“Egaliter atau Hierarki”: Pengaruh Paparan Uang Banyak Terhadap Social Dominance Orientation
Hapsari Kusumaningdyah, Erita Narhetali Psikologi, Universitas Indonesia Psikologi, Universitas Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini adalah sebuah eksperimen tekait pengaruh paparan uang terhadap derajat Social Dominance Orientation (SDO) yang menggunakan teknik supraliminal priming. Merujuk dari penelitian Caruso, dkk (2013) yang menemukan bahwa paparan terhadap gagasan uang akan meningkatkan derajat SDO seseorang. Penelitian ini menguji apakah pengaruh paparan terhadap gagasan uang banyak akan tetap mengingkatkan derajat SDO. Penelitian ini menemukan bahwa pengaruh paparan uang banyak akan tetap meningkatkan derajat SDO, yang diukur melalui skala SSDO (Pratto, dkk, 2013). Dalam hal ini partisipan yang terpapar oleh gagasan uang banyak dilaporkan memiliki SDO yang lebih tinggi dengan p<0,01 dan d=1. Kata kunci: paparan uang, priming, SDO “Egalitarian or Hierarchy”: Mere Exposure Abundance of Money Towards Social Dominance Orientation
Abstract This study was an experiment concerned about mere exposure of money towards Social Dominance Orientation (SDO) which is facilitated by supraliminal priming technique. According to Caruso, et al (2013) mere exposure to the idea of money will increase SDO‟s level. This study examined whether mere exposure to the idea of abundance money still influence the enhancement of SDO level. This study found that, mere exposure to abundance money still increasing the SDO level, which is measured by SSDO scale (Pratto, et al, 2013). This findings also confirmed that participants which is exposed to the idea of abundance money reported to have higher SDO, with p<0,01 and d=1. Key Words : mere exposure of money, priming, SDO
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Latar Belakang
“Kami tetap menolak penggusuran yang dilakukan tanpa berunding terlebih dahulu” Kalimat ini dilontarkan oleh Eko, salah satu demonstran yang menolak rencana penggusuran pedagang oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) pada tanggal 3 Januari 2013. Eko tidak sendirian, terdapat ratusan mahasiswa dan para pedagang yang juga berunjuk rasa di stasiun Pondok Cina menyusul kebijakan PT. KAI yang menggusur pedagang secara bertahap di sejumlah stasiun sepanjang jalur lingkar Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi). (Virdhani, 2013; Tirta, 2013). Peristiwa ini, sontak menjadi sorotan media massa dan menimbulkan beragam tanggapan pro kontra dari masyarakat. Tertarik dengan tanggapan yang beredar dikalangan mahasiswa, penulis melakukan survei opini pada bulan Januari 2013 untuk mengetahui tanggapan mahasiswa mengenai kebijakan ini. Berdasarkan survey terhadap 179 orang mahasiswa UI, kebijakan penggusuran pedagang dipersepsi tidak menjunjung nilai kesetaraan sosial karena kurangnya dialog antara pihak terkait. Sehingga sebanyak 94% partisipan menyatakan bahwa perlu adanya dialog yang melibatkan seluruh pihak terkait sebelum melakukan penggusuran pedagang. Menurut Sidanius dan Pratto (1999) tanggapan masyarakat terkait kebijakan publik yang memiliki relasi terhadap ketidaksetaraan sosial berhubungan dengan SDO (social dominance orientation). Konsep social dominance orientation menggambarkan bagaimana ketidaksetaraan secara sosial muncul dan dipertahankan, salah satunya melalui respon terhadap kebijakan yang mendukung atau tidak mendukung kesetaraan sosial. Salah satu nilai penting dalam konsep SDO adalah penempatan nilai kesetaraan di dalamnya, yang mana ketiadaan nilai kesetaraan merujuk pada keinginan untuk mempertahankan hierarki dalam sebuah struktur sosial (Sidanius & Pratto,1999). Konsep SDO menyatakan bahwa penggolongan hierarki berdasarkan kelompok tidak hanya diproduksi oleh individu perorangan, namun juga oleh aturan, prosedur, dan kebijakan dari sebuah institusi sosial (Sidanius & Pratto,1999). Misalnya dalam hal ini adalah kebijakan penggusuran yang tidak melibatkan dialektika antar kedua pihak terkait sehingga terdapat alokasi posisi tawar yang tidak imbang, dimana menurut Sidanius dan Pratto (1999) hal ini dinyatakan sebagai disproportionate allocation of social value.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Teori SDO menyatakan bahwa orang dengan orientasi social dominance yang lebih tinggi cenderung mempertahankan ideologi dan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya hierarki. Sementara orang dengan orientasi social dominance yang lebih rendah cenderung memilih ideologi maupun prinsip-prinsip yang tidak terlalu menekankan kepada struktur maupun hierarki (Sidanius & Pratto, 1999). Kecenderungan ini muncul dalam berbagai perilaku, termasuk respon akan kebijakan publik. Pada tahun (2013) Caruso, Vohs, Baxter, & Waytz mempublikasikan studi eksperimen tentang sistem sosial yang mendukung ketidaksetaraan. Salah satu studi yang cukup menarik dari eksperimen Caruso, dkk (2013) adalah bahwa paparan gagasan uang meningkatkan SDO (social dominance orientation) seseorang. Rational dari kedua variabel ini adalah bahwa uang dan SDO saling terkait dengan adanya relasi kekuasaan. SDO lekat dengan relasi kekuasaan karena asumsi dasar dari teori ini berkutat pada persoalan dominasi dan hierarki, yang mana hierarki berfungsi sebagai sebuah sistem relasi kekuasaan dalam struktur sosial (Forsyth, 2010). Sementara sistem sosial masyarakat adalah subjek penyeimbang dari penguat hierarki (hierarchy enhancing) atau kesetaraan sosial (hierarchy attenuating) (Sidanius & Pratto,1999). Selanjutnya uang juga dapat dikatakan lekat dengan relasi kekuasaan, karena individu yang memiliki uang tidak memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mencapai apa yang mereka inginkan (Furnham & Argyle, 2000) dengan demikian gagasan tentang uang dapat berhubungan dengan perasaan kuat dan berkuasa, self efficacy, dan kepercayaan diri (Boucher & Kofos, 2012). Tidak hanya kepemilikan uang yang lekat dengan kekuasaan, Zhou, Vohs, dan Baumister (2009) menyatakan bahwa, bahkan sekedar gagasan atau perasaan terkait uang dapat menghasilkan perasaan memiliki kekuatan atau keberhasilan. Salah satu studi ekperimen terkait aktivasi gagasan uang dari Vohs, Mead, dan Goode (2006) juga menyatakan bahwa gagasan uang akan mengarahkan seorang individu untuk berperilaku self sufficient, dimana partisipan yang teraktivasi oleh gagasan uang akan lebih mandiri, tidak tergantung, dan lebih sedikit meminta tolong maupun memberi pertolongan dalam tugas yang diberikan oleh eksperimenter. Kembali pada studi Caruso, dkk (2013), penulis berasumsi bahwa perbedaan respon pada kebijakan publik dipengaruhi salah satunya oleh paparan uang yang berbeda. Misalnya respon menolak kebijakan penggusuran terjadi pada mahasiswa yang mayoritas belum berpenghasilan atau bekerja (kondisi yang lebih sedikit terpapar uang). Situasi paparan terkait konsep uang
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
inilah yang berdampak kepada derajat SDO seseorang (Caruso, dkk, 2013) yang nampak dalam respon terhadap kebijakan publik. Situasi paparan terhadap gagasan
uang selanjutnya dikondisikan dalam penelitian
Caruso, dkk (2013). Dalam studinya terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (yang terpapar gagasan uang) dan kelompok kontrol (yang tidak terpapar gagasan uang). Kelompok eksperimen ditemukan memiliki derajat SDO yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Hasil studi ini menarik untuk diadaptasi di Indonesia dengan latar belakang fenomena perbedaan respon akan kebijakan publik, seperti peristiwa penggusuran pedagang yang telah dipaparkan sebelumnya. Untuk itu, penulis merujuk pada studi Caruso,dkk (2013) terkait kedua konstruk, yaitu pengaruh paparan uang terhadap SDO. Seperti penelitian Caruso, dkk (2013), penelitian ini berusaha menguji apakah paparan terhadap gagasan uang akan meningkatkan SDO seseorang. Salah satu hal yang berbeda dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana paparan gagasan uang dalam jumlah banyak (selanjutnya akan dinarasikan dengan “uang banyak”)
akan
mempengaruhi tinggi rendahnya SDO seseorang. Karena menurut studi Gino dan Pierce (2009) paparan terhadap gagasan uang banyak akan merubah perilaku seseorang, yang mengarahkan pada perilaku curang dan tidak etis demi kepentingan pribadi Penulis tertarik untuk mengetahui apakah paparan gagasan uang banyak akan tetap meningkatkan derajat SDO seseorang. Lebih lanjut Gino dan Pierce (2009) menyatakan bahwa paparan uang banyak dalam sebuah lingkungan akan mengarahkan kepada persepsi ketidaksetaraan dan ketidakadilan, dimana adanya nilai ketidaksetaraan dan keadilan juga sejalan dengan konsep SDO. Berangkat dari kedua studi yakni Caruso, dkk (2013) dan Gino dan Pierce (2009) penulis ingin mengetahui dampak apa saja yang dapat ditimbulkan gagasan uang banyak bagi perilaku atau sikap individu. Dampak ini tidak hanya dapat terjadi karena adanya stimulus yang jelas, namun juga stimulus-stimulus samar tentang uang yang mengarahkan manusia kepada kecenderungan sikap tertentu (Vohs, Mead, & Goode, 2006) seperti SDO. Untuk itu, penelitian lanjutan dengan topik pengaruh paparan uang banyak terhadap SDO dilakukan dengan mengambil konteks sosial ekonomi di Indonesia.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Tinjauan Teoritis
Social Dominance Orientation (SDO) Konsep Social Dominance Orientation (SDO) bernaung dari studi-studi tentang prasangka dan diskriminasi dalam hubungan sosial antar kelompok. Konsep ini membahas bagaimana di dalam masyarakat suatu kelompok memiliki dominasi diatas kelompok yang lain. Sebagai sebuah kecenderungan pada individu (Pratto, Sidanius, Stallworth, & Malle, 1994), individu dengan orientasi social dominance yang lebih tinggi akan cenderung mempertahankan ideologi dan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya hierarki (Sidanius & Pratto, 1999), seringkali meremehkan dan mendiskriminasi anggota kelompok out group, memiliki sikap negatif tentang kelompok-kelompok dengan paradigma hierarchy attenuating, serta mendukung kebijakan yang mempertahankan keuntungan bagi kelompok ingroup (Strube & Rahimi, 2006). Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat diartikan bahwa SDO merupakan cara pandang yang
mengklaim bahwa terdapat kecenderungan umum untuk mendukung atau
menjustifikasi tatanan sosial yang ada dalam hubungan sosial secara hierarkis (Fowers & Fowers, 2010). Social dominance orientation juga dapat diartikan sebagai derajat dimana individu menginginkan dan mendukung adanya penggolongan kelompok berbasis hierarki dan dominasi terhadap kelompok inferior oleh kelompok superior yang berkaitan dengan adanya gap atau perbedaan yang sangat menonjol antar kelompok dalam konteks sosial secara umum (Sidanius & Pratto, 1999). ). Salah satu nilai penting dalam konsep SDO adalah penempatan nilai kesetaraan didalamnya, yang dapat diterapkan pada individu maupun relasi antar kelompok (Maio, Han, Frost, & Cheung, 2009). Tidak adanya nilai kesetaran mengindikasikan pada keinginan untuk mempertahankan hierarki maupun kesenjangan sosial (Sidanius & Pratto,1999), dimana anggota kelompok yang dominan (memiliki status tinggi) ditunjukan sebagai individu yang mendukung kesenjangan sosial (Morrison, Fast, & Ybarra, 2009).
Gagasan Uang Uang merupakan dasar utama dari perilaku ekonomi dan banyak dari kegiatan manusia (Furnham & Argyle, 2000) karenanya uang dapat merepresentasikan banyak hal. Uang tidak hanya dapat menjadi sebuah simbol kekayaan (Dursuvala &Lysonski, 2010) maupun indikator
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
kelas sosial (Furnham & Argyle, 2000), namun juga alat bagi evaluasi waktu (Pfeffer & Devoe, 2009), memfasilitasi pengaruh sosial (Liu, Smeesters, & Vohs, 2012), popularitas sosial (Zhou,Vohs, & Baumister, 2009) bahkan memprediksi moralitas (Gino & Perce, 2009) Karena uang telah memasuki berbagai dimensi dalam perilaku manusia, dalam berbagai bentuk uang dapat dikenali sebagai motivator pembentuk perilaku yang sama halnya dengan makanan ataupun seks (Lea & Webley, 2006). Menurut Lea dan Webley (2006) ide uang secara metaporis dapat dapat diklasifikasikan kedalam dua teori fungsi yaitu tool theory dan drug theory. Tool theory menyatakan uang memiliki fungsi alat untuk mencapai tujuan, sementara drug theory memiliki analogi metapor bahwa uang dapat berlaku layaknya drug yang dapat memberikan keuntungan secara psikoolgis namun juga dapat memberikan efek adiksi. Pandangan klise menyatakan bahwa ide atau gagasan tentang uang selalu diasosiasikan dengan hal negatif seperti memunculkan perilaku anti sosial (Yang, Wu, Zhou, Vohs, Mead, & Baumister, 2013). Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa perilaku selfish dan perilaku anti sosial meningkat akibat adanya paparan terhadap gagasan “uang dalam jumlah banyak” (Yang, dkk, 2013). Contohnya studi Gino dan Pierce (2009) menemukan bahwa individu cenderung melakukan perbuatan curang atau tidak etis setelah terpapar dengan jumlah uang yang lebih banyak, yakni $7000 bila dibandingkan dengan individu yang hanya terpapar dengan konsep uang sedikit $24. Untuk itu dampak tentang uang masih memerlukan banyak penelitian terkait pengaruhnya terhadap sikap, perilaku, kognisi, dan emosi manusia. Pemahaman sikap manusia terhadap uang penting dilakukan karena dapat memberitahukan hal-hal apa saja yang dapat membentuk perilaku manusia (Dursuvala & Lysonski, 2010). Dalam penelitian kali ini penulis akan memfokuskan terhadap pengaruh paparan uang banyak terhadap perilaku seseorang.
Priming Priming merujuk pada teraktivasinya suatu informasi atau konsep di dalam otak. Aktivasi ini mampu mempengaruhi individu baik dalam hal persepsi, evaluasi, dan bahkan motivasi serta perilaku sosial. Walaupun berpengaruh, aktivasi ini hanya bersifat sementara dalam waktu yang singkat, sehingga efek dari priming ini tidak akan bertahan lama atau menetap (Bargh & Chatrand, 2000). Priming terbukti dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap respon perilaku sosial yang menjadi tujuan (Smeester, Yzerbyt, Corneille,& Warlop, 2009).
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Salah satu contoh studi mengenai priming adalah studi Gardner, Garbriel dan Lee (1999) yang mem- priming partisipan Cina dengan banyak kata ganti subjek pertama tunggal seperti (“saya”), menyebabkan partisipan untuk lebih mendukung nilai-nilai Barat daripada nilai-nilai Asia (seperti, individualisme daripada kolektivisme). Ini menunjukkan manipulasi priming sederhana seperti ini sudah cukup untuk mengubah (secara sementara) nilai-nilai budaya dan orientasi pada partisipan Cina dan Amerika (Bargh, 2006). Studi yang dilakukan oleh Gardner, dkk (1999) merupakan contoh bagaimana priming dilakukan dengan stimulus yang berupa kata-kata atau yang berkaitan dengan semantic. Dalam hal ini priming mengaktifkan konsep dalam pikiran orang-orang yang di-priming (Schröder &Thagard, 2013), proses aktivasi ini dapat terjadi karena pada dasarnya kognisi manusia bekerja melalui representasi mental. Representasi mental dapat terbentuk dari prinsip spreading activation sehingga harus ada beberapa cara agar stimulus yang diterima tetap aktif dalam kognisi seseorang dan menjadi terkait dengan konsep yang lain, hingga membangun representasi yang kompleks (katakanlah, dari konsep “pohon”, yang dapat berkaitan dengan “batang”, “cabang”, dan “daun”) (Bargh 2006). Menurut pandangan ini efek dari priming terjadi karena pengaruh spreading activation, dimana mem-priming sebuah steriotipe akan mengaktivkan trait yang termasuk dalam steriotipe tersebut, sehingga representasi dari trait tersebut akan mengaktifkan resprensentasi perilaku terkait (Schröder &Thagard, 2013). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan priming yang berhubungan dengan aktivasi semantik.
Bargh dan Chatrand (2000) mengklasifikasikan priming ini sebagai
supraliminal priming. Dalam supraliminal priming
atau conscious
priming, indvidu
sepenuhnya sadar stimulus priming itu sendiri, namun tidak menyadari terdapat pola yang tersembunyi yang terdapat dalam stimulus priming (Bargh & Chatrand, 2000). Salah satu teknik yang sering digunakan dalam supraliminal priming adalah “Scramble Sentence Task”. Teknik ini meminta partisipan untuk mengerjakan sejumlah tugas yang mengukur kemampuan berbahasa. Selanjutnya partisipan diinstruksikan untuk membuat sebuah kalimat yang koheren dari kata-kata yang diacak. Saat mengerjakan tugas tersebut partisipan terpapar sejumlah kata yang memiliki afiliasi dengan konsep yang ingin di-priming-kan oleh eksperimenter (Bargh & Chatrand, 2000). Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan konsep uang banyak sebagai stimulus yang di-primingkan.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Dinamika Paparan Uang Banyak dan SDO Seiring perkembangannya, studi-studi tentang uang mulai memeriksa potensi perubahan kognitif, motivasi, emosi, dan perilaku yang dihasilkan dari aktivasi gagasan uang dalam pikiran seseorang (Vohs, Mead, & Goode, 2006). Terdapat banyak studi yang meneliti variabel yang di pengaruhi oleh aktivasi gagasan uang, seperti self sufficiency (Vohs, Mead, & Goode, 2008), kecenderungan meluangkan waktu menjadi sukarelawan (Pfeffer & Devoe, 2008), penerimaan dan penolakan sosial (Zhou, Vohs, & Baumister, 2009) framing keputusan bisnis dan juga perilaku tidak etis (Kauchaki, Crowe, Brief, & Sousa, 2013) Selanjutnya Caruso, Vohs, Baxter & Waytx (2013), menemukan bahwa stimulus samar terkait gagasan uang akan meningkatkan derajat SDO seseorang, yang mengarahkan seseorang kepada dukungan sistem ekonomi kapitalisme. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya dengan mengaktifkan gagasan uang melalui priming dapat menjadi mekanisme yang memungkinkan dalam mempengaruhi sikap dan preferensi seseorang (Pfeffer & Devoe, 2008). Berangkat dari studi-studi sebelumnya, dalam penelitian ini berusaha mengaitkan pengaruh paparan uang banyak terhadap SDO melalui rational bahwa , gagasan uang akan memunculkan aspek kekuasan dan kekuatan sementara itu SDO yang berkutat pada aspek hierarki dan dominasi juga berasosiasi dengan kekuasaan. Dalam penelitian ini penulis berasumsi bahwa paparan uang banyak akan meningkatkan SDO.
Metode Penelitian Studi Pilot Studi pilot digunakan
untuk merancang stimulus descramble task
yang bertujuan
sebagai sarana untuk mempriming gagasan uang banyak. Dalam pilot studi 73 partisipan yang terbagi kedalam dua kelompok mengerjakan soal descramble task. Untuk stimulus netral, Descramble Task terdiri dari 55 soal soal menyusun kata yang tidak berkaitan dengan konsep uang. Melalui proses pooling akan didapatkan 30 soal. Untuk stimulus uang , descramble task berupa 40 soal menyusun kata yang berkaitan dengan konsep uang. Melalui proses pooling akan diambil 15 soal dengan kriteria merupakan kalimat yang tidak mengandung unsur moral dan benar-benar merujuk kepada kalimat yang mengandung arti uang banyak. Dalam studi pilot juga dievaluasi apakah pemberian paparan gagasan uang akan mengaktivasi konsep uang pada partisipan. Evaluasi ini dilakukan dengan pemberian soal money
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
accessibility, yang merupakan teknik manipulation check untuk mengetahui apakah konsepkonsep terkait uang lebih mudah diakses pada partisipan yang terpapar dengan stimulus uang (Vohs, dkk, 2006; Boucher & Kofos, 2012). Money accessibility berupa tugas melengkapi kata rumpang yang diantaran dapat dibentuk menjadi kata yang memiliki afiliasi dengan uang. Hasil studi pilot ini menemukan perbedaan mean money accesibilty pada kedua kelompok. Dalam kelompok yang diberikan stimulus terkait konsep uang (M= 15,658), sementara dalam dalam kelompok yang diberikan stimulus netral (M= 9,257). Hasil uji statistik t (71) = 6,732, p< 0,01.
Sampel Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa sosial humaniora. Selanjutnya dipilih sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling dari mahasiswa sosial humaniora Universitas Indonesia. Diperoleh sampel (N=106) 53 partisipan laki-laki dan 53 partisipan perempuan berusia antara 18-22 tahun.
Pengukuran Social dominance orientation dapat dilihat dari skor total pada alat ukur yang digunakan yakni alat ukur SSDO (Short Social Dominance Orientation) yang disususun oleh Pratto, Cidam, Stewart, Zeineddine, dan Aranda, dkk (2013) sebagai hasil pengembangan dari alat ukur SDO 6 yang telah lebih dahulu dikembangkan sebelumnya di tahun 1994. Item dalam SSDO ini berasal dari pooling 92 item baru dan item lama SDO 6 dan yang disusun dalam studi pilot (Pratto, dkk, 2013) yang menghasilkan empat buah item. Singkatnya item yang dihasilkan ini lebih efisien dalam bagi partisipan, peneliti, dan alat pengukuran yang singkat seperti ini telah umum digunakan saat ini (Rammstedt & John, 2007). Alat ukur SSDO ini telah diteliti secara lintas budaya pada 20 negara dan telah diterjemahkan dalam 15 bahasa yang berbeda, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Mean korelasi antar item berkisar antara 0,18 hingga 0,53, dengan nilai antara 0,20- 0,29 yang paling banyak muncul. Skala ini memiliki reliabilitas yang cukup baik dengan rata-rata α 0,65 (tingkat keyakinan 95 %, nilai berkisar antara 0,62-0,67) (Pratto, dkk, 2013).
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Prosedur 88 partisipan (44 KE, 44 KK) mengisi kuesioner SSDO setelah mengerjakan tugas descramble task. Descramble task ini berbeda setiap kelompok, untuk kelompok eksperimen (KE) descramble task berupa 30 soal menyusun kata, dimana 15 soal mengandung gagasan tentang uang banyak. Sementara untuk kelompok kontrol (KK) descramble task berupa 30 soal menyusun kata yang seluruhnya mengandung konsep netral (non- uang). Seluruh partisipan ini mengisi rangkaian kuesioner dalam sebuah ruangan dengan kuota maksimal 16 partisipan dalam setiap sesi pengerjaan. Setelah mengisi kuesioner SSDO partisipan selanjutnya mengerjakan tugas money accessibility dan juga lembar hypothesis awareness untuk mengevaluasi apakah partisipan menyadari tujuan dari penelitian.
Hasil Gambaran Partisipan
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Penelitian ini melibatkan 106 partisipan, dimana 53 partisipan masuk kedalam kelompok eksperimen dan 53 orang masuk kedalam kelompok kontrol. Seluruh partisipan merupakan mahasiswa FIB dan FISIP UI angkatan 2012 hingga 2009 yang usianya berkisar antara 18–22 tahun. Jumlah data awal yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 106, namun sebanyak 18 data partisipan dieliminasi karena tidak mengisi bagian kuesioner secara lengkap, tidak sesuai karakteristik yang diinginkan, tidak lolos hypothesis awareness. Sementara sebanyak 4 kuesioner lain dieliminasi untuk treatment unequal size. Dari ke delapan belas data partisipan yang dieliminasi 6 diantaranya dieliminasi karena tidak memenuhi karakteristik “Belum Bekerja”, dimana merupakan alasan terbanyak data tereliminasi. Sementara data partisipan yang lain tereliminasi karena tidak mengisi kuesioner SSDO secara lengkap dan tidak memenuhi karakteristik fakultas, masing-masing sebanyak 2 orang. Dua orang teleminasi karena tidak lolos hypothetical awareness. Setelah dieliminasi maka diperoleh 88 data partisipan yang lengkap dan memenuhi seluruh karakteristik partisipan yang diinginkan. Gambaran Hypothesis Awareness Saat proses seleksi hypothetical awareness,terdapat 2 data partisipan yang dieliminasi karena tidak lolos hypothetical awareness. Kedua partisipan ini diduga mengetahui tujuan dari priming. Setelah seluruh data diseleksi, selanjutnya kedua koder mulai mengkategorisasikan jawaban partisipan. Berdasarkan hasil kategorisasi oleh dua koder independen, terdapat beberapa perbedaan pendapat pada berapa jawaban, perihal “apakah pertisipan mengetahui tujuan penelitian”. Namun setelah berdiskusi total terdapat 5 kategorisasi dalam Hypothesis Awareness. Sebagian besar partisipan menduga, tujuan penelitian tekait tes kemampuan bahasa atau tes Intelegensi. Dimana prosentase paling banyak dugaan terkait tes intelegensi yakni sebesar 37,5 % dari total 88 partisipan. Sebagian besar partisipan juga banyak menduga bahwa tujuan dari penelitian terkait tes kemampuan bahasa dengan rata-rata prosentase sebesar 35,20 % dari kedua kelompok. Penulis mengukur seberapa baik kategorisasi yang dilakukan oleh kedua koder dengan menguji reliabilitas inter-rater menggunakan formula Cohen’s
Kappa. Hasil pengujian
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
reliabilitas interater menggunakan formula Cohen’s Kappa menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,77. Dimana menurut Viera dan Garret (2005) koefisien ini tergolong cukup baik (substansial) untuk mengukur persetujuan antar rater dengan nilai persamaan kesetujuan sebesar 77 % , hasil ini menujukkan bahwa kategorisasi yang oleh kedua koder independen dapat dikatakan cukup baik. Pengujian Manipulation Check Manipulation check yang diuji pada kali adalah tugas money accessibility. Diprediksi bahwa kelompok eksperimen yang terpriming dengan paparan konsep uang akan memiliki skor money accesbility yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Data menunjukkan nilai mean skor money accessibility yakni (M=7,82, SD=2,28) untuk kelompok eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil kelompok kontrol (M=4,68, SD=2,15). Uji signifikansi menggunakan independent sample t test menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok t(86)= 6,625, p<0,01, d=1,41. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pemberian stimulus priming menghasilkan aktivasi konsep uang yang berbeda secara signifikan terhadap kedua kelompok.
Pengujian Hipotesis Berdasarkan data yang diolah ditemukan perbedaan mean skor SSDO pada kedua kelompok. Pada kelompok eksperimen (M= 5,22, SD= 1,46) dan kelompok kontrol (M=3,86, SD=1,26), dengan mean skor SSDO lebih besar pada kelompok eksperimen. Uji hipotesis one tailed menemukan bahwa, partisipan dalam kelompok eksperimen yang diberikan paparan uang banyak, memiliki skor SSDO lebih yang tinggi secara signifikan daripada kelompok kontrol t(86)= 4,667 , p<0,01. Hasil ini menunjukkan bahwa null hipotesis di tolak dan hipotesis alternatif diterima. Selain melakukan uji signifikansi, penulis juga melakukan uji effect size. Hasil uji effect size menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efek yang besar dari kedua kelompok. Penghitungan effect size menggunkan formula Cohen’s d menunjukkan hasil yang konsisten dengan nilai signifikansi, yakni d=1, dimana hasil ini dapat dikategorikan sebagai large effect size. Hasil ini menunjukkan bahwa besar perbedaan hasil kedua kelompok senilai dengan satu standar deviasi (Ellis,2010). Sementara itu studi Caruso, dkk (2013) yang menjadi studi rujukan memiliki medium effect size dengan d=0,51.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dirangkum dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh dari paparan gagasan uang banyak, dimana paparan terhadap gagasan uang banyak akan meningkatkan derajat SDO secara signifikan.
Diskusi Melalui analisis yang telah dilakukan dan dibahas dalam bab 4, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor SSDO yang signifikan antara kelompok eksperimen yang terpapar dengan konsep uang banyak, dan kelompok kontrol yang tidak terpapar dengan konsep uang banyak. Hasil ini sesuai dengan hasil studi sebelum, yakni studi Caruso,dkk (2013) yang menyatakan bahwa partisipan yang terpapar uang akan memiliki skor SDO yang lebih tinggi. Meskipun sesuai dengan hasil studi sebelum, terdapat beberapa hal yang perlu diteliti lebih lanjut dari temuan penelitian yang penulis lakukan. Penulis menduga bahwa hasil temuan ini salah satunya dipengaruhi oleh gagasan uang banyak yang akan lebih meningkatkan SDO seseorang, dibandingkan dengan aktivasi gagasan uang saja. Dengan kata lain gagasan uang banyak lebih memberikan pengaruh terhadap derajat SDO. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan hasil effect size yang lebih besar daripada studi sebelum. Dugaan ini sejalan dengan pernyataan Sidanius & Pratto (1999) bahwa semakin terdapat perbedaan yang menonjol dalam kelompok, maka akan semakin banyak individu yang memiliki kecenderungan berorientasi terhadap nilai ketidaksetaraan. Penulis berasumsi bahwa, perbedaan yang menonjol tersebut merupakan hasil dari pengaruh gagasan uang banyak. Lebih lanjut Gino & Pierce (2009) menyatakan bahwa Individu yang terpapar dengan uang yang banyak lebih mungkin merasakan keinginan untuk memiliki uang, walaupun usaha mereka untuk mengontrol keinginan itu. Berdasarkan hasil studi Gino dan Pierce (2009) uang dalam jumlah banyak akan mengarahkan kepada perilaku yang tidak etis melalui beberapa tahap, salah satunya melalui persepsi ketidaksetaraan dan perasaan iri. Penempatan nilai ketidaksetaraan inilah yang sejalan dengan konsep SDO yang merujuk pada keinginan untuk mempertahankan hierarki (Sidanius & Pratto, 1999). Salah satu temuan menarik yang didapatkan dalam penelitian ini adalah, hasil penelitian yang tetap konsisten dengan penelitian sebelum yakni studi Caruso, dkk (2013) meskipun
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
menggunakan alat ukur yang berbeda. Dalam studi Caruso, dkk (2013) Skala SDO 6 digunakan untuk mengukur derajat SDO. Alat ukur ini terdiri dari 16 item (Sidanius & Pratto, 1999). Sementara dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan skala SSDO yang dibuat oleh Pratto,dkk (2013) yang juga mengukur konstruk yang sama, yakni SDO. Alat ukur SSDO ini hanya terdiri dari 4 item. Perbedaan mendasar lain yang terdapat dari kedua alat ukur ini selain jumlah item, adalah skala yang digunakan. Alat ukur SDO 6 menggunakan skala 1-7, dimana menurut Pratto, dkk (2013) skala ini cenderung menghasilkan range yang skewed positif, dengan sedikit orang yang menjawab pada nilai tengah atau nilai diatasnya. Sedangkan, alat ukur SSDO menggunakan skala 1-10 yang memungkinkan variabilitas dari respon. Variabilitas dari respon ini dibutuhkan, karena bagaimanapun juga skala yang masih berkorelasi dengan kuat dengan berbagai criterion variable, mengindikasikan bahwa variabilitas skor dari sebuah skala memiliki makna yang berarti baik secara sosial maupun psikologis (Lee, Pratto, & Johnson, 2011). Hal ini berarti dalam penelitian kali ini variabilitas respon lebih besar karena menggunkan skala SSDO. Meskipun hasil temuan penulis sejalan dengan studi rujukan dengan menggunakan alat ukur yang berbeda yakni skala SSDO (Short Social Dominance Scale), namun Pratto,dkk (2013) menyatakan bahwa penggunaan alat ukur SSDO lebih tepat untuk sampel yang lebih besar yakni minimal 100 atau lebih. Hal ini dikarenakan mengggunakan jumlah item yang sedikit (4 item) akan meningkatkan eror variance, sehingga kemungkinan akan ada pertukaran antara jumlah item dan jumlah partisipan dalam memproduksi hasil yang reliabel (Pratto, dkk, 2013) Dalam penelitian ini, hanya terdapat 44 orang partisipan setiap kelompok, sehingga total hanya terdapat 88 partisipan. Hal ini tidak sejalan dengan saran yang diajukan oleh Pratto, dkk (2013) terkait jumlah partisipan yang digunakan. Walau terlihat paradoks, namun temuan menyatakan hasil yang konsisten. Penggunaan SSDO pada sampel yang lebih kecil tetap dapat sejalan dengan hasil studi rujukan. Ini berarti bahwa alat ukur SSDO cukup reliabel dan konsisten dalam mengukur konstruk SSDO walaupun dalam sampel yang lebih kecil. Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik pada money accessibility, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor money accessibility yang signifikan antara kelompok yang terpapar dengan gagasan uang banyak dan kelompok yang tidak terpapar dengan gagasan uang banyak.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Hal ini dapat diartikan bahwa paparan uang banyak dalam stimulus yang di-priming-kan memiliki pengaruh yang berbeda pada kedua kelompok. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan adanya money accessibility adalah sebagai salah satu manipulation check dari penelitian yang dilakukan. Tugas manipulation check ini merujuk pada studi sebelum (Vohs, 2006; Boucher & Kofos, 2012) yang berfungsi untuk mengetahui apakah konsep-konsep terkait uang lebih mudah diakses pada partisipan
yang
terpapar dengan stimulus uang. Walaupun money accessibility ini tidak ada pada studi Caruso,dkk (2013) yang menjadi studi rujukan penulis, namun penulis merasa manipulation check ini tetap diperlukan guna mengetahui aktivasi konsep uang pada tiap kelompok. Karena gagasan aktivasi dalam representasi mental merupakan hal yang penting dalam teori priming (Bargh, 2006) sehingga diperlukan sebuah metode untuk mengetahuinya. Temuan menarik lain dalam penelitian ini adalah terkait stimulus priming itu sendiri, dimana dalam hal ini penulis tidak menggunakan stimulus yang sama dengan studi rujukan (lih. Vohs, 2006; Caruso, dkk ,2013). Ini karena penulis menggunakan variabel paparan uang banyak sehingga penulis melakukan studi pilot untuk menentukkannya, berangkat dari hal ini banyak hal yang dirasa perlu didiskusikan lebih lanjut. Menurut Bargh dan Chartrand (2000) manipulasi priming yang kuat akan menghasilkan efek priming yang lebih bertahan lama. Hal ini menjadi dilema tersendiri, karena pada dasarnya studi priming haruslah menghasilkan stimulus yang samar dan tidak disadari (subtle). Sehingga penulis harus hati-hati dalam membuat stimulus yang tidak disadari namun bisa memberikan pengaruh yang cukup. Karena mengulang kata-kata yang ingin di-priming-kan (dalam descramble task) mengingkatkan peluang dimana partisipan sadar akan tugas yang sedang berusaha di-primingkan atau paling tidak, partisipan sadar bahwa sepertinya penelitian berfokus kepada konsepkonsep tertentu. Untuk mencapai tingkat “kesamaran” yang tepat inilah maka diperlukan adanya awareness checks (yang dalam penelitian ini hypothesis awareness). Awareness checks untuk supraliminal priming haruslah mempunyai kekuatan manipulasi, disisi lain juga tidak terlalu mengarahkan kesadaran partisipan kepada manipulasi (Bargh & Chatrand, 2000). Secara umum, apabila partisipan menyadari hubungan antara stimulus priming dan tugas eksperimen, data partisipan tersebut tidak dimasukkan dalam analisis. Bila data partisipan yang
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
dikeluarkan karena menyadari stimulus melebihi
5 % menununjukkan bahwa stimulus priming
memiliki kecenderungan untuk lebih menyadarkan partisipan akan stimulus terkait (Bargh & Chatrand, 2000). Meskipun dalam penelitian ini data partisipan yang
dibuang karena hal ini
kurang dari 5 % dari total partisipan, namun penulis tetap harus berhati-hati dengan kemungkinan “kesadaran” partisipan. Untuk itu, awareness check yang paling ideal haruslah dibuat funneled debriefing (lih. Chatrand & Bargh,1996) Walaupun temuan dalam penelitian kali sejalan dengan temuan –temuan sebelumnya namun hal ini masih memerlukan penelitian lanjut terkait hal-hal yang telah dipaparkan. Hal ini membukan ruang luas untuk penelitian lanjutan guna memvalidasi temuan penelitian ini. Karena validitas penelitian priming, menjadi salah satu kegundahan bagi para peneliti psikologi sosial terkait dengan tantangan Daniel Kahneman (2012) yang menyarankan agar banyak peneliti psikologi sosial untuk melakukan replikasi penelitian priming
guna menguji keabsahan
penelitian dengan metode priming.
Saran Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, terdapat beberapa saran metodologis yang diajukan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan salah satunya terkait pentingnya memastikan studi pilot khususnya untuk membuat stimulus supraliminal priming. Salah satu hal yang perlu diperhatikan saat merancang sebuah stimulus adalah, bagaimana stimulus yang dibuat dapat memberi pengaruh yang “cukup” namun tetap samar(subtle). Saran selanjutnya adalah awareness check
(Bargh & Chartrand,2000) dimana
pengecekan kesadaran partisipan ini harus dapat memanipulasi, namun juga mengetahui kepekaan partisipan terhadap stimulus itu sendiri, sehingga penulis menyarankan funneled debriefing (lih. Bargh, 1996) untuk penelitian lebih lanjutan. Temuan penelitian kali ini masih membuka ruang lebar bagi penelitian lanjutan. Misalnya penambahan kelompok eksperimen baru dengan desain KE (“uang banyak”,”uang sedikit”dan 1 KK (“non uang”) maupun variabel lain yang masih dapat dihubungkan dengan paparan uang. Temuan penelitian priming kali ini memungkinkan untuk di replikasi dengan teknik priming
yang berbeda, misalnya teknik
subliminal priming.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Tinjauan Kepustakaan
Bargh, J.A. (2006). What have we been priming all these years? On the development, mechanisms, and ecology of nonconscious social behavior. Journal European Journal of Social Psychology , 36, 147–168. doi: 10.1002/ejsp.336. Bargh, J.A., & Chartrand, T. (2000). Studying the mind in the middle: A practical guide to priming and automaticity research. In H.Reiss & C. Judd, Handbook of research Methods in Social Psychology (pp. 1-25). New York: Cambridge University Press. Bargh, J.A., Chen, M., & Burrows, L. (1996). Automaticity of social behavior: Direct effects of trait construct and stereotype activation on action. Journal of Personality and Social Psychology , 71 (2), 230-244. Boucher, H.C., & Kofos, M. N. (2012). The idea of money counteracts ego depletion effects. Journal of Experimental Social Psychology , 48, 804-810. doi:10.1016/j.jesp.2012.202.003. Caruso, E.M., Vohs, K.D., Baxter, B., & Waytz, A. (2013). Mere exposure to money increases endorsement of free market system and social inequality. Journal of Experimental Psychology , 142(2), 301-305. doi: 10.1037/a0029288. Dursuvala, S., & Lysonski, S. (2010). Money,money,money- how do attitudes toward money impact vanity and materialism?the case of young chineese consumers. Journal of Consumer Marketing , 169-179. doi:10.1108/07363761011027268. Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics. Belmont: Cenggage Learning. Fowers, F.A., & Fowers, B.J. (2010). Social Dominance and sexual self-schema as moderators of sexist reactions to female subtypes. Journal of Sex Roles , 62, 468–480. doi 10.1007/s11199-009-9607-7. Furnham, A., & Argyle, M. (2000). The Psychology of Money. New York: Routledge. Gardner, W.L., Gabriel, S., & Lee, A.Y. (1999). “I” value freedom, but “We” value relationships: Sef-cnstrual priming acros cutural diferences in jugment. Journal of Psychological Science , 10, 321-326. doi: 10.1111/1467-9280.00162. Gino, F., & Pierce, L. (2009). The abbundance effect: Unethical behavior in the presence of wealth. Journal of Organizational Behaviour and Human Decision Processes , 109, 142155. doi: 10.1016/j.obhdp.2009.03.003. Kouchaki, M., Crowe, K.S., Brief, A.P., & Sousa, C. (2013). Seeing green: Mere exposure to money triggers a business decision frame and unethical outcomes. Journal of Organizational Behavior and Human Decision Processes , 1-9. http://dx.doi.org/10.1016/j.obhdp.2012.12.002. Lea, S.E.G., & Webley, P. (2006). Money as tool, money as drug: The biological psychology of strong incentive. Journal Behaviooral and Brain Science , 29, 161-209. Lee, I.C., Pratto, F., & Johnson, T.B. (2011). Intergroup consensus/disagreement in support of group-based hierarchy: An examination of socio-structural and psycho-cultural factors. Psychological Bulletin , 137(6), 1029-1064. doi: 10.1037/a0025410. Liu, J.E., Smeesters, D., & Vohs, K.D. (2012). Reminders of money elicit feelings of threat and reactance in response to social influence. Journal of Consumer Research , 38, 1-18. doi: 10.1086/661553.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Maio, G.R., Hahn, U., Frost, M.K., & Cheung, W.Y. (2009). Applying the value of equality unequally: effects of value instantiations that vary in typicality. Journal of Personality and Social Psychology , 97 (4), 598–614. doi: 10.1037/a0016683. Morrison, K.R., Fast, N.J., & Ybarra, O. (2009). Group status, perceptions of threat, and support for social inequality. Journal of Experimental Social Psychology , 45, 204–210. doi:10.1016/j.jesp.2008.09.004. neouniq.com. (2013, Januari 7). Penggusuran Pedagang di Stasiun KA. Setuju atau Enggak Gan? Retrieved Januari 15, 2013, from http://neounique.blogspot.com/2013/01/penggusuran-pedagang-di-stasiun-ka.html Pfeffer, J., & DeVoe, S.E. (2008). Economic evaluation : the effect of money and economics on attitudes about volunteering. Journal of Economic Psychology , 1-9. doi:10.1016/j.joep.2008.08.006. Pratto, F., Sidanius, J., Stallworth, L.M., & Malle, B.F. (1994). Social dominance orientation: A personality variable predicting social and political attitudes. Journal of Personality and Social Psychology , 67 (4), 741-763.doi:10.1037/0022-3514.67.4.741. Pratto, F.,Cidam, A., Stewart, A.L., Zeineddine, F.B., Aranda, M., Aiello, A., Chryssochoou, X., Cichoka, A., Cohrs, C., Durrheim, K., Eicher, V.,.... & Henkel, K.E. (2013). Social dominance in context moderation of robust effects of social dominance orientatiom in 15 languages and 20 countries. Journal Social Psychologcical and Personality Science , 0 (0), 1-13. doi:10.1177/1948550612473663. Schröder, T., & Thagard, P. (2013). The affective meanings of automatic social behaviors: Three mechanisms that explain priming. Psychological Review , 120 (1), 255–280. doi: 10.1037/a0030972. Sidanius, J., & Pratto, F. (1999). Social Dominance. Cambrigde: Press Syndicate The University of Cambridge. Sidanius, J., Pratto, F., Laar, C.V., & Levin, S. (2004). Social dominance theory: it's agenda and method. Journal of Political Psychology , 25 (6), 845-880. Smeesters, D., Yzerbt, V.Y., Corneill, O., & Warlop, L. (2009). When do prime prime? The moderating role of the self concept in individual's susceptibility to priming effects on social behaviour. Journal of Experimental Social Psychology , 45, 211-216. doi: 10.1016/j.jesp.2008.09.002. Strube, M.J., & Rahimi, A.M. (2006). „„Everybody knows it's true‟‟: Social dominance orientation and right-wing authoritarianism moderate false consensus for stereotypic beliefs. Journal of Research in Personality , 40, 1038–1053. doi:10.1016/j.jrp.2005.10.004. Tirta, I. (2013, Januari 04). Mahasiswa Pasang Badan, Penggusuran Stasiun Gagal. Diunduh Januari 10, 2013, dari tempo.co: http://www.tempo.co/read/news/2013/01/04/083452172/Mahasiswa-Pasang-BadanPenggusuran-Stasiun-Gagal Viera, A.K., Garrett, J.M. (2005). Understanding interobserver agreement:The Kappa Statistic. Journal of Family Medicine , 37 (5), 360-365. Virdhani, N. H. (2013, Januari 3). Ratusan mahasiswa Kepung Pondok Cina. Diunduh Januari 5, 2013, dari Okezone.com: http://jakarta.okezone.com/read/2013/01/03/501/740679/ratusan-mahasiswa-kepungstasiun-pondok-cina
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Vohs, K.D., Mead, N.L., & Goode, M.R. (2006). Merely activating the concept of money changes personal and interpersonal behavior. Journal of Association for Psychological Science , Vol. 17, 208-2012. Vohs, K.D., Mead, N., & Goode, M.R. (2006). The Psychological consequences of money. Journal of Science , 314, 1-4. doi: 10.1126/science.1132491. Vohs, K.D., Mead, N.L., & Goode M.R. (2008). Merely activating the concept of money changes personal and interpersonal behavior. Journal of Psychological Science , 17 (3), 208-212. doi: 10.1111/j.1467-8721.2008.00576. Yang, Q., Wu, X., Zhou, X., Mead, N., Vohs, K.D., & Baumister, R,. (2013). Divereging effects of clean versus dirty money. Journal of Personality and Social Psychology , 104(3), 473489. doi: 10.1037/a0030596. Young, E. (2012, October 4). Nobel laureate Daniel Kahneman calls for 'daisy chain' of psychology replications. Diunduh Januari 13, 2013, dari Discover Magazine: The magazine of science, technology, and the future: http://blogs.discovermagazine.com/notrocketscience/2012/10/04/daniel-kahneman-daisychain-replications-priming-psychology/#.UcruRtJHIa4 Zhou, X., Vohs, K.D., & Baumeister R.F. (2009). The symbolic power of money: reminders of money alter social distress and physical pain. Journal of Psychological Science , 20 (6), 700-6. doi: 10.1111/j.1467-9280.2009.02353.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013