ESTETIKA BALIHO IKLAN CALON LEGISLATIF PADA PEMILU LEGISLATIF 2009 Ni Made Ras Amanda G Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Bali
ABSTRACT : Political communication can be used in many form. One of political communication form is using billboard. As can be seen in Legislative Election in Indonesia in 2009. Many of the candidate of legislative election using billboard to communicate with the people. This kind of political communication also used in Bali. But there’s a uniqueness in political communication in Bali. Known with it’s art, the billboard in Bali is contain art and aesthetic’s value. Unfortunately, the candidate often forget the the billboard is like a mirror of themselves. This essay try to describe what is the function of the billboard until finding what is the purpose behind the billboard especially from the aesthetic side in Bali. Key words : political communication, aesthetic, legislative election
1.
PENDAHULUAN Pemilu legislatif anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memang telah lewat 9 April 2009 lalu. Semarak kampanye juga telah dilewati bersama. Warna-warni baliho dan bendera partai telah diturunkan, sepanjang tepi jalanan kini sudah kembali normal. Walau telah lalu, tapi masih lekat di benak mengenai riuh dan semaraknya warna warni baliho dan bendera yang dapat terlihat di sepanjang jalan, perempatan hingga jalan-jalan kecil. Foto para calon legislatif seakan-akan seringkali membayangi kemana pun melangkah. Foto pun beragam dari yang tersenyum manis hingga bertampang garang. Inilah salah satu fenomena yang tidak dapat
terlepas dari semarak perayaan pesta lima tahunan atau pemilu. Fenomena ini menarik dicermati terutama mengenai baliho partai politik dan calon anggota legislatif dipandang dari sisi estetika. Bangsa Indonesia telah sembilan kali melaksanakan Pemilihan Umum di Indonesia. Pemilu pertama kali pada tahun 1955 merupakan pemilu pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Pemilu tahun 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota konstituante (Tempo, 2004). Pemilu atau pemilihan umum di Indonesia telah melalui beragam bentuk. Pada tahun 2004,
1
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01, Tahun 2010 Indonesia telah memasuki babak baru dalam pemilihan umum. Setiap warga negara dapat memilih langsung wakil rakyat yang mereka kehendaki dan bahkan dapat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden. Hal ini adalah catatan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pemilu legislatif dan eksekutif 2004 di Indonesia dapat dikatakan berlangsung aman dan sukses. Pasangan presiden dan wakil presiden, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia hingga tahun 2009. Kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam pemilu presiden-wakil presiden 2004 lalu mendapat banyak pandangan. Sebagai presiden dengan suara 60 persen pemilih membuat posisi SBY kuat di mata masyarakat, walau partai yang mengusungnya yakni Partai Demokrat masih kalah saing dengan partai lainnya seperti Golkar dan PDI-P. Masyarakat Indonesia kembali memberikan suaranya pada tahun 2009 dimana pada pemilu kali ini dianggap sebagai batu ujian sebenarbenarnya bagi para aktor politik Indonesia dalam kesanggupannya merangkul suara pemilih. Terlebih muncul stigma saat itu dalam masyarakat tentang sentimen negatif pada tokoh partai politik seiring dengan keraguan masyarakat atas reputasi anggota DPR RI. Para anggota dewan tersebut dinilai lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka dan kepentingan partai yang mereka asung. Janji selama kampanye pun benar-benar dinilai sebagai “jualan kecap” belaka. Begitu rendahnya nama dewan di mata masyarakat, terlebih dengan beragam kasus korupsi dan kolusi yang masih merebak di dalam tubuh wakil rakyat, makin memperparah pula citra anggota DPR.
2
Pemilihan umum sering kali dijadikan tolak ukur sistem demokrasi di sebuah negara. Pemilihan umum di Indonesia sendiri telah melalui beragam sistem demokrasi. Secara tidak langsung sistem demokrasi mempengaruhi iklim politik dan budaya politik yang berkembang dan berubah di setiap pemilihan umum. Pemilu 2009 lalu merupakan momentum yang banyak menorehkan perhatian, khususnya tentang permainan politik sekaligus bentuk komunikasi politik para aktor politik dimana hal tersebut berhadapan dengan tantangan akin pudarnya kepercayaan masyarakat pada sistem demokrasi di Indonesia. Penyelenggaraan pemilu 2009 berbeda dengan pemilu 2004. Satu hal yang dimaksud adalah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi saat itu, yaitu mengenai penetapan calon anggota legislatif berdasarkan suara terbanyak. Peraturan sebelumnya mengenai penetapan calon anggota legislatif berdasarkan pada 30 persen dari bilangan pecahan pemilih dan bila tidak terpenuhi maka penetapan calon anggota legislatif yang lolos adalah berdasarkan nomor urut. Keputusan Mahkamah Konstitusi ini membawa angin berbeda bagi dinamika kompetisi partai politik. Masing-masing calon saat itu tidak hanya bersaing dengan partai politik lawannya namun juga harus bersaing dengan sesama calon anggota legislatif dari partai mereka sendiri. Kebijakan ini membawa pengaruh yang signifikan dalam masa kampanye pemilu legislatif. Apabila sebelumnya yang turun dalam kampanye adalah atas nama partai politik, kini seluruh calon anggota legislatif langsung ikut berlomba-lomba dalam kampanye. Setiap calon anggota legislatif pada pemilu 2009 lalu seakan
Estetika Baliho Iklan Calon Legislatif .............. ( Ni Made Ras Amanda G) berusaha menarik massa untuk dirinya sendiri terlepas dari partai. Akhirnya banyak ditemui calon anggota legislatif yang berasal dari partai sama dapat memiliki visi misi yang berbeda. Implikasi yang dapat disaksikan oleh masyarakat adalah pada melimpahnya baliho yang menghias jalanan, perempatan hingga jembatan-jembatan. Lokasi-lokasi yang tergolong strategis langsung diserbu dengan baliho para calon anggota legislatif, bahkan seringkali bukan keindahan yang tercermin tapi kesemrawutan yang menganggu keasrian suatu daerah dan menjadi kawasan kumuh dan tidak sedap dipandang. Baliho partai politik dan calon anggota legislatif bahkan terkesan saling berlomba, terbesar, terbanyak dan termewah. Fenomena yang muncul ini menimbulkan sebuah pertanyaan yang menggelitik, yaitu diantaranya mengenai bentuk-bentuk iklan politik yang tercermin dalam baliho, bagaimana fungsi baliho hingga apa makna di balik baliho tersebut terutama dilihat dari sisi estetika. DESKRIPSI KONTEKS BUDAYA : BALIHO IKLAN POLITIK Bolland (2003) mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesan-pesan lemaga atau institusi media. Media yang biasa digunakan iklan adalah bioskop, billboard (baliho), surat kabar dan radio serta televisi. Melalui iklan para calon atau kandidat bisa mengkomunikasikan pesan-pesan, ide, program kepada para calon pemilih. Dan Nimmo (1997) juga mengatakan calon mestinya menawarkan diri dalam merek yang berbeda, tetapi dalam produk yang sama. Media luar ruang (outdoor) telah menjadi tren komunikasi visual untuk menginformasikan,
memperkenalkan sekaligus mempromosikan layanan jasa dan produk-produk baru. Penggunaan ruang publik ini pun menjadi pilihan yang efektif, sebab sifat audience yang heterogen, terdiri dari berbagai golongan. Di samping itu, rentang waktu pemasangan relatif lebih lama. Melihat tepatnya sasarannya dan keuntungan yang diperoleh dari media luar ruang ini, maka produsen dalam hal ini calon anggota legislatif berlomba mencari kavling strategis untuk memperkenalkan produk mereka. Sehingga yang terjadi adalah perburuan lokasi ruang publik. Seperti yang ada di gambar berikut ini. Foto 1 Baliho di Perempatan Jalan Kabupaten Gianyar
2.
Sumber: Pribadi (Tahun 2009) Lokasi seperti perempatan jalan, tikungan, taman kota hingga batang pohon semua dimanfaatkan untuk memasang iklan. Bahkan seringkali menimbulkan kesemrawutan di mata masyarakat yang melewatinya. Keberadaan pemasangan atribut kampanye caleg dan kandidat presiden telah meneror sebagian besar masyarakat yang melewati areal pemasangan atribut kampanye. Pemasangan atribut yang semrawut ini membuat perasaan tidak nyaman
3
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01, Tahun 2010 dan sangat bertentangan dengan ekologi visual dan estetika. Pemasangan atribut bahkan terkesan meneror masyarakat. Hal ini terlihat dari pola pemasangan yang cenderung jor joran dan mengarah pada perang atribut. Beberapa fasilitas publik pun dijarah untuk dijadikan tempat pemasangan atribut caleg. Akhirnya ruang publik menjadi kumuh dan semrawut, seni yang dicoba ditampilkan oleh calon anggota legislatif pun akhirnya tenggelam dalam kesemrawutan. Padahal bukankah kampanye dapat dilakukan melalui cara-cara yang simpatik, cantik dan cerdas melalui pola pemasangan atribut kampanye caleg dan kandidat anggota legislatif. Bahkan terdapat baliho caleg yang mendapat perlakuan negatif seperti gambar di bawah ini.
Sumber: Pribadi (Tahun 2009)
iklan politik dalam bisnis partai politik, sehingga seringkali kekuatan partai politik diukur pada seberapa banyak dana yang digelontorkan untuk iklan. Di samping itu, iklan politik merupakan jendela kamar dari sebuah partai politik (Tinarbuko, 2009 : 15). Ia sanggup menghubungkan partai politik dengan masyarakat, khususnya calon pemilih. Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran, juga merupakan kegiatan komunikasi. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju dan melalui media apa iklan politik tersebut sebaiknya disampaikan. Maka partai politik dan calon anggota legislatif berlomba-lomba mengemas dirinya sebagai representasi partai politik melalui iklan politik. Robert Baukus dalam Combs (1993) membagi iklan politik atas empat macam, yakni: 1. Iklan serangan, yang ditujukan untuk mendiskreditkan lawan 2. Iklan argumen yang memperlihatkan kemampuan pada kandidat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi. 3. Iklan ID, yang memberi pemahaman mengenai siapa sang kandidat kepada pemilih. 4. Iklan resolusi, dimana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka untuk para pemilih. (Cangara, 2009 : 346). Baliho iklan partai politik dapat dikategorikan sebagai budaya. Iklan politik adalah salah satu bentuk komunikasi politik
Periklanan politik hampir sama dengan periklanan komersial. Tidak ada perusahaan dalam hal ini partai politik yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis atau pemilu tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran
antara elite politik kepada masyarakat. Iklan politik melalui media massa atau baliho. Iklan partai politik ini pun dapat digolongkan dalam obyek seni. Menurut Maquet (1986) obyek seni meliputi benda-benda bernilai estetik hasil ciptaan manusia yang sengaja dirancang atau
Foto 2 Baliho Caleg yang Terobek
4
Estetika Baliho Iklan Calon Legislatif .............. ( Ni Made Ras Amanda G) direncanakan untuk dipertontonkan. Dengan definisi ini maka dapat dikatakan bahwa iklan politik terutama baliho dapat digolongkan dalam obyek seni. Bahkan baliho iklan parpol ini memiliki kekhususan obyek seni, obyek seni yang hanya muncul lima tahun sekali. Kekhususan lainnya adalah baliho sebagai obyek seni yang memiliki tujuan yang sama walaupun bentuk obyek seninya beraneka ragam. Baliho sebagai hasil atau obyek seni pun membentuk budaya politik demokrasi yang unik pula. Seperti yang dikatakan Koentjaraningrat kesenian adalah salah satu unsur terpenting dari kebudayaan. Maka obyek seni baliho iklan partai politik ini pun menjadi salah satu indikator budaya politik di Bali ataupun di Indonesia. Maka nilai estetika yang tercermin dari baliho iklan partai politik ini pun akan mencerminkan bagaimana estetika dalam budaya politik di Indonesia terutama di Bali. Baliho iklan partai politik dapat dikategorikan sebagai obyek seni. Menurut Maquet obyek seni ada dalam kehidupan seharihari seringkali tidak disadari. Bentuk baliho iklan partai politik pun beragam tergantung dari masing-masing calon anggota legislatif dan partai politik. Bila dikategorikan maka baliho iklan partai politik termasuk art by destination. Maquet mengatakan art by destination adalah karya seni yang memang diciptakan dengan maksud dan tujuan sebagai benda seni untuk dipajang guna dinikmati daya pikat artistiknya. Baliho iklan partai politik pun dipengaruhi oleh aturan-aturan yang dikeluarkan oleh negara. Menurut Becker (1982), seni seringkali dibatasi oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat terkait yang mempengaruhi produksi dan pendistribusian seni. Aturan yang dikeluarkan
pemerintah antara lain wilayah mana saja yang diperbolehkan memasang baliho iklan partai politik sehingga seni yang ditampilkan pun tidak seenak hatinya. Di Indonesia, pemerintah bersama DPR telah membuat beberapa undangundang mengatur pelaksanaan pemilu dan ketentuan penggunaan media untuk kampanye, di antaranya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2008 dalam sebelas pasal. Pada pasal 93 tentang Iklan kampane disebutkan pada ayat (1) iklan kampanye pemilu dapat dilakukan oleh peserta pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan /atau iklan layanan masyarakat. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan iklan kampanye pemilu dilarang berisikan hal yang dapat menganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa. Sedangkan untuk kampanye luar ruang diatur oleh pemerintah daerah setempat yang bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum Kota/Provinsi/ Kabupaten setempat. Beberapa peraturan yang diatur yakni melarang memasang baliho iklan partai politik di kawasan pendidikan, rumah ibadah, tempat pariwisata hingga perkantoran milik negara. Baliho juga dilarang dipasang di fasilitas umum seperti halte, tiang listrik, tiang telepon hingga rambu-rambu lalu lintas. 3.
KAJIAN ESTETIKA Media luar ruang biasa dikaitkan dengan dunia estetika dalam bentuk lukisan, dan ditempatkan pada tempat-tempat yang ramai dilihat orang banyak. Jangkauannya terbatas terkecuali orang yang lewat dan sempat mencuri perhatian untuk membacanya sekalipun sepintas lalu, tetapi memiliki kelebihan karena bisa tahan lama, dan dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
5
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01, Tahun 2010 Mengkaji baliho iklan partai politik dari sisi estetika akan menjadi menarik karena kekhususan baliho sebagai obyek seni lima tahun sekali dan dapat memberi gambaran mengenai estetika budaya politik di Indonesia itu sendiri. Estetika sendiri berasal dari kata Yunani, yaitu ‘Aistetika’ yang berarti hal-hal yang dapat diserap dengan panca indera. Estetika juga berasal dari kata ‘Aesthesis’ yang berarti penyerapan panca indera (sense perception). Jadi estetika menurut arti estimologis adalah teori tentang ilmu penginderaan. Istilah estetika sebagai “ilmu tentang seni dan keindahan”pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten, seorang filosof Jerman. Walau pembahasan estetika sebagai ilmu dimulai pada abad ke-17, namun pemikiran tentang keindahan dan seni sudah ada sejak jaman Yunani Kuno yang disebut dengan istilah beauty, diterjemahkan dengan istilah filsafat keindahan (Liang Gie 1976:15). Keindahan menurut luas lingkupnya dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : a. Keindahan dalam arti yang terluas, meliputi keindahan alam, keindahan seni, keindahan moral, keindahan intelektual dan keindahan mutlak (absolut). b. Keindahan dalam arti estetis murni: menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. c. Keindahan dalam arti terbatas hanya menyangkut benda-benda yang diserap
Dalam kenyataannya, penyerapan indera penglihatan hanya bersifat terbatas yang menyangkut cahaya, warna dan bentuk. Keindahan dalam arti pengertian inderawi sebenarnya lebih luas daripada yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan sebab beberapa karya seni dapat pula diserap oleh indera pendengaran, misalnya seni suara. Keindahan dalam arti luas mengandung pengertian idea kebaikan, misalnya Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah. Sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan. Dalam rangka teori umum tentang nilai, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomis dan nilai-nilai yang lain. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetis. Nilai estetika diyakini dapat mempengaruhi perilaku bahkan karakter manusia. Sehingga dalam baliho iklan partai politik akan memuat nilai estetika yang diharapkan dapat menjual sang caleg dengan mengedepankan estetika. Estetika sebagai cermin diri sang caleg, sang caleg yang ingin tampil sempurna melakukan beragam cara seperti ingin terlihat lebih cantik, lebih kurus, lebih putih, lebih peduli dan lain-lain. Beberapa bentuk yang ditampilkan dalam baliho partai politik dan calon anggota legislatif pun beragam. Nilai keindahan yang ditampilkan pun macam-
dengan penglihatan, yakni berupa keindahan bentuk dan warna. (Liang Gie, 1996:17-18)
macam. Ada yang mengedepankan sisi religius, berjiwa seni, gemar berolahraga hingga bergaya seperti layaknya seorang foto model.
6
Estetika Baliho Iklan Calon Legislatif .............. ( Ni Made Ras Amanda G) Foto 3 Baliho Calon Legislatif Pemilu 2009
menyampaikan pesan sang elite politik maupun akhirnya terdapat pesan lain yang diterima audiens. Salah satunya adalah usaha sang elite membohongi masyarakat dengan polesan agar terlihat lebih menarik. Contohnya saat itu adalah calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Gianyar dari Partai Republikan yang berpakaian layaknya seorang petani. Sang calon berharap dengan mengenakan busana layaknya seorang petani, maka ia berharap dapat menarik simpati pemilih terutama para petani. Pesan yang ingin disampaikan yakni ia dapat merasakan menjadi seorang petani, ia dapat menyalurkan aspirasi seorang petani. Foto 4 Baliho Caleg dari Salah Satu Parpol
Sumber: Pribadi (Tahun 2009) Bentuk dan model baliho partai politik yang beragam ini dapat dikategorikan sebagai obyek seni. Menurut Maquet obyek seni ada dalam kehidupan sehari-hari seringkali tidak disadari. Pengendara atau pengguna jalan seringkali tidak menyadari bahwa baliho adalah salah satu obyek seni. Dalam baliho tersebut terdapat perpaduan antara warna dan gambar yang digunakan untuk satu fungsi. Walau setiap baliho menggunakan gambar dan warna yang beragam namun setiap unsurnya melambangkan sesuatu. Contohnya apabila melihat baliho berwarna biru maka diidentikan dengan partai Demokrat. Foto calon yang menggunakan pakaian adat diidentikan dengan orang yang menjunjung adat dan religius. Maka fungsi yang terlihat dalam baliho iklan partai politik adalah sebagai media untuk
Sumber: Pribadi (Tahun 2009) Baliho pun seringkali dijadikan ujung tombak untuk menarik perhatian para pemilih. Fungsi seluruh baliho partai politik itu sama yakni untuk menarik suara kepada sang calon anggota legislatif tertentu. Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk kampanye politik mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
7
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01, Tahun 2010 menerima pesan. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Pada tingkat pengetahuan pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap adalah adanya perubahan internal pada diri seseorang yang dikelola dalam bentuk prinsip sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan terhadap pengaruh dalam komunikasi, ditemukan bahwa komunikasi massa lebih banyak berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan seseorang, sedangkan komunikasi antar pribadi cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku (Cangara, 2009:411). Baliho sebagai hasil atau obyek seni pun membentuk budaya politik demokrasi yang unik pula. Seperti yang dikatakan Koentjaraningrat dimana kesenian adalah salah satu unsur terpenting dari kebudayaan. Maka obyek seni baliho iklan partai politik ini pun bermakna menjadi salah satu indikator budaya politik di Bali ataupun di Indonesia. Maka nilai estetika yang tercermin dari baliho iklan partai politik ini pun akan mencerminkan bagaimana estetika dalam budaya politik di Indonesia terutama di Bali. Baliho iklan partai politik ini dapat dimaknai dari dua sisi tergantung ruang lingkupnya. Pertama, baliho mempunyai makna cermin estetika sang calon anggota legislatif itu sendiri. Sedangkan yang kedua adalah pada
yakni kualitas, baliho partai politik cenderung menampilkan sosok calon anggota legislatif yang ditampilkan berbeda dengan sosok aslinya. Foto yang terpampang dalam baliho terlihat lebih muda, lebih putih dan sosok yang lebih indah dipandang. Pesan yang mau disampaikan pun beragam baik menjadi sosok yang religius, mengedepankan budaya dan adat istiadat. Ketatnya persaingan antar caleg, membuat caleg harus berpikir cerdas agar dapat menampilkan baliho yang berbeda dengan caleg lainnya. Akibatnya timbul beragam bentuk dan ragam baliho iklan politik. Lalu secara kuantitas, semakin banyak baliho yang dipasang oleh calon mencerminkan kekuatannya dalam hal dana kampanye dan menyimbolkan kekuatan dukungan yang telah ia peroleh. Hampir semua caleg berlomba-lomba menempatkan baliho dirinya di berbagai tempat. Ukuran baliho pun menjadi catatan tersendiri, apabila baliho semakin besar maka pesan yang sampai di benak masyarakat adalah sang caleg memiliki dukungan dana yang besar. Beragam aspek ini membawa makna yang berbeda di masyarakat. Foto yang berbeda dengan aslinya mempunyai makna caleg tidak percaya diri dengan apa yang telah ia miliki dan selalu berusaha memberikan citra yang baik. Lalu secara kuantitas, makna yang sampai di masyarakat yakni hanya bentuk pamer seberapa besar kekuatan dana dan kekuatan massa yang sang caleg miliki. Baliho ini dilihat secara estetika kurang mengindahkan estetika politik
tataran yang lebih luas, yakni mencerminkan estetika budaya politik antar partai politik hingga antar calon anggota legislatif di Indonesia. Dari beragam baliho yang terpajang saat kampanye pemilu legislatif lalu terdapat beberapa hal yang tertangkap secara estetika. Secara satu per satu
tetapi hanya menonjolkan estetika sang caleg itu sendiri. Baliho lebih banyak ingin menonjolkan keindahan dari sang caleg dengan tampilan dan dandanan yang unik dan semaksimal mungkin. Lalu dari sisi pandangan yang lebih luas, estetika dalam baliho iklan partai politik juga
8
Estetika Baliho Iklan Calon Legislatif .............. ( Ni Made Ras Amanda G) mencerminkan estetika budaya politik antar partai politik hingga estetika hubungan antar calon anggota legislatif di Indonesia. Perlombaan menguasai lokasi yang strategis dan saling berlomba mencari tempat dapat dianalogikan sebagai bentuk ingin menguasai posisi kursi politik di anggota dewan, akibatnya baliho iklan partai politik menyebabkan sebuah kesemrawutan. Kesemrawutan posisi baliho membuat pemandangan tidak lagi indah, nilai estetikanya pun berkurang. Banyak baliho yang sengaja dirusak oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Bahkan tak jarang banyak baliho yang tak segan-segan menutupi baliho kompetitornya. Hal ini mencerminkan satu hal yakni budaya politik di Indonesia belum dapat digolongkan sebagai budaya politik yang indah. Budaya politik di Indonesia masih berkutat pada penguasaan kekuasaan saja belum dapat bermain politik dengan indah. Perebutan tempat pemasangan baliho seakan-akan mencerminkan perebutan tempat tampuk kekuasaan. Rakyat seringkali hanya dijadikan alat bukanlah tujuan. Maka dari baliho iklan partai politik yang semrawut mencerminkan estetika budaya politik di Indonesia yang semrawut pula. 4.
PENUTUP Kampanye Pemilu legislatif 2009 lalu merupakan salah satu fenomena unik yang tidak dapat dilepaskan dari semarak perayaan pesta lima tahunan atau pemilu. Fenomena ini menarik untuk dicermati terutama melihat baliho partai politik dan calon anggota legislatif dipandang dari sisi estetika. Keputusan penetapan calon anggota legislatif berdasarkan suara terbanyak membawa gaya kampanye pemilu 2009 lalu berbeda dengan Pemilu 2004. Apabila sebelumnya yang turun dalam kampanye adalah
atas nama partai politik, kini seluruh calon anggota legislatif langsung ikut berlomba-lomba dalam kampanye. Implikasi yang dapat disaksikan oleh masyarakat adalah pada melimpahnya baliho yang menghias jalanan, perempatan hingga jembatan-jembatan. Lokasilokasi yang tergolong strategis langsung diserbu dengan baliho para calon anggota legislatif, bahkan seringkali bukan keindahan yang tercermin tapi kesemrawutan yang menganggu keasrian suatu daerah dan menjadi kawasan kumuh dan tidak sedap dipandang. Iklan politik terutama baliho dapat digolongkan dalam obyek seni. Bahkan baliho iklan parpol ini memiliki kekhususan obyek seni, obyek seni yang hanya muncul lima tahun sekali. Kekhususan lainnya adalah baliho sebagai obyek seni yang memiliki tujuan yang sama walaupun bentuk obyek seninya beranekaragam. Baliho sebagai hasil atau obyek seni pun membentuk budaya politik demokrasi yang unik pula. Seperti yang dikatakan Koentjaraningrat kesenian adalah salah satu unsur terpenting dari kebudayaan. Maka obyek seni baliho iklan partai politik ini pun menjadi salah satu indikator budaya politik di Bali ataupun di Indonesia. Maka nilai estetika yang tercermin dari baliho iklan partai politik ini pun akan mencerminkan bagaimana estetika dalam budaya politik di Indonesia terutama di Bali. Baliho iklan partai politik ini dapat dimaknai dari dua sisi tergantung ruang lingkupnya. Pertama, baliho mempunyai makna cermin estetika sang calon anggota legislatif itu sendiri. Sedangkan yang kedua adalah pada tataran yang lebih luas, yakni mencerminkan estetika budaya politik antar partai politik hingga antar calon anggota legislatif di Indonesia. Hal ini mencerminkan satu hal yakni budaya politik di Indonesia belum dapat digolongkan sebagai
9
Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01, Tahun 2010 budaya politik yang indah. Budaya politik di Indonesia masih berkutat pada penguasaan kekuasaan saja belum dapat bermain politik dengan indah. Perebutan tempat pemasangan baliho seakan-akan mencerminkan perebutan tempat tampuk kekuasaan. Rakyat seringkali hanya dijadikan alat bukanlah tujuan. Maka dari baliho iklan partai politik yang semrawut mencerminkan estetika budaya politik di Indonesia yang semrawut pula DAFTAR PUSTAKA Blocker, Gene H, Jennifer M. Jeffers, Contextualizing Aesthetics, Wadsworth Publishing Becker, Howard S., Art Worlds, 1982
10
Cangara, Prof. Dr. Hafied, Komunikasi Politik, konsep, teori dan strategi, PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2009 Danial, Akhmad, Iklan Politik TV; Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, LKIS, Yogyakarta, 2009 Maquet, Jacques, The Aesthetic Experience, Yale University Press, London, 1986 Parmono, Kartini, Horizon Estetika, Badan Penerbitan Filsafat UGM, Yogyakarta, 2009 Pawito PhD, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Jalasutra, Yogyakarta 2009 Tinarbuko, Sumbo, Iklan Politik dalam Realitas Media, Jalasutra, Yogyakarta, 2009