ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS
Oleh; Hendrikus
EndareS()~_dar,
55., M.Hum.
Tulisan ini dibuat sebagai sebuah kajian pustaka/penelitian pribadi yang tidak dipublikasikan. Pusat Kajian Humaniora, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Mengetahui:
Prof. Dr. Ign. Bambang Sugiharto Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Filsafat UNPAR
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Yang lIahi karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian pribadi yang berjudul ESENSI TUBUH: TINJAUAN FILOSOFIS. Penelitian pribadi ini berangkat dari ketertarikan penulis atas perkembangan pemahaman dan persoalanpersoalan filosofis tentang tubuh. Persoalan tentang apa itu tubuh bukanlah persoalan yang baru. Persoalan ini sudah menJadi salah salah satu persoalan l11endasar filasafat yang sudah mulai dibicarakan sejak abad ke empat sebelum masehi. Sampai sekarang pertanyaan tentang apa itu tubuh masih menjadi pertanyaan mendasar yang senantiasa relevan untuk dig ali. Oi katakan masih relevan karena eksistensi manusia salah satunya terkait dengan pemahaman dan pengalaman bertubuh. Oengan menelusuri perkembangan pemahaman tentang tubuh, penulis mencoba menggali apa yang menjadi esensi tubuh itu. Oi sinilah ditemukan berbabagai problem-problem filosofis
pemahaman tentang
tubuh. Penelurusan ini pada gilirannya menawarkan cara pandang, yang bisa jadi
berbeda dengan yang selama ini kita pahami tentang tubuh.
Semoga penelitian ini bisa
memperkaya khasanah pemahaman dan
pengalaman bertubuh. Bandung, Juni 2005 Penulis
jjj
DAFTAR 151 Him.
KAT A PENGANT AR ............................................................................... .
iii
DAFTAR 151......... ............... .
iv
Bab I: PENDAHULUAN .............. .................... '" ................................... .
1
A. Perumusan Masalah ................... .
1
B. Alasan dan Tujuan Penulisan ........................................................ .
2
C. Metode Pembahasan dan Sumber Data .... .............................. ........
3
D. Sistematika Pembahasan ....................... .................. .................. .....
4
Bab II Problem Tubuh dan Jiwa...... ............ ............ ....................... ..........
6
A. Teori-Teori Monisme .................................................................. .
8
1. Materialisme Eksrtrem ............................................................... .
9
2. Teori Identitas ................. .... ....... ........ ..... ....... .................. ........
12
3. Idea lis me ....... ' '" .......... .
13
4. Teori Dobel Aspek
15
5. Monisme Netral ...................... .
17
B. Teori-teori Dualistik ... ... ... ...... ........ ..... .........................................
18
1. Interaksionisme ......... .
19
2. Okasionalisme ........................... .
21
.....
3. Pararelisme Psikofisk ... ".
22
23
4. Epifenomenalisme ........ . C. Teori Duo Monisme .......... '" .............................................. .
24
D. Catatan Kritis .................. '" .............................................. .
26
iv
Bab III Lebih Jauh tentang Tubuh..... ...... ..... ............ .... ....... ... ..... ...... ...... 29 A. Apa itu Tubuh................................. ......... ...................................
29
1. Pandangan Plato .... ....... ... ... ... ...... ... .......... ............. .... ... ..... ....
29
2. Pandangan Aristoteles... .........................................................
31
3. Pandangan Thomas Aquinas ...... ... ... ... ... ......... ... ... .........
32
4. Tubuh Sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes).................
33
5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri Sendiri" dan "Tubuhuntuk-Yang Lain" (Sartre)... ... ... ... ... ... ... ... ... .... . ... ... ... .....
34
a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri ...... ....... .... ....... ...
35
b. Tubuh sebagai Berada-untuk- Yang Lain ........... ..... ............ 36 6. Pandangan Deepak Chopra... ... ... ..... ................ ..................
37
a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat.
38
b. Tubuh itu sendiri dari energi dan informasi ... ... ... ....
39
c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran ... ... .....
40
d. Impuls-impuls kecerdasan terus menerus menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya ........ .....
41
e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan ...
43
B. Catatan Kritis ... ...................... .................. ..... ...................
44
Bab IV Memahami Kembali Tubuh Kita ... ... ................................ .
48
A. Tubuh sebagai Materi ...................... .
........... ............... ...... 49
1. Karakteristik Tubuh ........................ .
49
2. Kekhasan Karakteristik Tubuh ....... .
50
v
B. Tubuh yang Hidup.............................................................. .........
52
1. Menembus dunia materi....... ........... .... ..... ........ ...... ...... .........
53
2. Tarian Penciptaan......... .........................................................
54
3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan............... ..............
56
Bab V Kesimpulan ........................... ..... .......... ............ ........ .......... .....
59
.........................................................
62
Daftar Pustaka .......... .
vi
BABI PENDAHULUAN
A. Perumusan Masalah Tubuh adalah bagian dari eksistensi manusia karena tubuhlah yang menjadikan manusia berada di dunia ini. Dengan tubuh manusia menjadi mahluk spasio temporal. la menempati ruang dan waktu. Sebagai mahluk spasio temporal ia memiliki bentuk material tertentu, berkeluasaan dan dapat dicerap dengan panca indera. Bersama jiwa ia membentuk satu kesatuan substansi yang disebut dengan manusia. Dalam perkembangan sejarah filsafat, tubuh ternyata menjadi salah satu tema sentral. Usaha untuk memberikan oemahaman tentang tubuh selalu beriring dengan perkembangan pemahaman tentang jiwa, suatu realitas yang dibedakan dari tubuh dengan karakteristik yang berlawanan dengannya. Sejak abad ke empat sebelum masehi problema tubuh dan jiwa sudah mulai
dibicarakan.
Plato
lah
(427-347
SM)
orang
pertama
yang
mempersoalkan tubuh dan jiwa dengan membuat pembedan di antara
L
keduanya. Pemahaman tentang tubuh ini tidak berhenti di sini. Para pemikir setelahnya
mencoba
mengembangkan
dan
menawarkan
pandangan-
pandangannya. Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descartes, Jean Paul Satre,
dan
Deepak
Chopra
adalah
beberapa
di
antaranya
(yang
ddikemukakan dalam tulisan ini). Monisme, dualisme, dan duo monisme adalah teori-teori yang sempat muncul dan berkembang yang mencoba memberikan gambaran tentang apa iatu tubuh dan bagaimana hubungan di antara keduanya. Setiap pemikiran yang muncul pasti mendapat tanggapan, baik yang sifatnya menentang, mendukung, atau mengembangkan. Sekarang ini tubuh dan jiwa dilihat sebagai satu kesatuan yang membentuk manusia.
B. Alasan dan Tujuan Penulisan. Pandangan-pandangan tentang jiwa dan khususnya tubuh (tema sentral penulisan yang dikemukakan para pemikir pada dasarnya merupakan suatu tawaran, bagaimana memahami tubuh itu. Pandangan-pandangan itu di satu sisi memang membrikan berbagai gambaran tentang tubuh yang mungkin semakin memperluas pandangan dan wawasan kita, di sisi lain pandangan-pandangan terse but mendorong kita
J
untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kita sendiri yang bisa jadi berbeda dengan yang diyakini selama ini. Oleh karena itu dengan menjadikan pandangan-pandangan tentang tubuh yang dikemukakan para pemikir sebagai bahan dasar penulis merasa terdorong untuk mencoba merumuskan kembali apa itu tubuh. Jadi tujuan pembahasan masalah ini adalah merumuskan kembali pmahaman tentang tubuh dengan tetap bertolak dri pemikiran-pemikiran yang sudah ada dan yang penulis anggap positif.
C. Metode Pembahasan dan Sumber Data Dalam rangka merumuskan kembali pemahaman tentang tubuh, penulis mencoba menggali literature-literature yang secara khusus berkaitan dengan pembahasan tentang tubuh. Berdasarkan data-data yang ada penulis menggunakan metode deskripsi ekspositoris untuk membahas permasalahan ini. Penulis mengangkat pemahaman-pemahaman tentang tubuh dari para pemikir, memberinya catatan-catatan kritis, membandingkannya satu dengan yang lainnya, dan mengangkat hal-hal yan penulis anggap sangat penting dan relevan dengan sisi-sisi ketubuhan. Bahan-bahan ini tentunya menjadi masukan yang sangat berarti dalam merumuskan kembali pemahaman
tentang tubuh. Dengan ini penulis menampilkan kembali sisi-sisi ketubuhan yang menu rut penulis sangat pentingdalam menghayati ketubuhan kita sebagai manusia yang karenanya kita mempunyai eksistensi. Untuk itu, saya menggunakan literature-literature yang secara khusus membahas tentang sisi-sisi ketubuhan. Selain itu penulis juga menggunakan ensiklopedi,
buku
sejarah filsafat,
dan kamus filsafat
untuk melihat
perkembangan pemikiran tentang tubuh. Bahan-bahan ini menjadi sumber yang berarti dalam usaha memahami kembali sisi-sisi ketubuhan.
D. Sistematika Pembahasan Diawali dengan mengemukakan latar belakang pembahasan tentang tubuh yang dikemukakan dalam bab I, tahap demi tahap penulis mencoba menggali dan merumuskan kembali pemahaman tentang ketubuhan. Berbicara tentang tubuh tampaknya tidak terlepas dari pemicaraan tentang jiwa, realitas yang dibedakan dan dilawankan dengan tubuh. Pemikiran tentang tubuh dan jiwa berkembang seiring dalam perjalanan sejarah filsafat. Oleh karena itu, pada bab II penulis menyoroti problema tubuh dan jiwa yang tam pi I dalam teori monisme, duolisme dan duomonisme. Dalam bab III, berdasarkan gambaran di atas, penulis secara khusus, membahas tentang tubuh itu sendiri. Ini dilakukan dengan menampilkan
beberapa pemikir yang konsern tentang itu. Pemikiran-pemikiran ini menjadi starting point sekaligus menjadi inspirasi dan dorongan untuk memahami kembali apa tubuh itu dan sisi-sisi ketubuhan apa yang penting. Ini penulis sajikan dalam bab IV. Akhirnya, dalam kesimpulan penulis menegaskan kembali beberapa hal yang penting berkaitan dengan sisi-sisi ketubuhan yang telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya.
BAB II PROBLEMA TUBUH DAN JIWA
"oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Pepatah
ini
mengingatkan kita pada pentingnya pemeliharaan kesehatan tubuh karena, berdasarkan ungkapan ini, tubuh yang sehat menjadi prasyarat jiwa yang kuat.
Pada kesempatan lain, dalam upacara pemberkatan jenazah, kerap
terungkap perkataan, "Semoga jiwanya bersitirahat dengan damal" atau ungkapan-ungkapan lain yang senada dengan itu. Perkataan ini diungkapkan di depan
sesosok jenazah yang tergolek tak berdaya dalam peti mati. la
yang tadinya disebut manusia, sekarang disebut sebagai jenazah. Kedua pernyataan, "oa/am tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuaf' dan "Semoga jiwanya beristirahat da/am
damal" mengandaikan suatu
anggapan bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa; dua istilah yang dibedakan satu sama lain. Umumnya orang tidak akan menolak anggapan ini. Munculnya pembedaan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani juga didasarkan pada anggapan ini. Namun, yang menjadi pertanyaan bagi kita sekarang adalah: Apakah tubuh dan jiwa itu? Apakah benar bahwa manusia itu terdiri dari tubuh dan
7
jiwa? Jika benar, sahih? Apakah
apakah
ada
pembedaan
di antara
pernyataan-pernyataan
yang
tubuh
dan jiwa
itu
hanya
berlaku bagi
tubuh atau jiwa saja? Apa dan bagaimana hubungan di antara keduanya? Manal,ala orang Illengatakan, "Saya lapar", apakah ini hanya berkaitan dengan kebutuhan tubuh (jasmani) saja tanpa adanya hubungan sama sekali dengan jiwa orang tersebut? Sebaliknya,
Illanakala orang mengatakan,
"Saya mencintai dia", apakah ungkapan ini hanya berkaitan dengan keadaan Jlwa orang tersebut dan sama sekail IIdak berhubungan dengan dlmensi kejasmanian?
Dengan kata lain, apakah ada keglatan, pengaiarnan, atau
pemyataan lis,;,a; (jasrnaniah) murnl'l 8egltu Juga halnya dengan keglatan, pengalaman, atau pernyataan mentalilas (k'''l,waan) seseo!ang Pertanyaan-penanyaan cii alas mengantar klta pad a persoalan tubuh dan jiwa yang peiik. Namun klta Jangan heran Pertanyaan-pp.rtanyaan kntls
ui atas bukanlah hal yang bam SeJak jaman dulu para filsuf sudah
j
Istilah fisikal dan mcntalistik mcrupakan tcrjcmahan dari pli)-,'sicalistic sfalemcnls dan mentolislic: .,,'Iafemenfs. "1/ is gen('ra/~v agreed fhal we can (/iSfll1glflSh two sort (~/ statements marie about people.
There are those s/afcllIen(s \1'/l1ch describe
(1
person's /JO(ZV, his !Jodi!V s{ales and
(h.~7)()SlflOlI,
and
('ven!s thol occur m and 10 his h()(~v. il IS charaClt!rJsflc (~lsllch statements tho! Ihey can be made 0/
any physical ol~jecl whatsoever. Then! arc, hmrel-'cr, ,)~tmelll('n!s that are madc excillsive~v abou! people. These .';tafemenfs descnlw !hough! and ./(?eil!1g, hope and fear, memories and expeclalion, mood and humors, features and pers()nn"~v and characlers, act (?/ deliberalinp" judging, and chosing. motlves ami in/ell/IOns, alld so on. illS to such fIlings as these that Ihe }1'Ord "mind" and
'-'mental" llS/la/~v reler" Kcdua istiiah illl digunakan lllltuk i11cmlxdakan pcristiwa, pcngaiamall. :Hau pcrnyataan yang bcrkaitan clcngan aspck jasmaniah scscorang dan pcrisliwa, rx:ngalaman, atau ~myataan yang ocrkaitan dcngan kcandaan mental. pikiran, atau kejiwaan scscorang. 13dk,Paul Edward (Editor ill ChicO, file i:Jlcyciol'edia u/ /Jhyiosophy. Volumc Sand 6, Macmillan and Free Pres, New York. 1972, him 336,
8
berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang pelik lersebu!. Lanlas bagaimana pertanyaan-pertanyaan di atas itu bisa dijawab? Tampaknya belum ada jawaban yang bisa memberi gambaran yang tuntas alas problema tersebut. Paling tidak setiap teori yang muncul itu tidak terlepas dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang belum bisa dijawab dengan lunlas. Namun demikian, secara umum ada tiga jenis leori melafisik yang mencoba memberikan jawaban atas persoalan lersebut yakni, leori monisme yang menolak adanya hubungan antara lubuh dan jiwa,
teori dualisme'
yang
mengakui adanya hubungan antara lubuh dan jiwa, dan duo monisme yang mencoba bersikap adil lerhadap keberadaan tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa dilihat sebagai satu kesatuan .
A. Teori-teori Monisme Kala monisme berasal dari bahasa Yunani, monos yang berarti tungga/ atau sendiri. Dari sini monisme dimengerti sebagai ajaran atau teori
yang mempertahankan bahwa dasar seluruh eksistensi adalah salu sumber. Realitas adalah satu dan yang lain adalah ilusi 3 Berkaitan dengan problema lubuh dan jiwa, teori monisme menolak adanya hubungan antara tubuh dan jiwa dan cenderung menekankan secara
::>
Pembagian teod l110nismc dan dualismc diambil dari 71u! Encyclopedia
338 . .1 Lih. Lorclls Bagus.
1-.:011111.1" J'liSO{ill.
0/ Philosophy,
ihid., him.
(Jmlllcdia Pustaka Utama. Jakarta. 19% . hIm. 669-671.
9
berat sebelah kesatuan eksistensi manusia. Yang termasuk ke dalam teori ini adalah Maleria/isme Ekslrem, Teori /denlilas, /dealisme, Teori Dobe/ Aspek, dan Monisme Neira/.
1. Materialisme Ekstrem Materialisme adalah ajaran yang menempatkan materi sebagai dasar realitas (dunia) dan melihat yang spiritual sebagai hal yang sekunder. la menekankan keunggulan-keunggulan material atas yang spiritual. Ajaran materialisme itu sendiri bermacam-macam namun pada umumnya selalu menempatkan materi sebagai realitas yang fundamental dan realitas yang lain tergantung padanya' Beberapa karakteristik atau pengertian berikut ini menunjuk pada paham materialisme.
Materi dan semesta sam a sekali tidak memiliki
karakteristik-karakteristik pikiran seperti, maksud, kesadaran, tujuan-tujuan,
-1
Ada ocbcrapa macam aliran dalam matcriaiismc. Mcnurut matcrialismc rasionalis, selumh kcnyataan
10
arti, arah, intelegensi, kehendak, dan dorongan; Tidak ada entitas-entitas nonmaterial seperti, roh, hantu, setan, malaekat. Pelaku-pelaku imaterial itu tidak ada; Tidak ada Allah atau dunia adikodrati. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dan aktivitas materi; Setiap perubahan (peristiwa, aktivitas) mempunyai sebab material dan pejelasan material tentang gejala-gejala merupakan satu-satunya penjelasan yang tepat. Segal a sesuatu dalam alam semesta dapat dijelaskan dalam kerangka kondisi-kondisi material (fisik)5. Pada tingkat ekstrem,
materialisme merupakan keyakinan yang
menegaskan bahwa dunia yang real itu adalah dunia yang terdiri dari bendabenda material. Tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran (roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak. Pada kutub ekstrem lainnya, materialisme merupakan keyakinan bahwa pikiran itu disebabkan oleh perubahan-perubahan material dan sama sekali tergantung pada materi. Menurut Thomas Hobbes, alam semesta adalah sebuah tubuh. Tidak ada bag ian dari alam ini yang bukan tubuh dan tidak ada bag ian dari alam ini yang berisi bukan tubuh. Semua perubahan, peristiwa dalam
S
- - _ .... Ibid, hJm. 594.
_
.......•..._ - - . -
11
alam ini, merupakan gerakan-gerakan tubuh
dan tidak ada sesuatu yang
bisa membuat gerakan tanpa berhubungan dengan tubuh yang bergerak lainnya6 Sementara itu, Julien Offray de la Mettrie pernah mengungkapkan bahwa manusia adalah sebuah mesin atau "mekanisme tak berjiwa". la mencoba memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi organisme manusia dapat dijelaskan dalam kerangka d'Holbach meyakini adanya
prinsip-prinsip mekanis. Paul Heinrich Dietrich pikiran
dan
perasaan, tetapi bersifat fisikal.
Bahkah Pier€! Cabanis, seorang dokter Prancis mengakui bahwa pikiran itu merupakan produk dari otak. Otak itu mengeluarkan pikiran seperti hati mengeluarkan empedu' Senada dengan ini, Karl Marx mengungkapkan, gambaran
atau
pikiran manusia itu masih tam pi I atau muncul sebagai
emanasi lang sung dari perilaku material mereka B Berangkat dari pemikiran materialisme ekstrem, manusia itu tidak lain adalah realitas material atau fisikal belaka. Yang namanya perasaan atau pikiran itu hanyalah produk gerakan tubuh manusia. Dengan demikian dimensi kejiwaan atau spiritual manusia itu tidak ada. Semua ditentukan oleh gerakan fungsi-fungsi organisme manusia.
6
1 8
Bdle Paul Edward (Editor in Chief), 71Je Encyclopedia of Phy/osophy, Volume 5 and 6, 7/,e le"cyc/opedia 0/ Philosophy. op.cil.• him. lSI. Ibiil.. him. 339. Ibid
12
2. Teori Identitas
Teori Identitas merupakan versi dari materialisme yang populer menjelang akhir abad ke-19 (Materialisme Kontemporer). J.J.C. Smarth, H. Feighl, dan G. Th. Fechner adalah beberapa tokoh materia lis kontemporer yang mengajukan dan mempertahankan teori ini. T eori Identitas memandang jiwa dan tubuh sebagai dua aspek atau bentuk yang kelihatan dari suatu realitas yang unik yang tidak dapat dikenal dalam dirinya9 Peristiwa-peristiwa diandaikan secara logis saling serasi dalam suatu pola paralel yang ketal. Para penganut teori identitas menggunakan pembedaan filosofis antara arti signifikasi dan referensi, atau konotasi dan denotasi untuk menyatakan bahwa ekspresi-ekspresi mentalistik dan fisikal berbeda dalam arti signifikasi atau konotasinya tapi akan muncul sebagai sebuah fakta empiris yang mengacu atau menunjuk pada hal yang satu dan sama yaitu fenomena fisikal. lO Salah satu contoh sederhana yang bisa menjelaskan identitas ini adalah air dan H20
Air dan H2 0 menunjuk pada benda yang
sama. Dalam konteks ini penemuan Identitas bukanlah penemuan filosofis semata tapi sebagian merupakan penemuan empiris. Sebagai teori empiris,
<)
lfl
I jll. Lorens Bagus, op.eil .• him. 1127. 13dk. Paul Edward (Editor in Chief) 711(> FIIGJ'clopedia (~( Philosoph}}, Volume .5 and 6. op. cif. , hIm. 339.
13
teori
identitas
membuat
hipotesis
bahwa
setiap
kegiatan
mental
partikular itu terjadi jika dan hanya jika beberapa gerakan partikular terjadi. Bedasarkan pandangan
ini,
setiap perilaku manusia tidak bisa
dikategorikan secara tegas sebagai perilaku material atau perilaku kejiwaan semata tetapi mengandaikan adanya kesejajaran di antara keduanya. Teori
Identitas
tidak
terlepas
dari
keberatan-keberatan
serta
pertanyaan-pertanyaan kritis. Bagaimana tubuh dan jiwa tampil sebagai dua bentuk atau dua aspek dari suatu realitas tidak dijelaskan dengan gamblang. Sulit untuk memahami yang materi tampil sebagai yang roh dan yang roh tampil sebagai yang materi.
Berdasarkan teori identitas, pengalaman-
pengalaman rohani memiliki kesejajaran yang ketat dengan
peristiwa-
peristiwa material. Padahal, pada kenyataannya, kehidupan mental itu berlangsung terus tanpa bekerjasama secara internal dengan yang materi. Begitu pula, dunia yang tidak sadar bekerja tanpa kesadaran akan yang materi. "
3. Idealisme Istilah idealisme pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz pada awal abad ke- 18.
Istilah ini ditujukan
pad a pemikiran Plato yang
dilawankan dengan materialisme Epikuros. Di sini idealisme menunjuk pada
II
Lih. Lorcns Bagus, op.eil., him. 1127.
14
filsafat-filsafat yang memandang bahwa hakekat realitas adalah yang mental atau ideasional itu. 12 Idealisme memandang alam semesta sebagai penjelmaan pikiran. Seluruh realitas bersifat mental, spiritual, dan psikis Materi itu tidak ada. Realitas ini dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti, pikiranpikiran, diri, roh, ide-ide mutlak dan bukan berkenaan dengan materi. Idealisme sendiri tampil dalam beberapa tipe. Scheling memberi nama
idealisme subjeklif pada filsafat Fichte. Alasannya, menurut Fichte dunia merupakan postulat subjek yang memutuskan. Scheling sendiri menamakan filsafatnya pada pertengahan idealisme objektif. Menurutnya, alam itu tiada lain adalah intelegensi yang kelihatan. Berkeley juga termasuk dalam bilangan ini. Menurut Kant pengalaman langsung tidak dianggap
sebagai
benda dalam dirinya sendiri. Ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. la menyebut pandangannya Idealisme transendental. Ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. Ada idealisme epistemologis yang berpandangan bahwa kita membuat kontak hanya dengan ide-ide atau pada peristiwa manapun dengan entitas-entitas psikis
Descartes dan Lock
digolongkan dalam idealisme tipe ini13 Descartes menemukan bahwa realitas yang sejati adalah eksistensi pikiran manusia
Senada dengan itu Berkeley menegaskan bahwa pikiran-
~~---~---
" Ihid. him. 300. !1 Ihid.. him. 301.
15
pikiran dan persepsi atas pikiran-pikiran ini hanyalah hal yang muncul sebagai yang dipersepsi atau yang mempersepsi. Oleh karena itu, objekobjek fisik hanya ada dalam pikiran sebagai kumpulan-kumpulan persepsi14. Salah satu konsekuensi logis dari paham ini adalah bahwa setiap dimensi ketubuhan (kejasmanian) manusia itu bukanlah realitas yang asli. Mereka tidak lain merupakan penjelmaan pikiran. Dengan demikian, paham ini hanya mengakui dimensi kejiwaan manusia saja.
4. TeoriDobelAspek Berbeda dengan tiga teori di atas, adCl flClfCl filsuf yang memandang bahwa yang mental (yang rohani/batiniah) dan yang fisikal secara sederhana merupakan aspek-aspek dari suatu benda dimana benda itu sendiri bukan yang mental maupun yang fisikal. Pandangan ini disebut teori dobel aspek. Salah satu filsuf terkenal yang menganut faham ini adalClh Benedict de Spinoza
la menyatakan bahwa manusia dapat dipahami sebagai suatu
benda yang berkeluasan, jasmaniah, dan sama baiknya, sebagai benda yang berpikir meskipun kedua karakteristik ini secara bersama-sama tidak bisa diterapkan Kedua karakteristik yang berbeda ini tidak dimaksudkan sebagai milik atau sifat yang berbeda dari manusia tetapi lebih pada gambaran yang penuh dalam kategori-kategori yang berbeda.15
l·1
"
Belk. Paul Edward (Editor in Chief). Jlle Filcyclopedin q( PhyJosoph.'~/, Volume .5 and 6, 'Jhe Encyclopedia (?rphilo.\,'()p/~v, op.cit., hIm. 319. Ihid., hint 340.
16
Bagi Spinoza substansi itu merupakan substansi yang ada dalam dirinya sendiri dan dipahami melalui diri sendiri. Substansi ini bisa dipahami secara bebas dalam konsep apapun. Substansi itu bisa dipahami bukan dalam arti bisa diimajinasikan karena imajinasi itu sangat rendah dan tak dapat dipercaya dalam kualitas pengalaman dan pengetahuan. la bisa dipahami dalam arti mampu dipikirkan tanpa kontradiksi karena bagi Sinoza, apa yang dapat ada dalam dirinya sendiri dan apa yang dapat dipahami melalui dirinya sendiri adalah yang satu dan sama Oleh karena itu, mengetahui apa yang dapat dan harus dipikirkan berarti mengetahui juga apa yang dapat dan harus ada '6 Berdasarkan teari dabel aspek, setiap perilaku manusia itu bisa dipahami sebagai perilaku yang fisikal atau yang rahani namun tidak bisa dipahami secara bersamaan. Dengan demikian manusia itu bukan realitas yang sekaligus fisikal dan rohaniah. Manusia tidak bisa dikatakan terdiri dari tubuh dan jiwa Ada kekaburan yang muncul dalam teori ini. Teori ini tidak memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang mendasari kesatuan yang mengakui adanya berbagai aspek dari kesatuan itu. Selain itu apa sebenarnya aspekaspek itu, tidak gamblang juga.
1(,
Sdk. Paul Edward (Editor in Chief). 'lhe Jol1n-dopedia a/Philosophy, Volume 7 and 8. New York. 1972. him. 534.
17
5. Monisme Netral
Secara umum teori monisme netral melihat keadaan
proses mental
dan material sebagai akibat hubungan timbal balik di antara entitas-entitas yang ada secara netral, tidak bersifat mental maupun material.'7 Pikiran dan kejasmanian dipahami sebagai buntelan/kumpulan yang kompleks yang menyusun benda yang sama. Perbedaan antara pikiran dan tubuh dilihat tidak terletak dalam sifat dari unsur pokok atomik tetapi merupakan jenis-jenis yang berbeda dari suatu buntelan/kumpulan dari benda yang sama'"' Dengan Bundles Teory-nya (teori buntelan), David Hume membela monisme netral. Menurut Hume, pikiran-pikiran dan tubuh merupakan buntelan/kumpulan persepsi-persepsi. la menganggap tubuh itu sebagai suatu buntelan atau kumpulan persepsi dimana persepsi-persepsi tersebut memiliki konsistensi dan koherensi yang kita sebut sebagai tampilan-tampilan dari benda yang satu. Senada dengan pandangan ini Wiliam James menyebut bahan yang netral itu sebagai pengalaman yang murni. Ernst Mach menyebut entitas-entitas netralnya sebagai sensasi-sensasi.
A.J.
Ayer
membela monisme netral ini dengan menyatakan bahwa pernyataanpernyataan yang berkaitan dengan
17 18
mental
dan
kejasmanian
dapat
Bdle Lorens Bagus, op.cit.. hllll 672. Bdk. Paul Edward (Editor in Chief). ille i:llcvc/opcdw o/Philosophy Volume 5 and 6, op.ciL him. 340.
18
diterjemahkan ke dalam pernyataan-pemyataan bermuatan perasaan. '9 Berangkat dari teori ini, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa itu merupakan kumpulan atau buntelan yang menyusun manusia. Tubuh dan jiwa, berdasarkan pandangan Hume di atas, tidak lain adalah tampilantampilan dari suatu benda yang satu dan netral; dalam hal ini bisa disebut manusia. Teori monisme netral mencoba memberikan gambaran relasi tubuh dan jiwa secara beda dari teori-teori sebelumnya. Teori monisme mengakui keberadaan tubuh dan jiwa pada manusia. Namun, tubuh dan jiwa itu bukan realitas yang asli. Tubuh dan jiwa hanyalah merupakan tampilan dari benda yang
dan satu sama. Teori ini membawa persoalan atau keberatan
tersendiri. Ketidakjelasan pemahaman entias-entitas yang netral adalah salah satunya. Berdasarkan teori ini entitas-entitas netral itu harus mampu menjadi elemen-elemen dari pikiran dan objek-objek diluar pikiran pada saat yang sama. Bagaimana setiap benda bisa menjadi netral?
B. Teori-Teori Dua!istik Teori-teori dualistik umumnya merupakan pandangan-pandangan yang menegaskan eksistensi dari dua bidang yang terpisah; tidak dapat
19
Ibid.
19
direduksi, misalnya, tubuh dan jiwa, yang adikodrati dan yang kodrati, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan ZO Dalam konteks problema tubuh dan jiwa, teori-teori dualistik mau menegaskan bahwa ekspresi-ekspresi mental dan fisikal itu dibedakan tidak hanya
dalam
pengertiannya
tapi
juga
dalam
acuannya.
Ada
yang
mengatakan bahwa yang mental dan yang fisik itu merupakan dua substansi yang berbeda.Ada yang mengatakannya sebagai jenis-jenis kegiatan yang berbeda. Ini semua dapat kita lihat dalam
interaksionisme, okasionalisme,
paralelisme, dan ephifenomenalisme yang akan kita bicarakan lebih lanjut.
1. Interaksionisme Interaksionisme adalah suatu
pandangan yang mengatakan bahwa
kegiatan-kegiatan mental kadang-kadang menyebabkan kegiatan-kegiatan jasmaniah; begitu juga sebaliknya. Kaum interaksionisme, misalnya, akan mengatakan bahwa perasaan itu
bisa menyebabkan orang menggerenyit,
perasaan membuat orang gemetar, kilatan cahaya menimbulkan imaji tertentu, lagu menyebabkan seseorang mempunyai perasaan atau kenangan tertentu, atau rangsangan otak elektris menyebabkan memiliki pikiran-pikiran tertentu. Dengan kat a lain, fisikaL
20
Lill. Lorcns Bagu~ hIm. 174.
ada
interaksi antara yang mental dan yang
20
Descartes, dengan dualismenya, menunjukkan interaksionisme dalam formulasi yang klasik. 21 Menurut Descartes dunia ini terdiri dari dua jenis substansi, res cogitans dan res extensa (substansi mental dan badaniah). Esensi dari substansi mental adalah sesuatu yang berpikir sedangkan substansi badaniah adalah keluasan. Berdasarkan pandangan ini, manusia itu tersusun atas dua substansi terse but. Dua substansi yang dibedakan satu dengan yang lainnya secara intim
mengkombinasikan
kegiatan
mental
dan
kegiatan
jasmaniah
sedemikian rupa sehingga yang satu mempengaruhi yang lain. Jadi, di dalam manusia itu ada "dua sUbstansi yang membentuk sistem tunggal dari komponen-komponen yang berinteraksi secara mutual"" Pandangan ini menimbulkan dua keberatan besar yang muncul sebagai konsekuensi pembedaan yang tajam antara yang mental dan yang fisikal.
Pertama,
interaksionisme
memaksa
kita untuk menolak
prinsip fisikal dari konversi materi dan energi karen a energi fisikal akan hilang
manakala
kegiatan
fisikal
menghasilkan
pengaruh-pengaruh
mental dan akan mendapatkannya
manakala kegiatan mental menghasilkan
peru bah an
mental
fisikal. Kedua,
yang
dan
yang jasmani itu tampak
terlalu berbeda dihubungkan secara sebab akibat. Karena yang mental dan
21
22
Bdk. Paul Edward (Editor in Chic!), '!he 1','l1cycll1pedia of Philosoph}'. Volume 5 and 6, op.cit.. him. 341. Ibid.
21
yang fisikal mempunyai essensi yang sangat berbeda, sulit untuk memahami bahwa perubahan yang satu berasal dari yang lain.
2. Okasionalisme
Okasionalisme dicanangkan oleh kelompok idealis pada abad ke-17 yang hendak menjelaskan interaksi yang tidak dapat disingkapkan antara tubuh dan jiwa yang muncul akibat dualisme.23 J. Clauberg, A. Geullincx, dan Malebrance adalah beberapa tokohnya. Okasionalisme memandang kegiatan timbal-balik
yang tampak dari
pikiran dan tubuh itu disebabkan oleh suatu campur tangan Allah. Ketika terjadi perubahan daiam yang satu (pikiran atau tubuh) Allah menghasilkan perubahan yang sepadan pada bag ian yang lain. Menurut Malebrance, setiap kali jiwa menyetujui tindakan tertentu, Allah menggerakkan tubuh. Allah memberikan kesadaran modifikasi fisik kepada jiwa manusia.24 Dalam okasionalisme pikiran dan tubuh dilihat sebagai dua realitas yang terpisah dan terpilah-pilah yang begitu berbeda dalam jenisnya sehingga keduanya tidak dapat bereaksi secara sebab akibat. Masingmasing berfungsi menurut hukum-hukumnya sendiri. Oi sini Allah membuat kegiatan-kegiatannya saling berkait secara bersamaan. Sebagai contohnya,
""'1
.
.
". Llh. Lorens Bagus. op.cII., hl111. 735. " Ibid, him. 736. .
22
ketika orang hendak mengambil sesuatu, Allah menyebabkan orang itu menggerakkan tangannya sebaliknya,
ketika
sepadan dengan terjadinya kehendak, atau
seseorang
berpikir
tentang
sesuatu,
Allah
telah
menghasilkan pikiran itu pada saat terjadinya gerakan fisikal yang sepadan. Berdasarkan pandangan ini, Allah menjadi
perantara sekaligus
penggerak setiap kegiatan manusia baik mental maupun fisiko Kegiatan Mental maupun fisik berjalan masing-masing tanpa adanya hubungan sebab akibat.
Munculnya
kesepadanan
pihak
ketiga
(Allah)
yang
menjadi
"perantara"
perilaku mental dan fisikal membuat teori ini tidak logis.
Keberadaan Allah patut dipertanyakan.
3. Pararelisme Psikofisik Pararelisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa kejadian-kejadian mental dan fisikal dikorelasikan dalam sebuah cara yang teratur tanpa adanya hubungan sebab akibat baik secara langsung maupun tidak. Motif utama teori ini adalah menentang ketidakjelasan hubungan kausalitas antara kejadian mental dan fisikal Teori ini menawarkan suatu pemecahan atas problema psikofisik yang timbul tak terelakan lagi berkenaan dengan mekanistis jiwa yang bukan jasmani dengan tubuh yang fisikal Bagaimana dua kejadian yang sangat
23
berbeda (yang mental dan yang fisikal) saling mempengaruhi? Bagaimana hubungan yang non kausal ini bisa dipahami? Leibniz, salah satu penganut teori ini, menawarkan sebuah model dengan mengangkat teori okasionalisme tapi dengan membuat mekanisme yang sempurna yang disepadankan atau diserempakkan oleh Allah pada sumbernya sehingga dengan pra-keserasian yang ditentukan ini, kejadian mental dan fisikal tetap berjalan secara harmonis tanpa intervensi lebih jauh dari Allah. Inilah yang dimaksud Leibniz dengan mekanisme sempurna tanpa adanya hubungan sebab akibat25 Berpegang pada pandangan ini maka setiap tindakan manusia itu (baik mental maupun fisik) diatur oleh mekanisme yang sangat serasi yang telah ditetapkan Allah sebelumnya. Tidak ada relasi di antara perilaku mental dan fisikal karena masing-masing berjalan sendiri menurut mekanisme itu.
4. Epifenomenalisme Berbeda dengan pararelisme, epifenomenalisme memandang kesadaran sebagai efek insidental proses-proses saraf dan bukan suatu sebab 26 Kesadaran (pikiran)
" :26
merupakan epifenomen (hasil
ikutan,akibat) yang
B(U" Paul Edward (Edilor in Chief), '/1'l? ["l1cye/opedia ,,(Philosophy, Volume 5 and 6, op.cit., him. 342. lhid, h1m. 343.
24
disebabkan oleh proses serebral (otak) tertentu. Kesadaran ini tidak mempengaruhi tubuh
tetapi berada dalam
keadaan netral pasif dan
kesadaran yang satu tidak mempengaruhui keadaan sadar yang lainnya. Analogi berikut ini bisa memberikan gambaran epifenomenalisme. Bayangan yang ditimbulkan oleh tubuh tidak mempunyai pengaruh kausal atas tubuh atau atas bayangan lain. Begitu juga dengan kesadaran. Kesadaran ditimbulkan oleh otak namun tidak mempengaruhi otak. Dengan demikian hubungan kausal hanya berlangsung satu arah: dari tubuh ke pikiran sehingga kejadian mental hanyalah efek dari proses otak tertentu. Epifenomenologis tiada lain adalah dualisme yang menegaskan kejadian mental secara khusus tapi membuat kejadian ini tergantung penuh pada kejadian-kejadian fisikal.
Jadi,
kejadian-kejadian fisik merupakan
fenomena yang utama sedangkan yang mental hanyalah efek dari fenomena utama ini.
c. Teori Duo Monisme Di antara teori-teori yang sudah dibicarakan tampaknya teori duo monismelah
yang melihat relasi antara tubuh dan jiwa dengan lebih adil.
Teori duo monlsme Aristoteles.
merupakan teori hi/omorfisme yang berasal dari
Teori ini memandang tubuh dan jiwa sebagai
dua "substansi
yang tidak lengkap" dilihat dari titik pandang eksistensial keduanya. Jiwa dan tubuh tidak hanya saling mempengaruhi kegiatan-kegitan aksidental tapi bergabung bersama dalam eksistensi substansialnya untuk membentuk totalitas yang satu, yang hid up, serta lengkap2? Dari
kesatuan
substansial
jiwa
dan
tubuh
kita
sampai
pada
pemahaman metafisik tentang fakta-fakta yang dikenal secara empiris yaitu di satu sisi bahkan kegiatan rohani manusia pun dikondisikan oleh eksistensi material dan di sisi lain pengalaman rohani secarah naluriah mengungkapkan dirinya dalam tubuh. Bagi Aritoteles jiwa adalah prinsip penentu, prinsip pembentuk. Jiwa mengangkat sUbstansi parsial, prinsip material untuk mengambil bagian dalam eskistensi dari suatu kesatuan yang hidup. "Menurut pandangan yang lebih moderat mengenai hilemorfisme, prinsip material ini mempertahankan diri dengan determinasi-determinasi fisik-kimiawi, dan jiwa yang mampu memberi bentuk hanya memberikan eksistensi yang hidup spesifik2B Bagi Thomas Aquinas dan para penganut hilemorfisme yang lebih ketat, dan barangkali menurut Aritoteles, selain bentuk Uiwa/forma) hanya ada suatu prinsip pasif belaka (materi pertama), yang tidak memiliki seluruh determinisme dan seluruh eksistensi. Prinsip pasif ini muncul hanya melalui
" LIt '1 Lorens Bagus, op.cit., hllll. 1128. .. " Ibid, him. 1129.
26
bentuk demi partisipasi dalam eksistensi dan dalam ada yang hidup. Kedua pandangan
skolastik
ini
bertumpu
pada
pertimbangan-pertimbangan
metafisik dan empiris29 . Keutuhan eksistensi manusia yang belakangan ini digarisbawahi oleh antropologi modern, empiris menemukan dasarnya dalam duo monisme.
D. Catatan Kritis Usaha-usaha untuk memahami
dimensi kejiwaan dan kejasmanian
manusia yang tampil dalam berbagai teori di atas menunjukkan betapa rumitnya persoalan itu. Melalui teori-teori yang tampil ke permukaan orang bersikeras untuk memahami dan menggambarkan pribadi manusia yang diyakini memiJiki dimensi kejiwaan dan kejasmanian. Ternyata usaha-usaha tersebut meninggalkan daftar pertanyaan yang belum bisa terjawab dengan tuntas Tidak heran jika Louis Leahy
melihat manusia sebagai sebuah
misteri. fa menyimpulkan, pribadi manusia adalah mahkluk yang paradoksal. Salah satu paradok yang dikemukakan ialah kesatuan roh dan badan itu sendiri.3J Tampaknya pembedaan dimensi kejiwaan dan ketubuhan manusia begitu lama dan kuat tertanam dalam pikiran kita sehingga sufit untuk
29 30
Ibid. Bdk. Louis Leahy, SJ., A1anu,via, sebuah /viisleri, .Sinlesa Filo,w?/is ten lang Afahkluk Paradoksa/,
PT Gramcdia Puslaka Ularna, Jakarta, 1993, hIm. 266-267.
27
melihatnya sebagai
satu
kesatuan (teori duo
monisme).
Kata
"kesatuan" itu sendiri tampaknya masih membingungkan. Bagaimana bisa memahami dimensi kejiwaan dan ketubuhan
(dua prinsip yang sangat
berbeda) sebagai satu kesatuan? Pertanyaan
ini
betapa
kuatnya
Poerwadarminta,
konsep
dual is me
"kesatuan"
ala
berarti
mungkin menunjukkan
Cartesian.
Menurut
W.J.S.
keesaanlketunggalan
atau
keseutuhan 31 . Tampaknya teori duo monisme lebih melihat tubuh dan jiwa sebagai keseutuhan. Memang sudah saatnya melihat tubuh dan jiwa itu sebagai satu kesatuan. Badan bukanlah
wadah atau bahkan menjadi penjara bagi jiwa
seperti yang diyakini Plato dan jiwa bukanlah suatu substansi yag terpisah dari badan ala dualisme Cartesian. Munculnya pembedaan antara "tubuh" dan "jiwa" bukan berarti membuat pemisahan Hubungan tubuh dan jiwa hendaknya dilihat menurut tipe susunan bukan penjajaran. Inilah yang dianjurkan oleh Louis Leahy. "Dalam manusia materi dan jiwa tersusun menurut skema umum dari apa yang ditentukan dan apa yang meneniukan. Semua un sur badaniah/organis diorganisasikan dan dientukan secara spesifik dan bersatu berkat suatu "bentuk", suatu "ide" yang mereka jelmakan dan mereka perlihatkan yaitu gagasan manusia,,32 3l
32
Lilt W.1.S. Pocrwadanninta. Kamlls {/ll//llJI Bahasa Illdocnsio. PN Balai Pustaka. Jakarta. 1982, hIm. 876. Lill Louis Leahy, ST. ,\liSleri Kcmation. PT Gramcdia Pustaka Utama, Jakarta, J996, hIm. 63.
28 .
Problema tubuh dan jiwa, seperti yang dipaparkan di atas, lebih menunjukkan persoalan-persoalan serta pola-pola hubungan antara tubuh dan jiwa. Paparan ini mengantarkan kita pada pertanyaan lebih lanjut yakni, apakah tubuh dan jiwa itu? Persoalan inilah yang akan dibicarakan dalam bab berikutnya.
BAB III LEBIH JAUH TENT ANG TUBUH
A. Apa itu Tubuh ?
Paparan tentang problema tubuh dan jiwa, secara tidak langsung, telah memberikan gambaran sekilas tentang apa itu tubuh dan jiwa
Tubuh
itu dilihat sebagai materi dengan sifat kejasmaniannya yang bisa dicerap dengan panca indra. Sementara itu jiwa dilihat sebagai suatu kesatuan substansial yang sifat-sifatnya bisa dijelaskan dengan memperlawankannya dengan
yang materi yakni, tidak berkeluasan, dan tidak dapat dicerap
dengan panca indera, Aktivitas kejiwaan
kerap digambarkan sebagai
kegiatan mental. Bagian ini secara khusus
akan memaparkan tubuh itu sendiri. Apa
itu tubuh? Bagaimana karakteristiknya? Pemaparan ini didasarkan pada pandangan para pemikir besar,
1. Pandangan Plato
Adalah Plato yang pertama kali membedakan tubuh dari jiwa Pandangan ini tampaknya berkaitan dengan pandangannya tentang realitas, Menurut Plato, realitas itu terdiri dari dua dunia: dunia jasmani atau indrawi
30
dan dunia idea33. Plato tidak melihat manusia sebagai satu-kesatuan tubuh dan jiwa. Dalam Alcibiades I, dialog antara Socrates dan Alcibiades, terungkap bahwa tubuh itu dibedakan dari jiwa. Dalam dialog itu Socrates menegaskan bahwa tubuh dan jiwa itu berbeda. la menganalogikan perbedaan tubuh dan jiwa dengan seseorang yang menggunakan at au memakai suatu benda. Dikatakan bahwa perbedaan tubuh dan jiwa itu seperti halnya orang yang memakai suatu benda atau alat yang dibedakan
dengan benda itu
sendiri 34 Dalam hal ini jiwalah yang menggunakan dan mengatur tubuh. Tubuh itu sendiri tidak dapat mengatur dirinya sendiri. Dalam Phaedo, Plato menunjukkan bahwa jiwa bukanlah epifenomena belaka dari tubuh.
sebuah
Jiwa bukanlah sebuah harmoni tapi
merupakan substansi. Dalam dialog itu Simmias menganggap bahwa jiwa itu hanyalah harmoni dari tubuh dan akan binasa jika tubuh itu binasa tapi Socrates menegaskan bahwa jiwa itu dapat mengatur tubuh dan hasrathasratnya. Oleh karena itu, akan menjadi absurd jika mengaggap jiwa yang dilihat sebagai sebuah harmoni belaka dapat mengatur tubuh.35 Plato rupanya memandang tubuh begitu negatif. Tubuh dilihatnya sebagai wadah atau penJara bagi jiwa "Jiwa merupakan suatu substansi
:B 3·1
"
Bdk . Dr. Kees Bertens. Sejarah l-ilsaJili )'ullalli, Kanisius, 1975, hlml07 Bdk. Antoni Flew, /Jodv. Milld. alld lJeath, Macmillan Publishing CO. me. USA. him. 35-37. Bdk. Federick Copleston, S.1., ;I His!OIY of Philosophy, Book I, Image Books, New York, 1985. him. 207.
31
yang untuk sementara waktu tertutup di dalam badan
seperti di dalam
sebuah penjara dan yang dapat menjadi dirinya secara sempurna hanya setelah dia keluar dari badan itu,,36 Oi sini kematian dilihat sebagai proses pembebasan jiwa dari tubuh 3l
2. Pandangan Aristoteles Oualisme Plato ternyata ditolak oleh muridnya sendiri, Aristoteles. Aristoteles tidak menyangkal bahwa tubuh dan jiwa adalah dua realitas yang berbeda. Namun ia melihat bahwa manusia itu merupakan sesuatu yang satu (substansi). Bagi Aristoteles tubuh itu memiliki vitalitas. Tubuh dikatakan memiliki vitalitas dalam arti bahwa tubuh itu bisa memelihara dirinya, tumbuhl berkembang, dan mengalami kehancuran36 .
Karena tubuh itu memiliki
vitalitas, jiwa bukanlah tubuh itu sendiri. Tubuh bukanlah salah satu faktor yang ada dalam sebuah subyek. Tubuh itu sendiri merupakan sebuah subyek dan mater(~) la menjadi "subyek" dari jiwa. Jiwa dikatakan sebagai sebuah substansi dalam arti sebagai suatu prinsip khusus dari sebuah tubuh fisik yang hidup. Oengan kata lain, jiwa
36
Lih, L. .ouis Leahy, AIanusia, ')'ebllah ,\Ii.-;leri. op.cif.,hlm.55.
37
[Jd1, Antoni Flcw, op.cil., hlm.45.
"Ibid, hlm.77. 39 Ibid
32
merupakan
"aktus" pertama dan utama dari
sebuah
tubuh fisiko
Louis
Leahy melihat jiwa (yang diyakini Aristoteles) sebagai prinsip konstitutif yang esensial dari mahluk hidup. Jiwa "menstrukturkan" tubuh menjadi sesuatu yang hidup, dinamismenya yang primordial yang mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan hidup.40 Dengan demikian, seperti yang diyakini Aristoteles, tubuh dan jiwa itu secara esensial berhubungan. Jiwa bukanlah bagian dari tubuh atau sama dengan tubuh karena jiwa bukanlah tubuh. Namun demikian jiwa itu membutuhkan tubuh meskipun secara esensial berbeda dengan tubuh. Jiwa bukanlah tubuh karena jiwa itu bukan materi tetapi secara esensial melibatkan tubuh karena jiwa merupakan aktualitasnya 41
3. Pandangan Thomas Aquinas Pandangan Aristoteles didukung dan dikembangkan oleh Thomas Aquinas. 8agi Thomas Aquinas, seperti halnya ditegaskan oleh Aristoteles, jiwa bukanlah sebuah tubuh tapi sebuah substansi 42 Jiwa merupakan prinsip pertama dari kehidupan dalam setiap benda-benda yang hidup 43. Thomas Aquinas menegaskan bahwa tidak setiap prinsip tindakan vital itu merupakan sebuah jiwa karena kalau demikian mata pun bisa
.11) Lilt L·ouis Leahy, Xfal1l1sia, S'ebuah "\fisreri, ap.cit., h1m. 54 . ." Bdk. Antoni Flew, op.cit., hlm79 . ." Ihid., him 101-102. 43 Thomas Aquinas mcnycbut ocnda-bcnda hidup itu animate. <.tm bcnda-bcnda yang tidak mcmiliki kehidupan. inanimate Ibid., him. 101.
33
menjadi sebuah jiwa; jiwa sebagai sebuah prinsip penglihatan. Yang disebut dengan jiwa adalah prinsip pertama dari kehidupan.
Jiwa bukanlah tubuh
melainkan sebuah tindakan tubuh. Jiwa dilihatnya sebagai sebuah prinsip yang bukan badaniah (incorperea0 dan memiliki eksistensi (subsistent).
44
4. Tubuh sebagai Sistem Mekanis (Rene Descartes)
Pandangan Aristoteteles yang di kemudian hari didukung dan dikembangkan oleh Thomas Aquinas
tampaknya mendominasi pemikiran
tentang tubuh dan jiwa sampai munculnya Descartes yang terkenal dengan dualismenya. Menurut Descartes manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa , dua substansi yang dibedakan satu sama lain. Dengan
ini
Descartes
mengembangkan
sistematik tentang sifat dan hubungan
sebuah
teori
yang
tubuh dan jiwa. Jiwa dilihatnya
sebagai suatu substansi yang berpikir (res cogitans) dan tubuh sebagai suatu substansi yang berkeluasan (res extensa) dan dapat dicerap oleh panca indera. Lebih jauh lagi, menurutnya, tubuh itu merupakan bagian dari alam yang mekanis. Tubuh adalah sebuah sistem mekanis. Ada banyak tindakan yang diatur oleh mesin tubuh tanpa adanya intervensi dari jiwa. Tindakan itu dilihatnya sebagai sistem mekanis yang murni 45 .
,'H
·'15
ibid, hJm, 102, Bdle Paul Edward (Editor in Chicf). The EI1(.yc/ope(/i(] (?lPhy/osophy. Volullle 1 and 2. Macmillan and Free Pres. New York. 1972. hIm. 353-354.
34
Ketika kita secara reflcks mcnggcrakkan tangan (dengan menahan
posisi
siap
tubuh) agar tidak terjatuh, tubuh kita bertindak sebagai mesin
yang reaktif atau ketika kita bereaksi karena munculnya perasaan tertentu, stimulus
perseptual
menghasilkan
perubahan
gerak
tubuh
melalui
mekanisme otak dan sistem syaraf. Pendek kata cara kerja tubuh manusia itu dilihat sebagai pinsip-prinsip mekanis. Pengaruh pemikiran Descartes ternyata kuat sekali. Sejak Descartes, pemikiran
Barat
diwarnai
oleh
dualismenya. Menusia itu terdiri dari
tubuh dan jiwa seperti dua realitas yang dijajarkan satu-sama lain.
Inilah
yang ditolak oleh pemikiran kontemporer yang hendak mempertahankan kesatuan kepribadian manusia. Pemikiran angkat dan menegaskan kembali
kontemporer
hendak
meng-
bahwa tubuh itu bukanlah realitas yang
sekunder seperti yang terungkap dalam
konsep dualisme ala Cartesian.
Tubuh itu sendiri termasuk kodrat manusia
46
5. Tubuh sebagai "Berada-untuk-Diri SedirP' dan "Tubuh-untuk-Yang Lain" (Sartre)
Berbeda dari Descartes, Sartre menempatkan pemahaman tentang tubuh dalam wilayah ontologis. Masuk dalam wilayah ontoklgi
·16
Lih. Louis Leahy, A.fis'teri
Kemo!ian, op.cif.,
hIm. 48.
Sartre
35
berarti masuk dalam struktur "mengada". dipahami dalam
cara
Pendek kata, ontologi tubuh
"mengada". Dimensi ontologis tubuh yang akan
dibicarakan adalah: Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan Tubuh-
untuk- Yang Lain.
a. Tubuh sebagai Berada-untuk-Diri Sendiri.
Sartre mengemukakan dua cara mengada yakni, Berada-da/am- Oiri
Sendiri
(I'{Yre-en-sot) dan Berada-untuk-Oiri Sendiri (/'are-pour-soi)
Berada-da/am-Oiri Sendiri merupakan dasar eksistensi. la tidak kategori "di dalam" maupun "di luar" dan tidak memiliki
memiliki
"yang lain". la
memiliki karakteristik berada ada/ah ada, berada ada/ah da/am dirinya, dan berada ada/ah apa yang sesungguhnya ada 47
Berada untuk Oiri Sendiri
tiada lain adalah 1't'1re-en-soi ( Berada
da/am-Oiri Sendiri) yang menolak dirinya sendiri. la membuatJ menciptakan sebuah dunia yang bukan dirinya sendiri.
la adalah
sebuah hubungan
kepada dunia tersebut. Dunia ini secara esensial merupakan sebuah relasi univokal pad a kesadaran.48 Kontingensi /'dre-pour-soi menghasilkan hubungan dengan tubuh.
,.
Dikutip oleh Richard M. Zaner dari /, 'tlre Maninus Nijhoff. The Hague. 1971. him. 69. " Ibid, him. 83-84.
el
Ie A'eonl. Bdk. 7he Problem
or lclnholbmenl.
36
Kontingensi
ini
merupakan
lapisan
(stratum) fundamental dari Tubuh-
untuk-Oiri Sendiri49
Oi sini, tubuh dapat diartikan "sebagai benluk kontingen yang dilerima o/eh keharusan kontingensi saya"=<) Oengan kata lain, Tubuh-untuk- YangLain
merupakan
dunia
yang
diungkapkan
oleh
penempatan
dan
keterlibatannya yang khusus. Oleh karenanya tubuh tidak dibedakan dengan unluk-Oiri Sendiri karena baginya berada atau dikondisikan adalah
situasi
satu dan sama. Tubuh tersebut dikenali dengan keseluruhan dunia tersebut
merupakan
kondisi
total
dari
karena dunia
unluk-Oi,-i sendiri dan
ukuran
eksistensinya 51
b. Tubuh sebagai Berada-untuk-Yang Lain Oimensi ontologis tubuh yang kedua diungkapkan dengan kenyataan bahwa lubuh
saya itu dikenali dan dipergunakan oleh Yang Lain. Yang
dimaksud dengan Yang Lain adalah tubuh-untuk-Yang Lain atau "tubuh-bagisaya"-nya Yang Lain.52
4'
Ibid '" I3dk. Jean Paul Sartre, the Bod", dalam bunga rampai 711e Philosophy of Bodv, op. ci/. , him. 219. 51 Ihl(/., h1m. 223. " I3dk. Richard M. Liller. op.cil. h1m. lO3.
37
Berada-untuk-Yang-Lain merupakan cara yang dilakukan /'etre-poursoi untuk bertransendensi dari diri sendiri. Disini "Being" berada bukan untuk
dirinya sendiri dan bukan dalam dirinya sendiri, tapi berada untuk yang lain dari dirinya sendiri. Dalam kondisi ini, ia terisolir dari dirinya sendiri karena ia disadari
karena
ada
Yang
Lain. Berada-untuk-Yang
Lain
itu muncul
dalam bentuk tubuh yang bisa dilihat orang lain. Kesadaran
Berada-untuk-Yang
Lain
terjadi
pengalaman dilihat. Ketika saya dilihat oleh Yang Lain pernyataan
keberadaan
saya-untuk-Yang
Lain
karena
adanya
saya mengalami
tetapi
saya
tidak
mengetahuinya. Saya menjadi objek bagi Yang Lain. Rasa kaget (karena dilihat Yang
Lain)
merupakan sebuah
pernyataan (revelasi) dalam
kekosongan eksistensi tubuh saya 53
6. Pandangan Deepak Chopra Belakangan ini muncul sebuah buku berjudul Ageless Body, Timeless Mind karangan Deepak Chopra.M.D. yang diterjemahkan oleh T. Hermaya
Dalam buku itu Deepak Chopra menawarkan pemahaman tentang tubuh dan pikiran
yang didasarkan pada
penemuan-penemuan fisika kuantum
yang terjadi hampir 100 tahun yang lalu.
" Ibid.
38
la menawarkan
10
paradigma baru, di antaranya: (a) Tidak ada
dunia objektif yang terlepas dari pengamat,
(b) Tubuh kita itu terdiri dari
energi dan informasi, (c) Biokimiawi tubuh merupakan suatu produk kesadaran,
(d) Dorongan intelek menciptakan tubuh menjadi bentuk-bentuk
baru setiap detiknya, dan (e) Pikiran dan tubuh itu satu, tak dapat dipisahkan54 Pandangan-pandangan inilah yang akan dibicarakan lebih lanjut.
a. Tidak ada dunia objektif yang terlepas dari pengamat Deepak Chopra menyakini bahwa tidak ada sifat-sifat yang mutlak dalam dunia materi'Xi. Itu tergantung bagaimana orang mempersepsinya. la mencontohkan
bagaimana
pelukisan sebuah kursi lipat itu dapat sama
sekali diubah sekedar mengubah persepsi kita. Kursi itu tampak diam tapi apabila kita mengamatinya dari luar angkasa, kursi itu beredar melewati kita bersama benda-benda lainnya yang ada di bumi.
Kursi terasa keras tapi
sebutir neutrino akan menembusnya tanpa diperlambat karena bagi sebuah partikel subatomik,
atom-atom kursi itu jaraknya sangat
jauh
sekali.
Apabila kursi itu beratnya 2,5 kg, kita dapat membuatnya berbobot 1 kg dengan meletakkannya di bulan.
54
55
Lilt Dccpak Chopra. M.D. Ageless Body, Timeless Mind (ditc,jcmahkan oleh 1'. Hcnnaya), P1' Gramcdia Pustaka UL1ma, Jakarta, 1996, hIm. S-{). Ibid., hIm. 12.
39
8agi Deepak Chopra, dunia, cerminan
termasuk tubuh, merupakan sebuah
panca indera yang merekamnya. Dunia ini dapat kita ubah
sekedar mengubah persepsi kita. 56
b. Tubuh itu terdiri dari energi dan informasi Tubuh fisik yang tampak padat itu dapat diuraikan menjadi molekulmolekul,
atom-atom,
partikel-partikel,
dan
energi.
Fisika
kuantum.
menegaskan bahwa setiap atom itu lebih dari 99,9999% adalah ruang kosong dan partikel-partikel subatomis yang bergerak dengan kecepatan cahaya menembus ruangan ini sesungguhnya merupakan kantong-kantong energi yang bergetar membawa informasi. Setiap kantong getaran-getaran itu diberi kode sebagai sebuah atom hidrogen, yang lain sebagai oksigen G7 Kekosongan dalam setiap atom itu berdeyut dengan kecerdasan lak tampak. Para ahli menempatkannya dalam DNA (dioxyribonucleid acid). DNA memberikan kecerdasannya kepada RNA (Rioxyribonucleid acid) yang keluar dalam darah dan menyampaikannya kepada ribuan enzim yang digunakan untuk menyusun protein. 56
Energi primer manusia didapatkan
dari pembakaran gula. Hasilnya dialirkan ke sel-sel dalam bent uk glukosa alau guia darah.
56 Ibid. ,., Ibid.
58
Ibid
40
Tampaklah bahwa
dalam tubuh manusia itu tengah terjadi proses
mencipta yang tiada hentinya. Ribuan aktifivitas yang tidak kita sadari terjadi di sana.
c. Biokimiawi tubuh merupakan produk kesadaran Deepak Chopra sangat meyakini adanya hubungan antara kesadaran dan proses biokimiawi tubuh. 8aginya biokimiawi tubuh itu merupakan prod uk kesadaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tubuh dan jiwa itu mempunyai hubungan yang erat. Untuk menegaskan dan membuktikan keyakinan ini ia menunjukkan bahwa angka kematian karena penyakit jantung ternyata lebih tinggi terjadi di antara orang yang ada dalam keadaan jiwa murung dan lebih rendah di antara orang yang memiliki keinginan yang kuat untuk sehat. Ee Selain itu, ia juga mengetengahkan sebuah laporan hasil studi M.R. Jensen (tahun 1987). M.R. Jensen menemukan bahwa penyebaran kanker payu dara terbukti lebih cepat terjadi pada wanita yang ada dalam keadaan tertekan, tak berpengharapan, dan tak sanggup mengungkapkan amarah 60 Deepak Chopra melihat bahwa emosi-emosi bukanlah suatu peristiwa yang terlepas dari ruang mental. Peristiwa ini merupakan ungkapan-
59 Ibid., hIm. 21. m ibid
41
ungkapan kesadaran, bahan dasar kehidupan. Oi sini (dengan kesadaran) kita ikut serla dalam setiap reaksi yang berlansung dalam diri kita 61 Oengan ini Oeepak Chopra mau menegaskan
bahwa kesadaran
mempunyai pengaruh yang sang at besar pada tubuh.
Bagi dia, tubuh itu
merupakan hasil fisik semua tafsiran atas pengalaman atau peristiwaperistiwa hidup yang dialami sejak lahir. Tubuh itu terbuat dari pengalamanpengalaman yang diubah menjadi ungkapan-ungkapan jasmani. Sel-sel dirangsang oleh ingatan-ingatan. 62
d. Impuls-Impuls kecerdasan terus-menerus menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk baru setiap detiknya
Oeepak Chopra meyakini bahwa persepsi-persepsi baru yang masuk ke otak akan ditanggapi dengan cara-cara baru oleh tubuh. Pengetahuan baru, keterampilan-keterampilan baru, serla cara-cara memandang dunia yang baru membuat tubuh dan pikiran tumbuh dan berkembang
63
Seperli yang telah diungkapkan di atas, tubuh itu merupakan fisik
tafsiran
hasil
pengalaman-pengalaman atau peristiwa-peristiwa hidup.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kondisi-kondisi tubuh itu dibentuk oleh tafsiran kita atas semua pengalaman hidup. Oleh karena itu, Oeepak
(,' Ibid., hJm. 23. Ibid, hIm. 24. ('3 Ibid., hIm. 26-27. 62
42
Chopra menegaskan bahwa kita itu hanya setua informasi64 yang berputar melalui kita dan informasi-informasi itu ada dibawah kendali kita. 65 Perlu
digaris
bawahi,
bahwa
tafsiran
muncul
dalam
interaksi
seseorang dengan dirinya sendiri. Deepak Chopra menyebutnya dialog batin 66 Dialog batin itu tampil dalam bentuk gagasan-gagasan, penilaianpenilaian, dan perasaan-perasaan yang tengah dialami seseorang Deepak Chopra meyakini bahwa dialog batin itu bukanlah dialog sembarangan. Dialog batin itu muncul dari tahap terdalam keyakinankeyakinan dan pengandaian-pengandaian seseorang 67
Jika seseorang
tetap berpegang pada keyakinan dan pengandaiannya maka keyakinan dan pengandaiannya itu akan mematok medan-medan informasi tubuh pada parameter-parameter tertentu
63
Ini berarti, jika terjadi perubahan penafsiran
pada diri seseorang, terjadi pula perubahan dalam realitasnya Deepak Chopra memberikan contoh untuk menegaskan keyakinan ini69 la mengungkapkan, lingkungan yang penuh kasih sayang akan lebih
l;i1
Dcepak Chopm menyebutkan tiga jcnis usia: u,~ia kron%gis, IIsia bi/ogis, dan IIsia psik%gis. Usia kronologis adalah usia yang didasarkan pada ~Ilanggalan (pcrhitungan waktu). Usia biologis adalah usia tubuh dalam arti tanda-tanda hidup yang kritis scrta proses-proses scI. Usia psikologis ndalah usia yang didasarkan pada perasaan sescorang. Bagi Deepak chopra usia kronoiogis mcmpakan lIsia yang paling tidnk handal. Waktu tidak mcmp:ngaruhi secara mcrata. Sccara praktis seliap sci, jaringan, dan organ menua menurut jadwaI scndiri-sendiri. Usia bioiogis dan psikolgis Icbih kompleks dari pada usia kronologis. Kata tua mcngacu pada usia biologis dan psikologis. ibid., him. 74.
(\:. Ibid, him. 27.
(,(, ibid. ('7 ibid., him. 27-28. IiR Ibid, hIm. 28. m Ibid
43
bermanfaai bagi anak-anak yang menderita kecebolan psikososial dari pada suntikan hormon pertumbuhan.
Kasih sayang yang dapat mengubah inti
keyakinan
bahwa
mereka
(keyakinan
mereka
tidak
disayang,
tidak
dikehendaki, dan tidak pantas yang begitu kuatnya bahkan bila mereka mendapat hormon pertumbuhan melalui suntikan) ternyata
ditanggapi
dengan ledakan hormon pertumbuhan secara alami, yang terkadang membuat mereka dapat meningkatkan tinggi badan, berat badan, dan pertumbuhan yang wajar.
e. Pikiran dan tubuh itu satu; tidak dapat dipisahkan
Pandangan-pandangan Deepak Chopra di atas membawa kita pada suatu keyakinan, seperti yang diyakininya sendiri, bahwa pikiran dan tubuh itu satu. la dengan tegas mengungkapkan bagaimana hubungan dan kesatuan
pikiran
dan
tubuh
iiu.
Menurutnya,
kecerdasan
dapat
mengungkapkan dirinya baik sebagai gagasan maupun sebagai molekulmolekul. 70 Seperti rasa takut misalnya; rasa takut bisa dilukiskan sebagai suatu perasaan abslrak atau sebagai molekul hormon adrenalin yang dapat diraba. Dengan kat a lain, tidak akan ada hormon tanpa ada rasa takut dan sebaliknya, tidak akan ada perasaan takut tanpa adanya hormon tersebul.
70
Ibid., him. 17.
44
Berkaitan dengan kesatuan pikiran dan tubuh, Oeepak Chopra mengungkapkan terapi (baru) yang digunakan dalam ilmu kedoteran untuk menyembuhkan rasa sa kit tertentu, yaitu dengan memberikan sebutir p/asebo, atau pi! bohong-bohongan. Dengan memberinya pil plasebo, 30 %
pasien akan mengalami hi!angnya rasa sakit yang sama seolah-olah mendapat obat penghi!ang rasa sakit yang
sesungguhnya 71 . Oi
sini
terungkap, bahwa tubuh itu mampu memberikan tanggapan biologis apa saja setelah diberi saran atau sugesti yang sesuai. Oengan ini hendak ditegaskan kembali adanya hubungan pikiran dan tubuh. Pikiran dan tubuh itu bukan dua realitas yang berdiri sendiri.
B. Catatan Kritis Kalau kita perhatikan pemahaman-pemahaman ten tang tubuh yang dipaparkan secara sekilas di atas, tampaklah adanya suatu perkembangan pemahaman tentang tubuh itu sendiri. Tubuh yang dipahami secara negatif oleh Plato (dimana tubuh dilihat sebagai wadah atau penjara bagi jiwa) dalam perjalanan mengalami perkembangan. Aristoteles memberi pemahaman yang lebih positif dimana tubuh itu bukanlah wadah bagi jiwa dan
." Ibid., hIm. 19.
jiwa bukanlah pengguna tubuh
45
seakan-akan tubuh itu sebuah alat. Walaupun tubuh tetap dibedakan dari jiwa, keduanya secara esensial berhubungan. Tubuh dan jiwa merupakan dua unsur metaindera dan metafisik. Apa yang menjadi inderawl dan fisik adalah mahkluk hidup itu dikembangkan
sendiri. 72 Pandangan
Aristoteles didukung dan
oleh Thomas Aquinas dimana tubuh dan jiwa dipahami
sebagai satu kesatuan sUbstansial. Sartre sendiri memberi kerangka ontologis dalam pemahaman tentang tubuh. la memahami tubuh dalam kerangka struktur berada tubuh itu sendiri. Tubuh sebagai Berada-untuk-Oiri Sendiri dan tubuh sebagai Berada-untuk-
Yang Lain merupakan dimensi ontologis yang dikemukakan Sartre. Tampaknya pemahaman tubuh dan jiwa yang dikemukakan oleh Aristoteles dan yang didukung dan dikembangkan oleh Thomas Aquinas mendominasi
pemikiran
tentang
tubuh
dan
jiwa
sampai
munculnya
Descartes yang mencuatkan kembali dualisme Plato namun dengan pengembangan yang lebih sistematik. Tubuh dan jiwa dilihat sebagai dua substansi yang berbeda satu sama lain dengan penekanan pada jiwa yang dianggapnya sebagai realitas yang sejati. Dualisme ala Cartesian mengembalikan pemahaman yang negatif terhadap tubuh seperti yang pernah dikemukakan oleh Plato. Tubuh dilihat
7'2
Lih. Louis Leahy, Almlllsia. ,\'ebuah Alisteri, op.eit., hlm.S4.
46
sebagai
realitas
yang
sekunder
dan
hanya
jiwalah
yang
dapat
mendefinisikan esensi manusia Pandangan ini jelas ditolak oleh pikiran kontemporer yang ingin mempertahankan kesatuan kepribadian manusia. Oengan tetap melihat tubuh dan jiwa (pikiran) sebagai satu kesatuan Oeepak
Chopra
dengan
dasar
penemuan-penemuan
fisika
kuantum
menawarkan pemahaman yang agak lain. Baginya tubuh itu terdiri dari energi
dan
informasi
dimana
setiap impuls-impuls
kecerdasan
terus
menciptakan tubuh dalam bentuk-bentuk yang baru. Pikiran mempunyai peranan penting karena ia dapat mengendalikan perkembangan tubuh. Pemikiran-pemikiran Oeepak Chopra yang didasarkan pada fisika kuantum semakin memperkuat pemahaman tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan substansial manusia. Perlu digaris bawahi bahwa perkembangan pemahaman tentang tubuh dan jiwa yang kemukakan oleh pemikir-pemikir di atas bukan hanya menunjukkan perkembangan pemikiran tentang tubuh dan jiwa yang semakin positif, tapi di sisi lain, mendorong memahami dikemukakan
ulang
kembali
tiada lain
tubuh
kita.
dan mengajak kita untuk Pemikiran-pemikiran
yang
sisi-sisi ketubuhan yang bisa ditampilkan yang
menambah wawasan dan cara pandang kita terhadap tubuh. Oi sini perlu disadari,
seperti
apa
yang
diyakini
Oeepak
Chopra,
bahwa
setiap
47
pemahaman
kita atas tubuh akan berpengaruh atas pertumbuhan dan
perkembangan tubuh itu sendiri.
Oi sinilah pentingnY
Memahami kembali tubuh kita; inilah yang hendak dibicarakan pad a bab berikutnya.
BAB IV MEMAHAMI KEMBALI TUBUH KIT A
Setiap persepsi dan pemahaman kita atas tubuh, seperti yang diyakini Oeepak
Chopra,
mempunyai
pengaruh
pada
pertumbuhan
dan
perkembangan tubuh itu sendiri. Oengan kata lain, bagaimana pertumbuhan dan perkembangan tubuh tergantung pada persepsi dan pemahaman yang kita yakini. Apa yang Anda yakini dan pahami tentang tubuh Anda sendiri, akan mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk tubuh Anda. Oi sinilah pentingnya menyadari dan memahami kembali tubuh kita. Pemahaman-pemahaman tentang tubuh yang dikemukakan para pemikir pada bab III menampilkan sisi-sisi ketubuhan manusia. Pemahaman ini, di satu sisi memberikan wawasan dan cara pandang kepada kita yang bisa jadi berbeda dengan apa yang kita yakini selama ini. Oi sini kita diajak untuk menyadari sejauh mana kita memahami tubuh kit a sendiri sekaligus mengantar kita pada medan pemahaman yang lebih luas. Oi sisi lain pemahaman-pemahaman itu mendorong kita untuk memahami kembali atau me-redefinisi tubuh kita sendiri. Oengan memahami pandangan-pandangan, yang dalam bagian ini menjadi bahan dasarnya, kita akan mencoba membangun pemahaman yang lebih positif dan mengarah pada pemahaman manusia sebagai satu kesatuan substansial.
49
A. Tubuh sebagai Materi 1. Karakterisik Tubuh Harus disadari bahwa tubuh manusia, seperti halnya tubuh binatang, merupakan sesosok materi dengan bentuk tertentu.
Kata materi mengacu
pada sesuatu yang bisa dilihat, dirasakan, disentuh, dan dilokalisasi n Pendek kata, sesuatu yang bisa dicerap dengan panca indera dan terikat pada perubahan dan waktu. Demikian juga halnya dengan tubuh man usia. Tubuh manusia, seperti juga
binatang,
menduduki sebuah tempat di
dunia.
Tubuh
manusia
memerlukan tempat atau ruang untuk keberadaannya. Dengan tubuhnya, manusia menjadi mahkluk spasio temporal. Tubuh manusia, seperti halnya binatang dan tumbuhan, bentuk material tertentu yang dapat dilihat, disentuh,
mempunyai
dirasakan, dapat
diukur. Pendek kata dapat dicerap dengan panca indera. Tubuh manusia dapat dilihat karena tubuh manusia bukanlah sesuatu yang rohaniah. Tubuh manusia itu berwujud dengan bentuk tertentu. Tubuh manusia dapat disentuh karena tubuh manusia mempunyai kepadatan yang memungkinkan untuk disentuh, diraba, dan dirasakan. Tubuh
manusia
dapat diukur karena tubuh manusia mempunyai bentuk, kepadatan, dan isi yang memungkinkan pengukuran.
7:l
Bdk. Louis Lenhy, Alister; Kemalirlll.op.cil. hIm. 51.
50
Seperti halnya tubuh hewani, tubuh manusia memiliki panca indera (indera untuk melihat, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap). Dengan panca indera ini, dia dimungkinkan untuk menyadari dirinya
dan
ling kung an sekelilingnya serta bereaksi secara afektie4 Dalam sellap aktivitas, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun dengan lingkungan sekitarnya, panca indera ini mempunyai peranan penting. Tubuh manusia juga dilengkapi dengan sistem penggerak yang memungkinkan untuk berpindah dan bereaksi terhadap apa yang melawan atau menariknya. 75 Sistem penggerak ini dimiliki juga oleh binatang-binatang yang tergolong superior.
2. KeKha"an Karakieristik Tubuh.
Memperhatikan karakteristik-karakteristik tubuh manusia di atas, harus diakui bahwa tubuh manusia memang mempunyai banyak kesamaan dengan badan hewani. Karakteristik-karakteristik di atas terdapat juga pada badan hewani. Namun, periu digaris bawahi bahwa tubuh manusia itu jauh lebih sempurna.
Posisi tegak merupakan eiri khas tubuh manusia. Dengan posisi tegak ini, manusia dimungkinkan untuk melihat benda-benda dari atas.
7·1
75
I3dk. Louis Leahy, AI/anusia, sebagai Idisferi, op. cit. , hIm. 62. lhid
51
Louis Leahy menampilkan seorang ahli paleontologi dan biologi, E. Bone, yang mengemukakan konsekuensi-konsekuensi fisik, psikologis, bahkan spiritual dari posisi tubuh manusia yang tegak itu 76
E. Bone menekankan
bahwa dimensi kevertikalan itu tidak hanya bersifat anatomis dan fungsional tetapi secara lebih dalam memberikan penonjolan dan makna lengkap pada "fenomen manusia". Dimensi inilah yang menjamin kemampuan, kesadaran, serta penguasaan dunia secara lambat laun oleh manusia 77 Wajah, mulut, !idah, dan bibir misalnya; semuanya sudah terstruktur sedemikan rupa bagi perkataan atau mimik, serta ekspresi. Berkaitan dengan wajah dan ekspresi, posisi tubuh yang vertikal memungkinkan bagi sentuhan pandangan, usapan tangan, dan cahaya senyuman. Lihatlah ketika sang bayi menete di pangkuan ibunya. Posisi tubuh yang vertikal menempatkan sang bayi berada dibawah pandangan ibunya, mendekatkan pi pi mereka berdua dan menyalakan kepribadian sang bayi l8 Posisi tubuh yang vertikal sengan konsekuensi-konsekuensinya inilah yang membedakan perkembangan dan pertumbuhan tubuh manusia dengan tubuh binatang. Tubuh
manusia
juga dilengkapi dengan kedua tangan
Dengan
kedua tangan tersebut, manusia dimampukan untuk menyesuaikan diri
.'" Louis Leahy, pada calalan kaki Bab 1II no.12 , mcnampilkan bcbcrapa kOllsckucllsi him 303.
Ihid. "' I bid.
Ii
Icrscbui. lhid,
52
dengan
bentuk dari apa saja.
menggunakan
dan
mengubah
Dengan tangan ia dapat mengukur, semua
benda,
mengatakan
dan
mengisyaratkan semua hal 79 Sistem syaraf dan sebuah otak yang jauh lebih kompleks dari binatang memungkinkan dia mengetahui dan menentukan jumlah korelasi yang tak terbatas80 Sistem-sistem yang menyusun badan manusia itu saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Perlu disadari bahwa sistem-sistem itu berada
pada
satu
kesatuan
substansial
yang
sama
dan
menjamin
pemeliharaan subyek tersebut yang tiada lain adalah, keakuan saya sebagai manusia 81 Dengan demikian tubuh manusia bukanlah alat, anggota-anggota, atau organ biasa karenanya itu semua berada padaku. Dengan melihat kekhasan tubuh manusia tersebut, secara tegas dapat dikatakan bahwa tubuh manusia berbeda dengan tubuh binatang. Inilah juga yang menjadi salah satu faktor yang membuat manusia lebih unggul dari pada binatang.
B. Tubuh yang Hidup Tubuh yang tampaknya padat ternyata, bagi penganut fisika kuantum, seperti halnya, Deepak Chopra, hanya ilusi dan tipuan panca indera belaka. i9
[hid him. 63. 80lhid. " [hid, him. 64.
53
Tubuh tiada lain adalah energi dan informasi. Pereayakah bahwa di sana tengah terjadi proses peneiptaan yang luar biasa, penciptaan yang terjadi terus menerus? Itulah realitas tubuh yang kita lihat sebagai materi padat. Di sini, kita diajak untuk menembus dunia materi dan melihat suatu realitas yang lain sama sekali.
1. Menembus dunia materi Keterbatasan panea indera hanya mengantar kita pada pemahaman tubuh yang indrawi: tubuh sebagai materi padat. Sekarang lihatlah apa yang kemukakan oleh Deepak Chopra, penganut fisika kuantum. "Gambarkanlah anda sedang memeriksanya melalui sebuah mikroskop berkekuatan tinggi yang lensanya dapai menembus tenunan terhalus materi dan energi. Pada kekuatan yang paling rendall, Anda tidak lagi melihat daging lembut, melainkan suatu tumpukan sel-sel yang ierpisahpisah yang seeara longgar dihubungkan oleh jaringanjaringan ikat. fv1asing-masing sel merupakan sebuah kantong berair berisi protein-protein yang nampak sebagai rantairantai panjang terdiri atas molekul-molekul yang lebih keeil dan dipersatukan bersama-sama oleh suatu ikatan yang tidak kelihatan. Seraya bergerak lebih dekat , Anda dapat menyaksikan atom-atom yang terpisah, yaitu hidrogen, karbon, oksigen, dan selanjutnya, yang sama sekali baak mempunyai kepadatan. Partikel-partikel subatomis yang membentuk masing-masing aiom itu-elektron yang berputarputar mengelilingi sebuah inti atom yang teridiri atas protonproton dan neutron-neutron - bukanlah suatu titik-iiiik stau bintik-bintik materi. Pada tahap ini Anda melihat bahwa
54
segal a sesuatu yang dahulu Anda anggap padat ternyata adalah sejak-jejak energi be!aka"S2 Itulan relitas tubuh yang dengan panca indera hanya tampak sebagai materi pedal. Ternyata ada suatu realitas yang bcgitu kompleks dan mengagumkan yang tidak kasat mata dan kurang kita sadari. Sel, molekul, atom, elektron, proton, dan neutron membentuk gerakanfaktivitas yang tak pernah berhenti. Realitas tubuh seperti
ini membuka kesadaran
bahwa tubuh yang
padat itu hanyalah suatu lapisan realitas yang paling dangkal. la rnenjadi kedok alau tipuan panca indera yang menutupi realitas yang lebih dalam. Secara iebih halus, itu menunjukkan keterbatasan panca indera yang hanya bisa me!ihet tubuh sebagai materi padat. Kita diajak untuk beranjak dari pemahalllan tubuh 3eo8gai materi padat, yang Illungkin selallla ini diyakini, dan Illelihat tubuh dengan cara pandang yang lain : suatu tarian kehidupan dan iarian itu adalah Anda
Sel-sel tubuh bukanlah "Illahkluk" yang pasi!. Seperti seorang pekerja yang tioak kenai lelah, Illereka Illelllperbaiki bagian-bagian iubuh yang rusak dan Illeciptakan bagian-bagian yang bam
82
83
Lill. Deep:!'" Chaprd M.D., op.cil., him. 48. Ibid.
55
Sekarang marilah melihat apa yang tengah terjadi dalam tubuh kita. Deepak Chopra mengemukakan, sekitar 6 triliun reaksi terjadi pad a setiap sel dalam setiap detiknya. Tidak seperti kapur yang hanya menyimpan kalsium, atom-atom kalsium yang terkandung dalam tulang-tulang terus beredar. Atom-atom
tersebut
terus
menerus
memasuki
tulang-tulang
dan
meninggalkannya lagi untuk menjadi bagian, darah, kulit atau sel-sel lain menurut tuntutan kebutuhan tubuh B4 Kulit yang tampak "diam-diam saja" menggantikan sendiri sekali dalam sebulan. Tanpa kita rasakan, dinding lambung berganti setiap lima hari sekali, dinding hati setiap enam minggu, dan tulang-tulang setiap tiga bulan. Kurang lebih dalam jangka waktu satu tahun sekitar 98% atom-atom di dalam tubuh itu telah diganti dengan atomatom baru 85 Setiap sel
mengetahui
dimaksud dengan entropi adalah
bagaimana
mengalahkan
entropi.
Yang
kecenderungan universal setiap tatanan
untuk menjadi rusakJhancu~6 Kebanyakan
waktu, sel-sel tubuh sibuk
dengan perbaikan. Diperkirakan 90% energi sebutir sel lazimnya digunakan untuk membangun protein-protein baru dan dapat membuat DNA dan RNA
"Ihid., "Ibid., '6 Ibid., " Ibid.,
hIm. hIm. hIm. hIm.
9. 10 125.
169.
56
Suatu pemandangan yang mengagumkan
tampil di sini. Suatu
kesadaran ditatawarkan: tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa. Apakah Anda menyadarinya?
Oaya cipta itu tampak dalam revitalisasi
bagian-bagian tubuh yang rusak. Berbagai aktivitas dan kegiatan penciptaan terjadi setiap saat dalam tubuh yang tampak sebagai materi pad at ini. Gerak dan perubahan terjadi setiap saat dalam tubuh.
Tubuh bukanlah seonggok materi yang tidak
berdaya dan pasif. Tubuh adalah tarian penciJ)taan yang sangat dinamis dan tak kenai henti.
3. Pikiran mengendalikan tarian penciptaan Satu hal sangat penting dari pemikiran
Oeepak Chopra adalah
peranan pikiran. Pikiran ternyata dapat mempengaruhi dan mengendalikan tarian penciptaan dalam tubuh. Oi sini, Tubuh mampu menghasilkan reaksi atau tanggapan biologis atas apa yang dipikirkan/dialami seseorang. Seseorang yang merasa cemas, tegang biasanya diikuti dengan detak jantung yang lebih cepat dan meningkatnya pengeluaran adrenal in. Begitu juga dengan
keyakinan bahwa manusia itu pada dasarnya
mengalaman
penuaan, misalnya Bagi Oeepak Chopra, keyakinan bahwa seseorang pasti akan menua akan mempercepat proses penuaan itu. Keyakinan-keyakinan
57
tersebut mematok proses tersebut.
Ini juga berlaku
untuk keyakinan-
keyakinan, seperti, semakin tua pasti semakin lemah, pikun, dan sebagainya. Setiap persepsi, pemahaman, dan pemikiran yang dipegang dan diyakininya akan mempengaruhi dan mengarahkan proses biokimiawi dalam tubuhnya. Pendek kata,
pola-pola mental yang merusak ini , akan mendorong
seseorang pada kondisi tersebut 88 Oeepak Chopra
menegaskan
bahwa
sesungguh-nya, umur seseorang itu hanya setua informasi yang ia miliki. 89 Oalam konteks ini, keyakinan-keyakinan atau pemahaman-pemahaman seseorang tentang dirinya menjadi semacam kekuatan yang mempengaruhi dan mengarahkan kondisi tubuhnya. Menjadi masukan yang berg una bahwa pikiran bisa mempengaruhi dan mengendalikan proses-proses penciptaan dalam tubuh. Kalau demikian, seperti halnya pola-pola mental yang merusak itu terbentuk karena adanya proses pembentukan keyakinan yang diterima dan diinternalisasi ke dalam diri seseorang, untuk ke luar dari
pola mental yang merusak tersebut,
seseorang harus menyingkirkan keyakinan-keyakinan tersebut Jadi, seperti yang pernah diungkapkan sebelumnya, bila persepsi seseorang berubah, berubah pula realitasnya.
88
W)
Ibid. him. 57. INd. him. 27.
58
Berdasarkan paparan di atas, pernahkan kita menyadari bahwa tubuh kita iiu, seperti yang yakini Deepak Chopra, merupakan hasil dari seiiap pemahaman, keyakinan, dan interpretasi kita atas pengalaman-pengalaman hidup? Pernyataan ini mungkin terasa ganjil tapi itulah yang terjadi pada tubuh kita. Tubuh kita terbuat dari pengalaman-pengalaman yang diubah menjadi ungkapan-ungkapan jasmani. Tubuh adalah pengalaman-pengalaman yang didagingkan."l Deepak Chopra mengungkapkan suatu gambaran tentang sel-sel tua yang tampil bintik-bintik coklat pada kulil. Kerusakan sel ini jika dilihat dengan mikroskop
kekuatan
tinggi,
tampak
sebagai
potongan-potongan
serat
terhampar, timbunan-timbunan lemak, serat sisa-sisa metabolisme yang membentuk pemandangan yang tidak menarik91 . Bagi dia, sel-sel tua itu tampak sebagai peta-peta pen gala man seseorang. Satu hal yang harus disadari bahwa keberadaan kejiwaan seseorang sangat mempengaruhi kondisi fisiknya. Pengalaman-pengalaman seseorang terekam dalam gejala-gejala fisik yang bisa diamat!. Dengan kata lain, tubuh merupakan hasil fisik interpretasi seseorang atas pengalaman-pengalaman hidupnya. - - - - - . _ - - - _ .. _-90 Ibid., him 24. 91 Ibicl, hlm.13.
BAR V KESiMPULAN
Pemahaman tentang tubuh bukanlah hal yang sama sekali baru. Tubuh merupakan tema klasik namun tetap menjadi tema yang penting karena ia
adalah
bagian dari eksistensi manusia. la adalah bagian dari
eksistensi manusia yang di dalamnya masih terkandung dimensi-dimensi yang mengundang setiap orang untuk merefleksikan dan menyadarinya la masih terbuka untuk dipahami atau diinterpretasi kembali. Pandangan-pandangan yang dikemukakan para pemikir besar, selain menawarkan cara pandang tertentu tapi juga mendorong orang untuk memahami kembali dan menyadari dimensi-dimensi ketubuhannya Tubuh, secara kasat mata, adalah sesosok material dengan bentuk tertentu dan dapat dicerap dengan panca indera. Walaupun dalam konteks ini ia memiliki banyak kesamaan dengan binatang, organ-organ, fungsi-fungsi, serta sistem-sistem yang ada dalam tubuh manusia, berada dalam satu sumber, yakni ke-aku-annya. Inilah yang membedakannya dengan binatang. Tubuh
bukanlah
wadah
atau
penjara
bagi
jiwa
seperti
yang
digambarkan oleh Plato, bukan pula sebagai realitas sekunder seperti yang
60
diyakini Rene Descartes. Tubuh adalah bagian dari kesatuan substansial manusia. la
merupakan bagian dari eksistensi manusia. Karena tubuhlah
manusia bisa berada di dunia. Jika kita menembus maieri pad a tubuh manusia, tampaklah suatu struktur dinamis tubuh manusia. Sel, atom, proton, elektron, dan neutron membentuk suatu tarian penciptaan yang luar biasa dan tak pernah berhenti. Setiap sa at sel-sel memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan memciptakan bagian-bagian yang bam Tubuh itu mempunyai daya cipta yang luar biasa. Tubuh itu adalah tarian itu sendiri. Suatu ralitas yang mengagumkan bukan?, suatu realitas yang mungkin kurang kita sadari. Di
balik
tarian
penciptaan
itu
ada
sebuah
daya
yang
mengendalikannya. Kekuaian itu adalah pikiran kita sendiri. Pikiran itu dapat mengendalikan dan mengatur tarian penciptaan itu.
Namun, perlu disadari
bahwa pikiran itu seperti pedang bermata dua. la mempunyai daya pencipta dan perusak. Setiap pemahaman, pemikiran, atau penafsiran mempengaruhi tubuh itu sendiri. Bila pemahaman
atas tubuh akan
kiia berubah, berubah
pula realitasnya. Keyakinan bahwa manusia pasti akan menua, lemah, dan hancur, misalnya, akan mengarahkan tubuh Anda sendiri ke arah apa yang Anda pikirkan.
61
Memperbaiki persepsi, keyakinan, atau pemahaman yang negatif berarti memperbaiki juga realitas tubuh. Dengan kata lain, pikiran dan tubuh itu adalah satu kesatuan.
62
DAFT AR PUST AKA PUSTAKA UTAMA
Chopra, Deepak. M.D. Ageiess Body, Timeless Mind, (aiin bahasa: T. Hemaya) PT Gramedia Pustaka Utama, jakarta, '19%. Leahy, Louis S.J., Manus/a,
sebuah Misteri,
Sintesa Filosofis lentang
Mahkluk Paradoksal, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993. Flew, Antoni,
Body Mind,
and Death,
Macmiilan Publishing CO. IBC,
USA Zaner, Richard
M. The Problem of Embodiment, fvlartinus Nijhoff, The
Hague, 1971. Spieker, Stuart F (edilor) , The Philosophy of The Body, Quadrangle Books, Chicago, 1970.
PUSTAKA PENDUKUNG Bertens, Kees Dr., Sejarah Filsafal Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1975. Copleston, Federick S.J., A History of Philosophy, Book I, Image Books, New York, 1985. Leahy, Louis S.J., Misteri Kematian,
1996.
PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
63
KAMUS DAN ENSIKLOPEDI
Bagus, Lorens Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996. Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 1 and 2, Macmillan and Free Pres, New York, 1972. Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Phylosophy, Volume 5 and 6, Macmillan and Free Pres, New York, 1972. Edward, Paul (Editor in Chief), The Encyclopedia of Philosophy, Volume 7 and 8, Macmillan and Free Pres, NevI York
1972.
Poerwad&rminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indoensia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1982.