EFISIENSI PEMASARAN DAGING SAPI PADA PERUSAHAAN DAERAH RUMAH POTONG HEWAN (PD RPH) KOTA MAKASSAR (Marketing Efficiency of Beef in The Slaughterhouse Company (PD RPH) Makassar City) Hastang, Siti Nurani Sirajuddin, Aslina Asnawi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemasaran daging sapi pada PD RPH Kota Makassar. Penelitian ini dilakukan bulan Juni hingga bulan Agustus 2013 dan merupakan studi kasus. Populasi penelitian meliputi pengusaha jagal dan seluruh lembaga pemasaran yang menyalurkan daging sapi dari PD RPH kota Makassar sampai ke konsumen. Penentuan sampel dilakukan secara snowball sampling. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara. Analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik sederhana. Rumus efisiensi pemasaran (Ep) = TB/TNP X 100 %; TB:total biaya pemasaran, TNP: total nilai produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 bentuk saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen yaitu saluran I dari pengusaha jagal ke pallembara selanjutnya ke konsumen; saluran II dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke pengecer di pasar tradisional dan selanjutnya ke konsumen; saluran III. dari pengusaha jagal ke pallembara, kemudian ke pasar swalayan dan selanjutnya ke konsumen; Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran I yang merupakan saluran paling pendek. Kata kunci: efisiensi , pemasaran, daging sapi PENDAHULUAN Daging sapi merupakan salah satu jenis daging yang menjadi sumber protein hewani yang cukup tinggi. Daging selain mengandung nutrisi yang baik bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam amino essensial yang cukup tinggi dan berimbang, daging pun berkontribusi dalam memberikan sumber energi berupa lemak (Lawrie, 1995). Kandungan daging terdiri dari air 75%, protein 18-20%, karbohidrat 1%, mineral, lemak 0,5 - 1% dan material terlarut lainnya (nonprotein dan non karbohidrat) sekitar 3-5% (Person dan Young, 1989). Oleh karena itu aging sapi sangat dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan gizi dan selanjutnya akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan daging semakin meningkat. Dengan demikian maka semua aspek yang terkait dengan produksi dan distribusi/pemasaran daging harus menjadi perhatian utama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang/jasa, sedangkan distribusi/pemasaran/tataniaga adalah kegiatan untuk menyampaikan barang/jasa dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran memberikan gambaran tentang rute atau jalur perjalanan suatu produk (Swastha, 1997). Saluran pemasaran didefenisikan sebagai saluran distribusi yang terdiri dari
314
sejumlah pedagang yang melakukan semua kegiatan (fungsi) untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen Kotler (1992). Saluran pemasaran ada yang panjang dan ada yang pendek. Panjang pendeknya saluran pemasaran dipengaruhi oleh: jarak antara produsen dan konsumen, cepat atau tidaknya produk rusak, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Daging sapi merupakan salah satu produk peternakan yang mudah rusak, sehingga memerlukan proses pemasaran yang cepat dan efisien. Perusahaan Daerah Rumah Potong hewan (PD RPH) Kota Makassar merupakan satu-satunya rumah potong hewan yang berlokasi di Kota Makassar yang mensuplai daging sapi sekitar 5 ton/hari (pemotongan sapi sekitar 50-60 ekor/hari). Jumlah pengusaha jagal yang menggunakan fasilitas PD RPH Kota Makassar cukup banyak, yaitu sekitar 30 orang, tetapi tidak semua melakukan operasional pemotongan sapi tiap hari karena tergantung dari ketersediaan sapi yang mereka miliki. Kota Makassar merupakan merupakan konsumen daging terbesar di Sulawesi Selatan, yaitu sekitar 15 ton/hari dan sekitar 5 ton diantaranya disuplai dari PD RPH Kota Makassar. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen dan saluran mana yang paling efisien? METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2013 di Kota Makassar dengan menggunakan metode Studi Kasus. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa kota Makassar merupakan konsumen daging sapi terbesar di Sulawesi Selatan. Untuk mengkaji efisiensi saluran pemasaran daging sapi di Kota Makassar, dipilih pengusaha jagal yang berlokasi di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Makassar sebagai produsen daging sapi terbesar dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi daging sapi ke konsumen di Kota Makassar. Populasi pengusaha jagal di PD RPH Makassar sekitar 30 orang, namun yang rutin melakukan pemotongan hanya sekitar 13 orang. Dari 13 orang ini diambil sampel secara acak 10 orang. Untuk penelusuran rantai dimulai dari pengusaha jagal kemudian ke pedagang perantara daging sapi sampai ke konsumen. Penentuan responden pedagang dilakukan secara sampling rujukan berantai atau bola salju (snowball), yaitu Peneliti mendapatkan responden dari responden yang lain, demikian seterusnya (Blernacki and Waldorf, 1981 dalam Daymon dan Holloway, 2008). Penentuan responden dimulai dari 10 orang pengusaha jagal di PD RPH Kota Makassar, kemudian pengusaha jagal tersebut menunjuk responden selanjutnya yaitu pedagang perantara daging sapi yang melakukan pembelian lansung kepadanya (pallembara), selanjutnya pallembara menunjuk pedagang pelanggannya sebagai responden berikutnya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode pengamatan lansung dan wawancara dengan menggunakan seperangkat questioner yang sudah dipersiapkan, meliputi: identitas responden, sumber pembelian daging dan siapa pelanggannya, kegiatan yang dilakukan, biaya-biaya yang dikeluarkan, harga beli dan harga jual daging, komponen-komponen investasi, harga dan usia ekonomisnya. Data sekunder diperoleh dari PD. RPH Makassar.
315
Analisis data Pengkajian bentuk saluran dan lembaga pemasaran daging sapi dilakukan dengan cara menelusuri mata rantai saluran pemasaran dari pengusaha jagal di PD RPH Kota Makassar sampai ke konsumen, kemudian dianalisis secara deskriptif. Efisiensi pemasaran daging sapi dalam penelitian ini dilihat dari nilai efisiensi pemasaran masing-masing saluran pemasaran daging sapi. Semakin kecil nilai efisiensi pemasaran yang diperoleh maka semakin efisien saluran tersebut. Rumus efisiensi pemasaran (Ep) = TB/TNP X 100 % (Soekartawi, 2002) Keterangan: TB : total biaya pemasaran, TNP: total nilai produk HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran pemasaran daging sapi Saluran pemasaran merupakan rute atau jalur perjalanan suatu produk (Swastha, 1997) dan menurut Kotler (1992) bahwa saluran pemasaran merupakan saluran distribusi yang terdiri dari seperangkat pedagang yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen melalui beberapa bentuk saluran, yaitu: I. II.
Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke konsumen Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke pedagang pengecer di pasar tradisional dan selanjutnya ke konsumen III. Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke pasar swalayan dan selanjutnya ke konsumen (Gambar 1.)
I
Gambar 1. Saluran Pemasaran Daging Sapi dari PD RPH Kota Makassar ke Konsumen Secara teknis, proses pergerakan daging sapi pada semua aliran tersebut diawali dengan penentuan jumlah daging sapi yang akan diorder oleh pallembara yaitu berdasarkan prediksi penjualan tiap hari (jumlah penjualan rutin per hari ke pelanggan tetap) ditambah pesanan yang tidak rutin dari pelanggan dan prediksi penjualan diluar pelanggan. Pallembara melakukan order ke pengusaha jagal pada sore
316
atau malam hari sebelum pengambilan daging. Pengusaha jagal yang memiliki sapi potong akan menerima order tersebut, jika tidak memiliki sapi maka mereka akan menolaknya dan menyarankan untuk mencari pada pengusaha jagal lainnya. Ada pallembara yang hanya membeli pada satu pengusaha jagal (pemasok tunggal) dan ada juga yang membeli dari beberapa pengusaha jagal tiap hari. Sebagian besar partisipan pallembara mempunyai pemasok daging sapi lebih dari satu orang yaitu 85% (11 orang) dan hanya 15% (2 orang) yang mempunyai pemasok tunggal. Pemasok tunggal yang dimaksud disini adalah pengusaha jagal yang melakukan pemotongan sapi tiap hari dan menguasai pangsa pasar sekitar 30-40%. Pallembara yang menggunakan pemasok lebih dari satu orang, dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan daging sapi untuk dipasarkan, karena hanya satu orang jagal yang melakukan pemotongan sapi tiap hari. Pengusaha jagal melakukan pemotongan sapi mulai jam 02 - 06 pagi. Dalam proses produksi, Semua sarana dan prasarana produksi disiapkan oleh PD. RPH Makassar, kecuali tenaga kerja, pisau dan batu asa disediakan oleh pengusaha jagal. Pengusaha jagal hanya membayar sewa tempat/jasa tempat pemotongan dan segala fasilitasnya serta pemeriksaan kesehatan hewan sebesar Rp 32.000/ekor. Proses produksi daging sapi, mulai dari sapi dimasukkan ke ruangan pemotongan sampai menjadi daging yang siap untuk dipasarkan, dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses produksi daging sapi pada PD. RPH Kota Makassar Perlakuan terhadap daging yang dihasilkan ada dua macam yaitu sebagian besar pengusaha jagal tidak melakukan pengelompokan/grading daging setelah pemisahan daging dari tulang, tetapi ada salah seorang jagal yang menerapkan dua sistem yaitu selain tidak mengelompokkan daging untuk dijual juga menerapkan sistem pengelompokan (grading) daging sebelum dijual. Daging yang sudah dipisahkan dari tulang dikelompokkan menjadi tiga bagian, yang pengusaha Jagal istilahkan daging paha (PH), daging patompo (PT) dan daging tipis (TPS). Kelompok daging ini terdiri dari beberapa bagian daging. Kelompok daging paha terdiri dari daging: paha belakang (sengkel/shank/betis, inside/daging kelapa/ knuckle, silverside/pendasar/gandik, rump/tanjung, topside/round/ penutup), sirloin/ has luar, tenderloin/has dalam/fillet, paha depan (chuck dan shank/sengkel). Kelompok daging patompo terdiri dari daging: blade/ punuk dan cuberoll/lemusir. Kelompok daging tipis terdiri dari daging: flank, rib meat dan brisket.
317
Pallembara datang ke PD RPH Makassar sekitar jam 04-06 subuh untuk mengambil daging yang sudah diorder. Daging tersebut dibawah ke pasar atau tempat penjualan masing-masing untuk dijual ke pelanggannya yaitu pedagang pengecer (di pasar tradisional dan atau swalayan) dan konsumen (industri pengolahan dan konsumen akhir). Tempat penjualan pallembara dan padagang pengecer daging sapi yaitu hampir semua pasar tradisional di Kota Makassar dan ada pallembara yang melakukan grading daging di rumahnya sebelum di jual ke pasar swalayan dan ke konsumen antara (industri pengolahan). Pedagan pengecer daging sapi adalah pedagang daging sapi yang lansung menjual daging sapi ke konsumen, baik konsumen antara maupun konsumen akhir. Pedagang pengecer ada dua tipe yaitu pedagang pengecer di pasar tradisional dan pedagang pengecer di pasar swalayan. Pedagang pengecer daging sapi melakukan pembelian ke pallembara dalam jumlah yang relatif kecil sekitar 20 – 100 kg per hari atau bisa lebih jika ada tambahan pesanan/order yang masuk. Pedagang pengecer di pasar tradisional malakukan penjualan di pasar setiap hari dalam waktu yang relatif lama dibanding pallembara. Sebagian besar pallembara melakukan penjualan hanya sampai jam 10 pagi, sedangkan pedagang pengecer melakukan penjualan sampai siang atau bahkan sampai sore hari. Pedagang pengecer daging sapi di pasar swalayan dalam penelitian ini dipilih empat lokasi. Frekuensi order Pasar swalayan, ada yang tiap hari dan ada juga setiap 3 hari dengan volume 20–150 kg tiap order. Konsumen daging sapi meliputi konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara meliputi industri pengolahan, restoran, cattering, rumah makan, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, penjual sate gerobak/kaki lima. Konsumen akhir meliputi pembeli daging sapi untuk dikonsumsi bersama keluarga (bukan tujuan komersil) misalnya untuk konsumsi harian, acara keluarga. Gambar 1. Menunjukkan bahwa saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen, ada yang panjang dan ada yang pendek. Akan tetapi jarang konsumen akhir lansung melakukan pembelian ke pengusaha jagal karena pengusaha jagal melakukan penjualan dalam jumlah besar, yaitu minimal 1 ekor, dan harga jual daging di tingkat pengusaha jagal hampir sama dengan harga jual daging di tingkat pallembara yang melakukan pembelian daging tidak di grading karena pallembara memperoleh keuntungan dari side product (hasil ikutan daging). Pengusaha jagal yang melakukan penjualan daging sistem grading yaitu menjual daging dengan harga yang lebih rendah dibanding penjualan daging yang di campur (tidak di grading), akan tetapi semua side product diambil oleh pengusaha jagal; sedangkan penjualan daging yang dicampur yaitu harga jual daging lebih tinggi tetapi sebagian side product diberikan ke pallembara. Side product yang diberikan ke pallembara yaitu tulang kepala (sudah dikeluarkan daging kepala kecuali lidah dan otak), tulang rusuk, tulang leher sampai ekor dan sebagian jeroan. Efisiensi Pemasaran Nilai efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan (Soekartawi, 1989). Makin kecil nilai efisiensi yang didapatkan maka makin efisien saluran pemasaran tersebut. Analisis efisiensi saluran pemasaran daging sapi dilakukan melalui perbandingan nilai efisiensi antara saluran pemasaran. Nilai efisiensi saluran pemasaran daging sapi bervariasi karena sangat tergantung pada bentuk saluran pemasaran dan sistem penjualan. Ke empat model
318
saluran pemasaran daging sapi yang sudah diuraikan sebelumnya, hanya dua saluran yang akan dibandingkan yaitu sauran I dan II karena segmen pasarnya sama yaitu beroperasi pada pasar tradisional. Sedangkan saluran III segmen pasarnya berbeda yaitu konsumen pada pasar swalayan. Nilai efisiensi pemasaran daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai efisiensi saluran pemasaran daging sapi
Saluran pemasaran
I.
Saluran satu tingkat II. Saluran dua tingkat (pasar tradisional) III. Saluran dua tingkat (swalayan)
Biaya Pengusaha jagal
Biaya Pallembara
2.616,89
1.153,53
2.564,42
1.571,38
2.616,89
7.295,99
Total biaya (TB)
Nilai penjualan daging di tingkat pengecer
Nilai Efisiensi (%)
3.770,42
70.472,69
5,35
1.251,87
5.387,67
73.950
7,29
tdk terdeteksi
9.912,88
115.958,02
8,55*
Biaya pedagang pengecer
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Keterangan: * : Belum termasuk biaya yang dikeluarkan swalayan
Tabel 1. menunjukkan bahwa jika ditinjau dari nilai efisiensi saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen, maka saluran yang paling efisien adalah saluran I yaitu mempunyai nilai efisiensi terendah 5,35%, kemudian saluran II dan tidak dibandingkan dengan saluran III karena segmentasi pasarnya berbeda. Saluran II memiliki tingkat efisiensi lebih rendah dibanding saluran I karena lebih banyak lembaga pemasaran yang terlibat. Setiap lembaga pemasaran mengeluarkan biaya pemasaran yang menyebabkan biaya pemasaran menjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariyono dkk. (2013), Emhar, dkk. (2014) dan Rais, dkk. (2013) bahwa semakin pendek saluran pemasaran maka semakin efisien. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Bentuk saluran pemasaran daging sapi dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen melalui beberapa bentuk saluran, yaitu: I. Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke konsumen II. Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke pedagang pengecer di pasar tradisional dan selanjutnya ke konsumen III. Dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke pasar swalayan dan selanjutnya ke konsumen 2. Saluran pemasaran daging sapi yang paling efisien dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen adalah saluran I yaitu dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke konsumen (nilai efisiensi terendah = 5,35 %)
319
Saran Untuk pemasaran daging sapi sebaiknya menggunakan saluran pemasaran yang paling pendek. DAFTAR PUSTAKA Emhar,A., Aji, J.M.M., Agustina, T. 2014. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi Di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala Ilmiah PERTANIAN. Volume 1, Nomor 3, Februari 2014, hlm 53-61. Daymon, C., Holloway, I. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations And Marketing Communications. Penerjemah Wiratama, C. Penerbit Bentang. Yogyakarta. Hanafiah A.M dan Saefuddin, A.M , 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian. Erlangga, Jakarta. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Ed. Ke-5. Terjemahan dari : Meat Science. Penerjemah: A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Mariyono, Utami, D.P. dan Zulfanita. 2013. Tataniaga Daging Sapi Di Kabupaten Purworejo. Jurnal Surya Agritama Volume 2 Nomor 2 September 2013. p: 78-88. Pearson, A.M. dan R.B. Young. 1989. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press Inch. London. Rais, F., Halid. A., Boekosoe, Y. 2013. Analisis Efisiensi Pemasaran Daging Sapi Di Pasar Sentral Kota Gorontalo. On line. kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIIP/article/download/2578/2557. diakses 26 September 2014. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Raja Grafindo, Jakarta. Swastha, B. 1997. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta.
320