EFISIENSI PENGGUNAAN AIR TANAMAN PADI DENGAN IRIGASI KONTINYU DAN BERSELANG DI KECAMATAN MIJEN, SEMARANG
RETNO ASTUTI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
EFISIENSI PENGGUNAAN AIR TANAMAN PADI DENGAN IRIGASI KONTINYU DAN BERSELANG DI KECAMATAN MIJEN, SEMARANG
RETNO ASTUTI G24062800
SKRIPSI merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Nama NIM
: Efisiensi Penggunaan Air Tanaman Padi dengan Irigasi Kontinyu dan Berselang di Kecamatan Mijen, Semarang : Retno Astuti : G24062800
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Tania June, M.sc.
Ir. Meinarti Norma Setiapermas, M.Si.
NIP: 19630628 198803 2 001
NIP: 19660512 199403 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S. NIP: 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, anugerah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Efisiensi Penggunaan Air Tanaman Padi dengan Irigasi Kontinyu dan Berselang di Kecamatan Mijen, Semarang”. Skripsi ini dibuat guna melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Sains jenjang pendidikan Strata Satu Program Studi Meteorologi Terapan Departemen Geoisika dan Meteorologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik materil mapun spiritual dalam penyelesaian skripsi ini. Kepada Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc. dan Ibu Ir. Meinarti Norma Setiapermas, M.Si. selaku pembimbing skripsi penulis ucapkan terimakasih karena telah memberikan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran selama penelitian hingga penyusunan maupun penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pegawai BPTP Jawa Tengah Bidang Budidaya Tanaman yang telah membatu kelengkapan data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini serta para staf pengajar dan karyawan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB atas bantuannya selama ini dalam kelancaran akademik. Rasa terima kasih penulis curahkan kepada kedua orang tua dan kakak tercinta yang tanpa henti mengalirkan do’a untuk keselamatan dan keberhasilan penulis serta memberikan semangat baik spirituil, moril dan materiil. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga Bulik Cici atas perhatian dan kasih sayangnya serta seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 43 dan kost Ananda I atas kebersamaan, dukungan, dan persahabatan kalian selama ini. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna untuk itu diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan peningkatan penelitian serupa pada masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ataupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Retno Astuti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Oktober 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bimo Trikoro dan Ibu Sri Sukeksi. Menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN Jatibening Raya dan melanjutkan pendidikan di bangku SLTPN 255 Jakarta Timur hingga tahun 2003. Kemudian penulis meneruskan pendidikan di SMAN 91 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) dan menjalani TPB (Tahun Persiapan Bersama) di tahun pertama perkuliahan. Tahun kedua di IPB penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Tahun 2009 penulis mengikuti praktik lapang atau magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) Bandung bagian Pemodelan Iklim. Penulis berkesempatan untuk menerima beasiswa SUPERSEMAR pada tahun 2009 dan 2010.
ABSTRACT RETNO ASTUTI. Water Use Efficiency in Plantation Paddy Applying of Continuous and Intermittent Irrigation System in Mijen Subdistrict, Semarang City. Climate anomalies and climate change are obstacles in achieving a sustainable rice production. The use of appropriate and locally accepted technology and affective water use are needed at farmers level. This study was conducted to analyze water use efficiency of several varieties of rice namely Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, and Galur Harapan at two different spacing system (Jajar legowo and Tegel) with continuous and intermittent irrigation system. Water use efficiency (WUE) of plants were calculated by dividing dry biomass production with water used (ET c) during grow period. Water use was using reference evapotranspiration (ET0) corrected by plant coefficient (Kc). ET0 was calculated using FAO Penman-Monteith method. The result showed that WUE of plants grown with intermittent irrigation was higher than plants grown with continuous irrigation, both by production and total (9.93% and 10% respectively). Water use efficiency can be done with increased potensial crop yields or to reduce water of irrigation without reducing yields. Keywords: spacing system, rice productivity, water use efficiency, intermittent irrigation
RINGKASAN RETNO ASTUTI. Efisiensi Penggunaan Air Tanaman Padi dengan Sistem Irigasi Kontinyu dan Berselang di Kecamatan Mijen, Semarang. Di bawah bimbingan TANIA JUNE dan MEINARTI NORMA SETIAPERMAS. Anomali dan perubahan iklim merupakan tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Diperlukan suatu cara bertanam tanaman padi maupun teknologi pengairan yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui nilai efisiensi penggunaan air pada pengairan berselang dan pengairan kontinyu. Perlakuan yang digunakan adalah empat varietas padi, yaitu Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel pada lahan irigasi kontinyu dan berselang. Nilai efisiensi penggunaan air (WUE) oleh tanaman didapatkan dengan menghitung produksi kering tanaman dibagi dengan kebutuhan air oleh tanaman (ETc) selama satu musim tanam. Kebutuhan air didapatkan dengan menghitung nilai evapotranspirasi potensial (ET0) yang kemudian dikoreksi dengan koefisien tanaman pada setiap perlakuan. Pendugaan nilai evapotranspirasi potensial menggunakan metode FAO Penman-Monteith. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai WUE produksi dan WUE total pada lahan irigasi berselang lebih besar dibandingkan pada lahan irigasi kontinyu. Irigasi berselang dapat meningkatkan nilai WUE produksi sebesar 9.93 % dibandingkan dengan irigasi kontinyu. Nilai WUE total meningkat sebesar 10 % dengan menggunakan irigasi berselang dibandingkan dengan menggunakan irigasi kontinyu. Meningkatkan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan peningkatan potensi hasil panen ataupun dengan mengurangi air irigasi tanpa pengurangan hasil panen. Kata kunci: Sistem jarak tanam, produktivitas padi, efisiensi penggunaan air, irigasi berselang
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………….
ix
DATAR GAMBAR…………………………………………………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………….
x
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….
1
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………………..
1
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian…………………………………………………………
1
2.2 Irigasi Berselang…………………………………………………………………………..
2
2.3 Respon Tanaman terhadap Ketersediaan Air…………………………………………….
3
2.4 Kebutuhan Air Tanaman………………………………………………………………….
4
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………………………..
5
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………………………………
5
3.3 Rancangan Percobaan……………………………………………………………………..
6
3.4 Parameter Penelitian………………………………………………………………………
6
3.4.1 Parameter Tanah……………………………………………………………………….
6
3.4.2 Parameter Agronomi Tanaman…………………………………………………………..
6
3.4.3 Parameter Iklim………………………………………………………………………….
7
3.4.4 Parameter Irigasi………………………………………………………………………....
8
3.5 Analisis Data untuk Mendapatkan Waktu Tanam dan Kehilangan Hasil Produksi….
8
3.6 Menghitung Kebutuhan Air Tanaman……………………………………………………..
9
3.7 Analisis untuk Menghitung Efisiensi Penggunaan Air oleh Tanaman…………………….
10
IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Iklim Lokasi Penelitian…………………………………………………………..
10
4.2 Kebutuhan Air Tanaman Padi di Mijen…………………………………………………...
10
4.3 Hasil simulasi CWB-ETO dan Hasil Panen Padi di Mijen…………………………….....
13
4.4 Efisiensi Penggunaan Air oleh Tanaman Padi di Mijen…………………………………...
15
V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..
16
5.2 Saran……………………………………………………………………………………….
16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
17
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………….
18
viii
DAFTAR TABEL
No. 1 2
Halaman Nilai SOI (Southern Oscillation Index) tahun 2010…………….………………...…
2
Kriteria nilai SOI (Southern Oscillation Index) penentu ENSO (El-Nino Southern Oscillation)…………………………………………………………………………….
2
3
Nilai Ky tanaman padi………………………………………………………………....
7
4
Nilai Kc tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan……………………………
9
5
Nilai rata-rata Kc hitung pada Irigasi kontinyu dan berselang untuk setiap fase pertumbuhan pada keempat varietas padi………………………………………………
6
11
Nilai ETc pada keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel selama satu musim tanam di Mijen……
7
13
Hasil simulasi nilai persentase kehilangan hasil (%RLY) menggunakan CWB-ETO pada keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan beselang……………..
8
13
Hasil analisa nilai Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan berangkasan basah keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel………..………………..…………………..
9
14
Hasil analisa nilai tinggi maksimum tanaman, kedalaman akar, dan biomassa kering keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel……………………..………..……….……………...…………
10
15
Nilai efisiensi penggunaan air (WUE) empat varietas padi pada sistem irigasi kontinyu dan berselang dengan jarak tanam jajar legowo dan tegel………………………..…..
16
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1
Pembagian pola iklim secara klimatologi di Indonesia……………………..………..
2
2
Kondisi evapotranspirasi acuan (ET 0) dan evapotranspirasi tanaman (ET c)………..
4
3
Skema nilai Kc tunggal dan Kc ganda selama pertumbuhan tanaman……………….
5
4
Peta lokasi penelitian di Kota Semarang…………………………..………………….
5
5
Jadwal irigasi pada varietas Inpari 1 dan Umbul………………………………….......
8
6
Jadwal irigasi pada varietas Situ Bagendit dan Galur Harapan….……………………
8
7
Curah hujan dasarian di Mijen tahun 2010……………………………………………
10
8
Nilai ET0, ETc sistem irigasi kontinyu dan ETc irigasi berselang selama masa tanam di Mijen…………………………..…………………………………………….………..
12
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1
Diagram Alir Program CWB-ETO (Crop Water Balance Evapotranspiration)……
18
2
Data iklim dari AWS di Kecamatan Mijen, Kota Semarang selama musim tanam….
20
3
Data panen ubinan tanaman padi varietas Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan pada sistem irigasi kontinyu…………………………………………
4
Galur Harapan pada sistem irigasi berselang………………………………………. 5
23
Data panen ubinan tanaman padi varietas Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan 24
Data tinggi tanaman keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan menggunakan sistem jarak tanam Jajar legowo dan tegel……………………
25
6
Foto kenampakan unit AWS (Automatic Weather Station)...………………..
26
7
Foto sistem jarak tanam legowo 40 : (20 : 10 cm)………………………..…………..
26
8
Foto sistem jarak tanam tegel (25 x 25 cm)…………………………………………...
26
x
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketersediaan pangan di Indonesia sangat memprihatinkan akibat dari pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas pangan, kegagalan panen akibat anomali iklim, dan berkurangnya luas lahan pertanian akibat konversi lahan ke bidang non-pertanian dengan laju alih fungsi lahan sebesar 110.164 ha/tahun (BPS, 2004). Oleh karena itu, dituntut perlu adanya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian. Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, dan berbagai unsur iklim. Anomali dan perubahan iklim global sangat mempengaruhi kondisi iklim secara global, regional, maupun lokal. Hal ini merupakan tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan salah satunya dengan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang lebih efisien sebagai strategi adaptasi menghadapi perubahan iklim (BPPP, 2007). Air sangat diperlukan tanaman padi sawah untuk pertumbuhan tanaman. Kelangkaan air yang terjadi akibat dampak dari perubahan iklim merupakan ancaman bagi bidang pertanian terhadap penyediaan pangan masa depan. Diperlukan suatu cara bertanam tanaman padi maupun teknologi pengairan yang dapat meningkatkan efisiensi air. Pada kondisi keterbatasan air diharapkan varietas berumur genjah dan tahan kering akan lebih baik serta sistem pemanfaatan ruang dalam hal ini sistem jarak tanam yang menjadikan air di lapisan tanah bagian bawah tersedia sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Selain itu, melalui irigasi berselang diharapkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman lebih tinggi. Menurut Las (2007), dengan irigasi berselang hasil padi meningkat 7% dibanding hasil pada lahan yang digenangi terus menerus. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui produktivitas pada keempat varietas padi, yaitu Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dengan menggunakan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel 2. Mengetahui kebutuhan air tanaman pada keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dengan
3.
menggunakan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel Mengetahui nilai efisiensi penggunaan air pada pengairan berselang dan pengairan konvensional (kontinyu). II. TINJAUAN PUSTAKA
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Padi (Oryza sativa) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Produksi padi di dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek karena kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar. Pengelolaan air sangat penting peranannya dalam keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Tanaman padi membutuhkan air yang berbeda volumenya untuk setiap fase pertumbuhannya. Produksi padi sawah akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). 2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mijen terletak di Kota Semarang dengan luas wilayah 57.55 km2. Secara geografis lokasi penelitian terletak di 7.08o LS dan 110.31o BT pada ketinggian 213 meter di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2790 mm/tahun, suhu udara berkisar antara 23 – 34 oC. Sesuai dengan letak geografis, lokasi penelitian (Mijen) memiliki tipe hujan monsun. Monsun merupakan angin musiman yang disebabkan oleh pengaruh pemanasan dan tekanan udara yang berbeda-beda antara benua (daratan) dan lautan yang ada di sekitarnya serta selalu berubah pada setiap musim. Pada saat benua mengalami musim panas maka sirkulasi udara akan bergerak dari lautan menuju benua dan sebaliknya sirkulasi udara akan bergerak menuju lautan saat benua mengalami musim dingin. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya variabilitas musim basah dan musim kering di Indonesia. Bulan Mei sampai bulan September, Indonesia didominasi oleh monsun Australia yang memberikan kelembaban yang rendah sehingga tercipta musim kering, sedangkan pada saat bulan November sampai bulan Maret lebih
1
didominasi oleh munson Asia yang lembab sehingga tercipta musim basah di Indonesia. Berdasarkan pembagian wilayah pola iklim di Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Nilai SOI (Southern Oscillation Index) tahun 2010 Jan Feb Mar Apr Mei Jun -10 -15 -11 15 10 1.8 Jul Ags Sep Okt Nov Des 21 19 25 18 16 27 Tabel 2
Kriteria nilai SOI (Southern Oscillation Index) penentu ENSO (El-Nino Southern Oscillation) Nilai SOI (P_TahitiFenomena yang akan P_Darwin) terjadi < -10 selama 6 bulan Keterangan: (A) Tipe Monsun (B) Tipe Ekuatorial (C) Tipe Lokal
Gambar 1 Pembagian pola iklim secara klimatologi di Indonesia (Aldrian dan Susanto dalam Rahman, 2007) Menurut Tjasyono (2004) fluktuasi nilai SOI sangat jelas pengaruhnya terhadap daerah berpola hujan monsun. Lebih lanjut Aldrian dan Susanto dalam Rahman (2007) mengatakan bahwa sea-surface temperature (SST) di sekitar kepulauan juga berpengaruh terhadap besaran curah hujan di kepulauan itu sendiri untuk daerah yang berpola hujan monsoon. Terganggunya siklus Walker yang bergerak dari timur Samudera Pasifik ke arah barat Samudera Pasifik akibat dari meningkatnya tekanan udara di Tahiti yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi nilai SOI (Southern Oscillation Index) juga berpengaruh pada besarnya curah hujan di Indonesia, akibatnya adalah terhambatnya pertumbuhan awan di beberapa daerah di Indonesia sehingga menyebabkan curah hujan di daerahdaerah tersebut jumlahnya turun di bawah normal. Menurut Effendy (2001), nilai SOI dapat dijadikan patokan terjadinya fenomena ElNino dan La-Nina. Semakin negatif nilai SOI berarti semakin kuat kejadian panas (warm event), sebaliknya semakin positif nilai SOI semakin kuat kejadian dingin (cold event). Tahun 2010 merupakan tahun La-Nina kuat. Hal tersebut didukung oleh data nilai SOI yang dicatat oleh Bureau of Meteorology (BOM) Australia yang menunjukkan bahwa nilai SOI > +10 selama enam bulan (Tabel 1).
El-nino kuat
-5 s/d -10 selama 6 bulan El-Nino lemah-sedang -5 s/d +5 selama 6 bulan
Normal
+5 s/d +10 selama 6 bulan La-Nina lemah-sedang >+10 selama 6 bulan
La-Nina kuat
2.2 Sistem Irigasi Berselang Pengairan berselang adalah penerapan teknis pengairan yang dimaksudkan untuk menghemat penggunaan air. Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan. Hal yang sering dikhawatirkan petani dalam berusahatani padi diantaranya adalah kekurangan air terutama di musim kemarau. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanaman padi memerlukan air irigasi pada fase tertentu. Untuk mengatasi kelangkaan air pada fase tertentu, dikembangkan beberapa teknik pengelolaan lahan yang efisien dalam penggunaan air. Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air 15 – 30% tanpa menurunkan hasil panen (BALITPA, 2009). Dalam menerapkan pengairan berselang, perlu dipertimbangkan bahwa cara ini dilakukan bergantung pada: • Jenis tanah; Tanah yang tidak bisa menahan air sebaiknya hati-hati dalam menerapkan cara pengairan berselang, demikian pula jenis tanah berat. • Pola pengairan di wilayah setempat; kalau pengairan sudah ditetapkan berselang setiap 3 hari maka ikutilah pola pengairan yang sudah ada. • Pada lahan sawah yang sulit dikeringkan karena drainase jelek, pengairan berselang tidak perlu dipraktekan. Manfaat atau keunggulan dari sistem irigasi berselang, antara lain menghemat air
2
irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar, mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat, mengurangi kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah), menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah), dan memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus (BALITPA, 2009) 2.3 Respon Tanaman terhadap Ketersediaan Air Air merupakan salah satu bahan yang penting dan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kramer (1963) dalam Chang (1968) menyatakan bahwa air adalah: a. Unsur penting pada fisiologi tanaman b. Merupakan bahan reaksi dalam fotosintesis dan proses hidrolisa c. Merupakan bahan pelarut garam, gula, dan larutan lainnya yang bergerak dari sel ke sel lainnya dan dari bagian ke bagian lain tanaman d. Sebagai unsur penting untuk pemeliharaan turgiditas tanaman diperlukan untuk perluasan sel dan pertumbuhan tanaman. Tipe-tipe vegetasi dan adaptasi tanaman adalah interaksi sebagai faktor fisik lingkungan terutama ketersediaan air. Namun, jika dilihat mikro proses yang mempengaruhi keadaan mikro itu adalah proses-proses fisiologi yang hampir seluruhnya dipengaruhi secara langsung oleh air. Termasuk aktivitas metabolisme, misalnya fotosintesis dan respirasi. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh laju pembelahan dan perbesaran sel serta suplai bahan-bahan organik maupun anorganik untuk sintesa protoplasma dan dinding sel yang baru. Menurut Mudiyarso (1987), peran air dalam perbesaran sel adalah melalui pengaruhnya terhadap penurunan turgor, sedangkan pemanjangan daun dapat dihambat oleh cekaman air (kekurangan air) karena laju fotosintesis dan respirasi menurun. Jika, keadaan tersebut terus berlanjut akan mengakibatkan kematian tanaman.
Soemarno (2004) menyatakan bahwa apabila persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi aktual (ETa) akan menurun di bawah evapotranspirasi maksimum (ET m) atau ETa < ETm. Pada kondisi seperti ini, akan berkembang stress air di dalam tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengaruhpengaruh ini sangat tergantung pada spesies dan varietas tanaman, intensitas stress dan waktu terjadinya stress air. Pengaruh intensitas dan waktu stress ini sangat penting dalam kaitannya dengan penjadwalan suplai air yang terbatas selama periode pertumbuhan tanaman dan penentuan prioritas penggunaan suplai air di antara tanamaan selama musim pertumbuhannya. Kalau suplai air tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman, atau ET a < ETm, tanaman akan menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap defisit air ini. Pada beberapa tanaman akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan air (WUE) sedangkan pada tanaman lainnya WUE menurun dengan meningkatnya defisit air. Kalau defisit air terjadi selama periode tertentu dalam musim pertumbuhan tanaman, respon hasil terhadap defisit air sangat beragam tergantung pada tingkat kepekaan tanaman pada periode tersebut. Pada umumnya tanaman sangat peka terhadap defisit air selama awal pertumbuhannya, pembungaan dan awal fase pembentukan hasil (Soemarno, 2004). Menurut Soemarno (2004), Respon hasil terhadap defisit air juga beragam di antara varietas tanaman. Pada umumnya varietas unggul sangat peka terhadap air, pupuk dan input agronomis lainnya. Varietas-varietas yang potensi produksinya rendah dengan respon air yang rendah lebih sesuai untuk sistem tadah hujan yang sering mengalami stress air. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada kondisi irigasi, harus digunakan varietas unggul yang sangat responsif terhadap air sehingga dapat dicapai efisiensi penggunaan air yang tinggi. Komponen hasil panen dipengaruhi oleh genotipe, lingkungan, dan pengelolaan yang seringkali dapat membantu menerangkan terjadinya pengurangan hasil panen. Genotipe dapat mempengaruhi kemampuan bekecambah dan menentukan potensial untuk membentuk srisip, jumlah bunga, jumlah bunga yang berkembang membentuk biji, jumlah hasil asimilasi yang diproduksi, dan pembagian hasil asimilasi. Lingkungan mempengaruhi kemampuan tumbuhan
3
tersebut untuk mengekspresikan potensial genetisnya. Air, nutrisi, temperatur, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya yang bukan tingkatan optimum dapat mengurangi salah satu komponen hasil panen. Faktor pengelolaan meliputi jumlah biji yang ditanam dan kemampuan pengelola tanaman untuk menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan agar tercapai hasil panen yang maksimum (Fitter, 1994). 2.4 Kebutuhan Air Tanaman evaporasi adalah proses dimana air berubah menjadi uap air dan berpindah dari permukaan penguapan. air menguap dari berbagai permukaan seperti danau, sungai, tanah, dan vegetasi yang basah. Transpirasi adalah proses penguapan air yang terkandung dalam lapisan tanaman dan berpindah menguap ke atmosfer. Transpirasi tergantung pada pasokan energi, gradien tekanan uap air, dan angin. Maka, radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan angin harus dipertimbangkan ketika menentukan nilai transpirasi.
Iklim
Tanaman Acuan (rumput)
Radiasi Suhu Angin kelembaban
Pengairan baik
Faktor Kc
Pengairan baik Kondisi tanaman optimal
Gambar 2 Kondisi evapotranspirasi acuan (ET0) dan evapotranspirasi tanaman (ETc) (Allen, 1998) ET0 (evapotranspirasi acuan) merupakan penguapan dari tanaman rumput yang ditanam di lahan dalam kondisi air tanah yang optimal dan kondisi lingkungan yang sangat baik serta mencapai produksi potensial dalam kondisi iklim yang diberikan. Metode FAO PenmanMontheith direkomendasikan sebagai satusatunya metode untuk menentukan evapotranspirasi acuan (ET0) oleh para ahli
dari FAO bekerja sama dengan badan internasional irrigation and Drainage dan WMO (World Meteoroloy Organization). Persamaan Metode FAO Penman-Montheith diadopsi dari persamaan Penman-Montheith yang dikombinasikan dengan persamaan tahanan aerodinamik dan tahanan permukaan tajuk. Evapotranspirasi acuan (ET0) merupakan nilai evapotranspirasi pada tanaman hipotetik yang memiliki tinggi 0.12 m, hambatan permukaan sebesar 70 s/m dan albedo 0.23. Kriteria tersebut mendekati kondisi tanaman rumput. Metode FAO Penman-Montheith tersebut dipilih karena mendekati nilai evapotranspirasi potensial tanaman rumput pada lokasi yang diteliti (Allen, 1998). ETc (evapotranspirasi tanaman) merupakan penguapan dari suatu tanaman tertentu yang tumbuh di lahan yang luas dengan kondisi air tanah yang optimal, manajemen dan kondisi lingkungan yang sangat baik (bebas hama penyakit dan pemupukan yang baik), dan mencapai produksi potensial dalam kondisi iklim yang diberikan. Apabila jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor pembatas, maka evapotranspirasi yang terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan kondisi itu dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial (ETP) atau dengan kata lain evapotranspirasi potensial (ETP) akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata maupun permukaan tanah. Doorenbos dan Pruitt (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk mengimbangi evapotranspirasi dari tanaman sehat (ETc) yang tumbuh pada suatu lahan yang luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Menentukan kebutuhan air secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan nilai ETc (evapotranspirasi tanaman). Menurut Mudiyarso (1987), istilah kebutuhan air tanaman memiliki pengertian yang sama dengan konsumsi air oleh tanaman. Konsumsi air oleh tanaman adalah banyaknya air yang hilang dari areal yang bervegetasi persatuan waktu yang digunakan untuk transpirasi atau pertumbuhan /perkembangan, dan yang dievaporasikan dari permukaan vegetasi dan tanah. Jadi, pada prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi. Besarnya evapotranspirasi yang menentukan pemakaian konsumsi air (kebutuhan air) oleh tanaman dipengaruhi
4
oleh iklim, ketersediaan air tanah, dan karakteristik pertumbuhannya. Menurut Allen (1998) pada kondisi irigasi normal (biasa yang dilakukan petani) untuk menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc) sangat disarankan menggunakan Kc tunggal dan pada kondisi irigasi yang menggunakan pengaturan frekuensi pemberian irigasi dapat menggunakan Kc ganda (Kcb dan Ke). Berikut merupakan rumus untuk mengetahui nilai ET c dengan menggunakan Kc tunggal: ETc = ET0 . Kc ....................(1) sedangkan, untuk mengetahui nilai ET c dengan menggunakan Kc ganda sebagai berikut: ETc = ET0 . (Kcb + Ke)……….(2) Keterangan: ETc: evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc: koefisien tanaman Kcb: koefisien transpirasi Ke: koefisien evaporasi ET0: evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Koefisien tanaman sesuai dengan jenis dan pertumbuhan vegetatifnya. Sedangkan perubahan kondisi iklim/cuaca tidak begitu mempengaruhi nilai Kc pada tanaman pendek seperti padi (Allen, 1998). Nilai koefisien tanaman (Kc) menggambarkan laju kehilangan air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO, 2001) dalam Aqil et al. (2001). III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi milik petani setempat yang terletak di Kelurahan Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah pada bulan April 2010 hingga Agustus 2010.
Kc generatif
Kc akhir Kc pertunasan
Pertunasan
Fase vegetatif
Fase generatif
Pematangan
Kc = Kcb + Ke Ke
Kcb
Pertunasan
Fase vegetatif
Fase generatif
Pematangan
Gambar 3 Skema nilai Kc tunggal dan Kc ganda selama pertumbuhan tanaman (Allen, 1998)
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Kota Semarang 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada lahan seluas 8.800 m2. Varietas padi yang digunakan antara lain: Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan. Deskripsi tanaman padi (Suprihatno et al., 2010): 1. Situ Bagendit (dilepas tahun 2003) Umur tanaman : 110 – 120 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 99 – 105 cm Anakan produktif : 12 – 13 batang Bobot 1000 butir : 27.5 g Rata – rata hasil : 4.0 ton/ha pada lahan kering atau 5.5 ton/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 6.0 ton/ha Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap blas dan hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : cocok ditanam di lahan kering maupun lahan sawah
5
2. Umbul (lokal) Jenis varietas yang sering digunakan oleh petani setempat. Merupakan jenis padi sawah. 3. Inpari 1 (dilepas tahun 2008) Umur tanaman : 108 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 93 cm Anakan produktif : 16 anakan Bobot 1000 butir : 27 g Rata – rata hasil : 7. 32 t/ha GKG Potensi hasil : 10 t/ha GKG Ketahanan terhadap : Hama : tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 2, agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 3 Penyakit : tahan hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII Anjuran tanam : baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl 4. Galur harapan Varietas ini merupakan varietas baru jenis padi sawah. Pemeliharaan selama satu masa tanam dengan memberikan pupuk phonska (pupuk majemuk NPK, Mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus) sebesar 300 kg/ha; 200 kg/ha urea; KCL 60 kg/ha; kompos sebanyak 2 ton/ha; dan ferinsa (urin sapi) sebanyak 40 liter/ha. Peralatan yang digunakan cangkul, sekop, timbangan, oven, mistar, plastik, alat ukur kadar air gabah, AWS (Automatic Weather Station), macro excel FAO PenmanMonteith, Program statistik SAS (Statistical Analist System), dan Microsoft Excel. 3.3 Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (Randomized Block Design) 2 faktor perlakuan. Perlakuan yang digunakan adalah varietas dan sistem jarak tanam dengan pengelompokan sistem irigasi. Berikut ini merupakan rancangan percobaannya, yaitu: I1 = sistem irigasi kontinyu I2 = sistem irigasi berselang V1= varietas padi Inpari 1 V2= varietas padi Umbul V3= varietas padi Situ Bagendit V4= varietas padi Galur Harapan J1= sistem jarak tanam jajar legowo 40 : (20 : 10 cm) J2= sistem jarak tanam tegel (25 x 25 cm) Masing-masing perlakuan diulang t kali.
Bagan percobaan: I1 I1V2J1
I1V4J2
I1V1J1
I1V3J1
I1V2J2
I1V3J2
I1V1J2
I1V4J1
I2V2J2
I2V4J2
I2V1J1
I2V3J1
I2V2J1
I2V4J1
I2V1J2
I2V3J2
I2
Model linier bagi rancangan 2 faktor dalam RAK adalah Yijk = u + Rk + Ai+ Bj + (AB)ij + eijk....(3) Rk= pengaruh kelompok ke-k Ai= pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i Bj= pengaruh perlakuan faktor B taraf ke-j (AB)ij = pengaruh interaksi eijk = pengaruh galat percobaan Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan program statistik SAS pada taraf nyata sebesar 5%. 3.4 Parameter Penelitian 3.4.1 Parameter Tanah Parameter tanah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk simulasi program CWBETO yaitu kapasitas lapang (KL) sebesar 300 mm/m (mm air / m kedalaman tanah) dan titik layu permanen (TLP) sebesar 150 mm/m. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian Hidayat Pawitan et al. (1997) untuk rata-rata wilayah Semarang. 3.4.2 Parameter Agronomi Tanaman Data agronomi primer antara lain: umur tanaman fase pertunasan, fase vegetatif, waktu generatif (pembungaan), waktu pengisian polong, waktu pemasakan biji, waktu panen, bobot gabah kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG), kedalaman akar maksimum, ketinggian tanaman, berangkasan basah, dan berangkasan kering. Data agronomi sekunder yaitu koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air (diasumsikan 20%) dan nilai koefisien tanaman terhadap pengurangan hasil panen (Ky) pada Tabel 3. Pengambilan contoh untuk menganalisa pertumbuhan tanaman dengan ubinan (petak contoh) dengan luasan 2.5 x 2.5 m untuk lahan sistem tegel sedangkan untuk lahan sistem jajar legowo petak ubinan memiliki luasan 2.4 x 2.4 m.
Tabel 3
Nilai Ky tanaman padi (Doorenbos, 1979)
6
Ra = (Gsc/π) dr [ωs sin(φ) sin(δ) + cos (φ) cos(δ) sin(ωs)]}…………………(10)
Fase
Ky
Pertunasan
1.0
Vegetatif
1.0
Generatif
0.5
dr = 1 + 0.033 cos(2πJ/365)………...(12)
Pengisian bulir
3.6
δ = 0.409 sin[(2πJ/365) – 1.39]…….(13)
Pematangan
3.0
ωs = arcos[-tan(φ)tan(δ)]……………(14)
[rad] = π/180 [derajat desimal]………(11)
3.4.3 Parameter Iklim Parameter iklim yang diperlukan antara lain data curah hujan pada bulan Januari – Agustus 2010. Perhitungan nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) dengan menggunakan macro excel FAO PenmanMonteith dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (BALITKLIMAT). Data masukan yang diperlukan antara lain: lintang (latitude), bujur (longtitude), ketinggian tempat di atas permukaan laut (altitude), kecepatan angin yang terukur pada ketinggian dua meter (U2), suhu udara maksimum (Tmax), suhu udara minimum (Tmin), dan suhu udara rata-rata (Trerata). Persamaan modifikasi persamaan FAO Penman-Monteith untuk menduga nilai evapotranspirasi acuan dengan persamaan menurut Allen (1998) adalah : ET0 =
0.408∆(Rn-G) + γ((900/(T*273))U2 (es – ea) …… ∆ + γ (1 + 0.34 U2)
(4)
Di mana : ET0 evapotranspirasi acuan (mm hari-1) Rn radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) G kerapatan flux bahang tanah harian (≈ 0 MJ m-2 hari-1) U2 rata-rata kecepatan angin pada ketinggian dua meter (m detik-1) es tekanan uap jenuh (kPa) ea tekanan uap aktual (kPa) ∆ slope kurva tekanan uap (kPa oC-1) γ konstanta psikrometrik (≈ 0.0667 kPa oC-1) T suhu udara rata-rata (oC) Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai radiasi netto (Rn) pada permukaan tanaman (Allen et al., 1998) yaitu: Rn = Rns - Rnl………………………….(5) Rns = (1 – α) Rs……………………….(6) Rnl=
σ
T max, K 4 T min,K 4 2
(0.34-0.14
1.35 Rs 0.35 …………………...(7) Rso Rs = kRs (Tmax-Tmin)0.5 Ra……………...(8) Rso = (0.75 + 2.10-5 z) Ra…………….(9)
ea
)
Keterangan: Rn radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rns radiasi netto gelombang pendek pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rnl radiasi netto gelombang panjang pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rs radiasi bruto gelombang pendek matahari (MJ m-2 hari-1) Rso radiasi bruto matahari saat kondisi cerah, tidak ada penutupan awan (MJ m-2 hari-1) Ra radiasi matahari ekstraterestrial (MJ m-2 hari-1) α albedo kanopi (= 0.23) z Ketinggian tempat (mdpl) Tmax,K4 suhu absolut maksimum selama 24 jam (K=oC + 273.16) 4 Tmin,K suhu absolut minimum selama 24 jam (K=oC + 273.16) σ ketetapan Stefan-Boltzmann (4.93 10-9 MJ K-4 m-2 hari-1) kRs faktor koreksi (≈0.16 oC-0.5) Tmax suhu udara maksimum (oC) Tmin suhu udara minimum (oC) Gsc konstanta matahari (=118.08 MJ m-2 hari-1) dr invers jarak bumi – matahari (rad) ωs sudut terbenam matahari (rad) φ lintang (rad) δ sudut deklinasi matahari (rad) π ≈ 3.14 J Julian date Besarnya nilai tekanan uap jenuh (es) dan tekanan uap aktual (ea) didapatkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Allen et al., 1998): es = [eo(Tmax) + eo(Tmin)]/2 …………..(15) eo(Tmax) = 0.6108 exp[(17.27 T max)/(Tmax + 237.3)]…………………..(16) eo(Tmin) = 0.6108 exp[(17.27 T min)/(Tmin + 237.3)]…………………..(17) ea = eo(Tmin)……………………….. ...(18) asumsi persamaan (18) adalah suhu titik embun (Tdew) mendekati suhu minimum harian. Keterangan:
7
eo(Tmax) tekanan uap saat suhu maksimum (kPa) eo(Tmin) tekanan uap saat suhu maksimum (kPa) Tmax suhu udara maksimum (oC) Tmin suhu udara minimum (oC) Menentukan nilai slope kurva tekanan uap (∆) dengan menggunakan persamaan berikut (Allen et al., 1998):
17.27T T 237.3 ..............(19) 2
4098 0.6108 exp
∆=
T 237.3
Keterangan: Trerata suhu udara rata-rata (oC) 3.4.4 Parameter Irigasi Saat persemaian seluruh bibit ditanam selama 3 minggu dengan tinggi penggenangan 10 mm. Sebagai upaya adaptasi dua minggu pada awal musim tanam pada kedua lahan digenangi setinggi 20 mm terus-menerus. Setelah itu, pada sistem irigasi kontinyu penggenangan dilakukan terusmenerus setinggi 100 mm hingga dua minggu sebelum panen. Sedangkan pada irigasi berselang penggenangan setinggi 50 mm dibiarkan hingga air surut hingga lahan dalam keadaan macak-macak dan diari kembali setinggi 50 mm. Begitu seterusnya. Kemudian masuk fase pematangan (dua minggu sebelum panen) tidak ada pengairan baik di lahan irigasi kontinyu maupun irigasi berselang hingga masa panen.
Gambar 5 Jadwal irigasi kontinyu ( ) dan berselang ( ) pada varietas Inpari 1 dan Umbul
Gambar 6 Jadwal irigasi kontinyu ( ) dan berselang ( ) pada varietas Situ Bagendit dan Galur Harapan 3.5 Analisis Data untuk Mendapatkan Waktu Tamam dan Kehilangan Hasil Produksi Data tanah, data curah hujan, dan data agronomi padi dianalisis menggunakan program CWB-ETO (Crop Water Balance Evapotranspiration). Program CWB-ETO merupakan suatu model simulasi untuk memprediksi waktu tanam beserta nilai kehilangan hasilnya yang dipergunakan dalam suatu perencanaaan waktu tanam di suatu wilayah dengan asumsi kondisi pertanaman dalam keadaan yang optimum serta bebas dari serangan hama dan penyakit. Program ini dikelurkan oleh BALITKLIMAT (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi) hasil kerja sama dengan CIRAD (Agricultural Research for Development) Perancis tahun 2000. Hasil simulasi dari program tersebut diperoleh nilai persentase kehilangan hasil (%RLY) sebagai acuan dalam menetapkan waktu tanam terbaik dengan kriteria nilai persentase kehilangan hasil kurang dari 20% (Lidon, 2002). Untuk mendapatkan informasi waktu panen dan produksi tanaman padi di suatu wilayah ada beberapa tahapan: a) Masukan data iklim (curah hujan dan ET0 selama masa tanam), data agronomi (fase pertumbuhan tanaman, fase fenologi, tinggi tanaman maksimum, dan kedalaman akar), koefisien tanaman (Kc), koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air, koefisien tanaman terhadap pengurangan hasil panen (Ky), dan data tanah (KL dan TLP) ke dalam program CWB-ETO yang masing-masing sudah tersedia dalam sheet yang berbeda
8
b) Setelah seluruh data masuk, tentukan waktu tanam dalam dasarian (10 harian) c) Kemudian program siap untuk dijalankan dengan waktu simulasi yang berbeda setiap penanaman sesuai dengan umur panennya d) Simulasi akan selesai dengan tampilan di layar monitor computer pada sheet hasil akhir e) Hasil simulasi ditransfer menjadi sheet lain yang disimpan dalam file yang berbeda f) Dari hasil simulasi juga dapat diketahui perkiraan hasil yang kemudian dibandingkan dengan data di lapangan. 3.6 Menghitung Kebutuhan Air Tanaman Nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) yang telah diketahui dari hasil keluaran program macro excel FAO Penman-Monteith kemudian dikoreksi dengan faktor tanaman (Kc) sesuai dengan jenis, varietas, dan pertumbuhan vegetasinya. Menurut Allen (1998) pada kondisi irigasi normal (kontinyu dilakukan petani), yakni irigasi kontinyu untuk menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc) sangat disarankan menggunakan Kc tunggal dan pada kondisi irigasi berselang menggunakan Kc ganda (Kcb dan Ke). Berikut adalah rumus untuk menghitung ETc lahan sawah pada irigasi kontinyu dan irigasi berselang (Allen, 1998): a) Irigasi kontinyu Saat pertunasan nilai Kc didasarkan pada kondisi rata-rata RH minimum dalam kategori sub-humid dan kondisi kecepatan angin pada ketinggian dua meter dalam kategori light, sehingga nilai Kc pertunasan bernilai 1.05 berdasarkan FAO (1998). Rumus untuk menghitung nilai Kc saat fase generatif dan fase akhir: Kc(hit) = Kc(tab) + [0.04(U2-2)-0.004(RHmin-45] (h/3)0.3 .……………..(20) Keterangan: Kc(hit) menentukan nilai Kc saat fase generatif ataupun fase akhir Kc(tab) nilai Kc dari Tabel 4 U2 nilai rata-rata kecepatan angin harian pada ketinggian dua meter (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m/s] RHmin rata-rata nilai RH minimum harian (saat fase generatif ataupun fase akhir) [%] h nilai rata-rata tinggi tanaman (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m]
sedangkan untuk menentukan Kc saat fase pertumbuhan vegetatif dan pematangan bulir dapat dilakukan interpolasi dari nilai K c(hit) dengan rumus sebagai berikut: Kci = Kc-prev+[i-Σ(Lprev)/Lstage](Kc-next – Kc-prev) ………………………………..…….(21) Keterangan: Kci koefisien tanaman pada hari ke-i (saat fase pertumbuhan vegetatif ataupun fase pematangan) Kc-prev nilai koefisien tanaman fase sebelum fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan Kc-next nilai koefisien tanaman fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan Σ(Lprev) jumlah panjang hari fase sebelumnya [hari] Lstage panjang hari fase yang dihitung (fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan) [hari] Tabel 4
Nilai Kc tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan (Allen, 1998). Fase
Kc
Kcb
Pertunasan
1.05
1.00
Generatif
1.20
1.15
Akhir 0.90 0.70 Kemudian untuk menduga besarnya nilai kebutuhan air tanaman menggunakan rumus: ETc = ET0 . Kc…………………....(22) Keterangan: ETc evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc koefisien tanaman sesuai jenis dan pertumbuhan vegetasinya ET0 evapotranspirasi acuan (mm/hari) b) Irigasi berselang Menghitung nilai Kcb (koefisien transpirasi) saat fase generatif dan fase akhir: Kcb(hit) = Kcb(tab) + [0.04(U2-2)-0.004(RHmin45](h/3)0.3.……………..(23) Keterangan: Kcb(hit) menentukan nilai Kcb saat fase generatif ataupun fase akhir Kcb(tab) nilai Kcb dari Tabel 4 U2 nilai rata-rata kecepatan angin harian pada ketinggian 2 meter (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m/s] RHmin rata-rata nilai RH minimum harian (saat fase generatif ataupun fase akhir) [%]
9
h
nilai rata-rata tinggi tanaman (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m] sedangkan untuk menentukan Kc saat fase pertumbuhan vegetatif dan pematangan bulir dapat dilakukan interpolasi dari nilai Kc(hit) dengan rumus seperti persamaan (21). Nilai Ke (koefisien evaporasi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Ke = Kr (Kc(max) – Kcb) …………...(24) dengan, Kc(max)
=
1.1+{[0.04(U2-2)-0.004(RHmin45)](h/3)0.3} ………..(25)
Keterangan: Ke koefisien evaporasi Kcb koefisien transpirasi Kc(max) nilai Kc maksium irigasi berselang Kr koefisien reduksi evaporasi, saat kondisi tanah basah nilai Kr = 1. Kemudian untuk menduga besarnya nilai kebutuhan air tanaman menggunakan rumus: ETc = ET0 . (Kcb + Ke)…………..….(26) Keterangan: ETc evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kcb koefisien transpirasi tanaman Ke koefisien evaporasi tanah ET0 evapotranspirasi acuan (mm/hari) 3.7 Analisis Efisiensi Penggunaan Air oleh Tanaman Berdasarkan nilai ETc dapat diketahui nilai efisiensi penggunaan air oleh tanaman. Efisiensi penggunaan air atau Water Use Efficiency (WUE) oleh tanaman dapat
dihitung menggunakan rumus yang diperkenalkan oleh Gardner (1985) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: Produksi berat kering (DM) WUE = ….....(27) ETc selama musim tanam dinyatakan dalam kg DM . (m3)-1 air. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Iklim Lokasi Penelitian Wilayah Mijen memiliki pola hujan monsun pada kondisi normal musim kemarau terjadi pada bulan Mei – September dan musim hujan pada bulan November – Maret setiap tahunnya. BMKG menyatakan awal musim kemarau ditandai dalam dua dasarian berturut-turut curah hujan yang terukur untuk tiap dasarian < 50 mm maka kondisi musim kemarau telah mulai pada dasarian pertama ketika curah hujan terukur pertama kali dan sebaliknya untuk menentukan awal musim hujan. Dari data curah hujan dasarian di Mijen terlihat awal musim kemarau jatuh pada April (III) 2010. Namun setelah dua dasarian berikutnya, yaitu Mei (II) mengalami curah hujan > 50 mm hingga pada Juni (II) 2010. Hal tersebut dikarenakan terjadi fenomena LaNina yang menyebabkan pergeseran awal musim hujan menjadi lebih cepat dan durasi kejadian hujan yang lebih panjang daripada kondisi normal.
semai
panen
Gambar 7 Curah hujan dasarian di Mijen tahun 2010 4.2 Kebutuhan Air Tanaman Padi di Mijen Nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) dikoreksi dengan nilai koefisien tanaman (Kc) untuk mengetahui kebutuhan air oleh tanaman (ETc). Nilai Kc dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, saat tanam, dan fase-fase pertumbuhan tanaman, serta kondisi iklim secara umum (Hasbi, 2010). Nilai Kc pada
keempat varietas padi di Mijen seperti terlihat pada Tabel 5. Nilai Kc menggambarkan laju kehilangan air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO, 2001) dalam Aqil et al. (2001).
10
Tabel 5
Nilai rata-rata Kc hitung pada irigasi kontinyu dan berselang untuk setiap fase pertumbuhan pada keempat verietas padi
Inpari 1 (umur tanaman 108 hari) Fase Pertunasan Pertumbuhan Vegetatif Generatif Pematangan
Durasi (hari) 21 57 10 20
Kc hitung
Kc hitung
Kontinyu
Berselang
Jajar legowo 1.050 1.078 1.106 0.951
Tegel 1.050 1.078 1.104 0.949
Jajar legowo 1.050 1.077 1.102 0.910
Tegel 1.050 1.076 1.102 0.910
Umbul (umur tanaman 108 hari) Fase Pertunasan Pertumbuhan Vegetatif Generatif Pematangan
Durasi (hari) 21 57 10 20
Kc hitung
Kc hitung
Kontinyu
Berselang
Jajar legowo 1.050 1.076 1.100 0.946
Tegel 1.050 1.074 1.097 0.943
Jajar legowo 1.050 1.075 1.099 0.907
Tegel 1.050 1.075 1.099 0.903
Situ Bagendit (umur tanaman 112 hari) Fase Pertunasan Pertumbuhan Vegetatif Generatif Pematangan
Durasi (hari) 21 61 10 20
Kc hitung
Kc hitung
Kontinyu
Berselang
Jajar legowo 1.050 1.082 1.113 0.954
Tegel 1.050 1.081 1.112 0.953
Jajar legowo 1.050 1.081 1.111 0.941
Tegel 1.050 1.080 1.109 0.939
Galur Harapan (umur tanaman 112 hari) Fase Pertunasan Pertumbuhan Vegetatif Generatif Pematangan
Durasi (hari) 21 61 10 20
Kc hitung
Kc hitung
Kontinyu
Berselang
Jajar legowo 1.050 1.081 1.112 0.952
Tegel 1.050 1.082 1.113 0.953
Jajar legowo 1.050 1.081 1.111 0.940
Tegel 1.050 1.081 1.111 0.941
11
(i) Inpari 1
(iii) Situ Bagendit Keterangan: ETc Jajar legowo Kontinyu ETc Tegel Kontinyu ETc Jajar legowo Berselang
(ii) Umbul
(iv) Galur Harapan ETc Tegel Berselang ET0 (evapotranspirasi acuan)
Gambar 8 Nilai ETc pada irigasi kontinyu, ET c irigasi berselang, dan ET0 keempat varietas padi selama masa tanam di Mijen
Menentukan kebutuhan air secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan nilai ETc. Doorenbos dan Pruitt (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk mengimbangi evapotranspirasi dari tanaman sehat yang tumbuh pada suatu lahan yang luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Jadi, pada prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi. FAO menganjurkan menggunakan metode FAO Penman-Monteith dalam pendugaan nilai evapotranspirasi acuan (ET0) karena dapat memberikan hasil nilai kebutuhan air (ETc) yang mendekati dengan pengukuran langsung (Allen, 1998). Nilai evapotranspirasi acuan tersebut kemudian dikoreksi oleh koefisien tanaman untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi tanaman
(ETc). Nilai ET0 selama masa tanam rata-rata berkisar 3.7 mm/hari. Sedangkan nilai ratarata ETc harian pada keempat varietas padi pada irigasi berselang maupun kontinyu berkisar 3.9 mm/hari. Besarnya total kebutuhan air pada tanaman (ET c) selama satu musim tanam selama penelitian di Mijen untuk keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dapat dilihat pada Tabel 6.
12
Tabel 6 Nilai ETc pada keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel selama satu musim tanam di Mijen ETc Perlakuan (m3/m2) Varietas Inpari 1 (V1) 0.4170 b Umbul (V2) 0.4153 b Situ Bagendit (V3) 0.4343 a Galur Harapan (V4) 0.4344 a Jarak tanam Jajar legowo (J1) 0.4252 a 40 : (20 : 10 cm) Tegel (J2) 0.4253 a (25x25 cm) Sistem irigasi Kontinyu (I1) 0.4230 a Berselang (I2) 0.4227 a Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan taraf nyata 5%.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa ETc selama satu musim tanam pada varietas Inpari 1 dan Umbul lebih kecil daripada Situ Bagendit dan Galur Harapan karena umur varietas Inpari 1 dan Umbul lebih pendek daripada Situ Bagendit dan Galur Harapan. Perlakuan antar sistem jarak tanam dan antar irigasi memiliki nilai total kebutuhan air tanaman (ETc) tidak berbeda signifikan. Hal tersebut dikarenakan kondisi ketersediaan air pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dalam kondisi yang optimum selama masa tanam karena terdapat 58 hari hujan selama masa tanam akibat adanya pengaruh dari fenomena La-Nina. Namun, apabila terjadi kekeringan yang panjang selama masa tanam maka sistem jarak tanam jajar legowo dan irigasi berselang diduga akan menunjukkan nilai kebutuhan air yang lebih kecil daripada sistem jarak tanam tegel dan sistem irigasi kontinyu. Hal tersebut karena ruang kosong antar baris tanaman pada jajar legowo akan membentuk lapisan mulsa pada tanah yang dapat menyimpan air untuk digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan pada saat air di sekitar perakaran habis terpakai. Pada lahan irigasi berselang nilai kebutuhan airnya akan lebih rendah daripada irigasi kontinyu pada kondisi ketersediaan air yang terbatas. Hal ini disebabkan air sebagai bahan utama yang dievapotranspirasikan pada irigasi berselang jumlahnya terbatas jika dibandingkan pada
lahan irigasi kontinyu serta pada lahan irigasi berselang akan terbentuk lapisan mulsa pada tanah yang dapat menekan laju evaporasi. 4.3 Hasil Simulasi CWB-ETO dan Hasil Panen Padi di Mijen Hasil simulasi menggunakan CWB-ETO pada sistem irigasi kontinyu dan berselang pada awal semai tanggal 29 April 2010 untuk keempat varietas padi menunjukkan nilai persentase kehilangan hasil (%RLY) sebesar 0. Nilai 0 yang artinya panen dapat mencapai hasil yang optimum dengan hasil panen ratarata mencapai lebih dari 6 ton/ha GKG. Hasil simulasi tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil simulasi nilai persentase kehilangan hasil (%RLY) menggunakan CWB-ETO pada keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan beselang Varietas Inpari 1 Umbul Situ Bagendit Galur Harapan
kontinyu
Berselang
(%RLY) 0 0 0 0
(%RLY) 0 0 0 0
Hasil di lapangan tercapai seperti tertera pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tinggi maksimum tanaman antar varietas memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Diantara keempat varietas yang memiliki tinggi maksimum tanaman tertinggi dimiliki oleh Umbul. Hal tersebut dikarenakan faktor genetis yang berhubungan dengan genotipe antar varietas yang berbeda. Genotipe dapat mempengaruhi distribusi hasil asimilasi (Fitter, 1994). Biomassa kering tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari 1 karena Inpari 1 merupakan jenis padi sawah tahan kekeringan. Sistem jarak tanam antara jajar legowo dan tegel memberikan respon yang berbeda untuk GKP, GKG, dan tinggi maksimum tanaman dengan perolehan tegel lebih besar daripada jajar legowo. Kerapatan antar tanaman pada sistem jajar legowo menyebabkan persaingan antar tanaman untuk mendapatkan nutrisi dan penyerapan radiasi matahari lebih besar daripada tegel dalam hal ini kondisi ketersediaan air optimum. Sistem tegel memiliki ruang yang cukup untuk pertumbuhan tajuknya sehingga diduga transpirasi pada tegel lebih besar dibandingkan dengan sistem jajar legowo. Transpirasi memungkinkan penyerapan nutrisi dari dalam tanah melalui akar dan
13
didistribusikan ke seluruh bagian tanaman. Saat terjadi proses transpirasi stomata akan terbuka sehingga pada permukaan daun akan terjadi pertukaran uap air (H20) dari daun ke atmosfer dengan CO2 (diproses dalam tubuh tumbuhan sebagai bahan fotosintesis) dari atmosfer ke dalam daun melaui stomata. Selain itu, pertumbuhan tajuk yang baik memiliki kesempatan untuk memanen radiasi matahari lebih banyak untuk proses fotosintesis. Apabila terjadi El-nino yang menyebabkan ketersediaan air menjadi sangat terbatas dan kondisi lingkungan menjadi cenderung lebih kering jajar legowo akan menunjukkan hasil produksi biomassa yang lebih baik daripada tegel. Hal tersebut diduga pada sistem jajar legowo yang memiliki ruang kosong antar baris tanaman akan membentuk lapisan mulsa pada tanah sehingga ketersediaan air dalam tanah mencukupi untuk pertumbuhan dan terhindar dari stress kekeringan. Kedalaman akar pada sistem jarak tanam tegel lebih dalam daripada sistem jarak tanam jajar legowo. Hal ini dimungkinkan karena tegel tidak memiliki ruang kosong antar tanaman seperti jajar legowo sehingga pertumbuhan akar cenderung vertikal untuk mendapatkan nutrisi, air, dan oksigen untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Berangkasan basah, biomassa kering, gabah kering panen (GKP), dan gabah kering giling (GKG) antara irigasi kontinyu dan
berselang memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai pada irigasi berselang lebih besar daripada irigasi kontinyu. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa faktor, yaitu pada irigasi kontinyu dengan kondisi yang selalu tergenangi menyebabkan unsur hara tercuci (leaching) dan diduga terbuang melalui rembesan (seepage), pada irigasi berselang dapat mengaktifkan jasad renik (mikroba anaerob) yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman serta dapat mengurangi jumlah malai yang tidak menghasilkan gabah (BALITPA, 2009). Selain hal itu, kondisi sekitar tajuk pada irigasi berselang cenderung lebih kering daripada lahan irigasi kontinyu sehingga dapat diduga suhu sekitar tajuk pada irigasi berselang lebih tinggi daripada suhu sekitar tajuk pada lahan irigasi kontinyu. Hal tersebut menyebabkan nilai transpirasi pada lahan irigasi berselang lebih besar dibandingkan dengan lahan irigasi kontinyu. Transpirasi memungkinkan penyerapan nutrisi dari dalam tanah melalui akar dan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman. Saat terjadi proses transpirasi stomata akan terbuka sehingga pada permukaan daun akan terjadi pertukaran uap air (H20) dari daun ke atmosfer dengan CO2 (diproses dalam tubuh tumbuhan sebagai bahan fotosintesis) dari atmosfer ke dalam daun melaui stomata. Hal tersebut diduga sebagai penyebab produksi biomassa pada lahan irigasi berselang lebih besar daripada irigasi kontinyu.
Tabel 8 Hasil analisa nilai Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG), dan berangkasan basah keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel Berangkasan Perlakuan GKP GKG Basah 2 2 (kg/m ) (kg/m ) (kg/m2) Varietas Inpari 1 Umbul Situ Bagendit Galur Harapan Jarak tanam Jajar legowo 40 : (20 : 10 cm) Tegel (25x25 cm) Sistem irigasi Kontinyu Berselang
(V1) (V2) (V3) (V4)
0.79 a 0.76 a 0.74 a 0.79 a
0.69 a 0.66 a 0.63 a 0.69 a
1.79 a 1.76 a 1.74 a 1.67 a
(J1)
0.74 b
0.64 b
1.73 a
(J2)
0.80 a
0.70 a
1.75 a
(I1) (I2)
0.74 b 0.81 a
0.64 b 0.70 a
1.65 b 1.83 a
Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan taraf nyata 5%.
14
Tabel 9 Hasil analisa nilai tinggi maksimum tanaman, kedalaman akar, dan biomassa kering keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel Tinggi Maksimum Kedalaman Biomassa Perlakuan Tanaman Akar Kering (m) (cm) (kg/m2) Varietas Inpari 1 Umbul Situ Bagendit Galur Harapan Jarak tanam Jajar legowo 40 : (20 : 10 cm) Tegel (25x25 cm) Sistem irigasi Kontinu Berselang
(V1) (V2) (V3) (V4)
0.91 d 1.09 a 0.95 b 0.93 c
16 a 16 a 15 a 16 a
0.87 a 0.84 ab 0.80 b 0.86 ab
(J1)
0.94 b
15 b
0.82 b
(J2)
1.00 a
17 a
0.87 a
(I1) (I2)
0.97 a 0.97 a
16 a 16 a
0.80 b 0.88 a
Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan taraf nyata 5%.
4.4 Efisiensi Penggunaan Air oleh Tanaman Padi di Mijen Efisiensi penggunaan air (WUE, Water Use Efficiency) merupakan salah satu solusi tepat untuk menghadapi ketersediaan air yang terbatas. Diperlukan informasi atau data kebutuhan air tanaman untuk mengetahui jumlah air yang perlu disediakan untuk mengairi lahan pertanian. Nilai WUE dapat diartikan sebagai jumlah hasil produksi atau biomassa bahan kering yang dihasilkan tanaman dengan menggunakan sejumlah air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dalam satu masa tanam (kg/m3). Nilai WUE produksi merupakan nilai efisiensi kebutuhan air tanaman ditinjau dari faktor produksi GKG dan WUE total berdasarkan hasil biomassa kering (GKP dan berangkasan kering) pada keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dengan sistem jarak tanam jajar legowo maupun tegel. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat terlihat pada Tabel 10 yang menunjukkan bahwa WUE produksi pada varietas Situ Bagendit dan Inpari 1 berbeda signifikan dengan nilai WUE produksi Inpari 1 lebih besar daripada Situ Bagendit karena kebutuhan air Inpari 1 lebih sedikit daripada kebutuhan air Situ Bagendit dan Inpari 1 merupakan jenis padi sawah tahan kekeringan sehingga lebih efisien dalam pemanfaatan air bagi pertumbuhannya. WUE total pada keempat varietas padi hanya Situ Bagendit
yang berbeda signifikan dengan nilai terendah. Hal tersebut dikarenakan jenis varietas Situ Bagendit merupakan padi gogo (padi lahan kering) yang ditanam pada lahan irigasi sehingga produksi biomassa keringnya rendah selain itu nilai evapotranspirasinya tinggi. Diantara keempat varietas yang memiliki nilai WUE produksi dan WUE total tertinggi yaitu Inpari 1. Inpari 1merupakan varietas padi sawah tahan kekeringan dan berumur genjah (berumur pendek) sehingga memperlihatkan hasil produksi tertinggi dengan total kebutuhan air yang sedikit. Nilai WUE produksi dan WUE total antara sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel berbeda signifikan. Pada lahan yang menggunakan jarak tanam jajar legowo nilai WUE produksi maupun WUE totanya lebih kecil daripada tegel. Hal ini dikarenakan produksi keringnya (GKG dan biomassa kering) pada jajar legowo lebih kecil daripada tegel. Meningkatkan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan peningkatan potensi hasil panen, dengan mengurangi air irigasi tanpa pengurangan hasil panen ataupun keduanya. Irigasi berselang dapat meningkatkan nilai WUE produksi sebesar 9.93 % dibandingkan dengan irigasi kontinyu. Nilai WUE total meningkat sebesar 10 % dengan menggunakan irigasi berselang dibandingkan dengan menggunakan irigasi kontinyu.
15
Tabel 10
Perlakuan Varietas Inpari 1 Umbul Situ Bagendit Galur Harapan Jarak tanam Jajar legowo 40 : (20 : 10 cm) Tegel (25x25 cm) Sistem irigasi Kontinyu Berselang
Nilai efisiensi penggunaan air (WUE) empat varietas padi pada sistem irigasi kontinyu dan berselang dengan jarak tanam jajar legowo dan tegel ETc GKG WUE(produksi) Biomassa Kering WUE(total) (m3/m2)
(kg/m2)
(kg/m3)
(kg/m2)
(kg/m3)
(V1) (V2) (V3) (V4)
0.4170 b 0.4153 b 0.4343 a 0.4344 a
0.69 a 0.66 a 0.63 a 0.69 a
1.65 a 1.59 ab 1.46 b 1.59 ab
0.87 a 0.84 ab 0.80 b 0.86 ab
2.09 a 2.01 a 1.85 b 1.99 a
(J1)
0.4252 a
0.64 b
1.51 b
0.82 b
1.92 b
(J2)
0.4253 a
0.70 a
1.64 a
0.87 a
2.05 a
(I1) (I2)
0.4230 a 0.4227 a
0.64 b 0.70 a
1.51 b 1.66 a
0.80 b 0.88 a
1.90 b 2.09 a
Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan taraf nyata 5%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Produktivitas rata-rata keempat varietas padi, yaitu Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan di Mijen dengan waktu semai 29 April 2010 tertinggi didapatkan dengan perlakuan sistem jarak tanam tegel dan irigasi berselang masing-masing sebesar 0.70 kg/m2 atau setara dengan 7.0 ton/ha. 2. Kebutuhan air total selama musim tanam varietas Inpari 1 dan Umbul lebih kecil daripada Situ Bagendit dan Galur Harapan karena umur varietas Inpari 1 dan Umbul lebih pendek daripada Situ Bagendit dan Galur Harapan. Perlakuan antar sistem jarak tanam dan antar irigasi memiliki nilai total kebutuhan air tanaman (ET c) tidak berbeda signifikan. 3. WUE (Water Use Efficiency) produksi keempat varietas padi menunjukkan hasil bahwa varietas Inpari 1 memiliki WUE produksi terbesar diikuti oleh Umbul, Galur Harapan dan yang terkecil adalah Situ Bagendit dengan nilai 1.65 kg/m3, 1.59 kg/m3, 1.59 kg/m3, dan 1.46 kg/m3. Nilai WUE produksi pada sistem jarak tanam tegel lebih besar daripada sistem jajar legowo dengan nilai 1.64 kg/m3 dan sistem irigasi berselang lebih besar daripada sistem irigasi kontinyu, yaitu sebesar 1.66 kg/m3. 4. WUE total keempat varietas padi menunjukan hasil bahwa varietas Inpari 1
5.
memiliki WUE total terbesar yaitu sebesar 2.09 kg/m3 diikuti oleh Umbul sebesar 2.01 kg/m3, Galur Harapan sebesar 1.99 kg/m3, dan yang terkecil adalah 1.85 kg/ kg/m3 pada Situ Bagendit. Sistem jarak tanam tegel memiliki nilai WUE total yang lebih besar daripada sistem jajar legowo dengan nilai 2.05 kg/m3. Antar perlakuan irigasi didapatkan nilai WUE total tertinggi yaitu pada irigasi berselang sebesar 2.09 kg/m3. Irigasi berselang dapat meningkatkan nilai WUE produksi sebesar 9.93 % dibandingkan dengan irigasi kontinyu. Nilai WUE total meningkat sebesar 10 % dengan menggunakan irigasi berselang dibandingkan dengan menggunakan irigasi kontinyu.
5.2 Saran Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan nilai ETc harian antar perlakuan tidak terlalu besar sehingga diduga kondisi iklim mikro antar perlakuan tidak jauh berbeda. Penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai kondisi iklim mikro pada masing-masing perlakuan karena penelitian ini hanya merujuk pada nilai koefisien tanaman (Kc) yang dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif tanaman pada masing-masing perlakuan dan rata-rata kondisi iklim setempat.
16
DAFTAR PUSTAKA Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration; Guidelines for computing crop water requirements, FAO Irrigation and drainage paper 56. Rome: FAO. Aqil M, Firmansyah UI, dan Akil M. 2001. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia. [BALITPA] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Pengairan Berselang. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/. [15 Oktober 2010]. [BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1996. Strategi Penanggulangan Dampak Kekeringan. Departemen Pertanian. Jakarta: BPPP. Chang JH. 1968. Climate and Agriculture An Ecological Survey. Chicago: Aldine Publishing Company. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Strategi dan Inovasi Teknologi Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim Global. Jakarta: Departemen Pertanian. Doorenbos J, Pruitt WO. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water Requirements, FAO Irigation and Drainege Paper 24. Rome: FAO. Doorenbos J, Kassam AH. 1979. Yield Response to Water, FAO Irigation and Drainege Paper 33. Rome: FAO. Effendy S. 2001. Urgensi prediksi cuaca dan iklim di bursa komoditas unggulan pertanian [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fitter A.H. dan Hay RKM. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Andani S dan E.D. Purbayanti, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Indonesian Ed. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plant. Gardner FP. 1985. Physiology of Crop Plants. USA: The Lowa State University Press. Gardner FP. 1991. Physiology of Crop Plants. USA: The Lowa State University Press. Hasbi H. 2010. Pendugaan Kebutuhan Air Tanah bagi Tanaman. Materi Kuliah: Ilmu Pengelolaan Air. Jember: Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah. Las I. 2007. Strategi dan Inovasi antisipasi Perubahan Iklim. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Lidon B. 2002. Buletin Agroklimat: Suatu Cara Meningkatkan Produktivitas Pola Tanam yang berkelanjutan Melalui Pemahaman yang Lebih Baik tentang Keadaan Iklim. Di dalam: Peran Agroklimat dalam Mendukung Pengembangan Usaha Tani Lahan Kering. Prosiding Seminar; Bogor, 17 Oktober 2001. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Mudiyarso D. 1987. Kebutuhan Air Tanaman. Training Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor: Biotrop IPB. Pawitan H, Las I, Boer R, Handoko, Suharsono H dan Baharsjah JS. 1997. Implementasi Pendekatan Strategis dan Taksis Gerakan Hemat Air. Di dalam: Sumber Daya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien. Jakarta: Departemen Pertanian. Rahman A. 2007. Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI terhadap Curah Hujan Bulanan di Kawasan BatukaruBedugul, Bali. Bumi Lestari 7: 123 – 129. Soemarno. 2004. Pengelolaan Air Tanah Bagi Tanaman. Materi Kuliah: Manajemen Sumberdaya Air, Program Pasca Sarjana. Malang: Universitas Brawijaya. Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Setyono A, dan Indrasari SD . 2010. Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB Press. [Anonim]. 2008. Menentukan Masa Tanam yang Tepat dengan Kalender Tanam. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: 3 – 4.
17
Lampiran 1 Diagram Alir Program CWB-ETO (Crop Water Balance Evapotranspiration)
TAW = KAkl – KA tlp
MAW = TAW X keda akar = SWC Jika ada CH
Jika tidak adaCH
SWCi = SWC + CH
SWCi = SWC
SWCi / MAW
Ks == SWC/ ((1ETM Eto x kc Ksp)*MAW) = SWCi/ ((1-p)*MAW)
ETM = ET0 x Kc
= 1x ks ETR =Ks ETM
Ks = 1
ETR = ETM x ks
SWCi+1 = SWCi - ETR Loop s/d siklus tanaman
∑ ETR/ ∑ ETM per fase fenologi
(1- Ya/Ym) = ky (1- ETR/ETM)
Keterangan: TAW = kandungan air tanah (kapasitas lapang - titik layu permanen) (mm/m) SWC = kandungan air tanah, dapat mengalami penambahan jika ada hujan /irigasi (mm)
18
ET0 = evaoptranspirasi acuan (mm) ETR = evapotranspirasi aktual (mm) Kc = koefisien tanaman terhadap evapotranspirasi potensial MAW = jumlah air maksimum yang dapat dimanfaatkan tanaman (mm) Ks = koefisien stress tanaman terhadap air (bernlai 0 – 1) p = batas toleransi kandungan air tanah Ya = nilai hasil panen aktual (kg/petak) Ym = nilai hasil panen maksimum yang dapat dicapai (kg/petak) Ky = nilai koefisien tanaman terhadap pengurangan hasil panen (%)
19
Lampiran2 Data iklim dari AWS di Kecamatan Mijen, Kota Semarang selama musim tanam Stasiun
: Mijen (BPP)
Kecamatan
: Mijen
Lintang :
No. Stasiun
: K3374706
Kabupaten
: Semarang (Kod.)
Bujur :
Bulan
: November 2004
Propinsi
: Jawa Tengah
Ketinggian :
CH
Tmax
RHmin
C
m/s
%
23.2
26.5
0.2
68.5
33.1
22.7
27.5
0.6
67.5
0.0
33.0
24.0
28.1
0.8
66.0
2-May-10
33.0
33.5
23.1
26.8
0.3
68.0
3-May-10
0.2
33.1
22.9
27.3
0.7
68.5
96
4-May-10
1.2
32.7
24.6
28.1
0.6
65.5
7
97
5-May-10
1.6
31.5
24.7
26.4
0.3
72.5
8
98
6-May-10
0.0
33.3
22.5
27.6
0.0
63.5
9
99
7-May-10
1.8
33.1
25.0
28.2
0.0
67.5
10
100
8-May-10
0.2
31.8
24.0
27.3
0.0
73.5
11
101
9-May-10
52.6
33.4
23.4
26.0
0.0
67.5
12
102
10-May-10
0.2
32.3
23.1
26.9
0.0
68.0
13
103
11-May-10
0.0
31.9
23.4
26.9
0.0
71.0
14
104
12-May-10
9.6
31.3
24.1
26.6
0.0
71.5
15
105
13-May-10
46.8
32.3
23.6
26.3
0.0
72.0
16
106
14-May-10
62.0
31.9
23.1
26.8
0.0
74.0
17
107
15-May-10
0.0
31.5
24.1
26.6
0.0
72.0
18
108
16-May-10
48.8
32.8
24.1
25.7
0.0
67.5
19
109
17-May-10
0.0
32.8
23.0
27.2
0.0
70.5
20
110
18-May-10
0.0
33.1
24.6
28.0
0.0
69.0
21
111
19-May-10
37.0
32.6
24.2
27.1
0.0
73.5
22
112
20-May-10
0.0
33.2
23.7
27.0
0.0
67.5
23
113
21-May-10
13.0
33.9
23.4
26.8
0.0
66.0
24
114
22-May-10
12.0
32.8
23.7
26.6
0.0
68.0
25
115
23-May-10
9.8
31.7
24.0
26.1
0.0
73.0
26
116
24-May-10
0.0
32.4
24.0
26.7
0.0
71.0
27
117
25-May-10
26.0
32.3
23.3
25.5
0.0
70.0
28
118
26-May-10
0.4
31.4
23.2
26.1
0.0
69.5
29
119
27-May-10
29.6
32.7
22.7
26.3
0.3
66.0
30
120
28-May-10
1.4
32.7
21.9
26.6
0.5
69.0
31
121
29-May-10
2.6
32.9
22.8
26.8
0.4
68.0
32
122
30-May-10
0.8
33.4
22.5
26.7
0.3
65.0
33
123
31-May-10
0.0
33.1
23.0
27.0
0.2
65.5
34
124
1-Jun-10
0.0
33.8
23.9
28.1
0.2
62.5
35
125
2-Jun-10
0.0
33.8
23.3
27.9
0.2
67.0
Tanggal
1
91
29-Apr-10
29.2
33.1
2
92
30-Apr-10
0.0
3
93
1-May-10
4
94
5
95
6
mm
o
C
Tmin o
C
Trerata o
LS
o
BT
110.31
U2
Julian date
HST
7.082o 213
20
mdpl
36
126
3-Jun-10
0.0
33.5
24.0
28.0
0.4
68.0
37
127
4-Jun-10
0.0
31.2
23.6
27.2
0.5
75.0
38
128
5-Jun-10
25.6
32.7
22.9
26.2
0.4
68.5
39
129
6-Jun-10
0.0
31.1
22.6
26.2
0.3
73.5
40
130
7-Jun-10
11.6
30.1
23.1
25.7
0.3
75.0
41
131
8-Jun-10
56.0
30.3
22.7
25.5
0.4
76.0
42
132
9-Jun-10
0.0
29.5
22.3
25.4
0.4
77.0
43
133
10-Jun-10
7.4
32.5
22.4
26.2
0.2
67.0
44
134
11-Jun-10
0.0
32.6
22.2
26.8
0.5
67.5
45
135
12-Jun-10
0.2
32.3
23.6
26.6
0.3
68.0
46
136
13-Jun-10
0.8
32.8
22.2
26.8
0.1
66.5
47
137
14-Jun-10
4.0
33.0
23.8
26.6
0.3
66.0
48
138
15-Jun-10
0.0
31.8
22.3
25.9
0.3
72.5
49
139
16-Jun-10
54.2
31.9
22.8
24.9
0.1
67.5
50
140
17-Jun-10
0.2
27.1
23.0
24.8
0.0
88.0
51
141
18-Jun-10
0.0
31.3
23.4
26.2
0.4
69.5
52
142
19-Jun-10
0.0
31.8
21.8
26.5
0.6
67.0
53
143
20-Jun-10
0.0
32.8
24.1
27.6
0.7
61.5
54
144
21-Jun-10
0.0
32.1
21.7
26.4
0.6
65.5
55
145
22-Jun-10
0.0
32.1
20.4
25.6
0.6
53.5
56
146
23-Jun-10
0.0
34.3
21.1
27.0
0.3
50.5
57
147
24-Jun-10
1.0
31.8
22.6
26.6
0.3
65.0
58
148
25-Jun-10
2.0
31.4
23.5
26.7
0.3
66.5
59
149
26-Jun-10
4.0
32.5
22.1
26.6
0.2
65.0
60
150
27-Jun-10
24.6
32.6
21.5
26.7
0.2
61.5
61
151
28-Jun-10
0.0
31.1
23.6
27.0
0.2
69.5
62
152
29-Jun-10
2.0
31.9
22.6
26.6
0.0
62.5
63
153
30-Jun-10
0.0
31.3
22.2
26.5
0.0
70.0
64
154
1-Jul-10
0.0
31.8
24.4
26.9
0.0
65.0
65
155
2-Jul-10
18.8
32.4
22.3
26.8
0.0
64.0
66
156
3-Jul-10
0.2
29.3
22.5
25.5
0.0
74.0
67
157
4-Jul-10
19.8
31.1
22.1
25.4
0.0
73.5
68
158
5-Jul-10
0.2
27.4
23.3
24.9
0.0
88.0
69
159
6-Jul-10
0.0
33.0
22.0
26.1
0.1
61.0
70
160
7-Jul-10
0.0
32.5
22.3
26.0
0.1
69.5
71
161
8-Jul-10
0.0
31.5
22.5
26.0
0.1
69.5
72
162
9-Jul-10
0.0
32.8
21.2
25.7
0.0
64.0
73
163
10-Jul-10
0.0
29.4
22.7
25.4
0.2
76.5
74
164
11-Jul-10
8.6
33.3
21.7
25.2
0.0
63.5
75
165
12-Jul-10
0.0
32.0
21.6
26.2
0.3
66.0
76
166
13-Jul-10
0.0
31.5
22.7
26.5
0.5
68.5
77
167
14-Jul-10
0.0
31.8
21.9
26.3
0.3
63.5
78
168
15-Jul-10
0.0
32.4
22.2
26.6
0.5
62.0
21
79
169
16-Jul-10
3.4
32.1
24.1
26.3
0.4
65.0
80
170
17-Jul-10
13.2
30.8
21.6
25.7
0.1
72.5
81
171
18-Jul-10
0.4
30.6
23.1
25.6
0.2
74.0
82
172
19-Jul-10
0.0
31.7
22.6
26.1
0.3
66.5
83
173
20-Jul-10
0.0
31.9
21.3
26.1
0.2
67.5
84
174
21-Jul-10
0.0
32.5
21.5
26.2
0.4
59.5
85
175
22-Jul-10
0.0
33.4
20.5
25.8
0.2
56.0
86
176
23-Jul-10
0.0
32.7
20.2
25.7
0.3
51.0
87
177
24-Jul-10
0.0
33.7
19.5
25.8
0.2
52.5
88
178
25-Jul-10
1.0
31.8
22.3
26.0
0.2
61.5
89
179
26-Jul-10
0.0
32.2
23.2
26.9
0.5
67.0
90
180
27-Jul-10
1.2
31.4
23.0
26.0
0.5
62.5
91
181
28-Jul-10
0.0
30.7
22.8
26.0
0.8
66.5
92
182
29-Jul-10
0.0
32.0
21.5
26.5
0.5
63.0
93
183
30-Jul-10
0.0
32.6
21.9
26.7
0.5
60.5
94
184
31-Jul-10
0.0
34.1
21.4
26.9
0.2
49.5
95
185
1-Aug-10
0.0
33.8
20.8
26.5
0.2
53.5
96
186
2-Aug-10
0.0
34.3
20.5
26.6
0.2
51.0
97
187
3-Aug-10
0.0
33.5
22.0
26.3
0.3
58.0
98
188
4-Aug-10
9.4
31.5
23.2
25.8
0.2
66.0
99
189
5-Aug-10
19.4
30.1
23.3
25.3
0.2
70.5
100
190
6-Aug-10
0.6
32.2
22.3
25.8
0.2
66.0
101
191
7-Aug-10
10.0
34.0
21.2
25.2
0.2
55.5
102
192
8-Aug-10
0.2
32.5
19.9
25.6
0.4
59.0
103
193
9-Aug-10
38.6
33.0
21.1
25.9
0.5
56.5
104
194
10-Aug-10
0.0
32.4
21.7
26.6
0.6
63.5
105
195
11-Aug-10
0.0
33.0
23.6
27.6
0.7
61.5
106
196
12-Aug-10
6.0
32.5
22.5
26.6
0.3
66.6
107
197
13-Aug-10
6.0
32.5
22.5
26.6
0.3
66.6
108
198
14-Aug-10
6.0
32.5
22.5
26.6
0.3
66.6
109
199
15-Aug-10
1.2
33.1
25.4
28.7
0.2
59.0
110
200
16-Aug-10
1.2
33.1
25.0
28.2
0.3
60.5
111
201
17-Aug-10
0.0
31.8
24.0
27.6
0.3
67.0
112 202 18-Aug-10 0.0 32.6 23.1 27.8 Keterangan: Jarak AWS ke lokasi penelitian sekitar 2 km.
0.4
63.5
22
Lampiran 3 Data panen ubinan tanaman padi varietas Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan pada sistem irigasi kontinyu Inpari I
Umbul
Situ Bagendit
Galur
Varietas Jajar legowo Ulangan
Tegel
Jajar legowo
Tegel
Jajar legowo
Tegel
Jajar legowo
Tegel
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
GKP (kg/m2)
0.64
0.75
0.80
0.67
0.64
0.72
0.82
0.83
0.51
0.69
0.82
0.82
0.67
0.75
0.90
0.74
Kadar air gabah (%)
26.8
27.5
23.2
22.0
24.0
24.1
26.2
21.8
29.7
27.3
29.6
29.0
25.4
25.3
25.4
20.2
GKG (kg/m2)
0.54
0.63
0.71
0.61
0.57
0.64
0.70
0.76
0.42
0.58
0.67
0.67
0.58
0.65
0.78
0.68
1.44
1.28
1.17
1.56
1.77
1.96
1.96
1.92
1.69
1.39
1.75
1.60
1.69
1.60
1.58
2.03
0.17
0.13
0.12
0.15
0.17
0.20
0.20
0.20
0.16
0.14
0.16
0.16
0.16
0.15
0.15
0.21
0.54
0.63
0.71
0.61
0.57
0.64
0.70
0.76
0.42
0.58
0.67
0.67
0.58
0.65
0.78
0.68
Berangkasan basah (kg/m2) Berangkasan kering (kg/m2) Biomassa
Keterangan: GKP (gabah kering panen) : bobot gabah pada saat panen Kadar air gabah: persentase kadar air gabah pada saat panen GKG (gabah kering giling) : bobot gabah siap giling dengan kondisi kadar air sekitar 14% (GKG=((100% - kadar air)/(100% - 14%)) x GKP)) Berangkasan basah : bobot berangkasan basah tanpa akar Berangkasan kering : bobot berangkasan kering tanpa akar Biomassa kering: jumlah bobot GKG dan berangkasan kering
23
Lampiran 4 Data panen ubinan tanaman padi varietas Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan pada sistem irigasi berselang Inpari I
Umbul
Situ Bagendit
Galur
Varietas Jajar legowo Ulangan
Tegel
Jajar legowo
Tegel
Jajar legowo
Tegel
Jajar legowo
Tegel
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
GKP (kg/m2)
0.99
0.99
0.67
0.80
0.80
0.69
0.83
0.74
0.69
0.72
0.83
0.88
0.78
0.82
0.77
0.88
Kadar air (%)
24.8
25.9
24.8
25.2
25.1
25.3
26.4
27.2
28.7
29.2
24.3
19.5
20.1
21.2
27.6
28.3
GKG (kg/m2)
0.87
0.85
0.59
0.70
0.70
0.60
0.71
0.62
0.57
0.59
0.73
0.82
0.73
0.75
0.65
0.73
2.32
2.40
1.94
2.18
1.39
1.49
1.81
1.77
1.92
1.75
2.03
1.81
2.01
1.51
1.37
1.60
0.24
0.24
0.20
0.21
0.14
0.15
0.17
0.17
0.20
0.16
0.21
0.17
0.21
0.15
0.14
0.16
1.10
1.10
0.79
0.91
0.84
0.75
0.89
0.79
0.77
0.76
0.95
0.99
0.94
0.90
0.78
0.89
Berangkasan basah (kg/m2) Berangkasan kering (kg/m2) Biomassa
Keterangan: GKP (gabah kering panen) : bobot gabah pada saat panen Kadar air : persentase kadar air gabah pada saat panen GKG (gabah kering giling) : bobot gabah siap giling dengan kondisi kadar air sekitar 14% (GKG=((100% - kadar air)/(100% - 14%)) x GKP)) Berangkasan basah : bobot berangkasan basah tanpa akar Berangkasan kering : bobot berangkasan kering tanpa akar Biomassa kering: jumlah bobot GKG dan berangkasan kering
24
Lampiran5 Data tinggi tanaman keempat varietas padi pada irigasi kontinyu dan berselang dengan menggunakan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel Inpari 1 Tanggal
29-Apr
Kontinyu Jajar legowo Tegel 0 0
Umbul
Berselang Jajar legowo Tegel 0 0
Kontinyu Jajar legowo Tegel 0 0
Siru Bagendit
Berselang Jajar legowo Tegel 0 0
Kontinyu Jajar legowo Tegel 0 0
Galur Harapan
Berselang Jajar legowo Tegel 0 0
Kontinyu Jajar legowo Tegel 0 0
Berselang Jajar legowo Tegel 0 0
19-May
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
26-May
0.24
0.19
0.20
0.19
0.17
0.18
0.19
0.20
0.17
0.18
0.20
0.20
0.18
0.16
0.18
0.19
2-Jun
0.37
0.27
0.30
0.28
0.23
0.26
0.29
0.29
0.25
0.27
0.30
0.29
0.25
0.23
0.26
0.28
9-Jun
0.26
0.36
0.41
0.38
0.30
0.34
0.38
0.39
0.32
0.35
0.41
0.39
0.33
0.29
0.34
0.37
18-Jun
0.40
0.46
0.50
0.50
0.49
0.51
0.49
0.56
0.47
0.50
0.51
0.55
0.48
0.46
0.48
0.49
25-Jun
0.51
0.53
0.58
0.59
0.64
0.64
0.58
0.69
0.59
0.62
0.59
0.67
0.60
0.59
0.58
0.57
2-Jul
0.58
0.62
0.69
0.69
0.71
0.73
0.76
0.85
0.68
0.69
0.69
0.74
0.68
0.66
0.67
0.66
9-Jul
0.66
0.72
0.80
0.80
0.77
0.82
0.95
1.01
0.77
0.77
0.78
0.81
0.76
0.73
0.75
0.74
23-Jul
0.80
0.83
0.90
0.92
0.98
1.07
1.00
1.18
0.82
0.85
0.90
1.00
0.87
0.82
0.94
0.92
30-Jul
0.87
0.89
0.90
0.91
1.00
1.14
0.99
1.16
0.88
0.94
0.90
0.98
0.94
0.90
0.94
0.91
6-Aug
0.82
0.86
0.89
0.89
1.01
1.08
0.98
1.14
0.85
0.86
0.91
0.96
0.90
0.88
0.94
0.90
25
Lampiran 6
Foto kenampakan unit AWS (Automatic Weather Station)
Lampiran 7
Foto sistem jarak tanam legowo (40 x 20 x 10 cm).
Lampiran 8 Foto sistem jarak tanam tegel (25 x 25 cm).
26