PEMBAHASAN UMUM
Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau jalan. Jawaban dari tujuan ini telah diuraikan pada Topik Penelitian I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur hijau lebih
dua baris mempunyai
kemampuan paling besar dalam menurunkan konsentrasi rata-rata Pb seteleh melalui jalur hijau
yaitu sebesar 0,3920 µg. m-3, secara statistik jalur ini
mempunyai pengaruh yang sama dalam penurunan konsentrasi dengan jalur hijau dua baris yaitu sebesar 0,1767 µg. m-3.
partikel Pb Besarnya nilai
penurunan ini belum dapat digunakan untuk menyimpulkan efektivitas suatu jalur hijau dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb dari udara ambien, hal ini karena nilai konsentrasi partikel Pb pada titik emisi di setiap jalur mempunyai kondisi yang berbeda-beda.
Rata-rata konsentrasi partikel Pb berbeda berdasarkan
jalurnya. Nilai persentase penurunan konsentrasi partikel Pb yang paling tinggi adalah pada jalur dua baris dan jalur lebih dua baris berkisar antara 40,58%66,21% . Penurunan yang cukup besar terjadi pada 5 m di belakang jalur hijau yaitu mencapai nilai 40,58-41,15 %, sedangkan penurunan pada titik 15 m di belakang jalur hijau berkisar antara 64,17-64,33 %.
Penurunan persentase
konsentrasi partikel timbal pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 64,17 sampai dengan 66,21 %. Di sini terlihat bahwa jalur hijau mempunyai peran dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb di udara. Semakin lebar jalur, maka semakin besar dalam mengurangi besarnya konsentrasi partikel timbal di udara. Dengan semakin lebar jalur hijau artinya bahwa semakin lebar halangan yang harus dilalui oleh dispersi partikel. Baris tanaman yang terletak dekat sumber emisi atau jalan mempunyai efektivitas yang tinggi dalam mereduksi besarnya konsentrasi partikel timbal di udara.
Hal ini terlihat bahwa jalur hijau dua baris mempunyai
kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dua baris, artinya baris tanaman
92
ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif apabila struktur penyusun vegetasi mempunyai kemampuan tinggi dalam menjerap konsentrasi partikel timbal. Semakin banyak partikel Pb yang dapat dijerap, maka akan semakin kecil partikel Pb yang lolos yang ada di udara ambien untuk daerah yang berada di belakang jalur hijau. Sifat-sifat vegetasi yang mempunyai kemampuan tinggi dalam penjerapan partikel telah dibahas oleh banyak peneliti sebelumnya (Purnomohadi 1995; Beckett et al. 1998; Taihuttu 2001; Smith 2011)
yaitu mempunyai ciri: a)
daunnya berbulu atau permukaan kasap; b) nilai indeks luas daun yang tinggi; c) bentuk percabangan tanaman V atau mendatar, tidak mengarah ke bawah; d) bentuk tajuk. Selain sifat yang dimiliki oleh tanaman, keefektifan penjerapan juga dipengaruhi oleh penataan tanaman. Penataan tanaman ini meliputi pengaturan kerapatan dan strata tanaman.
Penanaman yang rapat akan
memberikan efek yang relatif besar dalam penjerapan, tetapi jarak tanam yang sangat rapat akan menyebabkan
jalur hijau mempunyai sifat seperti dinding
suara. Artinya bahwa vegetasi yang ada bersifat non-permeable,
tidak bisa
ditembus oleh angin. Dalam kondisi yang demikian partikel yang diemisikan hanya sedikit yang dapat dijerap oleh vegetasi, kemungkinan hanya vegetasi bagian depan saja yang menjerap, partikel lebih banyak dibawa oleh angin yang melalui atas tajuk pohon dan akan dijatuhkan di belakang jalur hijau, sehingga konsentrasi partikel akan relatif tinggi. Hal tersebut berbeda,
kalau jalur hijau bersifat permeable, dapat
ditembus angin sehingga ada lebih banyak partikel yang bisa dibawa angin melalui sela-sela tajuk dan batang pohon. Porositas jalur hijau yang baik untuk penjerapan partikel sesuai dengan kemampuannya sebagai windbreak yaitu tidak boleh terlalu rapat dan juga tidak boleh terlalu renggang. Kalau terlalu rapat akan menyebabkan terjadinya turbulensi, tetapi kalau terlalu renggang kurang memberikan manfaat sebagai agen penjerap karena banyak partikel yang lolos melalui sela-sela batang dan tajuk. Gardiner et al. (2006) diacu dalam Fuller et al. (2009a) melaporkan bahwa tegakan yang semi permeable dengan kerapatan
93
40-60% mempunyai peran penting dalam penyaringan partikel karena membantu dalam mengarahkan udara melalui pohon serta memungkinkan jatuhan partikel melalui impaction dan difusi.
Dengan keberadaan vegetasi jalur hijau yang
terdiri dari beberapa baris mempunyai potensi untuk memaksimalkan jatuhan partikel dengah proses difusi karena pengurangan kecepatan angin di dalam tajuk. Pengurangan kecepatam angin dalam tajuk menyebabkan waktu tinggal partikel lebih lama sehingga memungkinkan terjadi difusi ke permukaan tanaman (Chakre 2006; Fuller et al. 2009b). Pola ini mirip dengan penelitian gas NO2 yang berada vegetasi sekitar jalan raya yang menyimpulkan bahwa vegetasi mempunyai peran dalam mereduksi NO2 melalui dua mekanisme yaitu mengabsorpsi dan menghambat dispersi NO2 secara horizontal (Nasrullah et al. 1994; Sulistijorini 2009). Jalur hijau mangium mempunyai ILD berkisar antara 0,746 sampai dengan 1,023 yang mempunyai kemampuan berbeda dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb. Ada kecenderungan bahwa dengan semakin tinggi nilai ILD, maka semakin besar persentase penurunan konsentrasi partikel timbal. Penelitian ini hanya menggunakan tiga nilai ILD, sehingga belum dapat diketahui pola penurunan konsentrasi partikel timbal pada nilai ILD yang lebih besar. Tetapi hal ini dapat diduga bahwa besarnya penurunan konsentrasi partikel timbal akan semakin meningkat dengan meningkatnya nilai ILD, sampai pada titik tertentu akan tetap, karena nilai ILD pada titik tertentu akan relatif tetap. Selain itu, juga diduga bersifat spesifik tergantung dari jenis tanaman yang digunakan sebagai jalur hijau. Dengan nilai ILD yang sama belum tentu kemampuan jerap suatu jalur hijau mempunyai kemampuan yang sama, karena juga dipengaruhi oleh sifat daun dan percabangan tanaman tersebut.
Daun
mangium, kalau menggunakan kriteria pengelompokan Taihuttu (2001), termasuk daun besar, permukaan kasar dan berbulu yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menjerap partikel. Studi ini tidak melakukan pengkajian terhadap strata tanaman, lebih memfokuskan pada struktur vegetasi secara horizontal yaitu pada lebar jalur, jumlah baris, indeks luas daun dan kerapatan (jarak tanam). Strata tanaman dapat dipastikan akan memberikan pengaruh terhadap besarnya partikel Pb yang dapat
94
ditangkap. Ruang-ruang kosong yang terdapat di sela-sela tajuk atau batang dapat diisi dengan tanaman yang mempunyai tajuk yang lebih rendah. Dengan adanya tanaman dengan tajuk yang lebih rendah, diduga akan meningkatkan efektivitas di dalam reduksi partikel timbal. Hal ini sesuai dengan penelitian Irwan (1997) yang melakukan pengujian terhadap berbagai bentuk dan struktur hutan kota dengan salah satu kesimpulannya bahwa hutan kota berstrata banyak mempunyai efektifitas yang tinggi dalam mengatasi permasalahan pencemaran udara, antara lain timbal. Konsentrasi partikel Pb di udara yang dapat dijerap oleh tanaman, dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain:
konsentrasi partikel Pb dari
emisi, jarak sumber emisi ke reseptor (jalur hijau), arah dan kecepatan angin, suhu dan kelembaban.
Faktor meteorologi yang mempunyai peran dominan
dalam dispersi konsentrasi dan penyebaran polutan udara adalah arah dan kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin, pengenceran polutan udara semakin intensif; konsentrasi polutan udara di satu titik searah angin berbanding terbalik dengan kecepatan anginnya (Purnomohadi 1995). Di plot-plot penelitian mempunyai arah angin yang berubah-ubah dan jarang sekali ditemui dengan arah yang tegak lurus dengan jalur hijau. Hal ini diduga akan berpengaruh tehadap besarnya konsentrasi partikel Pb yang dapat dijerap oleh tanaman. Arah angin yang tegak lurus diduga akan lebih banyak membawa konsentrasi partikel Pb yang relatif tinggi dibandingkan arah angin yanng miring, sejajar atau bahkan menjauh dari jalur hijau. Cavanagh et al. (2009) menjelaskan bahwa konsentrasi partikulat di udara ambien dipengaruhi oleh suhu dan interaksi antara kecepatan angin dan suhu udara.
Dengan meningkatnya suhu, menyebabkan turunnya konsentrasi
partikulat. Pada suhu yang rendah (< 6oC), konsentrasi partikulat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin; sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, konsentrasi partikulat meningkat dengan menurunnya kecepatan angin. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan et al. (1998), menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi kelembaban udara, (respirable particulate) semakin menurun.
maka konsentrasi
RSP
95
Besarnya jerapan partikel Pb selain dipengaruhi oleh kondisi tanaman, juga dipengaruhi faktor lingkungan yang berperan sebagai media atau pembawa partikel Pb.
Angin merupakan agen yang menyebabkan terjadinya dispersi
partikel. Pengambilan sampel udara pada penelitian
tidak dilakukan secara
serempak. Untuk mengurangi keragaman, maka pengambilan sampel dilakukan pada kondisi cuaca dan waktu yang kurang lebih sama. Disamping itu, untuk mengetahui pengaruh sumber emisi terhadap konsentrasi Pb di udara, dilakukan penghitungan jumlah kendaraan bermotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang melewati plot-plot penelitian tidak ada perbedaan. Oleh karena itu perbedaan konsentrasi diduga disebabkan oleh struktur jalur hijau jalan yang ada. Konsentrasi partikel timbal pada titik emisi jalur dua baris dan lebih dua baris lebih tinggi dibandingkan pada jalur satu baris dan jalur terbuka.
Hal ini diduga adanya penumpukan partikel Pb, karena terdapat
halangan yang relatif rapat, sehingga partikel tidak bebas untuk didispersikan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan sehingga relatif sulit untuk melakukan pengendalian faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan suatu jalur hijau dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal, tidak digunakan nilai konsentrasi pada masing-masing titik pengukuran, tetapi digunakan besarnya persentase penurunan dari titik emisi terhadap titik-titik yang berada di belakang jalur hijau. Selanjutnya untuk melihat efektivitas jalur hijau, dapat dilihat kecenderungan penurunannya dan dibandingkan dengan jalur terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jalur dua baris dan lebih dua baris, konsentrasi partikel Pb mengalami penurunan secara tajam pada jarak 5 m di belakang jalur hijau. Selain itu, bahwa penelitian baru mengkaji konsentrasi partikel timbal secara horizontal, belum mengkaji konsentrasi timbal secara vertikal. Penelitian dapat memberikan informasi gradasi penurunan konsentrasi partikel timbal berdasarkan ketinggian. Dengan demikian akan dapat diketahui tinggi pohon yang efektif dalam mereduksi partikel Pb. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bahwa untuk mengembangkan jalur hijau jalan, tertutama untuk jalan-jalan bebas hambatan, cukup dilakukan
96
penanaman dengan dua baris jenis tanaman Acacia mangium dengan ciri struktur indeks luas daun 0,890 ± 1,140, tinggi bebas cabang 2,7± 0,8, jarak tanam 3 - 4 m. Di sini yang diduga memberikan pengaruh terhadap besarnya jerapan partikel timbal adalah tinggi bebas cabang. Jalur hijau jalan lebih dua baris mempunyai indeks luas daun lebih besar dan lebar jalur hijau lebih besar, tetapi mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau dua baris.
Hal ini diduga bahwa
partikel-partikel timbal lebih banyak terakumulasi di dekat permukaan tanah karena pengaruh gravitasi. Jalur hijau lebih dua baris mempunyai tinggi bebas cabang lebih tinggi dibandingkan dengan jalur hijau dua baris yaitu 8,1 ± 3,0 m. Hal ini juga dapat dilihat pada jalur satu baris. Pada jalur ini tidak berbeda nyata dengan jalur terbuka artinya konsentrasi partikel timbal banyak yang lolos. Oleh karena itu dalam aplikasi di lapangan agar memberikan efek yang maksimum, perlu adanya tanaman dengan strata yang lebih rendah sehingga dapat mengisi kekosongan di bawah tinggi bebas cabang.