SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id
Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar Jakarta, 6 Juni 2011 – Kinerja ekspor nonmigas dalam empat bulan pertama tahun ini (Januari-April) 2011 mengalami pertumbuhan yang cukup meyakinkan dan melampaui target yang ditetapkan. Nilai ekspor nonmigas ke negara tujuan utama RRT, Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa termasuk ke pasar ASEAN naik tajam. Total ekspor nonmigas pada April lalu mencapai US$ 12,9 miliar sehingga secara keseluruhan total ekspor nonmigas dalam empat bulan pertama tahun ini sudah mencapai US$ 50,3 miliar, atau naik 29,3% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Angka ini melebihi target tahunan pemerintah sebesar 12%-15%. Juga penting untuk dicatat, dipandang dari siklus bulan per bulan perkembangan ekspor, angka ekspor April lalu itu merupakan angka tertinggi dibandingkan ekspor bulan April pada tahun-tahun sebelumnya, seperti terlihat pada grafik 1. Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke pasar ASEAN pada April lalu mencapai US$ 2.468,7 juta sehingga total periode Januari-April 2011 sudah mencapai US$ 8.261,5 juta atau naik 34,65% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Ekspor ke RRT pada bulan April 2011 mencapai 1.565,5 juta, sehingga untuk Januari-April 2011 ekspor ke negara ini sudah mencapai US$ 4.017,5 juta atau naik 21,39%. Sementara itu, ekspor nonmigas ke Jepang pada April lalu mencapai U$ 1.458,5 juta, sehingga total ekspor nonmigas Januari-April 2011 tercatat sudah mencapai US$ 4.932,5 juta atau lebih tinggi 18,16% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Sedangkan ekspor ke negara tujuan utama lainnya seperti Amerika Serikat mencapai US$ 1.314,4 juta, sehingga total ekspor Januari-April 2011 ke negara ini sudah mencapai US$ 4.053,3 juta atau naik 24,53% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. “Angka-angka tersebut sekaligus memberi sinyal atau informasi bahwa disamping membaiknya pasar eksternal, terutama di Asia, hasil kerja sama FTA/EPA semakin efektif mendorong ekspor nonmigas kita,” kata Menteri Perdagangan Mari Pangestu pada konperensi pers mengenai kinerja ekspor impor di kantor Kementerian Perdagangan hari ini (6/6).
Grafik 1. Ekspor Nonmigas April 2011
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Neraca Perdagangan Sejalan dengan laju pertumbuhan ekspor tersebut, neraca perdagangan Indonesia bulan April 2011 mengalami surplus dengan angka lebih besar dibandingkan bulan yang sama pada 2010. Surplus total perdagangan mencapai US$ 1,6 miliar. Angka ini berasal dari surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar US$ 1,9 miliar dikurangi defisit neraca perdagangan migas US$ 0,3 miliar. Neraca perdagangan nonmigas selama bulan April 2011 naik 72,6% dibandingkan dengan neraca perdagangan bulan yang sama pada 2010. Hal tersebut berarti surplus neraca perdagangan nonmigas pada periode Januari-April 2011 meningkat sebesar 28% atau senilai US$ 8,6 dibanding periode sebelumnya sebesar US$ 6,2 miliar. Defisit neraca migas untuk Januari-April 2011 adalah US$ 1,3 dibanding dengan US$ 1,1 di periode yang sama 2010. Grafik 2. Neraca Perdagangan Indonesia
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Peningkatan Ekspor Nonmigas Ditopang oleh Seluruh Sektor Seperti bulan-bulan sebelumnya, seluruh sektor nonmigas mengalami peningkatan sepanjang periode Januari-April tahun ini. Ekspor dari sektor industri, pertambangan dan pertanian naik secara mengesankan. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor industri, dimana sepanjang Januari-April 2011 ekspor dari sektor ini sudah mencapai US$ 38,7 miliar atau naik 34,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 (Grafik 3). “Pertumbuhan itu membuat sektor industri tetap mendominasi
2
ekspor nonmigas Indonesia. Ini bisa menjadi salah satu indikator bahwa industri di Tanah Air telah pulih, seiring digalakkannya peningkatan nilia tambah dan industri hilir. Untuk beberapa sektor padat karya seperti alas kaki dan pakaian jadi, peningkatan ekspor juga mencerminkan perubahan dinamika persaingan dengan beberapa pesaing kita seperti RRT,” kata Mendag. Grafik 3. Perkembangan Ekspor Nonmigas Menurut Sektor
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Selama Triwulan I 2011, hampir seluruh ekspor 10 produk utama nonmigas mengalami peningkatan, kecuali kakao. Ekspor produk kakao melemah yang dipicu oleh turunnya volume ekspor biji kakao (-35,5%), sementara itu ekspor kakao olahan tetap meningkat. Peningkatan ekspor beberapa produk utama selama Triwulan I 2011 didorong oleh kenaikan harga, kecuali produk hasil hutan yang pertumbuhan ekspornya didorong oleh kenaikan volume. Di antara 10 produk utama yang mengalami kenaikan harga relatif tinggi adalah sawit (58,9%), karet dan produk karet (58,4%), kopi (27,9%), dan TPT (25,1%). Kenaikan terjadi akibat tingginya permintaan, dan minimnya suplai karena cuaca buruk di negara-negara produsen. (Grafik 4) Grafik 4. Perkembangan Ekspor Produk Utama
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
3
Peningkatan Output Industri Domestik Dorong Impor Bahan Baku Dari sisi impor, sepanjang periode Januari-April 2011 masih didominasi bahan baku/penolong yang nilainya mencapai US$ 40,2 miliar, naik 34,4% dibanding periode yang sama pada 2010. Peningkatan impor bahan baku/penolong ini sejalan dengan pertumbuhan output industri di tanah air. Hal yang sama juga terjadi pada impor barang modal yang naik sebesar 12,0% menjadi US$ 9,2 miliar. Hal ini disebabkan oleh peningkatan realisasi kegiatan investasi yang signifikan. Sementara itu, impor barang konsumsi selama periode Januari-April tahun 2011 mengalami peningkatan tertinggi, sebesar 39,4% (Grafik 5). “Meski kenaikannya tinggi, namun pertumbuhannya masih lebih rendah dibandingkan tahun 2010 (67,6%),” ujar Mendag Mari Pangestu. Grafik 5. Impor Menurut Golongan Penggunaan Barang
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Secara proporsi, impor bahan baku/penolong selama periode Januari-April 2011 mengalami peningkatan dari 72,6% menjadi 74,8% (Grafik 6). Pada periode yang sama, proporsi impor barang konsumsi mengalami peningkatan dari 7,4% menjadi 8,0%. Di sisi lain, terjadi penurunan dalam proporsi impor barang modal selama Januari-April 2011 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010, menjadi 17,2%. Grafik 6. Struktur Impor Nonmigas
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Pemanfaatan Preferensi Tarif FTA di Negara Tujuan Ekspor Disamping pertumbuhan ekspor yang semakin menjanjikan, menurut Mendag, perkembangan lain yang juga menggembirakan adalah makin banyaknya produk ekspor Indonesia yang
4
memanfaatkan keringanan bea masuk di negara-negara tujuan (Grafik 7). Dari tabulasi seluruh Dinas Daerah yang menerbitkan Surat Keterangan Asal (SKA), ekspor Indonesia ke mancanegara diperoleh informasi jumlah komoditi ekspor Indonesia yang memanfaatkan fasilitas keringanan bea masuk semakin bertambah. Fasilitas itu merupakan bagian dari fasilitasi FTA (Free Trade Agreement) atau EPA (Economic Partnership Agreement). ”Pemanfaatan keringanan bea masuk di pasar tujuan diharapkan akan semakin meningkatkan akses pasar untuk produk ekspor kita di negara-negara tujuan,” kata Mari Pangestu. Grafik 7. Peningkatan Realisasi Pemanfaatan SKA ke Mitra FTA/EPA
Sumber: Kemendag dan BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Dibandingkan dengan periode Januari-April 2010, peningkatan realisasi pemanfaatan SKA preferensi ke negara mitra FTA/EPA sepanjang Januari-April 2011 terjadi pada hampir seluruh tipe preferensi FTA, kecuali pada ACFTA. Peningkatan yang tajam terjadi dalam realisasi pemanfaatan SKA IJ-EPA sebesar 79,1% yang disebabkan oleh meningkatnya ekspor kayu olahan dan bahan bakar/ minyak mineral masing-masing sebesar 335,7 persen dan 264,3 persen. Sedangkan penurunan pemanfaatan SKA ACFTA lebih disebabkan oleh turunnya ekspor bahan bakar/minyak mineral sebesar 1,8%. Pemanfaatan SKA preferensi dalam kerangka AKFTA selama periode Januari-April 2011 mengalami kenaikan sebesar 38,7% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Produk yang diekspor ke Korea Selatan yang memanfaatkan SKA preferensi AKFTA didominasi oleh bahan bakar/minyak mineral, tekstil dan produk tekstil (TPT), dan karet dan barang dari karet. Kenaikan terbesar terjadi pada komoditi karet dan barang dari karet sebesar 451,4 persen.
5
Sementara itu, produk yang diekspor ke ASEAN yang memanfaatkan SKA Form AFTA/ATIGA masih didominasi komoditi lemak dan minyak hewani atau nabati, tembaga dan produknya, dan bahan bakar/minyak mineral. Produk ekspor yang mengalami peningkatan paling besar adalah produk lemak dan minyak hewani atau nabati, yang pertumbuhannya mencapai lebih dari 200%. Untuk negara tujuan India, pemanfaatan SKA preferensi Form AIFTA terhadap ekspor nonmigas selama periode Januari-April 2011 sebesar 47,5%. Sedangkan pemanfaatan SKA preferensi Form AIFTA bulan April 2011 sebesar 62,3%. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam pemanfaatan SKA tersebut yang didorong oleh pertumbuhan ekspor komoditi lemak dan minyak hewani atau nabati 86,4%.
Perkembangan Ekspor ke RRT: implementasi ACFTA dan pertumbuhan pasar RRT Menurut Menteri Perdagangan, hal yang juga perlu diperhatikan adalah pertumbuhan ekspor nonmigas Indonesia ke RRT yang masih tetap didominasi oleh produk industri. Dari total ekspor sebesar US$ 5,2 miliar ke negara ini sepanjang Januari-April lalu, US$ 2,2 miliar diantaranya berasal dari ekspor produk industri. Ekspor produk industri tersebut naik 48,3% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Pada periode yang sama, nilai ekspor produk pertanian Indonesia ke RRT mencapai US$ 73,2 juta atau naik 53,3% dibandingkan periode yang sama pada 2010. “Perkembangan ini sebetulnya terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan pasar di RRT serta juga mengambarkan manfaat perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Area/ACFTA) bagi ekspor nonmigas kita,” kata Menteri. Di sisi lain, impor nonmigas dari RRT pada rentang Januari-April 2011 mencapai US$ 7,5 miliar sehingga neraca perdagangan masih defisit untuk Indonesia dengan besaran US$ 1,7 miliar dibandingkan periode yang sama pada 2010 sebesar US$ 1 miliar. Sebagian dari angka defisit tersebut berasal dari pertumbuhan impor bahan baku/penolong sebesar US$ 3,1 miliar dan barang modal sebesar US$ 1,8 miliar dibanding periode yang sama tahun 2010. Impor bahan baku penolong dan barang modal masing-masing tersebut meningkat sebesar 35% dan 14,9% selama Januari-Maret 2011 terhadap Januari-Maret 2010. Menurut Mari Pangestu, kedua kelompok barang tersebut digunakan industri dalam negeri untuk memproduksi output, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri. Hal tersebut berdampak positif karena sumber bahan baku dan modal diperoleh diperoleh dengan biaya yang lebih rendah dibanding sumber lain. Grafik 8. Neraca Perdagangan Nonmigas Indonesia-RRT
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu, BP2KP)
Pendorong Peningkatan Posisi Indonesia di Beberapa Pasar Utama Indonesia menjadi eksportir ke-27 terbesar dunia pada tahun 2010, naik 3 (tiga) peringkat dibandingkan dengan tahun 2009, menggeser posisi Norwegia, Swedia dan Polandia (WTO Press release, 7 April 2011). “Prestasi yang cukup baik ini didukung dengan dipertahankannya
6
posisi sebagai eksportir di pasar negara mitra, yakni RRT, Jepang dan Malaysia,” kata Mendag. Lebih lanjut Mendag menjelaskan bahwa Indonesia mampu menaikkan peringkat posisinya di pasar Amerika Serikat, Federasi Rusia, Turki dan Brasil (Tabel 1). Tabel 1. Posisi Indonesia sebagai Eksportir di Beberapa Negara Mitra
(Sumber: UNCOMTRADE, diolah Puska Daglu)
Produk karet dan TPT merupakan pendorong peningkatan posisi Indonesia di Pasar Amerika Serikat (AS) dimana negara ini importir terbesar dunia dengan pangsa 12,7% dari total impor dunia. Impor utama AS dari Indonesia pada 2010, antara lain barang rajutan, karet dan barang dari karet, dan garmen bukan rajutan. Penyebab utama adalah diversifikasi sumber penyediaan barang, terutama dari RRT ke sumber lain termasuk Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya daya saing RRT untuk produk padat karya karena kenaikan biaya tenaga kerja. Baru-baru ini salah satu trading company besar yang melakukan pembelian untuk pasar AS, Li and Fung, menyatakan bahwa biaya produk seperti TPT dan alas kaki dari RRT mengalami kenaikan biaya sebesar 30 persen pada satu tahun terakhir ini. Bahkan impor Amerika Serikat untuk produk karet dan barang dari karet dari Indonesia meningkat lebih dari 100%. Tabel 2. Impor AS dari Indonesia menurut HS 2 Digit (US$ juta)
(Sumber: UNCOMTRADE, diolah Puska Daglu)
Untuk pertumbuhan ketiga pasar berikut, merupakan “emerging markets” yang menjanjikan karena ketiga negara tersebut merupakan pasar yang relatif besar, bertumbuh pesat dan berpengaruh sehingga program diversifikasi pasar yang dilakukan memang akan terus digalakkan ke arah tersebut. Hubungan bilateral Indonesia dengan ketiga negara tersebut juga sudah mengalami peningkatan yang signifikan dalam satu-dua tahun terakhir. Di pasar Rusia, ekspor minyak sawit dan mesin/peralatan listrik Indonesia naik tajam. Nilai impor Rusia pada 2010 mencapai US$ 248 milliar (1,6% dari total impor dunia) dan meningkat 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Produk utama yang mengalami peningkatan diimpor dari Indonesia pada 2010, antara lain minyak sawit, mesin/peralatan listrik dan alas kaki. Pemerintah merencanakan untuk menyelengarakan Indonesia-Russia Business Forum di bulan Agustus untuk menindaklanjuti kesepakatan antara kedua belah pihak untuk meningkatkan investasi dan perdagangan antara kedua negara.
7
Tabel 3. Impor Rusia dari Indonesia menurut HS 2 Digit (US$ juta)
(Sumber: UNCOMTRADE, diolah Puska Daglu)
TPT dan karet dan barang dari karet merupakan ekspor utama di Turki pada tahun 2010. Nilai impor Turki pada tahun 2010 mencapai US$ 185 milliar (1,5% dari impor dunia) dan meningkat 32 persen pada tahun 2010. Impor utama Turki dari Indonesia di tahun 2010 terutama serat stapel, filamen buatan dan karet dan barang dari karet dengan peningkatan masing-masing 49,3 persen, 57,8 persen, dan 126,3 persen. Tabel 4. Impor Turki dari Indonesia menurut HS 2 Digit (US$ juta)
(Sumber: UNCOMTRADE, diolah Puska Daglu)
Produk karet dan minyak sawit pendorong peningkatan posisi Indonesia di Brazil. Nilai impor Brazil pada tahun 2010 mencapai US$ 191 milliar (1,6% dari impor dunia), meningkat 43 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Impor utama Brazil dari Indonesia, antara lain karet dan barang dari karet, minyak sawit, serat stapel buatan dan mesin/peralatan listrik dengan peningkatan masing-masing 245,1 persen, 56,4 persen, 23,2 persen, dan 28,2 persen.
8
Tabel 5. Impor Brazil dari Indonesia menurut HS 2 Digit (US$ juta)
(Sumber: UNCOMTRADE, diolah Puska Daglu)
--selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Pusat Humas Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email:
[email protected]
Kasan Muhri Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri BP2KP- Kementerian Perdagangan Telp/Fax : 021-23528683/021-23528693 Email :
[email protected]
9