EKSISTENSI MAHAR DALAM PERKAWINAN (Sebuah Perspektif Hukum) *
HERU GUNTORO
ABSTRAK Eksistensi mahar (mas kawin/the dowry) dalam sebuah perkawinan merupakan suatu syarat yang wajib dipenuhi atau diberikan oleh mempelai pria (calon suami) kepada mempelai wanita (calon isteri) pada waktu dilangsungkannya ijab kabul, dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk tidak mengadakannya. Ketentuan mengenai diwajibkannya seorang pria memberi mahar dalam melangsungkan perkawinannya hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam, karena apabila diteliti di dalam Burgerlijke Wetboek atau Regeling op de Gemengde Huwelijken atau Huwelijk Ordonantie Christen Indonesiers sama sekali tidak mengenal mahar. Demikian pula dalam Undangundang No. 1 Tahun 1974. Pada dasarnya pemberian mahar adalah dilakukan secara tunai. Hanya saja apabila mempelai wanita menyetujui, pemberian atau penyerahan mahar boleh dihutang baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon suami yang wajib dibayar meskipun perkawinannya putus karena perceraian. Dalam hal mantan suami belum atau tidak mau membayar hutang mahar tersebut, maka mantan isteri dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Hanya saja upaya hukum ini belum banyak dilakukan, karena dua faktor, yaitu: kebanyakan mahar dibayar kontan pada waktu akad nikah (ijab kabul), serta masih banyaknya pihak isteri yang belum mengetahui upaya hukum apa yang dapat dilakukan dalam rangka menuntut haknya tersebut. Kata Kunci : Mahar, Perkawinan, Gugatan
*
Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
22
PENDAHULUAN
yang tidak lepas dari rangkaian sistem
1. Latar Belakang
nilai yang berlaku dalam masyarakat
Masyarakat sebagai wadah tingkah
laku
hubungan-hubungan
yang
bersangkutan.
merupakan
sebuah
Hukum
juga
institusi
yang
sosial para individu memiliki norma-
merupakan perangkat untuk mengatur
norma
kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan
peraturan-peraturan
ataupun kaidah-kaidah yang harus
dan
diindahkan
Marmosudjono, 1989 : 1).
oleh
Kaidah-kaidah
para atau
warganya.
bernegara”
peraturan-
Dalam
(Sukarton
konstitusi
nasional,
peraturan yang mengatur tingkah laku
yaitu Undang-undang Dasar 1945
manusia lazim disebut hukum. Hukum
telah secara tegas dikatakan bahwa
dengan tegas mengatur perbuatan-
negara Indonesia adalah negara yang
perbuatan
bersifat
berdasar atas hukum (rechtsstaat),
lahiriah, dan hukum mempunyai sifat
tidak berdasarkan kekuasaan belaka
untuk
keseimbangan
(machtsstaat), oleh karena itu setiap
antara kepentingan-kepentingan para
gerak langkah setiap warga negara
warga masyarakat. Hukum bertujuan
harus berdasarkan kepada ketentuan
untuk menetralisir atau mengalihkan
hukum yang berlaku, artinya: Republik
konflik kearah suatu keseimbangan
Indonesia adalah negara hukum yang
yang dapat diterima oleh masyarakat.
demokratis
Tugas pokok dari
dan
manusia
menciptakan
yang
hukum adalah
berdasarkan
Undang-undang
Pancasila
Dasar
1945,
menciptakan ketertiban, oleh karena
menjunjung tinggi hak azasi manusia
ketertiban merupakan syarat terpokok
dan menjamin segala warga negara
daripada adanya suatu masyarakat
bersama
yang teratur, hal mana berlaku bagi
hukum dan pemerintahan, serta wajib
masyarakat manusia di dalam segala
menjunjung hukum dan pemerintahan
bentuknya (Soerjono Soekanto, 1976 :
itu
4).
Kansil, 1989 : 346). Berdasarkan hal Dalam pandangan Sukarton
Marmosudjono “hukum
dikatakan,
merupakan
bahwa
kedudukannya
dengan
tidak
di
kecuali
dalam
(C.S.T.
ini dapatlah dinyatakan bahwa sistem negara
hukum
merupakan
pilihan
kaidah-kaidah
sadar bangsa Indonesia. Selain itu
sosial yang berlaku dalam masyarakat
dapat pula disimpulkan, bahwa hukum
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
23
kita
pahami
sebagai
perangkat-
Sebuah
perkawinan adalah
perangkat untuk menciptakan keter-
sah, apabila dilakukan menurut hukum
aturan dan ketertiban serta sebagai
masing-masing
perangkat untuk mendinamisasikan
keepercayaannya.
kehidupan kemasyarakatan, kebang-
perkawinan dicatat menurut peraturan
saan
melalui
perundang-undangan yang berlaku.
pembangunan nasional secara tertib
Demikian bunyi Pasal 2 Undang-
dan
undang No. 1 Tahun 1974.
dan
kenegaraan
teratur.
terpelihara
Ketertiban atau
ini
akan
akan
agamanya Dan
dan tiap-tiap
tercapai
Menurut ajaran agama Islam,
bilamana tiap-tiap anggota masya-
pada waktu akad nikah (ijab dan
rakat mentaati hukum yang ada dalam
kabul) dilangsungkan adalah menjadi
masyarakat itu. Demikian pula demi
kewajiban
mengatur tata tertib dalam hubungan
memberikan mahar (mas kawin / the
antara pria dan wanita agar tidak
dowry)
menimbulkan
ketidakadilan
Mahar ini dapat berupa uang, barang
(injustice), maka diperlukan adanya
(harta benda) atau jasa. Ketentuan
hukum yang memadai, dalam hal ini
mengenai kewajiban mempelai pria
adalah lembaga perkawinan.
untuk
suatu
Menurut Undang-undang No.
mempelai
kepada
mempelai
memberikan
mempelai
pria
wanita
untuk
wanita.
mahar
kepada
adalah
sesuai
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
dengan firman Allah S.w.t. dalam
perkawinan diartikan sebagai suatu
Surat An - Nisa : 4, dan dipertegas
hubungan antara pria dan wanita yang
pula dalam firman Allah S.w.t. dalam
bersifat abadi, maksudnya perkawinan
Surat Al - Baqarah : 237, Riwayat
merupakan suatu ikatan lahir bathin
Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud dan
antara seorang pria dengan seorang
Tirmiji, serta Pasal 30 sampai dengan
wanita sebagai suami isteri dengan
Pasal 38 Kompilasi Hukum Islam.
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang
bahagia
dan
Dengan
mendasar
pada
kekal
ketentuan-ketentuan tersebut diatas,
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
maka pemberian mahar oleh suami
Esa (vide: Pasal 1 Undang-undang
kepada isterinya merupakan suatu
No. 1 Tahun 1974).
kewajiban.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
Apabila
suami
24
melalaikannya,
maka
suami
b. Bagaimana
mempunyai hutang kepada isterinya. Dalam mendapatkan
hal
pihak
suaminya
akibat
hukumnya
apabila dalam suatu perkawinan
isteri
telah putus dengan perceraian
belum
sedangkan
maharnya
memberikan mahar kepadanya. Atau
dibayar
dengan perkataan lain, apabila pada
kepada mantan isterinya?
waktu dilangsungkannya akad nikah
c.
oleh
belum
mantan
suami
Upaya hukum apa yang dapat
(ijab dan kabul) si suami memberikan
dilakukan oleh mantan isteri untuk
mahar kepadanya tetapi ditangguhkan
menuntut
(atau
dibayar oleh mantan suaminya?
di
hutang),
dan
ternyata
mahar
yang
belum
perkawinannya telah putus karena perceraian, maka mantan isteri tetap
3. Tujuan Penelitian
dapat menuntut hutang mahar yang
Tujuan
belum
berikut:
dibayarkan
suaminya
oleh
tersebut
melalui
mantan suatu
penelitian
a. Guna
adalah
mengetahui
sebagai
perspektif
gugatan. Hal ini sudah merupakan
hukum
tabiat dari seorang manusia, bahwa ia
dalam sebuah perkawinan.
atas
eksistensi
mahar
seberapa boleh tidak mau dirugikan
b. Guna mengetahui akibat hukumnya
oleh orang lain siapapun juga (Wirjono
apabila dalam suatu perkawinan
Prodjodikoro, 1986 : 71).
telah
putus
sedangkan 2. Rumusan Masalah Dengan uraian
latar
eksistensi perkawinan
dengan
perceraian
maharnya
belum
dibayar oleh mantan suami kepada
mendasar belakang
pada
mantan isterinya.
tentang
c. Guna mengetahui upaya hukum
dalam
sebuah
yang dapat dilakukan oleh mantan
sebagaimana
tersebut
isteri untuk menuntut mahar yang
mahar
diatas, maka permasalahan dalam
belum
penelitian
suaminya.
ini
dapat
dirumuskan
sebagai berikut:
dibayar
oleh
mantan
4. Manfaat Penelitian
a. Bagaimana perspektif hukum atas
Manfaat penelitian ini terbagi
eksistensi mahar dalam sebuah
menjadi dua, yaitu manfaat teoritis
perkawinan?
dan manfaat praktis.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
25
Manfaat secara teoritis adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
yang
dipergunakan
adalah
studi
kepustakaan (library research).
dimana hasil penelitian diharapkan
Setelah
bahan
hukum
dapat menjadi bahan informasi dan
dikumpulkan melalui library research
menambah khasanah referensi dalam
sesuai dengan pokok permasalahan,
bidang hukum bagi para pihak yang
selanjutnya bahan hukum tersebut
memerlukannya dan bagi masyarakat
diolah
kampus
yang
menggunakan
tentang
eksistensi
ingin
mengetahui
mahar
dalam
sebuah perkawinan.
dan
dianalisis
dengan
metode
analisis
deskriptif-kualitatif, yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat
Manfaat secara praktis adalah
mengenai suatu permasalahan yang
sebagai sumbangsih pemikiran bagi
tidak didasarkan pada angka-angka
pemerintah,
bilangan
akademisi,
masyarakat, praktisi
para
(non
statistik)
dan
melainkan didasarkan pada analisa
khususnya para pihak yang terlibat
yang diuji dengan norma-norma dan
dalam
sehingga
kaidah-kaidah hukum yang berkaitan
mengetahui secara jelas hal-hal apa
dengan masalah yang akan dibahas
yang perlu dan dapat dilakukan dalam
(Ronny Hanitijo Soemitro, 1988 : 139).
perkara
hukum,
statistik
perdata
rangka menuntut hak-haknya. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Metode Penelitian Dalam
penelitian
mempergunakan
metode
secara
yang
normatif,
ini
1. Perspektif
Hukum
Atas
Eksistensi Mahar Dalam Sebuah
hukum
Perkawinan
dilakukan
dengan cara: meneliti bahan pustaka
Perkawinan
menurut
yang merupakan data sekunder atau
peraturan
disebut
hukum
merupakan ikatan antara seorang pria
yang mempergunakan sumber data
dengan seorang wanita. Hal ini berarti
sekunder yang terdiri dari bahan
bahwa
hukum primer, bahan hukum sekuder,
dengan perikatan (verbintenis).
sebagai
penelitian
tehnik pengumpulan bahan hukum
perkawinan Rifyal
dan bahan hukum tersier. Sedangkan
perundang-undangan
sama
Ka’bah
halnya
menyebut
perkawinan merupakan suatu kontrak.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
26
Hal ini ditegaskan dalam artikelnya
umumnya – seperti yang dikemukakan
yang
oleh
berjudul
“Permasalahan
Hilman
–
Hadikusuma
Perkawinan”, beliau menulis bahwa
perkawinan diartikan sebagai berikut:
“perkawinan adalah sebuah kontrak
“Perkawinan adalah perbuatan yang
berdasarkan
suci
persetujuan
sukarela
(sakramen,
samskara),
yaitu
yang bersifat pribadi antara seorang
suatu perikatan antara dua pihak
pria dan wanita untuk menjadi suami
dalam memenuhi perintah dan anjuran
isteri” (Rifyal Ka’bah, 2006 : 13).
Tuhan
Dalam
kehidupan berkeluarga dan berumah
hal
ini
perkawinan
selalu
Yang
Esa,
tangga
keluarga yang mempunyai arti penting
berjalan dengan baik sesuai dengan
bagi penjagaan moral atau akhlak
ajaran
masyarakat
(Hilman Hadikusuma, 2003 : 10).
pembentukan
peradaban. Lebih
agama
Jadi lanjut
menegaskan,
Rifyal
bahwa
berkerabat
agar
dipandang sebagai dasar bagi unit
dan
serta
Maha
tetangga
masing-masing”
apabila
perkawinan
Ka’bah
dilihat dari segi keagamaan adalah
“perkawinan
suatu perikatan jasmani dan rohani
disebut juga pernikahan, dari kata
yang
nikâh yang berarti ‘aqad (kontrak),
terhadap agama yang dianut kedua
tetapi
calon
kemudian
berarti
jima’
membawa
mempelai
akibat
beserta
hukum
keluarga
(persetubuhan). Di Indonesia kontrak
kerabatnya. Sedangkan perkawinan
atau perjanjian disebut akad nikah
menurut
(perjanjian
atau
Sunnah Nabi. Oleh karena itu bagi
perkawinan). Sebagai perjanjian atau
pengikut yang baik, mereka itu harus
kontrak,
maka
kawin.
dengan
perjanjian
pernikahan
pihak-pihak atau
terikat
agama
Islam merupakan
Sebagaimana
Sabda
Nabi
kontrak,
Muhammad S.a.w. yang menegaskan:
berjanji akan membina rumah tangga
“Nikah itu adalah sunnahku, siapa yang tidak mengerjakan sunnahku bukanlah pengikutku yang baik”.
yang bahagia lahir bathin dengan melahirkan
anak
cucu
yang Pengertian
meneruskan cita-cita mereka (Rifyal
menurut agama Islam adalah akad
Ka’bah, 2006 : 13). Selanjutnya pandangan
hukum
perkawinan
menurut agama
pada
(perikatan) antara wali wanita calon isteri dengan pria calon suaminya.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
27
Akad nikah itu harus diucapkan oleh
oleh wali nikah yang tidak sah dan
wali si wanita dengan jelas berupa ijab
tidak adanya dua orang saksi, maka
(serah) dan diterima (kabul) oleh si
perkawinan tersebut dapat dimintakan
calon
pembatalannya.
suami
yang
dilaksanakan
dihadapan dua orang saksi yang
Selanjutnya dikatakan pula,
memenuhi syarat. Jika tidak demikian
bahwa akta perkawinan yang telah
maka perkawinan tidak sah, karena
ditandatangani
bertentangan
Nabi
kemudian ditandatangani pula oleh
Muhammad S.a.w. yang diriwayatkan
kedua saksi dan pegawai pencatat
oleh Ahmad yang menyatakan:
yang menghadiri perkawinan dan bagi
dengan
“Tidak
sah
hadist
nikah
kecuali
dengan wali dan dua saksi yang adil”.
oleh
yang
Daruquthni
mewakilinya
Rasulullah S.a.w. bersabda:
itu,
perkawinan
menurut agama Islam, ditandatangani pula
Aisyah,
mempelai
melangsungkan
Hal senada juga diriwayatkan dari
oleh
oleh
wali
nikah
(Pasal
atau
11
yang
ayat
(2)
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
“Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”.
1975 tentang Pelaksanaan Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Berdasarkan ketentuan
Di dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ditegaskan, sebagai berikut:
demikian,
adanya wali nikah dan hadirnya dua orang
“Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri”. Dengan
ini tersimpul suatu penegasan bahwa
apabila
terjadi perkawinan yang dilakukan
saksi
dalam
perkawinan
merupakan perintah undang-undang, pelanggaran tersebut
terhadap
berakibat
ketentuan
perkawinannya
tidak sah. Mengenai adanya wali nikah ini juga diwajibkan oleh Pasal 19 Kompilasi
Hukum
Islam
yang
menyatakan, bahwa “wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
yang
bertindak
untuk 28
menikahkannya”.
Sedangkan
telah kamu beri maharnya…dan seorang perempuan mukmin jika memberikan dirinya kepada Nabi” (kursif dari penulis).
mengenai diwajibkan hadirnya dua orang saksi telah ditegaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu dalam Pasal 24 yang berbunyi: (1)
Menurut J.C.T. Simorangkir,
Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.
(2)
pengertian
mahar
adalah
hadiah
pengantin (J.C.T. Simorangkir, 2000 : 95). Sedangkan dalam pandangan W.J.S.
Poerwadarminta
dikatakan,
bahwa “mahar adalah mas kawin Dengan demikian, perkawinan menurut
agama
perikatan
antara
Islam wali
adalah
perempuan
(pemberian dari mempelai pria kepada mempelai
itu,
bukan
perikatan
antara seorang pria dengan seorang
Pengertian mahar yang lebih terperinci diberikan oleh Hasbullah Bakry yaitu sebagai berikut:
wanita saja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Selanjutnya
(W.J.S.
Poerwadarminta, 1995 : 619).
(calon isteri) dengan calon suami perempuan
wanita)”
“Mas kawin (dalam bahasa Arab mahar atau sadaq) itu pemberian dari mempelai pria
dalam
suatu
perkawinan menurut agama Islam, calon suami diwajibkan memberikan sesuatu kepada calon isterinya, baik berupa uang, barang (harta benda) ataupun jasa, yang diserahkan pada waktu ijab dan kabul dilangsungkan. Pemberian ini dinamakan mahar (mas kawin). Allah S.w.t. berfirman dalam Surat Al-Ahzab : 50, yang artinya sebagai berikut: “Wahai Nabi ! sesungguhnya kami telah halalkan kepadamu beberapa orang isterimu yang Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
kepada
mempelai
wanita
berupa uang, atau barang berharga
menurut
ukuran
syari’ah; Mazhab Syafi’i dan mazhab Maliki membolehkan juga
jasa,
seperti
mengajarkan Al-Qur’an, untuk dipergunakan
sebagai
mas
kawin, tetapi mazhab Hanafi tidak
membolehkan”
(Hasbullah Bakry, 1981 : 168 dan 229).
29
Menurut berupa
jasa
mengajarkan
penulis,
mahar
dengan
seperti
halnya
perempuan atas dasar engkau bekerja
Al-Qur’an
padaku selama delapan tahun” (Al-
ayat-ayat
diperbolehkan,
karena
Muhammad
Nabi
S.a.w.
salah
seorang
anakku
Qur’an, Surat Al-Qashash : 27).
pernah
Berdasarkan uraian tersebut
mengijabkan seorang sahabat kepada
di
pasangannya dengan sabdanya:
kesimpulan, bahwa yang dimaksud
dapat
ditarik
satu
garis
“Aku telah milikkan dia kepada kamu dengan mahar ayat-ayat Al-Qur’an yang kamu mengerti” (kursif dari penulis).
dengan mahar (mas kawin) adalah
Selain
itu
umat
Islam
di
Indonesia yang bermazhab Syafi’i sering
atas
mengganti
uang
suatu pemberian dari mempelai pria (calon
suami)
wanita
(calon
berupa
uang
dengan
sekian
Perdata)
atau
juga
atau
yang
dapat
barang
(harta
Di dalam Burgerlijke Wetboek (Kitab
mas
isteri)
mempelai
benda) atau jasa.
sebuah Kitab Suci Al-Qur’an atau gram
kepada
Undang-undang atau
Hukum
Regeling
de
pembacaan ayat-ayat Suci Al-Qur’an
Gemengde
atau
tentang Perkawinan Campuran) atau
benda-benda
lainnya
yang
Huwelijken
op
(Peraturan
dianggap penting bagi kedua belah
Huwelijk
pihak
Mazhab
Indonesiers (Ordonansi Perkawinan
Syafi’i juga membolehkan pemberian
Indonesia Kristen) tidak mengenal
mahar
perburuhan,
yang namanya mahar (mas kawin).
misalnya seorang wali mengawinkan
Demikian pula dalam Undang-undang
seseorang dengan anaknya dengan
No.
mahar bahwa seseorang itu harus
mengenai diwajibkannya seorang pria
bekerja
memberi
(kedua
mempelai).
semacam
padanya
(menjadi
buruh)
1
Ordonantie
Tahun
1974.
Christen
Ketentuan
mahar
dalam
selama sekian bulan atau tahun.
melangsungkan perkawinannya hanya
Alasan pembolehan ini ialah ayat Al-
berlaku bagi mereka yang beragama
Qur’an yang menceritakan bagaimana
Islam.
Nabi Syuaib mengawinkan puterinya
Dalam
suatu
dengan Nabi Musa yang berbunyi:
menurut
“Aku hendak mengawinkan engkau
dilangsungkan ijab dan kabul, seorang
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
agama
perkawinan
Islam,
ketika
30
wali
dari
mempelai
wanita
akan Selanjutnya dalam Kompilasi
mengatakan, misalnya: “Hai Fulan bin….., saya nikahkan kamu dengan anakku bernama Fulanah binti…..dengan mahar seperangkat alat sholat dan mas seberat 10 (sepuluh) gram – hutang”.
Hukum Islam, Pasal 30 disebutkan, bahwa “calon mempelai pria wajib membayar
mahar
kepada
calon
mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak”.
Lalu mempelai pria menjawab sebagai berikut:
Isteri mempertahankan
“Saya terima nikahnya Fulanah binti…..dengan mahar seperangkat alat sholat dan mas seberat 10 (sepuluh) gram – hutang”. contoh
ijab
kabul
sebagaimana tersebut di atas, terlihat
suami)
diberikan
dibayar oleh suaminya. Rasulullah
dilangsungkannya
dan
Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an An-Nisa
:
4,
Allah
S.w.t.
berfirman yang artinya: “Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
yang
“Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Ali, ketika ia sudah nikah dengan Fatimah, bermaksud akan mulai bercampur. Rasulullah S.a.w. melarangnya sebelum ia memberikan sesuatu. Maka berkata Ali kepada Rasulullah, ‘Saya tidak punya apa-apa’. Jawab Rasulullah kepada Ali, ‘Berikanlah baju perangmu itu’. Lalu Ali memberikannya, kemudian didekatinya (dicampurinya) Fatimah”.
kabul.
Surat
bersabda
menyatakan:
kepada
ijab
pernah
diriwayatkan oleh Abu Dawud yang
mempelai wanita (calon isteri) pada waktu
(tidak
kepada suami apabila mahar belum
bahwa mahar dari mempelai pria (calon
dirinya
tergesa-gesa menyerahkan dirinya)
S.a.w. Dari
berhak
Dengan perspektif
demikian,
hukum,
dalam
dalam suatu
perkawinan pemberian mahar (mas kawin) oleh calon suami kepada calon isterinya merupakan suatu kewajiban. Hal ini ditegaskan pula oleh Hasbullah
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
31
Bakry yang mengatakan: “Mahar (mas
pendirian
kawin), dalam mazhab Syafi’i sama
menentukan batas minimum seharga
seperti mazhab lainnya merupakan
seperempat dinar emas, lalu menurut
kewajiban bagi mempelai pria, dan
mazhab Hanafi ditentukan seharga
tidak
sepuluh
boleh
untuk
diadakan
tidak
persetujuan
mengadakannya”
mazhab
dirham.
Maliki
Dalam
yang
Kompilasi
Hukum Islam, mengenai penentuan
(Hasbullah Bakry, 1981 : 168). Lebih
besarnya
lanjut, Sulaiman Rasjid menegaskan,
berdasarkan atas kesederhanaan dan
bahwa “pemberian mahar ini wajib
kemudahan
atas pria” (Sulaiman Rasjid, 2000 :
ajaran Islam (vide: Pasal 31 Kompilasi
393).
Hukum Islam). Kewajiban
menyerahkan
mahar
itu
yang
Dengan
ditentukan
dianjurkan
mendasar
oleh
pada
mahar bukan merupakan rukun dalam
mazhab Syafi’i dan ketentuan Pasal
perkawinan.
dalam
31 Kompilasi Hukum Islam, dapatlah
menyebut jenis dan jumlah mahar
ditarik satu garis pengertian bahwa
pada
tidak
penentuan besarnya mahar itu tidak
menyebabkan batalnya perkawinan.
dibatasi oleh syariat Islam, melainkan
Begitu pula halnya dalam keadaan
menurut kemampuan calon suami
mahar
beserta
Kelalaian
waktu
akad
masih
nikah,
terhutang,
tidak
keikhlasan
atau
keridloan
mengurangi sahnya perkawinan (vide:
calon isteri. Ingatlah pada sabda Nabi
Pasal 34 Kompilasi Hukum Islam).
Muhammad S.a.w.:
Mahar
tersebut
diberikan
a. Dari
Aisyah.
Bahwasanya
secara langsung kepada calon isteri
Rasulullah S.a.w. telah bersabda,
(mempelai
“Sesungguhnya
menjadi
wanita)
dan
hak pribadinya.
sejak
itu
yang
sebesar-
Demikian
besarnya berkah nikah ialah yang
bunyi Pasal 32 Kompilasi Hukum
sederhana belanjanya” (Riwayat
Islam.
Ahmad).
Sedangkan
penentuan
besarnya mahar, menurut mazhab Syafi’i
tidak ada
b. Dari
batas terendah.
Amir
“Sesungguhnya
bin
Rabi’ah, seorang
Segala sesuatu yang dapat menjadi
perempuan dari Suku Fazarah
harga bagi sesuatu yang lain dapat
telah menikah dengan mahar dua
dijadikan mahar. Ini berbeda dari
terompah, maka Rasulullah S.a.w.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
32
c.
bertanya kepada perempuan itu,
yang sama nilainya atau dengan uang
‘Sukakah engkau menyerahkan
yang senilai dengan harga barang
dirimu serta rahasiamu dengan
yang
dua
Jawab
Hukum Islam). Sedangkan apabila
perempuan itu, ‘Ya, saya ridlo
mahar yang diserahkan oleh calon
dengan hal itu’. Maka Rasulullah
suami
membiarkan pernikahan tersebut”
mengandung cacat atau kurang, tetapi
(Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan
calon
Tarmiji).
menerimanya
terompah
Dari
itu?’
“Sesungguhnya
Jabir,
hilang
kepada
Kompilasi
isterinya
tetap tanpa
bersedia
syarat,
maka
penyerahan mahar dianggap lunas. Namun
“Seandainya
sebaliknya,
laki-laki
36
calon
isteri
Rasulullah S.a.w. telah bersabda, seorang
(Pasal
apabila
yang
maksudnya,
terjadi ternyata
memberi makanan sepenuh dua
calon isteri tidak mau menerima atau
tangannya
mahar
menolak menerima mahar yang cacat
sesungguhnya
tersebut, maka calon suami harus
seorang
saja
untuk
wanita,
wanita itu halal baginya” (Riwayat
menggantinya
Ahmad dan Abu Dawud).
yang
Sungguhpun meskipun
ada
demikian,
keleluasan
dengan
tidak
penggantinya
mahar
cacat. belum
lain
Selama diserahkan,
dalam
mahar dianggap masih belum dibayar
menentukan besarnya mahar, calon
(vide: Pasal 38 Kompilasi Hukum
suami
Islam).
hendaklah
benar-benar
sanggup membayarnya. Dalam hal terjadi perselisihan pendapat antara calon
suami
dengan
calon
2. Akibat
Hukum
Suatu
Perkawinan Yang Telah Putus
isteri
mengenai jenis dan nilai mahar yang
Dengan
ditetapkan,
Maharnya Belum Dibayar Oleh
diajukan
maka ke
Selanjutnya
penyelesaiannya
Pengadilan apabila
mahar
Perceraian
Sedang
Mantan Suami Kepada Mantan
Agama.
Isterinya
hilang
sebelum diserahkan kepada calon
Dalam
suatu
isteri, maka mahar itu dapat diganti
apabila
dengan barang lain yang sama bentuk
pasangan
suami
dan jenisnya atau dengan barang lain
mempunyai
tujuan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
perkawinan,
masing-masing isteri) yang
(baca: sudah berbeda, 33
maka perjanjian perkawinan dapat dibatalkan
melalui
pemutusan
Kalau
seorang
menceraikan
suami
isterinya
sebelum
perkawinan (perceraian) atau paling
berhubungan badan (bergaul) sebagai
tidak
suami isteri, dan mahar belum dibayar
ditinjau
kembali
melalui
perkawinan kembali setelah terjadi
serta
perceraian.
adanya
maka suami tersebut diperintahkan
perceraian ini akan membawa akibat
untuk memberi mut’ah (pemberian)
hukum, baik terhadap anak, bekas
sebagai
suami/isterinya
diceraikannya.
Dengan
ataupun
terhadap
belum
ditentukan
bekal
bagi
besarnya,
isteri
Jumlahnya
yang sesuai
harta bersama. Demikian pula halnya
dengan kemampuan dan kelayakan
terhadap mahar yang belum dibayar.
setempat.
Pada
dasarnya
pemberian
mahar adalah dilakukan secara tunai.
pemberian
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu jika kamu menceraikan isteriisterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan”.
atau
(ditangguhkan) baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang ditunaikan
penyerahannya
menjadi hutang calon suami (Pasal 33 Kompilasi Hukum Islam). Terhadap hal ini Sulaiman Rasjid menegaskan, bahwa
“apabila
mahar
telah
ditetapkan, maka jumlahnya menjadi hutang atas suami, dan wajib dibayar sebagaimana halnya hutang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar, akan diminta
pertanggungjawabannya”
(Sulaiman Rasjid, 2000 : 393).
berfirman
artinya:
penyerahan mahar boleh dihutang
belum
S.w.t.
dalam Surat Al-Baqarah : 236 yang
Hanya saja apabila mempelai wanita menyetujui,
Allah
Di dalam Pasal 35 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam dikatakan, bahwa
“apabila
perceraian
terjadi
qobla al dukhul tetapi besarnya mahar 2.1. Mahar Belum Dibayar Sudah
belum ditetapkan, maka suami wajib
Cerai atau Wafat Sebelum Bergaul Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
34
membayar mahar mitsil”. Hal senada
maka bayarlah seperdua mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteriisterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan”.
juga ditegaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh lima orang ahli hadist, dan dinilai sahih oleh tirmizi, yang menyatakan: “Dari Alqamah. Ia berkata, “Seorang perempuan telah menikah dengan seorang lakilaki, kemudian laki-laki itu mati sebelum ia bercampur dengan isterinya itu, dan maharnya pun belum ditentukan banyaknya”. “Mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah. Maka Abdullah berpendapat, ‘Perempuan itu berhak mengambil mahar mitsil sepenuhnya, dan ia berhak mendapat pusaka dan wajib beriddah’. Maka ketika itu Ma’qil bin Sinan Al-Asyja’i menyaksikan bahwa sesungguhnya Nabi S.a.w. telah memutuskan terhadap Barwa’a binti Wasyiq seperti keputusan yang dilakukan oleh Abdullah tadi”.
Juga ditentukan dalam Pasal 35 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan:
“Suami
yang
mentalak isterinya qobla al dukhul wajib
membayar
setengah
mahar
yang telah ditentukan dalam akad nikah”.
Berbeda
bercerai
mati,
jika
suami
umpamanya
isteri suami
wafat sebelum bergaul, maka isterinya berhak sepenuh mahar, yang diambil dari harta peninggalan suaminya itu. Kalau tidak ada harta peninggalan,
Sedangkan,
apabila
terjadi
perceraian dan isteri belum digauli tetapi
maharnya
telah
ditetapkan,
maka mantan suami wajib membayar mahar
separuh.
Ketentuan
ini
tercantum dalam Surat Al-Baqarah : 237 yang artinya: “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya,
maka keluarga dekat suami wajib membayarkannya.
Sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (2) Kompilasi
Hukum
Islam
yang
berbunyi: “Apabila suami meninggal dunia qobla al dukhul seluruh mahar yang di tetapkan menjadi hak penuh isterinya”.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
35
2.2. Mahar Belum Dibayar Sudah
secara penuh, dan sejak itu mahar
Cerai atau Wafat Sudah Digauli
tersebut mejadi hak pribadi mantan
Seseorang
yang
mampu
isterinya.
membayar hutang, tetapi tidak mau membayar hutangnya dalam hadist
3. Upaya
Hukum
Yang
Dapat
dzalim.
Dilakukan Oleh Mantan Isteri
Diantara hutang yang paling wajib
Untuk Menuntut Mahar Yang
dibayar adalah hutang mahar. Nabi
Belum Dibayar Oleh Mantan
tidak berkenan menshalatkan jenazah
Suaminya
Rasul
disebut
sebagai
yang masih punya hutang, kecuali
Dalam hal mahar ternyata
setelah ada yang menjamin untuk
belum
membayarkannya
perkawinannya telah putus dengan
(Miftahul
Faridl,
1999 : 97).
dibayar
sedangkan
perceraian, maka mantan isteri dapat
Kalau hutang mahar belum
melakukan
upaya
hukum,
dibayar kemudian terjadi perceraian
mengajukan
sedang isterinya sudah digauli dan
mantan suaminya yang diajukan ke
mahar sudah ditentukan besarnya
Pengadilan Agama di tempat mantan
(jumlahnya),
suami bertempat tinggal (berdomisili).
maka
mantan
suami
wajib membayarnya secara penuh
tersebut
suami tersebut wafat, maka hutang
maka
mahar
putusan
diambil
dari
harta
terhadap
Apabila gugatan pihak isteri
setelah perceraian tersebut. Kalau
dapat
gugatan
berupa
menurut Hakim yang
hukum
akan
terbukti,
menjatuhkan
pada
pokoknya
peninggalan yang ditinggalkan oleh
amarnya berbunyi sebagai berikut:
suaminya.
a. Mengabulkan gugatan penggugat
Jika
meninggalkan maka
suaminya
harta
keluarga
tidak
peninggalan,
dekatnya
wajib
untuk sebagian atau seluruhnya. b. Menyatakan
mahar
membayarkannya. Dalam hal hutang
belum
belum dibayar maka akibat hukumnya
kepada penggugat.
mantan suami dapat dituntut secara
c.
dibayar
Menghukum
berupa…..
oleh
tergugat
tergugat
untuk
perdata (agama) agar mahar yang
membayar mahar yang belum di
telah ditetapkan segera dibayar dan
bayar
oleh
tergugat
kepada
diserahkan kepada mantan isterinya Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
36
penggugat
berupa…..senilai
b. Pengadilan Agama Padang pada
Rp……
tanggal
24
September
1959
Dalam praktek tidak banyak
pernah memberi keputusan atas
perkara mahar dikemukakan kepada
tuntutan seorang isteri yang telah
Pengadilan
bercerai dari suaminya, supaya
Agama,
berdasarkan
hal
observasi
ini
penulis
orang ini
memberi
kepadanya
dilapangan diantaranya karena:
uang mahar yang belum diterima
a. Kebanyakan mahar itu dibayar
itu.
kontan pada waktu akad nikah
c.
(ijab dan kabul).
Juga Pengadilan Agama Cibinong pada tanggal 14 September 1998
b. Masih banyaknya pihak isteri yang
dan Pengadilan Tinggi Agama
belum mengetahui upaya hukum
Bandung pada tanggal 31 Mei
yang dapat dilakukan.
1999
Di bawah ini penulis dapat mencontohkan
beberapa
pernah
pula
memberi
keputusan atas tuntutan seorang
Putusan
isteri yang telah bercerai dari
Pengadilan Agama mengenai upaya
suaminya,
hukum (gugatan) yang dilakukan oleh
membayar mahar yang belum di
mantan
mantan
bayar kepada penggugat berupa
suaminya agar membayar mahar yang
sebuah rumah tinggal senilai Rp.
dihutang, diantaranya adalah sebagai
30.000.000,-
berikut:
rupiah).
isteri
a. Ada
kepada
keputusan
Agama
Rembang
Januari
1958
tanggal
No.
mahar
(tiga
tergugat
puluh
juta
Pengadilan
17,
PENUTUP
29 yang
mewajibkan si suami membayar penuh
supaya
1. Kesimpulan
yang
telah
olehnya
pada
pembahasan tersebut diatas, maka
waktu akad nikah, berupa gelang
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan
mas satu pasang berat sepuluh
sebagai berikut:
gram delapan belas karat dan
a. Bahwa
disanggupkan
Berdasarkan
perspektif
uraian
hukum atas
satu kalung mas berat tiga gram
eksistensi mahar dalam sebuah
delapan belas karat.
perkawinan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
merupakan
suatu 37
syarat yang wajib diberikan atau
ini, maka dapatlah diberikan saran
dibayarkan
oleh
(mempelai
pria)
calon
suami
sebagai berikut:
kepada
calon
a. Dalam sebuah perkawinan, pada
isterinya (mempelai wanita), dan
waktu akad nikah (ijab dan kabul)
tidak boleh diadakan persetujuan
dilangsungkan
menurut
untuk tidak mengadakannya.
calon
(mempelai
b. Akibat hukum suatu perkawinan yang
telah
diwajibkan untuk memberi mahar kepada calon isteri (mempelai
maharnya
wanita), baik berupa uang atau
belum dibayar oleh mantan suami
barang (harta benda) atau jasa.
kepada mantan isterinya adalah
Dengan
bahwa
dapat
alangkah baiknya calon suami
dituntut secara perdata (agama)
segera menunaikannya agar tidak
agar mahar yang telah di tetapkan
menimbulkan
segera dibayar dan diserahkan
dibelakang hari.
sedang
mantan
suami
kepada mantan isterinya secara penuh,
dan
tersebut
sejak
menjadi
itu hak
Upaya
hukum
yang
adanya
kewajiban
ini
permasalahan
b. Kalaulah memang mahar harus
mahar
ditangguhkan
pribadi
hendaklah
mantan isterinya. c.
pria)
dengan
perceraian
putus
suami
hukum
dapat
(dihutang), suami
secepatnya
membayar,
dan
apabila
perkawinan
putus
karena
dilakukan oleh mantan isteri untuk
perceraian
menuntut
belum
mantan suami membayar mahar
dibayar oleh mantan suaminya
yang dihutang tadi, karena apabila
adalah
hal itu tidak ditunaikan maka
mahar
mantan
mengajukan suaminya Pengadilan
yang
isteri
gugatan yang
dapat terhadap
diajukan
Agama
mantan
ke
akan
diminta
dunia maupun di akherat kelak. c.
Guna memberikan pendewasaan hukum
2. Saran Dari
suami
pula
pertanggungjawabannya, baik di
ditempat
mantan suami berdomisili.
hendaklah
kepada
masyarakat,
khususnya kepada pihak isteri, uraian
pembahasan
hingga kesimpulan dalam penelitian Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
perlu
adanya
penyuluhan
sosialisasi hukum
atau secara 38
kontinyu mengetahui
agar
pihak
isteri
hak-haknya
dan
yang
dapat
dilakukan
apabila
haknya tidak terpenuhi.
mengetahui pula upaya hukum
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah, Kumpulan Lengkap Undang-undang dan Peraturanperaturan Perkawinan di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1981. Faridl, Miftah, 150 Masalah Nikah dan Keluarga, Gema Insani, Jakarta, 1999. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia (Menurut: Perundangundangan, Hukum Adat, Hukum Agama), C.V. Mandar Maju, Bandung, 2003. Ka’bah, Rifyal, Permasalahan Perkawinan (Dalam Varia Peradilan Majalah Hukum), IKAHI, Jakarta, Tahun Ke XXI No. 243 Februari 2006. Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1989. Marmosudjono, Sukarton, Penegakan Hukum di Negara Pancasila, Pustaka Kartini, Jakarta, 1989. Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1995. Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perdata, P.T. Bale, Bandung, 1986. Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), P.T. Sinar Baru Agensindo, Bandung, 2000. Simorangkir, J.C.T., et. al., Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000. Soekanto, Soerjono, Beberapa Permasalahan Hukaum Dalam Rangka Pembangunan Di Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 1976. Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
39
1. Kitab Suci Al-Qur’an. 2. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4. Kompilasi Hukum Islam.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
40