ESTIMASI KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
DIDIT ADYAT SUBAWEH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Konsentrasi Klorofil-a dari Citra Aqua MODIS di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014 Didit Adyat Subaweh NIM C54100066
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait
ABSTRAK DIDIT ADYAT SUBAWEH. Estimasi Konsentrasi Klorofil-a dari Citra Aqua MODIS di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan RISTI ENDRIANI ARHATIN. Perairan Pulau Pari memiliki karakteristik fisika, kimia, dan biologi unik yang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Teluk Jakarta. Satelit Aqua MODIS dapat digunakan untuk menduga konsentrasi klorofil-a dengan menggunakan band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546556 nm). Tujuan penelitian ini adalah menduga konsentrasi klorofil-a dari citra satelit Aqua MODIS dan melakukan validasi dengan data in-situ. Validasi citra Aqua MODIS menggunakan algoritma OC2 dan OC3M. Rrs band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dikorelasikan dengan konsentrasi klorofil-a. Konsentrasi klorofil-a hasil dugaan OC2 dan OC3M jauh lebih tinggi dari konsentrasi klorofil-a in-situ. Korelasi antara nilai spektral rasio band dengan data in-situ masih lebih baik dibandingkan nilai spektral band tunggal. Formula untuk menduga konsentrasi klorofil-a dari citra satelit di perairan Pulau Pari adalah y = 1,395 – 0,031 x – 0,053 x2 + 0,012 x3. Kata kunci: Algoritma, Aqua MODIS, klorofil-a, OC2, OC3M, Pulau Pari
ABSTRACT DIDIT ADYAT SUBAWEH. Estimation of Chlorophyll-a Concentration using MODIS Aqua in the Waters of Pari Island, Seribu Islands, DKI Jakarta. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL and RISTI ENDRIANI ARHATIN. Pari Island waters has unique physical, chemical, and biological characteristics influenced by the movement of water mass from the Bay of Jakarta. MODIS Aqua satellite can be used to estimate chlorophyll-a concentration using band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), and band 12 (546-556 nm). The aims of this study are to estimate the concentration of chlorophyll-a from MODIS Aqua satellite image and perform validation with insitu data. Rrs band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), and band 12 (546-556 nm) are correlated with concentration of chlorophyll-a. The results of OC2 and OC3M estimation are significantly higher than concentration of chlorophyll-a insitu. The correlation between ratio bands spectral with in-situ data is still better than the single band spectral. Formula to estimate the concentration of chlorophyll-a from satellite image in Pari Island waters is y = 1,395 – 0,031 x – 0,053 x2 + 0,012 x3. Keywords: Algorithm, Aqua MODIS, chlorophyll-a, OC2, OC3M, Pari Island
ESTIMASI KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
DIDIT ADYAT SUBAWEH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
.
Judul Skripsi : Estimasi Konsentrasi Klorofil-a dari Citra Aqua MODIS di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Nama : Didit Adyat Subaweh NIM : C54100066
Disetujui oleh
Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si Pembimbing II
Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir. I. Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
3
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah konsentrasi klorofil-a dengan judul Estimasi Konsentrasi Klorofil-a dari Citra Aqua MODIS di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan 2. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingannya dalam penyusunan dan perbaikan skripsi 3. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA sebagai penguji 4. Aninda Wisaksanti Rudiastuti, S.Pi, M.Si dari Bidang Pemetaan dan Integrasi Tematik Laut, Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik, Badan Informasi Geospasial serta Anna Mariana beserta staf dan pegawai dari Laboratorium Pengujian Produktivitas Lingkungan Perairan, Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberi saran dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini 5. Ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan secara moral maupun spiritual dalam penyusunan skripsi 6. Keluarga mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan 47 serta seluruh sahabat Penulis atas atas bantuan, semangat, dan keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi 7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, September 2014 Didit Adyat Subaweh
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Alat Bahan Pengumpulan Data Prosedur Analisis Data Proses Pengolahan Data in-situ Proses Pengolahan Data Citra Level 1 Menjadi Level 2 Ekstraksi Klorofil-a Citra Aqua MODIS Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Klorofil-a Algoritma OC2 dan OC3M untuk Menduga Klorofil-a Korelasi Konsentrasi Klorofil-a dengan Pantulan Spektral SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 6 7 7 9 9 12 13 18 18 18 18 21 25
5
DAFTAR TABEL 1 Model estimasi persamaan regresi linear pada SPSS 2 Hasil pengukuran in-situ dan dugaan konsentrasi klorofil-a (algoritma OC2 dan OC3M) pada setiap stasiun 3 Perbandingan hasil studi aplikasi algoritma OC2 dan OC3 pada berbagai wilayah perairan 4 Hubungan reflektansi pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dengan konsentrasi klorofil-a in-situ 5 Hubungan rasio reflektansi pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dengan konsentrasi klorofil-a in-situ 6 Perbandingan model regresi eksponensial, linear, logaritmik, kuadratik, dan kubik pada rasio band 9/12 7 Perbandingan model regresi eksponensial, linear, logaritmik, kuadratik, dan kubik pada rasio band 10/12
8 9 12 13 14 16 16
DAFTAR GAMBAR 1 Skema perumusan masalah algoritma citra Aqua MODIS 2 Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di perairan Pulau Pari 3 Sebaran konsentrasi klorofil-a perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (September 2013) 4 Plot hubungan antara klorofil-a insitu dengan rasio band 9/12 (a) dan rasio band 10/12 (b) menggunakan model regresi linear, logaritmik, kuadratik, kubik, dan eksponensial 5 Sebaran horizontal remote sensing reflectance (Rrs) rasio band 9/12 6 Sebaran horizontal remote sensing reflectance (Rrs) rasio band 10/12
2 4 11
15 17 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 Spesifikasi Satelit Aqua MODIS 2 Panjang Gelombang dan Penggunaannya pada Setiap Band Aqua MODIS 3 Parameter fisika dan kimia perairan Pulau Pari (TSS, pH, dan Suhu) 4 Nilai Rrs dan raio band pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm)
21 21 23 24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Klorofil adalah pigmen yang berperan penting bagi tumbuhan yang ada di perairan. Fotosintesis dapat terjadi pada semua tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil termasuk fitoplankton. Fitoplankton sebagai produsen primer memberikan sumbangan terbesar pada produksi primer total suatu perairan. Pigmen pada fitoplankton yang sering digunakan dalam mempelajari produktivitas perairan adalah klorofil-a (Alianto 2006). Pigmen hijau pada fitoplankton memiliki peran esensial dalam proses fotosintesis. Fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya yang digunakan dalam proses tersebut (Strickland 1960). Klorofil-a pada fitoplankton bersifat fluorescence dan mengabsorbsi panjang gelombang hijaubiru (Riyono 2007). Fotosintesis menghasilkan makanan dalam bentuk gula (karbohidrat) dengan bantuan energi dari cahaya matahari yang mengubah bahan anorganik di perairan menjadi bahan organik. Konsentrasi klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton dan potensi kandungan bahan organik di suatu perairan yang erat kaitannya dengan kualitas air. Salah satu cara untuk mengetahui informasi tentang kelimpahan klorofil-a di laut yaitu dengan metode penginderaan jauh (remote sensing) tanpa adanya kontak langsung dengan fenomena yang bersangkutan. Perairan Pulau Pari memiliki karakteristik unik dengan perubahan sifat fisika dan kimia yang dipengaruhi oleh pergerakan massa air dari Teluk Jakarta. Karakteristik perairan di laut berbeda sesuai dengan lokasi perairan terhadap daratan. Robinson (2004) membagi perairan di laut berdasarkan materi pembentuk warna perairan, yaitu tipe-1 dan tipe-2. Perairan tipe-1 merupakan daerah perairan lepas pantai dengan fitoplankton (klorofil-a) sebagai komponen utama yang mempengaruhi sifat optik air laut, sedangkan tipe-2 merupakan daerah pesisir yang didominasi oleh material tersuspensi dan material organik (yellow substances). Szeto M et al. (2011) membagi perairan laut menjadi tiga kelas berdasarkan kesuburan perairan, yaitu oligotrofik (open ocean), mesotrofik (intermediate), dan eutrofik (coastal). Pembuangan limbah di perairan pesisir dan lepas pantai memberikan pengaruh terhadap kualitas perairan, khususnya kelimpahan fitoplankton. Kondisi ini yang membuat kawasan perairan Pulau Pari menarik untuk diamati terkait dengan keberadaan fitoplankton sebagai produsen primer di suatu perairan. Beberapa penelitian yang sama telah dilakukan pada perairan laut lepas maupun pesisir, seperti di Laut Cina Selatan (Pan et al. 2010), Laut Arab (Tilstone 2013), Teluk Mayaguez (Torres 2008), Teluk Meksiko (Nababan 2011), Teluk Jakarta (Kusuardini 2011), dan perairan Selat Sunda (Firman 2011). Pendugaan klorofil-a pada cakupan wilayah yang sempit sangat jarang dilakukan karena memiliki bias yang cukup tinggi. Hasil dugaan bergantung pada banyaknya data yang diambil dan aplikasi algoritma yang tepat. Oleh karena itu, validasi data satelit hasil dugaan konsentrasi klorofil-a perlu dilakukan terhadap data hasil observasi (insitu) untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat.
2
Penelitian di perairan Pulau Pari untuk menduga kelimpahan klorofil-a dengan satelit masih sedikit dilakukan. Hal ini penting dilakukan untuk kalibrasi dan validasi pengukuran citra satelit. Satelit yang dipakai pada penelitian ini adalah satelit Aqua yang membawa sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dengan resolusi spasial 1 km, sedangakan algoritma yang digunakan adalah ocean chlorophyll 2-band algorithm (OC2) dan ocean chlorophyll 3-band for MODIS (OC3M). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam penentuan nilai konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari sehingga informasi lanjutan terkait klorofil-a seperti sebaran spasial, analisis biologi perikanan, dan perikanan tangkap dapat diketahui dengan lebih mudah. Perumusan Masalah Fitoplankton sebagai produsen primer merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan pelagis kecil yang membentuk hubungan tingkat trofik. Pendugaan konsentrasi klorofil-a dapat dilakukan dengan mengukur biomassa fitoplankton, tetapi sulit dilakukan jika cakupan daerah yang akan diteliti sangat luas. Hal tersebut akan menghabiskan waktu dan biaya. Penginderaan jauh diperlukan untuk mempermudah mendapatkan informasi dari suatu fenomena yang terjadi perairan. Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1. Citra Aqua MODIS
Rasio band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) Analisis korelasi
Algoritma OC2 dan OC3M
Sampel air laut
Analisis laboratorium
Algoritma yang sesuai
Survei lapang INPUT
Klorofil-a in-situ
PROSES
OUTPUT
Gambar 1 Skema perumusan masalah algoritma citra Aqua MODIS Penginderaan ocean color adalah salah satu cara untuk mengetahui kondisi laut dan proses yang terjadi di dalamnya. Penentuan klorofil-a dengan penginderaan jauh memiliki keunggulan di bidang spasial dan perolehan data yang bersifat sinoptik dibandingkan hasil uji laboratorium. Satelit Aqua MODIS dapat digunakan untuk pemantauan kondisi perairan termasuk fitoplankton dengan menggunakan band 8-16. Spesifikasi Aqua MODIS dan fungsi masingmasing band ditampilkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Penelitian ini
3
menggunakan band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546556 nm) untuk menguji keeratan hubungan dengan konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari melalui analisis regresi. Oleh karena itu, informasi mengenai klorofil-a menggunakan satelit di perairan Pulau Pari diperlukan untuk pengelolaan di bidang perikanan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menduga konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC2 dan OC3M dari citra Aqua MODIS, melakukan validasi antara konsentrasi klorofil-a hasil dugaan dengan data in-situ, dan membuat algoritma yang sesuai untuk perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam penentuan nilai konsentrasi klorofil-a selain di perairan Pulau Pari sehingga dapat diketahui tingkat akurasi citra Aqua MODIS dalam menduga konsentrasi klorofil-a. Penentuan nilai tersebut berdasarkan aplikasi algoritma yang tepat untuk memberikan informasi mengenai kualitas perairan yang penting bagi sumber daya perairan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pemrosesan data citra Aqua MODIS untuk membandingkan konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC2 dan OC3M dan pembuatan algoritma menggunakan band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm). Aplikasi algoritma klorofil-a dibatasi pada lokasi perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga Maret 2014. Lokasi penelitian berada di perairan Pulau pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi tersebut terletak pada koordinat 106o33’45” – 106o39’0” BT dan 5o50’45” – 5o53’15” LS (Gambar 2). Pengambilan data in-situ dilakukan pada tanggal 6 dan 7 September 2013 dengan total pengambilan sampel sebanyak 33 titik. Analisis konsentrasi klorofil-a dilakukan di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
4
Gambar 2 Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di perairan Pulau Pari Alat Alat yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua, yaitu alat untuk survei lapang dan analisis sampel air serta pemrosesan data. Alat untuk survei lapang dan analisis sampel air antara lain: botol sampel (1 liter), membran filter (cellulose nitrate) 0,45 µm, corong bucher, vacuum pump, termometer, refraktometer, pH meter, spektofotometer, dan GPS map 585 GARMIN. Alat yang digunakan untuk pemrosesan data antara lain: komputer, perangkat lunak SeaWiFS Data Analysis System (SeaDAS) v6.4, Arc GIS 10.0, Global Mapper v13.0, serta IBM SPSS 22.
Bahan Bahan yang digunakan untuk analisis sampel air antara lain: air laut (1-2 liter) sebanyak 33 sampel, aquades, dan pelarut aseton. Bahan yang digunakan untuk pemrosesan data, yaitu data citra level 1A Geolocation dan level 1B Calibrated Radiances Aqua MODIS hasil unduhan serta konsentrasi klorofil-a insitu tanggal 5 September 2013.
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data in-situ sebagai data primer diperoleh dari survei lapang. Sampel diambil sebanyak 33 titik secara langsung di sekitar perairan Pulau Pari. Pengambilan titik sampel berdasarkan pedoman jumlah sampel minimal untuk uji korelasi, yaitu minimal 30 sampel (Gay dan Diehl 1996). MODIS memiliki resolusi spasial 250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7), dan 1 km (band 8-36).
5
Resolusi spasial yang digunakan disesuakan dengan panjang gelombang yang digunakan, yaitu panjang gelombang sinar tampak pada band 8-16. Jarak antartitik disesuaikan dengan resolusi citra Aqua MODIS sebesar 1 km. Analisis klorofil-a kemudian dilakukan di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling). Analisis klorofil-a meliputi penyaringan, ekstraksi, dan spektofotometri (APHA 2005). Sementara itu, data sekunder diperoleh dengan cara mengunduh data citra Aqua MODIS level 1A Geolocation dan level 1B Calibrated Radiances dari alamat National Aeronautics and Space Administration (NASA) Goddard Space Flight Center di http://www. oceancolor.gsfc.nasa.gov. Informasi mengenai satelit, spesifikasi, produk dan data processing tersedia pada alamat NASA. Citra yang diunduh adalah data dengan tanggal akuisisi 5 September 2013 karena citra Aqua MODIS pada tanggal survei (6 dan 7 September 2013) tertutup awan sehingga data tidak dapat digunakan. Tutupan awan akan menghalangi pantulan spektral dari objek dan menimbulkan bias saat pendugaan. Asumsi yang digunakan adalah variabilitas fitoplankton tidak berubah secara signifikan dalam periode harian. Pengunduhan sesuai dengan order ID dilakukan pada alamat ftp://ladsweb.nascom.nasa.gov/orders/ melalui file transfer protocol (FTP). Parameter fisik perairan yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah suhu, salinitas, pH, dan TSS. Prosedur Analisis Data Proses Pengolahan Data in-situ Sampel air yang diperlukan untuk analisis klorofil-a sebanyak 1-2 liter. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel yang terlindung dari cahaya matahari berbahan polietilen kemudian disimpan ke dalam coolbox. Sampel disaring menggunakan membran filter jenis cellulose nitrate (0,45 µm) yang dibantu vacuum pump untuk mempercepat proses penyaringan. Membran filter diambil lalu dilipat menjadi dua bagian sama besar dan dilipat kembali menjadi dua bagian yang lebih kecil (45 derajat). Hasil lipatan kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam plastik klip dan coolbox. Prinsip pada tahap ini adalah melewatkan sampel melalui media saring berpori. Sampel kemudian siap untuk dikeringkan dan diekstraksi. Menurut APHA (2005), proses penentuan konsentrasi klorofil-a terdiri dari penyaringan, pengeringan, ekstraksi, spektrofotometri, dan analisis data. Esktraksi klorofil-a dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton dan konsentrasi klorofil-a ditentukan berdasarkan keberadaan pheopigmen dengan spektrofotometri. Pheopigmen menyerap panjang gelombang yang sama seperti klorofil-a, yaitu pada panjang gelombang hijau dan panjang gelombang biru. Panjang gelombang yang digunakan adalah 664 dan 665 nm setelah dilakukan pengasaman atau asidifikasi (APHA 2005). Penghitungan nilai klorofil-a dan phaeophytin-a per meter kubik adalah sebagai berikut (APHA 2005). Nilai 26,7 merupakan koreksi absorbansi dan sama dengan A×K.
6
Chl-a (mg/ m 3 ) =
26 ,7( 664 b − 665 a ) × V1 .......................................................... (3) V2 × L
Phaeophyti n-a (mg/m 3 ) =
26 ,7 [1,7 ( 665 a ) − 664 b ]× V1 ................................ (4) V2 × L
664 b klorofil- a murni 665 a K= ...................... (5) 664 664 b b klorofil- a murni- phaeophyt in-a murni 665 665 a a Keterangan: V1 = V2 = L = 664b, 665a =
A K
volume ekstrak (L) volume sampel (m3) panjang gelombang cahaya (cm) densitas optikal dari 90% ekstrak aseton sebelum dan sesudah asidifikasi = koefisien absorbansi untuk klorofil-a pada 664 nm = rasio yang menunjukkan koreksi asidifikasi
Proses Pengolahan Data Citra Level 1 Menjadi Level 2 Pengolahan awal data citra dilakukan dengan menggabungkan data level 1A Geolocation dan level 1B Calibrated Radiances. Citra satelit yang digunakan adalah citra Aqua MODIS yang bersih dari tutupan. Data MODIS level 1A menyediakan informasi koordinat titik (lintang dan bujur) serta penutupan darat dan laut untuk resolusi spasial 1 km (NASA 2005). Data Level 1B berisi informasi radiansi yang sudah terkalibrasi untuk 36 kanal spektral dan terkoreksi radiometrik (NASA 2005). Informasi radiansi level 1B belum dapat dibedakan antara darat dan laut karena data masih mengandung hamburan cahaya dari komponen-komponen atmosfer. Citra level 2 merupakan gabungan data citra MODIS level 1A dan level 1B. Konsentrasi klorofil-a ditentukan dengan memasukkan persamaan algoritma pada saat pengolahan data level 1A dan level 1B menjadi level 2. Penggabungan data level 1 menjadi level 2 diproses dengan perangkat lunak SeaDAS. Data diolah pada menu utama process, kemudian pilih citra Aqua MODIS. Data level 1A dan level 1B dimasukkan sebagai input dalam pengolahan. Setelah itu, memilih produk keluaran yang diinginkan, yaitu konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC2 dan OC3M. Proses penggabungan data meliputi proses kalibrasi, koreksi atmosferik, dan penerapan algoritma bio-optic. Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi akibat gangguan atmosfer pada citra yang mengalami distorsi radiometrik. Komponen atmosfer yang dikoreksi, yaitu hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol (NASA 2005).
7
Ekstraksi Klorofil-a Citra Aqua MODIS Ekstraksi klorofil-a dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS dengan dua persamaan algoritma, yaitu OC2 dan OC3M. Konsentrasi klorofil-a yang dihitung untuk estimasi ocean color dengan OC2 menggunakan dua band (O’Reilly et al. 1998). Remote sensing reflectance (Rrs) yang digunakan, yaitu Rrs pada 490 dan 550 nm untuk konsentrasi klorofil-a. Persamaan algoritma OC2 (O’Reilly et al. 1998) adalah sebagai berikut. OC 2 = Ca = 10 0 ,2974−2 ,2429 R +0 ,8358R R
2
−0 ,0077 R 3 −0 ,0929 R 4
............................................ (1)
Rrs (490) = log10 Rrs (555)
Algoritma OC3M digunakan sebagai standar dalam pengolahan citra satelit Aqua MODIS untuk mendapatkan data klorofil-a perairan secara global. Persamaan algoritma OC3M (O’Reilly et al. 2000) adalah sebagai berikut. OC 3 = Ca = 10 0 ,283−2 ,753R +1,457 R R
2
+ 0 ,659 R3 −1,403 R 4
.................................................... (2)
Rrs (443 ) Rrs (490 ) = log 10 > Rrs (550 ) Rrs (550 )
Keterangan: Ca = konsentrasi klorofil-a (mg/m3) R = rasio reflektansi Rrs = remote sensing reflectance Persamaan algoritma di atas menggunakan rasio maksimum dari reflektansi kanal 443 nm dan 490 nm dengan 550 nm untuk menentukan konsentrasi klorofila. Klorofil-a memantulkan maksimum gelombang cahaya hijau (500-600 nm) dan menyerap maksimum pada kisaran cahaya biru (400-500 nm). Rasio reflektansi dihitung dengan persamaan logaritmik. Rasio reflektansi yang digunakan pada algoritma OC3M adalah rasio dengan nilai tertinggi. Nilai rasio tersebut kemudian dioperasikan pada persamaan 1 dan persamaan 2 (O’Reilly et al. 1998). Ekstraksi Rrs dilakukan pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) secara langsung tanpa dilakukan koreksi atmosferik, aerosol, dan hamburan. Rrs tersebut kemudian dirasiokan dan dikorelasikan dengan konsentrasi klorofil-a. Analisis Data Analisis hubungan antarvariabel pada model regresi dilihat berdasarkan nilai koefisien determinasi dan root mean square error. Model persamaan regresi yang digunakan adalah model regresi eksponensial, linear, logaritmik, polinomial orde
8
2 atau kuadratik, dan polinomial orde 3 atau kubik (Walpole 2012). Model estimasi persamaan regresi linear pada SPSS dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Model estimasi persamaan regresi linear pada SPSS Persamaan
Model Persamaan
Eksponensial Linear Logaritmik Polinomial orde 2 (kuadratik) Polinomial orde 3 (kubik)
y = b0 eb1 x y = b 0 + b1 x y = b0 + b1 lnx y = b0 + b1 x + b2 x2 y = b0 + b1 x + b2 x2 + b3 x3
Hasil model algoritma yang paling tepat dipilih dengan koefisien determinasi (R2) tertinggi dan root mean square error (RMSE) terendah (Walpole 2012). Koefisien korelasi dihitung dengan rumus pada persamaan berikut.
(Yi − Y )(Yˆi − Yˆ ) ∑ i =1 n
rYYˆ =
(Yi − Y ) ∑ (Yˆi − Yˆ ) ∑ i =1 i =1 n
n
2
2
...................................................................... (6)
Keterangan: rYYˆ = koefisien korelasi antara data observasi dengan hasil dugaan Yi
= data observasi pada periode ke-i dengan i = 1, 2 , 3, ..., n
Y Yˆi Yˆ n
= nilai rata-rata data observasi = hasil dugaan pada periode ke-i dengan i = 1, 2 , 3, ..., n = nilai rata-rata hasil dugaan = panjang periode
Jika nilai R2 mendekati +1, hubungan antarvariabel kuat dan sebaliknya. Jika nilai R2 mendekati nol maka hubungan linear antarvariabel sangat lemah (Walpole 2012). RMSE adalah rata-rata kuadrat dari perbedaan nilai estimasi dengan nilai observasi suatu variabel. Jika nilai RMSE semakin kecil maka estimasi model atau variabel tersebut semakin valid. Persamaan RMSE yang digunakan adalah sebagai berikut.
RMSE =
n
∑
i =1 d =1
(Tˆ
− Ti d n (n-1)
id
)
2
............................................................................ (7)
Keterangan: n = jumlah baris atau kolom matriks Tˆi d Ti d = nilai sel matriks hasil observasi dan dugaan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Klorofil-a Hasil pengukuran in-situ dan dugaan konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua MODIS ditampilkan pada Tabel 2. Hasil dugaan algoritma OC2 dan OC3M pada satelit Aqua MODIS menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan analisis konsentrasi klorofil-a hasil observasi. Hasil observasi menghitung konsentrasi klorofil-a berdasarkan fitoplankton yang tersaring pada sampel air sehingga material lain yang bukan fitoplankton dapat dilewatkan dengan ukuran pori tertentu (0,45 µm). Konsentrasi yang dihitung adalah konsentrasi klorofil-a. OC2 dan OC3M menduga konsentrasi klorofil-a berdasarkan panjang gelombang yang terserap secara maksimal oleh klorofil-a, yaitu panjang gelombang biru-hijau (O’Reilly et al. 1998). Tabel 2
Hasil pengukuran in-situ dan dugaan konsentrasi klorofil-a (algoritma OC2 dan OC3M) pada setiap stasiun
Stasiun
Koordinat Bujur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
o
6 0’42,60’’ 5 o58’11,40’’ 5 o53’35,40’’ 5 o51’48’’ 5 o51’59,40’’ 5 o5’14,40’’ 5 o5’10,80’’ 5 o0’30,06’’ 5 o5’3,60’’ 5 o0’30’’ 5 o5’3,60’’ 5 o5’4,80’’ 5 o5’7,80’’ 5 o5’10,80’’ 5 o52’1,80’’ 5 o52’43,80’’ 5 o52’36,60’’ 5 o51’52,80’’ 5 o51’2,40’’ 5 o50’37,20’’ 5 o50’12’’
Lintang o
106 35’9,60’’ 106o35’50,82’’ 106o36’54,60’’ 106o37’16,08’’ 106o37’5,52’’ 106o35’42’’ 106o34’19,20’’ 106o34’30’’ 106o35’13,20’’ 106o36’10,80’’ 106o37’1,20’’ 106o37’58,80’’ 106o38’27,60’’ 106o37’26,40’’ 106o37’8,28’’ 106o36’5,46’’ 106o35’0,42’’ 106o33’58,56’’ 106o34’7,56’’ 106o34’45,90’’ 106o35’34,20’’
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) Observasi
OC2
OC3M
2,112 1,876 0,220 0,158 0,165 0,192 0,220 0,169 0,113 0,056 0,008 0,056 0,055 0,229 0,056 0,064 0,119 0,162 0,274 0,067 0,105
2,865 2,561 0,519 0,374 0,349 0,426 0,604 0,426 0,426 0,374 0,349 0,374 0,374 0,519 0,374 0,374 0,426 0,426 1,835 0,426 0,426
2,964 2,964 0,499 0,380 0,361 0,422 0,570 0,422 0,422 0,380 0,361 0,380 0,380 0,499 0,380 0,380 0,422 0,422 1,810 0,422 0,422
10
Tabel 2
Hasil pengukuran in-situ dan dugaan konsentrasi klorofil-a (algoritma OC2 dan OC3M) pada setiap stasiun (lanjutan) Koordinat
Stasiun 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Bujur o
5 5’0,60’’ 5 o50’18’’ 5 o50’39’’ 5 o51’4,80’’ 5 o51’31,20’’ 5 o51’56,40’’ 5 o52’17,40’’ 5 o52’24’’ 5 o52’1,80’’ 5 o54’33,60’’ 5 o56’36’’ 5 o59’30,60’’
Lintang o
106 36’28,50’’ 106o37’25,20’’ 106o38’10,68’’ 106o38’20,58’’ 106o38’32,70’’ 106o38’15,72’’ 106o37’59,46’’ 106o37’31,56’’ 106o37’23,52’’ 106o36’43,80’’ 106o36’21,06’’ 106o35’18,78’’
Konsentrasi klorofil-a (mg/m3) Observasi
OC2
OC3M
0,110 0,165 0,119 0,169 0,108 0,110 0,158 0,110 0,111 2,353 3,711 2,205
0,445 0,477 0,445 0,477 0,374 0,374 0,477 0,374 0,374 2,962 2,962 2,854
0,437 0,463 0,437 0,463 0,380 0,380 0,463 0,380 0,380 3,073 3,073 2,951
Penyerapan panjang gelombang oleh material lain dapat menyebabkan estimasi yang tidak sesuai. Keberadaan TSS dan CDOM di perairan pesisir dapat menyebabkan galat dalam mendapatkan informasi konsentrasi klorofil-a melalui algoritma empiris (Darecki 2004). Menurut Ritchie dan Cooper (1991) keberadaan klorofil-a, partikel tersuspensi (TSS), dan material organik berwarna (CDOM) menyebabkan adanya perubahan sifat optik perairan yang berdampak pada sinyal spektral. Material organik terlarut menyerap gelombang elektromagnetik yang mengenainya, sedangkan fitoplankton dan material tersuspensi akan menyerap dan memantulkan gelombang tersebut. Selain itu, tutupan awan dan curah hujan yang relatif tinggi menghasilkan bias terhadap hasil yang didapat. Konsentrasi klorofil-a bervariasi pada setiap stasiun dengan sebaran klorofil-a in-situ seperti disajikan pada Gambar 3. Teknologi penginderaan jauh menduga objek menggunakan gelombang elektromagnetik. Energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari merambat menuju permukaan bumi. Energi tersebut ada yang dipantulkan, diserap, dialirkan, dan dipancarkan tergantung pada karakteristik objek. Satelit melalui sensor yang terpasang merekam energi elekromagnetik (spektral) yang dipantulkan atau dipancarkan kembali oleh objek-objek di permukaan bumi. Klorofil-a akan menyerap gelombang secara maksimal pada panjang gelombang 400-500 nm karena pigmen hijau yang terkandung pada fitoplankton. Konsentrasi fitoplankton yang rendah akan menyerap panjang gelombang hijau dan memantulkan panjang gelombang biru yang menyebabkan perairan berwarna biru (Nababan et al. 2013). Pulau Pari termasuk perairan tipe-2 dengan kekeruhan (TSS) cukup tinggi (Lampiran 3).
11
Gambar 3
Sebaran konsentrasi klorofil-a perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (September 2013)
Perairan berwarna biru karena variabilitas sifat optik ditentukan oleh variabilitas fitoplankton. Warna perairan berubah menjadi keruh dan kehijuan hingga hitam pekat mendekati Teluk Jakarta.Perairan Pulau Pari berada dekat dengan Teluk Jakarta. Kondisi fisika dan kimia perairan Pulau Pari secara tidak langsung dipengaruhi oleh perairan Teluk Jakarta. Proses eutrifikasi sering terjadi di wilayah pesisir. Konsentrasi klorofil-a cenderung tinggi mendekati perairan Teluk Jakarta karena dipengaruhi oleh masukan 1100 m3/limbah padat ke perairan (Arifin 2004). Selain itu, aktivitas pariwisata di sekitar Pulau Pari memberikan pengaruh terhadap parameter fisika dan kimia perairan termasuk konsentrasi klorofil-a. Kapal transportasi yang mengangkut wisatawan maupun penduduk lokal memberikan masukan bahan organik maupun anorganik bagi perairan Pulau Pari. Hal tersebut akan memengaruhi nilai spektral yang direkam oleh sensor satelit Aqua MODIS. Menurut Hu (2003), remote sensing reflectance (Rrs) dari permukaan laut merupakan fraksi radiansi yang dipantulkan oleh permukaan air laut (baik yang dipantulkan oleh lapisan tipis permukaan air laut secara langsung, maupun cahaya yang terhamburkan oleh kolom air sampai ke permukaan) dengan intensitas cahaya (irradiansi) yang diterima pada permukaan air. Aplikasi algoritma OC2 dan OC3M tidak cocok digunakan di perairan Pulau Pari yang termasuk ke dalam perairan tipe-2. Hasil pendugaan klorofil-a melalui OC2 dan OC3M memiliki selisih yang tinggi dibandingkan konsentrasi klorofil-a hasil observasi. Perairan Pulau Pari memiliki konsentrasi klorofil-a rendah dan didominasi oleh partikel tersuspensi yang berasal dari pesisir pantai dan bahan organik yang mengendap. OC2 dan OC3M menggunakan rasio band dari Rrs pada panjang gelombang 438-448 nm, 483-493 nm, dan 546-556 nm. Nilai Rrs berupa apparent optical properties (AOP) dipengaruhi oleh intensitas dan struktur geometrik cahaya datang serta kandungan partikel (plankton dan nonplankton) dan materi organik terlarut (CDOM) dalam kolom air (Nababan 2009). Pengukuran nilai spektral Rrs dilakukan untuk melakukan kajian pada warna perairan, estimasi kandungan suatu perairan melalui pemodelan algoritma bio-optic, dan kalibrasi serta validasi
12
pengukuran citra satelit. Karakteristik suatu perairan dapat juga ditentukan berdasarkan variabilitas nilai Rrs (Nababan et al. 2011). OC2 merupakan algoritma Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) pada SeaWIFS Bio-optical Algorithm Mini-workshop (SeaBAM) dengan data set sebanyak N=919 yang mengandung Rrs dan konsentrasi klorofil-a in-situ secara bersamaan dan diukur dari berbagai wilayah laut. OC2 menggunakan rasio Rrs pada panjang gelombang 490 dan 555 nm (O’Reilly et al. 1998). OC2 umumnya baik digunakan pada perairan tipe-1 dengan konsentrasi klorofil-a antara 0,03-1 mg/m3, namun akan menduga terlalu tinggi atau rendah jika lebih dari konsentrasi tersebut. Data set yang digunakan tersebar lebih banyak pada rentang 0,02-0,32 mg/m3 (O’Reilly et al. 2000). Hasil observasi konsentrasi klorofil-a in-situ memperlihatkan hampir semua sebaran data yang ada berada pada batas rentang yang ditentukan. Beberapa data dengan konsentrasi klorofil-a sangat rendah (0,008 mg/m3) dan tinggi (1,876-3,711 mg/m3) menjadi faktor bias pada pendugaan klorofil-a. Pengembangan algoritma baru perlu dilakukan untuk menduga konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari. Algoritma OC2 dan OC3M untuk Menduga Klorofil-a Algoritma global untuk penginderaan jauh tidak selalu sesuai untuk semua wilayah laut. Algoritma empiris bergantung pada kesediaan data yang dapat mewakili lingkungan bio-optic dimana algoritma tersebut diterapkan. Tabel 3 menunjukkan penggunaan algoritma OC2 dan OC3M dalam berbagai studi. Tabel 3
Perbandingan hasil studi aplikasi algoritma OC2 dan OC3 pada berbagai wilayah perairan
Algoritma OC2 OC3M
Lokasi
R2
RMSE
Referensi
Teluk Mayaguez, Puerto Rico Laut Cina Selatan selama musim panas Laut Arab
-
5,880
Torres (2008)
0,733
0,400
Pan et al. (2010)
0,86
0,255
Tilstone (2013)
Tabel 3 menjelaskan bahwa penggunaan algoritma baik OC2 maupun OC3M memiliki akurasi yang berbeda sesuai dengan penerapan pada lokasi yang berbeda. Penerapan OC2 misalnya, Teluk Mayaguez memiliki ekosistem yang kompleks sebagai tempat bermuara aliran sungai yang dipengaruhi musim kering dan basah (Torres 2008). Pabrik industri tuna dekat dengan teluk ini. Hal tersebut akan memengaruhi bio-optic perairan yang membuat bias semakin besar. Hasil studi Pan et al. (2010) menggambarkan bahwa Perairan Cina Selatan termasuk perairan oligotropik dengan konsentrasi klorofil-a <0,1 mg/m3, sedangkan Tilstone (2013) berada pada perairan pesisir yang dipengaruhi oleh run-off dari sungai dan upwelling. Kedua studi tersebut memberikan hasil validasi yang berbeda dengan penggunaan algoritma yang sama untuk menduga konsentrasi klorofil-a. Evaluasi dan validasi algoritma di wilayah laut selalu menunjukkan bahwa pengembangan algoritma baru penting dilakukan (D’Ortenzio et al. 2010).
13
Salah satu kelemahan dari algoritma OC2 adalah data dari daerah yang sangat oligotrofik (<0,05 mg/m3) dan eutrofik (>3 mg/m3) akan kurang representatif terhadap data in-situ (O’Reilly et al. 2000). Algoritma OC2 dan OC3M belum dapat dipastikan cocok dengan perairan lainnya karena sifat bio-optic perairan yang berbeda-beda. Korelasi Konsentrasi Klorofil-a dengan Pantulan Spektral Satelit Aqua MODIS merekam nilai Rrs berdasarkan energi yang dipantulkan oleh objek dan diterima oleh sensor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Rrs yang direkam oleh sensor pada band 9, band 10, dan band 12 berbeda satu dengan lainnya (Lampiran 4). Band 9 dengan panjang gelombang 438-448 nm memiliki kisaran 0,144-0,177 sr-1, band 10 dengan panjang gelombang 483-493 nm memiliki kisaran 0,115-0,164 sr-1, dan band 12 dengan panjang gelombang 546-556 nm memiliki kisaran 0,079-0,129 sr-1. Hubungan konsentrasi klorofil-a dengan Rrs diketahui melalui analisis regresi sederhana pada masing-masing panjang gelombang yang digunakan, yaitu pada Rrs 443, Rrs 490, Rrs 550, dan Rrs 555. Hubungan reflektansi spektral pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dengan konsentrasi klorofil-a in-situ disajikan pada Tabel 4. Tabel 4
Hubungan reflektansi pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483-493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dengan konsentrasi klorofil-a in-situ
Model Persamaan Eksponensial Linear Logaritmik Kuadratik Kubik
Band 9 (438-448 nm)
Band 10 (483-493 nm)
Band 12 (546-556 nm)
r
R2
R
R2
r
R2
0,230 0,226 0,164 0,226 0,228
0,053 0,051 0,027 0,051 0,052
0,179 0,182 0,122 0,182 0,184
0,032 0,033 0,015 0,033 0,034
0,130 0,089 0,122 0,100 0,105
0,017 0,008 0,015 0,010 0,011
Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi positif antara konsentrasi klorofil-a dengan Rrs pada semua panjang gelombang yang digunakan. Korelasi Rrs band tunggal dengan konsentrasi klorofil-a bernilai rendah (r <0,3) dengan kisaran 0,089-0,230. Rrs band 9 pada panjang gelombang 438-448 nm memiliki hubungan yang sedikit lebih kuat dibandingkan Rrs band 10 dan Rrs band 12. Keberadaan partikel tersuspensi (TSS) dan material organik berwarna (CDOM) menyebabkan adanya perubahan sifat optik perairan yang berdampak pada sinyal spektral (Ritchie dan Cooper 1991). TSS dan fitoplankton akan menyerap dan memantulkan sinyal spektral, sedangkan material organik terlarut akan menyerap sinyal spektral tanpa dipantulkan kembali (Robinson 2004). Pantulan sinyal spektral oleh fitoplankton disertai dengan emisi radiasi dari pigmen warna (fluorescence) yang disebabkan oleh penyerapan energi yang tinggi (Robinson 2004). Salah satu teknik untuk menghilangkan pengaruh TSS dan CDOM adalah
14
dengan menggunakan rasio band. Hubungan rasio reflektansi band 9, band 10, dan band 12 ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5
Hubungan rasio reflektansi pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483493 nm), dan band 12 (546-556 nm) dengan konsentrasi klorofil-a insitu Model Persamaan
Eksponensial Linear Logaritmik Kuadratik Kubik
Rasio Band 9/12
Rasio Band 10/12
r
R2
R
R2
0,270 0,290 0,295 0,300 0,303
0,073 0,084 0,087 0,090 0,092
0,452 0,451 0,440 0,465 0,467
0,204 0,203 0,194 0,216 0,218
Korelasi reflektansi rasio band menunjukkan hubungan yang lebih kuat dibandingkan band tunggal. Nilai r pada rasio band 9/12 dan band 10/12 memiliki rentang 0,270-0,467. Rasio band 10/12 memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingan band 9/12 dengan nilai r tertinggi sebesar 0,467. Keberadaan TSS dan CDOM diperhitungkan dengan mengaplikasikan rasio band yang menyebabkan nilai koefisien korelasi menjadi lebih tinggi dibandingkan band tunggal. TSS dan CDOM menyerap dan memantulkan panjang gelombang yang berbeda dengan klorofil-a sehingga diperlukan kombinasi rasio band untuk meningkatkan akurasi data. Peningkatan konsentrasi TSS pada suatu perairan akan memberikan pantulan spektral yang semakin besar pada panjang gelombang sinar tampak (400-700 nm), sedangkan peningkatan konsentrasi bahan anorganik terlarut memberikan nilai pantulan yang semakin rendah (Robinson 2004). Karakteristik sinyal spektral dari TSS berbanding terbalik dengan CDOM. Sumber TSS dan CDOM di lokasi penelitian berasal dari pelapukan batuan di daerah pesisir, pergerakan massa air dari Teluk Jakarta, material organik dan anorganik dasar perairan yang terangkat ke permukaan perairan, dan pembuangan limbah organik dan anorganik akibat aktivitas pariwisata di sekitar lokasi penelitian. Pola hubungan rasio reflektansi dengan konsentrasi klorofil-a disajikan pada Gambar 4. Grafik pencar memperlihatkan penyebaran populasi yang acak, tidak mengikuti garis, dan bersifat nonlinear. Jumlah data (n) yang digunakan menentukan model dugaan dan tingkat akurasi karena banyaknya data merepresentasikan kondisi yang sebenarnya. Rasio reflektansi band 9/12 mengumpul pada kisaran 0,25-0,30, sedangkan rasio band 10/12 mengumpul pada kisaran 0,15-0,18. Rasio Rrs 9/12 dan 10/12 bernilai tinggi mencapai 3,7. Analisis antara konsentrasi klorofil-a dengan rasio band menghasilkan persamaan model regresi yang ditunjukkan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Model persamaan nonlinear kubik memiliki korelasi hubungan tertinggi pada kedua rasio band dengan nilai koefisien determinasi 0,092 pada rasio band 9/12 dan 0,218 pada rasio band 10/12.
15
(a)
(b) Gambar 4 Plot hubungan antara klorofil-a insitu dengan rasio band 9/12 (a) dan rasio band 10/12 (b) menggunakan model regresi linear, logaritmik, kuadratik, kubik, dan eksponensial
16
Tabel 6
Perbandingan model regresi eksponensial, linear, logaritmik, kuadratik, dan kubik pada rasio band 9/12
Persamaan Eksponensial Linear Logaritmik Kuadratik Kubik
Model Persamaan y = 1,658 e-0,04 x y = 1,679 – 0,081 x y = 1,541 – 0,05 lnx y = 1,690 – 0,157 x + 0,025 x2 y = 1,665 + 0,061 x – 0,129 x2 + 0,026 x3
R2
RMSE
0,073 0,084 0,087 0,090 0,092
0,947 0,256 0,258 0,238 0.225
Keterangan: y = konsentrasi klorofil-a in-situ x = rasio band 9/12
Tabel 7
Perbandingan model regresi eksponensial, linear, logaritmik, kuadratik, dan kubik pada rasio band 10/12
Persamaan Eksponensial Linear Logaritmik Kuadratik Kubik
Model Persamaan -0,05 x
y = 1,390 e y = 1,397 – 0,071 x y = 1,279 – 0,04 lnx y = 1,407 – 0,136 x + 0,021 x2 y = 1,395 – 0,031 x – 0,053 x2 + 0,012 x3
R2
RMSE
0,204 0,203 0,194 0,216 0,218
0,875 0,144 0,163 0,171 0,136
Keterangan: y = konsentrasi klorofil-a in-situ x = rasio band 10/12
Hasil analisis menunjukkan model regresi nonlinear kubik merupakan pemodelan paling tepat untuk menduga konsentrasi klorofil-a. Model persamaan kubik rasio band 9/12 dan 10/12 ditampilkan pada persamaan 8 dan persamaan 9. y = 1,665 + 0,061 x – 0,129 x2 + 0,026 x3........................................................... (8) y = 1,395 – 0,031 x – 0,053 x2 + 0,012 x3 ........................................................... (9) RMSE menyatakan suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadtratis dari simpangan antara hasil dugaan dengan hasil observasi. RMSE model resgresi mendekati nol menunjukkan keakuratan model regresi hasil dugaan dibandingkan hasil pengamatan. Persamaan 8 dengan rasio band 9/12 memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibandingkan persamaan 9 dengan rasio band 10/12. Korelasi rendah pada kedua rasio band kemungkinan disebabkan oleh penggunaan nilai spektral tanpa dilakukannya koreksi atmosferik, aerosol, dan hamburan. Rrs rasio band memiliki nilai yang bergantung dari pantulan spektral objek. Sebaran horizontal Rrs rasio band 9/12 dan 10/12 disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
17
Gambar 5 Sebaran horizontal remote sensing reflectance (Rrs) rasio band 9/12
Gambar 6 Sebaran horizontal remote sensing reflectance (Rrs) rasio band 10/12 Rasio band 9/12 memiliki kisaran 1,215-2,019 dan rasio band 10/12 memiliki kisaran 1,150-1,498 (Lampiran 4). Sebaran rasio band terlihat berbeda dengan sebaran konsentrasi klorofil-a pada Gambar 3. Rasio band memiliki nilai yang sama pada beberapa stasiun, sedangkan konsentrasi klorofil-a di Perairan Pulau Pari lebih bervariasi. Korelasi rendah antara Rrs rasio band dengan data insitu disebabkan oleh ketidaksesuaian aplikasi algoritma pada perairan tipe-2. Penerapan rasio band di perairan tipe-2 menghasilkan akurasi data yang rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Torres (2008) di Teluk Mayaguez, Puerto Rico yang mendapatkan akurasi rendah dengan RMSE sebesar 5,880. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya korelasi pada penelitian ini adalah resolusi citra yang
18
digunakan tergolong rendah (1 km), titik pengambilan data yang sedikit, keterbatasan alat, dan faktor teknis saat pengambilan data di lapangan. Perairan Pulau Pari terletak di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga tutupan awan pada daerah ini sering terjadi. Hal tersebut menghambat dalam pemrosesan data citra karena nilai spektral yang dihasilkan akan mengandung bias yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Algoritma OC2 dan OC3M tidak tepat digunakan untuk menduga konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penggunaan rasio band memberikan akurasi yang lebih baik dibandingkan band tunggal. Model regresi y = 1,395 – 0,031 x – 0,053 x2 + 0,012 x3 pada rasio band 10/12 lebih sesuai untuk menduga konsentrasi klorofil-a.
Saran Saran yang diusulkan penulis dalam rangka penelitian lebih lanjut adalah: 1. Pemilihan satelit dengan resolusi tinggi diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik karena variabilitas bio-optic perairan dapat bernilai beda pada wilayah yang sempit. Analisis klorofil-a menggunakan satelit selain Aqua MODIS perlu dilakukan. 2. Algoritma klorofil-a berbeda pada setiap pemakaian untuk wilayah lokal. Pengembangan algoritma baru perlu dilakukan di perairan Indonesia, khususnya di Kepulauan Seribu, Laut Jawa. 3. Perlu dilakukan penelitian dengan perbedaan musim.
DAFTAR PUSTAKA [APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods for The Examination of Water And Wastewater. Washington (US): APHA. Alianto. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya dengan Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arifin Z. 2004 Juni. Trace metals and nutrient pollution monitoring in Jakarta Bay. Journal of the Human Environment, siap terbit. D’Ortenzio F, Marullo S, Ragni M, D’Alcala MR, Santoleri R. 2002. Validation of empirical SeaWiFS algorithms for chlorophyll-a retrieval in the
19
Mediterranean Sea: A case study for oligotrophic seas. Journal of Remote Sensing of Environment. 82:79-94. doi:10.1016/S0034-4257(02)00026-3. Darecki M, Stramski D. 2004. Anevaluation of MODIS and SeaWiFS bio-optical Algorithms in the Baltic Sea. Journal of Remote Sensing of Environment. 89:326–350. Firman R. 2011. Penentuan Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat Sunda dan Perairan Sekitarnya dengan Menggunakan Data Inderaan Aqua MODIS [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gay LR, Diehl PL. 1996. Research Methods for Business and Management. New York (US): Macmillan Publishing Company. Hu C. 2003. A simple instrument for measurement of remote sensing reflectance incoastal environtment. Multispectral and Hyperspectral Remote Sensing Instrument and Applications. 219:1-8. Kusuardini A. 2011. Estimasi Konsentrasi Padatan Tersuspensi (TSS) dan Klorofil-a dari Citra MODIS Hubungannya dengan Marak Alga di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nababan B. 2009. Variability in the light absorption coefficients of phytoplankton, detritus, and their relationship with chlorophyll-a concentration of surface waters. Jurnal Kelautan Nasional. 1:41-53. Nababan B, Muller-Karger FE, Hu C, Biggs DC. 2011. Chlorophyll variability in the the northeastern gulf of Mexico. International Journal of Remote Sensing. 32(23):8373-8392. Nababan B, Wirapramana AAG, Arhatin RE. 2013. Spectral of Remote Sensing Reflectance of Surface Waters. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(1):69-84. [NASA] National Aeronautics and Space Administration. 2005. MODIS Level 1A – 1B Data Product Format [internet]. [diunduh 6 Juli 2014]. Tersedia pada http://www.MODIS.gsfc.nasa.gov. O’Reilly JE, Maritorena S, Mitchell BG, Siegel DA, Carder KL, Garver SA, Kahru M, McClain CR. 1998. Ocean color chlorophyll algorithms for SeaWiFS. Journal of Geophysical Research. 103:24937-24953. doi:10.1029/98JC02160. O’Reilly JE, Maritorena S, Siegel D, O’brien MC, Toole D, Mitchell BG, Kahru M, Chavez FP, Strutton P, Cota G et al. 2000. Ocean color chlorophyll-a algorithms for SeaWiFS, OC2, and OC4: Version 4. NASA Technical Memorandum 2000-206892. 11(2):9-23. Pan L, Tang D, Weng D. 2010. Evaluation of the seawifs and MODIS chlorophyll-a algorithms used for the Northern South China Sea during the summer season. Journal of Terrestrial, Atmospheric and Oceanic Sciences. 21(6):997-1005.
20
Ritchie JC, Cooper CM. 1991. An algorithm for using Landsat MSS for estimating surface suspended sediments. Water Resources Bulletin. 27: 373379. Riyono SH. 2007. Beberapa sifat umum dari klorofil fitoplankton. Jurnal Oseana. 32(1):23-31. Robinson IS. 2004. Measuring the Oceans from Space: The Principles and Methods of Satellite Oceanography. Chichester (UK): Praxis Publishing Ltd. Strickland JDH. 1960. Measuring the production of marine phytoplankton. Fisheries Research Board. 122:1-171. Szeto M, Werdell PJ, Moore TS, Campbell JW. 2011. Are the world’s ocean optically different?. Journal of Geophysical Research. 116(C00H04). Doi:10.1029/2011JC007230. Tilstone GH, Lotliker AA, Miller PI, Ashraf PM, Kumar TS, Suresh T, Ragavan BR, Menon HB. 2013. Assessment of MODIS-Aqua chlorophyll-a algorithms in coastal and shelf waters of the eastern Arabian Sea. Journal of Continental Shelf Research. 65:14-26. Torres MAR. 2008. Evaluation and Development of Bio-Optical Algorithms for Chlorophyll Retrieval in Western Puerto Rico [tesis]. Puerto Rico (PR): University of Puerto Rico. Walpole RE. 2012. Probability and Statistics for Engineers and Scientists. Boston (US): Pearson Education Inc.
21
Lampiran 1 Spesifikasi Satelit Aqua MODIS Spesifikasi
Keterangan
Orbit
705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) atau 13:30 p.m. ascending node (Aqua), sun-synchronous, dekat kutub, sirkuler 20.3 rpm, melewati lintasan 2330 km (melewati lintasan), 10 km (melintas dekat nadir) 17.78 cm diameter off-axis 1.0 x 1.6 x 1.0 m 228.7 kg 162.5 W (rata-rata per orbit) 10.6 Mbps (puncak siang hari); 6.1 Mbps (rata-rata orbital) 12 bit 250 m (kanal 1-2), 500 m (kanal 3-7), 1000 m (kanal 8-36) 6 tahun
Kecepatan pengamatan Dimensi sapuan Teleskop Ukuran Berat Kekuatan (power) Kecepatan data Kuantifikasi Resolusi spasial Umur
Lampiran 2 Panjang Gelombang dan Penggunaannya pada Setiap Band Aqua MODIS Band
Bandwidth1
Radiansi Spektral2
Required SNR3
Daratan, awan, batas-batas aerosol
1 2
620-670 841-876
21.8 24.7
128 201
Daratan, awan, sifat-sifat aerosol
3 4 5 6 7
459-479 545-565 1230-1250 1628-1652 2105-2155
35.3 29.0 5.4 7.3 1.0
243 228 74 275 110
Warna laut (ocean color), fitoplankton, biogeokimia
8 9 10 11 12 13
405-420 438-448 483-493 526-536 546-556 662-672
44.9 41.9 32.1 27.9 21.0 9.5
880 838 802 754 750 910
Penggunaan Utama
22
Lampiran 2 Panjang Gelombang dan Penggunaannya pada Setiap Band Aqua MODIS (lanjutan) Penggunaan Utama Warna laut (ocean color), fitoplankton, biogeokimia Uap air atmosfer
Band
Bandwidth1
14 15 16
673-683 743-753 862-877
Radiansi Spektral2 8.7 10.2 6.2
Required SNR3 1087 586 516
17 18
890-920 931-941
10.0 3.6
167 57
19
915-965
15.0
250
Radiansi Spektral2
Required NE[delta]T(K)4
1
Penggunaan Utama
Band
Bandwidth
Surface, temperatur awan
20 21 22 23
3.660-3.840 3.929-3.989 3.929-3.989 4.020-4.080
0.45 (300K) 2.38 (335K) 0.67 (300K) 0.79 (300K)
0.05 2.00 0.07 0.07
Temperatur atmosfer
24 25
4.433-4.498 4.482-4.549
0.17 (250K) 0.59 (275K)
0.25 0.25
Uap air awan sirus
26 27 28
1.360-1.390 6.535-6.895 7.175-7.475
6.00 1.16 (240K) 2.18 (250K)
150 (SNR) 0.25 0.25
Sifat-sifat awan Ozon
29 30
8.400-8.700 9.580-9.880
9.58 (300K) 3.69 (250K)
0.05 0.25
Surface, temperatur awan
31 32
10.780-11.280 11.770-12.270
9.55 (300K) 8.94 (300K)
0.05 0.05
Ketinggian puncak awan
33 34 35 36
13.185-13.485 13.485-13.785 13.785-14.085 14.085-14.385
4.52 (260K) 3.76 (250K) 3.11 (240K) 2.08 (220K)
0.25 0.25 0.25 0.35
Keterangan: 1 Band 1-19 dalam nm; band 20-36 dalam µm 2 Radiansi spektral (W/m2 -µm-sr) 3 SNR = signal-to-noise ratio 4 NE (delta) T = noise-equivalent temperature difference
Sumber: http://MODIS.gsfc.nasa.gov
23
Lampiran 3 Parameter fisika dan kimia perairan Pulau Pari (TSS, pH, dan Suhu) Kode Sampel
Stasiun
M.195-1 M.195-2 M.195-3 M.195-4 M.195-5 M.195-6 M.195-7 M.195-8 M.195-9 M.195-10 M.195-11 M.195-12 M.195-13 M.195-14 M.195-15 M.195-16 M.195-17 M.195-18 M.195-19 M.195-20 M.195-21 M.195-22 M.195-23 M.195-24 M.195-25 M.195-26 M.195-27 M.195-28 M.195-29 M.195-30 M.195-31 M.195-32 M.195-33
ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.6 ST.7 ST.8 ST.9 ST.10 ST.11 ST.12 ST.13 ST.14 ST.15 ST.16 ST.17 ST.18 ST.19 ST.20 ST.21 ST.22 ST.23 ST.24 ST.25 ST.26 ST.27 ST.28 ST.29 ST.30 ST.31 ST.32 ST.33
Koordinat Bujur Lintang o o 6 0’42,60’’ 106 35’9,60’’ o 5 58’11,40’’ 106o35’50,82’’ 106o36’54,60’’ 5 o53’35,40’’ 5 o51’48’’ 106o37’16,08’’ 106o37’5,52’’ 5 o51’59,40’’ 106o35’42’’ 5 o5’14,40’’ 5 o5’10,80’’ 106o34’19,20’’ 5 o0’30,06’’ 106o34’30’’ 5 o5’3,60’’ 106o35’13,20’’ 5 o0’30’’ 106o36’10,80’’ 5 o5’3,60’’ 106o37’1,20’’ 5 o5’4,80’’ 106o37’58,80’’ 5 o5’7,80’’ 106o38’27,60’’ 106o37’26,40’’ 5 o5’10,80’’ 5 o52’1,80’’ 106o37’8,28’’ 5 o52’43,80’’ 106o36’5,46’’ 5 o52’36,60’’ 106o35’0,42’’ 5 o51’52,80’’ 106o33’58,56’’ 106o34’7,56’’ 5 o51’2,40’’ 106o34’45,90’’ 5 o50’37,20’’ 5 o50’12’’ 106o35’34,20’’ 5 o5’0,6’’ 106o36’28,50’’ 5 o50’18’’ 106o37’25,20’’ 5 o50’39’’ 106o38’10,68’’ 5 o51’4,8’’ 106o38’20,58’’ 5 o51’31,20’’ 106o38’32,70’’ 5 o51’56,40’’ 106o38’15,72’’ 5 o52’17,40’’ 106o37’59,46’’ 5 o52’24’’ 106o37’31,56’’ 5 o52’1,80’’ 106o37’23,52’’ 5 o54’33,60’’ 106o36’43,80’’ 5 o56’36’’ 106o36’21,06’’ 106o35’18,78’’ 5 o59’30,60’’
TSS (mg/L)
pH
Suhu (oC)
17 16 17 17 12 16 21 18 28 17 15 24 17 23 21 17 10 26 20 17 21 19 16 13 22 25 21 20 13 16 19 15 16
7 7 7 7 7 8 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8
28,4 28,4 28,2 28,3 29 28,9 28,5 28,5 28,6 28,6 28,7 28,6 28,4 28,5 27,5 28,1 28,2 28,2 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,2 28,2 28,2 28,2 28,8 29,1 29,3
24
Lampiran 4 Nilai Rrs dan raio band pada band 9 (438-448 nm), band 10 (483493 nm), dan band 12 (546-556 nm) Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Rrs (sr-1)
Rasio
Band 9
Band 10
Band 12
Band 9/12
Band 10/12
0.166129 0.144893 0.150262 0.177684 0.177684 0.161434 0.147651 0.149414 0.149253 0.149875 0.149762 0.149969 0.162385 0.174192 0.177684 0.161434 0.151174 0.147285 0.149414 0.150476 0.149667 0.149683 0.149746 0.149969 0.149969 0.162385 0.170012 0.157966 0.168692 0.174192 0.144502 0.147493 0.154743
0.138363 0.115818 0.120606 0.164058 0.164058 0.118923 0.118923 0.121314 0.121879 0.121887 0.121560 0.121301 0.140829 0.158056 0.164058 0.118923 0.123395 0.118398 0.121314 0.123217 0.121879 0.122117 0.121490 0.121301 0.121301 0.140829 0.151727 0.151727 0.149842 0.158056 0.123416 0.120682 0.126673
0.113862 0.100685 0.081314 0.129964 0.129964 0.079952 0.079952 0.081073 0.081441 0.081395 0.081148 0.081390 0.114048 0.129964 0.129964 0.079952 0.089275 0.079103 0.081073 0.083617 0.081441 0.081619 0.081090 0.081390 0.081390 0.114048 0.129964 0.129964 0.128453 0.129964 0.102121 0.100685 0.100685
1.459038 1.439072 1.847923 1.367179 1.367179 2.019136 1.846746 1.842956 1.832652 1.841329 1.845541 1.842597 1.423830 1.340310 1.367179 2.019136 1.693352 1.861939 1.842956 1.799586 1.837735 1.833923 1.846664 1.842597 1.842597 1.423830 1.308147 1.215460 1.313259 1.340310 1.415008 1.464895 1.536902
1.215182 1.150300 1.483213 1.262334 1.262334 1.487430 1.487430 1.496355 1.496531 1.497475 1.498004 1.490367 1.234822 1.216152 1.262334 1.487430 1.382190 1.496757 1.496355 1.473588 1.496531 1.496183 1.498212 1.490367 1.490367 1.234822 1.167454 1.167454 1.166512 1.216152 1.208527 1.198610 1.258112
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 November 1991 sebagai anak kedua dari orang tua bernama Subaweh dan Ikeu Yatmika Sambas. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Cibinong tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Kimia tahun 2012-2013 dan Dasar-Dasar Penginderaan Jauh Kelautan tahun 2013-2014. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian yang didanai oleh DIKTI tahun 2013 dengan judul Uji Bahan Aktif dan Bahan Antibakteri Rhizopora mucronata dalam Upaya Penanggulangan Penyakit Diare pada Saluran Pencernaan Manusia dan Program Kreatifitas Mahasiswa Artikel Ilmiah tahun 2013 dengan judul Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut sebagai Acuan Pengambilan Keputusan untuk Pariwisata Bahari di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-FPIK) sebagai staf Departemen Sosial Lingkungan periode 2012-2013 dan Ketua Departemen Sosial Masyarakat periode 2013-2014. Penulis pernah mengikuti konferensi internasional Asian Fish Biodiversity Conference (AFBC) tahun 2014 di Universitas Sains Malaysia (USM), Penang, Malaysia. Penulis berharap karya ilmiah dengan judul Estimasi Konsentrasi Klorofil-a dari Citra Aqua MODIS di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dapat bermanfaat di kemudian hari.