RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No. 2 Oktober 2016, 328-349 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret DOI: 10.22225/jr.2.2.390.328-349.
EKOLEKSIKON KE-KAGHATI-AN BAHASA MUNA Nirmalasari
Universitas Halu Oleo
[email protected]
Abstrak
Tulisan ini memaparkan tentang ekoleksikon ke-kaghati-an dalam bahasa Muna. Hasil analisis diperoleh Ekoleksikon flora berdasarkan data yang diperoleh, seperti bhontu ‘waru’; bhale ‘daun palma’; kolope ‘gadung’; nanasi ‘nenas hutan’. Ekoleksikon fauna diperoleh data, seperti bubu ‘kutu’; dumbi ‘kecoak’; waea ‘kelelawar’; kaghule-ghule ‘ulat’. Ekoleksikon alam, seperti ghuse ‘hujan’; kawea ‘angin’; fiu ‘berhembus bertiup’; kabhawo ‘gunung’; wite ‘bumi/tanah’; kalangkari ‘jagung musim timur. Ekoleksikon kepercayaan diperoleh data seperti kotupa ‘ketupat’; ahera ‘akhirat’; dupa ‘dupa’; dhoa ‘doa’; mate ‘mati/meninggal’. Satuan-satuan lingual khazanah leksikon ke-kaghati-an bahasa Muna terfokus pada bentuk dan kategori. Bentuk leksikon berdasarkan data yang diperoleh, didapat leksikon bentuk tunggal, bentuk kompleks (afiksasi dan reduplikasi) dan bentuk majemuk. Yang termasuk bentuk tunggal seperti tapu ‘ikat’; bhera ‘patah’; tomba ‘keranjang’; pani ‘sayap’; alo ‘malam’; bhala ‘dosa’; simpi ‘jepit’; dan pughu ‘pohon’. Sedangkan yang termasuk dalam bentuk kompleks terbagi atas kelompok leksikon berafiks seperti bhatende ‘dianjung’, kasaa ‘alat penyeimbang’, fohoro ‘terbangkan’; fekalaa ‘luruskan/jadikan lurus’; meala ‘mengambil’; pokai ‘saling kait’; setomba ‘satu keranjang’; piki-owa-hi-ghoo ‘segera ditambahkan talinya’; kalaghoo ‘bawa pergi’; dan didiwi ‘sayati’. Kelompok kata seperti sala bhate ‘salah bentuk’; kawea bunta ‘angin di awan’ termasuk bentuk majemuk. Kelompok; kata ulang seperti ule -->ka-ule -ule ‘berputar-putar’; kangia-->ka-kangi-kangia ‘berputar terus-menerus’. Adapun kategori leksikonleksikon ke-kaghati-an tersebut adalah kategori nomina, verba, dan adjektiva. Kategori nomina seperti kalolonda, punda. Kategori verba seperti kumbu, pulo, timpu, lepesi. Kategori adjektiva diperoleh leksikon-leksikon seperti malu ‘lembek’; ghosa ‘keras’; todo ‘kencang’; nifi ‘tipis’. Ungkapan falia ke-kaghati-an diperoleh data seperti O falia nelaa kaindereno, nomangkulepaane ‘pemali rangka tengahnya diambil dari buluh yang lurus, nanti mudah menukik’; O falia dofofotingkulu rokolopeno, neuleane ‘pemali daun gadungnya dipasang terbalik, nanti berputar pada waktu terbang.’ Pelestarian kekayaan leksikon dalam GTBM itu sangat penting, baik untuk keberlanjutan hidup bahasa Muna maupun kelestarian kaghati dengan tradisi dan budayanya yang di dalamnya tersimpan makna dan nilai budaya warisan masa lalu sebagai bagian dari jati diri guyub tuturnya, terutama bagi generasi mudanya. Kata kunci: ekoleksikon, ke-kaghati-an, bahasa Muna, ungkapan falia ke-kaghati-an.
Abstract
This paper explain about ekoleksikon ke-gahtia-an in Muna. The analysis results obtained Ekoleksikon flora based on the data obtained, such as the bhontu’waru'; bhale 'daunpalma’; kolope 'gadung'; nanasi ‘nanas hutan'. Ekoleksikon fauna of retrieved data, like bubu 'kutu'; dumbi 'kecoa'; waea 'kelelawar'; kaghule-ghule 'ulat'. Ekoleksikon nature, such as ghuse 'hujan'; kawea 'angin'; fiu 'berhembus bertiup’; kabhawo 'gunung'; wite 'bumi/tanah'; kalangkari 'jagung musim timur’. Ekoleksikon of trust retrieved data such as kotupa 'ketupat '; ahera 'akhirat'; dupa 'dupa'; dhoa 'doa'; mate 'mati/meninggal'. Lingual units of lexicon ke-kaghati-an Muna focused on forms and categories. The form of a lexicon based on the data obtained, acquired lexicon singular, complex forms (affixation and reduplication) and plural. That includes the singular as tapu 'ikat'; bhera 'patah'; Tomba 'keranjang'; pani 'sayap'; alo 'malam'; bhala 'dosa'; simpi 'jepit'; and pughu 'pohon'. While including in the form of the complex is divided into affixation groups such as bhatende 'dianjung', kasaa ‘alat penyeimbang’, fohoro 'terbangkan'; fekalaa 'luruskan/jadikan lurus'; meala 'mengambil'; pokai 'saling kait'; setomba 'satu keranjang'; piki-owa-hi-ghoo 'segera ditambahkan talinya'; kalaghoo 'bawa pergi'; and didiwi 'sayati'. The word group as sala bhate 'salah bentuk’; kawea bunta 'angin di awan' including plural. The Reduplication words Group; such as ule--> kaule-ule 'berputar'; kangia--> ‘ka-kangi-kangia 'berputar terus menerus'. As for the category lexicon ke-kaghati-an the category of nouns, verbs, and adjectives. Categories of nouns such as kalolonda, punda. Categories of verbs like kumbu, pulo, timpu, lepesi. Adjectival category retrieved lexicon Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 329
lexicon-like malu 'lembek'; ghosa 'keras’; todo 'kencang'; nifi 'tipis'. The phrase falia ke-kaghati-an acquired data such as O falia nelaa kaindereno, nomangkulepaane 'pemali rangka tengahnya diambil dari buluh yang lurus, nanti mudah menukik’; O falia dofofotingkulu rokolopeno, neuleane ' pemali daun gadungnya dipasang terbalik, nanti berputar pada waktu terbang'. Wealth preservation lexiconin GTBM it is very important, both for the sustainability of life Muna or the sustainability of kaghati with tradition and culture in which stored the meaning and value of cultural heritage-the past as a part of it also reflects identity he said, particularly for a generation of youth. Keywords: ekoleksikon, kaghati, Muna, ke-kaghati-an falia expression to-20s 1. PENDAHULUAN
Haugen
secara langsung juga dapat membedakan bahwa
antara komunitas etnik yang satu dengan
ekologi bahasa adalah bidang kelinguistikan
komunitas etnik yang lain. Sebagai realitas
yang membedah makna saing memengaruhi
sosial, bahasa merupakan fenomena yang
antara bahasa dan lingkungan, yang bekerja
digunakan masyarakat penuturnya untuk
melalui kognisi otak, hati (sikap positif,
berkomunikasi
negatif, tingkat kesetiaan, dan politik) yang
konteks situasi dan konteks kultural dalam
secara nyata terwujud dalam pola interaksi
suatu lingkungan.
verbal
(1972)
(tuturan
mengatakan
dan
berinteraksi
dalam
dalam
Setiap bahasa hadir dan hidup bersama
komunikasi antar penutur. Patut disadari
penuturnya dalam suatu ruang dan waktu
bahwa kekayaan bahasa dalam pelbagai
tertentu (Mbete, 2008). Begitu juga dengan
tatarannya,
tentang
bahasa Muna. Bahasa Muna hadir dan
kekayaan budayadan kekayaan lingkungan
hidup bersama dengan penuturnya di salah
alamnya antara lain lewat leksikon-leksikon
satu kabupaten di Sulawesi Tenggara,
yang
ini,
tepatnya di Kabupaten Muna. Kata Muna
perubahan-perubahan lingkungan ragawi
sesungguhnya adalah W una. Kata Muna
komunitas tutur berdampak pada perubahan
dikenal
bahasa
pemerintahan
adalah
dihasilkan.
yang
tulisan)
dan
gambaran
Dalam
juga
konteks
merepresentasikan
perubahan ekologi (Liebert, 2001). Bahasa
tidak
bahasa
administrasi
berbahasa
Indonesia.
Misalnya, kabupaten Muna, daerah Muna, alat
bahasa Muna, orang Muna, suku Muna,
Bahasa
wilayah Muna, dan masyarakat Muna.
merekam,
Sementara dalam bahasa daerah kata Muna
mewariskan
konsep-
tidak dikenal. Dalam bahasa daerah dikenal
nilai-nilai
historis,
kata Wuna yang artinya bunga. Kata Wuna
filosofis, sosio-budaya, dan ekologis dari
dipakai dalam kelompok kata berikut ini,
suatu
merupakan
mieno Wuna ‘orang Muna’, witeno Wuna
simbol dan unsur kebudayaan yang melekat
‘daerah Muna’, walano Wuna ‘wilayah
pada kehidupan manusia. Secara sosio-
Muna’.
komunikasi
(Mbete,
mengandung memelihara, konsep
visi dan
kolektif, masyarakat.
kultural,
sebatas
dalam
bahasa
sebagai
2008).
budaya:
Bahasa
adalah
komponen
Bahasa Muna (BM) menggambarkan
kebudayaan yang ada secara nyata dan
realitas lingkungan dan realitas komunitas
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 330
tuturnya. BM sebagai alat komunikasi, alat
budaya terekam dalam ekoleksikon ke-
pemersatu,
diri
kaghati-an.
komunitas tutur BM juga memiliki fungsi
Kaghati
dan
pengungkap
jati
adalah
layang-layang
ideologis, sosiologis, dan biologis. BM
tradisional GTBM yang dijadikan sebagai
berfungsi
segala
salah satu jenis permainan rakyat yang
sesuatu yang ada dalam diri komunitas
masih ada sampai saat ini. Bick (1997)
tuturnya yang berupa ide atau gagasan atau
mengatakan bahwa kaghati diperkirakan
pola pikir komunitas tuturnya. Selain itu,
telah berkembang sejak 4000 tahun yang
BM juga berfungsi merekam segala sesuatu
lampau.
yang ada di luar diri komunitas tuturnya,
permainan petani pada masa lalu dimana
yaitu lingkungan. BM membangun jaringan
dilakukan sambil
interaksi antara komunitas tuturnya dengan
mereka juga memainkannya setelah masa
lingkungan alam dan interaksi antara
panen. Kaghati bagi masyarakat Muna
komunitas tuturnya dan lingkungan sosial-
bukan hanya sekedar permainan rakyat.
budaya. Dengan demikian, BM berfungsi
Masyarakat Muna percaya bahwa kaghati
sebagai pengungkap pola pikir komunitas
mengandung nilai magis, kaghati itu sendiri
tuturnya dan menjadi sarana pelestari
memiliki hubungan dengan keberadaan
lingkungan, baik lingkungan alam maupun
manusia sesudah mati. GTBM yakin bahwa
lingkungan sosial-budaya.
kaghati merupakan sarana penolong yang
sebagai
pengungkap
Kaghati
dijadikan
sebagai
menjaga kebudayaan
Guyub tutur BM menyadari bahwa
akan memayungi mereka agar tidak terkena
lingkungan sosial-budaya berhubungan erat
sengatan matahari di hari kemudian setelah
dengan lingkungan alam sehingga timbul
mereka meninggal dunia. Ketika si pemilik
rasa tanggung jawab untuk melestarikan
kaghati ini meninggal dunia, arwahnya
keanekaragaman
berpulang dan
lingkungan
lingkungan
alam
sosial-budaya
di
dan
sekitar
komunitas tutur tersebut. Lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya guyub tutur
berpegangan
pada
tali
layangan dan bernaung di bawah kaghati tersebut. Permainan
kaghati
tidak
hanya
BM yang hidup dan lestari hingga kini
dimainkan dan diterbangkan begitu saja
merupakan
moyang.
setiap berakhirnya masa panen, namun
Keberadaan guyub tutur BM dipengaruhi
GTBM menaikkannya selama tujuh hari
oleh adanya interaksi antar individu dalam
tujuh malam secara berturut-turut tanpa
guyub tutur BM dan lingkungan alam dan
ditarik untuk diturunkan sekali pun. Apabila
lingkungan
satu
selama
dan
diterbangkan tidak jatuh maka si pemilik
dan
akan
bentuk
warisan
nenek
sosial-budaya.
interaksi,
interdependensi
guyub
Salah
interelasi, tutur BM
lingkungan alam dan lingkungan sosial-
waktu
tersebut
menggelar
kaghati
syukuran
yang dengan
memanggil imam ‘modhi’ untuk melakukan
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 331
upacara
ritual.
Setelah
itu,
pemilik
aspek gramatikal (frase, kata majemuk,),
menggantungkan berbagai jenis makanan di
aspek tekstual (teks-teks tuturan ritual dan
tali kaghati kemudian talinya diputuskan,
mantra),
sehingga kaghati itu terbang bersama
(pengenalan simbol adat, falsafah dasar
makanan yang digantung. Hal ini dipercaya
kehidupan masyarakat). Keempat aspek
bahwa seluruh halangan dan rintangan yang
linguistik tersebut akan tercermin dalam
tidak baik (kesialan) terbawa oleh kaghati
kaghati.
tersebut.
dan
aspek
kulturalisasi
Bahasa seperti halnya elemen-elemen Demikian
pentingnya
tradisi
kebudayaan lainnya senantiasa berubah dari
kaghati di Muna, sehingga tradisi ini tidak
waktu
dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat
mencerminkan perubahan lingkungan dari
Muna. Selain merupakan salah satu warisan
waktu ke waktu yang tercermin dalam
budaya
dinamika
yang
sangat
berakar
pada
ke
waktu.
Perubahan
kekayaan
bahasa
pengetahuan
permainan
kebahasaan, khususnya leksikon-leksikon
kaghati juga banyak mengandung makna
dan ungkapan-ungkapan yang dimiliki oleh
dan nilai kehidupan mulai dari persiapan
masyarakat. Keadaan sistem ekologi suatu
material, proses pembuatan sampai pada
kelompok masyarakat akan tercermin dalam
proses ritual. Misalnya, sebelum membuat
penggunaan
kaghati, pembuat tidak boleh makan lebih
diciptakan
dahulu. Maknanya adalah rejeki pembuat
Perubahan itu semakin jelas terlihat pada
akan dimintakan oleh kaghati. Kaghati yang
perubahan leksikon yang dikenal oleh setiap
dibuat dalam keadaan lapar diyakini dapat
generasi mulai dari leksikon yang masih
mendatangkan rejeki bagi si pembuat.
digunakan sampai leksikon yang sudah
masyarakat
Muna,
tradisi
ungkapan/metafora oleh
kelompok
yang
masyarakat.
Selain sebagai jantung budaya
tidak digunakan dalam percakapan sehari-
Muna, kaghati juga memiliki sumbangan
hari. Dengan kata lain, gejala perubahan itu
terbesar terhadap bahasa Muna baik pada
menunjukkan bahwa perangkat kata tertentu
aspek
gramatikalisasi,
tidak diwariskan lagi kepada generasi muda
tekstualisasi, maupun kulturalisasi. Leluhur
antara lain karena faktor lingkungan yang
telah mengkodekan kaghati mulai dari
berubah sehingga apa yang generasi tua
aspek leksikal, yaitu penamaan kaghati,
ketahui dan alami tidak bisa diketahui dan
bentuk-bentuk kaghati (kaghatigusi sampai
tidak dialami lagi oleh generasi muda.
kaghati sala bhate), persiapan bahan
Tumbuhan-tumbuhan,
materil,
proses
(ubi hutan), nenas hutan, waru, buluh,
yang
bambu, dan palma yang dijadikan sebagai
cara
bahan baku pembuatan kaghati jumlahnya
menggunakan alat (using the instrument),
sekarang ini sudah mulai berkurang. Hal ini
leksikalisasi,
proses
penerbangan, digunakan
pembuatan,
proses
ritual,
(instrument),
alat dan
misalnya
gadung
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 332
disebabkan oleh perombakan/pembukaan
dalam lingkungan ke-kaghati-an. Metode
hutan dan berkembangbiaknya hewan yang
yang digunakan adalah deskripsi kualitatif
memakan tumbuhan tersebut. Perubahan
untuk mendeskripsikan ekoleksikon, bentuk
lingkungan tersebut pergantian leksikon
dan kategori lingual, dan ungkapan falia
yang lama dengan leksikon yang baru,
yang terdapat dalam lingkungan ke-kaghati-
penggunaan leksikon lama berkurang dalam
an.
komunikasi antar guyub tutur di lingkungan tersebut bahkan ada leksikon lama yang
2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
tidak digunakan lagi oleh guyub tutur.
Konsep
Berdasarkan survei awal pula, sebagai
Ekoleksikon
contoh dahulu GTBM tidak mengenal
Leksikon disebut juga kosakata atau pe-
leksikon kertas, plastik, tasi, dan lain-lain di
rendaharaan kata. Leksikon merupakan
lingkungan ke-kaghati-an. Dewasa ini,
komponen bahasa yang memuat informasi
leksikon-leksikon tersebut sudah dikenal
tentang makna dan pemakaian kata dalam
baik oleh pembuat, pemain, dan penonton
bahasa (Kridalaksana, 2008). Sapir menya-
permainan kaghati. Fenomena perubahan
takan
lingkungan yang mengarah pada kerusakan
ligkungan fisik dan lingkungan sosial
lingkungan tersebut menarik dan menjadi
manusia. Kosakata yang lengkap dari suatu
objek
Adanya
bahasa dipandang sebagai sebuah inventar-
keterkaitan antara bahasa dan lingkungan
isasi kompleks yang terdiri atas rancangan
memberikan
berupa
yang tersusun dalam pikiran guyub tuturn-
leksikalisasi, gramatikalisasi, tekstualisasi,
ya. Kosakata tersebut mencerminkan batas
dan kulturalisasi yang hidup di lingkungan
karakter lingkungan fisik dan karakter bu-
ke-kaghati-an.
daya masyarakat yang mengginakannya
kajian
ekolinguistik. informasi,
baik
bahwa
kosakata
mencerminkan
Berdasarkan pemaparan di atas, maka
(Fill dan Mühlaüsler, 2001:14). Leksikon
yang menjadi permasalahan dalam tulisan
yang menggambarkan lingkungan disebut
ini adalah (1) khazanah ekoleksikon apa
ekoleksikon.
sajakah yang ditemukan dalam lingkungan
adalah komponen bahasa yang berisikan
ke-kaghati-an; (2) bagaimanakah bentuk
kekayaan kata yang memuat informasi ten-
dan kategori lingual yang terdapat dalam
tang makna satuan bahasa yang menggam-
lingkungan
barkan
ke-kaghati-an;
dan
(3)
Ekoleksikon
lingkungan
ke-kaghati-an
ke-kaghati-an.
ungkapan falia ‘tabu’ apa sajakah yang ada
Ekoleksikon
di lingkungan ke-kaghati-an. Tujuannya
seperangkat istilah dalam lingkungan ke-
adalah
dan
kaghati-an yang mencerminkan karakter
bentuk
guyub tuturnya, karakter lingkungan alam,
untuk
mendeskripsikan
menemukan ekoleksikon,
lingual, dan ungkapan falia yang terdapat
ke-kaghati-an
adalah
dan lingkungan sosial-budaya.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 333
Bahasa Lingkungan (Ecologycal
Teori
Language) Bahasa
Teori yang digunakan dalam kajian ini, lingkungan
adalah
sosok
yakni
teori
ekoinguistik.
Ekolinguistik
(corpus) kebahasaan yang menggambarkan
merupakan sebuah teori yang mengaitkan
tentang lingkungan, termasuk di dalamnya
linguistik dengan ekologi. Ekologi dalam
leksikon-leksikon
dari
ilmu linguistik memainkan peran yang
sosial
sangat penting. Pentingnya ekologi dalam
(Mühshaüsler, 2001: 5). Bahasa lingkungan
ilmu linguistik terutama untuk kebertahanan
adalah bentuk verbal yang mengandung
bahasa. Karena ada suatu asumsi bahwa
makna
keerosian bahasa terjadi disebabkan oleh
praktik
sosial
sebagai dan
tentang
produk
diskursus
lingkungan.
Bahasa
lingkungan merupakan produk budaya,
kererosian
lingkungan.
produk manusia dan masyarakat. Bahasa
pemikiran
filosofis
lingkungan yang dimaksud dalam penelitian
lingkungan menjadi salah satu kajian
ini
yang
penting dalam ilmu linguistik. Sebaliknya,
menggambarkan tentang lingkungan yang
fakta telah menunjukkan bahwa lingkungan
erat
tanpa bahasa adalah mati. Tanpa bahasa,
adalah
leksikon-leksikon
hubungannya
dengan
lingkungan
kaghati.
seseorang
tidak
Berangkat tersebut
mungkin
dari maka
bisa
mengungkapkan kerahasiaan alam tersebut Lingkungan Bahasa (Ecology of
kepada orang lain. Segala sesuatu yang
Language)
akan dilakukan harus menggunakan bahasa.
Lingkungan bahasa merupakan dimensi
Melalui bahasa, kita dapat membentuk
spasial atau dimensi ruang alami dan juga
pengalaman atau mengekspresikan atau
ruang kultural, tempat bahasa-bahasa hidup.
mengklasifikasikan dunia nyata yang ada di
Lingkungan bahasa merupakan produk dan
sekitar
kondisi
merupakan
alam
dan
bersifat
alamiah.
kita.
Bagaimanapun
hasil
konfigurasi
bahasa pikiran
Lingkungan bahasa adalah dimensi atau
manusia dengan ekologinya. Melalui bahasa
matra ruang yakni segir ragawi, fisik,
akan tergambar cara berpikir seseorang
lingkungan geografi yang menjadi tempat
tentang sesuatu yang ada dalam dunia nyata
hidup
penuturnya
termasuk budaya. Pengkodean masing-
(Mbete, 2013). Lingkungan bahasa yang
masing budaya tentu mengalami perbedaan
dimaksud dalam penelitian ini meliputi
atau bervariasi. Bentuk pengkodeannya bisa
lingkungan
terjadi melalui lexicalize, gramaticalize,
semua
bahasa
fisik
dan
atau
ragawi
dan
lingkungan sosial yang menjadi ruang
textualize,
hidup
pengkodean dapat dilihat pada tingkat
bagi
khazanah
leksikon
dalam
budaya kaghati guyub tutur bahasa Muna.
dan
culturalize.
Perbedaan
kekayaan leksikon, gramatikal, teks, dan budaya.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 334
Sebagai suatu ekosistem kebahasaan, interaksi
atau
antarbahasa,
saling
antardialek
ekolinguistik (Fill & Mühaüsler, 2001:1).
memengaruhi
Ekolinguistik merupakan payung istilah
dalam
terhadap semua studi pendekatan bahasa
suatu
bahasa, interaksi antarpenuturnya dengan
yang
lingkungan alam di sekitarnya, dijadikan
Rakitan
bahan kajian yang menarik pula (Haugen,
ekolinguistik
1972:325). Dalam hubungan timbal balik
ekologi. Seperti yang diajukan oleh Fill &
manusia dan lingkungan hidupnya, kajian
Mühaüsler
ekologi bahasa juga dapat memberikan
parameter penting yang juga saling terkait,
gambaran indeksikal yang dimiliki penutur
yakni (1) satuan lingkungan (environment),
bahasa
(2) adanya interaksi
tertentu
di
suatu
kawasan.
dikombinasikan kerangka
dengan
konsep
dan
menggunakan (2001:1)
ekologi. teori
parameter
bahwa
ada
tiga
(interaction) dan
Masyarakat petani dan peladang, misalnya,
interelasi
akrab dengan perladangan mereka yang
(interrelation),
secara indeksikal tercermin pada leksikon
(interdependence) atau saling ketergan-
dan ungkapan khas yang mencerminkan
tungan di antara semua yang ada, dan (3)
dunia botani yang dibudidayakan mereka
adanya keberagaman (diversity).
atau juga flora atau fauna di sekitarnya
atau
Istilah
kesalingterhubungan juga
interdependensi
lingkungan
(environment)
(Mbete, 2006:2). Melalui bahasa, secara
mengacu pada dua hal, yaitu (1) lingkungan
khusus
perangkat
lekikon
yang
fisik atau ragawi dan lingkungan sosial.
nomina
tertentu
Lingkungan fisik meliputi karakter secara
dalam bahasa ibu pula orang mengenal
geografis seperti topografi wilayah (pantai,
alam dan dunia, juga kehidupan sosial
lembah,
budaya dengan karakteristiknya sendiri
pegunungan), iklim, tingkat curah hujan,
sebagai segala sesuatu yang ada dan hidup
dan apa yang disebut sebagai kebutuhan
di sekitarnya. Perbendaharaan kosakata
ekonomi dasar manusia yang meliputi,
suatu bahasa merefleksikan lingkungan
flora, fauna, sumber mineral suatu daerah.
fisik dan lingkungan sosial penutur bahasa
Lingkungan
tersebut. Lengkap atau tidak lengkapnya
kekuatan masyarakat yang membentuk cara
kosakata suatu bahasa memang tampak
hidup dan cara berpikir setiap individu. Hal-
sebagai inventarisasi (inventory) kompleks
hal yang penting dalam kekuatan sosial ini
seluruh
ketertarikan,
adalah agama, etika, bentuk organisasi
pekerjaan (mata pencaharian) yang menjadi
polotik, dan seni. Dalam kaitannya dengan
fokus perhatian dari sebuah komunitas
lingkungan kebahasaan, Bang & Door
(Sapir, 1912).
(dalam
dikategorikan
ide,
sebagai
kepentingan,
Dalam perkembangan selanjutnya kajian ekologi bahasa dikenal dengan istilah
2000:10)
dataran,
dataran
sosial
Bundsgaard
tinggi
meliputi
dan
menjelaskan
atau
berbagai
Steffensen, lingkungan
kebahasaan dengan Model Dimensi Logis
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 335
berikut.
lingkungan
itu.
Persepsi
tentang
lingkungan, demikian juga aksi-interaksi dengan lingkungan, relasi-interelasi, bahkan dependensi-interdependensi dengan aneka isi lingkungan, dapat ditemukan, dihimpun, diklasifikasikan secara taksonomis dan Gambar 1 Model Dimensi Logis
kategoris, serta dapat dikaji dalam kekayaan
Model dimensi logis tentang lingkungan
bahasa lingkungan sebagai rekaman realitas
kebahasaan itu dipilah atas tridimensi:
alam dan budaya, dalam khazanah kata dan
dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis.
ungkapan, bahkan dalam teks-teks pelbagai
Dimensi ideologis (ideo-logiscs) adalah
bahasa
segi mental, ruang kognisi, ideologis, dan
tertentu.Ihwal
kejiwaan seseorang sebagai individu dalam
dalam aspek lingual yang dideskripsikan
suatu kolektiva suatu masyarakat dan
berikut ini.
yang
hidup tersebut
di
lingkungan
akan
tercermin
lingkungan. Dimensi sosiologis (sosiologics), secara umum, selalu bermula dari
lingkungan
sosial
paling
awal,
yakni
keluarga: dialog antara ibu-anak, ayah-ibu, anak-anak,
dialog
ketetanggaan
dan
dengan
lingkungan
pertemanan,
dialog
dengan sesama guyub tutur. Dimensi biologis
(bio-logics)
terkait
dengan
keberadaan atau koekosistensi manusia
A. Ekoleksikon ke-kaghati-an
Ke-kaghati-an
dalam
tulisan
ini
berkaitan dengan pelbagai bagian dan halhal tentang kaghati (layang-layang), baik isinya dengan keanekaragaman hayatinya (biodiversity),
keadaannya,
maupun
persepsi (ideologi atau adicita) tentang kaghati
di
kalangan itu
masyarakatnya.
bersama spesies lainnya, baik yang diakrabi
Kesemuanya
merupakan
kekayaan
dalam arti seluas-luasnya maupun yang
bahasa Muna yang memberi gambaran
tidak diakrabi.
bahwa adanya hubungan yang kaya makna antara manusia dengan lingkungan alam kaghati.
3. PEMBAHASAN Mbete (2013, 22-23) mengungkapkan bahwa keberagaman khazanah kata (dan keberagaman bahasa di suatu lingkungan), kendati dalam satu bahasa, juga berkaitan dengan kondisi lingkungan hidup bahasa tersebut.
Pengetahuan guyub tutur dan
guyub kulturnya terekam dan terwaris dalam
bahasa-bahasa
yang
ada
Gambar 2 Kaghati Kolope (Layang-Layang Daun Gadung)
di
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 336
Ekoleksikon Flora Ekoleksikon
4) nanasi ‘nenas hutan’ à seratnya dipakai
flora
adalah
kekayaan
sebagai bahan tali kaghati.
leksikon tumbuhan yang terdapat di ling-
5) patu‘bambu’ à dipakai sebagai bahan/
kungan ke-kaghati-an yang bermakna dan
kerangka sayap dan kerangka pembunyi
berfungsi referensial, yakni leksikon yang
kaghati.
referensinya secara nyata dapat dilihat,
6) ghue‘rotan’ à bisa dipakai sebagai alat
dibuktikan, baik secara empirik maupun
pembunyi setelah diris setipis daun
secara kasat mata karena ditemukan di
palma.
lapangan atau masih diingat penuturnya,
7) kowala‘enau/aren’
à
daunnya
bisa
tetapi sesungguhnya keberadaannya teran-
dipakai sebagai alat pembunyi kaghati.
cam punah, bahkan ada yang punah sama
8) lana‘daun rotan’ à kulit tangkainya bisa
sekali.
dipakai sebagai alat penyemat.
1) bhontu ‘waru’ à daunnya
lebar,
bahan ritual setelah kaghatibermalam di
dipakai sebagai tali jaring/net kaghati
angkasa selama tujuh malam berturut-
‘layang-layang’. Kulit waru itu, setelah
turut.
bagian
kulitnya
9) bhea‘pinang’ à buahnya dipakai sebagai
bisa
dikuliti
agak
nama jenis pohon,
luarnya,
dijemur,
kemudian disekat-sekat.
10)bumalaka ‘jambu batu’ à pohon tempat menambat tali kaghati.
2) bhale ‘daun palma’ à dipakai sebagai
11)wulu‘buluh’ à dipakai sebagai kaindere
bahan pembunyi kaghati setelah disayati.
‘kerangka tengah kaghati, dan kulitnya
Lebar daun palm itu setelah disayati
dipakai sebagai alat penyemat daun
berkisar antara 3 sampai 4 cm.
gadung ‘rokolope’.
3) kolope‘gadung’
à
ubi
hutan
yang
12)ghai/kaghaabulu
‘kelapa’
beracun. Daunnya dipakai sebagai bahan
tempurungnya menjadi
kaghati.
nenas.
tempat serat
Tabel 1 Ekoleksikon Flora di Lingkungan Ke-kaghati-an Flora (Tumbuhan)
bhontu /ƃontu/ bhale /ƃale/ kolope /kolope/ nanasi /nanasi/ patu /patu/ ghue /ǧue/ kowala /koẞala/
Kategori Linguistik Morfologi
Semantik
Kata Dasar Kata Dasar Dioscorea Kata Dasar hispida Dennst. Ananas Com- Kata Dasar mocus Bambusa sp Kata Dasar
Bernyawa
Calamus axil- Kata Dasar laris pohon enau/ Arenga pinnata Kata Dasar aren
Bernyawa
Indonesia
Latin
waru
Hibiscus macrophyllus Arecaceae
sejenis bambu
Kategori Ekologi Biotik
Abiotik
+
-
Bernyawa Bernyawa Bernyawa Bernyawa
Bernyawa
à
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 337 lana /lana/ bhea /ƃea/ bumalaka /bumalaka/ wulu /ẞulu/ ghai /ǧai/
daun rotan
Kata Dasar
Bernyawa
Kata Dasar
Bernyawa
+
-
jambu batu/ Psidium guaja- Kata Dasar jambu biji va
Bernyawa
+
-
sejenis bambu Schizot achyum Kata Dasar buluh brachycladum kelapa Cocos bucifera Kata Dasar L.
Bernyawa
+
-
Bernyawa
+
-
pinang
Calamus axillaris Areca catechu
Ekoleksikon Fauna
‘nenas hutan’ (bahan ghurame ‘tali’
Di samping kaya akan aneka ragam flo-
kaghati)
ra, ditemukan pula ekoleksikon fauna
8) kambera
(hewan) yang berkaitan langsung dengan lingkungan ke-kaghati-an.
‘kupu-kupu’
àhewan
yang
sering bertelur di daun kolope 9) gara‘sejenis burung hantu’ à burung
1) bubu ‘kutu’ à hewan hama tali kaghati.
pengganggu tali kaghatidi waktu malam;
2) dumbi ‘kecoak’ à hewan pemakan
juga kalau berkicau di malam hari
rokolope‘daun gadung’ 3) waea ‘kelelawar’
penanda kurang baik; boleh jadi penjaga
‘hewan pengganggu
kaghati di malam itu akan lari dengan
tali kaghati di waktu malam
perasaan takut.
4) kaghule-ghule ‘ulat’ à hewan pemakan
10)kooa‘sejenis burung hantu’ à burung
daun gadung atau rokolope 5) faa
‘anai-anai’
à
pengganggu tali layang-layang di waktu
hewan
pemakan
malam, juga kalau berkicau di malam
rokolope
hari penanda kurang baik; boleh jadi
6) wulawo ‘tikus’ à hewan yang sering
penjaga kaghati di malam itu akan lari
mengerat tali kaghati
dengan perasaan takut.
7) sapi‘sapi’ à hewan pemakan nanasi
Tabel 2 Ekoleksikon Fauna di Lingkungan Ke-kaghati-an Fauna (Hewan)
bubu /bubu/
wulawo /ẞulaẞo/
Morfologi
Semantik
Apis medicaginis
Kata Dasar
Bernyawa
Periplaneta americana Chiropetra .
Kata Dasar Kata Dasar Kata Dasar
Bernyawa
Coptotermes formosanus askar
Kata Dasar
Bernyawa
Rattus rattus
Kata Dasar
Bernyawa
Indonesia
Latin
sejenis kutu daun
dumbi /dumbi/ waea /ẞaeya/ kaghule-ghule /kaǧule-ǧule/ faa /fa:/
Kategori Linguistik
Hendeuleum doleschaera polibete anai-anai/ sejenis rayap
Kategori Ekologi Biotik
Abiotik
Bernyawa Bernyawa
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 338 sapi /sapi/ kambera /kambera/ gara /gara/ Kooa /ko:a/
Sapi
Bos taurus
Kata Dasar
Bernyawa
kupu-kupu
Sastragala SP
Kata Dasar
Bernyawa
sejenis burung hantu sejenis burung hantu
Ninox scutulata Ninox scutulata
Kata Dasar Kata Dasar
Ekoleksikon Alam Ekoleksikon
+
-
Bernyawa
+
-
Bernyawa
+
-
rangkanya disiapkan.
alam
adalah
leksikon-
9) timbu ‘musim timur’ à pada musim ini
leksikon di lingkungan ke-kaghati-an yang
persiapan membuat kaghati dan setelah
erat hubungannya dengan alam sekitar, sep-
musim ini mulailah orang bermain/
erti hutan, gunung, keadaan cuaca. Berikut
menerbangkan kaghati.
disajikan data leksikon alam. 1) ghuse‘hujan’
10)oe ‘air’ àrokolope tak bisa dikena air,
àkaghati
tidak
bisa
diterbangkan; juga kaghatiyang ada di angkasa bisa turun.
mudah robek 11)gholeo ‘matahari’
à posisi matahari,
sinar matahari sangat berkaitan erat
2) kawea‘angin’ à dengan angin kencang dan terarah, kaghati bisa terbang dan
bertahan di angkasa.
dengan keberadaan/kondisi kaghati. 12)wula ‘bulan’ à pada waktu bulan terang
suasana bermain kaghati berbeda dari
3) fiu‘berhembus bertiup’ àkaghati yang
bulan gelap.
Suasana menyenangkan
dianjung jika angin berhembus/bertiup
karena sesekali penjaga kaghati dapat
dengan kerasnya.
menerawang kaghati di angkasa di waktu
4) kabhawo ‘gunung’ à merupakan tempat
malam.
ideal karena angin hampir tak pernah
13)kolipopo
berhenti bertiup. Selain itu, gunung
tertentu
merupakan
langsung dengan kesempatan bermain
tempat
bersinggahnya
kaghati yang putus dari talinya. 5) wite‘bumi/tanah’ kaghatilicin,
à tanahlah
kalau
fele)
berkaitan
tali
(fele) berada di pertengahan garis
sebagai
tengah langit, hal itu menandakan angin akan bertiup kencang, konstan selama 10
6) lani ‘langit’ à layang-layang itu terbang ke langit, seolah-olah kaghati menyentuh langit.
hari. Waktu seperti itulah yang sangat ditunggu-tunggu para pelaku kaghati. 14)bhete
7) kalangkari ‘jagung musim timur’ à pada inilah
(moose,
kaghati. Kalau posisi bintang timur
pengesatnya.
masa
‘bintang’ à posisi bintang
kaghati
dimainkan/
diterbangkan. 8) bhara ‘musim barat’ à pada masa ini material kaghati seperti tali, rokolope,
‘terbit’
àkaghatibermalam,
dianggap sudah semestinya ditarik bila kaghati itu sudah dikena sinar matahari.
15)Soo‘terbenam’ à pada daerah bawah gunung,
angin
berhenti
berhembus
setelah matahari terbenam.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 339
16)Ghindotu‘tengah hari/tegak tinggi’ à
negatifnya; alat pembunyi mudah putus,
bermain /menerbangkan kaghati pada
tali mudah putus, rokolope
waktu
robek.
tengah
hari
banyak
sisi
mudah
Tabel 3 Ekoleksikon Alam di Lingkungan Ke-kaghati-an Kategori Linguistik
Morfologi Indonesia ghuse /ǧuse/ kawea /kaẞea/ fiu /fiu/ kabhawo /kaƃaẞo/ Wite /ẞite/ lani /lani/ kalangkari /kalaŋkari/ bhara /ƃara/ timbu /timbu/ oe /oe/ gholeo /ǧoleo wula /ẞula/ kolipopo /kolipopo/ bhete /ƃete/ soo /so:/ ghindotu /ǧindotu/
Semantik
Kategori Ekologi
Biotik
Abiotik
Latin
hujan angin berhembus gunung bumi/tanah langit jagung musim timur musim barat
Kata Dasar
Bernyawa
+
-
Kata Dasar
-
+
musim timur
Kata Dasar
-
+
air
Kata Dasar
-
+
matahari
Kata Dasar
-
+
bulan
Kata Dasar
-
+
bintang
Kata Dasar
-
+
terbit
Kata Dasar
-
+
terbenam
Kata Dasar
-
+
tengah hari/ tegak tinggi
Kata Dasar
Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa
-
+
Ekoleksikon Kepercayaan
1) kotupa‘ketupat’ à bahan ritual setelah
Kaghati Muna penuh dengan ritual yang dilakukan pada waktu persiapan membuat kaghati, dan sesudah bermalam di angkasa
kaghati bermalam di langit selama tujuh hari berturut-turut. 2) ahera ‘akhirat’ à berkaitan dengan
tujuh malam berturut-turut. Guyub tutur
kepercayaan
Muna mempercayai bahwa kaghati akan
menjadi payung di akhirat.
menjadi payung pelindung dari teriknya
bawa
kepercayaan
Berikut
matahari sangat panas.
kepercayaan
akan
3) gholeo ‘matahari’ à berkaitan dengan
matahari ketika mereka meninggal dunia. leksikon-leksikon
kaghatiitu
bahwa
di
akhirat
yang ada di lingkungan ke-kaghati-an. Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
itu
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 340
4) dupa ‘dupa’ à salah satu bahan ritual
peaksanaan
5) dhoa ‘doa’ à pada waktu ritual kaghati,
bermalam tujuh hari berturut-turut.
modhi
‘imam’
membacakan
doa
dengan
à
kepercayaan
bahwa
duniakaghati
berkaitan
turut sebagai persembahan syukur dan
setelah
meminta
menerbangkan
à kaghati
di
dalam
10)ghunteli ‘telur’ à bahan ritual kaghati yang
dari panasnya sinar matahari. ‘berniat’
keberuntungan
kehidupan.
akanmenjadi
penolong di akhirat yang melindungi 7) bhatata
setelah
-layang bermalam tujuh hari berturut-
‘mati/meninggal’
meninggal
kaghati
9) tutura ‘ritual’ à dilakukan setelah layang
keselamatan. 6) mate
ritual
diikat
bersama
‘tali
kaghati’
ketupat
pada
yang
akan
sebelum
ghurame
pemilik/
diputuskan dan diterbangkan setelah
penggemar berniat dan berucap dengan
pelaksanaan
ikhlas semoga kaghati mereka dapat
dipercaya akan menjauhkan kesialan
terbang dengan baik dan dapat bermalam
hidup
di angkasa di malam hari.
masyarakat yang ada di lingkungan
8) modhi ‘imam’ à pegawai sara yang
membacakan
doa
pada
bagi
ritual
selesai.
pelaku,
Hal
penonton,
ini dan
kaghati.
waktu
Tabel 4 Ekoleksikon Kepercayaan di Lingkungan Ke-kaghati-an Kategori Linguistik
Indonesia kotupa /kotupa/ ahera /ahera/ gholeo /ǧoleo dupa /ɗupa/ dhoa /ɖoa/ mate /mate/ bhatata /ƃatata/ modhi /moɖi/ tutura /tutura/ ghunteli /ǧunteli/
Latin
Morfologi
Biotik
Abiotik
ketupat akhirat matahari
Kata Dasar
Tidak Bernyawa
-
+
berniat
Kata Dasar
Bernyawa
+
-
imam
Kata Dasar
Bernyawa
+
-
ritual
Kata Dasar
-
+
telur
Kata Dasar
Tidak Bernyawa Tidak Bernyawa
-
+
dupa doa meninggal
B. Bentuk dan KategoriLingual kekaghati-an Pengetahuan
Semantik
Kategori Ekologi
diklasifikasikan
menurut
bentuk
dan
kategori secara linguistik dan ekolinguistik. verbal
ke-kaghati-an
Pengategorian meliputi kategori nomina,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 341
kategori
verba
menunjukkan
adanya
pani ‘sayap’
kegiatan di lingkungan ke-kaghati-an, dan
alo ‘malam’
kategori adjektiva menunjukkan keadaan
bhala ‘dosa’
atau sifat-sifat entitas-entitas dan kondisi
simpi ‘jepit’
yang ada di lingkungan itu.
pughu ‘pohon’ Data di atas merupakan morfem bebas
Bentuk
yang tidak terikat oleh satuan lain. Data-
Wujud konkret bahasa adalah satuansatuan lingual yang merupakan satuan dalam
struktur
bahasa
data tersebut mampu berdiri sendiri dan memiliki makna yang lengkap dan utuh.
(Kridalaksana,
1982:148). Berbicara tentang bentuk-bentuk
b) Bentuk Kompleks
lingual leksikon ke-kaghati-an bahasa Mu-
Berbeda dengan bentuk tunggal, bentuk
na merupakan bagian dari morfologi, yakni
kompleks dibentuk lebih dari satu morfem.
ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk
Bentuk kompleks dapat berupa
struktur kata serta pengaruh perubahan-
turunan (kata berimbuhan, kata ulang,kata
perubahan struktur kata terhadap golongan
majemuk) dan gabungan kata (frase, klausa,
dan makna kata (Ramlan, 2001). Satuan
kalimat, dan bentuk wacana (Kridalaksana,
gramatikal morfologi terdiri atas satuan
2005).
kata
gramatikal bebas dan satuan gramatikal terikat.
1) berprefiks bhabhatende ‘dianjung’
a) Bentuk Tunggal
bhatinti ‘terjun keras kaghati’
Morfem bebas dan morfem dasar secara hierarki
membentuk
kata
tunggal
bhaginta ‘tarik keras tali kaghati’ bhatampu ‘patahkan keras rangka kaghati’
(Kridalaksana, 2005:38). Ramlan (2001)
Dalam bahasa Muna, ditemukan prefiks
mengatakan bahwa bentuk tunggal adalah
(awalan) bha- yang merupakan pemarkah
bentuk yang hanya terdiri atas satu satuan
yang selalu mengikuti morfem bebas dan
grmatikal. Bila satuan gramatikal tersebut
maknanya mengandung nilai kekerasan.
bebas secara morfologis, bentuk itu disebut kata
tunggal
(monomorphemic
word).
2) berprefiks ka-
Berikut data sebagai contoh bentuk tunggal
Prefiks ka- dalam bahasa Muna sebagai
yang terdapat di lingkungan ke-kaghati-an
awalan nominalisasi pada kata kerja (benda
bahasa Muna.
abstrak, alat, hasil); sebagai awalan pada
tapu ‘ikat’
kata sifat, misalnya, sala ka-wanta ‘celana
bhera ‘patah’
panjang’; sebagai awalan pada verba (kelas
tomba ‘keranjang’
ae-, misalnya, ne-ka-rato ‘Dia tiba dengan
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 342
cepat’. Perhatikan data berikut.
(membuat jadi) pada verba statif.
kasaa ‘alat penyeimbang’ kasoma ‘alat semat’
6) berprefiks me-
kakumbu ‘gulungan tali bentuk bulat’
meala ‘mengambil’
kaindere ‘buluh rangka tengah kaghati’
meghati ‘membuat kaghati’
kakuru ‘alat cukur daun nenas terbuat dari
mepulo ‘memintal’
bambu’
melonda ‘merentang tali’
kaworu ‘alat /pembunyi kaghati’
mesoma ‘menyemat’
kasamba ‘tali penahan bagian pinggir
metudu ‘menyambung/menyuruh’
kaghati’
Data di atas menunjukkan bahwa prefiks
kaghati ‘layang-layang’
me- berfungsi sebagai awalan verba kelas ae- bahasa Muna (melakukan sesuatu).
3) berprefiks foPrefiks
fo-
seperti
terlihat
pada
7) berprefiks po-
pemakaian kata-kata di bawah ini, berfungsi
Data berikut menunjukkan bahwa prefiks
sebagai awalan kausatif (kelas ae-) yang
po- dalam bahasa Muna sebagai awalan
bermakna menjadikan atau menyuruh.
resiprokal pada verba: saling, ber-/-an.
fohoro ‘terbangkan’
pokai ‘saling kait’
fokala ‘jalankan’
poghawa ‘saling bertemu’
foaga ‘miringkan di udara’
potimba ‘seimbang’
fosampu ‘turunkan’
pobhotu ‘putus seketika’
fofoni ‘naikkan’
poage ‘memainkan kaghati ketika kurang angin’
4) berprefiks fekafekalaa ‘luruskan/jadikan lurus’ fekarimba ‘percepat’
8) berprefiks sePrefiks se- dalam bahasa Muna mengan-
fekabhala ‘besarkan’
dung makna satu. Perhatikan data berikut.
fekarubu ‘kecilkan’
setomba ‘satu keranjang’
fekatangka ‘kuatkan’
setongku ‘setangkai’
fekagili ‘kencangkan’ 9) berafiks gabung piki-hi + -ghoo 5) berprefiks fekako-
piki-owa-hi-ghoo ‘segera ditambahkan
fekakondii ‘buat jadi berbunyi’
talinya’
fekakoadho ‘buat jadi bagus’
piki-puru-hi-ghoo ‘segera diulurkan’
Data di atas menunjukkan bahwa prefix
Data di atas menunjukkan bahwa afiks
fekako- berfungsi sebagai awalan kausatif
gabung prefiks piki- + sufiks –hi + sufiks-
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 343
ghoo sebagai afiks pada verba yang ber-
ule mpalo ‘berputar tanpa berhenti’
makna segera, dengan cepat.
saa mponi ‘seimbang di bagian atas’ tiri ngkaghua ‘kaghati bermalam diudara tidak sampai terbit matahari’
10)bersufiks –ghoo Data berikut menunjukkan bahwa sufiks –ghoo sebagai akhiran yang menandai objek
tak
langsung;
artinya
sala bhate ‘salah bentuk’ kawea bunta ‘ angin di awan’
untuk/bagi/
dengan/kepada, -kan.
13)Kata Ulang
kalaghoo ‘bawa pergi’
Kata ulang atau reduplikasi adalah pros-
lensighoo ‘bukakan’
es pengulangan satuan gramatikal, baik se-
sampughoo ‘bawa turun’
luruhnya, atau sebagian, baik dengan variasi
tendeghoo ‘bawa lari’
fonem maupun tidak, serta hasil pengulan-
tudughoo ‘sambungkan’
gannya disebut kata ulang, sedangkan satu-
ghatighoo ‘buatkan kaghatinya’
an yang diulang merupakan bentuk dasar (Kridalaksana, 1996: 93-103).
11)bersufiks -ki
ule -->ka-ule-ule ‘berputar-putar’
Sufiks –ki dalam bahasa Muna memiliki
kangia-->ka-kangi-kangia ‘berputar terus-
beberapa alomorf, yaitu alomorf [-wi/, -si/, -
menerus’
li/, -pi/]. Penggunaan masing-masing alo-
ntoro -->ka-ntoro-ntoro ‘berputar-putar
morf tersebut tergantung pada fonem awal
terus’
bentuk dasarnya. Berikut datanya.
wamba -->ne-wamba-wamba ‘berkata-kata’
didiwi ‘sayati’
timpuli ‘potongi’
ngaro -->ne-ngaro-ngaro ‘berbunyikeras-
kurusi ‘cukuri’
tuduli ‘sambungi’
keras’
tapuli ‘ikat yang banyak’ enepi ‘punguti’ naisi ‘runcingi’
somali ‘semati’
C. Kategori Lingual ke-kaghati-an Leksikon suatu bahasa secara kese-
12)Kata Majemuk
luruhan
merupakan
inventaris
tentang
Menurut Verhaar (2012: 154) kata
semua objek atau benda-benda, pemikiran,
majemuk (compound) adalah kata yang
kepentingan, dan aktivitas/tindakan yang
dihasilkan melalui proses morfemis yang
dianggap penting dalam kehidupan sebuah
menggabungkan dua morfem dasar sebagai
guyub tutur. Semua hal yang dianggap pent-
komponen pembentuknya. Sebuah kata
ing diberi label atau nama dalam bentuk
majemuk dibentuk oleh komponen inti
leksikon-leksikon yang bermakna yang
(head) dan pewatas (modifier).
merepresentasikan budaya mereka. Fenom-
gholu mpore ‘simpul mati’
ena ini juga terjadi dalam guyub tutur baha-
gholu ngkahela ‘simpul hidup’
sa Muna. Seperti telah diuraikan pada bagi-
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 344
an sebelumnya bahwa ekoleksikon ke-
c) Adjektiva
kaghati-an bahasa Muna dalam tulisan ini
Adjektiva memberi keterangan lebih
ditemukan leksikon yang berkategori nomi-
khusus tentang sesuatu yang dinyatakan
na, verba, dan adjektiva.
oleh
nomina. Adjektiva juga dapat ber-
fungsi
sebagai predikat dan adverbial
kalimat.
a) Nomina Data berikut, secara morfologis tidak
Malu ‘lembek’
ghosa’keras’
bisa ditambahkan imbuhan, sisipan, dan
Todo ‘kencang’
nifi ‘tipis’
akhiran (afiks) menjadi kata berkategori
Lubha ‘kendur’
gili ‘tegang’
nomina baru ataupun kata berkategori
Pogholu ‘kusut’
tata`‘lunak’
lainnya (verba dan adjektiva).
Laa ‘lurus’
para ‘miring’
kalolonda
‘jaring/net layang-layang’
punda
‘ekor’
kolope
‘ubi gadung’
padhi
‘daun/tali penyeimbang’
mendidik anak umumnya melalui bahasa
lana
‘daun rotan’
seperti ungkapan falia, nasihat, petuah.
ghue
‘rotan’
Pendidikan karakter melalui ungkapan falia
roo
‘daun’
dapat dilakukan oleh siapapun, baik sesama
nanasi
‘nenas hutan’
anak, remaja dengan anak, dewasa dengan
patu
‘bambu’
remaja, remaja dengan remaja, orang tua
ghurame
‘tali’
dengan orang tua. Dalam hubungannya
D. Ungkapan Falia ke-kaghati-an Guyub tutur Muna pada zaman dahulu,
dengan ke-kaghati-an, guyub tutur Muna memandang kaghati itu sebagai sebuah
b) Verba Leksikon ke-kaghati-an bahasa Muna
jenis permainan yang berbeda dengan jenis
tidak saja beragam dari jenis leksikon nomi-
permainan lainnya. Kaghati mempunyai
nanya, tetapi juga dari jenis leksikon ver-
hubungan dengan dunia mistik, sehingga
banya. Leksikon-leksikon verba ini merupa-
permainan kaghati tidak sembarang dil-
kan rekaman dari berbagai aktivitas guyub
akukan orang. Mulai dari persiapan sampai
tutur bahasa Muna terkait dengan ke-
pada proses ritual, pelaku
hidupan sehari-hari dan lingkungan tempat
harus menaati segala persyaratan yang ber-
tinggal mereka.
laku dalam seluruh permainan kaghati. Jika
kaghati sudah
Kumbu ‘gulung’
pulo ‘pintal’
tata cara atau aturan itu dilanggar, maka
Timpu ‘potong’
lepesi ‘tindih’
sanksi akan dirasakan baik oleh pembuat
Kape ‘petik tangkai’
simpi ‘jepit’
kaghati maupun masyarakat yang melang-
Ghobho ‘ikat’
ala ‘ambil’
gar itu. Berikut data ungkapan falia yang
Gholeo ‘jemur’
gege ‘lilit’
berkaitan erat dengan kaghati.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 345
1) Ketika seseorang berencana membuat layangan, maka yang bersangkutan tidak boleh
makan
sebelum
membuat
layangan. O
tidak tampak teratur dan indah. 3) Baik masih rangka maupun sudah selesai dibuat,
falia
deghati
pada
dofumaa.
Nobhieane korono kaghati ‘pemali
taampaknya tidak simetris, hasilnya tentu
layangan
dilangkahi
itu
oleh
tidak
siapa
boleh
pun.
Jika
dilangkahi, maka layangan itu susah sesudah
terbang.
makan, nanti berat (pantatnya) ketika
angkasa.
terbang.
kadang-kadang susah melayang, dan lain
Kadang-kadang secara empirik, hal itu
-lain.
terjadi atau terbukti. Hanya saja bukti
O
empirik itu ada hubungannya dengan
nodaiane halino = pemali melangkahi
perilaku tadi atau tidak, masih perlu
layangan, nanti susah terbangnya (tidak
pembuktian.
stabil di angkasa).
pencinta
membuatlayangan
Namun,
layangan
masyarakat
sudah
falia
Macam-macam
ulahnya
Kadang-kadang
o
kaghati
di
berputar,
dokangkalahie,
memiliki
Nilai yang terkandung dalam falia ini
kepercayaan itu sejak lama dan turun-
ialah nilai disiplin dan kehati-hatian.
temurun. Jika tidak diikuti/diindahkan,
Seorang wanita/perempuan hendaknya
agaknya sang pembuat layangan merasa
disiplin dalam melangkah. Jika tidak,
melanggar sebuah kepercayaan yang
bisa-bisa kakinya terkait di tali dan
sudah lama terbangun.
akhirnya
2) Proses membuat layangan, di antaranya menyematkan
daun
gadung
pada
jejaringnya. Si pembuat layang-layang harus berhati-hati jangan-jangan salah meletakkan
sematannya,
salah
arah
terjatuh.
Hal
ini
tentu
berbahaya bagi si perempuan yang melangkahi tali itu. Itu sebabnya, dalam melangkah harus berhati-hati. 4) Pada waktu memasang daun gadung, si pembuat
harus
gadung
jangan
tergolong pemali.
terbalik.
O falia dofotingkulu kasomano, neuleane
layangannya
= pemali menyemat terbalik, nanti
angkasa, tidak melayang tenang.
berputar layangannya.
O
Hakikat yang terkandung dalam pemali
neuleane = pemali daun gadungnya
ini sebenarnya ada nilai keindahan,
dipasang terbalik, nanti berputar pada
keteraturan. Aarah sematan hendaknya
waktu terbang.
sama arah agar tampak indah. Jika
Memasang daun gadung pada jejaring
sebagian sematan mengarah ke atas dan
layangan hendaknya teratur. Tidak boleh
sebagian lagi mengarah ke bawah,
simpang siur. Arah kepala sama sehingga
Apabila nanti
hal
itu
jangan-
ujung sematan itu. Hal seperti itu
falia
daun
berhati-hati, itu
dipasang terjadi,
berputar-putar
dofofotingkulu
di
rokolopeno,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 346
tampak teratur
dan
demikian,
pemali
pencinta
layangan
indah. Dengan
dalam hidup ini kalau lurus-lurus saja,
menunjukkan,
akibatnya juga tidak baik, tetapi bengkok
ini
lebih
mencintai
keteraturan dan keindahan.
sedikit dan membawa manfaat bagi hajat hidup
5) Ada buluh yang menjadi rangka tengah.
orang
bermanfaat
banyak daripada
akan
lebih
lurus,
tetapi
Buluh itu tidak boleh terdapat dua buku,
membawa kemudaratan hidup orang lain.
harus satu buku. Jika buluh rangka
7) Kalau membuat layangan tidak boleh
tengahnya itu dua buku, maka layangan
separuh-separuh,
itu tidak bisa melayang layang.
separuh besok. Nanti akbitanya layangan
O falia kaindereno kaghati raabuku,
itu tidak terbang melayang.
mina naentaga = pemali rangka bambu
O
tengahnya berbuku dua, nanti terbangnya
nobhakuoane.
tidak dapat melayang-layang.
nahumoro.
Pemali ini lebih pada keseimbangan. Jika
layangan berlangsung setengah-setengah
satu batang rangka memuat dua buku,
nanti tidak bertahan lama di angkasa.
maka keseimbanganya hilang. Rangka
Pemali ini menggambarkan komitmen/
tengahnya lebih berat daripada rangka
konsistensi/kesungguhan
lain. Di sini tampak bahwa pencinta
bahwa
dalam
layangan lebih suka pada keseimbangan
jangan
setengah
dalaam hidup ini, jangan berat sebelah.
sampai selesai atau tuntas.
Pada dasarnya keseimbangan itu dapat menciptakan ketenangan hidup
falia
separuh
hari
dokarunsae Ane =
deghati,
nobhakuo
pemali
mina
pembuatan
masyarakat
mengerjakan hati.
ini,
sesuatu
Kerjakanlah
8) Pada saat membuat layang-layang, sang pembuat harus hati-hati cara memilih
6) Kalau memilih buluh untuk rangka
jenis/bentuk daun gadung, mana daun
tengah, buluh yang dipilih adalah buluh
betina, mana daun jantan. Masing-
yang
agar
masing dipasang pada tempatnya. Daun
layangannya nomasonso ‘meluncur lurus
jantan dipasang di tengah, dan daun
ke depan’. Jika buluh rangka tengah
betina dipasang pada bagian kiri dan
dimaksud
bagian kanan.
melengkung
salah
layangannya
sedikit
pilih,
maka
nomangkulepa
O falia nopololi rokolope moghane bhe
‘mudah menukik tajam tak kembali,
robhine, neuleane = pemali daun jantan
lansung ke bumi’.
dan
O
falia
akan
lurus,
nelaa
nomangkulepaane
tengahnya
=
kaindereno, pemali
diambil
rangka
dari
daun
betina
pemasangannya,
nanti
bertukar layangannya
berputar-putar di angkasa.
Pemali
ini
menggambarkan
bahwa
buluh yang lurus, nanti mudah menukik.
masyarakat Muna suka menempatkan
Pemali ini mengandung makna bahwa
sesuatu pada tempatnya. Pemali ini juga
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 347
menggambarkan aasas keadilan.
‘kecoak’, waea ‘kelelawar’, kaghule-ghule
10)Setelah layangan tujuh malam bermalam
‘ulat’, faa ‘anai-anai’, wulawo ‘tikus’,
di angkasa, wajib dibacakan doa. Jika
sapi‘sapi’, kambera ‘kupu-kupu’, gara
tidak
‘sejenis burung hantu’, dan kooa‘sejenis
layangan
itu
tidak
akan
menjadipayung di akhirat,
burung hantu’. Ekoleksikon alam, seperti
O falia fitualomo notiri maka mina
ghuse
daebasaane dhoa. Mina naembali bhoru
‘berhembus bertiup’, kabhawo ‘gunung’,
we ahera = Layangan yang sudah tujuh
wite‘bumi/tanah’, lani ‘langit’, kalangkari
malam berturut-turut di angkasa, wajib
‘jagung musim timur, timbu
diadakan ritual pembacaan doa. Jika
timur’, oe ‘air’, gholeo ‘matahari’, wula
tidak, layangan itu tidak akan menjadi
‘bulan’, kolipopo ‘bintang’, bhete ‘terbit’,
alat pelindung(payung) teriknya matahari
soo‘terbenam’ dan ghindotu ‘tengah hari/
di akhirat kelak.
tegak tinggi’. Ekoleksikon kepercayaan di-
Pemali
ini
menggambarkan
‘hujan’,
kawea‘angin’,
fiu
‘musim
betapa
peroleh data seperti kotupa ‘ketupat’, ahera
kuatnya kepercayaan pada hal yang gaib;
‘akhirat’, gholeo ‘matahari’, dupa ‘dupa’,
kepercayaan adanya kehidupan sesuadah
dhoa ‘doa’, mate ‘mati/meninggal’, bhatata
mati. Apa yang dilakukan di dunia ini
‘berniat’, modhi ‘imam’, tutura ‘ritual’ dan
ganjarannya akan diperoleh juga di
ghunteli ‘telur’.
akhirat kelak.
Simpulan kedua, satuan-satuan lingual khazanah leksikon ke-kaghati-an bahasa Muna terfokus pada bentuk dan kategori.
3. SIMPULAN pada
Bentuk leksikon berdasarkan data yang
pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa
diperoleh, didapat leksikon bentuk tunggal,
simpulan. Simpulan pertama, khazanah
bentuk kompleks (afiksasi dan reduplikasi)
ekoleksikon di lingkungan ke-kaghati-an
dan bentuk majemuk. Yang termasuk
terfokus pada tataran leksikonnya terutama
bentuk tunggal seperti tapu ‘ikat’, bhera
sekali leksikon-leksikon yang berhubungan
‘patah’, tomba ‘keranjang’, pani ‘sayap’,
dengan ekologi atau alam. Ekoleksikon flo-
alo ‘malam’, bhala ‘dosa’, simpi ‘jepit’ dan
ra berdasarkan data yang diperoleh, seperti
pughu ‘pohon’. Sedangkan yang termasuk
bhontu ‘waru’, bhale ‘daun palma’, kolope
dalam bentuk kompleks terbagi atas ke-
‘gadung’, nanasi
lompok leksikon berafiks seperti bhatende
Berdasarkan
pemaparan
‘nenas
hutan’,
patu
‘bambu’, ghue ‘rotan’, kowala ‘enau/aren’,
‘dianjung’,
kasaa
‘alat
penyeimbang’,
lana ‘daun rotan’, bhea ‘pinang’, bumalaka
fohoro ‘terbangkan’, fekalaa ‘luruskan/
‘jambu batu’, wulu ‘buluh’ dan ghai/
jadikan lurus’; meala ‘mengambil’; pokai
kaghaabulu ‘kelapa’. Ekoleksikon fauna
‘saling kait’, setomba ‘satu keranjang’, piki-
diperoleh data, seperti bubu ‘kutu’, dumbi
owa-hi-ghoo ‘segera ditambahkan talinya’;
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 348
kalaghoo ‘bawa pergi’, dan didiwi ‘sayati’.
kepada
Mitra
Bestari
yang
telah
Kelompok kata seperti sala bhate ‘salah
memberikan
masukan-masukan
yang
bentuk’, kawea bunta ‘ angin di awan’
bermanfaat bagi perbaikan artikel ini.
termasuk bentuk majemuk. Kelompok kata ulang seperti ule -->ka-ule-ule ‘berputarputar’, kangia-->ka-kangi-kangia ‘berputar terus-menerus’. Adapun kategori leksikonleksikon
ke-kaghati-an
tersebut
adalah
kategori nomina, verba, dan adjektiva. Kategori nomina seperti kalolonda, punda. Kategori verba seperti kumbu, pulo, timpu, lepesi.
Kategori
adjektiva
diperoleh
leksikon-leksikon seperti malu ‘lembek’, ghosa ‘keras’, todo ‘kencang’, nifi ‘tipis’. Simpulan ketiga, ungkapan falia kekaghati-an itu terkandung kekayaan nilai
kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, alam, dan sesama makhluk hidup, seperti O falia nelaa kaindereno,
nomangkulepaane
‘pemali
rangka tengahnya diambil dari buluh yang lurus, nanti mudah menukik’; O falia dofofotingkulu
rokolopeno,
neuleane
‘pemali daun gadungnya dipasang terbalik, nanti
berputar
Pelestarian
pada
kekayaan
waktu
terbang.’
leksikon
dalam
GTBM itu sangat penting, baik untuk keberlanjutan hidup bahasa Muna maupun kelestarian kaghati dengan tradisi dan budayanya yang di dalamnya tersimpan makna dan nilai budaya warisan masa lalu sebagai bagian dari jati diri guyub tuturnya, terutama bagi generasi mudanya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis
mengucapkan
terima
kasih
DAFTAR PUSTAKA
Bang, J and Døør, J. 2000. Ecology, Ethics & Communication, Dialectical Ecolinguistics: Edited by: Anna Vibeke Lindø and Jeppe Bundsgaard, (53-84). University of Odense, Denmark. Berg, Rene van Den dan La Ode Sidu Marafad. 2013. Kamus Muna-Indonesia. Cetakan Pertama, Yogyakarta: Pustaka Puitika. Black,JamesA.DeanJ.Champion1992.Metodeda nMasalahPenelitian Sosial.Penerjemah: E. Koeswara, DiraSalam, Alfin Rushendi. Bandung: Eresco Bundsgaard, J and Steffensen, S. 2000. The Dialectics of Ecological Morphology or The Morphology of Dialects. Dialectical Ecolinguistics: Edited by: Anna Vibeke Lindø and Jeppe Bundsgaard, (8-36). University of Odense, Denmark. Fill, A and Peter Mühlhaüsler (eds). 2001. The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology, and Environment. London and New York: Continuum. Halliday, M.A.K. 2001. New ways of Meaning: The Challenge to Applied Linguistics, The Ecolinguistic Reader: Language, Ecology, and Environment. Edited by Alwin Fill and Peter Mühlhaüsler (175202). New York: Continuum. Haugen, Einar. 1972. The Ecology of Language. Stanford, CA: Stanford University Press. Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. La Kandi, 2013. Permainan Kaghati Roo Kolope dalam Etnik Muna: Kajian Bentuk, Makna, dan Nilai). Tesis Kendari: Pascasarjana Universitas Halu Oleo. Lindø, Anna Vibeke and Jeppe Bundsgaard (eds). 2000. Dialectical Ecolinguistics: Three Essays for the Symposium 30 years of Language and Ecology. Odense: University of Odense. Marafad, La Ode Sidu. 2007. Layang-Layang Tradisional Suku Bangsa Muna, “Sang Juara Dunia”. Kendari: Yayasan Pembinaan dan Pengembangan Sosial
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 349
Budaya (APPBUD). Mbete, Aron Meko. 2002. “UngkapanUngkapan dalam Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan.” Linguistika. Volume 9, No. 17. Denpasar. Mbete, Aron Meko. 2009. “Refleksi Ringan tentang Problematika Keetnika dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik.” Makalah Seminar Budaya Etnik III. Medan: USU. Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Penerbit Vidia. Odum, Eugene P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sapir,
Edward. 1912. Language and Environment. American Anthropologist New Series, Vol. 14, No. 2 (Apr-Jun, 1912), pp. 226-242. Saussure, Ferdinand De. 1959. A Course in General Linguistics. New York: Philosophical Library. Thompson, John B. 1984. A nalisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia (Terj. Haqqul Yaqin). Yogyakarta: IrciSod. Verhaar, J.W.M, 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668