PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK TUJUAN PROFESI DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 6 JAKARTA TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia OLEH
Endang Sundari NPM 6705030134 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2008
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
1
LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini telah diujikan pada hari Kamis, tanggal 24 Juli 2008, pukul 09.00 WIB, dengan susunan tim penguji sebagai berikut.
1. Umar Muslim, Ph. D (Ketua Penguji) ……………..................................................... 2. Prof. Dr. Rahayu S. Hidayat (Pembimbing 1 /Anggota Penguji)
…………………..
3. Diding Fachrudin, MA (Pembimbing 2/Anggota Penguji) …………………………. 4. Dr. Sisilia S. Halimi (Anggota penguji) ……………………………………………….
Depok, Juli 2008 Disahkan oleh:
Ketua Program Studi Linguistik
Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Pascasarjana FIB UI
Universitas Indonesia
M. Umar Muslim, Ph. D
Dr. Bambang Wibawarta
NIP. 131965937
NIP. 131882265
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
i
KATA PENGANTAR Puji syukur saya naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih. Akhirnya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis sebagai syarat untuk menyelesaikan program S2 Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Tesis ini merupakan usaha untuk menghasilkan suatu silabus yang dapat mempersiapkan siswa SMK menggunakan bahasa Inggris untuk tujuan profesi. Saya tertarik untuk memilih topik ini karena melihat peluang kerja yang tidak dapat diisi oleh lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen karena bahasa Inggris mereka dinilai kurang. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ibu Prof. Dr. Rahayu Hidayat, selaku pembimbing pertama dan bapak Diding Fachrudin, MA, selaku pembimbing kedua saya. Meskipun beliau dalam keadaan yang sangat sibuk, namun masih memberikan waktunya untuk bimbingan tesis. Terutama, di saat keputusasaan melanda, beliau memompa semangat agar saya tetap bertahan sehingga mampu menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada: (1) Bapak Umar Muslim, Ph. D dan Dr. Sisilia S. Halimi yang telah memberikan masukan serta saran untuk perbaikan tesis ini. (2) Bapak Drs. H. Margani M. Mustar, M.Sc, kepala dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta yang telah memberikan beasiswa selama empat semester untuk pendidikan di tingkat magister ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
ii
(3) Bapak Drs. Ratiyono, M.Si, kepala Subdistendik dinas Dikmenti DKI Jakarta dan stafnya yang telah mengurus keperluan saya dalam mengikuti studi di tingkat magister ini. (4) Bapak Drs. Waluyo Hadi, kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta yang telah memberikan ijin belajar selama dua tahun dan berbagai kemudahan lainnya. (5) Semua rekan guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta yang dengan ikhlas telah menanggung beban yang seharusnya saya pikul selama saya studi. Tak lupa pula rekan-rekan guru komputer dan staf Tata Usaha (TU) yang telah banyak saya ganggu untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pengetikan tesis ini serta rekan guru lainnya yang dengan penuh perhatian membesarkan hati saya disaat keputusasaan datang. Akhirnya, pernyataan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan penuh kasih sayang saya tujukan kepada keluarga tercinta, papi Harun, suami saya, yang selama saya studi menjadi terabaikan, terutama ketiga buah hati saya: Gesit, Bintang, dan si bungsu Vesia yang lahir di awal studi saya, yang merasa kehilangan. Terima kasih untuk doa, pengertian, dan semangat yang diberikan. Kepada orang tua dan sanak saudara saya juga saya sampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas doa yang senantiasa mengalir untuk kelancaran studi saya. Harapan saya kiranya semua pihak yang telah mendorong saya menyelesaikan tesis ini mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Murah. Cibinong, 24 Juli 2008 Endang Sundari
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................i KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii DAFTAR ISI .............................................................................................................iv ABSTRAK ...............................................................................................................viii ABSTRACT ..............................................................................................................ix DAFTAR DIAGRAM ................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................xi DAFTAR TABEL ....................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 8 1.3 Cakupan Penelitian ................................................................................... 8 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 10 1.5 Kemaknawian Penelitian ........................................................................ 11
BAB 2 KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 2.1 English for Specific Purposes (ESP) ....................................................... 12 2.1.1 Konsep Dasar English for Specific Purposes (ESP) ...................... 13
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
iv
2.1.2 Klasifikasi English for Specific Purposes (ESP) ............................ 20 2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus English for Occupational Purposes (EOP) 2.2.1 Pengertian Silabus .......................................................................... 25 2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ........ 31 2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP) .............................................................................................. 34 2.2.4 Analisis Kebutuhan ........................................................................ 37 2.3 Metodologi Penelitian ............................................................................... 48 2.3.1 Metode Penelitian Survei ................................................................. 48 2.3.1.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 48 2.3.1.2 Teknik Analisis Data............................................................. 52 2.3.2 Metode Penelitian Kasus ................................................................... 52 2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 52 2.3.2.2 Teknik Analisis Data ............................................................ 58 2.4 Rangkuman................................................................................................. 59
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
v
BAB 3 SITUASI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI (SMKN) 6 JAKARTA 3.1 Visi Sekolah ............................................................................................ 60 3.2 Misi Sekolah ............................................................................................ 62
3.3 Kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ...................................................................................................... 63 3.4 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ................................................................................... 70 3.5 Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ............. 81 3.6 Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ................................................................................... 83 3.7 Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ....................................................................... 86
BAB 4 ANALISIS KEBUTUHAN DAN SILABUS ENGLISH FOR OCCUPATIONAL (EOP) 4.1 Analisis Kebutuhan ................................................................................. 90 4.1.1 Kebutuhan Pemerintah Akan Bahasa Inggris ....................................... 90 4.1.2 Kebutuhan Institusi/Sekolah Akan Bahasa Inggris............................... 91 4.1.3 Kebutuhan Siswa Akan Bahasa Inggris ............................................... 91 4.1.3.1 Keadaan Pemelajar .................................................................. 92 4.1.3.2 Tingkat Kemampuan Bahasa Inggris Pemelajar ..................... 94
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
vi
4.1.3.3 Minat Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ............................. 95 4.1.3.4 Gaya Belajar Pemelajar ......................................................... 100 4.1.3.5 Sikap Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ............................ 106 4.1.3.6 Tujuan dan Harapan Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris .................................................................................... 109 4.1.4 Kebutuhan Dunia Kerja Akan Bahasa Inggris ................................... 111 4.2 Silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta .................................... 114 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan................................................................................................. 123 5.2 Saran....................................................................................................... 125 DAFTAR ACUAN ..................................................................................................126
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
vii
DAFTAR DIAGRAM
Halaman Diagram 2.1 Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998) ………………21 Diagram 2.2 Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987) …………………..23 Diagram 2.3 Klasifikasi ESP (Robinson, 1991) …………………………………24 Diagram 2.4 Kerangka Konseptual ………………………………………………47
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
x
DAFTAR LAMPIRAN 1. Data Alumni SMK N 6 Jakarta Tahun 2000-2006. 2. Daftar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta Tahun Pelajaran 2007/2008. 3. Kuesioner untuk Responden Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK N) 6 Jakarta. 4. Panduan Wawancara untuk Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta. 5. Panduan Wawancara untuk Praktisi Dunia Kerja. 6. Soal TOEIC Regional 2007. 7. Daftar Konversi (Conversion Table). 8. Skor TOEIC dan interpretasinya. 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 12. Ujian Nasional Bahasa Inggris Tahun Pelajaran 2006/2007.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Materi Pembelajaran EOP ………………………………………….
36
Tabel 2.2 Responden Kelas X …………………………………………………
51
Tabel 2.3 Panduan Analisis Dokumen ………………………………………...
53
Tabel 2.4 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Guru …………………..
54
Tabel 2.5 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Praktisi Dunia Kerja …..
57
Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris SMK …
66
Tabel 3.2 Siswa SMK N 6 Jakarta ……………………………………………..
82
Tabel 4.1 Usia Pemelajar Kelas X ……………………………………………..
92
Tabel 4.2 Lamanya Pemelajar Kelas X Belajar Bahasa Inggris …………….....
93
Tabel 4.3 Bahasa Sehari-hari yang Digunakan Pemelajar Kelas X di Rumah … 94 Tabel 4.4 Perolehan Skor TOEIC Pemelajar Kelas X ………………………..... 95 Tabel 4.5 Mengerjakan Tugas atau Pekerjaan Rumah Bahasa Inggris Tepat Waktu ……………………………………………………………....... 96 Tabel 4.6 Mengikuti Kursus, Kegiatan, dan Lomba Bahasa Inggris …………... 97 Tabel 4.7 Mendengarkan Lagu, Cerita, dan Film Berbahasa Inggris ………….. 98 Tabel 4.8 Membaca Buku, Koran, Majalah, dan Artikel Berbahasa Inggris …... 99 Tabel 4.9 Berbahasa Inggris dengan Teman, Guru, dan Orang Lain yang Senang Berbahasa Inggris …………………………………………..
100
Tabel 4.10 Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Teoretis ……………………..
101
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xii
Tabel 4.11 Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Praktis ………………………… 102 Tabel 4.12 Guru Lebih Banyak Ceramah ………………………………………... 103 Tabel 4.13 Pemelajar Lebih Banyak Beraktivitas ……………………………….. 104 Tabel 4.14 Tugas Dikerjakan Secara Perorangan ………………………………... 105 Tabel 4.15 Tugas dikerjakan Secara Kelompok ………………………………..... 106 Tabel 4.16 Bahasa Inggris Sangat Penting untuk Dipelajari …………………….. 106 Tabel 4.17 Kemampuan Berbahasa Inggris Merupakan Syarat Utama Bekerja di Perusahaan ……………………………………………………….... 107 Tabel 4.18 Bahasa Inggris Perlu Diajarkan Sejak Taman Kanak-kanak ………..... 108 Tabel 4.19 Alasan Pemelajar Memilih Belajar di SMK ………………………...... 109 Tabel 4.20 Yang Ingin Dipelajari di SMK ……………………………………...... 110 Tabel 4.21 Yang Dilakukan Setelah Lulus ……………………………………...... 110
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xiii
ABSTRAK Pembelajaran bahasa Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang siap mengisi kesempatan bekerja. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Inggris berorientasi ke dunia kerja. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta, Jl. Prof Joko Sutono, SH nomor 2 A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan lima perusahaan di sekitar lokasi sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakanl silabus bahasa Inggris untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) bidang keahlian bisnis dan manajemen yang dapat mempersiapkan lulusannya siap bekerja, yang dinamakan silabus English for Occupational Purposes (EOP). Untuk menciptakan silabus EOP ini dilakukan penelitian survei dengan menyebarkan kuesioner dan pengetesan, serta penelitian kasus dengan mengadakan analisis dokumen yang terkait dan wawancara. Kuesioner dan pengetesan dilakukan terhadap responden siswa SMK N 6 Jakarta kelas X. Analisis dokumen dilakukan terhadap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan silabus bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta. Wawancara dilakukan dengan guru, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan praktisi dunia kerja. Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan pengetesan dianalisis secara kuantitatif, sedangkan data yang diperoleh dari analisis dokumen dan wawancara dianalisis secara kualitatif. Ada dua hasil utama dari tesis ini: (1) daftar kompetensi bahasa Inggris yang berguna di dunia kerja dan (2) silabus EOP. Daftar kompetensi ini dimaksudkan untuk kelas X. Namun, daftar itu juga dapat diberlakukan untuk kelas XI dan XII dengan kedalaman yang berbeda. Di samping dua hasil utama yang diperoleh, penelitian ini menghasilkan dua temuan, yakni (1) kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dan (2) kesamaan kebutuhan dari pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris. Kelemahan pembelajaran itu terdapat dalam KTSP, silabus, guru, dan siswa. Untuk kebutuhan yang dipandang sama yaitu dalam hal orientasi pembelajaran bahasa Inggris yang mengarah pada tujuan kerja.Temuan ini mengindikasikan bahwa silabus EOP sesuai untuk SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Pembelajaran bahasa Inggris dengan silabus EOP dengan enam kompetensi dasar yang telah dirumuskan diharapkan dapat mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
viii
ABSTRACT The aim of English learning at Senior Vocational High School/SMK business and management program is to produce the SMK graduates to be ready to fill the job vacancies. So, orientation of the English learning program is occupational purposes. The research was conducted at Government Senior Vocational High School/SMK N 6 Jakarta, Jl. Prof. Joko Sutono, SH, No.2A, Kebayoran Baru, South Jakarta and five companies around SMK N 6 Jakarta. The aims of the research are to identify useful competencies in working places and to create English for occupational Purposes (EOP) syllabus for SMK of business and management program, especially SMK N 6 Jakarta. The EOP syllabus was designed for preparing the SMK N 6 Jakarta graduates to fill job vacancies. The writer held survey and case research by using research instruments such as questionnaires, English proficiency test, documents analysis, and interview. The questionnaires and English proficiency test were given to SMK N 6 Jakarta students of grade X. Documents analysis were for analyzing Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) number 20, 2003, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMK N 6 Jakarta, and English syllabus of SMK N 6 Jakarta. The interview was conducted for teachers, vice headmaster, headmaster, and practitioners of working places. Data gained from questionnaires and English proficiency test were analyzed quantitatively, while data of documents analysis and interview were analyzed qualitatively. There were two main results of the research, they are (1) list of useful competencies in working places and (2) EOP syllabus. Besides the main results, the research had findings (1) weaknesses in learning English and (2) the same needs in learning English among stakeholders. Their same needs is English learning to prepare students in filling job vacancies. It means that EOP syllabus is suitable for SMK business and management program.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga pendidikan formal kejuruan yang mempersiapkan lulusannya untuk bekerja (Undang-undang Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 3 penjelasan pasal 15). Oleh karena itu, setelah menyelesaikan pendidikan mereka segera bekerja walaupun ada sebagian yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni ke akademi ataupun perguruan tinggi.
Kenyataan yang ditemui peneliti ini di
lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya lulusan SMK bekerja di berbagai perusahaan lokal dan asing. Di Jakarta, terdapat delapan jenis SMK: (1) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian bisnis dan manajemen, (2) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian teknologi dan informasi, (3) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian pariwisata, (4) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian kerajinan dan seni, (5) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian pekerjaan sosial, (6) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian farmasi, (7) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian kelautan, dan (8) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian grafika. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ini adalah SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Untuk mempersiapkan lulusannya bekerja SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen memberikan pembekalan berupa berbagai mata pelajaran dan praktik
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
1
kerja lapangan (PKL) di industri selama kurang lebih tiga bulan. Mata pelajaran yang diajarkan di SMK kelompok bisnis dan manajemen dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yakni kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Mata pelajaran kelompok normatif mengajarkan mata pelajaran yang mengandung norma dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan, dan Seni Budaya. Mata pelajaran kelompok adaptif mengajarkan mata pelajaran yang dapat membantu siswa menyesuaikan diri terlibat dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi Bahasa Inggris, Matematika, Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi, Kewirausahaan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Mata pelajaran kelompok produktif atau kejuruan mengajarkan berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan masing-masing program keahlian (administrasi perkantoran, akuntansi, dan penjualan), misalnya surat-menyurat, perpajakan, dan pemasaran. Mata pelajaran kelompok produktif merupakan yang paling erat kaitannya dengan dunia kerja karena mata pelajaran ini mengajarkan berbagai macam keterampilan yang terdapat di dunia kerja. Seperti pada kelompok mata pelajaran produktif, peneliti ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMK walaupun termasuk kelompok adaptif, kompetensi yang terkandung di dalamnya harus bersifat produktif karena bahasa Inggris ini menjadi sarana penting dalam melakukan berbagai aktivitas produktif di dunia kerja, seperti menangani tamu, dan memberikan informasi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
2
Seperti diuraikan di atas, sebagian besar lulusan SMK bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Peneliti ini tertarik meneliti pemakaian bahasa Inggris yang ada di lingkungan kerja karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Berdasarkan pengamatan peneliti ini menarik kesimpulan bahwa bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak banyak melibatkan pemakaian bahasa Inggris baik secara lisan maupun tertulis. Dari penelusuran alumni SMK N 6 Jakarta yang berhasil didokumentasikan tahun 2001 hingga 2008 terungkap sebagian besar alumni bekerja pada bagian yang tidak melibatkan pemakaian bahasa Inggris, seperti pekerjaan di bagian administrasi, keuangan, dan pemasaran. Selain itu, survei di beberapa perusahaan tempat alumni bekerja dan tempat siswa melaksanakan
PKL juga menunjukkan keadaan yang sama.
Kemungkinan, yang menjadi penyebabnya adalah (1) ruang lingkup pekerjaan tidak membutuhkan pemakaian bahasa Inggris dan (2) kemampuan berbahasa Inggris karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak memadai untuk menangani pekerjaan tersebut. Berikut ini diuraikan penyebab pertama, yakni jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan pemakaian bahasa Inggris. Kondisi ini terjadi di perusahaan lokal dan perusahaan asing. Di perusahaan lokal yang tidak memiliki hubungan dengan luar negeri ataupun orang asing dapat dikatakan sangat sedikit bahkan tidak ada pemakaian bahasa Inggris dalam pekerjaan sehari-hari. Untuk perusahaan asing yang memiliki hubungan dengan luar negeri ataupun orang asing, bahasa Inggris dipakai dengan efektif untuk menangani berbagai macam pekerjaan. Namun, jenis
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
3
pekerjaan ini biasanya diisi oleh karyawan minimal lulusan D3, bukan lulusan SMK. Di perusahaan asing, karyawan lulusan SMK itu belum mendapatkan jabatan tinggi, sehingga pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tersebut tidak melibatkan pemakaian bahasa Inggris. Penyebab kedua, kemampuan berbahasa Inggris karyawan lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen tidak memadai untuk menangani pekerjaan yang ada. Di perusahaan yang memiliki hubungan dengan luar negeri atau orang asing, bahasa Inggris menjadi sarana mutlak dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Karena ketidakmampuan berbahasa Inggris, karyawan lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen tidak dapat menduduki jabatan yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat merebut kesempatan bekerja, siswa SMK kelompok bisnis dan manajemen harus mampu berbahasa Inggris. Keterbatasan kemampuan tersebut akan menjadi hambatan dalam bersaing. Selanjutnya, peneliti ini menduga ada kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tersebut. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai pembelajaran bahasa Inggris yang dapat membekali siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen agar dapat mengisi kesempatan bekerja. Dalam penulisan tesis, peneliti ini menggunakan istilah pembelajaran dan pengajaran sesuai dengan maknanya. Makna keduanya diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2005. Dalam kamus tersebut, pembelajaran diartikan “proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Ini mengandung pengertian bahwa ada dua pihak yang terlibat secara aktif, yakni
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
4
guru dan siswa. Aktivitas guru meliputi persiapan membuat program pengajaran hingga upaya memperbaiki kelemahan siswa dalam belajar. Jadi aktivitas berlangsung dua arah, yakni dari guru ke siswa dan sebaliknya dari siswa ke guru. Untuk pengajaran diartikan “proses, cara, perbuatan mengajarkan”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kegiatan berlangsung satu arah. Pihak yang aktif adalah guru terkait dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan padanan arti dari bahasa Inggris learning, sedangkan pengajaran padanan dari teaching. Penelitian ini dilakukan terhadap SMK Negeri (SMK N) 6 Jakarta yang merupakan satu dari SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Di SMKN 6 Jakarta ada tiga kelas/tingkat, yakni kelas X (sepuluh), XI (sebelas), dan XII (dua belas). Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X (sepuluh). Peneliti ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris sejak kelas X harus sudah berorientasi ke dunia kerja karena dua alasan: (1) waktu belajar di SMK berlangsung hanya tiga tahun dan (2) siswa yang masuk ke SMK sudah memiliki kemampuan bahasa Inggris dasar, sehingga pembelajaran bahasa Inggris di SMK tidak lagi dimulai dari pengetahuan dasar, tetapi dilanjutkan ke keterampilan yang lebih maju. Peneliti ini menilai silabus bahasa Inggris SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen yang dikembangkan dari kurikulum SMK yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum berorientasi ke dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti ini ingin menghasilkan silabus yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
5
memiliki kaitan erat dengan persiapan memasuki dunia kerja yang didasarkan pada hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Sesuai dengan uraian di atas, model silabus yang akan dihasilkan ini ditujukan untuk kelas X. Istilah KTSP dalam penelitian ini diacu dari Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan, 2006. Dalam Bimbingan Teknis tersebut dinyatakan KTSP adalah “kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”. Dengan demikian, setiap sekolah membuat kurikulumnya sendiri sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Silabus yang dihasilkan dalam penelitian ini berorientasi ke dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti ini menyebutnya silabus bahasa Inggris untuk tujuan kerja atau profesi. Untuk memahami istilah silabus peneliti ini mengacu pada definisi yang dinyatakan dalam Bimbingan Teknis di atas yang berbunyi: “silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup
standar
kompetensi,
kompetensi
dasar,
materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar”. Untuk memudahkan pemahaman, peneliti ini menyebut pembelajaran dan silabus yang terkait dengan tujuan kerja dengan istilah pembelajaran EOP dan silabus EOP. Istilah EOP (English for Occupational Purposes) ini diacu dari gagasan Dudley-Evans dan St. John (1998). Menurut Dudley-Evans dan St John (1998), EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan pekerjaan. EOP merupakan salah satu cabang dari ESP (English for Specific Purposes). Cabang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
6
lainnya dari ESP adalah EAP (English for Academic Purposes), yakni bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis. Penelitian terdahulu mengenai silabus EOP telah dilakukan oleh Djuwari (1997), dan Sudarto (1999). Untuk menyusun silabus EOP bagi mahasiswa jurusan ekonomi, Djuwari (1997) mengadakan penelitian dengan melakukan analisis kebutuhan. Data diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner, mengadakan wawancara, dan survei. Sumber data dalam penelitiannya itu ialah mahasiswa, dosen, pembantu rektor, dan rektor di STIE Perbanas Surabaya. Hasil penelitiannya adalah silabus EOP untuk semester dua dengan penekanan pada fungsi bahasa (language function) yang terbagi atas keterampilan lisan dan tertulis. Berbeda dengan Djuwari (1997), Sudarto (1999) melakukan penelitian dalam merancang silabus EOP untuk akademi sekretaris di Jakarta yang sudah memiliki silabus tertentu. Menurut Sudarto (1999), walaupun sudah ada silabus bahasa Inggris baku tetap perlu diadakan perbaikan karena bahasa Inggris mengalami perkembangan. Hasil penelitian Sudarto (1999) adalah rancangan silabus EOP untuk akademi sekretaris semester satu hingga semester enam. Selain
Djuwari
(1997)
dan
Sudarto
(1999),
peneliti
lain
yang
mengembangkan analisis kebutuhan yaitu Kusni (2004). Ia melakukan analisis kebutuhan untuk mengadakan reformulasi perancangan program ESP di perguruan tinggi. Penelitian Kusni (2004) menghasilkan sebuah model perancangan yang disebut sebagai Model Kolaborasi Kolektif (MKK), yakni suatu proses perancangan program ESP yang dilakukan secara bersama oleh
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
7
semua pihak yang berkepentingan dalam suatu forum diskusi, seminar, lokakarya, dan sebagainya di bawah koordinasi pimpinan Program Studi (PS) dan fakultas. Pada intinya ketiga peneliti di atas melakukan analisis kebutuhan sebagai dasar dalam merancang suatu program bahasa Inggris untuk tujuan khusus (ESP) baik EAP maupun EOP. Peneliti ini akan melakukan hal yang sama dengan ketiga peneliti di atas, tetapi untuk tingkat SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Melalui model silabus EOP siswa diharapkan mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris yang benar-benar mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah utama penelitian ini adalah bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja. Masalah utama di atas dapat dijabarkan menjadi dua pertanyaan penelitian berikut ini. (1) Kompetensi bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan siswa kelas X SMK N 6 Jakarta? (2) Silabus EOP seperti apa yang sesuai untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta?
1.3 Cakupan Penelitian Penelitian ini berbentuk studi kasus yang akan dilaksanakan di SMK N 6 Jakarta, Sekolah ini dipilih karena merupakan salah satu sekolah yang sedang merintis sebagai sekolah bertaraf international (SBI). Sebagai SBI, seharusnya SMK N 6
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
8
Jakarta memiliki silabus bahasa Inggris yang mempersiapkan siswanya memasuki dunia kerja, sehingga akan meningkatkan persentase keterserapan lulusan oleh dunia kerja.
Peningkatan persentasi ini berpengaruh terhadap meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap SMK N 6 Jakarta. Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X. Peneliti ini berpendapat bahwa silabus EOP diterapkan mulai kelas X. Pertimbangannya adalah secara teori siswa SMK belajar selama tiga tahun. Pratiknya, mereka belajar di SMK selama dua setengah tahun. Berkurangnya waktu belajar ini disebabkan siswa harus melaksanakan PKL paling sedikit tiga bulan ketika mereka kelas XI dan proses pembelajaran efektif berakhir pada bulan Februari, untuk memberi kesempatan kepada siswa menyelesaikan karya tulisnya di saat kelas XII dan aktifitas lainnya untuk menyongsong ujian nasional (UN). Secara teoretis, seperti yang diungkapkan oleh Dudley-Evans dan St John (1998), English for Specific Purposes (ESP) dibagi menjadi dua, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Occupational Purposes (EOP). EAP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis, sedangkan EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan bekerja. Dalam penelitian ini, materi penelitian dibatasi pada EOP yang disesuaikan dengan konteks SMK N 6 Jakarta. Pemilihan ini didasari oleh kenyataan bahwa lulusan SMK akan segera bekerja setelah mereka menyelesaikan pendidikannya. Menurut Dudley-Evans dan St John (1998), ada lima tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu program ESP (EAP dan EOP) , yaitu (1) analisis kebutuhan, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) pemilihan dan penyusunan materi
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
9
pembelajaran, (4) pelaksanaan pembelajaran, dan (5) evaluasi. Kelima tahapan itu tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu jalinan yang saling terkait. Mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti ini, maka peneliti ini hanya mengambil tahapan yang pertama, yakni analisis kebutuhan. Hal ini berarti membuka kesempatan peneliti lain yang memiliki minat yang sama untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. Tahapan di atas oleh Graves (2000) dirangkum dalam satu kegiatan yang disebut analisis kebutuhan. Graves (2000), membagi kebutuhan menjadi dua, yakni informasi masa kini dan informasi masa depan. Informasi masa kini terdiri dari (1) informasi tentang diri pemelajar, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar, (4) gaya belajar pemelajar, dan (5) sikap pemelajar tehadap bahasa Inggris. Informasi masa depan terdiri dari (1) tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) keterampilan komunikatif yang dibutuhkan. Graves (2000) menyatakan bahwa dalam melaksanakan analisis kebutuhan bisa saja tidak semua aspek tersebut dianalisis tetapi beberapa aspek yang memiliki keterkaitan erat dengan konteks yang dimaksud.
1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan orientasi pendidikan kejuruan yakni menghasilkan lulusan yang siap mengadapi dunia kerja diperlukan suatu silabus yang mendukung tujuan itu. Untuk itu, peneliti ini mengadakan penelitian tentang silabus, khususnya silabus bahasa Inggris yang dapat mempersiapkan lulusan SMK siap bekerja. Tujuan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
10
penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kompetensi bahasa Inggris yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMK N 6 Jakarta dan (2) merancang silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta.
1.5 Kemaknawian Penelitian Secara
teoretis,
hasil
penelitian
ini
memberikan
sumbangan
kepada
pengembangan linguistik terapan pada pengajaran bahasa khususnya perancangan silabus. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan berbagai masukan bagi guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta dan lainnya dalam upaya mempersiapkan program pengajaran bahasa Inggris yang berbasis dunia kerja. Selain itu, hasil penelitian ini juga memberikan masukan kepada para stakeholders atau pemangku kepentingan di SMK N 6 Jakarta dan para pengembang silabus. Masalah silabus EOP penting diteliti karena silabus EOP merupakan silabus yang efektif dalam mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja. Di dunia kerja karyawan yang tidak mampu memahami dan menanggapi informasi dalam bahasa Inggris akan kalah bersaing dengan yang mampu. Dengan demikian, melalui pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan silabus EOP siswa akan memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sehingga meraih kesempatan bekerja yang lebih luas dan memperoleh penghidupan yang lebih baik. Silabus EOP ini dihasilkan melalui sejumlah teori. Penjelasan secara terperinci mengenai teori itu dapat dilihat pada bab selanjutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
11
BAB 2
KERANGKA TEORETIS DAN METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tiga bahasan (1) bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Specific Purposes/ESP): konsep dasar dan klasifikasi (2) penyusunan silabus EOP: analisis kebutuhan, materi pembelajaran EOP, dan silabus EOP, dan (3) metodologi penelitian. Pada bagian metodologi penelitian diuraikan metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian yang terdiri atas (1) metode penelitian survei dan pengetesan dan (2) metode penelitian kasus.
2.1 English for Specific Purposes (ESP) Menurut Dubin dan Olshtain (1986), status pengajaran bahasa Inggris dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu bahasa Inggris yang diajarkan sebagai bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa pertama diajarkan di negara yang penduduknya berbahasa Inggris, seperti Inggris, Amerika, dan Australia. Bahasa Inggris ini digunakan sebagai bahasa sehari-hari masyarakat itu. Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, yakni bahasa Inggris bukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi; bahasa Inggris dipakai karena adanya faktor sejarah: bekas negara jajahan, alasan sosial dan ekonomi, misalnya di Israel, Kenya, Ethiopia, Malaysia, dan lain-lain. Di negara-negara tersebut bahasa Inggris
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
12
dipakai sebagai media pembelajaran di sekolah dan untuak berinteraksi dengan lingkungan. Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, yakni pemakaian bahasa Inggris dalam lingkup tertentu, misalnya untuk diajarkan di sekolah. Indonesia merupakan satu dari negara yang menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, arah pembelajaran bahasa Inggris untuk SMK berbeda dengan bahasa Inggris di sekolah menengah umum (SMU). Arah pembelajaran bahasa Inggris di SMK disesuaikan dengan penjelasan atas UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 15 yang berbunyi, “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. Dengan demikian, bahasa Inggris untuk SMK mengandung tujuan khusus. Selanjutnya, peneliti ini membahas bahasa Inggris untuk tujuan khusus itu yang disebut English for Specific Purposes (ESP).
2.1.1 Konsep Dasar ESP Hutchinson dan Waters (1987) sependapat dengan Dudley-Evans dan St. John (1998) berpendapat bahwa terdapat dua periode yang melahirkan ESP. Pertama, berakhirnya perang dunia kedua yang berdampak pada kemajuan pesat bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala internasional yang didominasi oleh Amerika sehingga menjadikan bahasa Inggris menjadi bahasa internasional. Kedua, krisis minyak pada tahun 1970-an yang berdampak pada pemakaian bahasa Inggris yang semakin meluas ke negara-negara yang kaya
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
13
minyak. Sehubungan dengan hal ini muncul pemikiran untuk mengajarkan bahasa Inggris sesuai dengan kebutuhan pemelajar. Disamping itu, secara umum terjadi pergeseran fokus pengajaran bahasa asing, dari fokus pendekatan dan metode ke fokus penggunaan bahasa untuk komunikasi nyata, yang dipelopori oleh pencetus pendekatan komunikatif antara lain Wilkins (1972, 1976) dan Munby (1978). Para ahli ini menyadari bahwa pemelajar memiliki suatu kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa asing. Maka dapat dikatakan bahwa ESP merupakan pengembangan dari pendekatan komunikatif. Hutchinson dan Waters (1987:21) menyatakan “ESP is an approach to language teaching which is aimed to meet the needs of particular learners”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa isi materi pengajaran adalah yang betul-betul dibutuhkan pemelajar. Jadi, fokus utama pengajaran ESP adalah keterampilan bahasa yang berkaitan dengan kebutuhan atau disiplin ilmu tertentu. Hutchinson dan Waters (1987) berpendapat munculnya ESP berawal dari jawaban atas pertanyaan why does the learner need to learn a foreign language? Jawaban atas pertanyaan itu akan berkisar pada siapa yang belajar, dan keterampilan berbahasa apa yang diperlukan. Jawaban itulah yang berpengaruh dalam merancang materi pembelajaran bahasa Inggris. Selanjutnya, gagasan Hutchinson dan Waters (1987) ini dikembangkan oleh para ahli ESP lainnya. Oleh karena itu gagasan Hutchinson dan Waters ini dapat dipandang sebagai tonggak berdirinya ESP. Gagasan Hutchinson dan Waters (1987) ini dapat diterapkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
14
untuk konteks SMK khususnya pernyataannya tentang materi atau pun keterampilan bahasa yang diajarkan yang sesuai dengan kebutuhan. Ahli ESP lain yang sejalan dengan Hutchinson dan Waters (1987) adalah Strevens
(1988).
Strevens
(1988)
mendefinisikan
ESP
melalui
dua
karakteristiknya, yakni karakteristik absolut dan karakteristik variabel. Berikut ini penjelasannya. Absolute characteristics: (1) design to meet specified needs of the learners; (2) related in content (that is in its themes and topics) to particular disciplines, occupations and activities; (3) centred on language appropriate to those activities in syntax, lexis, discourse, semantics and so on, and analysis of the discourse; (4) in contrast with ‘General English’
Variable characteristics: (1) may be restricted as to the learning skills to be learned (for example reading only); (2) may not be taught according to any pre-ordained methodology. Kedua karakteristik di atas dipahami sebagai berikut. Program ESP adalah pengajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan tertentu pemelajar yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu sehingga program pembelajarannya berbeda dari bahasa Inggris umum. Perbedaan dengan bahasa Inggris umum ini nampak dalam disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu pemelajar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
15
yang berdampak pada penggunaan metodologi pengajaran. Selanjutnya, Strevens (1988) menjelaskan bahwa program ESP dapat dipakai untuk mengembangkan satu keterampilan bahasa tertentu saja, misalnya keterampilan membaca. Pemahaman ESP menurut Strevens (1988) ini banyak dijumpai pada lembaga kursus bahasa Inggris yang menawarkan kemahiran tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk bercakap-cakap. Untuk SMK kedua karakteristik ini tidak dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Pembelajaran bahasa Inggris tidak dilaksanakan untuk disiplin ilmu atau profesi tertentu. Yang ada pada SMK adalah kebutuhan tertentu. Namun, kebutuhan tertentu
siswa SMK berbeda dengan kebutuhan tertentu yang
dimaksud Strevens (1988). Kebutuhan tertentu siswa SMK adalah kebutuhan akan kesiapan kerja. Oleh karena itu, teori ESP Strevens untuk konteks SMK adalah program bahasa Inggris SMK untuk mempersiapkan siswa bekerja. Berikutnya adalah gagasan Robinson (1991). Gagasannya masih sejalan dengan Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988). Ia juga menyatakan bahwa ESP merupakan program yang dikembangkan dari analisis kebutuhan. Pemahaman tentang ESP didasarkan pada dua kriteria dan tiga buah karakteristik. Kedua buah kriteria itu ialah bahwa ESP merupakan normally goal directed, dan bahwa pembelajaran ESP dikembangkan dari analisis kebutuhan. Robinson (1991) juga melengkapi pemahaman ESP yang diketengahkan Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988) dengan menyebutkan ciri-ciri ESP. Ciri-ciri tersebut ialah (1) limited time period, (2) adult, (3) homogeneous classes. Maksud jangka waktu penyelenggaraan terbatas ialah waktu belajar yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
16
singkat tidak seperti pada konteks sekolah formal, misalnya waktu belajar untuk SMK tiga tahun. Pengertian pemelajar dewasa mengacu kepada usia. Normalnya, pemelajar ESP adalah pemelajar yang sudah bekerja. Bahasa Inggris yang dipelajari diharapkan menunjang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Robinson (1991) beranggapan bahwa pembelajaran ESP akan lebih efektif diajarkan dalam kelas yang pemelajarnya memiliki kebutuhan atau tujuan yang sama. Dalam konteks SMK kebutuhan atau tujuan yang sama ini ialah pembelajaran bahasa Inggris yang digunakan sebagai sarana melakukan aktifitas di lingkungan kerja. Dengan kesamaan seperti ini proses pembelajaran bahasa Inggris dapat berlangsung efektif. Berikutnya diuraikan gagasan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka mengembangkan gagasan Strevens (1988) mengenai karakteristik absolut dan karakteristik variabel. Berbeda dari Srevens (1988), Dudley-Evans dan St John (1998) mengurangi satu item pada karakteristik absolut, sehingga menjadi tiga item dan menambahkan dua item untuk karakteristik variabel. Karakteristik absolut Dudley-Evans dan St John (1998) adalah sebagai berikut. Absolute characteristics: (1) ESP is designed to meet specific needs of the learner; (2) ESP makes use of the underlying methodology and activities of the disciplines it serves; (3) ESP is centred on the language (grammar, lexis, register), skills, discourse and genres appropriate to these activities.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
17
Pengertian ESP yang dikemukakan Dudley-Evans dan St John (1998) di atas mengandung makna bahwa ESP dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus pemelajar yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu. Materi yang dipelajari dalam ESP dipusatkan pada unsur bahasa (tata bahasa, leksis, dan wacana), keterampilan bahasa sesuai dengan disiplin ilmu atau profesi tertentu. Jadi, karakteristik absolut yang diketengahkan Strevens (1988) oleh Dudley-Evans dan St John (1998) dikurangi bagian yang menyatakan bahwa ESP berbeda dari bahasa Inggris umum. Dudley-Evans dan St John (1998) berpendapat bahwa terdapat materi ESP yang tidak berbeda dengan materi dalam bahasa Inggris untuk umum, misalnya tata bahasa. Untuk penambahan dua item dalam karakteristik variabel dapat dijelaskan sebagai berikut. Variable characteristics: (1) ESP may be to or designed for specific disciplines; (2) ESP may use, in specific teaching situation, a different methodology from that of general Englsih; (3) ESP is likely to be designed for adult learners, either at tertiary level institution or in a professional work situation. It could, however, be used for learners at secondary level; (4) ESP is generally designed for intermediate or advance students. Most ESP courses assume basic knowledge of the language system, but it can be used with beginners.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
18
Pemahaman karakteristik variabel yang diuraikan Dudley-Evans dan St. John (1998) di atas yaitu ESP dirancang untuk pemelajar yang sudah maju. Pembelajaran ESP dilaksanakan untuk pemelajar yang sudah menguasai tata bahasa, tetapi dapat juga untuk pemelajar pemula. Dalam
karakteristik
Variabel,
Dudley-Evans
dan
St
John
(1998)
mempersoalkan keadaan pemelajar. Mereka membedakan antara pemelajar yang belum dewasa dengan pemelajar dewasa dan pemelajar yang sudah maju dengan pemelajar pemula. Hutchinson dan Waters (1987), Strevens (1988), dan Robinson (1991) membatasi definisi ESP, yakni ditujukan kepada pemelajar dewasa, tetapi Dudley-Evans dan St John (1998) menambahkan bahwa ESP dapat juga untuk pemelajar yang belum dewasa. Selain masalah dewasa dalam pengertian usia, Dudley-Evans dan St John menambahkan bahwa program ESP bukan untuk pemelajar yang sudah maju atau sudah memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi saja tetapi juga untuk pemelajar pemula, yakni pemelajar yang belum memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi. Peneliti ini memiliki pandangan bahwa ESP tidak saja dikhususkan untuk pemelajar dewasa dan sudah memiliki pengetahuan kebahasaan yang maju tetapi dapat diterapkan bagi pemelajar yang belum dewasa, misalnya siswa SMK. Sesuai dengan orientasi pendidikan kejuruan, dapat dikatakan bahwa siswa SMK ini memiliki kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa Inggris. Kebutuhan khususnya ini adalah menggunakan bahasa Inggris di lingkungan kerja sebagai tenaga kerja tingkat menengah. Maka bahasa Inggris yang diajarkan harus bersifat khusus pula, yakni yang berhubungan dengan dunia kerja. Mengingat kebutuhan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
19
khusus ini maka pengajaran ESP dapat diberlakukan untuk pemelajar yang belum dewasa seperti siswa SMK. Menyimak uraian para ahli ESP di atas, peneliti ini menjadikan karakteristik absolut butir kesatu dan karakteristik variabel butir ketiga dan keempat yang dipaparkan Dudley-Evans dan St John (1998) sebagai landasan berpikir karena dapat diterapkan dalam konteks SMK.
2.1.2 Klasifikasi ESP Seperti dijelaskan di atas pemahaman ESP untuk landasan berpikir selanjutnya diambil dari gagasan
Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka sependapat
dengan Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa ESP diklasifikasikan menjadi dua, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Specific Purposes (EOP). EAP adalah bahasa Inggris yang diajarkan kepada mahasiswa untuk tujuan akademik atau memahami bidang studi tertentu, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, kedokteran, dan Ekonomi, sedangkan EOP adalah bahasa
Inggris
yang
diajarkan
kepada
mahasiswa
untuk
tujuan
pekerjaan/mendukung profesi dan kejuruan. Contoh yang lebih kongkrit adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk memahami teks atau literatur tentang kedokteran, digolongkan ke dalam EAP, sedangkan bahasa Inggris yang diajarkan untuk dokter digolongkan EOP. Di dalam EOP itu sendiri dibagi menjadi dua, yakni English for Professional Purposes (EPP ) dan English for Vocational Purposes (EVP) yang masing-masing memiliki subbagian lagi. Bahasa Inggris yang diajarkan untuk menjalankan profesi dokter, misalnya untuk berkomunikasi
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
20
dengan pasien digolongkan ke dalam EPP, sedangkan istilah-istilah kedokteran digolongkan ke dalam EVP. Dalam klasifikasi Dudley-Evans dan St. John (1998), bahasa Inggris yang diajarkan di SMK tergolong ke dalam EPP khususnya EBP, sedangkan istilahistilah bahasa Inggris yang terkait dengan mata pelajaran produktif, misalnya mata pelajaran akuntansi, kesekretarisan, dan lain-lain tergolong ke dalam EVP. Dari klasifikasi ESP ini EOP dipakai oleh peneliti ini sebagai kerangka berpikir karena sesuai dengan ciri pendidikan kejuruan yang mempersiapkan lulusannya bekerja. Berikut ini diagram klasifikasi ESP yang dikemukakan Dudley-Evans dan St. John (1998).
Diagram 2.1: Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998:6) English for (Academic) Science and Technology EAP
English for (Academic) Medical Purposes English for (Academic) Legal Purposes English for Management, Finance, and Economics
ESP
English for Professional Purposes EOP English for Vocational Purposes
English for Medical Purposes English for Business Purposes Pre-Vocational English Vocational English
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
21
Konsep EOP Dudley-Evans dan St John (1998) ini disesuaikan dengan konteks SMK. Siswa SMK belum memiliki pekerjaan tertentu. Dengan demikian, bahasa Inggris yang diajarkan bukan bahasa Inggris untuk profesi tertentu, melainkan bahasa Inggris yang dipakai di lingkungan tempat kerja yang bermacam-macam. Tempat kerja yang dimaksud di sini adalah tempat kerja yang menerima lulusan SMK sebagai karyawannya, misalnya perusahaan yang bergerak di bidang jasa: biro perjalanan, restoran, dan bidang perpajakan. Hutchinson dan Waters (1987) membagi ESP menjadi tiga macam, yaitu (1) English for Science and Technology (EST), yakni bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan teknologi,
(2) English for Business and Economics (EBE),
yakni bahasa Inggris untuk binis dan ilmu ekonomi, dan (3) English for Social Sciences (ESS), yakni bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan sosial. Ketiga bagian ESP tersebut masing-masing memiliki EAP dan EOP. Bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya, terdapat EAP dan EOP. Untuk EAP, maksudnya ialah bahasa Inggris untuk memahami tentang disiplin ilmu teknologinya, sedangkan EOP ialah bahasa Inggris untuk seorang teknisi. Untuk konteks SMK, bahasa Inggris yang diajarkan tergolong ke dalam EBE bagian EOP. Namun, tidak sepenuhnya dapat digolongkan ke dalam bagian EOP itu sendiri, yakni bahasa Inggris untuk sekretaris. Di bawah ini klasifikasi ESP yang diuraikan Hutchinson dan Waters (1987).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
22
Diagram 2.2:
Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987)
English for Science and Technology (EST)
ESP
English for Business And Economics (EBE)
English for Academic Purposes (EAP)
English for Medical Studies
English for Occupational Purposes (EOP)
English for Technician
English for Academic Purposes (EAP)
English for Economics
English for Occupational
English for Secretaries
Purposes (EOP)
English for Social Sciences (ESS)
English for Academic Purposes (EAP)
English for Psychology
English for Occupational Purposes (EOP)
English for Teaching
Selanjutnya, Robinson (1991) membagi ESP menjadi dua macam, yaitu (1) English for Occupational Purposes (EOP), yang terdiri dari pre-experience, simultaneous/in service, dan post experience dan (2) English for Educational Purposes (EEP)/English for Academic Purposes (EAP), yang terdiri dari English for study in a specific discipline, dan English as a school subject. Pembagian ESP Robinson (1991) ini lebih dapat menampung pembelajaran bahasa Inggris di SMK
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
23
daripada pembagian ESP Hutchinson dan Waters (1987). Bahasa Inggris untuk SMK kelompok bisnis dan manajemen dapat digolongkan ke dalam kedua klasifikasi yang dikemukakan Robinson ini. Bahasa Inggris untuk siswa SMK yang belum bekerja (pre-experience) diajarkan untuk menghadapi dunia kerja (EOP) sekaligus diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah (EAP). Diagram 2.3: Klasifikasi ESP (Robinson, 1991) Pre-experience
EOP
Simultaneous/In-service
Post-experience
ESP Pre-study For study in a specific discipline
In-study Post-study
EEP/ EAP
Independent As a school subject
Integrated
Dilihat dari klasifikasi Robinson (1991) ini bahasa Inggris di SMK N 6 digolongkan sebagai EOP khususnya pre-experience, yakni bahasa Inggris untuk pemelajar yang belum memiliki pengalaman bekerja dan sekaligus EAP khususnya English as a school subject, yakni bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
24
2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus EOP Sebelum mendapatkan pemahaman mengenai prinsip dalam perancangan silabus EOP, lebih dulu peneliti ini membahas pengertian silabus yang diketengahkan oleh pakar silabus. Berikut ini pembahasannya.
2.2.1 Pengertian Silabus Hutchinson dan Waters (1997) menyatakan bahwa silabus berkenaan dengan sederetan daftar materi ajar yang akan diajarkan. Pendapat ini senada dengan Dubin dan Olshtain (1986:35) menyatakan silabus adalah ”a more detailed and operational statement of teaching and learning elements which translates the philosophy of the curriculum into a series of planned steps leading towards more narrowly defined objectives at each level”. Silabus merupakan bagian dari kurikulum yang memuat pemilihan dan pengurutan materi ajar berdasarkan pada tingkat kesulitan dan kebutuhan. Dengan kata lain, silabus lebih sempit daripada kurikulum. Sebaliknya, kurikulum lebih luas pengertiannya, yakni merupakan suatu dokumen yang digunakan sebagai pedoman untuk program pendidikan nasional. Pendapat Dubin Olshtain (1986) ini didukung oleh Nunan (1988) serta Celce Murcia dan Ohlstain (2000). Selanjutnya,
Hutchinson
dan
Waters
(1987)
menambahkan
bahwa
penyusunan silabus yang baik diawali dengan analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan dan materi ajar. Dalam hal ini, Nunan (1988) sependapat dengan Hutchinson dan Waters (1987).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
25
Nunan (1988) menyatakan bahwa kurikulum berkenaan dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan dan pengurutan isi. Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa pada tahap perencanaan perlu diadakan analisis kebutuhan pemelajar. Jadi, pelajar dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan mengenai isi kurikulum. Peneliti ini menilai bahwa pendapat Nunan (1988) ini merupakan langkah maju dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dengan dilibatkannya pihak pemelajar ini salah satu manfaat yang akan timbul adalah tumbuhnya motivasi. Gagasan Nunan (1988) ini belum dapat dilaksanakan dalam penyusunan kurikulum di SMK. Namun, adanya KTSP, yakni kurikulum yang dibuat oleh pihak sekolah, menunjukkan telah adanya perkembangan kurikulum di Indonesia, dari yang ditentukan pemerintah menjadi ditentukan oleh pihak sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah itu. Selanjutnya, Nunan (1988) menambahkan bahwa metodologi pengajaran bukan merupakan bagian silabus. Metodologi berisi pemilihan tugas dan aktivitas pembelajaran dapat dijabarkan secara panjang lebar pada bagian tersendiri terpisah dari silabus yang berisi isi pembelajaran. Dalam praktiknya, yang disebut Nunan (1988) dengan metodologi ini di SMK di istilahkan dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu, dalam silabus EOP, peneliti ini tidak mencantumkan kegiatan pembelajaran, karena kegiatan itu dibahas dalam RPP. Celce-Murcia dan Ohlstain (2000) yang sependapat dengan Nunan (1988) menyatakan bahwa kurikulum mengandung unsur budaya, sosial, dan politis dari suatu masyarakat, dibuat oleh suatu lembaga pendidikan pusat dan berisi panduan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
26
umum pengajaran, sedangkan silabus dibuat oleh guru dan berisi urutan materi pengajaran dan aktivitas pengajaran. Kondisi yang diuraikan Celce-Murcia ini tidak sesuai lagi dengan kondisi kurikulum pendidikan Indonesia semenjak tahun 2007. Dengan diberlakukannya KTSP yang disusun oleh sekolah menandakan bahwa kurikulum tidak dibuat lagi oleh lembaga pendidikan pusat. Kegiatan analisis kebutuhan yang dinyatakan oleh Hutchinson dan Waters (1987) dan Nunan (1988) di atas didukung oleh Robinson (1991) dengan menambahkan keterangan bahwa untuk memperoleh silabus yang sesuai dengan kebutuhan, perancang silabus dapat memadukan dua atau lebih jenis silabus. Gagasan Robinson (1991) ini sejalan dengan Harmer (2001). Di bawah ini pendapat Harmer (2001). Harmer (2001) menyatakan bahwa kurikulum berhubungan dengan daftar apa yang akan diajarkan, perencanaan, implementasi, evaluasi, pengelolaan, dan administrasi program pengajaran, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan dan penyusunan materi yang akan dipelajari menurut tujuan yang ingin dicapai. Ia menyebutkan tujuh jenis silabus. Berikut ini penjelasannya. (1) Grammatical syllabus atau silabus gramatikal, yaitu silabus yang disusun berdasarkan butir-butir gramatikal. Silabus ini digunakan sebagai dasar merencanakan program umum untuk tingkat dasar. Inti dari silabus gramatikal adalah (1) menyesuaikan antara pola yang tepat dengan waktu belajar yang tersedia, (2) butir-butir gramatikal diajarkan untuk memudahkan pemelajar belajar, dan (3) butir-butir gramatikal yang dipilih adalah butir-butir gramatikal yang produktif dengan tujuan mengembangkan keterampilan komunikatif dasar.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
27
Peneliti ini beranggapan bahwa silabus seperti ini tidak tepat diterapkan untuk konteks SMK yang berorientasi ke dunia kerja. Silabus gramatikal lebih sesuai untuk siswa SMP yang masih memerlukan pengetahuan dasar kebahasaan seperti yang ditawarkan dalam silabus gramatikal. (2) Lexical syllabus atau silabus leksikal, yaitu silabus yang disusun berdasarkan kosakata yang penting. Kosakata dipandang sebagai unsur yang penting dalam pembelajaran bahasa. Kosakata yang dipelajari antara lain -
kosakata yang berhubungan dengan topik tertentu (misalnya seni, pakaian)
-
pembentukan kata (misalnya sufiks dan perubahan morfologis)
-
kata majemuk (misalnya walking-stick, multi-storey car park)
-
kata penghubung (misalnya when, if, he/she)
-
ungkapan tertentu yang sudah pasti (misalnya Would you like to ...?, If I were you I’d ... )
-
kata yang bermakna konotasi dan metafor.
Kelemahan silabus leksikal adalah bahwa kosakata yang diajarkan terlalu luas dan kompleks. Selain itu, jenis silabus ini membuka peluang terjadinya tumpang tindih antara penjelasan leksikal dalam pengertian multikata dan tata bahasa. (3) Functional syllabus atau silabus fungsional, yaitu silabus yang disusun berdasarkan fungsi-fungsinya dalam komunikasi (misalnya requesting, offering, inviting, dan agreeing and disagreeing dan sebagainya). Silabus ini menekankan fungsi bahasa sehingga dapat menghasilkan kemampuan berkomunikasi. Inti dari silabus ini memberi penekanan pada penggunaan bahasa terutama pada listening
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
28
dan speaking. Contoh ungkapan untuk fungsi offering antara lain Would you like me to ... I’ll dan I help you if you want. Kelemahan dalam silabus fungsional yaitu perancang silabus menemui kesulitan mengenai pentahapan materi untuk leksikal dan tata bahasa. Tingkat kesulitan materi pembelajaran dalam silabus jenis ini sulit diidentifikasi. (4) Situational syllabus atau silabus situasional, yaitu silabus yang disusun berdasarkan bahasa yang dibutuhkan dalam situasi tertentu misalnya at the bank, at the supermarket, at a factory dan sebagainya. Jadi perlu diidentifikasi penggunaan bahasa untuk berkomunikasi pada situasi tersebut. Silabus jenis ini memiliki kelemahan yang tidak jauh berbeda dengan silabus fungsional. (5) Topic-based syllabus atau silabus berbasis topik, yaitu silabus yang disusun berdasarkan topik atau tema yang berbeda, misalnya the weather, sport, music, dan sebagainya. Silabus jenis ini sering digunakan di tingkat perguruan tinggi. Pelajaran bahasa Inggris diintegrasikan dengan ilmu lain, misalnya matematika dan ilmu pengetahuan sosial. Pembelajaran dengan silabus seperti ini telah dicobakan di SMK N 6 Jakarta untuk kelas tertentu, yakni kelas SBI. Namun, untuk kelas X belum dapat diterapkan sepenuhnya. (6) Task-based syllabus atau silabus berbasis tugas, yaitu silabus yang disusun berdasarkan daftar serangkaian tugas-tugas yang dilaksanakan oleh siswa dalam bahasa yang dipelajari. Task ini merupakan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan bahasa yang sedang dipelajari. Misalnya, reading a map and giving directions.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
29
Kelemahan silabus berbasis tugas adalah terjadinya kesulitan dalam menentukan tahapan atau tingkat kesulitan tugas. Dengan kata lain, perancang silabus menemui kesulitan dalam menentukan tugas seperti apa yang akan diajarkan lebih dulu. Untuk mengatasi berbagai kelemahan dalam tiap-tiap silabus di atas, Harmer (2001) menghadirkan gagasannya mengenai multi-syllabus syllabus atau silabus multisilabus. Silabus jenis ini tidak menonjolkan pada suatu karakteristik tertentu, misalnya tata bahasa, leksis, fungsi, situasi. Silabus ini merupakan gabungan dari keenam jenis silabus di atas yang melibatkan unsur-unsur seperti tata bahasa, leksis, fungsi bahasa, situasi, topik, dan tugas-tugas. Jadi, silabus jenis ini tidak didominasi oleh karakteristik silabus tertentu, misalnya didominasi oleh unsur tata bahasa saja atau pun fungsi bahasa, tetapi merupakan gabungan berbagai jenis silabus. Walaupun demikian, dalam praktiknya pada tahap awal silabus multisilabus menggunakan karakteristik silabus gramatikal. Selanjutnya, silabus multisilabus memadukan kosakata dan keterampilan (skill) serta tugas dan fungsi. Pada akhirnya, tata bahasa dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi dan tugas. Dalam hal ini tidak ada unsur yang kelihatan menonjol, karena semua karakteristik dalam tiap jenis silabus saling melengkapi. Peneliti ini menganggap silabus multi silabus merupakan jenis silabus yang dapat mengakomodasi pembelajaran EOP di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Harmer (2001) menambahkan bahwa untuk memperoleh silabus yang baik, perancang
silabus
sebaiknya
mempertimbangkan
empat
kriteria,
yaitu
kemampuan belajar (learnability), frekuensi (frequency), cakupan (coverage), dan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
30
kebermanfaatan (usefulness). Learnability mengacu kepada pertimbangan dalam mendahulukan butir-butir struktur atau leksikal yang lebih mudah untuk dikuasai. Misalnya, lebih mudah mengajarkan penggunaan some dan any lebih dulu daripada mengajarkan seluruh penanda jumlah, seperti much, many, few, dan sebagainya pada waktu yang bersamaan. Frequency berkaitan dengan kata atau makna yang lebih sering dipakai, misalnya lebih dulu diajarkan see yang bermakna understand daripada see yang bermakna melihat. Coverage berkenaan dengan kata dan struktur yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada yang lain. Misalnya, lebih dulu diperkenalkan going to menunjukkan future daripada going to yang menunjukkan present continuous. Usefulness berkaitan dengan pemakaian kata yang lebih bermanfaat daripada kata yang lain. Misalnya, dalam ruang kelas kata seperti book dan pen merupakan kata yang bermanfaat pada situasi pembelajaran di kelas. Keempat kriteria ini menjadi rambu-rambu dalam menentukan materi pembelajaran.
2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Selain jenis silabus yang telah diuraikan di atas, ada model silabus yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yakni suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan untuk membuat model silabus bagi sekolah kejuruan. Model silabus ini memuat tujuh unsur, yaitu kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Model silabus ini dapat dikembangkan oleh tiap sekolah sesuai dengan kebutuhannya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
31
Peneliti ini menggunakan format silabus dari BSNP ini, namun tidak menghilangkan bagian kegiatan pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran ini akan diuraikan secara terperinci dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam satu dasawarsa lebih, pendidikan di Indonesia memberlakukan empat macam kurikulum, yakni kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006, yang terkenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, setiap kurikulum di atas dijabarkan ke dalam silabus. Kurikulum 1994 mendapat tanggapan, kritik, dan saran dari para praktisi, pakar, ahli, serta masyarakat. Tanggapan dan kritik pada umumnya berkenaan dengan padatnya isi kurikulum seperti banyaknya mata pelajaran dan substansi dari setiap mata pelajaran, materi yang kurang sesuai, baik dengan tahap perkembangan anak maupun dengan kebutuhan pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah memandang perlu melakukan penyempurnaan sesuai dengan berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi. Penyempurnaan tersebut ditandai dengan munculnya kurikulum edisi 1999. Seperti kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999 berorientasi ke sederetan bahan atau pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa. Silabus yang merupakan pengembangan dari kurikulum edisi 1999 secara otomatis berorientasi kepada deretan materi ajar. Banyak para ahli pendidikan menemukan kenyataan bahwa guru cenderung mengejar selesainya materi pembelajaran yang diwajibkan bukan pada pencapaian suatu kemampuan tertentu. Dapat saja materi pembelajaran telah selesai diajarkan, tetapi siswa tidak bisa berbahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
32
Untuk mengatasi masalah ini, sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah, maka untuk mengganti kurikulum edisi 1999 diberlakukan kurikulum 2004 yang dikenal dengan nama kurikulum berbasis kompetensi (KBK). KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi). Silabus yang dikembangkan dari KBK disebut dengan Satuan Acara Pemelajaran (SAP). Penekanan dalam silabus ini adalah kompetensi yang harus dikuasai siswa. Jadi, silabus dalam KBK berorientasi pada kompetensi siswa daripada isi pelajaran. Prinsip pembelajaran dalam KBK yaitu berpusat pada siswa. Perubahan yang terjadi ini membawa implikasi terhadap perubahan kegiatan pembelajaran di kelas, yakni sekolah tidak lagi hanya menjadi wahana mengajar (teaching) tetapi lebih diarahkan sebagai wahana belajar (learning) (Depdiknas, 2003). Pemahaman ini digunakan peneliti ini di dalam mengembangkan silabus EOP. Dalam perkembangannya, kurikulum 2004 ini mendapat masukan-masukan sehingga lahirlah yang dikenal sekarang dengan nama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006. Kurikulum ini mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kelulusan dan Standar Kompetensi Nasional. Perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya ialah bahwa kurikulum tidak lagi dibuat oleh pemerintah, tetapi oleh masing-masing tingkat pendidikan atau
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
33
sekolah dengan melibatkan dunia industri. Keterlibatan dunia kerja terutama untuk memberikan pandangan mengenai kompetensi kejuruan yang dibutuhkan dunia kerja. Bambang Suhendro, dalam Kumpulan Kabar Diknas Tahun 2006 (2006) menjelaskan ”sistem pendidikan harus merespon terhadap perubahan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan yang terjadi, baik di tingkat lokal, nasional maupun global”. Pembelajaran bahasa Inggris dalam KTSP tidak berbeda jauh dengan pembelajaran dalam kurikulum 2004, karena pada dasarnya KTSP mengacu pada kurikulum 2004. Jadi, silabus yang digunakan sebagai penjabaran KTSP mengacu pada penguasaan kompetensi siswa.
2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP) Selain konsep dasar dan klasifikasi ESP, gagasan Dudley-Evans dan St. John yang digunakan sebagai kerangka berpikir adalah materi pembelajaran. Dudley-Evans dan St. John (1998) menyatakan materi yang digunakan dalam pembelajaran EAP dan EOP pada dasarnya tidak berbeda. Yang membedakan di antara keduanya ialah dalam hal sumber atau bahan ajar dan penggunaan kosakata. (1) Sumber atau bahan belajar adalah materi otentik yang diambil dari berbagai sumber, baik dalam bentuk buku teks, artikel majalah dan koran, brosur, materi audio, audio-visual, transparansi, komputer, dan lain-lain. (2) Unsur yang dikembangkan: keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
34
Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran EOP, keterampilan bahasa dan pengetahuan kebahasaan yang disebutkan di atas tidak diajarkan secara terpisah. Dua atau tiga keterampilan bahasa, misalnya membaca, dan berbicara dapat diajarkan secara serentak. Maksudnya, ketika guru mengajarkan keterampilan membaca pada saat yang sama muncul kebutuhan akan mengajarkan keterampilan berbicara yang menunjang keterampilan membaca tersebut. Dalam pembelajaran EOP, keterampilan berbicara dalam suatu interaksi mendapatkan perhatian utama. Kemahiran berbicara sekaligus menunjukkan kemahiran menyimak. Untuk keterampilan membaca, fokusnya bukan pada teks sebagai objek kebahasaan, melainkan teks sebagai alat informasi. Mengenai tata bahasa, Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa tata bahasa tetap diperlukan untuk membantu pemahaman dalam keterampilan makro. Seberapa dalam materi tata bahasa yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat penguasaan bahasa
Inggris pemelajar dan prioritas pembelajaran.
Pembelajaran yang memprioritaskan ketepatan tata bahasa, akan memberikan materi tata bahasa yang lebih lengkap dan dalam daripada pembelajaran yang memprioritaskan kelancaran pemakaian bahasa. Terkait masalah tata bahasa Parera menyatakan ”Tata bahasa diajarkan demi kepentingan pemahaman akan teks bacaan. Gradasi tata bahasa hanya terjadi pada tahap awal untuk kaidahkaidah kata bahasa yang mendasar. Tata bahasa yang khusus dan spesifik diajarkan secara serentak ketika dijumpai dalam teks bacaan karena diperlukan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
35
Kaidah-kaidah tata bahasa yang spesifik tidak dilatihkan secara khusus jika frekuensi penggunaannya dalam teks tidak tinggi”. Kosakata yang lebih sesuai dengan EOP ialah (1) semi-technical vocabulary, (2) kosakata umum yang memiliki frekuensi tinggi pada bidang khusus dan (3) kosakata tertentu yang terkait dengan topik (library terkait dengan book, shelf, borrow), semantik (sinonim dan antonim), metafor (wild horse bermakna inflation). Berikut ini tabel yang berisi garis besar materi pembelajaran EOP.
Tabel 2.1 Materi Pembelajaran EOP (Dudley-Evans dan St. John 1998) Keterampilan
Subketerampilan/Keterampilan Mikro
Bahan/Sumber
Makro Menyimak
1. Mengidentifikasi maksud dan ruang
-
buku teks
lingkup suatu pembicaraan/monolog.
-
artikel dari koran dan majalah
2. Menentukan topik pembicaraan/monolog.
3. Mengidentifikasi kosakata terkait dengan suatu pembicaraan/monolog.
-
brosur
-
audio
-
audio-visual
-
transparansi
-
komputer
4. Menerka makna kata dari konteks.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
36
Keterampilan Makro
Subketerampilan/keterampilan Bahan/Sumber Mikro
Berbicara
Menyampaikan suatu pembicaraan/monolog
Membaca
1. Menentukan pikiran
-
Teks otentik
utama dan pikiran
yang sesuai
penjelas.
dengan kebutuhan
2. Menentukan informasi
pemelajar
yang relevan.
3. Membaca cepat.
Menulis
Menerapkan kosakata dan tata bahasa dalam kalimat.
2.2.4 Analisis Kebutuhan Para pakar ESP sepakat bahwa sebelum melaksanakan aktivitas pengajaran ESP, terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan, yakni suatu kegiatan menjaring informasi terkait dengan pemelajar dan kebutuhannya dalam belajar bahasa Inggris. Pada dasarnya, analisis kebutuhan berguna untuk menentukan arah program secara lebih tepat sehingga efektivitas suatu program ESP meningkat.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
37
Para pakar ESP seperti Munby (1978), Hutchinson dan Waters (1987), dan Dudley-Evans dan St. John (1998) menganggap bahwa analisis kebutuhan merupakan langkah penting dalam penyusunan program ESP karena analisis kebutuhan merupakan dasar dalam menentukan program ESP selanjutnya. Dengan demikian, analisis kebutuhan merupakan langkah pertama yang perlu ditempuh dalam menyusun program ESP. Hasil analisis kebutuhan itu dijadikan dasar dalam perancangan silabus, pemilihan dan penyusunan materi, proses belajar-mengajar, dan evaluasi. Sebelum membicarakan pelaksanaan analisis kebutuhan, terlebih dulu peneliti ini memaparkan pendapat berbagai pakar ESP mengenai pengertian kebutuhan. Beberapa pendapat itu antara lain dari Munby (1978), Hutchinson dan Waters (1987), Robinson (1991), Dudley-Evans dan St John (1998), dan Graves (2000). Satu dari uraian tersebut dipilih untuk dijadikan kerangka berpikir. Menurut Munby (1978) kebutuhan itu mengacu kepada kebutuhan belajar bahasa. Munby (1978) dianggap sebagai ahli ESP yang pertama kali memperkenalkan analisis kebutuhan secara ilmiah. Sarana untuk menggali informasi mengenai kebutuhan belajar bahasa ialah Communication Needs Processor (CNP). Instrumen ini berguna dalam menjaring data dari pemelajar mengenai alasan belajar, waktu dan tempat penggunaan bahasa, mitra tutur dari bahasa yang dipelajari, dan keterampilan yang dibutuhkan. Melalui CNP diperoleh profil pemelajar, keterampilan dan fungsi bahasa yang diperlukan pemelajar. Kelemahan CNP adalah tidak dilibatkannya pemelajar dalam menentukan kebutuhan mereka sendiri. CNP tidak menjaring data
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
38
mengenai tingkat penguasaan bahasa Inggris pemelajar dan keinginan atau harapannya dengan bahasa Inggris itu. Jadi, CNP hanya menjaring data kebutuhan objektif, dan tidak menjaring data subjektif. Oleh karena itu, peneliti ini tidak mengambil model analisis kebutuhan yang diketengahkan Munby (1978) ini. Melengkapi kekurangan dari model analisis kebutuhan yang dipaparkan Munby (1978), Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa kebutuhan ialah semua yang berhubungan dengan (1) keperluan (necessities), yakni apa yang harus diketahui pemelajar agar dapat berperan aktif dalam bahasa yang dipelajari itu; (2) keinginan (wants), yakni hal yang mendorong pemelajar sehingga ingin mempelajari bahasa; (3) Kekurangan atau kelemahan (lacks), yakni hal yang perlu dikuasai pemelajar. Peneliti ini berpendapat bahwa analisis kebutuhan yang diuraikan Hutchinson dan Waters (1998) ini pun mengandung kelemahan, yakni tidak dilibatkannya informasi tentang data personal atau latar belakang pemelajar. Mestinya, informasi mengenai pribadi pemelajar mengawali informasi lainnya, yakni informasi tentang keperluan, keinginan, dan kekurangan pemelajar. Berikutnya adalah pendapat tentang analisis kebutuhan yang dipaparkan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka mengetengahkan delapan informasi sebagai unsur dalam analisis kebutuhan. Kedelapan informasi itu ialah (1) informasi profesional pemelajar (tugas dan kegiatan pemelajar dalam belajar bahasa Inggris); (2) informasi personal pemelajar (faktor-faktor yang mempengaruhi cara belajar,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
39
informasi budaya, alasan belajar dan harapan, sikap terhadap bahasa Inggris); (3) informasi penguasaan bahasa Inggris pemelajar (keterampilan berbahasa saat ini); (4) kelemahan pemelajar; (5) informasi tentang belajar bahasa (cara belajar bahasa yang efektif); (6) informasi tentang komunikasi profesional (bagaimana bahasa dan keterampilan digunakan dalam situasi tertentu); (7) apa yang diinginkan dari pembelajaran bahasa Inggris, dan; (8) informasi tentang lingkungan tempat pelajaran bahasa Inggris akan diselenggarakan. Peneliti ini menyimpulkan bahwa analisis kebutuhan yang dipaparkan Dudley-Evans dan St John (1998) ini sebagai penyempurnaan analisis kebutuhan paparan Munby (1978) dan Hutchinson dan Waters (1987). Analisis kebutuhan paparan Dudley-Evans dan St John (1987) terdiri atas tiga hal utama, yakni informasi tentang pemelajar, informasi tentang bahasa yang dipelajari dan cara mempelajarinya, dan informasi tentang sarana pendukung belajar. Peneliti ini berpendapat bahwa analisis kebutuhan belajar bahasa seperti ini belum lengkap bila diterapkan dalam konteks SMK. Analisis ini lebih menekankan kepada cara belajar bahasa dan keterampilan bahasa, sedangkan
siswa SMK lebih
membutuhkan identifikasi yang jelas tentang keterampilan yang harus dikuasai pemelajar. Selain menyempurnakan pemahaman tentang analisis kebutuhan yang diuraikan di atas, Dudley-Evans dan St. John (1998) juga melengkapi pemahaman
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
40
lainnya. Menurutnya, pengajar bukanlah satu-satunya orang yang menetapkan kebutuhan pemelajar. Selain pengajar, pihak lain yang berperan dalam menentukan kebijakan pembelajaran adalah pemelajar, institusi yang menaungi terjadinya proses pembelajaran, orangtua pemelajar, dunia kerja, alumni, dan dokumen. Analisis kebutuhan dapat dilakukan oleh pengamat luar karena lebih objektif. Kelemahannya, mereka tidak mengerti situasi dalam yang sesungguhnya. Dengan demikian dapat menyebabkan salah pengertian. Di sisi lain pengamat dalam, memahami benar situasi yang terjadi, namun kurang ahli. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara pengamat luar dan pengamat dalam (Alderson and Scott, 1992 dalam Dudley-Evans dan St John, 1998). Menurutnya, kegiatan analisis kebutuhan dapat dilakukan melalui penyebaran kuesioner, analisis teks otentik lisan dan tulisan, diskusi, wawancara terstruktur, observasi, studi kasus, dan pengetesan. Sehubungan dengan analisis kebutuhan, Graves (2000) sependapat dengan Dudley-Evans dan St John (1998) dalam tiga hal. Pertama, mengenai pentingnya analisis kebutuhan dalam merancang program ESP. Kedua, pihak yang berperan dalam menentukan kebutuhan pemelajar. Ketiga, pelaksanaan analisis kebutuhan. Graves (2000) menambahkan pernyataan bahwa analisis kebutuhan merupakan proses sistematis dalam pengumpulan informasi yang dilakukan terus menerus untuk mengetahui kebutuhan pemelajar dan menginterpretasi informasi tersebut untuk membantu menentukan materi yang harus diajarkan, bagaimana materi tersebut diajarkan, dan bagaimana materi tersebut dievaluasi. Analisis kebutuhan memberi andil dalam melaksanakan pembelajaran yang mendekati kebutuhan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
41
pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris. Di bawah ini disajikan bagan analisis kebutuhan Graves (2000).
Tujuan pembelajaran Keadaan pemelajar
Keadaan pemelajar
pada masa kini/sebelum mengikuti
pada masa depan/perubahan yang
proses pembelajaran
diinginkan
1. Pemelajar. 2. Tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar. 3. Tingkat kompetensi antarbudaya pemelajar.
1. Tujuan dan harapan pemelajar belajar bahasa Inggris 2. Konteks bahasa, situasi, peran, topik, dan isi. 3. Jenis keterampilan
4. Minat pemelajar.
komunikatif yang mereka
5. Pilihan gaya belajar pemelajar.
butuhkan dan tugas yang
6. Sikap pemelajar.
akan mereka jalankan. 4. Modalitas bahasa yang yang akan mereka gunakan.
Dari bagan analisis kebutuhan Graves (2000), tujuan pembelajaran diperoleh sebagai hasil dari melaksanakan analisis kebutuhan. Untuk konteks SMK, tujuan pembelajaran untuk tiap-tiap mata pelajaran telah ditetapkan dalam KTSP dan berlaku untuk semua SMK. Oleh karena itu, guru tidak perlu menggali kebutuhan siswa untuk mendapatkan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
42
Untuk bahasa Inggris tujuan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yakni (1) berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level novice, (2) berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level elementary, dan (3) berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate. Berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level novice dimaksudkan kelas X, setara level elementary untuk kelas XI, dan setara level intermediate untuk kelas XII. Menurut peneliti ini pelevelan tidak dapat diidentikkan dengan kelas tertentu, tetapi pelevelan identik dengan kemampuan. Pelevelan seharusnya ditentukan melalui sebuah tes, yakni placement test.Dapat terjadi, kelas X yang digolongkan pada level novice memperoleh nilai atau skor melebihi kelas XI bahkan XII sehingga digolongkan level elementary atau intermediate. Jadi, pelevelan yang ditetapkan dalam KTSP bukan melalui placement test, melainkan didasarkan pada pengelompokan kelas. Walaupun tujuan pembelajaran bahasa Inggris sudah ditetapkan secara formal seperti diuraikan di atas, peneliti ini tetap menggali tujuan pembelajaran bahasa Inggris menurut pendapat siswa. Selain untuk memenuhi prosedur yang disyaratkan dalam merancang program ESP, langkah ini berguna sebagai sarana untuk mengetahui apakah ada perbedaan tujuan pembelajaran yang dinyatakan siswa dengan yang tercantum dalam KTSP. Uraian secara lengkap dapat disimak dalam bab 4. Kebutuhan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris mengacu pada keadaan masa depan/perubahan yang diinginkan. Dengan orientasi pendidikan SMK, yakni bekerja, maka yang dimaksud dengan perubahan yang diinginkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
43
adalah perubahan dari bahasa Inggris sebagai pengetahuan (diperoleh sebelum masuk SMK) menjadi bahasa Inggris sebagai sarana untuk bekerja. Dalam hal ini pembelajaran bahasa Inggris di SMK berfungsi sebagai jembatan penghubung antara kemampuan awal siswa sebelum masuk SMK dengan kompetensi yang harus dikuasai sebelum masuk dunia kerja. Graves (2000) tidak mengharuskan semua unsur keadaan pemelajar pada masa kini dan masa depan digali dalam satu waktu, tetapi dapat menentukan unsur yang dipandang erat terkait dengan tujuan penelitian. Peneliti ini berpendapat analisis kebutuhan yang diketengahkan Graves (2000) memiliki beberapa kelebihan dibanding analisis kebutuhan yang telah diuraikan di atas. Kelebihan itu ialah (1) analisis Graves (2000) melengkapi kekurangan dalam analisis Munby (1978) dan Hutchinson dan Waters (1987) yang tidak memasukkan unsur personal pemelajar dalam kegiatan analisis dan (2) melengkapi kekurangan dalam analisis kebutuhan Dudley-Evans dan St John (1998) yang tidak memasukkan gaya belajar pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris. Oleh karena itu, peneliti ini menetapkan analisis kebutuhan Graves (2000) sebagai landasan teoretis untuk menganalisis kebutuhan belajar bahasa Inggris untuk siswa SMK N 6 Jakarta kelas X. Dalam pelaksanaan penelitian, unsur keadaan pemelajar masa kini yang digali secara intensif oleh peneliti ini adalah (1) pemelajar, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap bahasa Inggris, (4) pilihan gaya belajar bahasa Inggris pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris. Untuk unsur keadaan pemelajar pada masa depan yang digali adalah (1)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
44
tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) jenis keterampilan komunikatif yang dibutuhkan pemelajar. Orientasi pendidikan SMK, yakni bekerja, maka yang dimaksud dengan perubahan yang diinginkan adalah perubahan dari bahasa Inggris sebagai pengetahuan (diperoleh sebelum masuk SMK) menjadi bahasa Inggris sebagai sarana untuk bekerja. Dalam hal ini pembelajaran bahasa Inggris di SMK berfungsi sebagai jembatan penghubung antara kemampuan awal pemelajar sebelum masuk SMK dengan kompetensi yang harus dikuasai sebelum masuk dunia kerja. Graves (2000) tidak mengharuskan semua unsur keadaan pemelajar pada masa kini dan masa depan digali dalam satu waktu, tetapi dapat menentukan unsur yang dipandang erat terkait dengan tujuan analisis. Peneliti ini berpendapat analisis kebutuhan yang diketengahkan Graves (2000) memiliki beberapa kelebihan dibanding analisis kebutuhan yang telah diuraikan di atas. Kelebihan itu ialah (1) analisis Graves (2000) melengkapi kekurangan dalam analisis Munby (1978) dan Hutchinson dan Waters (1987) yang tidak memasukkan unsur personal pemelajar dalam kegiatan analisis dan (2) melengkapi kekurangan dalam analisis kebutuhan Dudley-Evans dan St John (1998) yang tidak memasukkan sikap pemelajar terhadap bahasa yang dipelajari itu. Dengan demikian, peneliti ini menetapkan analisis kebutuhan Graves (2000) sebagai landasan teoretis untuk menganalisis kebutuhan belajar bahasa Inggris untuk siswa SMK N 6 Jakarta kelas X. Dalam pelaksanaan penelitian, unsur keadaan pemelajar masa kini yang digali secara intensif oleh peneliti ini adalah (1) pemelajar, (2) tingkat kemampuan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
45
bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap bahasa Inggris, (4) pilihan gaya belajar bahasa Inggris pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris. Untuk unsur keadaan pemelajar pada masa depan yang digali adalah (1) tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) jenis keterampilan komunikatif yang dibutuhkan pemelajar. Kesimpulan dari uraian di atas ialah bahwa dalam merancang silabus EOP digunakan prinsip sebagai berikut. (1) Jenis silabus yang digunakan dikategorikan ke dalam silabus multisilabus. (2) Materi ajar terdiri atas pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, pelafalan) dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). (3) Pemilihan materi ajar untuk pengetahuan kebahasaan dan keterampilan bahasa disesuaikan dengan kebutuhan siswa, yang diperoleh melalui analisis kebutuhan. Dengan mengacu pada KTSP yang mengutamakan pencapaian kompetensi maka materi ajar yang sudah ditentukan dicari bentuk kompetensi yang terkandung di dalamnya sebagai fokus dalam proses pembelajaran. (4) Sumber bahan ajar yang digunakan adalah sumber bahan ajar otentik. Uraian di atas dapat digambarkan dalam sebuah diagram 2.4 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
46
Diagram 2.4 Prinsip dalam Perancangan Silabus EOP
Keterangan: Silabus EOP dirancang untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, institusi, dan kebutuhan pemakai lulusan atau
dunia kerja.
Untuk dapat mengetahui berbagai kebutuhan itu perlu dilakukan analisis kebutuhan. Dalam penelitian ini analisis kebutuhan diterapkan untuk pemelajar dengan menggunakan analisis kebutuhan Graves (2000). Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Graves (2000) menjadikan ESP sebagai dasar pengembangan teori analisis kebutuhan itu, dan dapat diterapkan dalam penggalian data di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Analisis kebutuhan tidak dilakukan untuk menggali kebutuhan pemerintah dan institusi karena sudah tercantum dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 15 dan KTSP SMK N 6 Jakarta, berupa standar kompetensi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
47
2.3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua macam metode: (1) metode penelitian survei dan (2) metode penelitian kasus. Berikut ini pembahasannya.
2.3.1 Metode Penelitian Survei Metode penelitian survei banyak digunakan para peneliti bahasa kedua, pendidikan dwibahasa, dan bahasa asing untuk meneliti berbagai permasalahan dalam pembelajaran bahasa. Johnson (1992) menyatakan, “the purpose of a survey is to learn about characteristics of an entire group (a sample)”. Selanjutnya, Johnson (1992) menambahkan bahwa tidak mungkin sebuah penelitian untuk meneliti semua populasi. Oleh karena itu, dilakukan pemilihan sampel yang dimaksudkan sebagai perwakilan dari populasi secara keseluruhan. Selanjutnya, hasil dari penelitian terhadap sampel digeneralisasi terhadap keseluruhan populasi.
2.3.1.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner
dan
pengetesan kemampuan bahasa Inggris. Penyusunan kuesioner ini mengacu kepada rambu-rambu yang dikemukakan oleh Oppenheim (1992). Kuesioner dipilih sebagai teknik pengumpulan data karena informasi yang dibutuhkan dapat dikontrol melalui pertanyaan. Materi dalam kuesioner ini dikembangkan dari pendapat Graves (2000) mengenai analisis kebutuhan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
48
Sebelum menyebarkan kuesioner yang sesungguhnya, peneliti ini terlebih dahulu melakukan uji coba terhadap sepuluh pemelajar SMK N 6 Jakarta dengan tujuan mendapatkan saran perbaikan terhadap bentuk dan isi kuesioner. Setelah perbaikan dilakukan, selanjutnya diteruskan dengan menyebarkan kuesioner itu kepada responden yang dimaksud. Setelah mengisi kuesioner, responden mengerjakan tes kemampuan bahasa Inggris. Bahan yang digunakan untuk mengetes adalah Test of English for International Communication (TOEIC) Regional 2007. Tes ini dibuat oleh lembaga pembinaan guru kejuruan di Sawangan. Tes kemampuan ini digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan bahasa Inggris responden. Secara garis besar tes ini terdiri dari dua bagian, yakni menyimak dan membaca.
Menyimak terdiri atas 100 butir soal yang dibagi ke dalam empat
bagian, yaitu bagian I (gambar, 20 butir soal) mengukur kemahiran membedakan pelafalan. Pada setiap pertanyaan dalam buku soal terdapat sebuah gambar. Pada kaset diperdengarkan empat pilihan jawaban yang disesuaikan dengan gambar yang tersedia. Bagian II (pertanyaan-respon, 30 butir soal) mengukur kemahiran menyimak dengan cara memilih satu pilihan jawaban yang ditawarkan atas sebuah pertanyaan. Pertanyaan dan pilihan jawaban tidak tercetak dalam buku soal, tetapi hanya diperdengarkan melalui sebuah kaset. Tingkat kesulitan pada bagian II ini lebih tinggi daripada bagian I. Bagian III (percakapan pendek, 30 butir soal) mengukur kemahiran menyimak dengan cara memilih satu jawaban benar berdasarkan percakapan pendek yang diperdengarkan melalui sebuah kaset. Tingkat kesulitan pada bagian III ini lebih tinggi daripada bagian II. Bagian IV
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
49
(pembicaraan pendek, 20 butir soal). Bagian IV sama dengan bagian III bedanya terletak dari jumlah soal. Pada bagian IV sebuah percakapan pendek dimaksudkan untuk menjawab dua atau lebih pertanyaan. Bagian IV ini adalah tingkat yang paling sulit dibanding bagian lainnya. Total waktu untuk tes menyimak adalah 45 menit. Selanjutnya, membaca terdiri atas 100 butir soal yang dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian V, VI, dan VII. Bagian V secara garis besar mengukur kemahiran membaca yang dikaitkan dengan pengetahuan kebahasaan (tata bahasa dan kosakata) dengan jumlah soal 40 butir. Bagian VI (mengenali kata atau frasa yang harus diperbaiki, 20 butir soal), dan bagian VII mengukur kemahiran membaca khususnya pemahaman terhadap isi suatu bacaan (40 butir soal). Waktu untuk mengerjakan soal membaca adalah 75 menit. Dengan demikian, dari keempat kemahiran bahasa yang diukur melalui TOEIC Regional February 2007 ini adalah kemahiran kemahiran menyimak dan membaca dengan total waktu 120 menit. Peneliti ini menganggap tes ini cukup dapat mengungkapkan kemampuan bahasa Inggris dasar siswa kelas X. Penghitungan nilai (skor) ditentukan dari jumlah jawaban yang benar yang disesuaikan dengan conversion table (lihat Lampiran). Perolehan skor menunjukkan tingkat kemampuan bahasa Inggris siswa. Penyebaran kuesioner dan pengetesan yang diuraikan di atas dilakukan terhadap responden yang diambil dari suatu populasi. Daftar pertanyaan kuesioner dapat dilihat dalam Lampiran 1. Populasi yang dimaksud di sini adalah siswa kelas X SMK N 6 Jakarta tahun pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 300 orang,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
50
yang dikelompokkan ke dalam empat program. Pemilihan siswa kelas X ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu bahwa model silabus EOP dimulai sejak kelas X. Untuk memperoleh sampel dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda, Soeratno dan Arsyad (1993) mengusulkan metode sampling acak secara proporsional menurut stratifikasi. Menurut metode ini, populasi dibagi atas beberapa bagian (subpopulasi) dari populasi tersebut untuk keperluan penelitian. Berdasarkan kriteria ini, peneliti ini menetapkan sampel untuk tiap-tiap program keahlian seperti terlihat dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2: Responden Kelas X SMK N 6 Jakarta Nomor
Kelas
Jumlah
sampel
Siswa 1.
X Administrasi Perkantoran 1
40
4
2.
X Administrasi Perkantoran 2
38
4
3.
X Akuntansi 1
39
4
4.
X Akuntansi 2
36
4
5.
X Penjualan 1
39
4
6.
X Penjualan 2
35
3
7.
X Multimedia 1
37
4
8.
X Multimedia 2
36
4
Total
300
31
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
51
2.3.1.2 Teknik Analisis Data Johnson (1992) menggolongkan analisis data dalam penelitian survei ke dalam tiga jenis, yaitu analisis deskriptif, analisis korelasional, dan analisis ketelitian perkiraan. Peneliti ini menggunakan satu dari teknik analisis yang disebutkan di atas, yakni analisis deskriptif. Analisis deskriptif ialah analisis yang berkaitan dengan jumlah dan persentase. Jadi data yang ditampilkan merupakan statistik deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan pengetesan dihitung jumlah dan persentasenya sehingga dapat dibuat menjadi tabulasi.
2.3.2 Metode Penelitian Kasus Johnson (1992) menjelaskan metode penelitian kasus sebagai “a case study is a study of one case. A case-study researcher focuses attention on a single entity, usually as it exists in its naturally occurring environment”. Maksud penelitian kasus adalah menguraikan masalah dalam konteksnya. Penelitian kasus ini difokuskan pada SMK N 6 Jakarta khususnya yang menyangkut masalah pembelajaran bahasa Inggris. Dengan demikian, unsur yang diteliti adalah dokumen dan pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris.
2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian kasus diperoleh melalui pengamatan, analisis dokumen dan laporan tertulis
yang terkait,
serta
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
wawancara.
Untuk
memudahkan
52
penganalisisan dokumen, peneliti ini menggunakan panduan analisis dokumen. Berikut ini tabel 2.3 tentang panduan analisis dokumen.
Tabel 2.3: Panduan Analisis Dokumen
Nomor
Data yang dibutuhkan
Dokumen yang dikaji
1
Visi dan misi SMK N 6 Jakarta
Pedoman Mutu, 2005
2
Tujuan pendidikan bahasa Inggris di SMK KTSP kelompok bisnis dan manajemen
3
Kompetensi bahasa Inggris
KTSP
4.
Tujuan pendidikan kejuruan
UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003
5.
Jenis dan tempat bekerja alumni
Data alumni
6.
Perbedaan kurikulum 2004 dan KTSP
Kurikulum 2004 dan KTSP
7.
Materi pembelajaran bahasa Inggris
Silabus SMK N 6
di SMK N 6 Jakarta
Jakarta
Selain menggunakan panduan analisis dokumen, penelitian ini juga menggunakan panduan wawancara. Johnson (1992) menyebutkan tiga macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur ialah wawancara dengan pertanyaan yang telah ditentukan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
53
Wawancara semi terstruktur ialah wawancara yang pertanyaannya berupa garis besar atau pokok pertanyaan, dan wawancara tidak terstruktur adalah pertanyaan dalam wawancara hanya berupa topik-topik. Peneliti ini menggunakan wawancara semi terstruktur karena melalui dapat dihasilkan data tentang persepsi dan penilaian yang bersifat subjektif dan kualitatif. Wawancara dilakukan dengan empat orang informan guru dan lima informan praktisi dunia kerja. Informan dari guru yaitu semua guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta, yang berjumlah lima orang, di luar peneliti ini. Namun, ada satu orang guru yang karena kesibukannya sangat padat tidak dapat dijadikan informan. Sampai penulisan tesis ini beliau tetap belum mempunyai waktu luang, sehingga peneliti ini memutuskan untuk meninggalkan informan yang satu ini. Dengan demikian sumber data berjumlah empat orang. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 2.4. Informan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta.
Tabel 2.4 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Guru
Nomor 1 2
Nama Rosminje Hutahaean Nurvi Asiati
Waktu Wawancara Adelina 4 Oktober 2007
3
Sri Suharti
6 November 2007
4
Charita Cherry
6 November 2007
24 Oktober 2007
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Tempat Ruang guru SMK N 6 Jakarta Ruang toko SMK N 6 Jakarta Perpustakaan SMK N 6 Jakarta Perpustakaan SMK N 6 Jakarta
54
Sebelum merumuskan butir-butir pertanyaan yang akan dicantumkan dalam panduan wawancara dengan informan guru, peneliti ini melakukan uji coba wawancara dengan informan Rosminje AH, dengan tujuan memperoleh validitas panduan wawancara. Informan Rosmintje dipilih untuk uji coba wawancara karena ia pernah bekerja di dunia industri sebelum menjadi guru. Uji coba wawancara dilakukan di ruang guru dan direkam. Setelah melaksanakan uji coba wawancara dengan informan Rosminje, peneliti ini mengadakan perbaikan panduan wawancara dengan cara membuang pertanyaan yang tidak terlalu berhubungan dengan tujuan penelitian dan sebaliknya menambahkan pertanyaan yang berhubungan erat dengan tujuan penelitian. Setelah selesai mewawancarai informan guru, peneliti ini meneruskan penggalian data dengan mewawancarai informan praktisi dunia kerja. Peneliti ini tidak melakukan uji coba terhadap informan praktisi dunia kerja, mengingat kesibukan para informan praktisi dunia kerja yang sangat padat. Untuk mengganti uji coba dengan mereka peneliti ini mengadakan serangkaian tanya jawab dengan wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat (humas) yang salah satu tugasnya adalah mengurusi masalah PKL. Dari perbincangan tersebut peneliti ini mendapat gambaran pertanyaan yang akan diajukan kepada informan praktisi dunia kerja. Akhirnya, panduan wawancara untuk informan guru dan informan praktisi dunia kerja tersusun seperti pada Lampiran 2 dan 3. Praktisi dunia kerja yang dipilih untuk dijadikan informan adalah yang bekerja di perusahaan di sekitar lokasi SMK N 6 Jakarta, khususnya yang bergerak di bidang jasa. Pertimbangannya adalah lokasi perusahaan tersebut
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
55
sering dilewati oleh siswa SMK N 6 Jakarta, sehingga besar kemungkinan lulusan SMK N 6 Jakarta tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang perusahaan itu. Selain itu, perusahaan jasa lebih terbuka menerima lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Informan praktisi dunia kerja yang dipilih berjumlah lima orang, dengan asumsi bahwa jumlah itu cukup dapat memberi informasi atau data yang dibutuhkan. Informan ini diharapkan dapat memberikan berbagai informasi tentang pemakaian bahasa Inggris di lingkungan pekerjaan. Daftar informan praktisi dunia kerja dan pelaksanaan wawancara terlihat dalam tabel 2.5 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
56
Tabel 2.5: Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Praktisi Dunia Kerja
Nomor
Nama
Waktu wawancara
Tempat wawancara
1
Rahmaeni
12 November 2007
PT Nuansa Indotama, Warung Buncit, Jakarta Selatan
2
Didik Sasmita 12 November 2007
PT
Putratama
Bakti
Satria,
Warung Buncit, Jakarta Selatan 3
Mulyadi
16 November 2007
PT Smart Energy Indonesia, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
4
Dewi
16 November 2007
PT Tripakarta, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
5
Wuri Novanti
16 November 2007
Kentucky
Fried
Chicken,
Kemang, Jakarta Selatan
Seperti yang dilakukan terhadap informan guru peneliti ini juga memberikan panduan wawancara kepada informan praktisi dunia kerja untuk dipelajari beberapa saat sebelum wawancara dilaksanakan. Secara umum, para informan praktisi dunia kerja ini dengan senang hati memberikan informasi yang dibutuhkan. Namun, peneliti ini mengalami beberapa hambatan selama proses wawancara. Hambatan ini terutama disebabkan kesibukan para informan praktisi dunia kerja yang sangat padat, sehingga peneliti ini harus menyesuaikan diri
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
57
dengan waktu yang mereka miliki. Berikut ini adalah tabel pelaksanaan wawancara dengan informan praktisi dunia kerja.
2.3.2.2 Teknik Analisis Data Data hasil analisis dokumen dan wawancara berupa data kualitatif. Selanjutnya, data ini dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Data dari dokumen dikelompokkan menurut variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang dianggap penting diverifikasi ulang untuk ditafsirkan sesuai dengan maksud pembahasan. Data dari hasil wawancara diolah melalui empat tahap, yaitu (1) tahap pembuatan transkrip verbatim Tahap pembuatan transkrip verbatim adalah langkah pertama yang ditempuh setelah wawancara selesai dilakukan. Tahap awal pembuatan transkrip verbatim ini dilakukan sendiri oleh peneliti ini. Setelah selesai pembuatan transkrip verbatim kemudian peneliti ini meminta seorang teman guru untuk mendengarkan dan mengecek transkrip tersebut. (2) Tahap pembuatan kategori dimksudkan untuk mengklasifikasikan data berdasarkan panduan wawancara. Seperti pada data yang diperoleh melalui analisis dokumen, data dari hasil wawancara ini dikelompokkan menurut variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang dianggap penting diverifikasi ulang untuk ditafsirkan sesuai dengan maksud pembahasan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
58
2.4 Rangkuman Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua macam metode: (1) metode penelitian survei dan pengetesan dan (2) metode penelitian kasus. Penelitian survei dan pengetesan dimaksudkan untuk mendapatkan data terkait dengan siswa. Data ini bersifat kuantitatif. Data ini masih bersifat sepihak sehingga belum dapat dipakai untuk menarik kesimpulan. Oleh karena itu diperlukan metode penelitian kasus yang melalui analisis dokumen dan wawancara. Metode penelitian kasus ini menghasilkan data yang bersifat kualitatif yang dapat melengkapi penafsiran data kuantitatif. Dengan demikian gabungan kedua metode ini menghasilkan analisis kualitatif yang didukung data kuantitatif.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
59
BAB 3
SITUASI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 6 JAKARTA
SMK N 6 Jakarta berada pada jalur pendidikan formal jenis sekolah kejuruan. Pengelolaan SMK itu ditangani oleh pemerintah sehingga dinamakan sekolah negeri. Pada masa awalnya, yakni dari tahun 1959 hingga 2000 lembaga itu bernama sekolah menengah ekonomi atas 3 (SMEA 3) Jakarta. Sejak tahun 2000, semua sekolah kejuruan di Indonesia dinamakan sekolah menengah kejuruan (SMK). Pengkhususan suatu sekolah kejuruan dapat dilihat dari kelompok bidang keahliannya. Untuk SMEA diistilahkan dengan SMK kelompok bisnis dan manajemen. Maka mulai tahun 2000 SMEA 3 Jakarta dinamakan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 6 Kelompok Bisnis dan Manajemen yang disingkat menjadi SMK N 6 Jakarta. Kelangsungan SMK N 6 Jakarta didukung oleh unsur pemerintah, tenaga kependidikan, tenaga pendidik, siswa, dan dunia kerja. Selanjutnya, diuraikan mengenai situasi pembelajaran di SMK N 6
saat penelitian ini sedang
berlangsung, khususnya yang terkait dengan mata pelajaran bahasa Inggris. Pembahasan ini melibatkan terutama unsur sekolah, guru dan siswa.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
60
3.1 Visi Sekolah SMK N 6 Jakarta mempunyai visi tertentu tentang tamatannya, yakni “Menjadi SMK bertaraf internasional untuk menghasilkan tamatan yang profesional, mandiri, dan kompetitif” (Pedoman Mutu, 2005). Ditinjau dari analisis kebutuhan Graves (2000) visi itu merupakan informasi mengenai pemelajar pada masa depan, yakni perubahan pemelajar yang ingin dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Visi sekolah di atas mengandung pengertian bahwa lulusan SMK N 6 Jakarta diproyeksikan untuk memiliki daya saing tinggi dalam pengisian lowongan di pasar kerja. Dengan demikian, visi sekolah ini dapat dipandang sebagai kebutuhan sekolah. Dikaitkan dengan penelitian ini, kebutuhan sekolah ini berarti menghasilkan tamatan yang mampu menggunakan bahasa Inggris sehingga menjadi tamatan yang mampu bersaing di dunia kerja. Menurut peneliti ini, untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan jalinan kerja sama yang baik antara kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana pendidikan. Tenaga pendidik di sini merujuk pada pelaksana dari kegiatan pembelajaran atau guru, sedangkan tenaga kependidikan adalah karyawan tata usaha (TU) yang membantu kelancaran pelaksanaan pembelajaran. Bantuan yang diberikan itu berupa penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan guru dalam kaitan dengan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Keempat unsur tersebut saling mendukung dalam memproses siswa baru menjadi tamatan yang sesuai dengan visi sekolah. Dengan sarana dan prasarana yang memadai serta jalinan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dan stafnya, tenaga
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
61
pendidik, dan tenaga kependidikan di SMK N 6 Jakarta, terciptalah suatu suasana pembelajaran yang berlangsung nyaman.
3.2 Misi Sekolah Selain visi, SMK N 6 Jakarta juga menyatakan misi atau tugasnya. Di bawah ini adalah misi SMK N 6 Jakarta yang tertuang dalam Pedoman Mutu (2005). (1) Meningkatkan kompetensi siswa yang siap memasuki dunia kerja di pasar internasional. (2) Menghasilkan tamatan yang memiliki kecakapan hidup untuk membuka usaha mandiri. (3) Meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang bersertifikasi. (4) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran yang optimal. (5) Meningkatkan pelayanan untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Misi butir kesatu dan kedua sejalan dengan analisis kebutuhan Graves (2000), khususnya bagian informasi mengenai pemelajar pada masa depan, yakni menggambarkan perubahan pemelajar yang diinginkan setelah mengikuti proses pembelajaran. Dikaitkan dengan topik penelitian ini, misi sekolah butir kesatu dan kedua menunjukkan kebutuhan sekolah, yakni mengusahakan perubahan siswa agar memiliki keterampilan bahasa Inggris yang dapat digunakan untuk bekerja ataupun untuk berwiraswasta. Dengan demikian, proses pembelajaran bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
62
Inggris dengan model silabus EOP tepat digunakan untuk siswa SMK dengan visi seperti tersebut di atas.
3.3 Kurikulum di SMK N 6 Jakarta Selain yang disebutkan di atas, untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta ini dibutuhkan suatu perangkat pembelajaran berupa kurikulum dan silabus yang tepat guna. Maksudnya adalah kurikulum dan silabus yang mampu menjawab kebutuhan siswa yang dipersiapkan untuk berdaya saing tinggi itu. Mulai tahun 2006, melalui Permendiknas nomor 24 tahun 2006 diberlakukan KTSP. Namun, sekolah diizinkan untuk menerapkan KTSP secara bertahap. Maksudnya adalah tidak semua kelas/tingkat harus sudah menggunakan KTSP. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak semua sekolah siap melaksanakan KTSP untuk semua tingkat. SMK N 6 Jakarta menerapkan KTSP untuk kelas X , sedangkan kelas XI dan XII masih menggunakan Kurikulum 2004. Selanjutnya, peneliti ini ingin mengetahui alasan kebijakan itu. Melalui hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum diperoleh penjelasan bahwa pemerintah/Departemen Pendidikan memberi kelonggaran kepada sekolah boleh tetap melaksanakan kurikulum 2004 sampai tahun ajaran 2008/2009. Selain itu, dalam KTSP terdapat mata pelajaran baru yang tidak ada dalam kurikulum 2004, misalnya Ilmu Pengetahuan Alam, Seni dan Budaya, dan pelajaran untuk muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Dengan adanya mata pelajaran ini
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
63
diperlukan berbagai persiapan, terutama guru yang akan mengajarkan mata pelajaran itu. Terkait dengan bahasa Inggris, perbedaan yang mendasar antara kurikulum 2004 dengan KTSP ialah bahwa dalam kurikulum 2004 keempat keterampilan bahasa diajarkan melalui tema yang telah ditentukan, sedangkan KTSP mengajarkan keempat keterampilan bahasa melalui kompetensi dasar. Selain itu, materi pembelajaran dalam kurikulum 2004 dipandang terlalu padat dibanding dengan kompetensi bahasa yang telah ditetapkan dalam KTSP. Dalam KTSP dinyatakan ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris meliputi aspek komunikasi sehari-hari dalam lingkungan pekerjaan. Sebenarnya, guru telah mengajarkan kemahiran itu kepada siswa, sehingga tamatan seharusnya mampu berkomunikasi sehari-hari dalam lingkungan pekerjaan. Namun, kenyataannya kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan masih kurang. Secara garis besar, dalam KTSP yang diberlakukan untuk kelas X dan Kurikulum 2004 untuk kelas XI dan XII disebutkan bahwa siswa SMK disiapkan menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan demikian, seharusnya baik materi pembelajaran maupun alat ukurnya ditekankan pada keterampilan berbicara. Dalam observasi, peneliti ini menemukan bahwa keterampilan berbicara belum mendapatkan penekanan yang memadai. Hal ini bukan disebabkan oleh kesalahan guru semata, melainkan belum ada pengarahan lebih lanjut dari pemerintah mengenai pengukuran kemampuan berkomunikasi secara lisan yang tepat. Selama ini guru bahasa Inggris dalam mengukur ketercapaian kompetensi siswa masih berada pada taraf mencoba.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
64
Sering terjadi guru tidak mengukur kemampuan komunikasi secara lisan tetapi justru pengetahuan kebahasaan dan dilakukan secara tertulis. Peneliti ini menghadirkan silabus EOP dilengkapi dengan penilaian yang mengukur ketercapaian kompetensi dasar EOP itu. Dalam pembelajaran di SMK pada umumnya, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam KTSP menjadi acuan guru dalam mengembangkan silabus. Dengan demikian standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan faktor penentu dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya. Untuk mata pelajaran bahasa Inggris ditetapkan tiga macam standar kompetensi yang masing-masing dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi dasar. Ketiga macam standar kompetensi itu menunjukkan tingkat/kelas dalam SMK. Standar kompetensi: berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level novice dimaksudkan untuk kelas X, berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level elementary untuk kelas XI, dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate untuk kelas XII (KTSP SMK N 6 Jakarta, 2006). Penjelasan selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 3.1 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
65
Tabel 3.1: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris Untuk SMK Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Berkomunikasi
1.1 Memahami ungkapan-ungkapan dasar pada interaksi sosial
dalam bahasa
untuk kepentingan kehidupan.
Inggris setara
1.2 Menyebutkan benda-benda, orang,
Level Novice.
ciri- ciri, waktu, hari,
bulan, dan tahun. 1.3 Mendeskripsikan benda-benda, orang, ciri-ciri, waktu, hari, bulan, dan tahun. 1.4 Menghasilkan tuturan sederhana yang Cukup untuk fungsifungsi dasar. 1.5 Menjelaskan secara sederhana kegiatan yang sedang terjadi. 1.6 Memahami memo dan menu sederhana, jadwal perjalanan kendaraan umum, dan rambu-rambu lalu lintas. 1.7 Memahami kata-kata dan istilah asing serta kalimat sederhana berdasarkan rumus. 1.8 Menuliskan undangan sederhana.
2. Berkomunikasi
2.1 Memahami percakapan sederhana
dengan bahasa
sehari-hari baik dalam konteks
Inggris setara
profesional maupun pribadi dengan
Level Elementary.
orang bukan penutur asli.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
66
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar 2.2 Mencatat pesan-pesan sederhana baik dalam interaksi langsung maupun melalui alat. 2.3 Merinci tugas pekerjaan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya secara lisan dan tulisan. 2.4 Menceritakan pekerjaan di masa lalu dan rencana kerja yang akan datang. 2.5 Mengungkapkan berbagai macam maksud hati. 2.6 Memahami instruksi-instruksi sederhana. 2.7 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata tulis yang berterima.
3.
Berkomunikasi
dengan 3.1 Memahami monolog yang muncul pada
bahasa Inggris setara Level Intermediate
Situasi kerja tertentu. 3.2 Memahami percakapan terbatas dengan penutur asli. 3.3 Menyajikan laporan. 3.4 Memahami manual penggunaan peralatan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
67
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar 3.5 Memahami surat-surat bisnis sederahana. 3.6 Memahami dokumen-dokumen teknis. 3.7 Menulis surat bisnis dan laporan sederhana.
Peneliti ini menilai bahwa penetapan standar kompetensi di atas sudah tepat. Namun, tidak untuk kompetensi dasar. beberapa kelemaham dalam rumusan kompetensi dasar ini, yaitu (1) kompetensi dasar tidak dinyatakan dengan kata kerja operasional, sehingga pencapaian kompetensi sulit
diukur, (2) antara
kompetensi level novice sampai dengan level intermediate tidak menunjukkan suatu kompetensi yang berkelanjutan, dan (3) pengulangan kompetensi. Berikut ini penjelasannya. Kompetensi dasar butir 1.1 diawali dengan kata memahami. Bagaimana guru mengukur atau menilai siswa yang melakukan kegiatan memahami? Berbeda dengan kompetensi dasar 1.2 yang diawali dengan kata menyebutkan. Dengan mudah orang akan menilai apakah seseorang sudah mampu atau belum mampu melakukan kegiatan menyebutkan benda-benda, orang, dan sebagainya ini. Tanda bahwa orang sudah mampu menyebutkan benda-benda, orang, dan sebagainya ini secara tertulis yakni berupa hasil tulisan tentang benda-benda, orang, dan sebagainya, sedangkan secara lisan berupa pengucapan tentang benda-benda, orang, dan sebagainya. Kegiatan tersebut dengan mudah diamati sehingga dapat ditentukan apakah orang itu sudah dapat dikatakan mampu/kompeten atau belum.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
68
Silabus EOP menggunakan kompetensi dasar yang menggunakan kata kerja operasional, sehingga setiap rumusannya dapat diamati dan diukur dengan jelas. Mengenai kompetensi yang tidak berkelanjutan dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya, kompetensi dasar pada akhir level novice, yakni 1.8 Menuliskan undangan sederhana mestinya dikategorikan sebagai kompetensi dasar yang lebih sulit daripada kompetensi dasar pada akhir level elementary, yakni 2.7 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata tulis yang berterima. Sebelum siswa mampu menuliskan undangan sederhana lebih dulu orang harus sudah mampu membuat pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata tulis yang berterima. Jadi kompetensi pada butir 2.7 lebih tepat diletakkan sebelum kompetensi dasar 1.8, yakni sebagai kompetensi dasar butir 1.7. Contoh lain, kompetensi dasar 3.3 Menyajikan laporan diletakkan sebelum kompetensi dasar 3.8 Menulis surat bisnis dan laporan sederhana. Peneliti ini berpendapat bahwa urutan kompetensi dasar ini terbalik. Bagaimana siswa mampu menyajikan laporan kalau kompetensi untuk menulis laporan belum diajarkan? Mestinya, kompetensi dasar 3.8 Menulis surat bisnis dan laporan sederhana diletakkan sebelum kompetensi dasar 3.3 Menyajikan laporan. Kesimpulannya, terjadi rumusan kompetensi yang melompat. Silabus EOP menyajikan rumusan kompetensi yang berkelanjutan. Kompetensi yang diperoleh saat ini merupakan titik tolak untuk memperoleh kompetensi selanjutnya. Ketiga, yaitu pengulangan kompetensi. Menurut peneliti ini, kompetensi dasar butir 1.2 Menyebutkan benda-benda, orang, ciri-ciri, waktu, hari, bulan,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
69
dan tahun merupakan kompetensi dasar yang sudah dimiliki siswa ketika SMP. Di SMK kompetensi dasar itu dapat saja diajarkan lagi kepada siswa karena suatu alasan tertentu, namun bukan merupakan kompetensi sasaran. Sebagai gantinya dihadirkan kompetensi dasar untuk kelas XI, misalnya 2.2 Mencatat pesan-pesan sederhana baik dalam interaksi langsung maupun melalui alat dan 2.7 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata tulis yang berterima. Jadi, kompetensi dasar dalam silabus EOP tidak membuang sama sekali kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam KTSP, tetapi menyusun ulang kompetensi dasar pada level elementary untuk ditempatkan pada level novice, di samping menambah kompetensi dasar hasil dari analisis kebutuhan.
3.4 Silabus Silabus mata pelajaran bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta, dikembangkan dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam KTSP. Berikut ini contoh silabus mata pelajaran bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
70
KELAS/SEMESTER
MATA PELAJARAN
NAMA SEKOLAH
: X/1-2
: Bahasa Inggris
: SMK N 6 Jakarta
SILABUS BAHASA INGGRIS
Penilaian
STANDAR KOMPETENSI: Berkomunikasi dengan bahasa Inggris setara level novice :
Kegiatan
KODE KOMPETENSI
Materi
: 148 x 45 menit
Indikator
ALOKASI WAKTU Kompetensi
Pembelajaran
- Memperagakan
Pembelajaran
- About greetings,
٠Tes lisan:
salam
taking
dialog secara
٠Listening
Ucapan pada
introducing,
berpasangan.
٠Greeting and leave
(greeting)
- Good morning.
thanking, leave
·
ungkapan-
saat bertemu dan
- How are you?
takings, and
1.1 Memahami
ungkapan dasar berpisah
- I’m fine, thanks.
interaksi
pada
digunakan secara
٠ Tes tertulis:
sosial untuk
PS
Alokasi waktu TM 9
PI
English for
of Work.
to the World
Global Access
Sumber belajar
٠
٠
Hotel Services.
71
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
kepentingan kehidupan
·
·
tepat. Memperkenal-
- See you later. ٠Introducing
I
am
- May I introduce myself.
kan diri sendiri dan orang lain Budi. - Ani, this is Ida.
diperagakan dengan tepat.
-
-
apologizing Listening information
for
greetings,
Dictation
saying
٠Speaking -
leave
introducing, thanking,
meet
- Nice you.
playing,
thanking,
and
leave
telling oneself
apologizing.
takings,
introducing,
dialogue,
role
apologizing
and
- You’re welcome.
much.
- Thank you very
takings,
-
٠Thanking
to
Berbagai ungkapan terima kasih dan responnya digunakan secara tepat.
٠Apologizing
forgive
- I am sorry for … - Please me .. -
- Melengkapi dialog.
٠Grammar in Use.
72
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
٠Grammar review ٠ Reading for information - short passage
- Personal pronoun - dialogues ٠Writing
jumbled
(subject & possessive):I-
dialogues
- arranging
dialogues
- completing
Present
my, you-your - Simple Tense: to be & verb 1
- composing dialogues
73
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi
Indikator
Materi Pembelajaran
Kegiatan
showing colours,
Pembelajaran
benda dan kata quality, size, shape, - Dictations
٠Listening
kan bendayang age, origin,
- Listening for
٠ Adjectives
benda, mendeskripsikan material.
Nama-nama
orang, ciribenda yang - green, good, big,
·
ciri, waktu, terkait dengan old, Indonesian,
1.2 Menyebut-
hari, bulan, warna, bentuk,
quality of objects
- Naming objects,
٠Speaking:
information
with words
- Matching pictures
dan tahun. wooden, dsb. ٠ Profession,
nationalities, and
and persons,
showing physical
time of the day.
nationality.
disebutkan
(appearance), non-
professions,
dengan tepat.
physical
٠ Adjectives
Kata-kata yang
(characteristic).
information
- Reading for
٠Reading:
mendeskripsikan
- beautiful,
kualitas
jumlah, dan
ukuran, bahan,
asal (origin),
·
orang yang
Penilaian
٠Tes lisan - Mendeskripsikan gambar secara lisan
٠Tes tertulis - Melengkapi kalimat - Pilihan ganda - Memberi label pada gambar - Menjawab pertanyaan cerita.
PS
Alokasi waktu TM 12
PI
Sumber belajar
٠ Breakthrough
٠ Global Access to
the World of
Work
٠ Person to Person
٠ Grammar in Use
74
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
·
terkait dengan humorous dsb.
- Writing:
passages with
- Completing
time, day, date, suitable words.
٠ Noun showing
kebangsaan, cirimonth, year.
profesi,
ciri fisik,
Sunday, 1st of
- six o’clock,
aktifitasnya May, July, 2006.
kualitas, dan
disebutkan
Waktu (time of nouns. (book-
- Singular-plural
٠Grammar review:
the day), namabooks, box-
dengan tepat.
nama
: tatap muka
fish)
children, fish-
boxes, child-
tahun
hari/tanggal, bulan, disebutkan
TM
: praktik di sekolah
dengan tepat.
PS
: praktik di industri (4 jam praktik di dunia industri setara dengan 1 jam tatap muka)
Keterangan:
PI
75
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Ada tujuh unsur dalam silabus bahasa Inggris SMK, yaitu kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Uraian secara terperinci dapat disimak di bawah ini. Unsur pertama adalah kompetensi dasar. Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi (Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah kejuruan, 2006). Kompetensi dasar ini merupakan titik tolak guru bahasa Inggris dalam mengembangkan kegiatan selanjutnya, yakni mengembangkan indikator. Peneliti ini menghadirkan rumusan kompetensi dasar yang disimpulkan dari hasil penyebaran kuesioner kepada siswa, wawancara dengan praktisi dunia kerja, dan kerangka teori EOP yang dapat disimak pada bab 4. Unsur kedua adalah indikator. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan, 2006).
Selanjutnya,
pernyataan dalam indikator ini merupakan titik tolak dalam mengembangkan materi pembelajaran. Dalam silabus EOP, peneliti ini menyebut indikator dengan istilah subkompetensi dasar, karena peryataan dalam indikator itu masih merupakan bagian dari kompetensi dasar. Unsur ketiga adalah materi pembelajaran. Secara garis besar, materi pembelajaran meliputi pengetahuan kebahasaan (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan), dan keterampilan bahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Peneliti ini
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
76
mengamati ada kaitan erat antara unsur ketiga, yakni materi pembelajaran dengan unsur keempat, yakni kegiatan pembelajaran. Menurut peneliti ini pernyataan yang tertuang dalam unsur keempat (kegiatan pembelajaran) dapat disatukan dalam unsur ketiga (materi pembelajaran). Seperti diuraikan di atas bahwa secara garis besar, dalam KTSP yang diberlakukan untuk kelas X dan Kurikulum 2004 untuk kelas XI dan XII disebutkan bahwa siswa SMK disiapkan menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan demikian, seharusnya materi pembelajaran maupun alat ukurnya ditekankan pada keterampilan berbicara. Dalam praktiknya kegiatan seperti itu tidak terlihat dominan. Pembelajaran bahasa Inggris dilaksanakan seperti ciri-ciri dalam pendekatan
audiolingual,
yakni stimulus-respon, dan
gramatikal. Pendekatan
komunikatif tidak secara efektif dilaksanakan. Hal ini terjadi karena dua sebab (1) siswa enggan melakukan praktik dan (2) guru cenderung mengajarkan materi UN. Prioritas guru ini dapat dimengerti karena guru takut siswa tidak lulus ujian. Ketidaklulusan tersebut akan berdampak luas pada siswa itu sendiri, guru, dan institusi sekolah. Oleh karena itu, pembekalan materi untuk UN lebih diutamakan. Keterangan ini tercermin dalam wawancara dengan informan guru, yakni Sri dan Rosmintje seperti di bawah ini.
Sri : “E gimana ya kalau memprioritas intinya anak itu kan lulus dulu kan baru bekerja, kan? Ya jelas prioritaskan ke UN dulu baru ke kalau bisa dua-duanya, sih” (wawancara tanggal 6 November 2007)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
77
Pernyataan Rosmintje senada dengan Sri. Kutipan percakapan dengan Romintje seperti di bawah ini.
Rosmintje : “Untuk diajarkan ke anak itu persentasenya mengarah ke UN lebih banyak memang” (wawancara tanggal 4 Oktober 2007).
Peneliti ini menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris yang berorientasi ke UN kurang memberikan kontribusi kepada siswa dalam menghadapi dunia kerja. Hal ini disebabkan bahwa materi UN baru mengukur keterampilan menyimak dan membaca belum mengukur keterampilan berbicara dan menulis. Menurut peneliti ini, pembelajaran bahasa Inggris untuk SMK seharusnya banyak bersifat praktik, agar siswa siap ketika memasuki dunia kerja. Pengetahuan kebahasaan sudah diperoleh pemelajar SMK ketika mereka belajar di SMP. Jadi, pengetahuan kebahasaan tidak perlu lagi mendapat penekanan yang besar, tetapi diefektifkan dalam bentuk praktik. Supaya pembelajaran efektif kehadiran silabus EOP dirasakan perlu segera diadakan. Unsur kelima adalah penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengetahui capaian siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas dua macam, yaitu penilaian secara lisan dan tertulis. Seperti dalam memilih materi untuk pembelajaran, penilaian pun sering hanya terfokus pada penggunaan ragam tulis. Hal ini dapat dimengerti karena dua alasan (1) jumlah siswa dalam satu kelas terlalu besar, yakni empat puluh orang dan (2) guru merasa perlu melatihkan soal yang mengarah pada UN, yang dikerjakan secara tertulis.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
78
Jumlah siswa yang besar dalam satu kelas mengandung dua kelemahan, yakni dapat menyebabkan kegiatan praktik bahasa lisan menjadi terabaikan dan menuntut waktu yang banyak dalam pengoreksian praktik bahasa tertulis. Jumlah siswa yang terlalu besar dalam satu kelas ini tidak saja menyulitkan dalam penilaian tetapi juga menimbulkan persoalan lain yang serius. Peneliti ini berpendapat bahwa dengan adanya KTSP soal UN tidak lagi tepat untuk mengukur capaian kompetensi dasar siswa. Soal UN yang terdiri dari dua bagian utama, yakni menyimak dan membaca itu belum mengukur capaian kompetensi siswa sepenuhnya. Alat ukur yang dapat menggambarkan capaian kompetensi siswa selain menyimak dan membaca, adalah yang berbentuk praktik, baik lisan ataupun tulis. Praktik bahasa lisan misalnya tes wawancara dan pidato, sedangkan praktik bahasa tulis misalnya menyusun cerita dan membuat surat. Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa materi UN bukan merupakan kompetensi yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan di dunia kerja. Unsur kelima adalah alokasi waktu. Dalam KTSP hanya ditetapkan total jumlah jam pembelajaran selama satu tahun. Pembagian waktu untuk setiap butir kompetensi dasar diserahkan kepada tiap sekolah sesuai dengan kebutuhannya. Peneliti ini menemukan ketidaksesuaian antara jumlah jam yang ditetapkan dengan praktik pembelajaran yang sesungguhnya. Misalnya, dalam silabus disebutkan total waktu pembelajaran bahasa Inggris untuk kelas X adalah 148 jam (1 jam = 45 menit atau sering disebut dengan 1 jam pelajaran). Jadi 148 jam diartikan sebagai 148 tatap muka. Namun, penggunaan jam belajar bahasa Inggris yang terjadi di lapangan tidak sebesar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
79
itu. Perbedaan ini disebabkan adanya berbagai kegiatan sekolah sehingga pembelajaran tidak dapat dilangsungkan. Uraian lengkap dapat disimak di bawah ini. Mata pelajaran bahasa Inggris kelas X per minggu ditetapkan 4 kali tatap muka. Jumlah keseluruhan minggu pada semester ganjil adalah 24 minggu. Kegiatan sekolah selama semester ganjil sebagai berikut. (1) Masa Orientasi Siswa (MOS)
: 1 minggu
(2) Libur awal puasa
: 1 minggu
(3) Libur Idul Fitri
: 2 minggu
(4) Ujian akhir semester
: 1 minggu
(5) Remedial dan persiapan rapor : 1 minggu (6) Cadangan
: 1 minggu
(7) Libur semester satu
: 2 minggu 9 minggu
Jumlah minggu efektif selama semester ganjil adalah 24 - 9 = 15 minggu. Jadi jumlah tatap muka belajar bahasa Inggris kelas X SMK pada semester ganjil adalah 4 x 15 = 60 kali tatap muka. Untuk semester genap, jumlah minggu keseluruhan adalah 25 minggu. Kegiatan sekolah selama semester genap adalah sebagai berikut. (1) Try Out (TO) dan Tes Kendali Mutu (TKM) untuk kelas XII (2) Ujian praktik sekolah
: 1 minggu : 1 minggu
(3) Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) : 1 minggu (4) Ulangan akhir semester
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
: 1 minggu
80
(5) Remedial dan persiapan rapor
: 1 minggu
(5) Cadangan
: 1 minggu
(6) Libur semester 2
: 2 minggu 8 minggu
Jumlah minggu efektif pada semester genap adalah 25 – 8 = 17 minggu. Jadi, jumlah tatap muka untuk belajar bahasa Inggris kelas X semester genap 4 x 17 minggu = 68 kali tatap muka. Keseluruhan jam belajar bahasa Inggris kelas X dalam satu tahun adalah 60 + 68 = 128 tatap muka. Dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup tajam, yakni 20 jam atau tatap muka. Peneliti ini berpendapat, jumlah jam pembelajaran bahasa Inggris yang ditetapkan dalam silabus sebaiknya mendekati jumlah jam pembelajaran yang riil, sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pembelajaran. Silabus
EOP menyajikan
waktu belajar
yang
riil, sehingga
memungkinkan ketepatan waktu dalam mencapai kompetensi yang ditargetkan. Unsur keenam atau terakhir adalah sumber belajar. Untuk menunjang lancarnya pembelajaran digunakan macam-macam buku bahasa Inggris dan sumber lain yang sesuai. Dalam silabus EOP sumber pembelajaran berupa buku ajar bahasa Inggris tetap digunakan, namun lebih ditekankan pada penggunaan sumber otentik baik lisan, misalnya pembicaraan penutur asli dalam kaset maupun tulis yang didapatkan dari dunia kerja, misalnya memo, brosur, dan sebagainya.
3.5 Siswa Pada umumnya siswa SMK N 6 Jakarta berasal dari lulusan SMP yang terletak di sekitar lokasi sekolah itu. Jumlah keseluruhan siswa adalah 884 orang, di kelas X 300
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
81
orang, di kelas XI 254 orang, dan di kelas XII 250 orang. Daftar lengkap siswa SMK N 6 Jakarta dapat dilihat pada Lampiran. Secara garis besar tabel 3.2 di bawah ini menggambarkan jumlah siswa dan program keahlian yang dipilih.
Tabel 3.2: Siswa SMK N 6 Jakarta Kls
Total
Program Administrasi
Akuntansi
Penjualan
Multimedia
PJ 2
MM 1
Perkantoran AP 1
AP
AK 1
2
AK
AK
PJ
2
3
1
MM 2
X
40
38
39
36
-
39
35
37
36
300
XI
35
35
38
40
40
35
35
36
-
294
XII
36
35
37
40
40
34
32
36
-
250
Siswa yang memilih belajar di SMK mayoritas orientasinya adalah segera bekerja setelah menyelesaikan pendidikan di SMK. Hal ini terungkap dari hasil survei yang dapat dilihat pada bab 4. Namun, ada beberapa diantaranya yang ingin melanjutkan pendidikan ke akademi ataupun universitas. Sejalan dengan orientasi mayoritas pemelajar ini, dirasakan sangat mendesak kehadiran silabus EOP yang membantu mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
82
3.6 Guru Bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta Secara umum, guru sebagai pelaksana dari kegiatan pembelajaran sehingga mendukung tercapainya kompetensi dasar tiap-tiap mata pelajaran. Guru di SMK N 6 Jakarta dibagi ke dalam tiga kelompok, sesuai dengan pengelompokan mata pelajaran: kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Bahasa Inggris termasuk ke dalam kelompok matapelajaran adaptif (lihat Lampiran). Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan, guru mata pelajaran kelompok normatif dan adaptif dapat mengajar di SMU dan SMK, karena mata pelajaran yang diajarkan bersifat umum dalam arti tidak terkait langsung dengan dunia kerja. Sebaliknya, guru mata pelajaran kelompok produktif tidak dapat mengajar di SMU, karena mata pelajaran yang diajarkan tersebut khusus bagi SMK. Kelompok mata pelajaran produktif dipandang sebagai mata pelajaran yang memiliki kaitan langsung dengan dunia kerja. Oleh karena itu, di SMK N 6 Jakarta memprogramkan adanya guru tamu dari dunia kerja untuk mengajarkan mata pelajaran atau keterampilan tertentu. Hal ini sebagai upaya mendekatkan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja dengan mata pelajaran kejuruan yang diajarkan di sekolah. Berikut ini kutipan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat (Humas) tanggal 16 Mei 2008.
Elina : “Iya..e… di SMK Negeri 6, ada guru tamu, tetapi hanya tertentu. Untuk produktifnya saja, jadi masih ee.. belum banyak ya, dalam arti belum banyak… hanya ada satu itu, semacam praktisi ya, di dunia industri untuk e….mata kompetensi mengenai pabean”
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
83
Kondisi seperti itu tidak terjadi untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Berikut ini petikan wawancara antara peneliti ini dengan wakil kepala sekolah bidang humas tanggal 16 Mei 2008.
Elina : “Kalau bahasa Inggris disini memang kita belum ada dari industri, cuman kita memang e…ada guru semacam guru kursus, tapi bukan dari dunia industri Kenapa? kita merasa memang masih sifatnya umum, ya, artinya tuh masih seragam semua, ya sama-samalah begitu. Sehingga kita tidak merasa …. di sini ada praktisi dari khusus untuk bahasa Inggris. Juga mengapa kita tidak mengadakan guru bantu di sini emm...satu memang kelemahan kita, tuh e mungkin modal juga, ya bu,ya. Kemudian yang kedua itu, kalau di dunia industri itu jarang sekali kalau orang masuk kerja di sana itu fokus bertanya mengenai e spesial khusus untuk e industrinya, gitu. Maka kita menganggap ya udah, kita samakan saja, umum saja, umum aja, sifatnya umum. Mungkin ke depan kita berpikir ke situ, Bu. Kita kaitkan, kira-kira yang berlaku bahasa Inggris di industri itu seperti apa.”
Selain sekolah tidak menyediakan guru tamu dari dunia kerja untuk mengajarkan bahasa Inggris yang dipakai di lingkungan kerja, guru bahasa Inggris pun tidak melakukan survei ke perusahaan atau tempat kerja lainnya. Dari hasil wawancara dengan guru bahasa Inggris diperoleh informasi sebagai berikut.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
84
Nurvi : “Kalau ini belum pernah saya lakukan, Bu” (wawancara tanggal 24 Oktober 2007).
Sri: “Kalau yang dimaksud ini belum pernah, ya. Mungkin kalau secara e secara ini saya mungkin pernah, Cuma nggak nggak … ya informal. Jadi nggak dibukukan atau untuk apa dicatat ini nggak” (wawancara tanggal 6 November 2007).
Cherry: “Saya belum pernah melakukan. Cuma saya pikir sendiri gimana sih caranya supaya anak itu mengerti? Jadi Cuma analisa saya sendiri kali, ya? Tapi saya sendiri belum pernah melakukan kuesioner ke perusahaan atau kuesioner ke anak apa yang mereka butuhkan” (wawancara tanggal 6 November 2007).
Sebagai gantinya, sebelum tahun ajaran baru dimulai, guru bahasa Inggris ini menganalisis rumusan kompetensi dasar untuk memperbarui silabus yang sudah ada. Dari silabus itu dikembangkan lagi menjadi program kerja tahunan dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian, yang dilakukan guru adalah analisis kurikulum dan silabus, bukan analisis kebutuhan seperti yang digambarkan Graves (2000). Dengan tidak adanya kegiatan analisis kebutuhan ini, guru tidak mengetahui tujuan dan harapan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris. Berdasarkan pengamatan peneliti ini, yang terjadi pada guru bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta ini juga terjadi pada guru bahasa Inggris di SMK lain. Guru tidak dituntut untuk merumuskan tujuan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris, karena tujuan itu telah ditetapkan pemerintah berupa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
85
tujuan pembelajaran bahasa Inggris dan berlaku dalam skala nasional dalam arti berlaku untuk SMK semua bidang keahlian. Tugas guru adalah menjalankan tujuan itu. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan pemerintah ini dikenal dengan istilah standar kompetensi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah SMK semua bidang keahlian memiliki kebutuhan yang sama? Apakah SMK kelompok bidang keahlian teknologi memiliki kebutuhan yang sama dengan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen? Peneliti ini menangkap adanya kelemahan penetapan tujuan pembelajaran bahasa Inggris berskala nasional untuk semua jenis SMK ini. Peneliti ini berpendapat bahwa dapat saja siswa SMK bidang keahlian teknologi memiliki kebutuhan utama untuk membaca, bukan pada berbicara, karena orientasi pekerjaan mereka adalah di bidang teknik yang membutuhkan kemahiran memahami teks. Oleh karena itu, KTSP yang mengizinkan pembuatan kurikulum menurut kebutuhan sekolah, mestinya membuka kesempatan kepada sekolah untuk menggali kebutuhannya. Dengan kata lain, sekolah memiliki kewenangan menetapkan tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang diperoleh secara langsung dari siswa dan dipadukan dengan orientasi bidang keahlian SMK.
3.7 Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta Proses pembelajaran adalah salah satu usaha untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta yang telah disebutkan di atas. Proses pembelajaran bahasa Inggris dilaksanakan semaksimal mungkin untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta. Masalah pokok yang terkait dengan proses pembelajaran bahasa Inggris adalah kompetensi dasar dan materi ajar. Dalam pelaksanaannya, sering terjadi ketidaksesuaian antara kompetensi dasar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
86
yang akan dicapai dan materi pembelajaran yang diajarkan untuk mencapai kompetensi dasar itu. Berikut ini penjelasannya. Dalam silabus bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta untuk kelas X disebutkan kompetensi dasar 1.4 Menghasilkan tuturan sederhana yang cukup untuk fungsi-fungsi dasar. Waktu yang disediakan untuk mencapai kompetensi dasar itu adalah 22 jam pelajaran (22 x 45 menit) dengan materi pembelajaran -
words and expressions used to show regrets and apologies: I’m sorry that…
-
words and expressions used to express sympathy: I’m sorry to hear that …
-
adjectives for expressing feelings: happy, terrible, sad, etcetera.
-
adjectives ‘-ing’ vs ‘-ed’: boring x bored
-
adjectives set expressions: get bored; turn bad; etcetera
-
subject-verb agreement: John is very happy to see you
-
words and expressions used in asking for and giving permissions: May I use the phone; You can leave now
-
grammar: modal + auxiliary
-
expressions and verb form used in commands and requests: Can you lend me a pen, please?; Come here; Stand up!
-
responses to commands: Yes, I will; Certainly
-
expressions used for offering things and services: Would you like to have some tea; Would you like to taste this food?
Melalui pengamatan peneliti ini, materi pembelajaran bahasa Inggris seperti di atas menggiring guru untuk menjelaskan secara lengkap tentang kaidah kebahasaan dan mengecek apakah penjelasannya tersebut dimengerti siswa melalui sejumlah latihan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
87
Akibatnya, penjelasan dan latihan ini menyita waktu cukup lama. Hasil kuesioner (bab 4) kegiatan seperti ini kurang disukai siswa. Dampak lainnya adalah siswa kurang tertarik menyelesaikan PR tepat waktu (bab 4).
Dengan tersitanya waktu untuk
menjelaskan kaidah kebahasaan ini, akhirnya, guru merasa perlu segera beralih ke kompetensi dasar selanjutnya dengan meninggalkan latihan keterampilan berbicara secara intensif, yang sebenarnya merupakan satu dari indikator orang yang profesional, mandiri, dan kompetitif. Guru menganggap bahwa pemahaman terhadap kaidah kebahasaan ini merupakan dasar untuk pemahaman kaidah kebahasaan selanjutnya sebagai persiapan awal menyongsong materi UN yang kaidah kebahasaannya lebih sulit. Dalam kondisi seperti ini, pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta lebih berciri EAP daripada EOP. Silabus EOP tidak menghilangkan materi pembelajaran mengenai kaidah kebahasaan, namun diantara kaidah kebahasaan itu diseleksi yang benar-benar berguna menunjang tercapainya kompetensi dasar. Dari contoh materi pembelajaran di atas yang tidak perlu ditonjolkan sehubungan dengan kompetensi dasar 1.4 menghasilkan tuturan sederhana yang cukup untuk fungsi-fungsi dasar adalah -
adjectives set expressions: get bored; turn bad; etcetera.
-
Modals + auxilliary
-
expressions and verb form used in commands and requests: Can you lend me a pen, please?; Come here; Stand up!
-
responses to commands: Yes, I will; Certainly
Materi pembelajaran tersebut di atas tidak perlu menjadi pembahasan tersendiri dalam materi pembelajaran, namun ditampilkan dalam latihan-latihan, karena pada dasarnya
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
88
lulusan SMK tidak ditargetkan untuk jadi ahli bahasa. Selain itu, waktu tatap muka lebih berguna untuk mengintensifkan keterampilan berbicara sehingga menunjang pencapaian kompetensi dasar yang telah ditetapkan itu. Analisis situasi pembelajaran di SMK ini akan dilengkapi dengan data hasil analisis dokumen, hasil kuesioner dan hasil wawancara dengan praktisi dunia kerja yang dapat disimak pada bab selanjutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
89
BAB 4
ANALISIS KEBUTUHAN DAN SILABUS EOP
Bab ini menyajikan dua bahasan pokok, yaitu hasil analisis kebutuhan dan silabus EOP. Analisis kebutuhan dalam bab ini mengungkapkan kebutuhan institusi, siswa, dan dunia kerja. Kebutuhan institusi terungkap melalui analisis
berbagai dokumen terkait,
kebutuhan siswa terungkap melalui hasil kuesioner, dan kebutuhan dunia kerja terungkap melalui hasil wawancara dengan praktisi dunia kerja. Kesimpulan dari semua kebutuhan itu sebagai landasan dalam mengajukan silabus EOP. Berikut ini pembahasannya.
4.1 Analisis kebutuhan Kebutuhan di sini adalah kebutuhan terhadap pembelajaran bahasa Inggris dilihat dari empat sudut pandang: pemerintah, institusi/sekolah, siswa, dan dunia kerja. Informasi mengenai kebutuhan ini diperoleh melalui kegiatan analisis dokumen, kuesioner, dan wawancara. Pembahasannya sebagai berikut.
4.1.1 Kebutuhan Pemerintah Akan Bahasa Inggris Dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pasal 3 penjelasan pasal 15 berbunyi “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. Pasal ini dengan jelas menginformasikan kepada institusi pendidikan dalam hal ini SMK bahwa pemerintah
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
90
membutuhkan lulusan SMK yang siap bekerja. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah harus menunjang kebutuhan pemerintah di atas, yakni bahasa Inggris untuk tujuan pekerjaan.
4.1.2 Kebutuhan Institusi/Sekolah Akan Bahasa Inggris Kebutuhan institusi/sekolah akan bahasa Inggris dapat disimpulkan dari pernyataan visi sekolah dan dalam KTSP. Dalam visi sekolah yang terkait dengan siswa, dinyatakan bahwa menghasilkan tamatan yang profesional, mandiri, dan kompetitif. Untuk dapat menjadi seperti ini, dibutuhkan bahasa Inggris yang berciri EOP, bukan lagi EAP. Selain dalam visi sekolah kebutuhan akan bahasa Inggris institusi ini tercermin dalam KTSP, yaitu (1) ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris meliputi aspek-aspek komunikasi sehari-hari dan komunikasi dasar di lingkungan kerja, (2) standar kompetensi terakhir bahasa Inggris adalah berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate. Pernyataan ini menyiratkan bahwa institusi/sekolah membutuhkan pembelajaran bahasa Inggris yang hasil akhirnya adalah menciptakan siswa mahir berkomunikasi (lisan dan tertulis). Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran atau silabus EOP.
4.1.3 Kebutuhan Siswa Akan Bahasa Inggris Untuk dapat menganalisis kebutuhan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris akan lebih sempurna apabila diketahui profil siswa. Peneliti ini mengambil informasi masa kini pada analisis Graves (2000) sebagai sarana menetapkan profil siswa. Dengan demikian profil siswa ini menyangkut (1) keadaan siswa: usia, lamanya belajar bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
91
Inggris, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap bahasa Inggris, (4) gaya belajar pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris.
4.1.3.1 Keadaan Pemelajar Untuk mengetahui keadaan pemelajar ditanyakan dalam kuesioner pertanyaan nomor 13. Responden diminta memilih satu jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Berdasarkan kuesioner yang telah diisi responden dan dikembalikan kepada peneliti ini diperoleh informasi sebagai berikut. Dari hasil kuesioner pertanyaan nomor 1 mengenai usia pemelajar kelas X, diketahui bahwa paling banyak responden , yakni 24 orang (77,4%) berusia 15 tahun. Tidak ada responden yang memilih jawaban 17 tahun (0%). Lihat tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1: Usia Pemelajar Kelas X Dalam tahun
Pemelajar 14
15 %
5
16,1
16 %
24
Total
77,4
17 %
2
6.5
% 0
0
% 31
100
Usia ini tergolong yang paling muda di antara kelas atau tingkatan yang ada di SMK. Untuk dapat memperoleh kompetensi yang berguna di dunia kerja harus diawali dengan pencapaian kompetensi setahap demi setahap sesuai dengan perkembangan usia pemelajar. Oleh karena itu, rumusan kompetensi untuk pemelajar usia seperti ini dipilihkan rumusan kompetensi yang paling ringan di antara daftar kompetensi yang ada. Dengan kata lain rumusan kompetensi harus berjenjang, dari kompetensi yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
92
mudah dilanjutkan dengan kompetensi yang lebih sulit. Ada kesinambungan antara kompetensi yang pertama dengan kompetensi selanjutnya. Dengan demikian, rumusan kompetensi dalam silabus EOP yang diajukan untuk kelas X ini adalah rumusan kompetensi yang paling mudah dicapai diantara rumusan kompetensi yang lain. Selain masalah usia, data lain yang menggambarkan profil responden pemelajar adalah lamanya pemelajar belajar bahasa Inggris. Data mengenai hal ini digali melalui kuesioner pertanyaan nomor 2. Pemelajar SMK N 6 Jakarta rata-rata telah belajar bahasa Inggris selama 7 tahun. Hal ini diketahui dari 21 orang (67,7%) yang memilih jawaban 7 tahun. Dengan demikian, mereka mulai mempelajari bahasa Inggris sejak pendidikan sekolah dasar (SD) kelas 4. Dengan lama belajar bahasa Inggris selama 7 tahun diasumsikan pemelajar sudah menguasai pengetahuan bahasa Inggris dasar. Dengan demikian, silabus yang berguna di dunia kerja dapat dimulai ketika pemelajar memasuki pendidikan di SMK. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2: Lamanya Pemelajar Kelas X Belajar Bahasa Inggris Pemelajar
Dalam tahun 4
5 %
1
3,2
6 %
3
Total
9,7
7 %
6
19,4
% 21
67,7
% 31
100
.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
93
Dengan tujuh tahun belajar bahasa Inggris maka lulusan SMK diasumsikan telah menguasai bahasa Inggris umum, sehingga segera dapat dikembangkan ke bahasa Inggris khusus, yakni untuk tujuan pekerjaan atau EOP. Untuk mengetahui latar belakang pemelajar selain mengetahui usia dan lamanya belajar bahasa Inggris, perlu juga diketahui bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Dari jawaban tersebut diketahui 26 orang (83,9%) menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam komunikasi sehari-hari di rumah. Di samping itu, 5 orang (16,1%) menggunakan bahasa campuran (daerah, Indonesia, asing). Informasi mengenai hal ini berguna bagi guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa dalam belajar-mengajar sehingga tidak ada hambatan ketika pembelajaran bahasa Inggris diintensifkan pada dunia kerja. Tabel 4.3 memuat data secara lengkap.
Tabel 4.3: Bahasa Sehari-hari yang Digunakan Pemelajar Kelas X di Rumah Pemelajar
Bahasa sehari-hari Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia
% 0
0
Bahasa Asing
% 26
83,9
0
Total
%
Bahasa Campuran (Daerah, Indonesia, dan Asing) %
0
5
16,1
% 31
100
4.1.3.2 Tingkat Kemampuan Bahasa Inggris Pemelajar Data dari tes kemampuan bahasa Inggris yang menyatakan sebanyak 16 orang (51,6%) berada pada tingkat novice 51,6% dan 15 orang (48,4%) pada tingkat elementary.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
94
Namun tidak ada satu responden pun yang dapat mencapai tingkat intermediate. Data ini memperkuat alasan yang telah diuraikan di atas bahwa begitu pemelajar memasuki SMK mereka siap diberikan pembelajaran EOP. Lihat tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4: Perolehan Skor TOEIC Pemelajar Kelas X Pemelajar
Tingkat
Total
Novice (5-250) %
Elementary (255-400) %
Intermediate (405-600) %
16
15
0
51,6
48,4
0
% 31
100
4.1.3.3 Minat Pemelajar terhadap Bahasa Inggris Aspek ketiga dalam informasi masa kini adalah minat pemelajar terhadap bahasa Inggris. Data ini diperoleh melalui jawaban responden pemelajar dalam kuesioner pertanyaan nomor 4-8. Kategori pilihan jawaban adalah selalu, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Untuk membedakan pemahaman kadang-kadang dengan jarang digunakan kriteria sebagai berikut. Apabila aktifitas itu dilakukan kurang dari tiga kali dikategorikan jarang, tetapi lebih dari tiga kali dikategorikan kadang-kadang. Secara umum, minat yang tinggi terhadap bahasa Inggris berguna untuk mempercepat pencapaian kompetensi. Pertanyaan nomor 4 mengenai ketepatan pemelajar dalam mengumpulkan tugas yang berhubungan dengan bahasa Inggris. Hasil jawaban mengungkapkan bahwa jumlah responden yang memilih jawaban selalu, yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
95
diasumsikan sebagai minat tinggi yaitu 9 orang (29,0%). Selanjutnya, tidak ada responden yang memilih jawaban tidak pernah yang diasumsikan sebagai minat rendah. Perolehan persentase 0% pada jawaban tidak pernah terjadi juga pada pilihan jawaban jarang. Perolehan persentase terbanyak (71,0%) terdapat pada pilihan jawaban kadangkadang. Dengan demikian, minat responden dapat dikategorikan sedang. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5: Mengerjakan Tugas atau Pekerjaan Rumah Bahasa Inggris Tepat Waktu Pemelajar
Pilihan Jawaban\ Selalu
9
Jarang
%
Kadangkadang %
29,0
22
0
71,0
Total Tidak Pernah
% 0
% 0
0
% 31
100
Selain menggali data mengenai minat pemelajar dalam bahasa Inggris dengan cara memberikan pertanyaan mengenai cara mereka menyelesaikan PR, selanjutnya, peneliti ini memberikan pertanyaan mengenai keaktifan mereka dalam upaya mengembangkan kemampuan bahasa Inggris mereka, yakni dalam hal mengikuti kursus, kegiatan dan lomba bahasa Inggris. Dalam kuesioner masalah ini ditanyakan dalam pertanyaan nomor 5. Dari jawaban kuesioner responden yang menyatakan selalu terdapat 1 orang (3,2%). Perolehan tertinggi berada pada jawaban jarang, yakni 16 orang (51,6%). Dengan demikian minat pemelajar terhadap kegiatan bahasa Inggris dapat dikatakan sedang. Data secara lengkap dapat dilihat dalam tabel 4.6 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
96
Tabel 4.6: Mengikuti Kursus, Kegiatan, dan Lomba Bahasa Inggris Pemelajar
Pilihan Jawaban Selalu
1
Jarang
%
Kadangkadang %
3,2
6
16
19,4
Total Tidak Pernah
% 51,6
% 8
25,8
% 31
100
Untuk memperoleh informasi tambahan mengenai minat pemelajar dalam bahasa Inggris ini, peneliti ini mengajukan pertanyaan yang lain yakni pertanyaan nomor 6 mengenai kegiatan yang berhubungan dengan listening, yakni mendengarkan lagu, cerita, dan film berbahasa Inggris. Seperti pada pertanyaan nomor 5, peneliti ini menyatukan 3 item kegiatan: mendengarkan lagu, cerita, dan film berbahasa Inggris dengan maksud bahwa melakukan satu dari tiga kegiatan tersebut dianggap aktif. Jawaban responden menunjukkan bahwa 6 orang (19,4%) yang memilih selalu. Perolehan persentase tertinggi berada pada jawaban kadang-kadang, yaitu 20 orang (64,5%). Dapat disimpulkan bahwa minat pemelajar terhadap listening dalam keadaan sedang. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.7 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
97
Tabel 4.7: Mendengarkan Lagu, Cerita, dan Film Berbahasa Inggris Pemelajar
Pilihan Jawaban Selalu
6
Jarang
%
Kadangkadang %
19,4
20
5
64,5
total Tidak Pernah
% 16,1
% 0
0
% 31
100
Setelah data yang terkait dengan minat pemelajar dalam listening, peneliti ini menghadirkan pertanyaan kuesioner nomor 7 yang terkait dengan minat pemelajar dalam reading, yakni membaca buku, koran, majalah, dan artikel berbahasa Inggris. Seperti dalam kuesioner pertanyaan nomor 5 dan 6, peneliti ini menyatukan beberapa item: buku, koran, majalah, dan artikel berbahasa Inggris. Perolehan data terlihat sebagai berikut. Dari data dalam tabel 4.8 terlihat kondisi minat pemelajar terhadap bahasa Inggris yang tidak begitu menggembirakan. Hal ini nampak dari adanya 4 orang (12,9%) yang memilih jawaban tidak pernah. Peneliti ini berpendapat bahwa selama masih berstatus pemelajar, kegiatan utama yang dilakukan adalah membaca buku baik yang terkait langsung dengan mata pelajaran maupun yang menunjang mata pelajaran itu. Data lain yang memperkuat anggapan minat pemelajar yang belum menggembirakan ini terlihat dari ketiadaan responden yang memilih selalu. Perolehan persentase tertinggi berada pada jarang, yakni 58,1% disusul kadang-kadang, yakni 29,0%. Kesimpulan, minat pemelajar terhadap reading dalam keadaan rendah.Tabel 4.8 berikut ini merangkum keterangan di atas.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
98
Tabel 4.8: Membaca Buku, Koran, Majalah, dan Artikel Berbahasa Inggris Pemelajar
Pilihan Jawaban Selalu
0
Jarang
%
Kadangkadang %
0
9
18
29,0
total Tidak Pernah
% 58,1
% 4
12,9
% 31
100
Data terakhir yang digali peneliti ini yang terkait dengan minat pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris, yaitu data tentang speaking. Dalam kuesioner pertanyaan nomor 8 meminta responden memilih jawaban mengenai aktivitas speaking. Sama dengan nomor-nomor di atas, peneliti ini menyatukan 3 item dalam mitra tutur speaking, yaitu teman, guru, dan orang lain yang senang berbahasa Inggris. Diasumsikan bahwa apabila pemelajar melakukan satu dari tiga item tersebut sudah dapat diartikan memiliki keaktifan dalam speaking. Hasil kuesioner pertanyaan nomor 8 menunjukkan bahwa tidak ada responden yang memiliki aktifitas tinggi dalam speaking. Hal ini diketahui dari tidak adanya responden yang memilih jawaban selalu. Bahkan, terdapat 5 orang (16,1%) pemelajar yang tidak pernah melakukan aktivitas speaking. Data ini dapat diartikan kegiatan speaking siswa rendah. Perhatikan tabel 4.9 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
99
Tabel 4.9: Berbahasa Inggris dengan Teman, Guru, dan Orang Lain yang Senang Berbahasa Inggris Pemelajar
Total Selalu
0
Jarang
%
Kadangkadang %
0
11
15
35,5
Tidak Pernah % 48,4
% 5
16,1
% 31
100
Setelah menyimak data di atas dapat disimpulkan bahwa minat siswa terhadap bahasa Inggris dalam keadaan sedang cenderung rendah. Kenyataan ini dapat dipandang sebagai kebutuhan guru, yakni kebutuhan untuk meningkatkan minat siswa. Sebagai pendidik dan pengajar, guru mempunyai tugas mengusahakan tercapainya kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan meningkatkan minat siswa kompetensi dasar akan lebih cepat tercapai.
4.1.3.4 Gaya Belajar Pemelajar Aspek keempat dalam informasi masa kini ialah pilihan gaya belajar pemelajar. Pertanyaan kuesioner nomor 9 sampai dengan nomor 14 menggali informasi tentang pilihan gaya belajar pemelajar. Dalam penelitian ini, peneliti ini menghadirkan tiga unsur yang berkaitan dengan gaya belajar pemelajar untuk konteks SMK kelompok bisnis dan manajemen, yaitu materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan tugas yang harus dikerjakan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
100
Materi pembelajaran ditanyakan dalam kuesioner pertanyaan nomor 9 dan 10 dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel 4.10 dan 4.11. Hasil kuesioner mengungkapkan bahwa siswa menyukai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis. Maksud peneliti ini dengan materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis adalah materi yang terkait dengan grammar/structure. Mayoritas responden: 61,3 % menyatakan setuju dan 9,7 % sangat setuju. Data lengkap terlihat dalam tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10: Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Teoretis Pemelajar
Total Sangat setuju
Setuju %
3
9,7
19
Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
61,3
9
0
29,0
% 0
% 31
100
Dalam teori ESP disebutkan bahwa materi kosakata dan tata bahasa terintegrasi dengan keempat keterampilan bahasa: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembahasan tata bahasa yang seringkali dipahami sebagai materi teoretis dapat diajarkan terpisah dengan keempat keterampilan bahasa untuk kondisi tertentu, yakni untuk menunjang kompetensi mengarang. Namun demikian, ada keengganan pemelajar untuk menghafalkan pola kalimat. Keengganan ini disebabkan oleh banyaknya aturan atau rumus kalimat. Gejala ini yang kemudian diartikan guru sebagai minat yang rendah terhadap bahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
101
Dengan data di atas peneliti ini tidak serta-merta beranggapan bahwa pemelajar tidak menyukai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis. Oleh karena itu, peneliti ini menghadirkan pertanyaan kuesioner yang berikutnya, yaitu nomor 10, mengenai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis. Data yang diperoleh mengungkapkan bahwa responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju total berjumlah 93,6%. Lihat tabel 4.11.
Tabel 4.11: Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Praktis Pemelajar
Total Sangat setuju
Setuju %
5
16,1
24
Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
77,4
2
0
6,5
% 0
% 31
100
Selanjutnya, peneliti ini tertarik untuk mengadakan wawancara dengan pemelajar untuk memperoleh kejelasan sehubungan dengan kedua pilihannya tersebut (tabel 4.10 dan 4.11). Peneliti ini memperoleh keterangan bahwa materi pembelajaran teoretis diinginkan siswa untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional (UN), sedangkan materi pembelajaran praktis diinginkan siswa untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Setelah unsur pertama yaitu materi pembelajaran, unsur kedua yang terkait dengan pilihan gaya belajar pemelajar adalah proses pembelajaran. Sehubungan dengan hal ini,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
102
peneliti ini menghadirkan dua pertanyaan sebagai pertanyaan nomor 11 dan 12 terkait dengan aktivitas guru dan siswa. Data tersebut terungkap dalam tabel 4.12 dan 4.13. Data dalam tabel 4.12 memberikan informasi bahwa mayoritas siswa tidak menginginkan guru lebih banyak ceramah dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Hal ini diketahui dari perolehan responden yang setuju guru lebih banyak ceramah sebanyak 2 orang (6,5 %). Data lengkap lihat tabel 4.12 di bawah ini. Tabel 4.12: Guru Lebih Banyak Ceramah Pemelajar
Total Sangat setuju
Setuju %
0
0
2
Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
6.5
15
14
48,4
% 45,2
% 31
100
Dalam kesempatan berbincang-bincang dengan responden, peneliti ini menyatakan bahwa untuk menjelaskan materi pembelajaran teoretis guru perlu lebih banyak ceramah. Kemudian responden memberikan tanggapan, bahwa guru dapat saja ceramah tetapi tidak perlu lama. Responden menginginkan materi pembelajaran teoretis yang tidak disampaikan dengan banyak ceramah tetapi dengan latihan-latihan atau praktik. Selanjutnya, peneliti ini mengajukan pertanyaan berikutnya, yakni nomor 12. Hasil jawaban responden sebagai berikut. Responden yang memilih setuju dan sangat setuju pemelajar lebih banyak beraktivitas total 77,4%. Keterangan selengkapnya lihat tabel 4.13 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
103
Tabel 4.13: Pemelajar Lebih Banyak Beraktivitas Pemelajar
Total Sangat setuju
Setuju %
8
25,8
16
Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
51,6
6
1
19,4
% 3,2
% 31
100
Walaupun pilihan responden responden menyatakan bahwa mereka menyukai banyak aktifitas, namun kenyataan di lapangan mengungkapkan bahwa banyak siswa sulit untuk disuruh melakukan praktik di depan kelas dengan alasan malu, takut, dan tidak bisa. Kondisi ini merupakan tantangan bagi guru untuk menciptakan suasana belajar bahasa Inggris yang dapat mendorong keberanian siswa untuk praktik. Unsur ketiga yang termasuk dalam gaya belajar pemelajar adalah tugas yang harus dikerjakan pemelajar. Tugas yang dimaksud di sini adalah tugas yang harus dikerjakan responden untuk menunjang pemahaman terhadap bahasa Inggris. Tugas ini dapat dikerjakan di sekolah atau pun di rumah sesuai petunjuk guru. Sehubungan dengan hal itu, peneliti ini mengajukan dua macam pertanyaan seperti yang terdapat pada kuesioner nomor 13 dan 14, dan hasilnya tertera dalam tabel 4.14 dan 4.15. Hasil dari jawaban responden terkait nomor 13 sebagai berikut. Pada umumnya pemelajar senang mengerjakan tugas bahasa Inggris secara perorangan, yang terungkap dari perolehan persentase setuju dan sangat setuju total mencapai 58,1 %. Tetapi ada juga siswa yang tidak menyukai hal ini terlihat dari pilihan responden yang tidak setuju dan kurang setuju total 38,7%. Lihat tabel 4.14 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
104
Tabel 4.14: Tugas Dikerjakan Secara Perorangan Pemelajar
Total Sangat Setuju
Setuju %
2
6,5
16
Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
51,6
11
1
35,5
% 3,2
% 31
100
Peneliti ini ingin mengetahui apakah benar-benar pemelajar menginginkan cara mengerjakan tugas yang menjadi kewajibannya itu secara perorangan. Sehubungan dengan hal itu peneliti ini mengajukan pertanyaan kuesioner nomor 14. Setelah dihitung perolehan jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner nomor 14 hasilnya terlihat sebagai berikut. Responden yang memilih setuju dan sangat setuju untuk tugas yang dikerjakan secara kelompok memperoleh total 87,1%. Untuk memperoleh kejelasan terhadap pilihan pemelajar mengenai cara mengerjakan tugas ini, selanjutnya peneliti ini mengadakan wawancara dengan beberapa responden dan guru bahasa Inggris. Dari situ diketahui bahwa ada dua macam tugas yang diberikan guru, yaitu tugas yang sesuai untuk dikerjakan secara perorangan dan tugas yang sesuai dikerjakan secara kelompok. Lihat tabel 4.15.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
105
Tabel 4.15: Tugas Dikerjakan Secara Kelompok Pemelajar
Pilihan Jawaban Sangat Setuju
Setuju %
8
25,8
19
Total Tidak Setuju
%
Kurang Setuju %
61,3
4
0
%
12,9
0
% 31
100
4.1.3.5 Sikap Pemelajar terhadap Bahasa Inggris Aspek kelima dalam informasi masa kini ialah sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris. Untuk menjaring data mengenai sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris, peneliti ini menghadirkan 3 pertanyaan dalam kuesioner, yakni pertanyaan nomor 15, 16, dan 17, yang masing-masing tentang penting atau tidaknya mempelajari bahasa Inggris, bahasa Inggris merupakan syarat utama bekerja, dan perlu atau tidaknya bahasa Inggris dipelajari sejak dini. Data dari hasil jawaban kuesioner pertanyaan nomor 15 menunjukkan bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari. Hal ini diketahui dari semua responden (100 %) menyatakan ya. Lihat tabel 4.16 di bawah ini. Tabel 4.16: Bahasa Inggris Sangat Penting untuk Dipelajari Pemelajar
Pilihan Jawaban Ya
Tidak %
31
Total
100
% 0
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
0
% 31
100
106
Peneliti ini menemukan sesuatu yang berlawanan yakni di satu sisi responden pemelajar mengakui bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari. Namun, disisi lain minat mereka terhadap bahasa Inggris seperti diuraikan di atas hanya sedang. Bahkan, guru menilai minat pemelajar ini yang mereka istilahkan dengan motivasi adalah rendah. Selanjutnya, peneliti ini mewawancarai beberapa responden mengenai minat mereka terhadap bahasa Inggris. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa faktor yang membuat mereka tidak berminat adalah materi pembelajaran bahasa Inggris yang banyak menghafal rumus. Di sisi lain, guru merasa perlu memberikan materi itu. Oleh karena itu, ketika mereka tidak mendapatkan yang diinginkannya mereka cenderung tidak mengikuti pembelajaran secara maksimal. Selain siswa menyadari bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari, mereka juga menyatakan bahwa kemampuan bahasa Inggris merupakan syarat utama untuk bekerja di perusahaan. Hal ini dapat diketahui dari perolehan jawaban responden untuk kuesioner nomor 16, yakni persentase untuk ya sebesar 96,8% seperti tertera dalam tabel 4.17 di bawah ini.
Tabel 4.17: Kemampuan Berbahasa Inggris Merupakan Syarat Utama untuk Bekerja di Perusahaan Pemelajar
Total Total Ya
Tidak %
30
96,8
% 1
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
3,2
% 31
100
107
Selanjutnya, siswa menyadari bahwa diperlukan waktu yang panjang untuk dapat terampil berbahasa Inggris. Waktu tersebut dapat diawali sejak dini, yakni sejak Taman Kanak-kanak (TK). Pernyataan ini terungkap dari perolehan jawaban ya sebanyak 90,3% untuk kuesioner pertanyaan nomor 17. Lihat table 4.18.
Tabel 4.18: Bahasa Inggris Perlu Diajarkan Sejak Taman Kanak-kanak (TK) Pemelajar
Total Ya
Tidak %
28
Total
90,3
% 3
9,7
% 31
100
Dari hasil kuesioner pertanyaan nomor 1-17 menghasilkan profil siswa SMK N 6 Jakarta sebagai berikut. Mayoritas siswa SMK N 6 Jakarta kelas X berusia 15 tahun. Mereka telah belajar bahasa Inggris selama hampir 7 tahun. Penguasaan bahasa Inggris mereka berada pada level novice, namun sebagian dari mereka mampu menempati level elementary. Minat siswa SMK N 6 Jakarta terhadap bahasa Inggris berada pada posisi sedang. Mereka senang dengan materi pembelajaran teoretis dan praktis yang tidak disampaikan dengan banyak ceramah. Pada dasarnya mereka memiliki sikap positif terhadap bahasa Inggris, namun kurang berani mengekspresikan dalam bentuk latihan praktik.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
108
4.1.3.6 Tujuan dan Harapan Pemelajar dalam Mempelajari Bahasa Inggris Data mengenai tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dijaring melalui kuesioner yang terdiri atas 3 item, yaitu alasan pemelajar memilih belajar di SMK (kuesioner pertanyaan nomor 18), yang ingin dipelajari di SMK (kuesioner pertanyaan nomor 19), dan aktivitas yang akan dilakukan setelah menyelesaikan pendidikan (kuesioner pertanyaan nomor 20). Berdasarkan hasil kuesioner kebanyakan responden memilih belajar di SMK karena ingin mempersiapkan diri untuk bekerja. Data yang menunjang pernyataan ini adalah pilihan responden terhadap pilihan jawaban siap bekerja yang memperoleh persentase 83,9%, walaupun ada juga beberapa responden yang memilih alasan lain, yakni biaya lebih murah dari SMU sebanyak 3,2% dan lebih banyak praktik daripada teori sebanyak 12,9%. Lihat tabel 4.19 di bawah ini. Tabel 4.19: Alasan Pemelajar Memilih Belajar di SMK Pemelajar
Total Banyak Hafalan
Siap Biaya Bekerja Lebih Murah Dari SMU
% 0
0
% 1
3.2
26
%
Lebih Banyak Praktik Daripada Teori %
83.9
4
12.9
% 31
100
Dalam kuesioner pertanyaan nomor 19 menunjukkan bahwa di SMK responden ingin mendapat pembekalan tentang cara bekerja, dengan perolehan persentase sebesar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
109
83,9% di samping 16,1% untuk yang menginginkan mendapat pelajaran praktis. Lihat tabel 4.20 di bawah ini. Tabel 4.20: Yang Ingin Dipelajari di SMK Pemelajar
Total Pelajaran Teoretis
Pelajaran Praktis
%
%
0
0
5
16.1
Cara Bekerja
26
%
Informasi tentang Akademi/U niversitas %
83.9
0
0
% 31
100
Data mengenai mayoritas keinginan responden di atas, diperkuat dengan hasil jawaban dari kuesioner pertanyaan nomor 20, yakni tentang rencana siswa setelah lulus. Sebanyak 24 orang (77,4%) ingin bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Sebagian lagi, yakni 7 orang (22,6%) berencana melanjutkan pendidikan ke akademi atau universitas. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.21 di bawah ini.
Tabel 4.21: Yang Dilakukan Setelah Lulus pemelajar
Total Kursus
Akademi/U Bekerja niversitas
% 0
0
% 7
22.6
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
24
%
Membuka Usaha Kecil %
77.4
0
0
% 31
100
110
Dengan data yang terungkap dalam tabel 4.19, 4.20, dan 4.21 maka kompetensi bahasa Inggris yang perlu dimasukkan dalam silabus EOP adalah kompetensi bahasa Inggris yang spesifik, yakni bahasa Inggris yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan.
4.1.4 Kebutuhan Dunia Kerja Akan Bahasa Inggris Dunia kerja membutuhkan bahasa Inggris sebagai sarana melakukan berbagai aktifitas sesuai kebutuhan. Dunia kerja lebih mengutamakan karyawannya yang mampu menggunakan bahasa Inggris untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada. Kebutuhan dunia kerja akan bahasa Inggris ini dalam analisis Graves (2000) dapat digolongkan ke dalam informasi masa depan, yakni keterampilan komunikatif yang dibutuhkan. Untuk mengetahui bahasa Inggris sebagai sarana melakukan berbagai aktifitas di lingkungan kerja peneliti ini mengadakan sejumlah wawancara dengan praktisi dunia kerja. Rahmaeni, misalnya, seorang informan praktisi dunia kerja dari perusahaan yang bergerak di bidang travel menyatakan bahwa speaking merupakan unsur yang paling penting di antara keterampilan berbahasa (listening, reading dan writing) dan pengetahuan kebahasaan (grammar). Berikut ini kutipan percakapan antara peneliti ini dengan Rahmaeni.
Rahmaeni : “Penting sih, penting cuman dibandingkan aktif, e, conversation lebih penting, gitu, kan? Sekretaris pun sama, kan? Dia walaupun suratmenyurat dia tetep terima telfon, harus berani bicara, kan? Nah itu …”
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
111
Selanjutnya, Rahmaeni menjelaskan bahwa conversation yang dimaksud adalah pembicaraan sehari-hari terkait dengan pariwisata dan perjalanan. Pokok pembicaraan itu antara lain (1) daerah wisata di Indonesia; (2) lama perjalanan ke suatu daerah wisata; (3) pemesanan tiket, restoran, dan hotel; (4) fasilitas yang ditawarkan. Senada dengan pernyataan Rahmaeni, Wuri dari perusahaan yang bergerak di bidang fast food pun mengungkapkan bahwa speaking lebih dibutuhkan daripada reading, writing, dan grammar. Perhatikan kutipan percakapan berikut ini.
Wuri: “Biasanya dengan sendirinya gitu, ya karena memang customernya juga banyak yang dari luar. Ya mau nggak mau kita harus bisa gitu, kan?”
Secara umum, pembicaraan yang terkait dengan pelayanan di restoran fast food adalah (1) menu; (2) pemesanan; (3) harga.
Berbeda dengan Rahmaeni dan Wuri, Didik dari perusahaan yang bergerak di bidang sekuriti mengungkapkan bahwa speaking dan writing merupakan hal yang sama penting sesuai dengan bagiannya. Bagian administrasi lebih banyak membutuhkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
112
keterampilan writing, sedangkan bagian lapangan/sekuriti yang melibatkan interaksi dengan orang asing lebih banyak dituntut keterampilan speaking. Secara umum, kegiatan pokok yang terjadi di bagian administrasi adalah (1) mengetik; (2) mengidentifikasi dokumen.
Pembicaraan mengenai sekuriti adalah (1) menanyakan informasi; (2) memberikan informasi; (3) menyuruh melakukan sesuatu,; (4) melarang melakukan sesuatu. Berbeda dengan informan lainnya, Mulyadi dari perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor menyatakan bahwa writing dan reading lebih penting daripada speaking. Namun, ia menambahkan bahwa keterampilan writing dan reading di tempat kerjanya merupakan keterampilan yang menuntut ketelitian tinggi dan belum dapat dipercayakan kepada karyawan lulusan SMK. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa masalah pokok yang terkait dengan bidang ekspor impor terutama yang melibatkan pemakaian bahasa Inggris dipercayakan kepada karyawan minimal lulusan D3. Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan informan Dewi, dari perusahaan asuransi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
113
4.2 Silabus EOP untuk Siswa Kelas X SMK N 6 Jakarta Silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta disusun berdasarkan kesimpulan berbagai data yang ada meliputi (1) data hasil penelitian survei, yang diperoleh dari hasil kuesioner dan pengetesan dan (2) data hasil penelitian kasus yang diperoleh dari analisis dokumen dan wawancara. Berikut ini penjelasan mengenai silabus EOP kelas X. Format silabus EOP mengikuti format yang dicontohkan oleh BSNP, namun ada perubahan, yakni silabus EOP menggunakan istilah subkompetensi dasar sebagai sebagai ganti dari indikator dan tidak mencantumkan kegiatan pembelajaran karena kegiatan ini akan diuraikan lebih rinci dalam RPP. Secara lengkap format silabus EOP terdiri atas kompetensi dasar, subkompetensi dasar, materi pembelajaran, total waktu pembelajaran, perincian waktu pembelajaran, penilaian, dan sumber/bahan belajar. Kompetensi dasar diperoleh melalui survei aktivitas dan wawancara dengan dunia kerja. Kompetensi dasar untuk siswa kelas X selama satu tahun direncanakan enam kompetensi. Kompetensi pertama sampai ketiga dimaksudkan untuk semester 1, sedangkan kompetensi keempat sampai keenam untuk semester 2. Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut diperlukan tahapan atau pembagian kompetensi dasar, yang disebut subkompetensi dasar. Materi pembelajaran yang dicantumkan dalam silabus EOP adalah materi pembelajaran yang bersifat pokok. Selanjutnya, pengembangan materi pembelajaran tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. Pada dasarnya materi ini terdiri atas pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan) dan keterampilan bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
114
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa tidak diajarkan secara terpisah, tetapi secara terintegrasi. Total waktu pembelajaran yang dimaksud dalam silabus EOP ini yaitu jumlah waktu yang digunakan untuk menguasai satu kompetensi. Seperti yang diuraikan di atas untuk dapat mencapai satu kompetensi diperlukan tahapan pencapaian berupa subkompetensi. Penguasaan subkompetensi ini memerlukan waktu yang dalam silabus EOP dinamakan perincian waktu pembelajaran. Untuk mengukur capaian kompetensi diperlukan suatu penilaian, yang berupa tes tertulis dan tes lisan. Waktu untuk melaksanakan tes ini diambil dari rincian waktu dalam subkompetensi dasar. Sumber/bahan ajar yang digunakan sebagai sarana pembelajaran berbentuk sumber/bahan ajar otentik. Sumber/bahan ini misalnya, buku pelajaran, kaset, tape recorder, VCD, artikel berbahasa Inggris. Secara lengkap silabus EOP tersebut dapat dilihat pada halaman berikutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
115
Silabus English for Occupational Purposes (EOP)
Subkompetensi Dasar
1.1 Memberikan salam.
Materi Pembelajaran
8
Total Waktu Pembe lajaran
2
Perincian Waktu Pembelaja ran
Tes lisan : memperkenalkan diri sendiri dan orang lain.
Penilaian
2
Expression/phras es/key words used to greet someone and leave taking.
Sekolah : SMK N 6 Jakarta Kelas : X (sepuluh) Semester : 1 (satu) dan 2 (dua) Waktu : 128 jam pelajaran (1 jam pelajaran = 45 menit) Standar Kompetensi: Berkomunikasi dalam Bahasa Inggris Setara Level Novice Kompetensi Dasar
1. Menangani tamu.
1.2 Memperkenalkan diri sendiri dan
Expression/phras es/key words used to introduce self and others.
Sumber/Bahan Belajar
•
English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan, dkk
Linguaphone Pengarang: Mandy Loader
116
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar
Subkompetensi Dasar 1.3 Mengucapkan terima kasih dan merespon ucapan terima kasih. 1.4 Menggunakan ungkapan untuk menyuruh.
Materi Pembelajaran Expression/phrases/key words used to thank and the responses.
Expression/phrases/key words used to command and request.
Total Waktu Pembelajaran
Perincian Waktu Pembelajaran 2
2
Penilaian
Sumber/Bahan Belajar
117
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar
2. Mencatat pesan dalam bahasa Inggris melalui telepon.
Subkompetensi Dasar
2.1
Menuliskan pesanan tiket pesawat terbang, hotel, dan restoran yang didiktekan seorang pelanggan melalui telepon.
2.2 Menginformasikan suatu kepastian pesanan tiket pesawat terbang, hotel, dan restoran kepada pelanggan melalui telepon.
Materi Pembelajaran Dictation .
Giving information about ticket, hotel, and restaurants reservations..
6
Tes tertulis: • meringkas suatu percakapan tentang pemesanan tiket pesawat terbang, hotel, dan restoran dari kaset bahasa Inggris.
Penilaian
•
English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan, dkk
Sumber/Bahan Belajar
Total Waktu Perincian Pembelajaran
10
4
Linguaphone: Pengarang: Mandy Loader
118
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar
3. Menyampaikan gagasan.
Subkompetensi Dasar
3.1Menceriterakan sesuatu pengalaman
3.2 Menceriterakan Kegiatan seharihari.
3.3 Menyatakan suatu rencana atau cita-cita
Materi Pembelajaran Grammar: past forms.
Grammar: simple present tense, present continuous tense.
42
Total Waktu Pembe lajaran 18
Perincian Waktu pembelaja ran
14
10
Penilaian
Tes tertulis: Membuat karangan yang menceriterakan suatu pengalaman, kegiatan seharihari, dan rencana.
Tes lisan: menceriterakan pengalaman, kegiatan seharihari, dan rencana
•
English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan, dkk
Sumber/Bahan Belajar
•
Linguaphone: Mandy Loader
119
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar 4. Mengidentifikasi suatu bacaan.
4.2 Mengartikan kalimat.
Subkompetensi Dasar 4.1 Menentukan isi/topik suatu bacaan. Vocabulary: translation. Grammar: kinds
Materi Pembelajaran Reading: Identifying topics of passages.
of tenses.
Total Waktu Pembelajaran 30
Perincian Waktu Pembelajaran 10
20
Penilaian Tes tertulis: mengartikan suatu bacaan.
Sumber/Bahan Belajar • English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan , dkk
Linguaphone
Pengarang: Mandy Loader
120
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar
5. Membuat suatu laporan secara tertulis.
Subkompetensi Dasar
5.1 Membuat laporan tentang suatu kegiatan atau kejadian diwaktu lampau. 5.2 Membuat suatu rencana kegiatan.
Materi Pembelajaran
8
Total Waktu Pembe lajaran 4
Perincian Waktu pembelaja ran
4
Arranging reports: tenses of past forms
Arranging plans: tenses of future forms
Penilaian
Tes tertulis: membuat karangan tentang suatu kegiatan yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan.
Sumber/Bahan Belajar
•
English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan, dkk
Linguaphone
Pengarang: Mandy Loader
121
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Kompetensi Dasar
6.Menyampaikan suatu laporan secara lisan.
Subkompetensi Dasar
6.1 Melaporkan suatu kejadian yang terjadi pada waktu lampau.
6.2 Melaporkan suatu kejadian yang sedang terjadi.
6.3 Menyampaikan suatu rencana yang akan dikerjakan
Materi Pembelajaran
30
Total Waktu Pembe lajaran 10
Perincian Waktu Pembelaja ran
10
10
Reporting something happened in the past. Grammar: past forms. Speaking:
Reporting something happens. Grammar: tenses of continuous forms. Grammar: tenses of future forms
Penilaian
Tes lisan : menceriterakan suatu kejadian yang terjadi di waktu lampau, sedang terjadi, dan rencana yang akan datang.
Sumber/Bahan Belajar
•
English in Vocational Context Level Novice (Kelas X). Pengarang: Eri Kurniawan, dkk
Linguaphone
122
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu silabus yang dapat menghasilkan siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen siap mengisi kesempatan bekerja. Secara lebih khusus silabus tersebut ditujukan untuk kelas X semester 1 dan 2. Penelitian ini telah mencapai tujuan itu. Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan penelitian dan saran seperti di uraikan di bawah ini.
5.1 Simpulan Situasi pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta mengandung beberapa kelemahan, yakni pada kurikulum, silabus, guru, dan siswa. Kelemahan kurikulum terletak pada penetapan standar kompetensi, yakni (1) kompetensi dasar tidak dinyatakan dengan kata kerja operasional, sehingga pencapaian kompetensi sulit diukur, (2) antara kompetensi level novice sampai dengan level intermediate tidak menunjukkan suatu kompetensi yang berkelanjutan, dan (3) pengulangan kompetensi. Kelemahan berikutnya ialah di bagian silabus. Kelemahan ini terdapat pada bagian materi pelajaran yang mengulang materi yang telah dipelajari siswa di SMP seakanakan siswa belum diajarkan materi itu sebelumnya. Pengulangan ini mengakibatkan berkurangnya waktu untuk mengajarkan materi lainnya yang lebih penting. Selain dalam silabus, kelemahan berikutnya terjadi juga dalam diri guru. Kelemahan guru yaitu cenderung mengajarkan materi UN. Prioritas guru ini dapat dimengerti karena guru takut siswa tidak lulus ujian. Ketidaklulusan tersebut akan berdampak luas pada
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
123
siswa itu sendiri, guru, dan institusi sekolah. Terakhir, adalah kelemahan yang terdapat dalam diri siswa, yakni minat terhadap bahasa Inggris yang tidak tinggi. Peneliti ini menemukan adanya kesamaan kebutuhan diantara keempat pihak yang berkepentingan terhadap bahasa Inggris, yakni pemerintah, institusi/sekolah, siswa, dan dunia kerja. Kebutuhan pemerintah terhadap bahasa Inggris terkait dengan UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 3 penjelasan pasal 15 yang menyatakan bahwa pendidikan kejuruan mempersiapkan lulusannya bekerja. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Inggris dituntut memberikan pembelajaran yang menunjang tujuan itu. Kebutuhan institusi/sekolah terdapat pada KTSP, yakni menghasilkan siswa yang mencapai tahap berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate. Untuk itu, pembelajaran bahasa Inggris difokuskan pada
keterampilan bahasa daripada
pengetahuan bahasa. Terakhir, yakni kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa terhadap bahasa Inggris ialah menggunakan bahasa Inggris untuk persiapan menghadapi dunia kerja. Untuk itu, keterampilan bahasa perlu mendapat perhatian utama daripada pengetahuan kebahasaan. Dari pihak dunia kerja, menginginkan karyawannya mampu menggunakan bahasa Inggris untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain, dunia kerja menginginkan tenaga kerja yang siap pakai. Mengingat kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dan kebutuhan berbagai pihak di atas, maka kehadiran silabus EOP dapat dijadikan jalan keluar terhadap masalah ini. Keunggulan silabus EOP: (1) Membebaskan guru dari kebiasaan mengajarkan tata bahasa secara terpisah dengan konteks. Dalam silabus EOP tata bahasa menyatu dengan keterampilan berbicara dan menulis, sehingga ketika guru melangsungkan kegiatan yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
124
mengarah pada keterampilan berbicara sekaligus masuk unsur tata bahasa, begitupun ketika mengadakan kegiatan menulis. Kalaupun tata bahasa diajarkan secara terpisah itu dimaksudkan untuk menunjang keterampilan bahasa. (2) Kompetensi dasar yang dirumuskan merupakan kompetensi yang berguna di dunia kerja dan dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional sehingga guru dapat memantau perkembangan kompetensi siswa dengan tepat. (3) Penilaian yang ditetapkan dapat mengukur capaian kompetensi dasar sesuai dengan sasaran.
5.2 Saran Temuan penelitian tentang beberapa kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris yang disebutkan di atas akhirnya berimplikasi pada penyadaran semua pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris untuk kembali kepada tujuan yang telah ditetapkan, yakni bahasa Inggris yang diajarkan di SMK adalah untuk membekali siswa menghadapi dunia kerja. Konsekuensinya, penilaian akhir capaian kompetensi bahasa Inggris SMK (kelas XII) yang selama ini menggunakan UN sebaiknya ditinjau kembali untuk dicarikan bentuk ujian yang dapat mengukur keempat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
125
DAFTAR ACUAN Brown, James Dean. 1995. The Elements of Language Curriculum. Boston: Heinle & Heinle. Celce-Murcia, M. dan E. Olshtain. 2000. Discourse and Context in
Language
Teaching: A Guide for Language Teachers. Cambridge: Cambridge University Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kurikulum 2004: Naskah Akademik. Jakarta: Depdiknas. ____. 2004. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Buku II A, Kelompok Bisnis dan Manajemen. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2006. Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan KTSP Dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Djuwarie.1997.
A
Proposed
Model
Syllabus
of
English
for
Students
of
Economics.Tesis. Unika Atma Jaya Jakarta. Dubin, Fraida dan Elite Olshtain. 1986. Course Design: Developing Programs and Materials for Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press. Dudley-Evans, Tony and Maggie Jo StJohn. 1998. Development in English for Specific Purposes: A Multy-disciplinary Approach. Cambridge : Cambridge University Press. Graves. K. 2000. Designing Language Courses: A Guide for Teachers. Boston: Heinle & Heinle. Harmer, J. 1993. The Practice of English Language Teaching. London: Longman Group Limited. ______. 2001. The Practice of English Language Teaching. London:: Pearson Education Limited. Hutchinson, Tom dan Alan Waters. 1987. English for Specific Purposes: A LearnerCentered Approach. Cambridge : Cambridge University Press.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
126
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York : Longman Johnson, Robert Keith. 1990. The Second Language Curriculum. Cambridge: Cambridge University Press Kusni. 2004. Model Perancangan Program English For Specific Purposes (ESP) Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Universitas Indonesia. Lougheed, Lin. 2000. How to Prepare for the TOEIC TEST (second Edition). Jakarta: Binarupa Aksara. Munby, John. 1978. Communicative Syllabus
Design.
Cambridge: Cambridge University Press. Nunan, David. 1988.Syllabus Design. New York: Oxford University Press. _____1988. The Learner-Centered Curriculum. Cambridge: Cambridge University Press. Oppenheim, A.N. 1992. Questionnaire Design, Interviewing and Attitude Measurement. (2nd edn.) London: Heinemann Parera, Jos Daniel. 1987. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga. Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta. _____2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006. Jakarta. _____2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006. Jakarta. Richards, Jack C dan Willy A. Renandya. 2002. Methodology in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Robinson, Pauline C. 1991. ESP Today : A Practitioner’s Guide. New York: Prentice Hall. _____1980. ESP: English for Specific Purposes. Oxford: Pergamon. Strevens, P. 1988. ESP after twenty years: re-appraisal. Dalam M.L. Tickoo. ESP: State of the Art. Anthology Series 21. Singapore: RELC.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
127
Sudarto, AM.1999. The English Syllabus Design for a Secretarial Academy. Tesis. Jakarta: Atmajaya. Suratno dan Lincoln Arsyad. 1993. Metodologi Penelitian: untuk ekonomi dan bisnis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Widdowson, H.G. 1978. Teaching Language As Communication. Oxford: Oxford University Press. Wilkins, D.A. 1976. Notional Syllabus. London: Oxford University Press.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
128
LAMPIRAN 1 KUESIONER UNTUK PEMELAJAR KELAS SEPULUH SMK N 6 JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Kuesioner ini dimaksudkan untuk menjaring data mengenai latar belakang pemelajar dan harapannya dalam mempelajari bahasa Inggris. Identitas Pemelajar Nama Program keahlian :
:
Kelas/semester
:
KELOMPOK A I. Informasi Mengenai Diri Pemelajar Petunjuk Pengisian: berilah tanda silang (x) pada jawaban a, b, c, atau d sesuai dengan keadaan Anda 1. Berapa lama Anda telah belajar bahasa Inggris? a. Hampir 4 tahun. b. Hampir 5 tahun. c. Hampir 6 tahun. d. Hampir 7 tahun. 2. Apa bahasa sehari-hari yang Anda gunakan di rumah? a. Bahasa daerah. b. Bahasa Indonesia. c. Bahasa asing. d. Bahasa campuran (daerah, Indonesia, dan asing). 3. Berapa usia Anda? a. 14 tahun. b. 15 tahun. c. 16 tahun. d. 17 tahun. II. Informasi Mengenai Minat Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 4-8, berilah tanda silang (x)pada kolom sesuai dengan keadaan Anda No
Pernyataan
4.
Mengerjakan tugas atau PR (Pekerjaan Rumah) bahasa Inggris tepat waktu Mengikuti kursus bahasa Inggris Mengikuti kegiatan atau lomba bahasa Inggris Mendengarkan lagu-lagu, cerita, dan film berbahasa Inggris
5. 6.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
Selalu
Kadang- Jarang kadang
129
Tidak Pernah
No
Pernyataan
7.
Membaca buku, koran, majalah, dan artikel-artikel berbahasa Inggris Berbahasa Inggris dengan teman, guru, dan orang lain yang senang dengan bahasa Inggris
8.
Selalu
Kadang- Jarang kadang
Tidak Pernah
III. Informasi Mengenai Pilihan Gaya Belajar Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 9 - 14, berilah tanda silang (x)pada kolom sesuai dengan keadaan Anda Setuju Kurang No Pernyataan Sangat setuju setuju 9. 10.
11. 12. 13. 14.
Materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis, misalnya grammar/structure Materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis, misalnya kegiatan yang berhubungan dengan listening, reading, speaking, dan writing Guru lebih banyak ceramah Pemelajar lebih banyak beraktifitas Tugas-tugas dikerjakan secara perorangan Tugas-tugas dikerjakan secara kelompok
V. Informasi Mengenai Sikap Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 15-17, berilah tanda silang (x)pada kolom yang sesuai dengan keadaan Anda No Pernyataan Ya Tidak 15. 16. 17.
Bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari Kemampuan berbahasa Inggris merupakan syarat utama untuk bekerja di perusahaan Bahasa Inggris perlu diajarkan kepada pemelajar sejak pendidikan TK (Taman Kanak-kanak)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
130
Tidak Setuju
KELOMPOK B Petunjuk Pengisian: untuk nomor 18 - 20, berilah tanda silang (x) pada jawaban a, b, c, atau d sesuai dengan keadaan Anda 18. Apa alasan Anda memilih belajar di SMK? a. Mata pelajaran di SMK tidak menuntut banyak hafalan. b. Biaya pendidikan di SMK lebih murah daripada SMU/SMA. c. Pendidikan di SMK mempersiapkan lulusannya siap bekerja. d. Pendidikan di SMK lebih banyak praktik daripada teori. 19. Apa yang ingin Anda pelajari di SMK? a. Mata pelajaran yang bersifat teoretis. b. Mata pelajaran yang bersifat praktis. c. Informasi mengenai cara bekerja di dunia kerja/industri. d. Informasi untuk melanjutkan pendidikan ke akademi/universitas. 20. Apakah yang akan Anda lakukan setelah lulus? a. Mengikuti suatu kursus. b. Melanjutkan pendidikan ke akademi/universitas. c. Bekerja. d. Membuka usaha kecil.
TERIMA KASIH ATAS KERJA SAMA ANDA
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
131
Lampiran 2 PANDUAN WAWANCARA DENGAN GURU BAHASA INGGRIS SMK N 6 JAKARTA
No. Data
Pertanyaan
I.
Nama, tahun mulai mengajar, kelas yang diajar sekarang.
. II.
Identitas guru
Persiapan mengajar
III. Materi pembelajaran
1. Apakah Anda pernah membuat analisis kebutuhan?
2. Menurut Anda, apakah silabus yang ada menjamin siswa untuk bekerja? 3. Apa kebutuhan pemelajar supaya mereka bisa bekerja? 4. Mana yang lebih penting, materi untuk persiapan ujian nasional atau materi untuk persiapan bekerja?
IV. Proses pembelajaran
5. Selama ini, bagaimana cara Anda mengajar bahasa Inggris?
V. Saran
6. Apa saran Anda untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris di sekolah Anda?
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
132
Lampiran 3
PANDUAN WAWANCARA DENGAN PRAKTISI DUNIA KERJA No.
Data
Pertanyaan
I. Identitas praktisi sekarang.
Nama, tahun mulai bekerja, dan jabatan
II.
Karyawan
1. Apakah perusahaan yang Anda pimpin menerima karyawan/karyawati lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen? 2. Di bagian apa lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen itu ditempatkan? 3. Apa tuntutan perusahaan terhadap karyawan?
III.
Kebutuhan bahasa Inggris di dunia kerja
4. Bahasa Inggris seperti apa yang dipakai untuk a. berbicara: - dengan siapa karyawan itu berbicara
bahasa Inggris? - apa topik pembicaraannya? b. membaca: - seperti apa teks yang ada? - untuk apa teks itu? c. menulis: - teks seperti apa yang mereka buat? IV. Saran
5. Apa harapan Anda terhadap bahasa Inggris karyawan Anda?
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
133