Eksistensi gambar tangan negatif pada gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Adhi Agus Oktaviana Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jln. Raya Condet Pejaten No. 4 Jakarta Selatan Indonesia 12510 Email:
[email protected]
Abstract Muna Island has been studied in rock art research almost 40 years ago by The National Research Center of Archaeology, Jakarta, the result of the images are figurative and non-figurative likes human figure, animal, sun, and boat motif with brown color. The images are representative of the hunting scene, seafaring, and etc. Before 2005 there no reporting of negative hand stencil on this island, by the research of Balai Arkeologi Makassar they found 6 negative hand stencil on Pominsa cave. In this paper, we explained another cave with negative hand stencil who found at 2015 documentation leading by Directorate of Cultural Property Preservation and Museum and also new rock art sites on this Island. We hope this studied contributed rock art research in Island Southeast Asia. Keyword: rock art, Muna island karst Abstrak Penelitian gambar cadas di Pulau Muna telah dimulai sejak 40 tahun yang lalu oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, hasil-hasil penelitian mengungkapkan imaji-imaji figuratif dan non-figuratif antara lain figur manusia, hewan, matahari, dan perahu menggunakan warna coklat. Imaji-imaji gambar cadas tersebut merepresentasikan perburuan, pelayaran, dan sebagainya. Sebelum tahun 2005, belum pernah dilaporkan keberadaan 6 gambar tangan negative di Gua Pominsa. Pada paper ini dijelaskan keberadaan temuan gambar tangan negative yang ditemukan tahun 2015 pada kegiatan pendokumentasian oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman serta temuan gua baru di Pulau tersebut. Diharapkan studi ini memberikan kontribusi terhadap penelitian gambar cadas di Asia Tenggara. Kata Kunci: gambar cadas, karst Pulau Muna Dipresentasikan dalam seminar internasional “The Archaeology in Sulawesi- An Update” dengan judul “Advanced rock art research in Muna Island, Southeast Sulawesi” yang diselenggarakan oleh Dep. of Archaeology and Natural History, ANU, Australia di Singgasana Hotel Makassar 1 Februari 2015. Pendahuluan Gambar cadas merupakan hasil kreatifitas manusia sejak masa lampau tersebar di seluruh dunia, tidak ketinggalan pula di Nusantara. Dua publikasi dalam jurnal internasional tahun 2014 mengungkapkan bahwa kreatifitas seni sudah ada sejak dahulu kala. Pada periode 500.000 tahun yang lalu bukti yang terpreservasi berupa goresan zigzag pada cangkang kerang dari situs Trinil, Jawa Timur, yang merupakan hasil penelitian dari Eugene Dubois (Joordens et al., 2014). Bukti
lain menunjukkan bahwa sekitar 40.000 hingga 17 ribu tahun yang lalu di kawasan karst Maros, Sulawesi Selatan, manusia sudah mengekspresikan kreatifitasnya lewat gambar-gambar tangan dan figur hewan di dinding dan langit-langit gua (Aubert et al., 2014). Kemudian pertanggalan di kawasan Tutuala sekitar periode 29 ribu hingga 24 ribu tahun yang lalu (Aubert et al., 2007). Terakhir pertanggalan gambar cadas di kawasan Sangkulirang sekitar akhir pleistosen atas yaitu 9000 tahun yang lalu (Plagnes et al., 2003). Hasil-hasil pertanggalan gambar cadas tersebut menempatkan bahwa anggapan peneliti sebelumnya yang mengungkapkan gambar cadas di Nusantara merupakan produk budaya petutur Austronesia harus ditinjau kembali. Gambar cadas telah hadir jauh sebelum kehidupan neolitik di Nusantara. Tabel 1. Pertanggalan Gambar Prasejarah di Nusantara Situs Trinil, Jawa Timur Leang Timpuseng, Maros, Sulawesi Selatan Leang Jarie, Maros, Sulawesi Selatan Leang Sampeang, Maros, Sulawesi Selatan Gua Jing, Maros, Sulawesi Selatan Leang Barugayya 1, Maros, Sulawesi Selatan Leang (Tapuang) Lompoa, Maros, Sulawesi Selatan Lene Hara, Timor Leste Gua Jeriji Saleh, Kalimantan Timur
Pertanggalan seni prasejarah Zigzag motif pada kerang
Referensi Joordens et al, 2014
Gambar tangan negatif, jari normal 40.700+870/– 840 bp; babirusa 36 900 +1600/–1500 bp
Aubert et al, 2014
Gambar tangan negatif, jari normal 39.670±320 bp dan 34.980±410 bp
Aubert et al, 2014
Gambar tangan negatif, jari normal 32.600±760 bp
Aubert et al, 2014
Gambar tangan negatif, jari normal 30.900+1700/–1800 bp dan 24.000±1100 bp Gambar tangan negatif, jari normal 29.100+3200/–3100 bp, 24.000+3100/–3000 bp dan 19.700±1000 bp Gambar tangan negatif, jari normal 29.300+1200/–1100 bp, jari runcing 17.770±420 bp Anthropomorf, 29.300-24.000 bp
Aubert et al, 2014
Gambar tangan negatif, jari normal 9000 bp
Plagnes et al, 2003
Aubert et al, 2014
Aubert et al, 2014
Aubert et al, 2007
Sejalan dengan hasil-hasil pertanggalan gambar cadas yang menunjukkan bahwa karya seni prasejarah di Nusantara juga penting dalam lingkup regional Asia Tenggara, penggunaan teknologi dalam perekaman gambar cadas menunjukkan hal yang signifikan. Penggunaan alat-alat modern seperti 3D laser scanning dalam pemetaan gua bergambar di beberapa kawasan MarosPangkep dan Sangkulirang-Mangkalihat UPT-UPT dibawah Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman. Selain itu pula, sejalan dengan penelitian di kawasan situs yang lain di dunia, perekaman gambar cadas di Indonesia, seperti menggunakan portable 3D scan di Gua Harimau dan penggunaan plugin DStretch untuk memperjelas bentuk gambar cadas yang sudah aus telah dilakukan (Oktaviana, 2015b). Gambar cadas di Indonesia tersebar di gua-gua, ceruk, tebing karang pada kawasan karst Indonesia. Dari wilayah paling timur Indonesia antara lain wilayah Papua seperti di kawasan karst
Teluk Berau, Kaimana, Teluk Triton (Roder dalam Arifin and Delanghe 2004); (Gonthier, Budiman, Djami, & Simanjuntak, 2013), Danau Sentani (Arifin & Delanghe, 2004), Misool Selatan (Sulistyarto et al., 2014). Selain itu di kawasan karst Matgugul Kakun, Pulau Buru dan di Pulau Seram di Sungai Tala, Teluk Seleman (Ririmasse, 2007) dan temuan terbaru di Pulau Seram Laut (Oktaviana, Lape, & Ririmasse, 2016). Kawasan karst Dunwahan di Kep. Kei di bagian tenggara Pulau Seram (Ballard, 1988; Setiawan, 1994). Pada kawasan karst Nusa Tenggara Timor diketahui sebaran gambar cadas di Tanjung Tutuala (Susan O’Connor, 2003) dan temuan terbaru di Kupang (Sue O’Connor, Louys, Kealy, & Mahirta, 2015). Sebaran gambar cadas di Sulawesi yaitu di kawasan karst Maros-Pangkep, kawasan karst Bone (Aubert et al., 2014; Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016; Permana, 2005). Selain itu di kawasan karst Danau Towuti (Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016), kawasan Morowali, dan kawasan karst Matarombeo (Fage, 2014). Pada wilayah karst di Kalimantan, telah ditemukan gambar cadas sejak tahun 1995 hingga sekarang di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat (Fage, Chazine, & Setiawan, 2010) di Kalimantan Timur, selain itu di situs Batu Cap(Yondri, 1996) dan Liang Kaung (Chazine, 1996) di Kalimantan Barat. Informasi temuan terbaru di Pualu Sumatera yaitu di Gua Harimau di kawasan karst Padang Bindu, Sumatera Selatan (Oktaviana, Setiawan, & Saptomo, 2016), dan di kawasan karst Sarolangun, Jambi (Fauzi, M. Ruly, Prasetyo, Andhifani, Hendrata, & Intan, 2015).
Figur 1. Sebaran Gambar Cadas di Indonesia (modifikasi setelah Oktaviana et al 2016)
Pada tulisan ini dibahas mengenai informasi terbaru dan perkembangan pada temuan gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna. Gambar cadas diteliti dan didokumentasikan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pertama kali tahun 1977, penelitian selanjutnya tahun 1984, dan tahun 1986 (Kosasih, 1987, 1989, 1995). Penemuan pada sekitar sepuluh gua dan ceruk pada Situs Gua Metanduno, Gua Kabori, Gua Wa Bose, Gua Toko, Gua La Kolumba, Ceruk Ida Malangi, Ceruk Lasabo A, Ceruk Lasabo B, Ceruk La Nsarofa, dan Ceruk Tangga Ara dengan motif gambar yang beragam, yaitu figur manusia, binatang, matahari, perahu, serta perlengkapan perang dan berburu yang mungkin terbuat dari logam. Gambar cadas tersebut diterakan di dinding
dan langit-langit gua, serta di dinding tebing ceruk. Warna yang digunakan pada gambar tersebut umumnya berwarna coklat, namun ada juga yang berwarna hitam, dan sedikit yang berwarna merah. Kosasih (1995) mengungkapkan bahwa gambar cadas di kawasan ini lebih banyak mencerminkan aktifitas dan realitas masyarakat pendukungnya, bersifat aktif, dinamis, dan nyata yang ditunjukkan dalam adegan perburuan, peperangan dan perkelahian.
Figur 2. Sebaran Gambar Cadas di Pulau Muna (modifikasi setelah Oktaviana 2015)
Menariknya gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna tidak pernah dilaporkan terdapat temuan gambar tangan negatif sebelum tahun 2005, padahal dilihat dari sebaran gambar tangan negatif di Pulau Sulawesi, gambar tangan negatif tersebar dari kawasan karst Maros-Pangkep, Bone, Danau Towuti, hingga kawasan karst Matarombeo. Tahun 2005, temuan gambar cadas oleh Balai Arkeologi Makassar di Gua Pominsa membuktikan bahwa di kawasan karst Pulau Muna juga memiliki tinggalan gambar tangan negatif. Selain itu sampai tahun 2014 tidak pernah dilaporkan di Gua Metanduno dan Gua Kabori mengenai temuan gambar tangan negatif, padahal kedua situs tersebut telah diteliti berkali-kali oleh peneliti sebelumnya (Aksa, 1991; Alamsyah, 2014; Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, 2015; Kosasih, 1995). Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa di Gua Metanduno dan Gua Kabori juga ditemukan gambar tangan negatif yang penggambarannya lebih dahulu dari gambar-gambar berwarna coklat. Gambar tangan negatif di Gua Metanduno penting diketengahkan kepada peneliti gambar cadas dan masyarakat umum karena dapat mengungkapkan kronologi relatif bahwa penggambaran gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna telah hadir jauh dari perkiraan sebelumnya. Metode Tulisan ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pengumpulan data yaitu observasi langsung dan studi pustaka. Observasi langsung dilaksanakan oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka penyusunan buku gambar cadas prasejarah Indonesia yang salah satunya di kawasan karst Pulau Muna tahun 2015 dengan mengundang penulis dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Pindi Setiawan dari ITB, pendokumentasian dilaksanakan di beberapa gua dan ceruk antara lain Gua Metanduno, Gua Kabori, Ceruk Ida Malangi, Gua Sugi Patani, Ceruk La Podo, Gua Pominsa, dan Ceruk Lakan
Taghu. Studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan dan menelaah tulisan-tulisan mengenai gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna antara lain Kosasih (1978, 1984, 1985, 1986, 1987, 1989), BPCB Makassar (2015) serta tulisan penulis lainnya yang berkaitan dengan gambar cadas. Proses perekaman gambar cadas di tiap situs yaitu melalui beberapa tahapan (Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016; Oktaviana, Setiawan, et al., 2016). Pertama kali mendeskripsikan keadaan situs seperti pada penelitian arkeologi umumnya. Selanjutnya mengobservasi dan mengidentifikasi keletakan gambar cadas yang biasanya dari arah kiri ke arah kanan atau sebaliknya. Pendeskripsian gambar cadas meliputi ukuran, warna, tipe, teknik pembuatan, lokasi pada panel, dan kondisi gambar cadas (Arifin, 1992; Maynard, 1977). Setelah mengetahui keletakan gambar cadas diseluruh lokasi, maka dilanjutkan dengan perekaman foto pada tiap panil gambar cadas untuk mendapatkan konteks tiap gambar dari panil tersebut. Perekaman menggunakan kamera digital 10 MP dengan tambahan bantuan cahaya LED. Untuk mendapatkan detil tiap gambar menggunakan skala dan tanpa skala, skala yang digunakan biasanya mengacu kepada standar skala IFRAO. Pemotretan untuk panil dan objek sebaiknya diusahakan tegak lurus dengan bidang imaji yang digambarkan. Tujuannya untuk mengurangi distorsi pada hasil fotonya. Tahapan selanjutnya yaitu memindahkan file dari kamera pada komputer/laptop. Pembuatan folder persitus untuk menyimpan semua gambar per panil dan per imaji. Tabulasi data hasil foto di lapangan dapat berbentuk di Microsoft Excel. Proses mengolah data foto hasil penelitian menggunakan aplikasi ImageJ dengan plugin DStretch pada penelitian gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna. Plugin DStretch berguna untuk memperjelas gambar atau imaji yang umumnya telah pudar atau tertutup lumut atau superposisi dengan gambar lainnya (Harman, 2005; Le Quellec, Duquesnoy, & Defrasne, 2015; Oktaviana, 2015b). Analisis khususnya dilanjutkan pada gambar tangan di Gua Metanduno dan Gua Pominsa dan gambar perahu di Gua Metanduno, Gua Kabori, Gua Pominsa, dan Ceruk Lakan Taghu. Gambaran data Kawasan karst Pulau Muna secara administrasi termasuk Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna telah diteliti dan didokumentasikan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sejak 40 tahun lalu. Terakhir pendokumentasian gambar cadas di kawasan karst tahun 2015 oleh Direktorat PCBM ini memberikan bukti kehadiran gambar cap tangan negatif Gua Metanduno, menunjukkan bahwa di Kawasan Pulau Muna terdapat gambar tangan negatif yang sebelumnya dianggap tidak ada. Dengan demikian, sampai saat ini gambar cap tangan negatif telah ditemukan di Gua Pominsa dan Gua Metanduno. Selain itu temuan situs baru Ceruk Lakan Taghu menambah daftar temuan gambar perahu di kawasan karst Pulau Muna. Uraian deskripsi ketiga situs disarikan dari buku Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia (Oktaviana, 2015a). Gua Pominsa Gua Pominsa pertama kali diteliti oleh Balai Arkeologi Makassar tahun 2005 dan pendokumentasian oleh BPCB Makassar tahun 2014. Koordinat geografis 4º54’38.0” LS 122º40’13.9” BT. Lokasi gua ini berada di sebelah tenggara Kompleks Gua Kabori menelusuri jalan usaha sekitar 300 meter menggunakan kendaran roda empat dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar satu km. Secara administratif gua ini terletak di Desa/Kelurahan Liang Kabori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di sepanjang perjalanan menuju gua ini melewati ladang penduduk yang dibatasi pagar batu dengan kontur perbukitan. Gua Pominsa
berada di ketinggian 6 meter, akses menuju gua menggunakan titian tangga kayu. Gua ini menghadap ke arah utara dengan ketinggian 277 meter dpl. Terdapat dua galeri di gua ini yang terpisahkan, yaitu galeri yang berada di bagian dalam gua yang di akses langsung dari tangga masuk dan galeri yang berada di bagian luar yang menghadap ke arah timur. Pada bagian luar gua ini gambar cadas yang diterakan antara lain gambar tangan negatif, figur manusia, figur hewan, layang-layang, dan geometris. Temuan gambar tangan di situs ini tahun 2005 oleh Balai Arkeologi Makassar merevisi pendapat dari para peneliti gambar cadas di Indonesia bahwa sebelumnya kawasan situs gambar cadas di Pulau Muna dianggap tidak memiliki gambar cap tangan negatif. Pada bagian dalam gua digambarkan ragam figur manusia dengan posisi berdiri, menunggangi hewan, manusia di atas perahu, digambarkan sedang memegang senjata, dan gambar-gambar geometris. Jumlah gambar cadas yang teridentifikasi oleh BPCB Makassar sebanyak 119 gambar. Umumnya gambar-gambar tersebut digambarkan di dinding gua pada ketinggian 30 cm hingga 200 cm dari lantai gua menggunakan warna cokelat dengan teknik kuasan pada gambar-gambar figur manusia dan hewan, sedangkan gambar tangan negative menggunakan teknik semprot. Selain itu, ditemukan pula gambar yang menggunakan warna hitam dari corengan arang. Pada kegiatan pendokumentasian gambar cadas yang dilakukan tahun 2015 oleh Direktorat Peninggalan Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diketahui terdapat satu gambar tangan tambahan di ruang dalam Gua Pominsa. Selain itu terdapat gambar figur anthropomorphik pada bagian badan telah tertutup kalsit, gambar cadas ini dapat dijadikan sampel pertanggalan menggunakan metode U/TH (Oktaviana, 2015a).
Figur 3. Beberapa imaji gambar cadas di Gua Pominsa
Gua Metanduno Gua Metanduno merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Pulau Muna, akses kendaraan yang mudah dan berada di tepi jalan memudahkan wisatawan menuju Gua Metanduno.
Secara administratif gua ini terletak di Desa/Kelurahan Liang Kabori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, atau berada pada koordinat 4º53’54.5” LS 122º39’33.7” BT. Metanduno dalam bahasa Muna berarti menanduk yang berasal dari kata tanduk. Gua ini berbentuk kubah yang menghadap ke arah barat laut, pengukuran pada lebar mulut gua 21 meter, jarak dari mulut gua ke arah dalam 23 meter, panjang melintang 25 meter dan tinggi gua 8 meter. Bagian dalam gua penuh dengan runtuhan yang berasal dari dinding maupun atap gua, di beberapa bagian gua masih aktif proses pembentukan stalaktit dan stalagmit. Bagian depan gua telah ditambah dengan anak-anak tangga. Kondisi gambar cadas umumnya masih terawat, namun terdapat juga vandalisme pada dinding kiri dan dalam gua. Beberapa gambar cadas tertutup lumut berwarna hijau dan ada juga imaji yang mengalami pengelupasan. Umumnya gambar cadas berada di zona terang. Gambar cadas pada Gua Metanduno setidaknya berjumlah 316 gambar (Kosasih, 1984). Motif yang digambarkan terdiri atas figur manusia dengan beragam variasi, kuda, rusa, babi, anjing, ayam, ular, lipan, perahu, matahari, gambar cap tangan negatif, dan gambar yang tidak teridentifikasi. Bahan pewarnaan berupa oker yang menghasilkan warna merah dan coklat, serta arang yang digunakan untuk menghasilkan warna hitam. Teknik penggambaran umumnya menggunakan kuasan yang membentuk figur manusia dan hewan berbentuk garis, outline, maupun solid infill, namun pada gambar tangan negatif menggunakan teknik semprot. Gambar cap tangan negatif di gua ini sebelumnya tidak dilaporkan, baru pada pendokumentasian yang dilakukan tahun 2015 bahwa diketahui sebanyak tujuh gambar cap tangan negatif, di bagian dalam gua satu gambar dan di bagian kanan mulut gua sebanyak enam gambar. Gambar cap tangan negatif umumnya digambarkan normal, namun satu motif digayakan pada bagian jarinya berupa jari runcing. Ragam gambar pada Gua Metanduno tersebar di bagian dinding kiri dari mulut gua, bagian dalam gua, dan dari bagian kanan mulut gua. Pada bagian dinding kiri digambarkan figur manusia, prajurit berkuda, manusia terbang, perahu berpenumpang, matahari, dan geometris, yang keseluruhan gambar di dinding ini berukuran kecil/miniatur pada ketinggian satu hingga dua meter dari lantai gua. Pada bagian dalam gua gambar umumnya berukuran miniatur yang didominasi oleh figur manusia dengan beragam penggambaran, rusa, kuda, perahu berpenumpang yang bagian haluannya berlinggi, matahari, gambar tangan dan tidak teridentifikasi. Motif utama yang digambarkan di bagian dalamnya itu gambar kuda/sapi? Berukuran besar menghadap ke arah kanan dan superposisi dengan gambar perahu di bagian kaki belakang. Gambar hewan tersebut juga di bagian kelaminnya ditampakkan dengan jelas. Di bagian kiri dan kanan motif utama digambarkan perahu berpenumpang lebih dari satu orang. Gambar tangan negatif yang berada di bagian dalam gua ini hanya berupa tiga jari mengarah ke atas pada ketinggian 1,3 meter dari lantai gua, posisinya berdekatan dengan figur manusia.
Figur 4. Beberapa imaji gambar cadas di Gua Metanduno
Figur 5. Imaji gambar tangan negatif, figur manusia dan hewan di Gua Metanduno
Sedangkan pada bagian dinding kanan umumnya digambarkan adegan perburuan rusa dan babi oleh manusia dengan menunggangi kuda yang membawa anjing. Beberapa figur kuda berukuran besar namun penunggangnya tidak digambarkan proporsional, namun berukuran lebih kecil dari figur kudanya. Selain itu ada penggambaran pemburu sedang menombak rusa. Gambar prajurit menunggangi kuda sedang memegang alat. Di dinding ini terdapat gambar cap tangan negatif dengan jari runcing yang digambarkan lebih dahulu di bagian bawah gambar ayam. Di sampingnya terdapat dua gambar cap tangan negatif lainnya. Satu gambar tangan negatif bagian
jari teridentifikasi di dinding pada bongkahan batu menghadap ke arah luar gua, sedangkan dua motif gambar cap tangan lainnya berada di bagian langit-langit bongkahan batuan yang agak tersembunyi. Pada dinding ini penggambaran kuda lebih dominan dibandingkan dengan gambar kuda di bagian dalam maupun dinding kiri mulut gua (Oktaviana, 2015a). Gambar manusia yang digambarkan dengan ragam variasi yaitu pemburu berkuda, pemburu tak berkuda, prajurit berkuda, prajurit tak berkuda, manusia terbang, penunggang kuda, manusia berkelahi, berkuda dan berpenuntun, manusia bertolak pinggang, gambar manusia belum selesai, dan penunggang kuda tak selesai (Kosasih 1984). Gambar cadas di gua ini didominasi oleh gambar kuda dengan ragam penggambaran yang menunjukkan bahwa merupakan tinggalan gambar cadas dari masa yang lebih muda atau domestikasi atau pastoral (Kosasih 1984). Selain itu juga penggambaran perahu menunjukkan bahwa sudah digunakannya transportasi berpenumpang, baik digunakan untuk mencarikan, penyebrangan antarpulau, ataupun untuk berperang. Tetapi dengan ditemukannya gambar cap tangan negatif di gua ini, maka anggapan bahwa gambar cadas di Pulau Muna harus ditinjau ulang. Selain itu dengan ditemukannya gambar tangan negatif yang berjari runcing di Gua Metanduno ini menunjukkan bahwa penyebarannya dari kawasan Maros-Pangkep ke arah Sulawesi Tenggara hingga ke Pulau Muna (Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016). Ceruk Lakan Taghu, temuan situs baru Ceruk Lakan Taghu berada di kawasan karst yang berdekatan dengan Ceruk Sugi Patani dan Gua Pominsa, tepatnya pada koordinat 4º54’35.9” LS 122º40’12.6” BT. Ceruk ini merupakan temuan baru tahun 2015 oleh penulis setelah dikonfirmasi kepada juru pelihara, bahwa ceruk ini belum pernah dilaporkan kepada BPCB Makasssar. Ceruk ini teridentifikasi pada saat akan melakukan pendokumentasian gambar cadas di Gua Pominsa, di bagian dinding Bukit Lakan Taghu terlihat beberapa gambar cadas yang sudah mulai pudar. Akses ke ceruk ini belum terdapat jalan setapak, dari arah pagar kebun yang terbuat dari batu, kita mengikuti batas pagar ke arah kanan hingga sedikit memanjat ke bagian tebing bukit tersebut. Ceruk ini memiliki dua ruangan yang dihubungkan oleh lorong kecil dengan ukuran tinggi 1 meter dan lebar 40 cm. Ruangan pertama di bagian kiri, dan ruangan kedua dibagian kanan yang aksesnya berseberangan. Dari arah jalan setapak menuju ke Gua Pominsa, pada dinding bukit, terlihat sebanyak lima gambar cadas di dinding ruangan pertama yaitu gambar perahu berlinggi dengan tiang layar di sebelah kiri, dua figur manusia berhadapan, dan satu figur manusia menghadap ke arah kanan di bagian bawah. Terakhir di bagian bawah figur manusia digambarkan motif geometris berupa gambar sisir atau figur hewan. Masih di bagian luar, di bawah dinding terdapat figur manusia dengan orientasi ke arah kanan.
Figur 6. Temuan situs baru Gua Lakan Taghu
Akses menuju ruangan satu harus memanjat tebing batuan ke arah kiri. Di bagian luar terdapat figur manusia berdiri dengan satu lengan bertolak pinggang ke arah kiri dan kedua kaki agak melengkung. Di bagian dalam digambarkan setidaknya 27 gambar pada dinding gua, antara lain figur manusia menunggangi hewan, figur prajurit bertolak pinggang ke arah kanan, beberapa gambar geometris segitiga berhadapan atau bagian badan figur prajurit yang belum selesai digambar. Selain itu, beberapa figur prajurit bertolak pinggang dengan bagian tangan direntangkan ke arah depan dengan posisi berhadapan maupun tunggal, dan digambarkan pula figur hewan berkaki empat. Masih di ruangan satu di bagian dalam yang mengarah ke ruangan dua, pada bongkah batu digambarkan figur manusia terbang dengan posisi kepala menghadap ke bawah di bagian kiri, sedangkan di bagian kanan digambarkan figur manusia menunggangi kuda yang menghadap ke arah kanan. Pada bongkah batu yang lain digambarkan dua buah perahu bertiang tunggal, salah satu perahu di bagian kanannya digambarkan sedang dipegang oleh figur prajurit. Warna yang digunakan untuk menggambar menggunakan warna cokelat dengan teknik penggambaran menggunakan kuasan jari. Pada ruangan satu ini sangat disayangkan terdapat vandalisme tulisan nama dan angka tahun, serta beberapa figur manusia yang digambarkan menggunakan corengan arang. Sementara itu, ruangan dua merupakan lorong dengan ketinggian sekitar dua meter. Dari arah ruangan dua ke arah luar tampak pemandangan karst Ceruk Sugi Patani. Adapun temuan gambar cadas di sini, pada langit-langit di bagian luar ruangan dua terdapat panil gambar berwarna cokelat dengan teknik kuasan berupa dua figur prajurit yang berbeda ukuran dengan gambar hewan di bawahnya?, selain itu digambarkan figur hewan dengan bagian kepala tidak proporsional dan di bagian bawah kaki kanan digambarkan figur manusia setengah badan dengan lengan kanan lebih panjang. Terakhir gambar tidak teridentifikasi di bagian kanan atasnya. Pada ruangan dua terdapat sekitar 14 gambar yang umumnya berbentuk figur manusia, berwarna cokelat dengan teknik
kuasan dalam penggambarannya. Pada bagian dinding ruangan dua dari arah kanan terdapat figur manusia yang digambarkan bagian tangan kanannya panjang dan bagian kepala tidak digambarkan. Di bagian dinding dalam ruangan gua digambarkan figur manusia yang sedang bertolak pinggang dengan memakai senjata dan ikat kepala, beberapa figur manusia dengan posisi berdiri dan menunggangi hewan digambarkan di bawahnya. Sayangnya, gambar cadas di sini sudah mulai tertutup lumut, karena kondisi dinding yang menghadap ke arah luar. Selain itu digambarkan juga figur manusia yang menunggangi hewan dan disekitarnya terdapat figur-figur hewan (Oktaviana, 2015a). Pembahasan Dua jenis imaji yang penting untuk dibahas yaitu imaji gambar tangan negatif dan imaji gambar perahu, meskipun umumnya di kawasan karst Pulau Muna dominan penggambaran figur hewan seperti rusa, kuda, dan anjing. Pindi Setiawan (2016) menganggap bahwa imaji perahu merupakan bagian dari budaya petutur Austronesia, sedangkan berdasarkan tarikh pertanggalannya imaji gambar tangan negatif telah hadir sebelum budaya petutur Austronesia dan berlanjut pada budaya petutur Austronesia hingga sekarang. Gambar tangan Gambar tangan di Indonesia sudah banyak diteliti, sebarannya dari kawasan karst Kalimantan Timur hingga ke Papua. Pola khas dari gambar tangan dapat kita amati pada beberapa kawasan, seperti di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat pola yang khas yaitu gambar tangan normal berwarna merah yang berhias titik atau garis, sebanyak 30an lebih pola gambar tangan di lebih dari 40an situs gambar cadas yang terbentang di gugusan bukit-bukit karst (Fage et al., 2010; Setiawan, 2010). Gambar tangan pada kawasan-kawasan karst Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara juga memiliki pola khas yaitu gambar tangan dengan jari runcing (Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016), selain itu gambar dua tangan yang disatukan. Terakhir gambar tangan yang khas di kawasan timur Indonesia yaitu di kawasan Misool Selatan, yaitu gambar tangan kiri dan kanan yang menempel (Sulistyarto et al., 2014). Terlebih gambar tangan negatif di kawasan karst Leang-Leang, Maros memiliki tarikh pertanggalan pada sekitar 40 ribu hingga 17 ribu tyl (Aubert et al., 2014). Pada gambar tangan negatif dengan diruncingkan tarikh pertanggalan gambar cadas berumur 17 ribu tyl, pola gambar jari runcing tersebut menyebar ke kawasan karst Bone, kawasan karst Danau Towuti, kawasan karst Lolomerui, dan terekam di Gua Metanduno. Temuan gambar tangan negatif di kawasan karst Pulau Muna yaitu di Gua Pominsa dan Gua Metanduno sangat berarti, karena hal ini menunjukkan bahwa sebaran gambar tangan hadir di pulau tersebut. Gambar tangan negatif di kedua gua tersebut umumnya normal dan polos, tidak berhias, sudah tertutup dengan lapisan batuan. Salah satu gambar tangan di Gua Metanduno diperkirakan berjari runcing (Oktaviana, Bulbeck, et al., 2016). Gambar tangan berjari runcing di Gua Metanduno berada di bawah imaji figur hewan berwarna coklat, hal ini menunjukkan bahwa umurnya secara relatif lebih tua dari figur hewan tersebut. Temuan gambar tangan di kawasan karst Pulau Muna, menegaskan bahwa pada kawasan karst tersebut juga kemungkinan dilewati oleh budaya petutur pra-austronesia, hal ini dapat dibuktikan bila salah satu tinggalan gambar tangan di Gua Metanduno dapat dijadikan tarikh pertanggalan.
Perahu
Figur 7. Motif perahu pada gua-gua di kawasan karst Pulau Muna
Mengenai imaji perahu, dengan ditemukannya Gua Lakan Taghu maka kawasan karst Pulau Muna semakin kaya akan tinggalan gambar cadas yang berkaitan dengan kemaritiman, setidaknya sebanyak 43 gambar perahu tersebar di tujuh gua di kawasan karst Pulau Muna. Selain di kawasan karst Pulau Muna, gambar perahu tersebar di Nusantara yaitu di Liang Kain Hitam, Niah (Arifin & Delanghe, 2004; Harrisson, 1958; Szabo, Piper, & Barker, 2009), Gua Mardua, Sangkulirang (Setiawan, 2004), Gua Sumpangbita dan Gua Bulu Sipong, Sulawesi Selatan (Kosasih, 1995; Suprapta, 1996), Dunwahan, Kei (Ballard, 1988; Ririmasse, 2007; Setiawan, 1994), Teluk Berau, Papua Barat (Arifin & Delanghe, 2004; Röder, 1959), Tutuala, Timor Leste (Arifin & Delanghe, 2004; Lape, O’Connor, & Burmingham, 2007). Tabel 2. Temuan Gambar Perahu di Kawasan Karst Pulau Muna No 1
Situs Gua Metanduno
2
Kabori
3 4 5 6 7
Pominsa La Kolumbu Lasabo A Lakuba Lakan Taghu
Jumlah 17 13 16 9 14 2 2 1 2
Referensi (Kosasih 1984), (BPCB Makassar 2014) (Kosasih 1984) (BPCB Makassar 2014) (BPCB Makassar 2014) (Kosasih 1984) (Kosasih 1984) (BPCB Makassar 2014) (Dir. PCBM 2015)
Berdasarkan teknik menggerakkan perahu yang terekam dalam gambar cadas (Oktaviana, 2009, 2012), di kawasan karst Pulau Muna terdapat 4 teknik yaitu (1) perahu yang dikemudikan figur manusia dengan posisi duduk dan sikap tangan mendayung di Gua Pominsa (sebelumnya
disebutkan di Gua Metanduno). (2) perahu yang dikemudikan figur manusia menggunakan dayung dan kemudi di Gua Kabori dan Gua Metanduno (3) Perahu dengan satu tiang layar di Gua Pominsa dan Gua Lakan Taghu (4) Perahu yang dikemudikan figur manusia dengan kemudi tunggal dan layar di Gua Kabori (5) Perahu yang dikemudikan figur manusia dengan kemudi ganda dan layar di Gua Kabori. Kekayaan pikir dan kreatifitas manusia masa prasejarah di kawasan karst Pulau Muna begitu bervariasi, dibuktikan oleh banyaknya imaji-imaji perahu yang menunjukkan ragam teknik menggerakkan perahu. Kekhasan mengenai teknik menggerakkan perahu ini membuktikan bahwa pengetahuan berlayar yang terpreservasi pada gambar cadas perlu upaya pelestarian yang maksimal di kawasan karst tersebut. Penutup Kawasan karst Pulau Muna telah diteliti sejak 40 tahun lalu, hasil-hasil penelitian mengungkapkan adanya gambar-gambar figuratif dan non-figuratif yang merepresentasikan kegiatan berburu, pelayaran, dan sebagainya. Gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna termasuk Gua Metanduno belum diketahui umur kronologi absolutnya, namun melalui pengamatan terhadap superposisi penggambaran gambar cadasnya, dapat diketahui kronologi relatif dari urutan penggambaran yaitu (1) gambar tangan negatif; (2) gambar perahu; (3) gambar kuda dan figur manusia dengan ragam penggambarannya.
Figur 8. Imaji di Gua Pominsa yang kemungkinan dapat diambil sampel pertanggalan Uranium series
Melihat dari sebaran gua dan ceruk bergambar dan membandingkan dengan sebaran geografis pada wilayah karst di Pulau Muna diperlukan survey berkelanjutan untuk mengetahui potensi gua dan ceruk secara menyeluruh. Informasi terbaru dari hasil survey BPCB Makassar (2016) terdapat temuan gambar cadas di tebing pantai dekat pelabuhan Raha. Hal ini menjadi alasan yang kuat untuk melakukan survey berkelanjutan tersebut. Selain itu diperlukan penanggalan absolut menggunakan metode U/TH untuk mengetahui umur tinggalan gambar cadas pada sampel figur anthropomorphic di Gua Pominsa dan pada gambar tangan di Gua Metanduno. Agar dapat diketahui posisi gambar cadas di kawasan Muna terhadap kawasan lainnya di Indonesia, sehingga diketahui jalur migrasi pendukung budaya gambar cadas di Indonesia.
Ucapan Terima kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Direktorat Peninggalan Cagar Budaya, tim pendokumentasian gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna 2015, Archaangela Yudi, Andi Muhamad Said, Laode Aksa, Pindi Setiawan, Feri Latief, Laode Samada, Fahmi dan tim, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Muna. Daftar Pustaka Aksa, M. L. (1991). Lukisan Dinding Gua Metanduno dan Gua Kabori di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (Suatu Analisa Arkeologi). Universitas Hasanuddin. Alamsyah, N. (2014). Bentuk dan Letak Motif Kuda pada Gua Metanduno, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Universitas Indonesia. Arifin, K. (1992). Lukisan Batu Karang di Indonesia: Suatu Evaluasi Hasil Penelitian. Depok. Arifin, K., & Delanghe, P. (2004). Rock art in West Papua. London: UNESCO Publishing. Aubert, M., Brumm, A., Ramli, M., Sutikna, T., Saptomo, E. W., Hakim, B., … Dosseto, A. (2014). Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia. Nature, 514(7521), 223–7. http://doi.org/10.1038/nature13422 Aubert, M., O’Connor, S., McCulloch, M., Mortimer, G., Watchman, A., & Richer-LaFleche, M. (2007). Uranium-series dating rock art in East Timor. Journal of Archaeological Science, 34(6), 991–996. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.jas.2006.09.017 Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. (2015). Pendataan Cagar Budaya di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Makassar. Ballard, C. (1988). Dudumahan: a rock art site on Kai Kecil, S.E. Moluccas. Bulletin of the IndoPacific Prehistory Association, 8, 139–161. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.7152/bippa.v8i0.11274 Chazine, J. (1996). Unraveling and reading the past in Borneo: an archaeological outline of Kalimantan. In The Pacific from 5000 to 2000 BP. Actes du colloque Vanuatu (pp. 213–226). Paris: ORSTOM/IRD. Fage, L.-H. (2014). Matarombeo 2014. Prospection archéologique, massif de Matarombeo, Sulawesi Central,Octobre 2014. http://doi.org/DOI: 10.13140/RG.2.1.1934.3205 Fage, L.-H., Chazine, J., & Setiawan, P. (2010). Borneo, Menyingkap Gua Prasejarah. Le Kalimanthrope. Fauzi, M. Ruly, Prasetyo, S. E., Andhifani, W. R., Hendrata, A. O., & Intan, F. S. . (2015). Laporan Penelitian Arkeologi: Survei Arkeologis Potensi Gua di Provinsi Jambi Tahap II. Palembang. Gonthier, E., Budiman, Djami, E. N. I., & Simanjuntak, T. (2013). Art pariétal dans la baie de Triton, sud-ouest de la Papua-Barat: Etudes sémiologiques des tracés pariétaux archéologiques. Les Amis Du Muséum National D’histoire Naturelle, 256, 54–57. Harman, J. (2005). Using Decorrelation Stretch to Enhance Rock Art Images. In the Society for California Archaeology. California. Harrisson, T. (1958). The Great Cave Sarawak: A Ship-Of-The-Dead Cult and Related Rock Paintings,. The Archaeological News Letter, 6, 199–204. Joordens, J. C. A., D’Errico, F., Wesselingh, F. P., Munro, S., Vos, J. de, Wallinga, J., … Roebroeks, W. (2014). Homo erectus at Trinil on Java used shells for tool production and engraving. Nature, 518, 228–231. http://doi.org/10.1038/nature13962 Kosasih, E. A. (1987). Lukisan Gua Prasejarah: Bentangan Tema dan Wilayahnya. In Diskusi Ilmiah Arkeologi II (pp. 16–33). Jakarta. Kosasih, E. A. (1989). Sumbangan Data Seni Lukis Bagi Perkembangan Arkeologi di Kawasan
Asia Tenggara. In Pertemuan Ilmiah Arkeologi V. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Kosasih, E. A. (1995). Lukisan Gua di Sulawesi Bagian Selatan: Refleksi Kehidupan Masyarakat Pendukungnya. Universitas Indonesia. Lape, P., O’Connor, S., & Burmingham, N. (2007). Rock Art: A potensial Source of Information about Past Maritimr Technology in South-East Asia-Pasific Region. The International Journal of Nautical Archaeology, 36(2), 238–253. Le Quellec, J.-L., Duquesnoy, F., & Defrasne, C. (2015). Digital image enhancement with DStretch®: Is complexity always necessary for efficiency? Digital Applications in Archaeology and Cultural Heritage, 2(2–3), 55–67. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.daach.2015.01.003 Maynard, L. (1977). Classification and terminology in Australian rock art. In P. J. Ucko (Ed.), Form in indigenous art: schematisation in the art of Aboriginal Australia and prehistoric Europe (pp. 387–403). Canberra: AIAS. O’Connor, S. (2003). Report of nine new painted rock art sites in East Timor in the context of the western Pacific region. Asian Perspectives, 42(1), 96–128. http://doi.org/http://hdl.handle.net/10125/17182 O’Connor, S., Louys, J., Kealy, S., & Mahirta. (2015). First record of painted rock art in Kupang, West Timor, Indonesia and the origins and distribution of the Austronesian Painting Tradition. Rock Art Research, 32(2), 193–201. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/281006002_First_record_of_painted_rock_art_in_ Kupang_West_Timor_Indonesia_and_the_origins_and_distribution_of_the_Austronesian_P ainting_Tradition Oktaviana, A. A. (2009). Penggambaran Motif Perahu Pada Seni Cadas di Indonesia. Universitas Indonesia. Oktaviana, A. A. (2012). Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia. In S. Rahardjo (Ed.), Arkeologi Untuk Publik (pp. 537–549). Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Oktaviana, A. A. (2015a). Kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. In R. C. E. Permana (Ed.), Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia (pp. 145–170). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Oktaviana, A. A. (2015b). Pengaplikasian DStretch Pada Perekaman Gambar Cadas di Indonesia. In Diskusi Ilmiah Arkeologi. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/304499028_PENGAPLIKASIAN_DSTRETCH_ PADA_PEREKAMAN_GAMBAR_CADAS_DI_INDONESIA Oktaviana, A. A., Bulbeck, D., Connor, S. O., Hakim, B., Wibowo, U. P., Pierre, E. S., & Clay, B. (2016). HAND STENCILS WITH AND WITHOUT NARROWED FINGERS AT TWO NEW ROCK ART SITES IN SULAWESI , INDONESIA, 33(1), 32–48. Retrieved from http://search.informit.com.au/documentSummary;dn=050419264450286;res=IELIND Oktaviana, A. A., Lape, P., & Ririmasse, M. N. (2016). Recent Rock Art Research on East Seram, Maluku: A key site in the rock art of West Papua and South East Maluku. In The 2nd SEAMEO SPAFA International Conference on Southeast Asian Archaeology. Bangkok. Oktaviana, A. A., Setiawan, P., & Saptomo, E. W. (2016). Rock Art Pattern in Harimau Cave Site in South Sumatera. In T. Simanjuntak (Ed.), Harimau Cave and The Long Journey of OKU Civilization (pp. 267–286). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Permana, R. C. E. (2005). Bentuk Gambar Telapak Tangan pada Gua-gua Prasejarah di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Wacana, 7(2), 161–174.
Plagnes, V., Causse, C., Fontugne, M., Valladas, H., Chazine, J.-M., & Fage, L.-H. (2003). Cross dating (Th/U- 14C) of calcite covering prehistoric paintings in Borneo. Quaternary Research, 60(2), 172–179. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/S0033-5894(03)00064-4 Ririmasse, M. N. (2007). TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU. Kapata Arkeologi, 3(4), 1–21. Retrieved from kapata-arkeologi.kemdikbud.go.id/~fxzuplac/.../53 Röder, J. (1959). Felsbilder und Vorgeschichte des MacCluer-Golfes West-Neuguinea. Darmstadt: L.C. Wittich Verlag. Setiawan, P. (1994). Gambar Cadas Dunwahan, Tinjauan awal isi-wimba berdasarkan posisi sebenarnya di cadas. Institut Teknologi Bandung. Setiawan, P. (2004). Pesan dari Jaman yang Hilang: Gambar Cadas Kalimantan. In Seminar Penelitian Perancis di Indonesia. Jakarta: Museum Nasional. Setiawan, P. (2010). Gambar Cadas Kutai Prasejarah: Kajian Pemenuhan Kebutuhan Terpadu dan komunikasi Rupa. Institut Teknologi Bandung. Sulistyarto, P. H., Oktaviana, A. A., Adhityatama, S., Ramadhan, A. S., Ariadi, A. P., Mahmud, I., … Prameswari, Y. (2014). Laporan Penelitian Arkeologi: Penelitian Arkeologi Maritim Hunian Prasejarah dan Lukisan Cadas di Kepulauan Misool, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Jakarta. Suprapta, B. (1996). Lukisan dinding gua di daerah Pangkep: Suatu kajian tentang makna lukisan dalam kehidupan mesolitik. Universitas Indonesia. Szabo, K., Piper, P., & Barker, G. W. (2009). Sailing between worlds: the symbolism of death in northwest Borneo. In G. Clark, F. Leach, & S. O’Connor (Eds.), Islands of inquiry: colonisation, seafaring and the archaeology of maritime landscapes (Terra Australis) (Vol. 29, pp. 149–170). Canberra: ANU Press. Yondri, L. (1996). Batucap: Temuan Awal Tinggalan Seni Lukis Gua/Ceruk d Wilayah Indonesia Barat. Jurnal Penelitian Balai Arkeologi Bandung, 3, 57–66.