EHS PROMOTION Determinan Kesehatan PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY AKAMIGAS BALONGAN INDRAMAYU ANDY MUHARRY, SKM., MPH MARET 2016
EHS Promotion Pertemuan Ke-3 Andy Muharry, SKM., MPH
Tujuan Umum Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami determinan kesehatan Tujuan Khusus Pembelajaran 1. Mahasiswa mampu memahami faktor perilaku sebagai determinan kesehatan 2. Mahasiswa mampu memahami faktor lingkungan sebagai determinan kesehatan 3. Mahasiswa mampu memahami faktor pelayanan kesehatan sebagai determinan kesehatan 4. Mahasiswa mampu memahami faktor genetik sebagai determinan kesehatan
A. Pendahuluan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kesehatan kita tidak dapat melakukan semua aktivitas. Terdapat istilah “Kesehatan bukan segalanya namun tanpa kesehatan semuanya menjadi tidak berarti apa-apa.” Makna yang terkandung dalam istilah tersebut menujukkan bahwa peran kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan bukan berarti segalagalanya, hidup sehat belum tentu semua kebutuhan hidup kita bisa terpenuhi, butuh bekerja agar kita dapat memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Bagi orang yang kurang mampu dan dikaruniai tubuh yang sehat, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tentunya harus bekerja keras agar dapat membeli makanan, minuman, sandang dan papan. Dengan kata lain sehat bukan berati secara otomatis semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Lain halnya dengan orang yang mampu/kaya dimana semua kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi baik untuk makan, minum sandang dan papan namun apabila ia sakit maka apa yang dimiliki tidak dapat berarti atau tidak dapat dinikmati. Orang yang sakit walaupun ia mampu membeli makanan Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 2
yang enak akan tetapi tetap saja tidak dapat menikmati makanan tersebut. Orang yang mampu namun dalam kondisi sakit ia tidak dapat menikmati kendaraan/rumah mewah yang ia miliki. Masalah kesehatan di negara-negara berkembang seperti Indonesia kini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Masalah kesehatan yang muncul di negara berkembang tidak hanya masalah penyakit menular dan kekurangan gizi. Namun sudah mulai muncul masalah baru yaitu adanya penyakit-penyakit tidak menular. Seiring dengan perkembangan dunia industri di Indonesia, masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan akibat kerja perlu mendapatkan perhatian yang serius. Dengan meingkatnya sektor industri di Indonesia, maka akan meningkat pula jumlah populasi pekerja. Populasi pekerja di perusahaan-perusahaan besar seperti Pertamina, PT Indocement Tunggal Perkasa dan Karyawan Virginia Indonesia Company dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.
5,6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bantas et al. (2012) menunjukkan bahwa tempat bekerja berhubungan dengan kadar kolesterol darah. Prevalensi hiperkolesterolemia tertinggi terdapat pada pekerja di perusahaan makanan, diikuti perusahaan garmen, kimia, konstruksi, suku cadang, dan baja. Prevalensi terendah hiperkolesterolemia terdapat pada para pekerja di perusahaan percetakan. Pekerja yang overweight berhubungan dengan hiperkolesterolemia. Kebijakan-kebijakan pemerintah serta kesadaran diri merupakan hal yang patut diperhatikan untuk mewujudkan pembangunan kesehatan. Untuk itu perlunya keikutsertaaan serta berani mengambil peran dalam proses pembangunan kesehatan sangat diharapkan. Masyarakat yang peduli akan kesehatan dan sadar akan hidup sehat, tempat pelayanan kesehatan yang baik dan merata, akses yang mudah serta biaya yang terjangkau adalah beberapa contoh pembangunan kesehatan yang sukses. Namun saat ini masih banyak ditemukan kasus-kasus seperti penyakit jantung, anak yang kekurangan gizi, kemiskinan, diare dan lain-lain, ini merupakan cermin kondisi kesehatan masyarakat saat ini. Perlunya penataan yang baik dari segi kebijakan maupun kesadaran masyarakat yang akan berpengaruh besar dalam hal pembangunan kesehatan. Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 3
Untuk mewujudkan sehat tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya. Konsep hidup sehat yang dikemukakan oleh H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Keempat
faktor tersebut merupakan faktor determinan
timbulnya masalah kesehatan. Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Empat determinan tersebut secara berturut-turut besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan atau herediter.
Masalah kesehatan menjadi prioritas penting karena berpengaruh pada tingkat produktifitas seseorang ataupun kelompok. Banyak faktor yang mempengaruhi serta membuat tingkat kesehatan itu baik atau tidaknya. Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 4
Maka
dari
itu
kita
perlu
mengetahui
determinan
apa
saja
yang
mempengaruhi kesehatan agar kita dapat meningkatkan derajat kesehatan.
B. Determinan Kesehatan 1.
Faktor Lingkungan Lingkungan menurut Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
1997
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup
mempengaruhi
termasuk kelangsungan
manusia
dan perilakunya
perikehidupan
dan
yang
kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni lingkungan fisik (cuaca, iklim, sarana dan parasarana), dan lingkungan non fisik (seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan politik). Selain itu juga ada yang membaginya menjadi lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Beberapa faktor lingkungan yang terpenting bagi kehidupan manusia No
Faktor Lingkungan
Aspek Penting
A
Faktor Abiotik
1
Cahaya
Intensitas, kualitas, dan lama
2
Suhu
Derajat dan lama
3
Kelembaban udara
Kelembaban, tekanan uap
4
Gas udara
Oksigen, Karbondioksida, gas-gas lain
5
Geografis
Letak geografis, pegunungan dan daerah pantai
6
Air
Kualitas dan kuantias air dan pH
7
Zat kimia
pH, senyawa-senyawa kimia
8
Radiasi
Intensitas dan lamanya papran
9
Suara
NAB
B
Faktor Biotik
1
Manusia
Perilaku penebangan/pembakaran
manusia: hutan,
gaya
hidup 2
Hewan
Zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia)
3
Mikroorganisme
Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Bakteri, virus, jamur dll
Page 5
Faktor Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yan optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya. Contoh kasus: 1. Cahaya Kelelahan mata disebabakan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot mata dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu untuk lama (Mahwati, 2001). Beratnya kelelahan mata tergantung pada jenis kegiatan, intensitas serta lingkungan kerja. Selain itu penggunaan peralatan kerja seperti penggunaan komputer secara terusmenerus ketika melihat monitor mengalami lebih banyak masalah terkait dengan mata. Penggunaan komputer dalam waktu lama beresiko terkena mata lelah atau astenopia. Gangguan ini ditandai oleh penglihatan terasa buram, kabur, ganda, kemampuan melihat warna menurun, mata merah, perih, gatal, tegang, mengantuk, berkurangnya kemampuan akomodasi serta disertai dengan gejala sakit kepala. Penelitian yang dilakukan oleh Supriati (2012) yang meneliti faktor-faktor yang berkaitan dengan kelelahan mata pada karyawan bagian administrasi di PT. Indonesia Power menujukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas pencahayaan dengan kelelahan mata. Kurangnya intensitas pencahayaan tidak hanya berdampak pada gangguan kesehatan tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Padmanaba (2008), tentang pengaruh penerangan dalam ruang terhadap produktivitas kerja mahasiswa desain interior menujukkan bahwa penambahan penerangan lokal pada meja gambar dari 407,85 lux menajdi 1416 lux dapat meningkatkan produktivitas kerja. 2. Iklim kerja Iklim kerja dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan udara gerakan Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 6
dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan individu atau masyarakat. Suhu lingkungan kerja yang tinggi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut Harninto (1993), seorang tenaga kerja akan dapat mampu bekerja efisien dan produktif bila lingkungan tempat kerjanya nyaman, atau dapat dikatakan efisiensi kerja optimal dalam daerah nikmat kerja, tidak dingin dan tidak panas. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman memungkinkan pekerjaan sehari-hari dapat dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan di sini terdapat temperatur yang hampir sama antara metabolisme tubuh dan lingkungan sekitarnya (Soewito, 1985). Tenaga kerja akan dapat dan mampu bekerja secara efisien dan produktif apabila lingkungan kerjanya nyaman (Mc Curney, 1998). Bagi orang Indonesia cuaca kerja ditempat kerja dirasakan nyaman antara 21°C– 30°C (Suma’mur, 1991). Menurut Guyton (1991), akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan meningkat. Hal itu menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga tubuh mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung bermacam-macam garam terutama, garam Natrium chlorida. Keluarnya garam Natrium chlorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal ini menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga tubuh mengalami kelelahan. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar panas yang tinggi, maka lamanya kerja ditempat yang panas harus disesuaikan dengan tingkat pekerjaan dan tekanan panas yang dihadapi tenaga kerja (Ramdan, 2007). Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi, kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja. Karena Iklim kerja panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi apabila pekerja harus mengerjakan pekerjaanpekerjaan fisik yang berat, dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja. Respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja dengan iklim kerja panas tersebut, seperti peningkatan tekanan Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 7
darah dan denyut nadi seperti hasil penelitian Saridewi (2002) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan tekanan darah yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas, yang jelas sekali akan memperburuk kondisi pekerja. Selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem termoregulator di otak (hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 360C -370C. Namun apabila paparan dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek “heat stress” yaitu jumlah beban panas yang merupakan hasil dari kegiatan (pelaksanaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja. (Erwin D,2004). Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Yang Diperkenankan
(Sumber: Kep Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999)
Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yaitu untuk dapat bekerja terus- menerus dengan beban kerja sedang, maka ISBB (Penerapan Indeks Suhu Bola Basah) dilokasi kerja tidak boleh melebihi 26,7 °C. Dampak Iklim Kerja Terhadap Kesehatan Pekerja
Dampak yang dapat muncul dari iklim kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas manusia adalah:
Heat stroke: heat stress yang paling berat, mengakibatkan thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan cepat,tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran
Heat exhaustion : tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
Heat cramps : timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah
Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 8
Preckly heat/ heat rash/mikaria rubra : timbulnya bintik-bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar keringat
Suhu inti tubuh lebih dari 38oC dapat mengakibatkan kemandulan bagi pria maupun wanita
Tekanan Udara Tinggi dan Rendah, gejala sakit yang diakibatkan oleh rendahnya tekanan udara didasarkan atas kurangnya oksigen dalam udara pernafasan
3. Radiasi Kehidupan manusia tidak terlepas dari energi listrik, baik di rumah tangga, pengobatan, sarana kerja, dan kegiatan lainya. Kehadiran medan listrik dan medan magnet disekitar kehidupan manusia tidak dapat dirasakan indra manusia, kecuali jika intensitasnya cukup besar dan terasa pada orang yang hiper-sensitive (Kesuma, 2014). Berbagai macam radiasi yang terdapat di lingkungan antara lain: Radiasi Elektromagnetik: yaitu energi gabungan dari energi magnet dan listrik. Cahaya yang kita lihat sehari-hari, infra merah, sinar x, sinar gamma, gelombang radio dan telepon genggam, sinyal dari tower raksasa, televisi, komputer, dan alat elektronik lainnya termasuk sumber dari radiasi elektromagnetik.
Manusia
yang
secara
kontinyu
terpapar
radiasi
elektromagnetik akan lebih besar peluangnya terkena penyakit, seperti kanker,
gangguan
kepribadian,
gangguan
saraf,
gangguan
sistem
reproduksi, dll. Berbagai negara, misalnya Amerika sudah paham betul tentang dampak radiasi elektromagnetik ini. Para ilmuan di sana banyak menemukan fakta tentang hubungan radiasi ini dengan kanker otak, sindroma down, dan cacat lahir. Radiasi Ultraviolet: berasal dari terik matahari (terutama siang hari). Beberapa penelitan mengatakan radiasi ultraviolet ini berkaitan dengan supresi (turunnya) sistem imun dan ganasnya sel kanker pada kulit. Radiasi ultraviolet dewasa ini kian bertambah intensitasnya akibat pengaruh penipisan ozon. Radiasi
Radioaktif
(Ionisasi): berasal
dari
bahan
peledak
yang
mengandung uranium. Radiasi ini populer di era pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Kini dampak dari pengeboman itu pada penduduk ialah penyakit hipotiroid autoimun yang dipicu oleh rekasi autoimun. Penyakit ini Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 9
mengahambat laju metabolisme seluruh organ termasuk produksi organorgan imunitas. Akibatnya, penyakit infeksi level rendah sekalipun dapat menyebabkan kematian. Penelitian yang dilakukan oleh Kesuma (2014) pada Industri Elektronik GE di Yogyakarta. Industri elektronik ini bergerak dalam bidang pembuatan lampu pijar dan lampu neon, dimana didalamnya terdapat tiga departemen yaitu lampu pijar, TL dan FCL. Meskipun Glass lampu telah tersedia dalam bentuk jadi sehingga pekerjaan yang ada adalah tinggal membentuk dan merangkai, namun dalam proses pembuatan lampu diperlukan kondisi ruangan dengan suhu tertentu untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan, sehingga diduga dalam proses produksi menimbulkan adanya radiasi elektromagnetik. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa tenaga kerja banyak yang mengalami keluhan subjektif yaitu: sakit kepala, pusing, keletihan menahun, jantung berdebar-debar, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, rasa mual dan gangguan pencernaan, telinga berdenging, muka terbakar, kulit meruam, kejang otot, dan kebingungan, gangguan kejiwaan berupa depresi. 4. Kebisingan Bising yaitu bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan. Tingkat kebisingan yang > 85 db (desibel) dapat merusak organ pendengaran. Kerusakan dapat terjadi apabila seseorang terpapar bising yang melebihi desibel normal, serta terpapar sering dan kontinyu terhadap bising itu, biasanya pada pekerja industri. Penyakit yang terjadi dikenal dengan nama Noise Induce Hearing Loss (NIHL) atau tuli sensorineural. Beberapa definisi kebisingan dalam Wahyu (2003) diantaranya yaitu: a. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getarangetaran yang tidak teratur dan periodik. b. Hirrs dan ward, bising adalah suara yang komplek yang mempunyai sedikit atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang tidak dapat diikuti atau di produsir dalam waktu tertentu. c. Spooner, bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik. d. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 10
e. Burn, Littler, dan wall bising adalah suara yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh yang mendengar dan mengganggu. f.
Menurut permenkes RI NO : 718 / MENKES / PER / XI / 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, BAB I pasal I (a) : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga menganggu dan atau membahayakan kesehatan. Nilai Ambang Batas Kebisingan
(Sumber: Kep Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999)
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut: a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukann tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put” (volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung) dan tekanan darah. b. Gangguaan psikologis Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi
psikologis,
seperti
rasa
khawatir,
jengkel,
takut
dan
sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 11
berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada. Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada siang hari dan 45 – 55 dB akan mengganggu kebanyakan orang. c. Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. d. Gangguan komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, seperti percakapan langsung, percakapan melalui telepon dan melalui alat komunikasi lain seperti radio, televisi dan pidato. 5. Air Air Terkontaminasi: Air yang menjadi "korban" limbah industri (arsen, timbal, raksa, dll), bahan pertanian (pestisida), dan "sisa" manusia (tinja, sabun, limbah domestik lain). Limbah industri dan pertanian berbahaya karena sifat kimia beracunnya, sedangkan "sisa" manusia selain berbahaya
karena
sifat
kimia,
juga
berbahaya
karena
aspek
bakteriologisnya. Air yang diduga tercemar biasanya mengandung berbagai karakter yang melebihi batas (baku mutu) yang ditentukan berdasarkan parameter tertentu, seperti bau, rasa, kekeruhan, pH, E. Coli, BOD (Biochemical Oxygent Demand), COD (Chemical Oxygent Demand), fosfat, dan amoniak. Selain itu banjir yang terjadi di kota-kota besar seperti di Jakarta, hal ini dikarenakan daerah resapan air tidak mampu menampung curah hujan. Kenapa, karena pembangunan yang tidak terkendali. Banjir menyebabkan banyak penyakit, seperti diare atau penyakit kulit. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin banyak, ini berarti limbah yang dikeluarkan juga semakin banyak ( tinja ), apabila hal ini tidak diatasi dengan serius maka akan menjadi suatu masalah seperti Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 12
pencemaran air, kondisi udara yang tidak baik, dll. Pembuangan limbah pabrik menjadi suatu hal yang serius, karena limbah yang mencemari lingkungan hidup akan berdampak negatif bahkan sampai dengan penyakit serius. 2.
Faktor Perilaku Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara
perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respon. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau “Stimulus-Organisme-Respons”. Faktor
perilaku
masyarakat
dalam
menjaga
kesehatan
sangat
memegang peranan penting untuk mewujudkan kondisi derajat kesehatan yang baik. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Masyarakat yang sadar akan kesehatan akan menumbuhkan optimisme kemajuan bangsa ini, dikarenakan tingkat produktifitasnya diharapkan akan membaik. Dalam menuju Indonesia sehat maka perlu adanya upaya promosi kesehatan serta tindakan yang menjadi contoh serta menggerakan masyarakat agar terbiasa hidup sehat. Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti: berolah raga, tidur, merokok, minum, dll. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh.Sekali-kali atau dalam batasbatas tertentu untuk waktu yang lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat.Tubuh kita Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 13
memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya. Faktor perilaku dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat terhadap kondisi kesehatan individu dan masyarakat, perilaku yang kurang baik akan menyebabkan ketidak seimbangan lingkungan sehingga akan muncul penyakit-penyakit tertentu, kecelakan dan mencana alam. Penelitian yang dilakukan oleh Suyasa et al. (2012) yang meneliti tentang faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan keberadaan vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan menujukkan hasil bahwa perilaku masyarakat yang kurang baik seperti perilaku pemberantasan sarang nyamuk yang tidak dialakukan dan mempunyai kebiasaan menggantung pakaian kotor merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD. Perilaku manusia ditempat kerja juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya kasus penyakit akibat kerja dan kecelakan akibat kerja. Perilaku pekrja yang tidak aman dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya. Tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan karyawan : a. Membuang bahan-bahan berbahaya. b. Beroperasi atau bekerja dengan kecepatan yang tidak aman. c. Membuat peralatan keamanan tidak beroperasi dengan baik. d. Menggunakan peralatan yang tidak aman. e. Menggunakan prosedur yang tidak aman. f. Mengambil posisi tidak aman. g. Mengangkat secara tidak tepat. h. Pikiran kacau, gangguan, penyalahgunaan, kaget dan berselisih PHBS dalah sekumpulan perilaku yang di praktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Jadi PHBS merupakan wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. PHBS di Tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 14
tempat kerja sehat. PHBS tidak hanya di masyarakat saja namun dapat dilakukan ditempat kerja, diantaranya yaitu: a. Tidak merokok di tempat kerja b. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja c.
Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik
d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil e. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja f.
Menggunakan air bersih
g. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar h. Membuang sampah pada tempatnya i. 3.
Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan
Faktor Pelayanan Kesehatan Faktor Pelayanan Kesehatan sistem pelayanan kesehatan masyarakat
mencakup
pelayanan
kedokteran
(medical
service)
dan
pelayanan
kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, yang tujuannya
adalah
pelayanan
preventif
(pencegahan)
dan
promotif
(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar peranannya, sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Terjangkaunya tempat pelayanan kesehatan sangatlah penting, agar pemanfaat pelayanan tersebut bisa di gunakan secara optimal oleh masyarakat. Namun kita ketahui saat ini, masyarakat lebih percaya ke rumah sakit daripada ke puskesmas, ini dikarenakan keahlian ataupun tenaga medis yang ada di puskesmas kurang dibandingkan yang ada di rumah sakit. Hal ini menjadi tanda tanya, kenapa terjadi perbedaan kualitas antara swasta dengan negeri. Sebenarnya banyak program pemerintah yang memberi kemudahan untuk masyarakat kurang mampu seperti sistem asuransi kesehatan.
Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 15
Pelayanan kesehatan tidak hanya di masyarakat, namun ditempat kerja pun harus ada pelayanan kesehatan. Studi deskriptif yang dilakukan olehYolando et al. (2011) terhadap upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu industri yaitu PT. Petrokimia Gresik, upaya kesehatan yang dilakukan meliputi program promotif yang meliputi :Penyuluhan umum, Cookingclass,Senam sehat, program preventif yang meliputi : Medical checkup Treademill, Pemeriksaan laboratorium, program kuratif yang meliputi pembiayaan karyawan dan keluarga karyawan yang rawat inap, dan program rehabilitatif yang meliputi pembiayaan karyawan selama masa pemulihan setelah sakit. Program promotif dan preventif di PT Petrokimia gresik
dikelola
oleh
Departemen
Lingkungan
dan
Kesehatan
dan
Keselamatan Kerja yang kegiatannya meliputi pemeriksaan kesehatan karyawan, pemeriksaan lingkungan kerja, pengadaan pelatihan umum dan pelatihan PPPK, penyediaan APD (Alat Pelindung Diri), Pengelolaan Gizi Kerja, penyediaan kotak P3K, pengadaan safety shower, melaksanakan program managed care, pencegahan PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan kecelakaan kerja. Sedangkan program kuratif dan rehabilitatif dikelola oleh Departemen
Personalia
yang
kegiatannya
meliputi
penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja, memberikan fasilitas pelayanan kesehatan seperti poliklinik, tenaga medis, dan lain sebagainya. 4.
Faktor genetik Faktor keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri
manusia dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan, diantaranya diabetes melitus, asma bronhiale, dsb. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya.Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi sedini mungkin. Pemberian gizi yang baik pada masa bayi dapat menciptakan individu yang sehat, sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anak Indonesia yang status gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alam Indonesia cukup mendukung. oleh
sebab
itulah
program
penanggulangan
kekurangan
gizi
dan
peningkatan status gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 16
program Posyandu yang biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani. Dibandingkan dengan ketiga faktor lainnya faktor genetik ini sangat kecil peranannya terhadap status kesehatan seorang pekerja. Namun faktor genetik seseorang dapat menyebabkan seorang pekerja lebih rentan terkena suatu penyakit misalnya kegemukan dan diabetes melitus. Kondisi lingkungan yang buruk, perilaku kerja yang kurang baik maka dapat memicu timbulnya penyakit pada seseorang dimana orang tersebut sudah memiliki potensi penyakit yang ada di dalam tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA Bantas, K., Agustina, F. M. T. & Zakiyah, D. (2012) Risiko Hiperkolesterolemia pada Pekerja di Kawasan Industri. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 6(5). Erwin Dyah, 2004. WBGT As The Threshold Limit Value of Heat Stress in The Work Place, Bagian Kesehatan Kerja, FKM-UNAIR Hasanah N. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner pada karyawan Vico Indonesia Muara Badak Kalimantan Timur 2006 [skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2006. Kurniawidjaja LM. Filosofi dan konsep dasar kesehatan kerja serta perkembangannya dalam praktik. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2007; 1 (6): 243-51. Mahwati, Y. (2001) Hubungan Antara Umur, Masa Kerja Dan Intensitas Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Bagian Nating DI PT. Yuro Mustika Purbalingga. Diponegoro University. Padmanaba, C. G. R. (2008) Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, 4(2): pp. 57-63. Ramdan, I. M. (2007) Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja di PT. LJP Provinsi Kalimantan Timur. The Indonesian Journal of Public Health, 4(1): 8-13. Suyasa, I. N. G., Adi Putra, N. & Redi Aryanta, I. W. (2012) Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 17
Yolando, N. D., Suriyasa, P. & Wijayanti, R. (2011) PELAYANAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA MENJAGA DAN MENINGKATKAN DERAJATKESEHATAN TENAGA KERJA DIPT PETROKIMIA GRESIK JAWA TIMUR. Universitas Sebelas Maret.
Program Studi Fire and Safety Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu
Page 18