2
G
enerasi muda adalah generasi yang akan datang, yang akan melanjutkan tonggak perjuangan di masa yang akan datang, generasi yang berkarakter sangat diharapkan oleh bangsa. Untuk menerapkan pendidikan karakter pada generasi muda, maka peranan implementasi kebijakan pendidikan karakter dalam membentuk generasi muda yang akan datang yang diharapkan harus direalisasikan. Untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah harus ada kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh kepala sekolah dan para ketua adat untuk melaksanakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng. Kebijakan, sinonim artinya dengan posisi atau pendirian; atau bagian dari kegiatan tertentu; atau teguh terhadap suatu aturan. Atau dengan kata lain kebijakan berarti panduan bagi mereka yang akan melaksakannya dan mereka yang mengamatinya (Fattah, 2012:129). Kebijakan kepala sekolah yang berkenaan dengan implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng sangat penting karena gejala-gejala yang muncul di masyarakat antara lain terjadi pergeseran nilai-nilai budaya sehingga terjadi penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab yang berdampak negatif pada anak usia sekolah dasar. kebijakan pemerintah yang dideklarasikan pada tanggal 2 Mei 2010 tentang Pendidikan Karakter. Dalam Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 14 Januari 2010 telah dicapai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebagai berikut: (a). Pendidikan budaya dan karakter merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh. (b). Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh. (c). Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orang tua. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut. (d). Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional yang menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan (Samani, 2012:106). Pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilainilai ideal agama, nilai-nilai moral Pancasila, dan nilai-nilai budaya. Lingkungan sekolah sangat berperan dalam pendidikan karakter, peran orang tua, masyarakat, dan negara tidak kalah penting. Sikap hormat dan bertanggungjawab – dan seluruh nilai lain berasal dari keduanya–memberi kandungan moral pada sekolah yang dapat dan harus diajarkan dalam sebuah lingkungan demokratis (Lickona 2013:70). Lebih lanjut Lickona menegaskan bahwa “karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan yaitu (1) pengetahuan moral (kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri). (2) perasaan moral (hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, kerendahan hati) dan (3) Aksi moral (kompetensi, kemauan dan kebiasaan)” (Lickona 2013:74). Kebijakan (policy)/(direction) adalah “ilah” atau keputusan yang bersifat kasuistis untuk suatu hal pada suatu waktu tertentu. Keputusan kasuistis ini sering
3
terjadi dalam pergaulan ketika seseorang meminta “kebijaksanaan” dari seorang pejabat untuk memperlakukan secara “istimewa”, atau secara “istimewa” tidak memperlakukan ketentuan-ketentuan yang ada yang biasanya dijustru ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah (public policy) (Abidin, 2012:4) Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun tertentu (Tilaar & Nugroho, 2008:140). Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada kelompok sasaran (target groups), melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial, yang langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku berbagai pihak yang terlibat dalam program (Rohman, 2012:106) Kebijakan pendidikan (educational policy) merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Rohman, 2012:86). Bidang garapan manajemen pendidikan mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pengawasan, dan penataan terhadap sumber daya pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, peserta didik, kurikulum, dana, sarana dan prasarana, tata laksana dan lingkungan pendidikan (Mulyasa, 2011:13). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik simpulan bahwa kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu, dalam tulisan ini implementasi kebijakan Kepala Sekolah. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Sedangkan peraturan dan hukum sudah tersirat dan tersurat dalam sebuah buku. Adat merujuk kepada kepercayaan, hak dan tanggung jawab budaya, hukum adat dan pengadilan adat, praktek-praktek adat, dan lembaga mandiri yang dimiliki oleh sebuah kelompok adat sebelum digabungkan dalam pemerintahan kolonial ataupun sesudah kolonial (Andasputra, 2001:23). Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik seperti tertuang dalam Permendiknas nomor 67 tahun 2013, sebagai berikut: (1). Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; (2). Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; (3). Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; (4). Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; (5). Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
4
Pengertian karakter (Inggris: character) secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu kharakter, kharassaein, dan kharax, dalam bahasa Yunani character dari kata charassein, yang berarti (Inggris: to engrave) yang diterjemahkan menjadi mengukir, melukis, memahat, atau menggoreskan (Suyadi, 2013:5) Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona bahwa karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 2013: 74). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “budayah”yaitu bentuk jamak daru buddhi yang berarti “budi” dan “akal”. Budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa dan rasa (Koentjaraningrat, 2009:146) Menurut Ann C. Wintergerst dan Joe McVeigh (2011:4) mengutip Communication Scholar Stella Ting-Toomey (1999,p.10) mendefinisikan budaya sebagai berikut: Culture as “a complex frame of reference that consists of patterns of tradition, beliefs, values, norms, symbols, and meaning that are shared to varying degrees by interacting members of a comunity”. Culture is an integrated systemof learned behavior patterns that are characteristic of members of any given society. Culture refers to the total way of life of particular groups of people. It includes everything that a group of people thinks, says, does and makes – its system of atitudes and feelings. Cultre is learned and transmitted from generation to generation. Budaya merupakan integrasi sistem dalam mempelajari tingkah laku yang menjadi karakteristik anggota masyarakat. Budaya menunjukkan kehidupan yang menyeluruh yang menjadi mengatur kehidupan dalam kelompok masyarakat. Yang berisi tentang kelompok masyarakat dalam berpikir, berbicara, melakukan dan membuat sesuatu, yang merupakan satu kesatuan dari sikap dan perasaan. Budaya merupakan pelajaran dan pewarisan dari generasi ke generasi. Eksistensi manusia yang memasyarakat dalam proses ini, terjadi internalisasi nilai-nilai, pembaruan dan revitalisasi (penyegaran) moral. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan ruang. Proses tersebut dapat menembus dimensi masa lalu, kini dan masa depan. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menebus dimensi lokal, regional, nasional dan global. Fungsi pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan dalam hal ini berfungsi untuk mewariskan budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Beliefs, values, norms, and attitudes are fundamental element of any culture. These elements influence and effect people’s behaviors. (Wintergerst, 2011:12). Keyakinan, nilai, norma dan sikap merupakan elemen fundamen dari budaya. Elemen ini sangat berpengaruh dan memiliki efek terhadp tingkah laku
5
masyarakat. Suatu kenyataan atau penomena nyata berdasarkan hasil pengujian dan bukti. Dengan kata lain kepercayaan merupakan pernyataan khusus sebagai pegagan dalam masyarakat atas kebenaran. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat diartikan bahwa pengertian pendidikan budaya adalah usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap) dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknya kepribadian dan akhlak mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dari pengertian pendidikan yang berbudaya di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar terencana untuk mewujudkan proses belajar mengembangkan potensi diri, menambah pengalaman kemampuan agar menjadi manusia yang berakal, berkerakter, bermoral, bermartabat, serta menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan adalah proses dimana masyarakat, melalui lembagalembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi atau melalui lembaga lainnya), dengan sengaja mentranformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilainilai dan keterampilan dari generasi ke genarasi. Nilai-nilai budaya sebagai warisan dari nenek moyang sangat perlu dilestarikan, ketika adat budaya tersebut masih sangat relevan harus dipertahankan eksistensinya oleh generasi muda, sehingga semua hal yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat tidak terlepas dari budaya yang eksis dalam suatu wilayah. Tetapi jika ada budaya itu sudah sangat tidak relevan dengan kehidupan di jaman sekarang harus senantiasa direvisi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekarang, dengan tidak membuang arti dan eksistensi budaya tersebut. Istilah “adat” digunakan sebagai kata benda dan kata sifat. Adat mensahkan secara hukum untuk bertindak. Adat mengandung aspek hukum, agama, moral dan budaya. Adat mengatur hubungan tingkah laku antar individu, dalam keluarga dan masyarakat dan pendatang atau orang luar (Andasputra, 2001:24). Masyarakat adat merupakan masyarakat dalam bentuk komunal. Masyarakat komunal merupakan masyarakat dimana segala bidang kehidupan diliputi oleh kebersamaan. Masyarakat adat menunjukkan hubungan yang erat dalam hubungan antar personal dan proses interaksi sosial yang terjadi antar manusia tersebut menimbulkan polapola tertentu yang disebut dengan cara (a uniform or cutomary of behaving within a social group) (Nurtjahyo, 2010:12) Orang Dayak Kalimantan khususnya Dayak Simpakng memiliki 9 prinsip panutan dan norma hidup orang Dayak Simpakng, yaitu : (1). Suku Dayak mempunyai bentuk dan organ tubuh selayaknya seorang manusia, tidak berekor seperti binatang, sebab yang terlihat itu adalah pakaian yang terbuat dari kulit binatang. (2). Suku Dayak merupakan penghuni atau penduduk asli Pulau Kalimantan. (3). Orang Dayak bukan pemotong leher dan bukan pemakan manusia. (4). Sifat umum Orang Dayak adalah berani, jujur, peramah, setia kawan dan suka menolong. (5). Orang Dayak lebih senang mengalah (khususnya terhadap pendatang), rendah hati dan menghormati tetuanya. (6). Orang Dayak mempunyai kesenian, kebudayaan dan peka terhadap keindahan. (7). Orang Dayak sadar hukum dan mentaati hukum adat yang diperlakukan padanya. (8). Orang Dayak menghormati adat dan kepercayaan orang lain, penuh toleransi dan tidak fanatik. (9). Orang Dayak setuju terhadap perubahan dan perkembangan zaman dan tanggap terhadap IPTEK, asalkan yang tidak melanggar adat.
6
Menurut Dr. H.J. Malincrodt (1928:14-49), seorang mantan Controleur pada masa kolonial Belanda, mencatat bahwa di Kalimantan terdapat 6 (enam) suku Dayak atau digunakan istilah stammenras (pengelompokan menurut kesamaan adat) yaitu: Stammenras Kenja-Kajan-Bahau, Stammenras Ot Danum, Stammenras Iban, Stammenras Moeroet, Stammenras Klemantan, Stammenras Poenan. Menurut pengelompokan di atas adalah pengelompokan berdasarkan adat, kelompok Suku Dayak Simpakng masuk dalam kelompok Stammenras Klemantan. Dalam pengelompokan itu Dayak Simpakng termasuk dalam wilayah Semandang Kiri dan Semandang Kanan. Simpang Dua berada di daerah Semandang Kanan. Dayak Simpakng atau sering disebut dengan istilah Dayak Simpang saja, terutama orang luar yang tidak terbiasa melafalkan bunyi konsonan sebelum nasal (huruf ‘k’ sebelum ‘ng’), adalah satu sub suku Dayak yang umumnya bermukim di Kecamatan Simpang Hulu dan Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang, tepatnya di sepanjang aliran sungai Banjur, Semandang dan Kualan (Bamba, 2008:291).Tonah Simpakng Sekayok, Umakng Desa Semilatn Domong Sapuloh, dan Banua Simpakng adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Dayak Simpakng untuk menyebut satu-kesatuan geo-politik wilayah yang mereka tempati (Djuweng, 2003:1). Keluarga adalah pendukung nilai-nilai kearifan lokal terutama dalam pengasuhan anak karena anak merupaka pusat perhatian keluarga, bahkan semejak dalam kandungan. Setiap kelompok etnik di Indonesia mempunyai ajaran, nasihat atau petuah mengenai mengasuh, merawat dan mendidik anak (Thalib, 2010:73). Masyarakat Dayak tentunya memiliki cara pengasuhan anak dengan atur adat yang berlaku dalam masyarakat. Seperti contoh anak-anak dalam keluarga Dayak mempunyai kebiasaan menyapa orang lain berdasarkan silsilah keturunan yang di sebut pureh galor. Misalnya memanggil abang dari ayah dipanggil oma, sedangkan untuk memanggil adik dari ayah atau ibu dengan sapaan tua (untuk perempuan) dan bapa (untuk laki-laki). Anak-anak tidak boleh memperlakukan orang yang lebih tua/tinggi silsilahnya dengan tidak sopan nanti anak-anak busokng (kualat). Pendidikan dasar sebagaimana tertuang dalam pasal 17 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar dapat diartikan sebagai proses peletakan dasar kepada peserta didik dengan membimbing, mengajar dan melatih peserta didik yang berusia antara 6 – 13 tahun untuk memberikan bekal kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial dan personal yang sesuai dengan karakteristik perkembangannya sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke SMP atau yang sederajat. Upaya sekolah dalam pembentukan karakter siswa adalah dengan cara mengintegrasikan ke dalam kurikulum, ekstrakurikuler maupun pembiasaanpembiasaan baik di sekolah, pengintegrasian pendidikan karakter di dalam kelas guru mengupayakan metode yang relevan sehingga akan tercipta belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan sehingga berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Di sekolah dasar siswa mulai mengenal dirinya sendiri, mengetahui bakat dan minatnya sendiri, mengenal gaya belajar, mengenal kehidupan di rumah, di sekolah dan di masyarakat, sehingga siswa memiliki karakter yang mulai tumbuh dan berkembang. Di sinilah yang akan menjadi objek penelitian, penerapan kebijakan
7
pendidikan karakter dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SDN 01 Simpang Dua. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2013:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang dialami dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yaitu usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan (Moleong, 2013:22). Dalam pengertian bahwa penelitian ini memusatkan usaha untuk menemukan bagaimana mengimplementasikan kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di kalangan siswa sekolah dasar, dan menggunakan nilai-nilai budaya yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari. Jenis penelitian ini adalah studi kasus, dimana peneliti mencari dan menggali nilai-nilai budaya Dayak Simpakng dari berbagai narasumber, sehingga dapat dibuat kebijakan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua. Penelitian ini mengungkap nilai-nilai budaya Dayak yang masih berlaku dalam masyarakat juga berlaku di SDN 01 Simpang Dua, implemantasi kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng, faktor-faktor yang meyebabkan hilangnya nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua dan kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng ke dalam pendidikan karakter di SDN 01 Simpang Dua.Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri 01 Simpang Dua dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan: pertama, sekolah ini berada di lingkungan masyarakat Dayak, yang masih memiliki nilai-nilai budaya dan memegang teguh adat istiadat, tetapi kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai budaya yang dapat membina karakter siswa tidak diajarkan secara khusus dalam rangka penanaman nilai-nilai budaya Dayak pada siswa di sekolah. Kedua, penduduk di sekitar sekolah homogen, sehingga implementasinya dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ketiga, masih banyak orang tua di sekitar sekolah yang mengetahui nilai-nilai budaya Dayak Simpakng yang bisa diajarkan di sekolah. Keempat, untuk memenuhi harapan masyarakat agar peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini untuk terus menerus diajarkan di sekolah di Kecamatan Simpang Dua, dalam rangka pembinaan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng. Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Pengumpulan data menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam hal ini peneliti langsung bertanya kepada kepala sekolah dan guru, kepala adat, tua-tua adat, sehingga memperoleh data yang akurat. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subyek yang dapat dipercaya atau dikenal dengan informan. Adapun data yang menjadi sumber data primer atau data utama dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan penelitidari hasil wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dalam implementasi
8
kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua yaitu Kepala Sekolah, guru senior, guru muda, tokoh masyarakat, tokoh adat yang ada dilingkunganSDN 01 Simpang Dua. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pada bagian ini penulis memaparkan temuan yang menjadi hasil penelitian dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi dan dokumentasi, mengenai implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Natalia Ani, S.Pd., Ibu Yulianti Chatarina, S.Pd., Ibu Yuliana Rinda, Bp. Kepitai, Bp. Deomedes Lampas. Penanaman nilai-nilai Budaya Dayak Simpakng di lingkungan sekolah dasar khususnya di SDN 01 Simpang Dua. Berikut ini akan dipaparkan data mengenai nilai-nilai budaya Dayak Simpakng sebagai materi pembelajaran yang mengandung pendidikan karakter bagi siswa SDN 01 Simpang Dua. Nilai-nilai budaya Dayak Simpakng yang masih diajarkan misalnya permainan rakyat misalnya bermain gasing atau disebut bapongka yaitu gasing atau disebut osik yang terbuat dari kayu yang dibuat sendiri oleh siswa. Permainan ini tidak setiap hari dimainkan, tetapi pada waktu tertentu yaitu pada musim panen padi. Permainan rakyat yang lain misalnya concong berameh, yaitu permainan memindahkan concokng/tengkuyung dari tali sebelah kanan yang ada tengkuyungnya ke tali sebelah kiri melewati lobang kecil. Keterampilan tangan seperti menganyam anyaman yang sering dipakai dalam rumah tangga, seperti temasok (bakul), ragak, dan anyaman lain yang terbuat dari bambu atau bomatn (bemban). Alat musik seperti sangkurukng yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dengan cara dipukul dan menimbulkan bunyi. Pemain sangkurukng biasanya 3 (tiga) orang yang disebut onak, inok dan pengaol. Pakaian adat yaitu membuat prada yaitu perhiasan yang dibuat dari kain atau pipet plastik untuk perhiasan pada bagian kepala untuk melengkapi labokng subakng. Siswa juga diperkenalkan dengan adat istiadat, misalnya pada hari Sabtu siswa membawa parang ke sekolah, secara tidak sengaja seorang anak terkena parang kawannya, maka anak yang mempunyai parang harus membayar samongat samanger berupa anak ayam satu ekor dan beras segenggam, jika lukanya besar maka ditambah pengobat luka 2 (dua) real dan bertanggungjawab mengobati luka temannya sampai sembuh. Di sekolah juga dibiasakan sikap dan karakter jujur seperti tidak boleh mencuri, jika ada siswa yang ketahuan mencuri maka pelaku pencurian dikenakan sanksi adat 4 (empat) real, barang yang dicuri dikembalikan. Di sekolah juga diajarkan sikap sopan atau tata krama, misalnya memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan oma atau bapa dan sebagaianya. Permisi di depan orang ketika melewati depan orang. Adat budaya Dayak Simpakng yang masih ada dan sering di lakukan di SDN 01 Simpakng Dua misalnya permainan rakyat seperti bermain gasing (bapongka), concokng barameh, dan lain-lain. Tata krama, misalnya menyapa sesorang atau memanggil orang lain menurut tingkat usia atau silsilah misalnya Oma untuk memanggil paman, tua untuk memanggil bibi/tante. Secara umum, kita tidak telepas adat istiadat yang berlaku di masyarakat, juga berlaku di sekolah. Keberadaan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng berlaku di masyarakat juga berlaku di sekolah. Yang bertanggung jawab terhadap pelestarian
9
nilai-nilai budaya Dayak adalah Kepala Sekolah, Guru, orang tua, tokoh masyarakat, Ketua adat dan seluruh lapisan masyarakat harus bertanggungjawab dalam melestarikan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng. Suku Dayak Simpakng sampai saat ini masih memiliki nilai-nilai budaya dan masih berlaku di lingkungan masyarakat Adat Dayak Simpakng, yang juga sangat relevan diajarkan di sekolah dibagi dalam 3 (tiga) ranah yaitu (a) Atur Adat; Atur adat, seperti adat kelahiran, adat perkawinan, adat kematian dan adat pelanggaran. (b) adat budaya; (1). Pengirih Babare, Inyupm Basame adalah nilainilai budaya yang menunjukkan karakter semangat gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Simpakng. Pengirih babareinyupm basame artinya mereka saling melakukan kegiatan pengerjaan diladang dengan sistim bergilir atau gotong royong dari lahan pertanian yang satu ke lahan pertanian yang lain. (2). Monga adalah kebiasaan memanggil atau mengundang tetangga dan masyarakat sekitar secara lisan untuk menghadiri kegiatan atau acara keluarga seperti acara perkawinan, pesta pesilokng, atau kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh keluarga. (3). Nyako nyamat adalah kebiasaan minta pertolongan orang lain untuk membantu pekerjaan, misalnya mengangkut bahan rumah dari hutan, membuat rumah, dan kegiatan lain yang membutuhkan pertolongan orang lain. (4). Nganze adalah kebiasaan berbagi secara gratis kepada tetangga, misalnya ketika kita mendapatkan hasil buruan atau sengaja memotong hewan ternak, tetangga kita beri sedikit saja sekedar (pusak palek). Begitu sebaliknya ketika tetangga kita mendapat rejeki hasil buruan akan nganze kita juga. (5). Ngabakng Onya Sabat adalah kebiasaan menghadiri acara pernikahan warga baik di dalam kampung maupun di luar kampung. Kehadiran kita pada acara tersebut jika keluarga kita diundang (panga) oleh keluarga yang akan melaksanakan acara. Ada sebagian orang tidak mau datang ke acara pernikahan kalau tidak diundang. (6). Ngusok Onya Bapanyakit adalah melawat atau menjenguk orang yang sedang sakit, untuk memberikan kekuatan kepada yang sakit agar bisa sembuh dari penyakitnya dengan do’a, dan juga biasanya memberikan sumbangan. (7). Ngabakng Anthu Onya Kobis adalah kebiasaan orang Dayak Simpakng melayat orang yang sudah meninggal dunia. Kita berduka dengan orang yang berduka, menangis dengan orang menangis. Semua orang akanmengalami kesedihan jika keluarganya meninggal, kita mendo’akan agar yang meninggal mendapat tempat yang layak, dan memberikan penguatan kepada yang didtinggalkan. Adat tradisi meliputi (1). Pusak palek merupakan bentuk sopan santun terhadap orang yang mengajak kita makan. Apabila orang lain yang sedang makan mengajak kita makan, dan kebetulan kita sudah kenyang atau tidak selera dengan makanan tersebut kita bisa menolaknya secara halus dengan melakukan pusak palek dengan cara menjamah makanan tersebut dan mencolekkan jamahan makanan tersebut pada bagian kerongkongan atau mulut kita. Jika orang yang menawari kita makanan sebaiknya kita cicipi. Menurut tradisi terdahulu kalau kita tidak pusak kita akan kena kempunan yaitu sugesti yang menyakini dalam makanan yang tidak kita jamah tersebut membawa sial, seperti digigit ular atau binatang berbisa lainnya, atau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dalam perjalanan. Karakter orang Dayak dalam menghormati orang lain dengan melakukan pusak palek terhadap yang sedang makan atau menawarkan makanan kepada kita merupakan kebiasaan sangat bagus, karena kalau kita tidak melakukan pusak palek berarti kita menghina makanan yang ditawarkan kepada kita. (2). Pantakng ponti adalah hal-hal yang
10
dilarang/tidak boleh dilakukan, atau pelanggaran terhadap kepercayaan (Lintas, 2004:96), misalnya tidak boleh memyumpah, adat nyumpah nyerapah sebanyak 4 (empat) real. Tidak boleh ngasal nganturutn yaitu merendahkan orang lain dengan menyebut asal keturunannya, akan dikenakan hukum adat 4 (empat) real. Tidak boleh ngerincatn atau ngarobe yaitu menceritakan aib orang kepada orang lain, hukum adatnya adalah 4 (empat) real. Tidak boleh mengancam baik dengan katakata maupun dengan pengacungkan senjata tajam, hukum adatnya adalah 8 (delapan) real sampai dengan 20 (dua puluh) real, tergantung bagaimana bunyi dan bentuk ancamannya. Tidak boleh maki misoh yaitu mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh misalnya “puki mak kau” dan lain-lain, jika hal ini terjadi maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi adat panyalumakng 4 (empat) real. Tidak boleh menghina orang lain dengan kata-kata atau perbuatan, sanksi adatnya adalah 4 (empat) real sampai dengan 20 (dua puluh) real. Tidak boleh anyor-tayuh yaitu tidakan menganjur orang lain untuk melakukan hal yang salah atau menunjukkan orang lain ke jalan yang salah, akan dikenakan sanksi adat penganyor/anyor ntak sebesar 4 (empat) real. Tidak boleh berjanji mau motong ayam untuk lauk, tapi kenyataan pada waktu makan tidak ada ayam tersebut, maka orang tersebut harus membayar adat kampunan 2 real. (3). Junyokng Lumot adalah tradisi menyambut tamu yang belum pernah datang ke suatu kampung dengan diberikan dengan menghamburkan beras dan lumut kering ke atas kepala atau bahu tamu tersebut, dengan harapan agar tamu yang datang diterima dengan senang hati dan tidak terjadi sesuatu hal terhadap tamu tersebut. Setelah acara ritual junyokng lumot, tamu disuguhi atau dipenzupa dengan makanan seperti lemang, tuak/arak dan pinang sirih. Selanjutnya dipersilakan naik ke rumah yang hendak dituju. (4). Pancokng Buloh Muda dan Tampokng Tawar. Ketika tamu datang ke suatu kampung disambut dengan junyokng lumot, dilanjutkan dengan kebiasaan pancung buluh muda dan kaki tamu tersebut dibersihkan dengan air tampokng tawar. Pancokng buloh muda adalah ritual memotong bambu muda yang melintang di tengah jalan dengan mandau, melambangkan bahwa tamu yang datang tidak ada lagi yang menghalangi. Selanjutnya tamu yang sudah memacung buluh muda dibersihkan dengan air tampokng tawar, yaitu air yang disimpan dalam pasu (sejenis mangkok yang terbuat dari tembaga) yang sudah diberi mantra oleh tua-tua adat, selanjutnya disapu pada kaki tamu yang datang melambangkan tamu tersebut sudah bersih.Selanjutnya tamu yang datang disuguhi dengan tuak yang enak, dan disuguhi pinang sirih yang disebut menzupa, yaitu menyuguhkan sesuatu kepada tamu yang datang. Jika ada tamu yang datang juga disuguhi dengan rokok, pinang sirih, dan diberi minum bahkan diberi makan. Pembahasan Dari paparan data tentang implementasi kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1).Nilai-nilai budaya masyarakat Dayak Simpakng yang masih dimiliki di kalangan siswa SDN 01 Simpang Dua. Masyarakat Dayak Simpakng masih memiliki nilai-nilai budaya Dayak secara turun temurun dan fakta sejarah, ditemukan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng yang masih relevan diajarkan di sekolah adalah hal-hal sebagai berikut: (a). Bahasa. Bahasa Dayak Simpakng merupakan bagian kebudayaan nasional, yang diwariskan secara turun
11
temurun, yang masih ada dan digunakan oleh masyarakat Suku Dayak Simpakng. Bahasa Dayak Simpakng digunakan dalam pergaulan sehari-hari, bahasa pengantar di sekolah dan menjadi bahasa pemersatu di Kecamatan Simpang Dua khususnya dan di Benua Simpakng Sekayok umumnya. Bahasa Dayak Simpakng juga digunakan sebagai bahasa adat yang berfungsi memutus berbagai perkara adat, yang disebut pama baris. Pama baris adalah bahasa Dayak yang paling halus dengan menggunakan kiasan-kiasan untuk menyatakan sesuatu. (b). Sistem Pengetahuan. Suku Dayak Simpakng tidak ketinggalan dengan suku-suku lainnya di Nusantara. Dari semula mereka sudah mengenal alat-alat dari besi untuk kelancaran kehidupannya, misalnya untuk membuat parang, kapak, beliung, dan sekarang mereka sudah menggunakan mesin untuk menebang ladang, dan mesin pemotong rumput untuk menebas sawah mereka. (c). Organisasi Sosial. Masyarakat Dayak Simpakng adalah masyarakat tergolong egaliterian, tidak mengenal tingkatan atau strata sosial seperti terdapat pada masyarakat yang mengena golongan bangsawan dan rakyat jelata. Dalam keseharian hidup masyarakat Dayak Simpakng mengenal pureh galor yaitu aturan untuk mengenal silsilah keturunan dalam sistem kekerabatan. Pureh galor berfungsi untuk menentukan garis keturunan seseorang, mengatur hubungan dalam perkawinan dan hak atas warisan dalam keluarga yang diatur dalam abuh dapor lawakng tangak. Dalam kehidupan kepemerintahan masyarakat Dayak patuh dan taat pada pemerintah lokal dan lembaga adat yang ada dalam masyarakat seperti Ketua Adat dan Petingi. (d). Sistem Peralatan hidup dan teknologi. Masyarakat Dayak Simpakng sudah mengikuti perkembangan jaman dan teknologi. Mereka sudah menggunakan teknologi untuk mengolah ladang dan sawahnya, seperti menggunakan mesin pemotong (chainsaw) untuk menebang pohon besar untuk membuka hutan untuk ladang, menggunakan mesin rumput untuk menebas di sawah, menggunakan hand tractor untuk mencangkul sawah, menggunakan sprayer untuk membasmi hama dan membunuh tumbuhan pengganggu tanaman. (e). Sistem Mata Pencaharian. Sebagian besar masyarakat Dayak Simpakng menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan karet alami. Pertanian yang dilakukan adalah pertanian di tanah kering dan pertanian di sawah. Pertanian di lahan kering di sebut bemuh darat (berladang di darat), sedangkan berladang di sawah disebut bamuh udas atau berladang di sawah. (f). Sistem Religi. Masyarakat Dayak Simpakng merupakan masyarkat yang sudah mengenal agama. Agama merupakan bagian dari budaya merupakan pegangan yang utama dalam kehidupan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (Duwata). (g). Kesenian. Nilai-nilai budaya Dayak Simpakng yang sangat dekat dengan anak-anak di sekolah adalah kesenian daerah. Dalam kesenian itu di ajarkan permainan rakyat, alat musik daerah, pakaian daerah, nyanyian daerah, dan tarian daerah. Dalam masyarakat Dayak Simpakng masih ada dan perlu dilestarikan melalui pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak di SDN 01 Simpang Dua. Kebijakan Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua. (a). Bentuk kebijakan yang dibuat di sekolah seperti membuat seperangkat program di sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng. (b). Mengharuskan guru-guru membuat rencana persiapan pengajaran (RPP) dengan memasukan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Dayak. (3). Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya nilai-nilai budaya
12
Dayak Simpakng di kalangan siswa SDN 01 Simpang Dua.Pertama, tidak ada kebijakan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum muatan lokal di sekolah. Kedua, pengaruh media masa seperti televisi yang tidak lagi menayangkan acara yang mendidik, tetapi sarat dengan kekerasan dan tidak mendidik. Ketiga, anakanak tidak tertarik untuk mempelajari nilai-nilai budaya Dayak, karena mereka sudah tidak berminat untuk belajar menghidupkannya kembali budaya Dayak yang hampir hilang tersebut. Keempat, pengaruh teknologi digital yang cukup kuat, seperti hand phone yang lengkap dengan fitur-fiturnya, sehingga anak-anak Dayak Simpakng lebih suka mendengarkan musik yang sudah ada dari pada belajar musik daerah seperti gong gamal dan sengkurukng. Kelima, kerajinan tangan seperti anyam-anyaman sudah tidak diminati oleh kaum muda karena sudah tidak ada lagi yang mengajarkan mereka menganyam, di samping itu sudah banyak barangbarang yang terbuat dari plastik yang menggantikan kerajinan tangan tersebut. Keenam, budaya malu dikalangan masyarakat sudah tidak dihiraukan lagi. Sebenarnya berapapun kecilnya sanksi adat yang di kenakan kepada seseorang sangat mempengaruhi karakter seseorang, orang yang pernah dihukum secara adat semestinya merasa malu. Seseorang yang pernah dihukum secara adat memberikan pelajaran kepada yang belum pernah dihukum adat bahwa kalau sudah pernah dihukum itu malu. Jika yang melakukan kesalahan dan dihukum adat masyarakat biasa. (4). Kegiatan yang didapat dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng terintegrasi dalam pendidikan karakter anak di SDN 01 Simpang Dua. (a). Kepala SDN 01 Simpang Dua membuat seperangkat program di sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng, seperti memasukkan nilai-nilai budaya Dayak kesetiap mata pelajaran yang diajarkan. (b). Mengadakan pelatihan bagi guru untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak dalam pembelajaran di kelas. (c). Mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga untuk pengadaan alat-alat untuk mendukung kegiatan seperti pengadaan alat-alat kesenian daerah seperti gong gamal, pakaian adat. (d). Mendirikan sanggar seni di SDN 01 Simpang Dua untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Dayak Simpakng, seperti berlatih gong gamal, tarian daerah, dan pama baris. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara khusus, implementasi Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Nilai-nilai budaya Dayak Simpakng masih ada dan berlaku di SDN 01 Simpang Dua, seperti permainan rakyat, cerita rakyat, adat budaya, atur adat, pakaian adat, kesenian, dan pola hidup masyarakat adat. Untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman. (2). Kebijakan kepala sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilainilai budaya Dayak Simpakng mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Tuntutan kualitas
13
sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character. Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh Emotional Quotient (EQ). (3). Faktor-faktor yang yang menyebabkan mulai hilangnya pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng disebabkan oleh perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan tenologi, secara perlahan-lahan mengubah paradigma karakter masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. (4). Kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng terintegrasi ke dalam pendidikan karakter pada anak di SDN 01 Simpang Dua sebagai usaha pembentukan watak di sekolah, melalui pendidikan karakter berbarengan dengan pendidikan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng, disarankan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a). Menerapkan pendekatan “modelling” atau “exemplary”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi living exemplary bagi setiap siswa. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan siswa tentang berbagai nilainilai budaya Dayak Simpakng. (b). Menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada siswa secara terus menerus tentang berbagai nilai budaya Dayak Simpakng yang baik dan dilaksanakan di lingkungan masyarakat dan sekolah. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk; menegaskan nilainilai budaya Dayak secara terbuka dan kontinu; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternatif sikap dan tindakan berdasarkan nilai; melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan; membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik dan tujuan-tujuan ideal; membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten. (c). Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character-based education). Hal ini dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran nilai budaya Dayak Simpakng yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, Pancasila dan sebagainya. Memandang kritik terhadap mata pelajaran-mata pelajaran terakhir ini, perlu dilakukan reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, sehingga mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan sekedar hapalan, tetapi betul-betul berhasil membantu pembentukan kembali karakter dan jati diri bangsa. Saran Dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan karakter berbasis nilainilai budaya Dayak Simpakng, sebagai berikut: (1). Kepada para guru, penelitian
14
ini dapat memberikan pegangan dalam hidup baik untuk diri sendiri maupun untuk siswa agar dapat hidup bermasyarakat dengan mempraktekkan nilai-nilai budaya Dayak Simpakng sebagai dasar pendidikan karakter di SDN 01 Simpang Dua. (2). Kepada Kepala Sekolah, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam menetapkan kebijakan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai budaya Dayak Simpakng di SDN 01 Simpang Dua. (3). Kepada Dinas Pendidikan baik Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang, penelitian ini menjadi acuan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN Alibata, Agustinus dkk (2010) Hukum Adat Benua Simpakng, Pontianak: Smart Born, Yogyakarta. Abidin, Said Zainal (2012) Kebijakan Publik. Jakarta. Salemba Humanika. Andasputra, Niko (Eds) (2001) Pelajaran dari Masyarakat Dayak. Institut Dayakologi Pontianak. Djuweng dkk (2003) Tradisi Lisan Dayak yang tergusur dan terlupakan. Institut Dayakologi.Pontianak: Percetakan Mitra Kasih. ---------(1996) Manusia Dayak Orang Kecil yang terperangkap modernisasi. Institut of Dayakology Research and Developement (IDRD). Pontianak. Fattah, Nanang (2012) Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Koentjaraningrat (2009) Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Lickona, Thomas (2013) Educating for Character (diterjemahkan oleh Lita S). Bumi aksara, Jakarta. Lintas, P. Zakarias. Pr. (2004). Hukum Adat Gerunggang Sekayok, Semanakng Sekayok dan Jelai Sekayok. Ketapang. Komisi Iman dan Adat Keuskupan Ketapang, Forum Kajian Budaya Damai Bagi Bumi Kalimantan. Mallinckrodt, Jacob. (1928) Het Adatrecht Van Borneo. M. Dubbeldemen- Leiden. Moleong, Lexi,J. (2013) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E, (2011) Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya --------,(2009) Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. ---------,(2009) Implementasi Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nurtjahjo, Hendra dan Fokky Fuat (2010). Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat beperkara di Mahkamah Konstitusi. Jakarta. Salemba Humanika. Rohman, Arif, (2012) Kebijakan Pendidikan analisis Dinamika dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2012) Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
15
Suyadi, (2013) Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Thalib, Samsul Bahri, (2010) Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Wiyani, Novan Ardi (2012) Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media. Wintergerst, Ann C dan Joe McVeigh (2011) Tips for Teaching Culture, Practical Approaches to Intercultural Comunication. Library of Congress Cataloging-in Publication Data.