksudkan sebagai cara yang digunakan dalam proses untuk mencari apa yang diinginkannya. sedangkan tujuan merupakan sasaran akhir setiap usaha yang dilakukan baik oleh kelompok maupun individu.1 Maurice Duverger menyebutkan berbagai definisi perjuangan dari berbagai sudut pandang yaitu : 1) Kaum konservatif tradisional menganggap perjuangan adalah usaha untuk merebut kekuasaan dan menempatkan elite (mereka yang mampu melaksanakan kekuasaan) melawan massa (mereka yang menolak untuk mengakui superioritas alami dari elite dan haknya untuk memerintah). 2) Kaum Liberal melihat perjuangan dalam bidang politik sama seperti perjuangan ekonomi yaitu suatu bentuk struggle for life yang secara mendasar menempatkan satu spesies melawan yang lain dan individu di dalam spesies tertentu melawan yang lain.
1
Wojowarsito.Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Bandung : Sinta Darma), 1972, h. 25.
9
3) Kaum Marxis melihat perjuangan disebabkan oleh perjuangan kelas yaitu pertentangan antara kelompok sosial yang terjadi dalam masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan.2 Dari pengertian tentang perjuangan di atas, dapat dikatakan bahwa perjuangan adalah suatu usaha atau ikhtiar yang dilakukan individu maupun kelompok untuk mencapai suatu maksud dan tujuan yang diharapkan. Max Weber mengkategorikan perjuangan dalam dua wujud atau bentuk, yaitu perjuangan fisik dan non fisik. Perjuangan fisik adalah suatu perjuangan yang lebih mengarah pada konfrontasi fisik dalam mencapai suatu tujuan. Perjuangan fisik dipraktekan dengan Pertempuran, peperangan, penggulingan kekuasaan (kudeta), dan bentrokan bersenjata. Akibat dari perjuangan ini banyak menyebabkan kematian, cacat seumur hidup, kerusakan harta benda, kehilangan keluarga bahkan habisnya populasi penduduk di suatu wilayah. Sarana perjuangan fisik dapat berupa senjata-senjata tajam, benda-benda tumpul, senjata-senjata api bahkan senjata mematikan lainnya yang sangat dahsyat yaitu bom atom dan nuklir. Sementara itu, Perjuangan non fisik merupakan perjuangan yang lebih mengarah pada politik diplomasi. Diplomasi berarti tidak melakukan tindakan politik agresif terhadap musuh. Perjuangan non fisik menggunakan perundingan – perundingan sebagai alternatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.3 Presiden Republik Indonesia pertama, Sukarno, berpendapat bahwa, besar kecilnya keberhasilan dan kemauan untuk berjuang dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut : 2
Maurice Duverger. Sosiologi Politik (Jakarta: Rajawali), 1988, h. 171-178. Max Weber. Konsep-Konsep Dasar dalam Sosiologi. (Jakarta : Rajawali Pers), 1985, h.
3
67.
10
1) Menarik tidaknya tujuan atau cita-cita yang memanggil. 2) Adanya rasa mampu, rasa bisa, rasa sanggup di kalangan massa itu. 3) Adanya tenaga atau kekuatan yang ada di dalam individu maupun kelompok massa.4 Dari pendapat Sukarno di atas dapat dijabarkan bahwa suatu perjuangan dipengaruhi olek faktor intern dan faktor ekstern, baik secara individu maupun kelompok. Faktor intern tersebut merupakan faktor yang berasal dari dalam individu sehingga motivasi diri untuk melakukan perjuangan. Faktor dari dalam diri antara lain motivasi pribadi, adanya kemauan, adanya rasa optimis akan tercapainya tujuan dan rasa mampu untuk melakukannya. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu maupun kelompok yang mendukung perjuangan. Faktor-faktor tersebut dapat berwujud materi dan non materi. Materi sebagai contohnya adalah keuangan, sarana dan prasarana dalam perjuangan, sedangkan non materi dapat berwujud dukungan. 2. Etnis Pengertian Etnis Menurut Alo Liliweri, etnisitas berhubungan dengan konsep tentang etnis, antara lain: 1) Etnis berasal dan bahasa Yunani “etnichos”, secara harfiah digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok penyembah berhala atau kafir. Dalam perkembangannya, istilah etnis mengacu pada kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok yang fanatik dengan ideologinya. 2) Etnisitas yang merujuk pada penggolongan etnis berdasarkan afiliasi 4
Sukarno. Ilmu dan Perjuangan.( Jakarta : Inti Idayu Press (dan) Yayasan Pendidikan Soekarnto), 1984, h. 6.
11
3) Etnosentrisme merupakan sikap emosional semua kelompok etnis, suku bangsa, agama, atau golongan yang merasa etnisnya superior daripada etnis lain 4) Etnografi adalah salah satu bidang antropologi yang mempelajari secara deskriptif suatu kelompok etnis tertentu. 5) Etnologi mempelajari perbandingan kebudayaan kontemporer dan masa lalu suatu etnis.5 Menurut Kamus Indonesia Kontemporer, etnis berkenaan dengan perbedaan kelompok dalam suatu masyarakat yang didasarkan atas adat- istiadat, bahasa, kebudayaan atau sejarahnya.6 Sementara itu, Menurut Barth dan Zastrow yang dikutip Alo Liliweri, etnis adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.7 Menurut Narroll yang dikutip Fredrik Barth, kelompok etnis dikenal sebagai populasi yang: 1) Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan. 2) Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya. 3) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. 4) Menentukan ciri kelompok sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dan kelompok populasi lain.8
5
Alo Liliweri.Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 2001, h. 34. 6 Peter Salim dan Yenny Salim.Kamus Indonesia Kontemporer Edisi I. ( Jakarta : Balai Pustaka), 1991, h. l 409. 7 Ibid, h. 35. 8 Fredrik Barth. Kelompok Etnik dan Batasannya. (Jakarta : UI Press), 1988, h. 10.
12
Donald L. Horowitz yang dikutip Larry Diamond dan Marc F. Plattner mendefinisikan kelompok etnis sebagai suatu kelompok yang sangat eksklusif dan relatif berskala besar yang didasarkan pada ide tentang kesamaan asal-usul, kekerabatan, dan secara khusus menunjukkan kadar kekhasan budaya. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa atau dalam bahasa Inggris ethnic group (kelompok etnis) adalah suatu golongan manusia yang terikat kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”. Kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa, adat istiadat, wilayah, dan sejarah yang ditandai oleh persamaan ikatan batin (wefeeling) diantara anggotanya.9 Fredrik Barth mendefinisikan kelompok etnis adalah suatu kelompok yang terbentuk karena adanya ciri yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri, yang kemudian membentuk pola tersendiri dalam hubungan interaksi antara sesamanya.10 Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa etnis atau kelompok etnis adalah suatu kelompok yang didasarkan pada kesamaan asal-usul, adat- istiadat, bahasa, kebudayaan dan wilayah yang ditandai oleh persamaan ikatan batin diantara anggotanya. 3. Otonomi Pengertian Otonomi Pheni Chalid dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik memberikan pengertian, otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos dan nomos. Autos artinya sendiri, sedangkan nomos berarti
9
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta : Gramedia), 1990, h.
264. 10
Fredrik Barth. Kelompok Etnik dan Batasannya. (Jakarta : UI Press), 1988 , h. 11.
13
hukum atau aturan. Sebagai istilah, pengertian otonomi autos nomos atau autonomous dalam bahasa Inggris adalah kata sifat yang berarti: (1) keberadaan atau keberfungsian secara bebas atau independen; dan (2) memiliki pemerintahan sendiri, sebagai negara atau kelompok dan sebagainya. Sedangkan pengertian otonomi (autonomy) sebagai kata benda adalah (1) keadaan atau kualitas yang bersifat independen, khususnya kekuasaan atau hak memiliki pemerintahan sendiri; dan (2) negara, masyarakat, atau kelompok yang memiliki pemerintahan sendiri yang independen.11 Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32.Tahun 2004 sebagai amandemen UU No. 22.Tahun 1999 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12 Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian otonomi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat-istiadat daerah lingkungannya yang bertujuan untuk meningkatkan keesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Menurut Winarno Surya, ada 3 jenis otonomi, yakni :
11
Pheni Chalid. Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik. (Jakarta : Kemitraan), 2005, h. 21. 12
www.bappenas.go.id 14
1) Otonomi formal, yaitu suatu sistem otonomi di mana yang diatur adalah kewenangan-kewenangan pemerintah yang dipegang oleh pemerintah pusat dalam bidang pertahanan, politik luar negeri, peradilan, moneter/fiskal dan kewenangan lainnya. Sedangkan kewenangan daerah adalah kewenangan di luar kewenangan pemerintah pusat tersebut. 2) Otonomi materiil, yaitu suatu jenis otonomi daerah di mana kewenangankewenangan daerah otonom telah dirinci secara tegas dan daerah otonom hanya boleh mengatur urusan pemerintahan yang secara tegas di masukkan sebagai urusan rumah tangga daerah. 3) Otonomi riil, yaitu suatu sistem otonomi di mana kewenangan- kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan pemerintah pusat disesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah otonom yang bersangkutan.13 Tujuan pemberian otonomi seperti yang dikemukakan oleh Sujamto adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.14 Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi keaneragaman antar daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dianggap penting didalam menghadapi persaingan yang terus meningkat didalam bidang ekonomi, politik, dan kebudayaan baik di tingkat regional dan internasional. 13
Winarno Surya. Otonomi Daerah di Era Reformasi. (Yogyakarta : Badan Penerbit YKPN), 1999 , h. 1-2. 14 Sujamto. Cakrawala Otonomi Daerah. (Jakarta : Sinar Grafika), 1991, h. 4.
15
Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keaneragaman antar daerah. Pada prinsipnya, kebijakan otonomi dilakukan dengan mendenstralasikan kewenangan-kewenangan yang sebelumnya tersentralisasi di tangan Pemerintah Pusat. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu bentuk sistem penyerahan urusan pemerintahan dan pelimpahan wewenang di bidang tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.15 Dalam negara kesatuan kekuasaan negara terletak pada Pemerintah Pusat bukan pada Pemerintah Daerah, tetapi Pemerintah Pusat dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada Pemerintah Daerah dalam wujud otonomi. Hal ini terkait dengan luasnya daerah, makin banyak tugas yang diurus Pemerintah Pusat, sejalan dengan kemajuan masyarakat dan negara, perbedaan daerah satu dengan yang lain yang sukar diatur secara memusat. Jika keadaan daerah sudah memungkinkan, Pusat menyerahkan kepada daerah-daerah untuk mengurus dan menyelenggarakan sendiri kebutuhan-kebutuhan khusus bagi daerah-daerah tersebut. Pemerintah Daerah turut mengatur dan mengurus hal-hal sentral dalam daerahnya menurut instruksi-instruksi dari Pemerintah Pusat serta Pemerintah Pusat tetap mengendalikan kekuasaan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom.16
15
Pheni Chalid. Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik. (Jakarta : Kemitraan), 2005, h. 15. 16 Andi Mustari Pile .Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. (Jakarta : Gaya Media Pratama), 1999, h. 29.
16
4. Konflik Pengertian Konflik Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terdapat adanya suatu konflik baik konflik sosial maupun konflik politik atas dasar kepentingan atau perbedaan. Menurut Hendropuspito, pengertian konflik adalah : Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling memukul.” Dalam pengertian sosiologis konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.17 Dalam Kamus Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwodarminto, konflik diartikan dengan percecokan, perselisihan, pertentangan yang terjadi pada satu tokoh atau lebih. Konflik dapat terjadi karena ketidak sesuaian ide atau ketidak cocokan suatu kepentingan.18 Dari berbagai pendapat tentang pengertian konflik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang antagonistis, terjadi sebagai akibat dari perbedaan paham atau perselisihan tentang tuntutan terhadap suatu nilai tertentu antara pihak-pihak yang sedang berselisih, sehingga menimbulkan usaha untuk menjatuhkan pihak lawan guna mencapai perubahan yang dikehendaki kelompoknya. Menurut Abu Ahmadi, konflik biasanya ditimbulkan oleh adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan sering juga karena perebutan kekuasaan dan kedudukan.19
17
Hendropuspito. Sosiologi Sistematik. (Yogyakarta : Kanisius), 1989, h. 247. WJS Poerwodarminto. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka), 1990, h. 45. 19 Abu Ahmadi. Pengantar Sosiologi. (Semarang : Ramadhani), 1975 , h. 93. 18
17
Menurut Soerjono Soekanto, yang menjadi sebab atau akar dari timbulnya konflik adalah: 1) Perbedaan antara individu-individu Perbedaan pendirian dan perasaaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara Individu – individu. 2) Perbedaan kebudayaan Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari polapola kehidupan kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang sadar maupun tidak sadar banyak terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia. 3) Perbedaan kepentingan Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari konflik. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya. 4) Perubahan sosial Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi sistem nilai.20
20
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 1990, h. 99.
18
Menurut Mawasdi Rauf, penyelesaian konflik adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.21 Ada dua cara penyelesaian konflik yaitu : 1) Secara persuasif, yaitu menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang berkonflik
melakukan
perundingan,
baik
antara
mereka
saja
maupun
menggunakan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator atau juru damai. 2) Secara koersif, yaitu menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Menurut Soerjono Soekanto, cara penyelesaian konflik mempunyai beberapa bentuk22, yaitu : 1) Coercion adalah suatu cara penyelesaian konflik yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan, di mana salah-satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung), maupun secara psikologis (secara tidak langsung). 2) Compromise adalah suatu cara penyelesaian konflik di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah
21
Maswadi Rauf. Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teotitis. (Dirjen Dikti : Depdiknas), 2001, h. 8-12. 22 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 1990, h. 77-78.
19
bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. 3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihakpihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan. 4) Mediation adalah suatu cara penyelesaian konflik dengan mengundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihák ketiga tersebut tugas utamanya adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat dan tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut. 5) Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan – keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. 6) Toleration (tolerant-participation) adalah suatu cara penyelesaian konflik tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan. 7) Stalemate adalah suatu cara penyelesaian konflik di mana pihak-pihak yang bententangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kernungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. 8) Adjudication adalah suatu cara penyelesaian konflik atau sengketa di pengadilan.
20
Menurut
Hendropuspito,
konflik
fisik
umumnya
mendatangkan
penderitaan bagi kedua pihak yang terlibat seperti korban jiwa, material dan spiritual serta berkobarnya kebencian dan balas dendam. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta integrasi sosial dan nasional.23 Sementara itu, Menurut Soerjono Soekanto, akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya konflik adalah24 : 1) Tambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat dan bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya. 2) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut. 3) Perubahan kepribadian para individu. Pertentangan yang berlangsung didalam kelompok atau antar kelompok selalu ada orang yang menaruh simpati kepada kedua belah pihak. Ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi demikian, akan tetapi banyak pula yang merasa tertekan, sehingga merupakan penyiksaan terhadap mentalnya. 4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Salah satu bentuk konflik yakni peperangan telah menyebabkan penderitaan yang berat, baik bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, baik dalam bidang kebendaan maupun bagi jiwa raga manusia. 5) Akomodasi, dominasi dan takluknya salah-satu pihak. 23
Hendropuspito. Sosiologi Sistematik. (Yogyakarta : Kanisius), 1989, h. 249. Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990), h. 103. 24
21
5. Primodrial Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sri Sukesi Adiwimarta, 1983:71), primordial diartikan sebagai perasaan kesukuan yang berlebihan. Menurut Maswadi Rauf , kelompok primordial adalah kelompok yang lebih besar dari keluarga yang lebih kecil dari bangsa yang didasarkan atas ikatan primordial, sedangkan ikatan primordial adalah keterikatan seseorang terhadap kelompoknya yang didasarkan atas nilai-nilai yang given (yang telah terbentuk dan diterima sebagaimana adanya campur tangan orang bersangkutan) yang disebabkan hubungan darah dan persamaan dalam hal agama, suku, bahasa, asal daerah dan adat istiadat.25 Menurut Clifford Geertz, ikatan primordial dimaksudkan sebagai ikatan yang berasal dari “unsur-unsur bawaan” atau lebih persis lagi, karena kebudayaan tak bisa tidak mencakup soal-soal semacam itu, “unsur-unsur bawaan” yang diandaikan dari kehidupan sosial: hubungan langsung terutama hubungan kekerabatan, namun melampui itu keadaan bawaan yang berasal dari keadaan terlahir ke dalam sebuah komunitas religius tertentu, bertutur dengan sebuah kata tertentu atau bahkan suatu dialek bahasa tertentu dan mengikuti praktek-praktek sosial tertentu.26Kesesuaian-kesesuaian darah, tuturan, dan adat-kebiasaan memiliki sesuatu kekuatan yang memaksa. Clifford Geertz mengelompokkan ikatan primordial menjadi enam,yaitu : 1) Ikatan-ikatan darah yang diterima. Unsur yang mengidentifikasi adalah kuasi-keluarga. “Kuasi” karena unitunit kekeluargaan yang terbentuk di sekitar hubungan biologis yang dikenali 25
Maswadi Rauf. Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teotitis. (Dirjen Dikti : Depdiknas), 2001, h. 62. 26 Clifford Geertz. Politik Kebudayaan. (Yogyakarta : Kanisius), 1992, h. 79.
22
(keluarga-keluarga yang diperluas, silsilah-silsilah) terlalu kecil bahkan bagi ikatan tradisi yang paling erat untuk memandang unit-unit itu sebagai suatu yang memiliki lebih daripada makna terbatas, dan akibatnya pada sebuah pandangan tentang kekeluargaan yang tak dapat ditelusuri namun masih nyata secara sosiologis, seperti dalam sebuah suku. 2) Ras Ras serupa dengan kekeluargaan yang diterima, sehingga ras mencakup sebuah teori etnobiologis dengan acuan pada ciri-ciri fisis yang bersifat fenotipis, khusus warna kulit, bentuk muka, sosok, jenis rambut dan seterusnya lebih daripada sembarang rasa yang sangat khusus akan nenek moyang yang sama. 3) Bahasa Bahasa dalam setiap bangsa itu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bahasa dapat dipegang sebagai poros yang sama sekali hakiki bagi konflikkonflik kebangsaan sehingga perbedaan bahasa pada sendirinya pasti bersifat memecah belah. Namun, perbedaan bahasa di sebagian negara tidak bersifat memecah-belah dan bahkan konflik-konflik primordial dapat terjadi dimana tidak terdapat perbedaan bahasa yangmencolok. 4) Daerah Merupakan sebuah faktor yang hampir ada dimana-mana, daerah-isme (regionalisme) sebenarnya cenderung sangat mengganggu di dalam daerah-daerah yang secara geografis heterogen. 5) Agama
23
Agama sebagai pegangan hidup yang selalu dapat dijadikan benteng suatu konflik atau pun sebaliknya dapat juga menjadikan timbulnya konflik agama dalam Negara dapat menghambat dan menghancurkan jalannya pemerintahan. 6) Adat-istiadat Perbedaan-perbedaan dalam adat-istiadat membentuk suatu basis untuk beberapa keterpecahan nasional tertentu dan secara khusus mencolok dalam kasus-kasus di mana sebuah kelompok yang secara intelektual atau secara artistik agak rumit melihat dirinya sebagai pengemban sebuah“peradaban” di tengahtengah suatu penduduk yang sebagian besar bersifat kurang hormat memiliki peradaban.27 Primordial
Mengandung
nilai
solidaritas
terhadap
kelompoknya.
Kelompok yang didasarkan atas persamaan ras atau suku dan agama sudah dapat dikategorikan sebagai ikatan primordial. Persamaan bahasa, adat istiadat dan kedaerahan sebagai sifat dari kelompok primordial. Nilai agama sebenarnya sedikit berbeda dari ras atau suku, karena seseorang dapat memilih agama sesuai keyakinannya tidak harus seagama dengan keluarga dimana seseorang dilahirkan. Nilai agama berbeda dengan nilai budaya meskipun nilai agama terdapat unsur budaya, tetapi agama mempunyai nilai yang berasal dari Tuhan yang tidak dihasilkan dari interaksi sosial. Menurut Geertz dalam Maswadi Rauf, sifat-sifat alamiah dari ikatan suku atau ras dari sifat-sifat alamiah dari ikatan agama, sebenarnya ada perbedaan antara keduanya dalam hal sumber loyalitas atau kesetiaan. Pada kedua ikatan primordial tersebut membentuk sentimen dan loyalitas primordial yang atas dasar
27
Ibid, hal 82.
24
ras atau suku ditimbulkan karena adanya persamaan nilai-nilai budaya.28Semua persamaan akan menghasilkan solidaritas yang amat kuat diantara anggotaanggota yang membuat mereka bersedia membela kelompok mereka dengan pengorbanan apapun. Dalam kelompok primordial atas agama, solidaritas ditimbulkan oleh persamaan keimanan kepada Tuhan dan kepercayaan kepada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh agama. Keyakinan akan kebenaran ajaran agama menghasilkan solidaritas diantara penganut agama bersangkutan yang menimbulkan kerelaan untuk membela agama tersebut dari ancaman kelompok lain dengan pengorbanan apapun. Solidaritas dalam kelompok primordial menghasilkan fanatisme kesetiaan yang amat kuat kepada kelompok dan anggota-anggota kelompok serta penghormatan yang tinggi terhadap nilai budaya kelompok. Fanatisme ini memperkuat integrasi kelompok, namun sebaliknya, mempermudah terjadinya konflik dengan orang lain diluar kelompok dengan sepenuh hati, bahkan tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri. Oleh karena itu pengorbanan baik harta maupun
nyawa, dapat saja terjadi. Itu terjadi dengan kesadaran dan tanpa
paksaan. B. Kerangka Berpikir
28
Maswadi Rauf. Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teotitis. (Dirjen Dikti : Depdiknas), 2001, h. 62.
25
Keterangan : Etnis Kurdi tinggal wilayah Kurdistan (tanah orang-orang Kurdi) dan secaraetnis berbeda dengan Arab karena suku Kurdi memiliki kebudayaan yang berbeda dengan Arab. Wilayah Kurdistan pada masa sebelum Perang Dunia I berada dibawah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani dan pasca Perang Dunia I wilayah tersebut kemudian masuk kedalam territorial Turki, Iran, Irak, dan Suriah sampai saat ini. Fakta bahwa wilayah Kurdistan terpecah di beberapa negara menjadi kendala utama terwujudnya sebuah Negara Kurdistan Merdeka. Berdasarkan kenyataan tersebut, suku Kurdi tidak lagi mencita-citakan berdirinya sebuah negara Kurdistan, tetapi mendapatkan wilayah yang otonom termasuk di Irak
26
sehingga suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka. Perjuangan Etnis Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak mendapatkan perlawanan dari pemerintah Irak yang ingin menjaga keutuhan bangsa dan mengamankan sumber minyaknya di wilayah Kirkuk. Peperangan kemudian terjadi diantara kedua belah pihak yang mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa. Perundingan antara Kurdi dengan pemerintah Irak dilaksanakan tahun 1970, 1974, dan 1991 dimana pemerintah Irak memberikan status otonomi terhadap wilayah di Kurdistan Irak yang mencakup Dahuk, Erbil dan Sulaymaniah.
Kebijakaan
pemberian
otonomi
perkembangannya berpengaruh terhadap bersatunya wadah perjuangan Etnis Kurdi Irak.
27
di
Irak
Utara
dalam
KDP dan PUK sebagai
BAB III IRAK DAN ETNIS KURDI A. Profil Negara Irak 1. Geografi Irak adalah Negara yang multi etnis. berbagai etnis mendiami wilayah ini salah satunya Etnis Kurdi. Irak dan Etnis Kurdi tak ubahnya seperti Negara Spanyol dan etnis Catalunia, mereka terlihat satu, namun hakikatnya berbeda. Perbedaan diantara Irak dan Etnis Kurdi begitu nampak terlihat baik dari segi ras dan bahasa. Nasib Etnis Kurdi di Irak sama seperti etnis Catalunia di Spanyol, dimana harapan mereka untuk merdeka dan mendirikan Negara masih terganjal oleh Negara pusat yang menaungi keberadaan mereka. Irak begitu sulit melepaskan wilayah Kurdistan untuk merdeka atau memberikan otonomi, karena wilayah tersebut kaya akan minyak buminya. Namun meskipun demikian, Perjuangan Etnis Kurdi yang tak pernah patah semangat membuat Irak harus memberikan otonomi secara penuh kepada wilayah Kurdistan pada tahun 1991. Irak (al-Jumruhiah al-Iraqiyah atau Republik Irak) adalah sebuah negara republik di bagian Barat Daya Asia. Ibu kota mereka adalah kota Baghdad. Sementara itu, Irak berbatasan dengan Kuwait dan Arab Saudi di sebelah Selatan, Yordania dan Suriah di Barat, Turki disebelah Utara, dan Iran disebelah Timur.1 Negara Irak merupakan suatu wilayah subur yang terbagi menjadi empat daerah, yaitu : (1) Daerah dataran tinggi, daerah yang terletak di sebelah Utara Kota Samara ini dipenuhi bukit-bukit padang rumput yang yang terletak diantara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Bukit tertinggi di daerah ini tingginya sekitar 300
1
Rebecca Rowell. Iraq. (Minnesota : ABDO Publishing Company), 2011, h. 7.
28
meter di atas permukaan laut; (2) Dataran rendah dekat Samara, wilayahnya memanjang dari Samara sampai ke Teluk Persia. Daerah ini meliputi sebuah delta subur antara sungai Eufrat dan sungai Tigris, inilah wilayah dimana sebagian besar penduduk Irak menetap. Sementara itu, Di bagian Selatan wilayah ini terdapat paya-paya serta dua danau rawa, yaitu Hawr al-Hammar dan Hawr asSaniyah; (3) Daerah pegunungan yang terdapat di Timur Laut Irak, wilayah daerah ini membentuk barisan pegunungan Zagros. Di kaki-kaki bukit dan lembah-lembah pegunungan ini menetap etnis Kurdi, maka dari itu daerah ini pun disebut juga Kurdistan; (4)
Daerah Gurun pasir di Selatan dan barat Irak,
wilayahnya membentang hingga ke perbatasan Yordania, Kuwait, Arab Saudi dan Suriah. Sebagian besar wilayah ini merupakan bukit-bukit batu gamping yang berpasir.2 Menurut penulis, faktor geografis di atas menjadikan Irak mempunyai tiga kelemahan yang menyebabkan negeri tersebut sering bergejolak dan terjadi bentrok, berikut ini tiga kelemahan Irak karena faktor geografis: a. Irak termasuk negara “Land Locked Country”, yaitu negara yang sangat terbatasakan akses air lautnya. Sebagian besar negeri ini berupa daratan yang terisolir dari akses laut dimana mereka hanya memiliki Teluk sepanjang 53 km2 dengan pantai sepanjang 19 km. Oleh karena itu, Irak menghadapi kesulitan ketika harus mengekspor minyaknya melalui laut. Menurut penulis, keadaan inilah yang menjadikan alasan bagi Irak untuk menginvasi Kuwait pada tanggal 8 Agustus 1990 (Perang Teluk II). Tujuan dari invasi tersebut ialah agar Irak mempunyai pantai lebih panjang dan akses laut yang lebih lebar.
2
Ibid, h. 11.
29
b. Meskipun Irak banyak memiliki cadangan minyak, namun perkembangan industry minyaknya sering terhambat, Hal ini disebabkan oleh : 1) Hubungan yang tidak baik dengan Iran membuat ladang-ladang minyak Irak di dekat perbatasan Iran terancam penghancuran oleh Iran. Ancaman itu terbukti saat Perang Teluk I tahun 1980-1988, di mana Iran berhasil menghancurkan ladang-ladang minyak milik Irak yang berada di wilayah dekat perbatasan. 2) Irak juga banyak memiliki ladang-ladang minyak diwilayah Kirkuk dan Mosul, dua tempat tersebut merupakan wilayah kaya minyak yang dihuni oleh Etnis Kurdi. Etnis Kurdi merupakan etnis yang membenci Irak dan terus berjuang untuk melepaskan diri dari kedaulatan wilayah Irak. Perang Teluk I antara Irak – Iran pada tahun 1982 dimanfaatkanEtnis Kurdi untuk melakukan serangan militer terhadap Irak. Pada penyerangan kali ini Etnis Kurdi didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu.3 c. Monopoli air sungai Eufrat dan Tigris oleh Negara- Negara tetangga Irak. Aliran dua sungai tersebut mengalir dan bermuara di wilayah Turki. Sungai Eufrat mengalir ke Suriah dan Turki, sedangkan sungai Tigris mengalir ke Iran dan Turki. Hubungan yang tidak harmonis antara Irak dengan negara tetangganya menimbulakan kerugian bagi Irak. Turki dan Suriah memanfaatkan aliran sungai untuk membangun bendungan seperti bendungan Attaturk di Turki dan bendungan al-Thawra di Suriah dimana airnya kemudian ditampung di danau al-Assad. Hal ini menyebabkan berkurangnya debit air untuk bagian wilayah Irak. 4
3
Mohammed Shareef. USA, Iraq and the Kurds: Shock, Awe and Aftermath. (London, Routledge), 2014, h. 44. 4 Greg Shapland, Rivers of Discord: International Water Disputes in the Middle East, (New York: Palgrave Macmillan), 1997, h. 117-118.
30
2. Penduduk Mayoritas penduduk Irak adalah etnis Arab, sedangkan Etnis Kurdi, Turkmen, Persia, Sebaean, Yazidis, Lur, Armenia dan Yahudi merupakan penduduk minoritas. Menurut data Kementrian Perencanaan Irak, pada tahun 2008 total penduduk Irak berjumlah 27 juta orang. Komposisi penduduk Irak yakni 75 – 80 % etnis Arab, 15 – 20 % Etnis Kurdi dan 5 % sisanya etnis-etnis kecil seperti Turkmen, Persia, Sebaean, Yazidis, Lur, Armenia dan Yahudi. Mayoritas penduduk Irak beragama Islam, namun tak sedikit juga yang menganut agama lainnya. Apabila dilihat dari mazhab yang dianut penduduk Irak terbagi dua : sebanyak 60 – 65% Syiah, 32-37 % Sunni dan sisanya Kristen atau lainnya berjumlah 3 %. Penulis
beranggapan
bahwa
Penyebaran penduduk
Irak tidaklah
menguntungkan bagi Negara tersebut, hal ini dikarenakan penduduk terkosentrasi secara geografis di wilayah tertentu. Penduduk yang mayoritas Arab- Syiah terkosentrasi di Irak selatan, Arab-Sunni di Irak bagian tengah dan suku Kurdi terkosentrasi di Irak utara. Inilah penyebab masalah integrasi nasional yang terjadi di Negara Irak. Etnis Arab yang merupakan penduduk mayoritas di Irak dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah negeri tersebut, tetapi sebagian besar dari mereka hidup di Irak bagian Tengah dan Irak bagian Selatan. Etnis yang kedua yaitu Etnis Kurdi, sebagian besar mereka tinggal di Irak bagian Utara seperti di daerah Ninevh, Erbil, Sulaymaniyah, dan al-Ta’min. Orang Kurdi mayoritas menganut agama Islam Sunni dan mereka merupakan kelompok masyarakat non- Arab yang
31
mempunyai bahasa sendiri. Dalam kesahariannya mereka menggunakan bahasa Kurdi.5 Orang - orang Turkmen hidup di kota-kota kecil di sepanjang jalan raya Baghdad – Mosul. Mereka berbicara dalam bahasa Turki. Distrik – distrik yang ditempati orang Turkmen memperlihatkan unsur-unsur peninggalan Ottoman yang menguasai daerah tersebut pada masa lalu. Sementara itu, Orang Persia, hidup di kota-kota suci Islam Syiah (an-Najaf, Karbala, Kadhimain, dan Samarra). Berikutnya, Orang Sabaean, kebanyakan dari mereka hidup sebagai pengrajin perak di daerah sungai Tigris Hilir. Ada juga Orang Yazidi, umumya mereka hidup di Jabal Sinjar. Di lain sisi ada Orang Lur, mereka tinggal di Irak Tengah bagian timur, orang Lur merupakan kelompok masyarakat Iran dari seberang perbatasan. Ada juga Orang Armenia, mereka hidup tersebar di kota-kota utama di Irak dan bekerja sebagai pedagang, usahawan, dan lain-lain. Yang terakhir ialah Orang Yahudi, sebagian besar mereka tinggal di Kota Baghdad. Orang Yahudi patuh pada hukum, tetapi memisahkan diri dari kelompok masyarakat lain dan hidup sebagai pedagang, pegawai kecil, dan lain-lain.6 3. Ekonomi Irak merupakan salah satu Negara di kawasan Timur - tengah yang memiliki cadangan minyak yang melimpah. Ekonomi utama Irak ditopang dari sumber minyak dengan nilai ekspor mencapai 90%. Andalan lain dari ekonomi Irak ialah dari bidang pertanian, pertambangan dan perindustrian. Di sektor pertanian sekitar 43% dari daratan Irak memiliki potensi untuk dibudidayakan, namun hanya baru sekitar 13% yang digunakan,
5
Maxime Rodinson. The Arabs.( London, Routledge, 1981), h. 56. Ibid, h. 57 – 58.
6
32
sedangkan sisanya dibiarkan kosong menjadi padang rumput dan padang penggembalaan. Hasil utama pertanian di Irak adalah kurma, barley, gandum, kentang, semangka, tomat, anggur, dan buah-buahan. Umumnya hasil pertanian Irak tersebut dihasilkan dari daerah hujan yang berada di timur laut negara dan ujung tenggara negara tersebut. Usaha di sektor pertanian Irak juga banyak ditunjang oleh usaha peternakan. Penduduk pedesaan banyak memelihara ternak seperti biri-biri, kambing, keledai, bagal, sapi, kerbau, kuda, dan unta. Selain itu terdapat pula pusat perikanan di sungai-sungai besar dan danau-danau penghasil ikan carp (sejenis gurami), barbel, dan ikan dace. Di sektor pertambangan, Irak termasuk salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia. Pengasil utama minyak Irak dapat ditemukan di daerah ladang minyak yang berada dikawasan Kurdistan Irak seperti Kirkuk (ladang Bay Hasan dan Jabur) dan Mosul ( ladang Ayn Zalah dan Butmah). Sedangkan untuk diwilayah Iraknya ada ladang Az Zubair dan Rumailah di selatan Basrah. Sumbersumber mineral lain yang dihasilkan di Irak adalah gipsum, bijih besi, krom ,tembaga, dan timah. Perindustrian di Irak umumnya dkendalikan oleh pemerintah. Pusat utama perindustrian berada di Baghdad, Basrah dan Mosul. Hasil industri andalan Irak adalah batu bara, semen, perabot, tekstil (katun, wol, sutera), sabun dan barangbarang metal. Selain itu, Industri kecil atau kerajinan tangan juga memainkan peranan yang penting dalam ekonomi Irak.7 D. Pemerintahan
7
Kamil Mahdi. “Neoliberalism, Conflict, & Oil Economy : Case on Iraq”, Arab Studies Quarterly, Vol. 29, No. 1 (Winter 2007), h. 1-2.
33
Negara Irak dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus menjabat sebagai komandan angkatan bersenjata dan kepala Dewan Komando Revolusi. Presiden juga membuat dan menetapkan kebijaksanaan pemerintahan. Dewan Komando Revolusi Irak terdiri atas pimpinan Partai Ba’ath dari pejabat-pejabat militer. Sementara itu, Lembaga legislatif beranggotakan 250 orang yang dipilih rakyat. Untuk Dewan menteri sendiri diangkat langsung oleh presiden. Irak terbagi menjadi 18 provinsi dan tiga darinya adalah daerah otonomi Kurdi yaitu Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah yang terbentuk sesuai perjanjian tahun 1970, 1974, dan dilanjutkan dengan kesepakatan pada 1991. Pada saat itu pemerintah Irak memberikan otonomi di Kurdistan Irak yang mencakup tiga wilayah (Dahuk, Arbil, dan Sulaymaniah) tanpa memasukkan Kirkuk. Daerah otonomi Kurdi tersebut berada dalam perlindungan PBB dan pasukan koalisi Internasional setelah Perang Teluk 1991, untuk melindungi Etnis Kurdi atas tindakan militer Saddam Hussein. Masing-masing provinsi di Irak dipimpin oleh gubernur yang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri.8 Sejarah pemerintahan di Irak sudah berlangsung lama. Ribuan tahun sebelum Masehi (sekitar 3000 SM), Irak yang pada masa lampau disebut Mesopotamia telah memunculkan beberapa kerajaan besar yang membangun peradaban dunia paling awal, seperti Sumeria, Akkad, Assyria dan Babilonia. Peradaban tersebut muncul dan berkembang di lembah sungai Tigris. Tahun 539 SM wilayah tersebut dikuasai Kerajaan Persia dan pada tahun 331 SM, Iskandar Agung berhasil mengusir bangsa Persia dari Irak. Tahun 115 SM wilayah Irak menjadi bagian dari Kekaisaran Roma selama 500 tahun. Kemudian sebagian 8
Charles Tripp. A History of Iraq. (Cambridge : Cambridge University Press), 2007, h.
187.
34
daerahnya dikuasai Persia dan sebagian lagi masih dikuasai Roma hingga datangnya orang-orang Arab. Wilayah Irak kemudian berada dalam naungan orang Arab tahun 633-637 M, keberadaan orang – orang Arab tersebut juga sembari menyebarkan bahasa Arab dan ajaran Islam. keberhasilan orang Arab menguasai wilayah Irak berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut : A. Tahap pertama berlangsung pada masa Khalifah Abu Bakar as-Sidiq. Orang – orang Arab di bawah pimpinan Musanna bin Hasirah berhasil menguasai bagian barat sungai Eufrat. Kesuksesan tersebut berlanjut di bawah pimpinan Khalid bin Walid hingga berhasil menguasai kota Hirah dan pelabuhan al-Ubullah di Teluk Arab setelah sebelumnya mengalahkan tentara Persia. B. Tahap kedua berlangsung pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Pada tahap ini orang – orang Arab berhasil menguasai wilayah di Baghdad Utara yang disebut Ard as-Sawad. Di sini Kerajaan Persia membangun pusat pemerintahan di kota Madain. Pertempuran antara tentara Arab dengan tentara Persia berlangsung beberapa tahun dimana tentara Arab tersebut berhasil memenangkan pertempuran. Tentara Arab kemudian berhasil menguasai daerah Ard as-Sawad di bawah pimpinan Panglima Sa’d bin Abi Waqas. C. Tahap ketiga terjadi juga pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Orang - orang Arab yang dipimpin Iyad bin Ganam menyerang daerah-daerah yang dikuasai oleh bangsa Romawi yang disebut Ard al-Jazirah. Orang - orang Arab kemudian dapat menguasai kota-kota penting seperti ar-Raqqah, Harran dan ar-Ruha. Masuknya orang – orang Arab diringi juga dengan Penyebaran agama Islam yang dipusatkan di kota kembar Basra dan Kufah.9
9
Ibid, h. 6.
35
Pada masa Khalifah Usman bin Affan, di kota Basra dan Kufah timbul gerakan oposisi yang menyerang Madinah dan membunuh Khalifah Usman bin Affan. Sementara, Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib pusat pemerintahan kemudian di pindahkan dari Madinah ke Kufah. Pada masa Dinasti Umayyah, Basra dan Kufah menjadi pusat gerakan oposisi Bani Hasyim, Abbasiyah, Syiah dan Khawarij.10 Sementara itu, Pada masa Dinasti Abbasiyah (133-656 H atau 750-1258 M) kembali pusat pemerintahan Islam dipindahkan, kali ini dari Damaskus ke Baghdad. Kota Baghdad kemudian menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, perdagangan, peradaban dan ilmu pengetahuan di dunia Islam timur. Kejayaan Dinasti Abbasiyah di Irak berakhir setelah Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 1258 M. Tahun 1260 M Irak dibebaskan dari kekuasaan Mongol oleh Kekhalifahan Mamluk dari Mesir. Tahun 1401 M, Irak kembali dikuasai oleh Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk. Tahun 1508 M, Irak dikuasai kembali oleh Persia di bawah pimpinan Syah Ismail I dari Dinasti Safawi dan tahun 1683-1918 M Irak berhasil dikuasai oleh Turki Usmani dibawah kepemimpinan Sultan Selim I. Pasca Perang Dunia I Irak berada di bawah kekuasaan Inggris yang mendapat mandat dari Liga Bangsa-Bangsa tahun 1920. Tahun 1921 Inggris membentuk pemerintahan dengan mengangkat Faisal I (Faisal bin Husein bin Ali)
10
Blankinship, Khalid Yahya, The End of the Jihad State, the Reign of Hisham Ibn 'Abdal Malik and the collapse of the Umayyads. (New York: State University of New York Press), 1994, h. 37.
36
dari Mekah menjadi Raja Irak pertama. Tahun 1931 Raja Faisal I meninggal dunia dan digantikan puteranya, Raja Ghazi bin Faisal.11 Tanggal 3 Oktober 1932, Liga Bangsa-Bangsa mengakhiri mandat Inggris atas Irak dan mengakui Irak sebagai negara merdeka. Tahun 1939 Raja Ghazi meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil dan digantikan puteranya yang masih berusia tiga tahun bernama Faisal II bin Ghazi. Kekuasaan untuk sementara waktu dijalankan oleh Perdana Menteri Nuri Said sampai tahun 1953 ketika kekuasaan diambil penuh oleh Raja Faisal II. Pada tanggal 14 Juli 1958, Jendral Abdul Karim Kasim naik ke puncak pemerintahan melalui kudeta militer terhadap Raja Faisal II. Sang raja pun tewas dalam kudeta tersebut. Jendral Abdul Karim Kasim sebagai pemimpin revolusi memberi pernyataan umum, yaitu : (1) memproklamasikan kemerdekaan negeri dari pemerintahan boneka yang diangkat oleh imperialisme Inggris; (2) mengumumkan bentuk negara republik yang berpegang teguh pada cita- cita kesatuan Irak; dan (3) menghimbau ikatan persaudaraan dengan negara- negara Arabdan negara-negara Islam serta menyesuaikan kebijakan luar negerinya dengan prinsip-prinsip kebijakan netralisme dan nonblok.12 Pemerintahan revolusioner yang baru disusun terdiri atas Dewan Kedaulatan dengan tiga anggota dari kabinet yang diketuai Jendral Abdul Karim. Kasim sendiri juga menjabat sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, sementara Kolonel Abdul Salam Arif menjadi deputi perdana menteri dan wakil panglima angkatan bersenjata. Pemimpin-pemimpin terkemuka partai oposisi 11
Nur Masalha, "Faisal's Pan-Arabism, 1921–33". Middle Eastern Studies .(Oct., 1991), h. 679–693. 12 Michael Eppel. "The Elite, the Effendiyya, and the Growth of Nationalism and PanArabism in Hashemite Iraq, 1921–1958".International Journal of Middle East Studies vol.30 no.2, (1998), h. 227–250.
37
diminta untuk menggabungkan diri dengan pemerintah seperti Mohammad Hadid dari Partai Demokrat Nasional sebagai menteri keuangan, Siddiq Sanshal dari Partai Itiqlal sebagai menteri pendidikan, Fuad Rikabi dari Partai Baath sebagai menteri pembangunan, dan beberapa orang sipil dan militer melengkapi kabinet tersebut.13 Perpolitikan di Irak selalu diwarnai dengan kudeta militer terhadap penguasa, pada Tanggal 8 Februari 1963 sekelompok perwira militer dari Partai Ba’ath mengkudeta Jendral Jendral Abdul Karim Kasim dan mengangkat Abdul Salam Arif sebagai Presiden Irak. Tahun 1966 Abdul Salam Arif meninggal dunia dan digantikan saudaranya, Jendral Abdul Rahman Arif. Pada tahun 1968, tokohtokoh Partai Ba’ath menurunkan pemerintahan Jendral Abdul Rahman Arif dan mengangkat Jendral Ahmad Hassan al-Bakr sebagai Presiden dan Pimpinan Tertinggi RCC. Lembaga Komando Revolusi (Revolutionary Command Council / RCC) didirikan Parta Ba’ath sebagai badan eksekutif, legislatif dan yudikatif tertinggi negara. Kekuasaan eksekutif dipusatkan pada Ketua Dewan Komando Revolusi, yang juga menjabat sebagai Kepala Negara / Presiden. Kekuasaan legislatif secara formal berada di tangan Dewan Nasional yang terdiri dari 100 orang, tetapi badan ini belum pernah bersidang, sehingga fungsi legislatif dilaksanakan Dewan Komando Revolusi. Setelah pemilu 1980 kekuasaan legislatif di serahkan kepada Majelis Nasional (Parlemen). Semua Undang-Undang yang dihasilkan oleh badan ini memerlukan persetujuan Kekuasaan yudikatif Dewan Komando Revolusi.
13
George Lenczowski. Timur-Tengah di Tengah Kancah Dunia. (Bandung : Sinar Baru Algensindo), 1993, h. 191.
38
Pada kekuasaan yudikatif, sistem pengadilan terdiri dari pengadilan tingkat pertama, di atasnya terdapat lima pengadilan banding. Pada puncak system pengadilan terdapat pengadilam Kasasi. RCC (Revolutionary Command Council) sebenarnya merupakan otoritas tertinggi dalam negara, tetapi pada dasarnya yang paling berkuasa dalam RCC bukan keputusan lembaga secra demokrasi, melainkan pimpinan tertinggi (Ketua RCC). RCC terdiri dari 8 sampai 10 anggota, yang dipimpin oleh seorang ketua umum merangkap sebagai Presiden, Perdana Menteri, Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan Sekjen Partai Ba’ath. Anggota RCC adalah para petinggi partai pada pelbagai pimpinan lokal negara (Regional Leadership / RL).14 Pada tanggal, 16 Juli 1979 Saddam Hussein tampil sebagai Presiden Irak dan pimpinan RCC (Revolutionary Command Council) menggantikan Ahmed Hassan al-Bakr. Saddam Hussein menjalankan pemerintahan yang totaliter, di mana semua institusi sosial dikontrol oleh negara. Kontrol tersebut mencakup ekonomi, pendidikan, agama dan bahkan keluarga. Negara dijalankan oleh satu partai tunggal yakni Partai Ba’ath sebagai kekuatan Saddam Hussein. Dalam mempertahankan kekuasaannya, Saddam Hussein juga terkenal sebagai pemimpin yang kejam terhadap Etnis Kurdi. Salah satu tindakan kejamnya ialah genosida Etnis Kurdi di Irak Utara tahun 1988 dan1991. Namun, tak bisa dipungkiri pada masa Saddam lah tepatnya di tahun 1991 Etnis Kurdi berhasil memeroleh otonomi secara penuh.15
B. Identitas Etnis Kurdi 14
Ibid, h. 193. Efaim Karsh & Inari Karsh, Saddam Hussein: A Political Biography (New York, The Free Press), 1991, h 67–75. 15
39
Etnis Kurdi berasal dari rumpun bangsa Indo-Eropa yang mendiami daerah pegunungan di perbatasan Irak, Iran, Turki dan Suriah sejak 8000 tahun yang lalu. Menurut Profesor Mehrdad R Izady, seorang pakar Kurdi dari Universitas Harvard, sejarah Etnis Kurdi dibagi menjadi empat periode. Periode pertama (6000 SM sampai 5400 SM) disebut periode Halaf. Ini berdasarkan bukti-bukti arkeologis, seperti bentuk dan lukisan pada pot-pot kuno yang ditemukan di gunung Tell Halaf yang terletak di sebelah barat Qamishli (Suriah).16 Periode kedua (5300 - 4300 SM) disebut periode Al-Ubaid. Al Ubaid adalah nama sebuah gunung di utara Irak tempat dimana ditemukannya banyak peninggalan kuno yang berkaitan dengan Etnis Kurdi. Penduduk Ubaid inilah yang memberikan nama “Tigris” dan “Euphrates” untuk dua sungai utama di Irak yang mengalir dari Kurdistan ke Mesopotamia dan menurunkan suku Chaldean atau Khaldi. Periode ketiga disebut zaman Hurri, dimana pusat kehidupan pindah ke kawasan pegunungan Zagros-Taurus-Pontus dengan beberapa kerajaan kecil, antara lain Arrap’ha, Melidi, Washukani dan Aratta.Sekitar 2000 SM suku Hittite dan Mittani (Sindi) datang dan menetap di Kurdistan. Tahun 1200 SM bangsa Arya (Indo-Eropa) melakukan invasi besar-besaran termasuk ke Kurdistan, sehingga pada tahun 727 SM kerajaan Hurri berakhir. Selanjutnya muncul kerajaan Medes dengan ibukota di Ecbatana (sekarang Hamadan, Iran) yang bertahan hingga tahun 549 SM. Kaum Medes inilah yang diakui oleh orang-orang Kurdi sekarang sebagai nenek moyang mereka.
16
Mehrdad R Izady. The Kurds: A concise handbook. (London : IB Tauris), 1992, h. 73.
40
Periode keempat disebut periode Semitik dan Turkik, menyusul interaksi orang-orang Medes dengan orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam (Arab) serta asimilasi mereka dengan bangsa Turki (terbukti dengan adanya nama-nama kabilah seperti Karachul, Oghaz, Devalu, Karaqich, Iva, dan sebagainya.17 Catatan paling awal mengenai istilah Kurdi ditemukan dalam dokumen Raja Tiglath-Pletser I yang memerintah Assyria dari tahun 1114 SM hingga 1076 SM yang menyebutkan bahwa daerah “Qurti” di gunung Azu termasuk salah satu wilayah yang berhasil ditaklukkan oleh sang raja. Bagi orang Akkadia, sebutan “Kurti” digunakan untuk menunjuk mereka yang tinggal di kawasan pegunungan Zagros dan Taurus timur, sedangkan orang Babylonia menyebut mereka “Guti” dan “Kardu”. Sumber Yahudi (Talmud) beberapa kali menyebut tentang bangsa “Qarduim”. Sementara itu, dalam catatan ekspedisinya pada tahun 401 SM, Xenophon menceritakan pertemuannya dengan orang-orang “Kardykhoi”. Ini diikuti oleh Polybius (130 SM) yang menyebut mereka “Kyrtioi” dan “Strabo” (40 M) yang melatinkannya menjadi “Cyrtii”. Menurut Profesor Izady, setidaknya sejak kurun pertama Masehi, istilah “Kurd” mulai umum dipakai untuk menyebut siapa saja yang mendiami wilayah pegunungan dari Hormuz hingga ke Anatolia.18 Mayoritas Etnis Kurdi saat ini menganut agama Islam Sunni dan tinggal di wilayah Kurdistan (tanah orang-orang Kurdi) dengan luas wilayah sekitar 640.000 km2. Wilayah Kurdistan saat ini terbagi untuk beberapa negara seperti Turki bagian tenggara, Iran Utara, Irak Utara dan Suriah Utara. Jumlah Suku Kurdi secara keseluruhan diperkirakan sekitar lebih dari 20 juta orang, di Turki terdapat sekitar 10 juta orang Kurdi; di Iran sekitar 6 juta orang Kurdi; di Irak terdapat 17
Ibid, h. 74 Ibid, h. 75
18
41
lebih dari 5 juta orang Kurdi; dan di Suriah 1 juta lebih. Sementara, Komunitaskomunitas Etnis Kurdi yang lebih kecil ada yang tinggal di republik-republik bekas Uni Soviet, Lebanon dan ada juga yang telah hijrah dan menetap di Eropa, Amerika serta Australia. Secara etnis, Orang-orang Kurdi berbeda dengan Arab, dan Turki. Ciri-ciri orang Kurdi adalah kulit putih, perawakan tubuh sedang, rambut coklat dan hitam serta mata coklat, biru dan abu-abu. Dalam kesehariannya Etnis Kurdi berbicara dalam bahasa Kurdi dengan beberapa dialek, namun sebelumnya orang Kurdi menggunakan bahasa Pahlavi yang merupakan bahasa Persia kuno yang masih serumpun dengan bahasa Sanksekerta dan bahasa-bahasa Eropa. Mereka juga memilki kebudayaan yang berbeda dengan budaya yang ada disekitarnya seperti Arab dan Turki. Setelah kedatangan Islam dan invasi Turki Usmani, orang-orang Kurdi mulai menggunakan dialek suku Kurmanj. Begitu kuatnya pengaruh suku Kurmanj hingga mayoritas orang Kurdi masih banyak yang menyebut diri mereka “Kurmanj” dan bahasa mereka “Kurmanji”. Sekarang ini, terdapat dua dialek utama dalam bahasa Kurdi yaitu Kurmanji dan Sorani (atau sering juga disebut “Kurdi”). Sub-dialeknya antara lain Kirmanshah, Leki, Gurani dan Zaza. Mengenai sub-suku, sejarawan Kurdi Syarafuddin Bitlisi menyatakan dalam kitabnya Sharafnameh bahwa bangsa Kurdi terbagi empat, masing-masing mempunyai dialek dan adat- istiadat sendiri Yaitu Kurmanj, Lur, Kalhur, dan Gorani.19 Sebelum masuknya Islam, orang-orang Etnis Kurdi menganut agamaagama Persia kuno seperti Zoroaster, Mithraisme, Manichaeisme dan Mazdak. 19
D.N. Mackenzie, The Origin of Kurdish, (London : Transactions of Philological Society), 1961, h. 68–82.
42
Beberapa kuil penyembahan api peninggalan zaman tersebut masih terdapat sampai sekarang, antara lain di Ganzak (Takab) dan Bijar. Mereka juga sempat dipengaruhi oleh ajaran Yahudi dan Nasrani. Kini, Mayoritas orang Kurdi adalah pemeluk Islam Sunni yang bermazhab Hanafi dan Syafi’I serta sebagian kecil menganut Islam Syiah, khususnya yang tinggal di Kirmanshah, Kangawar, Hamadan, Qurva, Bijar di Selatan Timur Kurdistan (bagian Iran) dan mereka yang tinggal di Malatya, Adiyaman dan Maras di barat Kurdistan (bagian Turki).20 Etnis Kurdi terkenal berani, kuat dan gigih serta banyak berperan dalam menyebarkan dan membela agama Islam. Tidak sedikit tokoh-tokoh agama (ulama), pemimpin dan pejuang Islam berasal dari suku Kurdi seperti Shalahuddin al-Ayyubi, seorang panglima perang dan pahlawan Islam dalam Perang Salib.21 Kurdi merupakan etnis yang relatif berusia tua, namun kesadaran terhadap wilayah baru muncul belakangan, dan bahkan sangat terlambat. Orang – orang Kurdi mempunyai kesadaran etnis, tetapi tidak mempunyai kesadaran akan kewilayahan. Hal ini disebabkan oleh konsekuensi kultur tradisional hidup nomaden dimana mereka hidup berpindah-pindah sambil mengembala ternak dari Turki dan Iran lalu ke lembah Mesopotamia. Pasca Perang Dunia I, ketika negara-negara mulai menetapkan garis perbatasan, barulah kesadaran wilayah kaum Kurdi muncul. Etnis Kurdi mencitacitakan berdirinya negara Kurdistan merdeka yang sekuler dan demokratis. Etnis Kurdi sebagai minoritas selalu terabaikan kepentingannya oleh pemerintah pusat di negara yang menaunginya. Inilah sebabnya Etnis Kurdi ingin memisahkan
20
Martin Van Bruinessen. Mullas, Sufis and Heretics: The Role of Religion in Kurdish Society, (Michigan : Michigan University), 2009, h. 15. 21 Stanley Lane-Poole.Saladin and the Fall of the Kingdom of Jerusalem. (London: G. P. Putnam's Sons), 1996, h. 160-161.
43
diridan mendirikan Negara Kurdistan. Sebenarnya, realita ini sungguhlah tidak mudah terwujud, wilayah Kurdistan yang sudah terbagi - bagi dalam empat Negara dan juga terdiri dari berbagai suku membuat mereka sulit untuk bersatu. Oleh karena itu perjuangan Etnis Kurdi berubah tujuan dari menginginkan kemerdekaan, kini mereka meminta wilayah otonomi, salah satu dari mereka yang berhasil adalah Etnis Kurdi di Irak.
44
BAB IV PERJUANGAN ETNIS KURDI MEMPEROLEH OTONOMI A. Revolusi Kurdistan Irak 1. Perjuangan rakyat Kurdi dibawah pimpinan Mahmud Barzanji Etnis Kurdi di Irak merupakan yang paling semangat memperjuangkan kemerdekaan dibanding dengan Etnis Kurdi di Negara Turki, Iran, dan Suriah. Mereka beruntung karena mempunyai pemimpin-pemimpin yang mampu menyemangati rakyat Kurdi untuk melakukan perjuangan. Sama seperti di Indonesia pada masa kolonial Belanda yang perjuangan rakyatnya banyak dipimpin oleh ulama, di Kurdistan Irak pun demikian. Etnis Kurdi Irak yang menganut Islam Suni ini begitu menghormati dan memuliakan seorang ulama. Perjuangan Etnis Kurdi di Irak dimulai pada bulan Mei tahun 1920, dipimpin oleh seorang ulama bernama Syaikh Mahmud Barzanji. Etnis Kurdi di Irak meminta Inggris merealisasikan perjanjian Sevres tahun 1920 untuk menjadikan Kurdistan sebagai sebuah negara, namun karena daerah Kurdistan dikelilingi oleh sumber daya alam yang melimpah perjanjian tersebut tidak pernah direalisasikan oleh Inggris.1 Pada awalnya, Pemerintah koloni Inggris di Irak mencoba megambil hati masyarakat Kurdi dengan mengangkat Mahmud Barzanji sebagai Gubernur Sulaimaniya, namun Mahmud Barzanji justru memerintahkan rakyat Kurdi untuk melakukan penangkapan terhadap seluruh Pejabat Inggris di kota tersebut. Setelah mempunyai pengaruh yang luas di seluruh wilayah di Irak Utara, Mahmud Barzanji menyatakan diri sebagai “Pemimpin Seluruh Kurdistan” dan menyerukan 1
Martin Van Bruinessen. Mullas, Sufis and Heretics: The Role of Religion in Kurdish Society, (Michigan : Michigan University), 2009, h. 20.
45
Jihad melawan Pemerintah koloni Inggris. Pemerintah koloni Inggris kemudian merespon dengan mengirim dua Brigade pasukannya untuk melemahkan pasukan Kurdi di kota Sulaimaniyah. Pada bulan Juni 1920, Mahmud Barzanji akhirnya berhasil ditangkap dan diasingkan ke India oleh pemerintah mandat Inggris.2 Dengan pengasingan Mahmud Barzanji ke India, muncullah ancaman baru terhadap wilayah Irak di bagian Utara. Kelompok nasionalis Turki, yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1920 berencana melanjutkan serangan ke Irak untuk menguasai Mosul. Pemerintah koloni Inggris khawatir, kebencian etnis Kurdi karena ditangkapnya Mahmud Barzanji akan membuat mereka berkolaborasi dengan Mustafa Kemal Attaturk untuk melawan Pemerintah Mandat Inggris. Sir Percy Cox, seorang Pejabat Militer Inggris di Timur Tengah dan Winston Churchill, mengusulkan untuk memulangkan kembali Mahmud Barzanji ke Irak Utara guna mengembalikan stabilitas di wilayah tersebut. Setelah wilayah Irak Utara damai, masyarakat Kurdi harus diberi otonomi namun tetap dibawah pemerintah Pusat di Baghdad; dengan begitu masyarakat Kurdi tak akan berpikir untuk membuat „Negara Kurdistan Merdeka‟ dan stabilitas kawasan Timur Tengah akan terjaga. Akhirnya, Mahmud Barzanji dipulangkan dari pengasingan dan diangkat sebagai „Gubernur Kurdistan Selatan‟ oleh Pemerintah koloni Inggris. Sementara itu, Pada tanggal 20 Desember 1920, Pemerintah koloni Inggris mengeluarkan Anglo-Iraqi declaration yang berisi kesepakatan bahwa masyarakat Kurdi boleh
2
Ibid, h. 21.
46
memiliki Pemerintahan sendiri asal mereka bisa membuat Konstitusi dan setuju pada batas batas Teritorial Pemerintah Irak. Pada tanggal 10 Oktober 1921, Mahmud Barzanji mengeluarkan pernyataan bahwa ia menolak Anglo-Iraqi declaration yang ditawarkan Pemerintah koloni Inggris. Barzanji justru mendirikan kerajaan Kurdistan dan mengangkat dirinya sebagai Raja. Pada bulan Juli 1924, Pemerintah Mandat Inggris mengerahkan Royal Air Force untuk menyerang Kerajaan Kurdistan. Mahmud Barzanji dan pejuang Kurdi mecoba melakukan perlawanan namun ia ditangkap kembali oleh Tentara Inggris dan dibuang ke Irak Selatan.3dengan demikian, maka berakhirlah kerajaan Kurdistan bentukan Mahmud Barzanji. 2. Perjuangan Rakyat Kurdi dibawah pimpinan Mustafa Barzani Tertangkapnya Mahmud Barzanji lantas tidak memadamkan semangat Etnis Kurdi untuk memperoleh kebebasan. Pada Tahun 1931, Ahmad Barzani dan adiknya, Mustafa Barzani, bekas pengikut dari Mahmud Barzanji, memutuskan untuk melanjutkan perjuangan Mahmud Barzanji. Namun, Perbedaannya kali ini tujuannya adalah agar wilayah Kurdistan di Utara Irak mendapatkan otonomi dari Kerajaan Irak bentukan Inggris yang dikenal dengan sebutan Dinasti Hasyimiyah. Ahmad Barzani dan Mustafa Barzani berhasil mempersatukan sejumlah suku Kurdistan untuk bersama – sama melakukan perjuangan melawan kerajaan Irak. Namun sayangnya, Perjuangan Etnis Kurdi dapat dipadamkan setelah Tentara Inggris membantu pasukan kerajaan Irak pimpinan Raja Faisal tersebut.4
3
Saad Eskander. “Southern Kurdistan Under British Mesopotamian Mandate : From Separation to Incorporation,1920-1924”. Middle Eastern Studies. Vol.37 no.2 (April 2001), h. 153-180. 4 Barzani, Massoud, and Ahmed Ferhadi, Mustafa Barzani and the Kurdish liberation movement, 1931-1961, New York: Palgrave Macmillan), 2003, h. 135.
47
Pada tahun 1943, di tengah tengah jalannya Perang Dunia Kedua, Mustafa Barzani memanfaatkan momentum untuk melakukan perjuangan bersama rakyat Kurdi dalam memperoleh otonomi wilayah Kurdistan Irak. perjuangan ini mereka lakukan ketika di Baghdad sedang terjadi perebutan kekuasaan antara Pendukung Nazi Jerman yang dipimpin Rashid al Gailani dan Pendukung Sekutu yang dipimpin oleh Nuri Said. Mustafa Barzani berhasil mengumpulkan dua ribu orang Pejuang Kurdi dan melakukan penyerangan terhadap pos Polisi dan gudang senjata guna mendapatkan senjata serta amunisi tambahan. Bahkan, pada Pertempuran Mazna, pasukan Pejuang Kurdi berhasil mengalahkan Tentara Irak yang bersenjata lengkap. Divisi Artileri Irak juga dipukul mundur dalam pertempuran Maidan Morik. Namun menjelang tahun 1945, Mustafa Barzani mulai terdesak karena, Pemerintah kerajaan Irak menyuap sejumlah suku-suku Kurdi yang membenci Mustafa Barzani untuk menyerang pasukan Pejuang Kurdi. Pada akhirnya Mustafa Barzani dan pejuang Kurdi berhasil melarikan diri ke Iran.5 Di Iran, dengan dukungan dari Uni Soviet, Mustafa Barzani bersama dengan para tokoh Kurdi Iran mendirikan Negara Kurdi Iran bernama Republik Mahabad, mereka juga membentuk Organisasi militer pejuang Kurdi bernama Peshmerga. Namun, eksistensi Negara Kurdi Iran ini hanya bertahan selama 12 bulan karena sekutu memaksa Uni Soviet mundur dari Iran. Mustafa Barzani kemudian pindah ke Uni Soviet dimana ia lalu mendirikan Partai Demokratik Kurdi (Kurdish Democratic Party / KDP) pada tahun 1946. Partai tersebut
5
Ibid. h. 136.
48
beranggotakan sekelompok intelektual Kurdi dan memperoleh dukungan dari Etnis Kurdi yang tinggal di pegunungan.6 Selain KDP, orang-orang Kurdi juga mempunyai partai politik yang dibentuk Jalal Talabani, yaitu partai Persatuan Patriotik Kurdistan (Patriotic Union of Kurdistan / PUK). Jalal Talabani semula adalah anggota terkemuka KDP, tetapi keluar karena berbeda faham dengan Mustafa Barzani dimana kemudian pada tahun 1975 ia mendirikan PUK sebagai partai modern. Hingga sampai saat ini KDP dan PUK menjadi wadah perjuangan suku Kurdi Irak.7 Pada tahun 1960, pecahlah Perang Irak-Kurdi Pertama. Penyebab perang ini adalah sikap Jendral Abdul Karim yang enggan memenuhi janji untuk memberikan Otonomi pada masyarakat Kurdi. Kasim mulai menghasut suku – suku yang menjadi musuh Barzani diantaranya suku Bradost dan Zebari, yang menyebabkan terjadinya perang antar-suku pada tahun 1960 dan awal 1961.8 Pada bulan Februari 1961, Barzani bersama tentara pejuang Kurdi (Peshmerga)
berhasil mengalahkan pasukan pemerintah Irak. Pada titik ini,
Barzani memerintahkan pasukannya untuk menduduki dan mengusir pejabat pemerintah dari seluruh wilayah Kurdistan Irak. Hal ini tidak diterima oleh pemerintah pusat di Baghdad, dan sebagai hasilnya, Kasim mulai mempersiapkan serangan militer terhadap wilayah Kurdistan Irak. Sementara itu, pada bulan Juni 1961,
KDP
mengeluarkan
ultimatum
terhadap
Kasim
agar
dia
lebih
memperhatikan Etnis Kurdi. Kasim mengabaikan tuntutan Kurdi dan meneruskan
6
Declaration of the Kurdistan Democratic Party, in Kurdish and Persian. Saleh, Rafiq & Sadiq Saleh (eds.), Rojnameyi Kurdistan: Mahabad 1324-1325 Hetawi (1946) [the newspaper of Kurdistan, Mahabad, 1946], (Suleymani: Binkai zhin, 2007) 7 Massoud Barzani & Ahmed Ferhadi, Mustafa Barzani and the Kurdish liberation movement, 1931-1961, New York: Palgrave Macmillan), 2003, h. 138. 8 Ibid, h. 139.
49
rencananya untuk perang. Tidak sampai 10 September, sekelompok tentara Irak berhasil disergap oleh tentara Kurdi Peshmerga. Menanggapi serangan itu, Kasim mengecam dan memerintahkan Angkatan Udara Irak untuk mengebom desa-desa Kurdi. Meskipun begitu, Serangan militer Irak tersebut tetap saja tidak dapat mengalahkan pasukan Kurdi pimpinan barzani tersebut. Ini menunjukan bagaimana sesungguhnya kekuatan militer Kurdi yang telah mendapat pelatihan militer dari Uni Soviet sungguh tidak bisa diremehkan.9 Pemerintah Irak kemudian kembali berupaya mengalahkan perjuangan Etnis Kurdi. Akan tetapi, Kampanye ini gagal pada Mei 1966. pasukan Barzani berhasil mengalahkan Tentara Irak pada Pertempuran yang terjadi di Gunung Handrin, dekat Rawanduz. Pada pertempuran
tersebut, pasukan Kurdi
mengkonfirmasi bahwa mereka telah berhasil membunuh seluruh brigade Irak. Menyadari kesia-siaan akan kampanyenya tersebut, Jenderal Rahman Arif kemudian mengumumkan program perdamaian 12-point dengan pasukan Kurdi pada bulan Juni 1966, namun sayangnya hal itu tidak bisa terlaksana dikarenakan terjadi penggulingan Abdul Rahman Arif dalam kudeta 1968 oleh Partai Baath.10 Pada tahun 1970, perjuangan Etnis Kurdi kali ini sampai pada meja perundingan. Mustafa Barzani dan Presiden Saddam Hussein sepakat untuk menandatangani Iraqi-Kurdish Autonomy Agreement pada tahun 1970. Isi perjanjian itu antara lain janji Pemerintah Irak untuk memberikan Otonomi pada kepada Etnis Kurdi dan mengikutsertakan Etnis Kurdi di dalam pemerintahan. Adapun syarat-syarat perjanjian ini yaitu Etnis Kurdi tak boleh lagi melakukan penyerangan lagi dan disepakatinya Peletakan Senjata (Armstice) diantara kedua 9
Edgar O'Ballance. The Kurdish Revolt, 1961–1970.( London: Faber and Faber), 1973,
h. 58. 10
Ibid, h. 59.
50
belah pihak. Akan tetapi Mustafa Barzani mengajukan poin tambahan pada kesepakatan tersebut, ia ingin tetap menjadi Komandan Peshmerga dan kota Kirkuk yang kaya minyak menjadi bagian integral dari wilayah Otonomi Kurdistan.11 Ternyata, usaha perdamaian antara Pemerintah Irak dan Etnis Kurdi mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut disebabkan karena Pemerintah Irak tidak mau memasukan daerah Kirkuk kedalam wilayah otonomiKurdistan Irak.12 Pemerintah Pusat di Baghdad bersikeras mempertahankan Kirkuk karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang kaya akan minyak. Sementara itu, dilain sisi Mustafa Barzani ingin wilayah otonomi Kurdistan Irak itu diperluas hingga meliputi kota Kirkuk dan Mosul. Mosul sendiri selain kaya akan minyak, daerah ini juga dikenal sebagai penghasil semen, kapas, tekstil dan gandum.13 Pada tahun 1974, pecahlah Perang Irak-Kurdi Kedua. Tentara Iraq melancarkan serangan baru terhadap Etnis Kurdi di Irak Utara dan mendesak pasukan Peshmerga sampai ke perbatasan Iran.14Kali ini, nasib pejuang Kurdi berada dalam keadaan terdesak, hal ini disebabkan oleh penandatanganan Algier Accord oleh Shah Iran Muhammad Reza Pahlevi dan Saddam Hussein. Dengan mediatori oleh Presiden Aljazair, Houari Boumédiènne, Perundingan tersebut berlangsung di kota Algier, Aljazair. Perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Pemerintah Iran akan menghentikan bantuan terhadap pasukan pejuang Kurdi pimpinan Mustafa Barzani. Sebagai gantinya Irak lalu
11
Bayan Majlis Qiyadat al-Thawra al-Iraqi Hawl al-Hal al-Silmi lil-Qadiyya al-Kirdiyya (Official Statement of the Iraqi Revolutionary Council on the Peaceful Solution of the Kurdish Problem), in Al-Jumhurriyya (Baghdad), 12 Maret 1970. 12 Lihat Bayan Majelis Qiyadat 13 Budiarto Shambazy. Obrak Abrik Irak. (Jakarta : Kompas), 2003, h. 17. 14 Ibid, h. 18.
51
menyerahkan sebagian wilayah Shatt al-Arab pada Iran.15Langkah politik Iran membuat Amerika dan Israel yang mempunyai kepentingan terhadap Iran terpaksa menghentikan bantuan terhadap pejuang Kurdi. Mengetahui peristiwa di atas, Mustafa Barzani kemudian berkunjung ke Iran untuk meminta penjelasan terkait kesepakatan Algier Accord terhadap Shah Reza
Pahlevi.
Shah
reza
kemudian
mengatakan
bahwa
keputusannya
menandatangani Algier Accord adalah untuk membangun stabilitas wilayah. Shah Reza Pahlevi juga menegaskan bahwa perbatasan Irak-Iran akan terbuka selama 1 bulan bagi orang Kurdi yang ingin keluar masuk. Setelah itu, perbatasan akan ditutup secara permanen. Mustafa Barzani begitu kecewa dengan pernyataan Shah Reza Pahlevi tersebut, dan pada Akhirnya, tentara pejuang Kurdi Peshmerga, harus mengalami kekalahan dikarenakan kekurangan amunisi dan perlengkapan militer. Mustafa Barzani dan seratus ribu tentara Peshmerga segera melarikan diri ke Iran. Sementara itu, para pemimpin Partai Demokratik Kurdistan di Irak kemudian diasingkan oleh Pemerintah Irak. Total korban jiwa dalam perang IrakKurdi, kedua belah pihak mencapai dua ratus ribu orang.16 B. Genosida Kurdi dan Perang Teluk Pada tahun 1980, untuk mencegah pengaruh Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini menyebar ke wilayah Irak Selatan yang sebagian besar di huni oleh Muslim Syiah, Saddam Hussein kemudian menyatakan Perang melawan Republik Islam Iran; dengan ini pecahlah Perang Irak-Iran (Prang Teluk I). Etnis
15
Text Algier Accord
http://www.ucdp.uu.se/gpdatabase/peace/Iran-
Iraq%2019751226b.pdf 16
Trias Kuncahyono. Bulan Sabit diatas Baghdad.(Jakarta : Kompas), 2005, h.171.
52
Kurdi baik dari pihak KDP maupun PUK, dalam Perang ini memutuskan untuk membantu pasukan Pemerintah Iran melawan Saddam Hussein. Pada tahun 1983, pejuang Etnis Kurdi, peshmerga melakukan penyerangan terhadap tentara Irak di wilayah Irak Utara. Hal ini tentu memecah kekuatan pasukan Irak menjadi pertempuran dua front. ketika tentara Irak terjebak dalam Perang Parit melawan tentara Iran, Peshmerga melancarkan perang Gerilya melawan pasukan Irak di pegunungan. Akhirnya, Militer Irak terpaksa melakukan pemboman secara membabi-buta untuk mempersulit pergerakan tentara Peshmerga.17 Pada 13 Maret 1988, tentara Iran dan pasukan Peshmerga secara resmi mengumumkan, bahwa mereka telah melancarkan serangan baru terhadap pasukan gabungan Irak di daerah Halabja, serangan ini disebut „Operation Zafar 7‟. Hasil dari serangan ini adalah Iran dan Peshmerga mampu menguasai kota Sulaimaniya, menduduki daerah Derbendikhan serta mengontrol 800 KM2 wilayah Irak Utara. Pada malam tanggal 18 Maret 1988, tentara Paeshmerga berbaris memasuki desa Halabja dan disambut secara meriah oleh masyarakat Kurdi di desa tersebut.18 Setelah Perang Teluk I usai, Saddam Hussein sangat ingin membalas dendam terhadap Peshmerga yang dianggap sebagai agen Iran. Saddam kemudian melancarkan kampanye militer terhadap Etnis Kurdi di Irak Utara yang disebut “Kampanye Anfal.”19Kampanye Militer ini dipimpin oleh Sepupu Saddam yang
17
Nader Entessar."The Kurds in Post-Revolutionary Iran and Iraq". Third World Quarterly,Vol. 6, No. 4 (Oct., 1984), h. 911- 933. 18 Ibid. h. 933. 19 Nama “Anfal” diambil dari Surat Al-Anfal yang artinya “Rampasan Perang”.kandungan ayatnya memungkinkan umat Islam untuk membunuh orang Kafir dan mengambil harta benda mereka.
53
bernama Ali Hassan al Madjid, Adapun kegiatan dalam kampanye militer ini mencakup perampasan tanah, pengusiran Etnis Kurdi, dan pembunuhan massal. Pada tanggal 16 Maret 1988, Ali Hassan al Madjid sebagai Pemimpin Kampanye Anfal memerintahkan Angkatan Udara Irak untuk mengirimkan pesawat-pesawat ringan guna menyemprotkan Gas Beracun di atas desa Halabja yang dihuni empat ratus ribuEtnis Kurdi. Adapun waktu yang dipilih adalah sore hari karena udara tidak teralu lembab dan berangin sehingga pengaruh Gas masih efektif. Peristiwa ini membuat Ali Hassan al Madjid mendapat julukan “Chemical Ali.”20 Senjata kimia yang digunakan pasukan Irak untuk membunuh suku Kurdi adalah senjata biologi dan kimia yang mematikan seperti antrhax, Gas saraf VX, aflaktoksin, batolinum, sarin dan gas mustard. Anthrax merupakan senjata kimia yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, menyerang kulit sehingga melepuh dan penuh luka; batolinum yaitu kuman yang meracuni makanan dan mengakibatkan korban mual, diare dan kelumpuhan pernapasan dan jantung; aflaktoksin yaitu racun dari jamur yang bisa menyebabkan kanker hati; Gas saraf VX adalah senjata kimia yang mematikan karena satu tetes kecil saja sudah dapat membunuh orang. Gas saraf ini seperti oli mobil yang bekerja cepat, terserap melalui paru-paru, mata, kulit dan mengakibatkan kelumpuhan paru-paru. Senjatasenjata kimia mematikan tersebut dimasukkan ke dalam hulu ledak peluru kendali. Pembantaian dengan senjata kimia yang dilakukan pemerintah Irak terhadap Etnis Kurdi tersebut menimbulkan kecaman keras dari dunia internasional. Senat Amerika Serikat mendesak Presiden Ronald Reagan untuk 20
Michael Gunther. The Kurds of Iraq: Tragedy and Hope. (New York: St. Martin‟s Press), 1992, h. 82.
54
segera menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Irak. Pada bulan Oktober 1988, Parlemen Eropa yang sedang bersidang di Straβburg, Elsaβ-Lothringen, Jerman, mengeluarkan kutukan pedas dan menghimbau para anggotanya agar mengenakan sanksi kepada rezim Saddam Husein. Sikap tegas ditunjukkan Jepang yang memutuskan untuk tidak akan mengirimkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat senjata kimia kapada Irak.21 Pada tanggal 2 Agustus 1991, Saddam Hussein memerintahkan militer Irak untuk menginvasi Kuwait. Saddam kemudian secara sepihak menyatakan Kuwait sebagai Provinsi Irak yang ke Sembilan belas. Untuk mencegah kemungkinan mesin-mesin perang Saddam mengarah ke Arab Saudi, Amerika dan NATO mengawali pembentukan pasukan massif yang disebut „Operation Desert Shield‟, maka kemudian pecahlah Perang Teluk Persia/ Perang Teluk II. Pihak Sekutu memulai pemboman berseri terhadap fasilitas-faslitas penting Pemerintah Irak dalam „Operation Desert Storm‟. Saddam kemudian membalas dengan meluncurkan Misil SCUD ke Israel yang ternyata gagal. Pihak Sekutu akhirnya mengerahkan penyerangan darat terbesar sejak Perang Dunia II untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait dalam „Operation Desert Sword.‟22 Bersamaan dengan Perang Teluk II, Etnis Kurdi di Irak Utara memanfaatkan momentum dengan melancarkan sejumlah penyerangan melawan Pemerintahan Irak. Kekuatan Pejuang Kurdi mencapai 50.000 orang yang merupakan gabungan Tentara Peshmerga, Partai Demokratik Kurdistan, Partai Patriotik Kurdistan, Partai Komunis Kurdistan dan Pergerakan Islam Kurdistan, bersatu untuk menghancurkan kekuatan Partai Baath di Irak utara. Hal ini tentu 21
Trias Kuncahyono. Bulan Sabit diatas Baghdad. (Jakarta : Kompas), 2005, h. 66. Ibid, h. 167.
22
55
menggambarkan bagaimana semua elemen di Kurdi bersatu demi ciptanya wilayah Kurdistan Irak yang independen. Pada tanggal 5 Maret 1991, Suleymaniya menjadi kota pertama yang dikuasai para Pejuang Kurdi. Pada tanggal 7 Maret 1991, tentara Peshmerga bersenjata ringan memasuki kota dan mengusir para pejabat pemerintah Irak dengan paksa. Tentara Peshmerga juga bergabung dengan para penduduk lokal, dimana mereka bersama sama menyerang kantor-kantor pemerintah Irak serta membebaskan para tahanan dari penjara. Pasukan Keamanan Irak tidak dapat menerima sikap Peshmerga begitu saja, mereka mencoba mempertahankan gedung Direktorat Keamanan selama 2 jam. Pada tanggal 8 Maret, gabungan kekuatan Peshmerga dan penduduk lokal berhasil mendobrak pertahanan tentara Irak dan menguasai gedung tersebut.23 Pada tanggal 10 Maret 1991, tentara Peshmerga berbaris memasuki kota Tuz Khormato, sebuah kota yang dihuni oleh Etnis Kurdi dan suku Turkmen. Peshmerga mendapat keuntungan tambahan karena ikut bergabungnya beberapa kelompok milisi lokal. Kebanyakan anggota Partai Baath meninggalkan kota tersebut tanpa perlawanan, walaupun begitu penduduk kota sempat menyaksikan adegan baku tembak antara tentara Peshmerga melawan Polisi Irak dan sejumlah petinggi Partai Baath, yang berakhir pada tewasnya sejumlah Opsir Polisi.24 Tiga hari setelah Peshmerga menduduki kota Tuz Khormato, Pasukan Irak kemudian mengepung kota itu dari 3 arah, divisi Artileri Irak langsung membombardir kota Tuz Khormato dengan membabi buta. Peshmerga lalu membalas dengan menembakkan meriam mortar. Angkatan Udara Irak memakai 23
Eric Goldstein. Endless Torment: The 1991 Uprising in Iraq and Its Aftermath. (York : Human Rights Watch), 1992, h. 58. 24 Ibid, h. 59.
56
strategi baru dengan menjatuhkan Bom Napalm serta Bom Fosfor diatas kota tersebut. Peshmerga pun mengerahkan Artileri Anti Serangan Udara yang berhasil menumbangkan 3 buah helicopter militer Irak. Pada akhirnya, 50% bangunan di Kota Tuz Khormato hancur akibat pertempuran antara Peshmerga dengan Pasukan Irak; adapun penduduk sipil banyak yang mengungsi ke pegunungan demi menghindari pertempuran.25 Pemerintah Irak semakin khawatir dengan perkembangan di Irak Utara, mereka kemudian menempatkan sejumlah pasukan militer di kota Kirkuk. Pemerintah Irak juga mengumumkan jam malam bagi warga sipil di kota Kirkuk serta desa-desa sekitarnya. Ali Hassan Al-Madjid alias “Chemical Ali” yang merupakan aktor utama dalam “Tragedi Halabja” bergabung juga didalam pasukan yang menjaga kota Kirkuk. Setelah menetapkan Jam Malam, Ali Hassal al-Madjid memerintahkan pasukannya untuk mendatangi tiap rumah warga di Kirkuk. Tentara Irak menangkapi para penduduk sipil Kurdi dan mengumpulkan lima ribu orang yang diduga terlibat sebagai anggota Peshmerga. Mereka pun lalu dibawa ke markas tentara di luar kota Kirkuk.26 Menanggapi tindakan represif Rezim Saddam Hussein terhadap penduduk Kurdi, PBB kemudian bereaksi dengan mengeluarkan Resolusi no.686 yang isinya menegaskan agar Pemerintah Irak menghentikan kekejaman terhadap Etnis Kurdi dan memberikan sanksi ekonomi terhadap Irak. Pihak Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Prancis) segera merealisasikan Resolusi tersebut dengan menciptakan “Zona Larangan Terbang” di atas udara wilayah Kurdistan Irak.27
25
Ibid, h. 60. Ibid, h. 68. 27 L Fawcett."Down but not out?The Kurds in International Politics "Review of International Studies. Vol.27 no.1, h.109–118. 26
57
Pada awal April 1991, Inggris mengambil inisiatif dengan menawarkan pengiriman bantuan kemanusiaan pada Etnis Kurdi di Irak Utara. Amerika pun mengamini niat baik Inggris tersebut dengan mengerahkan angkatan udaranya untuk mengirimkan bantuan pada masyarakat Kurdi di Irak Utara. pihak Amerika sendiri menyebut operasi ini dengan nama “Operation Provide Comfort”. Tujuan dari Operasi ini adalah menembus wilayah Irak Utara, mengirimkan bantuan pada penduduk sipil Kurdi, dan membantu penduduk sipil Kurdi untuk pulang ke rumahnya masing masing. Setelah „Operation Provide Comfort‟ berhasil, pihak Sekutu mencetuskan “Operation Provide Comfort” Jilid II, yang bertujuan untuk mencegah Irak menginvasi wilayah Kurdi. Adapun perbedaan antara Operation Provide Comfort dengan Operasi lainnya pada Perang Teluk seperti Operation Desert Storm dan Operation Desert Shield adalah kedua Operasi tersebut dikendalikan langsung oleh Komando Sentral Amerika (CENTCOM), sementara Operation Provide Comfort berada di bawah otoritas Komando Sentral Eropa (EUCOM), yang bermarkas di Vaihingen, Baden-Württemberg, Jerman. Amerika Serikat mengingatkan jika Irak mengganggu „Operation Provide Comfort‟, Amerika Serikat akan menganggapnya sebagai tantangan untuk kembali menyatakan perang. Pemerintah Irak akhirnya tidak dapat berbuat banyak untuk menghalangi pelaksanaan operasi tersebut. kehadiran pasukan Amerika Serikat serta Sekutunya di wilayah Irak Utara cukup membuat wilayah Kurdistan Irak menjadi aman.28 Dalam rangka menyelesaikan permasalahan konflik dengan Etnis Kurdi, pihak pemerintah Irak dengan para pemimpin Kurdi sepakat untuk melakukan 28
Joost Hilterman. “The Demise of Operation Provide Comfort”. Middle East Report.No.23. vol.0 (Spring 1997), h. 44-45.
58
perundingan perdamaian. Presiden Saddam Hussein bersedia menjanjikan otonomi yang lebih luas di Kurdistan Irak. Namun, sebagian orang Kurdi masih curiga dengan kebohongan janji Saddam Hussein memberikan otonomi di Kurdistan Irak, karena janji Saddam Hussein memberikan otonomi tahun 1970 yang dilanjutkan dengan perjanjian 11 Maret 1974 tidak sepenuhnya dijalankan. dalam prakteknya, semua keputusan birokrasi ataupun politik di wilayah Kurdistan tetap harus melalui restu dari Saddam Hussein. inilah yang membuat Etnis Kurdi melakukan perlawanan terhadap pemerintah Irak. Perang Teluk merupakan pembuka jalan bagi masyarakat Kurdi di Irak untuk mendapatkan kesempatan baru guna bernegosiasi untuk mendapatkan otonomi. Ini semua disebabkan karena masyarakat Kurdi menggunakan strategi yang tepat, yaitu melakukan perlawanan di saat Pemerintah Irak sedang berperang melawan pihak lain, baik di waktu Perang Irak- Iran maupun Perang Teluk. Selain itu, masyarakat Kurdi tidak menolak bantuan Amerika yang melaksanakan “Operation Provide Comfort”, sehingga masyarakat Kurdi pun bisa memiliki Bargaining Power dalam bernegosiasi guna mendapatkan Otonomi Khusus, karena di Back Up oleh pihak Barat. C. Negosiasi Otonomi Pada dasarnya tawaran wilayah otonomi dari Saddam Hussein hanya siasat untuk menggalang simpati dari negara-negara Barat agar sanksi ekonomi terhadap Irak segera dicabut. Kali ini, Etnis Kurdi harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dan persetujuan apapun yang dicapai dengan pemerintah Irak melalui perundingan.
59
Perundingan tahap pertama antara pemerintah Irak dengan delegasi Kurdi yang terdiri atas Jalal Talabani sebagai pemimpin delegasi, Nechirvan Barzani (keponakan Massoud Barzani), Abdul Rahman dan Rasoul Mamand. Berlangsung pada tanggal 24 April 1991, pembahasan perundingan ini mengenai penerapan wilayah otonomi di Kurdistan Irak dan jaminan internasional atas keputusan akhir antara Kurdi dengan pemerintah Irak. Hasil dari perundingan ini, Pemerintah Irak dengan delegasi Kurdi sepakat untuk menerapkan pakta otonomi 11 Maret 1970 yang menetapkan tiga provinsi di Irak utara sebagai wilayah otonomi Kurdi yaitu Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah.29 Menurut Jalal Talabani, dalam perundingan tahap pertama antara pemerintah Irak dengan delegasi Kurdi, inti pembicaraan telah melampaui masalah otonomi Kurdi, yakni tentang penegakkan demokrasi di Irak yang mencakup soal konstitusi baru, pemilu bebas dan kemungkinan pemerintahan koalisi. Masalah konstitusi, pemerintah Irak menginginkan rancangan konstitusi yang sudah ada supaya diajukan sebagai referendum, sedangkan pihak Kurdi menginginkan untuk terlebih dahulu diadakan pemilu bebas di Kurdistan, Irak Utara, untuk membentuk parlemen yang kemudian akan merancang konstitusi untuk di bawa ke referendum. Kedua pihak juga mengusulkan pemerintahan koalisi, tetapi belum ada kepastian apakah akan mengikut sertakan kelompok oposisi lain di Irak seperti kaum Syiah. Namun sayangnya, otonomi Kurdi, inti yang dibahas dalam perundingan tersebut belum menemui kesepakatan dari kedua belah pihak. Pihak Kurdi menuntut wilayah Kirkuk yang merupakan penghasil
29
Tempo, 27 April 1991 : 77
60
sepertiga dari produksi minyak Irak dimasukkan dalam wilayah otonomi Kurdistan30. Dalam perundingan di atas, Jalal Talabani mengusulkan, pemerintah pusat boleh menguasai produksi minyak Kirkuk, namun kontrol pemerintahan harus berada dibawah naungan pemerintah Etnis Kurdi. Etnis Kurdi juga tidak meminta presentase langsung dari pendapatan minyak Irak, tetapi menginginkan pembagian dari anggaran negara Irak bagi wilayah otonomi Kurdistan, yang besarnya sebanding dengan persentase populasi Kurdi di Irak. Tuntutan pemimpin Kurdi tersebut ditolak pemerintah Irak karena Kirkuk bukanlah kota Kurdi. Pihak Kurdi menganggap penolakan pemerintah Irak mengenai masuknya kota Kirkuk didalam wilayah otonomi Kurdistan sungguh tidak realistis untuk diterima sebab, pemerintah Irak mengumumkan bahwa Kirkuk bukanlah kota Etnis Kurdi. Alasan pemerintah Irak adalah bahwa mayoritas penduduk Kirkuk adalah etnis Arab. Alasan itu dibantah oleh pihak Kurdi, mereka mengatakan bahwa orang- orang Kurdi di Kirkuk telah dihapus melalui kebijaksanaan Arabisasi yang dilakukan partai Ba‟ath sejak 1960-an. Etnis Kurdi yang semula menjadi mayoritas di Kirkuk lalu di pindahkan ke Irak Selatan, keberadaan mereka digantikan oleh orang Arab untuk mendongkrak komposisi agar orang Kurdi tidak menjadi mayoritas di wilayah Kirkuk.31 Perundingan tahap kedua antara pemerintah Irak dengan pemimpin Kurdi mengenai otonomi yang dijanjikan bagi suku Kurdi di Irak Utara dimulai tanggal 6 Mei 1991. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Irak diharapkan dapat mencapai kesepakatan untuk mengakhiri secara permanen perlawanan Kurdi. 30
Rex Zedalis. Oil and Gas in the Disputed Kurdish Territories: Jurisprudence, Regional Minorities and Natural Resources in a Federal System. (London, Routledge), 2012, h. 219. 31 Ibid, h. 220.
61
Delegasi Kurdi dalam perundingan kali ini dipimpin Massoud Barzani, pemimpin Partai Demokrasi Kurdi yang sekaligus sebagai pimpinan Front Kurdistan (gabungan dari faksi-faksi Kurdi). Sebelumnya, Massoud Barzani telah Memperoleh persetujuan dari seluruh kelompok Kurdi untuk menandatangani setiap persetujuan dengan pemerintah Irak.32 Dalam perundingan tahap kedua, delegasi Kurdi dan pemerintah Irak membentuk Komite Gabungan yang bertugas untuk membahas persatuan nasional, demokrasi di Irak, normalisasi situasi di Kurdistan Irak dan pemulanganpara pengungsi. Saddam Hussein bertemu dengan delegasi Kurdi untuk berunding tentang otonomi Kurdi pada tanggal 8 Mei 1991. Isi pembicaraan perundingan tersebut adalah delegasi Kurdi meminta adanya jaminan keamanan dari pihak internasional atas setiap perjanjian otonomi antara Kurdi dengan pemerintah Irak, selain itu mereka juga meminta agar Kirkuk dimasukkan dalam wilayah otonomi Kurdistan.33 Massoud Barzani dan tiga pemimpin Kurdi lain kembali bertemu dengan Presiden Saddam Hussein pada tanggal 11 Mei 1991. Tujuan dari perundingan kali ini adalah tercapainya persetujuan hasil akhir mengenai otonomi Kurdistan dengan pemerintah Irak. Perundingan tahap kedua masih berlangsung sampai tanggal 18 Mei 1991, dimana delegasi Kurdi telah mencapai persetujuan prinsipil dengan pemerintah Irak tentang rencana menghidupkan demokrasi penuh di Irak, tetapi masih ada perbedaan soal pandangan tentang otonomi regional yaitu perbedaan apakah kota minyak Kirkuk harus di masukkan dalam wilayah otonomi Kurdi. Selain itu, ganjalan yang lainnya yaitu mengenai perlunya jaminan 32
Fokus peristiwa pekan ini, (Kompas, 6 Mei 1991) Chris Kutschera."The Kurds Secret Scenarios". Middle East Report,No. 225 (Winter, 2002), h. 14-21. 33
62
internasional atas setiap persetujuan dengan Baghdad, hal ini kemudian menunda penandatanganan perjanjian perdamaian di antara kedua belah pihak34. Menurut Massoud Barzani kesepakatan yang telah dicapai adalah soal penanganan krisis di Irak Utara akibat peperangan, penderitaan pengungsi Kurdi, pemisahan Partai Ba‟ath yang berkuasa dari wilayah Kurdistan, pemisahan badan legislatif-eksekutif-yudikatif dari pemerintah pusat Baghdad, pemberian amnesti di seluruh Kurdistan, usaha pengembangan ekonomi Kurdistan, dibukanya kembali Universitas Sulaymaniah, diakhirinya keadaan darurat di wilayah tersebut, kebebasan pers, dan pemilu bebas dengan sistem multipartai. Selain itu, kedua pihak juga membahas tentang pemerintahan koalisi dan antara delegasi Kurdi dengan pemerintah Irak.Kedua belah pihak setuju dengan pembentukan pemerintahan koalisi yang baru, termasuk koalisi Kurdi dengan Partai Ba‟ath. Gerilyawan Kurdi juga akan di masukkan dalam jajaran tentara Irak35 Belum adanya kesepakatan masalah otonomi Kurdi, membuat Massoud Barzani dan delegasinya meninggalkan Baghdad pada tanggal 26 Mei 1991. Kembalinya delegasi Kurdi bukan berarti mengisyaratkan jalan buntu dalam perundingan, tetapi justru sebaliknya, dialog antara para pemimpin politik Irak dengan delegasi Kurdi telah memasuki tahap baru menuju kesepakatan final yang akan memperkuat persatuan nasional dan konsolidasi otonomi Kurdistan.36 Massoud Barzani memperkirakan kemungkinan kesepakatan akan dicapai dalam tempo satu atau dua pekan ke depan. Etnis Kurdi tetap menginginkan kota
34
David Romano. "Iraqi Kurdistan: challenges of autonomy in the wake of US withdrawal".International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944-), Vol. 86, No. 6, Post-American Iraq (November 2010), h. 1345-1359. 35 Hurst Hannum.Autonomy, Sovereignity, & Self-Determination. (University of Pennsylvania Press), 1996 , h. 178. 36 Amir Iskandar, Irak dan Otonomi Kurdi, (Kompas, 26 Juni 1991).
63
minyak Kirkuk, jaminan internasional atas setiap kesepakatan hasil perundingan, serta menuntut agar tentara Irak ditarik mundur dari Irak Utara. Tetapi, lagi-lagi pemerintah Irak tetap enggan memasukkan Kirkuk dalam wilayah otonomi Kurdistan, dan menolak adanya jaminan internasional atas perjanjian otonomi Irak-Kurdi. Pemerintah Irak menganggap, karena wilayah Kurdistan Irak masih tetap masuk kedalam territorial Irak maka setiap persetujuan merupakan urusan dalam negeri Irak sehingga tidak diperlukan jaminan internasional.37 Perundingan pemerintah Irak dengan delegasi Kurdi dilanjutkan tanggal 17 Juni 1991, tetapi kedua pihak masih belum mencapai kesepakatan. Massoud Barzani memberi gambaran bahwa kemungkinan besar wilayah Kirkuk akan dibagi menjadi dua provinsi, satu di dalam wilayah otonomi dan satunya lagi berada di bawah pemerintahan gabungan Irak dengan Kurdi. Kesepakatan kemungkinan besar akan ditandatangani dengan menempatkan Kirkuk di bawah pemerintahan gabungan, tetapi semua itu masih akan dibicarakan dalam perundingan selanjutnya pada tanggal 24 Juni 1991.38 Dalam perundingan 24 Juni 1991, pemerintah Irak mengajukan tiga tuntutan kepada Kurdi sebagai syarat kesepakatan tentang
Kirkuk. Pertama,
Kurdi harus memberi dukungan kepada Revolusi tahun 1968 yang membuat Partai Baath berkuasa diseluruh wilayah Irak termasuk di Kurdistan Irak. Kedua, Kurdistan Irak harus meminta izin Partai Baath jika ingin berhubungan dengan pemerintah atau organisasi asing, termasuk negara-negara Barat yang aktif mengawasi wilayah Kurdistan. Ketiga, Kurdistan Irak harus bekerjasama dengan
37
Liam Anderson & Gareth Stansfield . Crisis in Kirkuk: The Ethnopolitics of Conflict and Compromise.(University of Pennsylvania Press), 2011, h.118. 38 Henry Astarjian. The Struggle for Kirkuk : The Rise of Hussein, Oil, & The Death of Tolerance in Iraq. (Greenwood Publishing), 2007, h.162.
64
Partai Baath melawan musuh (Partai Syiah yang pro-Iran dan kelompokkelompok yang pro-Suriah) dan menentang Iran yang merupakan musuh Irak dalam Perang Irak-Iran. Apabila ada pemberontakan, demonstrasi dan kekacauan melawan Partai Baath, pasukan Kurdistan Irak (Peshmerga) diharuskan bekerjasama dengan Irak untuk mengangkat senjata untuk menekan setiap pemberontakan, demonstrasi dan kekacauan39 Tanggal 30 Juni 1991, Front Kurdistan menyatakan penolakan atas syaratsyarat pemerintah Irak dalam perundingan otonomi Kurdi. Pemerintah Irak mengajukan syarat-syarat yang tidak dapat diterima Front Kurdistan karena pemerintah Irak menyerukan Kurdi untuk meletakkan senjata, bertempur melawan musuh, serta menghentikan hubungan dengan asing (dalam hal ini Negara – Negara barat). Persyaratan yang diajukan pemerntah Irak dan penolakan Front Kurdistan atas syarat-syarat yang diajukan pemerntah Irak kembali mempersulit kesepakatan perjanjian perdamaian Irak dengan Kurdi40 Pada tanggal 17 dan 18 Juli 1991 terjadi kerusuhan antara rakyat Kurdi dengan pasukan Irak di Arbil dan Sulaymaniah. Kerusuhan itu terjadi ketika rakyat Kurdi melakukan demonstrasi akibat belum adanya kesepakatan perjanjian perdamaian Irak dengan Kurdistan Irak soal jaminan keamanan wilayah Kurdistan Irak dari pihak internasional dan belum dimasukannya wilayah Kirkuk kedalam wilayah
otonomi
Kurdistan.
Front
Kurdistan
segera
bereaksi
dengan
mengeluarkan keputusan bahwa orang-orang Kurdi harus memberitahu Front Kurdistan sebelum melakukan demonstrasi karena bisa menyulut aksi kekerasan.
39
Amir Iskandar, Irak dan Otonomi Kurdi , ( Kompas, 26 Juni 1991) Kerim Yildiz. The Kurds in Iraq: Past, Present and Future, (Massachusets: Pluto Press), 2007, h.34. 40
65
Keputusan tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk mencegah pasukanIrak dan Kurdi saling membunuh.41 Namun sayangnya, Pertempuran antara pejuang Kurdi dengan pasukan Irak pecah kembali tanggal 5 Oktober 1991 di kota Kalar, 225 km sebelah timur laut Baghdad. Pasukan Irak membombardir wilayah tersebut sepanjang malam dengan arteleri yang menyebabkan korban tewas dan luka-luka mencapai 30 orang. Tanggal 7 Oktober 1991, gerilyawan Kurdi menembak mati 60 pasukan Irak selama pertempuran terjadi Sulaymaniah, sedangkan dari pihak gerilyawan Kurdi korban tewas sebanyak 15 orang. Pertempuran yang terjadi mengakibatkan orang-orang Kurdi harus ke kamp pengungsian untuk menghindar dari wilayah konflik42 Walaupun kesepakatan perjanjian perdamaian Irak dengan Kurdi menemui jalan buntu terutama yang berkaitan dengan wilayah Kirkuk, tetapi antara pemerintah Irak dan delegasi Kurdi tanggal 24 April 1991 telah membuat kesepakatan untuk menerapkan pakta otonomi 11 Maret 1974 yang menetapkan tiga provinsi di Irak utara sebagai wilayah otonomi Kurdi yaitu Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah. Ketiga wilayah di Irak Utara tersebut sejak tahun 1974 sudah ditetapkan oleh pemerintah Irak sebagai wilayah otonomi Kurdistan, namun sayangnya tidak dijalankan sepenuhnya oleh pemerintah Irak. inilah yang menyebabkan ketidapuasan suku Kurdi, karena dalam prakteknya semua keputusan birokrasi maupun politik di wilayah otonomi Kurdistan tetap harus memerlukan izin dari presiden Saddam Hussein di Baghdad. Wilayah otonomi Kurdistan yang meliputi Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah sejak tahun 1991 41
Yurnaldi, Rakyat Kurdi Tuntut Pemerintah Irak Terkait Kota Kirkuk, (Kompas, 22 Juli 1991) Michael Gunther. "The continuing Crisis In Iraqi Kurdistan". Middle East Policy.Vol.12 no.1 (2005), h.122–133. 42
66
kemudian berada dalam perlindungan PBB dan pasukan koalisi internasional untuk melindungi suku Kurdi atas tindakan militer Saddam Hussein43. Berikutnya, Pasukan Irak dan pemerintah sipil Irak ditarik dari wilayah otonomi Kurdistan dan digantikan oleh pasukan koalisi Internasional PBB yang menjaga zona keamanan wilayah otonomi Kurdi, sedangkan pemerintahan sipil Irak diganti dengan pemerintahan baru yang diduduki orang-orang Kurdi44 Dalam perundingan-perundingan antara pemerintah Irak dengan delegasi Kurdi, meskipun tidak ada kesepakatan final soal otonomi Kurdistan menyangkut kontrol wilayah Kirkuk, tetapi kemajuan justru telah dilakukan pemimpin Kurdi yang mencapai kesepakatan dengan pemerintah Irak untuk menegakkan wilayah Otonomi Kurdistan di Irak dan mengadakan pemilu yang bebas dengan sistem multipartai untuk wilayah otonomi Kurdsitan Irak.45. Tahun 1991 menjadi sejarah bagi Etnis Kurdi Irak. Mereka berhasil mendapatkan otonomi dari pemerintah Irak. hal itu dipertegas lagi dengan Resolusi PBB no 688 tahun 1991 yang menyetujui terbentuknya wilayah otonomi Kurdistan Regional Government (KRG) untuk Etnis Kurdi di Irak Utara. Ini merupakan awal dari Etnis Kurdi untuk membentuk pemerintahan otonomi Kurdistan yang mandiri dan demokrasi. Puncaknya ialah Pada bulan Mei 1992, orang-orang
Kurdi
yang
tinggal
di
wilayah
otonomi
Kurdistan
Irak
menyelenggarakan pemilu yang pertama untuk memilih pemerintahan di parlemen. Dalam pemilu tersebut KDP memperoleh 45 % dari total suara dan
43
Michael Gunter. “A De Facto Kurdish State in Northern Iraq”.Third World Quaterly.Vol.14 no.2 (1993), h.295-319. 44 Trias Kuncahyono. Bulan Sabit di Atas Baghdad. (Jakarta : Kompas Media Nusantara), 2005, h. 174. 45 Adelphia Poston. Kurdish Quest for Authonomy. (Wyoming : Wyoming State University), 1975, h.152.
67
PUK memperoleh 43,6 %, Islamic Movement memperoleh 5 %, KSP dan ICP masing-masing memperoleh 2,6 % dan 2,2 % suara, sedangkan KPDP memperoleh 1 %. Pada tanggal 4 Juni Pemerintahan Kurdistan Regional Government (KRG) resmi dibentuk dengan Masoud Barzani terpilih sebagi presiden.46
46
G. R. V. Stansfield. Iraqi Kurdistan: Political Development and Emergent Democracy. (New York: Routledge), 2003, h. 96.
68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1) Etnis Kurdi merupakan penduduk yang mendiami wilayah Kurdistan, dimana wilayah tersebut terbagi dan masuk dalam territorial empat Negara yakni Turki, Iran, Irak, dan Suriah. Pasca Perang Dunia I tahun (1914-1918), ketika negara-negara modern di Timur Tengah mulai dibentuk, barulah kesadaran wilayah Etnis Kurdi muncul. Etnis Kurdi terutama yang berada di Irak Utara pun kemudian mencitacitakan berdirinya negara Kurdistan merdeka. Namun, wilayah Kurdistan yang terbagi kedalam empat Negara menjadi kendala Etnis Kurdi di Irak untuk merdeka dan mendirikan Negara Kurdistan, hingga pada akhirnya perjuangan mereka pun berubah tujuan dari kemerdekaan menjadi Otonomi Khusus. 2) Perjuangan Etnis Kurdi di Irak dimulai pada bulan Mei tahun 1920, dipimpin oleh seorang ulama bernama Syaikh Mahmud Barzanji. Etnis Kurdi di Irak meminta koloni Inggris di Irak merealisasikan perjanjian Sevres tahun 1920 untuk menjadikan Kurdistan sebagai sebuah negara. Namun, perjuangan ini dapat dipatahkan oleh Koloni Inggris di tahun 1924. Pada tahun 1931 perjuangan Etnis Kurdi di Irak dipimpin oleh Mustafa Barzani. Kali ini etnis Kurdi tidak lagi meminta agar mereka merdeka dan memiliki Negara sendiri, perjuangan mereka justru meminta agar wialayah Kurdistan di Irak Utara diberikan otonomi khusus oleh pemerintah Irak. pemerintah Irak pun menolak permintaan etnis Kurdi tersebut. Untuk melawan militer Irak Mustafa kemudian membentukan pasukan bersenjata Kurdi bernama Peshmerga dan mendapat pelatihan militer dari Uni Soviet pada tahun 1945.
69
Memasuki tahun 1960 hingga 1970 Perang militer antara Pejuang Kurdi dan militer Irak terus meningkat. Pada tahun 1970 dan 1974, Etnis Kurdi dan pemerintah Irak melakukan perundingan terkait perdamaian dan otonomi khusus di Irak Utara, namun hasilnya nihil karena pemerintah Irak tidak mau memasukan Kota Kirkuk kedalam wilayah otonomi Kurdistan. Pemerintah Irak juga tidak serius dalam merealisasikan hasil perundingan terkait otonomi khusus di wilayah Kurdistan. Bentrok militer antara pejuang Kurdi dan militer Irak pun berlanjut kembali. Perang teluk 1 (1980-1988) dan 2 (1991) dimanfaatkan pejuang Kurdi untuk melakukan serangan terhadap militer Irak, hasilnya cukup berhasil. Namun, pemerintah Irak justru bertindak keji dengan melakukan Genocida terhadap penduduk Kurdi. Tindakan pemerintah Irak ini mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya tak segan memberikan bantuan militer kepada pejuang Kurdi hingga akhirnya pemerintah Irak pun terdesak. Pada tahun 1991, pemimpin Etnis Kurdi dan pemerintah Irak melakukan beberapa Perundingan. Hasilnya, mereka sepakat untuk merealisasikan perundingan tahun 1970 dan 1974 terkait otonomi khusus di di wilayah Kurdistan, Irak Utara. Hal ini juga dipertegas lagi dengan resolusi PBB No 688 tahun 1991 yang menyetujui terbentuknya wilayah Otonomi bagi Etnis Kurdi di Irak Utara. dengan demikian, tahun 1991 menjadi tahun besejarah bagi etnis Kurdi, karena setelah berjuang cukup lama mereka pun berhasil meraih apa yang diinginkan.
70
Beberapa rezim penguasa Irak, termasuk di bawah pimpinan Saddam Hussein, belum berhasil menumpas perjuangan Etnis Kurdi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; 1) Etnis Kurdi merupakan kelompok etnis minoritas di Irak yang menguasai hampir seperlima wilayah negeri ini. Akibatnya, walaupun berkali-kali penguasa pemerintah Irak menyerang dan mendeportasi Peshmarga, dengan mudah mereka kembali lagi ke wilayah Kurdistan Irak. 2) Sejak tahun 1982, untuk pertama kalinya dalam sejarah Etnis Kurdi, dua partai utama KurdiIrak, KDP yang dipimpin Masoud Barzani dan PUK yang dipimpin Jalal Talabani, sepakat bersatu melawan rezim Saddam Hussein. Dua kekuatan yang menyatu tentu lebih memperkuat posisi suku Kurdi dalam menghadapi pasukan pemerintah Irak. 3) Berkaitan dengan posisi rezim Bagdad sendiri, walaupun di luar tampak “kukuh”, posisi rezim Ba’athis dalam kenyataannya agak rapuh. Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa mayoritas penduduk Irak menganut Mazhad Syiah, sedang rezim yang berkuasa menganut mazhab Sunni. Perjuangan Etnis Kurdi di Irak kurang mendapat perhatian dan dukungan dari Negara-negara di kawasan Timur tengah. Alasanya adalah untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah Timut-Tengah karena Etnis Kurdi tinggal di beberapa negara seperti Irak, Iran Turki dan Suriah. Jika perjuangan Etnis Kurdi di Irak didukung dan berhasil mencapai tujuannya, maka ditakutkan akan membangkitkan nasionalisme suku Kurdi di Turki, Iran dan Suriah sehingga akan mengganggu stabilitas keamanan di wilayah tersebut.
71
Bantuan perlindungan dan militer justru datang dari Negara Barat dan sekutu. Negara Barat dan sekutu ternyata cukup memiliki andil yang besar dalam terciptanya wilayah otonomi Kurdistan di Irak Utara. Etnis Kurdi begitu terbuka dengan Negara barat dan sekutu inilah yang membedakan perjuangan mereka dengan etnis Arab yang ada di Palestina. Pemberian otonomi di wilayah Kurdistan Irak juga berdampak pada tumbuhnya demokrasi diwilayah Kurdistan. Meskipun dalam perjalanannya kedua partai tersebut saling berebut pengaruh dan kekuasaan di Irak utara serta terlibat, tetapi belajar dari pengalaman akhinya KDP dan PUK sepakat untuk bersatu dan menyelenggarakan pemilihan umum dengan tujuan melaksanakan program pembangunan untuk kesejahteraan suku Kurdi.
72
Daftar Pustaka Sumber Primer Arsip Pemerintah Algier Accord ,http://www.ucdp.uu.se/gpdatabase/peace/IranIraq%2019751226b.pdf Bayan Majlis Qiyadat al-Thawra al-Iraqi Hawl al-Hal al-Silmi lil-Qadiyya alKirdiyya (Official Statement of the Iraqi Revolutionary Council on the Peaceful Solution of the Kurdish Problem), 12 Maret 1970. Buku Massoud Barzani & Ahmed Ferhadi, Mustafa Barzani and the Kurdish liberation movement, 1931-1961, New York: Palgrave Macmillan, 2003) Koran Declaration of the Kurdistan Democratic Party, in Kurdish and Persian. Saleh, Rafiq & Sadiq Saleh (eds.), Rojnameyi Kurdistan: Mahabad 1324-1325 Hetawi (1946) [the newspaper of Kurdistan, Mahabad, 1946], (Suleymani: Binkai zhin, 2007) Amir Iskandar, Irak dan Otonomi Kurdi , ( Kompas, 26 Juni 1991)
Fokus peristiwa pekan ini, (Kompas, 6 Mei 1991) Yurnaldi, Rakyat Kurdi Tuntut Pemerintah Irak Terkait Kota Kirkuk, (Kompas, 22 Juli 1991) Sumber Sekunder Buku Blankinship, C, Yahya Khalid. The End of the Jihad State, the Reign of Hisham Ibn 'Abd-al Malik and the collapse of the Umayyads.(New York: State University of New York Press, 1994) harles Tripp.A History of Iraq. Cambridge: Cambridge University Press, 2007. Goldstein, Eric. Endless Torment: The 1991 Uprising in Iraq and Its Aftermath. New York: Human Rights Watch, 1992. Gunther, Michael. The Kurds of Iraq: Tragedy and Hope. New York: St. Martin’s Press, 1992.
73
Hannum, Hurst. .Autonomy, Sovereignity, & Self-Determination. Pennsylvania: University of Pennsylvania Press, 1996. Karsh, Efaim, Karsh Inari, Saddam Hussein: A Political Biography, New York: The Free Press, 1991. Kuncahyono, Trias. Bulan Sabit diatas Baghdad. Jakarta: Kompas, 2005. Lane Poole, Stanley. Saladin and the Fall of the Kingdom of Jerusalem. (London: G. P. Putnam's Sons, 1996. Lenczowski, George. Timur-Tengah di Tengah Kancah Dunia. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1993. Mackenzie, D. N. The Origin of Kurdish, London : Transactions of Philological Society, 1961. O'balance, Edgar. The Kurdish Revolt, 1961–1970. London: Faber and Faber, 1973. R Izady, Mehrdad. The Kurds: A concise handbook. London : IB Tauris, 1992. Rowell, Rebecca. Iraq. Minnesota : ABDO Publishing Company, 2011. Shambazy, Budiarto. Obrak Abrik Irak. Jakarta : Kompas, 2003. Shapland, Greg, Rivers of Discord: International Water Disputes in the Middle East, New York: Palgrave Macmillan, 1997. Shareef, Mohamad. USA, Iraq and the Kurds: Shock, Awe and Aftermath. London, Routledge, 2014. Van Bruinessen, Martin. Mullas, Sufis and Heretics: The Role of Religion in Kurdish Society, Michigan : Michigan University, 2009. Zedalis, Rex. Oil and Gas in the Disputed Kurdish Territories: Jurisprudence, Regional Minorities and Natural Resources in a Federal System. London, Routledge, 2012. Journal Entessar, Nader."The Kurds in Post-Revolutionary Iran and Iraq". Third World Quarterly,Vol. 6, No. 4 (Oct., 1984), h. 911-933 Eppel, Michael."The Elite, the Effendiyya, and the Growth of Nationalism and Pan-Arabism in Hashemite Iraq, 1921–1958".International Journal of Middle East Studies vol.30 no.2, (1998, h.227–250
74
Eskander, Saad. “Southern Kurdistan Under British Mesopotamian Mandate : From Separation to Incorporation,1920-1924”. Middle Eastern Studies. Vol.37 no.2 (April 2001).h. 153-180. Fawcett, L."Down but not out?The Kurds in International Politics".Review of International Studies.Vol.27 no.1, h.109–118. Gunther, Michael. "The continuing Crisis In Iraqi Kurdistan". Middle East Policy.Vol.12 no.1 (2005), h.122–133. Hilterman, Joost. “The Demise of Operation Provide Comfort”. Middle East Report.No.23.vol.0 (Spring 1997), h. 44-45. Kutschera, Chrish."The Kurds Secret Scenarios". Middle East Report,No. 225 (Winter, 2002), h. 14-21 Mahdi, Kamil. “Neoliberalism, Conflict, & Oil Economy : Case on Iraq”, Arab Studies Quarterly, Vol. 29, No. 1 (Winter 2007), h. 1-2. Masalha, Nur, "Faisal's Pan-Arabism, 1921–33".Middle Eastern Studies. (Oct. 1991), h, 679-693. Romano, David. "Iraqi Kurdistan: challenges of autonomy in the wake of US withdrawal".International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944-), Vol. 86, No. 6, Post-American Iraq (November 2010), pp. 13451359 Sumber Tersier Buku Ahmadi, Abu.Pengantar Sosiologi. Semarang : Ramadhani, 1975. Barth, Fredrik. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta : UI Press, 1988. Chalid, Pheni. Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik. Jakarta : Kemitraan, 2005. Diamond, Larry,Plattner, Marc F. Demokrasi.Bandung : ITB, 1998.
Nasionalisme,
Konflik
Etnik
dan
Duverger, Maurice. Sosiologi Politik.Jakarta: Rajawali, 1988. Geertz, Clifford. Politik Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius,1992. Hendropuspito.Sosiologi Sistematik. Yogyakarta : Kanisius, 1989. Koentjaraningrat.Metode-Metode Penelitian Masyarakat.Jakarta : Gramedia, 1990
75
Mustari Pile, Andi.Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999. Poerwodarminto, WJS.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka, 1990. Peter Salim dan Yenny Salim.Kamus Indonesia Kontemporer Edisi I. Jakarta : Balai Pustaka, 1991. Rauf, Maswadi. Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teotitis. Dirjen Dikti : Depdiknas, 2001. Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990. Sujamto.Cakrawala Otonomi Daerah.Jakarta : Sinar Grafika,1991. Sukarno. Ilmu dan Perjuangan.Jakarta : Inti Idayu Press, 1984. Surya, Winarmo.Otonomi Daerah di Era Reformasi. Yogyakarta: Badan Penerbit YKPN, 1999. Weber, Max. Konsep-Konsep Dasar dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers, 1985. Wojowarsito.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Bandung : Sinta Darma, 1972.
76
LAMPIRAN DAN GAMBAR – GAMBAR Peta Wilayah Kurdistan dan Peta wilayah otonomi Kurdistan bagian Iraq
(Sumber: thebrigade.thechive.com) Syeikh Mahmud Barzanji/Pemimpin perjuangan Etnis Kurdi tahun 1920 dan pasukannya
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmud_Barzanji ) Suasana Perjanjian Sevres 1920
(Sumber: http://asbarez.com/84064/at-90-sevres-treaty-is-most-relevant-today )
77
Pemimpin – pemimpin Irak dari 1920 - 2003
Raja Faisal I, Raja Faisal II, PM Nuri Said, PM Abd Karim Kasim, Presiden Ahmed Hasan Al Bakr, dan Presiden Saddam Husein (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/List Leader_of_Iraq ) Mustafa Barzani, pemimpin Kurdi penerus Mahmud Barzanji dan Tentara Kurdi ‘’Peshmerga’’
(Sumber: http://www.mustafa.barzanihistory.com/images.html )
78
Aksi Perjuangan Tentara Kurdi Peshmerga melawan tentara Irak
(Sumber: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-28738975 ) Mahmud Barzani dan Saddam Husein menyepakati otonomi Wilayah Kurdistan Iraq tahun 1970, namun dalam perkembangannya kesepakatan itu gagal setelah etnis Kurdi dan tentara Irak kembali bentok dikarenakan pemerintah Irak tidak mau memasukan Kota Kirkuk kedalam wilayah otonomi Kurdistan.
(Sumber: https://www.flickr.com/photos/kurdistan4all/5517997687/ )
79
Genocida pemerintah Irak terhadap Etnis Kurdi tahun 1988
(Sumber: http://www.uikionlus.com/halabja/ ) Pengungsi Etnis Kurdi di Pegunungan di perbatasan antara Irak dan Turki
(Sumber: http://www.yeane.org/babat/11282 ) Negosiasi Otonomi wilayah Kurdisatan Irak tahun 1991
(Sumber :http://anthonysuau.photoshelter.com/image/I0000hbaI.ks2MU0 )
80
Rakyat Kurdi berkumpul dan meluapkan kegembiraan menyambut Otonomi Khusus wilayah Kurdistan Irak tahun 1991
(Sumber: https://www.flickr.com/photos/kurdistan4all/5512843033/ ) Bendera Kurdistan Regional Government / Pemerintahan Otonomi Kurdi dan bendera Negara Irak
81