EDISI : MEI 2003
POS RONDA Bersama Masyarakat Menjaga Keamanan & Ketertiban
“Ibuku sayang… seperti udara, kasih yang kau berikan… tak mampu kubalas...” ( Ibu, Iwan Fals )
Diterbitkan Oleh:
Bekerjasama :
Didukung :
TheAsia
Foundation A Partner in Asia since 1954
P
erempuan DIBAWAH INTAIAN KEJAHATAN
SuratPembaca
Sapa Redaksi Assalamu Alaikum WR WB Salam Jumpa Pembaca Budiman! Sekali lagi kami hadir untuk mengisi ruang pandang mata Anda dengan barisan tulisan dan gambar pada buletin ini. Setelah yang lalu kami tampil dengan label “Edisi Khusus”, kali ini kami kembali ke “Edisi Biasa”. Kenapa “Edisi Biasa”? Tidak lebih karena rubrikasi yang kembali seperti semula. Tapi sesungguhnya kami tetap hadir dengan tema khusus yakni tentang perempuan. Yah, tentang perempuan! Perempuan yang sampai saat ini masih mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan baik ia sebagai subyek ataupun obyek kejahatan. Perlakuan yang datang masyarakat bahkan Polisi. Buletin ini sama sekali tidak bernafsu untuk dapat menyulap budaya patriarkhis menjadi lebih sadar gender dengan tepat dan cepat. Tapi kami mengharapkan hadirnya keinginan untuk petrhatian yang lebih terhadap perempuan dan segala tindak kejahatan. Hanya itu! Dengan kualitas yang sama dari sebelumnya, kami harapkan akan adanya tambahan informasi dan pengetahuan mengenai hal tersebut bagi pembaca semua. Semoga! Wassalam
Ralat : Pada edisi khusus April, halaman 7 pada keterangan foto, ditulis bahwa Sipemilik sedang menunjukkan...dst, Yang benar adalah Saksi. Selaku redaksi kami mohon maaf atas kesalahan ini.
Diterbitkan oleh : Pusham UII kerjasama dengan POLDA DIY didukung oleh The Asia Foundation Penanggungjawab : Eko Prasetyo, SH. Konsultan Team : Suparman Marzuki, SH. M.Si. M. Busyro Muqoddas, SH, M.Hum. Drs. Soeharto, SH. Tim Redaksi : Imran, SH. Kumala Sari, Nova Umiati, S.Ip. Agung Kurniawan,SE. Nurdayad,S. Ag. Zainal A.M. Husain, Sholeh Eskawanto, Roziqin Foto & Lay Out : Roziqin. Ilustrasi : Sidiq Kurniawan. Alamat Redaksi : Jl. Suroto 14 Kotabaru Yogyakarta 55223. Telp. 0274 561809. Fax. 0274 561809. Sampul Depan : Repro Tempo Belakang : Sekuel Film ‘BARAN”
2
POS RONDA
RAMBU
Menyadari banyaknya permasalahan sosial diwilayah, yang nantinya akan menimbulkan dampak yang menjurus pada perbuatan kejahatan. Untuk mengantisipasi munculnya kejadian tersebut di atas, bapak Camat untuk selalu mengadakan koordinasi dengan lurahlurah, bapak SekCam (Sekertaris Camat), kepala seksi-seksi dan instansi terkait yang ada di Kecamatan, untuk selalu memberi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, karena dengan memperhatikan masyarakat akan menimbulkan rasa aman juga bagi masyarakat. Hal ini akan dapat mengurangi peluang orang yang akan melakukan kejahatan. Melihat permasalahan yang kompleks di dalam masyarakat dan berbagai keterbatasan yang ada dalam memfasilitasi terwujudnya keamanan dan ketertiban dan juga adanya kendalakendala, contoh dari birokrasi maupun kepolisian, terbatasnya personil, pemahaman yang kurang, sarana yang belum terpenuhi, sikap perilaku dari birokrat maupun anggota Kepolisian. Dan juga hambatan sikap dari masyarakat yang apatis terhadap lingkungannya. Hal-hal tersebut di atas membuat seperti ada jarak antara birokrat, Polisi dan masyarakat. Dengan kemunculan Pusham UII melalui program Pemolisian Berorientasi Masyarakat. Masyarakat akan lebih banyak memberi peran dalam menangkis permasalahan , karena sedikit banyak mereka akan lebih tahu bahwa keamanan dan ketertiban itu kebutuhan dari masyarakat bukan birokrat atau Polisi. Diakhir tanggapan, saya berharap dengan program COP yang diserahkan pada Pusham UII, segera melaksanakan sosialisasi ke tingkat yang paling bawah agar segera terwujud rasa aman dalam masyarakat.
WORK SHOP PEMBUATAN MODUL PENDIDIKAN PUBLIK Kali ini Rambu menyajikan informasi spesial tentang adanya kegiatan Workshop Pembuatan Modul untuk Pendidikan Publik. Workshop yang diadakan di hotel Shantika pada 3-4 Mei 2003 lalu khusus mengkaji modul untuk pelatihan Pendidikan Publik (Pelatihan Keamanan) yang akan di mulai pada bulan Juni esok. Kehadiran 25 orang peserta di acara tersebut mengkritisi dan memberikan masukan-masukan baru pada modul yang awalnya dirancang oleh PUSHAM-UII. Acara dibuka oleh sambutan dari Kapolda yang waktu itu diwakili oleh Kombes. Soeharto, dan Bapak Herbin Siahaan dari Asia Foundation. Dilajutkan oleh presentasi oleh Kapolsek Umbulharjo, Kapolsek Mergangsan dan ditutup oleh Kapolsek Depok Barat. Ketiga Kapolsek mengkisahkan bagaimana efek-efek program COP ini ketika dijalankan. Di wilayah Umbulharjo misalnya, menurut Bapak Husni Arifin, sejak adanya program COP ini, kejadian penghakiman massa mulai berkurang, dan pos-pos ronda masyarakat mulai aktif kembali. Kemudian dilajutkan untuk diskusi kelompok yang membahas modul. Ada 4 modul yang sedang dibahas dan akan digunakan sebagai panduan pokok dalam pelatihan. Modul I membahas tentang konsep COP, Modul II membahas tentang Menejemen Kepolisian, Modul III membahas tentang HAM dan KUHP dan Modul IV membahas tentang Peran Masyarakat dalam Keamanan. Pembahasan diawali dengan penentuan target pelatihan untuk masing-masing tema. Lalu metode yang digunakan agar terget yang direncanakan dapat dicapai. Sedang untuk mempermudah bahasan, modul yang akan diberikan ke masyarakat akan dipoles dalam bentuk komik.
Rochmani Astuti Ningsih (Lurah Sorosutan UH)
Melalui surat pembaca ini perkenankanlah saya mengungkapkan rasa keprihatinan terhadap keadaan sekarang, dengan banyaknya kejahatan yang terjadi di masyarakat. Saya sering ketakutan sendiri apalagi menyaksikan tayangan ditelelevisi, yang menayangkan pencurian, pembunuhan, penodongan , pemerkosaan dan konsumsi narkoba. Disitu terlihat bahwa kita selaku masyarakat terutama ibu-ibu seperti saya yang harus waspada, tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga putra-putri yang saat ini menginjak remaja dimana serba ingin tahu dan ingin mencoba, seperti narkoba yang membuat ibu-ibu merasa was-was. Nah dalam hal ini saya bersyukur sekali pada Pusham UII dengan program “COMMUNITY POLICING” merupakan program yang dapat menjembatani bertemunya Polisi dan masyarakat secara akrab. Dengan adanya pertemuan ini masyarakat dapat lebih mengerti sejauh mana peran polisi dan dengan adanya pertemuan ini masyarakat dapat lebih mengerti sejauh mana peran Polisi dan sebatas mana pola peran masyarakat agar tidak saling menyalahkan dan masing-masing pihak dapat semakin meningkatkan perannya untuk dapat menciptakan suasana yang aman, tenang dan tentram, sehingga masyarakat dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari secara produktif. Saya berharap, program ini tidak berakhir sampai di sini saja tetapi tetap berkelanjutan. Karena saya yakin kita semua menginginkan ketenangan, kenyamanan dan keamanan, untuk itu mari kita teruskan program Pusham UII ini , dengan kerjasama Polisi dan masyarakat demi keamanan dan
Mergangsan Masih seputar rutinitas program yaitu Pertemuan Masyarakat, Pertemuan keempat kalinya ini diawali oleh Mergangsan yang kali ini mengambil tempat di Hotel Wisanti, pertemuan yang dihadiri oleh pengusaha di wilayah Mergangsan ini mencoba membuat strategi pengelolaan Pos Keamanan Terpadu untuk lebih efektif dan terjangkau semua kalangan. Dalam pertemuan ini terdapat tuntutan untuk pihak kepolisian untuk bisa mengatasi keruwetan di wilayah pasar Telo, keluhan akan banyaknya bus-bus luar kota yang mangkir di pasar ini mengganggu pedagang ketika mereka bongkar-muat dagangan. Keruwetan pengaturan juga memungkinkan banyaknya copet beroperasi. Permasalahan ini disampaikan oleh seorang ibu yang juga berdagang di kawasan pasar Telo.
Depok Barat Pertemuan keempat ini dipersiapkan menjadi ajang sosialisasi Pendidikan Publik yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2002 besok. Di buka oleh Bp. Heri yang masih menginformasikan seputar tindakan kriminalitas yang terjadi di kawasan Depok Barat. Di Pertemuan ini dijelaskan oleh Pokja dan Korlap, secara rinci tentang rancana pelatihan mulai dari peserta, waktu, sampai dengan metode pelatihan. Juga tentang berdirinya Pos Keamanan Terpadu yang bertempat di Sagan.
Umbulharjo Pertemuan keempat mengambil tempat di pendopo Gambiran. Pertemuan ini merupakan salah satu pertemuan yang istimewa, karena pertemuan ini merupakan prakarsa dari Bapak Agus Susanto yang menjadi salah satu warga Gambiran. Persiapan jalannya acara pertemuan lebih banyak di tangani oleh penduduk Gambiran. Pertemuan ini dihadiri oleh 42 orang warga dengan ±10 orang ibu-ibu. Dibuka oleh sambutan dari Ketua Trantib Kecamatan, Bp. Siswandi. Pertemuan masih membahas permasalahan seputar warga, dan upaya-upaya yang bisa dilakukan. Di pertemuan ini juga disosialisasikan tentang adanya progam Pendidikan publik, Pos Keamanan Terpadu dan Kampanye
15
POS RONDA
Sosok
TAJUK Demi Perlindungan Kaum Perempuan:
POLISI, ANAK & PEREMPUAN
AKP. Munggaran. K
Polisi dan Masyarakat Butuh Komunikasi Lebih..
“ Dia (Muhammad saw) menyayangi mereka Sosoknya terlihat sangat mantap, dan memang sangat sepantaran dengan statusnya sebagai seorang polisi. Tidak main-main ia telah mengikuti berbagai kursus di beberapa daerah, ia telah cukup pengalaman sebagai Kapolsek setelah sekian lama menjadi Pammata Sleman, lalu Pejabat Sementara Kapolsek Godean, Pejabat Sementara Kapolsek Ngaglik dan Kapolsek Gamping. Semua digambarkannya sambil senyum seraya mengingat bahwa Ngaglik adalah daerah yang paling rawan, misalnya dengan jumlah pencurian yang sehari dapat berjumlah 2 kasus. Dialah AKP. Mungaran Kartayuga yang saat ini sebagai Kapolsek Mergangsan. Sebagai orang nomer satu di lingkungan kepolisian sektor Mergangsan ia merasa sangat bertanggungjawab terhadap keamanan di wilayah Mergangsan tersebut. Dahulu ia membuat kebijakan berupa patroli preman yang bertugas di Mergangsan, tetapi melihat kurang efesiennya sehingga ia merubah kebijakan untuk memakai seragam untuk menghindari kecurigaan. Dengan kata lain bahwa ia menekankan kurangnya komunikasi dan saling pengertian yang seharusnya dipunyai oleh masyarakat dan polisi. Hal lain yang paling ia rasakan adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya mengamankan barang milik mereka sendiri dan seakan-akan melimpahkan 'seratus persen' kepada polisi. Akhirnya, hal ini menjadi salah satu faktor tingginya angka pencurian di Mergangsan. Ia mencontohkan di beberapa tempat, pagar kost-kostan dibiarkan begitu saja dalam keadaan tidak terkunci dan akhirnya sangat memudahkan pelaku pencurian. Belum lagi pengendara motor yang kadang-kadang sangat minimalis dalam melindungi kendaraannya. Bahkan ada yang sangat ceroboh dalam menempatkan kendaraannya. Inilah yang menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan Ia juga mengakui bahwa disamping faktorfaktor itu, maka kelihaian penjahat memanfaatkan kelengahan pihak kepolisian juga makin baik. Ia mencontohkan beberapa waktu yang malah
14
POS RONDA
dijadikan waktu untuk melakukan kejahatan. Misalnya ketika penggantian pejabat di kepolsian, seringkali dijadikan timing yang tepat untuk melakukan pencurian. Atau juga pada masa liburan, dimana para petugas kepolisian seringkali dalam keadaan agak lengah. Makanya ia sangat mengharapkan sistem pelaporan yang lebih ditingkatkan. Ia menyayangkan masih banyaknya yang sama sekali tidak melaporkan pada polisi setiap terjadi kejahatan-kejahatan, termasuk yang menimpa kaum perempuan. Bisa karena malu, dan bisa juga karena sosok kepolisian yang kelihatan seram. Tapi menurutnya, anggapan 'kesangaran' polisi itu hanya diderita oleh orang-orang yang pernah 'bermasalah' dengan polisi atau hal yang lain. Karena itu membuka ruang komunikasi yang lebih agar masyarakat dapat saling memahami dengan pihak kepolisian. Dari pertemuan intensif inilah yang membuat adanya kebutuhan-kebutuhan baru, misalnya pembuatan ruang pelayanan khusus bagi perempuan di Polsek. Hal itu merupakan suatu kebutuhan ditengah keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Disinilah harapan terbesarnya pada COP. Membuka ruang-ruang dialog agar terpahami kebutuhan dan keterbatasan yang dimiki oleh masyarakat dan kepolisian, tentunya menggunakan penjelasan dengan bahasa yang lebih mudah dan dapat dimengerti oleh masyarakat secara luas. Supaya tidak ada lagi ketakutanketakutan masyarakat pada sosok Polisi, apalagi ketakutan-ketakutan kaum perempuan untuk melaporkan kejahatan yang menimpanya. Polisi akan sangat paham dengan suasana hati perempuan tersebut dan akan selalu mencoba untuk memperhatikannya secara lebih karena polisi juga sadar jika mereka adalah kelompok-kelompok rentan, kata Bapak yang beristri Ny. Sovelina ini dengan tegas menutup pembicaraan. (Kin't)
(anak dan perempuan) karena Tuhan membuat mereka patut disayang ” (Ibn Arabi)
I n i kutipan kalimat yang penulis angkat dari buku yang menakjubkan: Jiwaku adalah wanita. Karya s e o r a n g perempuan yang kemilau namanya, Annemarie Schimmel. Dalam buku ini dilukiskan bagaimana mulianya sosok perempuan yang menjadi mutiara dalam semua tindakan kebajikan. Bahkan Tuhan sangat memuliakan kedudukannya. Segala aspek yang menyangkut perempuan kini kembali diangkat untuk mengingatkan kembali betapa berbedanya kaum perempuan dan kaum pria. Keduanya memang makhuk yang memiliki banyak perbedaan dan sudut pandang, yang saling melengkapi. Entah sudah berapa buku dicetak dan banyak film dibuat untuk mengangkat kembali jasa serta peran yang dilakukan oleh kaum perempuan. Kali ini program Pemolisian Berorientasi Masyarakat juga ingin mengangkat peran kaum perempuan, yang bagaimanapun, terasa sangat penting untuk dikedepankan.
Barusan saya melihat film Marsinah Cry In Justice, yang disutradarai oleh Slamet Rahardjo. Buruh perempuan yang dianiaya dengan cara yang kejam karena menuntut kenaikan upah. Mayatnya ditemukan di tengah hutan dengan luka yang mengerikan. Si pembunuh -yang hingga kini belum diketemukan- tampaknya tahu bagaimana membuat kekejaman menjadi pertunjukan. Ia mempertontonkan ke mata dunia sebuah kekejaman yang sasarannya adalah kaum perempuan. Perempuan yang miskin, buruh dan pemberani seperti Marsinah seolah keluar dari takdir dan ganjaran yang tepat adalah penganiayaan. Marsinah tidak sendiri karena dalam film itu juga tampak sosok Mutiari. Perempuan yang semula dituduh sebagai dalang pembunuhan dan mengalami penyiksaan selama pemeriksaan. Film ini dengan bahasa gambar yang kelam menyorot wajah para petugas keamanan, yang seolah, tak pernah memiliki sosok ibu. Ada Polisi yang membentak dan serdadu yang mengancam. Mereka menampilkan wajah laki-laki yang monolit, keras dan melecehkan perempuan. Apa memang harus demikian memperlakukan sosok perempuan, yang diduga melakukan tindak kejahatan. Kita mungkin membutuhkan penanganan dengan cara yang lebih santun dan beradab. Perempuan, anak, kaum defabel merupakan bagian dari
3
POS RONDA Repro: Tempo
Investigasi
KISAH
Perempuan Dengan Semangat Kartini Ada banyak kerja polisi yang kita anggap sangat lumrah, tapi karena dilakukan oleh seorang perempuan maka kerja tadi menjadi hal yang agak tidak biasa. Misalnya jika seorang polisi berada dibawah terik matahari sambil mengatur lalu lintas seharian, mungkin merupakan pemandangan yang biasa bagi kita, tapi bagaimana apabila polisi yang berdiri tersebut adalah seorang perempuan alias Polwan. Mungkin pemandangan 'luar biasa' ini dapat kita jumpai pada tempat-tempat tertentu saja. Dering klakson dari mobil yang terburu-buru, semburan asap hitam bus kota, seakan bukan merupakan kendala dalam melakukan tugas mulianya yaitu mengatur lalu lintas. Semboyan ibu Kartini bahwa laki-laki derajatnya selalu sama dengan wanita, merupakan hal yang selalu diingat dan senantiasa melekat pada diri wanita ini. Jika laki-laki bisa menjadi seorang polisi dan menjalankan aktifitas tersebut, mengapa wanita tidak bisa! Dan itulah yang membuat Ibu Polwan ini telah 22 tahun menjadi seorang polisi. Dalam rentang waktu lebih dari dua dasawarsa tersebut telah berbagai hal ia rasakan, mulai dari hiruk-pikuk suara kendaraan yang lalu lalang ketika masih bertugas di bagian Satlantas, menangani penilangan surat kendaraan bermotor sampai kasus pelecehan seksual telah ia temui samasa bertugas. Lahir dari keluarga sederhana, perempuan yang lebih sering disapa Bu Tutik ini ketika ditanya mengapa mau menjadi polisi, ia menjawab bahwa hal itu merupakan panggilan hati nuraninya untuk turut berperan dalam menjaga keamanan masyarakat. Ia sangat terpanggil oleh keinginannya tersebut, sehingga dipilihnya polisi sebagai panggilan hidup, yang tentu saja akan banyak bergelut dengan penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Berbagai pengalaman menarik juga telah dialaminya. Menurutnya, salah satu pengalaman menarik dan sangat berkesan dalam dirinya adalah ketika mengawasi jalannya pelaksanaan demonstrasi mahasiswa yang sebagian besar pesertanya adalah adalah perempuan. Sesama kaum Hawa berada dibawah terik matahari untuk menyampaikan suatu hal yang diyakininya meski pada dua sisi yang berbeda. Hal itulah yang makin mengentalkan semangatnya untuk terus menjalankan tugasnya dalam menjaga keamanan. Ia melihat semangat para demonstran wanita itu merupakan semangat Kartini yang juga telah sekian lama ia anut dan yakini. Ibu yang dikaruniai dua orang anak ini, merasakan makin lengkapnya kebahagiaan hidupnya karena sang suami selalu memberikan dukungan yang penuh dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut. Padahal dalam tugasnya di wilayah Depok Barat yang wilayahnya cukup
12
POS RONDA
BERPIHAK PADA ANAK PEREMPUAN
&
Sekuel film : ‘KARAN’
Mungkin agak diragukan laporan itu akan tetapi detail peristiwanya tampak benar adanya. Di suatu hari, keluh seorang ibu, anaknya yang sudah SMA meminjam CD Telle Tubbies. Ibu itu heran mengapa anaknya yang sudah SMA menyukai tontonan yang disukai anak Taman kanak-kanak. Keheranan itu makin bertambah karena sewaktu CD diputar pintu kamar anaknya selalu dikunci. Seolah tidak boleh seorang-pun ikut menikmati kegiatan menonton film Telle Tubbies. Sampai kemudian si ibu kemudian mengetahui kalau film yang ada dalam sampul Telle Tubbies itu ternyata film porno. Apa yang diperbuat oleh seorang ibu menyaksikan itu semua? Ia mengeluh dalam pertemuan yang diadakan oleh Pusham UII dengan Polisi. Ibu ini ternyata tidak sendirian, ada banyak keluhan yang muncul selama pertemuan. Anak-anak yang dulu ditimang serta berwajah riang itu kini mulai tumbuh di tengah lingkungan yang mengerikan. Mulai muncul gerombolan bersepeda motor yang membawa-bawa senjata sehingga mengancam pemakai jalan lain. Mereka adalah anak-anak yang tumbuh bukan tanpa orang tua. Yang pasti orang tua alpa ketika anak-anak sudah menunjukkan gejala kenakalan. Dalam kalimat bapak Kapolsek, ketika seorang anak mencopot berbagai aksesoris motor semustinya orang tua curiga. Apalagi kalau kelnapotnya sengaja dibuat suaranya meraung-raung. Keributan diawali dari sana, yakni mulai memanfaatkan sepeda motor sebagai alat untuk unjuk rasa. Indikasi berikutnya anak mulai ikut kumpul-kumpul, kemudian menghabiskan waktunya dengan berputar-putar di jalanan. Mandat orang tua yang diminta untuk memberi perhatian terhadap perkembangan serta pertumbuhan anak. Di samping itu dalam pertemuan juga diimbuhkan bagaimana orang tua juga perlu sesekali memeriksa tas anak-anaknya. Tas itu akan memberitahukan pada kita apa yang sedang terjadi dan dialami oleh anak. Keresahan mengenai perkembangan anak ini dilatar-belakangi oleh sejumlah peristiwa yang melibatkan pelaku anak-
anak. Bahkan dalam salah satu konvoi yang membahayakan, sebutir peluru dimuntahkan oleh Polisi karena mereka menjadi gerombolan yang beringas. Melalui pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah ibu-ibu mulai kentara bagaimana kejahatan sebenarnya bisa dicegah, jika para orang tua ikut terlibat dalam pendidikan, pengamatan dan bimbingan terhadap anak. Hingga kini program Pemolisian Berorientasi Masyarakat berusaha untuk mendekatkan hubungan antara persoalan keamanan dengan apa yang seharihari dikerjakan oleh anggota masyarakat. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, fungsi serta peran orang tua sebenarnya amat penting. Penting karena dari sana anak akan mengalami secamam proses pembentukan identitas dan kesadaran. Perlu ditekankan mengingat dari rumah norma serta berbagai bentuk ajaran etika dilatihkan pertama kali. Ini menjadi mendesak saat ini mengingat ancaman potensial keamanan berasal-muasal dari tumbangnya kesadaran untuk bersama dan bertanggung jawab atas kehidupan lingkunganya. Bayangkan jika anak memberikan supporter kepada pasukan kesebelasan sepak bola yang dikaguminya dengan meraungraungkan kendaraan bermotor seolah semua orang dipaksa untuk menyukai apa yang disukainya. Mereka sejak dini tidak dilatih untuk berbeda tapi diajari bagaimana cara mengintimidasi dan ini yang membuatnya menjadi bersikap otoriter. Sebab itu bagian penting dari proses pembentukan kesadaran adalah menunjukkan kepada anak bagaimana orang tua sangat memahami dan ingin menyatakan bahwa mereka menyayangi mereka. Idealnya tuntutan demikian diarahkan pada ayah dan ibu, akan tetapi yang 'mahir' adalah seorang ibu. Jiwanya yang lembut diharapkan dapat meyentuh kalbu seorang anak yang tumbuh menuju kedewasaan. Keterlibatan ibu-ibu dalam program pemolisian berorientasi masyarakat ini menjadi kian penting, karena melauinya, diperoleh banyak
5
POS RONDA
anacaW Wacana
Investigasi informasi bagaimana memperlakukan seorang anak dan apa yang patut diberikan kepada mereka. Ibu memiliki mata yang tembus pandang, lantaran kemampuanya dalam memahami serta mengidentifikasi gejala-gejala dini yang ada dalam diri seorang anak. Kisah legendaris Malin Kundang sebenarnya hendak mengingatkan kembali bagaimana mandat dan peran seorang ibu. Dalam poster posyandu selalu ada gambar bagaimana ibu menyusui anak dan ibu yang sedang menimbang berat badan. Poster itu lagi-lagi memberitahukan pada kita keperkasaan seorang ibu serta bagaimana kiprah sosialnya. Program Pemolisian Berorientasi Masyarakat ini mendekatkan kembali kegiatan sosial yang dijalankan oleh masyarakat dengan singgungan pada aktivitas keamanan. Kini program Pemolisian Beorientasi Masyarakat ini akan menempuh pertemuan dengan kalangan perempuan dan anak. Mengapa kebijakan ini ditempuh? Yang pertama-tama karena masalah keamanan ternyata tidak saja membutuhkan terapi keamanan melainkan juga kreativitas sosial. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah pelibatan aktif dari berbagai gerakan sosial, yang mana keterlibatan kalangan perempuan sangat ditekankan. Alasan kedua yang jauh lebih penting adalah bagaimana menjaga kesinambungan kegiatan ini ketika Pusham tidak lagi menjadi fasilitator. Mengkombinasikan antara kegiatan sosial dengan COP akan membuat program ini memiliki agenda serta tahapan yang konkrit. Di komunitas ibu-ibu PKK akan banyak sekali kegiatan yang bersinggungan sesungguhnya dengan keamanan, karenanya, peran maupun aktivitas yang mereka lakukan dapat menyatu dengan yang dikerjakan oleh kalangan kepolisian. Sangat penting keterlibatan kalangan perempuan karena mereka sudah banyak memiliki agenda serta kegiatan rutin di kawasan masing-masing. Sedangkan faktor ketiga tak lain adalah modus kejahatan yang melibatkan bukan saja para preman melainkan kelompok anak-anak nakal. Modus yang jauh lebih sistematis adalah munculnya kelompok anak-anak muda yang mengancam dan meresahkan pengguna jalan. Di sini keterlibatan ibu menjadi urgen, mengingat, anak-anak bagaimanapun juga memiliki orang tua yang bisa mencegah sejak dini. Pencegahan secara dini itu yang merupakan bagian dari program Pemolisian Berorientasi Masyarakat. Dengan mencegah maka kejahatan itu dikendalikan dan bilamana ada tindak kejahatan itu merupakan bagian dari tanggung jawab semua orang. Kalau di Jepang atau Singapura yang tingkat kejahatanya rendah memang telah banyak dibentuk forum-forum informal yang dilakukan oleh sejumlah relawan yang berasal dari anggota masyarakat. Mereka, para relawan itu bekerja dengan Kepolisian untuk membantu mencegah secara dini semua tindakan-tindakan yang berujung pada kejahatan. Seperti melakukan-dalam istilah kita-ronda siang hari
6
POS RONDA
yang mana masyarakat berkeliling ke rumah-rumah untuk memberitahukan kepada penguninya agar hatihati jika menerima tamu asing. Termasuk juga memantau kehadiran orang-orang asing yang bersileweran di kampung-kampung. Pencegahan dini dengan melibatkan kelompok informal masyarakat ini menjadi penting saat ini karena masyarakat, seperti yang diulas dalam bulletin sebelumnya, mengalami gejala individualisasi yang akut. Hal ini yang kentara adalah mulai malasnya masyarakat untuk aktif terlibat dalam kegiatan pengamanan kampung bahkan mereka lebih suka untuk menggantinya dengan membayar ongkos. Uang memang bisa menggantikan mereka untuk sementara, tapi uang tak bisa menggantikan proses komunikasi yang dijalin antar sesama warga. Uang tidak dapat digunakan untuk membeli informasi mengenai perkembangan sanak-saudara kita yang mungkin diketahui oleh orang lain ketimbang kita sendiri. Karenanya kemudian selain melibatkan ibu dan anak program ini memang berupaya sedekat mungkin untuk mengaitkan masalah-masalah keamanan dengan problem sehari-hari. Dalam tiap pertemuan akan selalu muncul keluhan, seperti bagaimana meluasnya film porno, bagaimana anakanak yang tiba-tiba ikut gerombolan yang kita semua tak tahu, apa tujuan sebenarnya. Sejumlah fenomena ini menggetarkan perasaan semua orang tua dan penyelesaian yang dilakukanya sendiri tidak mencukupi. Orang tua butuh bantuan bukan saja pada guru melainkan masyarakat maupun kalangan Kepolisian yang selama ini akrab dengan masalahmasalah diatas. Kalau anak sudah berurusan dengan Polisi tentu akan ada konsekuensi hukum, yang mau tak mau, orang tua harus mengikuti serangkain prosedurnya. Dalam salah satu pertemuan, seorang Kapolsek bertutur bagaimana orang tua yang anaknya kena masalah hukum kadang tidak pernah tahu tentang perkembangan anaknya. Ketika berurusan dengan Polisi tak jarang mereka ingin menempuh langkah kilat, anak minta segera dilepaskan berapapun ongkosnya. Cara ini selain tidak mendidik buat anak juga dapat merusak budaya hukum yang dijunjung tinggi. Anak akan diajari untuk tidak menghormati pranata hukum karena dilatih untuk menyuap, menyogok dan menempuh prosedur hukum melalui jalan belakang. Adalah tugas orang tua untuk memberikan pendidikan anak sejak dini, dari rumah. Artinya kejahatan sesungguhnya bibitnya bisa ditekan sejak awal jika orang tua pintar memantau perkembangan anak dan di samping itu orang tua juga sadar dan paham hukum sejak dini. Kultur inilah yang nampaknya belum banyak dimasyarakatkan karena gambaran buram mengenai hukum kadang membuat mereka menempuh sejumlah langkah pragmatis. Pengetahuan mengenai itu semua nampaknya perlu disampaikan kepada semua kalangan.Informasi yang menyangkut tentang bagaimana
Film yang berkisah pertarungan laga antara suami dan istri. Mungkin pembebasan tidak diawali dari sana dan bukan bertujuan ke arah sana. Pembebasan yang Paulo Freire rintis dalam metodologi pendidikannya, tak lain adalah bangunnya kesadaran kritis menggantikan kesadaran pasif dan magic. Kesadaran kritis gampangnya adalah kesadaran yang memahami belenggu struktur dan kultur yang sementara ini menindas kaum perempuan. Pertanyaan yang selalu berlompatan dalam bilik kesadaran kritis, siapa dan dalam bentuk seperti apa penindasan itu dilestarikan? Kenapa dengan mudah suami melakukan kekerasan, apa memang hobby atau karena peluang kultur dan struktur yang ada di masyarakat? Kesadaran ini membuat kita kemudian bertanya dengan lugu, benarkah goyang Inul memang merupakan hak asasi? Apakah tidak boleh ada keberatan dari siapapun terhadap goyangan Inul karena itu berarti penindasan terhadap kaum perempuan? Layakkah jika Marsinah yang terbunuh dengan cara kejam itu disamakan dengan Inul sebagai korban pelanggaran HAM? Inul dan Marsinah samasama perempuan dusun yang berasal dari Jawa Timur dan membangun karir dengan cara yang sederhana. Marsinah berhadapan dengan aparat, sedang Inul harus berhadapan dengan kamera. Keduanya perempuan ini adalah makanan empuk media massa. Tapi Marsinah meski sudah dibela habis-habisan hingga hari ini tak jelas siapa pembunuhnya, Sedangkan Inul sudah ketahuan siapa yang memusuhi dan siapa yang mendukung. Inul dan Marsinah memang tak bisa disejajarkan, akan tetapi mereka mewakili kaum perempuan yang dalam kehidupan di masyarakat Indonesia mengalami nasib yang mengenaskan. Struktur masyarakat dan ditunjang dengan arus modal telah membuat nasib Inul dan Marsinah bersimpang jalan. Jalan protes Marsinah untuk kenaikan upah sebesar Rp. 2500 dan imbalan yang didapatnya adalah sekujur tubuhnya mendapat siksaan. Siapapun yang pelakunya pasti bukanlah kaum perempuan, karena tidak akan mungkin, seorang perempuan berjiwa seperti Xena. Perempuan dan anti kekerasan adalah sekeping uang yang tak dapat ditanggalkan. Penulis masih membayangkan bahwa sebagian perempuan adalah sosok ibu yang dilukis dengan baik oleh novel Marxim Gorky, Ibunda. Dalam novel itu Ibunda dilukiskan sebagai perempuan yang membela dan melindungi anaknya beraktivitas dalam politik. Meski Sang Ibunda sering sekali menjadi sasaran tindakan kekerasan oleh suaminya tapi ia tetap melindungi anaknya dari tudingan sebagai musuh pemerintah. Hingga kematian merenggutnya, Ibunda tetap berada disisi sang anak memberikan perlindungan. Karena itu Marsinah, penulis fikir, dapat disandingkan dengan Kartini sebagai sosok perempuan yang ikut membela bukan saja kaumnya melainkan kelompok sosial buruh. Kelompok sosial yang hingga hari ini masih bernasib mengenaskan. Keberanian Marsinah tentu didorong kesadaran kritis yang terbangun melalui diskusi dan pembelajaran atas situasi yang dihadapinya. Ia penerus dari Kartini, Dewi Sartika
bahkan Bunda Theresia. Marsinah hendak membebaskan kaumnya dari buta terhadap sirkulasi modal dan eksploitasi. Akan tetapi mengapa masih ada sosok yang melihat Marsinah dengan kebencian yang membakar hingga mendorongnya untuk membunuh? Mengapa masih ada prilaku yang dengan sewenangwenang mencabut nyawa sosok perempuan yang sesungguhnya sama dengan orang yang melahirkannya? Pertanyaan yang sama, ketika penulis menyaksikan di televisi, bagaimana pasukan liar memukuli kaum perempuan yang tergabung dalam kaum miskin kota. Kaum miskin ini hanya memprotes kebijakan dan tiba-tiba sejumlah pasukan liar memburu dan memukulinya. Bukan saja perempuan melainkan juga anak-anak. Mengapa dan kenapa banyak orang tega melakukannya? Jawabannya sudah pasti tidaklah cukup dengan mengatakan, bahwa hati mereka tidak bersih atau karena mereka sedang digoda iblis. Emosi dan kekasaran mereka karena minimnya penghargaan mereka atas kaum perempuan. Menyaksikan perempuan melancarkan protes apalagi dengan pakaian compang-camping yang ada dalam tempurung kepala mereka hanya satu, pukul, habisi dan hajar mereka. Dari rumah kiranya penting untuk mulai menyelesaikan masalah tidak dengan cara kekerasan dan lebih memilih untuk mendialogkan. Perempuan juga wajib untuk dimintai pertimbangan dalam segala hal. Bersangkut paut dengan masyarakat, nampaknya petugas keamanan juga mustinya lebih banyak berkomunikasi dengan kaum perempuan untuk mendorong ketertiban dan keamanan masyarakat. Melayani mereka dengan santun, sopan dan menghormati mungkin tradisi yang perlu dirintis. Seperti juga kini mulai digencarkan tuntutan agar posisi politis kaum perempuan lebih diperbesar, ini juga merupakan langkah positif. Kaitan dengan Pemolisian Berorientasi Masyarakat ini, keterlibatan kaum perempuan menjadi peran sentral. Pertama karena jumlah mereka besar tentu akan menjadi kunci bagi peningkatan rasa aman dan percaya masyarakat pada petugas. Kedua kebutuhan mereka yang spesifik akan membantu petugas untuk lebih memahami kedudukan dan posisi kaum perempuan. Dengan pengetahuan itu akan terbentuk semacam kesadaran kritis pada petugas setiap melayani keperluan dan laporan dari kaum perempuan. Ketiga ketrampilan dalam membangun komunikasi akan lebih terasah jika perempuan dilibatkan, karena aktivitas dan kemampuan naluriah mereka akan sangat membantu tugas-tugas Pemolisian. Pada akhirnya penghormatan kaum perempuan akan membuat Polisi lebih sensitif dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menjauhi dari segala tindak kekerasan. Karena itu panggilah mereka perempuan dan ibu, karena keduanya, adalah sekeping mata uang yang mencerminkan nilai-nilai kebajikan. Hormatilah mereka, karena dari sana kita menjadi petugas yang bermartabat. (Prasetya)
11
POS RONDA
TAJUK kelompok rentan yang membutuhkan penanganan berbeda. Di kepolisian setempat, ada RPK (Ruang Pelayanan Khusus) yang digunakan untuk korbankorban kejahatan yang menimpa kaum perempuan. Disana Polwan dituntut untuk lebih aktif dan karena sama-sama perempuan, diharapkan korban jauh lebih terbuka. Selama ini 'keterbukaan' dan keterusterangan merupakan barang yang mahal, karena masih banyak kesangsian, apa keterus-terangan dapat membawa hasil. Korban kejahatan belum sepenuhnya percaya, hanya dengan bermodal keterbukaan, kasusnya mendapat penanganan seperti yang diharapkan. Apalagi bila korban kejahatan tak pernah mendapat pemberitahuan sampai dimana 'rute' kasusnya selama ini. Pemberitahuan itu penting karena melaluinya ada dua tujuan yang sekaligus bisa dicapai, pertama untuk menunjukkan pada publik bahwa petugas telah bekerja. Kemudian yang kedua akan ketahuan apa kesulitan yang dialami oleh petugas dan bantuan apa yang dapat diberikan oleh masyarakat. Keterbukaan akan memperkecil tindak sewenangwenang dan keterbukaan menunjukkan bahwa organisasi itu bukan hidup dalam zaman yang primitif. Disamping itu tampaknya perhatian yang besar pada kelompok rentan harus dilandasi dengan pandangan baru. Sebuah pandangan yang membuang jauh-jauh kalau perempuan itu hanya 'konco wingking' yang putaran hidupnya hanya seputar 'kasur, dapur dan sumur'. Perempuan memiliki hak dan martabat yang sama, karenanya penghargaan terhadapnya juga harus disetarakan. Benar perempuan memerlukan penanganan khusus karena memiliki kebutuhan-kebutuhan yang khusus. Di institusi manapun selalu diberikan hak cuti hamil dan hak untuk menyusui dalam jangka waktu tertentu. Tak terkecuali di kalangan Kepolisian yang tentunya memiliki ketentuan yang lebih manusiawi terhadap kalangan Polwan. Bahkan di Timor Loro Sa'e, jumlah Polwan yang memenuhi institusi Kepolisian paling besar di dunia, sekitar 50% dari jumlah Polisi. Kira-kira apa pertimbangan yang membuat kebijakan ini muncul? Apa sematamata merupakan bentuk penghargaan pada kaum perempuan atau memang merupakan kebijakan yang didasari oleh tingginya kesadaran gender? Mungkin cerita di bawah ini bisa mengawali kita untuk mengetahui bahwa bagaimanapun juga, perempuan memiliki kelebihan dalam menjalin hubungan sosial. Saya semula mengira ia hanya sosok Polwan biasa, karena paras maupun sikapnya seperti kebanyakan Polisi lain. Untuk tujuan sebuah riset kami mewawancarai selama lebih 1 jam, untuk mengetahui bagaimana visi maupun gagasanya mengenai penanganan kejahatan. Dengan lincah diutarakannya pendekatan manusiawi yang dilakukannya selama ini. Untuk pelaku kejahatan, ia yakin bahwa perlakuan manusiawi akan membuat si pelaku akan lebih terbuka dan terus terang.
4
POS RONDA
KISAH
Perasaannya sebagai seorang ibu, membuatnya tidak sampai hati untuk menampar. Tangan itu diciptakan Tuhan bukan untuk menampar, mungkin itu prinsipnya. Pelaku kejahatan yang dititipkan pada selnya, diperlakukan dengan cara yang beradab. Ia bahkan menganggap itu adalah anak-anaknya yang harus dikasihani dan diberikan perhatian. Prinsipnya, perlakukan orang itu secara manusiawi niscaya mereka-pun akan memperlakukan kita dengan cara yang sama. Si ibu Polwan yang baik hati ini, bahkan pernah menjadi wali dari sebuah pernikahan mantan penjahat yang sudah tobat. Si ibu Polwan akan sangat geram dengan pelaku kajahatan yang sasaranya perempuan, seperti para pemerkosa, pelaku pelecehan seksual atau suami yang hoby mukuli istrinya. Ia menyebut orang-orang macam ini, sebagai manusia yang tidak bermartabat dan belum tahu arti kasih sayang. Mungkin ibu Polwan ini memang sosok ibu, yang tidak habis pikir, mengapa seorang dengan tega melakukan tindak kekerasan pada perempuan. Ibu Polwan dan banyak petugas Polisi yang lain, mewakili suatu kultur yang baru, dimana penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan merupakan unsur tertinggi. Mereka meskipun dibekali oleh setangkai pistol atau tongkat pemukul, tapi itu digunakan untuk keperluan yang mendesak. Bagi si ibu Polwan, yang hingga kini masih bertugas di Yogya, selama masih bisa diajak ngomong maka ajaklah. Mungkin karena itu pernah dalam kelas latihan HAM, si ibu Polwan ini berdebat dengan bapak Polisi, tentang cara yang tepat untuk memperlakukan pelaku kejahatan. Tapi tentu si ibu Polwan ini memerlukan dukungan dari masyarakat dan keterlibatan kalangan ibu-ibu, yang merupakan bagian dari dirinya. Dalam program Pemolisian berorientasi masyarakat ini nampaknya peran kalangan perempuan menjadi penting untuk dikembangkan. Selama ini mereka terhimpun dalam sejumlah aktivitas sosial yang berjasa besar, terutama dalam mempertahankan ikatan komunitas dan solidaritas. Di banyak kampung ada banyak kegiatan PKK kemudian juga Posyandu. Rasanya tepat jika program pemolisian berorientasi masyarakat, mempertimbangkan dan mendorong kegiatan pemolisian secara produktif dan berpihak pada nilainilai kemanusiaan. Mustahil program ini berhasil tanpa melibatkan peran masyarakat, terutama kaum perempuan. Sebab dari mereka, kiranya, akan muncul sejumlah usulan, dukungan, harapan dan sejumlah cara-cara yang kreatif dalam mengatasi persoalan keamanan. Sungguh suatu upaya yang memang perlu dimatangkan.
luas, ia harus bertemu langsung dengan beragam lapisan masyarakat, yang kadangkadang memberinya pandangan 'sebelah mata' karena statusnya yang perempuan tersebut. Ia mengingat suatu peristiwa ketika ia hadir dalam pertemuan masyarakat dan Kepolisian dalam wilayahnya, pernah ada aparat desa yang mempertanyakan mengapa yang hadir adalah seorang Polisi wanita apa tidak ada polisi laki-laki yang bisa hadir dalam pertemuan ini. Sambil menghela nafas ia menjawab, “Pandanglah saya sebagai seorang polisi, jangan pendang saya sebagai seorang perempuan!”. Peristiwa itu masih selalu dikenangnya karena keprihatinannya pada pandangan masyarakat yang masih sangat patriarkhis. Tapi tak jarang juga ia mendapatkan simpati karena statusnya sebagai seorang ibu tersebut. Ia selalu merasa bangga karena selama ini masih mampu menjalani dua profesi sekaligus yakni Ibu Rumah tangga dan Ibu Bhayangkara. Paling tidak selaku ibu rumah tangga ia sangat sadar akan tanggung jawab mengurus rumah, suami dan anak. Ibu Polwan ini membuktikan bahwa seorang wanita tidaklah hanya sosok 'ning wingking' Ketika ditanya apa yang diharapkan dari masyarakat untuk menjaga keamanan, ia menjawab adanya rasa memiliki satu sama lain. Karena masyarakat saat ini sudah semakin acuh pada keadaan sekelilingnya. Tidak ada lagi rasa saling mangingatkan satu sama lain, bahwakan apabila ada yang kemalingan banyak yang tidak peduli dengan alasan tidak tahu. Ketidakpedulian yang menurutnya makin menjauhkan masyarakat dan polisi. Dan akibat dari jauhnya masyarakat dan Polisi ini adalah kemungkinan meningkatnya tindak kejahatan. Ia pun menyadari bahwa kepolisian juga memliki kekurangan-kekurangan yang memacu keinginannya untuk melakukan perbaikan. Misalnya anganangannya untuk diperbesarnya porsi tugas perempuan dalam penanganan kejahatan yang juga pelakunya adalah perempuan. Selama ini para polisi perempuan seringkali hanya dilibatkan pada proses penggeledahan tapi jarang pada proses-proses interogasi dan proses kelanjutannya. Harapannya ini selalu diinginkannya dengan alasan perempuan sebagai kelompok rentan selalu harus mendapatkan perlakuan khusus. Karena setiap perempuan selalu ia imajinasikan sebagai Kartini yang selama ini telah menjadi sosok yang memacu semangatnya untuk berkarya. (Kin’t)
( Prasetya)
13
POS RONDA
anacaW Wacana
Panggil Aku.. Perempuan & Ibu oleh si pelapor. Pencabutan itu berlatarbelakang rasa malu dan rikuh. Meski saat ini banyak televisi menyiarkan tentang gangguan kau berikan… keamanan serta penanganannya, akan tetapi tak mampu kubalas...” sangat sedikit yang mengangkat tema tentang (Iwan Fals, Ibu) kekerasan yang ada dalam rumah tangga. Dalam acara Buser atau Patroli sering tampak laki-laki penjahat yang babak belur karena perkara pencurian. Akan sangat sedikit lakiRaut muka itu tampak kurang bersemangat laki yang menganiaya istri ditayangkan, karena itu dan kusut meski dari parasnya, orang pasti tahu kalau tentu akan mengguncangkan citra rumah tangga yang usianya sekitar 30-an tahun. Wanita ini datang ke harmonis. Rumah tangga harmonis selalu dilukiskan kantor Polisi untuk suatu urusan. Ia menjadi korban dengan cara vulgar oleh iklan Keluarga Berencana. penyiksaan Rumah tangga dengan luka yang Dua orang anak digandeng oleh ayah-ibu dalam mengerikan. Dalam penuturannya dikantor Polisi, lingkaran yang indah. Rumah tangga harmonis adalah tampak kesedihan menyayat perasaan siapapun yang rumah tangga yang antara bapak dan istri ada mengalaminya. Lebih-lebih anak yang dibawanya, pembagian ruang kerja yang jelas. Ibu di dapur sedang mungkin masih berusia sekitar 2 tahun, dengan raut bapak ada diruang tamu. Bapak bekerja lalu ibu muka seperti bocah pada umumnya. Dua manusia yang mengasuh anak. Begitulah keluarga Indonesia sama-sama rentan ini terpaksa melaporkan perlakuan dibentuk dan perempuan diperlakukan. pria yang mereka sebut suami sekaligus ayah. Polisi Zaman memang berubah dan setiap adalah petugas, yang lebih mereka kenal dari sosok peringatan hari Kartini selalu muncul perdebatan soal seragamnya. Polisi mungkin petugas satu-satunya karir seorang perempuan. Dalam serial sinetron, yang dapat dipercaya untuk melakukan serangkaian kesadaran emansipasi ditunjukkan dari bagaimana aktivitas hukum. Kekerasan rumah tangga bukan perempuan karir yang tanpa masalah, bahkan serial sesuatu hal yang baru akan tetapi dalam penanganan lagapun banyak pendekar perempuan. Mereka semua hukumnya akan selalu mengalami benturan keras. adalah sosok perempuan yang gagah, tenang, dingin Masih sulit untuk mencari pasal yang bisa menjerat dan objektif. Tokoh ini diwakili oleh Xena. Film yang dengan ampuh para suami yang gemar melakukan mempertontonkan bagaimana perempuan dapat kekerasan. Andaikan dalam pasal hukum ada berkelahi dan membunuh lebih sadis ketimbang ketentuannya, persoalan berikutnya adalah budaya siapapun. Tapi apakah memang seperti itu yang yang masih melekat dilingkungan masyarakat. Budaya hendak dirintis dan diperjuangkan oleh Kartini? yang menganggap, dan kejadian didalam rumah Pertanyaan ini menyodok kita semua, karena seolah tangga adalah urusan pribadi sesuatu yang tabu jika 'pembebasan' perempuan adalah melepaskan diri dari melaporkan orang terdekat kepada pihak lain, lebihkukungan rumah tangga. Gerakan feminisme menjadi lebih Kepolisian. ancaman besar ketika perempuan mulai menempuh Sikap ini tampaknya masih dipegang oleh jalan pembebasan sesuai dengan apa yang didapatkan kalangan petugas hukum, yang menilai Polisi kurang dari kaum laki-laki. Kalau suami melakukan kekerasan sopan jika masuk ke urusan rumah tangga. Dalam maka balaslah dengan kekerasan pula. Itu yang komentar seorang petugas, terkadang ketika kasus mengilhami munculnya film yang berjudul Enough. sudah diproses ada kalanya di tengah jalan dicabut
“Ibuku sayang…seperti udara, kasih yang
10
POS RONDA
Investigasi mengidentifikasi kejahatan sejak dini perlu diberitahukan pada semua khalayak. Yang lebih penting lagi tampaknya sosialisasi program Pemolisian berorientasi masyarakat, yang bukan untuk kepentingan polisi melainkan bermanfaat bagi semua kalangan. Pandangan demikian yang bahkan perlu dijejalkan dalam tempurung kepala semua orang, karena persoalan keamanan kini menjadi masalah besar yang harusnya bisa dipecahkan sejak dini. Untuk itu serangkaian program, baik itu dalam bentuk kampanye maupun dalam bentuk pelatihan mulai dirancang dengan fokus sasaran pada masyarakat. Masyarakat yang selama ini menjadi tenpat asal muasal kejahatan sekaligus praktek kejahatan. Tentu kampanye yang dirancang diharapkan akan masuk dalam 'nalar' berfikir masyarakat, terutama sasaran yang lebih spesifik, komunitas keluarga. Merekalah yang selama ini dapat dijadikan sebagai perangkat yang sejak dini bisa dimanfaatkan untuk mencegah kejahatan. Untuk merumuskan program tersebut saat ini sedang digalang kampanye massal yang memikat masyarakat untuk membantu program Pemolisian Berorientasi Masyarakat.Pertama akan dilakukan pendidikan publik tentang Pemolisian Berorientasi Masyarakat yang materinya meliputi tindakan keamanan dini hingga bagaimana manajemen Polisi yang menggunakan prinsip akuntabilitas. Lagi-lagi pesertanya diharapkan juga melibatkan kalangan perempuan mengingat kebutuhan untuk mengimplementasikan program ini. Kedua yang juga tak kalah penting akan diselenggarakan kampanye dengan stiker, spanduk dan poster mengenai tuntutan perubahan kalangan Kepolisian. Dengan perubahan yang dilakukan secara terus-menerus niscaya institusi Kepolisian akan menjadi seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Ketiga kini mulai sedang dibuat radio komunitas yang akan mengoptimakan informasi maupun perubahan yang terjadi yang bersangkut paut dengan keamanan. Radio ini ditempatkan di pos ronda yang akan melibatkan keterlibatan serta peran masyarakat semuanya. Melalui radio diharapkan pemberitaan maupun informasi dengan cepat diperoleh masyarakat serta secara otomatis mendapat tanggapan dari kalangan Kepolisian. Beberapa program perubahan ini akan melibatkan serta didukung oleh media baik lokal maupun nasional. Mungkin melalui itu komitmen mengenai perubahan
masyarakat menuju pada kestabilan akan lebih terjamin hasilnya. Di samping itu langkah yang juga ditempuh adalah melibatkan pihak eksektutif dan legislatif dalam sejumlah pertemuan. Mereka diminta bukan saja untuk memberikan dukungan politis melainkan yang jauh lebih bermakna juga dapat menetapkan semacam peraturan tingkat daerah mengenai program ini. Untuk apa harus membuat aturan? Agar ini menjadi semacam program yang secara langsung pemerintah ikut terlibat dan bertanggung jawab. Campur tangan pemerintah kian penting mengingat keberadaan dan tugasmya dalam bidang keamanan termasuk dalam ketentuan yang digariskan oleh undangundang. Pemerintah menjadi perlu karena kita hendak melawan upaya yang selama ini dilakukan oleh sebagian pihak untuk melucuti peran negara. Pemerintah juga penting karena upaya selama ini kadang masih dipandang semata-mata, hanya menjadi proyek atau program yang dilakukan oleh Pusham UII dan Polisi semata. Dengan pemerintah mengikatkan diri dalam program ini maka keberhasilan maupun tujuan dalam kaitan tentang keamanan akan menjadi semacam kebijakan tersendiri. Dalam bahasa seorang pejabat keamanan ini menjadi penting karena bisa 'dijual'. Dengan keamanan investasi akan datang dan melalui keamanan perekonomian bisa berjalan. Begitulah semangat yang memayungi program Pemolisian Berorientasi Masyarakat yang berjalan selama ini. Karenanya semua memerlukan dukungan banyak pihak, baik bapak, ibu maupun anak. (Prasetya)
7
POS RONDA
Sergap Perempuan diBawah Intaian Kejahatan Perempuan selalu saja menjadi obyek dan subyek yang menarik. Tidak hanya dunia periklanan yang melakukan eksploitasi tubuh perempuan, tapi dunia kriminal juga sangat mengenal proses eksploitir tersebut. Pelaku kriminal sangat 'getol' mengincar perempuan untuk dijadikan obyek, bahkan tidak jarang 'dipinjam' untuk menjadi subyek kejahatan. Dengan kata lain bahwa perempuan menjadi pemeran penting dalam proses kejahatan. Entah sebagai pelaku (secara aktif maupun pasif), ataupun sebagai korban.
Tabel I: Polsek Umbulhrjo Data Korban Perempuan (Februari-April 2003) No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kejahatan
8
No 1 2 3
Jenis Kejahatan Curanmor Curat Total
Jumlah 11 4 15
Tabel III: Polsek Mergangsan Data Korban Perempuan (Maret-April 2003) No 1 2 3 4 5
Jenis Kejahatan Curanmor Curat Penipuan Jambret/ Pencurian/Pencopetan
Jumlah 1 2 2
Total
5 10
Jika ukuran fantastik atau tidak diukur berdasarkan jumlah kejahatan ini, maka memang mungkin harus kita katakana bahwa jumlahnya tidak besar, tetapi jumlah ini tetap merupakan jumlah yang riil. Artinya bahwa perempuan selalu dalam posisi kritis karena ancaman-ancaman pelaku kejahatan. Apakah perempuan selalu dalam posisi korban kejahatan? Kadang-kadang tidak. Karena mereka juga bisa menjadi pelaku kejahatan. Entah karena posisi terpaksa atau diperalat ataupun memang karena niat pribadi, tapi hal yang ada adalah mereka juga menjadi kelompok potensial pelaku kejahatan. Misalnya di Wilayah Umbulharjo terdapat kasus pencurian mobil dengan modus operansi yaitu pelaku bekerjasama dengan pembantu rumah tangga dalam proses pencurian mobil tersebut. Masih di Wilayah yang sama, juga terdapat kasus pencurian uang di RSU Wirosaban yang juga pelakunya adalah seorang perempuan. Intinya adalah perempuan seringkali menjadi sasaran kekerasan fisik ataupun mental. Bisa lahir karena anggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang lemah ataupun lahir dari budaya yang patriarkhis. Tapi keadaan dan anggapan tersebutlah yang makin merentankan posisi perempuan dalam setiap intaian kejahatan. Kalihatannya butuh peran serta dan perhatian yang berlebih dari kita semua untuk kaum perempuan ini. Harus! (Uchenk)
Jumlah
Curanmor Curat Curas Penipuan Pembakaran Jambret/ Pencurian/Pencopetan Total
Dari sekian laporan kejahatan yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian, telah memberikan gambaran posisi kerentanan perempuan tersebut. Lihat saja fakta berupa data yang dikeluarkan oleh Polres Depok Barat, Polsek Umbulharjo, dan Polsek Mergangsan. Sepanjang awal tahun ini (Januari-April 2003), perempuan menjadi incaran para pelaku kriminal. Lihat saja betapa tingginya angka kejahatan yang menjadikan perempuan sebagai korban. (Lihat Tabel I, II dan III).
Tabel II: Polsek Depok Barat Data Korban Perempuan (Januari-April 2003)
3 3 1 1 1 4 13
POS RONDA
9
POS RONDA