Eksrak Tumbuhan Kehutanan Sebagai Insektisida Nabati Extracts of Forestry Plant as Bioinsecticides M.Thamrin dan S.Asikin Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalsel Email:
[email protected]
ABSTRACT The use of synthetic insecticides that have a negative impact on the environment has been widely reported. For the synthetic insecticide which is an important component of integrated pest management needs to look for alternatives, one of which is to make use of toxic compounds found in plants. Several studies suggest that the majority of plants there are toxic to insect pests, because they have a group of secondary metabolites containing various bioactive compounds. This paper aims to provide information about the potential of bioinsecticide derived from forest plants are effective in controlling insect pests. Kepayang plants effectively kills the diamondback moth larvae with mortality of 66% -81%, bintaro plants effectively kill the armyworm larvae with mortality of 85%-95%, gelam plants effectively kills plusia caterpillars with mortality of 70% -85%, jingah plants effectively kills armyworm larvae, plusia caterpillars, fruit worms and tritip caterpillars with mortality of 70% -90%, jengkol and kalalayu plants effectively kill plusia caterpillars with mortality respectively 70% and 80%. Thus six plant species have the potential as bioinsecticides. Keywords: extracts of forestry plant, Bioinsecticides ABSTRAK Penggunaan insektisida sintetik yang berdampak negatif terhadap lingkungan telah banyak dilaporkan. Untuk itu insektisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama terpadu perlu dicari alternatifnya, salah satunya adalah memanfaatkan senyawa beracun yang terdapat pada tumbuhan. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian tumbuhan ada yang bersifat toksik terhadap hama serangga, karena mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung berbagai senyawa bioaktif. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi insektisida nabati yang berasal dari tumbuhan kehutanan yang efektif mengendalikan hama serangga. Tumbuhan kepayang efektif membunuh larva ulat kubis dengan mortalitas 66%-81%, tumbuhan bintaro efektif membunuh larva ulat grayak dengan mortalitas 85%-95%, tumbuhan gelam efektif membunuh larva ulat plusia dengan mortalitas 70%-85%, tumbuhan jingah efektif membunuh larva ulat grayak, ulat plusia, ulat buah dan ulat tritip dengan mortalitas 70%-90%, tumbuhan jengkol, dan kalalayu efektif membunuh larva ulat plusia dengan mortalitas masing-masing 70% dan 80%. Dengan demikian keenam jenis tumbuhan tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati. Kata kunci: Ekstrak tumbuhan hutan, Bioinsektisida Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN Insektisida sintetik tidak hanya berdampak negatif terhadap kehidupan serangga tetapi juga sistem flora dan fauna serta kesehatan manusia (Manuwoto 1999). Insektisida sintetik juga memiliki sifat non spesifik karena dapat membunuh organisme lain diantaranya adalah musuh alami yang harus dipertahankan keberadaannya (Arinafril dan Muller 1999; Thamrin et al. 1999). Dampak lainnya adalah terjadinya resistensi hama terhadap insektisida sehingga insektisida tersebut tidak lagi efisien digunakan karena penggunaan selanjutnya akan meningkatkan biaya pengendalian dan mortalitas organisme bukan sasaran, serta menurunkan kualitas lingkungan (Laba et al. 1998). Hutan mempunyai keanekaragaman flora yang dari satu tempat ke tempat lainnya berbeda. Diperkirakan terdapat 10.000 jenis pohon dalam hutan tropika di Indonesia, diantaranya sekitar 3.000 jenis pohon terdapat di pulau Kalimantan (Suhendang 2002). Dari tumbuhan hutan tersebut sebagian ada yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap organisme pengganggu tanaman (Prakash dan Rao 1977; Grainge dan Ahmed 1987). Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin yang dapat berfungsi sebagai insektisida dan repelen (Campbell 1933; Burkill 1935). Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi ekstrak tumbuhan kehutanan seperti kepayang (Pangum edule), bintaro (Cerbera odollam), gelam (Melaleuca cajuputi), jingah (Glutha rengas), jengkol (Pithecellobium lobatum), dan kalalayu (Eriogiosum rubiginusum) yang efektif mengendalikan beberapa jenis hama serangga. EFIKASI EKSTRAK TUMBUHAN Tumbuhan Kepayang. Tumbuhan kepayang adalah pohon yang tingginya mencapai 1040 m dengan diameter batang mencapai 2,5 m (Gambar 1). Biji kepayang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng alternatif karena mengandung asam lemak, lenoleat, dan oclat yang cukup tinggi (Taufik, 2000). Heyne (1987) menyatakan bahwa biji kepayang yang masih muda dapat dipakai sebagai pestisida. Menurut Rumphius (1992) dalam Wardhana (1997) bahwa seluruh bagian pohon kepayang mengandung asam sianida yang sangat beracun dan dapat digunakan sebagai bahan pencegah busuk (pengawet) dan senyawa pembunuh serangga. Efikasi ekstrak tumbuhan kepayang terhadap hama ulat kubis (Plutella xylostella) ternyata mampu membunuh larva dari hama tersebut berkisar 66%-81% pada saat 48 dan 60 jam setelah infestasi (Tabel 1). Kematian larva tersebut diduga disebabkan oleh senyawa pyrethrin, karena menurut Thamrin (2009), salah satu senyawa yang terkandung dalam tumbuhan kepayang adalah pyrethrin. Menurut George (1983), pyrethrin dapat mempengaruhi sel syaraf dan menggangu fungsi otot sehingga otot menjadi kejang-kejang, akhirnya terjadi gejala paralisis yang diikuti dengan kematian. Walaupun demikian, pengaruh pyrethrin bersifat reversibel, yaitu serangga dapat pulih kembali apabila jumlah pyrethrin yang meracuni masih di bawah ambang toleransi serangga.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Sumber: M. Thamrin Gambar 1. Tumbuhan kepayang muda
Tabel 1.
Efikasi ekstrak beberapa jenis tumbuhan terhadap mortalitas ulat kubis di Laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Waktu pengamatan Jenis tumbuhan 24 jsi 36 jsi 48 jsi 60 jsi Kepayang 15 30 66 81 Lagundi (Vitex negundo) 3 36 47 51 Tapak Leman (Elephantophus scraber) 2 19 27 39 Jambu Mente (Anacardium occidentale) 2 30 34 38 Sembung (Blumea balsamifera) 2 21 25 51 Anggrung (Trema orientalis) 3 15 37 56 Pembanding 1 (tanpa insektisida) 0 0 0 0 Pembanding 2 (lamda sihalotrin) 100 100 100 100 Keterangan: jsi = jam setelah infestasi larva Sumber: Asikin dan Thamrin (2010a) Tumbuhan Bintaro. Tumbuhan bintaro berbentuk pohon, tinggi 4-6 meter, batang tegak dan berkayu. Daun berwarna hijau tua mengkilat, berbentuk lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, tipis, licin, bertulang menyirip, panjang 15-20 cm dan lebar 3-5 cm. Bunga terdiri atas lima petal dengan mahkota berbentuk terompet yang pangkalnya berwarna merah muda dan berbau harum. Buah berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 5-10 cm, buah muda berwarna hijau pucat dan berubah menjadi merah cerah apabila matang (Gambar 2). Heyne (1987) melaporkan bahwa biji bintaro mengandung racun yang dapat menyebabkan sesak nafas yang berat bahkan dalam dosis yang tinggi dapat mematikan hewan atau manusia, sedangkan Tarmadi (2007) melaporkan bahwa ekstrak kulit dan daun bintaro mempunyai efek mortalitas terhadap rayap. Ekstrak biji, daging buah, dan daun bintaro memberikan efek bersifat agak lemah hingga agak kuat terhadap mortalitas larva dari ulat grayak. Pada konsentrasi rendah, ekstrak tersebut Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
menyebabkan mortalitas larva sebesar 35%-40%, tetapi pada konsentrasi tinggi, ekstraknya dapat menyebabkan kematian larva 85,0%-95,0%. Mortalitas larva tertinggi adalah pada ekstrak bagian daun (Gambar 3). Daun bintaro mengandung saponin yang dapat mengikat sterol dalam saluran makanan, mengakibatkan penurunan laju sterol dalam hemolimfa. Peran sterol bagi ulat grayak adalah sebagai prekusor hormon ekdison. Penurunan persediaan sterol ini sangat menggangu proses pergantian kulit serangga, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu juga mengandung steroid yang memiliki efek menghambat perkembangan serangga (Utami 2011). Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya fitoekdison sehingga steroid dapat menghambat proses pergantian kulit larva (Yunita et al. 2009).
Sumber: M. Thamrin Gambar 2. Pohon dan buah bintaro
Sumber: Asikin dan Thamrin (2010b) Gambar 3. Efikasi ekstrak tumbuhan bintaro terhadap mortalitas ulat grayak dengan konsentrasi yang berbeda
Tumbuhan Gelam. Tumbuhan gelam disebut tumbuhan kayu putih yang termasuk dalam famili Myrtaceae. Tumbuhan ini berakar serabut, dan secara alami tumbuh di hutan rawa hingga mencapai tinggi 40 m dengan diameter kurang lebih 35 cm (Gambar 4). Kulit batang gelam berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit berwarna putih yang terkelupas tidak beraturan. Daunnya tunggal, lancip, helaian berbentuk jorong atau lanset, strukturnya agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling, panjangnya 4,5-15,0 cm, lebar 0,8-4,0 cm, ujung dan pangkalnya runcing atau agak bulat, tepi rata, tulang daun sejajar berbentuk tombak (Gambar 5). Permukaan daunnya berambut, berwarna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan. Bila daun diremas atau dimemarkan akan berbau minyak kayu putih. Menurut Thamrin et al (2007), efikasi beberapa bahan nabati yang dilakukan terhadap ulat plusia, terlihat bahwa gelam adalah bahan nabati yang paling efektif dibandingkan dengan bahan nabati lainnya, karena mampu membunuh ulat plusia dengan mortalitas 80,0% pada saat 72 jam setelah infestasi (Tabel 2), sedangkan penelitian yang dilakukan sebelumnya juga efektif membunuh larva yang sama dengan mortalitas 85% (Tabel 4). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Daun gelam mengandung sekitar 1,3% minyak atsiri dengan kandungan 14%-27% sineol dan aldehid. Selain itu mengandung 1-limonena, dipentena, seskueterpena, azulen, seskueterpen alkohol, valeraldehid dan benzaldehida. Dipentena dan sineol, merupakan senyawa monoterpenoid yang dapat bekerja sebagai pestisida atau berdaya racun terhadap hewan tinggi, begitu juga seskuiterpenoid, azulen dan minyak atsiri dapat bekerja sebagai pestisida (Duke 1991).
Sumber: M.Thamrin Gambar 4. Pohon gelam
Sumber: M. Thamrin Gambar 5. Daun gelam
Tumbuhan Jingah. Tumbuhan jingah berbentuk pohon, tinggi 4-10 meter, batang tegak, berkayu dengan bintik-bintik hitam, dan bergetah. Daun berwarna hijau tua, berbentuk memanjang, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, bertulang menyirip, panjang 10-15 cm dan lebar 3-5 cm. Ekstrak daun jingah efektif membunuh ulat grayak, ulat jengkal, ulat buah dan ulat tritip dengan mortalitas larva berkisar 75,0%-90,0% (Tabel 3), sedangkan penelitian sebelumnya mampu membunuh ulat plusia dengan mortalitas 70% (Tabel 4). Kematian larva tersebut diduga disebabkan terdapatnya metabolit sekunder yang bersifat racun terhadap serangga. Menurut Prosea (2002), tumbuhan jingah mengandung senyawa golongan steroid, lipid, benzenoid dan flavonaloid. Sedangkan getahnya mengandung senyawa ursiol, rengol, glutarengol, laccol, dan thitsiol. Racun dari getah ini sering digunakan untuk berburu binatang karena sifatnya dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit. Tumbuhan Jengkol. Tanaman jengkol berupa pohon dengan tinggi mencapai 10-26 m. Buahnya berupa polong berbentuk gepeng dan berbelit. Warna buah jengkol lembayung tua. Setelah tua, bentuk polong buahnya menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji ukurannya membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji jengol. Bijinya berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap (Gambar 6). Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Asikin dan Thamrin (2006), ekstrak kulit biji jengkol efektif membunuh larva dari ulat plusia dengan mortalitas 70% (Tabel 4). Hal ini diduga bahwa kulit biji jengkol mengandung metabolit sekunder yang bersifat racun terhadap hama serangga. Biji jengkol mengandung alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin dan saponin, sedangkan daunnya mengandung saponin, flavonoid dan tanin (Setianingsih 1994). Alkaloid, terpenoid dan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan toksik (Smith 1989 Dalam Nursal dan Sireger 2003). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Tumbuhan Kalalayu. Tumbuhan kalalayu berbentuk pohon dengan ketinggian antara 46 m, bentuk buah bulat telur berwarna hijau (Gambar 7) kemudian berubah kemerahan, dan yang yang matang berwarna ungu sampai hitam. Masyarakat Dayak dan Banjar menggunakan buahnya yang matang untuk obat sakit perut. Hasil pengujian Asikin dan Thamrin (2006), ekstrak daun kalalayu efektif membunuh larva dari ulat plusia dengan mortalitas 80% (Tabel 4). Menurut Asikin dan Thamrin (2010) tumbuhan kalalayu diduga mengandung senyawa saponin karena cairan ekstraknya banyak mengeluarkan busa seperti sabun.
Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Jering Gambar 6. Pohon dan buah jengkol
Sumber: M. Thamrin Gambar 7. Pohon dan buah kalalayu
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Tabel 2. Efekasi insektisida berbahan nabati terhadap mortalitas ulat plusia di Laboratorium Hama Penyakit Balittra Mortalitas larva (%) Jenis Tumbuhan 12 jsi 24 jsi 36 jsi 48 jsi Gelam 0 16,7 26,7 70,0 Kayu Sapat 0 0 3,3 16,7 Salasih 0 0 6,7 20,0 Insektisida sintetik 50 73,3 83,3 100 Tanpa insektisida 0 0 0 3,3 Keterangan: jsi = jam setelah infestasi Sumber: Thamrin et al. (2007)
72 jsi 80,0 16,7 20,0 100 3,3
Tabel 3. Efekasi ekstrak daun jingah terhadap mortalitas ulat grayak, ulat plusia, Ulat buah dan ulat tritip di Laboratorium Hama Penyakit Balittra Mortalitas larva (%) Tahun Pengujian Ulat grayak Ulat plusia Ulat buah Ulat tritip Tahun 2007 80,0-85,0 80,0-90,0 75,0-85,0 80,0-90,0 Tahun 2009 80,0-87,5 80,0-90,0 80,0-90,0 80,0-90,0 Tahun 2010 85,0-90,0 80,0-90,0 82,5-90,0 82,5-90,0 Sumber: Asikin (2011) Tabel 4. Efikasi beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap mortalitas ulat plusia di Laboratorium Hama Penyakit Balittra Perlakuan
Mortalitas (%)
Gelam Kalalayu Jingah Jengkol Kontrol 1 (lamda sihalotrin) Kontrol 2 (tanpa dikendalikan) Sumber : Asikin dan Thamrin (2006)
85 80 70 70 100 10
KESIMPULAN Ekstrak tumbuhan kepayang, bintaro, gelam, jingah, jengkol dan kalalayu efektif membunuh larva dari beberapa jenis hama serangga, sehingga keenam jenis tumbuhan tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
DAFTAR PUSTAKA Arinafril dan P. Muller. 1999. Aktivitas Biokimia Ekstrak Mimba terhadap Perkembangan Plutela xylostella. Prosiding Seminar Nasional: Peranan Entomologi dalam Pengendaian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia. p. 381-386. Asikin. S., dan M.Thamrin. 2006. Pengendalian Hama Serangga Sayuran Ramah Lingkungan di Lahan Rawa Pasang Surut. Dalam Noor, M., I. Noor dan S.S. Antarlina (Ed). 73-86. Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi Budidaya dan Peluang Agribisnis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Asikin. S. dan M.Thamrin. 2010a. Efikasi bahan tumbuhan terhadap hama sawi (Plutella xylostella). Dalam Sutiman et al. (Eds). Proceeding National Conference on Green Technology for Better Future. Fakultas Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahin Malang. Asikin. S., dan M.Thamrin. 2010b. Pengendalian ulat grayak Spodoptera litura dengan menggunakan ekstrak bahan tumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor 5 - 6 Agustus 2009. Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan Iklim Global Dan Sistem Perdagangan Bebas. Hal. 180 - 192. Asikin. S. 2011. Flora rawa sebagai pengendali OPT dan penyakit tanaman. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bandung. Bandung 16 - 17 Pebruari 2011. Hal 83 - 96. Burkill, J.H. 1935. A dictionary of economic products of the Malay Peninculla. Government of the Straits Settlement. Milbank. London S.W. 340 hal. Campbell, F.L., and W.W. Sullivan. 1933. The relative toxicity of nicotine, methyl anabasine and lupinine for culicine mosquito larvae. J.Con. Entomol. 26 (3) : 910-918. Duke. J. A. 1991. CRC Handbook Of MidiCinal Herb. Florida. George, W.W. 1983. Modes of action for insecticides. Pesticides: Theory and Application. The British Crop Protection Council. p. 145-148. Grainge, M and S. Ahmed. 1987. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York: J. Wiley. 470 pp. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Penerjemah. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Laba, I.W., D. Kilin dan D. Soetopo. 1998. Dampak penggunaan insektisida dalam pengendalian hama. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. XVII No. 3:99-107.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Nursal dan E.S. Siregar. 2005. Kandungan senyawa kimia ekstrak daun lengkuas (Lactuca indica L) toksisitas dan pengaruh subletalnya terhadap nyamuk Aedes Aegypty L. Univ. Sumatera Utara. Medan, htt:// www.kemahasiswan.its.ac.id/, diakses tanggal 5 Maret 2007. Manuwoto, S. 1999. Pengendalian hama ramah lingkungan dan ekonomis. Dalam Prasadja, I., M. Arifin., I.M. Trisawa., I.W. Laba., E.A. Wikardi., D. Sutopo., Wiranto dan E. Karmawati (Ed). 1-12. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dan Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Prakash, A and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton: Lewis Publishers. Prosea. 2002. Plant Resources of South-East Asia 12 Medicinal and Poisonous Plants 2. Prosea. Bogor. Indonesia. Setianingsih, E. 1994. Petai dan Jengkol. Penebar Swadaya. Jakarta. Suhendang. E. 2002. Pengantar ilmu kehutanan. Fakultas Kehutanan IPB.
Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Tarmadi, D., A.H. Prianto, I. Guswenrivo, T. Kartika, S. Yusuf. 2007. Pengaruh ekstrak bintaro dan kecubung terhadap rayap tanah. J. Trop. Wood Scie. & Tech. Vol 5 No 1 2007. Taufik, M. 2000. Penentuan kadar asam lemak dan sianida serta kualitas minyak dari daging buah picung (Pangium edule Rein W.). http://digilib.itb.ac.id/go. (8 Oktober 2008). Thamrin, M. 2009. Pemanfaatan insektisida nabati asal tumbuhan rawa untuk pengendalian ulat grayak dan plutela pada pertanaman kedelai dan sayuran di lahan rawa pasang surut yang berwawasan lingkungan. Kerjasama antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan Pertanian dengan Lembaga Riset dan Teknologi. 14p. Thamrin, M., M. Willis dan S. Asikin. 1999. Parasitoid dan predator penggerek batang padi di lahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan. Dalam Prasadja, I., M. Arifin., I.M. Trisawa., I.W. Laba., E.A. Wikardi., D. Sutopo., Wiranto dan E. Karmawati (Ed). 175181. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dan Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Thamrin, M., S. Asikin, Mukhlis dan A. Budiman. 2007. Potensi ekstrak flora lahan rawa sebagai pestisida nabati. 31-48. Dalam Supriyo, A., M. Noor, I. Ar-Riza dan D. Nazemi (Ed). Keanekaragaman Flora dan Buah-buah Eksotik Lahan Rawa. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]
Utami, S. 2011. Bioaktivitas insektisida nabati bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) sebagai pengendali hama Pteroma plagiophleps Hampson Dan Spodoptera litura. Institut Pertanian Bogor. Wardhana, A., Gt. 1997. Penetapan LC 50 ekstrak pucuk daun kepayang (Pangium edule Rein W.) terhadap ulat pemakan daun kubis (Plutella xylostella Linn.). Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Yunita, J.E.A., N.H. Suprapti, J.S. Hidayat. 2009. Ekstrak daun teklan (Eupatorium riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan Aedes aegyptii. Hioma Vol 11 No 1: 11-17
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO BOX 31, Loktabat Utara,Banjarbaru, Indonesia Telp/Fax. (0511) 4772534 e-mail:
[email protected]