EKSPRESI GEN PENYANDI PATHOGENESIS RELATED PROTEIN (PR1&PBZ1) PADA PADI INDICA YANG TERLIBAT DALAM SISTEM TOLERANSI TERHADAP PENYAKIT BLAS ISOLAT 001
LAELA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ekspresi Gen Penyandi Pathogenesis Related Protein (PR1& PBZ1) pada Padi Indica yang Terlibat Dalam Sistem Toleransi Terhadap Penyakit Blas Isolat 001 adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008
Laela Sari NRP P055040061
RINGKASAN LAELA SARI. Ekspresi Gen Penyandi Pathogenesis Related Protein (PR1&PBZ1) pada Padi Indica yang Terlibat Dalam Sistem Toleransi terhadap Penyakit Blas Isolat 001. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO dan SUHARSONO. Penyakit blas yang disebabkan oleh patogen Pyricularia grisea adalah salah satu penyakit penting yang mempengaruhi produksi padi. Gen penyandi Pathogenesis Related protein (PR1 dan PBZ1) diketahui terlibat dalam sistem pertahanan tanaman terhadap cekaman penyakit blas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ekspresi gen penyandi pathogenesis related protein (PR1 dan PBZ1) dari tanaman padi indica varietas tahan dan peka yang telah diinfeksi dengan patogen P. grisea isolat 001. Penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai mekanisme sistem pertahanan tanaman padi terhadap penyakit blas sehingga bisa di gunakan sebagai landasan untuk merakit tanaman tahan blas. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu: Tahap I adalah penapisan ketahanan berbagai varietas padi indica terhadap Pyricularia grisea isolat 001. Tahap II adalah analisis ekspresi gen PBZ1 dan gen PR1. Penapisan pada penelitian ini menggunakan dua isolat yaitu isolat 001M (Muara) dan 001B (BB-Biogen), dengan tetapi hanya 001M yang digunakan untuk penelitian selanjutnya dikarenakan isolat 001M menghasilkan skala penyakit blas menurut standar IRRI yang lebih konsisten/seragam terhadap kelima varietas. Penapisan dilakukan terhadap 5 varietas tanaman padi (Asahan, IR64, Cisadane, Cisanggang dan Kencana Bali). Penapisan dilakukan dengan cara menyuntikkan 1 ml inokulum isolat 001M (3x105 sel/ml) yang diberi tween 20 dengan konsentrasi 0,25% dan 1 ml air yang diberi tween 20 dengan konsentrasi 0,25 % untuk tanaman kontrol. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Isolasi RNA total diisolasi dari tanaman tahan dan peka pada umur 0, 1, 3 dan 7 hari setelah infeksi. Sintesis cDNA dilakukan dengan menggunakan enzim transkriptase balik Superscript III. Analisis ekspresi untuk gen PR1 dan PBZ1 dilakukan dengan menggunakan metode PCR. Hasil penapisan dengan isolat 001M diperoleh 2 varietas tahan (R) yaitu Cisadane dan Asahan, 1 varietas moderat tahan (MR) yaitu IR64, 2 varietas peka (S) yaitu Cisanggang dan Kencana Bali. Untuk analisis ekspresi hanya digunakan 1 varietas tahan (R) yaitu Cisadane dan 1 varietas peka (S) yaitu Kencana Bali. RNA total yang telah diisolasi dari tanaman tahan dan peka dengan reagen TRIzol kit digunakan sebagai cetakan untuk sintesis cDNA melalui proses transkripsi balik (reverse transcription). Primer yang digunakan dalam proses transkripsi balik pada tahapan ini adalah primer oligo-dT, sehingga hanya mRNA yang dapat disintesis menjadi cDNA. Pengujian kemurnian RNA total dari kontaminan protein dilakukan dengan membandingkan nilai OD (Optical Density) pada panjang gelombang 260 dan panjang gelombang 280. Rasio OD260/OD280 yang diperoleh berkisar antara 1,50 sampai 1,73. Hal ini menunjukkan terdapat variasi kemurnian RNA dari varietas padi yang diuji dengan rata-rata OD sebesar 1,57. Keberhasilan pembentukan cDNA dilihat dengan menggunakan kontrol internal untuk gen penyandi
Ubiquitin yang menghasilkan pita berukuran 265 pb. Selanjutnya cDNA digunakan untuk analisis ekspresi gen PBZ1 dan PR1. Ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 pada daun tanaman kontrol baik pada varietas tahan (Cisadane) maupun peka (Kencana Bali) tidak konstitutif. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya pita pada setiap perlakuan pada tanaman kontrol. Ekspresi gen PR1 tidak terinduksi baik pada varietas tahan maupun peka setelah diinfeksi dengan isolat 001M. Hal ini menunjukkan bahwa gen PR1 tidak terlibat dalam sistem pertahanan tanaman padi indica terhadap serangan patogen P.grisea isolat 001M. Ekspresi gen PBZ1 pada varietas tahan (Cisadane) terinduksi pada hari ke-1 setelah infeksi dengan ukuran 563 pb. Ekspresi gen PBZ1 pada varietas peka (Kencana Bali) terinduksi pada hari ke-7 setelah infeksi dengan ukuran 563 pb dan ± 900 pb. Hal ini menunjukkan bahwa gen PBZ1 terlibat dalam sistem pertahanan tanaman padi indica terhadap serangan patogen P.grisea isolat 001M. Perbedaan amplifikasi gen PBZ1 pada Cisadane dan Kencana Bali disebabkan oleh adanya perbedaan genotipe, gen Resisten, karakter dan asal persilangan dari kedua varietas tersebut. Pada varietas Kencana Bali (peka), terjadi penundaan ekspresi selama enam hari, sedangkan pada varietas Cisadane (tahan) ekspresi terjadi lebih awal (1 hari), karena diduga memiliki kemampuan untuk membatasi penetrasi apresorium blas dan mematikan patogen tersebut serta membentuk hipersensitif (HR). PBZ1 diduga berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen yang tersusun oleh polisakarida atau menghambat patogenesis atau menghambat virulensi patogen tertentu. Keterlambatan ekspresi gen satu hari dalam sistem pertahanan diduga sudah bisa membedakan antara varietas yang tahan dan varietas yang peka.
Kata kunci: Ekspresi, Cisadane, Kencana Bali, PR1, PBZ1, Pyricularia grisea.
ABSTRACT LAELA SARI. Expression of Pathogenesis Related Protein (PR1&PBZ1) Genes from Indica Rice that Involved in The Tolerance System to Blast Diseases of Strain 001. Under the direction of UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO and SUHARSONO. Blast disease caused by Pyricularia grisea could cause high percentage of yield losses of rice production. Pathogenesis Related protein (PR1&PBZ1) genes have been known to be involved in plant defense. This research was aimed to test the expressions of PR genes in resistance and sensitive rice varieties. This research can be used to give information in rice defense to blast disease and as a strategy to blast resistance basis. Screening has been done on 5 rice varieties (Asahan, IR64, Cisadane, Cisanggang and Kencana Bali) for resistance against isolate 001M. Screening was done by injection of 1 ml inoculum of isolate 001M (3x105 cell/ml) + 0,25 % tween 20, and 1 ml aquadest + 0,25 % tween 20 for the control plant. Results of this research showed that resistance varieties were Cisadane and Asahan, moderate resistance variety was IR64, and susceptible varieties were Kencana Bali and Cisanggang. Expression analysis for PBZ1 and PR1 gene were done by using Cisadane as a resistance variety and Kencana Bali as a susceptible variety. Analysis expressions gene were determined using RT-PCR method. Total RNA was isolated from leave at 0, 1, 3 and 7 days after infection using TRIzol reagent. cDNA synthesis was carried out using Reverse Transcriptase Superscript III. Expression of PBZ1 gene was observed resistant variety (Cisadane) at 1 day after infection, while susceptible variety (Kencana Bali) at 7 days after infection. Amplification of PBZ1 Cisadane variety only give 1 band with size about 563 bp, while Kencana Bali variety give 2 bands with size about 563 bp and 900 bp. PBZ1 gene expression was induced by Pyricularia grisea strain 001M. It means that PBZ1 gene was involved in the defense system of rice to P.grisea strain 001M. Amplification of PR1 did not give any band in both Cisadane and Kencana Bali. PR1 gene expression was not induced by Pyricularia grisea strain 001M. It means that Pathogen Related 1 (PR1) gene was not involved in the defense system of rice to P. gisea strain 001M.
Key words: Expression, Cisadane, Kencana Bali, PR1, PBZ1, Pyricularia grisea.
EKSPRESI GEN PENYANDI PATHOGENESIS RELATED PROTEIN (PR1&PBZ1) PADA PADI INDICA YANG TERLIBAT DALAM SISTEM TOLERANSI TERHADAP PENYAKIT BLAS ISOLAT 001
LAELA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Ekspresi Gen Penyandi Pathogenesis Related Protein (PR1&PBZ1) pada Padi Indica yang terlibat dalam Sistem Toleransi terhadap Blas Isolat 001. Laela Sari P055040061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Suharsono, DEA. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Bioteknologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Muhammad Jusuf, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 22 Februari 2008
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanaahu Wa Ta’alaa yang telah memberikan Rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian maupun penulisan tesis ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan gen penyandi Pathogenesis Related protein (PR1&PBZ1) pada padi Indica yang terlibat dalam sistem toleran terhadap penyakit blas isolat 001. Penelitian ini dibiayai oleh RUT XI dengan No. 14.08/SK/RUT/2004, dengan judul ”Analisis Gen Penyandi Protein Heterotrimerik G Subunit alfa yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman padi terhadap penyakit blas” atas nama Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono, M.Si. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang berperan dalam pengerjaan penelitian dan penulisan tesis ini. Pertama kepada Dr. Utut W. Suharsono, M.Si. dan Dr. Suharsono, DEA dan atas segala jerih payah dan waktu yang telah diluangkan dalam memberikan bimbingan, nasehat, dan arahan kepada penulis. Kedua kepada Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. atas saran dan masukannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Maria Imelda, MSc. dan Prof. Dr. Ir Bambang Prasetya yang telah memberikan ijin untuk menuntut ilmu di IPB serta kepada Kepala LIPI yang telah memberikan sebagian dana beasiswa. Ucapkan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Inez Hortenze SL atas diskusi dan bantuannya, Kepada Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi IPB beserta staf dan karyawan atas sarana, prasarana, dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Lab. Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman serta Laboratorium Kerjasama Penelitian Bioteknologi Indonesia-Belanda Biotechnology Research Indonesia- The Netherland (Biorin) di PP Bioteknologi IPB. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayahanda Soedjono Joyotaruno (Alm.), Ibunda Hajjah Ai Sutarsih, ayahanda Slamet, Ibunda Miyem, serta suami Budi Murdiyantoro SE atas pengertian, pengorbanan, dukungan dan doa tiada henti. Terima kasih kepada ananda Aliefa Aviryalashra Azzahra dan Muhammad Savero Avtariansyah atas segala pengertian, kesabaran dan kebahagiaan yang selalu menyertai penulis. Kepada adik-adiku dan keluarga, terima kasih atas dukungan dan doa selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Kepada rekan seperjuangan Rina Kurnianingsih,Yassier Anwar dan Niken FG, terima kasih atas kebersamaannya yang tulus, kepada Pak Mulya, Mbak Pepi, Pak Adi, Pak Mudzuni, Mas Firdaus, Ibu Srilis dan seluruh pihak yang telah banyak membantu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya selama ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan bagi bangsa.
Bogor, Februari 2008 Laela Sari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1973 dari Ayahanda Soedjono Joyotaruno (Alm) dan Ibunda Hajjah Ai Sutarsih. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Budi Murdiantoro, SE pada tahun 2001 dan telah dikaruniai dua orang anak yaitu: Aliefa Aviryalashra Azzahra dan Muhammad Savero Avtariansyah. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta Selatan dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Universitas Nasional dan memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Biologi Umum pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis bekerja sebagai tenaga Honorer di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI- Cibinong, dan sejak tahun 2000 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tempat yang sama. Pada tahun 2002 – sekarang, penulis ditugaskan sebagai penangung jawab laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman 5 (110) Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Tahun 2004 penulis mulai menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Bioteknologi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………..……………………
xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………..……………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………..…………………
xv
PENDAHULUAN …………………………………….............…………..
1
Latar Belakang …………………………………………........……....
1
Tujuan Penelitian ...................................................................................
4
Manfaat Penelitian ................................................................................
4
Hipotesis Penelitian ..............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
5
Pyricularia grisea Saccardo .................................................................
5
Resistensi Tanaman Padi terhadap Patogen Blas .................................
9
Karakteristik gen PR1 dan gen PBZ1 ...................................................
12
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
16
Tempat dan Waktu Penelitian ........ .....................................................
16
Bahan Penelitian ...................................................................................
16
Metode Penelitian ..................................................................................
16
Tahap I: Penapisan Ketahanan Tanaman Padi terhadap Blas ......
18
Persiapan Tanaman Padi ...............................................................
18
Persiapan Inokulum Cendawan untuk Infeksi ..............................
18
Infeksi pada Tanaman Padi ...........................................................
18
Tahap II: Analisis Ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 .....................
19
Isolasi RNA Total .........................................................................
19
Sintesis cDNA Total .....................................................................
20
Analisis Ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 ....................................
21
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
22
Penapisan Ketahanan beberapa Varietas Tanaman Padi terhadap P. grisea ....................................................................................................
22
Isolasi RNA Total .................................................................................
24
Sintesis cDNA Total................................................................................
25
Analisis Ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 ............................................
26
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
30
LAMPIRAN .................................................................................................
37
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Ras-ras dominan berdasarkan pola reaksi terhadap varietas diferensial ..........................................................................................
9
2.
Konsep gene for gene ………………………………………………
11
3.
Skala penyakit blas daun berdasarkan sistem evaluasi standar IRRI 1996 ....................................................................................................
19
4.
Reaksi ketahanan beberapa varietas padi terhadap dua isolat P. grisea ……………………………………………………………………
22
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Konidia Pyricularia grisea ................................................................
6
2.
Siklus hidup cendawan Pyricularia grisea .......................................
8
3.
Hipotesis Probenazole di dalam sistem pertahanan penyakit tanaman padi …......…………………………………………………………
14
4.
Alur tahapan penelitian …………………………………………….
17
5.
Serangan blas daun padi pada hari kesepuluh setelah infeksi.Varietas tahan (R): Asahan (a), Cisadane (b). Varietas moderat tahan (MR): IR64 (c). Varietas peka (S): Cisanggang (d), Kencana Bali (e) ........
23
6.
Perkembangan spora pada media kaca. (a) 1 jam setelah infeksi, (b) 24 jam setelah infeksi, (c) 48 jam setelah infeksi, (d) 72 jam setelah infeksi ………………………………………………………………
24
7.
RNA total dari daun tanaman padi kontrol dan yang telah diinfeksi oleh isolat 001M ……………………………………………………
25
8.
Hasil PCR Ubiquitin yang berasal dari cetakan cDNA …………….
26
9.
Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 menggunakan cDNA total dari daun padi kontrol dan yang telah diinfeksi sebagai cetakan ……………..
27
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Hasil penapisan isolat 001B dan 001M menurut skala penyakit IRRI 38 1996 ...................................................................................................
2.
Hasil kuantifikasi RNA total .............................................................
39
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan penting di dunia dan merupakan sumber pangan utama dari sebagian penduduk dunia. Sebagian besar padi ditanam (90 %) di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tahun 2005 produksi padi nasional sebesar 54.056.282 ton dengan luas area 11-12 juta ha belum mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, sehingga pemerintah harus mengimpor beras sebanyak 939.596 ton (Deptan 2005). Pada tahun anggaran 2006/2007 pemerintah telah menyepakati untuk mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton (Deptan 2007). Rendahnya produksi padi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penyakit blas. Penyakit blas merupakan penyakit berbahaya di Indonesia yang menyerang padi gogo (Ou 1985; Orbach et al. 2000; Koga 2001). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea Sacc. (Rossman et al. 1990). Cendawan ini dapat menyerang pada stadia pertumbuhan vegetatif dan stadia reproduktif. Serangan pada daun dapat menyebabkan berkurangnya luasan daun yang hijau. Pada intensitas serangan tinggi dapat menyebabkan semua daun menjadi kering dan mati (Ou 1985). Serangan pada leher malai berkaitan langsung terhadap kehilangan hasil akibat leher malai busuk dan patah (Bonman et al. 1989) sehingga bulir padi menjadi hampa (Ahn dan Amir 1986; Kobayashi et al. 2001). Kerugian akibat penyakit ini diperkirakan mencapai 3 % di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Herdt 1991; Shimamoto et al. 2001), dan secara intensif menyebabkan gagal panen hingga 50 % (Babujee dan Gnanamanickam 2000). Di Indonesia serangan penyakit blas diperkirakan sebesar 12 % dari total luas areal pertanaman padi (Deptan 2004) sehingga diperlukan perhatian lebih khusus terhadap penyakit blas untuk mengurangi resiko kehilangan hasil panen. Penyakit blas merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian besar sehingga program pemulian yang mengarah pada pembentukan varietas yang tahan ataupun toleran terhadap penyakit blas terus dikembangkan. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa patogen blas telah menyerang tanaman padi sawah selain padi gogo. Oleh karena itu perakitan varietas unggul tahan blas telah
2
menjadi salah satu program utama dalam program pemuliaan tanaman selama beberapa tahun (Amir dan Nasution 2001 ; Utami 2005). P. grisea diketahui mempunyai keragaman genetik yang tinggi dengan rasras yang dapat berubah sifat virulensinya dalam waktu singkat. Cendawan ini mempunyai tingkat mutasi spontan dan migrasi antar populasi yang tinggi (Ou 1985) serta memiliki kemampuan rekombinasi baik secara aseksual maupun seksual (Zeigler 1998), sehingga varietas tahan blas hanya dapat digunakan selama 1-2 tahun yang sebanding dengan 2-3 kali musim tanam. Ras dominan di Indonesia yang menyerang padi dan selalu ada pada setiap musim tanam adalah ras 001, 033 dan 173 (Mogi et al. 1991; Utami et al. 2000). Untuk lebih memahami mekanisme interaksi tanaman padi dengan blas serta untuk mengembangkan varietas padi yang lebih tahan terhadap penyakit blas, maka karakterisasi dari R (resistance) gen sangat diperlukan. Penentuan ras baru dari patogen blas dilakukan berdasarkan konsep gene for gene, dimana tanaman yang tahan (resistance) dikontrol oleh gen resistensi (R gene) yang ada pada tanaman dan gen avirulen (avr) yang ada pada patogen dan selanjutnya mengaktifkan sistem pertahanan (defense response). (Agrios et al. 1998; Buchanam et al. 2000; Suharsono et al. 2002). Secara genetik gen resistensi telah diketahui ada 13 (Kiyosawa 1981), 20 gen mayor berdasarkan QTL yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit blas (McCouch et al. 1994) dua gen resistensi, yaitu Pi-b (Kawasaki et al. 1999) dan Pi-ta (Bryan et al. 2000) telah berhasil diisolasi dan diklon. Kajian ketahanan varietas terhadap penyakit blas telah banyak dilakukan di Indonesia (Kustianto et al. 1993) tetapi mekanisme signal transduksi yang mengontrol pengaktifan sistem pertahanan tanaman terhadap patogen masih belum banyak diketahui. Pengetahuan tentang mekanisme yang terjadi selama proses patogenesis dan respon yang spesifik dari tanaman merupakan langkah yang sangat penting agar program pengembangan varietas yang tahan terhadap blas dapat berhasil dengan baik. PR gen yang penting pada tanaman padi ada tiga jenis yaitu PR1, PR5 dan PR10 (PBZ1). PBZ1 protein dan PR1 protein pada tanaman berperan dalam mengaktifkan sistem pertahanan tanaman terhadap patogen (Agrawal et al. 2001;
3
Gee et al. 2001; Nakhasita et al. 2001). H2O2 akan berperan sebagai second messengers untuk mengaktifkan ekspresi gen pertahanan pada tumbuhan, diantaranya adalah PR1 dan PBZ1. Adanya aliran ion Ca2+ sebagai isyarat bagi pengaktifan enzim MAP kinase (Mitogen Activated Kinase) dalam pembentukan pathogenesis related (PR) protein, dapat mengaktifkan reaksi hipersensitif dan ketahanan penyakit blas. Tanaman padi yang terinduksi oleh serangan patogen blas akan mengaktifkan kelompok gen famili (family genes) yang menyandi PR protein sebagai respons dari sistem pertahanannya (Gee et al. 2001; Heisser et al. 2005). PR protein ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang tersusun oleh polisakarida atau menghambat patogenesis atau menghambat virulensi patogen (Hammond-Kosack dan Jones 1997). PBZ1 dan PR1 protein mempengaruhi respon ketahanan di dalam tanaman padi melawan cendawan. PR1 merupakan protein yang pertama kali berhasil diidentifikasi dan merupakan kelompok yang paling dominan dari PR protein. Protein ini berfungsi sebagai antifungal (Selitrennikoff 2001). Gen PR1 dapat diinduksi oleh patogen, diantaranya Magnaporthe grisea, Bipolaris sorokiniana dan Pseudomonas syringae pv. Syringae (Schweizer et al. 1997), juga dapat diinduksi oleh bahan kimia seperti salicylic acid (SA) dan benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid S-methyl ester (BTH) (Kim et al. 2002). Ekspresi gen PBZ1 pada tanaman padi dapat diinduksi oleh probenazole (3allyloxy-1, 2-benzisothiazole-1, 1-dioxide) yang dapat meningkatkan aktifitas enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan pada tanaman, seperti peroksidase, polyphenoloxidase, ammonia-lyase dan asam α-linolenat yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan konidia. Sehubungan dengan tatanama yang dibentuk dari protein intraselular dengan karakteristik yang sama maka PBZ1 disebut juga sebagai PR10 (Agrawal et al. 2001; Nakhashita et al. 2001). Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 pada padi japonica secara spesifik diinduksi oleh ras blas (Magnophorthe grisea) yang bersifat avirulen dan dihambat oleh ras blas yang bersifat virulen. Hal ini menunjukkan bahwa kedua gen ini berperan dalam sistem pertahanan tanaman padi terhadap penyakit blas yang diperantarai oleh gen resistensi (R gene) (Suharsono et al. 2002). Studi ekspresi gen PR1 dan
4
gen PBZ1 pada padi indica belum dilakukan, padahal padi indica merupakan sumber genetik untuk gen resistensi terhadap penyakit blas (Ramli 2000), sehingga kajian tentang keterlibatan gen penyandi Pathogenesis Related protein PR1 dan gen penyandi Pathogenesis Related protein PBZ1 terhadap blas pada padi indica sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari ekspresi gen penyandi Pathogenesis Related Protein (PR1 & PBZ1) dari tanaman padi indica yang diinfeksi dengan P. grisea penyebab penyakit blas.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai mekanisme sistem pertahanan tanaman padi terhadap penyakit blas sehingga bisa digunakan sebagai landasan untuk merakit tanaman tahan blas.
Hipotesis Penelitian Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 pada tanaman padi indica diinduksi oleh infeksi cendawan P. grisea (Isolat 001).
TINJAUAN PUSTAKA Pyricularia grisea Saccardo Pada tahun 1637 Soong Yin-Shin di Cina dalam bukunya “Utilization of Natural Resources” telah melaporkan adanya penyakit padi yang dikenal sebagai rice fever. Penyakit ini dinamakan blas oleh Mescalf, yang dikenal dengan bercak daun belah ketupat (Ou 1985). Pada tahun 1880 Pyricularia grisea Saccardo ditemukan pada rumput tropik, kemudian tahun 1891 Pyricularia oryzae Cavvara ditemukan pada tanaman padi. Pada tahun 1918 baru diketahui bahwa penyakit blas disebabkan oleh Pyricularia grisea Saccardo (Rossman et al. 1990) yang merupakan faktor pembatas produksi padi (Oryza sativa L.) di seluruh dunia. Kerugian akibat penyakit ini diperkirakan mencapai $55 juta/tahun di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Herdt 1991). Saat ini telah diketahui 67 nama jenis Pyricularia, tiga diantaranya adalah Pyricularia jenis baru (P. kookicola Bussaban, P. longispora Bussaban, P. variabilis Bussaban) dan studi molekuler telah memastikan bahwa Pyricularia grisea dan P. oryzae adalah identik (Lebrun et al. 1991; Bussaban et al. 2003). Penyakit ini muncul di lahan kering dan kemudian di lahan sawah yang agak cenderung kering. Cendawan blas dapat menginfeksi tanaman padi pada setiap tahapan pertumbuhannya dengan membentuk bercak baik pada daun, ruas batang, leher malai, cabang malai dan kulit gabah yang dapat menyebabkan kehampaan pada biji sehingga bisa mengakibatkan kegagalan panen (Ou 1985; IRRI 2003). Cendawan ini ditemukan di alam dalam bentuk aseksual, sedangkan dalam bentuk seksualnya yaitu Magnoporte grisea (Hebert) Barr hanya diproduksi dengan pembiakan di laboratorium. Kehilangan hasil padi akibat blas leher malai (neck blast) dapat mencapai lebih dari 80 % (Chen 1993). Serangan patogen pada buku batang (node blast) dapat menyebabkan batang patah (Ou 1985) dan kematian yang menyeluruh pada batang sebelah atas dari buku yang terinfeksi. Sedangkan serangan P. grisea pada leher malai memperlihatkan gejala nekrotik yang berwarna abu-abu. Infeksi pada buku leher menyebabkan busuk pada leher yang sangat berbahaya bagi tanaman. Bercak yang terjadi pada malai padi
6
biasanya berwarna coklat dan bisa pula berwarna hitam yang semuanya terjadi akibat hifa yang berkembang membentuk konidiofor dan penetrasi aktif konidia yang matang (Gambar 1) (Zhao et al. 2007).
20 µm
Keterangan : A=apresorium, C= konidia G = tabung infeksi ukuran skala Bars 20 µm,
Gambar 1. Konidia Pyricularia grisea (Zhao et al. 2007). Gejala daun yang terserang oleh blas daun (leaf blast) berupa bercak berbentuk belah ketupat dengan ujung yang runcing. Pada bagian tengah bercak berwarna abu-abu atau putih yang dikelilingi warna coklat sampai coklat kemerahan pada bagian pinggir bercak (Ou 1985). Bentuk warna dan ukuran bercak tersebut bervariasi tergantung pada ketahanan varietas, umur tanaman dan umur bercak tersebut (Scardaci et al. 1997). Pada varietas yang tidak tahan, pada kondisi lingkungan yang lembab, pinggiran bercak berwarna coklat dengan sedikit kuning (halo), sedangkan pada varietas yang tahan, bercak tidak berkembang melainkan hanya berupa titik coklat saat penetrasi sebesar jarum. Hal ini disebabkan adanya reaksi hipersensitif yang cepat dari tanaman inang sehingga patogen tidak berkembang (Ou 1985). Cendawan P. grisea yang menyebabkan penyakit mempunyai 3 fase pertumbuhan, yaitu: infeksi, kolonisasi dan sporulasi. Fase infeksi, diawali dengan penetrasi aktif konidia pada permukaan daun ke dalam sel epidermis tanaman padi (Koga 2001). Penetrasi ini diperantarai oleh tekanan mekanik melalui proses enzimatik. Selanjutnya konidia akan menghasilkan tabung kecambah (germ tube) yang akan membentuk apresorium. Pada kondisi yang cocok dan lembab, apresorium akan menghasilkan tabung infeksi (haustoria) yang akan menembus
7
sel epidermis pada permukaan daun padi. Kemudian hifa akan berkembang dalam sel tanaman dan akan menyebabkan bercak (Leung dan Shi 1994). Pada kelembaban yang tinggi, pada tanaman yang peka, bercak akan menghasilkan konidia dalam waktu 3-4 hari. Apresorium tidak mampu melakukan penetrasi pada sebagian varietas tahan akibat adanya kandungan silikat pada dinding sel epidermis. Produksi spora akan meningkat seiring dengan meningkatnya kelembaban udara dan kebanyakan spora yang dihasilkan dilepaskan ke udara (air borne) pada malam hari, yang merangsang perkembangan penyakit (Scardaci et al. 1997; IRRI 2003). Menurut Bonman et al. (1987) penyakit blas lebih menyukai kondisi periode embun yang panjang, kelembaban yang tinggi, sedikit ada angin pada malam hari dan temperatur malam sekitar 22 oC – 29 oC. Daun yang basah yang berasal dari embun ataupun sumber lain sangat dibutuhkan untuk infeksi. Spora dihasilkan dan dilepaskan pada kondisi kelembaban relatif yang tinggi, dan tidak ada spora yang dihasilkan pada kondisi kelembaban dibawah 89 %. Sporulasi meningkat apabila kelembaban relatif diatas 93 %, sedangkan temperatur optimum untuk perkecambahan spora, pembentukan bercak dan sporulasi adalah 28 oC pada kelembaban 95 % dengan kondisi gelap selama 15 jam (Ou 1985). Blas daun terjadi antara fase persemaian, sedangkan busuk leher terjadi setelah pembentukan malai. Infeksi oleh cendawan blas umumnya dimulai pada saat benih disemai di bak persemaian (Ahn dan Amir 1986; IRRI 2003). Cendawan P. grisea mempunyai banyak ras dan ras-ras tersebut dapat berubah dan terbentuk ras baru dengan cepat apabila populasi tanaman atau sifat ketahanan tanaman berubah. Konidia yang dihasilkan oleh bercak blas dapat menjadi ras baru yang memiliki patogenitas yang berbeda. Keragaman yang tinggi ini disebabkan oleh kemampuannya dalam melakukan perkawinan antar haploid hifa yang berlainan material genetiknya (Parasexual exchanged DNA) (Ou 1985; Zeigler 1998). Mutasi, seleksi dan aliran gen diantara populasi, dan rekombinasi genetik merupakan faktor utama yang menentukan struktur genetik dan dinamika populasi cendawan ini (Kiyosawa 1981). Disamping itu variasi pada cendawan blas disebabkan oleh adanya elemen transposon POT2 dalam genomnya (endogenous repetitive DNA sequences). Elemen ini merupakan salah satu elemen
8
sekuen berulang (selain sekuen berulang MGR) yang tersebar pada genom cendawan blas. Elemen transposon POT2 ini mempunyai sekuen terminal inverted repeat dan sekuen internal yang diduga sebagai sekuen transposase. Sekuen transposase ini berperan dalam penyisipan elemen transposon ke dalam kromosom lain untuk membentuk rekombinan baru (Kachroo et al. 1994). Menurut Kiyosawa (1981) dan Tenjo dan Hamer (2002) cendawan P. grisea mempunyai ras patogenik yang berbeda kemampuannya dalam menginfeksi varietas padi, dan merupakan salah satu cendawan yang menunjukkan variasi serta diklasifikasikan dalam beberapa ras berdasarkan kemampuan menginfeksi pada tanaman padi differensial. Terjadinya infeksi dan penyakit oleh cendawan P. grisea meliputi penempelan konidia pada permukaan inang, perkecambahan konidia, pembentukan apresorium, penetrasi, pertumbuhan invasif dan sporulasi (Gambar 2) (Zhao et al. 2007).
Konidia
Sporulasi
Perkecambahan
Perkembangan apresorium
Pertumbuhan invasif
Penetrasi
Gambar 2. Siklus hidup cendawan Pyricularia grisea (Zhao et al. 2007).
Faktor yang mendukung perkembangan penyakit blas, antara lain adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan, tanah dalam kondisi aerobik dan stres kekeringan. Kandungan nitrogen yang tinggi mengakibatkan peningkatan nitrat dalam tanah sehingga meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit ini. Nitrogen amonium diubah menjadi nitrat apabila tanah mempunyai drainase dan aerasi yang baik (Scardaci et al. 1997).
9
Menurut Mogi et al. (1991) tujuh varietas lokal ditetapkan sebagai varietas diferensial berdasarkan reaksi patotipe-nya yang khas terhadap ras-ras dominan yang ditemukan di beberapa lokasi endemik penyakit blas di Indonesia. Adapun varietas lokal yang ditetapkan sebagai varietas diferensial adalah Asahan, Cisokan, IR64, Kruwing Aceh, Cisadane, Cisanggang dan Kencana Bali (Tabel 1). Belum tersedianya informasi mengenai varietas diferensial (differential variety) tanaman padi untuk ketahanan terhadap penyakit blas pada daerah tropika akan menyulitkan di dalam mempelajari mekanisme sinyal tranduksi di dalam sistem ketahanan padi (Fucuta et al. 2002).
Tabel 1. Ras-ras dominan berdasarkan pola reaksi terhadap varietas diferensial. Varietas
Nomor kode ras-ras dominan
Nilai
diferensial
001
003
011
013
021
041
051
101
111
113
133
201
skor
Asahan
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
S
200
Cisokan
R
R
R
R
R
R
R
S
S
S
S
R
100
IR64
R
R
R
R
R
S
S
R
R
R
R
R
40
K.Aceh
R
R
R
R
S
R
R
R
R
R
S
R
20
Cisadane
R
R
S
S
R
R
S
R
S
S
S
R
10
Cisanggang
R
S
R
S
R
R
R
R
R
S
S
R
2
K.Bali
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
1
Keterangan : R = tahan ; S = peka
(Sumber Mogi et al. 1991)
(Semakin besar nomor kode ras-ras dominan di Indonesia diatas maka bersifat semakin virulen).
Resistensi Tanaman Padi terhadap Patogen Blas Ada dua kelompok klasifikasi ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit, yaitu ketahanan vertikal (vertical resistance) dan ketahanan horizontal (horizontal resistance). Ketahanan vertikal bersifat monogenik/oligogenik (adanya gen mayor) dan hanya efektif terhadap ras-ras spesifik saja dan menunjukkan bebas bercak atau sangat tahan (hypersensitive). Interaksi yang terjadi antara gen mayor dan patogen adalah inkompatible, di mana gen mayor ini langsung mengenali patogen sehingga dapat menghambat siklus hidupnya (Finckh 1994), seperti tujuh gen ketahanan mayor yaitu gen Pik, Pik-h, Piz, Piz5, Pil, Pi7(t) dan Pik-m, yang dapat digunakan sebagai sumber gen ketahanan terhadap blas dalam perakitan
10
piramiding gene tanaman padi (Reflinur 2005). Sedangkan ketahanan horizontal bersifat poligenik (adanya gen minor) dan tahan terhadap banyak ras patogen sehingga bersifat tidak spesifik (McCouch et al. 1994; Agrios 1998). Patogen menyerang tanaman melalui dua cara yaitu necrotropy dan biotropy. Necrotropy merupakan patogen yang membunuh sel inang dengan cara menghasilkan enzim/toksin tertentu sehingga mampu menghambat mekanisme pertahanan tanaman inang, contohnya blas. Biotropy adalah patogen yang menyerang sel hidup dan mengubah metabolisme tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksi patogen (Hammond-Kosack dan Jones 1997). Reaksi tanaman padi terhadap penyakit blas dibagi menjadi tiga yaitu tahan (completely resistant), moderat (partially resistant) dan peka (susceptible). Cendawan tidak dapat menimbulkan bercak sama sekali pada varietas tahan (Correa-viktoria dan Zeigler 1995). Untuk lebih memahami mekanisme interaksi tanaman padi dengan patogen blas serta untuk mengembangkan varietas padi yang lebih tahan terhadap penyakit blas, maka isolasi maupun karakterisasi dari gen resistensi (R gene) sangatlah dibutuhkan. Pengenalan patogen oleh tanaman yang tahan, dikontrol oleh gen resistensi (R gene) yang ada pada tanaman dan gen avirulen (Avr) yang ada pada patogen. Hal ini akan mengaktifkan sistem pertahanan (defense response) tanaman terhadap patogen. Interaksi antara patogen dan inang dijabarkan dalam konsep gene for gene (Tabel 2), dimana untuk setiap lokus genetik ada yang mengatur ketahanan atau kerentanan tanaman inang dan ada lokus yang mengatur virulen atau tidaknya suatu patogen, sehingga jika ada gen dalam tanaman inang yang berperan untuk memberikan ketahanan maka ada pula gen dalam patogen yang berperan untuk meningkatkan virulensinya agar dapat mematahkan ketahanan inang yang bersangkutan (Staskawicz et al. 1995). Kendala yang sering dihadapi di lapangan adalah terputusnya ketahanan suatu varietas terhadap penyakit karena patogen berhasil beradaptasi membentuk ras baru sehingga berhasil menyerang varietas yang sebelumnya sudah diidentifikasi bersifat resisten. Studi genetika untuk mendapatkan gen resistensi terhadap penyakit blas telah banyak dilakukan. Tanaman padi telah ditemukan lebih dari 25 gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit blas (Naqvi dan Chatto 1996)
11
dan 2 gen resistensi, yaitu Pi-b (Kawasaki et al. 1999) dan Pi-ta (Bryan et al. 2000) telah berhasil diisolasi dan diklon. Kedua gen resisten ini mempunyai struktur gen yang mirip, yaitu NBS (nucleotide binding site) dan LRR (leucine rich repeat). NBS dan LRR ini juga merupakan ciri pada gen resisten tanaman lain yang sudah berhasil diisolasi, seperti gen resisten Hml pada jagung, RPS2 dan RPMI pada Arabidobsis, Cf-9 pada tomat (Jones et al. 1994). Masing-masing gen tersebut (Pi) akan berinteraksi secara spesifik dengan ras-ras tertentu dari cendawan P. grisea (Ou. 1985). Saat ini terdapat 30 lokus ketahanan terhadap blas yang telah diidentifikasi berdasarkan QTL pada padi, 20 diantaranya adalah gengen mayor yang mengatur ketahanan terhadap penyakit blas, sebagai contoh adalah gen Pi-1, Pi-2, Pi-4, Pi-5, Pi-7 dan Pi-zh (Wang et al. 1989; Yu et al. 1991; McCouch et al. 1994). Tabel 2 Konsep gene for gene Genotip
Genotip Tanaman Inang
Patogen
Avr
avr
R
r
Inkompatibel
Kompatibel
(Tidak Terjadi Penyakit)
(Penyakit)
Kompatibel
Kompatibel
(Penyakit)
(Penyakit)
(Sumber Flor 1971 dalam Buchanam et al. 2000)
Beberapa usaha pengendalian terhadap penyakit blas telah dilakukan, antara lain adalah penggunaan varietas tahan, penggunaan pupuk yang berimbang dan pemakain fungisida (Amril 1992). Di antara usaha pengendalian tersebut, penggunaan varietas tahan merupakan metode yang sangat praktis dan ekonomis bagi petani serta ramah lingkungan. Akan tetapi ketahanan suatu varietas terhadap penyakit blas tidak dapat bertahan lama karena cendawan P. grisea mempunyai banyak ras dan ras-ras tersebut berubah dengan cepat dimana selama 21 bulan pengamatan ditemukan keragaman jumlah, komposisi dan frekuensi ras diantara bulan-bulan pengamatan (Ou 1985). Di Sumatera Barat selama tiga tahun telah
12
ditemukan adanya perubahan profil DNA dari tahun ke tahun (Utami et al. 2000). Hasil penelitian mengenai penyakit blas memperlihatkan bahwa kendali genetik ketahanan terhadap penyakit blas dapat berbeda-beda tergantung varietas padi yang digunakan dan jenis isolat uji yang dipakai. Toriyama et al. (1996) menyatakan metode pengembangan varietas padi tahan blas dapat dilakukan dengan penggabungan beberapa gen tahan dominan (true resistence) pada satu varietas, pembentukan varietas dengan beberapa gen ketahanan horizontal (field resistance), dan penggabungan gen-gen ketahanan true resistance dan field resistance, serta perakitan varietas-varietas multiline. Usaha pemulia tanaman dalam merakit varietas padi yang memilki ketahanan terhadap penyakit blas telah banyak dilakukan di Indonesia, tetapi mekanisme induksi yang mengontrol pengaktifan sistem pertahanan tanaman terhadap patogen masih belum terungkap. Mekanisme yang terjadi selama patogenesis dan respon yang spesifik dari tanaman merupakan langkah yang sangat penting untuk dipahami agar program pengembangan varietas yang tahan terhadap blas dikemudian dapat berhasil dengan baik (Koga 2001). Oleh karena itu perakitan varietas padi tahan blas harus dilakukan dengan cepat dan berkesinambungan serta disesuaikan dengan komposisi ras cendawan P. grisea yang berkembang di lapangan (Kustianto et al. 1993; Amir 2002).
Karateristik gen PR1 dan gen PBZ1 Tanaman akan bereaksi terhadap kehadiran suatu patogen dengan mengaktifkan suatu multikomponen sistem pertahanan. Diawali dengan sinyal transduksi yang mengubah stimulus menjadi bentuk yang lain dengan melibatkan urutan reaksi biokimia di dalam sel yang dilaksanakan oleh enzim dan berhubungan melalui second messenger (Voet dan Donald 1995). Terdapat tiga mekanisme utama dalam proses penerimaan sinyal dan inisiasi transduksi sel dalam merespon sinyal dari lingkungan yaitu penerimaan sinyal oleh sel target, penguatan sinyal, respon seluler terhadap sinyal sehingga mengaktifkan downstream seperti pada Phatogenesis Related (PR). Tanaman padi yang
13
terinduksi oleh serangan patogen blas akan mengaktifkan kelompok gen (family genes) yang menyandi kode PR protein (Gee et al. 2001; Heisser et al. 2005). Proses interaksi pada tanaman meliputi tahapan seperti pengenalan oleh gen R, aktivasi protein kinase, aktivasi kelompok gen Rac, fosforilasi bertingkat dan timbulnya respon pertahanan tanaman yang berupa diproduksinya senyawa fitoaleksin dan PR protein seperti pada PR1 dan PBZ1 (Shimamoto et al. 2001). Gen PR1 dan gen PBZ1 merupakan Phatogenesis Related protein (PR protein), yaitu gen-gen yang aktif sebagai reaksi tanaman terhadap infeksi patogen. Gee et al. (2001) menjelaskan over expresi gen PR dari kayu cendana dapat meningkatkan sistem pertahanan tanaman terhadap patogen tertentu. PR protein ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang tersusun oleh polisakarida atau menghambat patogenesis atau mungkin juga dapat meningkatkan resistensi terhadap beberapa patogen
dan juga menunjukkan anti mikroba (Hammond-
Kosack dan Jones 1997: Gee et al. 2001). Menurut Agrawal et al. (2001) etilen terlibat dalam ekspresi gen pathogenesis-related (PR) yang terdapat pada tanaman dikotil, tetapi hanya sedikit gen PR yang diidentifikasi dan karakterisasi pada tanaman monokotil seperti padi, dan beberapa jenis gandum. Ternyata etilen mempengaruhi terhadap tiga gen penting gen PR pada padi (kultivar Nipponbare) seperti, gen PR10, PR1 dan PR5 terhadap perkecambahan daun. Hasil ini menandai adanya suatu peran dinamis untuk etilen di dalam gen PR yg diinduksi di dalam tanaman padi. Menurut Agrawal et al. 2001 terdapat tiga gen penting dalam tanaman padi yaitu gen PR1, PR5 dan PR10 (PBZ1). Empat belas famili dari PR protein (PR1–PR14) telah diketahui dan diidentifikasi berdasarkan fungsi atau karakteristik strukturnya (Van Loon dan Van Strein 1999). PR1 merupakan gen yang pertama kali berhasil diidentifikasi dan merupakan kelompok yang paling dominan dari PR protein. Protein ini berfungsi sebagai antifungal (Selitrennikoff 2001). Protein PR1 terakumulasi oleh infeksi patogen, induksi bahan kimia seperti salicylic acid (SA) dan benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid S-methyl ester (BTH) (Kim et al. 2002; Shimono et al. 2007).
14
Pada tanaman padi, ekspresi gen PR1 diinduksi oleh infeksi patogen, diantaranya Magnaporthe grisea, Bipolaris sorokiniana dan Pseudomonas syringae pv. Syringae (Schweizer et al. 1997). Walaupun fungsi secara biokimia protein PR masih banyak yang belum diketahui, tetapi ada beberapa contoh yang memiliki anti mikroba seperti PR3 dan PR2 yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan dan dapat mendegadrasi sel dinding cendawan sehingga terjadi penurunan kerusakan penyakit setelah di infeksi oleh cendawan patogen (Gee et al. 2001). Protein PBZ1 mempengaruhi respon ketahanan di dalam tanaman padi melawan cendawan (Van loon et al. 1994). Ekspresi gen ini pada tanaman padi dapat diinduksi oleh probenazole (3-allyloxy-1, 2-benzisothiazole-1, 1-dioxide) yang dapat meningkatkan aktifitas enzim yang berkaitan dengan sistem pertahanan pada tanaman, seperti peroksidase, polyphenoloxidase, ammonia-lyase dan catechol-O-methyltransferase serta asam α-linolenic yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan konidia (Gambar 4) (Iwata 2001).
Aktivasi sistem pertahanan alami PBZ1, PR1-------- ?
B L A S
F u n g i s i d a
Ekspresi PR
Membran sel Dinding sel Hipersensitif
Gambar 3. Hipotesis Probenazole di dalam sistem pertahanan penyakit tanaman padi (Iwata 2001). Ekspresi gen PBZ1 dapat juga diinduksi oleh vitamin B1 (Ahn et al. 2005), dan diinduksi oleh bakteri hawar (Suharsono et al. 2002). Baru-baru ini, peneliti melaporkan banyak gen pertahanan berhubungan di dalam tanaman padi yang
15
diinduksi oleh aplikasi probenazole (Shimono et al. 2000). Sehubungan dengan tatanama yang dibentuk protein intraselular dengan karakteristik yang sama maka PBZ1 disebut juga sebagai PR10 (Agrawal et al. 2001; Nakhashita et al. 2001). Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 pada padi japonica secara spesifik diinduksi oleh ras blas (Magnophorthe grisea) yang bersifat avirulen dan dihambat oleh ras blas yang bersifat virulen. Hal ini menunjukkan bahwa kedua gen ini berperan dalam sistem pertahanan tanaman padi terhadap penyakit blas yang diperantarai oleh gen resistensi (R gene) (Suharsono et al. 2002). Studi gen PR1 dan gen PBZ1 pada padi indica belum dilakukan, padahal padi indica merupakan sumber genetik untuk gen resistensi terhadap penyakit blas (Ramli 2000).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan November 2007 di rumah kaca, Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian-The Netherlands) dan Laboratorium Genetika Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian penapisan ketahanan padi terhadap blas terdiri dari 5 varietas yaitu Asahan, IR64, Cisadane, Cisanggang dan Kencana Bali. Isolat Pyricularia grisea 001B koleksi BB-Biogen Bogor dan isolat 001M koleksi Kebun Percobaan Muara, Balai Penelitian Padi, digunakan sebagai bahan infeksi. Isolasi RNA menggunakan Kit Trizol (Invitrogen). Primer spesifik PBZ1 forward (5’CAGTGGTCAGTAGAGTGATC3’) dan primer PBZ1 reverse (5’CTGGATAGAGGCAGTATTCC3’) (R) (Midoh & Iwata 1996) digunakan untuk amplifikasi cDNA dari PBZ1 dengan ukuran sebesar 563 pb. Primer spesifik PR1 (rPR1-1) (5’TAACTATGGAGGTATCCAAGCTGCC3’) dan primer PR1 (rPR1-2) (5’CCAGTACGTACGCCCGTGTGTATAA3’) (Van Loon & Van Strein 1999) digunakan untuk amplifikasi cDNA dari PR1 dengan ukuran 523 pb. Primer Ubiquitin(F) forward (5’CCAGGACAAGATGATCTGCC3’) dan primer Ubiquitin (R) reverse (5’AAGAAGCTGAAGCATCCAGC3’) (Izawa et al. 2002) yang didesain dari tanaman padi digunakan untuk amplifikasi cDNA dari Ubiquitin dengan ukuran sebesar 265 pb.
Metode Penelitian Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap (Gambar 5). Tahap I adalah penapisan ketahanan berbagai varietas padi indica terhadap P. grisea isolat 001. Tahap II adalah analisis ekspresi gen PBZ1 dan gen PR1.
17
5 Varietas Padi: Asahan, IR 64, Cisadane, Cisanggang dan Kencana Bali T A H A P
Infeksi Pyricularia grisea
I Varietas Tahan dan Varietas Peka
Infeksi Pyricularia grisea
Isolasi RNA Total 0, 1, 3 dan 7 Hari
Transkripsi Balik
cDNA Total
Analisis Ekspresi gen PR1 dan PBZ1
Gambar 4. Alur Penelitian
T A H A P II
18
Tahap 1: Penapisan ketahanan tanaman padi terhadap blas Persiapan tanaman padi Bulir padi dikecambahkan pada kertas merang basah dalam baki selama 3 hari dalam ruang gelap. Setelah berkecambah ditanam pada bak plastik berukuran 25x35x15 cm berisi media dengan komposisi adalah: tanah : kompos : pasir (3 : 1 : 0.5). Masing-masing varietas ditanam sebanyak 10 benih dan dibuat untuk 2 seri dengan 3x ulangan, yaitu untuk isolat 001B asal BB-Biogen dan isolat 001M asal Kebun Percobaan Muara, Balitpa.
Persiapan inokulum cendawan untuk infeksi Kultur miselia cendawan dilakukan dengan cara memotong miselia cendawan yang tumbuh di media PDA (Potato Dextrose Agar). Cendawan dipotong-potong (ukuran 3 mm x 3 mm) dengan menggunakan jarum (transfer needle) steril. Sebanyak 3 potongan dimasukkan kedalam petri yang berisi media V8 (jus sayur-sayuran V8 100 ml/l, sukrosa 5 g/l, soluble starch 1 g/l, yeast extract 1 g/l dan bacto agar 16 g/l serta pH 6,8). Inkubasi dilakukan selama 8 hari pada suhu ruang. Selanjutnya miselia dipindahkan ke media sporulasi yaitu media oat (oat 30 g/l, sukrosa 5 g/l, agar 16 g/l) selama 8 hari untuk dilakukan maserasi. Miselia cendawan dalam cawan dicuci dengan ddH2O steril menggunakan objek glass steril kemudian diletakkan pada lemari sporulasi dan disinari dengan lampu flourosense ± 40 watt selama 10 hari. Konidia dipanen dengan cara mencuci menggunakan gelas objek. Kerapatan konidia yang digunakan untuk infeksi adalah sebanyak 3 x 105 spora/ml (sel/ml) yang dihitung menggunakan haemacytometer. Sebelum dilakukan infeksi larutan suspensi ditambahkan tween 20 dengan konsentrasi 0,25 % (v/v). Kemampuan menginfeksi dilihat dari konidia membentuk apresorium pada media kaca yang disimpan pada tempat yang lembab.
Infeksi pada tanaman padi. Infeksi dilakukan pada tanaman padi yang berumur 14-21 hari setelah tanam (mempunyai ± 5 daun). Infeksi dilakukan mengikuti metode Chen et al. 1995 dengan modifikasi yaitu dengan cara menginjeksikan konidia 1 ml/tanaman pada
19
bagian batang (pelepah) tanaman padi tersebut. Setelah infeksi, tanaman diinkubasi semalam dalam ruang gelap dan dipindahkan ke ruang terang dengan kelembaban 93-95 % suhu 28-30 ºC selama 6 hari. Pengamatan terhadap serangan blas daun dilakukan 7 hari setelah infeksi dengan menskoring (skala 0-skala 9) tipe reaksi penyakit berdasarkan Standard Evaluation System for rice (IRRI 1996) (Tabel 3).
Tabel 3. Skala penyakit blas daun berdasarkan sistem evaluasi standar IRRI 1996. Skala
Gejala
0
Tidak ada bercak
1
Bercak kecil sebesar ujung jarum, coklat tanpa ada pusat sporulasi
2
Bercak abu-abu bundar agak lonjong Ø 1-2 mm, tepi warna coklat
3
Tipe bercak sama dengan skala 2, umumnya ditemukan pada daun atas
4
Bercak khas blas berukuran 3 mm, luas daun terinfeksi kurang dari 4 %
5
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 4 % - 10 %
6
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 11 % - 25 %
7
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 26 % - 50 %
8
Bercak khas blas, luas daun terinfeksi 51 % - 75 %
9
Luas daun terinfeksi lebih dari 75 %
Ket. Skala 0-3 tahan (R), skala 4-5 moderat tahan (MR), skala 6 moderat rentan (MS) skala 7-9 peka (S)
Tahap II: Analisis Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 Isolasi RNA total Isolasi RNA total dilakukan dari tanaman yang telah diinfeksikan dengan isolat 001M pada 0, 1, 3 dan 7 hari setelah infeksi. Isolasi RNA daun padi dilakukan dengan menggunakan Kit TRIzol (Invitrogen). Sebanyak 50 – 80 mg daun ditambah N2 cair digerus di dalam cawan sampai berbentuk bubuk halus yang kemudian dicampur dengan 800 µl Kit TRIzol. Campuran diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang, selanjutnya ditambah dengan 200 µl kloroform, dibolakbalik selama 30 detik. Setelah diinkubasi 3 menit pada suhu ruang lalu campuran disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm (Joun BR4i) selama 15 menit pada suhu 6 ºC. Supernatan dipindahkan pada tabung baru dan ditambahkan 500 µl
20
isopropil alkohol dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang kemudian disentrifugasi pada 9000 rpm (Jouan BR4i) selama 15 menit pada suhu 6 ºC. Supernatan dari hasil sentrifugasi dibuang dan endapan dicuci dengan penambahan 500 µl etanol-DEPC 75 % (v/v) dan diikuti dengan sentrifugasi pada 5700 rpm (Jouan BR4i) selama 5 menit pada suhu 6 ºC. Etanol 75 % (v/v) dibuang, endapan dikeringkan dengan menggunakan vacuum dryer selama 5 menit. Setelah kering endapan disuspensi dalam 20 µl ddH2O DEPC 0,1 % (v/v). Kuantifikasi dilakukan dengan melarutkan 1 µl larutan RNA total dalam 700 µl ddH2O-DEPC selanjutnya dibaca dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS (Cecil CE 2020), absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (Sambrook et al. 1989). Keutuhan RNA total dianalisis secara kualitatif menggunakan metode elektroforesis, dengan memigrasikan RNA pada gel agarose di dalam buffer MOPS 1 % (v/v) (4,2 g/l 3-Morpholinopropanesulfonic acid (C7H15NO4), 0,41 g/l Na-asetat, 0,37 g/l Na2EDTA.H2O) pada voltase konstan 100 volt selama 35 menit. Visualisasi RNA dilakukan di atas lampu UV transluminator GelDoc (Labquip).
Sintesis cDNA total RNA total yang diperoleh digunakan sebagai cetakan untuk sintesis cDNA total dengan menggunakan metode RT (Reverse Transcription/transkripsi balik) yang sudah dipublikasi (Suharsono et al. 2002). RNA total sebanyak 500 ng dari masing-masing perlakuan di campur dengan 4 µl 5 X buffer reaksi, 20 µl primer oligo dT, 1 unit enzim reverse transcriptase (Invitrogen), 2 µl dTT (0,1M), 2 µl dNTPmix 2 mM dan di tambahkan ddH2O DEPC 0,1 % steril sampai volume akhir 20 µl. Reaksi transkripsi balik dilakukan pada suhu 30 ºC 10 menit, diikuti oleh suhu 42 ºC 60 menit, dan suhu 95 ºC 5 menit. Evaluasi terhadap keberhasilan sintesis cDNA total dilakukan dengan amplifikasi cDNA dari gen penyandi Ubiquitin melalui PCR dengan cDNA total sebagai cetakan. PCR dilakukan dengan mencampur 0,5 µl hasil RT dengan 1 µl buffer Taq 10x, dNTPmix 2 mM 1 µl, DMSO 0,4 ul, 0,2 µl DNA Taq Polymerase, 0,5 µl primer Ubiquitin forward (20 pmol), 0,5 µl primer Ubiquitin reverse (20 pmol), dan ditambahkan ddH2O sampai volume akhir 20 µl. Kondisi
21
PCR untuk Ubiquitin adalah: pra-PCR pada suhu 95 ºC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94 ºC selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 58 ºC selama 30 menit, pemanjangan DNA pada suhu 72 ºC selama 2 menit, siklus diulang sebanyak 35 kali, pasca PCR pada suhu 72 ºC selama 5 menit dan proses pendinginan pada suhu 15 ºC selama 10 menit. Hasil PCR dimigrasikan di gel agarose 1,5 % di dalam larutan penyangga TAE 1x (4,84 gr tris base, 1,142 ml asam asetat glasial, 2 ml 0,5M EDTA pH 8).
Analisis ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 Analisis ekspresi dilakukan dengan melakukan amplifikasi gen spesifik PR1 dan PBZ1 dengan PCR menggunakan cDNA yang diperoleh dari hasil RT sebagai cetakan. Analisis ekspresi gen PR1 dan PBZ1 pada perlakuan 0, 1, 3 dan 7 hari setelah infeksi dilakukan dengan membandingkan hasil amplifikasi cDNAnya. Kondisi PCR untuk amplifikasi cDNA dari gen PBZ1 dan PR1 adalah sama dengan PCR pada Ubiquitin kecuali pada tahap penempelan primer. Pada tahap penempelan amplifikasi primer PR1 menggunakan suhu 55 °C selama 30 detik dan amplifikasi primer PBZ1 mengunakan suhu 56 °C selama 30 detik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan ketahanan beberapa varietas tanaman padi terhadap P.grisea Penelitian ini menggunakan dua isolat 001 yang berasal dari koleksi yang berbeda-beda, yaitu isolat 001B asal koleksi BB-Biogen dan isolat 001M asal koleksi Balai Penelitian Tanaman Padi Muara (Balitpa). Hal tersebut dilakukan karena diduga terdapat perbedaan genetik kedua isolat tersebut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa masing-masing varietas memberikan respon ketahanan yang berbeda terhadap kedua isolat tersebut (Tabel 4, Lampiran 1).
Tabel 4. Reaksi ketahanan beberapa varietas padi terhadap dua isolat P. grisea. Varietas padi
Isolat P.grisea
001B 001M Asahan R R IR64 MR MR Cisadane R R Cisanggang S MS Kencana Bali S S Keterangan : R = tahan, MR = moderat tahan, MS = moderat peka, S = peka Pada penelitian selanjutnya hanya isolat 001M yang digunakan, karena hasil isolat 001M mempunyai nilai skala yang lebih konsisten/seragam (3x ulangan) terhadap kelima varietas berdasarkan skala penyakit IRRI 1996 (Lampiran 1). Utami et al. (2000), Amir dan Nasution (2001) dan Utami (2005) menyatakan bahwa isolat 001 adalah isolat yang selalu dijumpai pada setiap musim tanam artinya isolat ini memiliki penyebaran yang luas. Oleh sebab itu isolat ini selalu dipakai sebagai dasar dalam analisis rata-rata generasi serta mempunyai sebaran frekuensi yang paling rendah virulensinya, dengan perbandingan tahan:peka = 3:1. Terjadinya perbedaan respon ketahanan tanaman terhadap isolat 001B dan 001M diduga karena adanya perbedaan lokasi asal isolat, faktor lingkungan sekitarnya dan waktu tanam (Mogi et al. 1991). Hal ini sesuai dengan penelitian Chen et al. (1995), yang menyatakan bahwa perbedaan lokasi asal isolat blas mengakibatkan perbedaan besar dalam sidik jari DNA genom isolat blas dengan pelacak MGR 586.
23
Dari kelima varietas yang telah berhasil diinfeksi (Gambar 6), Cisadane dan Kencana Bali dipilih sebagai varietas tahan dan peka terhadap P. grisea untuk analisis ekspresi gen. Respon kedua varietas tersebut konsisten pada tiga kali ulangan yang dilakukan di rumah kaca. Hasil tersebut didukung pula oleh Santoso (2005) yang membuktikan bahwa varietas Cisadane merupakan varietas tahan blas, varietas Kencana Bali merupakan varietas yang peka dengan intensitas serangan tertinggi di Indonesia (Mogi et al. 1991; Nugraha 2005). Varietas Cisadane tidak memperlihatkan gejala blas sampai akhir pengamatan (sepuluh hari setelah infeksi) (Gambar 5). Hal ini diduga karena varietas ini memiliki kemampuan untuk membatasi penetrasi apresorium blas dan mematikan patogen tersebut. Menurut Takahashi (1997) dan Kim et al. (2002) adanya deposisi senyawa silikat di dalam jaringan epidermis daun varietas tahan dapat melindungi invasi hifa cendawan secara mekanis. Selain itu varietas padi yang tahan juga cenderung menghambat pembentukan spora blas dengan memproduksi fitoaleksin tertentu sebagai akibat interaksi antar patogen dan tanaman padi (Dillon et al. 1997; Rodrigues et al. 2004). (a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 5. Serangan blas daun padi pada hari ke sepuluh setelah infeksi. Varietas tahan: Asahan (a), Cisadane (b). Varietas moderat tahan : IR64 (c) Varietas peka: Cisanggang (d), Kencana Bali (e). Bar = 1mm. Munculnya gejala penyakit blas pada daun padi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu daya infeksi patogen, tingkat ketahanan tanaman dan lingkungan. Lingkungan yang berpengaruh terhadap intensitas serangan blas adalah suhu dan kelembaban. Sporulasi optimum berlangsung pada suhu 28 ºC, dengan kelembaban relatif 95 % dan kondisi gelap selama 15 jam (Ou 1985). Menurut Ou (1985) kerentanan daun padi terhadap infeksi patogen berhubungan dengan kandungan silikat pada dinding sel epidermis daun padi.
24
Sel-sel daun muda mempunyai kandungan silikat yang masih rendah sehingga apresorium dapat menembus dinding sel epidermis daun padi muda. Kerapatan spora yang digunakan pada penelitian ini sama dengan kerapatan spora pada penelitian Santosa (2005) dan Bakhtiar (2007) yaitu 3 x 10 5 spora/ml larutan. Hanya spora yang dapat membentuk apresorium pada media haemacytometer yang bisa melakukan penetrasi pada permukaan jaringan tanaman dan menimbulkan gejala penyakit blas (Gambar 6).
Spora apresorium 20 µm
(a)
20 µm
20 µm
(b)
(c)
20 µm
(d)
Gambar 6. Perkembangan spora pada media kaca (a) 1jam setelah infeksi, (b) 24 jam setelah infeksi, (c) 48 jam setelah infeksi, (d) 72 jam setelah infeksi.
Menurut Dean et al. (1994) bahwa tahap awal pengenalan patogen blas dengan tanaman padi ditandai oleh sinyal lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang mendukung terjadinya perkecambahan konidia dengan membentuk apresorium sebagai alat infeksi. Bila ada sinyal infeksi maka pada apresorium akan muncul enzim-enzim tertentu untuk membantu penetrasi seperti gen ALBI, RSYI, BUFI dan CUTI. Apabila tidak ada sinyal infeksi berati tidak ada pembentukan apresorium sehingga yang berperan adalah sinyal pertumbuhan vegetatif seperti adanya nutrien gula dalam media tumbuh dari blas. Protein dalam sinyal infeksi sekaligus berperan sebagai sinyal pengenal elisator patogen bagi tanaman. Sinyal elisitor patogen akan dikenal oleh tanaman melalui elisitor binding reseptor yaitu gen R yang terdapat pada permukaan jaringan tanaman yaitu Pi-b dan Pi-ta (Ito dan Shibuya 2000).
Isolasi RNA Total RNA total telah berhasil diisolasi dari daun tanaman padi baik kontrol (air + tween 0,25 % (v/v)) maupun hasil infeksi (isolat P.grisea 001M + tween 0,25 %
25
(v/v)). Kuantifikasi RNA total dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm menunjukkan bahwa rendemen RNA berkisar antara 3,02 µg sampai 8,37 µg dari tiap gram daun tanaman padi (Lampiran 2). Pengujian kemurnian RNA total dari kontaminan protein dilakukan dengan membandingkan nilai OD (Optical Density) dengan panjang gelombang 260 dan panjang gelombang 280. Rasio OD260/OD280 yang diperoleh berkisar antara 1,50 sampai 1,73. Keadaan itu menunjukkan terdapat variasi kemurnian RNA dari varietas padi yang diuji dengan rata-rata OD sebesar 1,57. Hasil analisis integritas RNA total dengan elektroforesis gel agarosa menggunakan formaldehid, menunjukkan bahwa RNA total memiliki 2 pita RNA ribosomal (28S dan 18S) yang dominan, pada daun padi kontrol maupun yang telah diinfeksi. Selain kedua pita tersebut, RNA total dari daun juga mengandung beberapa pita rRNA yang merupakan rRNA mitokondria dan kloroplas. Integritas mRNA, rRNA dan tRNA yang baik adalah yang tidak mengalami degadrasi, yaitu ditandai dengan pita rRNA (28S dan 18S) yang masih bagus dan utuh (Gambar 7). Infeksi
Kontrol Cisadane 0H
1H
3H
Kencana Bali 7H
0H
1H
3H
Cisadane 7H
0H
1H
3H
Kencana Bali 7H
0H
1H
3H
7H
28S 18S Gambar 7. RNA total dari daun tanaman padi kontrol dan yang telah diinfeksi oleh isolat 001M (H=jumlah hari setelah infeksi). Sintesis cDNA Total Hasil RNA total yang telah diisolasi dengan reagen TRIzol kit digunakan sebagai cetakan untuk sintesis cDNA melalui proses transkripsi balik (reverse transcription). Primer yang digunakan dalam proses transkripsi balik pada tahapan ini adalah primer oligo-dT, sehingga hanya mRNA yang dapat disintesis menjadi cDNA. Diketahui bahwa hanya mRNA yang mengandung poly(A) pada ujung 3’, sedangkan rRNA dan tRNA tidak mempunyai poly(A).
26
cDNA yang didapat dari proses transkripsi balik selanjutnya dipakai sebagai cetakan untuk reaksi PCR dengan primer Ubiquitin. Primer ini digunakan sebagai kontrol internal untuk melihat keberhasilan sintesis cDNA dan verifikasi kualitas RNA total. Ubiquitin (Ubq) merupakan protein yang terdapat di semua sel eukariot. PCR dengan menggunakan primer dari gen Ubq dan dengan cetakan cDNA, menghasilkan pita DNA yang berukuran sekitar 265 pb (Gambar 8). Kontrol Cisadane 0H
1H
3H
Infeksi Kencana Bali
7H
0H
1H
3H
Cisadane 7H
0H
1H
3H
Kencana Bali 7H
0H
1H
3H
7H
265 bp (Ubq)
Gambar 8. Hasil PCR Ubiquitin yang berasal dari cetakan cDNA (H=jumlah hari setelah infeksi). Hasil ini menunjukkan bahwa daerah yang diamplifikasi adalah cDNA, bukan DNA dari gen Ubq. Teramplifikasinya cDNA dengan primer Ubq dengan ukuran 265 pb menunjukkan bahwa sintesis cDNA total melalui proses transkripsi balik telah berjalan dengan baik. Selain itu, juga membuktikan bahwa RNA total yang telah diisolasi melalui metode TRIzol mempunyai kualitas yang baik, sehingga dapat digunakan untuk mensintesis cDNA dan murni dari gangguan DNA. Jika RNA mengandung DNA maka akan dihasilkan pita yang berukuran lebih besar dari 265 bp. Kondisi ini dapat terjadi apabila RNA total yang diperoleh terkontaminasi oleh DNA. RNA yang telah terkontaminasi dengan DNA tidak dapat dipakai untuk analisis gen ekspresi.
Analisis Ekspresi gen PR1 dan PBZ1 Ekspresi gen PR1 dan gen PBZ1 pada daun tanaman kontrol baik pada varietas tahan (Cisadane) maupun peka (Kencana Bali), tidak terinduksi oleh serangan patogen. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya pita pada setiap perlakuan pada tanaman kontrol (Gambar 9). PBZ1 dan PR1 adalah suatu gen PR pada padi yang diinduksi oleh infeksi patogen cendawan, diantaranya adalah P. grisea (Takahashi et al. 1999; Suharsono et al. 2002; Tanabe et al. 2006).
27
Pada varietas Cisadane ekspresi gen PBZ1 muncul pada hari ke-1 setelah infeksi dengan ukuran 563 pb. Pada varietas Kencana Bali, gen tersebut baru terekspresi pada hari ke-7 setelah infeksi dengan ukuran 563 pb dan ± 900 pb (Gambar 9). Perbedaan amplifikasi gen PBZ1 pada Cisadane dan Kencana Bali disebabkan oleh adanya perbedaan genotipe, gen Resisten, karakter dan asal persilangan dari kedua varietas tersebut (Lesmana et al. 2004). Kontrol Cisadane 0H
1H
3H
Infeksi Kencana Bali
7H
0H
1H
3H
Cisadane 7H
0H
1H
3H
Kencana Bali 7H
0H
1H
3H
7H
265 bp (Ubq) 523 bp (PR1) 900 bp 563 bp (PBZ1)
Gambar 9. Ekspresi PR1 dan PBZ1 menggunakan cDNA total dari daun padi kontrol dan yang telah diinfeksi sebagai cetakan (H=jumlah hari setelah infeksi). Menurut Nugraha (2005) berdasarkan marka mikrosatelit RM 224 terdapat perbedaan genotipe antara Cisadane dan Kencana Bali. Pada tingkat kesamaan 80 % varietas Kencana Bali termasuk ke dalam kelompok utama I (175pb) sedangkan varietas Cisadane termasuk ke dalam kelompok utama II (150pb). Perbedaan jumlah gen Resisten menunjukkan bahwa varietas Cisadane mempunyai satu gen resisten yaitu P1-2 (t) sedangkan varietas Kencana Bali mempunyai dua gen resisten yaitu Pi-2 (t) dan Pi-10 (Mogi et al. 1991). Pada varietas Kencana Bali (peka), terjadi penundaan ekspresi selama enam hari, sedangkan pada varietas Cisadane (tahan) ekspresi terjadi lebih awal (1 hari), karena memiliki kemampuan untuk membatasi penetrasi apresorium blas dan mematikan patogen tersebut serta membentuk hipersensitif (HR) (Gambar 9). Varietas tahan membentuk ekspresi pada hari pertama karena terjadinya interaksi yang incompatible (no disease) antar gen Avr dari patogen dan gen R dari
28
tanaman, sehingga terjadi mekanisme pertahanan (Gilchrist 1998). Hal ini sesuai dengan penelitian Koga (1994) yang mengatakan bahwa sel daun varietas tahan yang telah terinfeksi dengan patogen akan membentuk respon HR, 17 - 31 jam setelah infeksi. Menurut Suharsono et al. (2002) keterlambatan 1 hari dalam sistem pertahanan sudah bisa membedakan antar varietas yang tahan dan yang peka. Mogi et al. (1991) mengatakan bahwa salah satu sifat ketahanan ideal yang harus dimiliki oleh varietas tahan adalah hanya memiliki satu gen tunggal, dalam hal ini diketahui bahwa varietas Cisadane memiliki gen tunggal yaitu P1-2(t). Ekspresi gen PR1 tidak terinduksi pada kedua varietas baik pada tanaman yang diinfeksikan isolat 001M maupun pada tanaman kontrol (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa gen PR1 tidak terlibat dalam sistem pertahanan tanaman padi indica terhadap serangan patogen P.grisea. Namun, hasil penelitian Suharsono et al. (2002), pada tanaman padi japonica varietas Kinmaze, gen PR1 telah terekspresi pada hari ke dua dan ke tiga setelah infeksi. Perbedaan ekspresi disebabkan oleh adanya perbedaan genotipe sel inang (isolat), perbedaan varietas padi yang digunakan serta resistensi tanaman tersebut. Gee et al. (2001) dalam studinya tentang karakteristik gen PR10 mendapatkan bahwa dalam genom padi terdapat 3 gen yang memiliki kesamaan dengan gen PR10, yaitu gen RPR10a, RPR10b, RPR10c tetapi ketiganya memiliki ekspresi yang berbeda. Ekspresi gen RPR10a dan RPR10b terinduksi karena adanya infeksi cendawan Magnaporthe griesa, sedangkan gen RPR10c tidak terinduksi oleh M. grisea. Peningkatan virulensi dari patogen blas dapat mengaktifkan kelompok gen yang mengkode PR protein gen famili (PR1-PR14) yang salah satunya termasuk kelompok PR1 dan PBZ1 (PR10) pada tanaman padi sebagai respon dari resisten pertahanannya. Tingkat patogenesis ditentukan oleh pertahanan inang dalam mengaktifkan perangkat pertahanan, makin cepat tanaman mengaktifkan perangkat ketahanannya makin minimal tingkat patogenesisnya (Buchanam et al. 2000; Silue et al. 1992).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Pyricularia grisea isolat 001M mempunyai nilai skala yang lebih seragam/konsisten terhadap kelima varietas berdasarkan skala penyakit IRRI 1996 dibandingkan dengan Pyricularia grisea isolat 001B. Hasil penapisan dengan isolat 001M diperoleh 2 varietas tahan (R) yaitu Cisadane dan Asahan, 1 varietas moderat tahan (MR) yaitu IR64, 2 varietas peka (S) yaitu Cisanggang dan Kencana Bali. Untuk analisis ekspresi hanya digunakan 1 varietas tahan (R) yaitu Cisadane dan 1 varietas peka (S) yaitu Kencana Bali. Ekspresi gen PR1 tidak terinduksi sampai 7 hari setelah infeksi pada kedua varietas. Tidak adanya ekspresi gen PR1 membuktikan bahwa gen ini tidak terlibat dalam sistem pertahanan tanaman padi terhadap P. grisea isolat 001M. Ekspresi gen PBZ1 terinduksi oleh P. grisea isolat 001M. Varietas Cisadane terekspresi pada hari pertama setelah infeksi, varietas Kencana Bali terekspresi pada hari ke tujuh setelah infeksi Hasil amplifikasi gen PBZ1 pada Cisadane berbeda dengan Kencana Bali karena adanya perbedaan genotipe, gen resisten dan karakter serta asal persilangan dari kedua varietas tersebut.
Saran Untuk mengetahui peranan PBZ1 dalam ketahanan tanaman padi terhadap cendawan Pyricularia grisea 001M perlu penelitian lebih lanjut dengan cara menumbuhkan cendawan yang terdapat pada daun yang terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA Agrios NG. 1998. Plant Pathology. Florida: Academic Press. Hlm.115-142. Agrawal GK, Rakwal R, Jwa NS. 2001. Differential Induction of Three Pathogenesis Related Genes, PR10, PR1b and PR5 by Ethylene Generator Ethephon under Light and Dark in Rice (Oryza sativa L.) Seedlings. Plant Physiol 158: 133-137. Ahn IP, Kim S, Lee YH. 2005. Vitamin B1 Functions as An Activator of Plant Disease Resistance. lant Physiol 138: 1505-1515. Ahn SW, Amir M. 1986. Rice Blast Management under Upland Condition. Di dalam: Progress in Upland Rice Research. Phillipines: IRRI. Hlm. 363-374. Amir M, Nasution A. 2001. Identification of Major Genes for Blast Resistance. Current Status and Future Direction. Bogor: Central Research Institute for Food Crops, Agency for Agricultur Research and Development. Amir M. 2002. Strategi Penyelamatan Padi Gogo dari Ancaman Penyakit Blas. Di dalam: Hermanto, Kasim H, Adil WH, editor. Risalah Seminar 20002001 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm 68-76. Amril B. 1992. Pengendalian Penyakit Blas Padi Gogo. Di Dalam: Risalah Seminar Hasil-hasil Penelitian Balittan Sukarami. Vol. 1. Sukarami: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hlm. 189-197. Babujee L, Gnanamanickam SS. 2000. Molecular Tools for Characterization of Rice Blast Pathogen (Magnoporthe grisea) Population and Molecular Marker-Assisted Breeding for Disease Resistance. Current Sci 78: 248-257. Bakhtiar. 2007. Penapisan Galur Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Hasil Kultur Antera Untuk Ketenggangan Aluminium dan Ketahanan Terhadap Penyakit Blas [Disertasi] Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bonman JM, de Dios TIV, Bandong JM, Lee EJ. 1987. Pathogenic Variability of Monoconidial Isolates of Pyricularia Oryzae in Korea and in Philippines. Plant Disease 71 : 127-130. Bonman JM, Estrada BA, Bandong JM. 1989. Leaf and Neck Blast Resistance in Tropical Lowland Rice Cultivars. Plant Disease 73: 388-390. Bryan GT et al. 2000. A Single Amino Acid Difference Distinguish Resistant and Susceptible Alleles of The Rice Blas Resistance Gene Pi-ta. Plant Cell 12(11): 2033-2046.
31
Buchanam BB, Gruissem W, Jones RL. 2000. Biochemistry and Molecular Biology of Plants. Courier Companies Inc. Hlm. 1115-1144. Bussaban B et al. 2003. Three New Species of Pyricularia are Isolated as Zingiberaceous Endophytes from Thailand. Mycologia 95(3): 519-524. Chen D. 1993. Population Structure of Pyricularia Grisea (Cooke) Sacc. in Two Screening Site and Quantitative Characterization of Major and Minor Resistance Genes. A thesis Doctor of Phylosophy. University of the Phillippines at Los Banos. hlm. 161. Chen D, Zeigler RS, Leung H, Nelson RJ. 1995. Population Structure of Pyricularia Grisea at Two Screening Site in The Philippines. Phytopat 85: 1011-1020. Correa-Victoria FJ, Zeigler RS. 1995. Stability of partial and complete resintance in rice to Pyricularia grisea under rainfed upland conditions in Eastern Colombia. Phytopat 85: 1870-1878. Dean RA, YH Lee, TK Mitchell, DS Whitehead. 1994. Signaling System and Gene Expression Regulating Appressoium Formation in Magnaporthe grisea. Di dalam: Rice Blast Disease. Filipina: CAB. International. IRRI. 2: 23-26. Departemen Pertanian. 2004. Prakiraan Serangan Penyakit Blas pada Komoditi Padi. [terhubung berkala] www.litbang.deptan.go.id. Departemen Pertanian. 2005. Masalah Lapang, Hama, Penyakit, Hara pada Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman. hlm. 42-43. Departemen Pertanian. 2007. Statistik Pertanian 2006. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian RI. Dillon VM, Overton J, Grayer RJ, Harborne JB. 1997. Differences in Phytoalexin Response among Rice Cultivars of Different Resistance to Blast. Phytochem 44: 599-603. Finckh MR. 1994. Gene Deployment for The Management of Rice Disease and Insect Pest. Di dalam: Population Genetic and Rice Disease Management. Bogor: Workshop CRIFC. Indonesia. 5-8 July. Fucuta Y et al. 2002. Development Of Differential Varieties for Blast Resistance In IRRI-Japan Collaborative Research Project. 3rd International Rice Blast Conference. Tsukuba-Japan. Gee MJD, Hamer JE, Hodges TK. 2001. Characterization of a PR-10 Pathogenesis-Related Gene Family Induced in Rice during Infection with M. grisea. Molec Plant-Microbe Interac 14(7): 877-886.
32
Gilchrist JS. 1998. The Pathways Connecting G Protein-Coupled Receptors to The Nucleus through Divergent Mitogen-Activated Protein Kinase Cascade. J Biol Chem 273: 1839-1842. Hammond-Kosack KE, Jones JGD. 1997. Plant Disease Resistance Genes. Annu. Rev. Plant. Physiol 48: 575-607. Heisser I, Durner J, Langerbartels C. 2005. Interactions Between Host Plants and Fungal and Bacterial Pathogens. Di dalam : Hock B and Elstner EF, editor. Plant Toxicology. Marcel Dekker, New York. hlm. 555-595. Herdt RW. 1991. Research Priorities for Rice Biotechnology. Di dalam : Khush GS, Toennissen GH, editor. Rice Biotechnology. Alden Press Ltd., London. hlm. 35-37. International Rice Research Institute (IRRI). 2003. Rice Blast. Philippines. International Rice Research Institute (IRRI). 1996. Standar Evaluation System for Rice. 4th. IRRI. Manila. hlm. 52. Ito Y, Shibuya N. 2000. Receptors for the Microbial Elicitors of Plants Defense Responses. Di dalam : Stacey G. Keen NT. Editors. Plant Microbe Interaction. APS Press. Iwata M. 2001. Probenazole-A Plant Defence Activator. The Royal Society of Chemistry. hlm.28-31. Izawa T et al. 2002. Phytochrome Mediates the External Light Signal to Repress FT Orthologs in Photoperiodic Flowering of Rice. Genes & Dev. 16(15): 2006-2020. Jones DA, Thomas CM, Hammond-Kosack KE. 1994. Isolation of the Tomato Cf9 Gene for Resistance to Clasposporium fulvum by Transposon Tagging. Science 266: 789-793. Kachroo P, Leong SA, Chattoo BB. 1994. Pot2, an Inverted Repeat Transposon from the Rice Blast Fungus Magnaporthe grisea. Mol. Gene. Genet 245: 339-348. Kawasaki T et al. 1999. The Small GTP-Binding Protein Rac is a Regulator of Cell Death in Plants. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 96: 10922-10926. Kim SG, Kim KW, Park EW, Choi D. 2002. Silicon-Induced Cell Wall Fortification of Rice Leaves: A Possible Celluler Mechanism of Enhanced Host Resistance to Blast. Phytopath 92: 1095-1103. Kiyosawa S. 1981. Gene Analysis for Blast Resistance. Oryza 18: 196-203.
33
Kobayashi T, Kanada E, Ishiguro K, Torigoe Y. 2001. Detection of Panicle Blast with Multispectral Radiometer and the Potential of Using Airborne Multispectral Scanners. Phytopath 91: 316-323. Koga H. 2001. Cytological Aspects of Infection by the Rice Blast Fungus Pyricularia oryzae. Di dalam : Screenvasaprasad S, Johnson R, editor. Major Fungal Disease of Rice Recent Advences. Kluwer Academic Publishes. hlm. 87-110. Kustianto B, Amir M, Suwarno. 1993. Studi Genetika Sifat Tahan Blas pada beberapa Varietas Padi Gogo. Penelitian Pertanian 13 : 21-24. Lesmana OS, Toha HM, Las I, Suprihatno B. 2004. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Padi. Sukamandi. hlm 74. Leung H, Shi Z. 1994. Genetic Regulation of Sporulation in the Rice Blast Fungus. Di dalam : Zeigler RS, Leong SA, Teng PS, editor. Rice Blast Disease. Wallingford (UK) : CAB International-IRRI. Manila, Philippines. Lebrun MH et al. 1991. Biology and Genetic of Pyricularia oryzae and P. Grisea Population Current Situation and Development of RFLP Markers. In: Rice Genetics 2 Proccedings of the second International Rice Genetics Symposium IRRI. Los Banos, Laguna. The Philippines hlm. 487-497. Midoh N, Iwata M. 1996. Cloning and Characterization of a Probenazole Inducible Gene for an Intraseluler Pathogenesis Related Protein in Rice. Plant Cell Physiol. 37: 9-18. McCouch SR, Nelson RJ, Tohme J, Zeigler RS. 1994. Mapping of Blast Resistance Genes in Rice. Di dalam: Zeigler RS. Leong SA, Teng PS. Editors. Philippines: CAB. International. IRRI. Mogi et al. 1991. Establishment Series for Pathogenic Race Identification of Rice Blast Fungus and the Distribution of Race Based on the New Differential Indonesia. Rice Disease Study Group Karawang. Jatisari. Indonesia. Nakashita H et al. 2001. Characterization of PBZ1, a Probenazole-Inducible Gene, in Suspension-Cultured Rice Cells. Biosci Biotechnol Biochem. 65(1): 205-208. Naqvi NI, Chattoo BB. 1996. Development of a Sequence Characterized Amplified Region (SCAR) Based Indirect Selection Method for a Dominant Blas Resistance Gene in Rice. Genome 39: 26-30. Nugraha MFI. 2005. Identifikasi Genotipe Padi yang memiliki Gen-Gen Ketahanan terhadap Penyakit Blas. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
34
Orbach MJ et al. 2000. A Telomeric Avirulence Gene Determines Efficacy for the Rice Blast Resistance Gene Pi-ta. Plant Cell 12: 2019-2032. Ou SH. 1985. Rice Disease. 2nd ed. Commonw. Mycol Inst. 2nd ed. Kew. Surrey. hlm. 380. Ramli M. 2000. Ketahanan dan Dinamika Ketahanan selama Pertumbuhan beberapa Genotipe Padi terhadap Blas Daun dan Blas Leher Malai. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Reflinur. 2005. Keragaman Genetik Cendawan Pyricularia grisea berdasarkan Primer Spesifik Gen Virulensi dan Interaksinya terhadap Gen Ketahanan Padi. [Tesis] Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rodrigues FA, McNally DJ, Datnoff LE, Jones JB. 2004. Silicon Enhances the Accumulation of Diterpenoid Phytoalexins in Rice: A Potential Mechanism for Blast Resistance. Phytopath 94: 177-183. Rossman AY, Howard RJ, Valent B, Chumley F. 1990. Pyricularia grisea, the Correct Name for the Rice Blast Disease Fungus. Mycologia 82 : 529-512. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning a Laboratory Manual (2nd.ed) Cold Sring Harbor Lab Press. USA. P.1567. Santoso. 2005. Analisis Ketahanan 28 Genotipe Padi terhadap Penyakit Blas Daun dan Hubungannya dengan Keberadaan Gen Pi-b dan Pi-ta. [Tesis] Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Scardaci SC et al. 1997. Rice Blast : A New Disease in California. Agronomy Fact Sheet Series 1997-2. Departement of Agronomy and Range Science, University of California, Davis. Schweizer P et al. 1997. Gene Expression Pattern and Levels of Jasmonic Acid in Rice Treated with the Resistance Inducer 2,6-dichloroisonicotinic Acid. Plant Physiol 105:659-665. Selitrennikoff CP. 2001. Antifungal Protein. Appl Environ Microbiol 2883-2894.
67(7):
Shimamoto K, Takahashi A, Kawasaki T. 2001. Molecular Signaling in Disease Resistance of Rice. Di dalam: Rice Genetics IV. IRRI. Manila. Philippines. hal. 323-333. Shimono M et al. 2000. Analysis of Gene Expression in Rice Plants Treated with an Inducer of Disease Resistance, Using DNA Microarray. Ann Phytopath Soc Japan 66: 115-116 (Japanese Abstract).
35
Shimono M et al. 2007. Rice WRKY45 Plays a Crucial Role in Benzothiadiazole Inducible Blast Resistance. Plant Cell 19: 2064-2076. Silue D, Notteghem JL, Tharreau D. 1992. Evidence for a gene-for-gene Relationship in the Oryza sativa Magnopoethe grisea Pathosystem. Phytopath 82: 577-580. Staskawicz BJ et al. 1995. Molecular Genetics of Plant Disease Resistance. Science 268: 661-667. Suharsono U et al. 2002. The Heterotrimeric G Protein α Subunit Acts Upstream of the Small GTPase Rac in Disease Resistance of Rice. Proc Natl Acad Sci 99(20): 13307-13312. Takahashi A et al. 1999. Lesion Mimic Mutants of Rice with Alterations in Early Signaling Events of Defense. Plant Journal 17: 535-545. Takahashi E. 1997. Uptake Mode and Physiological Functions of Silica. Di dalam: Tanane M, Yuzo M, Fumio K, Hikoyuki Y. Editor. Science of rice plant. Physiology Volume 2. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. hlm:420-433. Tanabe et al. 2006. Induction of Resistance Againts Rice Blast Fungus in Rice Plants Treated with a Potent Elicitor, N-Acetylchitooligosaccharide. Biosci. Biotechnol. Biochem. 70(7): 1599-1605. Tenjo FA, Hamer JE. 2002. Pathogenic Development in Magnaporthe grisea. Di dalam : Goethe JW, editor. Molecular Biology of Fungal Development. Universitas Frankfurt, Germany. hlm. 399-418. Toriyama K, Ezuka A, Asaga K, Yokoo M. 1996. A Method for Estimating True Resistance Genes to Blast in Rice Varieties. IRRI. Manila. Phillippines: Rice Genetic 2: 323-333. Utami DW, Amir M, Moeljopawiro S. 2000. Analisis RFLP Kelompok Ras dan Haplotipe Isolat Blast dengan DNA pelacak MGR 586. J. Biotek. Pert. 5(1): 28-33. Utami DW et al. 2005. Analisis Lokus Kuantitatif Sifat Ketahanan Penyakit Blas pada Populasi Antarspesies IR64 dan Oryza rufipogon. J.Biotek Pert. 10(1): 7-14. Van Loon LC, Pierpoint WS, Bolkert, Conjero V. 1994. Recommendation for Warning Plant Pathogenesis Related Proteins. Plant Mol Biol 12: 245-265. Van Loon LC, Van Strein EA. 1999. The Families of Pathogenesis-Related Protein, their Activities and Comparative Analysis of PR1 Type Proteins. Physiol. Mol. Biol 12: 245-264.
36
Voet, Donald JGV. 1995. Biochemistry 2nd ed. John Wilely & Sons. New York. Wang Z, Mackill DJ, Bonman JM. 1989. Inheritance of Partial Resistance to Blast in Indica Rice Cultivars. Crop Sci 29: 848-853. Yu ZH, Mackill DJ, Bonman JM, Transkley SD. 1991. Tagging Genes for Blast Resistance in Rice via Linkage to RFLP Markers. Theor. App. Genet 81: 471-476. Zeigler RS. 1998. Recombination in Magnaporthe grisea. Annu. Rev. Phytopath 36: 249-275. Zhao X, Mehrabi R, Xu JR. 2007. MAP Kinase Pathways and Fungal Pathogenesis. Eukaryotic Cell 10: 1701-1714.
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Hasil penapisan isolat 001 Biogen dan 001 Muara menurut skala penyakit IRRI 1996. Varietas
Asahan
Ir64
Cisadane
Isolat 001 Biogen Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
1
2
3
1
2
3
1 Skala
1 Skala
Skala4
Skala 2
Skala 1 Skala
(MR)
(R)
(R)
(R)
(R)
(R)
Skala
5 Skala
3 Skala
3 Skala
4 Skala
4 Skala
(MR)
(R)
(R)
(MR)
(MR)
(MR)
Skala
1 Skala
4 Skala
0 Skala
0 Skala
0 Skala
(R)
(R)
(R)
(R)
6 Skala
8 Skala
6 Skala
6 Skala
(MS)
(MS)
(MS)
(R) Cisanggang
Isolat 001 Muara
Skala (S)
Kencana Bali Skala (S)
(MR) 8 Skala (MS)
(S)
9 Skala
8 Skala
8 Skala
9 Skala
9 Skala
(S)
(S)
(S)
(S)
(S)
Suhu
28 ºC
29 ºC
30 ºC
28 ºC
29 ºC
30 ººC
Kelembaban
95 %
94 %
93 %
95 %
94 %
93 %
Keterangan : R = Tahan, MR = Moerat tahan, MS= Moderat peka, S = Peka.
1
4
0
6
9
39
Lampiran 2. Hasil Kuantifikasi RNA Total
Varietas
Absorban pada
OD
Total
RNA
λ260
λ280
(λ260/λ280)
(µg/g daun padi)
Kencana Bali 0 hari (Kontrol)
0,241
0,155
1,55
6,75
Kencana Bali 1 hari
0,200
0,128
1,56
5,60
Kencana Bali 3 hari
0,206
0,126
1,61
5,77
Kencana Bali 7 hari
0,226
0,146
1,55
6,33
Cisadane 0 hari (Kontrol)
0,168
0,108
1,55
4,70
Cisadane 1 hari
0,299
0,192
1,56
8,37
Cisadane 3 hari
0,191
0,125
1,52
5,34
Cisadane 7 hari
0,108
0,072
1,50
3,02
Kencana Bali 0 hari (infeksi)
0,283
0,183
1,55
7,92
Kencana Bali 1 hari
0,293
0,182
1,61
8,20
Kencana Bali 3 hari
0,239
0,138
1,73
6,69
Kencana Bali 7 hari
0,237
0,144
1,65
6,64
Cisadane 0 hari (Infeksi)
0,252
0,166
1,52
7,05
Cisadane 1 hari
0,298
0,196
1,52
8,34
Cisadane 3 hari
0,235
0,150
1,57
6,58
Cisadane 7 hari
0,131
0,087
1,51
3,67