EKSPRESI GEN ACC OKSIDASE AKIBAT PEMBERIAN ETILENA EKSOGEN DAN PELUKAAN PADA Hevea brasiliensis KLON PB 260
RESTI ARIANTARI
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK RESTI ARIANTARI. Ekspresi Gen ACC Oksidase akibat Pemberian Etilena Eksogen dan Pelukaan pada Hevea brasiliensis Klon PB 260. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI P K dan TETTY CHAIDAMSARI. Tingginya permintaan dunia akan karet alam menyebabkan para peneliti melakukan upaya dalam meningkatkan produksi karet alam maupun mencari atau menghasilkan klon-klon unggul yang tahan terhadap penyakit dan mempunyai produksi yang tinggi. Pada penelitian ini klon yang digunakan adalah PB 260 yang berasal dari hasil persilangan klon primer dan klon sekunder. Klon ini memiliki laju metabolisme lateks yang tinggi tetapi kurang responsif terhadap stimulan. Upaya meningkatkan produksi karet alam adalah dengan perlakuan penyadapan dan penggunaan stimulan etefon. Etefon adalah senyawa 2-chloroethylposphonic acid (CEPA) yang digunakan sebagai stimulan atau perangsang untuk meningkatkan produksi hormon etilena endogen pada tanaman karet. Gen HbACO1 akan diuji ekspresinya terhadap pemberian etefon dan pengaruh pelukaan pada kulit batang dan lateks tanaman karet. Penelitian ini bertujuan mempelajari pola ekspresi gen HbACO1 terhadap pengaruh pelukaan dan pemberian stimulan akibat penyadapan pada berbagai tahap perkembangan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan gen HbACO1 hanya berekspresi pada kulit batang tanaman karet, tidak pada lateks. Perlakuan yang baik untuk kulit batang tanaman karet adalah 2 hari sekali penyadapan dan 3 kali dalam setahun pemberian stimulan. Ekspresi gen HbACO1 lebih dipengaruhi oleh penyadapan dibanding dengan pemberian etefon.
ABSTRACT RESTI ARIANTARI. Expression Gene of ACC Oksidase effect of Etilena Eksogen and Tapping at Hevea brasiliensis Clone of PB 260. Under the direction of EDY DJAUHARI P K and TETTY CHAIDAMSARI. High request of natural rubber on the world have made researcher to do increase natural rubber product and also look for or yield good clones holding to disease and have high production. This research used clone PB 260 coming from result of cross of primary clone and secondary clone. This clone have fastly of high latex metabolism but less responsive to stimulan. Effort to increase natural rubber product with treatment of tapping and usage of etephon stimulan. Etephon is compound 2-chloro-ethylposphonic acid (CEPA) as incentive or stimulant to increase produce hormone of ethilene endogen at rubber crop. Gene of HbACO1 will be test its expression of etefon and influence of tapping at bark and latex of rubber crop. This research aim to study gene expression of HbACO1 to influence of tapping and giving stimulant at various phase growth of crop. Result of research show gene of HbACO1 only have expression at bark of rubber crop not in latex. Treatment which good to bark of rubber crop is 2 day once tapping and 3 times in one year giving stimulant.
EKSPRESI GEN ACC OKSIDASE AKIBAT PEMBERIAN ETILENA EKSOGEN DAN PELUKAAN PADA Hevea brasiliensis KLON PB 260
RESTI ARIANTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul : Ekspresi Gen ACC Oksidase akibat Pemberian Etilena Eksogen dan Pelukaan pada Hevea brasiliensis Klon PB 260. Nama : Resti Ariantari NIM : G44104028
Disetujui, Komisi Pembimbing
Drs. Edy Djauhari P.K, M.Si. Ketua
Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si. Anggota
Diketahui
Dr. drh. Hasim DEA. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Ekspresi Gen ACC Oksidase akibat Pemberian Etilena Eksogen dan Pelukaan pada Hevea brasiliensis Klon PB 260. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Edy Djauhari P.K, M.Si selaku pembimbing utama, Ibu Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si pembimbing anggota, Bapak Dr. Darmono Taniwiryono, M.Sc sebagai Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan seluruh staf di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Biokimia 41 yang telah memberikan banyak dukungan dan perhatiannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan dukungan, perhatian, kritik, saran, dan dukungan baik secara moril maupun materil. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang harus diperbaiki, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Bogor, September 2009
Resti Ariantari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Januari 1986 sebagai putri pertama dari 6 bersaudara pasangan Tukimin Sanari dan Yeni Sutaryani. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada progran studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjadi mahasiswa aktif di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahaiswaan sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Komunitas Peduli Tanaman Obat (KPTO) Zingiber periode 2005-2006, anggota Biokimia Medis Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) periode 2005-2006, anggota Biokimia Tumbuhan Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) periode 2006-2007, dan Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman periode 2004-2008. Selain di IPB penulis aktif pula di organisasi luar kampus, yaitu Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Karet ............................................................................................................. Lateks ............................................................................................................ Etefon ............................................................................................................. Biosintesis Etilena .......................................................................................... ACC Oksidase ............................................................................................ Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ...................
1 3 3 3 5 5
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................ 6 Metode Penelitian .......................................................................................... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Sampel RNA .................................................................................. Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang dan Lateks Tanaman Karet ......... Perlakuan Penyadapan terhadap Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang Perlakuan Pemberian Stimulan terhadap Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang ............................................................................................................
8 9 9 9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................................... 10 Saran ............................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10 LAMPIRAN .......................................................................................................... 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Tanaman karet .................................................................................................. 2
2
Biosintesis etilena pada tanaman ..................................................................... 4
3
Proses RT-PCR ................................................................................................ 5
4
Elektroforegram RNA total kulit batang dan lateks ......................................... 8
5
Ekspresi gen HbACO1 pada sampel kulit batang ............................................ 9
6
Perbandingan ekspresi gen HbACO1 dengan waktu penyadapan ................... 9
7
Perbandingan ekspresi gen HbACO1 dengan waktu pmberian etefon ............ 10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Tahapan penelitian ........................................................................................... 13
2
Pembuatan larutan stok dan pereaksi ............................................................... 14
3
Prosedur elektroforesis gel agarosa .................................................................. 15
4
Analisis kuantitatif hasil isolasi RNA kulit batang .......................................... 16
5
Analisis kuantitatif hasil isolasi RNA lateks .................................................... 18
6
Analisis kualitatif hasil isolasi RNA kulit batang dan lateks ........................... 20
7
Hasil uji ekspresi gen HbACO1 pada kulit batang tanaman karet ................... 21
8
Analisis semikuantitatif ekspresi gen HbACO1 kulit batang tanaman karet pada proses penyadapan ................................................................................... 22
9
Analisis semikuantitatif ekspresi gen HbACO1 kulit batang tanaman karet pada perlakuan pemberian stimulan ................................................................. 23
PENDAHULUAN Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting di Indonesia dalam penunjang perekonomian negara. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-2 penghasil karet terbesar di dunia. Hal ini terbukti dengan tersebar luasnya perkebunan karet yang terdapat di Indonesia. Namun luasnya perkebunan tidak diimbangi oleh produktivitas dan mutu yang dihasilkan. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) sebagai penghasil karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan penting bagi Indonesia dillihat dari banyaknya petani, tenaga kerja, dan pengusaha yang terlibat dalam pengusahaan karet alam (Nurhaimi-Haris et al. 2003). Tingginya permintaan dunia akan karet alam menyebabkan para peneliti melakukan upaya dalam meningkatkan produksi karet alam maupun mencari atau menghasilkan klon-klon unggul yang tahan terhadap penyakit dan mempunyai produksi yang tinggi. Salah satu klon unggul yang digunakan adalah PB 260 yang berasal dari hasil persilangan klon primer dan klon sekunder (Tim Penulis PS 1999). Klon ini memiliki laju metabolisme lateks yang tinggi tetapi kurang responsif terhadap stimulan. Upaya meningkatkan produksi karet alam, umumnya dikenal dengan lateks, adalah penggunaan stimulan etefon. Etefon adalah senyawa 2-chloroethylposphonic acid atau sering disingkat CEPA yang digunakan sebagai stimulan atau perangsang untuk meningkatkan produksi hormon etilena endogen pada tanaman karet (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa 1982; Sumarmadji et al 2004). Etilena merupakan faktor stimulan utama untuk meningkatkan produksi karet alam pada Hevea brasiliensis. Enzim yang berperan dalam biosintesis etilena ini salah satunya adalah asam aminosiklopopana-1-karboksilat oksidase (ACO). ACO merupakan katalisator dalam perubahan asam aminosiklopopana-1karboksilat menjadi etilena. Terdapat tiga gen spesifik penyandi enzim asam aminosiklopopana-1-karboksilat oksidase diantaranya HbACO1, HbACO2, HbACO3. Pada penelitian ini gen yang digunakan adalah HbACO1 yang akan diuji ekspresinya terhadap pemberian etefon dan pengaruh pelukaan. Penggunaan etefon yang berlebihan dapat menginduksi penyimpangan proses metebolisme, seperti, terjadinya nekrosis, penebalan kulit batang, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian yang tidak
produktif pada irisan sadap (Paranjothy et al 1979). Efek samping terhadap perlakuan dan pemberian etefon yang diberikan juga akan menyebabkan terjadinya kering alur sadap (KAS). Penelitian ini bertujuan mempelajari pola ekspresi gen HbACO1 terhadap pengaruh pelukaan dan pemberian stimulan pada berbagai tahap perkembangan tanaman dengan hipotesis untuk melihat ekspresi gen HbACO1 dalam lateks dan kulit batang tanaman karet (Hevea brasiliensis) klon PB260 akan lebih tinggi bila diberi perlakuan pelukaan dan pemberian etilena.
TINJAUAN PUSTAKA Karet (Hevea brasiliensis) Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pada awalnya, tanaman karet merupakan tanaman liar yang tumbuh di pedalaman Amerika. Tahun 1898 adalah awal dirintisnya perkebunan karet di Asia oleh perusahaan The Nort Borneo Trading Company. Tanaman yang menghasilkan lateks ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pembuatan bola tenis, alas kaki, tempat air, bola karet, pakaian tahan air, dan karet penghapus sebagai penghasilan tambahan. Hevea brasiliensis yang tumbuh liar tingginya dapat mencapai 40 m dan hidup lebih dari 100 tahun. Sedangkan untuk tanaman karet dewasa yang dibudidayakan mempunyai tinggi 15-25 m dengan umur relatif singkat, yaitu 25-35 tahun (Webster & Baukwil 1989 dalam Putri 2005). Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Daun karet berwarna hijau. Apabila rontok warna daun menjadi kuning atau merah. Tanaman karet umumnya rontok pada musim kemarau. Daun karet terdiri atas tangkai utama dan tangkai anak daun. Tangkai utama memiliki panjang 3-20 cm dan tangkai anak daun memiliki panjang 310 cm (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999). Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan betina. Bunga betina berambut vilt dan ukurannya lebih besar dari bunga jantan (Gambar 1). Selain itu, bunga betina mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam dua karangan dengan susunan satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah bakal buah yang tidak tumbuh sempurna.
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Seperti terlihat pada Gambar 1, masing-masing ruang berbentuk setengah bola yang terdiri dari 3-6 ruang. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji sesuai dengan jumlah ruang pada buah karet. Ukuran biji umumnya besar dan berkulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak berpola khas. Adapun klasifikasi tanaman ini sebagai berikut, kingdom Plantae, divisio Spermatopytha, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Hevea, dan spesies Hevea Brasiliensis (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999). Hevea brasiliensis merupakan sumber penghasil karet alam (cis-1,4-polisoprena) di dunia. Selain itu, Hevea brasiliensis dikenal sebagai tanaman komersil karena setiap bagian yang dimilikinya mempunyai nilai ekonomi terutama lateks. Oleh karena itu, tanaman ini merupakan penghasil devisa negara terbesar bagi Indonesia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 terbesar penghasil karet alam (Budiman 2005). Klon adalah tanaman yang dapat dihasilkan dari perbanyakan vegetatif atau aseksual, bukan dikembangkan dengan biji. Klon memiliki kelebihan dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan melalui biji. Selain kelebihan, klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan masing-masing klon terhadap penyakit tidak sama dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan klon. Sehingga klon membutuhkan adaptasi terhadap lingkungannya. Klon-klon unggul yang diinginkan dari tanaman karet diharapkan memiliki sifat-sifat ideal diantaranya, produksi lateks tinggi dan mempunyai kemampuan menaikkan produksi; resisten terhadap penyakit, hama, dan pengaruh angin; batang tumbuh lurus, selanjutnya membentuk as yang silindris serta tumbuh jagur semasa prasadap dan penyadapan; cabang-cabang yang dimiliki relatif lebih kecil dan menyebar rata sekeliling batang. Tajuk pohon relatif sempit dan pendek, simetris dengan daun-daun yang sehat dan banyak tetapi tidak terlalu rimbun. Selain itu, pertautan antara batang atas dan bawah tidak terlalu nyata yang biasa disebut dengan kaki gajah; memiliki respon yang baik terhadap stimulasi dan intensitas sadap rendah, kulitnya yang halus dan tebal (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999). Menurut Lasminingsih et al (1994) terdapat klon anjuran dapat diklasifikasikan sebagai klon anjuran berskala besar dan klon anjuran berskala kecil. Klon anjuran berskala besar, yaitu kelompok klon yang telah teruji
daya adaptasinya, mempunyai produktivitas tinggi, dan dapat ditanam secara luas dengan ketentuan menggunakan paling sedikit 3 klon dalam setiap kali penanaman, contohnya adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, dan GT 1. Klon anjuran berskala kecil, yaitu klon yang berpotensi untuk dipromosikan menjadi klon skala besar setelah diuji daya adaptasinya secara luas dan dapat ditanam secara terbatas sebesar 20-40% dari areal penanaman. Contohnya adalah BPM 107, PB 217, PB 260, PR 302, PR 311, dan PR 314. Selain itu, klon yang dianjurkan untuk ditanam terbagi atas klon primer, sekunder, dan tersier. Klon sekunder dan tersier dikenal sebagai klon modern karena cara pemuliaan yang dilakukan sudah lebih maju. Salah satu klon primer yang disilangkan dengan klon sekunder adalah PB 260 (Tim Penulis Penebas Swadaya 1999).
Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis); A. percabangan yang terdapat buah (x ½); B. susunan bunga (x ½); C. bunga jantan yang diiris terbuka (x 3); D. bunga betina dengan irisan melintang (x 3); E1 dan E2. buah (x ¼); F. Biji (x ½ ) (Purseglove 1968, diacu dalam Webster & Baullkwill 1989). Lateks Lateks berupa cairan getah seperti susu, merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gum. Umumnya
lateks lengket dan berwarna putih seperti susu namun ada pula yang berwarna kuning, jingga, dan merah. Lateks termasuk ke dalam hormon isoprenoid seperti giberelin maupun asam absisat. Proses polimerisasi rangkai isoprena merupakan proses alami yang umum dan proses ini terdapat pada proses pembentukan karet alam. Lateks diperoleh dengan cara penyadapan atau pelukaan pada bagian kulit batang tanaman karet. Proses sadap akan membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks dapat mengalir cepat. Kecepatan aliran lateks berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kesalahan proses sadap akan mengurangi produksi lateks. Adapun syarat lateks yang baik sebagai berikut, disaring dengan saringan berukuran 40 mesh, tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu, tidak bercampur dengan bubur lateks, air, ataupun serum lateks, warna putih dan berbau karet segar, serta bermutu dengan kadar karet kering untuk mutu 1 adalah 28% dan mutu 2 dengan kadar karet kering 20% (Tim Penulis Penebar Swadaya 1999). Menurut Hess dalam Dalimunthe (2004), terdapat 2000 spesies tanaman yang menghasilkan lateks tetapi hanya beberapa spesies yang memiliki kualitas baik terutama famili Apocynaceae, Asclepiadaceae, Compositae, Euphorbiaceae dan Moraceae. Selain itu, lateks merupakan hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa yang ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks terdapat enzim seperti invertase yang akan mengatur proses perombakan sukrosa untuk pembentukan karet. Biosintesis lateks berlangsung dalam sel-sel pembuluh lateks dengan bahan dasar berupa sukrosa yang ditranport dari daun sebagai hasil fotosintesis yang telah mengalami perubahan secara enzimatik melalui asam mevalonat, asam mevalonat-5-fospat, asam mevalonat-5pirofospat, sehingga isopentenil pirofospat (IPP) merupakan sumber penting produksi lateks (Dalimunthe 2004). Latek memiliki tiga bagian utama dari hasil sentrifugasi, yaitu fraksi atas (partikel karet), fraksi tengah (serum C/sitosol), dan fraksi dasar (partikel lutoid). Fraksi atas berwarna putih dan mengandung sekitar 36% hidrokarbon karet berupa molekul cis-1,4poliisoprena yang berbentuk bulat berukuran 5 nm-3 μm. Fraksi ini mengandung bahan yang bukan karet, seperti fosfolipid, lemak, lilin, protein, logam, dan enzim rubber transferase yang berfungsi dalam pembentukan partikel karet. Fraksi tengah merupakan cairan bening
yang kaya akan kandungan protein dan mudah teroksidasi sehingga warnanya dapat berubah menjadi cokelat. Lutoid merupakan fraksi dasar lateks yang banyak mengandung kation. Apabila lutoid pecah kation-kation ini akan bereaksi dengan partikel karet yang bermuatan negatif sehingga terjadi koagulasi (Junaidi et al 2007). Fraksi dasar ini bersifat kental seperti gelatin dan diselubungi oleh membran semipermeabel yang berisi cairan serum B. Cairan ini mengandung ion-ion kalsium dan magnesium yang bermuatan positif (d’ Auzac & Jacob 1989 dalam Putri 2005) Etefon ®
Etefon (Ethrel ) (CEPA, asam-2-kloroetilfosfonat) merupakan stimulan atau perangsang tanaman karet. Etefon secara umum telah terbukti dapat mendorong peningkatan produksi lateks selama periode tertentu. Pengaruh pemberian etefon yang spesifik pada tanaman karet memiliki kaitan yang luas dengan reaksi-reaksi enzimatis yang kompleks (Sumarmadji et al 2004). Stimulasi etefon yang merupakan generator bagi etilena dapat menginduksi ekspresi protein tertentu pada tanaman karet. Kemudian protein akan menginduksi reaksi berantai yang bermuara pada bentuk peningkatan produksi lateks. Etilena dari etefon, baik secara endogen ataupun eksogen berperan sebagai penginduksi perubahan fisiologis dalam sistem sel pembuluh lateks. Perlakuan etefon yang berakibat penundaan penggumpalan lateks justru meningkatkan ekspresi protein (Sumarmadji et al 2004). Pemakaian etefon yang berlebihan dapat mengakibatkan penyimpangan proses metabolisme, seperti penebalan kulit batang, nekrosis, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian yang tidak produktif pada irisan sadap (Paranjothy et al 1979). Selain itu, pemakaian etefon yang berlebihan juga dapat menghentikan aliran lateks yang disebabkan oleh koagulasi partikel yang dikenal dengan kering alur sadap (KAS) (Tistama & Siregar 2005) Biosintesis Etilena Etilen adalah salah satu hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman dan pematangan buah terutama buah yang tergolong klimaterik, respon terhadap cekaman biotik dan abiotik, mempengaruhi proses perkecambahan biji, serta pemanjangan akar tanaman dan mempengaruhi lama aliran lateks pada tanaman karet (Jones et al 1999; Bleecker et al 2000; Michelle et al 1999; Salibury & Ross 1995; Li N et al 1996).
Biosintesis etilena pada tanaman dibagi dalam tiga tahap utama, yaitu pembentukan Sadenosil metionin (SAM) dari metionin dengan bantuan SAM sintetase (EC 2.5.1.6) yang membutuhkan 1 molekul ATP. Tahap kedua adalah perubahan SAM menjadi asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC) yang dikatalisis oleh ACC sintase (EC 4.4.1.14). Pada tahap ini juga dihasilkan metiltioadenosin (MTA) yang akan digunakan kembali untuk pembentukan metionin, sehingga konsentrasi metionin selular dapat tetap terjaga ketika terjadi peningkatan laju biosintesis etilena. SAM merupakan prekursor
dalam lintasan biosintesis poliamin (spermidin atau spermin) dan juga donor bagi molekulmolekul selular contohnya asam nukleat, protein, dan lipid. Tahap terakhir adalah oksidasi ACC menjadi etilena yang dikatalisis oleh enzim ACC oksidase atau dikenal juga sebagai ethylene forming enzyme (EFE). Untuk mencegah efek toksik dari akumulasi sianida yang terbentuk dalam tahap ini, sianida akan diubah menjadi β-sianoalanin oleh β sianoalanin sintase (β-CAS, EC 4.4.1.9) (Wang et al 2002). Proses biosintesis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Biosintesis etilenaa pada tanaman (Wang et al 2002).
ACC Oksidase (ACO) ACC oksidase merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis etilena pada tanaman. Pembentukan etilena pada tanaman karet mempengaruhi perkembangan dari tanaman karet, produksi lateks, dan regenerasi. Selain menghasilkan etilena, enzim ACC oksidase juga memproduksi sianida. Sianida ini diproduksi dengan cara didetiksifikasi dengan mengubahnya menjadi asam βsianoalanin yang dapat berubah menjadi asparagin. Menurut Kuswanhadi et al. 2007, pada genom Hevea brasiliensis klon PB 260 terdapat tiga anggota dari kelompok mulgenik yang menyandikan ACC oksidase. Ketiga anggota kelompok mulgenik tersebut yaitu HbACO1, HbACO2, dan HbACO3 yang memberikan ekspresi yang berbeda-beda pada kalus, plantlet, lateks, dan tanaman karet klon PB 260 di lapangan. Ketiga gen tersebut masing-masing memiliki susunan basa yang berbeda, yaitu 1115 bp, 1183 bp, 1348 bp. Gen pada Hevea brasiliensis yang mengode enzim spesifik pada pembentukan etilena adalah ACC oksidase. Gen ini merupakan target gen yang bisa dimanipulasi menjadi gen antisense ACC oksidase yang dapat menunda proses pematangan buah.
penempelan (annealing) primer, dan pemanjangan basa nukleotida. Tahap denaturasi dilakukan pada suhu 91-97 ºC yang bertujuan memutuskan ikatan hidrogen diantara basa komplementer, sehingga akan didapat DNA dalam bentuk utas tunggal. Tahap selanjutnya, menentukan suhu optimum untuk penempelan primer pada utas tunggal DNA. Tahap terakhir adalah pemanjangan rantai oleh suatu DNA polimerase yang bersifat termostabil (Taq Pol.). Satu siklus dalam teknik PCR yang terdiri atas ketiga tahapan tersebut akan menghasilkan dua molekul DNA target, sehingga apabila dilakukan 30 siklus maka akan dihasilkan sekitar satu miliar molekul DNA target. Metode RT-PCR menggunakan enzim transkriptase balik. Enzim transkriptase balik adalah enzim yang digunakan untuk mensintesis cDNA dengan menggunakan RNA sebagai cetakan. cDNA yang disintesis akan bersifat komplementer dengan RNA cetakan. Beberapa enzim transkriptase yang dapat digunakan antara lain mesofilik viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) dan oleh virus moloney murine leukemia (M-Mul V), dan Tth DNA polymerase (Yowono T 2006 dalam Farieh 2007).
Reverse Transcriptase Polimerase Chain Reaction (RT-PCR) Teknik RT-PCR adalah pengembangan dari teknik PCR untuk melakukan analisis terhadap RNA hasil transkripsi yang terdapat di dalam sel. Tenik PCR ini ditemukan oleh Karry B Mullis pada tahun 1985. Terdapat beberapa teknik yang dikembang dari PCR selain RT-PCR, diantaranya Real Time PCR, PCR koloni, symmetric PCR, assymetric PCR, nested PCR, dan AP-PCR. RT-PCR merupakan metode yang digunakan untuk amplifikasi sekuen yang telah diketahui dari sel atau RNA jaringan. Reaksi PCR ini dilakukan menggunakan reverse transcriptase untuk mensintesis mRNA menjadi cDNA. Molekul cDNA digunakan sebagai cetakan untuk proses PCR selanjutnya. Kegunaan RTPCR antara lain expression profiling, mengetahui ekspresi gen atau mengidentifikasi sekuen suatu transkripsi RNA, termasuk permulaan transkripsi dan daerah terminasi, diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik. Hal ini dapat dilakukan jika sekuen DNA genom adalah gen yang diketahui untuk menggambarkan lokasi dari ekson dan intron dalam gen Tahapan umum dari teknik PCR dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu tahap denaturasi,
Gambar 3 Proses RT PCR (Reece 2004).
BAHAN DAN METODE Bahan dan alat Bahan-bahan yang diperlukan untuk isolasi RNA adalah sampel lateks dan kulit batang (bark) klon PB 260, N2 cair, PVP (polivinyl pyrrolidone), buffer ekstraksi, βmerkaptoetanol, larutan kloroform: isoamilalkohol (Ch:IAA, 24:1), larutan fenol:kloroform:isoamilalkohol (Ph:Ch:IAA, 25:24:1), LiCl 8 M, DEPC.ddH2O, natrium asetat 3 M pH 5.8, etanol absolut, dan etanol 70%. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis gel agarosa antara lain agarosa (Sigma), buffer TBE 0.5 X, etidium bromida 1% (w/v), loading buffer (brom fenol biru 2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 kb plus (invitrogen). Bahan-bahan untuk sintesis first strand menggunakan Transcriptor First Strand cDNA Synthesis kit (Roche) yang terdiri atas transcriptor reverse transcriptase (20 U/μl), transcriptor RT reaction buffer (5 X), protector Rnase inhibitor (40 U/μl), dNTP, ddH2O, dan primer oligo(dT). Sedangkan untuk amplifikasi (RT-PCR) bahan-bahan yang dibutuhkan adalah primer HbACO1-F (forward) dan HbACO1-R (reverse), buffer incomplete, MgCl2, cDNA sebagai cetakan, Taq (Bioron), dNTP, dan ddH2O. Peralatan yang digunakan untuk isolasi RNA antara lain mortar, ruang asam, sentrifus Beckman Allegra 64R, sentrifus Eppendorf 5417R, penangas air, autoklaf, pipet Eppendorf, Decby freezer -40 °C, dan Sansio freezer -20 °C. Sedangkan untuk uji kualitatif dan kuantitatif digunakan spektrofotometer UV-VIS Beckman Coulter-DU 530. Peralatan yang digunakan untuk elektroforesis adalah sisir dan cetakan agar, bak elektroforesis, adaptor 100 volt, UV T2201 (sigma), gel doc yang dilengkapi dengan UV transiluminator. Proses sintesis first strain dan amplifikasi digunakan mesin PCR (Biometra). Selain itu, digunakan peralatan gelas lainnya seperti gelas piala, pipet Mohr, dan labu erlenmeyer. Metode Penelitian Pemilihan Sampel Kulit Batang Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Sampel yang digunakan adalah tanaman karet klon PB 260 dengan sistem perlakuan eksploitasi stimulasi, yaitu sistem kombinasi antara penyadapan dan penggunaan stimulasi atau perangsang. Sistem eksploitasi (penyadapan) dan pemberian stimulan terdiri atas enam perlakuan, seperti terlihat pada Tabel 1 (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa 1982).
Tabel 1 Sistem eksploitasi dan pemberian stimulan pada tanaman karet Keterangan Perlakuan Sistem Eksploitasi dan Pemberian Stimulan I s2/d2 Sadapan setengah spiral; disadap dua hari sekali II s2/d4 Sadapan setengah spiral; disadap empat hari sekali III s2/d6 Sadapan setengah spiral; disadap enam hari sekali IV s2/d4 Sadapan E3/tahun setengah spiral; disadap empat hari sekali; pemberian etefon tiga kali dalam setahun*. V s2/d4 Sadapan E6/tahun setengah spiral; disadap empat hari sekali; pemberian etefon enam kali dalam setahun*. VI s2/d4 Sadapan E12/tahun setengah spiral; disadap empat hari sekali; pemberian etefon dua belas kali dalam setahun*. * konsentrasi etefon 2.5%; pemberian stimulan pada kulit di bawah irisan sadap (bark application)
Isolasi RNA Karet Isolasi sampel karet menggunakan metode yang dikembangkan oleh Chaidamsari (2005). Sampel bark ditimbang sebanyak 1.6 gram. Sebanyak 15 ml larutan buffer ekstrak ditambahkan dengan 150 μl β-merkaptoetanol dalam ruang asam dan diinkubasi dalam penangas air. Sampel bark ditambahkan PVP dan N2 cair di dalam mortar. Sampel digerus hingga halus dan dijaga agar tetap dalam keadaan dingin. Hasil gerusan ditambahkan larutan buffer ekstrak yang sudah diinkubasi dalam penangas air, kemudian sampel tersebut diinkubasi selama 1 jam pada suhu 65 °C,
setiap 15 menit sampel dikocok kuat. Setelah 1 jam, sampel dipindahkan dalam tabung sentrifus dan ditambahkan Ch:IAA sebanyak 15 ml. Usahakan berat sampel seimbang, lalu disentrifus dengan kecepatan 15000 rpm pada suhu 25 °C selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan dengan mikropipet 100-1000 μl secara hatihati (diukur volume supernatan yang dipindahkan) ke dalam tabung sentrifus yang baru. Supernatan yang didapat diekstrak berulang-ulang dengan Ph:Ch:IAA, Ch:IAA, Ch:IAA sebanyak 1 volume, dikocok dengan sangat perlahan kemudian disentrifus dengan kecepatan 15000 rpm pada suhu 25 °C selama 15 menit. Lapisan atas yang dihasilkan dari hasil sentrifugasi akhir dipindahkan dalam tabung sentrifus baru dan ditambahkan LiCl 10 M hingga 2 M, didiamkan semalam pada suhu 4 °C. Larutan yang diinkubasi selama semalam disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 4 °C selama 30 menit. Pelet diambil, dilarutkan dengan ddH2O.DEPC 750 μl dan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus mikro (vial) 2 ml. Larutan tersebut diekstraksi dengan fenol sebanyak 1 volume dan disentrifus dengan menggunakan mikrosentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama 15 menit, 4 °C. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam vial dengan menggunakan mikropipet 20-200 μl. Supernatan tersebut diekstraksi secara berulang dengan Ph:Ch:IAA dan Ch:IAA sebanyak 1 volume, lalu disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit. Supernatan dari hasil ekstraksi ditambahkan dengan Na-asetat 1/10 volume dan etanol absolut 3 volume, diinkubasi dalam freezer (-40 °C) selama 3 jam. Setelah 3 jam, disentrifus kembali dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 4 °C selama 30 menit. Pelet yang dihasilkan dibilas dengan etanol dingin 70%. Pelet dikeringanginkan dan dilarutkan dengan miliQ DEPC sebanyak 30 μl. Hasil isolasi ini disimpan pada suhu -20 °C sebagai stock RNA. Sampel lateks dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 50 °C selama 1 jam, kemudian disentrifus pada kecepatan 15000 rpm, 20 °C, selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh selanjutnya diekstrak berulang dengan Ph :Ch:IAA dan Ch:IAA masing-masing 1 V dan disentrifus kembali pada kecepatan 10000 rpm, 4 °C, selama 10 menit. Lapisan bagian atas yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung sentrifus baru dan ditambahkan LiCl 8 M hingga konsentrasi larutan menjadi 2M. Selanjutnya disimpan semalam dalam freezer
bersuhu 4 °C. Prosedur pengerjaan selanjutnya hampir sama dengan isolasi RNA dari sampel kulit batang. Perbedaannya adalah digunakan 450 μl DEPC.ddH2O untuk melarutkan pelet, larutan tidak diekstrak dengan fenol tetapi diekstrak berulang dengan Ph :Ch:IAA dan Ch:IAA 1 V dan disentrifus pada kecepatan 10000 rpm, 4 °C, selama 10 menit. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Analisis kualitatif dan kuantitatif hasil isolasi RNA dapat dilihat melalui hasil elektroforesis gel agarosa dan pengukuran konsentrasi serapan RNA. Proses pembuatan gel agarosa 1%, sebanyak 0.3 gram agarosa ditambah dengan 30 ml lalu dilarutkan dalam microwave selama satu menit. Setelah larut dengan sempurna campuran tersebut dibiarkan sampai hangat-hangat kuku ditambahkan dengan EtBr 1.5 μl lalu dituangkan ke dalam cetakan yang dilengkapi dengan sisir hingga menjadi gel. Gel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat elektroforesis dan direndam dengan buffer TBE 0.5×. Parafilm dan bahan untuk elektroforesis sampel disiapkan lalu di atas parafilm dicampurkan 1 µl loading buffer dan 5 µl sampel. Setelah dicampurkan, sampel disuntikkan ke dalam sumur elektroforesis lalu dirunning dengan daya 100 V. Pengamatan dilakukan menggunakan gel doc yang dilengkapi dengan UV transiluminator. Pengukuran konsentrasi serapan, sebanyak 2 μl sampel (stock RNA) dipindahkan dalam vial baru dan ditambahkan ddH2O.DEPC 198 μl. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam kuvet (tabung spektro) dan diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 230 nm, 260 nm, dan 280 nm. Sintesis First Strain cDNA Sintesis cDNA dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 2 μg RNA ditambah 1 μl oligo(dT) primer, dan ddH2O.DEPC hingga total volume menjadi 13 μl ke dalam vial 1.5 ml. Campuran dihomogenkan selama 3-5 detik kemudian dimasukan ke dalam mesin PCR yang temperaturnya diatur pada 65 °C selama 10 menit. Setelah 10 menit tabung diangkat, dimasukkan ke dalam es untuk beberapa saat, ditambahkan buffer mix (4 μl buffer RT, 0.5 μl RNase Inhibitor, 2.5 μl dNTPs 10 mM, 0.5 μl enzim Reverse Transcriptase) kemudian dimasukkan kembali ke dalam mesin PCR dan progran dijalankan kembali dengan suhu 55 °C selama 30 menit. Stok cDNA yang dihasilkan sebanyak 20 μl diangkat, selanjutnya disimpan dalam es.
Amplifikasi cDNA Bark dan Lateks Amplifikasi cDNA dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 1 μl cDNA, 3 μl ddH2O.DEPC ditambahkan dengan buffer mix (2.5 μl buffer incomplete, 0.5 μl MgCl2 100 mM, 1 μl dNTPs 10 mM, primer HbACO1-F, primer HbACO1-R, 14.25 μl MW dan 1 μl Taq polimerase). Larutan tersebut dimasukkan ke dalam thermal cycler PCR (Biometra) dengan kondisi pemanasan awal 94 °C selama 3 menit, denaturasi 94 °C selama 30 detik, annealing 55 °C selama 1 menit, dan pemanjangan pada 72 °C selama 1 menit. Kondisi ini diulang sebanyak 35 siklus. Setelah 35 siklus dilakukan pemanasan akhir selama 7 menit pada temperatur 72 °C. Hasil amplifikasi dapat dilihat dengan dielektroforesis pada gel agarosa, lalu divisualisasikan menggunakan gel dock yang dilengkapi dengan UV transiluminator.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Sampel RNA Hasil isolasi RNA total lateks dan kulit batang tanaman karet dapat diketahui kualitasnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, Tabel 2 menunjukkan hasil isolasi RNA pada kulit batang lebih murni dibandingkan pada lateks. Hal ini dibuktikan dengan nilai rasio pada kulit batang lebih dari 1.8 dengan konsentrasi yang dihasilkan cukup seragam. Sedangkan pada lateks nilai rasio serapan yang dihasilkan, terdapat beberapa sampel yang masih dibawah 1.8 dengan konsentrasi antara 108 hingga 1688 ng/μl. Ketidakmurnian yang dihasilkan RNA lateks menunjukkan bahwa masih banyak terdapat kontaminasi protein di dalamnya karena fase fenolik terbawa pada saat pengekstrakkan. Perbandingan rasio serapan terukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm menunjukan kemurnian RNA terhadap kontaminasi protein. Pada rasio serapan ini dikatakan murni dan hanya sedikit mengandung protein apabila nilainya berkisar antara 1.80-2.00. Jika rasio serapan kurang dari 1.80, maka dapat dikatakan terdapat kontaminasi protein pada RNA yang dihasilkan. Bila nilai rasionya lebih dari 2.00, maka diperkirakan RNA hasil isolasi tersebut masih terkontaminasi oleh DNA (Boyer 1986 dalam Febrimarsa 2007). Berdasarkan rasio serapan dapat memperlihatkan nilai konsentrasi beragam dari setiap sampel. Keragaman nilai tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara A260, faktor pengenceran, dan 40 ng/µl. Angka 40 adalah perbandingan
nilai absorbansi 1 pada panjang gelombang 260 sama dengan RNA yang dimiliki konsentrasi 40 μg/ml (Sambrook et al. 1989). Kualitas RNA hasil isolasi menggambarkan hasil yang berbeda dari kuantitasnya. Seperti terlihat pada Gambar 4, RNA hasil isolasi kulit batang dan lateks menggambarkan hasil yang baik, artinya tidak terkontaminasi oleh protein ataupun DNA. Intensitas pita yang dihasilkannya pun cukup seragam karena konsentrasi yang digunakan sama, yaitu 250 ng/μl. Hasil elektroforesis RNA dikatakan berhasil, dibuktikan pula dengan terbentuknya 2 pita. Menurut Farrel 1993, dua buah pita yang dihasilkan dari proses elektroforesis berada pada ukuran 28 S dan 18 S. Tabel 2 Konsentrasi RNA total kulit batang No. [ ] 260 280 260/280 sampel ng/µl B U6 0.108 0.048 2.244 432 B V6 0.141 0.068 2.067 564 B W6 0.109 0.063 1.730 436 B X6 0.120 0.064 1.885 480 B Y6 0.111 0.056 2.000 444 B Z6 0.127 0.065 1.951 508 B A7 0.147 0.059 2.497 588 L Y3 0.278 0.149 1.859 1112 L Z3 0.315 0.179 1.762 1260 L A4 0.280 0.170 1.651 1120 L H4 0.422 0.265 1.591 1688 L C4 0.027 0.018 1.464 108 L D4 0.180 0.094 1.927 720 Keterangan: B = Bark/ Kulit batang L = Lateks 28S 18S 172 V6 173 W6 174 X6 175 Y6 176 U6
177 A7 178 Z6
(a) 28S 18S Y3
Z3 A4 H4 C4 D4
(b) Gambar 4 Elektroforegram RNA total (a) kulit batang dan (b) lateks. Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang dan Lateks Tanaman Karet Ekspresi gen HbACO1 secara kualitatif dapat dilihat melalui hasil elektroforesis gel
penyadapan diperoleh konsentrasi sebesar 150.3008 ng/µl. Dengan demikian, perlakuan penyadapan yang baik dilakukan untuk melihat ekspresi gen HbACO1 adalah pada penyadapan dua hari sekali. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa semakin sering pohon karet disadap, maka gen HbACO1 cenderung berekspresi lebih tinggi karena cekaman dari luar yang lebih sering akan meningkatkan produksi etilena endogenous dan salah satu gen yang berperan dalam memproduksi etilena tersebut adalah gen HbACO1. 160
s2 d/2
140
s2 d/4
120 ekspresi
agarosa dengan melihat intensitas pitanya. Semakin kuat intensitas pita maka semakin kuat pula ekspresi gen tersebut dalam suatu jaringan, jika intensitas pita lemah maka gen tersebut akan terekspresi lemah. Ekspresi yang dihasilkandari gen HbACO1 pada kulit batang terlihat kurang sempurna karena masih terdapat pita atau pola ekspresi yang berada di luar ukuran yang diinginkan, yaitu 397 bp. Penyebabnya dapat dikarenakan primer yang digunakan kurang spesifik atau suhu annealing yang terlalu rendah sehingga hasilnya seperti yang terlihat pada Gambar 5. Penelitian Kuswanhadi et al (2006) menyatakan bahwa gen HbACO1 hanya berekspresi pada kulit batang dan lateks tanaman karet untuk sementara waktu, yaitu pada 2, 8, dan 24 jam setelah pemberian stimulan etefon dan tidak terekspresi kembali setelah penyadapan apapun jenis stimulannya. Tetapi pada penelitian ini, HbACO1 tidak terekspresi pada lateks baik pada penyadapan dan pemberian etefon. Pada lateks gen HbACO1 tidak dapat terekspresi dikarenakan gen HbACO1 pada lateks merupakan gen transien. .
s2 d/6
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
15
30
60
90 120 150
hari ke-
Gambar
6
Perbandingan ekspresi gen HbACO1 dengan waktu penyadapan.
Perlakuan Pemberian Stimulan terhadap Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang
Gambar 5 Ekspresi gen HbACO1.
379 kb
Perlakuan Penyadapan terhadap Ekspresi Gen HbACO1 pada Kulit Batang Gen HbACO1 yang terekspresi dapat dihitung konsentrasinya secara semikuantitatif yang terlampir pada lampiran 8. Berdasarkan kurva yang dihasilkan dari kuantifikasi kulit batang tanaman karet dengan perlakuan penyadapan, gen HbACO1 pada hari pertama penyadapan (hari ke-0) yang dilakukan dua hari sekali (d/2) ataupun empat hari sekali (d/4) menunjukkan ekspresi yang sangat tinggi. Tetapi penyadapan pada hari ke-2 hingga hari ke-150 dengan perlakuan yang sama, ekspresi penyadapan terlihat rendah bahkan sampai tidak terekspresi. Namun berbeda dengan penyadapan yang dilakukan enam hari sekali (d/6) dimana gen HbACO1 baru terekspresi pada hari ke-15 tetapi pada hari tersebut ekspresi yang ditunjukkan belum optimal dan penyadapan yang optimum terlihat pada hari ke-30. Waktu optimum pada perlakuan penyadapan ini ditunjukkan pada hari pertama (hari ke-0) dengan perlakuan dua hari sekali
Pemberian etefon dilakukan 2 hari setelah penyadapan pertama dan sampel diambil pada 48 jam setelah pemberian stimulan. Tanaman karet yang diberi perlakuan etefon disadap 4 hari sekali karena pada metode perkebunan karet di Indonesia, penyadapan 4 hari sekali adalah penyadapan yang umum dilakukan. Ekspresi gen HbACO1 dapat terdeteksi pada hari ke-1 dan hari ke-3 sebelum dilakukan perangsangan dan hari ke-4 setelahnya. Gambar 7, terlihat gen HbACO1 tidak terekspresi pada 48 jam (hari ke-4) setelah pemberian etefon, melainkan pada hari ke-6 (E3/y) dan hari ke-15 (E6/y dan E12/y) gen tersebut terekspresi cukup tinggi. Hal ini berbeda dengan sampel yang hanya disadap empat hari sekali karena sampel tersebut sangat rendah ekspresinya jika dibandingkan dengan sampel yang diberi etefon. Ekspresi gen HbACO1 tertinggi ditunjukkan pada sampel yang diberi perlakuan etefon 3 kali dalam setahun dengan konsentrasi ekspresi 78.17275 ng/μl diikuti dengan perlakuan pemberian etefon 12 kali dalam setahun. Pada hari ke-30 ekspresi gen menurun hingga tidak berekspresi lagi pada hari ke-150 dikarenakan pemberian etefon untuk kedua dan ketiga kalinya tidak berpengaruh terhadap
peninggkatan ekspresi dan semakin sering pemberian etefon maka ekspresi gen HbACO1 semakin rendah. 90
s2 E3/y
80
s2 E6/y
70
s2 E12/y
ekspresi
60
Dalimunthe A. 2004. Biosintesis Lateks. USU digital library. Febrimarsa. 2007. Deteksi dan Karakterisasi Daerah Ujung 5’ Gen EGAD1 dari Kalus dan Buah Kelapa Sawit [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor. Jones ML, Woodson WR. 1999. Differential expression of three members of the 1aminocyclopropane-1-carboxylate synthase gene family in carnation. Plant Physiol 199:755-764.
50 40 30 20 10 150
124
90
120
64
60
34
30
8
15
6
4
2
0
0
hari ke-
Gambar
7
Perbandingan ekspresi gen HbACO1 dengan waktu pemberian etefon.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gen HbACO1 hanya berekspresi pada kulit batang tanaman karet, tidak pada lateks. Perlakuan yang baik untuk kulit batang tanaman karet adalah 2 hari sekali penyadapan dan 3 kali dalam setahun pemberian stimulan. Ekspresi gen HbACO1 lebih dipengaruhi oleh penyadapan dibanding dengan pemberian etefon. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh penyadapan dan pemberian etefon pada kulit batang dan lateks dengan waktu yang sudah didapat agar diperoleh marka seleksi yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. 1982. Penyadapan Tanaman Karet (Seri Pedoman No. 1). Palembang: Balai Penelitian Perkebunan Sembawa.
Junaidi, Sumarmadji, Karyudi. 2007. Aplikasi Stimulan Gas Let 200 untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). Balai Penelitian Sengei Putih. Kuswanhadi et al. 2005. Isolation and characterization of three members of the multigenic family encoding ACC oxidase from H. brasiliensis during plant development. International Workshop on Tapping Panel Dryness, RRII, Kottayam, India 686 009. Lasminingsih et al. 1994. Deskripsi Klon Karet Anjuran pada Tanaman Muda. Palembang: Balai Penelitian Sembawa. Li N et al. 1996. A Novel bifunctional fusion enzyme catalyzing ethylen synthesis via 1aminocyclopropane-1-carboxylic acid. J Biol ang Chem, 271(42): 25738-25741. Michele L, Jones R, William R, Woodson. 1999. Differential expression of three members of the 1-aminocyclopropane-1carboxylate synthase gene family in carnation. J Plant Physiol 18: 263-268. Nurhaimi-Haris et al. 2003. Kemiripan genetik klon karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berdasarkan metode Amplifies Fragment Length. Men Perk 71: 1-15.
Bleecker AB, Kende H. 2000. Ethylene: a gaseous signal molecule in plants [abstrak]. Di dalam: Annual Review Cell Division Biology; Wisconsin. hlm 16. abstr no PMID: 11031228.
Putri FDRS. 2005. Optimasi penetapan kadar protein antigen lateks karet alam (Hevea brasiliensis) dan produk jadinya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Budiman AFS. 2005. Perkembangan global karet alam dan tantangan bagi Indonesia. Warr Perkaretan 24: 1-7.
Reece RJ. 2004. Analyses of Genes and Genomes. England: John Willey & Sons.
Chaidamsari T. 2005. Biotechnology for Cacao Pod Borer Resistance in Cacao Plant Research International. Netherlands: Wagenigen University.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. R. Lukman dan Sumaryono, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Phsiology, 4th Edition.
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning a Laboratory Manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory. Sumarmadji, Tistama R, Siswanto. 2004. Protein-protein spesifik yang diinduksi oleh etefon pada beberapa klon tanaman karet. J Pnlit Krt 22: 57-69. Tim Penulis Penebar Swadaya. 1999. Karet: Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Wang KLC, Li H, Ecker JR. 2002. Ethylene biosynthesis and signaling networks. Plant Cell 14: 131-151.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tahapan penelitian Pemilihan sampel RNA yang baik Lateks
Kulit batang
Analisis ekspresi gen HbACO1
Penentuan waktu sadap optimum (disadap dengan perlakuan d/2, d/4, dan d/6)
Analisis ekspresi gen HbACO1
Pengaruh pemberian stimulan (waktu pemberian stimulan E3/y, E6/y, dan E12/y)
Analisis ekspresi gen HbACO1
Lampiran 2 Pembuatan larutan stok dan pereaksi Buffer ekstraksi DNA CTAB 10%
10 ml
EDTA 0.5 M pH 8.0
2 ml
Tris-HCl 1 M pH 8.0
5 ml
NaCl 5 M
12.6 ml
ddH2O DEPC
20.4 ml
Buffer Tris-HCl 1 M pH 8.0 Tris-base
12.11 gram
HCl pekat
4.2 ml
Akuades
80 ml
Atur pH larutam hingga 8.0; tepatkan volume hingga 100 ml
Larutan EDTA 0.5 M pH 8.0 EDTA
18.61 gram
Akuades
80 ml
Kocok perlahan dengan menggunakan stirrer Atur pH dengan penambahan NaOH hingga 8.0 Tepatkan volume hingga 100 ml
Larutan NaCl 5 M NaCl
29.22 gram
Akuades hingga volumenya mencapai 100 ml
Buffer TBE 5 × (500 ml) Tris-base
27 gram
Boric acid
13.75 gram
EDTA 0.5 M pH 8.0
10 ml
ditepatkan dengan ddH2O hingga 500 ml Saat pemakaian dalam pembuatan gel agarosa, buffer TBE 5X ini diencerkan menjadi 0.5X.
Lampiran 3 Prosedur elektroforesis gel agarosa (Sambrook et al 1989) 0.3 gram agarosa ditimbang dan dilarutkan dalam 30 ml bufer TBE 0.5X dengan bantuan oven microwave selama satu menit 1100C.
Setelah larut, larutan dibiarkan pada suhu kamar sebentar hingga cukup hangat dan segera ditambahkan EtidiumBromida sebanyak 1.5 μl dan dipindahkan kedalam cetakan gel yang telah disusun bersama sisirnya.
Gel ditunggu hingga memadat dan sisirnya diangkat.
DNA dilarutkan dengan loading bufer dengan perbandingan 1 : 5 dan dimasukkan ke dalam sumur yang terbentuk pada gel.
Gel diletakkan dalam bak elektroforesis yang telah diisi dengan bufer TBE 0.5X. Kemudian dihubungkan dengan adaptor dengan potensial listrik sebesar 100 Volt.
Setelah loading bufer berada + 1 cm dari dasar gel, adaptor dimatikan dan gel diangkat. Gel diletakkan di bawah sinar UV untuk melihat ada tidaknya pita yang menunjukkan adanya DNA.
Lampiran 4 Analisis kuantitatif hasil isolasi RNA kulit batang No. Sample F2 T2 U2 V2 W2 Y2 L3 M3 N3 O3 U4 V4 X2 E5 F5 G5 G4 H4 I4 J4 K4 L4 P3 Q3 B7 C7 D7 E7 F7 M7 N7 P Q R S T U V L1 M1 N1 O1 P1 Q1 T1 G2 I2 J2 L2 Y3 R5 H5 I5 J5 Z5
260 0.220 0.094 0.111 0.205 0.106 0.092 0.144 0.136 0.128 0.126 0.054 0.049 0.035 0.082 0.079 0.105 0.031 0.063 0.088 0.096 0.151 0.164 0.176 0.162 0.128 0.110 0.101 0.080 0.122 0.074 0.079 0.045 0.087 0.116 0.049 0.073 0.083 0.107 0.052 0.082 0.033 0.068 0.068 0.188 0.173 0.074 0.200 0.186 0.182 0.236 0.233 0.078 0.116 0.159 0.111
Lanjutan lampiran 4
280 0.198 0.079 0.091 0.171 0.085 0.081 0.113 0.115 0.101 0.106 0.036 0.027 0.024 0.046 0.046 0.067 0.020 0.052 0.073 0.060 0.097 0.076 0.133 0.123 0.071 0.073 0.108 0.043 0.080 0.060 0.050 -0.017 0.036 0.053 0.017 0.039 0.041 0.054 0.027 0.028 0.009 0.033 0.034 0.097 0.100 0.056 0.135 0.111 0.103 0.135 0.128 0.050 0.066 0.083 0.075
230 0.200 0.086 0.099 0.175 0.091 0.092 0.117 0.119 0.106 0.109 0.038 0.028 0.026 0.051 0.052 0.077 0.023 0.053 0.079 0.065 0.110 0.084 0.140 0.128 0.076 0.078 0.114 0.038 0.079 0.057 0.046 -0.025 0.035 0.056 0.015 0.046 0.042 0.051 0.027 0.023 0.007 0.030 0.037 0.101 0.120 0.064 0.136 0.117 0.110 0.147 0.137 0.056 0.067 0.084 0.102
260/280 1.110 1.183 1.227 1.200 1.177 1.052 1.269 1.182 1.259 1.187 1.487 1.829 1.487 1.784 1.726 1.574 1.541 1.287 1.200 1.612 1.559 1.358 1.322 1.318 1.794 1.620 1.678 1.869 1.530 1.233 1.586 -2.611 2.448 2.175 2.893 1.847 2.022 1.976 1.933 2.974 3.584 2.037 2.016 1.935 1.734 1.335 1.487 1.682 1.794 1.749 1.814 1.567 1.763 1.907 1.478
260/230 1.103 1.096 1.124 1.172 1.181 0.996 1.223 1.142 1.203 1.146 1.399 1.724 1.353 1.618 1.530 1.365 1.345 1.180 1.112 1.493 1.372 1.237 1.257 1.269 1.680 1.511 1.586 2.127 1.541 1.300 1.733 -1.812 2.500 2.089 3.239 1.572 1.957 2.114 1.933 3.593 4.846 2.273 1.835 1.857 1.445 1.153 1.476 1.594 1.659 1.600 1.697 1.402 1.743 1.899 1.085
[RNA] ng/ul 880 376 444 820 424 368 576 544 512 504 216 196 140 328 316 420 124 252 352 384 604 416 704 648 512 440 404 320 488 296 316 180 348 464 196 292 332 428 208 328 132 272 272 752 692 296 800 744 728 944 932 312 464 636 444
No. Sample A6 B6 C6 D6 F6 O6 P6 Q6 U6 V6 W6 X6 Y6 Z6 A7 B7 C7 D7 E7 F7 M7 N7 X
260 0.049 0.068 0.180 0.156 0.120 0.079 0.073 0.026 0.108 0.141 0.109 0.120 0.111 0.127 0.147 0.128 0.110 0.101 0.080 0.122 0.074 0.079 0.107
280 0.035 0.041 0.158 0.088 0.072 0.044 0.047 0.005 0.048 0.068 0.063 0.064 0.056 0.065 0.059 0.071 0.073 0.108 0.043 0.080 0.060 0.050 0.054
230 0.040 0.044 0.154 0.093 0.081 0.044 0.045 0.000 0.056 0.077 0.077 0.070 0.073 0.088 0.079 0.076 0.078 0.114 0.038 0.079 0.057 0.046 0.051
260/280 1.402 1.665 1.139 1.783 1.674 1.790 1.568 5.012 2.244 2.067 1.730 1.885 2.000 1.951 2.497 1.794 1.620 1.678 1.869 1.530 1.233 1.586 1.976
260/230 1.208 1.551 1.173 1.678 1.477 1.799 1.650 130.500 1.911 1.837 1.413 1.706 1.526 1.443 1.863 1.680 1.511 1.586 2.127 1.541 1.300 1.733 2.114
[RNA] ng/ul 196 272 729 624 480 316 292 104 432 564 436 480 444 508 588 512 440 404 320 488 296 316 428
Keterangan: 260 = panjang gelombang untuk konsentrasi RNA 280 = panjang gelombang untuk konsentrasi protein 230 = panjang gelombang untuk konsentrasi polisakarida 260/280 = rasio kemurnian RNA dari kontaminasi protein 260/230 = rasio kemurnian RNA dari kontaminasi polisakarida
Lampiran 5 Analisis kuantitatif hasil isolasi RNA lateks
No. Sampel A B J D L F N Y V F1 A1 B1 C1 D1 Q1 R1 S1 T1 U1 V1 I2 R2 S2 N2 M2 O2 P2 D3 E3 F3 G3 H3 I3 V3 Y3 Z3 A4 H4 C4 D4 Q4 T4 W4 X4 Y4 Z4 A5 B5 O5 R5
A260 0.235 0.352 0.309 0.354 0.247 0.328 0.294 0.092 0.207 0.304 0.249 0.239 0.459 0.560 0.367 0.396 0.457 0.633 0.257 0.126 0.236 0.364 0.475 0.373 0.091 0.383 0.479 0.278 0.348 0.274 0.267 0.334 0.168 0.043 0.278 0.315 0.280 0.422 0.027 0.180 0.055 0.062 0.264 0.126 0.330 0.336 0.353 0.317 0.288 0.257
Lanjutan lampiran 5
A280 0.116 0.176 0.159 0.176 0.121 0.165 0.153 0.050 0.111 0.158 0.126 0.114 0.243 0.278 0.187 0.204 0.232 0.321 0.132 0.066 0.114 0.220 0.308 0.198 0.046 0.206 0.297 0.159 0.202 0.154 0.147 0.194 0.088 0.031 0.149 0.179 0.170 0.265 0.018 0.094 0.029 0.032 0.150 0.068 0.195 0.192 0.210 0.178 0.167 0.135
A230 0.115 0.196 0.291 0.215 0.041 0.219 0.285 0.142 0.182 0.152 0.132 0.170 0.085 0.036 0.156 0.168 0.161 0.244 0.019 0.090 0.022 0.030 0.146 0.059 0.208 0.173 0.229 0.236 0.199 0.137
(260/280) 2.026 2.000 1.943 2.132 2.041 1.988 1.921 1.840 1.865 1.924 1.976 2.096 1.888 2.014 1.962 1.941 1.969 1.972 1.947 1.909 2.065 1.658 1.546 1.881 1.986 1.864 1.615 1.750 1.723 1.775 1.814 1.715 1.918 1.382 1.859 1.762 1.651 1.591 1.464 1.927 1.918 1.916 1.761 1.845 1.694 1.752 1.679 1.782 1.725 1.895
(260/230) 2.047 1.854 1.632 1.734 2.229 1.753 1.678 1.964 1.915 1.799 2.018 1.959 1.984 1.207 1.779 1.869 1.743 1.726 1.449 2.013 2.513 2.042 1.806 2.131 1.585 1.946 1.541 1.339 1.448 1.872
[RNA](ng/ul)* 1410 2112 1854 2124 1482 1968 1764 552 1242 1824 1494 1434 2754 3360 2202 2376 2742 3798 1542 756 944 1456 1.900 1492 364 1532 1916 1112 1392 1096 1068 1336 672 172 1112 1260 1120 1688 108 720 220 248 1056 504 1320 1344 1412 1268 1152 1028
No. Sampel S5 T5 U5 B6 C6 J6 K6 L6
A260 0.189 0.173 0.264 0.141 0.240 0.066 0.207 0.171
A280 0.096 0.093 0.145 0.076 0.128 0.035 0.108 0.090
A230 0.100 0.103 0.131 0.067 0.124 0.031 0.112 0.089
(260/280) 1.966 1.854 1.824 1.861 1.875 1.893 1.918 1.909
(260/230) 1.887 1.676 2.006 2.107 1.937 2.111 1.848 1.928
RNA(ng/ul)* 756 692 1056 564 960 264 828 684
Keterangan: 260 = Panjang gelombang untuk konsentrasi RNA 280 = Panjang gelombang untuk konsentrasi protein 230 = Panjang gelombang untuk konsentrasi polisakarida 260/280 = Kemurnian RNA dari kontaminan protein 260/230 = Kemurnian RNA dari kontaminan polisakarida * = Konsentrasi RNA hasil perhitungan
Lampiran 6 Analisis kualitatif hasil isolasi RNA kulit batang dan lateks
RNA kulit batang
W F1 G1 H1 I1 J1 L M X1 Z1A2 B2 C2 D2
K L M O U E1
Y3 R5 H5 I5 J5 Z5 A6 B6 C4 D4 E4 O6 P6 Q6
B7 C7 D7 E7 F7 M7 N7 U P
C7
O1 E5
D6 P1 Y3
Q
I2
R S
T
F2 Y2
G4
X L1 M1 N1 O1 P1 Q1 T1 G2 I2 J2 L2
Z5 A6
Y2
C6
A6
E6 D7 M7
X U Z5 E7 M1 P R V4 Q6 I5 Q P6 R5 X2 H5 B6 G2 A6 L1 N1 O6 S C6 J5
F2 T2 U2 V2 W2 Y2 L3 M3N3O3 U4 V4 X2 E5 F5 G5 G4 H4 I4 J4 K4 L4 P3 Q3
RNA lateks
A
B
J
I2
R2
S2 N2 M2 O2 P2 D3 E3 F3 G3 H3
Q4
D
L
F
T4 W4 X4 Y4
N
Y
Z4 A5
V
B5
F1
A1
B1
D1 Q1
R1
S1 T1 U1 V1
S5 T5 V5
B6
C6 J6 K6
C1
I3 V3
O5 R5
Lampiran 7 Hasil uji ekspresi gen HbACO1 pada kulit batang tanaman karet
L6
Bark1 rtpcr2, H5 35 siklus, 379 bp
H
N I
J K
L M K1 W F1 G1 H1 I1 J1 X1 Z1 A2 B2 C2 D2 Mk
K2 N2 O2 P2 Q2 R2 S2 F3 G3 H3 I3 Mk d2 d2 d4 d6 d4 d4 d4 d2 d4 E4 E12 E6
d6
d4 E4
H5 – ACO Ann. 55oC, 35 siklus Marker : SL
J3 K3 X3 A4 B4 C4 D4 E4 F4 S4 T4 d4 d4 d4 d2 d4 d6 E12 E6 E12
d4 d4 d4 d4 d4 E4 E12 E6 E12 E6
H5 – ACO Ann. 55oC, 35 siklus Marker : SL
L4 A7 B7 F7 N7 M L4 A7 B7 F7 N7 L4 A7 B7 F7 N7 M d4 d2 d4 d4 d4 d4 d2 d4 d4 d4 d4 d2 d4 d4 d4 E6 E6 E6 E6 E6 E6 E6 E6 E6
O48 – ACO, H4 – ACO, H5 ACO Ann. 55oC, 35 siklus Marker : SL Keterangan : d/2, d/4, d/6 = disadap 2 hari sekali, 4 hari sekali, dan 6 kali sehari E4, E12, E6 = perlakuan dengan etefon 4 kali, 12 kali dan 6 kali dalam setahun Jumlah siklus = 35 Suhu denaturasi, annealing, dan polimerisasi = 95ºC, 55ºC, dan 72ºC
Mk
Lampiran 8 Analisis semikuantitatif ekspresi gen HbACO1 kulit batang tanaman karet pada proses penyadapan Ekspresi pada perlakuan s2 d/2 hari ke-
[ ] (ng/ul)
0 2 4 6 8 15 30 60 90 120 150
150.3008 0 0 67.2999 54.4984 11.2312 43.3041 6.7289 0 0 0
160 s2 d/ 2
140 120 eksp resi
no sampel I W G1 Z1 K2 N2 F3 A4 Y4 T5 U6
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
15
30
60
90
120 150
hari ke-
Ekspresi pada perlakuan s/2 d/4 hari ke-
[ ] (ng/ul)
0 4 6 15 30 60 90 120 150
143.8399 76.4669 0 23.0232 32.6277 7.5099 -
160 s2 d/ 4
140 120 ekspresi
no sampel J H1 A2 O2 G3 B4 Z4 U5 V6
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
15
30
60
90
120 150
hari ke-
Ekspresi pada perlakuan S/2 d/6 hari ke0 6 15 30 60 90 120 150
[ ] (ng/ul) 0 0 25.6848 67.6731 6.7584
80 s2 d/ 6
70 60 ekspresi
no sampel K B2 P2 H3 C4 A5 V5 W6
50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
15
30
hari ke-
Keterangan : S/2 = pohon disadap dengan diameter setengah lingkaran batang d/2, d/4, d/6 = disadap 2, 4, dan 6 hari sekali
60
90
120
150
Lampiran 9 Analisis semikuantitatif ekspresi gen HbACO1 lateks tanaman karet pada perlakuan pemberian etefon Ekspresi pada perlakuan E3 d/4 hari ke-
[ ] (ng/ul)
0 4 6 15 30 60 90 120 124 150
37.1435 0 78.1727 42.2502 52.5241 8.0638 0 0 0 0
90 80
s2 E3/ y
70 60 ekspresi
no sampel L I1 C2 Q2 I3 D4 B5 W5 L6 X6
50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
15 30 34 60 64 90 120 124 150 hari ke-
Ekspresi pada perlakuan E6 d/4 hari ke-
[ ] (ng/ul)
0 4 6 8 30 34 60 64 90 94 120 124 150
0 0 0 58.3255 14.9572 6.9762 9.6451 10.015 0 0 0
70 s2 E6/ y
60 50 eksp resi
no sampel M J1 D2 R2 J3 X3 E4 S4 C5 Q5 X5 M6 Y6
40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
15 30 34 60 64 90 120 124 150 hari ke-
Ekspresi pada perlakuan E6 d/4 hari ke0 4 6 15 30 60 64 90 120 124 150
[] (ng/ul) 63.2987 32.1879 70.3127 7.3118 10.5351 0 8.6158 0 0 0
80 s2 E12/ y
70 60 eksp resi
no sampel N F1 X1 S2 K3 F4 T4 D5 Y5 N6 Z6
50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
15 30 34 60 64 90 120 124 150 hari ke-
Keterangan : E4, E12, E6 = perlakuan dengan etefon 4, 12, dan 6 kali dalam setahun